BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata tingkat adalah tinggi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata tingkat adalah tinggi"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tingkat Berpikir Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata tingkat adalah tinggi rendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dsb) : derajat, taraf, kelas.sedangkan menurut kamus psikologi, arti kata tingkat (level) adalah (1) satu posisi atau tingkat yang dicapai pada suatu tes (2) suatu usia mental atau angka (skor) ujung yang harus dicapai oleh semua pribadi orang dengan usia kronologis tertentu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan suatu, menimbang-nimbang di ingatkan. Sedangkan menurut kamus psikologi, arti kata berpikir (thinking) adalah proses-proses yang menyajikan atau memanipulir pengalaman-pengalaman selengkapnya. Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat berpikir adalah tingkat yang akan dicapai oleh seseorang dalam menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. 10

2 Tinjauan Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele Pembelajaran geometri dipengaruhi oleh teori Van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre dan Diana Van Hiele pada tahun 1950-an. Teori Van Hiele ini diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri di sekolah. Menurut teori Van Hiele (dalam Walle, 2011) seseorang akan melalui lima tingkat perkembangan berpikir dalam belajar geometri, yaitu : a. Tingkat 0 ( visualisasi ) Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat dasar, tingkat rekognisi, tingkat holistik, ataupun tingkat visual. Pada tingkat ini anak mengenal bentuk-bentuk geometrihanya sekedar berdasarkan karakteristik visual dan penampakannya. Anak secaraeksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat objek yang diamati, tetapi memandangobjek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini anak tidak dapatmemahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yangditunjukkan.sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa bangun yang diketahui adalahpersegipanjang, karena seperti daun pintu. Anak belum menyadari adanya sifat-sifatdari bangun geometri. Pada tingkat ini anak sudahmengenal persegipanjang. Hal ini ditunjukkan dengan cara dia dapat memilihpersegipanjang dari kumpulan bangungeometri lainnya. Namun demikian, anak tidak bisa menyebutkan sifat-sifatpersegi panjang. Pada tingkat ini anak belum dapat menerima sifatgeometri atau memberikan karakteristikterhadap bangun-bangun yang ditunjukkan. Meskipun suatu banguntelah ditentukan

3 12 berdasarkankarakteristiknya, tetapi anak padatingkat ini belum menyadari karakteristikitu. Pada tingkat ini pemikiran anak didominasi oleh persepsi belaka. b. Tingkat 1 ( analisis ) Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat deskriptif. Pada tingkat ini anak sudah terlihat adanya analisis konsep dan sifat-sifatnya. Anak dapat menentukan sifatsifatsuatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen,menggambar dan membuat model. Akan tetapi, anak belum sepenuhnya dapatmenjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubunganantara beberapa bangun geometri dan defenisi. Suatu contoh, siswa belumbisa menyatakan bahwa persegi panjangjuga merupakan jajargenjang. c. Tingkat 2 ( Deduksi Informal ) Tingkat ini dikenal juga dengan tingkat abstrak, tingkat relasional, tingjat teoritik, atau tingkat keterkaitan. Pada tahap ini, anak sudah dapat melihat hubungan sifatsifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Anak juga dapat membuat defenisi abstrak, menemukan sifat-sifatdari berbagai bangun dengan mengggunakan deduksi informal, dan dapatmengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki. Misalnya, anak menyatakan bahwa persegi jugamerupakan belah ketupat dan belah ketupat juga merupakan jajargenjang. Anak dapat menyusun definisi dan menemukan sifat-sifat bangun melaluiinduktif atau deduksi informal. Definisi yang dibangun tidak hanya berbentukdeskripsi tetapi merupakan hasil daripengaturan secara logis dari sifat-sifatkonsep yang didefinisikan. Sebagai contoh, anak dapat menunjukkan bahwajumlah ukuran sudut-sudut segiempatadalah 360 o sebab setiap segiempat dapatdidekomposisi

4 13 menjadi dua segitiga yangmasing-masing sudutnya 180 o, tetapimereka tidak dapat menjelaskan secaradeduktif d. Tingkat 3 ( Deduksi Formal ) Pada tingkat ini berpikir deduksi anak sudah mulai berkembang dan penalaran deduksi sebagai cara untukmembangun struktur geometri dalam sistem aksiomatik telah dipahami. Hal ini telah ditunjukkan anak denganmembuktikan suatu pernyataan tentanggeometri dengan menggunakan alasanyang logis dan deduktif. Suatu contoh, anak telah mampu menyusun bukti jika sisi-sisi berhadapan suatu segiempatsaling sejajar maka sudut-sudut yangberhadapan sama besar. e. Tingkat 4( Rigor ) Pada tingkat ini anak dapatbekerja dalam berbagai struktur deduksi aksiomatik. Anak dapat menemukanperbedaan antara dua struktur. Anak memahami perbedaan antara geometrieuclides dan geometri non-euclides yaitu pada postulat kesejajaran kelima.suatu contoh, anak telah memahami aksiomaaksiomayangmendasari terbentuknya geometri non-euclides yaitu geometri Lobachevsky dan geometri Elliptik atau geometri Riemann. Setiap tingkat dalam teori VanHiele, menunjukkan karakteristik prosesberpikir siswa dalam belajar geometri danpemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidakditentukan oleh akumulasipengetahuannya, tetapi lebih ditentukanoleh proses berpikir yangdigunakan.tingkat-tingkat berpikir VanHiele akan dilalui siswa secara berurutan.

5 14 Dari pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele adalah tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal), tingkat 3 (deduksi formal), tingkat 4 (rigor). Pada tingkat 0 (visualisasi) siswa dapat mengenali berbagai bentuk segiempat berdasarkan bentuk fisiknya.pada tingkat 1 (analisis) siswa sudah dapat mengenali sifat-sifat dari bangun segi empat secara matematik. Pada tingkat 2 (deduksi informal) siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun segi empat dengan bangun segi empat lainnya. Pada tingkat 3 (deduksi formal) siswa sudah mampu membuktikan suatu pernyataan tentanggeometri dengan menggunakan alasanyang logis dan deduktif. Pada tingkat 4 (rigor) Anak memahami perbedaan antara geometrieuclides dan geometri non-euclides. Anak memahami aksioma-aksioma yangmendasari terbentuknya geometri non-euclides. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan melakukan penelitian tingkat berpikir geometri siswa pada tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal) dan tingkat 3 (deduksi informal). Peneliti tidak melakukan penelitian pada tingkat 4 (rigor) karena pada tingkat tersebut siswa harus memahami perbedaan antara geometri Euclides dan geometri non-euclides. Sedangkan berdasarkan kurikulum yang ada di SMP, dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar pada materi segiempat siswa belum diajarkan tentang bagaimana menemukan perbedaan antara geometri Euclides dan geometri non-euclides.

6 Karakteristik Teori Van Hiele Clements & Battista (1992) menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyaikarakteristik, yaitu (1) belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat lompatan dalam kurva belajar seseorang, (2) tahap-tahap tersebut bersifatterurut dan hirarki, (3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahapakan dipahami secara eksplisit pada tahap berikutnya, dan (4) setiap tahapmempunyai kosakata sendiri-sendiri. Crowley (1987) menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut (1) berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai urutannya, (2) kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia, (3) intrinsik dan ekstrinsik, yakni objek yang masih kurang jelas akanmenjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya, (4) kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri, (5) mismatch, yaknijika seorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahapyang berbeda. Secara khusus yakni guru, bahan pembelajaran, isi, kosakata danlainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap berpikir siswa. 2.3 Tinjauan Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak Pengertian Gaya Berpikir Menurut Anonim (1992) yang dimaksud dengan gaya adalah sistem atau cara yang berulang-ulang. Pikir adalah ingatan atau pertimbangan, sedangkan berpikir

7 16 adalah mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu. Maka dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya berpikir adalah suatu cara kerja otak dalam menerima, menyimpan, mengolah, mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Dari segi memandang sesuatu dan bagaimana ia melakukan pengaturan informasi, ada orang yang cenderung memandang sesuatu secara abstrak, dan ada pula yang konkret. Sedangkan dari aspek pengaturan informasi, manusia mengolahnya secara sekuensial (teratur/urut) dan acak (random). Lebih lanjut Gregorc (dalam Deporter 2011: 128) membagi gaya berpikir ke dalam empat gaya berpikir yang berbeda, yaitu : Sekuensial Kongkret (SK), Acak Kongkret (AK), Acak Abstrak (AA), dan Sekuensial Abstrak (SA). 1. Gaya Berpikir Sekuensial Konkret (SK) Pemikir sekuensial konkret berpegang pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang teratur, urut, dan sekuensial. Bagi para SK, realitas terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indra fisik mereka, yaitu indra penglihatan, peraba, pendengaran, perasa, dan penciuman. Mereka memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi, rumus-rumus, dan aturan-aturan khusus dengan mudah. Catatan atau makalah adalah cara baik bagi orang-orang ini untuk belajar. Pemikir SK harus mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap dan berusaha keras untuk mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap. Mereka menyukai pengarahan dan prosedur khusus. 2. Gaya Berpikir Acak Konkret (AK) Pemikir acak konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan prilaku yang kurang terstruktur. Seperti pemikir sekuensial konkret, mereka

8 17 berdasarkan pada kenyataan, tetapi ingin melakukan pendekatan coba-salah (trial and error). Karenanya, mereka sering melakukan lompatan intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif yang sebenarnya. Mereka mempunyai dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri. Waktu bukanlah prioritas bagi orang-orang AK dan mereka cenderung tidak memedulikannya, terutama jika sedang terlibat dalam situasi yang menarik. Mereka lebih terorientasi pada proses daripada hasil. 3. Gaya Berpikir Acak Abstrak (AA) Dunia nyata untk pelajar acak abstrak adalah dunia perasaan dan emosi. Mereka tertarik pada nuansa, dan sebagian lagi cenderung pada mistisme. Pikiran AA menyerap ide-ide, informasi, dan kesan, dan mengaturnya dengan refleksi. (Kadangkadang hal ini memakan waktu lama hingga orang lain tidak menyangka bahwa orang AA mempunyai reaksi atau pendapat). Mereka mengingat dengan sangat baik jika informasi dipersonifikasi. Perasaan juga dapat lebih meningkatkan atau mempengaruhi belajar mereka. Mereka merasa dibatasi ketika berada di lingkungan yang sangat teratur. Pemikir AA mengalami peristiwa secara holistik, mereka perlu melihat keseluruhan gambar secara sekaligus bukan bertahap. Dengan alasan inilah mereka akan terbantu jika mengetahui bagaimana segala sesuatu terhubung dengan keseluruhannya sebelum masuk ke dalam detail. 4. Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak (SA) Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak. Mereka suka berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi.

9 18 Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur rapi. Adalah mudah bagi mereka untuk meneropong hal-hal penting, seperti titik-titik kunci dan detail-detail penting. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual. Aktifitas favorit pemikir sekuensial abstrak adalah membaca, dan jika suatu proyek diteliti, mereka akan melakukannya dengan mendalam. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab dibalik akibat dan memahami teori serta konsep. Biasanya, mereka lebih suka bekerja sendiri daripada berkelompok. Jadi keempat gaya berpikir yang telah dijelaskan di atas sangat bermanfaat bagi siswa karena gaya berpikir ini menerapkan hal yang dianggap sebagai aktifitas belahan kiri maupun kanan, yang memuat belajar lebih mudah dan bermanfaat Pengertian Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak Tobias (dalam Deporter, 2011:75) menjelaskan bahwa ada empat gaya atau cara belajar anak. Dia mendasarkan pokok pikirannya itu dari hasil riset Dr.Anthony F.Gregorc. Model yang dikembangkannya memberikan wawasan yang sangat berharga mengenai bagaimana pikiran kita menerima dan menggunakan informasi diantaranya sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Salah satu gaya berpikir seseorang adalah gaya berpikir sekuensial abstrak. Seseorang dengan gaya berpikir sekuensial abstrak memiliki kemampuan dalam menganalisis yang sangat baik. Anak ini cenderung kritis dan suka membaca karena dia memilki imajinasi yang kuat. Biasanya ia bersifat pendiam dan menyendiri karena sibuk berpikir dan menganalisa. Menurut Gregorc (dalam Deporter, 2011:134) realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori. Mereka suka berpikir dalam konsep dan selalu

10 19 menganalisis informasi yang diterimanya. Mereka sangat menghargai orang dan peristiwa yang teratur rapi. Proses berpikir mereka cenderung logis, rasional, dan intelektual. Aktivitas favorit pemikir sekunsial abstrak adalah membaca dan jika diberi suatu masalah yang perlu diteliti maka mereka akan melakukan dan menganalisisnya. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab dibalik akibat dan cenderung menggunakan teori dan konsep dalam menyelesaikan masalah. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rober (dalam Deporter, 2011:135) bahwa pemikir sekuensial abstrak berpikir rasional dan kritis. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasardasar pengetahuan dalam menjawab pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan serta kekurangan sehingga diperoleh pemahaman dalam menyelesaikan masalah. Albrecht (dalam Deporter, 2011:136) mengemukakan bahwa aktivitas favorit pemikir sekuensial abstrak adalah membaca, menulis dengan bebas, menggunakan istilah-istilah abstrak, senang akan matematika, serta konsep dan teori. Selanjutnya Muhibbin (dalam Rahayu, 2011:25) juga mengemukakan pendapatnya bahwa pemikir sekuensial abstrak dalam mengolah informasi cenderung menggunakan peranan akal yang kuat (logika) disamping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Menurutnya pemikir sekuensial abtrak ini cocok dalam belajar matematika, kimia, kosmologi, astronomi, dan yang sejenisnya. Dryden dan Jeannette (dalam Rahayu, 2011:26) menyatakan bahwa pemikir sekuensial abstrak memiliki

11 20 ciri-ciri : analitis, kritis, suka mencipta, personal, sistematis, penuh perasaan, logis, dan suka membaca.. Instrumen yang digunakan dalam menentukan gaya berpikir siswa adalah dengan sebuah tes untuk membantu siswa mengenali cara berpikir yang mereka miliki, yang dirancang oleh Jhon Parks Le Telleir yang disebut dengan tes olah informasi (dalam Deporter, 2011:124). Tes olah informasi ini disusun berdasarkan karakter dari setiap gaya berpikir yang dikemukakan oleh Gregorc (dalam Deporter, 2011:138), berikut adalah karakter dari seseorang gaya berpikir sekuensial abstrak : 1. Biasanya merupakan pemikir yang cerdas dan punya ide-ide yang brilian. 2. Orang ini senang mengetahui dan berpikir tentang apa yang tidak dipikirkan orang lain. 3. Senang membaca membuatnya senang untuk berdiskusi, bahkan berdebat dengan orang lain. Saking senangnya berpikir, kadang mereka lupa bahwa orang disekitarnya sama sekali tidak paham dengan ide-idenya yang terlalu tinggi. 4. Lebih menyukai belajar secara individu daripada berkelompok. 5. Mereka sering disebut konseptor ulung dan jago menganalisis informasi. 6. Mengumpulkan banyak informasi sebelum membuat sebuah keputusan. 7. Menganalisis ide-ide. 8. Melakukan penelitian. 9. Menyediakan ide-ide logis yang beurutan. 10. Menggunakan bukti-bukti untuk membuktikan atau menyangkal teori-teori.

12 Memberikan bukti-bukti yang diperlukan untuk diselesaikan. 12. Menggunakan contoh yang tepat, sebagai hasil dari penelitian yang akurat. 13. Belajar lebih dengan mengamati darpada melakukannya. 14. Lebih menerima alasan yang dapat diterima secara logika 15. Bekerja dengan tenang untuk membahas suatu persoalan secara menyeluruh. Beberapahal yang sulitdilakukanolehpemikir sekuensial abstrak adalah: 1. Dituntut untuk bekerja dalam hal sudut pandang yang berbeda 2. Memiliki waktu yang terlalu sedikit dalam menyelesaikan suatu persoalan 3. Mengulangi tugas yang sama berulang-ulang kali 4. Banyak aturan-aturan yang spesifik dan peraturan-peraturan yang lainnya 5. Mengekspresikan emosi mereka 6. Menjadi diplomatik ketika meyakinkan orang lain 7. Tidak menguasai suatu percakapan Dari semua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa orang atau individu yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam aktivitas berpikirnya cenderung menggunakan peranan konsep yang logis, dan dalam mengolah informasi cenderung menggunakan peranan akal yang kuat (logika). Dalam menyelesaikan soal seseorang harus mampu menganalisis permasalahan yang ada, kemudian menyesuaikannya dengan informasi yang pernah diberikan selama pembelajaran. Menurut Muhibbin (dalam Rahayu, 2011:25) pemikir sekuensial abtrak ini cocok dalam belajar matematika, kimia, kosmologi, dan astronomi. Sehingga dapat dikatakan siswa dengan gaya berpikir sekuensial abstrak berpotensi dalam menyelesaikan soal matematika, khususnya untuk soal-soal geometri.

13 Penyelesaian Soal Matematika Salah satu kegiatan dalam belajar matematika adalah menyelesaiakan soal matematiika. Hal ini menjadi ciri khas bahwa orang yang belajar matematika harus banyak melakukan latihan dan mengerjakan soal-soal. Adapun tujuannya adalah untuk memperdalam penguasaan konsep-konsep matematika sekaligus latihan menerapkannya dalam menyelesaikan berbagai masalah. Soal matematika merupakan salah satu alat untuk penilaian hasil belajar matematika. Bentuk soal matematika yang dijadikan alat penilaian dapat berupa soal pilihan ganda maupun soal uraian. Dari berbagai bentuk soal tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan serta mempunyai bentuk dan macam tes lainnya. Soal uraian menuntut peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Hal yang paling sulit dalam penulisan bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskoran karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada subyektifitas penskorannya. Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, uraian obyektif dan uraian non obyektif. Bentuk uraian obyektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpun jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara obyektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomi (benar-salah atau 1-0). Bentuk uraian non obyektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpun jawaban dengan

14 23 pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar dilakukan secara obyektif. Soal sebagai perantara dapat dilihat dari segi pedagogik yaitu soal sebagai perantara untuk menuju satu atau beberapa sasaran. Dan salah satu sasaran adalah agar siswa dapat menerapkan ide-ide matematis dalam situasi-situasi yang belum pernah dialami. Dan sasaran lain adalah agar siswa mengerti kegunaan konsepkonsep maupun teknik yang dipelajari. Perlu diingat bahwa mengingat jawaban soal bukanlah hal yang utama melainkan mengingat bahwa soal semacam itu dapat diselesaikan dengan teknik tertentu adalah hal yang utama. Sedangkan soal sebagai aktivitas adalah suatu situasi dimana siswa dibangkitkan minatnya untuk mencapai tujuan tetapi siswa belum mempunyai pola dan teknik dalam menyelesaikan soal matematika. Selain itu soal dapat mengandung arti yang sangat subjektif yaitu tergantung dari bagaimana siswa menanggapi situasi saat siswa menghadapi soal matematika. Oleh karenanya masalah yang diberikan guru dapat menjadi soal bagi satu siswa tetapi bukan soal bagi siswa yang lainnya tergantung situasi siswa. Pengertian penyelesaian soal matematika adalah suatu proses pencarian jawaban (solusi) atas soal matematika yang diberikan dengan menggunakan pengetahuan yang ada. Penyelesaian soal matematika dapat dilakukan dengan membentuk siswa agar mampu memahami soal, tertarik untuk menyelesaikan soal, mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk merumuskan strategi penyelesaian soal, dan melaksanakan strategi tersebut.

15 Indikator Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele dalam Menyelesaikan Soal Matematika Menurut teori Van Hiele (dalam Walle, 2011) seseorang akan melalui limaindikator tingkat perkembangan berpikir dalam belajar geometri, yaitu : (1) Tingkat 0 (visualisasi); (2) Tingkat 1 (analisis); (3) Tingkat 2 (deduksi informal); (4) Tingkat 3 (deduksi formal). Maka berdasarkan hal tersebut, peneliti menyusun indikator tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele dalam menyelesaikan soal matematika disajikan pada tabel berikut : Tabel 2.1 : Indikator Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele dalam Menyelesaikan Soal Matematika Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele Deskriptor Suka berpikir dalam konsep dan mampu menganalisis dengan baik Tingkat 0 ( Visualisasi) Siswa dapat mengenali berbagai bentuk segiempat berdasarkan gambar yang diberikan Tingkat 1 ( Analisis ) Siswa dapat menjelaskan sifatsifat persegi panjang dan persegi berdasarkan gambar yang diamatinya Tingkat 2 ( Deduksi Informal ) 1. Siswa dapat memberikan penjelasan secara informal berdasarkan pengamatannya dalam mencari panjang sisi yang belum diketahui pada gambar

16 Siswa dapat menghitung luas dan keliling persegi panjang dan persegi Tingkat 3 ( Deduksi Formal ) Siswa dapat membuktikan suatu pernyataan dan memberikan penjelasan secara formal 2.6 Keterkaitan Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele dengan Siswa Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak Menurut teori Van Hiele pada tahun 1950-an, siswa akan melalui lima tingkat berpikir dalam mempelajari dan memahami geometri, yaitu tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal), tingkat 3 (deduksi)dan tingkat 4 (rigor).beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada sekolah menengah awal (SMP) baru sampai pada tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis) dan tingkat 2 (deduksi informal) teori Van Hiele. Penelitian yang dilakukan Burger dan Saughnessy (1986) menyatakan bahwa tingkat berpikir siswa SMP dalam belajar geometri tertinggi pada tingkat 2 (deduksi informal) dan sebagian besar pada tingkat 0 (visualisasi). Meskipun beberapa penelitian sebelumnya menunjukan tingkat berpikir siswa SMP dalam memahami pelajaran geometri dari tingkat 0, tingkat 1 sampai tingkat 2, tetapi pada penelitian ini peneliti tertarik melakukan analisis tingkat berpikir siswa SMP dari tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2 sampai pada tingkat 3. Dengan melalui setiap tingkat berpikir geometri

17 26 menurut Van Hiele, siswa dapat secara spesifik mengidentifikasi sifat-sifat bentuk geometri dan menemukan sendiri konsep-konsep yang ada. Menurut Gregorc (dalam Deporter, 2011:134) realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori. Mereka suka berpikir dalam konsep dan selalu menganalisis informasi yang diterimanya. Proses berpikir mereka cenderung logis, rasional, dan intelektual. Dari pembahasan tentang tingkat berpikir menurut teori Van Hiele dan ciriciri dari siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak berpotensi mampu melalui setiap tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele dari tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal) sampai tingkat 3 (deduksi formal). 2.7 Tinjauan Materi Persegi Panjang dan Persegi 1. Persegi Panjang D C A B a. Sifat-sifat Persegi panjang 1) Mempunyai empat sisi, dengan sepasang sisi yang berhadapan samapanjang dan sejajar. 2) Keempat sudutnya sama besar dan merupakan sudut siku-siku. 3) Kedua diagonalnya sama panjang dan berpotongan membagi dua sama besar.

18 27 4) Mempunyai 2 simetri lipat dan 2 simetri putar Jadi persegi panjang adalah segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. b. Menentukan Keliling dan Luas Persegi panjang N M K L Gambar diatas menunjukkan persegi panjang KLMN dengan sisi-sisinya KL, LM, MN, dan KN. Keliling suatu bangun datar adalah jumlah semua panjang sisinya. Tampak bahwapanjang KL = MN = 5 satuan panjang dan panjang LM = KN= 3 satuan panjang. Keliling KLMN = KL + LM + MN + NK = ( ) satuan panjang = 16 satuan panjang Selanjutnya garis KL disebut panjang ( p ) dan KN disebut lebar ( l ). Secara umum dapat disimpulkan bahwa keliling persegi panjang denganpanjang p dan lebar l adalah :K = 2 ( p + l ) atau K = 2p + 2l Luas persegi panjang adalah luas daerah yang dibatasi oleh sisi-sisinya.

19 28 Luas persegi panjang KLMN = KL x LM = ( 5 x 3 ) satuan luas = 15 satuan Jadi, luas persegi panjang dengan panjang p dam lebar l adalah :L = p x l 2. Persegi D C A B Persegi ABCD. Jika diamati akan memperoleh ; 1. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC= CD = AD 2. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu ABC = BCD = CDA = DAB = 90 o a. Sifat-sifat Persegi 1) Semua sisi persegi adalah sama panjang. 2) Sudut-sudut suatu persegi sama besar yaitu 90 O dan setiap sudut dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya. 3) Diagonal-diagonal persegi saling berpotongan sama panjang membentuksudut siku- siku. 4) Mempunyai 4 simetri lipat dan 4 simetri putar Jadi pengertian persegi adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya sama besar, yaitu 90 0.

20 29 b. Menentukan Keliling dan Luas Persegi N M K L Pada gambar bangun persegi KLMN dengan panjang sisi = KL = 4 satuan Keliling KLMN = KL + LM + MN + NK = ( ) satuan panjang = 16 satuan panjang Selanjutnya, panjang KL = LM = MN = NK disebut sisi ( s ). Jadi, secara umum keliling persegi dengan panjang sisi s adalah : K = 4 s Luas persegi KLMN = KL x LM = ( 4 x 4 ) satuan luas = 16 satuan luas Jadi, luas persegi dengan panjang sisi s adalah : L = s x s 2.8 Kerangka Berpikir Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli, menurut Santori dan Aan (2010:82-83) mengelaborasikan tahap-tahap penelitian kualitatif meliputi langkahlangkah yaitu memilih topik kajian, instrumen, pelaksanaan penelitian, pengolahan data dan hasil penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini secara garis besar kerangka berpikir mengikuti alur seperti diagram berikut :

21 30 Melakukan tes gaya berpikir untuk menemukan subjek penelitian Siswa gaya berpikir sekuensial abstrak Mengingatkan siswa tentang materi persegi panjang dan persegi Menyelesaikan soal tes tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele materi bangun datar segi empat persegi panjang dan persegi Menyelesaikan Soal Matematika Indikator Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele Tingkat 0 (visualisasi) Tingkat 1 (analisis) Tingkat 2 (deduksi informal) Tingkat 3 (deduksi formal) Analisis tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele pada siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam menyelesaikan soal bangun datara segi empat persegi panjang dan persegi Deskripsi tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele pada siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam menyelesaikan soal bangun datara segi empat persegi Kesimpulan Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir Ket : : Kegiatan : Hasil : Urutan

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele Posted by abdussakir on May 5, 2009 A. Teori Berpikir van Hiele Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan dan harus dikuasai oleh semua orang, baik dalam bidang pendidikan formal maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Tahap-tahap Berpikir van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami-istri bangsa Belanda yang mengabdi sebagai guru matematika di negaranya. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah adalah Geometri. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis Menurut Jones & Knuth (Mustangin, 2015) representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan deskripsi dan analisis data pada bab IV, dapat diperoleh informasi tentang penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir model Gregorc dalam melakukan pembuktian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Deporter dan Hernacki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Matematika Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:723) adalah Ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat dan kemajuan bangsa. Manusia yang selalu diiringi pendidikan, kehidupannya akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele 1 Wahyudi, 2 Sutra Asoka Dewi 1 yudhisalatiga@gmail.com 2 sutrasoka@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Kisi kisi Soal Tes. Bentuk Nomor. Uraian 1

Kisi kisi Soal Tes. Bentuk Nomor. Uraian 1 44 Lampiran 1 : Kisi-kisi So_al Tes Kisi kisi Soal Tes No Materi Uraian Materi 1 Bangun Segi datar empat adalah bangu n datar yang dibatas i oleh empat sisi Indikator Soal Siswa dapat mengenal jenis jenis

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF Firdha Razak 1, Ahmad Budi Sutrisno 2, A.Zam Immawan

Lebih terperinci

BELAJAR VAN HIELE. Oleh: Andi Ika Prasasti Abrar Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

BELAJAR VAN HIELE. Oleh: Andi Ika Prasasti Abrar Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo BELAJAR VAN HIELE Oleh: Andi Ika Prasasti Abrar Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo Abstrak: Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Pierre Van Hiele,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE JURNAL Disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA

ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA Diyan Patimah 1), Murni 1) 1) Pendidikan Fisika STKIP Surya diyanpatimah@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN VIII. :Persegi Panjang. Nama :

LAMPIRAN VIII. :Persegi Panjang. Nama : 194 LAMPIRAN VIII Materi :Persegi Panjang Nama : Kelas : Hari /Tgl : Standar Kompetensi: Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya Kompetensi Dasar : 1. Mengidentifikasi pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hampir semua orang dikenai pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana Kemampuan mengenal bentuk bangun datar sederhana adalah suatu kemampuan yang

Lebih terperinci

SILABUS PEMELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi. Menjelaskan jenisjenis. berdasarkan sisisisinya. berdasarkan besar sudutnya

SILABUS PEMELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi. Menjelaskan jenisjenis. berdasarkan sisisisinya. berdasarkan besar sudutnya 42 43 SILABUS PEMELAJARAN Sekolah :... Kelas : VII (Tujuh) Mata Pelajaran : Matematika Semester : II (dua) GEOMETRI Standar Kompetensi : 6. Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Geometri Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya.dari sudut pandang

Lebih terperinci

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika Farida Nurhasanah 2012 SI SD kelas I smt 1 Geometri dan Pengukuran 2. Menggunakan pengukuran waktu dan panjang 3. Mengenal beberapa bangun ruang 2.1 Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini proses pembelajaran matematika di setiap tingkat pendidikan hanya terbatas pada peningkatan kemampuan kognitif saja. Padahal ciri khusus matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengolahan dan Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Coba Instrumen a. Tes Prestasi Belajar Tes terdiri dari 40 soal berbentuk pilihan ganda dengan 4 alternatif pilihan jawaban yaitu

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR VAN HIELE

TEORI BELAJAR VAN HIELE TEORI BELAJAR VAN HIELE A. Pendahuluan Banyak teori belajar yang berkembang yang dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Dari berbagai teori tersebut, jarang yang membahas tentang pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN KONSEPTUAL DAN KELANCARAN PROSEDURAL MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PERSEGI PANJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB II HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN KONSEPTUAL DAN KELANCARAN PROSEDURAL MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PERSEGI PANJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA BAB II HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN KONSEPTUAL DAN KELANCARAN PROSEDURAL MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PERSEGI PANJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Dalam kajian teori yang tersaji melalui hubungan antara pemahaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D) dengan menggunakan model pengembangan ADDIE yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses melahirkan ide untuk menyelesaikan suatu persoalaan dengan cara berpikir disebut dengan proses berpikir. Proses berpikir melibatkan kerja otak yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segitiga. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), Elly Susanti. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Segitiga. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), Elly Susanti. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu elemen yang sangat penting dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang berkarakter. Proses pendidikan yang baik akan mempengaruhi pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik informasi yang berupa ilmu pengetahuan umum, teknologi, maupun yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang terdapat dalam KTSP 2007 tingkat pendidikan dasar adalah mengembangkan logika, kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Analisis Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2007) adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013 tentang standart lulusan dalam Dimensi Pengetahuan menyebutkan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan faktual,

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER Isnaeni Maryam Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo E-mail: ice_ajah17@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Wayan Memes (2000), mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa bergantung pada kualitas pendidikan yang dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber daya manusia) sebagai

Lebih terperinci

Dengan makalah ini diharapkan para siswa dapat mengetahui tentang sudut, macam-macam sudut, bangun datar dan sifat-sifat bangun datar.

Dengan makalah ini diharapkan para siswa dapat mengetahui tentang sudut, macam-macam sudut, bangun datar dan sifat-sifat bangun datar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi setiap tingkatan kelas di sekolah dasar, pembelajaran geometri dapat dikategorikan kepada materi yang cukup sukar serta memerlukan pemahaman yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan landasan dan kerangka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat seseorang harus menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam belajar. Gaya kognitif diartikan oleh Keefe (1987:7) merupakan bagian dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam belajar. Gaya kognitif diartikan oleh Keefe (1987:7) merupakan bagian dari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Gaya Kognitif Field Independent 2.1.1 Pengertian Gaya Kognitif Witkin mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan kekhasan siswa dalam belajar. Gaya kognitif diartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi.

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi. BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Sedangkan berpikir adalah

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya manusia sangat diperlukan Indonesia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi kebutuhan akan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERSEGI PANJANG

BAB II PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERSEGI PANJANG BAB II PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERSEGI PANJANG A. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir diasumsikan secara umum sebagai proses kognitif, yaitu suatu aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Analisis Analisis merupakan suatu tahapan yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2011). Analisis adalah proses mencari dan menyusun

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Surat Ijin Uji Coba Instrumen

LAMPIRAN 1. Surat Ijin Uji Coba Instrumen LAMPIRAN 1 Surat Ijin Uji Coba Instrumen LAMPIRAN 2 Surat Ijin Penelitian LAMPIRAN 3 Surat Keterangan Melakukan Uji Coba Instrumen LAMPIRAN 4 Surat Keterangan Melakukan Penelitian LAMPIRAN 5 Instrumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai bagian dari kurikulum, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas dasar pemikiran

Lebih terperinci

SILABUS PEMELAJARAN Sekolah : SMP Negeri 1 Poncol Kelas : VII (Tujuh) Mata Pelajaran : Matematika Semester : II (dua) GEOMETRI

SILABUS PEMELAJARAN Sekolah : SMP Negeri 1 Poncol Kelas : VII (Tujuh) Mata Pelajaran : Matematika Semester : II (dua) GEOMETRI Lampiran 1.1 45 Lampiran 1.2 46 47 Lampiran 2.1 SILABUS PEMELAJARAN Sekolah : SMP Negeri 1 Poncol Kelas : VII (Tujuh) Mata Pelajaran : Matematika Semester : II (dua) GEOMETRI Standar Kompetensi : 6. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diciptakan harus mampu mengembangkan dan mencapai kompetensi setiap matapelajaran sesuai kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Lebih terperinci

SEGITIGA DAN SEGIEMPAT

SEGITIGA DAN SEGIEMPAT SEGITIGA DAN SEGIEMPAT A. Pengertian Segitiga Jika tiga buah titik A, B dan C yang tidak segaris saling di hubungkan,dimana titik A dihubungkan dengan B, titik B dihubungkan dengan titik C, dan titik C

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad, 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Berpikir Kritis Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsurunsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir dapat terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang wajib dipelajari di sekolah. Hal ini dikarenakan matematika memiliki peranan yang sangat penting khususnya dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Analisis Menurut Komaruddin (1979) analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguaikan suatu keseluruhan menjadi komponen-komponen sehingga dapat mengenal hubungannya satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan diupayakan untuk memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri baik fisik maupun nirfisik;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geometri merupakan salah satu bagian dari ilmu matematika yang mempelajari titik, garis, bangun, hubungan antara garis, panjang, luas, volume, dan lain-lain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu definisi ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi Konsep menurut Berg (1991:8) adalah golongan benda, simbol, atau peristiwa tertentu yang digolongkan berdasarkan sifat yang dimiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 140

LAMPIRAN LAMPIRAN 140 LAMPIRAN LAMPIRAN 140 LAMPIRAN A Perangkat Pembelajaran Lampiran A.1 : RPP Kelas Eksperimen 1 (dengan model pembelajaran CORE) Lampiran A.2 : RPP Kelas Eksperimen 2 (dengan model pembelajaran STAD) Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam MAKALAH GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata geometri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran

Lebih terperinci

Kumpulan Soal dan Pembahasan Segi Empat Oleh: Angga Yudhistira

Kumpulan Soal dan Pembahasan Segi Empat Oleh: Angga Yudhistira Kumpulan Soal dan Pembahasan Segi Empat Oleh: Angga Yudhistira http://matematika100.blogspot.com/ Kumpulan Soal dan Pembahasan Matematika SMP dan SMA, Media Pembelajaran,RPP, dan masih banyak lagi Catatan

Lebih terperinci

2015 DESAIN DIDAKTIS SIFAT-SIFAT SEGIEMPAT UNTUK MENCAPAI LEVEL BERPIKIR GEOMETRI PENGELOMPOKKAN PADA SISWA SMP

2015 DESAIN DIDAKTIS SIFAT-SIFAT SEGIEMPAT UNTUK MENCAPAI LEVEL BERPIKIR GEOMETRI PENGELOMPOKKAN PADA SISWA SMP BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Suherman dkk (2001, 8), belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH YANG TERKAIT DENGAN KONSEP DASAR MATEMATIKA

MASALAH-MASALAH YANG TERKAIT DENGAN KONSEP DASAR MATEMATIKA Unit 2 MASALAH-MASALAH YANG TERKAIT DENGAN KONSEP DASAR MATEMATIKA Inawati Budiono Pendahuluan U nit ini membahas tentang masalah-masalah yang terkait dengan konsep-konsep dasar matematika. Masalah yang

Lebih terperinci

datar berdasarkan kemampuan berpikir geometris Van Hiele sebagai berikut:

datar berdasarkan kemampuan berpikir geometris Van Hiele sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis peserta didik kelas VIII-F SMP Negeri 39 Semarang pada materi bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan penyelenggaraan program sarjana bertujuan untuk menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan penguasaan konsep dan menerapkan keahlian tertentu. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan yang sangat pesat. Para ahli psikologi pendidikan. yang telah melalui bermacam penelitiannya. Para ahli pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan yang sangat pesat. Para ahli psikologi pendidikan. yang telah melalui bermacam penelitiannya. Para ahli pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada zaman sekarang mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Para ahli psikologi pendidikan mengemukakan teori-teori pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

Lebih terperinci

DAFTAR NILAI PRETEST DAN POSTTEST KELAS EKSPERIMEN

DAFTAR NILAI PRETEST DAN POSTTEST KELAS EKSPERIMEN 50 DAFTAR NILAI PRETEST DAN POSTTEST KELAS EKSPERIMEN No. Nama Siswa Nilai Pretest Nilai Posttest 1 B1 87 87 2 B2 63 93 3 B3 90 90 4 B4 73 87 5 B5 57 80 6 B6 63 83 7 B7 70 87 8 B8 77 90 9 B9 63 83 10 B10

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE (Pada Siswa Kelas V SD Negeri Pabelan 1 Kartasura Tahun Ajaran 2007/2008) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Pendidikan merupakan wadah kegiatan yang

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Pedagogy Volume 2 Nomor 1 ISSN 2502-3802 DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Zet Petrus 1, Karmila 2, Achmad Riady Program Studi Pendidikan Matematika 1,2,3, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE (Studi Kasus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014) Nur aini

Lebih terperinci

Contoh Soal Kemampuan Matematika Siswa

Contoh Soal Kemampuan Matematika Siswa Contoh Soal Kemampuan Matematika Siswa 1. Problem Solving º Soal Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Materi Pokok Indikator : Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah : Menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

SD kelas 6 - MATEMATIKA BAB 11. BIDANG DATARLatihan Soal 11.1

SD kelas 6 - MATEMATIKA BAB 11. BIDANG DATARLatihan Soal 11.1 SD kelas 6 - MATEMATIKA BAB 11. BIDANG DATARLatihan Soal 11.1 1. Perhatikan gambar di bawah ini! http://primemobile.co.id/assets/uploads/materi/123/1701_5.png Dari bangun datar di atas, maka sifat bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 HAKEKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Koneksi Matematika Siswa Koneksi berasal dari bahasa Inggris yaitu connection yang diartikan hubungan. Pengertian koneksi secara umum adalah suatu hubungan atau keterkaitan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan, karena itu, geometri perlu diajarkan di sekolah. Adapun tujuan pembelajaran geometri,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT PERSEGIPANJANG. Oleh Nialismadya & Nurbaiti, S. Si

SIFAT-SIFAT PERSEGIPANJANG. Oleh Nialismadya & Nurbaiti, S. Si SIFAT-SIFAT PERSEGIPANJANG Oleh Nialismadya & Nurbaiti, S. Si Standar Kompetensi 6. Memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya. Kompetensi Dasar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : Memahami konsep segiempat dan segitiga dan menggunakannya. dalam pemecahan masalah

Standar Kompetensi : Memahami konsep segiempat dan segitiga dan menggunakannya. dalam pemecahan masalah 100 RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN (RPP) RPP-3 Kelas Eksperimen Mata Pelajaran : Matematika Materi Pokok : Keliling dan luas daerah daerah segiempat Sub Materi Pokok : Luas daerah daerah jajar genjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

50 LAMPIRAN NILAI SISWA SOAL INSTRUMEN Nama : Kelas : No : BERILAH TANDA SILANG (X) PADA JAWABAN YANG DIANGGAP BENAR! 1. Persegi adalah.... a. Bangun segiempat yang mempunyai empat sisi dan panjang

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 1 KELOMPOK TTW

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 1 KELOMPOK TTW RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 1 KELOMPOK TTW Nama Sekolah : SMP N Berbah Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : VII/Genap Alokasi Waktu : x 40 menit ( jam pelajaran) Standar Kompetensi :

Lebih terperinci

UNIT TEORI BELAJAR VAN HIELE. Purwoko PENDAHULUAN

UNIT TEORI BELAJAR VAN HIELE. Purwoko PENDAHULUAN UNIT 4 TEORI BELAJAR VAN HIELE Purwoko PENDAHULUAN D alam mata kuliah Kapita Selekta, Anda telah diperkenalkandengan Teori Belajar Van Hiele. Selanjutnya, dalam bahan ajar Anda masih akan diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan

Lebih terperinci