PROFIL GEN CYT B SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK TARSIUS SULAWESI (Tarsius tarsier kompleks)
|
|
- Ratna Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PROFIL GEN CYT B SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK TARSIUS SULAWESI (Tarsius tarsier kompleks) Decky D. W. Kamagi Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Manado deckykamagi@yahoo.com ABSTRAK Status konservasi beberapa spesies Tarsius Sulawesi (Tarsius tarsier kompleks) sekarang ini ada yang rentan punah bahkan ada yang hampir punah. Oleh karena itu usaha konservasi terutama konservasi genetik perlu dilakukan agar keberadaan spesies Tarsius Sulawesi tetap lestari. mtdna telah banyak digunakan untuk mempelajari keragaman genetik dan kekerabatan beberapa spesies. Kajian ini menganalisis karakter gen cyt b pada beberapa spesies Tarsius Sulawesi dan menyidik keragaman genetik dan hubungan kekerabatan di antara beberapa spesies berbasis gen cyt b parsial. Gen cyt b parsial beberapa spesies Tarsius tipe lokalitas Sulawesi Utara, diamplifikasi dan disekuensing, dan selajutnya sekuen parsial gen cyt b yang diperoleh disejajarkan dengan gen cyt b yang selaras dari beberapa taksa berkerabat famili Tarsiidae yang diambil dari GenBank. Ekstraksi DNA total menggunakan innuprep DNA Micro kit, dan amplifikasi gen cyt b menggunakan primer umum L dan H Rekonstruksi pohon filogenetik dilakukan melalui metode Maximum Likelihood (ML). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi basa pada sekuen gen cyt b parsial adalah T = 32.90%, A = 28.73%, C =22.42 dan G = 15.95%. Rekonstruksi pohon filogenetik menunjukkan bahwa Tarsius tipe lokalitas Sulawesi Utara bersekutu dengan kelompok Tarsius tarsier kompleks dan terpisah dari kelompok Cephalopahcus bancanus dan Carlito syrichta. Dengan demikian gen cyt b telah mengalami peristiwa substitusi basa dan dapat dipergunakan untuk membedakan antar spesies Tarsius dalam usaha konservasi genetik. Kata Kunci : konservasi, Tarsius, Sulawesi, punah, DNA,gen cyt b PENDAHULUAN Sekuen DNA mitokondria DNA (mtdna), seperti gen sitokrom b (cyt b) dan beberapa gen lainnya secara luas telah digunakan untuk kajian populasi genetik dan filogenetik (Avise et al., 1979, Brown et al., 1982). Sekuen tersebut telah terbukti berguna untuk memperkirakan waktu divergensi spesies dan populasi, perbandingan laju relatif evolusi, dan inferensia filogenetik dalam dan antar spesies vertebrata (Nei 1987; Avise 1994). Gen cyt b mitokondria diketahui sebagai gen yang lebih cepat berkembang dan dapat lebih bervariasi baik di dalam maupun antar spesies serta dapat digunakan untuk mengkaji filogeni dan biogeografi (Roos et al., 2008; Lim, et al., 2010; Randi, 1996; Karanth et al., 2008). Gen cyt b telah secara luas digunakan untuk kajian molekuler pada vertebtara karena ketersediaan primer-primer kekal yang bekerja dengan baik untuk amplifikasi pada berbagai spesies (Kocher et al., 1989). Gen cyt b mengandung kelas karakter diskrit yaitu, ketiga posisi basa pada kodon, yang memaparkan laju mutasi dimulai dari yang konservatif sampai dengan yang cepat (Irwin et al., 1991), sehingga sering digunakan untuk mengkaji evolusi molekuler. Informasi tentang variasi dari empat nukleotida yang disebabkan oleh pola substitusi dan variabilitas tingkat substitusi diantara tapak, sangat diperlukan dalam kajian evolusi molekuler. Karena gen-gen mitokondria memiliki tingkat substitusi yang lebih besar daripada yang terjadi pada gen-gen inti dan pada mtdna primata kejadian transisi lebih sering daripada transversi (Brown, 1983), maka estimasi pola dan laju substitusi nukleotida diantara tapak dapat ditentukan. Kondo et al., (1993), dalam kajian mereka pada enam spesies primata menemukan bahwa tingkat transisi 48
2 lebih cepat 17 kali daripada tingkat transversi. Proses substitusi nukleotida umumnya dianggap sebagai transisi dan transversi. Transisi adalah substitusi diantara sesama basa purin (A G) atau diantara sesama pirimidin (C T), sedangkan transversi adalah substitusi basa purin oleh pirimidin atau sebaliknya (A C, A T, G C dan G T). Tipe yang paling banyak dikaji dari semua jenis tingkat substitusi di antara empat nukleotida tersebut adalah bias transisi. Sejauh mana bias transisi itu biasanya diestimasi dengan menghitung jumlah perbedaan transisi dan transversi dari sekuen yang menyimpang dan mengambil rasio mereka. Bias transisi ini disebabkan oleh kurangnya mekanisme perbaikan mtdna, atau karena suatu tautomerik pasangan basa yang dengan ikatan G-T dan A-C yang menyimpang dari model Watson-Crick (Wakeley, 1994). Masalah yang dihadapi pada hasil pengamatan sekuen nukleotida dimana pada tapak yang sama terjadi subsitusi ganda, yang akan mengaburkan bias transisi/transversi (Kimura, 1980; Wakeley, 1994; Yang dan Yoder, 1998). Beberapa metode dengan pendekatan berbeda telah dikembangkan untuk mengestimasi bias transisi untuk keperluan analisis evolusioner molekuler. Tingkat substitusi diantara empat nukleotida dapat diestimasi melalui metode berdasarkan jarak, metode likehood dan parsymony (Kimura, 1980; Kumar, 1996; Yang dan Yoder, 1998). Kajian genom mitokondria utuh telah dilakukan pada C. syrichta (Matsui et al., 2009), C. bancanus (Andrews, et al. 1998; Schmitz et al. 2002), dan genom cyt b utuh juga telah dikaji pada, T. wallacei (Merker et al. 2010), T. lariang (Merker et al. 2009), T. dentatus (Merker et al., 2009), dan T. dentatus x T. lariang (Mereker et al., 2009) sehingga sebagian gen cyt b homolog mereka dapat disejajarkan dengan sekuen gen cyt b parsial dari Tarsius Sulawesi Utara: T. sangirensis, T. tarsier dan T. tumpara untuk mengungkap keragaman dan hubungan kekerabatan diantara mereka untuk kepentingan konservasi genetik. MATERI DAN METODE Pengumpulan dan Perlakuan Sampel Spesimen sampel Tarsius Sulawesi Utara yang dikumpulkan terdiri dari: T. sangirensis, T. tarsier dan T. tumpara berasal dari 3 lokasi berbeda. Sekuen gen cyt b parsial beberapa spesies Tarsius dan aksesinya diambil dari GenBank. Ekstraksi DNA dan Amplifikasi dan Sekuensing Amplikon Gen cyt b DNA total diekstraksi menggunakan InnuPREP DNA micro Kit. Komponen dan kondisi PCR, kami optimasi sehingga gen cyt b dapat teramplifikasi. Primer yang digunakan adalah primer universal: L14841 dan H15149 (Kocher et al. 1989). Amplifikasi gen cyt b menggunakan mesin Boimetra Tpersonal. Produk amplifikasi dikirim ke perusahaan (First BASE, Laboratories Sdn. Bhd. Selangor, Malaysia) untuk disekuensing. Alat yang digunakan ABI PRISM 3730xl Genetic Analyzer. Biosystem USA. Penjajaran Sekuen dan Analisis Data Sekuens gen cyt b dijajarkan dengan penjajar otomatis ClustalW melalui aplikasi piranti lunak MEGA5 versi Estimasi laju dan pola substitusi menggunakan dua pendekatan berbeda yaitu metode berdasarkan likehood dan parsimony. Data sekuens gen cyt b parsial dari C. bancanus, C. syrichta, T. wallacei, T. lariang, T. dentatus dan T. dentatus x T. lariang diperoleh dari GenBank. 49
3 HASIL PENELITIAN Amplifikasi sekuen Primer L dan H mampu mengamplifikasi sekuen gen cyt b sampai dengan panjang sampai 306 bp sekuen gen cyt b. Panjang sekuen gen cyt b parsial yang teramplifikasi terletak mulai pada nukleotida ke-96 sampai ke-402 pada sekuen gen cyt b utuh atau terletak pada nukleotida ke sampai genom mtdna utuh Tarsius. Penjajaran sekuen Sekuen gen cyt b parsial dengan panjang 306 pb dari T. sangirensis, T. tarsier dan T. tumpara disejajarkan dengan sekuen gen cyt b homolog dari beberapa spesies Tarsius yang diambil dari GenBank. Hasil penjajaran sekuen menunjukkan situs takberagam = 224 (73%), situs beragam = 83 (27%), parsimoni informatif (Pi) = 83 (27%). Komposisi basa Rata-rata frekuensi basa pada sekuens gen cyt parsial Tarsius, adalah T = 32.90%, A = 28.73%,C =22.42 dan G = 15.95%. Frekuensi basa pada masing-masing spesies yang tertinggi adalah basa T, sedangkan frekuensi yang paling rendah adalah basa G. Frekuensi basa T pada T. lariang dan T. dentatus x lariang adalah yang paling tinggi diantara diantara spesies lainnya, sedangkan frekuensi basa G pada T. dentatus adalah paling rendah diantara spesies lainnya. Frekuensi basa di setiap posisi pada kodon dengan kerangka pembacaan dimulai dari basa kedua pada sekuen - disesuaikan dengan kerangka bacaan pada proses tranlasi gen cyt b - menunjukkan variasi, dimana frekuensi basa T di posisi pertama dan kedua pada kodon adalah yang tertinggi, sedangkan frekuensi basa C di posisi pertama dan basa A pada posisi kedua adalah yang paling rendah. Frekuensi basa G di posisi ketiga pada kodon adalah yang paling rendah. Hasil analisis sekuen gen cyt b parsial secara lengkap ditampilkan pada Tabel 1. Diversitas nukleotida (Pi) = , dengan total jumlah mutasi = 97 dan tapak polimorpik = 83. Rasio ts/tv= (R) = dan rasio ts/tv = (k) antara basa purin = dan antara basa pirimidin = Tabel 1. Profil Sekuen Gen Cyt b Parsial Parameter Posisi pada Kodon Pertama Kedua Ketiga Total Frekuensi tirosin Frekuensi sitosin Frekuensi adenin Frekuensi guanin Frekuensi tapak invariabel 73% Frekuensi tapak parsimoni informatif 27% Diversitas nukleotida (Pi) Jumlah haplotipe 9 Total jumlah mutasi 97 Situs polimorpik 83 Rasio ts/tv (k) Purin = 5.253, Pirimidin = Rasio ts/tv (R) Distribusi Gamma diskrit (Model Tamura-Nei) Rata-rata laju evolusioner , 0.00, 0.01, 0.10, 0.63, dan 4.26 substitusi per situs Catatan: Analisis pada posisi basa pada kodon hanya menggunakan panjang sekuen 306 nt, sedangkan parameter lainnya tetap menggunakan panjang sekuen 307 nt. 50
4 Substitusi Nukleotida Tapak-tapak beragam yang ditemukan di sepanjang sekuen 307 nukleotida berjumlah 83 tapak. Tapak-tapak beragam tersebut disebabkab oleh kejadian substitusi basa disepanjang sekuen. Macam substitusi di 83 tapak beragam tersebut terdiri dari substitusi transisi dan tranversi dan sementara itu pada tapak yang sama juga terjadi substitusi-tunggal ganda (multi single-substitution). Kejadian substitusi transisi jauh lebih besar dari pada kejadian tranversi. Kejadian substitusi basa di posisi ketiga pada kodon ditemukan jauh lebih besar daripada substitusi basa di posisi pertama dan kedua, sedangkan substitusi basa di posisi pertama lebih besar daripada substitusi basa di posisi kedua. Kejadian substitusi transisi pada basa di posisi ketiga lebih besar daripada substitusi yang sama pada basa di posisi pertama dan kedua, begitu pula kejadian substitusi transversi basa pada posisi ketiga lebih besar daripada substitusi yang sama pada basa di posisi pertama dan kedua. Kejadian subsitusi transisi dan transversi pada basa di posisi kedua, jauh lebih rendah daripada substitusi yang sama pada basa pertama dan ketiga. Penghitungan substitusi tersebut diperoleh dengan mengabaikan substitusi-tunggal ganda pada tapak yang sama. Pada kejadian substitusi transisi, T C jauh lebih besar dibanding dengan A G dan sedangkan pada kejadian substitusi tranversi, C A lebih besar daripada kejadian substitusi yang sama pada pasangan basa lainnya. 100 T. wallacei (HM115983) T. wallacei (HM115980) 84 T. wallacei (HM115977) T. wallacei (HM115978) 85 T. wallacei (HM115979) T. wallacei (HM115984) T. wallacei (HM115982) T. tarsier (TM1)* T. tarsier (TM2)* T. dentatus (FJ614366) T. dentatus (FJ614371) T. dentatus (FJ614370) 95 T. dentatus (FJ614369) 79 T. dentatus (FJ614368) T. dentatus (FJ614367) T. dentatus x lariang (FJ614361) T. dentatus x lariang (FJ614359) T. dentatus x lariang (FJ614356) T. lariang (FJ614363) 98 T. lariang (FJ614358) 99 T. lariang (FJ614357) T. lariang (FJ614354) T. lariang (FJ614353) T. lariang (FJ614352) T. sangirensis (TS2)* T. sangirensis (TS1)* 96 T. tumpara (TT1)* 99 T. tumpara (TT2)* 100 C. bancanus (T.bancanus) (AF348159) C. bancanus (T.bancanus) (AB011077) C. syrichta (T.syrichta) (AB371090) C. syrichta (T.syrichta) (NC012774) 0.05 Gambar 1. Pohon Filogenetik Berdasarkan Sekuen Nukleotida Yang Dikonstruksi Dengan Metode Maximum Likelihood (ML), [Bootstrap Model Substitusi: Model Tamura 3-parameter (T92 + I) 51
5 Rekonstruksi pohon filogenetik berbasis gen cyt b parsial melalui metode Maximum Likelihood (Gambar 1), menunjukkan bahwa bahwa Tarsius Sulawesi Utara berada pada klade yang berbeda dengan kelompok Tarsius Sulawesi lainnya dan kelompok C. bancanus dan C. syrichta. PEMBAHASAN Gen individual maupun genom keseluruhan secara signifikan beragam dalam komposisi nukleotida sudah diketahui. Keragaman nukleotida secara luas ditemukan pada DNA inti maupun DNA ekstra-kromosomal seperti mtdna. Gen pengkode protein pada DNA mitokondria menunjukkan heterogenitas yang cukup besar pada perubahan sekuen (Bielawski dan Gold, 1996). Keragaman nukleotida suatu gen atau genom muncul karena adanya perubahan dari basa-basa nitrogen di situs tertentu pada sekuen nukleotida tersebut. Komposisi basa dimana basa G pada level terendah merupakan ciri khas gen cyt b sebagai gen penyandi protein pada mamalia (Avise, 1994). Temuan Irwin et al., (1991) pada beberapa mamalia ternyata frekuensi basa G di semua posisi kodon adalah rendah. Keragaman komposisi basa pada nukleotida biasanya paling menonjol terdapat pada posisi basa pada kodon sinonim dari gen, karena redundansi dalam kode genetik, dan variasi dalam kandungan DNA yang mungkin memiliki sedikit efek pada kandungan asam amino yang menyandikan protein (Singer and Hickey, 2000). Keragaman komposisi basa pada nukleotida antara lain disebabkan oleh kejadian substitusi basa di beberapa tapak. Kejadian substitusi di sepanjang sekuen 307 bp sampel ditemukan di 83 situs berbeda. Adanya kejadian substitusi yang ditemukan di beberapa situs sekuen menyebabkan frekuensi basa di sepanjang sekuen Tarsius sp. menjadi beragam. Substitusi pada gen-gen mitokondria adalah suatu proses yang kompleks dan dapat bervariasi pada kelompok-kelompok taksonomik (Bielawski dan Gold, 1996). Kejadian substitusi dapat berupa substitusi transisi yaitu substitusi antara dua basa purin (adenin guanin) atau dua basa pirimidin (timin sitosin) dan substitusi transversi yaitu substitusi basa antara purin dan pirimidin (A T, A C, T G, dan C G). Kejadian substitusi di sejumlah tapak pada sekuen gen cyt parsial Tarsius adalah berupa substitusi transisi dan transversi, dengan rasio bias transisi ts/tv = , menunjukkan bahwa perbandingan kejadian transisi lebih besar daripada transversi. Tingginya kejadian substitusi transisi dibandingkan transversi adalah biasa terjadi pada sekuen mtdna eutharian (Brown, et al, 1984, Avise, 1994). Kocher et. al., (1989) mengemukakan bahwa biasanya pada mtdna substitusi transisi lebih dominan daripada substitusi transversi, dan saturasi T C akan jauh lebih besar dibanding A G. Secara luas telah diakui bahwa tingkat mutasi pada mtdna adalah sangat tinggi. Pada banyak kasus ditemukan bahwa tingkat substitusi lebih tinggi terjadi pada posisi basa di kodon sinonim daripada posisi basa di kodon non-sinonim. Tingkat substitusi pada kodon non-sinonim bervariasi diantara gen-gen, dan pada beberapa kasus, kejadian itu lebih rendah pada mitokondria daripada gen inti (Saccone et al. 1991). Kejadian substitusi transisi lebih dominan daripada substitusi transversi adalah biasa terjadi pada mtdna (Kocher et. al., (1997). Perolehan substitusi transisi lebih dominan daripada substitusi transversi, menyebabkan saturasi T C menjadi jauh lebih besar dibanding A G. Perbandingan kejadian substitusi transisi yang jauh lebih besar 52
6 daripada substitusi transversi sejalan dengan yang dikatakan Brown et. al., (1982) bahwa pada gen cyt b kejadian substitusi transisi lebih dominan daripada substitusi transversi. Pengamatan bias transisi di tapak sinonim pada banyak kelompok taksa berkerabat dekat, menunjukkan bahwa substitusi transisional berkembang lebih cepat daripada substitusi transversional (Bielawski dan Gold, 1996). Lebih lanjut Kocher et al., (1989), mengemukakan bahwa substitusi nukleotida pada tingkat spesies sebagian besar adalah transisi sedangkan pada tingkat genus adalah transversi. Brown et. al., (1982) mengemukakan bahwa timbulnya kejadian transisi tinggi pada mtdna adalah sebagai manisfestasi dari meningkatnya tekanan mutasi, namun demikian laju substitusi nukleotida tidak berkorelasi dengan laju perubahan struktural genom dari organela. Pada mamalia, mtdna memang pesat dalam substitusi nukleotida, tetapi susunan dan ukuran gen dari genom tetap untuk setiap spesies (Castro, et al., 1998). Brown et. al., (1982) mengatakan bahwa faktor yang bertanggung jawab sehingga tingginya tingkat mutasi mtdna melampaui DNA inti antara lain: a) kecenderungan rusaknya sistem replikasi, b) kurang efisiensinya fungsi pengeditan dan c) tingginya tingkat pertukaran (turnover). Sementara itu (Reyes et al., 1998) mengatakan bahwa tingginya tingkat mutasi yang diamati dalam mitokondria dapat dikaitkan dengan kerusakan oksidatif oleh radikal bebas yang dihasilkan selama pengangkutan elektron untuk oksigen yang terjadi pada kompleks rantai respirasi dalam membran mitokondria bagian dalam. Penyebab lain karena rendahnya aktivitas proof-reading DNA polymerase selama replikasi dan kurangnya sistem perbaikan DNA. DAFTAR RUJUKAN Andrews, T. D., L. S. Jermiin and S. Easteal Accelerated evolution of cytochrome b in simian primates: adaptive evolution in concert with other mitochondrial proteins. J. Mol. Evol. 47 (3), Avise, J. C., R. A., Lansman, and R. O., Shade, Use endonuclease to Measure Mitochondrial DNA Sequence Relatedness in Natural Population. I. Population Structure and Evolution in Genus Peromyscus. Genetics 92: Bielawski J. P. and J. R. Gold Unequal Synonymous Substitution Rates Within and Between Two Protein-Coding Mitochondrial Genes. Mol. Biol. Evol. 13(6): Brown, W. M., E.M. Prager, A.Wang, and A.C.Wilson, Mitochondrial DNA sequences of Primates: Tempo and Mode of Evolution. J. Mol.Evol. 18: Castro, J. A., A. Picornell, M. Ramon Mitochondrial DNA: a tool for populational genetics studies. Int. Microbiol. 1: Clayton. D. A Transcription and replication of mitochondrial DNA. Human Reproduction, Vol. 15. (Suppl. 2), pp Farias I. P., G. Ortı, I. Sampaio, H. Schneider, A. Meyer The Cytochrome b Gene as a Phylogenetic Marker: The Limits of Resolution for Analyzing Relationships Among Cichlid Fishes. J. Mol Evol 53: Foster P. G., L. S. Jermiin, and D. A. Hickey Nucleotide composition bias affects amino acid content in proteins coded by animal mitochondria. J. Mol. Evol. 44: Groves C. and M. Shekelle, Genera and Spesies of Tarsiidae. Int. J. Primatol. 31: Irwin D.M., T.D. Kocher and A.C. Wilson Evolution of Cytochrome b Gene Mammals. J. Mol.Evol 32:
7 Karanth, K.P., S. Lalji, R. V. Collura and S.C. Beth Molecular phylogeny and biogeography of langurs and leaf monkey of South Asia., Mol. Phylogenet., Evol., 46: Lim, L. S., K. C. Ang, M.C. Mahani, A.W. Shahrom anf B.M. Md-Zain, Mitochondrial DNA polymorphism and phylogenetic relationships of proto malays in peninsular Malaysia. J. Biol.Sci.,10: Kimura M A simple method for estimating evolutionary rates of bases substitution trough comparative studies of nucleotide sequences, J. Mol. Evol. 16: Kocher, T. D., W.K. Thomas, A. Meyer, S.V. Edwards, S. Paabo, FX. Villablanca, A.C. Wilson, 1989, Dynamics of mitokondrial DNA evolution in animals: Amplification and sequencing with conserved primers. J. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 86: Kocher R.D and K.L. Carleton Base substitution in fish mitochondrial DNA: patters and rates. In Molecular systematics of Fish. Kocher, TD and Ca Stepien (Eds.). Academic Press: San Diego. Kondo, R., S. Horay, Y. Satta, and N. Takahata Evolution of hominid mitochondrial DNA with special reference to the silent substitution rate over the genome. J. Mol. Evol. 36: Matsui, A., F. Rakotondraparany, I. Munechika, M. Hasegawa and S. Horai Molecular phylogeny and evolution of prosimians based on complete sequences of mitocondrial DNAs. J. Gene 441 (1-2), Merker, S., Driller, C., Perwitasari-Farajallah, D., Pamungkas, J. and Zischler, H Elucidating geological and biological processes underlying the diversification of Sulawesi tarsiers. J. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 106 (21), Merker S., C. Driller, H. Dahruddin, Wirdateti, W. Sinaga, D. P. Farajallah and M. Shekelle Tarsius wallacei: A New Tarsier Species from Central Sulawesi Occupies a Discontinuous Range. Int. journal Primate, Vol. 31 (6): Randi, E. 1996, A mitochondrial cytochrome phylogeny of the Alectoris partridges. J. Mol. Phyl. Evol. 6: Reyes, A., C. Gissi, G. Pesole, and C. Saccone, Asymmetrical Directional Mutation Pressure in the Mitochondrial Genome of Mammals. Mol. Biol. Evol. 15(8): Roos, C., T. Nadler and L. Walter, Mitochondrial phylogeny, taxonomy and biogeography of silver langur spesies group (Trachypithecus cristatus). Mol. Phylogenet. Evol.,47: Saccone, C., G. Pesole and B. Kadenbach, Evolutionary analysis of the nucleusencoded subunits of mammalian cytochrome c oxidase. Eur. J. Biochem. 195: Schmitz, J. M., Ohme, H. Zischler, The complete mitochondrial sequence of Tarsius bancanus: Evidence for an extensive nucleotide compositional plasticity of primate mitochondrial DNA. Mol. Biol. Evol.,19: Shekelle M Distribution of Trasiers Acoustic Forms, North and Central Sulawesi: with Notes on The Primary Taxonomy of Sulawesi s Tarsiers. Primates of The Oriental Night p.: Singer G. A. C. and D. A. Hickey Nucleotide Bias Causes a Genomewide Bias in the Amino Acid Composition of Proteins. Mol. Biol. Evol. 17(11): Wakeley, J Substitution-Rate Variation among Sites and the Estimation of Transition Bias. J. Mol. Biol. Evol, 11(3): Yang Z. and A. Yoder, Estimation of the Transition/Transversion Rate Bias and Species Sampling. J. Mol Evol (1999) 48:
Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.
12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Lais Cryptopterus spp. yang didapatkan dari S. Kampar dan Indragiri terdiri dari C. limpok dan C. apogon. Isolasi DNA total dilakukan terhadap cuplikan otot ikan Lais Cryptopterus
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciProfil Sekuens Sebagian Gen Cytochrome C Oxidase Unit I (COI) Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) Sulawesi Utara
Profil Sekuens Sebagian Gen Cytochrome C Oxidase Unit I (COI) Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) Sulawesi Utara Decky D. W. Kamagi Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Manado, Indonesia Email:
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied
Lebih terperinciKeanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria
Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,
Lebih terperinciJurnal Kedokteran Hewan Vol. 7 No. 2, September 2013 ISSN : X
ISSN : 1978-225X KAJIAN DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA) BARCODE PADA SPESIES Tarsius bancanus, Tarsius spectrum, DAN Tarsius dianae DENGAN MENGGUNAKAN GEN CYTOCHROME OXIDASE SUB-UNIT I () Genetic Diversity
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Anonim Tarsier. tarsiersection3. html. (20 November 2013).
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Tarsier. http://www.endangeredspeciesinternational.org/ tarsiersection3. html. (20 Baxevanis, A.D. dan Ouellette, B.F. 2001. Bionformatics a Practical Guide to the Analysis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen
Lebih terperinciISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU
ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program
Lebih terperinciKajian Molekular Tarsius sp. Pada Gen Penyandi Cytochrome Oxidase Subunit 2 Mitokondria
Biota Vol. 15 (1): 98 106, Februari 2010 ISSN 0853-8670 Kajian Molekular Tarsius sp. Pada Gen Penyandi Cytochrome Oxidase Subunit 2 Mitokondria The Molecular Study on Mitochondrial Cytochrome Oxidase 2(COX2)
Lebih terperinciKeragaman Genetik Gen Penyandi Dehydrogenase Sub-unit 3 Mitokondria pada Monyet Hantu (Tarsius sp.)
Jurnal Veteriner Maret 2011 Vol. 12 No. 1: 26-33 ISSN : 1411-8327 Keragaman Genetik Gen Penyandi Dehydrogenase Sub-unit 3 Mitokondria pada Monyet Hantu (Tarsius sp.) (GENETIC DIVERSITY OF MITOCHONDRIAL
Lebih terperinciKAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI
KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic
Lebih terperinciKryptopterus spp. dan Ompok spp.
TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciKAJIAN DIVERSITI GENETIKA Tarsius sp. ASAL INDONESIA MENURUT URUTAN GEN NADH DEHIDROGENASE SUBUNIT 4 (ND4)
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 14 ISSN : 1978-225X KAJIAN DIVERSITI GENETIKA Tarsius sp. ASAL INDONESIA MENURUT URUTAN GEN NADH DEHIDROGENASE SUBUNIT 4 (ND4) The Study of Genetic Diversity
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)
KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) Oleh: Lasriama Siahaan G04400032 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK LASRIAMA
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4B (27 32), 2011
Perbandingan Karakteristik Marka Genetik Cytochrome B Berdasarkan Keragaman Genetik Basa Nukleotida dan Asam Amino pada Harimau Sumatera Ulfi Faizah 1, Dedy Duryadi Solihin 2,dan Ligaya Ita Tumbelaka 3
Lebih terperinciANALISA KEKERABATAN 14 SPESIES PRIMATA DENGAN PROGRAM MEGA 4. Abdul Rahman Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB
ANALISA KEKERABATAN 14 SPESIES PRIMATA DENGAN PROGRAM MEGA 4 Abdul Rahman Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB Abstrak Primata adalah kelompok mamalia berplasenta, memiliki tiga jenis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang berada di antara dua wilayah biogeografis utama yaitu Benua Asia dan Australia yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH
KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
Lebih terperinciKajian Molekuler Daerah D-Loop Parsial DNA Mitokondria Kuda (Equus caballus) Asli Tengger
Jurnal Veteriner Maret 2010 Vol. 11 No. 1 : 1-6 ISSN : 1411-8327 Kajian Molekuler Daerah D-Loop Parsial DNA Mitokondria Kuda (Equus caballus) Asli Tengger (MOLECULER STUDY ON PARTIAL D-LOOP OF MITOCHONDRIAL
Lebih terperincimenggunakan program MEGA versi
DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN
KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN Kryptopterus limpok DAN Kryptopterus apogon DARI SUNGAI KAMPAR DAN SUNGAI INDRAGIRI RIAU BERDASARKAN GEN SITOKROM b 1 (Genetic Diversity and Phylogenetic
Lebih terperinciSISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER
SISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER Topik Hidayat* Adi Pancoro** *Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA, UPI **Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB Sistematika? Sistematika adalah ilmu tentang keanekaragaman
Lebih terperinciKolokium Liliani Isna Devi G
Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan
Lebih terperinciKolokium Liliani Isna Devi G
Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak
Lebih terperinciThe Origin of Madura Cattle
The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman
Lebih terperinciRunutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau
Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 235-243 Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau [Cytochrome C
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH CYTOCHROME 8 SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA
Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 3B (17-21), 2009 KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH CYTOCHROME 8 SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA Ulfi Faizah1, Dedy buryadi Solihin2 dan Ligaya Ita Tumbelaka
Lebih terperinciPEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali
41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe
Lebih terperinciJumlah Koloni Lombok AcLb11 Kampus lama Univ Mataram, Kec. Selaparang, Mataram. AcLb12 Kelayu, Lombok Timur
4 HASIL Koleksi Lebah Lebah madu A. c. indica yang berhasil dikoleksi berjumlah 29 koloni. Koloni diambil dari tujuh kecamatan di Lombok yaitu Kec. Selaparang (satu koloni), Kec. Pamenang (dua koloni),
Lebih terperinciKARAKTERISTIK GENETIK PADA FAMILI CERVIDAE (Cervus unicolor, Cervus timorensis, dan Axis kuhlii) BERDASARKAN 12SrRNA mtdna
Berk. Penel. Hayati: 9 (61-68), 2004 KARTERISTIK GENETIK PADA FAMILI CERVIDAE (Cervus unicolor, Cervus timorensis, dan Axis kuhlii) BERDASARKAN 12SrRNA mtdna Wirdateti *, Gono Semiadi*, Toshinao Okayama
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel II (HVII) DNA mitokondria (mtdna) pada penderita
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Deteksi Gen Target E6 HPV 18 Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengidentifikasi variasi molekuler (polimorfisme) gen E6 HPV 18 yang meliputi variasi urutan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,
Lebih terperinciANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV
KO-192 ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV Epiphani I.Y. Palit, 1,*) Alvian Sroyer, 1) dan Hendrikus M.B. Bolly 2) 1) Bidang Biostatistika,
Lebih terperinciI. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI)
I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI) A. PENDAHULUAN NCBI (National Centre for Biotechnology Information) merupakan suatu institusi yang menyediakan sumber informasi terkait
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional I Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 22 Agustus 2015
Oleh: Prof. Dr. AD. Corebima (Guru Besar Genetika) Abad industri sudah berganti dengan abad pengetahuan dan saat ini kita berada pada abad pengetahuan ini. Apakah kita menyadarinya dan menyikapinya dengan
Lebih terperinciDNA BARCODE DAN ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER BEBERAPA JENIS BIVALVIA ASAL PERAIRAN SULAWESI UTARA BERDASARKAN GEN COI
DNA BARCODE DAN ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER BEBERAPA JENIS BIVALVIA ASAL PERAIRAN SULAWESI UTARA BERDASARKAN GEN COI (The DNA Barcode and molecular phylogenetic analysis several Bivalve species from
Lebih terperinciLumba-Lumba Hidung Botol Laut Jawa Adalah Tursiops aduncus Berdasar Sekuen Gen NADH Dehidrogenase Subunit 6
Jurnal Veteriner Maret 2014 Vol. 15 No. 1:94-102 ISSN : 1411-8327 Lumba-Lumba Hidung Botol Laut Jawa Adalah Tursiops aduncus Berdasar Sekuen Gen NADH Dehidrogenase Subunit 6 (VERIFICATION BOTTLENOSE DOLPHINS
Lebih terperinciSTRUKTUR GENETIK DAN FILOGENI YELLOWFIN TUNA
STRUKTUR GENETIK DAN FILOGENI YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacares) BERDASARKAN SEKUEN DNA MITKONDRIA CONTROL REGION SITOKROM OKSIDASE I PADA DIVERSITAS ZONE BIOGEOGRAFI I Made Sara Wijana 1 dan I Gusti Ngurah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel
Lebih terperinciKAJIAN VARIASI SEKUNES INTRASPESIES DAN FILOGENETIK MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DENGAN MENGGUNAKAN GEN COI
KAJIAN VARIASI SEKUNES INTRASPESIES DAN FILOGENETIK MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DENGAN MENGGUNAKAN GEN COI Fitri E. Hasibuan 1), Feky R. Mantiri 1), Rooije R.H. Rumende 1) 1) Program Studi Biologi,
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka
Lebih terperinciWirdateti 1, Eka Indriana 2, & Handayani 2 1 Pusat Penelitian Biologi-LIPI 2 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam AS-Syafi iyah PENDAHULUAN
Analisis Sekuen DNA Mitokondria Cytochrome Oxidase I (COI) mtdna Pada Kukang Indonesia (Nycticebus spp) sebagai Penanda Guna Pengembangan Identifikasi Spesies (Analysis on Mitochondrial DNA Cytochrome
Lebih terperinciAnalisis Filogenetik Nannophya pygmaea (Odonata: Libellulidae)
Analisis Filogenetik Nannophya pygmaea (Odonata: Libellulidae) Trina E. Tallei Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Indonesia Email: trina@daad-alumni.de
Lebih terperinciSTUDI KERAGAMAN GENETIK Tarsius sp. ASAL KALIMANTAN, SUMATERA, DAN SULAWESI BERDASARKAN SEKUEN GEN NADH DEHIDROGENASE SUB-UNIT 4L (ND4L)
ISSN : 1978-225X STUDI KERAGAMAN GENETIK Tarsius sp. ASAL KALIMANTAN, SUMATERA, DAN SULAWESI BERDASARKAN SEKUEN GEN NADH DEHIDROGENASE SUB-UNIT 4L (ND4L) Genetic Diversity Study on Tarsius sp. Origin from
Lebih terperinciSTUDI FILOGENETIK Mangifera laurina dan KERABAT DEKATNYA. Key word; Mangifera laurina, phylogenetic, cpdna trnl-f intergenic spacer, progenitor, Hiku
STUDI FILOGENETIK Mangifera laurina dan KERABAT DEKATNYA MENGGUNAKAN PENANDA cpdna trnl-f INTERGENIK SPACER (Phylogenetic study of M. laurina and related species based on cpdna trnl-f intergenic spacer)
Lebih terperinciVariasi dan Filogeni Kancil dan Napu (Tragulus Sp.) di Indonesia Menggunakan Gen 12s rrna Mitokondria
Jurnal Veteriner Maret 2016 Vol. 17 No. 1 : 22-29 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.1.22 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ejournal.unud.ac.id/php.index/jvet.
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian...
Lebih terperinciGARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO
GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI- UNDIP GBPP 0.09.02 2 Revisi ke 0 Tanggal 28 Juni 203 Dikaji Ulang Oleh Ketua PS Magister Biologi Dikendalikan Oleh GPM Magister Biologi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH D-LOOP BAGIAN HVS-I SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DAERAH D-LOOP BAGIAN HVS-I SEBAGAI ACUAN KONSERVASI
Lebih terperinciSISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER. Topik Hidayat dan Adi Pancoro. suatu organisme dan merekonstruksi hubungan kekerabatannya terhadap organisme
SISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER Topik Hidayat dan Adi Pancoro 1. Apa yang ingin dicapai di dalam Sistematika? Sistematika memiliki peran sentral di dalam Biologi dalam menyediakan sebuah perangkat
Lebih terperinciM A T E R I G E N E T I K
M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena
Lebih terperinciBARCODING ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) BERDASARKAN GEN CYTOCHROME-B SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK
BARCODING ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) BERDASARKAN GEN CYTOCHROME-B SEBAGAI UPAYA KONSERVASI GENETIK Dina Ayu Valentiningrum 1, Dwi Listyorini 2, Agung Witjoro 3 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK AYAM KAMPUNG BERDASARKAN ANALISIS PENANDA DAERAH D-LOOP MITOKONDRIA DNA
KERAGAMAN GENETIK AYAM KAMPUNG BERDASARKAN ANALISIS PENANDA DAERAH D-LOOP MITOKONDRIA DNA TIKE SARTIKA 1, D. DURYADI 2, S.S. MANSJOER 2, DAN B. GUNAWAN 1 1 Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogar 16002,
Lebih terperinciBAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Hasil dan Pembahasan Penulis melakukan pembatasan daerah penelitian dari data yang tersedia, yaitu hanya mencari posisi yang mengalami mutasi (misalkan posisi
Lebih terperinciKeragaman Genetik Sekuen Gen ATP Synthase FO Subunit 6 (ATP6) Monyet Hantu (Tarsius) Indonesia
ISSN : 1411-8327 Keragaman Genetik Sekuen Gen ATP Synthase FO Subunit 6 (ATP6) Monyet Hantu (Tarsius) Indonesia (GENETIC DIVERSITY STUDY OF ATP6 GENE SEQUENCES OF TARSIERS FROM INDONESIA) Rini Widayanti
Lebih terperinciPenelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan
Lebih terperinciG091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK
G091 ANALISIS DNA MITOKONDRIA BADAK SUMATERA DALAM KONSERVASI GENETIK Handayani, Dedy Duryadi Solihin, Hadi S Alikodra. Universitas Islam Assyafiiyah Jakarta Timur Institut Pertanian Bogor Email:- ABSTRAK
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah
Lebih terperinciSAIN VETERINER JURNAL DITERBITKAN OLEH FAKULTA KEDOKTERAN HEWM UNIVERSITAS GADJAH MADA
ISSN : 0126-0421 JURNAL SAIN VETERINER (JOURNAL OF VETERINARY SCIENCE) DITERBITKAN OLEH FAKULTA KEDOKTERAN HEWM UNIVERSITAS GADJAH MADA PUBLISHED BY FACULTY OF VETERINARY MEDICINE GADJAH MADA UNIVERSITY
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keragaman Haplotipe Ikan Malalugis Panjang sekuens mtdna ikan malalugis (D. macarellus) yang diperoleh dari hasil amplifikasi (PCR) dengan menggunakan pasangan primer HN20
Lebih terperinciGambar 1. Visualisasi elektroforesis hasil PCR (kiri) dan Sekuen Gen Hf1-exon 1 Petunia x hybrida cv. Picotee Rose yang berhasil diisolasi.
GTGGCCGGTGATCGG-3 ) dan reverse (5 -CCGATATGAGTCGAGAGGGCC-3 ). Hasil PCR dicek dengan elektroforesis pada agarose 1,5%. Sekuensing gen target dilakukan di 1st Base Malaysia. Hasil sekuensing berupa elektroferogram
Lebih terperinciDIAGRAM FILOGENIK HASIL SEKUENS BASA DNA MENGGUNAKAN PROGRAM MEGA-7 (MOLECULAR EVOLUTIONARY GENETICS ANALYSIS)
DIAGRAM FILOGENIK HASIL SEKUENS BASA DNA MENGGUNAKAN PROGRAM MEGA-7 (MOLECULAR EVOLUTIONARY GENETICS ANALYSIS) Harumi Yuniarti* ), Bambang Cholis S* ), Astri Rinanti** ) *) Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Lebih terperinci4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK
26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan
Lebih terperinciBAB 4. METODE PENELITIAN
BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciAbstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G
Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Amplifikasi Sampel Daun Ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan metode CTAB yang telah dilakukan terhadap 30 sampel daun. Hasil elektroforesis rata-rata menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tanaman, hewan dan mikroorganisme, termasuk
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA
SKRIPSI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA Oleh: Astri Muliani 11081201226 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN
Lebih terperinciBIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI
BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI BAHAN GENETIK DNA RNA DEFINISI Genom Ekspresi gen Transkripsi Translasi Kromosom eukaryot Protein Histon dan Protamin Kromosom prokaryot DNA plasmid Asam
Lebih terperinciOPTIMASI PCR : KONSENTRASI PRIMER DAN VOLUME TEMPLAT DNA PADA AMPLIFIKASI mtdna IKAN MEDAKA Oryzias spp. DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MAROS
OPTIMASI PCR : KONSENTRASI PRIMER DAN VOLUME TEMPLAT DNA PADA AMPLIFIKASI mtdna IKAN MEDAKA Oryzias spp. DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MAROS Aqzayunarsih 1) Irma Andriani 2) Rosana Agus 2) Onny Nurrahman
Lebih terperinciDNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI
DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,
Lebih terperinciKATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis
KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens
Lebih terperinciIdentifikasi Trenggiling (Manis javanica) Menggunakan Penanda Cytochrome B Mitokondria DNA
Jurnal Veteriner Desember 2013 Vol. 14 No. 4: 467-474 ISSN : 1411-8327 Identifikasi Trenggiling (Manis javanica) Menggunakan Penanda Cytochrome B Mitokondria DNA (IDENTIFICATION OF PANGOLIN (MANIS JAVANICA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Euphorbiaceae merupakan salah satu famili tumbuhan yang terdistribusi secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi, Euphorbiaceae pun
Lebih terperinciANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL
ISSN 1907-9850 ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL Ketut Ratnayani, I Nengah Wirajana, dan A. A. I. A. M. Laksmiwati Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Lebih terperinciMitwoch U Sex reversal in the horse: 2 sides of a common coin. Equine Veterinary Journal 29: Nei M dan Kumar S
DAFTAR PUSTAKA Anderson et al. 1981. Sequence and the organization mitochondrial genom. Nature 290:457-465. Arikunto. 2003. Manajemen Penelitian. Bandung : Penerbit Rhenika Citra. Aripin AY. 2004. Analisa
Lebih terperinciAdalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.
DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
13 BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel I (HVI) DNA mitokondria (mtdna)
Lebih terperinciHASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida
2 sampai ke bagian awal gen trna Phe. Komposisi reaksi amplifikasi bervolume 25 µl adalah sampel DNA sebagai cetakan 2 µl (10-100 ng), 2,5nM Primer 2 µl; Taq polimerase (New England Biolabs) 1 unit beserta
Lebih terperinciKajian Evolusi Berbasis Urutan Nukleotida..I Wayan Karmana 75
KAJIAN EVOLUSI BERBASIS URUTAN NUKLEOTIDA I WAYAN KARMANA FPMIPA. IKIP Mataram ABSTRAK Teori evolusi saat ini semakin berkembang seiring kemajuan Iptek. Pengkajian evolusi yang sebelumnya berbasis pendekatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil
11 secara perlahan beberapa kali kemudian segera ditambah dengan 400 μl larutan buffer netralisasi (1.32 M natrium asetat ph 4.8), divorteks dan disentrifugasi pada suhu 4 0 C dengan kecepatan 10 000 rpm
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau
PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif
Lebih terperinci