ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Analisis isu-isu strategis merupakan pemahaman permasalahan pembangunan dan isu-isu yang relevan sebagai pijakan penting dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Permasalahan pembangunan daerah menggambarkan kinerja daerah atau kondisi masyarakat yang belum sesuai harapan. Sedangkan, isu strategis merupakan tantangan atau peluang yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaanpembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi masyarakat di masa mendatang. Suatu analisis isu-isu strategis menghasilkan rumusan kebijakan yang bersifat antisipatif dan solutif atas berbagai kondisi yang tidak ideal di masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka menengah dan panjang. Dengan demikian, rumusan tentang permasalahan pembangunan dan isu strategis merupakan bagian penting dalam penentuan kebijakan pembangunan jangka menengah Provinsi Kalimantan Utara 5 (lima)tahunmendatang PERMASALAHAN PEMBANGUNAN DAERAH Bidang Sosial A. Kependudukan dan Catatan Sipil 1. Persebaran Penduduk yang Tidak Merata Permasalahan di sektor kependudukan dan catatan sipil pertama yang diidentifikasi adalah terkait persebaran penduduk yang tidak merata. Penduduk Kalimantan Utara dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun yang selalu mengalami peningkatan sekitar 3,09% hingga 4,43%. Jumlah penduduk pada tahun 2013 diketahui adalah sebesar jiwa, dan pada tahun 2014 menjadi , sehingga dapat dikatakan dalam periode tersebut penduduk di Provinsi Kalimantan Utara telah bertambah sekitar jiwa dalam setahunnya. Pertumbuhan penduduk Provinsi Kalimantan Utara selama tahun adalah sebesar 3,9%, dengan pertumbuhan penduduk kabupaten/kota tertinggi adalah Kabupaten Tana Tidung yaitu sebesar 6,8% selama 7 (tujuh) tahun tersebut. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Tana Tidung tersebut diatas pertumbuhan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 1

2 penduduk Provinsi Kalimantan Utara, sedangkan kabupaten/kota lainnya hanya mengalami pertumbuhan penduduk yang berkisar antara 2,7%-5,5%. Sebagaimana dengan pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di Provinsi Kalimantan Utara juga tidak merata. Pada tahun 2014, porsi terbesar penduduk di Provinsi Kalimantan Utara berada di Kota Tarakan (36,75%) dan merupakan satu-satunya kota di provinsi ini. Selebihnya berada di Kabupaten Nunukan (27,51%), Kabupaten Bulungan (20,40%), Kabupaten Malinau (12,05%), dan terakhir tersebar di Kabupaten Tana Tidung (3,30%). Pola persebaran penduduk seperti ini tidak pernah berubah selama 7 (tujuh) tahun terakhir ini. Hal ini dapat dikaitkan dengan keinginan dan pemikiran masyarakat yang cenderung akan memilih daerah atau lokasi dengan ketersediaan sarana prasarana dan fasilitas yang lebih lengkap, serta kegiatan ekonomi yang tinggi. Kecenderungan inilah yang secara garis besar melatarbelakangi fenomena ketidakmerataan penduduk di provinsi ini. Secara lebih jelas, pola persebaran penduduk tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar A.1 Pola Persebaran Penduduk Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Pola persebaran penduduk Provinsi Kalimantan Utara menurut luas wilayahnya dapat dikatakan sangat timpang, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk yang mencolok antar daerah, terutama antar kabupaten dengan kota. Wilayah kabupaten dengan luas total sebesar 99,65% dari wilayah Provinsi Kalimantan Utara dihuni oleh sekitar 63,25% dari total jumlah penduduk provinsi ini. Sedangkan selebihnya, yaitu 36,75% penduduk menetap di kota yang luasannya hanya sebesar 0,35% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Akibatnya, kepadatan penduduk di kota jauh berbeda dan sangat tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk di kabupaten, yakni sebanyak 906 jiwa/km 2 berbanding RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 2

3 2-12 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk di Kota Tarakan bahkan lebih besar dibandingkan dengan kepadatan penduduk provinsi yang jika dihitung hanya mencapai 9 jiwa/km 2 pada tahun 2014 ini. Dalam hal ini, juga perlu dilakukan upaya pengendalian penduduk untuk cakupan daerah maupun provinsi dengan menghitung perkiraan dan pemetaan penduduk masa akan datang di masing-masing kabupaten/kota agar tidak terjadi ketimpangan penduduk maupun wilayah, serta mengendalikan ancaman perpindahan penduduk ke luar provinsi, bahkan negara. Gambar A.2 Perbandingan Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Faktor geografis yang berpengaruh dalam fenomena atau salah satu permasalahan dalam bidang kependudukan ini dapat dilihat karena sebagian besar wilayah provinsi ini didominasi kawasan lindung, yang ditandai dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi/terjal (76,27% berada di kemiringan lereng >40%) dan berada di ketinggian m di atas permukaan laut(38,77%) menjadikan Provinsi Kalimantan Utara memiliki keterbatasan dalam pengembangan wilayah. Dalam mengembangkan wilayah harus dipilih kawasan non lindung sehingga peluang kejadian kebencanaan dapat diminimalisasi. Kondisi geografis inilah yang mengakibatkan mahalnya penyediaan infrastruktur fisik berupa jaringan jalan ataupun infrastruktur lainnya. Terkait kependudukan, akibatnya permasalahan yang muncul adalah persebaran penduduk, konsentrasi pendudukmasih terpusat atau dipusatkan di pusat kota yaitu di Kota Tarakan dan Kabupaten Bulungan. Kondisi ini berimplikasi pada tidak efisiennya pengembangan wilayah, terutama pengembangan simpul-simpul RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 3

4 sosial ekonomi. Ketidakmerataan persebaran penduduk yang juga akan berimplikasi kepada penyediaan infrastruktur dasar seperti jaringan jalan, listrik, dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi. Diharapkan dengan meratanya persebaran penduduk, dapat mengurangi peluang ketimpangan wilayah dikarenakan perbedaan jumlah penduduk yang dilayani dalam rangka penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung bagi penduduk untuk melakukan aktivitas. Keseimbangan antara daya dukung dan daya tampung wilayah haruslah diperhatikan agar tidak menimbulkan kesenjangan atau ketimpangan antar wilayah. 2. Tidak/Belum Adanya 1 (Satu) Database Kependudukan yang Dapat Dijadikan Acuan Permasalahan di sektor kependudukan dan catatan sipil yang teridentifikasi adalah tidak adanya 1 (satu) database kependudukan yang dapat dijadikan acuan untuk seluruh keperluan atau per bidang urusan. Aspek kependudukan merupakan salah satu aspek yang penting atau vital dalam suatu wilayah. Aspek ini sering menjadi input dari pembangunan yang digunakan dalam perencanaan pembangunan lainnya. Kondisinya, walaupun aspek ini sangat utama, namun di Provinsi Kalimantan Utara ini masih belum ditemukan basisdata (database) kependudukan yang sama yang dijadikan acuan untuk setiapkebutuhan. Hal sederhana yang ditemui adalah untuk satu data yang memiliki perbedaan jumlah/angka di masing-masing badan/instansi/lembaga yang menggunakan data kependudukan yang sama, bahkan ditemukan pula kondisi yang sama untuk data yang sudah dipublikasikan, seperti data jumlah penduduk yang berbeda-beda dari beberapa sumber. Salah satu faktor penyebabnya mungkin adalah karena lemahnya koordinasi antar badan/instansi/lembaga terkait dalam penggunaan satu database kependudukan yang dijadikan acuan. Hal ini tentunya sangat menganggu karena data jumlah penduduk merupakan salah satu data dasar yang seringkali dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melakukan suatu perencanaan pembangunan. Perbedaan data tersebut akan berdampak pada salah atau tidak tepatnya sasaran output dari pembangunan yang direncanakan tersebut. Berdasarkan hasil suvei lapangan (2016), didapatkan jumlah/angka yang berbeda untuk beberapa data. Dalam hal ini, tidakdapatdipilih data terbaik yangdijadikan acuan karena mungkin cara pendataan dan pengolahan data tersebut berbeda-beda masing-masingnya. Faktor kurangnya sumber daya manusia yang melakukan pengumpulan, pengolahan, dan publikasi data kependudukan ini mungkin menjadi salah satu penyebab dari tidak maksimalnya kualitas data kependudukan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 4

5 yang tersedia saat ini. Begitupun dengan kualitas sumber daya manusia yang melakukan pendataan ini sehingga keadaan ini harus diperhatikan dan dilakukan perbaikan agar kualitasnya semakin baik kedepannya. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam hal ini juga menjadi kendala sendiri. Keterbatasan kemampuan dan keterampilan beberapa sumber daya manusia untuk menyerap ilmu pengetahuan, mengadopsi teknologi dan informasi baru masih sangat kurang sehingga dapat dikatakan masih kurang dapat menumbuhkan inovasi untuk menggerakkan pembangunan dengan memanfaatkan peluang dan potensi yang tersedia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Secara umum, dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan sebagian besar penduduk di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2012 adalah SD, yaitu sekitar 29% dan penduduk yang tidak tamat SD (32%). Masih rendahnya pendidikan tinggi yang ditamatkan tersebut dapat mencerminkan dari bagaimana kualitas tenaga kerja yang tersedia. Hasil wawancara lapangan pun didapatkan informasi bahwa beberapa sumber daya manusia yang melakukan proses pendataan dan pengolahan data kependudukan ini masih memiliki kendala dalam melakukan pengolahan data hingga selesai dan kurangnya pemahaman dalam penggunaan software yang tersedia. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan yaitu semakin tinggi jenjang pendidikan, akan berimplikasi pada semakin luasnya cakrawala pengetahuan yang didapat, semakin mudahnya mengadopsi teknologi baru yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan daerah, dan keterampilan yang dimiliki pun juga cenderung akan meningkat. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi tentunya akan memiliki keunggulan kompetitif dan akan lebih siap dalam menghadapi persaingan global. Tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki penduduk akan menciptakan tenaga kerja yang juga berkualitas. Akar masalah lainnya yang diidentifikasi adalah karena faktor fisik/geografis wilayah. Faktor ini memang tidak dapat menjadi penyebab utama karena memang provinsi ini memiliki penduduk yang tersebar secara tidak merata dan wilayahnya yang sangat luas sehingga proses pendataan administrasi kependudukan dan catatan sipil sampai ke seluruh daerah belum sepenuhnya maksimal mencakup hingga ke pelosok-pelosok daerah. Khusus untuk daerah perbatasan, kegiatan pendataan sejauh ini sudah berjalanwalaupun belum sepenuhnya maksimal. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa petugas dari dinas terkait (pegawai catatan sipil kabupaten) dan pegawai kecamatan, serta didampingi oleh masing-masing kepaladesa yang melakukan sosialisasi pencatatan sipil, seperti melakukan sidik jari sampai dengan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 5

6 penduduk di tingkat RT/RW, prosedur pembuatan akta kelahiran dan pencatatan sipil untuk bayi yang baru lahir, pembuatan paspor, kartu tanda penduduk, dan dokumen administrasi lainnya. Aksesibilitas menuju ke seluruh lokasi, khususnya ke daerah yang letaknya sangat jauh menjadi kendala tersendiri karena akomodasi yang masih sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke lokasi yang dituju menjadikan proses pendataan penduduk ini semakin tidak maksimal. Masalah 1. Persebaran penduduk yang tidak merata 2. Tidak adanya satu database kependudukan yang dapat dijadikan acuan Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel A Permasalahan Kependudukan Akar Masalah 1. Pola persebaran penduduk yang tidak berubah sejak 7 (tujuh) tahun terakhir 2. Perbedaan tingkat kepadatan penduduk yang mencolok antar daerah, terutama antar kabupaten dan kota 3. Faktor geografis yang ekstrim (kemiringan lereng didominasi >40% dan ketinggian antara m dpal) sehingga pengembangan wilayahnya terbatas dan hanya terkonsentrasi di pusat kota 1. Perbedaan jumlah/angka yang didapat dari badan/lembaga atau berdasarkan publikasi data kependudukan 2. Lemahnya koordinasi antar sektor/badan/lembaga yang terkait 3. Kurangnya dan rendahnya kualitas SDM 4. Kondisi geografis wilayah yang tersebar sehingga proses pendataan administrasi kependudukan dan catatan sipil sulit dilakukan B. Kesehatan Derajat kesehatan masyarakat adalah suatu kondisi yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas kesehatan di suatu daerah. Banyak indikator yang dapat digunakan untuk menilainya seperti angka kematian, kesakitan, dan status gizi. Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2014 yang masih cukup tinggi (127 per kelahiran hidup), melebihi batas target MDG s 2015 sebesar 102 per kelahiran hidup. Gizi buruk pada balita juga terlihat meningkat dari 190 kasus di tahun 2014 mejadi 250 kasus di tahun Banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Di Provinsi Kalimantan Utara permasalahan kesehatan yang terjadi yang saling berkaitan, sehingga derajat kesehatan belum optimal. Beberapa permasalahan kesehatan yatu: 1. Masih Rendahnya Kualitas Pelayanan Kesehatan untuk Masyarakat Rendahnya pelayanan di Provinsi Kalimantan Utara dapat dilihat dari berbagai indikator pelayanan umum kesehatan. Berdasarkan data, cakupan komplikasi kebidanan masih sebesar 60%, masih jauh dari target SPM, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ibu hamil yang mengalami komplikasi kebidanan tidak tertangani. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah tinggi namun belum mencapai target SPM. Begitu juga dengan cakupan kunjungan bayi yang menurun dari tahun sebelumnya. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko kematian ibu RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 6

7 dan bayi. Cakupan Desa UCI di tahun 2014 masih di bawah 60% menunjukkan masih banyak desa (terutama di Kabupaten Nunukan dan Malinau) yang masyarakatnya belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. Rendahnya cakupan ini bisa berdampak pada meningkatnya kejadian penyakit infeksi. Kemudian, penanganan cakupan balita gizi buruk telah mencapai 100% namun peningkatan kasus balita gizi buruk yang cukup tinggi tidak dapat dibiarkan. Indikator cakupan penemuan dan penanganan TBC BTA (+) juga masih sangat rendah, dari perkiraan penderita TBC sebanyak 3063 orang, dan penemuannya baru 15%. Selain pelayanan kesehatan secara umum, pelayanan kesehatan pada masyarakat miskin juga masih rendah dibandingkan target SPM (64% di tahun 2012 dari target 100%). Masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di Kalimantan Utara erat kaitannya dengan sarana prasaana, SDM, dan aksesibilitas. a. Kuantitas dan Kualitas Sarana Prasarana Kesehatan Jumlah fasilitas kesehatan di Provinsi Kalimantan Utara di beberapa wilayah masih kurang terutama di daerah perbatasan. Jumlah rumah sakit di kabupaten masih terbatas dan masih bertipe C, sehingga pelayanan dokter spesialis sangat terbatas. Di Kabupaten Nunukan hanya ada 1 RSUD padahal jangkauan wilayahnya sangat luas. Di Kabupaten Malinau dengan wilayah yang sangat luas sekali, baru terdapat 2 rumah sakit bertipe C, sedangkan di Kabupaten Bulungan yang merupakan ibu kota provinsi juga baru terdapat 1 rumah sakit bertipe C, dan saat ini sedang proses pembangunan rumah sakit pemerintah di sana. Kabupaten Malinau dan Nunukan adalah kabupaten perbatasan yang seharusnya memiliki fasilitas kesehatan yang berkualitas. Namun kenyataannya fasilitas kesehatan masih sangat minim, sehingga keberadaan puskesmas dan jaringannya yang berkualitas sangat membantu pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Perlu pengembangan puskesmas rawat inap yang tersedia 24 jam dan menyediakan unit gawat darurat, sehingga bagi masyarakat yang jauh dari rumah sakit, pertologan kegawat daruratan dapat diatasi di rumah sakit terdekat. Begitu juga dengan adanya fasilitas PONED (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Dasar) di puskesmas yang sangat membantu penanganan pada kasus kebidanan. Untuk mencakup wilayah tersebut, puskesmas pembantu dan poskesdes sangat membantu cakupan pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Di Kabupaten Malinau masih ada 15 desa yang sama sekali belum memiliki sarana kesehatan puskesmas pembantu. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 7

8 b. Kuantitas dan Kualitas SDM Khususnya SDM Kesehatan Jumlah tenaga kesehatan di wilayah Povinsi Kalimantan Utara masih sangat minim dan jauh dari ideal. Dari rasio dokter dan rasio tenaga kesehatan lainnya masih menunjukkan belum sesuai standar, terlebih di kabupaten perbatasan yang masih memprihatinkan. Di Kabupaten Malinau, lebih dari 30 desa belum memiliki tenaga dokter menetap dan 12 desa belum memiliki tenaga bidan dan tenaga kesehatan lainnya yang menetap. Di Kabupaten Nunukan, yaitu di Kecamatan Lumbis Ogong, Sebatik Barat, dan Sebatik Utara tidak memiliki tenaga dokter. Di kabupaten ini pula, sejumlah 127 desa tidak memiliki bidan desa. Pemerataan tenaga kesehatan perlu ditingkatkan agar pelayanan juga merata. Program dokter terbang adalah cerminan dari tidak adanya dokter spesialis di daerah tertentu di Provinsi Kalimantan Utara. Selain tenaga medis dan paramedis, tenaga kesehatan seperti sanitarian dan kesehatan masyarakat juga masih rendah. Kondisi lingkungan yang kumuh dan jauh dari standar sehat harus menjadi perhatian. Perlu dukungan dari pemerintah yaitu berupa tenaga ahli di bidang kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang mampu membina masyarakat di Provinsi Kalimantan Utara. Peningkatan tenaga kesehatan di masa depan dapat dipenuhi dengan investasi SDM Kesehatan yaitu dengan pemberian bantuan biaya pendidikan kepada putra daerah untuk sekolah di bidang kedokteran dan kesehatan dengan persyaratan dan perjanjian seperti kewajiban kembali untuk mengabdi dan membangun daerah. Selain jumlah, kualitas SDM juga harus ditingkatkan untuk mewujudkan Provinsi Kalimantan Utara yang mandiri, bersih, dan berwibawa. Dengan meningkatnya kualitas tenaga kesehatan diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu meningkatkan pemberdayaan kepada masyarakat setempat, sehingga pendidikan dan pelatihan pun perlu diadakan untuk meningkatkan kualitas SDM baik SDM kesehatan mauaun SDM non kesehatan. Selain itu juga perlu ada kebijakan untuk menyekolahkan anak daerah agar menghasilkan tenaga kesehatan yang akan mengabdi untuk daerahnya. c. Aksesibilitas terhadap Layanan Kesehatan Salah satu sebab masih rendahnya pelayanan kesehatan di Provinsi Kalimantan Utara adalah di beberapa daerah masih terbatasnya akses untuk mencapai pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur yang belum memadahi, sehingga daerah yang terpencil, pedalaman, dan perbatasan kesulitan untuk berobat di negeri sendiri. Fakta yang ada di daerah perbatasan adalah mayarakat lebih memilih RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 8

9 berobat ke Malaysia karena jarak yang ditempuh untuk ke sana jauh lebih mudah dan dekat, serta kualitas yang lebih baik sehingga lebih efektif dan efisien daripada berobat di negeri sendiri. Sulitnya akses dapat meningkatkan risiko kematian, karena keterlambatan mencapai sarana kesehatan saat terjadi kondisi gawat darurat. 2. Masih Banyaknya Kasus-kasus Penyakit Infeksi dan Non Infeksi Masih banyak terdapat kasus penyakit infeksi dan menular di Provinsi Kalimantan Utara. Berdasarkan data PODES tahun 2011, wabah penyakit selama setahun terakhir berdasarkan Podes tahun 2011 didominasi karena infeksi, berturutturut yaitu ISPA (1.972 penderita), muntaber/diare (954 penderita), malaria (412 penderita), TB (246 penderita), campak (241 penderita), dan demam berdarah (128 penderita). Sedangkan kematian tertinggi disebabkan karena malaria (17 penderita). Berdasarkan RSUD Tarakan, kasus kematian tertinggi rawat inap adalah penyakit gastroenteritis atau infeksi pada lambung, serta penyakit diare yang juga masih tinggi. Selain itu kasus global seperti HIV dan AIDS juga perlu menjadi perhatian. Permasalahan HIV AIDS merupakan salah satu tujuan MDG s Namun, hingga sekarang, target penurunan belum terpenuhi, HIV AIDS kembali menjadi target permasalahan pada tujuan SDG s yang ketiga bersama dengan TB dan malaria. Di Kalimantan Utara sendiri ada peningkatan kasus HIV AIDS dari 2013 ke 2014 yaitu dari 120 kasus menjadi 129 kasus di mana kasus HIV didominasi oleh kelompok Produktif (30-38 tahun). Berdasarkan data, ada 28 kematian akibat AIDS di Kalimantan Utara. Meskipun bila dipresentasekan jumlah kasus dan kematian tersebut tidak terlalu besar, wilayah Kalimantan Utara merupakan daerah perbatasan negara sehingga rawan terhadap penyebaran HIV AIDS, sehingga perlu upaya untuk mencegah penyebaran antar negara. Selain itu juga perlu upaya untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya yang berada di pedalaman, terpencil, dan perbatasan terkait HIV AIDS untuk mencegah penularan pada kelompok rentan salah satunya anak. Prevalensi penyakit tidak menular secara nasional semakin tinggi dari tahun ke tahun. Di Provinsi Kalimantan Utara sendiri, perhatian terhadap penyakit tidak menular (PTM) belum begitu besar karena selama ini terfokus pada permasalahan penyakit menular. Padahal permasalahan PTM seperti fenomena gunung es, hanya sebagian kecil yang terlihat namun permasalahan yang tidak terdeteksi sangat banyak karena ketidaktahuan masyarakat akan tanda dan gejala munculnya penyakit ini, sehingga yang sering terjadi, penanganan baru dilakukan ketika penyakit sudah RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 9

10 menjadi kronis atau pada stase akhir yang sudah parah. Penyakit tidak menular erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat seperti pola makan dan aktivitas fisik. Kebiasaan makan masyarakat di Provinsi Kalimantan Utara adalah porsi besar dalam sekali makan, serta seringnya konsumsi gorengan dan kurangnya sayur. 3. Masih Rendahnya Kualitas Lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat Kondisi lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang menyumbang tingkat kesehatan masyarakat. Kualitas air di sebagian Provinsi Kalimantan Utara kurang baik. Kondisi ini dapat dilihat dari keruhnya air yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari. Selain keruh, air tersebut juga berbau dan sedikit berasa. Menurut standar syarat air bersih adalah adalah yang tidak berwarna, berbau, dan berasa. Bagi sebagian masyarakat, air tersebut digunakan untuk kebutuhan seharihari termasuk untuk dikonsumsi. Selain kualitas air, kualitas lingkungan dan pemukiman juga menjadi salah satu permasalahan kesehatan. Di beberapa pemukiman yang ada kondisinya kumuh. Pada rumah jenis rumah panggung sederhana seringkali terlihat sangat kumuh baik bagian dalam maupun bagian luar rumah. Di bawah rumah panggung ini juga seringkali tergenang air dan berserakan barang-barang bekas, tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik rumah. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kalimantan Utara 2014, banyak rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan. Gambar B.1 Jumlah dan Persentase Rumah Sehat Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Analisis 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 10

11 Jumlah tersebut menandakan masih rendahnya kebiasaan hidup bersih dan sehat di sebagian masyarakat Provinsi Kalimantan Utara. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan kebiasaan buang air kecil atau besar masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan jamban. Kondisi ini banyak ditemukan di daerah sekitar pesisir. Dari penduduk di Provinsi Kalimantan Utara tersebut, sebesar kurang dari 30% masyarakat menggunakan jamban sehat (Profil Kesehatan 2014). Lingkungan yang kotor merupakan sumber banyak penyakit infeksi, mulai dari diare dan gangguan pencernaan lainnya, infeksi saluran pernapasan, malaria, demam berdarah, pes, kolera dan penyakit lainnya. Data dari RSUD Tarakan menunjukan bahwa kasus rawat inap tertinggi adalah Gastroenteritis, dan data PODES 2011 juga menunjukkan kasus diare tinggi di semua kabupaten dan kota, sehingga salah satu cara untuk pencegahan penyakit infeksi/menular juga melalui kebersihan lingkungan dan kebiasaan sehat. Tabel B Permasalahan Kesehatan No Permasalahan Akar Masalah 1 Rendahnya kualitas pelayanan 1. Rendahnya kualitas sarana prasarana kesehatan. kesehatan khususnya di daerah perbatasan - Rumah Sakit masih terbatas khususnya di daerah perbatasan, dengan kualitas masih berstatus C. (Ditandai dengan masih rendahnya - Belum adanya rumah sakit pemerintah. cakupan pelayanan kesehatan belum memenuhi target: cakupan komplikasi kebidanan, pertolongan - Pukesmas yang perlu ditingkatkan seperti layanan rawat inap yang siap 24 jam, memiliki fasilitas PONED dan Unit gawat darurat. persalinan oleh tenaga kesehatan, Desa UCI, penemuan dan - Jaringan puskesmas yang perlu ditingkatkan untuk memfasilitasi masyarakat di daerah perbatasan dan terpencil. penanganan penderita penyakit TBC BTA, pelayanan kesehatan - Belum semua desa memiliki puskesmas pembantu. Masih rendahnya persentase posyandu aktif. dasar pasien masyarakat miskin, kunjungan bayi) - Masih belum terpenuhinya fasilitas dasar Dinas Kesehatan Provinsi seperti UPT, Instalasi Farmasi Kesehatan, Balai Pelatihan Kesehatan, Laboratorium Kesehatan Daerah, dll. 2. Rendahnya Kuantitas dan kualitas SDM. - Rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya masih di bawah standar. Masih rendahnya jumlah tenaga kesehatan yang menetap terutama di daerah perbatasan. - Belum meratanya persebaran tenaga kesehatan di seluruh wilayah Kalimantan Utara, terutama di daerah perbatasan dan terpencil. - Tenaga kesehatan yang ada belum sepenuhnya memiliki kualifikasi yang baik. 3. Aksesibilitas terhadap layanan kesehatan yang masih terbtas - Beberapa wilayah masih sulit untuk menjangkau fasilitas kesehatan yang terdekat dan berkualitas. Sebagai contoh di Kecamatan Krayan, satu-satunya akses jalan adalah pesawat 2 Masih tingginya kasus-kasus penyakit 3 Masih rendahnya kualitas lingkungan dan perilaku hidup (Hasil wawancara Badan Pengawas Perbatasan). 1. Kasus Nasofaringitis akut menjadi penyakit terbesar di puskesmas. 2. Kasus Diare dan Gastro enteritis masih menjadi kasus rawat inap yang tinggi di hampir semua kabupaten dan kota. 3. Kasus DBD masih tinggi 4. Kasus TBC masih tinggi 5. Meningkatnya jumlah penderita HIV AIDS. 6. Di beberapa wilayah, pola makan tinggi karbohidrat dan lemak (konsumsi nasi dalam porsi besar, gorengan, dan rendah sayur) kemungkinan besar menyebabkan munculnya penyakit 1. Kualitas air bersih yang masih kurang. Di beerapa wilayah, masyarakat menggunaan air yang keruh, berbau, dan berasa untuk RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 11

12 No Permasalahan Akar Masalah bersih dan sehat kebutuhan sehari-hari. 2. Kebiasaan BAB dan BAK di sungai dan ladang 3. Jumlah rumah tangga bersanitasi masih 50%. 4. Persentase rumah sehat masih 44%. dan 56% tidak memenuhi syarat kesehatan. 5. Masih banyak rumah tangga yang tidak memiliki MCK sendiri. 6. Keluarga yang menggunakan jamban memenuhi syarat kesehatan baru 32,6%. Dan 67,4% keluarga belum menggunakan jamban keluarga. Sumber: Hasil Analisis, 2016 C. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Utara cukup tinggi. Selain angka kelahiran, tingginya angka migrasi yang masuk ke wilayah Provinsi Kalimantan Utara juga menyebabkan tingginya pertumbuhan penduduk. Permasalahan lain yang berhubungan dengan ini adalah belum optimalnya pendewasaan usia perkawinan. Jumlah penduduk yang ber-kb juga menentukan laju pertumbuhan penduduk. Di Provinsi Kalimantan Utara cakupan peserta KB aktif sebesar 59,7% dari target SPM sebesar 70%. Selain pertumbuhan penduduk, persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera 1 masih cukup tinggi yaitu 46% pada tahun Hal ini menunjukkan masih banyak masyarakat Provinsi Kalimantan Utara yang belum sejahtera, sehingga perlu adanya pembinaan dan usaha peningkatan pendapatan keluarga agar sejahtera. D. Pendidikan 1. Rendahnya Kualitas Pendidikan Penduduk dan Terbatasnya Pelayanan Pendidikan Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) merupakanproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 1 Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun , pembangunan pendidikan di daerah diarahkan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan pendidikan dasar bagi seluruh masyarakat dan mempercepat pembangunan pendidikan dan kebudayaan di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan. Hal ini menyebabkan posisi kualitas pendidikan beserta sarana dan prasarana pendukungnya dinilai sangat penting bagi pembangunan wilayah di Provinsi Kalimantan Utara, yang merupakan salah satu wilayah perbatasan di Indonesia. Isu strategis berupa 1 diakses tanggal 17 April 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 12

13 rendahnya kualitas pendidikan penduduk dan terbatasnya pelayanan pendidikan di Provinsi Kalimantan Utara diketahui dari berbagai kondisi indikator pendidikan yang ada, diantaranya adalah angka melek aksara, angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi sekolah, rasio ketersediaan sekolah, rasio guru-murid, proporsi guru yang memenuhi kualifikasi SI/DIV, distribusi guru, dan jarak antar sekolah. Angka melek aksara di Provinsi Kalimantan Utara telah mencapai 97,66% pada tahun Angka tahun 2014 ini dinilai sudah melebihi sasaran rata-rata nasional angka melek aksara penduduk usia di atas 15 tahun Tahun 2019 yaitu sebesar 96,1%. Berikut ini adalah grafik angka melek aksara di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 sampai dengan Gambar D.1 Grafik Angka Melek aksara Provinsi Kalimantan Utara Tahun Sumber: Hasil Analisis, 2016 Angka melek aksara yang sudah cukup tinggi tersebut dinilai akan lebih baik jika diikuti oleh kemampuan dan keterampilan lain yang berkaitan dengan kecakapan hidup. Keterampilan masyarakat ini dapat dipupuk melalui berbagai kegiatan pendidikan non-formal dan informal. Pendidikan non-formal menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan, yang memiliki tujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010, satuan pendidikan nonformal dapat berupa pendidikan melalui lembaga kursus, lembaga pelatihan, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), majelis taklim, dan lain-lain. Program RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 13

14 pendidikan nonformal dapat berupa pendidikan keagamaan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan kesetaraan. Sedangkan, program pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pendidikan informal bagi warga masyarakat dapat dilakukan salah satunya dalam bentuk pendidikan jarak jauh, melalui penyiaran televisi dan radio, penayangan film dan video, pemasangan situs internet (pendidikan online), dan lain-lain. Pengembangan sistem pendidikan nonformal dan informal diharapkan dapat membentuk masyarakat yang memiliki kecakapan hidup dan keterampilan fungsional. Berdasarkan kondisi geografis dan posisi politisnya sebagai wilayah perbatasan, khusus untuk Provinsi Kalimantan Utara, diharapkan dapat dikembangkan kurikulum pendidikan nonformal dan informal yang sarat dengan muatan wawasan kebangsaan, kecintaan terhadap tanah air dan keutuhan NKRI, namun juga diarahkan pada praktek dan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan. 2 Kemampuan ini pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan jiwa wirausaha masyarakat, kompetensi pada bidang spesifik tertentu, atau bahkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk mencapai manfaat tersebut, diharapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dapat memfasilitasi integrasi program pendidikan nonformal maupun informal dengan program ujian kesetaraan maupun program jaminan penempatan lulusan ke dalam dunia kerja, baik di dalam maupun luar negeri. Gambar D.2 Grafik Rata-rata LamaSekolah Provinsi Kalimantan Utara Tahun Sumber: Hasil Analisis, Rosliana, Lia, dkk Manajemem Perbatasan Fokus Inovasi Pendidikan di Perbatasan Kalimantan Utara dalam Jurnal Borneo Administrator Volume 11 No.3 Tahun 2015, (Samarinda: PKP2A III LAN,2015), 336. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 14

15 Angka rata-rata lama sekolah (ARLS) di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2014 hanya sebesar 8.35 tahun. Hal ini menjelaskan bahwa rata-rata penduduk di Kalimantan Utara masih banyak yang tidak dapat menamatkan bangku SMP, dengan rata-rata lama sekolah hanya mencapai antara kelas 2 dan 3 jenjang SMP/MTs. Ketidakmerataan angka rata-rata lama sekolah juga terlihat pada tahun tersebut. Kota Tarakan memiliki ARLS sebesar 9.44 tahun, yang berarti di kota tersebut dinilai telah memenuhi program wajib belajar 9 tahun dengan rata-rata lama sekolah mencapai antara kelas 3 SMP/MTs dan kelas 1 SMA/SMK/MA. Sedangkan kabupaten lain, seperti Kabupaten Nunukan dan Tana Tidung masih memiliki ARLS sebesar 7.21 tahun dan 7.84 tahun, atau dengan rata-rata lama sekolah hanya mencapai antara kelas 1 dan 2 jenjang SMP/MTs. Serupa dengan angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan (APT) Tahun 2012 menunjukan bahwa lulusan SD sederajat merupakan yang terbanyak di Kalimantan Utara, berkisar antara 22.15% sampai dengan 29.2% untuk tiap kabupaten atau kota. Berikut ini ditampilkan grafik angka pendidikan yang ditamatkan di Provinsi Kalimantan Utara. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 15

16 Gambar D.3 Grafik Angka Pendidikan yang Ditamatkan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun Sumber: Hasil Analisis, 2016 Angka partisipasi sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2014 baru mencapai 73.4%. Rendahnya angka partisipasi sekolah mengisyaratkan rendahnya daya serap penduduk usia sekolah jenjang jenjang SMA/MA/SMK. Rendahnya angka partisipasi sekolah ini merupakan cerminan dari relatif rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan formal tingkat menengah maupun rendahnya pendapatan atau kesadaran masyarakat untuk membiayai pendidikan tingkat lanjut tersebut. Bagi sebagian masyarakat Provinsi Kalimantan Utara, pendidikan belum menjadi prioritas investasi yang menjanjikan di masa depan. Terbatasnya pelayanan pendidikan ditunjukkan dengan rendahnya rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah SMA/MA/SMK, rendahnya rasio gurumurid pada jenjang pendidikan menengah atas, rendahnya proporsi guru sekolah menengah atas yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV,distribusi guru yang belum merata, dan aksesbilitas menuju sekolah yang masih rendah. Rendahnya rasio ketersediaan sekolah disebabkan oleh masih sedikitnya jumlah sekolah yang ada dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah yang membutuhkan. Aksesibilitas menuju sekolah yang masih rendah dapat disebabkan oleh moda transportasi menuju sekolah yang belum memenuhi kebutuhan wilayah, jauhnya jarak antar sekolah, jarak permukiman penduduk ke sekolah yang dituju, maupun buruknya kondisi sarana prasarana menuju sekolah tersebut. Idealnya, dengan sebaran fasilitas pendidikan sekolah yang belum merata dan lokasi tempat tinggal yang tersebar di kawasan yang luas, maka pola pendidikan yang dikembangkan adalah pendidikan sekolah dengan fasilitas asrama. Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, sekolah di pedalaman/perbatasan belum dikembangkan sebagai sekolah berasrama untuk mengantisipasi rendahnya aksesbilitas menuju sekolah. Berikut merupakan data jarak rata-rata desa ke SMA terdekat di Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 16

17 Tabel D.1 Jarak Rata-Rata Desa ke SMA Terdekat di Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2011 No Kemudahan Mencapai SMA Terdekat dari Desa Kabupaten/ Jarak Rata- Kecamatan Sangat Sangat Kota Rata (Km) Mudah Sedang Sulit Mudah Sulit 1 Bulungan Peso 62, Peso Hilir 47, Tanjung Palas 3,9 8 Tg. Palas Barat 18,6 2 2 Tg. Palas Utara 6,4 5 Tg. Palas Timur 39, Tanjung Selor 9,4 7 1 Tg. Palas Tengah 19,8 1 1 Sekatak 7, Bunyu , ,61% 12,68% 4,23% 7,04% 8,45% 2 Malinau Kayan Hulu 19,1 3 1 Sungai Boh 14,6 3 2 Kayan Selatan 25,6 1 3 Kayan Hilir 99,8 5 Pujungan 99,8 8 Bahau Hulu 81,5 1 4 Malinau Kota 7 3 Malinau Selatan 28, Malinau Barat 9,8 8 1 Malinau Utara 6,7 11 Mentarang 43, Mentarang Hulu 99,8 7 44, ,86% 18,37% 8,16% 1,02% 29,59% 3 Nunukan Krayan 10, Krayan Selatan 23, Lumbis 61, Lumbis Ogong Sembakung 52, Nunukan 56, Sei Menggaris Nunukan Selatan 11,3 2 1 Sebuku 27, Tulin Onsoi Sebatik 4,3 8 Sebatik Timur Sebatik Tengah Sebatik Utara Sebatik Barat 24, , ,13% 14,10% 5,98% 2,99% 21,79% 4 Tana Tidung Sesayap Sesayap Ilir 13,2 4 3 Tana Lia 23, ,93 5 Tarakan Tarakan Timur 2,8 5 Tarakan Tengah 2 3 Tarakan Barat 3, % 30% 15% Tarakan Utara ,88 92,31% 7,69% KALIMANTAN UTARA 55,50% 15,37% 6,42% 2,98% 19,72% Sumber : Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 17

18 Catatan: Data sebelum pemekaran di Kabupaten Malinau Jarak rata-rata desa ke Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK) terdekat di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2011 yaitu 2 km berada di Kecamatan Bunyu Kabupaten Bulungan dan yang terjauh mencapai 99,8 km di tiga kecamatan di Kabupaten Malinau, yaitu Kecamatan Kayan Hilir, Pujungan dan Mentarang Hulu. Jarak tempuh ke SMA berdasarkan data Potensi Desa 2011 tersebut rata-rata masih masuk kategori sangat mudah (0-19,9 km) namun tidak sebanyak jarak tempuh ke SD maupun ke SMP. Persentase untuk kategori sangat mudah hanya mencapai kisaran 55-68% untuk seluruh kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara, sedangkan untuk Kota Tarakan mencapai 92,31% dikarenakan luas wilayahnya jauh lebih kecil dibandingkan kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara. Persentase kategori sangat sulit (80-9,9km) untuk jarak ke SMA terhitung cukup tinggi dibandingkan jarak ke SD maupun SMP yaitu mencapai kisaran 8-30% untuk kabupaten di Kalimantan Utara 3. 3 Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 18

19 Gambar D.4 Peta Sebaran Sekolah Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 19

20 Kualitas dan kuantitas sekolah sebagai sarana pendidikan dalam bentuk fisik perlu dilengkapi dengan sumber daya manusia pendukung demi berjalannya proses belajar yang efektif. Tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas juga dibutuhkan sebagai pilar peningkatan pembangunan di bidang pendidikan. Kondisi Provinsi Kalimantan Utara menunjukan nilai capaian rasio guru dan murid tingkat SMA/SMK/MA tahun 2013 adalah sebesar siswa per guru. Dalam Standar Pelayanan Minimal disebutkan bahwa rasio guru dan murid untuk jenjang SMA sederajat adalah sebesar 1:15, angka tersebut berarti satu guru mengajar 15 siswa SMA sederajat. Nilai capaian tersebut dinilai masih belum menggambarkan permasalahan yang sebenarnya, terutama buila dikaitkan dengan angka rata-rata lama sekolah, yang hanya sampai jenjang SMP/MTs. Ini berarti banyak penduduk usia sekolah tingkat SMA sederajat yang tidak melanjutkan sekolah, sehingga hanya sebagian penduduk usia sekolah tingkat SMA sederajat yang melanjutkan sekolah, sementara ketersediaan guru cukup besar apabila dibandingkan dengan jumlah siswa SMA sederajat yang ada saat ini. Proporsi guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA) yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV juga dinilai masih rendah, meskipun data yang ada belum lengkap untuk tiap kabupaten/kota. Distribusi guru untuk semua wilayah di Provinsi Kalimantan Utara juga dinilai masih belum merata, sekolah di pedalaman/perbatasan masih merasakan kekurangan guru dari segi jumlah maupun kualifikasi. Tabel D.2 Rendahnya Kualitas Pendidikan Penduduk dan Terbatasnya Pelayanan Pendidikan Masalah Akar Masalah Rendahnya kualitas 1. Meskipun angka melek aksara (AMH) sudah cukup tinggi (di atas 95%) pendidikan penduduk namun secara umum belum diikuti oleh kemampuan dan ketrampilan lain. dan terbatasnya 2. Angka rata-rata lama sekolah masih dibawah 10 tahun atau hanya setingkat pelayanan pendidikan SLTA tidak tamat ke bawah. 3. Berdasarkan data yang tersedia menunjukkan Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APT) masih rendah (SD kurang dari 30%, SMP = 20%, sementara yang PT kurang dari 10%) sehingga APT masih setingkat SD. 4. Angka Partisipasi Sekolah (APS) baru mencapai sekitar 70% 5. Rasio ketersediaan sekolah jenjang SLTA masih rendah. 6. Rasio guru-murid pada jenjang pendidikan menengah atas lebih baik dari SPM, namun karena banyak penduduk usia sekolah yang tidak lagi sekolah pada jenjang SLTA sederajat, maka rasio guru nurid ini belum menggambarkan permasalahan yang sebenarnya. 7. Proporsi guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV masih rendah. 8. Distribusi guru untuk semua wilayah masih belum merata, sekolah di pedalaman/perbatasan masih kekurangan guru dari segi jumlah maupun kualifikasi. 9. Aksesibilitas menuju sekolah masih rendah, sekolah di pedalaman/perbatasan belum dikembangkan sebagai sekolah berasrama, siswa banyak mengalami kendala transportasi dan jarak yang jauh. Sumber: Hasil Analisis, 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 20

21 E. Sosial 1. Rendahnya Penanganan dan Pelayanan Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar.hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial. Kementrian Sosial (Departemen Sosial) saat ini menangani 22 jenis PMKS yang terdiri dari anak balita terlantar, anak terlantar, anak nakal, anak jalanan, wanita rawan sosial ekonomi, korban tindak kekerasan, lanjut usia terlantar, penyandang cacat, tuna susila, pengemis, gelandangan, bekas warga binaan lembaga kemasyarakatan (BWBLK), korban penyalahgunaan NAPZA, keluarga fakir miskin, keluarga berrumah tidak layak huni, keluarga bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil (KAT), korban bencana alam, korban bencana sosial atau pengungsi, pekerja migran terlantar, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), dan keluarga rentan 4. Provinsi Kalimantan Utara masih memiliki Komunitas Adat Terpencil (KAT) di wilayahnya yakni KAT Dayak Punan dan Dayak Berusu yang tinggal di Kecamatan Sekatak (Kabupaten Bulungan); KAT Lundayeh yang tinggal di Kecamatan Krayan (Kabupaten Nunukan), serta Komunitas Adat Terpencil lainnya yang diperkirakan masih banyak yang mendiami wilayah Provinsi Kalimantan Utara khususnya di Kabupaten Bulungan, Malinau, dan Nunukan yang belum terdata. KAT yang belum terdata tersebut dimungkinkan belum mendapatkan penanganan dan pelayanan kesejahteraan sosial, oleh karena KAT tersebut tinggal berpindah-pindah. Pada tahun 2013, Kementerian Sosial memberikan bantuan kepada Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Kalimantan Utara, khususnya KAT di Desa Ketaban, Kecamatan Sebuku (Kabupaten Nunukan) dengan bantuan sebanyak 137 unit rumah; proyek permukiman di Pulau Keras, Kecamatan Sebakung (Kabupaten Nunukan) untuk 77 KK; serta bantuan 100 unit rumah di Kabupaten Bulungan. Hingga saat ini penanganan dan pelayanan terhadap Komunitas Adat Terpencil tersebut masih kurang diakses pada tanggal 20 April Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 21

22 Kondisi pelayanan sosial di Provinsi Kalimantan Utara dalam penyediaan sarana sosial antar kabupaten/kota dinilai masih kurang dan belum terdata dengan baik. Kondisi ini terlihat dari data perkembangan jumlah sarana sosial yang sekilas terlihat mengalami fluktuasi selama 8 (delapan) tahun terakhir. Setiap daerah memiliki permasalahan sosial yang berbeda dan belum memiliki sarana sosial yang memadai dan merata. Berikut adalah grafik jumlah sarana sosial menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara. Gambar E.1 Grafik Jumlah Sarana Sosial Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun Sumber: Hasil Analisis, 2016 Kondisi tersebut ditambah dengan fakta dilapangan yang menunjukkan bahwa proporsi penerima bantuan bagi PMKS dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang belum terdata dengan baik.selain itu, pemberian bantuan dinilai belum mengarah pada upaya mewujudkan pemberdayaan dan kemandirian agar terbebas dari masalah kesejahteraan sosial.masyarakat masih memiliki kesadaran dan motivasi yang rendah untuk bersama pemerintah memecahkan masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.kondisi ini secara umum mengindikasikan bahwa perhatian dalam pengelolaan bidang sosial masih belum optimal. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 22

23 Sebagai daerah otonomi baru, tantangan di masa depan yang harus dihadapi Provinsi Kalimantan Utara yakni harus mampu membangun dan mengembangkan kebijakan sosial sebagai langkah strategis penanganan masalah kesejahteraan sosial. Keterjangkauan akses untuk mengurangi persoalan kesenjangan sosial masyarakat harus dapat dilaksanakan di seluruh dan melalui kerjasama antara kabupaten/kota. Provinsi Kalimantan Utara 5 (lima) tahun mendatang diharapkan mampu menjamin terlaksananya sistem kelola pelayanan dan jaminan sosial masyarakat lintas daerah, terutama di wilayah perbatasan. Hal ini sangat penting dilakukan untuk menjaga sistem ketahanan sosial masyarakat dan mendekatkan peran negara dalam usaha menjamin kesejahteraan masyarakat sesuai amanat Undang-Undang. 6 Masalah Rendahnya penanganan dan pelayanan sosial Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel E.1 Permasalahan Kesejahteraan Sosial Akar Masalah 1. Setiap daerah memiliki permasalahan sosial yang berbeda dan belum memiliki kerjasama dan sarana sosial yang memadai dan merata. 2. Masyarakat masih memiliki kasadaran dan motivasi yang rendah untuk bersama pemerintah memecahkan masalah sosial yang ada di dalam masyarakat. 3. Proporsi penerima bantuan bagi PMKS dan penyandang masalah kesejahteraan sosial belum terdata dengan baik dan pemberian bantuan belum mengarah pada upaya pemberdayaan dan kemandirian agar terbebas dari masalah kesejahteraan sosial. F. Kebudayaan Seni budaya merupakan salah satu identitas daerah yang memiliki potensi sebagai daya tarik wisatawan, sedangkan adat istiadat yang khas merupakan modal sosial yang menjadi perekat antar warga di wilayah provinsi Kalimantan Utara ini.kegiatan seperti pameran, lomba, festival seni dan budaya merupakan sarana untuk menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan karakter masyarakat, khususnya generasi muda sekaligus sebagai wujud upaya melestarikan kebudayaan 7. Provinsi Kalimantan Utara memiliki keragaman budaya dan adat istiadat yang khas dari etnis asli Suku Dayak maupun akulturasi budaya dari suku-suku pendatang.akulturasi budaya ini dapat dipandang dari sudut pandang positif maupun negatif.seni dan budaya daerah menghadapi tantangan dan gempuran budaya dari luar yang tidak selalu selaras dengan nilai dan 6 Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 23

24 budaya daerah, seni dan budaya daerah cenderung terpinggirkan dalam proses akulturasi kebudayaan. Pelestarian seni dan budaya selama ini belum didukung oleh masih belum tersebar meratanya kelompok pelestari seni dan budaya daerah maupun belum tersedianya gedung untuk kegiatan pelestarian seni dan budaya daerah.pembinaan seni dan budaya daerah sebagai bagian dari seni dan budaya nasional juga dinilai masih mengalami kendala kurangnya perhatian dan dukungan berbagai pihak, baik sarana, pendanaan maupun kebijakan.berikut ditampilkan grafik jumlah grup kesenian menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara. Gambar F.1 Grafik Jumlah Grup Kesenian Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun Sumber: Hasil Analisis, 2016 Keberadaan situs dan benda cagar budaya masih belum terdata dengan baik dan belum dikembangkan sebagai potensi yang dapat menjadi daya tarik wisata serta pengembangan pendidikan sejarah, seni dan budaya.berdasarkan data yang ada baru terlihat Kota Tarakan sebagai daerah yang sudah berupaya melakukan pengelolaan aset kebudayaan, sementara empatkabupaten lainnya masih sangat kurang. Provinsi Kalimantan Utara sendiri belum memiliki tim ahli (arkeolog, sejarawan, dan budayawan) untuk pendataan resmi situs/cagar budaya yang dilestarikan. Kebudayaan merupakan aset strategis yang dapat dikembangkan menjadi potensi wisata jika dapat dikelola dengan baik dan dijaga kelestariannya. Provinsi RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 24

25 Kalimantan Utara sudah memiliki modal dasar yakni sudah ada upaya pelestarian aset fisik, upaya tersebut pada masa mendatang akan berfungsi sebagai pengamanan cagar budaya dan menjadi potensi wisata minat khusus sejarah. Perkembangan pengelolaan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Utara diharapkan akan mampu menjadi sumber penerimaan daerah. Adat istiadat yang masih kuat di provinsi ini serta sejarah masa lalu sebagai peninggalan Kerajaan Bulungan menjadi salah satu potensi untuk perkembangan wisata seni sejarah dan budaya.dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga saat ini sedang dalam proses penyusunan Masterplan Keraton Bulungan yang diharapkan dapat terlaksana dalam kurun waktu perencanaan rencana pembangunan jangka menengah periode III ini. Aset peninggalan fisik juga dapat memperkuat atraksi wisata yang dapat dijadikan simbol rekam jejak perkembangan sejarah. Pengelolaan festival budaya yang diharapkan dapat dikelola secara lebih baik akan menjadi potensi sebagai penambah daya tarik perkembangan kemajuan sektor pariwisata khususnya dalam rangka kegiatan promosi wisata. Maka aspek pengelolaan festival budaya ini akan menjadi sangat penting dalam mendukung promosi wisata di Provinsi Kalimantan Utara. Selain sebagai kegiatan promosi, festival ini juga dapat dijadikan atraksi wisata minat khusus terutama wisata pengembangan adat dan budaya, seperti festival Erau. 8 Tabel F.1 Permasalahan Seni Budaya dan Olah Raga Masalah Akar Masalah Belum terkelolanya 1. Belum semua daerah memiliki kelompok pelestari seni dan budaya seni budaya dan olah daerah maupun gedung untuk kegiatan pelestarian seni dan budaya raga daerah. 2. Pembinaan seni dan budaya daerah sebagai bagian dari seni dan budaya nasional masih mengalami kendala kurangnya perhatian dan dukungan berbagai pihak, baik sarana, pendanaan maupun kebijakan. 3. Keberadaan situ dan benda cagar budaya masih belum terdata dengan baik dan belum dikembangkan sebagai potyensi yang dapat menjadi daya tarik wisata serta pengembangan pendidikan sejarah, seni dan budaya. 4. Seni dan budaya daerah menghadapi tantangan dan gempuran budaya dari luar yang tidak selalu selaras dengan nilai dan budaya daerah, seni dan budaya daerah cenderung terpinggirkan dalam proses akulturasi kebudayaan. Sumber: Hasil Analisis, Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 25

26 G. Pemberdayaan Perempuan dan Anak 1. Rendahnya Partisipasidan Pemberdayaan Perempuan Partisipasi perempuan sangat dibutuhkan dalam lembaga pemerintahan, karena sebagai wujud keterlibatan perempuan dalam pembangunan dan pengambilan keputusan serta sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Rendahnya partisipasi perempuan di sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara disebabkan masih banyaknya pekerja perempuan yang lebih memilih bekerja di sektor swasta khususnya sektor informal. Selain itu juga masih lebih kecilnya peluang dan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di lembaga pemerintah jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi perempuan agar dapat berpartisipasi layaknya laki-laki karena perempuan juga mempunyai hak yang sama dalam pengambilan keputusan dan pembangunan Kalimantan Utara. Rendahnya partisipasi angkatan kerja perempuan merupakan cerminan dari rendahnya Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IDG suatu daerah dipengaruhi oleh 3 komponen yakni keterlibatan perempuan dalam pengmabilan keputusan di parlemen, perempuan sebagai tenaga profesional, dan sumbangan pendapatan perempuan. Rendahnya nilai IDG Provinsi Kalimantan Utara banyak dipengaruhi oleh komponen pertama dan ketiga. Pengaruh dari komponen pertama yakni masih rendahnya peran serta perempuan di parlemen (DPRD). Dapat terlihat juga dari masih rendahnya partisipasi perempuan di lembaga pemerintah. Peran serta perempuan di parlemen sangat dibutuhkan sebagai pengambil keputusan dan keterlibatannya dalam pembangunan. Sedangkan pengaruh komponen ketiga yaitu rendahnya sumbangan pendapatan dari perempuan. IDG Provinsi Kalimantan Utara yang masih rendah menunjukkan kesenjangan gender yang terjadi masih sangat tinggi. 2. Belum Optimalnya Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Penanganan penyelesaian pengaduan kasus perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan berfluktuasi dan cenderung menurun. Hal ini mengisyaratkan bahwa penanganan terhadap korban kekerasan yang menimpa perempuan dan anak sudah baik, oleh karena SPM mensyaratkan penanganan terpadu untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Sementara penanganan secara terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan tersebut belum dapat terpenuhi. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 26

27 Tabel G.1 Permasalahan Pemberdayaan Perempuan Masalah 1. Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan 2. Belum optimalnya penanganan perempuan dan anak korban kekerasan 3. Minimnya informasi mengenai tenaga kerja dibawah umur Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah 1. Masih rendahnya daya saing perempuan untuk bekerja di lembaga pemerintah dibandingkan dengan laki-laki. 2. Peran serta perempuan di parlemen masih rendah. 3. Pelaksanaan pengarusutamaan gender yang belum optimal. Belum optimalnya kinerja pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan terkait pelaksanaan SPM Belum terekamnya jumlah tenaga kerja usia 5-14 tahun dengan lengkap H. Kepemudaan dan Olah Raga 1. Belum Terkelolanya Kepemudaan dan Olah Raga Pembangunan di bidang kepemudaan diharapkan dapat memacu pemuda Provinsi Kalimantan Utara dalam merespon permasalahan bangsa secara spesifik terkait dengan kepemudaan dan kemasyarakatan, sekaligus secara proaktif mencari dan menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Pemuda diharapkan memiliki semangat kepeloporan, kreativitas, kepeduliaan, kesukarelaan, dan pengabdian di tengah masyarakat. 9 Provinsi ini memiliki potensi yang cukup besar apabila dilihat dari jumlah sumber daya kepemudaan.ini merupakan aset yang cukup besar bagi Provinsi Kalimantan Utara untuk mengelola aktivitas kepemudaan dengan lebih baik sehingga pemuda menjadi sumber daya yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.namun jumlah dan ragam kegiatan kepemudaan belum terdata dengan baik sehingga pembinaan kegiatan kepemudaan belum dapat dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan kontinyu. 10 Pembangunan di bidang keolahragaan diharapkan dapat memfasilitasi dan memotivasi masyarakat dari berbagai lapisan usia agar gemar berolahraga dan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup. Pengembangan bidang keolahragaan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, sportivitas, kebugaran, pergaulan sosial, kesejahteraan individu/kelompok/masyarakat pada umumnya secara sistemik. 11 Indikator pembangunan di bidang keolahragaan yang ditandai dengan jumlah gelanggang/balai remaja (selain milik swasta) dinilai masih belum dapat 9 Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan Olahraga Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan Olahraga RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 27

28 mencapai standar pelayanan minimum yang ditetapkan. 12 Hal ini menyebabkan upaya untuk melakukan pembinaan kegiatan olahraga masih terkendala oleh keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. Selain itu, pembinaan egiatan olah raga dinilai masih belum merata di semua wilayah, terutama di wilayah pedalaman/perbatasan. Masalah Belum terkelolanya kepemudaan dan olah raga Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel H.1 Permasalahan Kepemudaan dan Olah Raga Akar Masalah 1. Upaya untuk melakukan pembinaan kegiatan olahraga masih terkendalam oleh keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. 2. Upaya pembinaan kegiatan olah raga masih belum merata di semua wilayah, terutama di wilayah pedalaman/perbatasan. 3. Jumlah dan ragam kegiatan kepemudaan belum terdata dengan baik sehingga pembinaan kegiatan kepemudaan belum dapat dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan kontinyu Bidang Ekonomi A. Perekonomian Daerah 1. Masih Relatif Tingginya Tingkat Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah kompleks yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor multidimensi dan mengakibatkan timbulnya permasalahan pembangunan lanjutan. Begitu pula yang terjadi di Provinsi Kalimantan Utara, terkait kemiskinan penduduk. Kemiskinan masih menjadi masalah prioritas untuk diselesaikan karena erat kaitannya dengan kesejahteraan hidup. Kemiskinan dapat disebabkan dan menyebabkan penurunan kualitas hidup dan berdampak pada tingkat perekonomian wilayah. Dilihat dengan pendekatan makro, kemiskinan di Provinsi Kalimantan Utara menunjukkan angka yang cenderung menurun dan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional. Namun tingkat kemiskinan di beberapa Kabupaten masih tinggi dan jauh di atas tingkat kemiskinan nasional. Kabupaten Bulungan menyumbang penduduk miskin terbanyak untuk angka Provinsi Kalimantan Utara. Pada tahun 2014 persentase kemiskinan di Kabupaten Bulungan mencapai 12,03% dan merupakan yang tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Utara. Sedangkan Kabupaten Nunukan dan kota Tarakan menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan terendah sejak tahun 2010 sampai dengan Masih rendahnya pemerataan kesejahteraan akibat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Utara dapat disebabkan oleh banyak faktor baik faktor dari dalam 12 Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 28

29 maupun luar. Salah satu akar permasalahan kemiskinan adalah tidak meratanya distribusi kegiatan ekonomi. Dengan kata lain pusat pertumbuhan ekonomi masih terpusat pada Kabupaten/Kota tertentu. Kegiatan ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah yang memiliki keunggulan sumberdaya alam dan infrastruktur dasar yang relatif sudah baik. Gambar A.1 Distribusi PDRB Menurut Kabupaten/Kota Tahun Provinsi kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Grafik di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan menjadi penyumbang PDRB terbesar terhadap Provinsi Kalimantan Utara. Pada tahun 2014 Kota Tarakan menyumbang sebesar 31,51% dan disusul oleh Kabupaten Nunukan 30,73%. Hal ini disebabkan telah tersedianya infrastruktur yang memadai terutama di Kota Tarakan seperti pelabuhan laut dan bandara internasional yang mampu mendukung berkembangnya kegiatan perekonomian di sektor primer maupun sekunder. Konsentrasi kegiatan ekonomi di Kota Tarakan juga dipengaruhi oleh posisi geografisnya yang sebagai pintu gerbang menuju wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Oleh karena itu Kota Tarakan memiliki daya tarik yang lebih besar dibanding kabupaten lainnya untuk mengembangkan kegiatan perekonomian. Sedangkan tingginya kontribusi dari Kabupaten Nunukan berasal dari kegiatan di sektor primer khususnya perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batubara. Bonus kekayaan sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Nunukan menyebabkan besarnya kontribusi Kabupaten terhadap perekonomian provinsi. Di samping itu, RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 29

30 kabupaten lainnya masih belum memiliki kegiatan perekonomian unggulan yang mampu membantu mewujudkan pemerataan distribusi PDRB terhadap Provinsi Kalimantan Utara. Selain ketidakmerataan distribusi PDRB akibat pusat pertumbuhan ekonomi yang terpusat, penyebab kemiskinan lainnya adalah belum optimalnya pengendalian harga barang kebutuhan pokok masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya inflasi di Provinsi Kalimantan Utara, yakni 11,91% pada tahun Angka ini jauh melebihi tingkat inflasi nasional yang hanya 8,36% pada tahun yang sama. Tingginya inflasi dapat mengindikasikan tingginya harga barang dan jasa di masyarakat, besarnya jumlah uang yang beredar dan tingginya tingkat daya beli yang harus dimiliki masyarakat. Hal ini menyebabkan standar hidup yang semakin tinggi sehingga sebagian masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal. Belum optimalnya pengembangan usaha di sektor produktif bagi masyarakat juga menjadi alasan tidak terjangkaunya kebutuhan minimal atau dengan kata lain rendahnya pendapatan masyarakat dan menjadikan sebagian penduduk tergolong penduduk miskin. 2. Masih Relatif Tingginya Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Utara hingga tahun 2014 masih tergolong tinggi. Berdasarkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) rata-rata selama, Provinsi Kalimantan Utara berada di posisi angka 5,79% pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterbatasan kesempatan kerja atau belum optimalnya perluasan kesempatan kerja. Rendahnya kesempatan kerja dapat dilihat dari masih rendahnya rasio penyerapan tenaga kerja oleh PMDN/PMA yaitu hanya 17,40. Rendahnya daya serap tenaga kerja dapat disebabkan oleh kondisi kualitas tenaga kerja yang tidak sesuai dengan permintaan serta terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 30

31 Gambar A.2 Persentase Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Kalimantan Utara Utara dalam Angka 2015 dengan hasil olahan 2016 Penyebab lain tingginya jumlah pengangguran adalah belum memenuhinya kualitas tenaga kerja tersedia dengan permintaan tenaga kerja sehingga menyulitkan penyalurannya kepada penyedia lapangan pekerjaan. Tingkat pendidikan terakhir tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Utara paling besar adalah tamat Sekolah Dasar, yaitu 27,92%. Tingkat pendidikan yang relatif rendah ini tentu mempengaruhi kualitas tenaga kerja dan keterbatasan kemampuan dalam bekerja di sektor-sektor tertentu. 3. Pertumbuhan Ekonomi Bersumber pada Kegiatan Ekonomi dan Rentan terhadap Keberlanjutan Ekonomi serta Lingkungan Pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Utara apabila dilihat melalui pertumbuhan PDRB, masih cenderung bersumber dari kegiatan perekonomian di sektor primer. Sektor primer yang sangat mempengaruhi perekonomian Provinsi Kalimantan Utara adalah sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian. Meski kontribusinya terhadap provinsi menurun setiap tahunnya, namun sektor-sektor ini masih menduduki sektor yang berkontribusi paling besar, yaitu mencapai 49% terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara. Sektor pertanian menyumbang sebesar 17,01% di tahun 2014, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 31,99% pada tahun yang sama. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 31

32 Gambar4.1.2.A.3 Kontribusi PDRB ADHK Sektor Primer Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Kedua sektor tersebut merupakan sektor yang berbasis pada sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Perluasan dan pengembangannya juga rentan merusak lingkungan dan mengakibatkan bencana. Selain itu, kegiatan pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah kepada hasil sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian masih sangat terbatas. Saat ini kegiatan perekonomian di sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian belum memiliki forward linkage ke sektor industri. Artinya, produk kedua sektor tersebut sebagian besar masih dijual sebagai bahan mentah atau tidak terolah. Seperti produk sektor pertanian, termasuk produk sektor pertanian pangan, peternakan, dan perikanan, masih diserap dalam bentuk konsumsi langsung oleh masyarakat lokal. Sebagian lain dari produk tersebut sudah terolah namun masih secara tradisional dan sederhana (semi olah), sehingga masih tergolong tidak sustainable. Sama halnya dengan produk sektor pertambangan dan penggalian yang belum terolah oleh sumberdaya manusia di Provinsi Kalimantan Utara. Akibatnya, nilai tambah yang seharusnya dapat didapatkan Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah penghasil, justru diperoleh oleh daerah pengolah. Keterbatasan kegiatan pengolahan disebabkan masih kurangnya kemampuan di bidang teknologi untuk mengolah, sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan mengolah bahan mentah masih relatif sedikit, dan kurangnya investasi di bidang pengolahan sektor tersebut. Kurangnya daya tarik disebabkan infrastruktur dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 32

33 fasilitas fisik maupun ekonomi pendukung investasi industri pengolahan yang belum mampu disediakan Provinsi Kalimantan Utara. 4. Terdapatnya Kegiatan Perdagangan Ilegal Lintas Batas yang Berpotensi Mengakibatkan Kebocoran Ekonomi Provinsi Kalimantan Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, tepatnya di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau. Namun kondisi pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum di wilayah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur masih sangat lemah. Oleh sebab itu masih sering dan banyak terjadi kegiatan ilegal seperti perdagangan ilegal, human traffikcing, TKI ilegal hingga penyelundupan narkoba dan obat-obatan terlarang. Kegiatan ilegal khususnya perdagangan barang lintas batas disebabkan antara lain oleh faktor harga dan tingkat aksesibilitas. Harga barang terutama barang produk dalam negeri di wilayah perbatasan tergolong sangat mahal apabila dibandingkan dengan harga di wilayah lainnya. Tingginya harga barang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan sarana ekonomi berupa pasar dan mahalnya biaya transportasi barang dari tempat produksi menuju ke wilayah perbatasan. Saat ini kondisi sarana ekonomi di wilayah perbatasan tidak hanya jumlahnya saja yang sedikit tetapi juga konstruksi bangunannya yang tidak permanen (tidak memiliki atap, lantai, dan dinding). Hal tersebut di atas menyebabkan kurangnya jumlah pasokan barang kebutuhan pokok sehingga sulit didapat dan harganya yang kemudian menjadi tinggi. Berikut adalah data jumlah sarana ekonomi di kawasan perbatasan. Namun karena ketidaktersediaan data, jumlah sarana ekonomi yang dapat ditampilkan hanya jumlah sarana ekonomi di Kabupaten Nunukan. Faktor lainnya adalah masih buruk dan kurangnya aksesibilitas masyarakat perbatasan terhadap pusat kegiatan ekonomi dalam negeri yang terdekat. Tingkat aksesbilitas yang dimaksud erat kaitannya dengan ketersediaan sarana transportasi. Akses menuju dan/atau dari kawasan perbatasan secara umum menggunakan transportasi udara, laut, dan darat. Namun pelayanannya hingga saat ini masih sangat terbatas, baik dari segi kapasitas moda transportasi, ongkos atau biaya, maupun kualitas infrastruktur pendukung layanan transportasi. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 33

34 Gambar4.1.2.A.4 Jumlah Sarana Ekonomi Tahun 2014 Kawasan Perbatasan Sumber: Hasil Olahan 2016 Mahalnya harga produk dalam negeri mendorong masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan untuk lebih memilih membeli barang kebutuhan pokok dari Negara Malaysia yang relatif lebih murah. Perdagangan barang lintas batas yang dilakukan masyarakat perbatasan tergolong perdagangan ilegal karena seringkali menggunakan jalur setapak, tanpa izin jual, dan tidak dikenakan pajak karena tidak melewati imigrasi resmi. Masalah 1. Masih relatif tingginya tingkat kemiskinan 2. Masih relatif tingginya tingkat pengangguran 3. Pertumbuhan ekonomi bersumber pada kegiatan ekonomi yang rentan terhadap keberlanjutan ekonomi dan lingkungan 3. Terdapatnya kegiatan perdagangan ilegal lintas batas yang berpotensi mengakibatkan kebocoran ekonomi Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel A Permasalahan Ekonomi Akar Masalah 2. Ketidakmerataan Spasial Distribusi Kegiatan Ekonomi akibat pusat pertumbuhan ekonomi yang masih terkonsentrasi pada kabupaten/kota yang memiliki keunggulan SDA dan infrastruktur dasar yang relatif baik 3. Belum optimalnya pengendalian harga barang kebutuhan pokok masyarakat 4. Belum optimalnya pengembanganusaha pada sektor produktif bagi masyarakat 1. Belum optimalnya perluasan kesempatan kerja 2. Belum baiknya kualitas tenaga kerja yang menyulitkan penyaluran tenaga kerja 1. Sektor primer masih menjadi kontributor utama PDRB (48%) 2. Masih terbatasnya kegiatan pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah 1. Relatif mahalnya biaya transportasi barang dan jasa 2. Aksesibilitas masyarakat terhadap pusat kegiatan ekonomi terdekat di wilayah Indonesia terbatas RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 34

35 B. Pertanian dan Ketahanan Pangan Permasalahan yang terdapat di pertanian mencakup permasalahan kurang optimalnya pemanfaatan lahan pertanian, sumber daya manusia yang terbatas serta ketersediaan sarana produksi pertanian yang belum memenuhi kebutuhan petani. 1. Belum Optimalnya Pengelolaan Lahan Pertanian Potensial yang Produktif Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan Belum optimalnya pemanfaatan lahan potensial yang produktif pertanian di Kalimantan Utara menyebabkan kurangnya jumlah produksi pertanian. Kurangnya pengelolaan lahan pertanian ini disebabkan beberapa faktor diantarnya belum tersedianya infrastruktur yang baik yang mendukung meningkatkan produktifitas pertanian, dalam hal ini infrastruktur pengairan baik itu bendungan, embung, maupun lahan yang telah terjaringi saluran irigasi. Selain infrastruktur pengairan, jalan sebagai akses utama mobilitas pergerakan orang dan barang menjadi tidak kalah pentingnya. Masih terdapatnya beberapa daerah yang belum terakses jalan, membuat terhambatnya proses distribusi hasil atau bahan pertanian, selain itu kondisi jalan yang kurang berkualitas juga menghabiskan waktu yang cukup lama, padahal hasil pertanian cenderung tidak memiliki daya simpan yang lama. Selain masalah infrastruktur, masalah yang mempengaruhi optimalisasi penggunaan lahan pertanian ini dikarenakan status kepemilikan lahan yang belum jelas, yang membuat hal ini menjadi salah satu faktor penghambat investor dalam menginvestasikan modalnya di sektor pertanian. Sebagai daerah otoritas baru, pengembangan suatu wilayah pastinya akan membutuhkan lahan lahan baru guna mendukung aktivitas penduduknya. Sehingga tidak jarang pengkonversian lahan lahan pertanian menjadi guna lahan yang lain baik itu perumahan, perdagangan dan jasa. Adanya perubahan guna lahan apabila tidak terkendali dengan baik maka akan mengurangi lahan pertanian yang hal ini akan berdampak langsung terhadap penurunan produksi komoditas pertanian. Lebih jauh lagi, dengan penurunan komoditas pertanian ini dikhawatirkan akan meningkatkan kerawanan pangan daerah tersebut. Kerawanan pangan disini mencakup akan ketersediaan bahan pangan di suatu daerah sebagai konsekuensi akan lahan pertanian yang belum dioptimalkan pemanfaatannya dan juga disebabkan sebagai akibat dari perubahan guna lahan kepada fungsi selain pertanian. Berdasarkan analisis, hingga tahun 2016 kondisi daya dukung lahan dalam mendukung kemampuan swasembada pangan mencapai angka 0,00076 (Sumber: RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 35

36 Analisis Penyusun, 2016). Maknanya, bahwa angka tersebut belum mampu mencapai swasembada pangan dengan kondisi lahan pertanian saat ini. Lahan pertanian yang belum optimal ini dikhawatirkan akan menjadi penyebab kerawanan pangan. Kekhawatiran ini disebabkan karena dengan kondisi lahan yang kurang optimal maka akan mengganggu kestabilan ketersediaan pangan,sehingga peluang masyarakat untuk mengalami kerawanan pangan besar kemungkinannya. 2. Kurang Tersedianya Sarana Produksi Pertanian Masalah tentang ketersediaan sarana produksi pertanian yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani diantaranya yakni ketersediaan benih unggul sebagai inputan utama dalam menghasilkan produksi tani yang berkualitas, ternyata tidak tepat secara kuantitas dan kualitasnya. Selain benih yang unggul masih minimnya Hal ini tentunya menjadi hambatan dalam proses penanaman, terutama dalam mewujudkan periode musim tanam sesuai tanaman sesuai musim tanam. Selain bibit, masalah pada ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang belum memadai, membuat petani kesulitan dalam mengolah hasil panen. Disamping kebutuhan akan alsintan, masih minimnya ketersediaan pupuk, obat obatan juga menjadi tantangan petani dalam bertanam di Provinsi Kalimantan Utara ini. 3. Terbatasnya Sumber Daya Manusia di Bidang Pertanian Sumber daya manusia sebagai aktor dari pelaksana kegiatan menjadi utama keberadaannya. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas menjadi faktor kunci suksesnya suatu program. Dalam mengembangkan sektor pertanian, sumber daya manusia di Kalimantan Utara yang bergerak di pertanian banyak bertumpu pada penduduk transmigran. Rendahnya sumber daya manusia di bidang pertanian melingkupi masih kurangnya jumlah tenaga penyuluh pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas, lalu keberadaan kelompok tani, gapoktan yang belum terorganisir dengan baik, dan kelembagaan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang agribisnis dan agroindustri masih kurang. Hal ini terbukti dari keberadaan agroindustri yang lingkupnya baru berskala industri rumah tangga. Padahal dengan melimpahnya beberapa komoditas pertanian, hal itu apabila dikembangkan dengan baik maka akan memberi nilai tambah pada suatu produk. Selain itu juga belum dirintisnya organisasi petani yang bersifat ekonomik- komersial yang mendukung dan menunjang kegiatan sektor pertanian dari hulu sampai hilir, misalnya dibentuknya RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 36

37 kelompok petani penangkar benih padi, kedele, tanaman sayuran, bibit buahan, dan juga kelompok penghasil pupuk organik, dan kelompok lainnya. 4. Belum Berkembangnya Hilirisasi Komoditas Pertanian Hasil beberapa komoditas pertanian yang cukup melimpah belum memberi nilai tambahpada ekonomi. Hal ini disebabkan hasil pertanian yang langsung dijual secara mentah tanpa dikelola menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi yang notabenenya memberi lebih banyak nilai tambah dibandingkan dengan menjual langsung bahan mentah. Pengolahan hasil pertanian menjadi bahan jadi baru terwujud di Kota Tarakan, melalui pengolahan melalui olahan hasil industri rumah tangga seperti pengolahan keripik dari tanaman buah buahan, pengolahan tahu tempe berbahan dasar kedelai. Pada hasil komoditas perkebunan, juga masih belum terlihat adanya upaya hilirisasi. Hal ini terlihat dari penjualan kelapa sawit yang cenderung dijual mentah, selain itu kakao, karet juga masih belum dikembangkan pengelolaannya. Sehingga petani kebun langsung menjual hasil kebunnya secara mentah tanpa dikelola terlebih dahulu, padahal dengan pengelolaan maka komoditas hasil pertanian akan jauh lebih memberi nilai tambah baik secara ekonomi maupun sosial. Masalah Belum optimalnya pengelolaan lahan pertanian yang potensial produktif berpotensi terhadap kerawanan pangan Kurang tersedianya sarana produksi pertanian Terbatasnya sumber daya manusia di bidang pertanian Tabel B.1 Permasalahan Pertanian dan Ketahanan Pangan Akar Masalah Belum tersedianya infrastruktur pengairan baik bendungan, embung, saluran primer maupun saluran sekunder Lahan potensial yang tersedia untuk pertanian belum semuanya dibuka dengan baik dan statusnya kepemilikannya masih banyak yang belum jelas. Infrastruktur jalan darat dan jalan usaha tani yang sangat menunjang pengangkutan sarana produksi pertanian dan hasil panen belum tersedia secara memadai, sementara transportasi air masih difungsikan secara konvensional. Terjadinya alih fungsi lahan dari peruntukan pertanian tanaman pangan menjadi peruntukan non pertanian, mengikuti kondisi dan tren pasar Ketersediaan benih unggul yang tidak tepat dalam jumlah, kualitas, waktu yang menjadi penghambat dalam proses penanaman tanaman pangan sesuai musim tanam terlebih pada pertanian di lahan kering. Sarana produksi pertanian lainnya berupa pupuk, obat-obatan belum tersedia dengan baik Ketersediaan alat dan mesin pertanian yang belum memadai Sarana dan fasilitas penanganan pasca panen serta jejaring pasar pertanian belum ada Sarana prasarana pembangunan dan pengembangan pertanian masih kurang (komitmen anggaran di aspek ini masih kurang) Keberadaan kelompok tani, gabungan kelompok tani sebagai organisasi petani belum baik Belum dikembangkanya lembaga swadaya masyarakat pertanian yang bergerak dalam bidang agribisnis dan agroindustri lokal maupun regional organisasi petani yang bersifat ekonomik-komersial yang mendukung dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 37

38 Masalah Belum berkembangnya hilirisasi komoditas pertanian Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah menunjang kegiatan sektor pertanian dari hulu sampai hilir, misalnya dibentuknya kelompok petani penangkar benih padi, kedelai, tanaman sayuran, bibit bua-buahan, dan juga kelompok penghasil pupuk organik, dan kelompok lainnya. Perkembangan komoditas buah-buahan cukup baik, namun belum ada program hilirisasi produk/ hasil sehingga belum menguntungkan Perkembangan sektor perkebunan di luar kelapa sawit seperti karet, kakao, lada, kopi, kelapa belum tumbuh kembang dengan baik, sementara hasil kebun kelapa sawit masih dijual secara mentah, sehingga belum mampu memberi banyak nilai tambah C. Kehutanan 1. Terbatasnya Kelengkapan Organisasi dan Kelembagaan Sektor Kehutanan Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Nasional, pembangunan berkelanjutan ditopang oleh keseimbangan tiga pilar pembangunan dan tata kelola. Pilar Sosial menyokong sasaran agar pembangunan mencapai MDG s (Millenium Development Goals). Pilar Ekonomi didorong untuk menerapkan ekonomi hijau sedangkan Pilar Lingkungan diharuskan agar pembangunan memperhatikan aspek lingkungan dan keanekaragaman hayati. Ketiga pilar pembangunan tersebut bisa dicapai dengan tata kelola (governance) yang baik didalam kerangka regulasi, kelembagaan dan pemberantasan korupsi. Organisasi dan kelembagaan SKPD saat ini berdasarkan pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Kehutanan yang merupakan urusan pilihan menyebabkan dalam pembentukannya diserahkan kepada daerah masingmasing. Dalam lingkup SKPD Provinsi Kalimantan Utara saat ini, secara struktur kelembagaan sektor kehutanan merupakan wewenang bidang kehutanan dari Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan. Setiap pemerintah daerah masingmasing kabupaten/kota mempunyai bentuk kewenangan kelembagaan di bidang kehutanan yang berbeda dalam struktur organisasi SKPD. Konsekuensinya, keadaan SDM di tiap organisasi SKPD provinsi dan kabupaten/kota memiliki jumlah dan kapasitas yang berbeda. Selain kebutuhan pegawai struktural yang mencukupi kebutuhan pelayanan administrator, kebutuhan fungsional juga diperlukan secara merata agar organisasi dapat menjalankan peran perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan hutan dan isinya (kayu/non kayu). Keberadaan fungsional seperti penyuluh kehutanan, polisi kehutanan, SPORC, PPNS, dsb. diperlukan secara merata dari tingkat provinsi sampai tingkat tapak. Tanggung jawab atau beban RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 38

39 tupoksi yang relatif sama untuk mengelola hutan Provinsi Kalimantan Utara yang luasnya mencapai 74,59% dari luas daratannya dengan aksesibilitas sulit harus ditanggung oleh organisasi dengan kondisi seperti itu. Kawasan hutan Provinsi Kalimantan Utara sampai saat ini masih menjadi wilayah kerja dari beberapa UPT Kementerian yang mengurusi sektor kehutanan, yaitu: BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) Wilayah IV, BP2HP (Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi) Wilayah XIII, BPDAS (Bina Pengelolaan DAS) Mahakam-Berau, Balai Besar Penelitian Dipterocarpa, Balai Litbang Teknologi Perbenihan Samboja, Badan Diklat Kehutanan Kalimantan Timur, SMK Kehutanan Samarinda, dan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Timur (3 Seksi Pengelolaan) (RKTP, 2014). UPT Kementerian tersebut berada diwilayah Kalimantan Timur sedangkan wilayah pengelolaan atau wilayah kerjanya mencakup Kalimantan Utara. Satu-satunya UPT Kementerian yang terdapat di Kalimantan Utara adalah Balai Taman Nasional Kayan Mentarang. Balai BKSDA yang wilayah pengelolaannya selama ini berdasarkan wilyah administratif tidak seperti taman nasional yang berdasarkan ekosistem berperan dalam mengelola kawasan konservasi selain TN. Balai KSDA bertugas dalam penyelenggaran konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi. Di luar kawasan namun masih dalam wilayah administratifnya Balai KSDA bertanggung jawab juga dalam mengawasi peredaran tumbuhan dan satwa liar, termasuk pula upaya-upaya penelitian, penangkaran, dan pemanfaatannya (pemeliharaan) oleh perorangan, perusahaan dan lembaga-lembaga konservasi terkait. Dilihat dari pengelolaan konservasi di wilayah jantung Kalimantan dan wilayah perbatasan yang menjadi isu nasional dan internasional keberadaan dari organisasi ini penting artinya terutama dalam memantau kegiatan illegal logging dan illegal hunting. Semakin jauh wilayah kerja/pengelolaan ditambah lagi aksesibilitas yang relatif masih sulit dari pusat pengelolaan yaitu kantor balai maka semakin lemah tingkat pengelolaannya. Kesatuan Pemangkuan Hutan yang diharapkan dapat memisahkan fungsi administrator dan pengelola atau regulator dan operator dari kawasan hutan Provinsi Kalimantan Utara saat ini masih belum berjalan dengan optimal. Banyak kendala yang dihadapi mulai dari penyediaan sarana dan prasarana dasar sampai ke kelembagaannya, seperti KPHP Kayan (Kabupaten Bulungan) yang sampai saat ini RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 39

40 masih ketiadaan kelembagaan. Kerangka kelembagaan, pendanaan, dan regulasi diperlukan agar KPHP ataupun KPHL dapat segera berjalan dengan baik untuk mengatasi berbagai permasalahan kehutanan. Masalah tata batas di lapangan, pembinaan para pemegang izin pemanfaatan, dan pengusahaan kawasan hutan yang belum terbebani izin mulai dari hasil hutan kayu, non kayu, biodiversity, dan jasa lingkungan diharapkan segera terkelola. 2. Konflik Pemanfaatan Kawasan Hutan Sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Kalimantan Utara mempunyai banyak kepentingan terhadap hutan kawasan hutan di wilayahnya. Kepentingan daerah untuk meningkatkan PDRB atau PAD nya mengundang banyak investor untuk menanamkan modal di daerah ini. Kondisi saat ini terdapat tiga komoditas dengan tingkat eksploitasi lahan yang tinggi yaitu kayu, sawit, dan batubara. Seiring dengan peningkatan aksesibilitas dan sarana prasarana dasar maka ke depan pembangunan daerah memerlukan wilayah untuk pengembangan industri dan pemukiman sehingga tekanan terhadap kawasan hutan akan semakin meningkat. Semakin tinggi kepentingan atas lahan dan SDA maka potensi benturan kepentingan semakin tinggi. Potensi konflik yang mungkin terjadi antara manusia dan satwa, investor dengan masyarakat adat maupun dengan masyarakat desa sekitar hutan. Dari segi kepentingan ekologi, satwa liar membutuhkan habitat atau wilayah yang spesifik untuk tempat mencari makan dan berkembang biak. Satwa liar secara turun-temurun telah mendiami wilayah ekologi tersebut namun keberadaan sumber daya alam (SDA) seperti bahan tambang, kayu, migas, dll ataupun kawasan itu sendiri menarik manusia untuk mengeksploitasinya. Dari segi ekonomi, eksploitasi sumberdaya hutan khususnya HPH tanpa memperhatikan kelestariannya telah menunjukkan laju produksi kayu nasional dilaporkan KPK pada 2015 terus menurun lebih dari 20 juta meter kubik (m 3 ) pertahun 1990-an menjadi 5,3 juta m 3 pada tahun Peningkatan produksi kayu berasal dari konversi hutan alam menjadi HTI, dan lahan komersial lainnya termasuk perkebunan sawit dan pertambangan. Perusahaan HTI dan yang mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) meningkatkan produksi kayu dari 2,8 juta m 3 pada tahun 2008menjadi 19,1 juta m 3 namun setelah habis akan segera dikembangkan sesuai peruntukannya. Dari segi sosial budaya adanya klaim masyarakat adat, pengusahaan skala besar, privatisasi lahan dan tanah, perubahan status dan fungsi kawasan hutan telah menyebabkan keterbatasan akses masyarakat terhadap manfaat hutan. Akses yang terbatas atau bahkan tertutup terhadap RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 40

41 sumberdaya hutan akan menyebabkan semakin jauhnya tingkat kesejahteraan masyarakat lokal dan dan masyarakat adat. Perencanaan dan penetapan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan fakta lapangan telah menimbulkan konflik tenurial. Kawasan hutan yang mantap penting agar manfaat hutan dapat dirasakan secara adil oleh masyarakat industri, masyarakat lokal, dan masyarakat adat. Penataan batas yang belum selesai atau belum temu gelang dapat menjadi potensi konflik berbagai kepentingan. Berjalannya Kesatuan Pengelolaan Hutan di tingkat tapak akan dapat mengelola secara langsung tata batas kawasan hutan dengan melihat berbagai kepentingan yang ada di lapangan. Dengan tata batas yang jelas maka tumpang tindih lahan akan dapat terselesaikan. 3. Belum TersedianyaData dan Informasi Kehutanan Secara Lengkap, Akurat, dan Kontinyu Perencanaan dalam rangka pemanfaatan dan penggunaan kawasan dan hasil hutan untuk pembangunan kehutanan dan non kehutanan membutuhkan data dan informasi spasial dan non spasial yang berkaitan dengan kawasan hutan dan apa yang terkait dengannya. Data dan informasi yang lengkap, akurat, dan kontinyu diperlukan sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan yang tepat dan bijak dalam mengakomodir berbagai kepentingan. Perencanaan dan pengambilan keputusan yang tepat dan bijak akan meminimalisir konflik dalam pengelolaan hutan. Data dan informasi yang tidak lengkap akan menyebabkan perencanaan yang tidak utuh mengelola permasalahan dari pusat menuju tingkat tapak. Salah satu penyebab data dan informasi yang belum tersedia lengkap, akurat, dan kontinyu adalah sistem informasi manajemen yang sudah ada tidak berjalan dengan lancar dan efektif dari tingkat tapak menuju pengambil kebijakan. Semestinya aliran data bisa berjalan dari satu pintu ke pintu yang lain dengan transparan sehingga menjamin akuntabilitasnya. Dengan begitu setiap data dan informasi dapat terlacak sampai ke tingkat tapak. Penyebab yang lain adalah karena belum ada pendataan dan inventarisasi data informasi kawasan hutan serta isinya sehingga tidak ada data atau informasi yang data diberikan. Kendala itu terjadi karena kekurangan atau kompetensi SDM Kehutanan dari lembaga yang berwenang. Masalah lain adalah perbedaan metode yang digunakan sehingga setiap lembaga mengeluarkan data yang berbeda dari lembaga lain. Dampaknya, adalah kegiatan sektor kehutanan tidak mempunyai target yang terukur untuk menyelesaikan permasalahan. Data luasan hutan dan lahan kritis di RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 41

42 Provinsi Kalimantan Utara apabila dilihat dari data BPDAS sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan data lahan kritis berbeda dengan data yang terdapat di kabupaten sehingga sulit untuk menentukan target rehabilitasinya. Saat ini yang terjadi adalah tingkat rehabilitasi tidak sebanding dengan luasan lahan kritis yang terus bertambah karena kegiatan logging, pertambangan, perkebunan, kebakaran hutan, dsb. 4. Masih Lemahnya Penegakan Hukum Sektor Kehutanan Kurang memadainya SDM, organisasi/lembaga yang berwenang dalam mengawasi kegiatan ilegal sektor kehutanan di tingkat provinsi dan kab/kota, seperti BKSDA juga menyebabkan tidak terpantaunya kegiatan illegal sektor kehutanan seperti penebangan dan perdagangan kayu ilegal serta perdagangan dan perburuan tumbuhan dan satwa liar (TSL). Namun peran tersebut juga harus ditunjang dengan keberadaan polisi kehutanan yang mencukupi dan perangkatnya seperti SPORC (Satuan Polhut Reaksi Cepat) dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) agar regulasi kehutanan dapat ditegakkan. Tingginya tingkat perdagangan TSL illegal dan kayu illegal memerlukan kerja sama dari berbagai pihak agar kekayaan jenis di Provinsi Kalimantan Utara ini dapat lestari. Peran Polhut sulit untuk digantikan secara maksimal oleh kepolisian daerah mengingat jumlah dan kompetensinya yang terbatas namun keduanya tetap harus berjalan bersama untuk memperkuat penegakan hukum sektor kehutanan. Permasalahan penegakan hukum kehutanan memerlukan pengawasan sehingga penegakan hukum tidak hanya terhadap rakyat kecil saja yang melakukan pelanggaran untuk kebutuhan perut sehari-hari namun juga aktor-aktor besarnya. 5. Rendahnya Kesejahteraan Masyarakat Desa Sekitar Hutan Seringkali dijumpai kondisi masyarakat sekitar desa hutan (MSDH) mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Kawasan hutan yang kaya dengan sumberdaya alamnya tidak dapat memberikan kehidupan yang layak untuk mereka. Banyak faktor penyebabnya, antara lain masyarakat tidak diberikan akses untuk mengelola hutan akibat pengusahaan hutan dalam skala besar oleh investor. Skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat masih sangat kurang diterapkan oleh pemerintah daerah seperti skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, bahkan pendampingan dalam pengelolaan hutan rakyat sehingga bisa mensejahterakan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 42

43 mereka masih sangat kurang. Arahan kawasan hutan untuk skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seuas Ha menjadi potensi yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Industri rakyat dalam pengolahan hasil hutan yang ada tidak berkembangnya karena berbagai kendala dasar seperti listrik dan jalan. Sarana dan prasarana dasar daerah tersebut perlu diadakan agar bisa menghubungkan antara industri rakyat dengan industri besar atau menuju konsumen di kota. Pendampingan perlu terus dilakukan oleh lintas lembaga dinas-dinas terkait agar UMKM di bidang kehutanan ini dapat bekembang untuk mensejahterakan masyarakat. Masalah 1. Masih terbatasnya kelengkapan organisasi/kelembagaan yang masih kurang memadai 2. Konflik pemanfaatan kawasan hutan 3. Belum tersedianya data dan informasi kehutanan secara lengkap dan akurat 4. Masih lemahnya penegakan hukum sektor kehutanan masih lemah 5. Rendahnya kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel C Permasalahan Kehutanan Akar Masalah Sebaran pegawai struktural dan non struktural di SKPD bidang kehutanan pada tingkat provinsi, kab/kota sampai KPH belum merata dan mencukupi kebutuhan pelayanan sehingga kurang maksimal dalam mendukung tupoksinya, contohnya jabatan fungsional penyuluh, polhut, SPORC, dan PPNS Belum adanya kelembagaan di KPH Kayan (Bulungan) Tidak adanya organisasi di tingkatan provinsi yang berwenang mengelola konservasi satwa liar dalam mengatur perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar termasuk dalam mengawasi kegiatan ilegal khusus sektor kehutanan di tingkat provinsi dan kab/kota, seperti BKSDA Belum mantapnya seluruh kawasan hutan yang ada Masih belum maksimalnya fungsi KPH di daerahnya sehingga penataan batas kawasan hutan belum terkelola secara langsung Sistem informasi atau aliran data/informasi dari tingkat tapak, kabupaten dan provinsi tidak berjalan dengan lancar Belum adanya pendataan atau inventarisasi seluruh potensi hasil hutan bukan kayu, baik sebaran dan besarnya karena permasalahan kekurangan SDM Tidak terpantaunya kegiatan ilegal sektor kehutanan seperti penebangan dan perdagangan kayu ilegal serta perdagangan dan perburuan tumbuhan dan satwa liar (TSL) Kurangnya memadainya SDM, organisasi/lembaga yang berwenang dalam mengawasi kegiatan ilegal sektor kehutanan di tingkat provinsi dan kab/kota, seperti BKSDA Kurangnya pengelolaan hutan berbasis masyarakat seperti skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan rakyat Tidak berkembangnya industri hasil hutan karena berbagai kendala Kurangnya penyuluhan dan pendampingan dari sektor terkait Kurangnya kerjasama antar sektor untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan D. Perikanan 1. Belum Dimanfaatkannya Sumberdaya Kelautan dan Perikanan SecaraOptimal Sementara ini sub-sektor Kelautan dan perikanan belum menjadi andalan yang dapat untuk memacu perkembangan sektor-sektor lain di Provinsi Kalimantan Utara RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 43

44 ini. Dalam lima tahun terakhir, kontribusi sub-sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kalimantan Utara masih jauh di bawah sektor mineral dan pertambangan. Namun demikian, jika dibandingkan dengan sub-sektor lain dalam sektor pertanian, sub-sektor kelautan dan perikanan ternyata merupakan salah satu sub-sektor yang kontribusinya terhadap PDRB provinsi Kalimantan Utara terus meningkat sejak tahun 2008 bersama-sama dengan sub-sektor tanaman perkebunan. Sedang sub-sektor yang lain dalam kelompok sektor pertanian kontribusi terhadap PDRB semuanya mengalami penurunan. Dengan demikian, sub-sektor kelautan dan perikanan dimasa yang akan datang diharapkan akan dapat menjadi salah satu sub-sektor sebagai prime mover pembangunan di Provinsi Kalimantan Utara, mengingat potensi sumber daya ikan yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Disamping itu, potensi perairan baik laut maupun perairan umum (sungai, rawa dan danau) yang besar dan sementara ini belum dimanfaatkan. Provinsi Kalimantan Utara bersama-sama dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi yang merupakan WPP-716 (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Sumberdaya ikan di WPP-716 diperkirakan mempunyai potensi lestari sebanyak 333,60 ribu ton/tahun dan sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang melimpah di WPP-716 diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai, seperti adanya kapal penangkap ikan (>30 GT), dan pelabuhan perikanan yang memadai serta sumberdaya manusia/nelayan yang mencukupi/memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut data, kapal motor yang berukuran GT di Provinsi Kalimantan Utara hanya sekitar 0,12%, sedang sebagian besar adalah yang berukuran 0-5GT (80,07%). Dengan demikian, dengan adanya armada penangkapan ikan yang yang kecil tersebut maka ikan-ikan yang dapat tertangkap adalahnya yang ada di perairan pantai (<4 mil). Kurangnya kapal motor penangkap ikan yang berukuran besar (>30GT) di Provinsi Kalimantan Utara, kemungkinan disebabkan adanya prasarana pelabuhan perikanan yang belum memadai (belum ada pelabuhan perikanan kelas Nusantara atau Samudera, sehingga kapal ikan yang ukuran besar tidak dapat mendarat). Disamping itu, jumlah RTP (Rumah Tangga Perikanan) tangkap laut yang jumlahnya hanya RTP dengan hasil tangkapan sebanyak ton/tahun atau rata-rata RTP menghasilkan ikan tangkapan 3,4 ton/tahun. Hasil tangkapan ikan yang rendah ini disebabkan karena adanya sarana dan prasarana penangkapan ikan yang kurang memadai. Dengan demikian perikanan tangkap Provinsi Kalimantan Utara hanya RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 44

45 dapat memanfaatkan potensi lestari sumberdaya ikan di WPP-716 hanya sebanyak 4,3% saja. Rendahnya pemanfaatan sumberdaya ikan di laut juga disebabkan oleh tidak adanya rasa aman bagi para nelayan yang melakukan penangkapan di lautan Provinsi Kalimantan Utara. Provinsi Kalimantan Utara dengan panjang pantai km atau 0,5% dari total panjang pantai di Indonesia, ternyata belum dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk kegiatan budidaya perikanan baik perikanan darat, payau maupun laut secara optimal. Di Provinsi Kalimantan Utara secara umum produktivitas budidaya masih belum optimal. Sebagai contoh produktivitas tambak udang di provinsi Kalimantan Utara masih sangat rendah, yaitu hanya 0,13 ton/ha/tahun. Padahal di Pulau Jawa, sekarang ini produktivitas tambak udang yang digunakan untuk budidaya udang vaname dapat mencapai ton/ha/tahun atau bahkan lebih tinggi lagi khususnya yang menggunakan system budidaya secara intensif. Rendahnya budidaya perikanan di Provinsi Kalimantan Utara disebabkan oleh adanya konflik penggunaan lahan untuk budidaya/tambah, karena masih tumpah tindih dengan kawasan hutan, kurang terjaminnya keamanan bagi para petambak/pembudidadya udang, terbatasnya SDM yang memadai dan terbatasnya aksesibiltas sarana produksi (pakan, benur, obat-obatan), mengingat semua sarana produksi didatangkan baik dari Sulawesi Selatan maupun dari Pulau Jawa. Dengan adanya permasalahan-permasalahan tesebut, menyebabkan pengembangan budidaya perikanan menjadi tidak optimal baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Kota Tarakan sejak masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur telah menjadi pintu keluar bagi produk perikanan di provinsi tersebut. Pada tahun 2012 misalnya, jumlah ikan yang keluar (ekspor dan antar pulau) mencapai 75,79% dari total ikan yang keluar dari Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur yang berupa udang beku (82,05%). Pada tahun 2015, jumlah produk perikanan (selain rumput laut) yang diekspor atau keluar provinsi melalui Tarakan adalah sebanyak ton atau sebanyak 36,97% dari total produksi. Kegiatan pasca panen produk perikanan sampai sekarang baru dilakukan oleh 19 perusahaan yang semuanya berlokasi di Kota Tarakan. Meskipun tidak tersedia data, diyakini produksi rumput laut yang mencapai ton juga dijual keluar daerah sebab sampai sekarang belum tersedia industri pengolahan rumput laut di Provinsi Kalimantan Utara. Dengan demikian, dengan adanya potensi yang besar dengan tingkat pemanfaatan yang masih rendah tersebut, dimasa depan akan dibutuhkan unit pengolahan hasil perikanan yang lebih banyak dan tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 45

46 Potensi budidaya yang ada baik untuk perairan umum (sungai, rawa dan danau) maupun laut cukup luas dan tersebar di semua kabupaten/kota. Namun demikian kegiatan budidaya perikanan yang berkembang (>90%) hanya ada di Kabupaten Nunukan, sedang di kabupaten lain belum berkembang. Namun demikian, pemanfaatan perairan umum menurut hasil survey menghadapi kendala akibat adanya penurunan mutu lingkunan air akibat adanya pembukaan lahan baru baik untuk perkebunan maupun untuk pertambangan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat erosi yang menyebabkan pendangkalan sungai-sungai yang ada di Provinsi Kalimantan Utara. Produksi perikanan di provinsi inilebih banyak untuk pemenuhan kebutuhan dalam provinsi (sekitar 64%), kecuali untuk produk udang dan rumput laut. Konsumsi ikan di Provinsi Kalimantan Utara mencapai 42,74 kg/kap/tahun dan lebih tinggi dari rata-rata nasional. Dengan demikian prospek pengembangan sub-sektor kelautan dan perikanan ke depan cukup baik, mengingat tingkat konsumsi penduduk akan ikan yang tinggi, pemasaran keluar daerah maupun ekspor terbuka lebar melalui pintu gerbang utama Kota Tarakan dan Pulau Nunukan serta potensi yang sangat besar. Sehingga sub-sektor kelautan dan perikanan diperkirakan akan dapat menjadi sub-sektor unggulan dimasa yang akan dapat sepanjang sarana dan prasarana serta SDM tersedia baik kuantitas maupun kualitasnya. Masalah 1. Penangkapan ikan yang belum optimal Tabel D.1 Permasalahan Perikanan Akar Masalah 1. Fasilitas pelabuhan perikanan belum memadai 2. Kapal ikan mayoritas ukuran kecil (<30 GT) 3. SDM nelayan kurang kompetitif untuk bersaing dengan nelayan lain (luar daerah atau luar negeri) 4. Keamanan masih rendah 2. Budidaya ikan/udang belum optimal 1. Lahan utk pengembangan budidaya udang/tambak belum ada kepastian hukum (lahan hutan) 2. Keterbatasan sarana produksi (pakan, benih dsb) 3. SDM budidaya masih kekurangan baik kualitas maupun kuantitas 4. Keamanan masih rendah 3. Industri pengolahan produk perikanan belum berkembang 1. Belum terjaminnya kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produk perikanan di Kaltara 2. Infrastruktur pendukung industry belum tersedia dengan baik (sarana transportasi, listrik) 3. Belum adanya insentif bagi industry pengolahan produk perikanan 4. Fasilitas ekspor masih belum memadai 4. Degradasi ekosistem perairan Adanya ekploitasi lahan untuk perkebunan dab tambang yang tidak terkendali, sehingga terjadi sedimentasi di sungai dan pantai Sumber: Hasil Analisis, 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 46

47 E. Energi dan Sumber Daya Mineral 1. Penurunan Produksi Migas Selama kurun waktu 4 tahun terakhir ( ) telah terjadi penurunan produksi minyak dan gas bumi di Provinsi Kalimantan Utara yang selama menjadi penopang PDRB sebesar 30%. Penurunan produksi migas ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: 1) harga minyak dunia yang turun hingga mencapai dolar/barel, 2) kelesuan ekonomi di beberapa belahan benua seperi Eropa dan Amerika, 3) menurunnya produksi migas pada sumur sumur tua, 4) tidak atau belum ditemukannya sumur sumur produksi baru di Cekungan Tarakan, 5) menurunnya kegiatan eksplorasi migas untuk menemukan cadangan minyak baru, 6) peraturan yang kurang mendukung daya tarik investor. Oleh karena itu produksi migas di Provinsi Kalimantan Utara cenderung mengalami penurunan produksi yang tentunya akan berpengaruh terhadap PDRB secara nasional maupun secara regional yang akan berimbas kepada PAD Provinsi Kalimantan Utara. 2. Kegiatan Penambangan Menimbulkan Kerusakan Lingkungan Di bidang sumberdaya energi batubara selama 4 tahun terakhir ( ) telah terjadi peningkatan produksi batubara. Peningkatan produksi batubara disatu sisi menguntungkan karena dapat meningkatkan PDRB pertambangan non migas yang akan berpengaruh terhadap peningkatan PAD, tetapi di sisi lain mengakibatkan peningkatan area penambangan batubara dan kerusakan lingkungan antara lain 1) pengaruh air asam tambang yang berasal dari limbah batuan sedimen, 2) kerusakan infrastruktur jalan, 3) kebisingan aktifitas penambangan, 4) kualitas udara, 5) limbah BBM dari kendaraan angkut tambang,6) tidak melakukan reklamasi pasca penambangan atau kwalitas reklamasi sangat jelek, 7) banyak terjadi genangan air pada area bekas penambangan, 8) meningkatnya sedimentasi dan pencemaran air sungai. Untuk menekan terjadinya kerusakan lingkungan pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru yang melarang ekspor batubara sebagai bahan mentah, tetapi harus meningkatkan nilai tambah antara lain 1) meningkatkan nilai kalori batubara, 2) mengurangi kadar debu, kadar sulfur, dan kadar air, 3) memanfaatkan untuk energi listrik (PLTU), 4) membuat industri briket batubara. Dengan demikian akan dapat menekan laju produksi batubara mentah dan mengkonsevasi atau memperpanjang umur penambangan batubara dan menekan laju kerusakan lingkungan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 47

48 Minimnya informasi kegiatan penambangan emas dan penambangan sumberdaya mineral lain (bahan galian C) di Provinsi Kalimantan Utara yang telah terjadi selama ini tidak tercatat atau terlupakan kegiatannya dan pengawasannya. Hal ini terbukti pada kualitas air sungai sejumlah 33 titik di sejumlah sungai yang mempunyai kadar residu terlarut dalam air mencapai lebih 100 mg/l dan 33 titik di sejumlah sungai yang mempunyai kadar residu tersuspensi lebih 100 mg/l (Buku Data Status Lingkungan Hidup Kalimantan Utara,2015). Besarnya kadar residu terlarut dalam air bisa disebabkan oleh pembuangan limbah penambangan batubara, emas atau sumberdaya mineral yang lain. Kegiatan penambangan tersebut dimungkinkan berdampak terhadap kualitas air sungai di Provinsi Kalimantan Utara. 3. Terbatasnya Ketersediaan Energi Selama ini pasokan listrik dan kebutuhan listrik di Provinsi Kalimantan Utara tidak seimbang, dimana pasokan listrik lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan listrik. Selama ini listrik hanya mengandalkan dari pembangkit listrik tenaga diesel yang menggunakan BBM jenis solar. Oleh karena itu Provinsi Kalimantan Utara dikatagorikan krisis listrik selama ini dan menjadi permasalahan penting yang perlu mendapat prioritas. Oleh karena itu dalam RPJMD menjadi prioritas nasional dan target provinsi untuk mewujudkan: 1) PLTA Sungai Kayan 1000 MW, 2) 2 PLTU prioritas nasional dan 3 PLTU target propinsi, 3) PLTG di Kabupaten Tanah Tidung, 4) 100 PLTS di kawasan perbatasan Permasalahan energi lainnya adalah lambannya pasokan bahan bakar minyak (BBM) dan besarnya kuota BBM di Provinsi Kalimantan Utara menjadi permasalahan utama yang menyebabkan kelangkaan BBM. Permasalahan ini jika tidak menjadi prioritas saat ini akan menghambat pengembangan wilayah provinsi ini masa depan. BBM sangat diperlukan untuk kegiatan tranportasi darat, sungai, laut maupun industri dan pembangkit listrik. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara selayaknya berusaha untuk memperbesar kuota pasokan BBM ke Pertamina dengan membangun infrastruktur tempat penampungan BBM di sejumlah wilayah kabupaten yang ada di provinsi ini. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 48

49 Bidang Fisik A. Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 1. Tata Ruang Beberapa permasalahan dan isu dalam penataan ruang sangatlah kompleks dan berkaitan dengan bidang/sektor lainnya, seperti sektor pertahanan, ekonomi, lingkungan hidup, infrastruktur, kehutanan, dan lain sebagainya. Hal ini karena, perencanaan tata ruang selalu melakukan perencanaan pembangunan antar sektor. Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan dan penanganan secara komprehensif untuk menangani masalah tata ruang ini. Beberapa permasalahantersebut antara lain, pertama adalah kesenjangan wilayah antar bagian timur dan barat. Wilayah pesisir bagian timur memiliki keterbukaan dan akses yang lebih baik dibandingkan wilayah pedalaman bagian barat. Hal ini diantaranya dicirikan oleh distribusi kotakota besar yang berada di wilayah bagian timur dan begitupun dengan nilai PDRB kabupaten/kota yang juga lebih besar di wilayah bagian timur. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan terkesan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memang siap dan cenderung memiliki tingkat perekonomian yang tinggi, sementara wilayah yang belum berkembang sesuai arahan tata ruang adalah wilayah yang berfungsi secara ekologis sehingga perkembangannya memerlukan pembatasan. Kedua adalah kawasan perbatasan darat dan perairan Indonesia-Malaysia yang memiliki perkembangan dari sisi ekonomi yang lebih dipengaruhi oleh wilayah Malaysia daripada wilayah Indonesia, yang berpotensi terjadinya kebocoran ekonomi, yang tidak mendukung prinsip kedaulatan negara. Hal ini karena kondisi permukiman yang cenderung mengelompok pada wilayah yang secara geografis datar serta memiliki karakteristik perkotaan yang ditunjang dengan jalur transportasi darat dan air. Sedangkan transaksi perdagangan dengan menggunakan transportasi udara akan berdampak pada harga produk olahan dan non olahan yang cenderung lebih mahal jika didatangkan dari luar wilayah. Hal ini sangat dirasakan daerah perdesaan dan perbatasan. Selain itu, kenyataan yang ditemui adalah masyarakat dihadapkan pada produk impor dari Malaysia yang lebih murah karena keadaan akses transportasi yang lebih baik. Akibatnya, banyak masyarakat yang akhirnya memilih membeli produkproduk dari Malaysia. Ketiga adalah keterbatasan akses dan pelayanan infrastruktur yang berdampak terhadap kelancaran pergerakan barang dan orang untuk kepentingan kegiatan ekonomi dan pelayanan sosial masyarakat terutama pada kawasan perdesaan, kawasan tertinggal termasuk kawasan perbatasan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 49

50 Hal ini dapat diakibatkan dari jaringan jalan, jembatan, pelabuhan, atau bandara yang ada tidak sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah di Provinsi Kalimantan Utara padahal sarana tersebut merupakan solusi untuk distribusi barang dan jasa, mengangkut kebutuhan masyarakat, serta mobilitas penduduk. Kondisi geografis daerah pedalaman dan perbatasan yang terletak di wilayah yang sulit dijangkaumengakibatkan tidak tersedianya jasa transportasi darat. Kondisi topografi kawasan perbatasan dan pedalaman sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan pegunungan yang terjal dengan kemiringan rata-rata di atas 40% dan ketinggian antara m. Pada saat ini, transportasi utama di Provinsi Kalimantan Utara didominasi oleh transportasi air (sungai) dan udara memingat sebagian besar wilayah dilalui oleh sungai besar, seperti Sungai Kayan, Sesayap, dan Sembakung. Hal ini salah satunya karena kebanyakan masyarakat lebih memilih memanfaatkan potensi alam sungai yang ada sebagai prasarana penghubung transportasi, harga yang relatif murah dan aman, dan juga lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan angkutan jalan, dibalik keterbatasan ketersediaan angkutan maupun jaringan jalan, sehingga saat ini transportasi dianggap lebih efektif. Berdasarkan dokumen Materi Teknis RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun , diketahui bahwa kondisi jaringan jalan yang terbentuk saat ini masih terpusat pada jalur-jalur regional dan belum menyentuh hingga ke pedalaman. Jaringan pelayanan transportasi jalan penghubung antar zona pun hanya sebagian saja yang dilayani oleh angkutan umum regular, yaitu 20 Bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) dan 7 Bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi). Berdasarkan kajian pola pergerakan orang dan barang serta ketersediaan jaringan transportasi darat, untuk jangka pendek dan menengah transportasi sungai perlu dipertahankan dan dilakukan peningkatan kualitas pelayanan di titik-titik pertemuan (dermaga dan pelabuhan sungai), serta pemeliharaan alur sungai. Sementara untuk jaringan transportasi udara, di Provinsi Kalimantan Utara menyediakan bandar udara skala pelayanan sekunder dan tersier sebagai pusat penyeberangan, serta bandara perintis sebagai bandar udara bukan pusat penyeberangan. Saat ini, dari 6 bandara umum yang ada, hanya Bandar Udara Juwata yang merupakan pusat bandar udara skala sekunder dengan status penyeberangan domestik dan internasional. Nantinya, bandar udara ini diharapkan dapat meningkat menjadi skala pelayanan primer. Sedangkan untuk bandar udara perintis, tersedia 3 bandara, yaitu Bandara Kaburau, Long Bia, dan Pulau Bunyu. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 50

51 Keempat, berkurangnya tutupan lahan hutan yang sudah semakin terbatas akibat praktek illegal logging dan kepentingan kegiatan budidaya yang mengharuskan konversi hutan sehingga hilangnya fungsi hutan sebagai fungsi produksi dan ekologis. Berikut beberapa data yang dapat mendukung: Tabel A.1 Perkiraan Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara No. Penyebab Kerusakan Luas (Ha) 1 Kebakaran Hutan 40 2 Lahan Berpindah ,64 3 Penebangan Liar 12 4 Penebangan Hutan 28 5 Lainnya 0 Sumber: Dokumen Buku Data Status Lingkungan Hidup (SLHD) Kalimantan Utara Tahun 2015 Keterangan: Hasil Interpretasi Data dari 1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nunukan, ) Dinas Kehutanan, Pertambangan, dan Energi Kota Tarakan, ) Estimasti Tim Penyusun SLHD dan Masayarakat/Responden Kabupaten Tana Tidung, 2014 Tabel A.2 Pelepasan Kawasan Hutan yang Dapat Dikonversi Menurut Peruntukan Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara No. Penyebab Kerusakan Luas (Ha) 1 Pemukiman ,83 2 Pertanian Perkebunan Industri Pertambangan Lainnya - Sumber: Dokumen Buku Data Status Lingkungan Hidup (SLHD) Kalimantan Utara Tahun 2015 Keterangan: Akumulasi Data Pelepasan Kawasan Hutan di Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tana Tidung Selanjutnya, kawasan pesisir timur yang merupakan kawasan berkembang dari sisi ekonomi karena memiliki lokasi yang strategis serta keberadaaan sumber daya alam yang berpotensi mengancam ekosistem.kalimantan Utara sebagai provinsi pesisir pantai dan laut memilikikekayaan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dengan berbagai anekakeanekaragaman hayati. Kondisinya, kelangsungan hidup kekayaan alam tersebut banyak bergantung pada kualitas air perairan yang padaumumnya tercemar baik oleh limbah domestik, limbah industri, maupun karenaperalihan fungsi dan pengelolaan lahan pertanian yang tidak sesuai denganpersyaratan pengelolaan lingkungan, terutama kualitas air laut yang biasanyatercemar oleh bawaan pencemar sungai yang kemudian mengarah ke laut. Kelima, karakter daerah aliran sungai dan kawasan perairan sekitar sungai dan terjadinya kerusakan lingkungan di bagian hulu yang berpotensi terjadinya banjir yang berdampak tinggi pada kawasan perkotaan dan permukiman. Beberapa faktor RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 51

52 yang menyebabkan banjir di Provinsi Kalimantan Utara antara lain pemanfaatan tata guna lahan/ perubahan tata guna lahan pada wilayah, Negara Malaysia dan Indonesia yang dialiri Sungai Sembakung memperkecil daerah resapan air, curah hujan yang tinggi dan intensitas hujan tinggi, Sungai Kayan yang merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Utara meluap, pendangkalan akibat sedimentasi, sarana pengendali banjir eksisting belum optimal, karakteristik topografi wilayah(dokumen Buku Laporan Status Lingkungan Hidup (SLHD) Kalimantan Utara Tahun 2015). Terakhir yaitu keberadaan kawasan rawa yang menjadi karakteristik wilayah Provinsi Kalimantan Utara, tetap perlu dipertimbangkan apabila dikembangkan kegiatan budidaya disekitarnya karena kemungkinan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan.potensi yang besar tersebut banyak dimanfaatkan untuk menunjang kesejahteraan dan membantu kehidupanmasyarakat Provinsi Kalimantan Utara. Namun, karena peran SDA sangat besar bagi semuagolongan maka potensi daya rusak dan pencemaran sangat mungkin meningkat. 2. Lingkungan: Degradasi Lingkungan yang Semakin Mengancam Kualitas lingkungan hidup yang terus mengalami ancaman degradasi dari pemanfaatan SDA yang berlebih dan/atau kurang terkendali akan dikhawatirkan tidak mampu mewujudkan upayapencegahan dampak negatif perubahan iklim. Kecenderungan peningkatan lahan kritis yang disebabkan pemberian izin pemanfaatan lahan hutan yang berlebihan hampir seluruh luas hutan yang ada, kurangnya pengawasan terhadap praktek KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), dimana KPH seharusnya turut melestarikan hutan tetapi karena pengawasan terhadap itu tidak ada, maka praktek melestarikan hutan tersebut tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Peningkatan lahan kritis di kawasan yang berfungsi lindung meningkat dan bertambah status kekritisannya dari yang potensial kritis menjadi kritis yang disebabkan praktek konservasi tidak dilakukan sesuai kaidah yang seharusnya, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penambahan luas lahan kritis ini juga disebabkan terjadinya tanah longsor selain dari erosi. Tingkat kekritisan lahan kritis di Provinsi Kalimantan Utara dari tahun ketahun terus berubah, ada yang bertambah dan ada pula yang berkurang. Hal ini terjadi karena alih fungsi terutama hutan alam untuk penggunaan lain seperti pertambangan dan perkebunan sawit yang terjadi secara besar-besaran. Sebagai gambaran, pada RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 52

53 akhir tahun 2011 telah diterbitkan izin untuk pemanfaatantambang batu bara seluas ,22 Ha dan izin untuk perkebunan kelapa sawit seluas ,03 Ha (Dokumen Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Utara Tahun ). Sampai dengan tahun 2010, Provinsi Kalimantan Utara mempunyai lahan kritis yang cukup luas, yaitu sekitar 1,13 juta hektar di dalam kawasan hutan dan 0,5 juta hektar di luar kawasan hutan. Terjadinya lahan kritis di dalam kawasan hutan disebabkan oleh adanya pemanfaatan kawasan hutan yang tidak memenuhi prinsip kelestarian hutan, seperti overlogging, permudaan yang gagal, ataupun kegiatan pemanfaatan di luar kehutanan yang merusak kawasan hutan seperti pembalakan liar dan perambahan kawasan. Kawasan Hutan Lindung juga mengalami degradasi. Kawasan Hutan Lindung di Kota Tarakan dan Pulau Nunukan mengalami tekanan yang berat oleh perluasan lahan pemukiman masyarakat dan perluasan areal perkotaan. Lahan kritis di Provinsi Kalimantan Utara terus bertambah, selain karena alih fungsi hutan juga tidak seimbangnya reklamasi lahan-lahan yang rusak baik oleh pihak perusahaan maupun oleh pemerintah terhadap lahan-lahan kritis diluar perusahaan. Luas lahan kritis di provinsi ini pada tahun 2014 tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya yaitu Ha. Sebagian besar 97% lahan kritis terletak di Kabupaten Malinau atau seluas Ha. Sementara itu, luas lahan yang tergolong sangat kritis 2.930,56 Ha yang tersebar di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Tana Tidung. Persentase pesebaran lahan kritis dan sangat kritis menurut kabupaten/kota tahun 2014 di Kalimantan Utara dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar A.1 Persentase Luas Lahan Kritis Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 53

54 Gambar A.2 Persentase Luas Lahan Sangat Kritis Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Prasarana sumber daya air dan irigasi melingkupi Wilayah Sungai (WS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Kalimantan Utara. Wilayah Sungai (WS) Sesayap yang mencakup wilayah administratif Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan serta sebagian wilayah negara Malaysia, merupakan salah satu WS yang memiliki peranan penting. DAS terpenting di WS Sesayap antara lain adalah DAS Sesayap dan DAS di Pulau Tarakan, karena sebagian Sub DAS berada di Wilayah Sabah (Malaysia), yaitu Sub DAS Angisan dan Sembakung, maka berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, WS Sesayap termasuk Wilayah Sungai Lintas Negara. Potensi SDA di WS Sesayap yang sangat besar dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain sebagai prasarana lalu lintas air, sumber air baku, sumber air irigasi, kegiatan kehutanan, kegiatan perkebunan, kegiatan industri, budi daya perikanan, kegiatan pertambangan, prasarana rekreasi dan pariwisata, dan juga mempunyai fungsi sosial. Berbagai aktivitas perekonomian seperti logging, baik yang dilakukan oleh perusahaan dengan ijin HPH maupun penebangan liar, aktivitas perkebunan, pertambangan dan sebagainya, telah memberi dampak semakin menurunnya luas hutan di WS Sesayap setiap tahun sehingga banyak DAS dan Sub DAS yang mengalami kemerosotan kualitas daerah tangkapan airnya. Permasalahan tersebut akan terus meningkat akibat masih terbatasnya kemampuan pengelolaan SDA dan belum tersedianya infrastuktur pendukungnya. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 54

55 Degradasilingkungan juga terjadiakibat usaha pertambangan. Usaha pertambangan terutama emas dan batubara yang tidak diikuti oleh pengelolaan lingkungan yang baik akan menyebabkan risiko kerusakan lingkungan pada lokasi dan lingkungan sekitarnya. Selain rusaknya lapisan atas tanah, pertambangan yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan tercemarnya air permukaan dan air tanah karena meningkatnya ph air (air asam tambang). Daerah genangan bekas penambangan dapat meningkatkan perkembangan distribusi nyamuk malaria atau demam berdarah. Perkembangan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, penambangan tanpa ijin yang dapat ditertibkan menunjukkan kecenderungan menurun, dalam pengertian jumlah yang tidak dapat ditertibkan semakin naik. Hal ini terjadi di Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan.Jika tidak ditertibkan, maka pertambangan tanpa ijin ini akan berpotensi merusak lingkungan karena sulit diawasi dan dikendalikan. Selain berpotensi terhadap kerusakan lingkungan juga merugikan pemerintah daerah karena pertambangan tanpa ijin tidak dapat memberikan kontribusi resmi kepada pendapatan daerah. Hal lain adalah menyangkut tata-kelola ketenagakerjaan yang tidak dapat mengikuti aturan formal karena keberadaan usaha yang illegal. Terjadinya peningkatan arus pendatang di Provinsi Kalimantan Utara menyebabkan peningkatan pula di bidang industri, baik dari jenis maupun jumlah pabrik. Hal tersebut disebabkan sektor industri di provinsi tersebut memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan, sehingga dapat dijadikan andalan dalam penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat pendatang. Peningkatan arus pendatang yang menyebabkan berkembangnya sektor perindustrian di Provinsi Kalimantan Utara, khususnya di Kota Tarakan mengakibatkan timbulnya pencemaran lingkungan yang semakin meningkat pula. Peningkatan pencemaran tersebut, apabila tidak ditangani secara maksimal, dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat di provinsi tersebut, serta berlanjut ke penurunan daya tampung lingkungan. Dalam hal ini, penanggulangan permasalahan lingkungan ini harus ditingkatkan dengan mengacu pada konsep pembangunan hijau atau ramah lingkungan dan mengajak partisipasi pihak-pihak terkait, begitupun dengan masyarakat dalam perlindungan lingkungan ini agar lebih optimal. Masalah Degradasi lingkungan yang semakin mengancam Tabel A.3 Permasalahan Lingkungan Akar Masalah 1. Kepemilikan lahan kritis di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dari tahun ke tahun semakin bertambah 2. Semakin meningkatnya aktivitas perekonomian (perkebunan, RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 55

56 Sumber: Hasil Analisis, 2016 pertambangan, dll) membuat semakin menurunnya luas hutan di WS 3. Banyaknya DAS dan Sub DAS yang mengalami kemerosotan kualitas daerah tangkapan airnya 4. Penurunan daya tampung lingkungan akibat pencemaran dari jumlah pendatang dan aktivitas industri yang semakin meningkat B. Permukiman, Sarana dan Prasarana Perkotaan 1. Ketersediaan Sarana Prasarana yang Belum Dapat Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Penduduk Salah satu permasalahan di bidang permukiman, sarana dan prasarana perkotaan yang teridentifikasi adalah ketersediaan sarana prasarana yang belum dapat mendukung pemenuhan kebutuhan penduduk. Fenomena yang dapat ditemui diantaranya adalah minimnya sarana perbelanjaan kebutuhan sehingga mengakibatkan banyaknya masyarakat, khususnya di kawasan perbatasan yang memilih keluar wilayah (Malaysia) hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehariharinya, seperti keperluan untuk makan. Tidak adanya Pasar Serba Ada yang dapat menyediakan segala kebutuhan pokok atau sehari-hari masyarakat perbatasan menjadi penyebab kondisi ini terjadi. Beberapa fakta pun ditemui pergerakan pasokan barang-barang pokok di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Utara masih didominasi oleh pasar Malaysia atau dapat dikatakan pasokan dari negara tersebut. Penyebab lainnya adalah ditemukannya harga yang tinggi untuk beberapa kebutuhan komoditas kunci yang banyak dibutuhkan masyarakat dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh Malaysia, sehingga banyak dari mereka yang memilih untuk membelinya dari negara tersebut. Persebaran sarana dan prasarana pelayanan dasar lainnya, seperti sekolah atau klinik kesehatan pun masih sangat minim tersedia sehingga masyarakat di kawasan perbatasan belum dapat menjangkau sarana prasarana yang disediakan oleh pemerintah daerah. Begitupun dengan sarana transportasi yang belum sepenuhnya mudah dapat menjangkau daerah-daerah perbatasan tersebut, masyarakat harus menunggu hanya untuk menyeberang ke kawasan perbatasan karena ketersediaan pesawat yang minim, waktu keberangkatan yang tidak menentu, namun berbanding terbalik dengan banyaknya jumlah masyarakat yang ingin bepergian sangat menjadi kendala sehingga perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah. Permasalahan mendasar yang menjadi penyebab minimnya aksesibilitas dan ketersediaan sarana prasarana tersebut untuk menjangkau kebutuhan penduduk adalah faktor geografis. Letak, jarak antar wilayah yang saling berjauhan, kondisi topografi wiayah yang curam dan terjal menjadi sulitnya pembangunan dapat RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 56

57 direncanakan menyeluruh dan dapat menjangkau ke seluruh wilayah. 76,27% dari luas wilayah total Provinsi Kalimantan Utara berada di kelerengan diatas 40%, 38,77% dari total luasan wilayah provinsi ini pun berada di ketinggian m di atas permukaan laut dan hanya 5,92% yang berada di ketinggian 0-7m di atas permukaan laut. Kondisi inilah yang menjadikan Provinsi Kalimantan Utara memiliki keterbatasan dalam pengembangan wilayah. 2. Krisis Kelistrikan Akibat Terbatasnya Ketersediaan Energi Listrik Permasalahan lain yang muncul terkait bidang permukiman, sarana dan prasarana perkotaanadalah kondisi krisis kelistrikan. Pemanfaatan energi listrik pada skala rumah tangga yang dapat dikatakan cukup rendah, bahkan selama tahun terjadi kecenderungan peningkatan dan penurunan jumlah rumah tangga pengguna listrik. Jika dibandingkan dengan SPM sebesar 100%, rumah tangga pengguna listrik di Provinsi Kalimantan Utara jauh lebih rendah yakni sebesar 61,06% pada tahun 2014 dan tertinggi berada pada tahun 2011 yaitu sebesar 70,18%, sehingga dapat dikatakan beberapa wilayah provinsi ini belum teraliri listrik dan dikatakan bahwa pelayanan listrik belum dapat menjangkau seluruh daerah pelayanan yang luas. Kondisi lainnya yang dapat ditemui adalah perluasan jaringan listrik hanya dilakukan pada wilayah yang memiliki kecenderungan pertumbuhan penduduk dan perekonomian yang tinggi. Berdasarkan data daya listrik terpasang dan jumlah kebutuhan listrik masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara, secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah daya listrik terpasang di 4 (empat) kabupaten masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah kebutuhan per tahunnya, dan hal ini sangat berbeda dengan satu-satunya kota di provinsi ini, yaitu Kota Tarakan yang jumlah daya listrik terpasang pertahunnya selalu melebihi jumlah kebutuhannya. Rendahnya akses rumah tangga terhadap kebutuhan energi listrik akan berakibat pada rendahnya produktivitas rumah tangga karena rumah tangga tidak dapat melakukan kegiatan ekonomi yang lebih produktif. Untuk masa depan, jika hal ini tidak diperhatikan sejak saat ini maka akan menjadi persoalan terkait dengan rendahnya kemampuan wilayah provinsi ini untuk berkembang dan bersaing dengan wilayah lain karena kegiatan ekonomi rumah tangga terhambat akibat keterbatasan energi listrik. Begitupun dengan keterjangkauan jaringan listrik, jika hanya dapat menjangkau beberapa wilayah tertentu saja, dikhawatirkan akan memunculkan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 57

58 kesenjangan dan ketidakmerataan pertumbuhan wilayah. Berikut secara lebih jelas masalah kondisi kelistrikan yang sangat mencolok ditemui di provinsi ini. Gambar B.1 Perbandingan Antara Daya Listrik Terpasang dan Jumlah Kebutuhan Listrik Tahun untuk 4 Kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Gambar B.2 Perbandingan Antara Daya Listrik Terpasang dan Jumlah Kebutuhan Listrik Tahun Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Pengembangan jaringan listrik di Provinsi Kalimantan Utara pada masa mendatang perlu dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pembangkit listrik yang ada. Pemanfaatan sumber energi listrik alternatif terus diupayakan dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 58

59 rangka mengatasi krisis kelistrikan agar dapat melayani kebutuhan masyarakat hingga lima tahun mendatang serta melakukan pengembangan jaringan listrik yang ada agar dapat menjangkau daerah pelayanan yang cukup luas dengan prioritas pengembangan pada penyediaan sambungan baru melalui penyambungan jaringan yang ada ke wilayah baru mengikuti pengembangan jaringan jalan agar tidak menimbulkan kesemrawutan. Perluasan jaringan listrik dengan sistem interkoneksi diarahkan pada wilayah yang memiliki kecenderungan pertumbuhan penduduk dan perekonomiannya tinggi. 3. Rendahnya Ketersediaan Utilitas Permasalahan permukiman lainnya yang diidentifikasi adalah rendahnya rumah tangga pengguna air bersih. Selama tahun , perkembangan rumah tangga pengguna air bersih cukup fluktuatif dengan jumlah rumah tangga pengguna air bersih terbanyak berada pada tahun 2011 yakni sebesar 29,65% dan terendah berada pada tahun 2008 dengan angka 15,71%. Sementara itu, nilai SPM yang ditetapkan untuk penduduk berakses air bersih adalah sebesar 55-75%. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat belum dapat mengakses air bersih secara merata dan hal ini diduga berkaitan pula dengan terbatasnya ketersediaan air permukaan dan air bawah tanah. Berikut adalah data persentase rumah tangga pengguna air bersih tahun : Gambar B.3 Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih Tahun di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Rendahnya ketersediaan utilitas juga dilihat dari belum tercapainya nilai SPM untuk persentase rumah tinggal bersanitasi. Nilai indikator persentase rumah tinggal RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 59

60 bersanitasi pada tahun 2012 (51,22%), diketahui masih terlampau jauh dibawah nilai standar pelayanan minimum yang ditetapkan (80%). Pada tahun 2013, sudah terjadi peningkatan sekitar 2% dari angka sebelumnya menjadi 53,01%, namun angka tersebut pun masih belum melampaui nilai standar yang ditetapkan. Hal ini menjadi catatan yang perlu diperhatikanolehstakeholders terkait, oleh karena indikator sanitasi juga sangat berkaitan dengan kualitas kesehatan masyarakat. Jika permasalahan sanitasi tidak diperhatikan, di masa depan dikhawatirkan akan menjadi salah satu faktor penghambat terciptanya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan pada akhirnya memperlambat peningkatan kualitas sumber daya manusia di provinsi ini. Dampak lebih lanjutnya dalah sumber daya manusia provinsi ini akan kalah bersaing dalam menghadapi era globalisasi dan tuntutan perkembangan ekonomi nantinya. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 60

61 Tabel B.1 Permasalahan Permukiman, Sarana Prasarana Perkotaan Masalah 1. Ketersediaan sarana prasarana yang belum dapat mendukung pemenuhan kebutuhan penduduk 2. Krisis kelistrikan akibat terbatasnya ketersediaan energi listrik 3. Rendahnya ketersediaan utilitas Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah 1. Persebaran sarana dan prasarana pelayanan dasar yang belum mampu menjangkau desa-desa 2. Banyak masyarakat yang keluar wilayah (Malaysia) hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya 3. Tingginya harga kebutuhan komoditas kunci 4. Pergerakan pasokan barang-barang pokok di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Utara masih didominasi atau mengandalkan pasokan dari Malaysia 5. Sebab utama adalah masalah letak, jarak yang saling berjauhan, dankondisitopografiwilayah yang sangat curam/terjal 1. Pelayanan listrik belum dapat menjangkau seluruh daerah pelayanan yang luas 2. Perluasan jaringan listrik hanya dilakukan pada wilayah-wilayah yang memiliki kecenderungan pertumbuhan penduduk dan perekonomian yang tinggi 1. Penduduk yang terlayani akses air bersih masih rendah 2. Penyediaan sarana sanitasi layak belum memenuhi standar C. Transportasi dan Perhubungan Permasalahan dalam bidang transportasi lebih banyak terkait dengan permasalahan infrastruktur dan aspek perhubungan. Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah: 1. Kurangnya tersedianya sarana prasarana fisik utama seperti pelabuhan, bandar udara, jalan utama (seperti jalan arteri primer dan kolektor primer) dan jembatan untuk bidang transportasi dan jaringan irigasi untuk bidang pertanian. 2. Belum terkoneksinya antar daerah dan dengan negara tetangga. Beberapa wilayah di dalam Provinsi Kalimantan Utara belum terhubung satu dengan lainnya demikian juga wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Kedua permasalahan tersebut memberikan dampak yang besar pada aksesibilitas berbagai fasilitas layanan sosial dan ekonomi serta menghambat berbagai upaya pengentasan kemiskinan. 1. Kurang Tersedianya Sarana Prasarana Fisik Utama Kondisi fisik wilayah yangcukup luasdan sebagian besar berada di kemiringan lereng di atas 40% (76,27%), dengan lokasi permukiman yang menyebar mengakibatkan penyediaan sarana prasarana fisik utama menjadi lebih sulit dan mahal. Sementara itu, sarana prasarana yang ada belum menunjukkan kualitas dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 61

62 kuantitas yang memadai. Dari data yang diperoleh menunjukkan akar masalah ketersediaan sarana prasarana fisik berupa: a. Kondisi jalan dalam kondisi baik di Provinsi Kalimantan Utara hingga tahun 2014 baru sebesar 43,59%. b. Kondisi jalan provinsi mantap (kondisi baik dan sedang) pada tahun 2015 hanya sebesar 16,5%. c. Kondisi jalan provinsi didominasi oleh kondisi rusak berat sepanjang 527,854 km atau sebesar 58,68%. d. Aspek aksesibilitas (panjang jalan per luas wilayah) di Provinsi Kalimantan Utara hingga tahun 2014 baru mencapai 5,59%. e. Kondisi masyarakat perbatasan dengan negara tetangga yang terisolir. f. Masih kurangnya jembatan yang menghubungkan antar wilayah. g. Sebagian besar bandara yang ada masih memiliki kapasitas rendah dikarenakan fasilitas utama yang ada (runway, taxiway, apron dan terminal) belum optimal kemampuannya. h. Jumlah pelabuhan dan dermaga belum mampu menjangkau seluruh wilayah. Kondisi sarana prasarana fisik utama yang tidak memadai dan kurang berkualitas menyebabkan konektivitas antar dan intra wilayah menjadi terhambat dan terbatas. Sebagai sumber bangkitan kegiatan, ketiadaan sarana prasarana fisik utama tersebut juga berdampak pada lemahnya bangkitan kegiatan ekonomi di berbagai wilayah. Berbagai potensi yang dimiliki suatu wilayah tidak dapat dimanfaatkan karena kesulitan akses. 2. Masih Rendahnya Konektivitas Antardaerah dan dengan Negara Tetangga Konektivitas tercipta dengan adanya jaringan jalan serta layanan transportasi berupa layanan transportasi udara, darat, laut dan sungai. Konektivitas antar wilayah memerlukan dukungan dari sarana prasarana transportasi utama.masih banyak wilayah yang belum terhubungkan oleh jaringan jalan dan jembatan, sementara sebagian jalan yang ada dalam kondisi tidak prima sehingga ikut menambah kesulitan akses ke suatu wilayah. Simpul-simpul transportasi seperti terminal, dermaga, pelabuhan dan lapangan terbang telah tersedia pada wilayah-wilayah yang sudah terbangun baik sehingga menyulitkan aksesibilitas pada wilayah-wilayah yang belum terbangun. Keterbatasan aksesibilitas tersebut tentunya dapat menghambat berbagai RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 62

63 upaya pembangunan sektor-sektor lain. Konektivitas juga diperlukan untuk menghubungkan fasilitas maupun layanan umum dari berbagai sektor pembangunan (misal: pertanian, industri, pertambangan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya) untuk memudahkan akses dan distribusi berbagai layanan tersebut. Konektivitas antar wilayah yang masih rendah memiliki akar permasalahan utama belum tersedianya jaringan jalan antar wilayah yang memadai serta belum tersedianya layanan transportasi yang baik. Adanya sarana prasarana transportasi utama seperti bandar udara dan pelabuhan seringkali belum diikuti dengan layanan tranportasi yang memadai. Bahkan masih belum bisa diakses dengan layanan transportasi pengumpan yang cukup. Secara rinci akar permasalahan konektivitas antar daerah dan dengan negara tetangga adalah sebagai berikut: a. Belum optimalnya sistem transportasi wilayah terkait dengan keterpaduan antar moda dan antar wilayah Keterpaduan antar wilayah dapat diwujudkan dengan dukungan jaringan jalan yang menghubungkan berbagai wilayah dan dengan simpul-simpul transportasi utama seperti pelabuhan dan bandar udara. Jaringan jalan akan berperan maksimal bila tersedia layanan transportasi yang menghubungkan berbagai wilayah dan simpul transportasi utama tersebut. Saat ini belum semua wilayah terhubung oleh jaringan jalan yang baik. Kondisi panjang jalan yang dilalui roda empat per 1000 penduduk masih di bawah SPM, sedangkan jalann penghubung dari ibukota provinsi ke kawasan pemukiman penduduk masih sangat tebatas. Keterbatasan jaringan jalan juga berdampak pada minimnya layanan transportasi baik untuk orang maupun barang. Berbagai jenis layanan transportasi melalui udara, darat, laut (dan sungai) harus saling dipadukan dengan berbagai layanan transportasi pengumpan maupun dengan menggunakan berbagai jenis kendaraan. b. Belum optimalnya pelayanan transportasi yang mengakomodasi dari dan ke wilayah perbatasan Wilayah Provinsi Kalimantan Utara yang berbatasan dengan wilayah Negara Malaysia masih menghadapi kendala jaringan jalan dan layanan transportasi menuju pusat ibukota kabupaten maupun provinsi. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan mengalami kesulitan mengakses berbagai fasilitas dan layanan umum di wilayah Indonesia. Sebaliknya orientasi kegiatan mereka lebih banyak ke wilayah Malaysia karena kemudahan akses yang bisa diperoleh ke Malaysia. Situasi ini sangat bertentangan dengan program Nawa Cita Presiden Jokowi yang RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 63

64 menekankan pembangunan di wilayah pinggiran dan perbatasan. Kondisi topografi dan dominasi fungsi lahan sebagai wilayah konservasi memang menjadi kendala utama dalam membuka isolasi wilayah maupun usaha meningkatkan aksesibilitas. c. Belum tersedianya master plan layanan transportasi Provinsi Kalimantan Utara Sebagai wilayah yang baru berkembang dengan area yang sangat luas, Provinsi Kalimantan Utara belum memiliki master plan layanan transportasi yang menjadi dasar dalam upaya mengembangkan jaringan transportasi. Adanya master plan transportasi akan memudahkan setiap pemimpin daerah tersebut dalam menentukan kebijakan pembangunan di bidang transportasi, membuat program dan menetapkan prioritas. d. Aspek keselamatan belum mendapat perhatian yang memadai Kecelakaan di bidang transportasi baik di darat, udara maupun air telah mengakibatkan korban materiil dan non materiil yang cukup besar. Oleh sebab itu aspek keselamatan transportasi menjadi penting untuk diperhatikan. Faktor-faktor keselamatan transportasi seperti:perilaku pengguna jalan (dan pengguna moda transport lainnya) dalam berkendaraan maupun melakukan perjalanan, kondisi sarana-prasarana transportasi beserta alat-alat kontrol sebagai pendukung serta kondisi lingkungan di sekitarnya harus menjadi perhatian. Dalam konteks wilayah perbatasan, aksesibilitas dan mobilitas menjadi sangat penting bagi masyarakat Indonesia di perbatasan yang membutuhkan akses ke berbagai sumber penghidupan di wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Ketergantungan terhadap berbagai sumber ekonomi di wilayah Malaysia harus segera direduksi untuk meningkatkan kedaulatan dan keamanan bangsa dan negara. Masalah 1. Kurang tersedianya sarana prasarana fisik utama Tabel C.1 Permasalahan Transportasi dan Perhubungan Akar Masalah 1. Kondisi jalan baik di Provinsi Kalimantan Utara hingga tahun 2014 sebesar 43,59% 2. Kondisi jalan provinsi mantap (kondisi baik dan sedang) pada tahun 2015 hanya sebesar 16,5% 3. Kondisi jalan provinsi didominasi oleh kondisi rusak berat (527,854 km atau sebesar 58,68%) 4. Aspek aksesibilitas (panjang jalan per luas wilayah) di Provinsi Kalimantan Utara hingga tahun 2014 baru mencapai 5,59% 5. Kondisi masyarakat perbatasan yang terisolir 6. Jembatan yang menghubungkan antar wilayah masih kurang dari RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 64

65 Masalah 2. Masih rendahnya konektivitas antar daerah dan dengan Negara tetangga Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah sisi kuantitas dan kualitas. 7. Sebagian besar bandara yang ada masih memiliki kapasitas yang rendah 8. Jumlah pelabuhan dan dermaga belum mampu menjangkau seluruh wilayah 1. Belum optimalnya sistem transportasi wilayah terkait dengan keterpaduan antar moda dan antar wilayah 2. Belum optimalnya pelayanan transportasi yang mengakomodasi dari dan ke wilayah perbatasan 3. Belum tersedianyan master plan layanan transportasi Provinsi Kalimantan Utara 4. Aspek keselamatan belum mendapat perhatian yang memadai Bidang Tata Pemerintahan Dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik memiliki beragam unsur penting yang harus diperhatikan yaitu partisipasi, transparansi,akuntabilitas, kepastian hukum, efektif, efisien, dan didukung oleh sumber daya manusia yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Berdasarkan persoalan bidang tata kelola pemerintahan ditemukan beberapa faktor penyebabnya dapat diidentifikasi antara lain: belum terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik karena lemahnya kondisi sistem birokrasi, lemahnya sistem pengelolaan kebijakan publik, belum teridentifikasi sistem operating prosedur, lemahnya daya dukung penegakan tindak kriminal, lemahnya penegakan perda, lemahnya daya dukung pengelolaan manajemen data dan informasi, serta lemahnya tindakan dalam mendukung mitigasi, recovery bencana, pengelolaan aset, dan tingginya tingkat kerawanan sosial. Masing-masing permasalahan yang dihadapi Provinsi Kalimantan Utara secara umum disebabkan oleh persoalan masih lemahnya sistem pengelolaan data base sebagai pendukung proses kebijakan. Selain itu sebagai daerah otonomi baru Provinsi Kalimantan Utara juga masih memiliki kondisi sumber daya manusia masih relatif kurang secara kualitas maupun kuantitas. Dilihat dari sisi hukum masalah yang dihadapi adalah lemahnya aspek kepastian hukum yang digunakan sebagai landasan pelaksanaan kegiatan tata kelola pemerintahan. Lemahnya kepastian hukum terjadi karena belum adanya peraturan daerah yang berusaha memberikan landasan definitif yang dijadikan sumber legitimasi pelaksanaan pemerintahan umum. Pelaksanaan pemerintahan umum yang dimaksud yaitu yang ada di tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai di tingkat desa. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 65

66 A. Belum Terbentuknya Sistem dan Tata Kelola untuk Fasilitasi Pemerintahan Desa dan Pembangunan Di tingkat pemerintahan desa informasi yang dapat dilihat yaitu masih banyak kategori desa tertinggal di Provinsi Kalimantan Utara. Status desa tersebut menggunakan data Evaluasi perkembangan Desa dan Kelurahan (EpDesKel) data Evaluasi Perkembangan Desa sebagaimana terlampir atau dapat di akses melalui website prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id. Gambar A.1. Status Desa di Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2015 Sumber: Data prodeskel yang diakses dari website: prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id Provinsi Kalimantan Utara memiliki 65% desa dalam ketegori Sangat Tertinggal dan 24% desa dalam kategori tertinggal, 7% desa dalam kategori berkembang, 1% desa dalam kategori maju, dan 0% desa dalam kategori mandiri. Kondisi ini perlu menjadi perhatian yang cukup serius mengingat tujuan adanya pemekaran Provinsi Kalimantan Utara yaitu untuk optimalisasi pelayanan publik dalam rangka memperpendek rentang kendali (span of control) pemerintahan agar tercipta efisien dan efektif sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang pada akhirnya diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesai (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain/tetangga. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 66

67 Gambar A.2. Jumlah Kantor Adminstrasi Wilayah Desa/Kelurahan di Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Berdasarkan data jumlah kantor administrasi wilayah desa/kelurahan dapat terlihat bahwa dari 482 desa/kelurahan di Proivinsi Kalimantan Utara hanya ada 69% desa/kelurahan yang memiliki kantor adminstrasi dalam desa, sedangkan 2% tidak memiliki di luar wilayah desa, dan 29% tidak memiliki kantor wilayah administrasi. Informasi ini menjelaskan bahwa masih sangat minimnya sarana prasarana pendukung tata kelola pemerintahan tingkat desa/kelurahan di Provinsi Kalimantan Utara. Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara perlu melakukan upaya dalam rangka mendorong percepatan pembangunan khususnya diawali di tingkat desa/kelurahan mengingat adanya amanat Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Gambar A.3. Jumlah Adminstrasi Wilayah Desa/Kelurahan yang Memiliki BPD/LMK di Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Disisi lain dalam mendukung proses keberlanjutan aspek pembangunan dan memperkokoh partisipasi masyarakat, kondisi Badan Permusyawaratan Desa/Lembaga Musyawarah Kelurahan sangat penting untuk didorong sebagai penyeimbang kondisi tata kelola pemerintahan desa dapat melaksanakan program dan kebijakan desa seluas-luasnya untuk kepentingan kesejahteraan masyrakat di wilayahnya. Berdasarkan data jumlah administrasi wilayah desa/kelurahan yang memiliki RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 67

68 BPD/LMK di Provinsi Kalimantan Utara dapat terlihat bahwa dari 482 desa/kelurahan di Provinsi Kalimantan Utara hanya ada 76% desa/kelurahan yang memiliki BPD/LMK, sedangkan 24% tidak memiliki BPD/LMK. Informasi ini menjelaskan bahwa masih lemahnya aspek kontrol pembangunan yang ada di Provinsi Kalimantan Utara khususnya tingkat desa. Kontrol pembangunan dimaksudkan sebagai upaya partisipasi masyarakat melalui BPD/LMK dalam melakukan check and balance terhadap kebijakan dan program pembangunan yang dilaksanakan tingkat desa/kelurahan. Selain itu beberapa proses kegiatan pemberdayaan masyarakat dan desa masih dalam kategori lemah. Lemah dimaksudkan sebagai kondisi tidak didukungnya data-data yang cukup, terbatasnya keterjangkauan sistem pengelolaan informasi pemberdayan dan wujud serta aspek model pengelolaan pemberdayaan. Hal ini tentu sangat mempersulit dalam proses melakukan evaluasi dan monitoring perkembangan pembangunan ke depan. Pembangunan yang dimaksud bukan hanya terbatas pada pembangunan fisik saja melainkan pembangunan non fisik seperti (pembangunan kualitas sumber daya manusia melalui program kegiatan berupa pelatihan, koordinasi, penguatan kelembagaan, penanggulangan kemiskinan, dan penguatan ekonomi produktif). Kajian dan pendokumentasian data dalam menjamin keberhasilan pemberdayaan masyarakat dan desa menjadi sangat penting mengingat percepatan proses pembangunan sudah menjadi kebutuhan mendesak yang harus segera dilakukan. Berikut uraian singkat keterkaitan antara masalah dan akar masalah yang perlu menjadi perhatian bidang pemberdayaan masyarakat dan desa: Tabel A.1 Permasalahan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Masalah Akar Masalah 1. Belum ada sistem integrasi 1. Masih kurangnya data-data Bumdes program pemberdayaan masyarakat 2. Jumlah Badan Usaha Milik Desa yang terbentuk di desa kurang lebih 5 % dari jumlah desa 444 desa 3. Posyantek belum terbentuk di setiap Kecamatan di Provinsi Kalimantan Utara 4. Pasar Desa masih kurang. 5. Arah kebijakan pembangunan ekonomi desa belum ada dasar pengkajiannya (masterplan) 6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pasar desa 7. Belum terbentuknya BUMADES (Badan Usaha Milik Desa Bersama) di setiap Kecamatan Provinsi Kalimantan Utara 8. Data Potensi Desa belum tersedia 9. Sumber Daya Manusia masyarakat di bidang pemberdayaan ekonomi masih rendah 10. Regulasi Desa di bidang pemberdayaan Ekonomi Desa masih kurang 11. Isolasi Desa-Desa di pedalaman dan perbatasan belum terbuka 12. Pemanfaatan Peralatan Teknologi Tepat Guna belum Optimal 2. Belum ada sistem dan tata kelola 1. Terbatasnya informasi dan data base terkait RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 68

69 pemerintahan desa sesuai amanat UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa Sumber: Hasil Analisis, 2016 pengelolaan tata kelola pemerintahan desa 2. Lemahnya lembaga sosial yang bergerak pedesaan 3. Lemahnya kelembagaan di tingkat pemerintahan desa 4. Terbatasnya pola koordinasi dan sosialisasi pengelolaan SDM pemerintahan desa dalam mendukung percepatan implementasi UU No 6 Tahun Belum tersedianya regulasi yang menjelaskan terkait unsur pembagian kewenangan desa, kecamatan, kabupaten, kota, dan provinsi RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 69

70 B. Belum Optimalnya Sistem Tata Kelola Pemerintahan Daerah Tata kelola pemerintahan daerah merupakan kesatuan fungsi yang saling terintegrasi dalam mendukung proses terlaksananya pembangunan. Pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah terdapat beberapa landasan penting yang harus diperhatikan yaitu dilihat dari sisi kelembagaan pemerintah dan manajemen pemerintahan. Keduanya saling terkait terutama sebagai penjamin terlaksananya rangkaian kebijakan yang dapat mendukung program pembangunan Kondisi tata kelola Pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan hasil capaian dalam pengelolaan keuangan daerah tahun 2014 Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara telah mampu prestasi yaitu sebagai daerah otonom baru yang mampu predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) menurut BPK. Predikat ini secara umum terlihat yaitu Kalimantan Utara (WTP), Kabupaten Malinau (WTP), dan Kota Tarakan (WTP). Ini merupakan salah satu prestasi yang baik sebagai modal awal tata kelola Pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara memang layak sebagai pilot project implementasi pelaksanaan good governance di Indonesia. Namun disisi lain juga terdapat daerah yang berada di Provinsi Kalimantan Utara masih dijumpai WDP (Wajar Dengan Pengecualian) khususnya di tiga kabupaten, yaitu Bulungan, Nunukan dan Tana Tidung. Oleh karena selain perlu meningkatkan transparansi, juga perlu meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan. Sebagai provinsi baru telah mencapai status WTP memang bagus namun kondisi ini perlu ditingkatkan agar kedepan pencapaian WTP juga diikuti seluruh wilayah yang berada di Provinsi Kalimantan Utara dan kenaikan angka WTP dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dari tahun ke tahun. Permasalahan lain yang terkait dalam tata kelola pemerintahan dapat dijabarkan dalam beberapa bagian penting yaitu: 1. Pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah Permasalahan internal dan pengendalian terdiri dari tiga permasalahan umum. Internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah dimaksudkan merupakan fungsi dan tugas pokok dari inspektorat. Pertama permasalahan yang muncul dari SDM aparatur yang selama ini masih terbatas. Kondisi ini dapat terlihat yakni masih terdapat beberapa jabatan yang belum dapat terisi dalam fungsi kegiatan pengawasan. Selain itu berdasarkan personil yang ada hanya 35,29% pegawai yang sudah tersertifikasi. Kedua permasalahan lain dalam pengelolaan pengawasan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 70

71 masih terbatas pada obyek pemeriksaan belum dapat dilakukan guna mendukung paradigma peningkatan kualitas kerja. Kondisi ini dapat terlihat dikarenakan persoalan lemahnya pemanfaaatan penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan pengawasan. Selain itu pemahaman bahwa perangkat daerah masih memposisikan pengawasan internal dan pengendalian bukan sebagai mitra kerja dalam mendukung kebehasilan pelasanaan kebijakan pemerintah daerah. Ketiga permasalahan muncul dalam aspek manajemen pengelolaan pengawasan internal dan pengendalian. Aspek manajemen yang dimaksud disebabkan oleh masih belum adanya sistem operasional prosedur yang dapat dijadikan standar pengawasan internal dan pengawasan kegiatan pemerintah daerah, lemahnya sikap respon tindaklanjut pengaduan masyarakat dalam mendukung kegiatan pengawasan, serta lemahnya pusat data dan informasi yang dapat menjadi landasan baku sebagai upaya menjamin ketepatan, kecepatan, ketepatan, keakuratan penerapan sistem pengawasan internal dan pengendalian kebijakan pemerintah daerah. Berikut uraian singkat keterkaitan antara masalah dan akar masalah yang perlu menjadi perhatian bidang pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah: Masalah 1. Jumlah dan kualitas aparat fungsional pemeriksa terbatas 2. Paradigma pengawasan internal belum sesuai dengan kebutuhan peningkatan kualitas laporan 3. Keterbatasan dalam manajemen pemeriksaan internal Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel A.2 PermasalahanPemerintah Daerah Akar Masalah 1. Belum terpenuhinya jumlah aparatur pemerintah daerah dengan kualitas profesional 2. Masih terbatasnya tenaga professional di bidang pengawasan (dari 17 orang pemeriksa, hanya ada 6 orang yang sudah bersertifikasi) 1. Sistem pengawasan masih dalam paradigma lama belum memanfaaatan berbasis teknologi informasi 2. Pengawasan belum bertujuan mencapai quality ansurance 3. Masih terbatasnya sarana dan prasana pendukung pengawasan. 4. Belum optimalnya sistem pembinaan terhadap kualitas laporan keuangan dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 5. Masih rendahnya tingkat pemahaman Perangkat Daerah indikator kinerja perencanaan 6. Audit belum menjadikan auditor sebagai mintra kerja dalam memciptakan sistem pemerintahan yang baik 1. Belum ada keseragaman standar dokumen pengawasan 2. Masih tingginya jumlah temuan pemeriksaan dari setiap hasil pemeriksaan 3. Belum kuatnya komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam rangka pencegahan dan pemberantasan KKN 4. Terbatasnya jumlah hari pemeriksaan (10 hari) yang mengakibatkan sulitnya auditor memperoleh angka kredit 5. Lambatnya obyek pemeriksaan dalam memberikan tanggap pemeriksaan P2HP 6. Masih rendahnya tingkat kepedulian masyarakat dalam hal pengaduan terkait pelanggaran yang terjadi. 7. Belum tersedianya data base baku yang menjadi bahan rujukan informasi pengawasan dan hasil pemeriksaan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 71

72 2. KeterbatasanPelaksanaan Manajemen Pemerintahan Umum Pemerintah umum merupakan bagian dari fungsi dan tugas sekretariat daerah sebagai pelaksana sekaligus sebagai koordinator administratif kegiatan pengelolaan pemerintahan daerah. Sebagai daerah otonomi baru, Provinsi Kalimantan Utara masih dalam kategori penataan. Penataan dimaksud sebagai kondisi awal persiapan transisi dalam mengkondisikan pengelolaan pemerintahan. Di dalam penataan terdapat beberapa tiga permasalahan yang penting untuk diperhatikan yaitu tentang tujuan pelaksanaan roadmap reformasi birokrasi belum memiliki mekanisme sistem yang komprehensif, keterbatasan aspek pencapaian transparansi dan akuntabilitas kinerja, dan masih lemahnya wujud inovasi daerah yang dikembangkan dalam rangka mendukung kinerja pemerintahan daerah. Permasalahan-permasalahan yang ada dalam konteks pemerintahan umum disebabkan karena belum optimalnya tindak lanjut pengelolaan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan di tingkat SKPD, lemahnya kesadaran aparatur dalam mendukung komitmen pemberantasan KKN, lemahnya partisipasi masyarakat, pemanfaatan teknologi informasi belum dimanfaatakan optimal dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintahan, serta masih rendahnya aspek penyusunan pelaporan dan pengelolaan kegiatan administrasi pemerintahan terutama penataan barang milik pemerintah daerah. Berikut uraian singkat keterkaitan antara masalah dan akar masalah yang perlu menjadi perhatian bidang pemerintahan umum: Masalah 1. Pelaksanaan roadmap reformasi bersifat parsial 2. Keterbatasan proses transisi pelaksanaan pemerintahan pasca pemekaran 3. Keterbatasan inovasi di bidang pemerintahan Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel A.3 PermasalahanPemerintahan Umum Akar Masalah 1. Belum optimalnya penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada SKPD 2. Masih adanya wajib lapor, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penyelenggara Negara yang belum menyampaikan formulir LHKPN kepada KPK 1. Pemerintah (APIP) sebagai quality assurance, consulting dan early warning 2. Belum adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur 3. Nilai LAKIP yang masih rendah 1. E-Gov belum optimal di SKPD untuk meningkatkan transparansi dan akuntabel antara sistem perencanaan dan monitoring secara online 2. Masih rendahnya kualitas penyusunan pelaporan keuangan dan administrasi penataan barang milik daerah 3. Keterbatasan Transisi Sistem Penataan Aparatur Pemerintah UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi yang berkaitan dengan manajemen ASN dalam mendukung RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 72

73 pengelolaan ASN untuk menghasilkan ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Perubahan ini memberikan skema yang kompleks perlunya agenda perubahan tata laksana kepegawaian. Sumber daya manusia merupakan motor penggerak organisasi pemerintah, oleh karena itu pegawai menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan. Keberadaan pegawai menempati posisi yang paling utama, karena menjadi kekuatan inti dalam menggerakkan sistem pemerintahan. Permasalahan yang dihadapi diungkap secara jelas agar pencapaian hasil pembangunan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Di dalam pengelolaan SDM aparatur pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Utara memiliki beberapa permasalahan dasar yang harus segera dituntaskan. Permasalahan tersebut adalah, terbatasnya sistem manajemen kepegawaian, terbatasnya kebijakan pengembangan kepegawaian, dan belum terwujudnya sistem pendukung administrasi kepegawaian yang lengkap. Permasalahan yang ada selama ini disebabkan karena persoalan teknis pelaksanaan pengelolaan kepegawaian yang belum berbasis pada manajemen kinerja sesuai dengan amanat UU No. 5 Tahun 2014, kompetensi, kualitas, dan penataan SDM aparatur yang belum sesuai dengan kualifikasi pada jabatan tertentu, serta terbatasnya pengeloalaan administrasi manajemen kepegawaian yang ada. Permasalahan pengelolaan SDM aparatur merupakan tantangan nyata yang harus diperkuat secara internal pemerintah karena SDM aparatur merupakan ujung tombak dari kegiatan pemerintahan. SDM aparatur merupakan aset daerah yang tidak dapat terpisahkan sebagai wajah pemerintah daerah. Selain itu perbaikan dapat dilakukan melalui mekanisme pendekatan sistem juga harus dilakukan melalui penciptaan perilaku SDM aparatur. Berikut uraian singkat keterkaitan antara masalah dan akar masalah yang perlu menjadi perhatian bidang SDM aparatur pemerintah. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 73

74 Tabel A.4 PermasalahanPengelolaan SDM Aparatur Pemerintah Masalah 1. Keterbatasan sistem manajemen kepegawaian 2. Keterbatasan kebijakan pengembangan pegawai 3. Belum terwujud sistem administrasi kepegawaian yang lengkap Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah 1. Belum diterapkanya penilaian kinerja pegawai berdasarkan pendekatan manajemen kinerja; 2. Belum tersedianya formasi jabatan berbasis kompetensi sesuai kebutuhan 3. Masih ada unit kerja yang belum melakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja; 4. Belum maksimalnya data analisis kebutuhan diklat; 5. Belum tersedianya standar kompetensi jabatan yang valid dan reliable untuk seluruh jabatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara; 1. Pengiriman peserta diklat tidak sesuai dengan kompetensi; 2. Masih terjadinya mutasi dan promosi dalam jabatan yang tidak sesuai antara kompetensi individu dengan syarat jabatan; 1. Hasil evaluasi jabatan belum menyeluruh dan lengkap; 2. Database pegawai yang absah, menyeluruh dan lengkap; 3. Belum tersedia informasi jabatan dan informasi beban kerja jabatan yang absah dan komprehensif; 4. Perumusan Sistem Kebijakan dan Hukum Perubahan regulasi dari UU No. 32 Tahun 2004, menjadi UU No. 23 Tahun 2014 dan diperbaharui lagi menjadi UU No. 9 Tahun Perubahan ini merupakan tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, sehingga mengharuskan untuk melakukan adaptasi secara cepat. Di dalam peraturan sistem perencanaan pembangunan yang disusun oleh Kemendagri dan Bappenas seringkali ditemukan perbedaan, sehingga menyulitkan daerah untuk mengacu dan mengakomodasi peraturan tersebut ke dalam pengelolaan kebijakan daerah. Selain itu dalam menentukan aspek kebijakan daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara harus dapat secara seksama melihat perpotongan antar regulasi yang menjadi landasan dalam menentukan kebijakan daerah. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa temuan permasalahan subtantif yang seringkali membingungkan pemerintah daerah dalam menentukan arah kebijakan, selain itu juga dalam beberapa peraturan perundangan yang ada masih ditemukan perbedaan prinsip yang mengatur hingga tingkat operasional. Tidak adanya sinkronisasi peraturan perundangan yang memudahkan daerah untuk melakukan konsolidasi baik dalam perencanaan, implementasi, penganggaran, pengawasan dan evaluasi. Kondisi semacam ini menjadi isu dasar yang secara luas dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dalam regulasi pemerintahan daerah juga sangat mengganggu dalam proses koordinasi antar unit kerja maupun SKPD/SOPD, sehingga beberapa permasalahan muncul terkait RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 74

75 dengan kesulitan untuk mengkonsolidasi baik di level perencanaan, perumusan indikator, pembagian urusan maupun pengawasan internal, serta penyerapan SILPA. Sampai saat ini belum ada ketentuan/peraturan yang jelas dan sah yang mengatur pengelolaan SILPA. Artinya, langkah administratif dalam rencana kerja pada tahun anggaran selanjutnya dalam penyerapan kembali SILPA bukan merupakan kebijakan yang tuntas. Selain itu dilihat dalam melaksanakan rangkaian pembangunan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara harus secara seksama memperhatikan persoalan regulasi yang diterapkan dan ditetapkan sesuai dengan tujuan dan fungsinya. Terdapat dua permasalahan umum yang harus segera dituntaskan yaitu lemahnya proses perumusan kebijakan dan penegakan hukum secara berkelanjutan dan lemahnya integrasi peran antar SKPD/SOPD sebagai kesatuan organisasi perangkat daerah. Di dalam persoalan kebijakan disebabkan oleh banyaknya obyek dan permasalahan hukum yang belum dapat terkelola dan landasan yang jelas sebagai acuan kebijakan pemerintahan daerah. Selain itu dikarenakan permasalahan terbatasnya data dan informasi yang digunakan sebagai rujukan kajian hukum maupun SDM aparatur yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam perumusan kebijakan. Pentingnya SDM aparatur yang handal dikarenakan rantai birokrasi yang relatif panjang dalam proses formulasi kebijakan. Di dalam aspek organisasi disebabkan pertama oleh lemahnya sistem koordinasi lintas sektor sehingga belum terciptanya singkronisasi program dan kegiatan yang sebenarnya dapat dilakukan melalui kerjasama antar SKPD/SOPD guna mendukung efisiensi. Kedua sistem komunikasi dan informasi yang terlambat antar instansi, serta antar kabupaten/kota. Ketiga belum tersedianya landasan yang jelas terkait turunan dari pembagaian kewenangan kewilayahan serta standar operasional prosedur yang dapat dijadikan acuan dalam menjamin kecepatan, kemudahan, dan kepastian pelaksanaan kinerja pemerintah daerah. Kendala lain yang dihadapi adalah, kekurangan back up data produk hukum dalam bentuk soft file. Selama ini data dokumen produk hukum yang ada dapat diakses melalui Utara Utaraprov.or.id. Produk hukum yang ada belum maksimalnya sosialisasi produk hukum ke masyarakat. Berikut uraian singkat keterkaitan antara masalah dan akar masalah yang perlu menjadi perhatian dalam sistem kebijakan dan hukum. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 75

76 Tabel A.5 Permasalahan Sistem Kebijakan dan Hukum Masalah 1. Lemahnya proses perumusan kebijakan dan penegakan hukum secara berkelanjutan 2. Lemahnya integrasi peran SKPD/ SOPD sebagai kesatuan organisasi perangkat daerah Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah 1. Banyaknya obyek dan permasalahan hukum yang belum terkelola. 2. Permasalahan yang dihadapi sangat kompleks. 3. Rantai birokrasi relatif panjang dalam formulasi kebijakan 4. Keterbatasan kemampuan dan keahlian dalam perumusan kebijakan 5. Keterbatasan database yang digunakan sebagai bahan rujukan kajian hukum 1. Lemahnya koordinasi lintas sektor dalam melaksanakan agenda kebijakan daerah 2. Belum terintegrasinya program kegiatan yang dilakukan SKPD/ SOPD dalam menjamin kesuksesan penyelenggaraan kebijakan daerah 3. Sistem komunikasi dan informasi yang terlambat antar instansi maupun antar kabupaten/kota 4. Lemahnya data base mendukung tingkat keberhasilan kebijakan daerah 5. Belum tersedianya dokumen pendukung terkait pelimpahan kewenangan kewilayahan 6. Belum tersedianya SPM dan SOP yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan tata laksana organisasi perangkat daerah B. Keterbatasan Sistem Pendukung Komunikasi dan Informasi Teknologi informasi dewasa ini merupakan kebutuhan utama dan sangat diharapkan oleh semua pihak. Namun demikian seringkali informasi tersebut tidak terkomunikasikan kepada pihak-pihak terkait. Kebutuhan akan informasi mutlak dibutuhkan di era modernisasi. Optimalisasi pengelolaan informasi bagi penyelenggaraan pemerintahan menjadi salah satu cara dalam meningkatkan pelayanan publik. Selain itu penguasaan SDM akan pengelolaan informasi terbaru juga memberikan manfaat positif bagi penyelenggaraan pemerintahan. Fasilitas komunikasi dan informasi sangat penting dalam mendukung kegiatan pengelolaan pemerintahan terutama dalam mempercepat kemudahan akses antar wilayah. Berikut kondisi keberadaan sarana komunikasi di Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan satuan desa/kelurahan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 76

77 Tabel B.1 Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Sarana Komunikasi di Provinsi Kalimantan Utara Kabupaten/Kota Telepon Telepon Kantor Pos Pelayanan Wartel Warnet Umum Kartu Pembantu Pos Keliling Bulungan Malinau Nunukan Tana Tidung Tarakan Kalimantan Utara Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Berdasarkan informasi tersebut dapat terlihat bahwa terdapat beragam variasi jumlah sarana yang ada di setiap kabupaten/kota. Jika dilihat secara keseluruhan Provinsi Kalimantan Utara dapat disimpulkan masih lemahnya sarana dan prasarana yang ada jika dibandingkan dengan jumlah total desa/kelurahan yaitu 479 desa/kelurahan. Rata-rata setiap sarana yang ada belum mencapai 10% yang dapat dirinci sebagai berikut telepon umun 0%, telepon kartu 2,30%, wartel 2,30%, warnet 8,14%, kantor pos pembantu 4%, dan pelayanan pos keliling 6,05%. Selain itu jika dilihat dari keberadaan base transceiver station (BTS) dan kekuatan sinyal telepon menurut satuan desa/kelurahan dapat terlihat sebagai berikut: Tabel B.2 Banyaknya Wilayah Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Base, Transceiver Station (BTS) dan Sinyal Telepon Seluler di Provinsi Kalimantan Utara Kabupaten/Kota Keberadaan BTS Kekuatan Sinyal Telepon Seluler Ada Tidak Ada Kuat Lemah Tidak Ada Bulungan Malinau Nunukan Tana Tidung Tarakan Kalimantan Utara Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Berdasarkan informasi yang ada dapat terlihat bahwa sarana keberadaan base transceiver station yang ada di seluruh Provinsi Kalimantan Utara terbatas yaitu 28,81% dari jumlah desa/kelurahan yang ada. Kondisi ini menandakan bahwa masih sangat lemahnya aspek sarana pendukung yang ada di Provinsi Kalimantan Utara. Hal ini mengingat bahwa keberadaan base transceiver station merupakan fasilitas vital pendukung penguat sinyal bagi jaringan telekomunikasi selain jaringan kabel optik. Secara umum permasalahan sistem pendukung komunikasi dan informasi dapat dibedakan dalam beberapa kategori yaitu pertama belum optimalnya RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 77

78 pelayanan dasar yang mendukung kemudahan akses informasi dan komunikasi yang disebabkan oleh minimnya fasilitas yang ada serta lemahnya kondisi infratruktur jaringan. Kedua lemahnya kegiatan fasilitasi dalam mendukung tata kelola pemerintahan daerah yang disebabkan belum ada lembaga khusus yang bertugas dalam memfasilitasi pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, lemahnya penerapan sistem pengelolaan dokumen daerah berbasis teknologi komunikasi dan informasi, serta lemahnya SDM aparatur yang memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi pendukung proses pengelolaan pemerintahan daerah. Berikut uraian singkat keterkaitan antara masalah dan akar masalah bidang fasilitasi komunikasi dan penerapan teknologi. Tabel B.3 Permasalahan Komunikasi dan Penerapan Teknologi Informasi Masalah 1. Belum optimalnya pelayanan dasar pendukung sarana komunikasi dan informasi 2. Keterbatasan manajemen teknologi informasi 3. Keterbatasan fasilitas/sarpras penunjang penataan administrasi Sumber: Hasil Analisis, 2016 Akar Masalah 1. Minimnya fasilitas penghubung komunikasi dan informasi di daerah 2. Lemahnya kondisi infrastruktur jaringan komunikasi dan informasi 1. Belum ada penanggung jawab IT yang mengkordinasi antar SKPD 2. Dukungan keahlian sangat minimal 3. Belum ada kemandirian untuk pengelolaan IT 1. Belum ada sarana (depo inaktif untuk menyimpan arsip inaktif, rak arsip, boks arsip di masing-masing SKPD/SOPD 2. Arsip dan dokumen belum menjadi bagian penting dari informasi audit C. Keterbatasan Kemampuan Menjaga Stabilitas Daerah Komunikasi sosial yang riil semakin terbatas, sedangkan komunikasi jejaring sosial semakin berkembang. Sumber konflik tidak hanya dapat diamati dalam kehidupan nyata secara visual, namun hal yang terpenting perlu disadari juga yaitu konflik sosial yang selama ini timbul akibat dari dunia maya, yang justru memiliki dampak yang lebih luas (cenderung tidak terbatas). Permasalahan pembangunan yang dihadapi dalam urusan Kesatuan Bangsa dan Politik saat ini sudah semakin kompleks apalagi di Provinsi Kalimantan Utara, aspek wawasan kebangsaan dan ideologi bangsa menjadi ancaman besar karena memiliki wilayah daerah perbatasan negara. Identifikasi permasalahan pembangunan khususnya urusan Kesbangpol ini adalah belum optimalnya pengendalian konflik SARA. Hal ini terkait dengan usaha preventif dalam menghidari konflik SARA dan penanganan saat dan pasca konflik. Dalam melakukan usaha preventif terdapat keterbatasan frekuensi pembinaan dan kunjungan. Pembinaan terhadap LSM, Ormas dan OKP belum sepenuhnya dapat RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 78

79 dilakukan maksimal, pembinaan politik daerah, serta peluang terjadinya konflik di Provinsi Kalimantan Utara cukup besar dilihat dari keberagaman SARA di masyarakat. Pemberian konsekuensi dari pelaku konflik harus dapat memberikan efek jera sehingga tidak terulang. Akan tetapi fokus yang ada selama ini masih pada usaha preventif sebelum terjadinya konflik. Grafik C.1 Banyaknya Wilayah Desa/Kelurahan Menurut Kondisi Agama dan Suku/Etnis di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sebaran desa/kelurahan menurut kondisi agama dan suku/etnis di Provinsi Kalimantan Utara. 135 Desa terdiri dari dominan satu agama dan 344 desa terdiri dari multi agama. Sedangkan menurut etnis 131 desa terdiri dari satu etnis dan 338 desa terdiri dari multi suku/etnis. Hal ini harus menjadi perhatian mengingat jumlah desa/kelurahan yang tergolong heterogen kondisi sosialnya memiliki potensi tingkat kerawanan sosial tinggi jika terjadi konflik. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 79

80 Grafik C.2 Banyaknya Wilayah Desa/Kelurahan Menurut Jenis Perkelahian Massa yang TerjadiSelama Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Dilihat dari data sumber perkelahian massa sebesar 43% bersumber dari kelompok masyarat antar desa/kelurahan, dan kelompok masyarakat dengan aparat keamanan, 14% bersumber dari antar suku. Konflik antar daerah merupakan masalah yang penting, harus dapat dicegah terutama melalui usaha menciptakan budaya toleransi ditengah-tengah masyarakat. Selain itu dalam aspek pengeloalan pencegahan dan penanggulangan konflik pendekatan terbaik yang dapat dilakukan yakni dengan jalan konsolidasi, damai, dan tuntas. Hal ini dilakukan karena konflik sosial harus ditindak lanjuti melalui tanpa menimbulkan efek berkelanjutan yang dapat menimbulkan trauma berkepanjangan. Di dalam permasalahan menjaga stabilitas pemerintah daerah terdapat tiga permasalahan utama yaitu keterbatasan pembangunan kesatuan dan persatuan serta semagat NKRI, potensi disintegrasi antardaerah dan perbatasan, dan potensi konflik perbatasan. Permasalahan tersebut muncul karena persoalan keterbatasan pengendalian dan pengawasan wilayah perbatasan. Lemahnya pemahaman ideologi dan wawasan kebangsaan, tingkat kerawanan sosial yang tinggi di wilayah perbatasan, dan cakupan akses yang sulit dalam menjamin koordinasi penanganan konflik sosial di daerah. Selain itu dalam permasalahan disintegrasi antar daerah ditemui beberapa penyebab yakni terbatasanya sistem dan sarana pengawasan, adanya potensi konflik horizontal yang dapat meluas karena kondisi sosial budaya RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 80

81 yang heterogen, serta belum optimalnya peran pengendalian permasalahan sosial yang dikakukan melalui kerjasama antar lintas sektor. Belum terpetakannya konflik perbatasan disebabkan adanya keterkaitan lemahnya database yang digunakan sebagai pusat informasi dan manajemen konflik di daerah. Berikut keterkaitan antara masalah dan akar masalah dalam lingkup stabilitas daerah. Masalah 1. Keterbatasan pembangunan kesatuan dan persatuan serta semangat kebangsaan NKRI 2. Besarnya potensi disintegrasi antar daerah dan perbatasan 3. Belum terpetakannya potensi konflik perbatasan besar Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tabel C.1 Permasalahan Stabilitas Daerah Akar Masalah 1. Keterbatasan pengendalian dan pengawasan wilayah perbatasan 2. Lemahnya pemahaman ideologi dan wawasan kebangsaan 3. Kerawanan sosial tinggi di wilayah perbatasan 4. Cakupan wilayah dan akses yang sulit dalam menjamin koordinasi penanganan konflik sosial 1. Keterbatasan sistem dan sarana pengawasan perbatasan baik secara fisik maupun non fisik. 2. Potensi konflik horizontal yang dapat meluas karena kondisi sosial budaya yang heterogen 3. Berlum optimalnya peran pengendalian permasalahan sosial melalui kerjasama lintas sektor 1. Lemahnya database yang digunakan sebagai pusat informasi manajemen konflik 2. Belum tersedia sistem informasi penunjang D. Keterbatasan Fasilitasi Ketertiban Keamanan dan Ketenteraman Daerah Keamanan dan ketertiban merupakan bagian penting dalam penciptaan kondisi yang baik, agar semua dapat berjalan secara normal, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan lancar dan berhasil. Upaya untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban ini masih menghadapi beberapa permasalahan. Permasalahan yang berkaitan dengan keamanan dan ketentraman meliputi beberapa aspek yaitu permasalahan belum adanya pendukung SDM personil yang handal, belum adanya regulasi yang jelas diterapkan di daerah sebagai landasan pengeloalan keamanan dan ketertiban, serta lemahnya sistem informasi sebagai landasan pengambilan kebijakan pengelolaan ketertiban dan keamanan di daerah. Berikut keterkaitan masalah dan akar masalah bidang kemanan dan ketentraman daerah. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 81

82 Masalah 1. Sulitnya pemenuhan ketertiban keamanan dan ketenteraman daerah Tabel D.1 Permasalahan Keamanan dan Ketentraman Daerah Akar masalah 1. Belum tersedianya perda pendukung 2. Belum tersedia SOP pelayanan K3 3. Keterbatasan sarana prasarana pendukung 4. Belum terdokumentasikannya kegiatan pengawasan K3 2. Lemahnya sistem informasi 1. Belum optimalnya peran koordinasi antar wilayah 2. Lemahnya data base pendukung kebijakan pengelolaan ketertiban, keamanan, dan ketentraman daerah Sumber: Hasil Analisis, 2016 E. Lemahnya Sistem Manajemen Bencana Masalah optimalisasi pelayanan kebencanaan perlu diperluas hingga menjangkau masalah bencana secara umum. Pencapaian yang sudah diperoleh dalam pelayanan kebencanaan masih terbatas pada bencana kebakaran. Untuk itu upaya untuk menjangkau pelayanan kebencanaan yang lebih luas masih menemui beberapa kendala. Potensi terjadinya bencana alam, optimalisasi sosialisasi kepada masyarakat terkait mitigasi bencana perlu dilakukan mengingat potensi kebencanaan lokal yang dimiliki Provinsi Kalimantan Utara diantaranya tanah longsor, banjir, gempa bumi, gelombang pasang laut, angin puting beliung, kebakaran, dan kekeringan. Jumlah SDM aparatur yang terbatas merupakan masalah umum yang belum dapat terhindarkan. Di sisi lain terdapat beragam pelaku dan kepentingan yang selama ini masih parsial berada di Provinsi Kalimantan Utara. Hal ini penting dalam rangka menjalin dan membangun kerjasama lintas sektor dalam membangun aspek penangan kebencanaan agar dapat lebih optimal. Grafik E.1 Banyaknya Wilayah Desa/Kelurahan yang Mengalami Kejadian Bencana di Provinsi Kalimantan Utara selama 3 Tahun Terakhir Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 82

83 Provinsi Kalimantan Utara memiliki potensi banjir cukup tinggi jika dibandingkan dengan kasus bencana yang lain. Selain itu Kota Tarakan merupakan wilayah yang secara umum memiliki potensi bencana paling tinggi diikuti oleh Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, dan terakhir Kabupaten Malinau, untuk itu diperlukan sejumlah pendekatan menyeluruh dalam menindaklanjuti permasalahan tersebut. Grafik E.2 Banyaknya Wilayah Desa/Kelurahan Memiliki Upaya Respon Antisipasi/Mitigasi Bencana Alamdi Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Data Statistik dan Potensi Desa Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2014 Disisi lain dalam upaya respon dan antisipasi/mitigasi bencana alam di Provinsi Kalimantan Utara masih tergolong sangat lemah. Hal ini dikarenakan 93% desa dari 479 desa/kelurahan yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Utara belum memiliki sistem peringatan dini bencana alam, sistem peringatan dini bagi wilayah yang memiliki kawasan pantai, perlengkapan keselamatan, serta jalur evakuasi. Hal ini menjadi permasalahan besar dalam penanganan kebencanaan mengingat aspek mitigasi dan antisipasi sangat penting sebagai langkah dalam mengurangi beragam dampak kerugian yang diakibatkan dari kejadian bencana. Di dalam pengelolaan kebencanaan di Provinsi Kalimantan Utara terdapat beberapa permasalahan utama yaitu belum adanya sinergitas perencanaan penanganan kebencanaan yang merupakan amanat dari UU No 24 Tahun 2007, lemahnya kualitas dokumen perencanaan/regulasi bidang pengelolaan kebencanaan, belum optimalnya pengelolaan tindakan kebencanaan, belum adanya sarana pendukung mitigasi, kontijensi rehabilitasi, rekontruksi, dan recovery bencana, serta RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 83

84 tindaklanjut rehabilitasi dan rekontruksi kebencanaan masih lemah dari segi pendanaan dan sumber-sumber anggaran pengelolaan kebencanaan sangat terbatas. Berikut keterkaitan antara masalah dan akar masalah bidang pengelolaan kebencanaan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 84

85 Tabel E.1 Permasalahan Pengelolaan Kebencanaan Masalah Akar Masalah 1. Belum ada sinergitas perencanaan 1. Belum memadainya prosedur dan regulasi sebagai pediman penyelenggaraan penanganan bencana di Indoneisa termasuk belum terpenuhinya seluruh amanah aturan dan regulasi yang dikehendaki UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Kebencanaan 2. Belum terintegrasinya pengurangan resiko bencana dalam perencanaan pembangunan secara efektif dan komprehensif 2. Lemahnya kualitas dokumen Keterbatasan data dan peta wulayah yang mengakibatkan perencanaan/regulasi terhambatnya pelaksanaan analisa resiko bencana 3. Belum optimalnya pengelolaan 1. Belum tersedianya Rencana Pendukung Penanggulangan tindakan kebencanaan Bencana Daerah 2. Lemahnya SDM bidang kebencanaan baik dari sisi kualitas dan kuantitas 3. Belum terbangunnya sistem informasi manajemne 4. Belum adanya sarana pendukung mitigasi, kontijensi, rehabilitasi, rekonstruksi, dan recovery bencana kebencanaan yang cepat, tepat, dan mudah. 1. Lemahnya ketersediaan dan kemudahan akses sarana prasarana logistik penanggulangan kebencanaan yang berkualitas 2. Lemahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait resiko bencana serta kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana 5. Pendanaan rehabilitasi dan Keterbatsan alokasi dan pendanaan terhadap kegiatan rekonstruksi bencana yang lemah rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersumber dari dana APBD 6. Sumber anggaran SKPD yang terbatas Terbatasnya anggaran SKPD yang mengatur masalah kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana Sumber: Hasil Analisis, 2016 F. Pengembangan Daerah Otonomi Baru Terdapat beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik apabila kondisi wilayah administratif yang terlalu luas, topografis yang sulit dijangkau, dan jauhnya jarak dengan pusat pemerintahan. Permasalahan jarak dan topografi dapat menjadi hambatan manajemen pemerintahan. Pemekaran wilayah diperlukan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Letak geografis yang berada di perbatasan antar negara menjadi permasalahan dalam manajemen pemerintahan, khususnya dalam menghadapi kerawanan disintegrasi. Khususnya Kawasan Sebatik, Kawasan Lumbis Ogong dan Kawasan Kayan Hulu yang berada di wilayah perbatasan dengan Malaysia perlu mendapatkan porsi dalam politik pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Keberadaan pos lintas batas di Kayan Hulu yaitu Long Nawang hendaknya diikuti dengan kebijakan pembangunan yang proporsional, untuk mengatasi ketimpangan. Secara fisik tampak nyata ketimpangan fasilitas kota antara ketiga kawasan ini RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 85

86 dengan kota terdekat di Malaysia. Kota terdekat di Malaysia memiliki fasilitas yang sangat baik dengan kondisi pembangunan yang jauh lebih maju. Sedangkan kondisi di tiga kawasan ini memiliki fasilitas sangat terbatas, bahkan di Long Nawang sebagai pos lintas batas merupakan wilayah terisolir. Disparitas sosial ekonomi dan minimalnya fasilitas kawasan dapat mendorong terjadinya semangat disintegrasi, sehingga kawasan ini dapat memisahkan diri dari Indonesia dan sebaliknya bergabung dengan Malaysia, sehingga membahayakan bagi keutuhan NKRI dan kedaulatan Negara. Pelayanan dasar sangat penting dipenuhi oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kawasan yang terisolasi karena terbatasnya akses ke pusat pelayanan lokal mengakibatkan kebutuhan dasar sangat mahal dan tidak terpenuhi secara proporsional. oleh karena itu banyak masyarakat mengakses pelayanan dasar di Malaysia. Fenomena ini dapat menimbulkan masyarakat perbatasan memiliki ikatan emosional dengan Malaysia, selain karena masyarakat perbatasan memiliki ikatan kekeluargaan dan kekerabatan yang cukup erat sejak jaman dulu. Daya simpati dan empati akan tumbuh dan memungkinkan masyarakat perbatasan memungkinkan mengubah kewarganegaraan. Kondisi ini perlu menjadi pertimbangan politik pemerintahan, untuk memberikan kewenangan kepada tiga kawasan ini untuk mengelola wilayah administratif sebagai daerah otonom baru. Jika dipertahankan dengan status kecamatan dan desa maka kewenangan menjadi sangat terbatas, dan tidak memiliki anggaran yang memadai untuk melakukan pembangunan. Berbagai permasalahan yang dihadapi ini dapat disajikan pada tabel berikut. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 86

87 Permasalahan 1. Luasnya kawasan sehingga menyulitkan manajemen pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik Tabel F.1 Permasalahan Pengembangan Daerah Otonomi Baru Akar Masalah 1. Jarak dengan pusat pelayanan dasar sangat jauh, sehingga aksessibilitas terbatas. 2. Keterbatasan sarana dan prasarana, sehingga menjadi kawasan terisolasi. 3. Biaya kebutuhan dasar menjadi mahal. 2. Terancamnya kedaulatan dan NKRI 1. Letak geografis kawasan di perbatasan menjadikan ancaman kedaulatan dan NKRI. 2. Disparitas sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan. 3. Kesenjangan kondisi fasilitas fisik, sosial dan ekonomi dengan kota terdekat di Malaysia. 4. Penyediaan pelayanan dasar di Malaysia yang lebih terjangkau akses. 3. Rendahnya manajemen pemerintahan Sumber: Hasil Analisis, Status desa dan kecamatan di kawasan Pulau Sebatik, kawasan Lumbis Ogong dan kawasan Kayan Hulu tidak punya kewenangan yang lebih luas untuk membangun dengan status kecamatan karena keterbatasan anggaran. 2. Fungsi pemerintahan tidak dapat berjalan dengan optimal. 3. Pembangunan fasilitas transportasi, perhubungan dan telekomunikasi tidak dapat terkelola. 5. Permasalahan Utama Pembangunan Dari permasalahan pembangunan menurut penyelenggaraan urusan yang telah diungkapkan di atas, dapat ditarik kesimpulan yang menjadi permasalahan utama pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Utara yakni sebagai berikut: 1. Proses kelembagaan pemerintah provinsi masih sangat parsial sehingga penyelenggaraan manajemen pemerintahan belum efisien. 2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat terbatasnya pelayanan pendidikan, kesehatan dan penanganan kesejahteraan sosial. 3. Pertumbuhan ekonomi masih bertumpu pada sektor pertambangan dan sektor pertanian,khususnya perkebunan sawit dan kehutanan, yang rentan terhadap keberlanjutan ekonomi dan lingkungan. 4. Kesenjangan wilayah dan ketidakmerataan spasial kegiatan ekonomi mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran. 5. Belum optimalnya pengelolaan lahan pertanian potensial yang produktifsebagai pendukung ketahanan pangan. 6. Terdapatnya kegiatan perdagangan ilegal lintas batas yang mengakibatkan potensi kebocoran ekonomi dan permasalahan sosial. 7. Konflik pemanfaatan hutan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 87

88 8. Ketersediaan dan distribusi energi listrik dan bahan bakar yang masih terbatas. 9. Ketersediaan sarana prasarana utama yang terbatas belum mendukung kebutuhan penduduk. 10. Masih rendahnya konektivitas antarwilayah. 11. Degradasi lingkungan yang terjadi di hampir seluruh wilayahakibat perubahan tata guna lahan untukkegiatan ekonomi. 12. Lemahnya manajemen pemerintahan dan kelembagaan desa Tantangan Pembangunan Kewilayahan Provinsi Kalimantan Utara Pelaksanaan pembangunan di Provinsi Kalimantan Utara telah mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan di berbagai bidang. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, angka kemiskinan menurun, pendapatan per kapita meningkat, dan terbangunnya infrastruktur fisik yang mendukung pelayanan publik serta kegiatan perekonomian. Namun kemajuan pembangunan ini tidak menciptakan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan merata di Provinsi Kalimantan Utara, melainkan menimbulkan kesenjangan antar wilayah. Contoh nyata permasalahan tersebut adalah kemajuan pembangunan di Kota Tarakan relatif lebih cepat dibanding kabupaten lain. Permasalah pembangunan yang tidak merata dan kesenjangan kesejahteraan tidak lain disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis, sumberdaya alam, infrastruktur, sosial budaya, dan kapasitas sumberdaya manusia. Terlebih lagi, beberapa kecamatan di Provinsi Kalimantan Utara merupakan kecamatan perbatasan yang sebagian masyarakatnya masih dihadapkan pada permasalahan kurangnya aksesibilitas terhadap barang kebutuhan pokok, layanan kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi dan akses informasi. Dengan kata lain, kondisi geografis dan keterbatasan akses infrastruktur menjadi faktor penyebab belum optimalnya program pembangunan yang berdampak pada kesenjangan antar wilayah. Perbedaan laju pembangunan antar wilayah dapat dilihat dari hubungan antar indikator yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan, seperti laju pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, angka pengangguran, pendapatan per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk program dan kegiatan pembangunan daerah. Hubungan antar indikator-indikator tersebut tercantum sebagai berikut. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 88

89 1. Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Penduduk Miskin Hubungan yang sangat erat terjadi antara dua indikator penentu kesejahteraan masyarakat, yakni pertumbuhan ekonomi dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Berkurangnya penduduk miskin di suatu daerah idealnya dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mampu meningkatkan daya pemenuhan kebutuhan pokok sehingga melepaskan sebagian masyarakat dari segala keterbatasan dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan. Pola persebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pengurangan penduduk miskin selama periode tahun adalah sebagai berikut. Gambar Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Pengurangan Kemiskinan Tahun Provinsi kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Berdasarkan pola sebaran seperti gambar di atas, Kabupaten Malinau merupakan satu-satunya kabupaten yang termasuk kategori daerah dengan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 89

90 pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata provinsi dan persentase pengurangan penduduk miskinnya juga berada di atas rata-rata provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Malinau telah mampu mendorong percepatan penurunan angka kemiskinan. Hal yang sama terjadi pada Kabupaten Nunukan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nunukan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata provinsi, dan penurunan penduduk miskinnya relatif hampir sama dengan rata-rata persentase penurunan jumlah penduduk miskin provinsi. Tantangan yang harus dihadapi Provinsi Kalimantan Utara untuk kedua kabupaten ini adalah bagaimana cara dan program serta kegiatan apa saja yang dapat menjaga stabilitas ekonomi yang mampu mendorong percepatan pengurangan kemiskinan. Di sisi lain, Kota Tarakan berada dalam kategori dimana selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi melebihi rata-rata provinsi namun ratarata persentase penurunan penduduk miskinnya lebih rendah daripada rata-rata persentase penurunan penduduk miskin provinsi. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi di Kota Tarakan belum mampu mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat. Tantangan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara ke depan adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan dan program/kegiatan perekonomian yang turut mendorong penurunan penduduk miskin seperti mengembangkan kegiatan perekonomian di sektor yang lebih produktif dan berkelanjutan secara ekonomi maupun lingkungan. Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung termasuk dalam kategori daerah yang rata-rata pertumbuhan ekonomi masih di bawah rata-rata provinsi dan persentase penurunan kemiskinannya juga kurang dari rata-rata provinsi. Tantangan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara adalah menjadikan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung sebagai wilayah prioritas pembangungan. Program dan kegiatan pembangunan untuk Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung diprioritaskan sebagai program percepatan pertumbuhan ekonomi yang mampu turut mendukung penurunan jumlah penduduk miskin. Kegiatan perekonomian yang kini sangat bergantung pada sektor pertambangan dan pertanian yang kurang menyerap tenaga kerja, perlu diubah secara bertahap ke peningkatan nilai tambah dan produktivitas sektor lain yang lebih berkelanjutan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 90

91 2. Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Penurunan Pengangguran Terbuka Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka dijembatani oleh kemampuan dalam penyediaan lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong perluasan lapangan kerja akan berdampak pada penurunan angka pengangguran. Persebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata peresentase pengurangan pengangguran terbuka selama periode tahun dapat di lihat pada gambar di bawah. Gambar Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Penurunan Pengangguran Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Kota Tarakan termasuk dalam kategori daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan persentase pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah menjaga pertumbuhan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 91

92 ekonomi yang sampai nanti akan selalu meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap lebih banyak tenaga kerja. Berbeda dengan Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau berada di kategori daerah yang rata-rata pertumbuhan ekonominya telah berada di atas rata-rata provinsi, sedangkan rata-rata persentase penurunan pengangguran masih di bawah rata-rata persentase penurunan pengangguran provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan perekonomian yang berlangsung lebih banyak berkembang di sektor yang sedikit menyerap tenaga kerja. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupatenkkota adalah mengembangkan kegiatan tambahan seperti pengolahan produk dari sektor pertanian maupun pertambangan dan penggalian yang mampu membuka lebih banyak lapangan pekerjaan sehingga dapat menjadi salah satu solusi mengurangi pengangguran. Sedangkan Kabupaten Bulungan dan kabupaten Tana Tidung berada di kuadran dimana rata-rata penurunan pengangguran terbuka lebih besar dari rata-rata penurunan pengangguran provinsi namun pertumbuhan ekonominya masih relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. Hal ini menyiratkan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan laju pertumbuhan rendah. Tantangan yang dihadapi kemudian adalah meningkatkan nilai tambah dan produktivitas sektor ekonomi untuk memicu pertumbuhan ekonomi wilayah yang lebih makro dari kontribusi sektor-sektor terkait. 3. Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pendapatan Perbedaan besar pendapatan yang diterima masing-masing penduduk dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya jenis sektor ekonomi yang dijalankan memberikan pendapatan yang tidak sama untuk setiap tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dinikmati secara adil oleh semua penduduk akan berdampak pada kesenjangan pendapatan. Berikut pola persebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan Indeks Gini sebagai ukuran kesenjangan pendapatan selama periode tahun Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan berada pada kategori daerah dimana pertumbuhan ekonomi sudah melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi dan besar Indeks Gini berada pada batas Indeks Gini provinsi. Hal ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan tidak terlalu mempengaruhi kesenjangan pendapatan. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah menjaga RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 92

93 pertumbuhan ekonomi dan sebisa mungkin meningkatkan produktivitas sektor-sektor ekonomi yang menjadi unggulan daerah agar dapat lebih menyejahterakan penduduk secara lebih adil dan merata. Hal yang berbeda terjadi dengan Kabupaten Nunukan. Kabupaten Nunukan menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomidengan kesenjangan pendapatan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nunukan menunjukkan angka rata-rata yang berada di atas rata-rata provinsi dan Indeks Gini yang berada jauh di bawah Indeks Gini provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak menimbulkan kesenjangan pendapatan. Gambar Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Gini Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Kondisi berbeda terjadi pada Kabupaten Tana Tidung, rata-rata pertumbuhan ekonominya jauh di bawah rata-rata provinsi dan begitu pula dengan Indeks Gini. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang sangat lambat terjadi di RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 93

94 Kabupaten Tana Tidung sehingga dampaknya terhadap kesenjangan pendapatan tidak terlalu terasa. Tantangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah terlebih dahulu fokus terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dengan tetap mengendalikan pertumbuhan tersebut agar tidak menimbulkan kesenjangan pendapatan. Terakhir adalah Kabupaten Bulungan, satu-satunya kabupaten yang rata-rata pertumbuhan ekonominya kurang dari rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi dan Indeks Gini yang lebih besar dari Indeks Gini provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bulungan meski tergolong lambat tetapi berdampak pada kesenjangan pendapatan. Tantangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah mendorong pengembangan ekonomi dan sekaligus mendorong pemerataan pendapatan yang dapat dilakukan melalui pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, serta menyediakan pelayanan publik bagi masyarakat miskin. 4. Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM Pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah dua prioritas pembangunan yang harus berjalan secara beriringan dan seimbang. Pola sebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selama tahun adalah sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan tetap berada di kategori yang sama yaitu, rata-rata pertumbuhan ekonomi yang sudah lebih besar dari rata-rata provinsi dan kenaikan IPM yang juga telah mencapai lebih dari kenaikan IPM provinsi. Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah menjaga pertumbuhan ekonomi dan tetap meningkatkan produktivitas serta nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua, Kabupaten Malinau berada pada kategori yang mana pertumbuhan ekonomi telah berada di atas rata-rata provinsi namun kenaikan IPM masih relatif rendah. Tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Kabupaten Malinau adalah menjaga kinerja pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan sekaligus meningkatkan jangkauan dan mutu RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 94

95 pelayanan pendidikan dan kesehatan sesuai dengan standar nasional dan internasional. Ketiga, Kabupaten Tana Tidung menempati kategori dimana rata-rata pertumbuhan ekonominya di bawah rata-rata provinsi, namun kenaikan IPM telah mencapai lebih dari kenaikan IPM provinsi. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Kabupaten Tana Tidung masih harus berusaha membangun ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor yang menjadi kegiatan ekonomi utama daerah. Gambar Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Terakhir, Kabupaten Bulungan kembali menjadi daerah yang tergolong lambat dalam pertumbuhan ekonominya dan juga kenaikan IPM. Kabupaten Bulungan harus menjadi daerah yang diprioritaskan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten untuk pembangunan ekonomi yang dapat turut mendorong kenaikan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan hidup mereka. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 95

96 5. Pola Belanja Langsung Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Belanja daerah menjadi instrumen anggaran untuk mendorong pelaksanaan program dan kegiatan yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan realisasi belanja langsung daerah menjadi salah satu ukuran kinerja pertumbuhan ekonomi, meningktkan pelayanan publik, mempercepat penurunan penduduk miskin dan pengangguran di suatu daerah. Berdasarkan scattergram di bawah, dapat diketahui bahwa Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau berada pada kategori dimana pertumbuhan realisasi belanja langsung daerah lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan kabupaten/kota dan pertumbuhan ekonomi yang juga lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. Dengan kata lain, pertumbuhan belanja langsung daerah yang terjadi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih cepat. Tantangan yang harus dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah kabupaten/kota adalah menjaga pertumbuhan belanja langsung daerah untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi secara makro. Gambar Pola Pertumbuhan Belanja Langsung Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 96

97 Selanjutnya, Kota Tarakan menjadi satu-satunya daerah yang berada pada kategori dimana realisasi belanja langsung daerahnya masih di bawah rata-rata kabupaten/kota, namun pertumbuhan ekonominya sangat cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan perekonomian di Kota Tarakan tidak sematamata didorong oleh pemerintah, melainkan juga ditentukan dan dipercepat oleh investasi pihak swasta. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah menjaga iklim investasi swasta sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak bergantung pada besar anggaran yang dikeluarkan pemerintah. Di sisi lain, Kabupaten Tana Tidung dan Kabupaten Bulungan berada di kategori dimana pertumbuhan realisasi belanjalangsung daerah dan rata-rata pertumbuhan perekonomiannya berada di bawah rata-rata daerah lain dan rata-rata provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan alokasi belanja daerah yang lebih memprioritaskan pelaksanaan program dan kegiatan non ekonomi. Tantangan yang harus dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten adalah menjadikan urusan ekonomi lebih prioritas sehingga alokasi belanja langsung dapat mendorong perekonomian daerah. 6. Pola Belanja Langsung daerah dan Pengurangan Kemiskinan Selain menjadi instrumen anggaran yang mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian daerah, pola belanja langsung daerah juga merupakan instrumen anggaran yang menentukan penurunan angka penduduk miskin. Kabupaten Malinau adalah satu-satunya daerah yang pertumbuhan belanja langsung daerah dan penurunan penduduk miskinnya melebihi rata-rata kabupaten/kota dan rata-rata provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi belanja langsung daerah telah mengarah pada pelaksanaan program dan kegiatan pengentasan kemiskinan. Tantangan ke depan untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Kabupaten malinau adalah menjaga pertumbuhan dan kinerja realisasi belanja langsung daerah sehingga kinerja program pengentasan kemiskinan dapat terealisasi maksimal. Sedangkan Kabupaten Nunukan merupakan kabupaten dengan pertumbuhan belanja langsung daerah yang mencapai lebih dari rata-rata kabupaten/kota, namun penurunan penduduk miskinnya masih kurang dari rata-rata persentase penurunan penduduk miskin provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa realisasi belanja langsung daerah kurang bedampak bagi pengurangan jumlah penduduk miskin. Tantangan yang RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 97

98 dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Kabupaten Nunukan adalah meningkatkan alokasi belanja daerah untuk program dan kegiatan yang medorong percepatan pengentasan kemiskinan seperti peningkatan pelayanan publik dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah. Gambar Pola Pertumbuhan Belanja Langsung Daerah dan Persentase Penurunan Penduduk Miskin Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 Selanjutnya Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan berada di kategori dimana pertumbuhan belanja langsung daerah kurang dari ratarata pertumbuhan kabupaten/kota dan penurunan jumlah penduduk miskinnya juga masih di bawah rata-rata provinsi. Dengan kata lain, alokasi belanja langsung daerah untuk penanggulangan masalah kemiskinan masih belum optimal. Tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten/kota adalah meningkatkan efektifitas penggunaan belanja langsung daerah dan menciptakan inovasi program maupun kegiatan pengentasan kemiskinan. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 98

99 7. Pola Belanja Langsung Daerah dan Pengurangan Pengangguran Terbuka Belanja langsung daerah apabila dikemas dalam berbagai jenis program dan kegiatan akan mampu menciptakan kesempatan kerja baru, membangun iklim investasi swasta yang kondusif, dan menyerap lebih banyak angkatan kerja. Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau merupakan dua kabupaten yang berada di kategori dimana pertumbuhan realisasi belanja langsung daerah lebih dari ratarata kabupaten/kota dan persentase pengurangan pengangguran terbukanya juga melebihi rata-rata provinsi. Hal ini menunjuukan bahwa pertumbuhan belanja langsung daerah telah mampu mendorong perluasan lapangan dan kesempatan kerja. Tantangan yang akan dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan pemerintah kabupaten adalah menjaga efektivitas dan efisiensi belanja langsung daerah agar tetap mampu meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor perekonomian sehingga dapat lebih banyak dan cepat menyerap tenaga kerja. Gambar Pola Pertumbuhan Belanja Langsung Daerah dan Persentase Pengurangan Pengangguran Terbuka Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 99

100 Sedangkan tiga kabupaten sisanya, yaitu Kabupaten tana Tidung, Kabupaten Bulungan, dan Kota Tarakan berada di posisi dimana pertumbuhan belanja langsung daerah berada di bawah rata-rata seluruh kabupaten/kota, begitu pula dengan persentase pngurangan penganggurannya yang masih jauh di bawah rata-rata provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa baik Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara maupun pemerintah kabupaten/kota akan menghadapi tantangan untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak melalui program dan kegiatan padat karya. 8. Pola Belanja Langsung Daerah dan Kenaikan IPM Belanja langsung daerah dapat endorong perbaikan pelayanan publik yang nantinya akan mengarah pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia (IPM). Sekali lagi, Kabupaten Malinau menjadi satu-satunya Kabupaten yang berada pada posisi kuadran dimana pertumbuhan belanja langsung daerah dan rata-rata kenaikan IPM melebihi rata-rata seluruh kabupaten/kota. Jadi, tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah provinsi dan kabupaten adalah menjaga efektivitas belanja langsung daerah agar terus mampu mengoptimalkan pelaksanaan program dan kegiatan peningkatan pelayanan publik dan produktivitas masyarakat. Selanjutnya Kabupaten Nunukan berada di kategori dimana pertumbuhan belanja langsung derah telah mencapai lebih dari rata-rata seluruh kabupaten/kota, namun rata-rata kenaikan IPMnya masih tergolong lebih rendah dari rata-rata kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan program pembangunan kurang mengarah pada peningkatan IPM. Tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Nunukan adalah mengoptimalkan belanja angsung daerah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang turut meningkatkan IPM seperti meningkatkan jangkauan masyarakat untuk mendapat pelayanan pendidikan dan kesehatan. Berbeda dengan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung dan Kota Tarakan berada pada kategori dimana pertumbuhan belanja langsung daerah masih lebih rendah dibanding rata-rata seluruh kabupaten/kota, akan tetapi kenaikan IPMnya telah mencapai lebih dari rata-rata kenaikan IPM seluruh kabupaten/kota. Dengan kata lain, peningkatan IPM sudah tidak lagi bergantung pada program yang ditopang oleh pemerintah, namun telah memanfaatkan bantuan lembaga non pemerintah di tambah dengan kesadaran masyarakat. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 100

101 Di sisi lain, Kabupaten Bulungan tertinggal di kategori dimana pertumbuhan belanja langsung daerah dan kenaikan IPM berada di bawah rata-rata seluruh kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Bulungan akan menghadapi tantangan untuk membenahi pelayanan publik, serta mendorong dan mengoptimalkan kinerja SKPD agar belanja langsung daerah yang telah digelontorkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan peningkatan pelayanan publik mampu dengan optimal meningkatkan IPM. Gambar Pola Pertumbuhan Belanja Langsung Daerah dan Kenaikan IPM Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, Pola Belanja Langsung Daerah dan Kesenjangan Pendapatan Pola belanja daerah akan memberi dampak pada pemerataan pendapatan pada masyarakat. Indeks gini sebagai salah satu tolak ukur kesenjangan pendapatan di masyarakat, menjadi perlu dianalisis polanya dalam mengukur tingkat pemerataan pendapatan yang selama ini terdapat di masyarakat. Berdasarkan grafik indeks gini, pada tahun 2013 Kabupaten Nunukan berada di kuadran II yang merupakan daerah RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 101

102 dengan rata rata pertumbuhan belanja daerah diatas rata rata provinsi dan nilai indeks gini daerahnya berada di bawah rata rata Provinsi. Kecilnya indeks gini Kabupaten Nunukan juga dimiliki oleh Kabupaten Tana Tidung, namun dengan kondisi Kabupaten Tana Tidung yang sedikit rendah pertumbuhannya dengan nilai Provinsi. Adapun Kabupaten Malinau berada di irisan kuadran I dan II. Posisi ini memberi gambaran bahwa Kabupaten Malinau secara pertumbuhan belanjanya memiliki angka diatas pertumbuhan Provinsi, akan tetapi memiliki nilai ketimpangan pendapatan yang sama dengan nilai gini Provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Kabupaten Malinau memiliki pertumbuhan belanja yang diatas rerata provinsi namun kondisi tersebut belum mampu mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan di kalangan masyarakat. Selain Kabupaten Malinau, Kota Tarakan juga memiliki indeks ketimpangan yang sama dengan Provinsi namun dengan kondisi yang bertolakbelakang dengan Kabupaten Malinau dimana pertumbuhan belanja Kota Tarakan memiliki nilai yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan yang dimiliki Provinsi. Gambar Pola Pertumbuhan Belanja Langsung Daerah dan Indeks Gini Tahun Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016 RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 102

103 Kondisi keempat daerah yang berada di Kuadran II dan III, menggambarkan bahwa daerah tersebut memiliki ketimpangan yang setara atau bahkan lebih kecil dari indeks gini Provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan kondisi ekonomi di daerah tersebut baik yang pertumbuhannya di atas rata rata Provinsi ataupun yang masih dibawahnya ternyata mampu menurunkan angka kesenjangan pendapatan di masyarakat. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya peningkatan produktivitas bagi daerah yang masih rendah pertumbuhan belanjanya dan perlunya pengefektifan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha usaha bagi masyarakat kelas menengah dan kecil. Adapun Kabupaten Bulungan yang terletak di Kuadran IV, ternyata selain memiliki ketimpangan yang paling tinggi dibandingkan daerah lain serta memiliki pertumbuhan belanja yang paling rendah dibandingkan daerah lain di Provinsi Kalimantan Utara. Oleh karena itu kedepannya perlu upaya yang lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan belanja untuk kemudian dapat mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakatnya. 10. Kesimpulan Berdasarkan keterkaitan antar indikator makro pembangunan yang telah dijelaskan di atas maka dapat dilihat perbedaan laju pembangunan antar wilayah dalam matriks berikut ini. Kabupaten/Kota Tabel Keterkaitan Antar Indikator Pembangunan Makro Menurut Kabupaten/Kota Pertumbuhan Ekonomi Bulungan Lambat, di bawah ratarata provinsi Malinau Baik. di atas rata-rata provinsi Nunukan Baik di atas rata-rata provinsi Tana Tidung Lambat di bawah ratarata provinsi Tarakan Baik di atas rata-rata provinsi Sumber: Hasil Analisis, 2016 Persentase Penurunan Kemiskinan Lambat, di bawah ratarata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Lambat, di bawah provinsi Lambat, di bawah ratarata provinsi Lambat, di bawah provinsi Pengurangan Pengangguran Baik di atas rata-rata provinsi Lambat, di bawah ratarata provinsi Lambat, di bawah ratarata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Indeks Gini Besar, di atas rata-rata provinsi Sama dengan rata-rata provinsi Kecil, di bawah ratarata provinsi Kecil, di bawah ratarata provinsi Sama dengan rata-rata provinsi Kenaikan IPM Lambat, di bawah ratarata provinsi Lambat, di bawah provinsi Baik, di atas rata-rata provinsi Lambat, di bawah provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Dari matriks tersebut terlihat bahwa persentase penurunan kemiskinan cenderung lebih lambat dari rata-rata provinsi di hampir semua kabupaten/kota RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 103

104 kecuali di Kabupaten Malinau, demikian juga kenaikan IPM. Sementara pertumbuhan ekonomi yang berlangsung lambat terjadi di Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung. Secara spasial laju pembangunan yang dilihat berdasarkan indikator makro pembangunan dan berjalan lambat berlangsung di Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Tana Tidung. Tantangan pembangunan yang harus dihadapi kedua kabupaten tersebut memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Sementara Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia memperlihatkan perkembangan laju pembangunan yang lebih baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hal berbeda terjadi apabila indikator pembangunan makro dihubungkan dengan pola belanja langsung daerah. Pola belanja langsung daerah merupakan instrumen anggaran yang menentukan efektivitas pelaksanan program maupun kegiatan untuk mencapai target pembangunan. Berikut hubungan antara pola belanja langsung daerah dengan indikator pembangunan makro. Tabel Keterkaitan Pola Belanja Langsung Daerah dengan Indikator Pembangunan Makro Menurut Kabupaten/Kota Kabupaten/ Kota Bulungan Malinau Nunukan Tana Tidung Tarakan Pola Belanja Langsung Lambat, di bawah rata-rata Kab/Kota Baik. di atas rata-rata Kab/Kota Baik. di atas rata-rata Kab/Kota Lambat, di bawah rata-rata Kab/Kota Baik. di atas rata-rata Kab/Kota Pertumbuhan Ekonomi Lambat, di bawah ratarata provinsi Baik. di atas rata-rata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Lambat di bawah ratarata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Sumber: Hasil Analisis, 2016 Persentase Penurunan Kemiskinan Lambat, di bawah ratarata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Lambat, di bawah provinsi Lambat, di bawah ratarata provinsi Lambat, di bawah provinsi Pengurangan Pengangguran Lambat, di bawah ratarata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Baik di atas rata-rata provinsi Lambat, di bawah ratarata provinsi Lambat, di bawah ratarata provinsi Indeks Gini Besar, di atas ratarata provinsi Sama dengan rata-rata provinsi Kecil, di bawah rata-rata provinsi Kecil, di bawah rata-rata provinsi Sama dengan rata-rata provinsi Kenaikan IPM Lambat, di bawah rata-rata Kab/Kota Baik, di atas ratarata Kab/Kota Lambat, di atas ratarata Kab/Kota Baik, di atas ratarata Kab/Kota Baik, di atas ratarata Kab/Kota RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 104

105 4.2. ISU STRATEGIS Penentuan isu strategis didahului dengan review terhadap kebijakan pembangunan nasional dan agenda pembangunan internasional yang relevan dalam memberi arah bagi pembangunan Provinsi Kalimantan Utara. Hasil review akan melengkapi draft isu strategis yang diperoleh dari kajian terhadap kondisi Provinsi Kalimantan Utara KAJIAN KEBIJAKAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL A. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJPN) Visi rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) adalah Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Mandiri berarti mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Kemandirian tercermin dari ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunan, kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugas, kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Maju berarti sumber daya manusia berkualitas baik aspek pendidikan maupun kesehatan dengan produktivitas tinggi serta tingkat pendapatan tinggi, berkembangnya sektor industri dan jasa, memiliki sistem dan kelembagaan politik, termasuk hukum yang mantap, infrastruktur yang maju. Sementara adil berarti tidak ada diskriminasi baik antarindividu, gender maupun wilayah. Makmur berarti seluruh kebutuhan hidup terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa lain. Delapan misi untuk mewujudkan visi pembangunan jangka panjang nasional adalah: 1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. 2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing. 3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum. 4. mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu. 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan. 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari. 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 105

106 Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur diarahkan pada pencapaian sasaran pokok: 1. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,berbudaya, dan beradab. 2. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera. 3. Terwujudnya Indonesia yang demokratis, berlandaskan hukum dan berkeadilan. 4. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri. 5. Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. 6. Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari. 7. Terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 8. Terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia internasional. B. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN) Dalam sistem perkotaan nasional seperti tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (PP No. 26 Tahun 2008) beberapa perkotaan di Provinsi Kalimantan Utara diarahkan dengan fungsi sebagai PKN, PKW dan PKSN. Kota Tarakan diarahkan dengan fungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Nunukan, Tanjung Selor, Malinau dan Tanlumbis diarahkan dengan fungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Sedangkan pekotaan yang ditetapkan dengan fungsi sebagai Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) yang diperuntukan untuk percepatan pengembangan kota-kota utama di kawasan perbatasan, yakni Nunukan dan Simanggaris di Kabupaten Nunukan. Kedua kota tersebut diarahkan dengan fungsi sebagai kawasan strategis cepat tumbuh, Long Midang di Kabupaten Malinau sebagai pusat pertumbuhan perbatasan, dan Long Nawang di Kabupaten Malinau sebagai kawasan perbatasan. Dalam rencana sistem jaringan transportasi nasional, yang terkait dengan Provinsi Kalimantan Utara adalah: (a) Sistem jaringan transportasi darat, meliputi: RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 106

107 1. Rencana jaringan strategis nasional (Malinau, Long Midang, Nunukan dan Simanggaris); 2. Rencana jaringan jalan lintas nasional (Tanjung Selor, Malinau, Long Midang, Lumbis, Nunukan dan Simanggaris); 3. Rencana lintas penyeberangan sabuk tengah (Tarakan-Sebatik); 4. Rencana lintas penyeberangan sabuk utara (Tarakan-Nunukan); 5. Rencana jaringan jalur kereta api antar kota (Bontang-Tanjung Redeb-Tanjung Selor-Malinau-Simanggaris). (b) Sistem jaringan tranportasi laut, meliputi: 1. Pelabuhan laut internasional, yakni pelabuhan Tarakan. 2. Pelabuhan laut nasional, yakni pelabuhan Nunukan dan Tanjung Selor. (c) Sistem jaringan transportasi udara, berupa bandar udara sebagai pusat penyebaran tersier yakni bandar udara Juwata Tarakan dan Nunukan. Dalam rencana sistem jaringan energi nasional, terdapat jaringan energi nasional yang melintasi Tanjung Selor Tarakan dan Tanjung Selor Malinau dengan kekuatan 150 KV. Sistem jaringan transmisi tenaga listrik yang akan dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antar sistem yang menggunakan kawat saluran udara, kabel bawah tanah, atau kabel bawah laut. Provinsi Kalimantan Utara juga dilewati oleh batas ZEE Indonesia (unilateral) yang terdapat di Pulau Sebatik dan batas laut teritorial yang juga terdapat di Pulau Sebatik. Selain itu, Provinsi Kalimantan Utara dilewati oleh jaringan energi nasional yang melewati wilayah Tanjung Selor Tarakan dan Tanjung Selor Malinau dengan kekuatan 150 KV. Provinsi Kalimantan Utara ditetapkan memiliki dua kawasan andalan, yakni (1) Kawasan Andalan Tarakan, Tanjung Palas, Nunukan, Bunyu, Malinau (Tatapanbuma) dan sekitarnya yang memiliki sektor unggulan seperti perikanan, pariwisata, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan industri; (2) Kawasan Andalan Laut Bontang Tarakan dan sekitarnya yang memiliki sektor unggulan seperti perikanan, pertambangan, dan pariwisata. Dalam RTRWN juga disebutkan bahwa Provinsi Kalimantan Utara memiliki wilayah sungai lintas negara, yakni Sungai Sesayap yang melintasi Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tana Tidung. Sungai Sesayap berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia sehingga disebut dengan wilayah sungai lintas negara. Selanjutnya, kawasan lindung nasional yang terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Utara yakni Suaka RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 107

108 Alam Laut Sebatik dan Taman Nasional Kayan Mentarang. Kawasan perbatasan darat RI dan Jantung Kalimantan (heart of Borneo) serta Pulau Sebatik sebagai kawasan perbatasan laut RI yang termasuk dalam 18 pulau kecil terluar yang berbatasan dengan Malaysia ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional. C. RPJMN Penelaahan dokumen kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam RPJMN merupakan salah satu identifikasi faktor-faktor eksternal yang bertujuan untuk mendapatkan butir-butir kebijakan pemerintah terpenting, yang berhubungan, dan berpengaruh langsung terhadap perencanaan pembangunan daerah dalam 5 (lima) tahun ke depan. Hasil telaahan dokumen kebijakan ini pada dasarnya dimaksudkan sebagai sumber utama bagi identifikasi isu-isu strategis. Kebijakan yang diidentifikasi dapat berupa peluang atau, sebaliknya, ancaman bagi daerah selama kurun waktu 5 (lima) tahun yang akan datang. Visi pembangunan nasional tahun sebagaimana tertulis dalam RPJMN Tahun adalah "Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong." Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui tujuh misi pembangunan, yaitu: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; (4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera; (5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; (7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas pembangunan, yakni: (1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara; (2) Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; (4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 108

109 penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; (5) Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; (7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; (8) Melakukan revolusi karakter bangsa; (9) Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Sasaran pokok pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai: a. Perekonomian yang tumbuh relatif tinggi, inklusif, dan berkelanjutan, yang didukung dengan terjaganya ketahanan pangan, energi, dan air, pengembangan sektor ekonomi utama, ketersediaan infrastruktur, dan percepatan pembangunan kelautan. b. Pembangunan yang berkelanjutan mengamankan kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan dan penanganan bencana pada tingkat daerah terus ditingkatkan. c. Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas keadilan bagi warga negara. d. Pemerintahan yang bersih dan akuntabel, efektif, efisien dan mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. e. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dalam taraf pendidikan, derajat kesehatan dan gizi masyarakat, menguatnya karakter dan jati diri bangsa, serta menurunnya kesenjangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat. f. Menurunnya tingkat kesenjangan antarwilayah (menurunnya jumlah kabupaten tertinggal). Di bidang tatakelola pemerintahan yang baik diarahkan untuk: (1) Penguatan kapasitas pemerintah, dan (2) Perluasan ruang partisipasi masyarakat; dengan sasaran: (a) Meningkatnya keterbukaan informasi dan komunikasi publik, (b) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, (c) meningkatnya kapasitas birokrasi, dan (d) meningkatnya kualitas pelayanan publik. Sementara sasaran pembangunan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan adalah: (1) Menurunnya tingkat kemiskinan pada kisaran 7-8 persen pada akhir 2019, dan (2) Mengupayakan penurunan tingkat ketimpangan pada akhir tahun 2019 sekitar 0,36, agar pendapatan penduduk 40,0 persen terbawah meningkat, dan beban penduduk miskin berkurang. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 109

110 Di bidang pendidikan sasaran utama adalah pemenuhan hak seluruh warga negara untuk setidak-tidaknya menyelesaikan pendidikan dasar, yang ditandai dengan partisipasi sekolah anak usia 7-15 tahun yang mendekati 100%, angka partisipasi jenjang pendidikan menengah sebesar 91,6%, pendidikan tinggi sebesar 36,7%. Angka melek aksara menjadi 96,1%. Rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun sebesar 8,8 tahun. Aspek keberlanjutan pendidikan ditandai dengan meningkatnya partisipasi anak-anak dari keluarga miskin dan anak berkebutuhan khusus, menurunnya variasi angka partisipasi antardaerah, dan indeks paritas gender yang mendekati angka 1,0 pada semua jenjang pendidikan. Terkait peningkatan kualitas relevansi dan daya saing pendidikan adalah membaiknya proses pembelajaran di kelas, yang didukung oleh: (a) meningkatnya jaminan pelayanan pendidikan, tersedianya kurikulum yang andal, dan tersedianya sistem penilaian pendidikan yang komprehensif, (b) meningkatnya kualifikasi akademik seluruh guru minimal S1/D-IV dan meningkatnya kompetensi guru dan subject knowledge dan pedagogical knowledge, serta menurunnya angka ketidakhadiran guru, (c) meningkatnya kesiapan siswa untuk memasuki pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, (d) diterapkannya KKNI untuk semua bidang kejuruan di SMK, PT, BLK dan kursus nonformal, (e) Meningkatnya proporsi siswa SMK yang dapat mengikuti program pemagangan di industri, (f) Meningkatnya kualitas pendidikan karakter untuk membina budi pekerti, membangun watak, dan mengembangkan kepribadian peserta didik, (g) Meningkatnya wawasan kebangsaan di kalangan anak usia sekolah yang berdampak pada menguatnya nilai-nilai nasionalisme dan rasa cinta tanah air sebagai cerminan warga yang baik, (h) Meningkatnya wawasan dan pemahaman peserta didik mengenai pengetahuan dan keterampilan untuk membangun ketahanan diri sebagai makhluk individu dan sebagai bagian dari lingkungan sekitar, seperti: peningkatan pemahaman terkait kesehatan reproduksi, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta kesadaran untuk menghargai lingkungan termasuk praktik pemanfaatannya, (i) Meningkatnya pemahaman mengenai pluralitas sosial dan keberagaman budaya dalam masyarakat, yang berdampak pada kesediaan untuk membangun harmoni sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menjaga kesatuan dalam keanekaragaman. Di bidang penyediaan sarana dan prasarana salah satu arah yang terkait dengan perkotaan adalah memenuhi kebutuhan hunian layak bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, dengan sasaran meningkatnya akses terhadap layanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan. Indikator tercapainya pemenuhan kebutuhan layak huni bagi masyarakat dan mewujudkan kota RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 110

111 tanpa permukiman kumuh adalah: (a) Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas hektar dan peningkatan keswadayaan masyarakat di kelurahan; (b) Tercapainya 100 persen pelayanan air minum yakni 85 persen penduduk terlayani akses sesuai prinsip 4K (Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas, dan Keterjangkauan) dan 15 persen sesuai kebutuhan dasar (basic needs); dan (c) Tercapainya 100 persen pelayanan sanitasi (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) yakni 85 persen penduduk terlayani akses sesuai standar pelayanan (pengelolaan air limbah sistem setempat dan terpusat, pelayanan sampah perkotaan dan pengelolaan sampah secara 3R dan pengurangan luas genangan sebesar Ha) dan 15 persen sesuai kebutuhan dasar (basic needs). Sasaran pengembangan wilayah Pulau Kalimantan tahun untuk Provinsi Kalimantan Utara diantaranya adalah pembangunan kota baru publik yang mandiri dan terpadu sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan; selanjutnya, pembangunan pusat-pusat kegiatan strategis nasional baru dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman dalam upaya untuk mendorong pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara. Kota Tarakan dan Kabupaten Nunukan merupakan wilayah yang memiliki indeks resiko bencana yang tinggi, sehingga kedua wilayah ini merupakan wilayah Pulau Kalimantan yang ditetapkan sebagai sasaran penanggulangan bencana untuk mengurangi resiko bencana. Food Estate merupakan salah satu potensi dan keunggulan wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten Bulungan) yang dalam pengembangannya membuka kesempatan bagi investor untuk terlibat dalam membangun ketahanan pangan nasional. Dalam dokumen ini dijelaskan pula mengenai pemenuhan standar pelayanan minimum desa terutama di desa-desa perbatasan, seperti meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan (sekolah dasar dan sekolah menengah), meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan (Poskesdes, Pustu, Puskesmas Keliling), serta meningkatkan distribusi dan kualitas tenaga pendidikan dan kesehatan. Kota Tarakan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) merupakan lokasi prioritas kota sedang yang berfokus pada upaya pemerataan wilayah di Kalimantan berfungsi sebagai pintu gerbang kedua pulau Kalimantan dan pusat transit perdagangan dengan sektor produksi wilayah seperti: perkebunan, perikanan, dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 111

112 pertambangan. Lain halnya dengan Tanjung Selor, sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yang merupakan salah satu pembangunan kota baru publik mandiri dan terpadu di wilayah Kalimantan yang difungsikan sebagai pusat permukiman baru yang layak huni dan didukung oleh fasilitas ekonomi dan sosial budaya yang lengkap guna mencegah terjadinya permukiman tidak terkendali (urban sprawl) akibat urbanisasi di kota otonom terdekatnya. Selanjutnya, dalam upaya penguatan konektivitas dan sislognas di kawasan perbatasan pada khususnya telah disusun prioritas kegiatan untuk Provinsi Kalimantan Utara diantaranya adalah pembangunan infrastruktur jalan dan sarana transportasi di desa-desa terisolir dan kawasan perbatasan; pembangunan rehabilitasi, dan pemeliharaan prasarana bandara perintis; pembangunan dan peningkatan kapasitas jalan penghubung nasional di kawasan perbatasan menuju pusat pertumbuhan (Nunukan dan Malinau) dengan ruas Malinau-Binuang-Long Bawan, Tabur Lestari dan Wasan di Kecamatan Sei Manggaris, ruas Malinau-Binuang-Long Bawan, ruas Long Umung-Long Bawan-Long Midang (Kabupaten Nunukan), serta ruas Long Ampung-Long Nawang-Batas, ruas jalan Malinau Kota-Paking-Semamu- Binuang-Long Bawan-Long Midang (Kabupaten Malinau). Arah kebijakan untuk pengembangan kawasan perbatasan difokuskan untuk meningkatkan peran sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara Malaysia di perbatasan darat dan laut, dengan fokus pengembangan di Provinsi Kalimantan Utara diarahkan pada Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yakni PKSN Long Nawang, PKSN Simanggaris, PKSN Nunukan, PKSN Tanlumbis, dan PKSN Tarakan. Pengembangan ekonomi lokal secara terpadu pada kawasan perbatasan dilakukan dengan beberapa strategi, diantaranya adalah meningkatkan nilai tambah produk hasil perkebunan dan pertanian (PKSN Sei Simanggaris dan PKSN Long Midang); pengembangan program transmigrasi di Provinsi Kalimantan Utara dalam bentuk Kota Terpadu Mandiri; mengembangkan kegiatan ekowisata hutan melalui kegiatan konservasi dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata (Long Nawang dan PKSN Long Midang). Peningkatan kualitas sumber daya manusia diarahkan agar mampu mengelola sumber daya alam di kawasan perbatasan darat dan laut, mampu melakukan aktivitas perdagangan dengan negara tetangga, dan turut mendukung upaya peningkatan kedaulatan negara dengan pemanfaatan IPTEK yang berkualitas, dengan penjabaran strategi diantaranya mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 112

113 pendidikan kejuruan dan ketrampilan berbasis sumber daya lokal (perkebunan, pariwisata, maupun pertambangan) di PKSN Sei Simanggaris dan PKSN Long Midang; mengembangkan sekolah kejuruan berbasis sumber daya lokal berasrama di Kabupaten Nunukan; serta pembangunan Rumah Sakit Pratama di perbatasan (Lokpri Kayan Selatan, Krayan, dan Lumbis Ogong). Sehubungan dengan sasaran pembangunan wilayah tersebut maka diharapkan di akhir tahun 2019 pembangunan di Provinsi Kalimantan Utara dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari sasaran indikator makro pembangunan untuk Provinsi Kalimantan Utara sebagai berikut: Tabel C.1 Sasaran Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Utara dalam RPJMN Indikator Pertumbuhan ekonomi 5,0 5,0 6,0 6,4 6,9 Tingkat kemiskinan 6,7 6,2 5,7 5,1 4,6 Tingkat pengangguran 7,9 7,6 7,2 6,6 6,3 Sumber: RPJMN Buku III Sasaran pembangunan wilayah yang diamanatkan dalam RPJMN tersebut hingga saat ini untuk Provinsi Kalimantan Utara sudah terlampaui, baik pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan maupun tingkat pengangguran. Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi provinsi ini sudah mencapai 8,16%, tingkat kemiskinan sudah berada di bawah sasaran tersebut yakni 6,24% dan tingkat pengangguran sudah jauh di bawah sasaran pembangunan tersebut yakni 5,79%. Tantangan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan capaian pembangunan tersebut. Sebagai bagian dari pemerintahan nasional, dalam merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Utara wajib memperhatikan tujuan pembangunan nasional jangka menengah yang tersusun dalam RPJMN Sembilan agenda prioritas pembangunan tersebut terkait langsung dengan permasalahan yang harus dihadapi Provinsi Kalimantan Utara. Dengan demikian pembangunan di Provinsi Kalimantan Utara harus mempunyai arti bagi pencapaian visi dan mendukung misi dan sasaran yang akan dicapai pembangunan nasional.disamping itu secara khusus RPJMN menyebutkan beberapa hal khusus yang berkait dengan Kalimantan (Utara) sebagai berikut: a. Indonesia memiliki kawasan perbatasan dengan negara tetangga salah satunya di Kalimantan Utara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut dan hal ini menjadi potensi konflik apabila tidak dikelola, dengan prioritas RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 113

114 pengembangan kawasan perbatasan yakni di Kabupaten Malinau: Kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Pujungan, Kecamatan Kayan Hilir, Kecamatan Bahau Hulu dan Kecamatan Kayan Selatan, sedangkan di Kabupaten Nunukan: Kecamatan Sebatik Barat; Krayan Selatan; Krayan; Lumbis; Sebuku; Sebatik, Lumbis Ogong, Simanggaris, Tulin Onsoi, Sebatik Tengah, Sebatik Timur, Sebatik Utara. b. Dirumuskan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana serta industri transportasi untuk mendukung distribusi logistik nasional yang relevan antara lain pembangunan perkereta-apian Kalimantan (termasuk Kalimantan Utara). Kegiatan strategis jangka menengah nasionalyang terkait pembangunan wilayah di Provinsi Kalimantan Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel C.2 Kegiatan Strategis Jangka Menengah Nasional di Provinsi Kalimantan Utara No Arah Percepatan Pembangunan Kegiatan Lokasi Infrastruktur 1 Perhubungan Udara Pembangunan bandar udara Tanjung Harapan, Bulungan Juwata-Tarakan Sebatik Peningkatan bandara perintis Binuang, Kec. Krayan Selatan 2 Perhubungan Laut Pembangunan pelabuhan Pesawan, Tanjung Selor 3 Angkutan Sungai, Danau, dan Pelayaran bongkar muat barang Pengembangan pelabuhan Pembangunan pelabuhan internasional Pengembangan dermaga Penyeberangan Pengembangan pelabuhan penyeberangan/ferry Peningkatan pelabuhan ferry Nunukan Tarakan Tunon Taka Malundung Sebatik Bebatu (Kabupaten Tanah Tidung) Tanah Kuning Nunukan Sebatik Tarakan Dermaga Ancam, Tanjung Palas Utara, Kab. Bulungan 4 Perhubungan Darat Pembangunan jalan perbatasan Long Nawang - Long Bujungan - Long Kemuat - Langap Malinau Malinau Punan - Long Bawan Long Midang Pembangunan jalan strategis Ruas Malinau Binuang - Long Bawan, Tabur Lestari dan Wasan di Kecamatan Sei Manggaris Ruas Malinau Binuang - Long Bawan, ruas Long Umung - Long Bawan - Long Midang (Kabupaten Nunukan), Ruas jalan Long Bagun (Mahulu) - Mahak Baru - Long Ampung - Long Nawang Batas, Ruas jalan Malinau Kota Paking Semamu Binuang Long Bawan Long RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 114

115 No Arah Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kegiatan Lokasi Midang (Kabupaten Malinau) Pembangunan jalan Mesalong-Sasipu--Tou Lumbis Long Nawang Metulang Long boh Batas Kaltim Pembangunan jalan penghubung Kabupaten Bulungan Tarakan Pembangunan jembatan Tarakan pendukung pengembangan kota baru 5 Ketenagalistrikan PLTMG 15 MW Tanjung Selor PLTMG 10 MW Nunukan 2 PLTA 1000 MW Besahan (Kayan 3) Long Sempanjang Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi 6 Telekomunikasi Pembangunan tower Daerah pedalaman dan perbatasan dan Informatika telekomunikasi Pembangunan serat optik Seluruh kabupaten/kota Pengembangan transmisi penyiaran TVRI 7 Sumber Daya Air Pembangunan Daerah Rawa (DR) DR Sepunggur Kab. Bulungan DR Salim batu Kab. Bulungan DR Teras Baru Kab. Bulungan Pembangunan pengendalian Tanjung Belimbing Kota Malinau Kab. banjir Pembangunan/peningkatan jaringan irigasi Malinau DR Tanjung Buka DR Sepunggur DR Salim Batu DR Teras Baru DR Selang Ketok Daerah Tambak (DT) Tanah Kuning Persiapan pembangunan 5 Sungai Kayan (Kab Bulungan) bendungan Persiapan pembangunan 3 Sungai Mentarang (Kab Malinau) bendungan Pembangunan embung Kota Tarakan Pembangunan waduk PLTA 1000 MW Besahan (Kayan -K3) Long Sempajang (Mentarang 3) 8 Sarana Pendidikan Pembangunan sekolah baru TK, SD, SMP, SMA, SMK Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan Pembangunan asrama sekolah 9 Sarana dan Pembangunan untuk RS Pratama Kab. Tana Tidung (Tana Lia, Bebatu) Prasarana Kab. Nunukan (Sebayu dan Krayan) Kesehatan Kab. Malinau (Long Ampung, RS Langap) Penyediaan alkes, jaringan, untuk RS Pratama Kab. Tana Tidung (Tana Lia, Bebatu) Kab. Nunukan (Sebayu dan Krayan) Penyediaan alkes, jaringan, untuk RSUD beserta pembangunan gedung radioterapi Pembangunan RS type D (pengembangan dari Puskesmas menjadi RS) Kab. Malinau (Long Ampung) Tarakan Kota Tana Tidung RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 115

116 No Arah Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kegiatan Pengadaan tenaga kesehatan Pembangunan baru RS Provinsi tipe A 10 Perumahan Pembangunan rumah khusus daerah perbatasan 230 KK Pembangunan rumah khusus daerah perbatasan 845 KK Pembangunan infrastruktur kawasan permukiman untuk rumah khusus di daerah perbatasan Pembangunan konsep persampahan ramah lingkungan untuk Ibu Kota Kalimantan Utara Utara Sumber: Buku III RPJMN, Lokasi Kab. Malinau Tanjung Selor Kecamatan Krayan Selatan Kecamatan Lumbis Ogong D. Sustainable Development Goals(SDG s) Dengan berakhirnya agenda pembangunan global Millenium Development Goals (MDG s) tahun 2015, mulai dirumuskan agenda universal untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim dari muka bumi tahun 2030 dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam agenda pembangunan global yang berkelanjutan tersebut terdapat 17 tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1. Mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimanapun. 2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi serta mendorong pertanian yang berkelanjutan. 3. Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. 4. Menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang. 5. Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan perempuan. 6. Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua orang. 7. Menjamin akses energi yang terjangkau, terjamin, berkelanjutan dan modern bagi semua orang. 8. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus menerus, inklusif, dan berkelanjutan serta kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua orang. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 116

117 9. Membangun infrastruktur yang berketahanan, mendorong industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan serta membina inovasi. 10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara. 11. Menjadikan kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. 12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. 13. Mengambil tindakan mendesak untuk mengurangi dampak perubahan iklim. 14. Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumberdaya laut secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan. 15. Melindungi, memperbarui serta mendorong penggunaan ekosistem daratan yang berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati. 16. Mendorong masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses yang sama bagi semua orang, seta membangun lembaga yang efektif, akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan. 17. Memperkuat cara-cara implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan. Ketujuh belas tujuan tersebut merupakan isu internasional yang akan terkait dengan permasalahan pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Utara, khususnya isu kemiskinan, ketahanan pangan, kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, infrastruktur yang berketahanan, ketersediaan dan pengelolaan air, akses energi yang terjamin dan berkelanjutan, melestarikan sumber daya laut, mengelola hutan secara berkelanjutan, mendorong masyarakat yang damai dan inklusif dan merevitalisasi kemitraan global. E. MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI (MP3EI) KORIDOR KALIMANTAN Pada saat MP3EI disusun, Provinsi Kalimantan Utara masih merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Utara Timur sehingga tidak secara khusus muncul dalam penamaan dan indikasi lokasi pembangunan yang terkait dengan MP3EI Koridor Kalimantan. Namun demikian tetap termuat berbagai lokasi pembangunan di kabupaten/kota dan sub wilayah di Provinsi Kalimantan Utara. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 117

118 Dari dokumen yang ada Koridor Ekonomi Kalimantan diarahkan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional dengan Pusat Ekonomi Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin dan Samarinda.Kegiatan ekonomi utama yang diunggulkan adalah batubara, kegiatan migas, besi baja, bauksit/alumina, kelapa sawit, perkayuan. Kemudian infrastruktur pendukung yang diutamakan akan dibangun antara lain pelabuhan, bandara, kereta api, jalan raya, infrastruktur energi,ict dan logistik. Dari berbagai rencana yang ada kurang tercermin lokasi yang termasuk dalam wilayahprovinsi Kalimantan Utara, dalam hal ini Kalimantan Utara tidak secara khusus dimunculkan (ibukota Tanjung Selor atau pelabuhan Tarakan). Berkenaan dengan pengelolaan pembangunan yang ada sangat bersifat ekstratif sehingga perlu diperhatikan kelestarian lingkungan sebagai upaya menerapkan pembangunan berkelanjutan. Gambar E.1 Koridor Ekonomi Kalimantan (Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional) Sumber: Paparan Implementasi Proyek Berbasis Lahan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor Ekonomi Kalimantan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 118

119 Gambar E.2 Infrastruktur Utama Koridor Kalimantan Sumber: Paparan Implementasi Proyek Berbasis Lahan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor Ekonomi Kalimantan F. GRAND DESIGN PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN Sesuai arah RPJPN kebijakan pembangunan untuk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan berorientasi pada outward looking, ini menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang akivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan memadukan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach), pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan lingkungan (environment approach). Berdasarkan pendekatan tersebut beberapa kota kecamatan di kawasan perbatasan ditetapkan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk mengakomodasi aspek pertahanan dan keamanan serta peningkatan pertumbuhan ekonomi, oleh karena PKSN tersebut memiliki nilai strategis dalam menjaga integritas wilayah Negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pengembangan PKSN merupakan entry point pembangunan kawasan perbatasan secara terpadu. PKSN di Provinsi Kalimantan Utara yakni Long Nawang, Long Midang, Simanggaris dan Nunukan. Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan dilakukan dengan prinsip manajemen berbasis wilayah, dengan mengembangkan potensi kawasan dan memecahkan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 119

120 permasalahan strategis perbatasan di wilayah-wilayah konsentrasi pengembangan secara terpadu. Sasaran wilayah pengelolaan kawasan perbatasan diarahkan pada Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dengan fokus lokasi penanganan prioritas (Lokpri). Di Provinsi Kalimantan Utara terdapat 12 Lokpri, yakni: Sebatik, Krayan, Nunukan sebagai Lokpri I, Krayan Selatan (Lokpri II), Sebuku dan Sebatik Barat (Lokpri III) di Kabupaten Nunukan; Kayan Hulu, (Lokpri I), Long Pujungan (Lokpri II), Kayan Hilir, Bahau Hulu dan Kayan Selatan (Lokpri III) di Kabupaten Malinau. Terwujudnya perbatasan negara sebagai wilayah yang aman, tertib dan maju merupakan visi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, dengan misi: (1) Mewujudkan perbatasan negara sebagai wilayah yang aman, melalui peningkatan kondisi pertahanan dan keamanan yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta penguatan sistem pertahanan perbatasan darat dan laut; (2) Mewujudkan perbatasan negara sebagai wilayah yang tertib, melalui peningkatan kerjasama internasional, penegakan hukum, kesadaran politik serta penegasan dan penetapan tata batas Negara; (3) Mewujudkan perbatasan negara sebagai wilayah yang maju, melalui peningkatan kegiatan ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Tujuan utama pengelolaan perbatasan, yakni: (1) Menjaga integrasi NKRI sebagai amanat konstitusi, (2) Membangun kawasan perbatasan secara berimbang, terpadu, dan komprehensif untuk kesejahteraan rakyat; (3) Mengukuhkan kapasitas Indonesia di wilayah perbatasan dalam konteks persaingan global. Agenda prioritas pengelolaan batas negara dan kawasan perbatasan yang terkait dengan pengembangan ekonomi kawasan perbatasan darat adalah: (1) Optimalisasi dan pengendalian pemanfaatan sumber daya Alam, (2) Percepatan pembangunan infrastruktur ekonomi dan peningkatan iklim investasi di perbatasan darat, (3) Penataan ruang di kawasn perbatasan darat, (4) Percepatan pengembangan sarana dan prasarana PKSN di kawasan perbatasan darat, (5) Pengembangan kegiatan usaha produktif masyarakat, (6) Perintisan model transmigrasi kawasan perbatasan darat, (7) Pengembangan perdagangan lintas batas dan kerja sama ekonomi sub regional. Agenda prioritas yang terkait dengan percepatan dan peningkatan jangkauan dan mutu pelayanan sosial dasar perbatasan, adalah: (1) Pengembangan sistem pelayanan khusus kawasan perbatasan, (2) Percepatan pembangunan infrastruktur pelayanan sosial dasar. Agenda prioritas yang terkait dengan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 120

121 pengembangan kapasitas kelembagaan pengelola kawasan darat, adalah: (1) Pengembangan manajemen berbasis wilayah, (2) Pengembangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pengelolaan perbatasan, (3) Pengembangan infrastruktur pemerintahan di kawasan perbatasan darat, dan (4) Pengembangan sistem pendukung pengelolaan perbatasan dan adopsi teknologi informasi. G. Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ASEAN Economic Community (AEC) atau dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan salah satu bentuk kerjasama negara-negara anggota ASEAN di bidang perekonomian. MEA dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN dan membuka peluang baru melalui pemberlakuan sistem pasar terbuka dimana terdapat kekebasan mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja antar negara-negara anggota. MEA yang secara resmi akan diberlakukan mulai tanggal 31 Desember 2015 menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi oleh seluruh wilayah di Indonesia, terutama untuk wilayah perbatasan seperti Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan beranda terdepan yang berhadapan langsung dengan negara lain. Melalui pemberlakuan sistem pasar dan basis produksi tunggal, Provinsi Kalimantan Utara harus mempersiapkan diri dengan baik agar tidak tersingkir dalam persaingan yang sudah semakin bebas dan dinamis. Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN ada empat pilar utama yang harus disiapkan, yakni: (1) Terbentuknya pasar dan basis produksi tunggal, (2) Kawasan berdaya saing tinggi, (3) Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, (4) Integrasi dengan perekonomian dunia (KTT ASEAN ke 21, Nopember 2012). Melalui empat pilar utama tersebut maka penerapan kesepakatan MEA akan menjadikan investasi dan modal sebagai faktor perekonomian yang dapat dengan lebih bebas memasuki Provinsi Kalimantan Utara. Hal ini menjadi peluang tersendiri bagi provinsi ini mengingat selama ini diketahui bahwa intensitas investasi di Provinsi Kalimantan Utara masih berada di posisi yang paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan. Sebagai persiapan dalam menghadapi penerapan MEA tahun 2015, harus dilakukan pembenahan demi meningkatkan daya tarik investasi yang dimilikinya dan menjadikannya salah satu provinsi yang berdaya saing baik secara nasional maupun internasional. Seperti yang telah disampaikan oleh Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS) dalam Seminar Persiapan Daerah dalam Menghadapi MEA 2015, terdapat RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 121

122 beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mendorong investasi daerah yaitu meliputi: 1. Penyederhanaan prosedur dan waktu pemprosesan kegiatan investasi yang masuk serta transparansi proses perijinan investasi. 2. Penciptaan iklim investasi yang kondusif melalui tata kelola investasi, kualitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanan dan perijinan. 3. Pengoptimalan kinerja dan efektivitas pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). 4. Peningkatan promosi sektor unggulan yang belum menjadi target investasi KAJIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH A. RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Penyusunan RPJMD juga memperhatikan dokumen RPJMD daerah lainnya agar tercipta keterpaduan pembangunaan jangka menengah daerah dengan daerah sekitar, atau dalam satu wilayah kepulauan atau yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pembangunan atau dengan daerah lain yang memiliki hubungan keterkaitan atau pengaruh dalam pelaksanaan pembangunan daerah.suatu daerah perlu menelaah dokumen RPJMD daerah lain karena: 1. Adanya persamaan kepentingan atau tujuan atau upaya-upaya strategis yang harus disinergikan; 2. Adanya persamaan permasalahan pembangunan yang memerlukan upaya pemecahan bersama; 3. Adanya agenda pembangunan kewilayahan yang menentukan kewenangan bersama, utamanya daerah-daerah yang letaknya berdekatan; dan 4. Adanya kebijakan pemerintah menetapkan daerah sebagai bagian dari kesatuan wilayah/kawasan pembangunan. Provinsi Kalimantan Utara berbatasan langsung hanya dengan Provinsi Kalimantan Timur, sebagai provinsi induk sebelum pemekaran wilayah. Dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Timur misi dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan jangka menengah daerah tidak jauh berbeda dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh Provinsi Kalimantan Utara, hal ini antara lain disebabkan kondisi geografis wilayah dan sumber daya alam yang tersedia hampir serupa serta infrastruktur yang belum berkualitas. Adapun hasil kebijakan RPJMD Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada tabel berikut ini. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 122

123 Tabel A.1 RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Misi Tujuan Sasaran Mewujudkan kualitas Meningkatkan kualitas SDM Meningkatnya IPM sumber daya manusia Kaltim Meningkatnya angka melek aksara Kaltim yang mandiri dan Meningkatnya rata-rata lama sekolah berdaya saing tinggi Meningkatnya angka harapan hidup Meningkatnya pendapatan per kapita Mewujudkan daya saing Meningkatkan kesejahteraan Menurunnya tingkat kemiskinan ekonomi yang dan pemerataan pendapatan Menurunnya tingkat pengangguran berkerakyatan berbasis masyarakat Meningkatnya daya beli masyarakat sumber daya alam dan Menurunnya Indeks Gini energi terbarukan Mewujudkan infrastruktur dasar yang berkualitas bagi masyarakat secara merata Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan dan berorientasi pada pelayanan publik Meningkatkan pertumbuhan ekonomi hijau Menyediakan infrastruktur dasar yang berkualitas Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik Mewujudkan kualitas Meningkatkan kualitas lingkungan yang baik dan lingkungan hidup sehat serta berperspektif perubahan iklim Sumber: RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas Meningkatnya kontribusi sektor pertanian dalam arti luas Tercapainya swasembada beras Meningkatnya pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan Meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan infrastruktur dasar Terwujudnya pemerintahan yg bersih dan bebas KKN Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja Meningkatnya indeks kualitas lingkungan Menurunnya tingkat emisi gas rumah kaca B. RPJPD Provinsi Kalimantan Utara Penelaahan RPJPD Provinsi Kalimantan Utara merupakan langkah utama dalam perumusan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara, mengingat RPJMD ini merupakan penjabaran dari tahapan pembangunan periode 5 (lima) tahunan ketiga. Adapun hasil telaahan RPJPD selanjutnya dituangkan dalam tabel berikut ini. RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 123

124 Tabel B.1 RPJPD Tahapan Lima Tahun Ketiga Provinsi Kalimantan Utara Tahun Misi Sasaran Pokok Arah Kebijakan Meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat Misi 1:Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, bermoral, dan berakhlak mulia Misi 2: Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ramah dan berkelanjutan Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Meningkatnya kesiapan masyarakat alam ketenagakerjaan Meningkatnya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Meningkatnya kualitas pemuda dan keolahragaan dalam pembangunan daerah Meningkatnya kualitas spiritualitas masyarakat yang beragam 1. Peningkatan kelestarian kawasan konservasi dan kawasan lindung 2. Terwujudnya tata kelola Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan (Good Natural Resources Governance) 1. Meningkatkan kualitas kegiatan pendidikan. 2. Meningkatkan akses, pemerataan, dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas dan terjangkau di semua jenis jalur dan jenjang pendidikan, terlebihdi daerah terpencil dan perbatasan. 3. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan merata di seluruh wilayah, terlebih di daerah terpencil dan perbatasan. 4. Meningkatkan kompetensi tenaga pendidik dalam upaya meningkatkan daya saing di seluruh wilayah,terlebih di daerah terpencil dan perbatasan. 1. Meningkatkan pelayanan kesehatan prima sesuai dengan target nasional. 2. Meningkatkan pemerataan sarana pelayanan kesehatan di seluruh wilayah terlebih di daerah terpencil dan perbatasan. 3. Meningkatkan pemerataan penyebaran tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi. 4. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan melalui media komunikasi, penyuluhan maupun kurikulum pendidikan formal maupun informal. 5. Meningkatkan akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan di seluruh wilayah, terlebih di daerah terpencil dan perbatasan. 1. Mengembangkan pendidikan kejuruan 2. Membangun tata kelola sektor ketenagakerjaan 1. Mengembangkan kelembagaan dan jaringan pengarustamaan gender (PUG) 2. Mengembangkan pemberdayaan perempuan 3. Mengembangkan perlindungan anak 1. Mengembangkan kapasitas dan kualitas pemuda 2. Mengembangkan peran pemuda dalam pembangunan 3. Mengembangkan budaya dan prestasi olahraga 1. Meningkatkan peran institusi keagamaan dan lembaga keormasan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat madani 2. Meningkatkan kerukunan intra dan antar umat beragama 3. Meningkatkan Implementasi nilai-nilai agama dan spiritualitas yang ada dalam setiap tindakan dan perilaku masyarakat 1. Mengembangkan pola collaborative management dalam pengelolaan kawasan lindung 2. Mengembangkan regulasi daerah yang mendukung kelestarian hutan lindung 1. Mengembangkan regulasi daerah yang menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan 2. Meningkatkan upaya penegakan hukum pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan dan berkelanjutan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 124

125 Misi Sasaran Pokok Arah Kebijakan 3. Peningkatan kualitas dan tata kelola lingkungan pada kawasan budidaya 1. Mengembangkan regulasi daerah tentangkualitas lingkungan hidup dan budaya hidup sehat pada kawasan budidaya 2. Meningkatkan upaya penegakan hukum dan kesadaran masyarakat umum dan pengusaha tentang pentingnya Mewujudkan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang Ramah dan Misi 3: Mengembangkan perekonomian yang berdaya saing Misi 4: Mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan 4. Terpulihkannya lingkungan hidup yang telah mengalami degradasi Meningkatnya nilai tambah perekonomian berbasis sektor unggulan Meningkatnya nilai investasi berbasis sumberdaya lokal Meningkatnya diversifikasi kesempatan kerja dan berusaha Terstrukturnya wilayah pengembangan dan pusat pelayanan sesuai dengan penataan ruang Meningkatnya pembangunan infrastruktur, utilitas dan fasilitas yang merata Meningkatnya kesejahteraan sosial seluruh masyarakat Berkelanjutan 1. Mengembangkan pola partisipatif dan berkelanjutan dalam pemulihan lahan kritis atau lingkungan yang telah terdegradasi. 2. Mengembangkan sistem mitigasi bencana lokal dan regional secara alami dan pemanfaatan teknologi (rekayasa) 1. Meningkatkan produksi pertanian dalam arti luas secara adil dan berkelanjutan yang mendukung kesejahteraan masyarakat. 2. Meningkatkan pembangunan infrastruktur. 3. Memperkuat perwujudan ketahanan dan kedaulatan pangan. 4. Memperkuat kelembagaan petani. 5. Mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. 6. Meningkatkan penerapan teknologi yang tepat untuk pengembangan sektor unggulan. 1. Meningkatkan iklim usaha dan iklim investasi yang kondusif. 2. Meningkatkan infrastruktur dan utilitas. 3. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal dalam investasi. 1. Meningkatkan kegiatan ekonomi wilayah dengan memanfaatkan kearifan dan keunggulan lokal. 2. Meningkatkan pengembangan kesempatan kerja dan berwirausaha. 3. Meningkatkan peran UMKM dalam ekonomi wilayah. 1. Meningkatkan peran kota sebagai pusat pelayanan wilayah sesuai dengan fungsi dalam penataan ruang 2. Meningkatkan pengendalikan pengembangan wilayah bagian timur (pulau kecil) 3. Memantapkan pengembangan wilayah bagian tengah dan pantai timur 4. Meningkatkan pengembangan wilayah pedalaman dan perbatasan 5. Mempersiapkan calon daerah otonomi baru 1. Mengutamakan pembangunan infrastruktur yang terpadu (darat, sungai, laut, dan udara). 2. Mendorong pembangunan utilitas untuk pemenuhan kebutuhan dasar di seluruh wilayah terlebih di daerah perbatasan dan terpencil. 3. Memeratakan pembangunan fasilitas fisik, sosial, ekonomi dan pengelolaan di seluruh wilayah terlebih di daerah perbatasan dan terpencil. 1. Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi dengan menerapkan prinsip gotong royong, partisipasi, dan keswadayaan. 2. Mengembangkan sistem jaminan sosial formal yang dilakukan oleh pemerintah maupun jaminan sosial informal yang dilakukan oleh masyarakat. 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat yang inklusif, partisipatif dan berkeadilan sosial. 4. Memberikan jaminan hak-hak sosial ekonomi dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 125

126 Misi Sasaran Pokok Arah Kebijakan budaya terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial. 5. Mengembangkan potensi sumber-sumber kesejahteran sosial. 6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan di daerah untuk mendukung peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat. 7. Meningkatkan pengembangkan pemberdayaan masyarakat terlebih di daerah pedalaman, komunitas adat terpencil dan perbatasan. Misi 5: Mewujudkan tata pemerintahan yang baik Misi 6 : Mewujudkan pembangunan pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara Meningkatnya penerapan pemerintahan yang baik (partisipatif, transparan, dan akuntabel) dan kepuasan masyarakat Terwujudnya penguatan collaborative governance antara sektor pemerintah, swasta, civitas akademika dan NGO mengenai pembangunan daerah untuk seluruh wilayah terlebih di perbatasan Menguatnya kelembagaan pranata adat Terbangunnya pusat pemerintahan Terbangunnya pusat perekonomian Terbangunnya lingkungan permukiman ibukota pemerintahan Terbangunnya infrastruktur pendukung kota pusat pemerintahan Sumber: RPJPD Provinsi Kalimantan Utara, Meningkatkan sistem dan standar pelayanan publik berikut implementasinya. 2. Meningkatkan sistem tata kelola pemerintahan yang partisipatif. 3. Meningkatkan pembangunan sistem informasi manajemen pemerintahan daerah yang terintegrasi dan berorientasi kepuasan masyarakat. 4. Meningkatkan pengelolaan unit pelayanan daerah dan kemudahan akses dari tingkat provinsi hingga tingkat pemerintahan desa. 1. Membangun penataan kelembagaan daerah di tingkat pemerintahan desa di seluruh wilayah. 2. Meningkatkan keterpaduan antar instansi terkait. 3. Meningkatkan kemampuan penerapan penegakan hukum dan kedaulatan wilayah pada semua jenjang pemerintahan. 4. Membuka ruang konsolidasi antar stakeholder dan memperjelas kewenangan Kalimantan Utara sebagai daerah otonom. 1. Membangun kelembagaan pranata adat di bidang kebudayaan daerah. 2. Meningkatkan peran lembaga adat dalam penyelesaian dan pembinaan pemberian ijin pemanfaatan lahan pada lokasi-lokasi yang berpotensi konflik. 3. Meningkatkan peran dan kegiatan lembaga adat bersama pemerintah dalam menjaga kearifan dan kelestarian budaya lokal. 1. Menyiapkan perencanaan RDTR ibukota propinsi 2. Mengimplementasaikan rencana pusat perkantoran eksekutif 3. Mengimplementasaikan rencana pusat perkantoran legislatif 4. Mengimplementasaikan rencana perkantoran instansi lainnya 5. Mengimplementasaikan rencana kelengkapan infrastruktur dan utilitas perkantoran pemerintah Menyiapkan perencanaan dan implementasi pembangunan pusat perdagangan dan fasilitas perpasaran masyrakat perkotaan secara bertahap sesuai RTRW/RDTRK dengan dana dari berbagai sumber diutamakan dana masyarakat Mereview dan merencanakan kembali serta melaksanakan pembangunan permukiman berbagai tipe dan jenis sesuai rencana tata ruang yang ada sesuai kemampuan masyrakat Mereview dan merencanakan kembali serta melaksanakan pembangunan infrastruktur yang diperlukan bagi perkotaan ibukota provinsi sesuai dengan rencana struktur ruang yang berlaku RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 126

127 C. RTRW Provinsi Kalimantan Utara Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Utara masih berupa rancangan (draft) mengingat belum dituangkan dalam peraturan daerah, namun demikian draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara menjadi dokumen yang perlu dipertimbvangkan dalam penyusunan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara ini. Hal ini bertujuan untuk mencermati rencana penataan ruang wilayah di Provinsi Kalimantan Utara, yang dapat dilihat dari struktur ruang dan pola ruang wilayah. Konsep pengembangan rencana struktur ruang untuk pengembangan Provinsi Kalimantan Utara adalah: (a) Menguatkan aglomerasi sosial-ekonomi; (b) Mendukung terciptanya integrasi regional; (c) Mengembangkan konektivitas regional; dan (d) Mendukung pengembangan kawasan perbatasan.konsepsi tersebut, diwujudkan melalui: a. Penguatan sistem pusat-pusat permukiman: Kelestarian dan perlindungan Heart of Borneo (HoB) sebagai kawasan ekosistem yang dapat dimanfaatkan bagi penduduk, melalui PKL dengan fungsi utama konservasi & ekowisata; dan Menguatkan aglomerasi sosial-ekonomi di kawasan pesisir melalui peningkatan fungsi sistem permukiman b. Penguatan kapasitas sistem jaringan jalan: Eksternal: antarprovinsi dan perbatasan; dan Internal: antaribu kota kabupaten/kota (termasuk pembangunan jembatan lintas pulau). c. Penguatan gateways dan penambahan/pembangunan baru: Bandara utama (gateways untuk koneksi nasional/internasional); Air strips untuk kawasan pedalaman (gateways untuk koneksi lokal dan nasional, baik barang/orang); Pelabuhan (gateways untuk koneksi lokal, nasional,internasional); Dermaga (gateways untuk koneksi lokal antarpulau dan pedalaman melalui laut dan waterways/sungai); dan Terminal di perbatasan, dan ibu kota kabupaten/kota. d. Pembangunan sistem koneksi transportasi darat, laut, dan udara: Pergerakan terjadwal (untuk koneksi lokal, nasional,internasional; RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 127

128 Pergerakan yang disubsidi pemerintah (untuk supply logistik dan orang di kawasan pedalaman dan perbatasan); dan Pergerakan yang diinisiasi oleh swasta/masyarakat (di seluruh kawasan). Sedangkan konsep pengembangan rencana pola ruang untuk pengembangan wilayah Provinsi Kalimantan Utara, yaitu melalui: a. Mengembangkan aglomerasi sosial-ekonomi di kawasan pesisir; b. Mempertahankan dan meningkatkan kemampuan daya dukung lingkungan di kawasan pesisir, pedalaman, dan perbatasan; c. Mendukung pelestarian Heart of Borneo; dan d. Mengembangkan kawasan perbatasan. Konsepsi perlindungan dan pelestarian kawasan lindung di Provinsi Kalimantan Utara, yaitu sebagai berikut: (a) Mendukung pelestarian Kawasan Heart of Borneo, dan termasuk pelestarian Taman Nasional di dalam dan di luar HOB, serta pengembangan kawasan perbatasan untuk kesejahteraan dan ketahanan nasional dengan memperhatikan kaidah lingkungan dan pelestarian Heart of Borneo; (b) Intensitas pengembangan di kawasan pesisir dengan tetap memperhatikan kaidahkaidah lingkungan dan keterbatasan lahan; dan (c) Mengembangkan kawasan lindung di kawasan pedalaman, dan mengijinkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan produktif secara terbatas dengan tetap memperhatikan kaidah pelestarian lingkungan. Sedangkan konsepsi pengembangan kawasan budidaya di Provinsi Kalimantan Utara, yaitu melalui: (a) Pengembangan aglomerasi sosial-ekonomi di kawasan pesisir; dan (b) Pengembangan kawasan perbatasan. Sementara dalam RTRW Provinsi Kalimantan Utara , disebutkan bahwa tujuan penataan ruang Provinsi Kalimantan Utara adalah: Mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkelanjutan sesuai potensi fisiogeografis Provinsi Kalimantan Utara sebagai pintu gerbang internasionaldengan tetap menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang tersebut adalah dengan: 1. Pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis kelestarian lingkungan hidup; 2. Peningkatan fungsi kawasan perbatasan untuk pertahanan dan keamanan negara; 3. Penguatan sistem perkotaan dan sinergi hubungan fungsional kota-desa; RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 128

129 4. Pembangunan kawasan berbasis daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana; 5. Pembangunan kawasan berbasis kearifan lokal; 6. Pembangunan sistem jaringan prasarana wilayah; dan 7. Penguatan kelembagaan pembangunan wilayah. Tabel C.1 Rencana Strukur Ruang Arah Pemanfaatan Ruang Lokasi A RENCANA SISTEM PERKOTAAN A.1 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kota Tarakan A.2 Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp) Tanjung Selor A.3 Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Nunukan dan Tau Lumbis di Kabupaten Nunukan; dan Malinau Kota di Kabupaten Malinau A.4 Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp) Sebatik dan Long Bawan di Kabupaten Nunukan; Long Nawang di Kabupaten Malinau; dan Tidung Pale di Kabupaten Tana Tidung A.5 Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Bunyu, Long Bia, Karang Agung, Sekatak Buji, dan Tanah Kuning di Kabupaten Bulungan; Long Layu, Mansalong, dan Pembeliangan di Kabupaten Nunukan; Data Dian, Long Berang, Long Loreh, Long Pujungan, dan Mahak Baru di Kabupaten Malinau; dan Tanah Merah di Kabupaten Tana Tidung A.6 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Nunukan, Simanggaris, dan Long Midang (Kabupaten Nunukan); dan Long Nawang (Kabupaten Malinau) B RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA UTAMA B.1 Sistem Jaringan Transportasi Darat Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan Tanjung Selor di Kabupaten Bulungan jalan meliputi terminal penumpang tipe A Terminal Tipe B Long Midang, Mansalong, Simanggaris di Kabupaten Nunukan, Boom Panjang di Kota Tarakan, Sesua di Kabupaten Malinau dan Tidung Pale di Tana Tidung Pelabuhan dan alur pelayaran angkutan sungai dan danau Pelabuhan Tanjung Selor, Ancam, Sekatak dan Bunyu di Kabupaten Bulungan; pelabuhan Tengkayu I di Kota Tarakan; pelabuhan Nunukan, Sebuku, Simanggaris, Sembakung, Mansalong, Binter, Tau Lumbis dan Sungai Ular di Kabupaten Nunukan; pelabuhan Malinau Hilir di Kabupaten Malinau; pelabuhan Sesayap dan Pelabuhan dan alur pelayaran lintas penyeberangan Pelabuhan dan alur pelayaran khusus B.2 Sistem Jaringan Transportasi Perkeretaapian Jaringan jalur kereta api meliputi jaringan jalur kereta api (KA) umum (jaringan jalur KA nasional dan jaringan jalur KA provinsi) dan jaringan jalur KA khusus Stasiun kereta api Sesayap Hilir di Kabupaten Tana Tidung Pelabuhan Kayan II, Ancam, Bunyu, dan Sungai Ancam Tanjung Palas Utara di Kabupaten Bulungan; Pelabuhan Juwata di Kota Tarakan, dan pelabuhan Nunukan di Pulau Nunukan Pelabuhan khusus di Bandar Juwata Tarakan Sekatak, Tanjung Selor, dan Tanjung Palas Timur di Kabupaten Bulungan; Kota Tarakan; Mansalong dan Simanggaris di Kabupaten Nunukan; Malinau Kota di Kabupaten Malinau RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 129

130 Arah Pemanfaatan Ruang B.3 Sistem Jaringan Transportasi Laut Pelabuhan utama Pelabuhan pengumpul Pelabuhan pengumpan Terminal Alur pelayaran meliputi pelayaran kapal barang dan pelayaran kapal penumpang B.4 Sistem Jaringan Transportasi Udara Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder Bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier Bandar udara pengumpan Bandar udara khusus (perbatasan darat dan penanganan bencana) Bandar udara perintis B.5 Sistem Jaringan Energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gardu induk Lokasi dan Sesayap di Kabupaten Tana Tidung Pelabuhan Malundung di Kota Tarakan Pelabuhan Tanjung Selor, Bunyu, dan Pidada di Kabupaten Bulungan, serta Pelabuhan Tunon Taka dan Sungai Nyamuk di Kabupaten Nunukan Pelabuhan Ancam di Kabupaten Bulungan dan Pelabuhan Tana Lia di Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan (7 terminal), Kabupaten Nunukan (3 terminal), Kabupaten Malinau (3 terminal) dan Kabupaten Tana Tidung Juwata di Kota Tarakan dan Tanjung Harapan di Kabupaten Bulungan Bandar udara: Nunukan di Kabupaten Nunukan a. Long Layu, Yuvai Semaring, dan Sebatik di Kabupaten Nunukan b. Long Ampung dan RA. Bessing di Kabupaten Malinau c. Sesayap dan Buang Baru di Kabupaten Tana Tidung Perbatasan daeat: d. Apau Ping di Kabupaten Malinau e. Pa Upan, Tau Lumbis, Kampung Baru, Kurid, Lembudud, Berian Baru, Buduk Kubul, Long Rungan, Mensalong di Kabupaten Nunukan Penanganan Bencana: a. Nunukan di Kabupaten Nunukan b. Bandar Udara Juata Tarakan c. Bandar Udara Tanjung Harapan Bulungan d. Bandar Udara Long Ampung di Kabupaten Malinau a. Keburau di Kecamatan Tanjung Palas Barat Kabupaten Bulungan; b. Long Bia di Kecamatan Peso Kabupaten Bulungan; c. Bunyu di Kecamatan Bunyu Kabupaten Bulungan; d. Data Dian, Long Metun dan Long Sule di Kecamatan Kayan Hilir Kabupaten Malinau; e. Sungai Barang di Kecamatan Kayan Selatan Kabupaten Malinau; f. Mahak Baru dan Long Lebusan di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau; g. Long Pujungan di Kecamatan Pujungan Kabupaten Malinau; h. Long Alango di Kecamatan Bahau Hulu Kabupaten Malinau; dan i. Long Pala di Kecamatan Mentarang Hulu Kabupaten Malinau Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau Pulau Bunyu Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 130

131 Arah Pemanfaatan Ruang Lokasi Kabupaten Tana Tidung PLTG Sebaung-Sei Lancang dan Sedadap-Liang Bunyu Kabupaten Malinau Pembangunan jaringan transmisi, transmisi kabel bawah laut Pembangunan jaringan transmisi tegangan tinggi yang berkapasitas 150 KV Jaringan pipa gas bumi nasional, jaringan Seluruh Kota Tarakan distribusi gas kota Sumber energi biomassa, tenaga surya dan angin Pantai Tarakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Seluruh kecamatan di Kabupaten Nunukan dan dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Kabupaten Malinau baik berupa PLTS komunal maupun PLTS SHS (unit rumah tangga) Pembangkit Listrik Tenaga Biodiesel (PLTBio) Kabupaten Bulungan Pembatasan kegiatan pengembangan dan sekitar lokasi SUTT/SUTET menetapkan ketentuan radius pengembangan B.6 Sistem Jaringan Telekomunikasi Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas jaringan terestrial, jaringan nirkabel, dan jaringan satelit diarahkan pada peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan akses diharapkan menjangkau wilayah pelosok perdesaan melalui desa berdering (ringing village) dan desa pintar (smart village), pengembangan tower BTS (Base Transceiver Station) secara bersamasama, dan pengembangan serta kemudahan jaringan telematika di daerah terpencil B.7 Sistem Jaringan Sumber Daya Air Sumber air terdiri atas air permukaan pada sungai dan air tanah Prasarana sumber daya air meliputi sistem pengelolaan banjir, sistem jaringan irigasi dan sistem jaringan air baku: Sistem jaringan irigasi berupa daerah irigasi (DI) terdiri atas DI kewenangan nasional Sebagian wilayah Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tana Tidung Sesayap, Tana Lia, Sesayap Hilir) dan di kewenangan provinsi (Kaliamok, Sajau Hilir dan Selimau) Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM): Pengembangan SPAM regional untuk wilayah kabupaten/kota yang berdekatan dilakukan kerjasama lintas wilayah secara terpadu dalam hal lokasi maupun sistem pengelolaan Sistem Pengelolaan Persampahan: a) Pengembangan sistem persampahan untuk wilayah kabupaten/kota yang berdekatan dilakukan kerjasama lintas wilayah melalui sistem pengelolaan sampah secara terpadu dalam hal lokasi maupun sistem pengelolaan. b) Pengembangan sistem pengelolaan persampahan untuk kabupaten/kota akan dikembangkan pada masing-masing kabupaten dengan lokasi tempat pengelolaan jauh dari permukiman atau dengan melakukan sistem pengelolaan daur ulang. c) Pengelolaan persampahan untuk daerah yang belum terjangkau oleh sistem pelayanan ini, terutama yang ada di pulau-pulau diarahkan penanganannya melalui pengelolaan secara individu atau secara komunal setempat atau pengembangan pengelolaan daur ulang seperti pembuatan pupuk kompos. Sumber: Draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 131

132 Tabel C.2 Rencana Pola Ruang No. Arah Pemanfaatan Ruang Lokasi A KAWASAN LINDUNG 1 Kawasan hutan lindung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung 2 Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya Kawasan bergambut Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung Kawasan resapan air Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung 3 Kawasan perlindungan setempat Kawasan sempadan pantai Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung Kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, dan Kabupaten Nunukan Kawasan sempadan mata air menyebar di seluruh wilayah provinsi 4 Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya Kawasan suaka alam laut Kawasan pantai berhutan bakau Taman nasional Taman hutan raya Taman wisata alam Cagar budaya dan ilmu pengetahuan 5 Kawasan bencana alam Kawasan rawan tanah longsor Kawasan rawan dampak kebakaran hutan Kawasan rawan banjir 6 Kawasan lindung geologi Kawasan cagar alam geologi yang terdiri atas kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan keunikan bentang alam, kawasan keunikan proses geologi Kawasan rawan gempa bumi Kawasan liquifaksi Kawasan yang terletak di zona patahan aktif Kawasan rawan tsunami Kawasan rawan abrasi Kawasan imbuhan air tanah Kawasan sempadan mata air 7 Kawasan lindung lainnya Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut Kawasan konservasi perairan Kabupaten Bulungan (Kawasan suaka alam Pulau Burung, Kawasan suaka alam Pulau Keris, dan Kawasan suaka alam Peso) dan Kabupaten Nunukan (Kawasan suaka alam Pulau Sebatik) Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau) Taman Hutan Raya Gunung Rian, Kecamatan Sesayap (Kabupaten Tana Tidung) Kabupaten Bulungan Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan Sepanjang pantai Provinsi Kalimantan Utara Kecamatan yang berada di sepanjang pantai timur Provinsi Kalimantan Utara serta termasuk pulau-pulau yang berada di sekitar pantai Terdapat di Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung Terdapat di sepanjang pantai timur termasuk pulau-pulau yang berada di sekitar pantai Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kota Tarakan, dan Kabupaten Tana Tidung CAT Tanjung Selor Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan Kabupaten Nunukan RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 132

133 daerah B KAWASAN BUDIDAYA 1 Kawasan peruntukan hutan produksi Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas Kawasan peruntukan hutan produksi tetap Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi Kawasan peruntukan hutan rakyat 2 Kawasan peruntukan pertanian Kawasan pertanian tanaman pangan Kawasan hortikultura Kawasan peternakan Kawasan peruntukan perkebunan 3 Kawasan peruntukan perikanan Kawasan budidaya perikanan Kawasan perikanan tangkap Kawasan pengolahan ikan 4 Kawasan peruntukan pertambangan Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi Kawasan peruntukan industri 5 Kawasan peruntukan pariwisata Kawasan pariwisata alam Kawasan pariwisata budaya Kawasan pariwisata buatan Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Nunukan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, dan Kabupaten Nunukan Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, dan Kabupaten Tana Tidung 6 Kawasan peruntukan permukiman: permukiman perkotaan, permukiman perdesaan, dan permukiman pada kawasan khusus 7 Kawasan peruntukan lainnya, terdiri dari kawasan peruntukan instalasi pembangkit tenaga listrik, instalasi militer, dan instalasi lainnya Sumber: Draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 133

134 Tabel C.3 Rencana Kawasan Strategis Nasional dan Provinsi No. Arah Pemanfaatan Ruang Lokasi A Kawasan Strategis Nasional Kawasan Perbatasan Darat RI Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) Kawasan Perbatasan Laut RI di sekitar pulaupulau kecil terluar Provinsi Kalimantan Utara yang meliputi Pulau Sebatik dan Gosong Makasar B Kawasan Strategis Provinsi 1 Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi 4.3. Kawasan perbatasan dengan kegiatan utama ekonomi Long Bawan dan dan Long Layu di Kabupaten Nunukan, Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, dan Long Nawang di Kabupaten Malinau 4.4. Kawasan Food Estate dan Rice Estate Kabupaten Bulungan, Kawasan Tanjung Palas Timur di Kabupaten Bulungan 4.5. Kawasan koridor perkotaan Tarakan Tanjung Selor 4.6. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan teknologi tinggi 2 Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya di dalam wilayah provinsi 3 Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di dalam wilayah provinsi PLTA Peso di Kabupaten Bulungan Warisan budaya Kerajaan Bulungan Koridor Sungai Sesayap dan Delta Tanjung Palas di Kabupaten Bulungan 4 Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan teknologi tinggi PLTA Peso di Kabupaten Bulungan Sumber: Draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 134

135 Gambar C.1 Peta Rencana Struktur Ruang di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 135

136 Gambar C.2 Peta Rencana Pola Ruang di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 136

137 Gambar C.3 Peta Rencana Kawasan Strategis Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Draft RTRW Provinsi Kalimantan Utara Tahun RPJMD Provinsi Kalimantan Utara Tahun IV- 137

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pembahasan pada bab ini meliputi pembahasan permasalahan pembangunan daerah yang terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi dan pembahasan isu-isu strategis.

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Agam tahun IX - 1

RPJMD Kabupaten Agam tahun IX - 1 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari Analisa Data Secara Integratif Untuk Menghasilkan Database Kecamatan dan Atlas adalah sebagai berikut: 1. Gambaran umum sejauh mana pencapain dari 7

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB IV P E N U T U P

BAB IV P E N U T U P BAB IV P E N U T U P 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari Analisa Data Secara Integratif Untuk Menghasilkan Database Kecamatan dan Atlas adalah sebagai berikut: 1. Gambaran umum sejauh mana pencapain

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Pada misi V yaitu Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat telah didukung dengan 8 sasaran sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS INTERVENSI KEBIJAKAN

BAB IV PRIORITAS INTERVENSI KEBIJAKAN BAB IV PRIORITAS INTERVENSI KEBIJAKAN Prioritas intervensi kebijakan ditentukan dengan menganalisis determinan kemiskinan atau masalah pokok kemiskinan dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar. Daftar Tabel Daftar Gambar

Daftar Isi. Kata Pengantar. Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii iii xxi Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen I-6 1.4 Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN 3.1. TUJUAN UMUM Meningkatkan pemerataan, aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terutama kepada masyarakat miskin dengan mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 06 Kabupaten Tahun Anggaran : 06 : Hulu Sungai Selatan TUJUAN SASARAN INDIKATOR SASARAN 4 Mewujudkan nilai- nilai agamis sebagai sumber

Lebih terperinci

Lampiran Meningkatnya cakupan

Lampiran Meningkatnya cakupan Lampiran : Peraturan Walikota Pagar Alam Nomor : Tahun 2017 Tanggal : 2017 I II Pemerintah Visi Kota Pagar Alam Terwujudnya Keseimbangan Masyarakat Pagar Alam Yang Sehat, Cerdas, Berakhlaq Mulia, Dan Didukung

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 738 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SERANG Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

Jumlah Siswa pada jenjang TK/RA/Penitipan Anak = x 100 % Jumlah anak usia 4-6 tahun =

Jumlah Siswa pada jenjang TK/RA/Penitipan Anak = x 100 % Jumlah anak usia 4-6 tahun = TATARAN PELAKSANA KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN DALAM RANGKA EKPPD TERHADAP LPPD TAHUN 2013 KABUPATEN : BANGGAI KEPULAUAN IKK RUMUS/PERSAMAAN KETERANGAN URUSAN

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA NO INDIKATOR SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET SATUAN BESARAN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN Capaian Kinerja Sasaran Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2015

LAMPIRAN Capaian Kinerja Sasaran Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2015 NO LAMPIRAN Capaian Kinerja Sasaran Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 05 Kehidupan yang kondusif bagi umat beragama. tercapai Mewujudkan tatanan sosial keagamaan 00% Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS KESEHATAN Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2015 KESEHATAN Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Sarana Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii v xii BAB 1 PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 1.2 DASAR HUKUM PENYUSUNAN... I-1 1.3 HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN RPJPD

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH Sasaran No. Strategis 1. Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi swasta, organisasi profesi dan dunia usaha dalam rangka sinergisme, koordinasi diantara pelaku

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja Kabupaten Parigi Moutong bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Bupati dan Wakil

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGI 1. Visi Visi 2012-2017 adalah Mewujudkan GorontaloSehat, Mandiri dan Berkeadilan dengan penjelasan sebagai berikut : Sehat, adalah terwujudnya

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun

3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun 3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat di Mandar 2007-2009 Indikator 2 3 4 5 6 7 8 9 0 2 3 4 5 6 7 8 9 20 Tujuan Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Menurunkan Proporsi

Lebih terperinci

Tabel 9.1. Tabel Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Landak

Tabel 9.1. Tabel Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Landak k G 1 Pi ( Qi 1) i 1 Tabel 9.1. Tabel Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Landak NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR KONDISI KINERJA PADA AWAL

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Kebijakan Umum adalah arahan strategis yang berfungsi sebagai penunjuk arah pembangunan Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk jangka panjang. Kebijakan

Lebih terperinci

RINGKASAN JUKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN PELAJARAN 2018/2019

RINGKASAN JUKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN PELAJARAN 2018/2019 RINGKASAN JUKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN PELAJARAN 08/09 I. JALUR DAN PERSYARATAN PENDAFTARAN A. JENJANG SMA : A.. Jalur Keluarga

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kota Mungkid, 25 Maret a.n. BUPATI MAGELANG WAKIL BUPATI MAGELANG H.M. ZAENAL ARIFIN, SH.

KATA PENGANTAR. Kota Mungkid, 25 Maret a.n. BUPATI MAGELANG WAKIL BUPATI MAGELANG H.M. ZAENAL ARIFIN, SH. KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Magelang Tahun 2014 dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47 2 KESEHATAN AWAL TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Kunjungan Ibu Hamil K4 % 92,24 95 95 95 95 95 95 95 Dinas Kesehatan Jumlah Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Tahun 2010 Kabupaten Sintang sudah berusia lebih dari setengah abad. Pada usia ini, jika merujuk pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2014 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2014 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA 1 Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2014 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA NO INDIKATOR SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET SATUAN BESARAN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis

Lebih terperinci

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Kota Surakarta 2021 A. 1

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Kota Surakarta 2021 A. 1 Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Kota Surakarta NO 2016 2017 2018 2019 2020 A. 1 ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pertumbuhan ekonomi/pdrb

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2010-2015 PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan

Lebih terperinci

NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET TAHUN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat

NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET TAHUN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET TAHUN 2015 Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat Sasaran 1 : Meningkatnya

Lebih terperinci

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017 PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun 2017-2022 Wates, 27 September 2017 1 PDRB PER KAPITA MENURUT KABUPATEN/ KOTA DI D.I. YOGYAKARTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU, 2012-2016 (JUTA RUPIAH) 1 PERSENTASE PENDUDUK

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU 2.1. Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun Lalu dan Capaian Renstra Evaluasi pelaksanaan RENJA tahun lalu ditujukan untuk mengidentifikasi sejauh mana kemampuan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI Budaya PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Infrastruktur dan Lingkungan Hidup KESEHATAN PENDIDIKAN KETAHANAN PANGAN, IKLIM INVESTASI

Lebih terperinci

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan NO 2018 A ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 1 PDRB per Kapita (juta rupiah) - PDRB

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberi gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi kepala daerah dari sisi keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) Instansi Visi : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR : Mewujudkan Masyarakat Jawa Timur Mandiri untuk Hidup Sehat Misi : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2.

Lebih terperinci

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR REVIEW INDIKATOR DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 2015-2019 MISI 1 : Menyediakan sarana dan masyarakat yang paripurna merata, bermutu, terjangkau, nyaman dan berkeadilan No Tujuan No Sasaran Indikator Sasaran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2016

Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 NO INDIKATOR KINERJA Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat Sasaran 1 : Meningkatnya Aksesibilitas dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i KATA PENGANTAR Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik dan Hidayah - NYA, sehingga buku Profil Kesehatan Tahun dapat disusun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun merupakan gambaran pencapaian

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN Prioritas dan sasaran merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan yang direncanakan, terintegrasi, dan konsisten terhadap pencapaian

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Tujuan 1 : Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Daerah Jumlah Investor Berskala

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Kesehatan Masyarakat SATU AN

MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Kesehatan Masyarakat SATU AN MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Masyarakat No PROGRAM SI AWAL PENGGU NG WAB 1 Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Cakupan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... I II VII VIII X BAB I PENDAHULUAN BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI... 4 B. KEPENDUDUKAN / DEMOGRAFI...

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Sumber Data... 3

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Sumber Data... 3 DAFTAR ISI SAMBUTAN BUPATI POLEWALI MANDAR....... i DAFTAR ISI............ iii DAFTAR TABEL............ vi DAFTAR GRAFIK............ ix DAFTAR GAMBAR............ xiii DAFTAR SINGKATAN............ xiv PETA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah program Indonesia sehat dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu meningkatkan status kesehatan dan

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN A. Strategi Pembangunan Daerah Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi pembangunan Kabupaten Semarang

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI KALIMANTAN UTARA DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI KALIMANTAN UTARA KONDISI DESEMBER 2015 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2016 JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA KEADAAN 31 DESEMBER 2015 PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIANN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahann yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI KALIMANTAN UTARA DATA DASAR PROVINSI KALIMANTAN UTARA KONDISI DESEMBER 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2015 JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2014) PROVINSI KALIMANTAN UTARA KAB/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, GUBERNUR KALIMANTAN BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR : 678/ OR / 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 396/OR/2014 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, tiap individu selalu dihadapkan pada aturan, norma, standar, ukuran yang harus dipenuhi. Aturan, norma, standar, maupun ukuran tersebut

Lebih terperinci

Tabel Capaian Kinerja dan Anggaran Tahun 2016

Tabel Capaian Kinerja dan Anggaran Tahun 2016 Tabel 3.3.2 Capaian Kinerja dan Anggaran Tahun 2016 No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Kinerja Realisasi Capaian (%) Anggaran (Rp.) Anggaran Realisasi (Rp.) Capaian (%) Tingkat Efisiensi (6-9)

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Derajat kesehatan yang tinggi merupakan salah satu perwujudan dari kesejahteraan umum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu salah satu agenda pemerintah dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2018 ADMINISTRASI. Pelayanan Minimal. Standar. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2016 SASARAN INDIKATOR TARGET MISI I : MEWUJUDKAN TATA RUANG WILAYAH KE DALAM UNIT-UNIT OPERASIONAL YANG TEPAT DARI SISI EKONOMI, SOSIAL BUDAYA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2018 ADMINISTRASI. Pelayanan Minimal. Standar. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

Tabel Alokasi Anggaran per Sasaran/Urusan. Anggaran Realisasi Realisasi % Meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Daerah

Tabel Alokasi Anggaran per Sasaran/Urusan. Anggaran Realisasi Realisasi % Meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Daerah 3.3. REALISASI ANGGARAN 3.3.1. Alokasi per sasaran pembangunan Pada dasarnya pembagian alokasi anggaran pada suatu pemerintah daerah disesuaikan dengan proporsi pembangunan. Pada tabel di bawah ini di

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT MISI 1 : Tujuan : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT Menggerakkan Pembangunan Berwawasan Terwujudnya Mutu Lingkungan

Lebih terperinci

Visi : Ponorogo Lebih Maju, Berbudaya dan Religius

Visi : Ponorogo Lebih Maju, Berbudaya dan Religius Visi : Ponorogo Lebih Maju, Berbudaya dan Religius Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Dan Sasaran Kabupaten Ponorogo Taget Sasaran Sasaran Target KET. 2016 2017 2018 2019 2020 Membentuk budaya keteladanan

Lebih terperinci

TABEL 9-1 Indikator Kinerja Kabupaten Nagan Raya Tahun

TABEL 9-1 Indikator Kinerja Kabupaten Nagan Raya Tahun TABEL 9-1 Indikator Kinerja Kabupaten Nagan Raya Tahun 2012-2017 NO ASPEK/FOKUS/BIDANG URUSAN/ INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SATUAN 2013 2014 2015 2016 2017 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN A. Visi BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perencanaan pembangunan Kabupaten Pati tidak terlepas dari hirarki perencanaan pembangunan nasional, dengan merujuk pada pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

RENCANA STRATEJIK TAHUN

RENCANA STRATEJIK TAHUN RENCANA STRATEJIK TAHUN 2008-2013 Formulir RS Instansi Visi Misi Ke - 1 : Pemerintah Provinsi Jawa Barat : Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera : Mewujudkan Sumberdaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci