360 ekor, sedangkan ras Saddle Back adalah 50 ekor. Perkiraan kisaran berat badan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "360 ekor, sedangkan ras Saddle Back adalah 50 ekor. Perkiraan kisaran berat badan"

Transkripsi

1 IV. HASIL PENELITIAN Pene.litiin di Rumah Potong Hewan Selama kurun waktu Juni - Agustus 1993, telah dilakukan secara acak 11 kali kunjungan pemeriksaan ke Rumah Potong Hewan Denpasar. Pengamatan yang dikerjakan dengan pemeriksaan kesehatan daging pada ternak babi dan sapi yang disembelih saat itu, dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi alami atau kemungkinan kehadiran Cysticercus mnia saginata taiwmensis di Bali. Selama penelitian, telah diperiksa sejumlah 706 ekor babi. Babi-babi tersebut terdiri dari 405 ekor babi jantan dan 301 ekor babi betina, merupakan babi-babi lokalpersilangan, Landrace dan Saddle Back. Jumlah babi lokal-persilangan adalah 2% ekor, sisanya sebanyak 410 ekor merupakan babi ras. Jumlah ras Landrace adalah 360 ekor, sedangkan ras Saddle Back adalah 50 ekor. Perkiraan kisaran berat badan babi yang diperiksa tersebut adalah kg. Karena penelitian ini khusus dimaksudkan untuk menemukan infeksi kista Taenia saginata taiwanensis, maka seluruh babi-babi yang diperiksa tidak diamati terhadap infeksi kista cacing pita lainnya. Namun, dari 706 ekor b&i yang diperiksa tersebut, temyata diketahui sebanyak 158 hati babi (22.37%) menunjukkan indikasi terinfeksi oleh kista lbenia saginata taiwanensis. Setiap hati yang terinfeksi itu, mengandung 1-16 kista, yang menyebar secara acak dimasing-masing lobus. Kebanyakan dari masing-masing hati babi itu, terinfeksi kurang dari 5 kista. Jumlah babi yang diperiksa, jumlah babi yang hatinya diduga terinfeksi kista Zbenia saginafa taiwanensis, serta kapan pengamatan tersebut dilakukan, secara ringkas dapat dilihat pada 'Ribel 3 berikut.

2 Thbel 3. Jumlah babi yang diperiksa di RPH Denpasar, yang diduga terinfeksi kista Taenia saginata faiwanensis yang disembelih menurut waktu pengamatan Waktu Jumlah Babi Jurnlah Babi No. Pengamatan Diperiksa Diduga Terinfeksi (96) (Tgl-B1-Th) tekor), (ekor) Jumlah Kista yang mirip dengan kista &nia saginaro taiwmensis tersebut, ditemukan pada permukaan dan pada bagian parensim hati (Gambar 1). Kista tersebut berbentuk bintik-bintik kecil berwarna kekuningan atau putih susu dengan diameter antara 1,5-6 mm (Gambar 2).

3

4 Berdasarkan pengamatan 83 kista yang ditemukan pada hati babi yang diperiksa, diketahui bahwa pertumbuhannya menyebar secara acak di masing-masing lobus. Sebanyak 6,02 % ditemukan pada lobus sinistra lateralis, 21,68 % pada lobus sinistra medialis, dan sebanyak 18,07 % pada lobus dekstra lateralis, 19,27 % pada lobus dekstra medialis. Sementara itu sebanyak 34,93% kista ditemukan pada lobus sentralis. Penyebaran perturnbuhan kista yang ditemukan tersebut, dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3 berikut. sl = lobus sinistra lateralis dm = lobus dekstra medialis sm = lobus sinistra medialis Is = lobus sentralis dl = lobus dekstra lateralis Gambar 3. Lokasi penyebaran 83 kista yang diduga merupakan kista Taenia saginata taiwanensis pada hati babi yang diperiksa di RPH Denpasar.

5 Hasil pengarnatan pada ternak sapi yang disembelih di Rumah Potong Hewan Denpasar, menunjukkan bahwa tidak satupun dari 241 ekor sapi yang diperiksa, diketahui terinfeksi kista cacing pita. Oleh karenanya, pads saat itu, hanya dilakukan pengambilan contoh serum, untuk keperluan pemeriksaan laboratonum. Hasilnya dapat dilihat pada hasil Penelitian Laboratorium (point 4.2. pada bab IV ini) Penelitian di Daerah Endemis 'lheniasis Pada penelitian ini, telah dilakukan pengambilan contoh serum pada ternak babi dan sapi yang dipelihara di daerah endemis taeniasis. Pemilihan sampel dilakukan secara acak di dua Daerah Tingkat I1 di Bali, yaitu di kota madya Denpasar dan di Kabupaten %banan. Jumlah ternak babi yang diambil serumnya adalah sebanyak 113 ekor, sedangkan ternak sapi sebanyak 101 ekor. Hasil pemeriksaan serum selengkapnya dapat dilihat pada point Penelitian Laboratorium Deskripsi Bentuk dan Ukuran Kista yang Ditemukan pada Hati Babi yang Disembeiih di RPH Denpasar Hasil pemeriksaan laboratoriurn terhadap kista yang berhasil dikumpulkan dari pemeriksaan lapangan di RPH Denpasar, memperlihatkan bahwa kapsul kista yang matur tampak transparan dan mempunyai ukuran kurang lebih 3 mm. Semen- tara itu, jaringan kapsul dengan kista yang telah mengalami degenerasi, rata-rata berukuran 3.5 mm dan yang telah mengalami kalsifikasi, rata-rata berukuran 3,7 mm. Kista yang rnatur, mengandung cairan transparan yang dikelilingi oleh gelembung. Sedangkan kapsul pada kista yang mengalami degenerasi, berisi nanah

6 atau cairan mukopurulen. Sementara itu, kapsul pada kista yang mengalami kalsi- fikasi, tampak mengeras, tanpa cairan, serta ditemukan adanya pengapuran. Ke- banyakan kista yang ditemukan pada pemeriksaan tersebut, telah mengalami degene- rasi (66.46%) atau telah inengalami kalsifikasi (32,911). Kista yang matur hanya ditemukan 0,631 dari hati yang positif (11158). Jumlah kista yang ditemukan pa& hati babi (satu kista berasal dari satu hati babi), yang diduga terinfeksi sistiserkus Wnia suginuta taiwanensis. beserta masing-masing tingkat perkembangannya, lebih jelas dapat dilihat pada libel 4 berikut.?tabel 4. Jumlah kista yang diduga kista Taenia saginata taiwanenis yang ditemukan pada hati babi yang diperiksa di RPH Denpasar beserta status dan tingkat perkembangannya Status dan Tingkat Perkem bangan Kista Jumlah Kista Mati Degenerasi Kalsijikasi Jumlah Satu scolex dari kista matur yang berhasil didapatkan pada penelitian lapangan ini, setelah diamati dibawah mikroskop, tampak memiliki empat sucker. Ximpak pula bahwa scolex tersebut memili ki rostellum yang dipersenjatai dengan dua baris kait-kait. Jumlah kait yang teramati dalam satu baris sebanyak 14 kait, dengan bentuk seperti tampak pada Gambar 4.

7

8 kontrol, pada P = 0,05. Hal ini disesuaikan dengan petunjuk yang dianjurkan oleh Sokal dan Rohlf (1 981). Nilai yang diperoleh tersebut, adalah 0,679. Dari hasil pemeriksaan 420 serum babi yang dibawa dari Bali, ternyata 1 1,2 % menunjukkan seropositif. Serum-serum yang positif ini, terlihat baik pada serum yang diambil dari daerah-daerah endemis taeiniasis di Bali sebanyak 8 %, maupun yang diambil dari babi-babi yang disembelih di RPH Denpaw. Jumlah serum babi yang positif yang berasal dari RPH Denpasar, yaitu serum dari babi dengan lesi pada hati (yang diduga kista Zhenia saginata taiwanensis) dan serum dari babi tanpa lesi, berturut-turut adalah sebesar 12,1% dan 12,7 % (lihat Bbel5). Setelah dilakukan pengamatan lebih lanjut, terhadap babi-babi yang berasal dari daerah-daerah endemis taeniasis di Bali, ternyata babi yang serumnya positif adalah dua ekor berasal dari desa Bekul, kecamatan Denpasar Selatan, kotamadya Denpasar. Sementara itu tujuh yang lainnya, adalah merupakan babi-babi yang berasal dari desa Padangsarnbian, kecamatan Denpasar Barat, kotamadya Denpasar (4 ekor); dan dari desa Kerambitan, kecamatan Kerambitan, kabupaten lbbanan (3 ekor). lbbel 5. Hasil pemeriksaan ELISA terhadap adanya Ag Taenia saginata dalam serum babi asal Bali Asal Jumlah Diperiksa Jumlah Positif % Positif RPH Denpasar 157 serum (dengan lesi) 150 serum (tanpa lesi) ,l 12,7 Desa 113 serum 9 8,o Jumlah Positif 47 11,2

9 Serum Sapi Seperti hainya pada pemeriksaan serum babi di atas, untuk mengetahui hail deteksi adanya antigen yang bersirkulasi, lewat metode Sandwich ELISA, pada serum sapi yang dibawa dari Bali ini, telah dilakukan standarisasi dengan mengguna- kan serum sapi kontrol yang berasal dari Belgia. Nilai cut-08 kontrol ditentukan berdasarkan hasil pembacaan Optical Density (OD) + 3 SD (standar deviasi) dari 30 serum kontrol, pada P = 0,05. Serum kontrol yang berasal dari sapi-sapi Belgia ini, telah di ketahui negati f terhadap sistiserkus Taenia saginata, lewat pemeriksaan kesehatan daging yang cermat dan pemeriksaan secara komplit. Nilai OD yang diperoleh adalah sebesar 0,422. Selanjutnya, hasil pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi adanya antigen pada serum-serum sapi, baik yang diambil dari RPH Denpasar, maupun yang berasal dari daerah-daerah endemis taeniasis di Bali, dapat dilihat pada 'Ribel 6 berikut. Xibe1 6. Hasil pemeriksaan ELISA terhadap adanya Ag Taenia saginata dalam serum sapi asal Mi Asal Jumlah Diperiksa Jumlah Positif % Positif RPH Denpasar 110 serum (tanpa lesi) Desa 100 serum 5 5,00 Jumlah Positif 11 5,23 Dari 'kbel 6 di atas, diketahui bahwa 5,23 % serum sapi yang dibawa dari. Mi, menunjukkan positif terhadap adanya antigen. Lima serum positif yang berasal dari daerah endemis tersebut di Bali, setelah ditelusuri ternyata dua serum berasal dari sapi yang dipelihara di desa Renon clan desa Bekul, kecamatan Denpasar Selatan

10 kotamadya Denpasar. Sedangkan, tiga serum lainnya, b e d dari sapi yang dipeli- hara di desa Kerambitan, kecamatan Kerambitan, kabupaten Tmbanan Deskripsi Bentuk dan Ukuran Cacing yang Diperoleh dari Sukarelawan Penderita 'Igeniasis di Bali Selama sepuluh bulan, sejak bulan Pebruari sampai Nopember 1994, telah berhasil dikumpulkan 10 orang penderita taeniasis. Dari anamnesa yang dilakukan, kesepuluh penderita tadi. yang semuanya berasal dari Bali, menyampailcan gejalagejala klinis yang menciri bahwa mereka terinfeksi Tuenia saginata. Seluruh penderita (100%). mengeluhkan bahwa mereka setiap harinya selalu mengeluarkan potongan-potongan cacing kecil (proglottid), baik yang keluar secara langsung ataupun bersama-sama dengan fesesnya. Setelah diberikan pengobatan - seperti yang telah diutarakan pada Bab Bahan dan Metode - semuanya mengeluarkan cacing pita. Setiap orang umumnya mengeluarkan satu cacing yang panjang, seperti tampak pada Gambar 5. Pada penelitian ini. ditemukan dua orang penderita yang mengeluarkan masi ng -masi ng dua cacing sekalig us. U kuran panjang caci ng yang diperoleh, bervariasi dari 387 cm cm. Deskripsi bentuk dan ukuran cacing yang diperoleh dari sukarelawan penderita taeniasis di Bali, yang digunakan untuk penelitian eksperimen (I sampai dengan IV) adalah sebagai berikut: Untuk Eksperimen I Sebanyak tujuh ekor cacing pita yang diperoleh dari enam orang penderita, empat orang laki-laki dan dua orang perempuan, umur tahun (Sub Bab ) dipakai untuk Eksperimen I. Ketujuh ekor cacing yang diperoleh tersebut,

11 secara morfologis mencirikan identitas Taenia saginatu (Strain Bali), dan bukan Taeniu solium. Hal ini terlihat jelas dari jumlah percabangan uterus proglottid gravidnya. maupun dari morfologi scolexnya. Secara rinci deskripsi masing-masing cacing tersebut dapat diuraikan seperti berikut, ri ngkasannya tersaji pada Lampiran 4. Penderita (No. I), mengeluarkan seekor cacing, yang dalam keadaan segar (segera setelah dikeluarkan bersama feses), berukuran panjang 535 cm. Proglottid gravidnya mempunyai ukuran panjang 2,5 cm dengan lebar (bagian anterior: 5 mm dan bagian posterior: 8 mm). Jumlah percabangan uterus dari proglottid yang gravid adalah 17. Dari penderita (No.2). diperoleh dua ekor cacing, dengan panjang total 810 cm. Bi la dirata-rata masing-masing cacing mempunyai ukuran panjang 405 cm. Proglottid gravid yang berasal dari kedua cacing tersebut, panjangnya masingmasing 3 cm dengan lebar anterior dan posterior adalah 5 mm dan 8 mm. Jumlah percabangan uterus proglottid gravidnya adalah 16 dan 18. Penderita (No.3) mengeluarkan cacing pita, yang mempunyai deskripsi sebagai berikut: panjang cacing: 387 cm; panjang proglottid gravid: 2.5 cm, dengan lebar anterior: 5 mm dan posterior: 8 mm. Memi liki 17 percabangan uterus pada proglottid gravidnya. Penderita NO.^), mengeluarkan seekor cacing yang panjangnya 508 cm, panjang proglottid gravidnya adalah 2,5 cm dengan lebar anterior: 5 mm dan posterior: 8 mm. Memiliki 17 percabangan uterus. Selanjutnya penderita (No.5) juga mengeluarkan seekor cacing dengan ukuran panjang 411 em. Proglottid gravidnya memiliki 18 percabangan uterus, yang berukuran panjang 2,5 cm, dengan lebar anterior: 5 mm dan posterior: 8 mm. Sementara itu. penderita (No.6) mengeluarkan seekor cacing pita yang utuh dengan scolexnya. Ukuran panjang keseluruhannya adalah 570 cm, yang terdiri dari 719 segmen. Memiliki 16 percabangan uterus pada

12 proglottid gravidnya. Proglottid gravid memiliki ukuran panjang 2 cm, dengan lebar di bagian anteriomya adalah 3 mm dan di bagian posteriornya 5 mm. Scolex cacing yang diperoleh dilengkapi rostellum, tanpa kait Untuk Eksperimen I1 Satu ekor cacing pita yang mempunyai ukuran panjang 545 cm, digunakan untuk Eksperimen 11. Cacing yang berasal dari seorang penderita laki-laki umur 25 tahun (Sub Bab ), diperoleh lengkap dengan scolexnya. Tidak ditemukan adanya kai t- kait pada rostellum yang terdapat pada scolex tersebut. Cacing tersebut, terdiri dari 706 segmen. Panjang proglottid gravidnya adalah 2,8 cm, dengan lebar di bagian anterior dan posteriornya, berturut-turut adalah 5 mm clan 8 mm. Proglottid gravid itu, memiliki 17 percabangan uterus. Dari deskripsi ini, disimpulkan bahwa cacing yang diperoleh tersebut, bukanlah cacing Taenia soifurn, melainkan Taenia saginata (Strain Bali) Untuk Eksperimen 111 Dua ekor cacing yang diperoleh dari seeorang penderita laki-laki umur 41 tahun (Sub Bab ). digunakan untuk Eksperimen 111. Kedua ekor cacing tersebut, secara morfologis menunjukkan bahwa mereka adalah Taenia saginata (Strain Bali). Cacing yang masing-masing berukuran panjang 620 cm dan 516 cm tersebut, memiliki percabangan uterus pada proglottid gravidnya sebanyak 16 dan 18. Sementara panjang proglottid gravidnya sendiri adalah sarna, yang satu dan lainnya samasama berukuran 2,s cm. Lebar proglottid gravid tersebut juga sama yaitu pada bagian anteriornya 4 mm dan posteriornya 8 mm.

13 Untuk Eksperimen IV Sebanyak dua ekor cacing yang berasai dari dua orang penderita laki-laki, umur 23 tahun dan 65 tahun (Sub Bab ) digunakan untuk Eksperien IV. Cacing yang pertama utuh dengan scolexnya, memiliki panjang keseluruhan 420 cm yang terdiri dari 595 segmen. Panjang proglottid gravidnya adalah 2,s cm, memiliki 19 percabangan uterus. Lebar bagian anterior proglottid tersebut adalah 5 mm dan yang posterior 7 mm. Scolex diiengkapi dengan rostellum yang kurang menonjol, tanpa kait. Sementara itu cacing yang kedua, berukuran panjang 688 cm. Panjang proglottid gravidnya 3 cm yang memiliki 23 percabangan uterus. Lebar bagian anterior dan posteriornya sama dengan ukuran cacing yang pertama, yaitu 5 dan 7 mm. Dan deskripsi ini, baik dari morfologi scolex maupun dari jumfah percabangan uterus pada masing-masing proglottid gravidnya, juga disimpulkan bahwa kedua cacing pita tersebut, adalah Tueniu suginatu (Strain Bali), dan bukan cacing pita lknia solium. Dari deskripsi di atas, ( s/d ) diketahui bahwa tidak semua cacing yang didapat pada penelitian ini, lengkap dengan scolexnya. Sebagian besar putus, hanya ada tiga cacing yang utuh bersama scolexnya. Rata-rata panjang tubuh cacing dalam keadaan segar (diukur segera setelah dikeluarkan oleh penderita) adalah 500,83 cm ( cm; n = 12). Tubuh cacing dibangun rata-rata oleh 673 segmen 1 proglottid ( segmen; n = 3). Cacing pita tersebut berwarna putih kekuningan (Gambar 6).

14

15

16

17

18 Hasil Pemeriksaan Histopatologi Dari hasil pemeriksaan histopatologi terhadap 8 1 lesi yang berasal dari 8 1 hati babi yang disembelih di RPH Denpasar, serta diduga terinfeksi kista Taenia saginata tairvanensis, memperlihatkan bahwa 48 lesi diantaranya postif menunjukkan terinfeksi metacestoda. Sisanya, yaitu sebanyak 11 lesi, hasilnya meragukan, se- dangkan 22 lesi lainnya menunjukkan hasil negatif. Jumlah dan status lesi dari hasil pemeriksaan di atas, lebih jelas dapat dilihat pada %be1 7 berikut. 'Itdbel 7. Hasil pemeriksaan histopatologi 81 lesi yang berasal dari 81 hati babi yang disembelih di RPH Denpasar serta diduga terserang kista &nia saginata taiwanensis Status Lesi Jumlah (%I Posi ti f terinfeksi Metacestoda Meragu kan Negatif Total ,OO Dari 48 lesi yang menunjukkan terinfeksi metacestoda, ternyata tidak satupun rnemperlihatkan sisa-sisa parasit 1 remnants yang menginfeksinya. Namun demikian, pada preparat tersebut tampak adanya beberapa perubahan-perubahan yang rnenciri. Dibawah mikroskop, preparat lesi tersebut memperlihatkan adanya perbatasan yang tegas antara jaringan hati yang mengalami infiltrasi sel-sel radang didaerah infeksi dengan jaringan hati yang sehat (Gambar ll).

19

20

21 Pada penelitian ini tidak ditemukan kista yang hidup. Dari 118 kista yang diperoleh pada seluruh babi yang diinfeksi, ternyata 82,20% tumbuh pada permukaan hati. Sisanya sebanyak 17,8096 ditemukan pada bagian parensim. Jumlah dan distribusi serta perkembangan masing-masing kista yang ditemukan pada Eksperimen I ini, lebih jelas dapat dilihat pada Thbel 8, Gambar 13 dan Gambar 14. Kapsul jaringan inang dengan kista yang imatur berukuran < 1 mm. Semen- tara itu, kapsul jaringan inang dengan kista yang degenerasi berukuran f 2 mm dan yang kalsifikasi mencapai ukuran + 3 mm. %be1 8. Jumlah, distribusi dan tingkat perkembangan kista pada hati babi yang diinfeksi dengan 5 proglottid Taenia saginata (Strain Bali) 5 minggu pasca infeksi. Nomor Nomor Jumlah Distribusi Perkembangan Taenia Babi Kista S P I M D/C I Kontrol Total S = permukaan hati P = parensim hati I = imatur D = degenerasi M = rnatur C = kalsifikasi *) = mati setelah diinfeksi

22

23 Rata-rata persentase pertambahan berat badan babi selama penelitian Eksperimen I ini berlangsung (5 minggu), dapat dilihat pada Xibe1 9. Sementara itu, pola pertambahan masing-masing bobot badan tersebut, dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Pada T'bel 9, tertihat bahwa rata-rata persentase pertambahan berat badan kelompok babi yang diinfeksi, berkisar antara 31,6% - 73,0%, sedangkan pada kelompok babi kontrol, rata-rata persentase pertambahan berat badannya adalah 57,996. Dengan menggunakan analisis varians, diketahui rat.-rata persentase seluruh pertambahan berat badan hewan percobaan tersebut, satu sama lainnya tidak menunjukkan adanya perkhan yang bermakna (P > 0,05). Tabel 9. Rata-rata persentase pertarnbahan berat badan semua kelompok babi yang diinfeksi dengan 5 proglottid Z&nia saginata (Strain Bali) 5 minggu pasca infeksi (Eksperimen I) Kelompok Babi (Diinfeksi) Jumlah Babi Pertarnbahan Berat Badan ( % ) Wnia 1 Wnia 2 Tmenia 3 Wnia 4 Wnia 5 bnia 6 Kontrol

24 JO I s mlw +Taenia Taenia 2 -+ Taenia 3 -" Kontrol Gambar 15. Pola pertambahan berat badan babi selama penelitian Eksperimen I berlangsung (5 minggu) Migu +- Taenia 5 ++ Kontrol J Gambar 16. Pola pertambahan berat badan babi selama penelitian Eksperimen I berlangsung (5 minggu).

25 Eksperimen I1 Hasil infeksi proglottid Tuenia saginuta (strain Bali) - telah dideskripsikan pada Sub Bab pada kedua ekor babi percobaan, baik yang disembelih enam minggu maupun tujuh minggu pasca infeksi pada Eksperimen I1 ini, menun- jukkan adanya pertumbuhan kista. Kista tersebut hanyaditemukan padaorgan hati, sementara organ-organ lainnya dan seluruh otot bersih. Pada seekor babi yang digunakan sebagai kontrol, tidak ditemukan adanya pertumbuhan sistiserkus, daging dan organ visceralnya bersih. Jumlah kista yang diperoleh pada masing- masing babi yang diinfeksi pada penelitian ini yaitu 48 dan 32, lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kista yang ditemukan pada masing-masing babi pada percobaan sebelumnya (Eksperimen I), rata-rata sebanyak 7 kista perekor babi. Jumlah, distri busi dan ti ngkat perkembangan kista yang diperoleh pada Eksperimen I1 ini, lebih jelas dapat dilihat pada Xibe1 10 berikut. Tabel 10. Jumlah, distribusi dan tingkat perkembangan kista pada hati babi yang diinfeksi dengan 30 proglottid Taenia saginata (Strain Bali), 6 dan 7 minggu pasca infeksi Nomor Lama Jumlah Distribusi Perkembangan Babi infeksi Kista S P I M D/C 1 Kontrol minggu minggu Total S = permukaan hati I = imatur D = degenerasi P = parensim hati M = matur C = kalsifikasi

26 Seperti halnya pada Eksperimen I, pada Eksperimen I1 ini, tidak ditemukan adanya kista yang hidup. Empat puluh tujuh dari 80 kista (58,7596) yang ditemukan masih imatur, sedangkan sisanya sebanyak 41,25 % telah mengalami degenerasi dan kalsifikasi. Pada penelitian ini, juga terlihat bahwa kista yang menginfeksi hati babi, 71,25 % terdapat pada permukaan hati dan 28,75 % pada bagian parensim hati. Persentase pertambahan bent badan babi selama penelitian Eksperimen I1 ini berlangsung (7 minggu), dapat dilihat pada '&be1 11. Sementara itu, grafik pertambahan masing-masing bobot badan tersebut, dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel I 1. Persentase pertambahan berat badan babi yang diinfeksi dengan 30 proglottid Taenia saginata (Strain Bali), 6 dan 7 minggu pasca infeksi. Nomor Babi Lama infeksi Pertambahan bent badan 1 Kontrol (7 minggu) 2 6 minggu 3 7 minggu Dari Tabei 11, terlihat bahwa persentase pertambahan berat badan babi-babi yang digunakan pada Eksperimen I1 ini, baik babi kontrol maupun babi yang diinfeksi taenia selama 6 minggu adalah sama, yaitu sebesar 80%. Sementara itu, persentase pertambahan berat badan babi yang diinfeksi taenia selama 7 minggu adalah lebih rendah yaitu 57,14%. Data lengkap mengenai persentase pertambahan berat badan babi-babi yang digunakan pada Eksperimen I1 ini, tersaji pada Lampiran 5. Grafik pola pertambahan berat badan babi yang digunakan pada Eksperimen ini terlihat pada Gambar 17 berikut.

27 Minggu Taenia 1 (Kontrol) Thenia 2 Taenia 3 Gambar 17. Grafik pertambahan berat badan babi yang diinfeksi dengan 30 proglottid Taenia saginata (Strain Bali) setama 7 minggu Eksperimen III Hasil infeksi proglottid Taenia saginata (Strain Bali) - telah dideskripsikan pada Sub Bab pada babi-babi percobaan yang digunakan pada Eksperimen I11 ini, menunjukkan adanya pertumbuhan kista, yang hanya ditemukan pada organ hati. Sementara organ laimya dan seluruh karkas bersih. Seperti pada penelitian terdahulu (Eksperimen I dan 11), kebanyakan kista yang diperoleh masih imatur (53%) atau telah mengalami degenerasi / kalsifikasi (46,15 %). Hanya satu kista (0,85 %) yang ditemukan hidup pada penelitian ini, yaitu pada hati babi yang dibunuh 4 minggu pasca infeksi. Sistiserkus yang hidup ini, setelah diamati dibawah mikroskop, ternyata tidak memiliki kait (Gambar 18).

28

29 Infeksi proglottid Taeniu saginata (Strain Bali) - telah dideskripsikan pada Sub Bab pada dua ekor babi Bali dan dua ekor sapi Bali, menghasilkan sistiserkus. Pada babi yang disembelih 4 minggu pasca infeksi, ditemukan 5 kista (2 imatur dan 3 degenerasi). Lokasi berparasitnya, 3 pada parensim hati dan 2 di permukaan hati. Pada babi yang disembelih 6 minggu pasca infeksi, ditemukan 7 kista yang semuanya telah mengalami degenerasi. Lima kista yang diperoleh pada otopsi yang disebut terakhir berlokasi pada permukaan hati, sedangkan 2 sisanya ditemukan pada bagian parensim. Seluruh karkas dan organ dalam yang lain, selain hati tampak bersih. Sementara itu, pada sapi yang disembelih 6 minggu pasca infeksi, terlihat adanya dua kista yang ditemukan pada otot masseter dan tiga kista ditemukan pada otot fernoralis caudalis. Sedangkan pada sapi yang disembelih 8 minggu pasca infeksi, memperlihatkan pertumbuhan kista yang terdistribusi di seluruh karkas, terutama pada otot didaerah paha, muka, intercostae, diafragma dan jantung. Jumlah kista pada otot-otot sapi yang disembelih belakangan ini, tidak dihitung. Namun, secara sepintas, pada setiap bidang sayatan yang dilakukan di masing-masing otot yang diperiksa, terlihat antara 1 sampai 3 kista. Kista yang ditemukan, ada yang masih hidup maupun yang telah mengalami degenerasi. Gambaran otot-otot sapi yang terserang sistiserkus tersebut dan gambaran histologisnya, tersaji pada Garnbar 19 dan Gambar 20 berikut.

30

V. PEMBAHASAN Penelitian Lapangan

V. PEMBAHASAN Penelitian Lapangan V. PEMBAHASAN 5.1. Penelitian Lapangan 5.1.1. Penelitian di Rumah Pototlg Hewan Dari pengamatan pada babi-babi yang disembelih di RPH Denpasar terhadap kemungkinan adanya infeksi alami atau kehadiran sistiserkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik fisik wilayah tropis seperti Indonesia merupakan surga bagi kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia

Lebih terperinci

MELALUI KAJIAN PARASITOLOGI DAN SEROLOGI

MELALUI KAJIAN PARASITOLOGI DAN SEROLOGI PELACARAN.... TERHADAP KEHADIRAN A. TAENIA SAGINA TA TAl WANENSIS DI BALI MELALUI KAJIAN PARASITOLOGI DAN SEROLOGI,. Oleh NYOMAN SADRA DHARMAWAN PROGRAM PASCASAHJANA INSTITUT PERTANIAN RO

Lebih terperinci

Taenia saginata dan Taenia solium

Taenia saginata dan Taenia solium Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA ABSTRAK Sistiserkosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva stadium metacestoda cacing pita yang disebut Cysticercus. Cysticercus yang ditemukan pada babi adalah Cysticercus cellulosae

Lebih terperinci

Ciri-ciri umum cestoda usus

Ciri-ciri umum cestoda usus Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Sistiserkosis pada Serum Contoh Total Penelitian ini memeriksa serum babi sebanyak 39 contoh (Tabel 1). Babi yang diambil serumnya dalam penelitian ini berasal dari peternakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi, Morfologi dan Daur Hidup Taenia sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi, Morfologi dan Daur Hidup Taenia sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Daur Hidup Taenia sp. Klasifikasi dan Morfologi Taenia sp didalam klasifikasi taksonomi termasuk ke dalam kelas Eucestoda, ordo Taeniidae, famili Taeniidae

Lebih terperinci

Distribusi dan Jumlah Cysticercus bovis pada Sapi Bali yang Diinfeksi Telur Taenia saginata Empat Bulan Pasca Infeksi

Distribusi dan Jumlah Cysticercus bovis pada Sapi Bali yang Diinfeksi Telur Taenia saginata Empat Bulan Pasca Infeksi Distribusi dan Jumlah Cysticercus bovis pada Sapi Bali yang Diinfeksi Telur Taenia saginata Empat Bulan Pasca Infeksi DISTRIBUTION AND NUMBER OF CYSTICERCUS BOVIS ON BALI CATTLE OF EXPERIMENTALLY INFECTED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Taeniasis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada manusia karena menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus. Penyebab taeniasis yaitu

Lebih terperinci

NI MADE AYUDININGSIH ASTITI SUDEWI NIM

NI MADE AYUDININGSIH ASTITI SUDEWI NIM TESIS PREVALENSI SISTISERKOSIS PADA BABI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN DENPASAR DAN TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN TRADISIONAL DI KARANGASEM SERTA EVALUASI UJI ELISA YANG DIGUNAKAN NI MADE AYUDININGSIH

Lebih terperinci

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila,

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila, CESTODA JARINGAN Cacing dalam kelas Cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik

Lebih terperinci

Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Penatih, Denpasar

Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Penatih, Denpasar Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Penatih, Denpasar (SEROPREVALENCE OF PIG CYSTICERCOSIS AT THE SLAUGHTERHOUSE IN PENATIH, DENPASAR ) I Ketut Suada 1,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum Platyhelminthes. Cacing dewasa menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup dijaringan vertebrata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistiserkosis dan taeniasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistiserkosis dan taeniasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistiserkosis Sistiserkosis dan taeniasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh cacing cestoda. Sistiserkosis merupakan penyakit karena infeksi C. cellulosae pada

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar

Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar (ANTIBODY DETECTION TOWARD CYSTICERCUS CELLULOSAE ON LOCAL PIG THAT SLAUGHTERED

Lebih terperinci

ISOLASI ANTIGEN SISTISERKOSIS PADA BABI DAN SAPI

ISOLASI ANTIGEN SISTISERKOSIS PADA BABI DAN SAPI ISOLASI ANTIGEN SISTISERKOSIS PADA BABI DAN SAPI (Isolation Cysticercosis Antigen Form Pig and Cow) TOLIBIN ISKANDAR, D.T. SUBEKTI dan SUHARDONO Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114 ABSTRACT

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

Studi Biologi Perkembangan Metacestoda Taenia Saginata Pada Sapi Bali

Studi Biologi Perkembangan Metacestoda Taenia Saginata Pada Sapi Bali Buletin Veteriner Udayana Volume 8 No. 1: 59-64 p-issn: 2085-2495; e-issn: 2477-2712 Pebruari 2016 Studi Biologi Perkembangan Metacestoda Taenia Saginata Pada Sapi Bali (BIOLOGICAL STUDIES OF Taenia Saginata

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB, 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul 01.00-06.00 WIB, mulai dari tanggal 29Juli sampai dengan 23 Agustus 2016 di rumah potong hewan (RPH) Kampung Bustaman,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '/ * i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

Pemeriksaan Postmortem

Pemeriksaan Postmortem Pemeriksaan Postmortem = Pemeriksaan pascamati = Pemeriksaan setelah pemotongan adalah pemeriksaan kesehatan pada organ dan karkas pada proses pemotongan hewan. Pemeriksaan ini dilaksanakan setelah organ

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk sapi PO jantan dan Rumah Potong Hewan (RPH) Pancoran Mas untuk sapi Bali jantan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia yang perlu dijaga kelestariannya. Sapi bali merupakan hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng

Lebih terperinci

Total Eritrosit, Hemoglobin, Pack Cell Volume, dan Indeks Eritrosit Sapi Bali yang Terinfeksi Cysticercus Bovis

Total Eritrosit, Hemoglobin, Pack Cell Volume, dan Indeks Eritrosit Sapi Bali yang Terinfeksi Cysticercus Bovis Total Eritrosit, Hemoglobin, Pack Cell Volume, dan Indeks Eritrosit Sapi Bali yang Terinfeksi Cysticercus Bovis ERYTHROCYTES TOTAL, HEMOGLOBIN, PACK CELL VOLUME, AND ERYTHROCYTES INDEX OF BALI CATTLE INFECTED

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sumber energi, serta pengelolaan lingkungan hidupnya. Kegiatan pengolahan

I. PENDAHULUAN. atau sumber energi, serta pengelolaan lingkungan hidupnya. Kegiatan pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri atau sumber energi, serta

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Taeniasis sp. Taeniasis dan sistiserkosis merupakan penyakit yang menyerang masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, seperti yang dikonfirmasi pada statistika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila dibedakan dengan sapi lainnya

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2001 - Juni 2002. Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan ternak dilakukan di kandang Unggas Fakultas Petemakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 1 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Desember 015 sampai 31 Januari 016 di Rumah Pemotongan Hewan Sapi Jagalan, Surakarta, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING)

PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING) PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING) PEMERIKSAAN ANTEMORTEM Hasil Pengamatan (kerjakan sesuai dengan ternak kelompok saudara!) Bangsa Kambing :... Jenis Kelamin : ( / ) *) Pengenalan bangsa/karakteristik fenotipe

Lebih terperinci

\I Binatang yang merayap di bumi dan

\I Binatang yang merayap di bumi dan \I Binatang yang merayap di bumi dan burung yang terbang dengan dua s~ yapnya adalah makhluk Allah sepe ti kamu. Tidaklah:Kami a baikan suatu jua pun, kemudian mereka di kembalikan kepada Tuhannya 11 (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 NOMOR 3 TAHUN 2003 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 NOMOR 3 TAHUN 2003 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar yang ada dihutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar yang ada di

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak Suhardi, S.Pt.,MP NILAI PEMULIAAN Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak ternak terbaik berdasarkan keunggulan genetik, karena faktor ini akan diturunkan pada anak anaknya.? Nilai Pemuliaan (NP) merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN.. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni sesungguhnya (True Experimental Research) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh asap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sub sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat merupakan fungsi integral dalam pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan.

Lebih terperinci

1975). Kenyataan ini hembuat beberapa peneliti beranggapan bahwa cacing pita

1975). Kenyataan ini hembuat beberapa peneliti beranggapan bahwa cacing pita 11. TINJAUAN PUSTAKA Cestoda adalah cacing pipih, yang lebih dikenal dengan nama cacing pita. Cacing ini merupakan subfilum di dalam filum Platyhelminthes. Cestoda disebut cacing pita. karena ia mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Trichinellosis adalah zoonosis akibat infeksi cacing nematoda Trichinella spp., tersebar hampir di semua benua dan dapat menyebabkan kematian pada kasus berat. Beberapa data

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

cacing kremi. Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau Strongyloides stercoralis, dosis 400 mg

cacing kremi. Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau Strongyloides stercoralis, dosis 400 mg Albendazole dengan pemberian sekali sehari 400 mg selama 1, 2 dan 3 hari. 1.3. Tujuan Penelitian. 1.3.1. Tujuan umum: Untuk mengetahui dosis efektif Albendazole dalam menanggulangi infeksi cacing Trichuris

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI.

HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI. HUBUNGAN BOBOT KARKAS DENGAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK PADA SAPI BRAHMAN CROSS JANTAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) LUBUK BUAYA PADANG SKRIPSI Oleh : OMAR ABDALAH 06 161 009 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan lokal, yang penampilannya mirip Etawah tetapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Ternak babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

Lebih terperinci

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik A. Karakteristik PLATYHELMINTHES 1.Tubuh terdiri atas 3 lapisan sel: ektodermis, mesodermis, dan endodermis (triploblastik) 2. Hidup bebas atau parasit 3. Alat ekskresi berupa sel api 4. Alat pencernaan

Lebih terperinci

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

UNTUK MEREKA YANG SENANTIASA BERDOA UNTUK KEBERHASILANKU

UNTUK MEREKA YANG SENANTIASA BERDOA UNTUK KEBERHASILANKU UNTUK MEREKA YANG SENANTIASA BERDOA UNTUK KEBERHASILANKU :?"" PENGARUH TINGKAT LEMAK RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS, KOMPONEN KARKAS DAN DAGING KARKAS KELlNCl PERSliANGAN KARYA ILMIAH IMAM SUTIYONO FAKULTAS

Lebih terperinci

Evaluasi Uji ELISA dengan Serum Lapangan sebagai Crude Antigen di Bali. Evaluation of ELISA Test using Field Serum as a crude antigen in Bali

Evaluasi Uji ELISA dengan Serum Lapangan sebagai Crude Antigen di Bali. Evaluation of ELISA Test using Field Serum as a crude antigen in Bali Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Pebruari 2014 Vol 2 No 1: 31-38 Evaluasi Uji ELISA dengan Serum Lapangan sebagai Crude Antigen di Bali Evaluation of ELISA Test using Field Serum as a crude antigen in

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) Disusun Oleh : Kelompok 9 Dita Swafitriani 200110140030 Hartiwi Andayani 200110140176 Fathi Hadad 200110140242

Lebih terperinci

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000 OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR HETI RESNAWATI', A.G. NATAAMIJAYA', UKA KUSNADO, HELMY HAMID 2, SOFYAN iskandar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI

HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI Oleh NUR FITRI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010 HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN

Lebih terperinci

CESTODA USUS. >> Nama penyakit: teniasis solium, dan yang disebabkan stadium larva adalah. a. Ukuran: panjang 2-4 m, kadang-kadang sampai 8 m.

CESTODA USUS. >> Nama penyakit: teniasis solium, dan yang disebabkan stadium larva adalah. a. Ukuran: panjang 2-4 m, kadang-kadang sampai 8 m. CESTODA USUS Terdiri dari: 1. Taenia solium 2. Taenia saginata 3. Hymenolopis nana 4. Hymenolopis diminuta 5. Dypilobotrium latum 6. Dypilidium caninum 1. Taenia solium >> Hospes difinitif: manusia Hospes

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas hubungan antara berat badan ayam broiler dengan infeksi Ascaris lumbricoides. B. Tempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta Hasil penangkapan ikan air tawar dari Kali progo, Yogyakarta diketahui terdapat 7 jenis

Lebih terperinci

PREVALENSI TELUR CACING Taenia Saginata PADA FESES SAPI DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN. Agus Evendi

PREVALENSI TELUR CACING Taenia Saginata PADA FESES SAPI DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN. Agus Evendi PREVALENSI TELUR CACING Taenia Saginata PADA FESES SAPI DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN Agus Evendi Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Kaltim, Jl. Kurnia Makmur No.64 Abstract Taeniasis and Cysticercosis is

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sektor peternakan sebagai bagian integral dari sektor pertanian memiliki potensi dan prospek yang sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan pesatnya

Lebih terperinci