BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapi para siswa. Salah satunya adalah layanan bimbingan kelompok. Menurut Hartinah (2009: 6) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah kegiatan bimbingan yang diberikan kepada kelompok individu yang mengalami masalah sama. Tujuan dari kelompok yaitu sebagai tempat di mana isi bimbingan diterapkan. Hartinah menambahkan bahwa penyajian informasi pendidikan atau jabatan karier kepada sejumlah siswa termasuk ke dalam bimbingan kelompok. Adapun menurut Winkel dan Hastuti (2004: 547) bimbingan kelompok adalah salah satu teknik dalam bimbingan, untuk memberikan bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh pembimbing/konselor melalui tiap kegiatan kelompok. Kelompok ini bekerjasama atau bertukar pikiran untuk mencegah berkembangnya masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan pribadi maupun sosial. Hal tersebut bermakna bahwa bimbingan kelompok adalah kegiatan secara berkelompok dengan cara berdiskusi untuk meningkatkan perkembangan pribadi maupun sosial siswa yang bertujuan meningkatkan kerjasama atau bertukar pikiran antara satu dengan yang lainnya. Penulis lain juga merumuskan pengertian bimbingan kelompok sebagai berikut: Bimbingan kelompok adalah layangan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang 7

2 8 kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Layanan kelompok mempunyai tiga fungsi yaitu: (1) informatif (2) pengembangan (3) preventif dan kreatif (Sukardi, 2010: 64). Romlah (2006: 3) Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan padaa individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa. Prayitno (1995: 61) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok diartikan sebagai upaya untuk membimbing kelompok siswa menjadi mandiri yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Hal tersebut menjelaskan bahwa bimbingan kelompok merupakan bimbingan yang dilakukan secara kelompok untuk mencapai tujuan tertentu sesuai kebutuhan siswa. Dalam buku lain Prayitno (1994: 317) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan layanan bimbingan maupun kegiatan informasi yang diberikan dalam suasana kelompok untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Adapun dengan rencana dan keputusan yang tepat penting dimiliki siswa untuk bekal dalam menyelesaikan permasalahan, baik permasalahan sosial, belajar, karier, pribadi. Bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan pemberian informasi kepada kelompok yang membutuhkan. Berpijak dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan bimbingan yang diberikan kepada kelompok siswa memiliki masalah sama untuk tujuan tertentu yaitu membantu menyelesaikan masalah, menyusun rencana dan memandirikan dalam mengambil keputusan yang tepat. 2) Tujuan Bimbingan Kelompok Pelaksanaan kegiatan selalu memiliki tujuan, begitu pula bimbingan kelompok. Bennet (dalam Romlah, 2006: 14) mengemukakan tujuan bimbingan kelompok yaitu:

3 9 a) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. b) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok. c) Untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif dari pada melalui kegiatan bimbingan individual. d) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif. Dengan mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh individu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatan emosional melalui kegiatan kelompok, maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih mudah. 3) Dinamika dalam Bimbingan Kelompok Pelaksanaan bimbingan kelompok akan lebih efektif jika adanya dinamika kelompok. Menurut Hartinah (2009: 62) menjelaskan bahwa dinamika kelompok merupakan suatu pengetahuan yang mengembangkan berbagai kekuatan yang mempengaruhi perilaku anggota dan perilaku kelompok untuk menciptakan perubahan positif dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan. Dinamika kelompok menekankan pada keefektifan kelompok dalam melakukam kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Adanya dinamika dalam bimbingan kelompok penting untuk diciptakan untuk mencapai tujuan secara maksimal. Peserta kelompok dapat secara langsung terlibat dan menjalani dinamika kelompok. Dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok dapat mencapai tujuan ganda yaitu berkesempatan untuk memperkembangkan diri dalam kemampuan sosial dan dapat memperoleh berbagai pengalaman, informasi, wawasan, pemahaman, nilai dan sikap, serta berbagai alternatif yang akan memperkaya dan dapat dipraktikkan (Prayitno, 1995: 67).

4 10 4) Tahap Perkembangan Kegiatan Kelompok dalam Layanan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (dalam Rochayatun, 2015: 32), tahap-tahap perkembangan kelompok dalam bimbingan melalui pendekatan kelompok sangat penting yang pada dasarnya tahapan perkembangan kegiatan bimbingan kelompok sama dengan tahapan yang terdapat dalam konseling kelompok. Agar bimbingan kelompok dapat terlaksana dengan baik, maka disususn langkah-langkah yang sistematis. Hal tersebut dilakukan guna mempermudah dalam melaksanakan evaluasi serta menentukan tindakan selanjutnya. a) Tahap Pembentukan Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok, saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri,menjelaskan cara kegiatan kelompok. Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menumbuhkan minat bagi terbentuknya kelompok, yang meliputi pemberian penjelasan tentang kelompok yang dimaksud, tujuan dan manfaat adanya kelompok tersebut, ajakan untuk memasuki dan mengikuti kegiatan. b) Tahap Peralihan Pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan selanjutnya dalam kegiatan kelompok. Serta membahas suasana yang terjadi dan meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota. c) Tahap Pelaksanaan Kegiatan Mengemukakan masalah atau topik, anggota membahas masalah/topik secara mendalam, tanya jawab antar anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas dan menyangkut masalah atau topik yang sedang dibicarakan.

5 11 d) Tahap Pengakhiran Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera berakhir, pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan. e) Evaluasi Kegiatan Penilaian terhadap kegiatan kenseling kelompok dapat dilakukan secara tertulis di mana para peserta diminta mengungkapkan perasaannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi dan proses) maupun kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. 5) Manfaat Bimbingan Kelompok Hartinah (2009: 114) menyebutkan beberapa manfaat dan pentingnya bimbingan kelompok bagi siswa, yaitu: a) Diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang terjadi di sekitarnya. Pendapat siswa tersebut dapat bermacam-macam, ada yang positif dan ada yang negatif. Semua pendapat tersebut, melalui dinamika kelompok (dan peranannya guru BK) diluruskan bagi pendapat yang negatif. b) Memiliki pemahaman yang objektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang siswa bicarakan. c) Pemahaman yang objektif, tepat dan luas diharapkan dapat menimbulkan sikap positif terhadap keadaan diri dan lingkungan siswa yang bersangkutan dengan hal yang mereka bicarakan dalam kelompok. d) Sikap positif diharapkan dapat merangsang siswa untuk menyususn program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik. e) Program kegiatan tersebut diharapkan dapat mendorong siswa dalam melaksanakan kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sesuai dengan yang telah diprogramkan semula.

6 12 Lima manfaat tersebut dapat diperoleh melalui dinamika kelompok. Apabila manfaat tersebut dapat dikembangkan maka bimbingan kelompok akan efektif dalam mencapai tujuan. b. Teknik Symbolic Modeling 1) Pengertian Teknik Symbolic Modeling Teknik model perlu untuk merubah perilaku siswa dalam mencapai tujuan. Komalasari, Wahyuni & Karsih (2011: 176), Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku atau perilaku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif. Terdapat beberapa tipe modeling, salah satunya yaitu symbolic modeling. Komalasari, dkk (2011: 176) menjelaskan lebih lanjut bahwa model simbolik yaitu modeling melalui film dan video yang menyajikan contoh tingkah laku, berpotensi sebagai sumber model tingkah laku. Menurut Corey (1995: 427) model simbolik merupakan perilaku model ditunjukkan dalam film, video, atau alat lainnya. Adanya film, video atau alat lainnya tersebut sebagai stimulus untuk membentuk pikiran, sikap dan perilaku yang lebih positif sesuai tujuan yang diharapkan. Abimanyu (1996: 259) menyatakan bahwa symbolic modeling dapat disajikan melalui materi, video, film atau slide. Model-model simbolis dapat dikembangkan untuk klien perorangan atau kelompok. Suatu model simbolis dapat mengajarkan klien tingkah laku yang sesuai, mempengaruhi sikap dan nilai, dan mengajarkan keterampilan sosial melalui simbol atau gambar dari benda aslinya dan dipertunjukkan pada siswa. Hal tersebut bermakna bahwa layanan bimbingan kelompok yang dapat di berikan kepada individu maupun kelompok dengan memberikan model atau contoh melalui simbol yang dapat berupa film, video, gambar atau rekaman untuk merubah tingkah laku atau pemikiran yang sesuai. Bandura (dalam Abimanyu, 1996: 260) membuktikan bahwa modelmodel simbolik telah digunakan dan berhasil dalam berbagai situasi. Klien

7 13 yang mengalami rasa takut yang kemudian diminta mengamati sesuatu model atau model-model yang telah berhasil menghadapi situasi-situasi ketakutan tanpa akibat negatif, maka klien itu kemudian dapat mengurangi dan menghilangkan rasa ketakutannya. Berpijak dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik symbolic modeling adalah pemberian bantuan kepada individu yang membutuhkan secara individu maupun kelompok melalui model berupa simbol seperti gambar, video atau film. Model berguna sebagai contoh untuk diamati oleh klien dalam merubah tingkah laku, pemikiran, dan sikap untuk lebih positif. 2) Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penerapan Modeling Menurut Komalasari, dkk (2011: 177) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kegiatan modeling sehingga pelaksanaan modeling berjalan sesuai harapan. Hal tersebut yaitu: a) Ciri model seperti usia, status sosial, jenis kelamin, keramahan, dan kemampuan, penting dalam meningkatkan imitasi; b) Anak lebih senang meniru model sesusianya dari pada model dewasa; c) Anak cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya; d) Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan terbuka. Perempuan lebih mengimitasi ibunya. 3) Prinsip Teknik Symbolic Modeling a) Belajar bisa diperoleh melalui tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain beserta konsekuensinya dalam bentuk alat visual. b) Kecakapan sosial emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model yang terdapat dalam film atau video. c) Reaksi-reaksi emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati orang lain yang mendekati obyek atau situasi yang ditakuti

8 14 tanpa mengalami akibat menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. d) Pengendalian diri dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman melalui film atau video. e) Status kehormatan model sangat berarti. f) Individu mengamati seorang model dan dikuatkan untuk mencontoh tingkah laku model. g) Prosedur modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar modifikasi perilaku. 4) Langkah Pelaksanaan Teknik Symbolic Modeling Abimanyu (1996: 260) Pelaksanaan teknik symbolic modeling dapat dilakukan sesuai langkah-langkah pengembangan model simbolis sebagai berikut : a) Sifat-Sifat dari Pemakai Pertimbangan pertama dalam mengembangkan suatu model simbolis adalah menentukan sifat-sifat orang yang akan diberi treatment dengan model. Sifat-sifat dari model simbolis hendaknya sama dengan orang-orang yang akan menggunakan prosedur itu. Konselor hendaknya juga mempertimbangkan derajat variasi sifatsifat yang ada, yang dimiliki oleh para pengguna model simbolis. Memasukkan beberapa orang sebagai model (menggunakan multiple model) dapat membuat suatu model simbolis lebih berguna untuk klien yang bervariasi. b) Tingkah Laku Tujuan yang Menjadi Model Tingkah laku tujuan hendaknya dispesifikasi. Konselor dapat mengembangkan seri-seri model simbolis untuk memusatkan pada tingkah laku yang berbeda, atau pola tingkah laku yang kompleks dapat dipecah-pecah ke dalam keterampilan yang kurang kompleks. c) Media Pemilihan media penyampaian ini akan tergantung pada dimana, dengan siapa, dan bagaimana model simbolis itu akan digunakan.

9 15 Media ini dapat berupa film, rekaman video atau pemuatan dalam rekaman slide. d) Isi dan Persentasi Tanpa memperhitungkan media yang digunakan untuk menggambarkan penyajian model itu, konselor hendaknya mengembangkan suatu naskah untuk merefleksikan isi modeling yang disajikan. Naskah itu hendaknya meliputi intruksi, modeling, latihan, balikan, dan ringkasan. (1) Instruksi Instruksi hendaknya dilakukan dengan singkat tapi jelas dan rinci sebelum model itu akan membantu klien mengidentifikasi komponen dari model yang ditampilkan dan diperlukan. Instruksi menyediakan suatu rasional tentang modeling tersebut. (2) Modeling Persiapan perencanaan tentang kegiatan yang akan ditiru untuk mencapai tujuan. Hendaknya perencanaan yang menjadi model menunjukkan urutan keterampilan yang terencana. (3) Latihan Dalam symbolic modeling hendaknya dimungkinkan adanya kesempatan bagi klien untuk berlatih tentang apa yang mereka lihat atau baca dalam kehidupannya sehari-hari. (4) Balikan Setelah klien diinstruksikan untuk berlatih dan waktunya telah cukup, balikan dalam bentuk deskripsi tentang tingkah laku atau aktivitas hendaknya dilakukan. Klien hendaknya diinstruksikan untuk mengulang modeling dan mempraktikkannya lagi jika balikan menunjukkan adanya masalah. (5) Ringkasan Pada kesimpulan dari skenario, perencanaan hendaknya mencakup suatu ringkasan tentang apa yang telah ditiru dan pentingnya bagi klien menguasai tingkah laku model.

10 16 e) Testing Lapangan dari Model Sebelum membuat model simbolis dapat melakukan tes lapangan skrip dengan beberapa orang atau teman dari sasaran kelompok klien. Adapun proses penting modeling menurut Komalasari,dkk (2011: 177) yaitu: a) Perhatian Siswa harus berfokus pada model. Proses ini dipengaruhi asosiasi pengamat dengan model, sifat model yang atraktif, arti penting tingkah laku yang diamati bagi pengamat. b) Representasi Yaitu tingkah laku yang akan ditiru harus disimbolisasi dengan ingatan. Jika dalam symbolic modeling maka menggunakan gambar atau imajinasi. Imajinasi memungkinkan dilakukan latihan simbolik dalam pikiran. c) Peniruan tingkah laku model Tata cara melakukan atau meniru model yang sudah disediakan. Hasil diharapkan mencapai tujuan dalam modeling. d) Motivasi dan penguatan Motivasi tinggi untuk melakukan tingkah laku model membuat semangat sehingga menjadi efektif. Imitasi lebih kuat pada tingkah laku yang diberi penguatan daripada dihukum. Komalasari menambahkan tentang langkah-langkah pelaksanaan symbolic modeling, yaitu: a) Menetapkan bentuk penokohan yaitu symbolic modeling. b) Bila mungkin gunakan lebih dari satu model. c) Kompleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat perilaku konseli. d) Kombinasikan modeling dengan aturan, instruksi, behavioral rehearsal, dan penguatan. e) Pada saat konseli memperhatikan penampilan model, berikan penguatan alamiah.

11 17 f) Bila mungkin, buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada penguatan alamiah. Bila tidak maka buat perencanaan pemberian penguatan untuk setiap peniruan tingkah laku yang tepat. g) Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dilakukan mulai dari yang paling mudah ke yang lebih sukar. h) Skenario harus dibuat realistic. i) Melakukan permodelan di mana tokoh menunjukkan perilaku yang menimbulkan rasa takut atau kebingungan bagi konseli. Langkah-langkah dalam symbolic modeling menurut Nursalim dkk, (2005: 124) yaitu : a) Rasional : Pada tahap ini konselor memberikan penjelasan atau uraian singkat tentang tujuan, prosedur dan komponen-komponen strategi yang akan digunakan dalam proses konseling b) Pemberian Contoh: Pada tahap ini konselor memberikan contoh kepada klien berupa model yang disajikan dalam bentuk video atau media lainnya, di mana perilaku model yang akan diperlihatkan telah disetting untuk ditiru oleh klien c) Praktik/ Latihan: Pada tahap ini, klien akan diminta untuk mempraktikkan setelah ia memahami perilaku model yang telah disaksikan. Biasanya praktik atau latihan ini mengikuti suatu urutan yang telah disusun d) Pekerjaan Rumah: Pada tahap ini konselor memberikan pekerjaan rumah kepada klien dan membawa hasil pekerjaan rumah ke pertemuaan selanjutnya e) Evaluasi: Pada tahap ini konselor bersama dengan konseli mengevaluasi apa saja yang telah dilakukan, serta kemajuan apa saja yang telah dirasakan klien selama proses bimbingan. Selain itu, konselor juga harus memberikan motivasi untuk terus mencoba dan mempraktikkan apa yang telah klien dapat.

12 18 Kesimpulan dari kedua pengertian dan penjelasan di atas tentang bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling adalah bahwa bimbingan yang diberikan kepada kelompok siswa yang membutuhkan bantuan melalui teknik pemberian contoh melalui simbolik seperti video, film atau gambar. Simbolik tersebut diharapkan dapat menjadi contoh dan dapat merubah tingkah laku, sikap, ataupun pemikiran siswa dalam kelompok sesuai dengan model yang dicontohkan. 2. Hakikat Perencanaan Karir a. Pengertian Perencanaan Karier Munandir (1996: 92) menyatakan bahwa pemilihan karier adalah proses pengambilan keputusan yang berlangsung sepanjang hayat bagi mereka yang mencari banyak kepuasan dari pekerjaannya. Ini mengharuskan mereka berulang-ulang melakukan penilaian kembali, dengan maksud mereka dapat lebih mencocokkan tujuan karier yang terus berubah-ubah dengan kenyataan dunia kerja. Hal tersebut bermakna bahwa proses pemilihan karier adalah proses pengambilan keputusan pekerjaannya untuk mencapai kepuasan kerja yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai menemukan puncak kepuasan dan kecocokan kerja sesuai dengan dirinya. Salah satu usaha yang mendukung dalam pemilihan karier adalah kesiapan dalam merencanakan karier di masa depan. Perencanaan karier penting untuk siswa SMK dalam mempersiapkan kariernya setelah lulus sekolah. Walker dalam Geradus (2005: 32) menyatakan bahwa perencanaan karier adalah proses perencanaan pribadi seseorang tentang pekerjaan selama hidup. Perencanaan karier menghendaki penilaian atas kemampuan dan minat, mempertimbangkan alternatif kesempatan karier, menentukan tujuan karier, dan merencanakan kegiatan pengembangan praktik. Hal tersebut bermakna bahwa perencanaan karier adalah proses individu untuk menentukan proses karier dalam hidupnya serta mempertimbangkan menentukan alternatif dan tujuannya.

13 19 Parsons (dalam Winkel & Hastuti, 2006: 110) merumuskan perencanaan karier adalah proses yang dilalui sebelum melakukan pemilihan karier. Hal tersebut menjelaskan bahwa perencanaan karier adalah proses atau rangkaian yang harus dilakukan sebelum pemilihan karier demi kesuksesan karier di masa depan. Supriatna (2009: 49) menyatakan bahwa perencanaan karier adalah aktivitas siswa yang mengarah pada keputusan karier masa depan. Bentuk dari perencanaan karier adalah perwujudan diri melalui serangkaian aktivitas dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa perencanaan karier merupakan aktivitas untuk mempersiapkan karier di masa depan dengan aktivitas yang mendukung karier. Pendapat tersebut diperkuat oleh Aminnurrohim (2014: 58) bahwa perencanaan karier adalah sebuah proses dasar yang dapat digunakan untuk mempersiapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan di masa depan. Beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan karier merupakan proses perencanaan pribadi tentang karier di masa depan melalui aktivitas untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Aktivitas perencanaan karier berupa peningkatan kemampuan dan minat, mempertimbangkan alternatif kesempatan karier, menentukan tujuan yang matang untuk menunjang karier di masa depan. b. Masalah-Masalah dalam Perencanaan Karier Siswa dikatakan bermasalah dalam kariernya jika tidak mencapai kematangan karier sesuai dengan tahap dan tugas perkembangan kariernya. Tanda-tanda siswa yang tidak mampu merencanakan kariernya dengan baik menurut Suherman (2013: 83), yaitu: 1) Tidak adanya kesediaan untuk mempelajari informasi karier secara memadai 2) Malas/tidak membicarakan karier dengan orang dewasa

14 20 3) Malas/tidak mengikuti pendidikan tambahan (kursus untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karier 4) Malas/tidak berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler 5) Malas/tidak mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pekerjaan yang diinginkan 6) Kurang memiliki pengetahuan tentang kondisi pekerjaan yang diinginkan 7) Kurang memadainya pengetahuan tentang persyaratan pendidikan untuk pekerjaan yang diinginkan 8) Kurang/tidak mampu merencanakan apa yang harus dilakukan setelah tamat sekolah 9) Kurang/tidak memadainya pengetahuan tentang cara dan kesempatan memasuki dunia kerja yang diinginkan 10) Kurang/tidak mampu mengatur waktu luang secara efektif. Beberapa tanda tersebut dapat dilihat untuk mengetahui siswa yang memiliki perencanaan kurang baik untuk dijadikan sebagai subjek dalam meningkatkan perencanaan karier. c. Tujuan Perencanaan Karier Bimbingan dan Konseling di tingkat SMA/SMK memiliki tujuan salah satunya siswa mampu merencanakan karier dimasa depan dengan baik. Suherman (2013: 195) menyatakan dalam tujuan BK karier di SMA/ SMK Siswa memiliki kemampuan untuk merencanakan masa depan terutama karier yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi. Hal tersebut menekankan bahwa perencanaan karier penting sebagai bekal di masa depan setelah lulus SMA/SMK. Geradus (2005: 33) menyatakan bahwa perencanaan karier memiliki enam tujuan yaitu (1) Memperoleh kesadaran dan pemahaman diri (kekuatan dan kelemahan) berhubungan dengan tujuan dan rencana karier, (2) Mencapai kepuasan pribadi dalam bekerja, (3) Memperoleh

15 21 penempatan dan penghasilan financial yang memadai, (4) Menggunakan waktu secara efektif, (5) Mencapai kesuksesan pribadi dan karier, (6) Mengembangkan kemampuan individu untuk mengendalikan karier. Lebih lanjut maksud dari pendapat tersebut adalah tujuan perencanaan karier yaitu individu memperoleh kesadaran dan kepuasan pribadi dalam proses perencanaan dan pengambilan karier unttuk memperoleh penempatan dan kesuksesan karier serta dapat mengembangkannya demi keberlangsungan karier. d. Aspek Perencanaan Karier Dalam kajian tentang perencanaan karier, harus dipahami aspekaspek perencanaan karier. Menurut Parsons (dalam Winkel & Hastuti, 2006: 110), ada tiga aspek yang harus terpenuhi dalam membuat suatu perencanaan karier, yaitu: 1) Pengetahuan dan pemahaman diri sendiri, yaitu pengetahuan dan pemahaman akan bakat, minat, kepribadian, potensi, prestasi akademik, ambisi, keterbatasan-keterbatasan, dan sumber-sumber yang dimiliki. 2) Pengetahuan dan pemahaman dunia kerja, yaitu pengetahuan akan syarat-syarat dan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk sukses dalam suatu pekerjaan, keuntungan dan kerugian, kompensasi, kesempatan, dan prospek kerja di berbagai bidang dalam dunia kerja. 3) Penalaran yang realistis akan hubungan pengetahuan dan pemahaman diri sendiri dengan pengetahuan dan pemahaman dunia kerja, yaitu kemampuan untuk membuat suatu penalaran realistis dalam merencanakan atau memilih bidang kerja dan/atau pendidikan lanjutan yang mempertimbangkan pengetahuan dan pemahaman diri yang dimiliki dengan pengetahuan dan pemahaman dunia kerja yang tersedia. Adapun menurut Suherman (2013: 81) bahwa perencanaan karier memiliki beberapa aspek dalam meningkatkan perencanaan karier, yaitu: 1) Mempelajari informasi karier

16 22 2) Membicarakan karier dengan orang dewasa 3) Mengikuti pendidikan tambahan (khusus) untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karier 4) Berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler 5) Mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pekerjaan yang diinginkan 6) Mengetahui kondisi pekerjaan yang diinginkan 7) Mengetahui persyaratan pendidikan untuk pekerjaan yang diinginkan 8) Dapat merencanakan apa yang harus dilakukan setelah tamat sekolah 9) Mengetahui cara dan kesempatan memasuki dunia kerja yang diinginkan 10) Mampu mengatur waktu luang secara efektif. e. Komponen Perencanaan Karier Mengacu pada definisi di atas, ada empat komponen perncanaan karier menurut Brooks dalam Geradus (2005: 34), yaitu (1) Komponen self assessment atas kemampuan, bakat, dan minat serta hambatan dan peluang, (2) Komponen identifikasi alternatif pilihan karier, (3) Komponen tujuan karier, dan (4) komponen aktivitas pengembangan untuk mencapai tujuan karier. Lebih lanjut maksud dari pendapat tersebut yaitu perencanaan karier memiliki beberapa komponen yang dipenuhi untuk mencapai tujuan karier yaitu self assessment kemampuan dan hambatan, alternatif pilihan, tujuan karier, dan pengembangan karier. Pertama perlu adanya pengetahuan kemampuan diri sendiri dalam hal karier. Kemudian memahami hambatan dalam pemilihan karier serta memiliki alternatif untuk mencapai tujuan dan dapat mengembangkan karier mencapai kesuksesan atau kepuasan pribadi dalam karier. 3. Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling Meningkatkan Perencanaan Karier Siswa Bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling untuk merencanakan karier adalah bimbingan yang diberikan kepada kelompok siswa

17 23 yang membutuhkan bantuan melalui pemberian model (contoh) seperti film, video atau gambar tentang seseorang yang yang sukses karena memiliki perencanaan karier yang baik. Adanya pemberian contoh berupa gambar dan video tentang perencanaan yang baik maka diharapkan siswa dapat mencontoh tokoh tersebut dalam perencanaan karier siswa di masa depan. Upaya mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan teknik yang berbeda yaitu dengan bimbingan kelompok. Tujuan penggunaan bimbingan kelompok tersebut dapat memaksimalkan pemberian contoh kepada siswa. Sehingga siswa tidak merasa jenuh hanya dengan pemberian contoh saja. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam bimbingan kelompok teknik symbolic modeling adalah: a. Tahap Pembentukan Peneliti mempersiapkan hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan yaitu mempersiapkan model yang akan diberikan kepada siswa dengan mempertimbangkan sifat-sifat dari pemakai, tingkah laku tujuan yang menjadi model, pemilihan media dan testing lapangan dari model. Setelah mempersiapkan dapat dibentuk kelompok dan memberikan penjelasan tujuan kegiatan. b. Tahap Peralihan Pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan anggota kelompok pada tahap pelaksanaan kegiatan. Penjelasan tersebut berupa intruksi yang bersifat jelas, rinci dan rasional tentang model tersebut. c. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Pemimpin kelompok melaksanakan kegiatan kepada para anggota yang telah direncanakan yaitu melakukan symbolic modeling (berupa video, gambar biografi, dan film), latihan, balikan, peniruan tingkah laku model. Pelaksanaan kegiatan ini hendaknya memperhatikan perhatian anggota kelompok dan memberikan motivasi serta penguatan saat pelaksanaan kegiatan.

18 24 d. Tahap Pengakhiran Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera berakhir. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan ringkasan atau kesimpulan dari pelaksanaan kegiatan. e. Evaluasi Kegiatan Pada tahap ini pemimpin dan anggota kelompok mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan dan kemajuan apa saja yang telah dirasakan anggota kelompok selama proses pelaksanaan kegiatan. Selain itu, pemimpin kelompok dapat memberikan motivasi dan penguatan kepada anggota kelompok untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dikatakan berhasil dalam pemberian model apabila memenuhi indikator keberhasilan, yaitu: 1) Pengetahuan dan pemahaman diri sendiri 2) Pengetahuan dan pemahaman dunia kerja 3) Penalaran yang jelas akan hubungan pengetahuan dan pemahaman diri sendiri dengan pengetahuan dan pemahaman dunia kerja. B. Penelitian yang Relevan Dalam penulisan ini, peneliti telah melakukan penelaahan atau penelusuran terhadap penulisan terdahulu yang berkaitan dengan teknik symbolic modeling dan perencanaan karier. Sofwan Adiputra (2015: 45) dengan judul Penggunaan teknik Modeling terhadap Perencanaan Karir Siswa, Dalam penulisan ini menguji teknik modeling dengan konseling kelompok untuk meningkatkan kemandirian dalam perencanaan karier, hal ini terbukti dari perolehan skor sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Sebanyak 24 siswa menjadi sampel, 12 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 12 siswa sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan mengalami perubahan yang signifikan sebesar 0,001 atau probabilitas di bawah alpha 0,05. Hasil perhitungan tersebut dikatakan bahwa teknik modeling efektif untuk meningkatkan perencanaan karier pada siswa kelas X SMA Yasmida Ambarawa. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel

19 25 independent yaitu perencanaan karier dan variabel dependent secara umum yaitu teknik modeling. Selain memiliki persamaam, kedua penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu penelitian Sofwan menggunakan konseling kelompok sedangkan penelitian ini dimodifikasi ke dalam bimbingan kelompok. Selain itu, penelitian Sofwan menggunakan teknik model langsung. Hilda Mardiati Rahmah Sari (2014: 41) dengan judul Efektivitas Teknik Modeling untuk Meningkatkan Self Efficacy Karier Siswa. Dalam penulisan ini menguji teknik modeling yaitu symbolic modeling untuk meningkatkan keyakinan diri dalam merencanakan karier. Hasil analisis dapat dikatakan bahwa teknik symbolic modeling efektif untuk meningkatkan keyakinan diri dalam merencanakan karier. Penelitian Hilda memiliki kesamaan teknik penelitian ini yaitu symbolic modeling. Selain memiliki persamaan juga memiliki perbedaan yaitu penelitian Hilda untuk meningkatkan self efficacy karier sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada perencanaan karier siswa. Siti Mawarisa Milati H. (2015: 35) dengan judul Efektivitas Bimbingan Kelompok Dengan Teknik symbolic modeling Dalam Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa, Dalam penulisan ini menguji teknik bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling untuk meningkatkan perilaku prososial pada siswa dan kemudian pengujiannya berhasil bahwa bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling berhasil dan efektif untuk meningkatkan perilaku prososial pada siswa. Penelitian Siti memiliki persamaan teknik dengan penelitian ini yaitu symbolic modeling tetapi juga memiliki perbedaan yaitu pada variabel independent. Penelitian Siti untuk meningkatkan perilaku prososial sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan perencanaan karier siswa. C. Kerangka Berpikir Berdasarkan pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling adalah diskusi yang didalamnya terdapat penerapan teknik modeling (pemberian contoh) kepada siswa yang menjadi subjek dengan menggunakan simbol seperti video dan gambar untuk merubah tingkah laku atau pola berpikir. Sedangkan perencanaan karier adalah

20 26 proses individu untuk menentukan kepuasan atau kesuksesan karier dengan memahami kemampuan, hambatan dan alternatif pemecahan. Pada kondisi awal siswa di SMK N 1 Sukoharjo terdapat beberapa yang belum dapat merencanakan karier dan bingung dengan kariernya. Oleh karena itu, diperlukan adanya teknik untuk meningkatkan perencanaan karier pada siswa. Berbagai cara atau teknik yang diharapkan membantu perencanaan karier adalah menggunakan bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan treatment diskusi yang di modifikasi dengan teknik symbolic modeling yaitu penggunaan video dan gambar. Alur kerangka berpikir dapat dibuat pada Gambar 1: Permasalahan siswa dalam perencanaan karier: 1. Siswa belum mengetahui karier mereka setelah lulus SMK. 2. Siswa beranggapan belum membutuhkan perencanaan karier sehingga belum memiliki perencanaan karier 3. Siswa belum memahami informasi tentang karier yang disampaikan guru BK. 4. Siswa masih ragu dalam memilih karier. 5. Bagi siswa yang belum memahami informasi tentang karier, guru BK belum memberikan perlakuan terhadap siswa tersebut. Pokok permasalahan: Siswa belum merencanakan kariernya Perencanaan karier siswa meningkat: 1. Pengetahuan dan pemahaman diri sendiri 2. Pengetahuan dan pemahaman dunia kerja 3. Penalaran yang jelas akan hubungan pengetahuan dan pemahaman diri sendiri dengan pengetahuan dan pemahaman dunia kerja. Prosedur Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling : 1. Tahap Pembentukan b. Latihan a. Mempersiapkan model dengan c. Balikan mempertimbangkan sifat dari pemakai d. Peniruan model b. Tingkah laku tujuan yang menjadi model e. Penguatan alamiah c. Pemilihan media 4. Tahap Pengakhiran 2. Tahap Peralihan a. Mengemukakan kesimpulan a. Penjelasan pelaksanaan 5. Evaluasi Kegiatan b. Pengkondisian a. Melihat perubahan 3. Tahap Pelaksanaan Kegiatan b. Pemberian Penguatan a. Melakukan symbolic modeling Gambar 1. Kerangka Berpikir

21 27 D. Hipotesis Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok dengan teknik symbolic modeling efektif untuk meningkatkan perencanaan karier siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sukoharjo tahun ajaran 2015/2016.

22 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerjaan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia dewasa. Pekerjaan yang dimiliki seseorang bukanlah mengenai pekerjaan apa yang dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan kepribadian individu, dimana kepribadian seseorang berhubungan dengan apa yang ditangkap/direspon

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Mark dan Tombouch (dalam Bachtiar 2005), mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah

Lebih terperinci

TEKNIK MODELING SIMBOLIS DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

TEKNIK MODELING SIMBOLIS DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING TEKNIK MODELING SIMBOLIS DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Irvan Usman, Meiske Puluhulawa, Mardia Bin Smith Universitas Negeri Gorontalo Email : ivanbkfip0277@gmail.com ABSTRAK Seseorang dapat merubah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. teori belajar yaitu teori belajar behavior, teori belajar behavior digunakan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. teori belajar yaitu teori belajar behavior, teori belajar behavior digunakan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Banyak teori tentang belajar, tetapi peneliti mengunakan salah satu dari berberapa teori belajar yaitu teori belajar behavior, teori belajar behavior digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan dan modal untuk menentukan masa depan bangsa. Pendidikan juga erat kaitannya dengan bagimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian disiplin belajar Disiplin merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mendididk dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada.

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperoleh pekerjaan yang layak dan sesuai harapan, merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan pokok dalam membantu generasi mendatang. Dengan adanya pendidikan diharapkan akan mampu membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini dipaparkan hal-hal yang berkenaan dengan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan penelitian dikemukakan secara sistematis sesuai dengan pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Sesuai dengan hakikat pekerjaan bimbingan dan konseling yang berbeda dari pekerjaan pengajaran, maka sasaran pelayanan bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga pendidikan terdiri dari lembaga pendidikan formal (sekolah), non formal (kursus atau bimbingan belajar), dan lembaga informal (keluarga). Biasanya

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO Oleh : Melisa R. Hasanati Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai homo socius (makhluk sosial) tidak bisa hidup tanpa keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhannya. Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Self Efficacy 2.1.1. Pengertian Self efficacy Self efficacy merupakan teori yang diajukan bandura (1997) yang berdasarkan teori sosial kognitif. Bandura (1997) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perencanaan Karir 2.1.1. Pengertian Karir Bekerja merupakan konsep dasar yang menunjuk pada sesuatu yang kita lakukan karena kita menginginkannya dengan harapan dapat kita nikmati.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, terdapat empat aspek kebahasaan yang harus dikuasai siswa, yaitu kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi diri yang dimiliki seseorang, pada dasarnya merupakan sesuatu yang unik. Artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock (1978) mengemukakan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya.

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING

UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING UPAYA MENINGKATKAN KEMATANGAN PEMILIHAN KARIR MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING Novita Agustina 1, Okvantia Nurmaisara 2, Tyas Martika Anggriana 3 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang 1 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan di bahas secara berturut-turut mengenai: (1) latar belakang masalah, (2) pembatasan masalah, (3) perumusan masalah, (4) tujuan masalah, (5)manfaat masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari seperempat angkatan muda Indonesia kini menganggur dan masih banyak lagi yang mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketrampilannya (underemployed)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan sikap dan keterampilan yang merupakan hasil aktivitas belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Usia remaja merupakan saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan pada hakekatnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap orang pada umumnya memerlukan lapangan kerja untuk bertahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap orang pada umumnya memerlukan lapangan kerja untuk bertahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang pada umumnya memerlukan lapangan kerja untuk bertahan hidup. Di dalam masyarakat secara luas terdapat berbagai jenis pekerjaan, tetapi pekerjaan-pekerjaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Penelitian Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan pada anak yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada kelas VIII-A cenderung text book oriented dan teacher oriented. Hal ini terlihat dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga berprestasi maka setiap siswa diharapkan untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Membolos 1. Pengertian Membolos Menurut Gunarsa (1981) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. Beberapa diantaranya mungkin merasa sangat bersemangat dengan pekerjaannya dan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata belajar merupakan kata yang tidak asing.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan adalah suatu proses sadar tujuan, artinya bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah siswa kelas XI IPS di SMA PGII 2 Bandung. Sekolah tersebut terletak di Jalan Pahlawan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan Konseling dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 111 Tahun 2014 pasal 1 ayat (1) dikemukakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan tantangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berkaitan dengan pendidik dan peserta didik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berkaitan dengan pendidik dan peserta didik. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan selalu berkaitan dengan pendidik dan peserta didik. Dalam pendidikan mempunyai tujuan membantu peserta didik agar nantinya mampu meningkatkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap peserta didik yang menempuh pendidikan di jenjang SMA sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap peserta didik yang menempuh pendidikan di jenjang SMA sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap peserta didik yang menempuh pendidikan di jenjang SMA sudah pasti akan menghadapi penjurusan sesuai dengan yang ada di sekolahnya masingmasing. Pemilihan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI GORONTALO. Maspa Mardjun, Tuti Wantu, Meiske Puluhulawa

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI GORONTALO. Maspa Mardjun, Tuti Wantu, Meiske Puluhulawa 1 2 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI PADA SISWA KELAS VIII B DI MTS. AL-KHAIRAAT KOTA GORONTALO Maspa Mardjun, Tuti Wantu, Meiske Puluhulawa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, sebagai contohnya adalah bayi yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN Sri Wahyuni Adiningtiyas. Dosen Tetap Prodi Bimbingan Konseling UNRIKA Batam Abstrak Penguasaan terhadap cara-cara belajar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanaan di SMP Negeri 2 Ambarawa Kabupaten Semarang. Lokasi penelitian tersebut berada di Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta, Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Persada,

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta, Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Persada, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar pendidik untuk mengarahkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan kepada anak didik agar kelak menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK A. Perencanaan Karier 1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 2, Mei 2016 ISSN 2442-9775 PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Konsep Belajar Pada dasarnya belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Namun belajar adalah sebuah proses dimana siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Konsep Diri A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan a. Pengertian Konsep Diri Konsep diri merupakan bagian penting dalam membentuk kepribadian peserta didik. Secara

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

Rizmada Azzahra 1) 1) Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara, Indonesia. 1) ABSTRAK

Rizmada Azzahra 1) 1) Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara, Indonesia.   1) ABSTRAK ANALISIS PEMBUATAN VIDEO MEDIA PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH PEMBELAJARAN MENYIMAK OLEH MAHASISWA KELAS A SEMESTER V PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE Rizmada Azzahra 1) 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam. perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan,

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam. perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan, merupakan tujuan utama dari perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah adalah wadah pendidikan formal mempunyai tanggung jawab besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa, sebagaimana yang diamanahkan dalam

Lebih terperinci

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M. PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd ABSTRAK Banyak peserta didik yang masih belum percaya dengan kemampuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran bagi setiap individu yang bisa didapat dari pengajaran, pelatihan maupun pengalaman yang didapat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan karir adalah salah satu aspek dalam pencarian identitas pada remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering muncul pada remaja.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Definisi Mata Pelajaran Matematika Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI MODELING SIMBOLIK DALAM BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMAHAMAN KARIER SISWA KELAS X SMK AL-ISLAH SURABAYA

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI MODELING SIMBOLIK DALAM BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMAHAMAN KARIER SISWA KELAS X SMK AL-ISLAH SURABAYA PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI MODELING SIMBOLIK DALAM BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMAHAMAN KARIER SISWA KELAS X SMK AL-ISLAH SURABAYA Lurian Magendra Program Studi Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

Volume 1 Nomor 1, Oktober ISSN

Volume 1 Nomor 1, Oktober ISSN PENGARUH LANYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORAL TERHADAP PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS XI SMK PERINTIS 29 UNGARAN TAHUN AJARAN /2015 Rahayu Praptiana Muhamad Rozikan Abstrak

Lebih terperinci

Pretest Perlakuan Posttest AO AO 1 X AO 2 BO BO 1 BO 2

Pretest Perlakuan Posttest AO AO 1 X AO 2 BO BO 1 BO 2 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai pendekatan dan desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diantaranya para siswa harus melalui psikotes.

BAB 1 PENDAHULUAN. diantaranya para siswa harus melalui psikotes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap anak SMA kelas X yang akan naik ke kelas XI harus sudah memilih jurusan apa yang akan ditempuhnya dikelas dua, namun pembagian jurusan disekolah tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Makna Kematangan Karir Kematangan karir merupakan bagian terpenting yang harus dimiliki oleh siswa guna menunjang keberhasilan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia yang disebutkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalam proses pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

Lebih terperinci

JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran

JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran 2016-2017 The Effects Of Discussion Group Guidance Service To

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keterampilan unggul, sebagai pemikir, perencana, penggerak, dan pendukung pembangunan pada masa ini sangatl dibutuhkan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK A. Analisis Aspek-Aspek yang Diteliti Antara Pembelajaran Tutor Sebaya dan Pembelajaran

Lebih terperinci