STUDI KONSUMSI AIR, RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS PADI PADA BEBERAPA SISTEM PENGAIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KONSUMSI AIR, RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS PADI PADA BEBERAPA SISTEM PENGAIRAN"

Transkripsi

1 1 STUDI KONSUMSI AIR, RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS PADI PADA BEBERAPA SISTEM PENGAIRAN AHMAD RIFQI FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2012 Ahmad Rifqi Fauzi A

3 i ABSTRACT AHMAD RIFQI FAUZI. Study of Water Consumption, Growth Responses and Production of Two Rice Varieties in Different Irrigation Systems. Supervised by : AHMAD JUNAEDI, ISKANDAR LUBIS, and HIROSHI EHARA. Water is one of the important inputs to support the growth and development of plants. Currently, water availability tend to be more limited due to environmental quality degradation and global warming. This study was conducted to determine the amount of water consumption of two rice varieties (IR-64 and Jatiluhur) in four irrigation systems (conventional, water-saturated, intermittent, and upland). The study was performed using a split block design with three replications. Upland system planted with direct seeding, while for others system transplanted at 12 days old seedling. Rice plants were grown under plastic house with 3 m x 3 m area per experimental unit, and water volume recorded by flowmeter in inlet systems. Observed variable consist of growth component, stomatal charactheristics, productivity and production component. The results showed that the conventional system consumed the highest volume of water (426,768 l) in one seasson. The least consumption of water reached by upland system (3,883 l), while the water saturated system consumed 74.3% and intermittent consumed 37.9% of conventional system water consumption. In the other hand, the intermittent and conventional systems had higher productivity than water saturated and upland sytems. There were no significantly different between varieties in water consumption. However, the yields of Jatiluhur variety produced higher grain per plot than IR-64 variety. The highest efficiency of water consumption reached by upland system (0.531 g/l), the second was intermittent system (0.020 g/l), and the lowest were conventional and water saturated systems (0.008 g/l). Keywords: production component, stomatal charactheristics, water use efficiency

4 i RINGKASAN AHMAD RIFQI FAUZI. Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan. Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI, ISKANDAR LUBIS, dan HIROSHI EHARA. Air merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peningkatan keterbatasan sumberdaya air saat ini diperkirakan sebagai salah satu penyebab krisis pangan. Kelangkaan air yang melanda saat ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan air semua sektor kehidupan juga adanya anomali iklim yang menyebabkan sumber air primer (hujan) terbatas. Studi mengenai konsumsi air pada sistem budidaya dan pengelolaan air tanaman pangan dibutuhkan untuk mengetahui efisiensi penggunaan air dari tanaman tersebut. Hal ini untuk mendukung para pemulia tanaman untuk mendapatkan informasi mengenai karakter tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi ketersediaan air terbatas serta mempunyai efisiensi penggunaan air yang tinggi. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui konsumsi air, respon pertumbuhan dan produksi dua varietas padi (IR-64 dan Jatiluhur) pada empat sistem pengairan (konvensional, jenuh air, pengairan intermittent, dan sistem gogo). Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Penelitian ini dilaksanakan pada petakan yang berada di dalam rumah plastik Kebun Percobaan Sawah Baru IPB. Perhitungan konsumsi air dilakukan dengan memasang flowmeter pada pipa saluran yang menuju petakan percobaan. Jumlah air yang masuk tertera pada angka yang ada di flowmeter dan diukur setiap minggu. Penanaman untuk sistem gogo (upland system) dilakukan dengan tanam benih langsung sedangkan sistem pengairan lainnya dengan pindah tanam menggunakan bibit berumur 12 hari. Petak tanam berukuran 3 m x 3 m per unit percobaan. Parameter pengamatan pada penelitian ini terdiri dari komponen pertumbuhan, karakteristik stomata, produktivitas dan komponen hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi air sistem pengairan konvensional paling tinggi ( l) dalam satu musim. Konsumsi air terendah diperoleh dari sistem gogo (upland system) dengan l, sedangkan sistem pengairan jenuh air mengkonsumsi 74.3% dan intermittent mengkonsumsi 37.9% dari konsumsi air sistem pengairan konvensional. Selain itu, sistem konvensional dan intermittent menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibandingkan sistem jenuh air dan sistem gogo. Tidak ada perbedaan konsumsi air antara varietas Jatiluhur dan IR-64. Namun demikian, varietas Jatiluhur memberikan hasil per petak lebih besar dibandingkan IR-64. Efisiensi konsumsi air terbesar diperoleh dari sistem gogo (0.531 g/l), diikuti oleh sistem intermttent (0.020 g/l), dan yang terendah adalah sistem konvensional dan jenuh air (0.008 g/l). Kata kunci : komponen produksi, karakteristik stomata, efisiensi penggunaan air

5 i Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 i STUDI KONSUMSI AIR, RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS PADI PADA BEBERAPA SISTEM PENGAIRAN AHMAD RIFQI FAUZI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Supijatno, M.Si i

8 i Judul : Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan Nama : Ahmad Rifqi Fauzi NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi Ketua Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS Anggota Prof. Hiroshi Ehara, Ph.D Anggota Diketahui Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr. Tanggal Ujian : 11 Juni 2012 Tanggal Lulus :

9 i PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga Tugas Akhir Tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian untuk Tesis ini berjudul Studi Konsumsi Air, Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Padi pada Beberapa Sistem Pengairan. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Penelitian dan penyelesaian tesis ini dibiayai oleh Program I-MHERE B.2.C IPB. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus dari penulis kepada Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi, Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS, dan Prof. Hiroshi Ehara, Ph.D selaku komisi pembimbing atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama penelitian berlangsung dan dalam penyusunan tesis ini. Penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan juga kepada : 1. I-MHERE B.2.C IPB yang telah membiayai seluruh biaya pendidikan Sekolah Pascasarjana dan kegiatan penelitian penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura dan pimpinan sidang ujian atas saran serta koreksinya yang sangat bermanfaat bagi perbaikan tesis ini. 3. Dr. Ir. Supijatno, M.Si yang telah berkenan menjadi dosen penguji luar komisi dan atas saran serta koreksinya yang telah diberikan untuk perbaikan tesis ini. 4. Kepala dan Staf Kebun Percobaan Sawah Baru atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian berlangsung. 5. Pak Nandang Hasanuddin dan Mas Joko Mulyono atas kerjasama dan bantuannya dalam penelitian ini. 6. Keluarga tercinta terutama Ayahanda H. Sabrawi (Alm) dan Ibunda Hj. Yoyoh Juhaeriyah serta adik-adik (Moh. Rizza Ferdiansyah dan Hilda Fauziah) yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dorongan semangat yang besar sampai detik ini. 7. Mutiara Dewi Puspitawati yang telah memberikan doa, dorongan semangat dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

10 ii 8. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH, PBT, ITB) yang telah memberikan dukungan serta kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 9. Rekan-rekan pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana AGH (FORSCA AGH- IPB) atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2012 Ahmad Rifqi Fauzi

11 i RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pandeglang, Propinsi Banten, pada tanggal 27 Juli Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sabrawi (Alm.) dan Ibu Yoyoh Juhaeriah. Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1991 di TK Pertiwi Pandeglang. Tahun 1993 penulis masuk SD Negeri Karaton III Pandeglang. Tahun 1999 penulis melanjutkan studi di MTs Negeri 1 Pandeglang sampai tahun Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Pandeglang. Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2006 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan lulus tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB dengan dukungan pembiayaan melalui Program I-MHERE IPB B.2.C. Selama di IPB penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pembiakan Tanaman serta mata kuliah Tanaman Penyegar, Obat, dan Aromatik pada tahun 2009, Fisiologi Tumbuhan (D3) tahun 2010, dan Dasar-dasar Agronomi tahun Tahun penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) dan pada tahun 2008 penulis menjadi staf Departemen Eksternal (Januari-Juni) dan Ketua Departemen Eksternal Ad-interim (Juli- Desember) pada Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) Faperta IPB. Selama menjadi mahasiswa Pascasarjana IPB, penulis dipercaya menjadi Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi (2011) serta Sekretaris Bidang Informasi dan Kerjasama (2012) Forum Mahasiswa Pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (FORSCA AGH-IPB).

12 i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi x PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 4 Hipotesis... 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi... 5 Peranan Air Bagi Tanaman... 6 Produksi Padi dan Kebutuhan Air Tanaman Padi... 7 Sistem Pengairan Tanaman Padi... 8 Respon Tanaman terhadap Kondisi Defisit Air... 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Konsumsi Air Tinggi Tanaman Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif Jumlah Daun Kerapatan Stomata, Kerapatan Trikoma dan Warna Daun (SPAD) Umur Berbunga, Komponen Hasil dan Hasil Efisiensi Konsumsi Air KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

13 i DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap kerapatan stomata, kerapatan trikoma dan warna daun Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap umur berbunga, panjang malai, jumlah gabah malai -1, dan kepadatan malai Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan nisbah tajuk/akar Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap jumlah gabah isi rumpun -1, persentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah, dan indeks panen Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap produksi gabah per rumpun Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap efisiensi konsumsi air tanaman... 36

14 i DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Keragaan masing- masing perlakuan sistem pengairan : a. Konvensional; b. Jenuh air; c. Intermittent; d. Sistem gogo Konsumsi air kumulatif sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) selama satu musim tanam Pertumbuhan tinggi tanaman pada beberapa sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) Pertambahan jumlah anakan tanaman padi pada beberapa sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) Pertumbuhan jumlah daun tanaman padi pada beberapa sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) Keragaan pertumbuhan tanaman padi pada sistem pengairan berbeda : (a & b) fase vegetatif (5 MST) pada lahan basah (lowland) & lahan kering (upland); (c & d) fase generatif (11 MST) pada lahan basah (lowland) & lahan kering (upland)... 26

15 i DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Deskripsi varietas padi IR Deskripsi varietas padi Jatiluhur Lay out penelitian Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah yang digunakan untuk penelitian Keragaan suhu dan kelembaban di dalam rumah plastik selama penelitian Data iklim bulanan Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif Rekapitulasi sidik ragam kerapatan stomata, kerapatan trikoma, warna daun, komponen hasil dan hasil... 52

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan air untuk tanaman pertanian khususnya tanaman pangan akan semakin langka pada masa mendatang. Hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan air semua sektor kehidupan, sementara sumber-sumber air terutama air tanah semakin berkurang seiring meningkatnya alih fungsi lahan. Hal ini juga diperparah oleh adanya anomali iklim yang menyebabkan kekeringan sehingga sumber air primer (hujan) menjadi terbatas (Setiobudi 2008). Untuk tanaman padi sawah, kelangkaan air dapat berpengaruh negatif terhadap produksi padi. Sekitar 70% produksi padi nasional berasal dari padi sawah irigasi (Setiobudi & Fagi 2009). Konsekuensi dari kelangkaan air diperkirakan dapat menurunkan produksi padi karena luas areal tanam berkurang dan kebutuhan tanaman tidak terpenuhi. Menurut Setiobudi dan Fagi (2009), kebutuhan air untuk satu musim tanam padi berkisar antara mm (5.9 x x 10 6 l/ha/musim). Sedangkan kebutuhan air harian untuk padi yang berumur genjah dan berumur panjang mencapai maksimum pada fase reproduktif, yaitu antara fase berbunga sampai 50% pengisian gabah mencapai mm/hari, kemudian menurun pada fase pematangan menjadi mm/hari. Semakin panjangnya periode kekeringan dan semakin tidak pastinya musim mengisyaratkan pentingnya upaya melakukan efisiensi penggunaan air, sebagai salah satu sumberdaya utama proses fisiologis kehidupan tanaman. Laporan FAO (2004) menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian air untuk satu kali musim tanam padi berkisar antara mm (9 x x 10 7 l/ha/musim), sementara menurut Bouman et al. (2007) rata-rata pemakaian air untuk padi sawah mencapai mm dimana 25-50% dari jumlah tersebut hilang akibat perkolasi dan perembesan. Tingginya kebutuhan air untuk budidaya padi sawah tersebut dihadapkan pada persolaan keterbatasan sumberdaya air dan adanya anomali iklim yang menyebabkan terbatasnya sumber air primer. Kelangkaan air dan kekeringan saat ini diidentifikasi telah mencapai 50% luas lahan padi dunia dan diperkirakan hingga tahun 2025 akan melanda juta ha lahan padi pada beberapa sentra produksi padi di wilayah Asia

17 2 (Bouman et al. 2007). Sistem budidaya padi pada lahan sawah membutuhkan ketersediaan air yang tidak sedikit. Kondisi penggenangan terus menerus selama siklus pertumbuhan padi membutuhkan pasokan air dalam jumlah cukup secara terus menerus dan membatasi tumbuhnya gulma non akuatik. Besarnya kebutuhan air untuk satu kali produksi padi ditentukan oleh teknik pengelolaan air yang efektif dan efisien. Pengelolaan air untuk produksi tanaman harus memperhatikan sifat fisik dan kimia tanah, kondisi cuaca, jenis tanaman (varietas), ketersediaan air dan sistem pengairan. Pengelolaan air untuk mengantisipasi kelangkaan air dapat dilakukan melalui pengaturan sistem pengairan dan varietas karena berhubungan dengan kebutuhan air untuk produksi tanaman (Setiobudi & Fagi 2009). Penelitian mengenai konsumsi air pada padi dan efisiensi penggunaannya penting dilakukan karena semakin terbatasnya ketersediaan air sebagai faktor penting bagi produksi padi. Informasi kebutuhan air tanaman padi diperlukan untuk para peneliti maupun petani dalam menyeleksi varietas padi yang dapat beradaptasi baik pada kondisi kekurangan air. Supijatno et al. (2012) telah melakukan evaluasi volume konsumsi air pada beberapa genotipe padi. Konsumsi air bervariasi dengan kisaran l/tanaman. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan morfologi maupun karakter fisiologi antar genotipe. Teknik penggenangan pada budidaya konvensional membutuhkan air dalam jumlah sangat besar. Brown et al. (1978) melaporkan bahwa hanya 48% (566.4 mm) dari kebutuhan irigasi sebesar mm yang digunakan untuk proses evapotranspirasi. Kehilangan lain terjadi melalui run off dan infiltrasi. Penugalan benih dan sistem budidaya aerobik pada sistem gogo merupakan alternatif untuk penghematan air. De Datta (1975) melaporkan bahwa sistem budidaya padi gogo sangat bergantung pada curah hujan. Produktivitas padi gogo dilaporkan juga dapat mencapai lebih dari 7 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi tidak memerlukan kondisi tergenang untuk mencapai produktivitas tinggi. Peningkatan efisiensi penggunaan air juga dapat dilakukan dengan metode budidaya jenuh air. Borrell et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan hasil dan kualitas padi tidak selalu dengan menggunakan penggenangan yang terus menerus. Hasil dan kualitas padi dengan budidaya jenuh air tidak berbeda nyata

18 3 dengan budidaya konvensional (penggenangan permanen), namun budidaya jenuh air mampu menurunkan penggunaan air hingga 32% pada dua musim tanam. Dengan demikian efisiensi penggunaan air pada teknik jenuh air menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan teknik konvensional. Pada metode jenuh air diperoleh komponen kualitas hasil yang tidak berbeda dengan pengairan konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa penghematan pemberian air tidak menurunkan kualitas hasil tanaman padi. Pertumbuhan gulma secara keseluruhan lebih tinggi pada metode jenuh air sehingga perlu ada pengendalian khusus terhadap gulma apabila akan menggunakan metode jenuh air ini. Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian (BB Padi 2009). Pengairan dilakukan secara periodik pada fase tertentu. Pada saat tanaman memasuki fase berbunga, ketinggian air di areal pertanaman dipertahankan sekitar 2-3 cm (Badan Litbang Pertanian 2010). Hasil pengkajian Setiobudi dan Fagi (2009) melaporkan bahwa pengairan intermittent setiap sembilan hari sekali mampu menghemat air sebesar 40% tetapi tidak menurunkan hasil. Pemilihan varietas juga menjadi hal penting dalam penerapan teknologi produksi padi yang hemat air tetapi menghasilkan produksi yang tinggi. IR-64 merupakan salah satu varietas yang hemat dalam mengkonsumsi air. Berdasarkan hasil penelitian Supijatno et al. (2012) dilaporkan bahwa varietas IR-64 mengkonsumsi air sebesar l/tanaman dan konsumsi ini yang terendah diantara varietas lain yang dicobakan. Varietas IR-64 sampai saat ini masih merupakan varietas dengan luas areal tanam terluas di Indonesia. Menurut Suprihatno dan Daradjat (2009), pada tahun 2006 luas areal tanam varietas IR-64 mencapai 45.51% dan menempati urutan pertama dari varietas unggul yang ditanam di Indonesia. Pengkajian mengenai morfologi dan fisiologi tanaman padi ditujukan untuk mengetahui karakter tanaman padi yang efisien dalam menggunakan air. Informasi dari hasil penelitian di bidang fisiologi merupakan informasi yang penting bagi program pemuliaan untuk pengembangan varietas (Makarim & Suhartatik 2009). Kunci perbedaan morfologi tanaman padi dengan beberapa tanaman sereal lainnya adalah terletak pada anatomi daun dan akar, pola

19 4 pelepasan air, dan tingkat pertumbuhan yang lebih respon terhadap kondisi lahan lebih kering dibandingkan kondisi lahan jenuh air (Lafitte & Bennet 2002). Pada kondisi air terbatas atau di bawah kejenuhan, maka akan terjadi penurunan/pengurangan permukaan luas daun serta laju fotosintesis dan ukuran sink (Bouman & Tuong 2001), menginduksi penggulungan pada daun (leaf rolling) dan mempercepat pengguguran daun (Turner et al. 1986). Tujuan 1. Mendapatkan informasi mengenai konsumsi air dua varietas padi dan sistem pengairan yang berbeda. 2. Mendapatkan informasi mengenai respon pertumbuhan dan produksi dua varietas padi pada setiap sistem pengairan. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan konsumsi air dua varietas padi dan perlakuan sistem pengairan. 2. Sistem pengairan yang berbeda mempengaruhi respon pertumbuhan dan produksi dua varietas padi.

20 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang ruasnya tidak sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligule (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun. Dimana daun pelepah itu menjadi ligule dan pada helaian daun terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricular. Auricular dan ligule yang kadang - kadang berwarna hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat untuk mendeterminasi dan identifikasi suatu varietas (Siregar 1987). Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanaman tersebut menghasilkan anakan yang tumbuh dari tanaman induk. Dari satu batang bibit yang ditanam, maka dalam waktu yang sangat singkat dapat terbentuk suatu rumpun yang terdiri dari atau lebih tunas baru atau anakan (Siregar 1987). Tanaman padi mempunyai sistem perakaran serabut (De Datta 1981). Akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar lain yang muncul dari embrio dekat bagian buku disebut akar seminal, yang jumlahnya antara satu sampai tujuh buah. Penyebaran sistem akar dapat mencapai kedalaman cm. Meskipun demikian, akar banyak mengambil zat makanan dari tanah dekat permukaan atas. De Datta (1981) menyatakan bahwa stadia reproduktif tanaman padi ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang yang sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Stadia reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, kebuntingan, dan pembungaan. Inisiasi primordial malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan. Stadia inisiasi ini hampir bersamaan dengan

21 6 memanjangnya ruas - ruas yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif juga disebut stadia pemanjangan ruas - ruas. Pembibitan padi umumnya dilakukan dengan cara menanam langsung pada lahan tidak tergenang ataupun pada kondisi tanah yang digenangi air (Siregar 1987). Varieas padi Jatiluhur tumbuh dan berproduksi baik pada lahan tidak tergenang (gogo). Varietas Ciherang tumbuh dan berproduksi baik pada lahan tergenang maupun tidak tergenang. Varietas IR-64 tumbuh dan berproduksi baik pada lahan genangan air dalam (Djunainah et al. 1993). Peranan Air Bagi Tanaman Air merupakan komponen utama dari tanaman, namun penggunaan air ini berbeda untuk setiap jenis tanaman. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat anatomi dan morfologi tiap spesies tanaman sehingga menyebabkan perbedaan tingkat transpirasi (Monteith 1975). Kekurangan air akan mempengaruhi fotosintesis tanaman, akibatnya dapat menggangu produksi karbohidrat (Tisdale & Nelson 1975). Gupta (1979) menjelaskan bahwa kekurangan air dapat mempengaruhi pertumbuhan pada beberapa organ, antara lain: (1) penurunan nisbah tunas dan pertumbuhan akar, (2) pengurangan akar lateral dan total panjang akar, dan (3) pengurangan pada nisbah daun dan tangkai. Kebutuhan air tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) adalah air yang hilang oleh evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di lapangan luas pada keadaan tanah dengan air dan kesuburannya tidak menjadi pembatas serta tanaman mencapai potensi produksi maksimum. Kebutuhan air dari tanaman disediakan oleh lingkungan perakaran dan air tersebut berasal dari air yang tertahan dalam tanah yang dapat dengan mudah diserap tanaman (William & Joseph 1973). Jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tergantung dari kadar bahan organik dan tekstur tanah (Tisdale & Nelson 1975). Makin rendah jumlah air tersedia, suplai air di daerah perakaran makin berkurang, akibatnya absorpsi air oleh akar juga makin berkurang. Air yang diserap akar dari tanah tidak seluruhnya dimanfaatkan tanaman untuk menghasilkan bahan kering, karena sebagian besar (> 90%) dari total air yang diserap akar hilang melalui transpirasi (Gardner et al. 1985).

22 7 Ketahanan pangan saat ini tergantung kepada kemampuan tanaman meningkatkan produksi dengan penurunan ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman pangan (Farooq et al. 2009). Oleh karena itu, saat ini, perakitan tanaman khususnya tanaman padi diarahkan kepada kemampuan tanaman untuk mampu beradaptasi terhadap kondisi ketersediaan air yang terbatas tetapi tetap berproduksi tinggi. Padi sendiri merupakan tanaman yang memerlukan banyak air untuk satu musim tanam. Untuk menghasilkan 1 kg beras, petani harus memberikan air 2 3 kali lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya (Barker et al. 1998). Hasil penelitian De Datta (1981) menunjukkan bahwa pengurangan penggunaan air sebesar 56% ternyata proporsional dengan pengurangan hasil sebesar 57%. Produksi Padi dan Kebutuhan Air Tanaman Padi Maclean (2002) melaporkan bahwa padi merupakan salah satu jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh tiga milyar penduduk dunia sebagai bahan pangan pokok. Luas lahan padi dunia diperkirakan mencapai ha dengan pencapaian produksi ton, dimana 79 juta ha diantaranya merupakan lahan padi dataran rendah bersistem irigasi dengan kapasitas produksi mencapai 75% dari total produksi dunia. Dari luas total lahan tanaman budidaya beririgasi di dunia, 56% berada di wilayah Asia dimana 40-46% luas tersebut memiliki tingkat penggunaan air dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanaman budidaya lainnya (Dawe 2005; Tuong et al. 2005). Laporan FAO (2004) menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian air untuk satu kali musim tanam padi berkisar antara mm, sementara menurut Bouman et al. (2007) menyatakan bahwa rata-rata pemakaian air untuk padi sawah mencapai mm dimana 25-50% dari jumlah tersebut hilang akibat perkolasi dan perembesan. Tingginya kebutuhan air untuk budidaya padi sawah tersebut dihadapkan pada persolaan keterbatasan sumberdaya air dan adanya anomali iklim yang menyebabkan terbatasnya sumber air primer. Kelangkaan air dan kekeringan saat ini diidentifikasi telah mencapai 50% luas lahan padi dunia dan diperkirakan hingga tahun 2025 akan melanda juta

23 8 ha lahan padi pada beberapa sentra produksi padi di wilayah Asia (Bouman et al. 2007). Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak kelangkaan air dan kekeringan terhadap sistem produksi padi antara lain optimalisasi produksi tanaman per satuan unit evapotranspirasi melalui perbaikan manajemen teknik agronomi, minimalisasi penggunaan air pada tahap persiapan lahan dan persiapan tanaman, menekan kehilangan air akibat perkolasi, perembesan, evaporasi, dan aliran permukaan, serta perbaikan kemampuan varietas padi yang adaptif dan toleran kekeringan (Guerra et al. 1998). Kebutuhan air untuk satu kali produksi tergantung jenis tanaman atau varietasnya. Berdasarkan hasil penelitian Supijatno et al. (2012) bahwa konsumsi air antar genotipe berbeda berkisar antara l tanaman -1. Produksi gabah yang dihasilkan dari penelitian tersebut juga berbeda antar genotipe. Perhitungan efisiensi penggunaan air juga dilakukan dengan membandingkan produksi terhadap jumlah air yang dikonsumsi selama siklus hidupnya. Jatiluhur merupakan varietas yang paling banyak mengkonsumsi air tetapi hasil yang diperoleh juga banyak sehingga efisiensi penggunaan airnya tinggi sebesar g gabah kering giling/liter air. Sistem Pengairan Tanaman Padi Teknik penggenangan pada budidaya konvensional membutuhkan air dalam jumlah sangat besar. Brown et al. (1978) melaporkan bahwa 48% (570 mm) dari kebutuhan irigasi (1 180 mm) hilang melalui proses evapotranspirasi (ET). Kehilangan lain terjadi melalui run off dan infiltrasi. Teknik penggenangan air merupakan suatu pendekatan pengelolaan, bukan sebagai pengelolaan khusus dari tanaman padi. Penugalan benih dan sistem budidaya aerobik merupakan alternatif metode yang ideal untuk mengatasi permasalahan kerusakan tanaman. De Datta (1975) melaporkan bahwa sistem budidaya padi gogo sangat bergantung pada curah hujan. Produktivitas padi gogo dilaporkan juga dapat mencapai lebih dari 7 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi tidak memerlukan kondisi tergenang untuk mencapai produktivitas tinggi.

24 9 Peningkatan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan metode budidaya jenuh air. Borrell et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan hasil dan kualitas padi tidak selalu dengan menggunakan penggenangan yang terus menerus. Meskipun hasil dan kualitas padi dengan budidaya jenuh air tidak berbeda nyata dengan budidaya konvensional (penggenangan permanen), namun budidaya jenuh air mampu menurunkan penggunaan air hingga 32% pada dua musim tanam. Dengan demikian efisiensi penggunaan air pada teknik jenuh air menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan teknik konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa penghematan pemberian air tidak menurunkan kualitas hasil tanaman padi. Pertumbuhan gulma secara keseluruhan lebih tinggi pada metode jenuh air sehingga perlu ada pengendalian khusus terhadap gulma apabila akan menggunakan metode jenuh air ini. Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan (BB Padi 2009). Menurut Badan Litbang Pertanian (2008) pengairan berselang ditujukan untuk menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan akar tanaman mendapatkan udara agar dapat berkembang lebih dalam, mengurangi kerebahan, memudahkan pembenaman pupuk, memudahkan pengendalian hama. Pengairan dilakukan secara periodik pada fase tertentu. Pada saat tanaman memasuki fase berbunga, ketinggian air di areal pertanaman dipertahankan sekitar 2-3 cm (Badan Litbang Pertanian 2010). Pengairan berselang setiap sembilan hari sekali mampu menghemat air sebesar 40% dan tidak menurunkan hasil (Setiobudi & Fagi 2009). Respon Tanaman terhadap Kondisi Defisit Air Morfologi suatu tanaman akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Misalnya efektivitas dalam memanfaatkan ketersediaan air bagi tanaman akibat perakarannya yang berbeda dalam penyebarannya. Pada saat terjadi defisit air (cekaman kekeringan) maka organ yang berperan penting dalam penyerapan air dan mendukung tersedianya air bagi tanaman adalah akar dan daun. Pada tanaman, cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa

25 10 tanaman mengalami kekurangan suplai air akibat kelangkaan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Menurut Morgan (1984) tipe cekaman kekeringan sangat beragam mulai dari adanya fluktuasi kelembaban udara, radiasi matahari yang diterima tanaman cukup tinggi sampai pada lahan bermasalah yang mengalami defisit air, dan kelembaban udara sangat rendah di lingkungan yang kering. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar (Kramer 1969). Menurut Levitt (1980), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman dapat disebabkan dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah cukup tersedia. Menurut Fitter dan Hay (1991), keadaan cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada menurunnya proses fisiologi. Potensial turgor akan menurun hingga dapat mencapai nol dan mengakibatkan kelayuan jika kehilangan air dari tanaman ini berlangsung terusmenerus di luar batas kendalinya (Naiola 1996). Keadaan yang sangat kering pada tanaman akan dapat mempengaruhi fase pertumbuhan dan produksi tanaman. Bila keadaan kering terjadi selama fase vegetatif maka akan berpengaruh terhadap luas daun dan panjang batang sehingga dapat menurunkan laju fotosintesis. Boyer (1970) menyatakan bahwa menurunnya laju fotosintesis pada tanaman kedelai yang mengalami kekeringan terutama disebabkan oleh meningkatnya resistensi stomata terhadap CO 2, sedangkan menurunnya fotosintesis secara langsung pada tanaman yang mengalami kekeringan juga akibat protoplasma dan kloroplas mengalami dehidrasi sehingga mempunyai kemampuan yang rendah untuk proses fotosintesis. Pada kondisi kekeringan, stomata daun menutup atau menutup sebagian dan mengurangi aktivitasnya, sehingga menghambat masuknya CO 2 didalam ruang interseluler daun yang secara langsung mengurangi aktivitas fotosintesis.

26 11 Kekurangan air pada tanaman yang menghambat terjadinya proses fotosintesis juga diteliti oleh Gerik et al. (1996) yang telah membuktikan bahwa kekurangan air pada tanaman kapas sangat berpengaruh terhadap kapasitas fotosintesis. Terjadi penurunan kapasitas fotosintesis dan peningkatan penuaan daun yang berpengaruh buruk terhadap produksi kapas. Pengaruh negatif lainnya akibat kekurangan air adalah terjadinya penurunan pertumbuhan dan pembesaran sel, perluasan daun, translokasi, dan transpirasi tanaman. Luasan daun pada 5 hari cekaman memiliki luas daun sekitar 20.4 cm 2, setelah mengalami cekaman yang lebih lanjut sekitar 9 hari memiliki luas daun yang lebih kecil yaitu 16.5 cm 2. Cekaman air dapat mempengaruhi perangkat fotosintesis yaitu menurunkan kandungan klorofil dalam kloroplas, mesofil pada sel yang aktif berfotosintesis (Harjadi & Yahya 1988). Respon penurunan kandungan klorofil yang diteliti oleh Yusnaeni (2002) pada tanaman Hoya (Asclepiadaceae) yang menunjukkan bahwa, kandungn klorofil menurun sekitar 0.46 mg/g daun segar (penyiraman setiap minggu) jika dibandingkan dengan penyiraman setiap hari yang memiliki klorofil sekitar 0.54 mg/g daun segar.

27 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan mulai Mei Oktober Penanaman dilakukan di Kebun Percobaan Sawah Baru (06 o 33 LS, 106 o 45 BT, altitude 250 mdpl), University Farm, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 2 varietas padi yaitu IR-64 (padi sawah) dan Jatiluhur (padi gogo). Deskripsi varietas padi yang digunakan disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis sesuai rekomendasi yaitu masing - masing 250 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Alat yang digunakan antara lain thermohygrometer, chlorophyll meter (SPAD Minolta), mikroskop, penggaris, oven, timbangan analitik dan alat-alat pertanian. Untuk pengukuran debit air digunakan flow meter yang dipasang pada pipa-pipa saluran. Metode Percobaan yang dilakukan meliputi dua faktor yang disusun secara faktorial. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah split plot dengan tiga ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah sistem pengairan terdiri dari 4 sistem pengairan yaitu pengairan konvensional (kontrol), pengairan saluran/jenuh air, pengairan berselang (intermittent), dan gogo. Sedangkan faktor kedua adalah varietas padi yang ditempatkan sebagai anak petak yang terdiri dari IR-64 dan Jatiluhur. Dari kedua faktor tersebut diperoleh 8 kombinasi yang setiap kombinasinya diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Volume air pada setiap pemberian air selama pertumbuhan padi dihitung setiap minggu. Model linear aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + K k + α i + Ө ik + β j +(αβ) ij + ε ijk Keterangan : Y ijk = Nilai pengamatan perlakuan sistem pengairan ke-i, varietas padi ke-j, dan blok ke-k

28 13 µ = Rataan umum K k α i β j (αβ) ij Ө ik ε ijk = Pengaruh blok ke-k = Pengaruh perlakuan sistem pengairan ke-i = Pengaruh perlakuan varietas padi ke-j = Interaksi perakuan sistem pengairan ke-i dengan varietas ke-j = Galat petak utama = Galat anak petak Satuan percobaan terdiri atas petakan berukuran 3 m x 3 m yang dilengkapi dengan pemasangan flow meter pada pipa inlet untuk mencatat volume air yang masuk ke petakan. Denah (lay out) tata letak penelitian disajikan pada Lampiran 3. Penanaman menggunakan jarak tanam 25 cm x 20 cm. Pengendalian gulma, hama, dan penyakit disesuaikan dengan keperluan. Pelaksanaan 1. Persiapan rumah plastik dan petak tanam. Ukuran rumah plastik 30 m x 12 m, tinggi ± 4.5 m, dan dibuat bak tanam berukuran 3 m x 3 m sebanyak 24 bak. Jarak antar bak tanam 35 cm, dan tiap bak tanam dilengkapi jaringan pipa berdiameter 1.0 inchi untuk inlet yang dipasangi dengan flow meter dan pipa out let berdiameter 2.0 inchi. Pengolahan lahan untuk metode konvensional, intermittent, dan jenuh air dengan penggenangan dilakukan selama 5 hari kemudian dilakukan pengolahan tanah 3 kali dan selanjutnya dilakukan penanaman. Pengolahan lahan untuk sistem gogo dilakukan dengan penyiraman air sebanyak 60 liter air per hari/petak selama 5 hari dan selanjutnya dilakukan penanaman pada hari ke-6. Aplikasi penyiraman didasarkan pada asumsi curah hujan per bulan sebesar 200 mm. Jadi kebutuhan air per hari per petak dapat dihitung sebagai berikut : Curah hujan bulan -1 = 200 mm/30 hari = 6.67 mm hari -1 Jumlah air petak -1 hari -1 = 6.67 x 10-2 dm hari -1 x 9 m 2 x 10 2 dm 2 m -2 = dm 3 hari -1 = 60 liter

29 14 2. Persiapan benih dan penanaman. Untuk keseragaman daya berkecambah, benih dioven selama 72 jam pada suhu 43 0 C, selanjutnya ditimbang sebanyak 50 gram dan direndam dengan air selama 12 jam. Untuk sistem budidaya konvensional, jenuh air/saluran, dan intermittent, benih disemai terlebih dahulu hingga berumur 12 hari dan selanjutnya dipindah tanam ke petakan. Jumlah bibit yang ditanam 1 bibit per lubang tanam. Sementara untuk metode gogo, benih ditanam langsung di petakan dengan cara ditugal bersamaan dengan penyemaian benih. Benih yang ditanam sebanyak 5 benih per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 20 cm 3. Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pemupukan dalam tiga tahap menggunakan pupuk dasar 37.5 kg N/ha (1/3 dosis), 36 kg P 2 O 5 /ha, dan 60 kg K 2 O/ha diberikan 1 minggu setelah tanam (MST) dan untuk pemupukan kedua dan ketiga diberikan pupuk N saja dengan dosis 37.5 kg N/ha pada 5 MST dan 9 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimia sesuai kondisi dan kebutuhan di lapangan. 4. Pengairan dan pengukuran debit air. Pemberian air antar sistem budidaya berbeda satu sama lain. Pengukuran debit air dilakukan dengan melihat dan mencatat jumlah air yang masuk ke petakan yang dilakukan setiap minggu. Angka jumlah air yang masuk tertera pada flow meter yang terpasang di pipa. Pengairan untuk sistem konvensional dilakukan dengan memberikan air terus - menerus ke petakan sampai tergenang dan genangan dijaga sampai ketinggian 5 cm dari permukaan. Pengairan untuk sistem jenuh air adalah dengan terlebih dahulu dibuat saluran dipinggir areal tanam sedalam kurang lebih 10 cm. Air diberikan di sepanjang saluran yang dibuat sampai areal tanam jenuh air. Air pada saluran dijaga tetap tersedia sampai ketinggian 5 cm dari permukaan saluran. Pengairan pada metode intermittent dilakukan dengan menggenangi areal tanam setinggi 5 cm, selanjutnya pengairan dihentikan sampai tanah pada areal tanam terlihat retak (pecah rambut). Frekuensi penggenangan pada metode intermittent ini disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Pengairan pada metode gogo dilakukan dengan melakukan penyiraman sebanyak 60 liter air/hari/petakan.

30 15 Pengamatan Peubah pengamatan meliputi : a. Konsumsi air. Perhitungan volume air (liter) yang masuk ke petakan diukur dengan menggunakan flow meter yang terpasang di petakan. b. Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun/malai terpanjang, jumlah anakan, jumlah daun per rumpun (helai) dihitung tiap minggu sejak 2 minggu sampai 10 minggu setelah tanam. c. Umur berbunga (hari). Ditentukan pada saat 50% populasi telah mengeluarkan malai. d. Kerapatan stomata dan trikoma. Pengamatan untuk penghitungan kerapatan stomata dan trikoma dilakukan pada stadia pertumbuhan vegetatif tanaman padi (7 MST) dengan menggunakan mikroskop perbesaran 40 x 10. e. Warna daun diamati pada saat tanaman memasuki fase generatif (8 MST) dengan menggunakan SPAD. Daun yang diamati adalah daun pertama (daun bendera). f. Komponen hasil dan hasil (panen pada kondisi masak kuning, waktu panen tergantung varietas) : - Jumlah anakan produktif ditentukan berdasarkan jumlah anakan yang menghasilkan malai - Bobot kering tajuk dan akar (g) diukur dengan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 80 0 C selama 48 jam. - Nisbah tajuk/akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk dengan bobot kering akar. - Panjang malai (cm) yang diukur dari pangkal sampai ujung malai - Jumlah gabah malai -1 dilakukan dengan menghitung seluruh gabah dalam satu malai - Kepadatan malai (butir/cm) dihitung dengan menggunakan persamaan jumlah gabah/panjang malai - Jumlah gabah isi per rumpun (butir) dihitung dengan menjumlahkan seluruh gabah isi setiap malai dalam satu rumpun

31 16 - Persen gabah isi (%) dihitung setelah panen dengan membandingkan jumlah gabah isi terhadap total gabah per rumpun - Bobot per 1000 butir (g) dilakukan dengan menimbang butir gabah yang telah dijemur sampai kadar air mencapai 14%. - Indeks panen dihitung dengan membandingkan antara gabah kering per rumpun dengan bobot kering tajuk. - Produksi gabah rumpun -1 (g) ditentukan dengan menimbang total gabah di setiap rumpun pada kadar air 14%. - Produksi gabah petak -1 ditentukan dengan menimbang total gabah di setiap petak pada kadar air 14%. g. Efisiensi konsumsi air (g/l) dihitung dengan membandingkan antara produksi gabah petak -1 dengan konsumsi air. h. Pengamatan tambahan : - Suhu dan kelembaban relatif rata-rata/hari, diukur dengan merataratakan suhu dan kelembaban pada pagi (pukul ), siang (pukul ), dan sore (pukul ). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

32 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sebelum penanaman dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah memiliki tekstur 20% pasir : 24% debu: 56% liat. Menurut Hardjowigeno (2007) jenis tanah tersebut termasuk ke dalam tanah berliat (halus). Tekstur tanah yang demikian sesuai untuk dijadikan lahan sawah (Djaenudin et al. 2003). Tanah memiliki ph (H 2 O) 4.7 (masam) dan kandungan bahan organik (C/N ratio) sedang (11%). Kandungan N-total rendah (0.15%), P 2 O 5 sangat tinggi (Bray 1; 37.6 ppm), K 2 O 17 mg/100 g (HCl) berstatus rendah; kapasitas tukar kation (KTK) termasuk rendah (15.54 me/100g) dengan kejenuhan basa (KB) yang tinggi (64%). Hasil analisis tanah lahan penelitian disajikan pada Lampiran 4. Penelitian ini dilakukan pada petakan di dalam rumah plastik berukuran 30 m x 12 m x 4.5 m. Kondisi iklim mikro di dalam rumah plastik yaitu suhu udara rata-rata pada pagi, siang, dan sore adalah 30 0 C, 39 0 C, dan 31 0 C. Peningkatan suhu diikuti oleh menurunnya kelembaban relatif. Selama penelitian rata-rata kelembaban relatif pada pagi, siang, dan sore hari adalah 57%, 46%, dan 58%. Rekapitulasi suhu dan kelembaban di dalam rumah plastik selama penelitian disajikan pada Lampiran 5. Menurut Yoshida (1981), suhu antara C bukan merupakan suhu optimum tetapi juga bukan merupakan suhu maksimum untuk pertumbuhan padi. Suhu yang tinggi pada siang hari dikarenakan pada saat penelitian masuk musim kemarau. Suhu tinggi mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman, proses pembungaan, penyerbukan dan produksi menurun. Sumber air untuk perlakuan pengairan berasal dari reservoar yang dibangun di samping rumah plastik. Air masuk dialirkan melalui pipa saluran berdiameter 2 inchi. Tiap-tiap pipa di masing - masing petakan terpasang flowmeter berdiameter ½ inchi untuk mengukur konsumsi air. Ketersediaan air mengalami defisit pada fase vegetatif maksimum (7-8 MST) karena curah hujan selama hampir satu musim tanam sangat sedikit. Data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor menunjukkan bahwa pada bulan Agustus - September curah hujan di lokasi penelitian kurang dari 200 mm. Bahkan pada bulan September (saat masuk fase pengisian gabah) curah hujan hanya mm

33 18 (Lampiran 6). Rendahnya curah hujan ini menyebabkan pasokan air di bak penampungan semakin sedikit. Terdapat serangan hama pada penelitian ini. Pada awal tanam, terjadi serangan hama keong di beberapa petakan. Keong ini merusak tanaman pada awal pertumbuhan sehingga dilakukan penyulaman. Pada saat menjelang panen terjadi serangan hama walang sangit. Hama walang sangit menyerang sebagian besar perlakuan sistem gogo. Kerusakan yang ditimbulkan dari serangan hama ini adalah bulir gabah menjadi cokelat dan banyak gabah yang hampa. Tidak ada serangan penyakit selama satu musim tanam. Keragaan perlakuan sistem pengairan ditunjukkan pada Gambar 1. a b c d Gambar 1. Keragaan masing - masing perlakuan sistem pengairan : a. Konvensional; b. Jenuh air; c. Intermittent; d. Gogo

34 19 Konsumsi Air Perhitungan konsumsi air untuk satu musim tanam padi dilakukan sejak awal penugalan (tanam benih langsung) untuk sistem gogo dan sejak transplanting untuk sistem konvensional, intermittent, dan jenuh air. Pencatatan volume air dilakukan satu minggu sekali sampai menjelang panen. Berdasarkan Gambar 2 (a), banyaknya air yang dibutuhkan untuk masing - masing sistem pengairan berbeda. Di akhir pengamatan atau menjelang panen, sistem pengairan yang paling banyak membutuhkan air adalah sistem konvensional. Kebutuhan air tersebut berbeda nyata dengan kebutuhan air pada sistem lainnya. Pemberian air yang konstan pada sistem gogo, memberikan jumlah kebutuhan air paling sedikit bila dibandingkan sistem lainnya. Kebutuhan air untuk sistem intermittent jauh lebih hemat dari sistem konvensional dan jenuh air. Sistem Intermittent hanya mengkonsumsi sekitar 37.9% dan sistem jenuh air sekitar 74.3% dari total konsumsi pengairan konvensional. Selama satu musim tanam, pengairan konvensional mengkonsumsi air sebanyak liter, pengairan jenuh air sebanyak liter, pengairan intermittent liter, dan metode gogo mengkonsumsi air sebanyak liter. Hal ini menunjukkan bahwa untuk pengairan tanaman padi dengan sistem sawah pada kondisi air terbatas dapat digunakan sistem pengairan intermittent. a b Gambar 2. Konsumsi air kumulatif sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) selama satu musim tanam Konsumsi air untuk dua varietas padi (IR-64 dan Jatiluhur) secara statistik tidak berbeda secara nyata (disajikan pada Gambar 2 (b)). Namun di akhir pengamatan, varietas Jatiluhur yang merupakan varietas padi untuk lahan kering (upland rice) mengkonsumsi air sebanyak liter, varietas IR-64 (lowland

35 20 rice) mengkonsumsi liter air. Meskipun secara statistik tidak berbeda, namun terdapat selisih konsumsi air antara dua varietas. Varietas Jatiluhur mengkonsumsi air hampir liter lebih banyak dibandingkan IR-64. Fakta tersebut menunjukkan bahwa, varietas padi lahan kering, meskipun memiliki kemampuan berproduksi baik pada kondisi air terbatas, ternyata jika ditanam pada lahan basah/sawah akan mengkonsumsi air lebih banyak dibandingkan varietas padi lahan basah. Hal ini sesuai dengan penelitian Supijatno et al. (2012), bahwa Jatiluhur mengkonsumsi air lebih banyak daripada varietas lain ketika dibudidayakan dengan cara penggenangan. Besarnya konsumsi air dari setiap perlakuan diduga karena tingkat perkolasi dan perembesan yang sangat tinggi. Air yang masuk ke petakan cepat meresap ke dalam tanah sehingga air tidak bertahan lama dapat menggenangi petakan. Selain itu, lahan yang digunakan merupakan lahan sawah bukaan baru artinya lahan sawah yang dikonversi dari lahan kering dan belum ada lapisan tapak bajak (hard pan) yang terbentuk (Suriadikarta & Hartatik 2004). Lapisan tapak bajak ini berfungsi untuk menahan air pada tanah - tanah yang disawahkan sehingga air dapat terus menggenangi tanah selama produksi padi. Menurut Ritung dan Suharta (2007), lapisan tapak bajak terbentuk di bawah lapisan olah yang terjadi melalui reaksi kimia tanah dan diendapkan pada horizon di bawahnya. Pembentukan lapisan tapak bajak ini membutuhkan waktu yang lama tergantung dari sifat fisik dan kimia tanah. Pengolahan tanah dilakukan sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk melumpurkan tanah. Pelumpuran tanah membentuk tanah menjadi butiran - butiran halus yang dapat menahan air lebih lama sehingga mampu menjaga kondisi tanah tetap jenuh air. Akan tetapi pengolahan tanah dan pelumpuran memerlukan air yang cukup banyak. Dari hasil penelitian ini, untuk tiga kali pengolahan tanah sampai menjadi lumpur rata - rata mengkonsumsi air sebesar liter air (9.9 m 3 ) per luasan petak atau sekitar m 3 /ha. Menurut Setiobudi dan Fagi (2009), untuk mengolah tanah sampai melumpur, petani yang hemat air membutuhkan m 3 /ha dan petani yang boros air membutuhkan air sampai m 3 /ha. Penerapan sistem gogo yang tidak memerlukan pelumpuran maupun penggenangan mampu menghemat air lebih besar.

36 21 Berdasarkan hasil penelitian ini, sistem pengairan intermittent dapat dijadikan alternatif dalam budidaya padi di lahan basah karena air yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan pengairan konvensional. Penghematan ini memberikan peluang untuk memperbaiki distribusi air irigasi ke sawah - sawah petani yang menggunakan air irigasi. Dengan penghematan air tersebut, sawah para petani pengguna air irigasi dapat terairi secara merata. Selain itu, pengurangan penggunaan air pada budidaya padi sawah akan memberikan peluang penggunaan air bagi sektor lain. Tinggi Tanaman Faktor tunggal perlakuan sistem pengairan dan varietas masing - masing menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7). Gambar 3 (a & b) menunjukkan pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap pertambahan tinggi tanaman padi. Pada Gambar 3a, sistem konvensional, jenuh air, dan intermittent tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Tinggi tanaman di akhir pengamatan pada sistem konvensional, jenuh air, dan intermittent masing masing adalah cm, cm, dan cm. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Darmadi (2011) yang menunjukkan bahwa sistem pengairan konvensional dan intermittent memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada tinggi padi varietas unggul baru (VUB). Perbedaan tinggi yang nyata ditunjukkan pada sistem gogo yaitu cm, tinggi ini lebih pendek dari tiga sistem lainnya. Menurut Manurung (2002), secara umum kondisi anaerob mampu meningkatkan rata - rata tinggi tanaman untuk semua varietas padi yang diuji (Jatiluhur, Mentaya, Ciherang, IR-64, dan Lariang). Tinggi tanaman secara substansi berkurang oleh kekeringan daripada oleh pengairan yang teratur (Farooq et al. 2010). Gambar 3b menunjukkan pertambahan tinggi tanaman pada varietas IR-64 dan Jatiluhur. Tinggi tanaman berbeda nyata antara kedua varietas tersebut. Jatiluhur memiliki rata-rata tinggi mencapai cm sedangkan IR-64 memiliki rata-rata tinggi hanya 97.9 cm. Hasil yang sama juga pernah dilaporkan oleh Manurung (2002) yang menyebutkan bahwa varietas Jatiluhur memilki tinggi

37 22 tanaman lebih tinggi dibandingkan varietas IR-64 baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Varietas IR-64 menunjukkan tinggi maksimum pada saat diairi secara teratur sedangkan tinggi minimum pada kondisi kekeringan (Farooq et al. 2010). a a b Gambar 3. Pertumbuhan tinggi tanaman pada beberapa sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif Pengamatan jumlah anakan mulai dilakukan pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam sampai berumur 10 MST. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali. Sidik ragam peubah jumlah anakan menunjukkan perlakuan sistem pengairan dan varietas masing - masing berbeda nyata, dan interaksinya hanya berbeda nyata pada 5 MST (Lampiran 7). Sedangkan pada peubah jumlah anakan produktif, perlakuan sistem pengairan, varietas dan interaksinya menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 8). Banyaknya jumlah anakan yang dihasilkan tanaman padi pada setiap sistem pengairan dan varietas padi ditunjukkan pada Gambar 4. Perbedaan jumlah anakan pada setiap sistem pengairan ditunjukkan pada Gambar 4a. Sistem gogo menghasilkan jumlah anakan paling banyak dengan 12.6 anakan per rumpun pada saat tanaman berumur delapan minggu sementara tiga sistem lainnya tidak menunjukkan perbedaan jumlah anakan yang nyata sampai umur 10 minggu. Banyaknya jumlah anakan pada sistem gogo terkait dengan jumlah benih yang ditanam pada awal penanaman.

38 23 a b Gambar 4. Pertambahan jumlah anakan tanaman padi pada beberapa sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) Meskipun terjadi penurunan jumlah anakan pada 9 dan 10 MST pada sistem gogo, tetapi jumlah anakan pada akhir pengamatan (10 MST) tetap paling banyak diantara sistem yang lain. Jumlah anakan pada 10 MST untuk sistem konvensional, jenuh air dan intermittent masing - masing adalah 7.4, 7.9, dan 8.3 anakan per rumpun. Namun demikian terlihat bahwa masih terjadi pertambahan jumlah anakan untuk sistem lahan basah setelah 10 MST. Darmadi (2011) melaporkan bahwa pengairan konvensional dan pengairan intermittent menghasilkan jumlah anakan total yang tidak berbeda secara statistik. Secara umum, tanaman padi yang ditanam pada lahan basah menghasilkan pertumbuhan jumlah anakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang ditanam pada lahan kering. Gambar 4b menunjukkan jumlah anakan yang dihasilkan oleh dua varietas padi. Varietas padi sawah (IR-64) memberikan jumlah anakan lebih banyak dibandingkan varietas Jatiluhur (padi gogo). Rata-rata jumlah anakan yang dihasilkan pada akhir pengamatan (10 MST) yaitu 10.3 anakan per rumpun untuk IR-64 dan 7.1 anakan per rumpun untuk Jatiluhur. Interaksi pada peubah jumlah anakan per rumpun terjadi pada 5 MST (Tabel 1). Jumlah anakan terbanyak dihasilkan oleh varietas IR-64 pada sistem gogo dengan 13.3 anakan per rumpun dan terendah dihasilkan oleh varietas Jatiluhur pada sistem konvensional dengan 4.7. Informasi yang diperoleh dari hasil ini adalah baik IR-64 maupun Jatiluhur, pertumbuhan anakan terbanyak diperoleh dengan menggunakan sistem gogo. Hal ini selaras dengan hasil

39 24 penelitian Santosa (2002) yang menyebutkan bahwa genotipe Jatiluhur pada perlakuan digenangi menghasilkan anakan yang lebih rendah 10% - 23% dibandingkan dengan perlakuan kering. Tabel 1. Pengaruh sistem pengairan dan varietas padi terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif Sistem Pengairan Jumlah anakan per rumpun 5 MST Jumlah anakan produktif per rumpun IR-64 Jatiluhur IR-64 Jatiluhur Konvensional 7.3 bc 4.7 d 8.4 ab 5.1 b Jenuh Air 5.6 cd 6.5 cd 7.1 ab 6.8 ab Intermittent 6.5 cd 4.9 cd 9.3 a 7.2 ab Gogo 13.3 a 9.7 b 9.9 a 8.0 ab Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada masing - masing peubah pengamatan menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Interaksi pada peubah jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif terbanyak diperoleh dari varietas IR-64 pada sistem gogo dengan rata-rata 9.9 anakan/rumpun (Tabel 1). Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain kecuali pada varietas Jatiluhur dengan sistem pengairan konvensional yaitu 5.1 anakan/rumpun. Hasil ini memberikan informasi bahwa varietas padi lahan basah maupun lahan kering mempunyai daya kemampuan yang sama untuk menghasilkan anakan produktif apabila ditanam pada kondisi kering maupun tergenang. Sedangkan hasil penelitian Manurung (2002) juga menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif varietas IR-64 dan Jatiluhur tidak berbeda nyata baik ditanam pada kondisi aerob maupun anaerob. Jumlah Daun Perlakuan sistem pengairan dan varietas masing - masing berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun, namun interaksinya tidak berbeda nyata (Lampiran 7). Pertumbuhan jumlah daun tanaman padi pada empat sistem pengairan dan dua varietas ditunjukkan pada Gambar 5. Jumlah daun maksimum pada semua perlakuan terjadi pada minggu ke delapan setelah tanam. Sistem gogo memberikan jumlah daun terbanyak dengan 57.6 helai daun per rumpun. Varietas IR-64 memiliki jumlah daun lebih banyak (44.4 helai) dari varietas Jatiluhur (32.2 helai). Banyaknya jumlah daun ini berkaitan dengan banyaknya jumlah anakan

40 25 yang dihasilkan setiap varietas. Pengurangan jumlah daun pada sistem gogo mengindikasikan bahwa tanaman beradaptasi di lingkungan yang terbatas pengairannya dengan mengurangi kehilangan air yang lebih besar akibat transpirasi. Keragaan pertumbuhan tanaman padi pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Jumlah Daun 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 a Konvensio nal Jenuh Air Intermitte nt Gogo Umur Tanaman (MST) Jumlah Daun 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 b IR64 Jatiluhur Umur Tanaman (MST) Gambar 5. Pertumbuhan jumlah daun tanaman padi pada beberapa sistem pengairan (a) dan dua varietas padi (b) Berdasarkan respon pertumbuhan yang ditunjukkan pada Gambar 3, 4, dan 5 memperlihatkan bahwa air mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman padi. Secara umum, pertumbuhan tanaman pada peubah jumlah anakan dan jumlah daun pada kondisi kering (sistem gogo) lebih baik dibandingkan pada lahan basah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan fase perkecambahan dimana benih mengalami stres anaerob pada kondisi basah (Santosa 2002). Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar (Kramer 1969). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman padi yang ditanam pada lahan basah menunjukkan respon yang lebih baik pada karakter tinggi tanaman. Tinggi tanaman varietas padi pada sistem konvensional, jenuh air, dan intermittent lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada sistem gogo. Respon yang berbeda ditunjukkan pada peubah jumlah anakan dan jumlah daun. Padi yang ditanam pada kondisi air terbatas menghasilkan jumlah anakan dan jumlah daun paling banyak jika dibandingkan dengan padi yang ditanam pada lahan yang basah selama pengamatan. Akan tetapi kecenderungan yang ditunjukkan adalah terjadi penurunan jumlah anakan dan jumlah daun sejak 8

41 26 MST sampai akhir pengamatan. Pengairan yang terbatas tidak mampu mendukung tanaman padi mempertahankan pertumbuhannya sampai menjelang panen. a b c d Gambar 6. Keragaan pertumbuhan tanaman padi pada sistem pengairan berbeda : (a & b) fase vegetatif (5 MST) pada lahan basah (lowland) & lahan kering (upland); (c & d) fase generatif (11 MST) pada lahan basah (lowland) & lahan kering (upland) Penurunan respon pertumbuhan ini menyebabkan menurunnya aktivitas fotosintesis yang pada akhirnya akan menurunkan produksi tanaman. Kekurangan air akan mempengaruhi fotosintesis tanaman akibatnya dapat mengganggu produksi karbohidrat (Kramer 1969; Tisdale & Nelson 1975; Fitter & Hay 1991; Gerik et al. 1996). Tanaman yang hanya toleran genangan apabila ditanam pada kondisi tidak tergenang maka akan mengalami gangguan fisiologis (Manurung 2002).

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

UJI PERBEDAAN SISTEM JAJAR LEGOWO TERHADAP BEBERAPA VARIETAS TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA SAWAH TADAH HUJAN SKRIPSI SARLYONES KAFISA

UJI PERBEDAAN SISTEM JAJAR LEGOWO TERHADAP BEBERAPA VARIETAS TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA SAWAH TADAH HUJAN SKRIPSI SARLYONES KAFISA UJI PERBEDAAN SISTEM JAJAR LEGOWO TERHADAP BEBERAPA VARIETAS TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA SAWAH TADAH HUJAN SKRIPSI SARLYONES KAFISA 100301019 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. 6 TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Lahan tanaman

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pembenihan padi Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. Waktu penelitian dilakukan selama ± 4 bulan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa (Laboratorium Pemuliaan dan Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH 1 PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN SKRIPSI OLEH : STEPHANIE C.C. TAMBUNAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah

Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah Growth and Production of Rice IR64 and Jatiluhur Varieties on Lowland and Upland Culture Systems Andes Prayuda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor LAMPIRAN 147 148 Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor Sifat kimia Nomor ph(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Jenis Analisa Satuan Hasil Kriteria ph H 2 O (1:2,5) - 6,2 Agak masam ph KCl (1:2,5) - 5,1 - C-Organik % 1,25 Rendah N-Total % 0,14 Rendah C/N - 12 Sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air untuk berproduksi. Jenis sawah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang 17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci