RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK BUTIRAN LAJU VARIABEL SKRIPSI NUGRAHA ADI PRATAMA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK BUTIRAN LAJU VARIABEL SKRIPSI NUGRAHA ADI PRATAMA F"

Transkripsi

1 RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK BUTIRAN LAJU VARIABEL SKRIPSI NUGRAHA ADI PRATAMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 DESIGN OF VARIABLE RATE FERTILIZER APPLICATOR FRAME Nugraha Adi Pratama and Wawan Hermawan Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220 Bogor, West Java, Indonesia. Phone , ABSTRACT Frame for variable rate fertilizer applicator has been developed in order to mount the unit with the transplanter. The purpose of this study is to design and analyze its performance in paddy fields. The design of the frame unit was carried out with Computer Aided Design Software based on data obtained through the formulation and refinement of the idea of design and analysis of strength of material. The main function of the frame is to support hopper unit which has 120 kg weight. Variable rate fertilizer applicator unit consisted of four fertilizer hoppers, each equipped with a variable metering device which powered by a DC electric motor. Once designed, then prototype was built and its performance was tested in the experimental paddy field of the Mechanical and Biosystem Engineering Department, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. The results of functional test and field performance test showed the designed prototype was function properly and was able to support the load generated by four filled hoppers full of fertilizer (120 kg). Average sinkage on an empty hopper was cm, while the average sinkage on filled hopper was cm. The average slip for empty hopper was 16.3% while the average slip for filled hopper was 20.2%. Keywords: fertilizer applicator, frame, design

3 NUGRAHA ADI PRATAMA. F Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel. Di bawah bimbingan Wawan Hermawan RINGKASAN Untuk memudahkan pemberian pupuk pada padi sawah secara baik dan efisien, dibutuhkan suatu alat yang dapat menjatah pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Untuk itu bisa menggunakan teknologi site specific variable rate applicator untuk pupuk yang merupakan bagian dari precission farming. Dalam beberapa tahun terakhir sedang dikembangkan mesin pemupuk laju variable untuk tanaman padi, namun diperlukan unit rangka untuk memasangkan dan menggandengkannya dengan tenaga tariknya yaitu transplanter. Tujuan penelitian ini adalah mendesain rangka utama untuk pemupuk variable rate untuk budidaya padi agar dapat digandengkan dengan transplanter, dan menganalisis kinerjanya di lahan sawah. Rancang bangun rangka unit penebar pupuk dilakukan dengan bantuan Software Computer Aided Design berdasarkan data-data yang diperoleh melalui perumusan dan penyempurnaan ide rancangan dan analisis dari kekuatan bahannya. Fungsi utama dari unit yang dirancang adalah menggandeng unit pemupuk dengan transplanter yang telah dilepas unit penanamnya. Unit pemupuk terdiri dari empat buah hopper pupuk yang masing-masing dilengkapi dengan penjatah pupuk variable tipe rotor yang diputar oleh motor listrik. Setelah dirancang, kemudian dibuat prototipenya dan diuji coba kinerjanya di lahan sawah percobaan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Rangka yang dirancang terdiri dari rangka utama, rangka gantung dan titik gandeng. Rangka utama dibuat dari besi siku dengan ukuran 4 x 4 cm dengan tebal 3 mm. Bagian rangka gantung sebagai penahan hopper pupuk dibuat dari besi plat dengan lebar 3.5 cm dan tebal 2.5 mm. Rangka penggandeng hasil rancangan dibuat dengan ukuran yang sama dengan rangka penggandeng asli dari transplanter Yanmar RR55 dengan penyederhanaan pada beberapa bagian yang tidak digunakan pada unit pemupuk. Hal ini didasari dari hasil perhitungan dari titik berat transplanter dengan panjang titik gandeng 60 cm, beban maksimum yang dapat ditumpu oleh transplanter sebesar kg. Berat masing-masing hopper 3 kg. Masing-masing hopper mampu menampung 30 kg pupuk. Berat rangka utama sebesar12 kg sehingga tiga titik gandeng harus mampu menahan beban minimal 150 kg. Beban tersebut masih jauh dibawah kemampuan tumpu tiga titik gandeng dengan panjang 60 cm. Pengujian kinerja di lahan sawah meliputi pengukuran kedalaman ketenggelaman roda (sinkage) transplanter, kecepatan maju dan slip roda penggerak. Dalam pengujian rangka di sawah, rangka dipasangkan pada transplanter, kemudian empat unit hopper pupuk dipasangkan ke rangka. Pengujian kinerja dilakukan dalam dua kondisi: hopper kosong dan hopper diisi 120 kg pupuk. Pengukuran ketenggelaman roda dilakukan dengan cara mengukur kedalaman bagian paling dasar dari roda dari permukaan lumpur sawah, menggunakan penggaris yang ditempelkan pada salah satu jarijari roda belakang transplanter. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di sawah saat pengoperasian pemupuk, kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak teoritis. Kecepetan maju diukur dengan mengukur waktu tempuh transplanter sejauh 20 m. Hasil pengujian fungsional dan kinerja lapangan menunjukkan prototipe rangka pemupuk hasil rancangan dapat berfungsi dengan baik dan mampu menumpu beban yang dihasilkan oleh empat buah hopper yang terisi pupuk penuh (120 kg). Rata-rata sinkage pada hopper kosong sebesar cm, sedangkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi penuh sebesar cm. Beban yang jauh

4 lebih besar pada saat hopper terisi penuh mengkibatkan roda belakang transplanter lebih tenggelam ke dalam tanah dan menghasilkan traksi yang lebih besar dibandingkan pada saat hopper kosong. Hasil pengujian kinerja prototipe rangka pemupuk hasil rancangan menunjukkan pada saat hopper terisi penuh menunjukkan rata-rata slip untuk hopper kosong sebesar 16.3% sedangkan rata-rata slip untuk hopper terisi penuh sebesar 20.2%.

5 RANCANGBANGUN RANGKA UNIT PENEBAR PUPUK BUTIRAN LAJU VARIABEL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh NUGRAHA ADI PRATAMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel Nama : Nugraha Adi Pratama NRP : F Menyetujui, Pembimbing (Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S.) NIP Mengetahui : Ketua Departemen, (Dr. Ir Desrial, M. Eng) NIP

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Yang membuat pernyataan Nugraha Adi Pratama F

8 Hak cipta milik Nugraha Adi Pratama, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal 2 Juli 1988 dari pasangan Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS dan Ir. Nuraeni sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di SDN Taman Pagelaran Bogor. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Bogor dan lulus dari SMPN 4 Bogor pada tahun 2004, kemudian melanjutkan studi di SMAN 1 Bogor dan lulus pada tahun Setelah kelulusan SMA, penulis diterima di IPB jurusan Teknologi Mesin dan Biosistem melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB). Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler sejak duduk di bangku SMA, antara lain menjadi pengurus dan anggota Kelompok Ilmiah Remaja SMAN 1 Bogor dan aktif sebagai pengurus OSIS. Selama berada di bangku perguruan tinggi, penulis aktif di organisasi, yakni sebagai pengurus HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian) pada tahun Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Praktikum Terpadu Mekanisasi Bahan Teknik pada tahun 2010 dan asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik pada tahun 2010 dan Pada tahun 2010, penulis melakukan praktek lapang di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat dengan judul Aplikasi Mesin Pada Proses Budidaya Tebu dan Produksi Gula di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka. Untuk penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul skripsi Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel di bawah bimbingan Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Rancangbangun Rangka Unit Penebar Pupuk Butiran Laju Variabel dilaksanakan sejak bulan Maret sampai November Dengan telah selesainya penelitian dan tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. sebagai dosen pembimbing utama, atas semua masukan, bimbingan, dan perhatiannya. 2. Muhammad Tahir Sapsal dan Pandu Gunawan atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 3. Teman-teman angkatan 44 dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB yang selalu memberi semangat dan membantu penulis selama melakukan penelitian. 4. Bapak Wana yang telah membantu pelaksanaan penelitian. 5. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, M.S. dan Ir. Nuraeni yang memberikan dorongan moril selama penulis melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian. 6. Andini Widya Astuti yang selalu mendukung penulis dalam melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik mesin pertanian. Bogor, Februari 2012 Nugraha Adi Pratama i

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA PEMUPUKAN TANAMAN PADI PRECISION FARMING SYSTEM APPLICATOR PUPUK TRANSPLANTER SINKAGE SLIP RODA LAHAN SAWAH (TANAH SAWAH) III. METODE PENELITIAN TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ALAT DAN BAHAN PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN PROSEDUR PENGUJIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUKURAN TITIK BERAT UNIT TRANSPLANTER KONSTRUKSI PROTOTIPE HASIL RANCANGAN HASIL UJI FUNGSIONAL KONDISI TANAH HASIL UJI KINERJA ANALISIS KESETIMBANGAN TRANSPLANTER PADA LAHAN MIRING V. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Nilai cone index kritis untuk berbagai tipe traktor... 8 Tabel 2. Peralatan untuk perancangan dan pembuatan konstruksi dan pengujian rangka Tabel 3. Bahan penelitian Tabel 4. Tabel fungsi dari rangka unit penebar pupuk iii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Drop type applicator (Srivastava et al. 1993)... 5 Gambar 2. Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung... 6 Gambar 3. Edge cell vertical rotor device (Srivastava et al. 1993)... 6 Gambar 4. Bagan alir desain rangka penebar pupuk Gambar 5. Skema fungsi rangka unit penebar pupuk Gambar 6. Dimensi dan ukuran hopper (Azis 2011) Gambar 7. Skema penempatan unit di transplanter Gambar 8. Rangka unit penebar pupuk Gambar 9. Skema penentuan titik berat Yanmar RR Gambar 10. Skema penentuan bobot maksimum Gambar 11. Rangka wadah hopper Gambar 12. Momen rangka bawah Gambar 13. Skema momen rangka bawah Gambar 14. Penampang baja siku Gambar 15. Skema petak sawah pengujian Gambar 16. Skema pengukuran tingkat ketenggelaman roda Gambar 17. Contoh pengukuran bobot transplanter Gambar 18. Prototipe rangka pemupuk Gambar 19. Kegiatan pengujian fungsional rangka prototipe Gambar 20. Kondisi lahan pengujian Gambar 21. Grafik hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah Gambar 22. Contoh pengujian kinerja lapangan Gambar 23. Kondisi rangka setelah pengujian Gambar 24. Skema beban yang terjadi pada rangka saat rangka bawah miring Gambar 25. Skema gaya saat transplanter dimiringkan Gambar 26. Skema gaya yang terjadi di roda belakang pada saat transplanter dimiringkan Gambar 27. Skema perhitungan momen transplanter pada bidang miring Gambar 28. Skema gaya transplanter pada bidang datar Gambar 29. Skema gaya transplanter pada bidang miring iv

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Spesifikasi transplanter Lampiran 2. Hasil pengukuran tahanan penetrasi lahan pengujian Lampiran 3. Hasil pengukuran sinkage transplanter pada hopper kosong Lampiran 4. Hasil pengukuran sinkage transplanter pada hopper terisi penuh Lampiran 5. Hasil pengujian kinerja lapang Lampiran 6. Grafik hasil pengujian sinkage Lampiran 7. Grafik hasil pengujian slip Lampiran 8. Gambar teknik rangka penebar pupuk laju variabel Lampiran 9. Saran modifikasi rangka Lampiran 10. Tabel perhitungan sudut kemiringan yang aman untuk transplanter Lampiran 11. Tabel perhitungan sudut kemiringan antar roda transplanter v

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan produktivitas atau rendahnya produksi padi sawah di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan, belum tersedianya rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang didasarkan pada kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan tanaman serta tingginya kehilangan hasil akibat penanganan pascapanen yang tidak efisien. Penggunaan pupuk di tingkat petani terus meningkat seiring dengan meningkatnya luas panen, dosis serta jenis pupuk yang digunakan dalam upaya untuk meningkatkan produksi padi. Sampai saat ini pupuk belum digunakan secara rasional sesuai kebutuhan tanaman serta kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara, sifat-sifat tanah, kualitas air pengairan dan pengelolaannya oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan biaya, juga akan mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah dan pencemaran lingkungan, sedangkan pemberian pupuk yang terlalu sedikit tidak dapat memberikan tingkat produksi yang optimal. Sampai saat ini pemupukan N, P, dan K untuk padi sawah masih bersifat umum yaitu sekitar kg TSP/ha/musim tanam, 100 kg KCl/ha/musim tanam dan 200 kg urea/ha/musim tanam. Penentuan rekomendasi tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan kandungan hara P dan K dalam tanah dan keperluan hara bagi tanaman padi, sehingga kurang efisien. Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang adalah salah satu faktor kunci untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang perlu memperhatikan kadar hara di dalam tanah, jenis dan mutu pupuk, dan keadaan pedo-agroklimat, serta mempertimbangkan unsur hara yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berproduksi optimal. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan jika rekomendasi pemupukan berdasarkan pada hasil uji tanah dan analisis tanaman dengan menggunakan metodologi yang tepat dan teruji. Untuk memudahkan pemberian pupuk pada padi sawah secara efektif dan efisien, dibutuhkan suatu alat yang dapat menjatah pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Dengan menggunakan teknologi site specific variable rate applicator untuk pupuk yang merupakan bagian dari precission farming hal tersebut dapat dilakukan. Unit pemupuk yang dibuat membutuhkan tenaga tarik untuk digunakan di lahan sawah. Untuk menarik unit pemupuk digunakan transplanter. Pemilihan transplanter sebagai tenaga tarik didasarkan pada konstruksi transplanter yang cocok dengan kebutuhan unit penebar pupuk yang dirancang. Unit penebar pupuk yang dirancang akan digunakan di lahan lumpur pada saat tanaman padi berumur 1 bulan, sehingga dibutuhkan ground clearance dan diameter roda yang sesuai dengan tinggi tanaman padi dari mesin penarik. Lebar roda yang ramping dan jarak antar roda pada transplanter cocok untuk melintasi lahan sawah yang telah ditanami padi tanpa roda tranplanter menjejaki dan merusak tanaman padi. Supaya unit pemupuk dapat digunakan dengan transplanter, unit penanam bibit pada transplanter digantikan dengan unit pemupuk. Perlu dilakukan pengujian kinerja dari transplanter yang dipasang unit pemupuk yang meliputi: kekuatan, mobilitas, dan efektifitas di lahan sawah. 1

16 1.2. Tujuan Penelitian a) mendesain rangka utama untuk pemupuk variable rate untuk budidaya padi agar dapat digandengkan dengan transplanter supaya dapat digunakan dengan bagian-bagian alat pemupuk variable rate lainnya yang telah dikembangkan oleh tim peneliti Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, b) menganalisis kinerja prototipe di sawah. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi Keberadaan bahan organik tanah sangat berpengaruh dalam mempertahankan kelestarian dan produktivitas tanah serta kualitas tanah melalui aktivitas mikroba tanah dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah dengan kandungan bahan organik rendah, akan berkurang daya sangganya terhadap segala aktivitas kimia, fisik, dan biologis tanahnya. Menurut Mario et al. (2008) hara N merupakan hara penyusun asam-asam amino, asam-asam nukleat, nukleotida, dan khlorofil. Hara ini mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah anakan), menambah luas daun dan tajuk tanaman, jumlah gabah permalai dan kandungan protein gabah. Dengan demikian, hara N berpengaruh terhadap semua parameter yang berhubungan dengan hasil. Konsentrasi N pada daun sangat erat hubungannya dengan kecepatan proses fotosintesis dan produksi biomass. Pemberian hara N menyebabkan kebutuhan tanaman akan hara lainnya seperti P dan K meningkat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tanaman yang cepat. Unsur N diperlukan selama fase pertumbuhan tanaman, tetapi paling dibutuhkan pada awal sampai pertengahan fase anakan primordia bunga. Persediaan N yang cukup pada fase generatif diperlukan untuk memperlambat penuaan daun, mempertahankan fotosintesis selama pengisian gabah dan peningkatan protein gabah. Kekurangan hara N pada tanaman padi paling mudah diketahui di lapang. Tanaman nampak kekuning-kuningan, pertumbuhan kerdil, tanaman kurus dan anakan sedikit. Sebagian daun tua, kadang-kadang seluruhnya, berwarna hijau pucat, dan terjadi klorosis di ujungnya. Pada tanaman yang mengalami kahat N yang parah, daun-daun mengering dan tanaman akhirnya mati. Kecuali daun muda yang lebih hijau, daun lainnya lebih sempit, pendek, kaku dan berwarna hijau kekuningan. Kekurangan hara N sering terjadi pada fase krisis, yaitu fase anakan dan primordia, saat tanaman membutuhkan banyak N. Hara K dalam tanaman sangat mobile dan mempunyai fungsi esensial dalam pengaturan tekanan osmosis sel, aktivitas enzim, ph sel, keseimbangan kation-anion, pengaturan transpirasi pada stomata dan transpirasi asimilat hasil fotosintesis. Unsur K sebagai penguat dinding sel terlibat dalam lignifikasi sklerenkim-jaringan dengan sel-sel berdinding tebal. Kahat K menyebabkan terakumulasinya gula sederhana (gula labil dengan berat molekul rendah), asam amino dan amina yang merupakan sumber makanan yang cocok bagi patogen penyakit daun. Hara K berfungsi menambah luas daun dan kandungan klorofil daun dan memperlambat penuaan daun, sehingga dapat meningkatkan fotosintesis kanopi dan pertumbuhan tanaman. Peranan K bagi tanaman antara lain adalah memperbaiki daya toleransi terhadap kondisi iklim yang kurang menguntungkan, kerebahan, ketahanan terhadap hama dan penyakit. Peningkatan hasil karena pemupukan K baru terlihat jelas bila unsur lainnya seperti N dan P sudah mencukupi bagi tanaman (Mario et al. 2008).. Menurut Mario et al. (2008) hara P merupakan penyusun esensial dari Adenosine Trifosfat (ATP), nukleotida, asam-asam nukleat dan fosfolipid. Fungsi utama hara ini adalah menyimpan dan memindahkan energi yang mengintegrasikan membran. Hara P yang banyak diserap pada awal pertumbuhan tanaman dapat dipindah-ulangkan dikemudian hari. Hara P diperlukan tanaman sejak awal pertumbuhan dan bersifat sangat mobile dalam jaringan tanaman. Hara ini berfungsi dalam menunjang pertumbuhan akar, anakan, pembungaan, dan pemasakan biji terutama bila temperatur udara rendah. Pupuk P sebaiknya sudah diberikan sebelum tanaman menunjukkan gejala kekurangan 3

18 hara P. Penambahan P sangat dibutuhkan bila perakaran belum tumbuh dengan baik dan suplai P secara alami tidak mencukupi. Rauf et al. (2000) menyatakan waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman dan jenis pupuk yang akan menjamin untuk optimalnya penyerapan unsur pupuk tersebut oleh tanaman. Pemberian pupuk TSP / SP-36 umumnya diberikan bersamaan tanam, sedangkan Urea diberikan dua kali yaitu ½ dosis saat tanam (satu minggu setelah tanam) ½ dosis 35 hari setelah tanam (saat tanaman aktif). Untuk menjamin efektifnya penyerapan unsur hara dari pupuk KCL, maka pemberiannya disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman padi yaitu 1/3 dosis 1 minggu setelah tanam, 1/3 dosis 35 hari setelah tanam (saat anakan aktif) dan 1/3 dosis 55 hari setelah tanam saat primordia). Penggunaan pupuk dengan kombinasi Urea 200 Kg/ha, SP kg/ha dan KCL 150/ha dapat meningkatkan hasil padi 6,66 ton/ha, dengan efesiensi fisik cukup tinggi yaitu 10,8 kg gabah kering/kg Precision Farming System Di beberapa negara berkembang, sistem pertanian presisi (PFS) telah muncul sejak awal 1990-an dalam berbagai bentuk, tergantung pada pengetahuan dan teknologi yang tersedia pada Negara tersebut (Tran dan Nguyen 2004). PFS diimplementasikan dalam kombinasi dengan teknologi informasi dan mekanisasi pertanian. Teknologi informasi dan elektonik yang digunakan untuk mengumpulkan, memproses dan menganalisa multi-sumber data untuk pengambilan keputusan. Penurunan harga pertanian produk dalam beberapa tahun terakhir, ditambah dengan peningkatan biaya produksi, telah menyebabkan penerapan PFS disukai di banyak negara maju. PFS didasarkan pada pengetahuan terhadap ruang dan waktu keberagaman dalam produksi tanaman. Variabilitas dicatat dalam manajemen pertanian dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mengurangi risiko lingkungan. Sistem pertanian presisi in field, juga disebut sebagai pengelolaan tanaman spesifik lokasi (SSCM). Dalam sebuah studi PFS di negara maju, Segarra (2002) dalam Tran dan Nguyen (2004) menyoroti keuntungan dengan menerapkan FPS untuk petani, yaitu secara keseluruhan hasil meningkat, peningkatan efisiensi, mengurangi biaya produksi, peningkatan pengambilan keputusan dalam pengelolaan pertanian, mengurangi dampak lingkungan. Pemilihan tanaman yang tepat varietas, penerapan yang tepat jenis dan dosis pupuk, pestisida dan herbisida, dan irigasi sesuai kebutuhan tanaman optimal untuk pertumbuhan. Hal ini menyebabkan hasil pertanian meningkat. Dalam pertanian konvensional, petani masih cenderung melakukan praktek yang sama untuk tanaman di seluruh lahan mereka. Perlakuan terhadap varietas tanaman, penyiapan lahan, pupuk, pestisida dan herbisida diterapkan secara seragam. Hal ini menyebabkan pertumbuhan optimum dari tanaman tidak tercapai dan juga tidak efisiennya penggunaan input dan tenaga kerja. Ketersediaan teknologi informasi sejak 1980-an memberikan petani alat-alat baru dan pendekatan untuk mengkarakterisasi sifat dan banyaknya variasi di lapangan, memungkinkan mereka untuk mengembangkan strategi pengelolaan yang paling tepat untuk spesifik lokasi dan juga meningkatkan efisiensi input. Selain mekanisasi, alat-alat lain dan peralatan digunakan dalam PFS di negara maju. GPS adalah sistem navigasi berdasarkan jaringan satelit yang membantu pengguna untuk merekam informasi posisi (lintang, bujur dan ketinggian) dengan akurasi antara 100 hingga 0.01 m (Lang, 1992). GPS memungkinkan petani untuk mencari posisi yang tepat fitur lapangan, seperti jenis tanah, terjadinya hama, invasi gulma, lubang air, batas dan penghalang. Di banyak negara maju, GPS umumnya digunakan sebagai navigator untuk memandu driver ke lokasi tertentu. GPS memberikan panduan yang tepat. Sistem ini memungkinkan petani untuk mengidentifikasi lokasi lapangan 4

19 sehingga input (bibit, pupuk, pestisida, herbisida dan air irigasi) dapat diterapkan ke lapangan, berdasarkan kriteria kinerja dan input aplikasi sebelumnya (Tran dan Nguyen 2004). Penggunaan GIS dimulai pada Sistem ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan prosedur yang dirancang untuk mendukung penyusunan, penyimpanan, pengambilan dan analisis dari fitur atribut dan data lokasi untuk menghasilkan peta. GIS menghubungkan informasi di satu tempat sehingga dapat diekstrapolasi bila diperlukan. Komputerisasi peta pada GIS berbeda dari peta konvensional dan mengandung berbagai lapisan informasi (misalnya, peta survei tanah, curah hujan, tanaman, hara tanah tingkat dan hama). GIS membantu mengkonversi informasi digital ke bentuk yang dapat dikenali dan digunakan. Gambar digital dianalisis untuk menghasilkan informasi peta penggunaan lahan dan vegetasi. GIS semacam peta terkomputerisasi, namun peran sebenarnya adalah menggunakan statistik dan metode spasial untuk menganalisis karakter dan geografi. Database GIS pertanian dapat memberikan informasi tentang: topografi, jenis tanah, drainase permukaan, drainase bawah tanah, uji tanah, irigasi, tingkat aplikasi kimia dan hasil tanaman. Setelah dianalisis, informasi ini digunakan untuk memahami hubungan antara berbagai elemen yang mempengaruhi tanaman di situs tertentu (Trimble, 2005) diacu dalam (Tran dan Nguyen 2004). Batte dan VanBuren (1999) diacu dalam Tran dan Nguyen (2004) menyatakan Variablerate technology (VRT) yang otomatis dapat diterapkan untuk operasi pertanian yang luas. VRT system mengatur nilai pengiriman input pertanian tergantung pada jenis tanah dicatat dalam peta tanah. Informasi diekstrapolasi dari GIS dapat mengendalikan proses, seperti pembibitan, pupuk dan pestisida aplikasi, dan pemilihan herbisida dan aplikasinya pada tempat dan saat yang tepat Applicator pupuk Applicator pupuk untuk bahan kimia tepung terdiri dari tiga macam jenis yaitu drop type (gravity), rotary (centrifugal), dan air spreader (pneumatik). Mesin pemupuk drop type dapat digunakan untuk broadcast application maupun banded application. Gambar drop type applicator dapat dilihat pada gambar 1. Applicator jenis ini biasanya terdiri dari beberapa hopper kecil. Bahan kimia dijatah dan dijatuhkan melalui selang dan disebarkan dengan diffuser. Beberapa applicator jenis ini dilengkapi dengan pembuka alur untuk menempatkan bahan kimia di dalam tanah. Gambar 1. Drop type applicator (Srivastava et al. 1993) 5

20 Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung ditunjukkan pada Gambar 2. Fungsi utama dari applicator pupuk adalah metering (penjatah), distribution (penyalur), dan placament (penempatan). Gambar 2. Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung Salah satu bentuk dari metering device adalah tipe edge cell. Roda metering diletakkan pada bagian bawah hopper dan digerakkan oleh poros. Lebar rotor antara 6 mm sampai 32 mm digunakan untuk rate pemupukan yang berbeda. Untuk mengatur dosis yang yang dikeluarkan dilakukan dengan mengubah kecepatn putar rotor. Gambar edge cell vertical rotor device dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Edge cell vertical rotor device (Srivastava et al. 1993) Alat penyebar (diffusor) dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu centrifugal, gravity, dan ram-air. Gravity diffusor adalah lempengan logam atau plastik yang dibentuk seperti huruf V terbalik yang dipasang di bagian bawah drop tube. Gravity diffusor menyebarkan bahan kimia dengan lebih teratur dibandingkan rotary spreader, sehingga lebih cocok digunakan untuk row-crop planter dan cultivator. Placement device dibedakan menjadi device yang menempatkan di dalam tanah dan di permukaan tanah. Pada tanaman yang sudah tumbuh, bahan kimia diberikan sebagai top dressing dan tidak dimasukkan ke dalam tanah Transplanter Penanaman bibit secara manual pada lahan yang luas akan membutuhkan waktu yang lama dan banyak tenaga kerja. Hal ini dapat diperbaiki dengan penggunaan alat tanam padi secara mekanis. Menurut Sandra (1995), penanaman bibit dengan alat tanam lebih efisien dari segi waktu. Menurut Sakai (1978) dalam Pradina (1999), macam alat atau tipe alat tanam padi yang menggunakan motor sebagai alat penggerak ada dua macam, yaitu: 1. Walking type transplanter (alat tanam padi mekanis roda 2) 2. Riding type transplanter (alat tanam padi roda 4) 6

21 Alat tanam padi memiliki bagian-bagian antara lain: 1. Motor (engine). Motor menggunakan pendingin udara atau air, daya motor yang digunakan antara hp tergantung pada jumlah garpu penanam. 2. Pengatur tenaga (power transmission). Berguna untuk menggerakkan alat tanam, garpu penanam, papan semaian, gigi, sabuk dan lainnya. 3. Roda (wheels). Alat tanam mekanis mempunyai 2 atau 4 roda untuk bergerak. 4. Pelampung (floats). Menjaga mekanisme penanaman agar hasilnya mempunyai kedalaman penanaman yang seragam. 5. Papan semaian (seeding stand). Tempat semaian yang diletakkan pada alat tanam, bergerak secara horizontal dan sesuai dengan kecepatan penanaman. 6. Garpu penanam (finger). Berfungsi menancapkan bibit ke lahan. Gerakan garpu penanam diperoleh dari putaran motor yang menggerakkan batang garpu Sinkage Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa kemampuan lalu lintas traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga tergantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung dari kendaraan. Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura, 1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan tanah. Menurut Triratanasirichai (1991), semakin besar slip yang terjadi maka ketenggelaman roda juga akan semakin besar. Metode pengukuran ketenggelaman roda yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode alat ski dengan mekanisme 4 batang hubung yang dilengkapi sensor infrared distancemeter. Selain itu dinyatakan bahwa kisaran ketenggelaman roda yang terjadi pada traktor dua roda di sawah berkisar 10 cm 42 cm. Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda, berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar Slip Roda Menurut Sembiring et al. (1990) faktor lain yang menurunkan drawbar pull adalah slip. Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip akan menaikkan tenaga traktor. Besarnya slip dipengaruhi oleh beban roda penarik, landasan roda, dan jenis tarikan. Perbedaan kecepatan dan perbedaan transmisi juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi yang dapat dicapai oleh traktor yang bekerja di lapang dalam mengolah tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% (Sembiring et al.,1990). Menurut Sembiring pada tanah basah atau becek, slip dapat terjadi samapai 60% dan hanya menghasilkan tenaga sekitat 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran lahan oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kontak 7

22 permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan luas kontak permukaan roda, maka tarikan akan semakin baik Lahan Sawah (Tanah Sawah) Sifat fisik tanah sawah berubah banyak setelah mengalami pelumpuran. Menurut Koga (1992), pelumpuran adalalah proses tanah kehilangan struktur granular yang disebabkan air berlebihan atau pengolahan tanah berlebihan. Menurut Adachi (1992) dalam Agni (2001), di Jepang, tanah pada kedalaman 10-15cm dari permukaan dilumpurkan menggunakan garu atau bajak rotary. Menurut Koga (1992) keuntungan pelumpuran untuk lahan sawah adalah pengendali gulma, melembutkan tanah, penghematan air, menjaga kelembapan tanah, perataan tanah, dan mereduksi tanah. Sedangkan kerugian dari pelumpuran adalah menambah biaya, memerlukan banyak air saat pelumpurannya, memperlambat pembusukan bahan organic sehingga terjadi akumulasi racun orhanik, dan pada saat rotasi tanaman sukar mengubah tanah berlumpur menjadi struktur granular. Menurut Sakai et al. (1998), pembentukan lapisan keras di bawah lapisan olah (top soil) harus dihindarkan pada pertanian lahan kering karena dapat mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Sebaliknya, pada pertanian lahan sawah, lapisan keras (kedap) sangat diperlukan karena mempunyai fungsi yaitu: (1) lapisan kedap dengan kekerasan tanah sebesar 7 kgf/cm 2 pada ketebalan lapisan cm mampu mendukung manusia, ternak dan mesin, (2) lapisan kedap juga akan mencegah lahan sawah menjadi terlalu dalam, sehingga kebutuhan air irigasi menjadi lebih kecil, serta (3) menghindari perkolasi berlebihan yang dapat menyebabkan hilangnya pupuk sehingga menurunkan hasil. Menurut Tada dan Toyomitsu (1992) dalam Agni (2001) di Jepang terdapat empat metoda dan peralatan sederhana untuk mengukur daya dukung tanah, yaitu: 1. Cone penetrometer, dimana sudut kerucut 30 o atau 60 o dan alas kerucut seluas 3.2 cm 2 atau 6.45 cm SR-II soil resistance meter digunakan untuk mengukur sinkage resistance dan shear resistance. 3. Yamamata soil hardness meter merupakan penetrometer yang memiliki pegas di dalam batangnya. 4. Vane shear test untuk mengukur tahanan geser tanah. Di jepang daya dukung tanah yang diminta lebih besar dari 4 kgf/cm 2 (0.4 MPa), yaitu ratarata nilai cone index yang diukur setiap 5 cm dalam lapisan olah (0-15 cm) pada waktu panen (Tada dan Tomitsu, 1992). Daya dukung tanah sawah berubah-ubah sepanjang tahun. Nilai daya dukung tanah terbesar terjadi pada waktu periode non irigasi (Februari dan Januari) ketika tanah telah dibajak pada akhir musim gugur dan tanah dalam kondisi paling kering. Pada periode ini nilai cone index pada tanah di atas lapisan kedap lebih besar dari 4 kgf/cm 2 dan di bawah lapisan kedap lebih besar dari 3 kgf/cm 2. Menurut Koga (1992) dalam Agni (2001), terdapat nilai indeks kerucut kritis untuk berbagai tipe traktor, yaitu seperti yang disajikan pada Tabel 1. 8

23 Tabel 1. Nilai indeks kerucut kritis untuk berbagai tipe traktor Tipe Mesin Kesukaran Operasi Mesin Bisa tetapi sulit untuk bekerja (kgf/cm 2 ) Mudah untuk Bekerja (kgf/cm 2 ) Tractor with wheels >6.0 Tractor with caterpillar >3.0 Tractor with half >2.5 wheels Combine with wheels >3.6 Combine with half track >3.6 9

24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Uji kinerja dilakukan di sawah percobaan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian Alat-alat dan perlengkapan utama yang diperlukan untuk penelitian ini adalah peralatan perancangan dan pembuatan konstruksi mesin serta peralatan instrumen untuk pengujian kinerja lapangan (Tabel 2). Tabel 2. Peralatan untuk perancangan dan pembuatan konstruksi dan pengujian rangka Peralatan simulasi dan perancangan Peralatan pembuatan prototipe Instrumen pengukuran uji fungsional dan uji kinerja lapangan Mesin uji Komputer Software Computer Aided Design Timbangan Load cell Mesin las listrik Mesin las LPG Mesin gerinda tangan Mesin gerinda duduk Mesin bor Tangan Mesin bor duduk Mesin bubut Penggaris Meteran Busur sudut Tang Obeng Kunci pas Kunci ring Meteran Stopwatch Penggaris 50 cm Timbangan 120 kg Penetrometer tipe SR-2 Transplanter Yanmar tipe RR55 10

25 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan penelitian Bahan pembuatan prototipe Bahan habis untuk pengujian lapangan Baja karbon siku tebal 3 mm Baja plat tebal 2.5 mm dan lebar 3.5 cm Baja hollow baja poros Pupuk urea Pupuk KCL Pupuk TSP Bahan bakar bensin Oli mesin 3.3. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan adalah seperti pada Gambar 4. 11

26 Gambar 4. Bagan alir desain rangka penebar pupuk Identifikasi masalah Pada tahap ini dikumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perancangan. Data lapangan yang dikumpulkan berupa: a. Karakteristik budidaya padi di lokasi menyangkut metode pengolahan tanah, penanaman, pemupukan. Jenis dan karakteristik teknik dari tanah, benih padi dan pupuk yang digunakan. b. Ketersedian sumber tenaga penggerak (kualitas dan kuantitas), karakteristik teknik dan kemampuan transplanter Yanmar RR55, serta kapasitas menumpu beban tarik dari transplanter Yanmar RR55. c. Posisi dan karakteristik sistem penggandengan pada transplanter Yanmar RR Perumusan dan Penyempurnaan Ide Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan yang ada kemudian mengumpulkan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi lapangan, sifat fisik dan mekanik tanah, karakteristik dari tanaman padi, bahan pupuk yang digunakan, karakteristik teknik dan kemampuan transplanter Yanmar RR55. Setelah dilakukan perumusan, pada tahap ini dihasilkan beberapa konsep rancangan fungsional maupun struktural dari rangka pemupuk yang potensial untuk dikembangkan dilengkapi 12

27 dengan gambar sketsa, prasyarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional alat di lapangan. Konsep yang akan digunakan merupakan inovasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Tim TMBP selama ini. Konsep-konsep perancangan yang diajukan merupakan alternatif dari beberapa bentuk rangka untuk menahan hopper pupuk dan menggandengkannya ke sistem penggandeng transplanter Desain Fungsional Fungsi utama dari unit yang dirancang adalah menggandeng unit pemupuk dengan transplanter yang telah dicopot unit penanamnya. Adapun penguraian fungsi utama menjadi sub-sub fungsi disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Skema fungsi rangka unit penebar pupuk Komponen yang digunakan pada rangka unit penebar pupuk dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tabel fungsi dari rangka unit penebar pupuk No. Fungsi Sub Fungsi Komponen 1. Fungsi tempat dudukan hopper pupuk 2. Fungsi menggandeng rangka ke transplanter Menahan beban hopper yang diisi pupuk Dudukan hopper Menyambungkan rangka dengan three point hitch Menyambung titik gandeng rangka dengan transplanter Mengatur ketinggian Baja siku Baja plat Baja poros Three point hitch Baja poros, hidrolik 3. Fungsi membawa pupuk Menempatkan pupuk hopper Menyalurkan pupuk ke metering device Desain Struktural Desain mesin pemupuk variable rate untuk budidaya padi secara struktural dilakukan dengan memodifikasi implemen transplanter dengan mencopot bagian tersebut 13

28 dan menggantinya dengan unit pemupuk. Modifikasi implemen dan desain struktural dari rangka utama pemupuk seperti dijelaskan berikut ini. Hopper. Wadah pupuk ini terbuat dari bahan akrilik dengan tebal 5 mm, akrilik merupakan bahan yang kuat dan tahan karat. Desain hopper berdasarkan sudut curah pupuk yang akan digunakan agar pupuk dapat meluncur dengan baik. Pupuk yang akan digunakan yaitu urea, TSP, dan KCl dengan sudut curah 31 o 35 o sehingga sudut kemiringan hopper dirancang sekitar 45 o Gambar 6. Dimensi dan ukuran hopper (Azis 2011) Rangka alat. Rangka utama pemupuk dipasang di bagian belakang transplanter Yanmar RR55 dengan mencopot inplemen transplanter dan menggantinya dengan unit pemupuk. Pada bagian ujung depan rangka utama dihubungkan pada titik gandeng. Skema penempatan unit di transplanter disajikan pada gambar 7. Gambar 7. Skema penempatan unit pada transplanter Rangka utama direncanakan dibuat menggunakan besi siku dengan ukuran yang mampu menahan beban dari hopper pupuk dan isinya (dihitung). Rangka utama diharapkan mampu menopang seluruh beban unit pemupuk (hopper beserta isinya). Pada bagian rangka yang menopang hopper dibuat mekanisme untuk mengatur letak hopper. Desain awal rangka unit penebar pupuk disajikan pada Gambar 8. 14

29 Gambar 9. Rangka unit penebar pupuk Tiga titik gandeng terdiri dari lower link dan top link. Lower link dihubungkan ke hidrolik transplanter untuk digunakan mengatur ketinggian implemen. Dimensi yang digunakan akan ditentukan dengan merancang berdasarkan posisi dan karakteristik dari sistem penggandengan pada transplanter Yanmar RR55. Analisis yang dilakukan adalah penentuan posisi dan berat maksimum transplanter Yanmar RR55. Penentuan posisi dan berat maksimum transplanter Yanmar RR55 dilakukan dengan mengukur gaya vertikal ke bawah yang dihasilkan oleh roda depan Yanmar RR55 dan gaya vertikal ke bawah yang dihasilkan oleh roda belakang Yanmar RR55. Dengan mengetahui kedua gaya tersebut, dapat ditentukan centroid atau titik berat dari Yanmar RR55. Skema penentuan titik berat Yanmar RR55 disajikan pada Gambar 9. Gambar 10. Skema penentuan titik berat Yanmar RR55 (1.1) Di mana: Lr = jarak titik berat transplanter ke titik pusat roda belakang Lp = jarak titik berat transplanter ke titik pusat roda depan Ff = Gaya vertikal roda depan Fr = Gaya vertikal di roda belakang Setelah ditentukan titik berat dari transplanter Yanmar RR55 dapat ditentukan panjang lengan titik gandeng (L2) dan beban maksimum (W) yang dapat ditumpu oleh 15

30 transplanter melalui analisis keseimbangan momen di titik tumpu roda belakang. Skema penentuan bobot maksimum dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Skema penentuan bobot maksimum (1.2) Di mana: Lr = jarak titik berat transplanter ke titik gandeng Lp = panjang lengan titik gandeng Wp = beban implement Wt = bobot transplanter Rangka utama dibuat dengan ukuran 30 x 125 cm untuk memegang 4 unit variable rate granular fertilizer applicator dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan sela setiap dua unit hopper sebesar 3 cm. Rangka bagian bawah yang digunakan untuk menahan beban variable rate granular fertilizer applicator terbuat dari besi siku, dan pada bagian tengah rangka, ditarik dengan kawat baja untuk membagi dua beban, sehingga momen yang muncul akibat beban dapat diperkecil. Gambar 11. Rangka wadah hopper Bahan yang digunakan untuk rangka bawah yang menopang beban adalah baja karbon berbentuk siku, untuk menghitung momen yang terjadi digunakan persamaan : 16

31 (2.1) Di mana : a = nilai kekuatan lentur bahan yang diperbolehkan (kgf/mm 2 ) M = Momen yang terjadi pada tangkai (kgf mm) c = Titik tengah bahan (mm) l m = Inersia bahan (mm 4 ) Bentuk momen yang terjadi pada rangka dapat digambarkan sebagai berikut, Gambar 12. Momen rangka bawah Sehingga ; M = F 1 L 1 +F 2 L 2 (2.2) Setiap unit variable rate granular fertilizer applicator mampu menampung hingga 30 kgf ditambah dengan beban dari hopper 5 kgf, sehingga total F 1 = 35 kgf, dan F 2 = F 1, L 1 = 450 mm dan L 2 = 150 mm. dengan menggunakan persamaan (2.2), diperoleh M = kgf mm. Diasumsikan bagian dari rangka penebar pupuk yang paling kritis menumpu beban hopper adalah bagian depan dari dudukan hopper yang diberi tanda lingkaran merah pada Gambar

32 Gambar 13. Skema momen rangka bawah Bahan yang digunakan adalah baja karbon berbentuk siku sama kaki, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 14. Penampang baja siku Sehingga : (3.1) (3.2) (3.3) (3.4) (3.5) (3.6) 18

33 Di mana : a = dimensi sisi kaki baja siku terluar yang sejajar sumbu geometris X (mm) b = dimensi sisi kaki baja siku terluar yang sejajar sumbu geometris Y (mm) t = tebal baja siku (mm) Xs = jarak dari sisi kaki terluar baja siku (sisi kaki yang // sumbu geometris X) ke pusat berat penampang besi siku (mm) Ys = jarak dari sisi kaki terluar baja siku (sisi kaki yang // sumbu geometris Y) ke pusat berat penampang besi siku (mm) Baja siku yang digunakan adalah baja siku sama kaki, sehingga dapat diasumsikan a = b = L. Baja siku yang digunakan diasumsikan memiliki profil ketebalan t = 3/40L. Apabila ukuran L dari baja siku yang digunakan adalah 40 mm, maka dengan menggunakan persamaan diatas dapat dihitung momen inertia maksimum untuk bahan tersebut adalah 0.09 x 10 6 mm 4. Momen inersia tersebut dimasukkan ke dalam persamaan (2.1) dan diperoleh = kgf/mm 2. Momen tersebut lebih kecil dari kekuatan lentur yang diizinkan untuk baja karbon S30C sebesar 48 kgf/mm 2, sehingga baja siku dengan ukuran L = 40 mm dipilih untuk rangka unit penebar pupuk. Pengatur ketinggian berasal dari lower link dari tiga titik gandeng, yang dihubungkan dengan hidrolik traktor, perubahan ketinggian yang dapat dicapai ± 60 cm mengikuti disain tiga titik gandeng yang digunakan transplanter. Bahan pengatur ketinggian tebuat dari besi hollow dengan ketebalan 3 mm dan ukuran 4 x 4 cm Pembuatan Prototipe Pada tahap ini dilakukan pembuatan prototipe berdasarkan gambar kerja yang dibuat pada tahap sebelumnya. Pembuatan prototipe dilakukan di bengkel Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB Prosedur Pengujian Uji fungsional Pada uji fungsional, rangka dipasangkan pada penggandeng dari transplanter. Dalam uji ini diperiksa: 1) Kemudahan dan ketepatan dalam pemasangan rangka ke bagian penggandeng transplanter 2) Kemudahan dan ketepatan ukuran dalam pemasangan hopper-hopper pupuk pada rangka 3) Kestabilan dudukan hopper pada rada rangka 4) Kelancaran gerak naik-turun melalui mekanisme hidrolik dari transplanter 5) Kesesuaian posisi rangka kepada permukaan tanah Uji kinerja Pada uji kinerja, rangka dipasangkan pada penggandeng transplanter. Kemudian hopper dipasangkan pada masing-masing dudukan. Pengujian dilakukan dalam dua macam kondisi, yaitu hopper kosong dan hopper terisi penuh. Pada kondisi hopper terisi penuh, hopper diisi pupuk TSP masing-masing 30kg. Total berat pupuk yang ditampung seluruh hopper sebesar 120 kg. Transplanter dengan unit penebar pupuk tersebut digerakkan pada lahan sawah yang sudah dilumpurkan. Tahanan penetrasi lahan diukur menggunakan transplanter sampai 19

34 kedalaman 30 cm. Petak sawah pengujian yang disiapkan berukuran 26 m x 23 m. Skema petak sawah pengujian dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Skema petak sawah pengujian Transplanter di-set atau dijalankan dalam kecepatan Low. Dalam pengujian diukur: 1) Kedalaman ketenggelaman roda (sinkage) 2) Keceptan maju 3) Slip roda penggerak Kedalaman ketenggelaman roda (sinkage). Ketenggelaman roda dalam lahan diukur untuk mengetahui pengaruh pemasangan unit pemupuk pada aplikasi tranplanter di lahan. Pengujian dilakukan di lahan sawah dalam dua kondisi, yaitu pada saat transplanter dipasang unit pemupuk dan transplanter tanpa unit pemupuk. Masing-masing kondisi dilakukan lima kali pengambilan data. Pengukuran ketenggelaman roda dilakukan dengan cara mengukur kedalaman bagian paling dasar dari roda dari permukaan lumpur sawah. Untuk mengukurnya digunakan penggaris yang ditempelkan pada salah satu jari-jari roda belakang transplanter (lihat Gambar 16). Pembacaan ukuran tersebut dilakukan langsung pada saat transplanter melintas di lumpur saat pengujian kinerja. 20

35 Gambar 16. Skema pengukuran tingkat ketenggelaman roda Slip Roda Penggerak. Slip roda penggerak diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di sawah saat pengoperasian pemupuk, kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda penggerak teoritis. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan untuk masing-masing kondisi. Slip roda penggerak dihitung dengan menggunakan rumus: St Slip 1 x100% (4.1) S 0 dimana: S t = jarak tempuh 5 kali putaran roda aktual S 0 = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda (5 x πd roda ) Kecepatan maju. Kecepetan maju diukur dengan mengukur waktu tempuh transplanter sejauh 20 m. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali pengulangan untuk masing-masing kondisi. Kecepatan maju dihitung dengan menggunakan rumus: S v t (4.2) dimana: v = kecepatan maju (m/s) S = 20 m t = waktu tempuh transplanter sejauh 20 m (s) 21

36 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya. Pengukuran bobot implement dilakukan dengan menggantung implement dengan hidrolik dari traktor roda 4 dan diukur regangan yang terjadi dengan handy strain meter. Foto pengukuran disajikan pada Gambar 17. Pada pengukuran ini diperoleh angka 56µs. Gambar 17. Contoh pengukuran bobot transplanter Sebagai perbandingan, dilakukan pengukuran regangan untuk pemberat traktor dengan massa 20 kg dengan handy strain meter. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh angka 9µs untuk pemberat traktor dengan berat 20 kg. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan 20 kg sama dengan 9µs, sehingga 56µs setara dengan kg. Dengan demikian, berat kosong implement asli transplanter adalah kg. Pengukuran titik berat transplanter dilakukan dengan mengukur gaya berat vertikal ke bawah yang dihasilkan roda depan (Ff) dan gaya berat vertikal ke bawah yang dihasilkan roda belakang (Fr) Yanmar R55. Dari hasil pengukuran diperoleh bobot di roda belakang (Fr) sebesar 88 kg dan bobot di roda depan (Ff) sebesar 255. Jarak poros antara roda belakang dan roda depan Yanmar RR55 adalah 101 cm. Dengan perbandingan diperoleh titik berat Yanmar RR55 terletak pada cm di poros roda belakang. Panjang penggandeng asli dari Yanmar RR55 adalah 60 cm. Dari hasil perhitungan dengan persamaan (1.2) diperoleh beban maksimum (W) yang dapat ditumpu oleh transplanter dengan menggunakan panjang penggandeng 60 cm pada bidang datar adalah kg. 22

37 4.2. Konstruksi Prototipe Hasil Rancangan Pembuatan prototipe rangka pemupuk dimulai dari pembuatan gambar teknik dengan bantuan komputer (software Computer Aided Design/CAD). Pada saat pembuatan prototipe di bengkel, perlu dilakukan modifikasi dari gambar hasil rancangan untuk memudahkan pengerjaan dan mengoptimalkan fungsional masing-masing bagian. Prototipe hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Prototipe rangka pemupuk Rangka utama dibuat dengan modifikasi penambahan dimensi untuk mengantisipasi ukuran hopper yang berbeda-beda. Pada rancangan awal rangka utama penahan beban hopper didesain dengan kemiringan mengikuti sudut kemiringan hopper. Pada prototipe rangka utama dibuat sejajar untuk memudahkan pembuatan yaitu pada saat pengelasan. Baja siku yang digunakan sesuai dengan perhitungan pada persamaan (5) menggunakan ukuran 4 x 4 cm dengan tebal 3 mm. Prototipe hasil rancangan ini memiliki massa sebesar 12 kg. Bagian rangka gantung yang menjadi salah satu bagian rangka utama pada prototipe juga mengalami modifikasi yaitu penambahan plat besi yang menyambungkan kedua rangka gantung. Hal ini dilakukan agar rangka gantung lebih stabil dan tidak goyang pada saat pengujian di lapang. Penambahan plat besi ini juga dilakukan untuk membagi beban yang dialami rangka gantung. Rangka gantung juga ditambahkan dimensinya sebesar masing-masing 2cm dan 1 cm untuk panjang dan lebarnya. Hal ini disebabkan ukuran masing-masing hopper berbeda-beda berkisar antara 30 hingga 32 cm. Pada desain awal direncanakan untuk menggunakan kawat besi untuk membagi beban rangka utama. Pada prototipe hal ini tidak dilakukan karena tanpa menggunakan besi kawat, prototipe rangka sudah mampu untuk menahan beban dari keempat hopper yang diisi penuh dengan pupuk. Tiga titik gandeng hasil rancangan dibuat dengan ukuran yang sama dengan tiga titik gandeng asli dari Yanmar RR55 dengan penyederhanaan pada beberapa bagian yang tidak digunakan pada unit pemupuk. Hal ini didasari dari hasil perhitungan dari titik berat transplanter dengan panjang titik gandeng 60 cm, beban maksimum yang dapat ditumpu oleh transplanter sebesar kg. Bobot masing-masing hopper 3 kg. Masing-masing hopper mampu menampung 30 kg pupuk. Bobot rangka utama sebesar12 kg sehingga tiga titik gandeng harus mampu menahan beban minimal 150 kg. Beban tersebut masih jauh di bawah kemampuan tumpu tiga titik gandeng dengan panjang 60 cm. Pemilihan ukuran titik gandeng yang mengikuti desain titik gandeng asli juga berdasarkan pada konstruksi roda belakang Yanmar RR55. Dengan mengurangi panjang titik gandeng, beban 23

38 implemen yang mampu ditumpu akan lebih besar. Akan tetapi dengan titik gandeng yang lebih pendek dikhawatirkan rangka utama akan tersangkut roda belakang Yanmar RR55. Pengatur ketinggian dibuat mengikuti disain pengatur ketinggian asli Yanmar RR55. Bahan pengatur ketinggian tebuat dari baja plat dengan ketebalan 5 mm. Bahan tersebut dipilih karena paling mendekati bahan pengatur ketinggian asli Hasil Uji Fungsional Pengujian fungsional dilakukan dengan memasang rangka prototipe pada transplanter dan memasang semua hopper yang terisi pupuk penuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, rangka prototipe dapat terpasang dengan baik pada titik gandeng transplanter dan seluruh unit hopper dapat terpasang dengan baik pada rangka. Rangka protipe mampu menahan seluruh beban dari hopper yang terisi penuh tanpa mengalami deformasi. Pengujian selanjutnya adalah mengangkat rangka dengan tenaga hidrolik dari transplanter. Fungsi dari three point hitch dari rangka berfungsi dengan baik karena rangka prototipe dapat dirubah ketinggiannya dengan bebas. Kegiatan pengujian fungsional rangka prototipe dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Kegiatan pengujian fungsional rangka prototipe 24

39 4.4. Kondisi Tanah Pengujian dilakukan pada satu petak lahan basah berukuran 26 m x 23 m. Kondisi lahan pengujian dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Kondisi lahan pengujian Daya dukung tanah dapat dilihat dari nilai cone index yang menunjukkan tahanan penetrasi dari lapisan-lapisan tanah. Pengukuran cone index diukur pada 5 titik yang tersebar di lahan pengujian dari kedalaman 0 cm sampai dengan 30 cm. Hal ini dilakukan karena pada kedalaman tanah lebih dari 30 cm, penetrometer sudah tidak bisa menembus lapisan tanah. Sehingga dapat disimpulkan lapisan hardpan pada lahan sawah tersebut berada pada kedalaman 30 cm. Grafik hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah dapat dilihat pada Gambar Kedalaman Tanah (cm) Tahanan Penetrasi (kpa) Gambar 21. Grafik hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah 25

40 Berdasarkan hasil pengukuran kondisi tanah ini, dapat diperkirakan roda transplanter akan bekerja pada kedalaman tanah antara 20 cm hingga 30 cm karena pada kedalaman tanah tersebut tahanan penetrasi tanah sebesar 400 kpa hingga 600 kpa. Menurut Koga (1992) dalam Agni (2001) terdapat nilai indeks kerucut kritis agar traktor dengan roda dapat beroperasi dengan baik, yaitu lebih dari 6 kgf/cm 2 (588.4 kpa) dan dapat beroperasi tetapi sulit bekerja pada kgf/cm 2 ( kpa). Hasil pengukuran tahanan penetrasi menunjukkan kondisi tanah lahan pengujian secara rata-rata termasuk dalam kondisi tanah untuk traktor dengan roda dapat beroperasi tetapi sulit untuk bekerja. Dari grafik hasil pengukuran tanah dapat diperkirakan sinkage yang akan terjadi berkisar anatara 25 cm hingga 30 cm. Jika sinkage yang terjadi berkisar 25 cm hingga 30 cm, kinerja transplanter dengan rangka unit penebar pupuk dapat dikatakan efektif karena pada kedalaman tanah tersebut nilai cone index kritis tanah menunjukkan pada kedalaman tersebut traktor dengan roda dapat beroperasi Hasil Uji Kinerja Pengujian dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu rangka dengan hopper kosong dan rang dengan hopper terisi penuh. Pada kondisi hopper terisi penuh, berat pupuk yang ditampung oleh keempat hopper sebesar 120 kg. Foto pengujian kinerja lapang dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Contoh pengujian kinerja lapangan. Dari data hasil pengujian menunjukkan rata-rata sinkage pada hopper kosong sebesar cm sedangkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi penuh sebesar cm. Beban yang jauh lebih besar pada saat hopper terisi penuh mengkibatkan roda belakang transplanter lebih tenggelam ke dalam tanah. Rata-rata sinkage pada saat hopper terisi lebih efektif daripada saat hopper kosong, hal ini disebabkan rata-rata sinkage pada saat hopper terisi bekerja pada kedalaman tanah dengan nilai cone index agar traktor roda dapat beroperasi dengan baik. Rata-rata slip untuk hopper kosong sebesar 16.3 % sedangkan rata-rata slip untuk hopper terisi penuh sebesar 20.2%. Pada saat hopper terisi penuh, beban horizontal yang dihasilkan oleh rangka lebih besar, sehingga roda belakang transplanter lebih tenggelam. Performansi roda transplanter ditentukan berdasarkan besarnya slip, ketenggelaman roda dan kecepatan pengolahan. Slip yang terjadi pada saat pengolahan tanah akan menentukan besarnya ketenggelaman roda. Ketenggelaman roda akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya slip roda. Hal ini terjadi 26

41 karena roda cenderung untuk berputar di tempat sehingga roda akan terus menerus menggerus tanah dan akan menyebabkan semakin besarnya tahanan gelinding roda. Rata-rata kecepatan maju pada saat hopper kosong adalah 0.40 m/s sedangkan rata-rata kecepatan maju pada saat hopper terisi sebesar 0.43 m/s. Dengan bertambahnya beban, traksi roda belakang meningkat. Meningkatnya traksi pada roda belakang mengakibatkan gaya gesek roda belakang dengan tanah lebih besar sehingga roda belakang lebih mencengkeram tanah yang mengakibatkan kecepatan maju pada saat hopper terisi penuh lebih cepat dibandingkan pada saat hopper kosong. Dengan meningkatnya kecepatan maju, waktu pengolahan akan lebih singkat. Kinerja transplanter yang digandengkan dengan rangka unit penebar pupuk lebih efisien pada saat hopper pupuk terisi. Permasalahan yang terjadi pada rangka prototipe hasil rancangan antara lain: 1. Rangka atas tampak sedikit miring karena menumpu beban hopper yang terisi penuh dalam waktu yang lama (Gambar 23). Gambar 23. Kondisi rangka setelah pengujian Hal tersebut disebabkan pada saat posisi rangka utama miring karena beban dari hopper, rangka atas yang pada saat rangka utama sejajar tidak terkena beban, akan terkena beban (W1) seperti diperlihatkan pada Gambar 24. Gambar 24. Skema beban yang terjadi pada rangka saat rangka bawah miring 27

42 Hal ini dapat diatasi dengan memperkuat bagian rangka atas dan rangka utama dengan menambah besi siku yang menghubungkan rangka atas dengan rangka utama untuk mengurangi beban yang diterima rangka atas. Gambar saran modifikasi dilampirkan pada Lampiran Pada saat transplanter naik dari lahan pengujian dengan hopper terisi penuh, transplanter sempat terguling karena tempat keluar masuk dari lahan terlalu curam. Hal ini terjadi karena terjadi pergeseran titik berat ke bagian belakang transplanter karena kemiringan lahan. Hal ini harus diatasi dengan membuat jalan keluar masuk ke lahan yang lebih landai Analisis Kesetimbangan Transplanter pada Lahan Miring Pada saat transplanter dimiringkan skema gaya yang terjadi dapat digambarkan menjadi: Gambar 25. Skema gaya saat transplanter dimiringkan Dari skema tersebut dapat dihitung: (5.1) Gaya yang terjadi di roda belakang pada saat transplanter dimiringkan dapat digambarkan sebagai berikut. 28

43 Gambar 26. Skema gaya yang terjadi di roda belakang pada saat transplanter dimiringkan Dengan skema tersebut diperoleh persamaan: (5.2) dimana: x 1 : jarak dari poros roda belakang ke W t (horizontal) F 2 : gaya reaksi (bobot) di roda depan saat miring α o x 3 : jarak horizontal poros roda (belakang-depan) saat transplanter miring α o R r : jari-jari roda belakang α : sudut kemiringan pengujian/pengukuran 29

44 Dari hasil pengukuran diperoleh: x 1 = 95 cm, F 2 = 154 kg, x 3 = 101 cm, R r = 42 cm, dan α = 9.7 o. dengan menggunakan persamaan (5.2) diperoleh h = cm. Berarti central of gravity dari transplanter terletak di ketinggian cm dari permukaan tanah. Dengan mengetahui letak central of gravity dari transplanter dapat dihitung sudut kemiringan agar transplanter tidak terguling pada saat dipasangkan rangka penebar pupuk beserta hopper dan isinya. Skema dari perhitungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 27. Skema perhitungan momen transplanter pada bidang miring Agar transplanter tidak terguling, momen di titik O tidak boleh kurang dari sama dengan 0. Mo X W cos X W sin ) ( R. f RW. sin X W cos ) 0 (5.3) ( 7 t 7 t p 8 p dengan: f R W t W p = tahanan gelinding roda berat total = jari-jari roda belakang = bobot transplanter = bobot rangka penebar pupuk Tahanan gelinding traktor roda empat di tanah berat yang lunak dan basah adalah (Quast GJ, 1979). Karena transplanter diposisikan pada bidang miring, akan terjadi gaya karena kemiringan dari berat transplanter dan rangka pemupuk beserta hopper. Momen gaya tersebut dihitung dengan asumsi jari-jari momen dari gaya miring tersebut sama dengan letak central of gravity dari transplanter yaitu cm dari permukaan tanah. Dengan hasil perhitungan yang disajikan pada lampiran 10 diperoleh sudut kemiringan yang aman untuk transplanter adalah 23 o. Pada sudut kemiringan lahan lebih dari 23 o, resultan momen yang bekerja pada tranplanter kurang dari 0 sehingga dapat dipastikan transplanter akan terguling. Untuk mengatasi hal tersebut, bagian depan transplanter sebaiknya diberi beban tambahan untuk mengimbangi beban dari rangka dan hopper. Supaya transplanter dengan rangka penebar pupuk dapat keluar masuk dari dan ke lahan sawah dengan mudah, transplanter tersebut sebaiknya dapat digunakan pada lahan dengan kemiringan minimal 30 o. Dengan menambah 60 kg beban pada bagian depan transplanter, transplanter dengan rangka penebar pupuk dapat dioperasikan pada lahan dengan kemiringan hingga 30 o. 30

45 Perhitungan perbedaan ketinggian antar roda agar transplanter tidak terguling ke samping dapat dilakukan setelah mengetahui letak ketinggian central of gravity transplanter dari persamaan (5.2). Skema gaya yang terjadi pada trasplanter di bidang datar dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 28. Skema gaya transplanter pada bidang datar Dari pengukuran diperoleh l 1 = l 2 yaitu 46 cm, h dihitung dari persamaan (5.2) diperoleh cm. Jika transplanter dimiringkan seperti Gambar (30), transplanter akan terguling ke samping jika l 3 (jari-jari momen dari berat transplanter) lebih besar dari l 2 (jarak titik berat ke roda belakang). Gambar 29. Skema gaya transplanter pada bidang miring Sehingga sudut kemiringan yang aman dapat dihitung dengan menghitung pada sudut berapa l 3 akan lebih besar dari l 2. l 3 dapat dihitung dengan persamaan: (5.4) Dari tabel perhitungan yang disajikan di Lampiran 11 diperoleh sudut kemiringan yang aman sebesar 23 o. Pada sudut kemiringan lebih dari 23 o, l 3 akan lebih besar dari 46 cm sehingga transplanter 31

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi Keberadaan bahan organik tanah sangat berpengaruh dalam mempertahankan kelestarian dan produktivitas tanah serta kualitas tanah melalui aktivitas mikroba

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer,

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah METODE PENELITIAN A. Rangkaian kegiatan Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah b. Pengolahan tanah c. Pesemaian d. Penanaman dan uji performansi

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Pendekatan Rancangan dan Konstruksi Alat

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Pendekatan Rancangan dan Konstruksi Alat III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi penelitian pendahuluan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan perancangan desain yang dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapangan Leuwikopo jurusan Teknik Pertanian IPB. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Technical Paper Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Design Of Compost Applicator For Dry Land Sugarcane Iqbal, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Email: iqbaliqma@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

TRAKTOR RODA-4. Klasifikasi. trakor roda-4. Konstruksi. Penggunaan traktor di pertanian

TRAKTOR RODA-4. Klasifikasi. trakor roda-4. Konstruksi. Penggunaan traktor di pertanian TRAKTOR RODA-4 Klasifikasi traktor roda-4 Konstruksi trakor roda-4 Penggunaan traktor di pertanian Klasifikasi Berdasarkan Daya Penggerak (FWP = fly wheel power) 1. Traktor kecil (

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

Kinerja Roda Besi Bersirip Gerak Dengan Mekanisme Sirip Berpegas

Kinerja Roda Besi Bersirip Gerak Dengan Mekanisme Sirip Berpegas Technical Paper Kinerja Roda Besi Bersirip Gerak Dengan Mekanisme Sirip Berpegas Performance of a movable lug wheel with spring mechanism Wawan Hermawan 1 Abstract Two sets of movable lug wheel with spring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH DI PANTAI UTARA JAWA BARAT. Oleh: Asep Sapei

DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH DI PANTAI UTARA JAWA BARAT. Oleh: Asep Sapei DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH DI PANTAI UTARA JAWA BARAT Oleh: Asep Sapei Jurusan Teknik Pertanian FATETA-IPB Kampus IPB Darmaga, Po.Box 220, BOGOR 16002 Abstrak Lahan sawah yang maju

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK

PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK Jones Victor Tuapetel 1), Diyan Poerwoko 2) 1, 2) Program Studi Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia E-mail: jvictor_tuapetel@yahoo.com,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Jagung Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN :

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Rancang Bangun Dan Pengujian Alat Penjatah (Metering Device ) Tipe Edge Cell Untuk Penyaluran Pupuk

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Desrial 2, M. Faiz Syuaib, Kusnanto, dan Ronal Heri ABSTRAK Pemupukan merupakan salah satu usaha peningkatan produksi

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS TAHANAN GELINDING (ROLLING RESISTANCE) RODA TRAKSI DENGAN METODE UJI RODA TUNGGAL PADA BAK TANAH (SOIL BIN) Oleh: ARMANSYAH

SKRIPSI ANALISIS TAHANAN GELINDING (ROLLING RESISTANCE) RODA TRAKSI DENGAN METODE UJI RODA TUNGGAL PADA BAK TANAH (SOIL BIN) Oleh: ARMANSYAH SKRIPSI ANALISIS TAHANAN GELINDING (ROLLING RESISTANCE) RODA TRAKSI DENGAN METODE UJI RODA TUNGGAL PADA BAK TANAH (SOIL BIN) Oleh: ARMANSYAH F01498006 2002 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 di Laboratorium Daya, Alat, dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK DAN MEKANIK JAGUNG DAN FURADAN Jagung memiliki sifat fisik yang sangat beragam baik beda varietas maupun dalam varietas yang sama. Dalam penelitian uji peformansi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN 50 Lampiran 2. Struktur Lahan Sawah Menurut Koga (1992), struktur lahan sawah terdiri dari: 1.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F14101077 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI KINERJA BULLDOZER

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari 2010. Pembuatan desain prototipe dilakukan di laboratorium Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013. Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu tahap pembuatan alat yang dilaksanakan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) Agus Panduwinata 1, Siswoyo Soekarno 2, Tasliman 3 1 Dept of Agricultural Engineering, FTP, Universitas

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindahan bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang dugunakan untuk memindahkan muatan dilokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri,

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci