POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN SRI JAMIATUL KHAIRAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN SRI JAMIATUL KHAIRAH"

Transkripsi

1 POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN SRI JAMIATUL KHAIRAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2011 Sri Jamiatul Khairah NRP A

3 ABSTRACT SRI JAMIATUL KHAIRAH. The Potential of Nontidal Swamps Land Development for Rice Field Expansion in Hulu Sungai Utara District South Kalimantan Province. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and ATANG SUTANDI. Agricultural development has an important position for national food security. Increased food security is pursued through the improvement of rice production. The island of Java as the biggest rice producers continue to decrease in size field rice area, so another rice field alternative outside of Java is needed. One of them is nontidal swamp land that is still very wide, such as in Hulu Sungai Utara District South Kalimantan Province. The purpose of this study was to identify suitable land for paddy cultivation and development as well as conservation areas to safeguard the sustainability of farming, knowing the center of rice production and priority directions of development policy. Identify potential rice field using land suitability analysis by remote sensing data and processing data done in ArcGIS 9.3. Land suitability analysis using ArcGIS 9.3 with reference to the criteria established by the Department of Agriculture. Conservation area determined by reference to the Presidential Decree 32 of year 1990 on protected areas. Potential development for rice field is done by overlay spesific analysis of land suitability result and existing landuse are interpreted from the ALOS AVNIR, Landsat and Google Earth images. Centralization of activities carried out by Location Quetion Analysis and policy priorities with SWOT Analysis. The results showed that the potential development of land for rice field is still very widespread, especially in Danau Panggang Subdistrict and Paminggir Subdistrict. Peatland conservation areas are in northern and lake buffer areas in Danau Panggang Subdistrict. River buffer areas spread across the district. Policy priorities are directed to the appropriate utilization of the potential area for rice in the base region with the expansion of paddy fields. Keyword : nontidal swamps land, remote sensing, land suitability analysis, existing landuse

4 RINGKASAN SRI JAMIATUL KHAIRAH. Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan ATANG SUTANDI. Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektorsektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada pembangunan pertanian secara khusus dan pembangunan ekonomi secara umum, sub sektor pertanian tanaman pangan mempunyai posisi yang strategis sebagai penghasil bahan makanan pokok untuk ketahanan pangan nasional. Untuk itu perlu diupayakan melalui peningkatan produksi beras terutama yang dihasilkan dari lahan sawah. Namun pulau jawa yang merupakan wilayah produksi beras terbesar terus mengalami penyusutan luas areal sawah akibat konversi yang terus meningkat. Hal ini menuntut alternatif wilayah lain yang potensial untuk dikembangkan, salah satunya adalah lahan rawa, terutama rawa lebak yang tersebar di beberapa pulau besar di Indonesia. Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah salah satu yang memiliki lahan rawa lebak yang luas dan potensial untuk dikembangkan. Namun dalam pengembangan budidaya pertanian di lahan rawa lebak harus diperhatikan keseimbangan ekosistem agar keberlanjutan budidaya tetap terjaga. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui potensi lahan yang ada apakah menunjang untuk budidaya padi, (2) mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif, (3) mengetahui penatagunaaan lahan yang harus dilakukan untuk pengembangan wilayah sentra produksi padi dan wilayah yang harus tetap dipertahankan sebagai wilayah konservasi (lindung) untuk menjaga keberlanjutan budidaya, dan (4) merumuskan prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Metode untuk mendapatkan peta penggunaan lahan Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah dengan melakukan interpretasi dari data penginderaan jauh yaitu citra ALOS AVNIR, Landsat dan Geoeye tahun 2010 dengan menggunakan on screen digitation. Analisis kesesuaian lahan padi dilakukan dengan overlay dan query terhadap petapeta yang diperlukan menggunakan ArcGIS 9.3. Analisis wilayah konservasi ditentukan dengan melihat kesatuan wilayah secara fungsional yang mengacu kepada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Potensi pengembangan lahan untuk padi didapat dengan melakukan matching (overlay) antara peta kesesuaian lahan padi dengan peta penggunaan lahan existing tahun Untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas digunakan Analisis Location Question (LQ), sedangkan arahan prioritas kebijakan dilakukan dengan analisis SWOT. Berdasarkan hasil interpretasi citra, terdapat sembilan kelas penggunaan lahan, yaitu belukar rawa (32,4%), hutan rawa sekunder (15,2%), kebun campuran (2,2%), perkebunan (4,1%), permukiman (3,3%), rawa (11,6%), sawah (26,9%), tanah terbuka (3,5%) dan tubuh air (0,7%). Luasan terbesar adalah belukar rawa, yang berarti mempunyai potensi besar untuk pengembangan sawah. Hasil analisis kesesuaian lahan padi di Kab. HSU menunjukkan bahwa secara aktual kelas kesesuaian S2 sebesar ha (22,8%), S3 sebesar ha (23,4%) dan N sebesar ha (53,8%). Adapun dari hasil analisa kesesuaian lahan potensial didapatkan bahwa terjadi kenaikan cukup signifikan dari kesesuaian lahan S3 menjadi S2 ketika dilakukan perbaikan kondisi kejenuhan basa dan dari N menjadi S3 ketika dilakukan perbaikan keasaman

5 tanah dan kondisi genangan. Kelas kesesuaian lahan potensial S2 sebesar ha (46,2%), S3 sebesar ha (18,1%), dan N sebesar ha (35,8%). Potensi pengembangan terbesar terdapat di Kecamatan Paminggir. Hasil pengamatan (ground check) pada 84 titik menunjukkan bahwa areal yang secara aktual sesuai untuk padi sawah juga dinyatakan masyarakat cocok untuk budidaya padi karena memberikan hasil yang bagus, demikian sebaliknya. Kecuali di Kec. Paminggir kebanyakan judgement masyarakatnya menyatakan tidak sesuai karena mereka belum pernah mengusahakannya, padahal tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk budidaya padi. Berdasarkan penggunaan lahan, area yang berpotensi untuk dijadikan sawah adalah belukar/semak rawa dan rawa. Berdasarkan hasil analisis didapatkan wilayah yang eksisting sawah sebesar ha (26,7%), yang berpotensi dikembangkan (eksisting belukar rawa dan rawa) sebesar ha (28,5%) dan yang tidak potensial sebesar ha (44,6%). Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa padi sawah merupakan komoditi tanaman pangan yang unggul di Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena memiliki nilai LQ>1 terbanyak yang artinya diusahakan hampir di semua kecamatan. pemusatan wilayah budidaya padi terdapat di sekitar aliran dua sungai yang melintas di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang tersebar di Kecamatan Amuntai Utara, Amuntai Selatan, Babirik, Sungai Pandan, Sungai Tabukan, Haur Gading, dan Danau Panggang. Wilayah yang dijadikan sebagai kawasan lindung adalah wilayah dengan ketebalan gambut cm dengan luas ha di bagian utara dengan pertimbangan untuk buffer wilayah budidaya di sekitarnya dan juga karena wilayah ini masih berupa hutan rawa sekunder. Sempadan untuk Sungai Barito (sungai besar) adalah 100 m, Sungai Paminggir (sungai di luar pemukiman) 50 m serta Sungai Tabalong dan Sungai Balangan (sungai di dalam pemukiman) 10 m. Sedangkan untuk sempadan Danau adalah 50 m. Arahan penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara direkomendasikan sebagai berikut : (1) lahan eksisting sawah tetap dipertahankan seluas ha (26,9%), (2) pengembangan sawah pada wilayah basis seluas ha (9,2%), (3) pengembangan sawah pada wilayah non basis seluas ha (18,6%), (4) lahan tidak potensial untuk sawah seluas ha (22,0%), (5) kawasan lindung gambut seluas ha (20,5%), (6) kawasan lindung sempadan danau seluas ha (1,3%) dan (7) kawasan lindung sempadan sungai seluas ha (1,5%). Berdasarkan analisis SWOT arahan prioritas kebijakan dalam pengembangan wilayah untuk pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah memanfaatkan potensi wilayah yang lahannya sesuai secara fisik yang ada di daerah sektor basis dengan kebijakan pemerintah untuk pengembangan padi. Kebijakan selanjutnya adalah meningkatkan nilai tambah dengan menjual kelebihan produksi berupa beras bukan gabah. Kata kunci : lahan rawa lebak, penginderaan jauh, analisis kesesuaian lahan, penggunaan lahan, penatagunaan lahan

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi UndangUndang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN SRI JAMIATUL KHAIRAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si.

9 Judul Tesis Nama NRP : Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan : Sri Jamiatul Khairah : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. Ketua Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.D Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc. Tanggal Ujian : 28 Maret 2011 Tanggal Lulus :

10 Kupersembahkan karya kecil ini untuk semua orang yang mencintaiku Untuk Abah (H.M. Idris A.) dan Mama (Hj. Sapiah N.) atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doanya yang selalu menyertai hidupku Untuk adingadingku (Misyawaliadi Noor dan Rabiaturrahmah) yang selalu memberikan semangat dan menghiasi harihariku Untuk semua saudara serta sahabat yang senantiasa mengeratkan tali silaturrahim

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang mengambil tema tentang pengembangan wilayah ini dilaksanakan pada bulan AgustusDesember 2010 dan diberi judul Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Dalam penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat banyak bantuan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada Dr. Ir Komarsa Gandasasmita, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si., selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. Selanjutnya juga kepada peneliti dan staf P4W IPB (Pusat Pengembangan Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah) atas bantuan data remote sensing serta diskusi dan masukannya. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis. Selain itu terima kasih yang sebesarbesarnya juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kab. Hulu Sungai Utara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program ini. Secara khusus kepada Bapak Ir. H. Supomo, M.Si selaku Kepala Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara dan Bapak Ir. Ilman Hadi selaku Kepala Dinas Pertanian TPH Kab. Hulu Sungai Utara beserta staf yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian. Sahabatsahabatku, Erva Noorrahmah, Eva Agustina, Zainal Abdi, Syahrifuddin, dan Akhmad Marfuan, yang telah banyak membantu selama penulis penelitian dan menjalani pendidikan, serta Muslina Herliyani yang telah dengan rela menemani dan membantu selama survey dan ground check. Terima kasih tak terhingga juga buat K Ardhy, M Anna (dan B Ridwan), Dian, Tina, dan Gun yang banyak memberikan masukan selama pengolahan data dan penulisan tesis serta rekanrekan PWL kelas khusus Bappenas angkatan 2009 lainnya atas segala doa, dukungan dan kebersamaannya yang kompak selama ini. Tak lupa pula buat temanteman PWL kelas reguler angkatan 2009 atas segala bantuan dan kebersamaannya. Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang utama dan pertama serta setinggitinginya disampaikan kepada kedua orang tua (abah dan mama), adikadikku, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada pihakpihak yang tidak bisa disebutkan satupersatu yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian tesis ini. Semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadikan maslahat buat masyarakat. Amien Bogor, Maret 2011 Sri Jamiatul Khairah

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 9 April 1978 dari pasangan H.M. Idris A. dan Hj. Sapiah N. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalsel, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Pada tahun 2002 sampai 2005 penulis bekerja di PT. Bridgestone Kalimantan Plantation sebagai staf Research and Development. Penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2005 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan sebagai staf hingga sekarang.

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii iv v PENDAHULUAN.. Latar Belakang. Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah. Lahan Rawa Lebak dan Pemanfaatannya.. Ketahanan Pangan.. Kesesuaian Penggunaan Lahan... Pemanfaatan SIG dalam Perencanaan Penggunaan Lahan.. Prioritas Pembangunan METODE PENELITIAN.. Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian.. Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data... a. Analisis Kesesuaian Lahan Rawa Lebak. b. Analisis Wilayah Konservasi. c. Analisis Location Question (LQ). d. Analisis SWOT KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Geografis. Kependudukan.... Ketenagakerjaan.. Pendapatan Regional

14 ii Potensi Sektor Pertanian HASIL DAN PEMBAHASAN.... Penggunaan Lahan Eksisting Tahun Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Padi... Potensi Pengembangan Lahan untuk Budidaya Padi.. Keunggulan Komparatif Wilayah Sentra Produksi Padi Identifikasi Wilayah yang Harus Dilindungi (Kawasan Konservasi) Arahan Penatagunaan Lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Analisis SWOT KESIMPULAN DAN SARAN.... Kesimpulan.. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

15 iii DAFTAR TABEL 1. Distribusi persentase PDRB berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan 3 2. Matriks analisis penelitian Matriks SWOT Nama kecamatan, desa/kelurahan dan luas wilayah Drainase tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Persebaran jenis tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Jumlah rumah tangga dan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun dalam ribuan rupiah Potensi lahan untuk tanaman pangan, luas fungsional dan rawa belum dimanfaatkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun Areal tanam, panen dan produksi padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2005 s/d 2009 (GKG) Klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Luas kelas kesesuaian lahan padi aktual di Kabupaten Hulu Sungai Utara Luas kelas kesesuaian lahan padi potensial di Kabupaten Hulu Sungai Utara Luas potensi pengembangan lahan untuk budidaya padi Nilai LQ luas areal tanam tanaman pangan Kabupaten Hulu Sungai Utara Ketebalan gambut di Kabupaten Hulu Sungai Utara Luas arahan penatagunaan lahan untuk padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Penilaian tingkat kepentingan SWOT Matriks SWOT Pemilihan analisis prioritas yang diunggulkan.. 69

16 iv DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alur kerangka pikir penelitian Diagram alir tahapan penelitian Peta administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara Peta penggunaan lahan Kabupaten Hulu Sungai Utara Persentase kelas penutupan lahan Kondisi penggunaan lahan eksisting Peta jenis tanah Kabupaten Hulu Sungai Utara Kondisi rawa dan belukar rawa di Kecamatan Paminggir Peta kelas kesesuaian lahan aktual untuk padi sawah Persentase kesesuaian lahan aktual dan potensial Peta kelas kesesuaian lahan potensial untuk padi sawah Peta Titik pengamatan (ground check) untuk kesesuaian lahan padi sawah Persentase Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk budidaya padi Peta potensi pengembangan lahan untuk padi Peta wilayah basis budidaya padi Kondisi eksisting di kawasan hidrologis gambut Peta kesatuan hidrologis gambut KaltengKalsel Peta kawasan lindung, sempadan sungai dan sempadan danau Persentase luas arahan penatagunaan lahan untuk padi Peta arahan penatagunaan lahan untuk padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara 63

17 v DAFTAR LAMPIRAN 1. Kesesuaian lahan padi lebak Luas Areal Tanam Tanaman Pangan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun Kuesioner analisis SWOT 77

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektorsektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa aspek, yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan serta keberlanjutan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Keberhasilan pembangunan memerlukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak dan menuntut peranan masingmasing sektor. Melihat potensi yang ada, maka pertanian adalah sektor yang paling dominan dan berpotensi untuk dikembangkan. Sektor pertanian dengan segala potensinya mempunyai peranan dan kontribusi yang sangat berarti terhadap pencapaian pembangunan ekonomi bila dikelola dengan baik. Pada pembangunan pertanian secara khusus dan pembangunan ekonomi secara umum, sub sektor pertanian tanaman pangan mempunyai posisi yang strategis sebagai penghasil bahan makanan pokok. Kondisi sekarang ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan merupakan hal penting yang harus diperhatikan bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan politik. Oleh karena itu pengembangan potensi wilayah untuk meningkatkan ketahanan pangan diperlukan sesuai dengan kondisi geobiofisik dan spesifik wilayah agar menjadikan pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembanguan nasional. Dari sisi produksi, peningkatan ketahanan pangan tersebut diupayakan melalui peningkatan produksi beras terutama yang dihasilkan dari lahan sawah. Pertimbangan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah bahwa beras merupakan bahan pangan pokok penduduk yang memiliki sumbangan paling besar terhadap konsumsi kalori. Untuk memenuhi kecukupan cadangan beras tersebut tidak terlepas dari jumlah lahan sawah yang harus dipertahankan atau ditambah. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pulau jawa yang merupakan wilayah produksi beras terbesar terus mengalami penyusutan areal sawah akibat konversi yang terus meningkat. Hal ini menuntut alternatif wilayah lain yang potensial untuk dikembangkan sebagai wilayah budidaya pertanian tanaman pangan, khususnya

19 2 padi. Lahan rawa, terutama rawa lebak yang tersebar di beberapa pulau besar di Indonesia merupakan alternatif yang dapat dipilih. Menurut Ritung dan Hidayat (2007) potensi pengembangan sawah di Indonesia yang terluas terdapat di Papua, Kalimantan dan Sumatera, masingmasing dengan luas 5,19 juta ha, 1,39 juta ha, dan 0,96 juta ha. Lahan potensial dan tersedia untuk perluasan areal sawah di Kalimantan terdiri atas lahan rawa 0,73 juta ha dan non rawa 0,66 juta ha. Lahan potensial tersebut terdapat di Kalimantan Tengah 0,65 juta ha, Kalimantan Selatan 0,33 juta ha, Kalimanatan Timur 0,23 juta ha, dan Kalimantan Barat 0,18 juta ha. Hal ini menunjukkan bahwa Kalimantan Selatan merupakan wilayah yang potensial untuk pengembangan lahan sawah, yang salah satunya adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kabupaten Hulu sungai Utara mempunyai luas wilayah 892,7 km 2, yaitu sebesar 2,38% luas Kalimantan Selatan. Secara geografis sebagian besar lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah rawa lebak. Jika diamati dari segi pemanfaatan lahan, maka sebagian besar wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa hutan rawa yaitu seluas ha (32,52%) dan persawahan ha (27,91%). Adapun yang dimanfaatkan untuk pemukiman hanya sebesar ha (4,69%), selebihnya ha (34,88%) atau lebih dari sepertiga luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa hamparan rumput rawa dan danau (BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2009). Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Pertanian TPH Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010, luas lahan potensial sawah pada tahun 2009 sebesar ha dan luas lahan fungsional yang telah diusahakan sebesar ha dengan ratarata produktivitas 5,86 ton/ha. Berdasarkan data PDRB Kabupaten Hulu Sungai Utara, sektor pertanian masih merupakan sektor yang berkontribusi besar dalam perekonomian wilayah yaitu di atas 30% dengan kecenderungan meningkat setiap tahun. Tingginya peranan ini ditopang oleh sub sektor tanaman pangan, yaitu sebesar 15,86% (BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2008) disamping sub sektor peternakan dan perikanan yang juga berkontribusi cukup tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Hulu Sungai Utara mengandalkan perekonomiannya pada bidang pertanian. Secara garis besar struktur ekonomi Kab. Hulu Sungai Utara dapat dilihat dari nilai PDRB tahun seperti pada Tabel 1.

20 3 Tabel 1 Distribusi persentase PDRB berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan No Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Restoran dan Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan lainnya Jasajasa 33,83 0,02 10,96 0,54 6,23 19,95 7,19 3,99 18,28 Sumber data : BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun ,13 0,02 10,51 0,55 6,10 19,68 7,14 3,91 17,99 34,87 0,02 10,13 0,53 6,08 19,55 6,98 3,93 17,89 35,00 0,02 9,90 0,53 6,30 19,28 6,88 4,09 18,01 Dari gambaran di atas terlihat bahwa berdasarkan karakteristik wilayah, data potensi pertanian padi serta data PDRB, Kabupaten Hulu Sungai Utara mempunyai potensi pertanian yang cukup besar. Namun dalam pengembangan budidaya pertanian di lahan rawa lebak tetap harus diperhatikan keseimbangan ekosistem yang ada agar keberlanjutan budidaya dan pemanfaatan lainnya tetap terjaga. Keseimbangan ekosistem merupakan fungsi lingkungan yang harus dipertahankan. Keseimbangan ekosistem memberikan ketersediaan sumberdaya alam secara memadai, yang dapat diandalkan sebagai sumber kehidupan masyarakat agar tidak dirugikan secara ekonomi maupun ekologi. Keterkaitan fungsi produksi untuk kepentingan ekonomi dan fungsi lingkungan untuk kelestarian ekologi sangat erat. Penurunan fungsi lingkungan biasanya akan diikuti oleh penurunan produksi dari sumber lingkungan tersebut. Oleh karena itu fungsi keduanya harus diperhatikan dalam perencanaan pengembangan wilayah. Berdasarkan gambaran dan datadata di atas terlihat bahwa potensi pertanian, terutama tanaman pangan padi sawah cukup dominan peranannya dan sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu hal terpenting adalah untuk ketahanan pangan wilayah maupun regional. Hal ini sesuai dengan tujuan pengembangan produksi padi nasional yaitu untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang terus meningkat, baik sebagai bahan pangan maupun sebagai bahan baku industri. Targetnya adalah

21 4 swasembada berkelanjutan dan peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan nilai tambah untuk masyarakat khususnya petani. Perumusan Masalah Salah satu program sektor pertanian dalam kaitannya dengan tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan ketahanan pangan, dimana diharapkan dapat tercapainya swasembada beras. Dalam hal ini dilakukan upaya peningkatan produksi beras untuk mengimbangi peningkatan jumlah penduduk yang terus bertambah. Salah satu cara untuk mencapai target tersebut adalah dengan perluasan areal sawah. Namun luas lahan sawah di pulau Jawa sebagai sentra produksi beras selama ini terus mengalami penyusutan karena konversi lahan. Akibatnya alternatif untuk perluasan areal sawah yang dapat dilakukan adalah di luar pulau jawa, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Di Kalimantan Selatan lahan yang mempunyai luasan besar dan berpotensi untuk dikembangkan adalah lahan rawa lebak. Agar pengembangan lahan untuk padi sesuai dengan daya dukungnya untuk keberlanjutan budidaya, maka diperlukan arahan pengembangan yang memperhatikan kepentingan ekonomi maupun ekologi. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan pokok dirumuskan dalam pertanyaanpertanyaan berikut : a. Apakah lahan yang ada menunjang untuk budidaya padi dan bagaimana keberlanjutannya? b. Bagaimana penatagunaaan lahan yang harus dilakukan untuk pengembangan wilayah sentra produksi padi dan wilayah yang harus tetap dipertahankan sebagai wilayah konservasi (lindung) untuk menjaga keberlanjutan budidaya? c. Bagaimana prioritas arahan pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara? Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui potensi lahan yang ada apakah menunjang untuk budidaya padi; 2. Mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif;

22 5 3. Mengetahui penatagunaaan lahan yang harus dilakukan untuk pengembangan wilayah sentra produksi padi dan wilayah yang harus tetap dipertahankan sebagai wilayah konservasi (lindung) untuk menjaga keberlanjutan budidaya; 4. Merumuskan prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan untuk kebijakan program ketahanan pangan di Kabupaten Hulu Sungai Utara; 2. Sebagai masukan dalam menentukan arahan pengembangan padi untuk peningkatan produksi; 3. Sebagai masukan dalam penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

23 TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Prinsip ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan dengan basis pendekatan penataan ruang wilayah. Pembangunan berkelanjutan dengan prinsip seperti ini harus dijadikan tujuan utama bagi pembuat keputusan kebijakan public untuk setiap tingkatan pemerintahan yang berbeda tipenya (Francis, 2001 diacu dalam Djakapermana, 2010). Dalam pengembangan wilayah, perlu terlebih dahulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah (strategic landuse development planning). Perencanaan penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian keadaan/kondisi lahan, potensi, dan pembataspembatas suatu daerah tertentu (Djakapermana, 2010). Menurut Rustiadi et al. (2006) pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spasial, serta antar pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Pembangunan sendiri pada dasarnya dapat dianggap sebagai proses perubahan yang disusun secara sengaja dan terencana untuk mencapai situasi yang sendinya terdapat proses perencanaan. Pembangunan dipandang sebagai suatu proses dimana terdapat saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut.

24 7 Lahan Rawa Lebak dan Pemanfaatannya Menurut Noor (2007) rawa lebak diartikan sebagai kawasan rawa dengan bentuk wilayah berupa cekungan dan merupakan wilayah yang dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai (levee) atau antara dataran tinggi dengan tanggul sungai. Lahan rawa lebak memiliki topografi berupa cekungan dan merupakan dataran banjir dengan masa genangan lebih panjang. Pengaruh arus pasang surut dari air laut sangat lemah bahkan hampir nihil. Ketentuan umum untuk dikategorikan sebagai rawa lebak adalah apabila genangan air minimal 50 cm dan lamanya genangan minimal 3 bulan. Bentang alam (landscape) wilayah rawa lebak meliputi wilayah tanggul sungai, dataran banjir (floodplain) sampai lahan burit (hinterland), termasuk sebagian wilayah rawa pedalaman atau rawa belakang (back swamp). Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 13,28 juta ha yang terdiri atas lebak dangkal 4,167 juta ha, lebak tengahan 6,075 juta ha, dan lebak dalam 3,038 juta ha. Lahan lebak yang berpotensi untuk areal pertanian diperkirakan seluas 10,19 juta ha tetapi yang dibuka baru seluas 1,55 juta ha sedangkan yang dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 0,729 juta ha. Dari lahan yang telah dimanfaatkan tersebut, yang ditanami padi hanya sekitar ha dan yang ditanami padi 2 kali setahun baru sekitar ha. Dengan demikian masih terdapat areal lahan sangat luas yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian (Alihamsyah, 2005). Lahan rawa lebak ini utamanya tersebar di tiga pulau besar yaitu Sumatra, Kalimantan dan Papua. Sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan sebagian kecil Pulau Jawa. Namun dari luasan rawa lebak 13,28 juta hektar tersebut baru 730 ribu hektar yang telah direklamasi dan dimanfaatkan umumnya untuk pertanian, sisanya masih berupa lahan hutan atau rawa monoton (Balittra, 2001 diacu dalam Noor, 2007). Berbagai hasil penelitian dan pengalaman dalam pengembangan lahan lebak memperlihatkan bahwa lahan tersebut memiliki potensi dan prospek yang besar untuk dijadikan lahan pertanian guna mendukung tercapainya tujuan pembangunan pertanian, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan dan diversifikasi produksi, pengembangan agribisnis dan agroindustri, peningkatan lapangan kerja dan kesejahtetaan masyarakat. Menurut Alihamsyah (2005) peningkatan produksi tanaman pangan di lahan lebak dapat dilakukan melalui : (a) peningkatan produktivitas lahan dan intensitas pertanaman pada areal yang sudah diusahakan dengan menerapkan teknologi

25 8 pengelolaan lahan dan tanaman terpadu, dan (b) perluasan areal tanaman pada areal lahan tidur dan pembukaan lahan baru melalui penerapan teknologi reklamasi lahan. Ditinjau dari aspek potensi, secara umum lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan pasang surut, oleh karena tanah lahan lebak tersusun dari endapan sungai (fluviatil), yang tidak mengandung bahan sulfidik/pirit. Terkecuali tentunya pada zona peralihan antara lahan lebak dan lahan pasang surut. Bagian yang potensial untuk pertanian dari lahan lebak adalah pematang (atau lebak dangkal), dan lebak tengahan, yang umumnya dijadikan persawahan lebak dengan pertanaman palawija dan sayuran pada galengan sawah, atau di bagian guludan/bedengan pada sistem surjan, terutama pada lebak pematang. Sementara lebak dalam, karena bentuknya mirip suatu cekungan, kondisi airnya relatif masih tetap dalam walaupun di musim kemarau, sehingga lebih sesuai untuk budidaya perikanan tawar (Subagyo, 2006). Menurut Adimihardja et al. (2006) dalam pengelolaan lahan rawa ada dua prinsip yang harus dipertimbangkan, yaitu (a) apakah lahan rawa akan direklamasi secara total (total reclaimed) atau (b) hanya direklamasi sebagian (minimum disturbance). Kedua prinsip tersebut perlu ditetapkan sebelum memutuskan untuk mengelola lahan rawa, baik untuk pertanian, pemukiman transmigran maupun untuk penggunaan yang lainnya. Strategi yang akan dikembangkan di dalam mengelola lahan rawa berbeda antara kedua prinsip tersebut. Selain sebagai sumber pertumbuhan produksi pertanian, rawa lebak juga mempunyai fungsi lingkungan, antara lain sebagai pengendali banjir, pengendali kekeringan, penyimpan dan pendaur air, penawar pencemaran lingkungan, dan penghasil bahan bakar (kayu arang, gambut). Manfaat rawa ini sebagai penyangga lingkungan, sehingga rawa sejatinya harus ditempatkan dalam suatu rancangan pengelolaan terpadu antara dua kepentingan yang saling menguntungkan, antara kepentingan produksi dengan kepentingan ekologi atau lingkungan sehingga tercapai upaya pengembangan yang seimbang dan berkelanjutan (Noor, 2007). Ketahanan Pangan Ketahanan pangan telah menjadi isu sentral dalam kerangka pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Peningkatan ketahanan

26 9 pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan, karena pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, sehingga pangan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional (Wiganda, 2004). Ketahanan pangan merupakan terjemahan dari food security mencakup banyak aspek dan luas, sehingga setiap orang mencoba menerjemahkan sesuai dengan tujuan dan ketersediaan data. Definisi ketahanan pangan berubah dari satu periode waktu ke periode waktu lainnya. Pada tahun 1970an ketahanan pangan lebih banyak memberikan perhatian pada ketersediaan pangan tingkat global dan nasional. Sementara pada tahun 1980an ketahanan pangan beralih ke akses pangan pada tingkat rumah tangga dan individu (Wiganda, 2004). Pengertian ketahanan pangan yang mencakup aspek lebih luas dan bersifat universal dicetuskan dalam siding komisi ketahanan pangan FAO pada tahun 1991 yang mendefinisikan bahwa : Ketahanan pangan adalah suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat, dan setiap individu memiliki akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi. Berdasarkan definisi tersebut, maka permasalahan substantif ketahanan pangan tidak hanya mencakup aspek kuantitas ketersediaan pangan secara memadai, tetapi menyangkut pula aspek stabilitas ketersediaan pangan menurut waktu dan aspek aksesibilitas penduduk terhadap bahan pangan yang dibutuhkan (Soetrisno, 1998). Kesesuaian Penggunaan Lahan Sumberdaya lahan adalah bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, termasuk keadaan vegetasi alam yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Hal ini dapat menentukan tipe penggunaan lahan yang akan dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah dilihat dari karakteristik dan kualitas lahan. Aktifitas pengelolaan sumberdaya lahan pada dasarnya merupakan upaya penyesuaian antara kondisi lahan yang ada dengan persyaratan bagi komoditas pertanian (Sitorus, 2004a). Untuk itu perlu pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang

27 10 akan diterapkan, dengan sifatsifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan (Land evaluation atau Land Assesment) adalah menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan perlu memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tataguna lahan. Sitorus (2004b) mengemukakan bahwa metode evaluasi lahan secara langsung untuk keperluan pertanian pada dasarnya dilakukan melalui percobaan, pengumpulan dan pengolahan data hasil tanaman atau pengukuran komponen produktifitas pertanian lainnya. Produktivitas dapat diukur melalui pengumpulan data hasil tanaman yang umum dibudidayakan atau melalui penghitungan keuntungan kegiatan usaha tani pada sebidang lahan tertentu. Hasil evaluasi lahan ini menurut Ritung et al. (2007) akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Pelaksanaan evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu : tingkat tinjau dengan skala kecil hingga 1 : , semi detil dengan skala 1 : sampai 1 : , dan detil dengan skala 1 : sampai 1 : atau lebih besar. Menurut Ritung et al. (2007) evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan untuk memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usahausaha perbaikan. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah. Isu utama dalam evaluasi lahan adalah menjawab pertanyaan yaitu lahan manakah yang terbaik untuk suatu jenis penggunaan lahan dan penggunaan lahan apa yang terbaik untuk suatu lahan tertentu. Adanya hasil evaluasi lahan dapat dijadikan dasar untuk memilih komoditas pertanian alternatif yang

28 11 dikembangkan. Menurut Sitorus (2004b) pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keteranganketerangan yang menyangkut tiga aspek utama yaitu : lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomis. Lebih jauh dijelaskan bahwa manfaat mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensikonsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Pemanfaatan SIG dalam Perencanaan Penggunaan Lahan Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Barus dan Wiradisastra adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan data yang bereferensi ke bumi. Dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Peranan Sistem Informasi Geografi (SIG) dewasa ini semakin penting diberbagai aspek kehidupan. Melalui SIG berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis serta dikaitkan dengan letaknya di muka bumi. Menurut Danudoro (2006) SIG tumbuh sebagai respon atas kebutuhan akan pengelolaan data keruangan yang lebih efisien dan mampu menyelesaikan masalahmasalah keruangan. Secara garis besar perkembangan SIG dipicu oleh setidaktidaknya tiga hal utama, yaitu : (a) perkembangan teknologi komputer dan sistem informasi, (b) perkembangan metode analisis spasial di bidang geografi dan ilmu keruanngan lainnya, dan (c) tuntutan kebutuhan aplikasi yang menginginkan kemampuan pemecahan masalah di bidang masingmasing, yang terkait dengan aspek keruangan (spasial). Aplikasi SIG banyak digunakan untuk berbagai hal seperti pengelolaan penggunaan lahan di bidang pertanian, kehutanan, perencanaan tata ruang maupun pemukiman beserta sarana prasarananya. Hal ini dikarenakan daya tarik SIG yang terkomputerisasi yang menyebabkan SIG dapat dimanfaatkan oleh berbagai instansi. Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) beberapa daya tarik itu adalah sebagai berikut : (a) kemudahan memperbaharui dan memperbaiki peta, (b) kemampuan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keperluan, (c)

29 12 kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai data termasuk data digital dan data penginderaan jauh, (d) potensi untuk pemetaan perubahan melalui program pemantauan, dan (e) kemampuan untuk mengintegrasikan pemodelan. Prioritas Pembangunan Sektor prioritas merupakan sektor basis yang memiliki potensi optimal dalam pembangunan daerah. Sektor prioritas atau sektor strategis merupakan sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan aspek spasialnya, mengingat besarnya sumbangan sektor prioritas dalam perekonomian wilayah maka programprogram pembangunan diarahkan kepada sektor ini untuk memperoleh hasil pembangunan yang optimal (Anwar dan Rustiadi, 2000). Menurut Rustiadi et al. (2009) dalam suatu perencanaan pembangunan selalu diperlukan adannya skala prioritas pembangunan sebagai akibat keterbatasan sumberdaya yang tersedia, dimana dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa : (1) setiap sektor memiliki sumbangan yang langsung maupun tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaransasaran pembangunan baik penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional dan lainlain, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektorsektor lain dengan karakteristik yang berbedabeda, (3) aktifitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya alam, buatan (infrastruktur) dan social yang ada.

30 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mengelola sumberdaya yang dimiliki. Untuk itu dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan potensi wilayah dan berbagai faktor seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, teknologi dan kelembagaan. Pengembangan wilayah diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu diperhatikan prioritas sektorsektor yang semestinya dikembangkan, yaitu yang mampu memberikan kontribusi besar bagi pembangunan wilayah. Sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sektor pertanian khususnya padi sebagai tanaman pangan yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Potensi pengembangan padi yang besar ini karena adanya lahan rawa lebak yang masih sangat luas dan belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu diperlukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi dan menganalisis pengembangan wilayah untuk perluasan lahan padi berdasarkan pada potensi wilayah yang mengacu pada tiga aspek yaitu aspek spasial, aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi. Aspek spasial berhubungan dengan lahan yang diprioritaskan dalam pengembangan wilayah berdasarkan potensi pertanian padi. Aspek biofisik merupakan lahan yang sesuai secara aktual maupun potensial untuk padi berdasarkan kesesuaian lahan. Aspek sosial ekonomi adalah aspek yang menyangkut input dalam produksi padi termasuk sarana/prasarana sehingga usaha tani padi dinilai menguntungkan. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Dalam melakukan budidaya padi di lahan rawa lebak kesesuaian lahan sangat tergantung dari fluktuasi air yang terjadi pada setiap bulannya. Untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan padi di rawa lebak ini dilakukan klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian Balai Besar Penelitian Tanah Departemen Pertanian Tahun Data yang digunakan untuk klasifikasi ini adalah peta jenis tanah tingkat sub group dengan skala 1 : Dalam hal ini

31 14 dilakukan overlay dan query terhadap peta jenis tanah dan peta ketebalan gambut, sehingga dihasilkan peta kesesuaian lahan. Setelah diketahui wilayah yang sesuai untuk budidaya padi dan dibuat peta kesesuaian lahannya dilakukan overlay dengan peta penggunaan lahan saat ini (landuse existing). Penentuan wilayah yang menjadi prioritas pengembangan padi menggunakan pendekatan basis ekonomi dengan analisis Location Question (LQ). Dengan analisis ini didapatkan kecamatan yang menjadi basis produksi padi dan nonbasis dengan indikator luas tanam pertanian tanaman pangan. Bila hasil LQ suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut merupakan wilayah yang cocok untuk pengembangan pertanian padi (wilayah basis), demikian sebaliknya. Analisis SWOT digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan berdasarkan analisis penulis dan mengkombinasikan dengan pendapat berbagai kalangan terutama para pembuat kebijakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari sini didapatkan arahan prioritas pengembangan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan. Dalam penentuan areal pengembangan wilayah untuk produksi padi juga diperhatikan wilayah konservasi yang harus dilindungi demi keberlanjutan produksi pertanian dan kelestarian lingkungan. Hal yang paling berperan dalam hal ini adalah wilayah gambut. Untuk itu dilakukan analisis wilayah yang harus dilindungi (konservasi) berdasarkan data penggunaan lahan existing, kondisi kesatuan hidrologis gambut dan keadaan wilayah (spasial dan biofisik) dengan memperhatikan kawasan lindung gambut, sempadan sungai, dan sempadan danau. Dalam hal ini harus dilihat satu kesatuan wilayah fungsional daerah aliran sungai dan sekitarnya. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dipetakan wilayah mana saja yang dapat dikembangkan untuk pertanian padi dalam rangka peningkatan produksi untuk ketersediaan pangan lokal, regional maupun nasional, serta wilayah mana saja yang harus tetap dipertahankan sebagai kawasan lindung (konservasi). Hasilnya diharapkan dapat menjadi arahan kebijakan dalam pengembangan lahan untuk meningkatkan produksi padi dan berkontribusi dalam swasembada pangan nasional. Secara skematik kerangka pemikiran ini digambarkan pada Gambar 1.

32 15 Citra Alos Potensi Wilayah Penggunaan Lahan Existing (Landuse/Landcover) Aspek Spasial Aspek Biofisik Aspek Sosial Ekonomi Analisis Wilayah yang harus dilindungi (Konservasi) Peta jenis tanah Peta ketebalan gambut Pengamatan lapangan Wawancara dengan penduduk setempat Analisis wilayah basis/sentra Wilayah yang harus dilindungi (Konservasi) Analisis Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Padi Sentra Wilayah Komoditas Padi Sesuai aktual Tidak Sesuai Perbaikan faktor pembatas Sesuai potensial Tidak Sesuai Survey responden Areal Pengembangan Wilayah untuk Produksi Padi Analisis SWOT Arahan : Wilayah Pengembangan Budidaya Padi Wilayah konservasi untuk keberlanjutan budidaya dan kelestarian lingkungan Prioritas kebijakan dalam pengembangan padi Gambar 1 Diagram alur kerangka pikir penelitian.

33 16 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan yang secara geografis terletak pada 2 o 17 sampai 2 o 33 Lintang Selatan dan antara 114 o 52 sampai 115 o 24 Bujur Timur. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus Desember Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara : a. Studi data sekunder Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta instansiinstansi lain yang berkompeten dengan datadata yang diperlukan. Datadata tersebut diantaranya adalah Peta administrasi, Peta jenis tanah, data luas lahan dan produksi pertanian tanaman padi serta data pokok Kab. Hulu Sungai Utara. b. Wawancara, pengisian kuesioner dan ground check Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak dan stakeholder, diantaranya pihak pemerintah (Bappeda, Dinas Pertanian TPH, Dinas Perkebunan, Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan), petani, pengusaha penggilingan padi serta tokoh masyarakat. Metode Analisis Data Untuk mengetahui arahan pengembangan wilayah yang berpotensi untuk budidaya pertanian, terlebih dahulu harus tahu gambaran umum potensi dan karakteristik daerah berdasarkan datadata sekunder yang terkumpul. Dari data yang terkumpul kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sehingga akan menjawab permasalahan yang diangkat. Matriks analisis penelitian disajikan pada Tabel 2, sedangkan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

34 17 Tabel 2 Matriks analisis penelitian No. Tujuan Metode Analisis Data Output 1. Mengklasifikasikan penggunaan lahan tahun 2010 On screen digitation Citra ALOS AVNIR, Landsat dan Geoeye (Google Earth) Peta penggunaan lahan tahun Mengidentifikasi potensi lahan untuk pemanfaatan lahan padi Analisis kesesuaian lahan Peta jenis tanah Peta gambut Peta penggunaan lahan tahun 2010 Peta kesesuaian lahan padi aktual Peta kesesuaian lahan padi potensial Peta potensi pengembangan lahan padi 3. Mengidentifikasi wilayah yang harus dilindungi (konservasi) Analisis wilayah yang harus dilindungi (konservasi) Peta penggunaan lahan tahun 2010 Peta gambut Datadata pendukung (sempadan sungai, sempadan danau) Peta wilayah konservasi 4. Mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif Analisis Location Question (LQ) Luas areal tanam tanaman pangan per kecamatan tahun 2009 Mengetahui wilayah basis komoditas padi 5. Merumuskan prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kab. HSU Analisis SWOT Data hasil kuesioner dan wawancara dengan pihak pemerintah dan stakeholder. Mengetahui wilayah pengembangan padi dan merumuskan alternatif kebijakannya.

35 18 Peta Jenis Tanah Peta Gambut Citra ALOS AVNIR Landsat Geoeye Wilayah Gambut Sempadan Sungai Sempadan Danau Analisis kesesuaian lahan (overlay, dll) Klasifikasi Kelas kesesuaian lahan padi aktual Peta Penggunaan Lahan Existing (LULC) Kelas kesesuaian lahan padi potensial Peta potensi pengembangan padi Sentra produksi Padi (Analisis LQ) Peta basis pengembangan padi Wilayah Konservasi Peta Potensi pengembangan padi berdasarkan kesesuaian lahan, wilayah konservasi, penggunaan lahan existing Analisis SWOT Peta penatagunaan lahan untuk wilayah pengembangan budidaya padi dan wilayah konservasi Prioritas kebijakan dalam pengembangan padi Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.

36 19 Beberapa analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Analisis Kesesuaian Lahan Rawa Lebak Analisis ini menilai kesesuaian lahan padi pada rawa lebak. Untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan padi di rawa lebak ini dilakukan klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian Balai Besar Penelitian Tanah Departemen Pertanian tahun Data yang digunakan untuk klasifikasi ini adalah peta jenis tanah tingkat sub group dengan skala 1 : Dalam hal ini dilakukan overlay dan query terhadap peta jenis tanah dan peta ketebalan gambut, sehingga dihasilkan peta kesesuaian lahan aktual. Setelah diketahui wilayah yang sesuai untuk budidaya padi dan dibuat peta kesesuaian lahannya dilakukan overlay (tumpang tindih) dengan peta administrasi skala 1: Adapun untuk kesesuaian lahan potensial pengembangan padi dilakukan dengan menaikkan kelas kesesuaian yang memungkinkan untuk dinaikkan satu tingkat karena faktor pembatas yang masih dimungkinkan untuk diatasi. Secara teknis hal yang dilakukan sama seperti analisis kesesuaian lahan aktual. Untuk melihat potensi pengembangan dilakukan overlay antara peta kesesuaian lahan potensial dengan peta penggunaan lahan existing tahun 2010 yang diperoleh berdasarkan hasil klasifikasi landuse/landcover dari citra ALOS AVNIR, landsat dan geoeye (google earth) dan hasil pengamatan serta wawancara di lapangan. Dalam hal ini dilakukan dengan memetakan lahan sawah yang sudah eksisting dan lahanlahan selain sawah yang berpotensi untuk pengembangan padi yaitu belukar rawa dan rawa. b. Analisis Wilayah Konservasi Analisis ini dilakukan untuk menentukan wilayah yang harus tetap dilindungi untuk menjaga kelestarian lingkungan terutama ketersedian air ketika kemarau dan wilayah yang dapat menjadi resapan air ketika musim hujan. Untuk menentukan wilayah ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan data kesatuan hidrologis yang tidak hanya mempertimbangkan wilayah administrasi. Dalam melakukan analisis ini dilihat peta kesatuan hidrologis gambut yang ada di sepanjang Sungai Barito hingga Sungai Paminggir. Daerah yang harus dilindungi adalah gambut dalam dan kubah gambut (sesuai dengan data atribut yang tersedia pada peta) serta daerah

37 20 sempadan sungai dan sempadan danau. Kawasan lindung gambut, sempadan sungai dan sempadan danau yang akan dijadikan wilayah lindung mengacu kepada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Dalam hal ini dilakukan query terhadap kawasan hidrologis gambut yang mempunyai ketebalan gambut sesuai untuk kawasan lindung. Untuk sempadan sungai dan danau dilakukan buffer terhadap sungai dan danau dengan jarak yang sesuai dengan aturan di atas. c. Analisis Location Question (LQ) Analisis LQ digunakan untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas dan menunjukkan peranan sektor dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi suatu wilayah. Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (luas panen atau luas tanam), produksi atau produktivitas (Hendayana, 2003). Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relative seragam, (2) polapola aktivitas bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Nilai LQ diketahui dengan rumus sebagai berikut : Dimana : i j = Nilai LQ untuk aktivitas kej di wilayah kei = derajat aktivitas ke j pada wilayah kei = derajat aktivitas total pada wilayah kei = derajat aktifitas kej pada total wilayah = derajat aktifitas total wilayah = wilayah/kecamatan yang diteliti = aktivitas ekonomi yang dilakukan Metode LQ pada penelitian ini digunakan untuk : Menganalisis keunggulan komparatif sub sektor tanaman pangan pertanian di tiap wilayah (kecamatan). Menganalisis komoditas tanaman pangan (padi) masingmasing kecamatan terhadap total wilayah kabupaten dengan menggunakan data luas lahan tanaman padi.

38 21 Interpretasi hasil analisis adalah sebagai berikut : Jika nilai > 1, komoditi tanaman pangan kei memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) Jika nilai < 1, komoditi tanaman pangan kei tidak memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) d. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna merumuskan strategi atau kebijakan, dimana analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan (Rangkuti, 2008). Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Menurut Iskandarini (2002), proses penyusunan strategis dengan metode SWOT dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap analisis masukan, tahap analisis pencocokan, dan tahap analisis pengambilan keputusan. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada. Tahap pertama (tahap analisis masukan) yaitu tahap yang mengumpulkan data, melakukan pengklasifikasian dan praanalisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data internal dan data eksternal yang mempengaruhi usaha pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Hasil analisis faktor internal dan eksternal diberi nilai yang dibuat dalam bentuk matriks. Setiap unsur kekuatan (strength), peluang (opportunity), kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) diberi nilai 4 (sangat penting), nilai 3 (penting), nilai 2 (agak penting), dan nilai 1 (kurang penting).

39 22 Tahap kedua adalah tahap analisis pencocokan yaitu tahap yang mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap pengembangan wilayah berdasarkan potensi pertanian padi dengan menyusun hasil inventarisasi faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang akan dimasukkan dalam faktor internal dan faktor eksternal. Langkah berikutnya adalah pencocokan dengan menggunakan matriks SWOT (Tabel 3). Tabel 3 Matriks SWOT Eksternal Internal Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness) Peluang (Oppurtunity) Strategi SO Strategi WO Ancaman (Threat) Strategi ST Strategi WT Dari hasil analisis pencocokan faktor internal dan eksternal, diperoleh empat tipe strategi yaitu: 1. Strategi SO, menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan memanfaatkan peluangpeluang yang ada 2. Strategi WO, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada 3. Strategi ST, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasai ancaman 4. Strategi WT, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahankelemahan intemal serta menghindar dari ancamanancaman lingkungan. Tahap ketiga yaitu tahap analisis pengambilan keputusan. Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih yang mungkin dapat diimplementasikan. Teknik analisis yang dipakai yaitu menyusun daftar prioritas yang harus diimplementasikan. Adapun tahapan analisis adalah sebagai berikut : Tahap 1 : Memahami situasi dan informasi yang ada Tahap 2 : Memahami permasalahan yang terjadi baik masalah yang bersifat umum maupun spesifik

40 23 Tahap 3 Tahap 4 :Menciptakan berbagai alternatif dan memberikan berbagai alternatif pemecahan : Evaluasi pilihan alternatif dan pilih alternatif yang terbaik. Analisis SWOT digunakan untuk memperoleh alternatif strategi kebijakan arahan pengembangan budidaya padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

41 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Kabupaten Hulu Sungai Utara memiliki luas wilayah seluruhnya 892,7 km persegi atau hanya 2,38 % dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Secara umum Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat 2 sampai 3 Lintang Selatan dan 115 sampai 116 Bujur Timur. Adapun batasbatas wilayahnya adalah sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan kabupaten Tabalong; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah; sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Balangan; dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. Dari total luas wilayah yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sebagian besar terdiri atas dataran rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun yang tergenang secara periodik. Kurang lebih 570 km persegi adalah merupakan lahan rawa dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal. Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai secara administrasi wilayah terbagi dalam 10 kecamatan, dengan 219 desa dan 5 kelurahan yang ada seperti yan terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nama kecamatan, desa/kelurahan dan luas wilayah No Kecamatan Ibukota Kecamatan Jumlah Desa/ Kelurahan Luas Wilayah (km 2 ) Danau Panggang B a b i r i k Sungai Pandan Amuntai Selatan Amuntai Tengah B a n j a n g Amuntai Utara Haur Gading Sungai Tabukan Paminggir Danau Panggang B a b i r i k A l a b i o Telaga Silaba A m u n t a i B a n j a n g Sungai Turak Haur Gading Sungai Tabukan Paminggir ,49 77,44 45,00 183,16 57,00 41,00 45,09 34,15 29,24 156,13 J U M L A H ,70 Sumber : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009

42 25 Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara

43 26 Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan wilayah yang terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 07 m dari permukaan laut. Daerah yang tersisa dari pemekaran wilayah dengan Kabupaten Balangan adalah daerah yang didominasi oleh lahan rawa baik yang tergenang terusmenerus maupun tergenang secara periodik. Adapun untuk kelerengan tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara hanya ada satu, yaitu kelas lereng yaitu 0 2% untuk seluruh luas wilayah, sehingga dapat dikatakan bahwa Kabupaten Hulu Sungai Utara mempunyai lahan yang landai pada seluruh wilayah. Kelas lereng ini sangat cocok untuk budidaya pertanian. Drainase tanah perlu diketahui untuk menentukan dan memilih jenis komoditi yang akan dibudidayakan dalam bidang pertanian. Drainase tanah terdiri dari tiga kelas, yaitu tidak pernah tergenang (A), tergenang periodik (B), dan tergenang terusmenerus (C). Drainase tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang paling dominan adalah tergenang secara periodik yang mencapai luas ha atau 98,48% dari luas wilayah. Sedangkan yang tergenang terusmenerus seluas ha atau 1,39% dari luas wilayah, yang terdapat di Kecamatan Danau Panggang dan Amuntai Selatan, dan yang tidak pernah tergenang hanya terdapat di Kecamatan Amuntai Utara seluas 115 ha atau 0,13% dari luas wilayah. Tabel 5 Drainase tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Drainase Tanah (ha) Kecamatan A B C Jumlah (ha) Danau Panggang Paminggir B a b i r i k Sungai Pandan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah B a n j a n g Amuntai Utara Haur Gading Jumlah Sumber : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009

44 27 Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara termasuk baik, hal ini terlihat dari besarnya luas tanah yang memiliki kedalaman efektif lebih dari 90 cm yaitu mencapai ha atau 60,88% dari luas wilayah. Pada kondisi ini semua tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kedalaman efektif tanah cm seluas 850 ha atau 0,95% dari luas wilayah, dapat dimanfaatkan untuk budidaya kering dan basah. Sedangkan kedalaman efektif tanah cm, seluas ha atau 38,37% dari luas wilayah, dapat dimanfaatkan untuk budidaya basah dan kering, tetapi hanya untuk jenis tanaman tertentu. Luas kedalaman efektif tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 6 Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kedalaman Efektif Tanah (ha) K e c a m a t a n cm cm > 90 cm Jumlah (ha) Danau Panggang dan Paminggir B a b i r i k Sungai Pandan dan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah B a n j a n g Amuntai Utara dan Haur Gading J u m l a h Sumber : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009 Ada 4 (empat) jenis tanah yang terdapat di kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu kompleks podsolik merah kuning dan latosol, podsolik merah kuning, alluvial, dan organosol gleihumus. Tabel berikut menggambarkan persebaran jenis tanah pada masingmasing kecamatan di Hulu Sungai Utara.

45 28 Tabel 7 Persebaran jenis tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Jenis Tanah (ha) K e c a m a t a n Jumlah (ha) Danau Panggang dan Paminggir B a b i r i k Sungai Pandan dan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah B a n j a n g Amuntai Utara dan Haur Gading J u m l a h Sumber data : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009 Keterangan : 1 : kompleks podsolik merah kuning dan latosol 2 : podsolik merah kuning 3 : alluvial 4 : organosol gleihumus Secara keseluruhan jenis tanah yang terbanyak ditemukan di kabupaten Hulu Sungai Utara adalah alluvial yakni seluas ha. Jenis tanah alluvial ini terdapat pada seluruh kecamatan yang ada dimana yang terluas di kecamatan Danau Panggang dan Paminggir seluas ha. Pada kecamatan lain juga umumnya didominasi oleh jenis tanah ini dibandingkan dengan jenis tanah lainnya. Jenis tanah lainnya yang agak dominan selain alluvial adalah organosol gleihumus yang terdapat di kecamatan Amuntai Utara seluas 595 ha, Amuntai Selatan seluas ha, dan Danau Panggang dengan luas persebaran ha. Untuk jenis tanah kompleks podsolik merah kuning dan latosol hanya terdapat di kecamatan Amuntai Utara seluas 605 ha, dan jenis tanah podsolik merah kuning terdapat hanya di Amuntai Tengah dengan luas ha. Keadaan hidrologi di Kabupaten Hulu Sungai Utara mempunyai potensi yang cukup baik untuk dikembangkan. Hal ini ditunjang dengan beberapa sungai besar yang melintasi daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang dijadikan sarana transportasi bagi masyarakat baik antar kabupaten maupun antar

46 29 propinsi. Selain itu air sungai digunakan sebagai sumber air untuk keperluan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sungaisungai besar yang mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar bagi masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah Sungai Tabalong (mengalir dari arah Kabupaten Tabalong), Sungai Balangan (mengalir dari arah Kabupaten Balangan) dan Sungai Nagara serta sungaisungai kecil lainnya. Kependudukan Berdasarkan data dari BPS kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2009, jumlah penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara berjumlah jiwa yang tersebar pada 10 kecamatan, 219 desa/kelurahan dan terdiri dari rumah tangga. Pada tabel berikut dapat dilihat penyebaran penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara berdasarkan masingmasing kecamatan. Tabel 8 Jumlah rumah tangga dan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 Kecamatan Danau Panggang B a b i r i k Sungai Pandan Amuntai Selatan Amuntai Tengah B a n j a n g Amuntai Utara Haur gading Sungai Tabukan Paminggir Rumah Tangga Lakilaki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah Penduduk J u m l a h Sumber data : BPS Kab. Hulu Sungai Utara, 2009 Kecamatan Amuntai Tengah yang merupakan ibukota kabupaten Hulu Sungai Utara berpenduduk sebesar jiwa yang tersebar di 5 kelurahan dan 24 desa merupakan kecamatan berpenduduk terpadat dibanding kecamatan lainnya. Daya tarik sebagai ibukota kabupaten merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya penduduk yang bermukim di daerah ini. Kecamatan Sungai

47 30 Pandan merupakan kecamatan berpenduduk terpadat kedua dengan jumlah penduduk sebesar jiwa, dan diikuti oleh kecamatan Amuntai Selatan sebagai kecamatan ketiga terpadat dengan jumlah penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara. Kecamatan Paminggir merupakan kecamatan berpenduduk paling sedikit yakni masingmasing berjumlah jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk dengan jenis kelamin lakilaki lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 98,59. Dari total luas wilayah di kabupaten Hulu Sungai Utara, maka terdapat kepadatan penduduk ratarata per km 2 adalah sebesar 236 jiwa. Pertumbuhan penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara selama 11 tahun terakhir relatif kecil. Dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2005 terjadi pertambahan jumlah penduduk di bawah 1% pertahun, kecuali pada tahun 2003 terjadi pertumbuhan yang cukup besar mencapai 3,33%. Ketenagakerjaan Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) sekitar 73,90% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah tersebut 70,36% adalah mereka yang bekerja sedangkan 3,54% merupakan pengangguran yang didalamnya adalah termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, dan mereka yang sudah mendapat pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) didefinisikan sebagai perbandingan antara penduduk yang terlihat dengan kegiatan ekonomi atau yang disebut angkatan kerja (berumur 15 tahun ke atas). Sedangkan Tingkat Pengagguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan antara penduduk yang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja. Besar kecilnya TPAK dan TPT dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain struktur umur, tingkat pendidikan dan kesempatan kerja. TPAK Hulu Sungai Utara adalah sebesar 73,90%, dimana TPAK perempuan ( 65,11% ) lebih kecil dibanding TPAK lakilaki ( 83,64% ). Hal ini kemungkinan disebabkan karena penduduk perempuan lebih banyak memilih tugas sebagai ibu rumah tangga, selain itu karena ratarata pendidikan penduduk perempuan yang lebih rendah dari penduduk lakilaki, lebih membatasi peluang perempuan untuk bersaing dengan lakilaki di pasar kerja. Lapangan kerja yang semakin sempit mengakibatkan banyak angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan kerja. Jika masalah pengagguran ini

48 31 tidak mendapat perhatian yang serius, maka bisa menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat di samping sulitnya mencapai keberhasilan pembangunan / kesejahteraan masyarakat. Pendapatan Regional Kondisi perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumberdaya alam yang dimiliki dan kemampuan daerah tersebut untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Semua kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka pembangunan dilaksanakan. Hasil yang dapat dilihat salah satunya melalui PDRB. Berikut adalah PDRB Kabupaten Hulu Sungai Utara dari tahun 2006 hingga Tabel 9 PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan kabupaten Hulu Sungai Utara tahun dalam ribuan rupiah. Lapangan Usaha Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik dan air minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Bank & Lembaga Keuangan lainnya 9. Jasajasa TOTAL PDRB Sumber data : BPS Kab. Hulu Sungai Utara, 2010 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi pertambahan pendapatan PDRB kabupaten Hulu Sungai Utara dari tahun 2006 sampai 2009 berdasarkan harga konstan, hal yang sama juga terjadi berdasarkan atas harga berlaku. Dari sini juga dapat dilihat bahwa struktur perekonomian di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang menduduki peringkat tertinggi, disusul kemudian dengan lapangan usaha di bidang perdagangan, hotel dan restoran serta jasajasa lain.

49 32 Potensi Sektor Pertanian No Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan kondisi wilayahnya yang banyak digenangi oleh rawa baik yang tergenang secara monoton atau secara periodik (pasang surut) memerlukan pengaturan kedalaman air untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Selama ini telah banyak digunakan sistem polder untuk mengatur elevasi air sesuai dengan kebutuhan penggunaan lahan yang akan diusahakan. Di kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat 8 polder dengan luas areal keseluruhan adalah hektar. Adapun yang efektif diairi adalah Polder Alabio seluas ha, Polder Bakar seluas ha, Polder Simpang Empat seluas ha, Polder Padang Gusti seluas 471 ha, Polder Pakacangan seluas ha, Polder Murung Bayur seluas ha, Polder Kaludan seluas ha, dan polder Rawa Pinang Habang seluas ha. Luas potensi lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 yang dapat digunakan untuk tanaman pangan mencapai lebih kurang Ha, sedangkan fungsional lahan seluas Ha. Potensi lahan untuk tanaman pangan, luas yang sudah dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Potensi Lahan untuk Tanaman Pangan, Luas Fungsional dan rawa belum dimanfaatkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahuin 2008 Kecamatan Potensi untuk tanaman Pangan Lahan Sawah Bukan sawah Rawa belum di usahakan Jumlah Fungsional Tanaman Pangan Lahan Sawah Bukan Sawah Jumlah Dn.Panggang Paminggir Babirik Sei.Pandan Sei.Tabukan Amt.Selatan Amt.Tengah Banjang Amt.Utara Haur gading Jumlah Sumber: Dinas Pertanian TP dan Hortikultura Kab. Hulu Sungai Utara, 2009

50 33 Produksi padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 sebesar ton GKG diperoleh dari luas panen Ha dengan ratarata hasil 56,36 Ku/ha. Pencapaian produksi padi tahun 2009 sebesar ton GKG. Produksi tersebut diperoleh dari luas panen ha dengan ratarata hasil 58,61 Ku/ha. Dari data tersebut diketahui produksi padi tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar ton GKG (8,37%) dibanding tahun Kenaikan ini disebabkan adanya peningkatan luas panen diikuti dengan peningkatan produktivitas. Pada tahun 2008 terjadi 4 kali bencana banjir dari fase vegetatif sampai panen yang menyebabkan jumlah anakan padi tidak dapat berkembang dengan baik (jumlah anakan kurang). Data areal tanam, panen dan produksi padi Kabupaten Hulu Sungai Utara dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Areal Tanam, Panen dan Produksi Padi di Kabupeten Hulu Sungai Utara Tahun 2005 s/d 2009 (GKG) No Uraian Tanam (Ha) Panen (Ha) Ratarata (Ku/ha) 39,11 39,11 42,86 59,68 58,61 4 Produksi (Ton) Sumber: Dinas Pertanian TP dan Hortikultura Kab. Hulu Sungai Utara, 2009

51 HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2010 Peta penggunaan lahan eksisting (landuse) pada penelitian ini diperoleh dari interpretasi citra ALOS AVNIR, landsat dan geoeye tahun ALOS (Advanced Land Observing Satellite) merupakan satelit jenis baru yang dimiliki oleh Jepang setelah dua satelit pendahulunya yaitu JERS1 dan ADEOS. ALOS yang diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 mempunyai 5 misi utama yaitu untuk kepentingan kartografi, pengamatan regional, pemantauan bencana alam, penelitian sumberdaya alam dan pengembangan teknologi (JAXA, 2008). Satelit ALOS dengan sensor AVNIR2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type2) memiliki resolusi spasial 10 m sehingga diharapkan dapat menganalisa daerahdaerah yang mempunyai tutupan lahan yang heterogen. Untuk pembuatan peta penggunaan lahan ini dilakukan interpretasi secara manual (on screen digitation) terhadap citra ALOS AVNIR. Selain itu juga dibantu dengan landsat untuk daerah yang berawan serta citra geoeye di bagian utara. Metode ini dipilih karena dinilai paling bagus dan memberikan hasil yang diharapkan. Interpretasi manual (visual) citra satelit merupakan adaptasi dari teknik interpretasi foto udara. Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra satelit maupun foto udara samasama merupakan rekaman nilai pantulan dari obyek. Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar interpretasi tidak sematamata kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Dalam interpretasi manual ini peranan interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih baik (realistis). Oleh karena itu pengetahuan interpreter terhadap wilayah yang diinterpretasikan sangat diperlukan. Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola jaringan sungai, danau atau garis pantai dan pola jaringan jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyekobyek atau vegetasi yang terliput pada citra yang ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyekobyek dengan melakukan delineasi batas luar pada kelompok yang mempunyai warna yang sama dan memisahkannya dari yang lain. Langkah terakhir adalah

52 35 mengidentifikasi dan menganalisis obyek dengan menggunakan informasi spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan asosiasi dan situs (Lillesand dan Kiefer, 1979). Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan, terdapat sembilan kelas penggunaan lahan/tutupan lahan, yaitu belukar rawa, hutan rawa sekunder, kebun campuran, perkebunan, permukiman, rawa, sawah, tanah terbuka dan tubuh air. Klasifikasi penggunaan/tutupan lahan ini mengikuti kriteria yang dibuat oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kementerian Kehutanan. Besarnya luasan dan persentase penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel 12 dengan sebaran penggunaan/tutupan lahan seperti pada gambar 4. Tabel 12 Klasifikasi penggunaan lahan di Kab. Hulu Sungai Utara No. Kelas Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%) Belukar rawa Hutan rawa sekunder Kebun campuran Perkebunan Permukiman Rawa Sawah Tanah terbuka Tubuh air ,4 15,2 2,2 4,1 3,3 11,6 26,9 3,5 0,7 Jumlah ,00 Dari tabel 12 dan Gambar 5 terlihat bahwa penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa belukar rawa yaitu hampir sepertiga luas wilayah. Selanjutnya diikuti oleh sawah (26,9%), hutan rawa sekunder (15,2%) dan rawa (11,6%). Sawah kebanyakan berada di sepanjang sungai dan di antara dua sungai yang melintasi kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu Sungai Tabalong dan Sungai Balangan. Penggunaan lahan untuk permukiman sangat kecil sekali (3,3%), sesuai dengan jumlah penduduknya yang memang relatif kecil. Umumnya permukiman penduduk berada di sepanjang jalan atau di sepanjang sungai. Hal ini tidak terlepas dari budaya masyarakat yang masih sangat tergantung dengan sungai, baik untuk kegiatan seharihari, transportasi maupun sebagai mata pencaharian (nelayan).

53 36 Gambar 4 Peta penggunaan/tutupan lahan Kab. Hulu Sungai Utara Tahun 2010.

54 37 Kelas Penggunaan Lahan 4% 1% Belukar rawa Hutan rawa sekunder 27% 32% Kebun campuran Perkebunan 12% 4% 15% Permukiman Rawa Sawah 3% 2% Tanah terbuka Tubuh air Gambar 5 Persentase kelas penggunaan lahan. Perkebunan hanya terdapat di bagian timur, yaitu perkebunan milik perusahaan swasta yang mengembangkan sawit di lahan gambut dengan luasan yang tidak begitu besar jika dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten. Di sekitar wilayah ini juga masih terdapat belukar rawa yang cukup luas yang merupakan tanah gambut. Adapun untuk kebun campuran kebanyakan adalah karet yang ditanam tidak jauh dari wilayah permukiman. Area ini kebanyakan berada di bagian utara hingga timur laut yang memiliki elevasi cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Sebagian besar tanah terbuka yang teridentifikasi adalah lahan yang ada akibat penebangan pohon di wilayah yang merupakan hutan rawa sekunder di bagian utara kabupaten. Pada kondisi ini terlihat bekas pohonpohon yang ditebang dan saluran air yang sengaja dibuat lurus memanjang untuk membawa kayukayu hasil tebangan. Kegiatan yang kemungkinan besar adalah illegal logging ini yang harus mendapat perhatian pemerintah untuk dihentikan, karena wilayah ini merupakan lahan gambut yang mempunyai peranan penting untuk kelestarian lingkungan sekitarnya. Sebagai gambaran kondisi eksisting penggunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dilihat pada Gambar 6. Dari gambar terlihat wilayah rawa yang tergenang air serta semak belukar yang mempunyai potensi untuk perluasan lahan padi. Selain itu juga terlihat kondisi sawah eksisting dengan tanaman padi siap dipanen. Perkebunan sawit yang terlihat adalah kebun sawit di lahan gambut dengan saluransaluran air untuk drainase. Hutan rawa

55 38 sekunder berupa pohon jingah yang banyak terdapat di bagian barat (kecamatan Paminggir), sedangkan hutan rawa sekunder terluas terdapat di bagian utara yang kebanyakan berupa pohon gelam. Adapun kebun campuran kebanyakan berupa karet dan bambu. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 6 Kondisi penggunaan lahan eksisting (a) rawa, (b) belukar rawa, (c) sawah, (d) perkebunan sawit, (e) hutan rawa sekunder, (f) kebun campuran

56 39 Penggunaan lahan ini bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan kegiatan manusia. Penggunaan lahan (landuse) dan perubahan tutupan lahan (landcover) adalah sebuah subjek multidisiplin di mana biofisika dan sosioekonomi bertemu satu sama lain. Perubahan tutupan lahan (landcover) terdeteksi dalam 2 bentuk, yaitu konversi dari satu kategori landcover ke kategori lain, seperti dari hutan ke padang rumput dan modifikasi dalam satu kategori, seperti perubahan dari kawasan sawah tadah hujan menjadi kawasan budidaya irigasi (Jansen dan Gregorio, 2002). Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Padi Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Penilaian potensi lahan berdasarkan kesesuaiannya memperhatikan berbagai karakteristik alamiah dari komponenkomponen lahan. Evaluasi lahan dilakukan untuk menemukan daerah yang cocok secara fisik untuk jenis pengembangan yang dipertimbangkan. Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan yang mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Pada lahan rawa lebak penilaian kesesuaian lahan untuk padi agak berbeda dengan padi pada lahan sawah biasa. Untuk itu penilaian kesesuaian dilakukan dengan memperhatikan banyak parameter, diantaranya yang cukup menentukan adalah ketersediaan air (ketinggian muka air), drainase, genangan banjir, ketebalan dan kematangan gambut, tekstur tanah, serta kedalaman sulfidik. Selain itu juga ada persyaratan karakteristik lahan yang lain seperti, kejenuhan basa, ph H 2 O, KTK liat, Corganik dan lainlain yang umumnya bisa diperkaya pada saat budidaya. Parameterparameter tersebut di atas sebagian diuraikan dari peta jenis tanah tingkat sub group berdasarkan data yang dimiliki oleh Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Utara (Gambar 7). Pada penelitian ini kesesuaian lahan padi pada sawah lebak didasarkan pada kriteria yang disusun oleh Djaenudin et al. (2003) dan dilakukan pemetaan terhadap hasil analisis kesesuaian lahan padi aktual dan potensial.

57 40 Gambar 7 Peta jenis tanah Kabupaten Hulu Sungai Utara

58 41 Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktorfaktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Adapun kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usahausaha perbaikan lahan. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan padi secara aktual di Kabupaten Hulu Sungai Utara terlihat bahwa secara keseluruhan hanya ada tiga kelas yaitu S2, S3 dan N. Kelas S1 tidak ada karena pada dasarnya lahan lebak merupakan lahan yang dianggap marjinal dan umumnya hanya diusahakan sekali setahun (IP 100) dengan produktifitas yang bervariasi dari rendah sampai sedang. Adapun sebaran lahan dengan kesesuaian S2, S3 dan N pada semua kecamatan dapat dilihat pada Tabel 13. Secara aktual lahan yang tidak sesuai lebih dari setengah luasan wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, namun dengan sentuhan teknologi kemungkinan untuk perluasan lahan yang potensial tetap ada. Kelas kesesuaian S2 dan S3 persentasenya tidak jauh berbeda, yaitu masingmasing hampir seperempat dari luas wilayah kabupaten. Secara spasial kesesuaian lahan aktual padi dapat dilihat pada gambar 9. Tabel 13 Luas kelas kesesuaian lahan padi aktual di Kab. Hulu Sungai Utara Luas kelas kesesuaian lahan (ha) No. Kecamatan S2 S3 N Jumlah 1. AMUNTAI SELATAN AMUNTAI TENGAH AMUNTAI UTARA BABIRIK BANJANG , DANAU PANGGANG HAUR GADING PAMINGGIR SUNGAI PANDAN SUNGAI TABUKAN Jumlah Persentase (%) 22,8 23,4 53,8 100,0

59 42 Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa secara aktual kesesuaian S2 yang luas terdapat di Kecamatan Amuntai Utara dan Sungai Pandan, sedangkan yang luasannya kecil di kecamatan Paminggir. Hal ini sesuai dengan kondisi biofisik wilayah, dimana di kecamatan Sungai Pandan jenis tanahnya sebagian besar adalah fluvaquent aerik, fluvaquent histik dan udifluent akuik yang sesuai untuk budidaya padi. Adapun untuk kecamatan Paminggir secara aktual memang tidak ditemukan sawah dan kondisi tanahnya kebanyakan gambut serta mempunyai ketinggian muka air yang cukup dalam. Untuk kesesuaian lahan S3, yang terluas adalah di kecamatan Paminggir, kemudian Danau Panggang. Wilayah yang luas kebanyakan berupa belukar rawa dan rawa yang belum termanfaatkan seperti terlihat pada Gambar 8. Kecamatan Sungai Pandan memiliki luasan kesesuaian S2 yang besar sedangkan S3 dan N dengan luasan yang kecil, selain karena jenis tanahnya juga karena di wilayah ini terdapat polder Alabio yang berfungsi sebagai irigasi setengah teknis. Gambar 8 Kondisi rawa dan belukar rawa di Kecamatan Paminggir

60 43 Gambar 9 Peta kelas kesesuaian lahan aktual untuk padi sawah.

61 44 Analisa kesesuaian lahan padi secara potensial dilakukan untuk melihat kemungkinan pengembangan wilayah untuk areal sawah rawa lebak jika dilakukan perbaikan kondisi aktual lahan. Berdasarkan hasil analisa didapatkan bahwa kelas kesesuaian lahan dapat dinaikkan dari S3 menjadi S2 ketika dilakukan perbaikan kondisi kejenuhan basa dan dari N menjadi S3 dengan dilakukan perbaikan keasaman tanah (menaikkan ph) dan kondisi genangan (pembuatan saluran air). Adapun kondisi ketidaksesuaian karena pembatas ketebalan gambut sulit untuk diperbaiki, sehingga kesesuaiannya tetap tidak dapat dinaikkan. Selain itu gambut dengan kedalaman tertentu juga tidak dianjurkan untuk dijadikan kawasan budidaya. Luas kesesuaian lahan potensial untuk padi yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dapat dilihat pada Tabel 14 dan digambarkan pada Gambar 11. Tabel 14 Luas kelas kesesuaian lahan padi potensial di Kab. Hulu Sungai Utara No. Kecamatan Luas kelas kesesuaian lahan (Ha) S2 S3 N Jumlah 1 AMUNTAI SELATAN AMUNTAI TENGAH AMUNTAI UTARA BABIRIK BANJANG DANAU PANGGANG HAUR GADING PAMINGGIR SUNGAI PANDAN SUNGAI TABUKAN Jumlah ,229 32, Persentase (%) 46,2 18,1 35,8 100,0 Berdasarkan tabel 14 terlihat bahwa kesesuaian lahan potensial padi terluas terdapat di Kecamatan Paminggir dan luasan terkecil terdapat di Kecamatan Sungai Tabukan. Hal ini sesuai dengan luasan wilayah administrasinya. Di semua kecamatan terdapat kelas kesesuaian S2, namun untuk kelas S3 dan N di beberapa kecamatan tidak ada.

62 45 Kelas Kesesuaian lahan aktual 23% N 23% 54% S2 S3 Kelas kesesuaian lahan potensial 18% 36% N S2 46% S3 Gambar 10 Persentase Kesesuaian lahan aktual dan potensial. Dengan adanya upaya perbaikan terlihat adanya kenaikan kesesuaian lahan S3 menjadi S2 yang cukup signifikan dan pengurangan persentase kelas lahan yang tidak sesuai (Gambar 10). Faktor pembatas ketidaksesuaian (kelas N) adalah ketebalan gambut, dimana faktor pembatas ini sulit untuk dinaikkan kelasnya dan tidak direkomendasikan untuk dinaikkan.

63 46 Gambar 11 Peta kelas kesesuaian lahan potensial untuk padi sawah.

64 47 Dalam penentuan kesesuaian lahan untuk padi ini juga dilakukan pengamatan langsung ke lapangan (ground check) untuk mengetahui bagaimana pendapat (judgement) masyarakat terhadap lokasi yang ada, apakah sesuai untuk budidaya padi atau tidak. Hasil pengamatan pada 84 titik yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 12. Secara umum terlihat bahwa areal yang secara aktual sesuai untuk padi sawah juga dinyatakan cocok untuk budidaya padi oleh masyarakat karena memberikan hasil yang lumayan bagus, demikian sebaliknya. Areal yang secara aktual tidak sesuai seperti lahan bergambut juga dinyatakan tidak sesuai untuk budidaya padi. Di beberapa tempat ada juga yang secara aktual tidak sesuai untuk budidaya padi, namun kenyataannya telah diusahakan dan memberikan hasil yang cukup tinggi. Hal ini seperti yang terdapat di kecamatan Babirik dan Amuntai Selatan. Untuk wilayah Kecamatan Paminggir terdapat perbedaan dalam hal ini. Wilayah ini merupakan areal yang punya potensi paling besar untuk pengembangan padi, namun kebanyakan pendapat (judgement) masyarakatnya menyatakan tidak sesuai karena mereka memang belum pernah mengusahakannya. Masyarakat di wilayah kecamatan ini umumnya adalah peternak kerbau rawa atau nelayan tangkap/budidaya, sehingga secara kultur mereka tidak biasa bertani padi. Namun beberapa tahun terakhir ini, telah mulai ada yang mencoba untuk menanam padi, dengan alasan karena beras semakin mahal. Kenyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Messing et al. (2003) yang menunjukkan bahwa bukan hanya sifat biofisik pada evaluasi kesesuaian lahan yang penting diperhatikan tetapi juga penting memperhatikan aspek sosial ekonomi seperti pilihan jenis pemanfaatan lahan. Untuk itu adanya peta kesesuaian lahan akan sangat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan (baik petani maupun pemerintah) untuk menyusun rencana selanjutnya dengan pola pendekatan partisipatif. Dengan adanya peta tersebut, maka dapat diketahui potensi atau kendala pemanfaatan lahan. Dalam hal kendala, seringkali bukan solusi terbaik yang dilakukan tetapi lebih kepada solusi terpraktis yang dapat diterima dan dilakukan oleh masyarakat setempat.

65 48 Gambar 12 Peta Titik pengamatan (ground check) untuk kesesuaian lahan padi sawah.

66 49 Potensi Pengembangan Lahan untuk Budidaya Padi Analisa kesesuaian lahan padi secara potensial dilakukan untuk melihat kemungkinan pengembangan wilayah untuk areal sawah rawa lebak. Untuk itu dilakukan proses matching antara kesesuaian lahan padi potensial dengan kondisi eksisting wilayah (peta penggunaan lahan) dari hasil interpretasi citra. Berdasarkan penggunaan/tutupan lahan, area yang berpotensi untuk dijadikan sawah adalah belukar/semak rawa dan rawa. Luas potensi pengembangan lahan untuk padi ini tersebar di seluruh wilayah kabupaten seperti terlihat pada Gambar 14 dengan luasan yang tertera pada Tabel 15. Tabel 15 Potensi pengembangan lahan untuk budidaya padi Luas kelas kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk padi (Ha) No. Kecamatan Potensial S2 (Eksisting sawah) Potensial S3 (Eksisting sawah) N (Eksisting sawah) Potensial S2 (eksisting belukar rawa dan rawa) Potensial S3 (eksisting belukar rawa dan rawa) Tidak potensial Jumlah 1 AMUNTAI SELATAN AMUNTAI TENGAH AMUNTAI UTARA BABIRIK BANJANG DANAU PANGGANG HAUR GADING PAMINGGIR SUNGAI PANDAN SUNGAI TABUKAN Jumlah Persentase (%) 22,3 2,2 2,4 15,3 13,2 44,6 100,0 Berdasarkan tabel 15 di atas terlihat bahwa potensi untuk pengembangan padi masih cukup luas, yaitu pada lahan potensial S2 dan S3 yang eksistingnya adalah belukar rawa dan rawa. Wilayah yang paling luas berpotensi untuk pengembangan padi sawah ini adalah Kec. Paminggir, kemudian Danau Panggang. Dua kecamatan ini memang masih memiliki lahan yang sangat luas berupa belukar rawa dan rawa. Namun daerah ini memiliki kedalaman muka air yang cukup tinggi di beberapa tempat sehingga terlambat mengalami penurunan muka air di musim kemarau. Wilayah lain yang juga cukup luas adalah Kec. Banjang dan Amuntai Tengah. Selain itu terdapat pula wilayah yang secara

67 50 aktual tidak sesuai untuk budidaya padi karena merupakan gambut dalam, namun kenyataannya di lokasi tersebut telah eksisting sawah dan dari hasil ground check diketahui memiliki produktivitas yang lumayan bagus. Kondisi ini terdapat di Kecamatan Amuntai Selatan, Amuntai Tengah, Babirik, Danau Panggang, Haur Gading dan Sungai Pandan. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan areal ini memang tidak direkomendasikan untuk budidaya padi, namun masyarakat telah membukanya. Dengan kearifan lokal mereka membukanya tidak langsung luas namun sedikit demi sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lahan yang tidak sesuai bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan untuk lahan budidaya padi, namun untuk keberlanjutannya ke depan yang harus diperhatikan. Ketika lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya dalam luasan kecil hasilnya masih terlihat bagus dan menguntungkan, namun ketika dibuka dalam luasan besar hal yang terjadi kemungkinan akan menyebabkan kegagalan bahkan kerusakan lahan. 45% 13% 22% 15% Potensial S2 (Eksisting sawah) Potensial S3 (Eksisting 2% sawah) 3% N (Eksisting sawah) Potensial S2 (eksisting belukar rawa dan rawa) Potensial S3 (eksisting belukar rawa dan rawa) Gambar 13 Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk budidaya padi. Dari seluruh luas wilayah administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, wilayah yang telah eksisting sawah ada sekitar 27 % dan yang berpotensi untuk dikembangkan sekitar 28 %. Adapun yang tidak sesuai hampir setengahnya (45%) seperti yang terlihat pada Gambar 13. Luasnya potensi yang belum dikembangkan ini dapat dijadikan perencanaan untuk pengembangan lahan padi sawah dengan memperhatikan banyak faktor, diantaranya aksesibilitas jalan, kepemilikan lahan dan sosial ekonomi serta budaya masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan skala prioritas wilayah yang akan lebih dulu dikembangkan untuk budidaya padi (seperti kegiatan cetak sawah, optimalisasi lahan dan lainlain).

68 51 Gambar 14 Peta potensi pengembangan lahan untuk padi

69 52 Keunggulan Komparatif Wilayah Sentra Produksi Padi Keunggulan komparatif suatu komoditas tertentu pada suatu wilayah dapat dilihat dari adanya pemusatan komoditas dengan luas areal lahan yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang dinilai pada satu titik tahun. Komoditas yang dikembangkan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lokal dengan didukung oleh kesesuaian lahan sumberdaya lokal. Keunggulan komparatif ini dapat dinilai berdasarkan nilai LQ (Location Quotient). Analisis LQ (Location Quotient) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Analisis LQ dapat digunakan sebagai indikator komoditas unggulan berdasarkan luas areal tanam menurut wilayah kecamatan yang ada. Menurut Hendayana (2003), areal panen merupakan resultan kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsurunsur (peubah) iklim, fisiografi dan jenis tanah. Hal ini menunjukkan bahwa secara agregat di wilayah kecamatan tersebut produksi tanaman menghasilkan surplus produksi yang memungkinkan untuk mengekspor surplus itu keluar wilayah dan akhirnya mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Untuk memetakan komoditas unggulan wilayah, data yang digunakan bisa berupa data produksi atau produktivitas. Data produksi digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan berdasarkan kapasitas aktual dari aktivitas produksi. Sedangkan data produktivitas digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan berdasarkan kapasitas potensial dari aktivitas produksi (Pribadi, et al., 2009). Pada penelitian ini analisis LQ dilakukan dengan berdasarkan pada data luas areal tanam padi di setiap kecamatan pada tahun Hasil analisis LQ untuk melihat pemusatan aktivitas budidaya jenis komoditas pada suatu kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dilihat pada tabel 16. Dalam hal ini dilakukan pembandingan komoditas padi dengan komoditas tanaman pangan lainnya berdasarkan luas tanam pada tahun Berdasarkan nilai LQ komoditas tanaman pangan dapat dijelaskan bahwa nilai LQ yang lebih besar dari satu (LQ>1) merupakan basis untuk prioritas pengembangan wilayah berdasarkan pertanian tanaman pangan, sedangkan LQ kurang dari satu (LQ<1) bukan merupakan basis dari komoditas pertanian tanaman pangan di kecamatan bersangkutan.

70 53 Tabel 16 Nilai LQ luas areal tanam tanaman pangan Kab. Hulu Sungai Utara No. Kecamatan Padi sawah Dn. Panggang Paminggir Babirik Sei.Pandan Sei.Tabukan Amt.Selatan Amt.Tengah Banjang Amt.Utara Haur gading 1,05 0,92 1,04 1,03 1,03 1,05 0,84 0,97 1,02 1,01 Jagung Kedelai Kacang Tanah 0,15 6,04 0,46 0,64 0,50 0,13 1,62 2,61 1,42 1,87 8,26 6,46 0,43 Kacang Hijau 1,37 3,35 4,59 Ubi Kayu Sumber: Dinas Pertanian TPH Kab. Hulu Sungai Utara 2009 (hasil olahan data) 0,68 2,55 1,32 1,24 1,05 1,03 1,28 Ubi Jalar 0,46 0,47 1,60 3,85 0,30 1,51 0,58 0,38 Dari Tabel 16 terlihat bahwa kisaran nilai LQ padi sawah pada sepuluh kecamatan adalah 0,84 1,05. Berdasarkan luas areal tanam terdapat tujuh kecamatan yang mempunyai LQ>1, dimana artinya kecamatan tersebut merupakan kecamatan basis untuk budidaya padi sawah. Hanya tiga kecamatan yang nilai LQ<1, namun nilainya mendekati satu yaitu Kecamatan Paminggir, Amuntai Tengah dan Banjang. Hal ini dimungkinkan karena luas tanam komoditas tanaman pangan yang lain juga cukup tinggi sehingga terjadi persaingan alokasi budidaya pertanian. Hasil analisis LQ pada Tabel 16 menunjukkan bahwa padi sawah merupakan komoditi tanaman pangan yang unggul di Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena memiliki nilai LQ>1 terbanyak yang artinya diusahakan hampir di semua kecamatan. Adapun untuk komoditi tanaman pangan lainnya hanya jagung yang diusahakan di semua kecamatan, sedangkan yang lainnya cenderung hanya diusahakan di kecamatankecamatan tertentu. Pemusatan wilayah basis padi yang ditandai dengan nilai LQ>1 secara spasial dapat dilihat pada Gambar 15. Dari gambar terlihat bahwa pemusatan wilayah budidaya padi terdapat di sekitar aliran dua sungai yang melintas di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang tersebar di Kecamatan Amuntai Utara, Amuntai Selatan, Babirik, Sungai Pandan, Sungai Tabukan, Haur Gading, dan Danau Panggang. Wilayah di sekitar aliran dua sungai tersebut merupakan wilayah yang berkembang karena pemusatan permukiman juga terdapat di wilayah ini.

71 54 Gambar 15 Peta wilayah basis budidaya padi.

72 55 Identifikasi wilayah yang harus dilindungi (kawasan konservasi) Dalam perencanaan penatagunaan penggunaan lahan pada suatu wilayah diperlukan identifikasi yang seksama untuk menentukan dimana kawasan budidaya dan dimana kawasan lindung. Kawasan lindung diperlukan untuk keberlanjutan budidaya itu sendiri. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Salah satu yang dimaksud dengan kawasan lindung adalah kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. Dalam penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang sebagian besar wilayahnya adalah lahan rawa, hal yang sangat penting diperhatikan adalah kawasan bergambut. Wosten et al. (2007) menyatakan bahwa lahan gambut tropis memberikan banyak fungsi sumber daya alam penting. Nilai gambut dalam hal ini meningkat karena luas tutupan wilayah lansekap dan simpanan karbonnya, pelestarian keanekaragaman hayati dan peran pengaturan air. Selain itu, berpengaruh pada beberapa skala lokal, regional dan global. Karena sensitivitas ini ekosistem lahan gambut tropis harus diperlakukan dengan hatihati dan perlu pertimbangan sebelum konversi ke penggunaan lahan lainnya. Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Hulu Sungai Utara pada bagian barat hingga utara berada pada Daerah Aliran Sungai Barito. Pada wilayah fungsional ini, terdapat kesatuan hidrologis gambut yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Dalam pengelolaannya harus terjadi sinergi dan pandangan yang sama tentang wilayah gambut ini, yaitu dimana yang harus dijadikan kawasan lindung dan dimana kawasan budidaya. Kesatuan hidrologis gambut pada wilayah ini merupakan daerah depresi yang berada pada bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito. Siklus banjir/genangan di wilayah ini merupakan siklus banjir dan genangan yang bersifat musiman (seasonal). Genangan musiman yang dalam terjadi karena areal ini merupakan zone depresi yang berada di selatan dataran berbahan pasir

73 56 kuarsa, yang juga merupakan rawa belakang dari Sungai Barito. Variasi topografi dan elevasi lahan ini mempengaruhi proses deposisi bahan aluvial dan akumulasi bahan organik di areal ini. Adanya genangan pada daerah depresi menyebabkan terjadinya akumulasi bahan organik secara topogenik dan lambat laun akumulasi bahan organik terus bertambah elevasinya secara ombrogenik (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010). Dalam kesatuan hidrologis gambut tersebut, daerah yang merupakan gambut sangat dalam atau kubah gambut sebagian besar berada di wilayah Kalimantan Tengah, hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berdasarkan peta kesatuan hidrologis gambut, wilayah Kab. Hulu Sungai Utara memiliki ketebalan gambut bervariasi dari 40 cm hingga 600 cm. Luasan ketebalan gambut dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kawasan bergambut terluas adalah dengan ketebalan cm yang mencapai ha dan berada di bagian utara. Adapun gambut sangat tebal hanya ha yang berada pada wilayah administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara dari sebaran yang sangat luas di wilayah administrasi Kalimantan Tengah seperti yang terlihat pada peta sebaran kesatuan hidrologis gambut lintas provinsi KalselKalteng (Gambar 17). Tabel 17 Ketebalan gambut di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Ketebalan gambut (cm) Luas (Ha) Persentase (%) ,39 28,57 5,80 45,72 5,51 Jumlah ,00 Selanjutnya untuk keperluan kawasan lindung, berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung bahwa kriteria kawasan bergambut yang dijadikan kawasan lindung adalah tanah bergambut dengan ketebalan tiga meter atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai dan rawa. Jika mengacu pada aturan tersebut, maka yang dijadikan kawasan lindung hanya seluas ha, yaitu yang memiliki ketebalan gambut cm. Namun untuk kepentingan fungsi lingkungan hidup tidak ada salahnya jika wilayah yang bergambut dengan kedalaman lebih dari dua meter dijadikan kawasan lindung dalam penataan penggunaan lahan di Kabupaten

74 57 Hulu Sungai Utara. Berdasarkan peta kesatuan hidrologis gambut wilayah yang memiliki ketebalan gambut lebih dari 200 cm ada di bagian utara, dan di dalam wilayah ini terdapat gambut dengan ketebalan lebih dangkal yaitu cm. Untuk mempermudah penatagunaan lahan maka wilayah yang dijadikan sebagai kawasan lindung adalah wilayah dengan ketebalan gambut cm. Hal ini juga dengan pertimbangan bahwa wilayah ini berdasarkan peta penggunaan lahan (landuse) sebagian besarnya masih berupa hutan rawa sekunder, belukar rawa dan rawa seperti terlihat pada Gambar 16, sehingga tidak menjadi permasalahan jika dijadikan kawasan lindung. Luasan kawasan lindung ini adalah ha di bagian utara seperti pada Gambar 18. Wilayah yang juga dijadikan kawasan lindung adalah sempadan sungai. Kabupaten Hulu Sungai Utara dilintasi banyak sungai dan anak sungai, yaitu sungai besar (Sungai Barito) dengan anak sungainya yaitu Sungai Paminggir. Selain itu juga terdapat Sungai Tabalong dan Sungai Balangan yang melintasi daerah pemukiman dan dekat dengan jalan besar. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka sempadan sungai besar sekurangkurangnya 100 m kanan kiri sungai. Sempadan anak sungai yang berada di luar pemukiman 50 m dan Sempadan anak sungai yang berada di dalam pemukiman 1015 m. Mengikuti ketentuan tersebut, maka dibuatlah sempadan sungai sebagai kawasan lindung seperti yang terlihat pada Gambar 18. Sempadan untuk Sungai Barito adalah 100 m, Sungai Paminggir 50 m serta Sungai Tabalong dan Sungai Balangan 10 m. Adapun untuk sempadan danau sebesar 50 m yang berada di Kecamatan Danau Panggang. (a) Gambar 16 Kondisi eksisting di Kawasan Hidrologis Gambut (a) Semak/belukar rawa dan (b) Hutan rawa sekunder (b)

75 58 Gambar 17 Peta Kesatuan Hidrologis Gambut KaltengKalsel

76 59 Gambar 18 Peta kawasan lindung, sempadan sungai dan sempadan danau.

77 60 Arahan Penatagunaan Lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Perencanaan penggunaan lahan harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Keberlanjutan bisa dicapai dalam pembangunan dengan memperhatikan keberlanjutan dari aspek fisik, ekonomi maupun sosial. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu mencukupi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuannya dalam pencukupan kebutuhan pada masa yang akan datang. Terkait dengan ini, Menurut Hurni (2000) perlu dikembangkan suatu konsep Sustainable Land Mangement yang merupakan suatu sistem teknologi dan atau perencanaan yang bertujuan untuk mengintegrasikan antara ekologi dengan faktorfaktor ekonomi, sosial dan politik yang berhubungan dengan manajemen lahan pertanian atau sektor lain untuk mencapai keseimbangan. Menurut Sitorus (2004) dimensi pembangunan berkelanjutan meliputi aspek ekonomi yang mencakup pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisiensi; aspek sosial mencakup keadilan, kohesi sosial atau keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; sedangkan aspek ekologi mencakup keterpaduan ekosistem, sumberdaya alam, daya dukung lingkungan dan keanekaragaman hayati. Pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui keterkaitan yang tepat antara sumberdaya alam, aspek sosioekonomi dan budaya (kultural). Disadari adanya batasbatas pemanfaatan sumberdaya alam dan batas kemampuan biosphere untuk dapat menyerap kegiatan manusia, meskipun melalui penggunaan teknologi batas tersebut dapat menjadi bersifat relatif. Perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan budidaya padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tidak hanya melihat manfaat ekonomi atas pengusahaannya, namun juga memperhatikan aspek kesesuaian lahan dan pemusatan kegiatan budidaya padi sebagai bentuk preferensi masyarakat terhadap usaha ini. Selain itu untuk keberlanjutan, perlindungan wilayah gambut terutama gambut dalam harus menjadi perhatian disamping sempadan sungai dan sempadan danau. Untuk itu arahan pemanfaatan lahan untuk budidaya padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tetap harus melindungi gambut, sungai dan danau seperti yang terlihat pada Gambar 20. Prioritas lahan untuk pengembangan budidaya padi juga memperhatikan pemusatan kegiatan atau wilayah basis untuk budidaya padi seperti yang

78 61 diuraikan di atas. Sehingga tetap harus dipilah wilayah yang akan dikembangkan lebih dulu berdasarkan wilayah basis ini, karena meskipun sesuai untuk budidaya padi namun masyarakatnnya tidak terbiasa mengusahakan pertanian padi maka akan tidak relevan juga untuk dikembangkan. Kemungkinan prioritas pengembangan wilayah untuk perluasan lahan padi dapat dilihat seperti Gambar 20 dengan luasan seperti pada Tabel 18. Adanya prioritas untuk perluasan lahan padi ini diharapkan dapat menjawab salah satu tujuan dari penggunaan lahan itu sendiri. Dimana menurut Shiyin (2007) tujuan penggunaan lahan adalah untuk mencapai efisiensi ekonomi, sosial, ekologi dan lingkungan, yang seharusnya menjadi hasil akhir dari pemanfaatan sumber daya tanah. Evaluasi efisiensi penggunaan lahan secara umum sangat penting dalam revisi perencanaan penggunaan lahan dan peraturan penggunaan lahan. Hal tersebut diharapkan dapat memberi pengaruh yang besar pada penggunaan lahan yang berkelanjutan dan pembangunan masyarakat dan ekonomi secara berkelanjutan. Untuk meningkatkan pembentukan ekologi lingkungan, dibutuhkan adanya peraturan struktur dan pola penggunaan lahan. eksisting sawah 20% 1% 2% 27% Pengembangan sawah pada wilayah basis Pengembangan sawah pada wilayah non basis 22% 19% 9% Tidak potensial untuk sawah Kawasan lindung gambut Kawasan lindung sempadan danau Kawasan lindung sempadan sungai Gambar 19 Persentase Luas arahan penatagunaan lahan untuk padi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kesesuaian lahan padi lebak

Lampiran 1. Kesesuaian lahan padi lebak Lampiran 1. Kesesuaian lahan padi lebak No Syarat S1 S2 S3 N 1 Tekstur Halus, agak halus, sedang Halus, agak halus, sedang agak kasar kasar 2 Drainase terhambat, sangat terhambat agak terhambat, agak cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN

PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN Abdul Sabur Peneliti pada Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis yang memegang peranan penting di Kalimantan Tengah; salah satunya sebagai kontribusi dengan nilai tertinggi terhadap total

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA 1i SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN KATA PENGANTAR Pedoman Desain Optimasi Lahan Rawa dimaksudkan untuk memberikan acuan dan panduan bagi para

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN EVA AGUSTINA

ARAHAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN EVA AGUSTINA ARAHAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN EVA AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5460 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 180) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dapat dimanfaatkan bagian umbinya sebagai bahan pangan alternatif lokal karena memiliki

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci