EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT"

Transkripsi

1 EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang) SKRIPSI AMELIA KARTIKA YUSTIARNI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN AMELIA KARTIKA YUSTIARNI. Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang). Di bawah bimbingan RACHMAT PAMBUDY. Indonesia merupakan negara terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 237,56 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia diikuti oleh peningkatan jumlah konsumsi beras, karena 95 persen penduduk Indonesia menkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan produksi beras dengan meningkatkan produksi padi. Produksi padi dapat ditingkatkan melalui penggunaan benih padi bersertifikat. Salah satu perusahaan benih padi bersertifikat di Indonesia adalah PT. Sang Hyang Seri (PT.SHS). Dalam memproduksi benih padi, PT. SHS melakukan kerjasama dengan petani penangkar benih yang berada di daerah sekitar. PT. SHS melakukan program kemitraan penangkaran benih padi dengan petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan produksi benih padinya. Program kemitraan disamping memberikan keuntungan bagi perusahaan, juga memberikan keuntungan bagi petani mitra, diantaranya mendapatkan kepastian pasar, mendapatkan harga jual benih yang lebih tinggi sehingga pendapatan mereka meningkat dan mendapatkan tambahan ilmu serta teknologi yang efisien dari perusahaan tersebut. Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah berjalan, sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan kemitraan. Dengan mengetahui permasalahannya, maka diharapkan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja kemitraan. Selain mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang telah disepakati, kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Peningkatan pendapatan juga menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih padi mitra, (2) Menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan, dan (3) Menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang, dimana petani mitra pada penelitian ini adalah petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS Sukamandi, sedangkan petani non mitra adalah petani penangkar benih padi yang berada di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Petani penangkar benih pada penelitian ini adalah petani penangkar benih padi yang menghasilkan benih padi kelas benih sebar (BR). Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena PT. SHS merupakan salah satu produsen benih padi terbesar di Indonesia, dimana lokasi lahan penangkaran benih padi milik PT. SHS berada di Sukamandi, Kabupaten Subang. Untuk petani non

3 mitra, pemilihan lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Subang karena satusatunya lokasi petani penangkar benih padi yang menghasilkan benih padi kelas benih sebar di Kabupaten Subang hanya berada di Kecamatan Subang. Pemilihan petani responden dilakukan secara purposive untuk petani mitra dan simple random sampling untuk petani non mitra dengan mengambil sampel masingmasing sebanyak 30 orang. Penelitian dilakukan untuk musim tanam 2010/2011. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani penangkaran benih padi mitra dan non mitra serta mengevaluasi jalannya kemitraan antara petani penangkar benih padi dengan PT. SHS. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan serta menganalis tingkat pendapatan usahatani petani mitra bila dibandingkan dengan usahatani petani non mitra berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani. R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Data yang diperoleh berasal dari kuisioner dan diolah menggunakan bantuan software komputer Microsoft Excel dan Minitab 14. Untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas digunakan SPSS 17,0. Kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan petani mitra termasuk ke dalam kemitraan inti plasma. Hasil analisis matriks evaluasi kemitraan menunjukkan bahwa terdapat enam poin kerjasama yang tidak memiliki kesesuaian antara kesepakatan kerjasama dengan realisasi. Poin-poin tersebut adalah penjualan hasil panen, penyediaan sarana produksi, kegiatan pembasmian tikus, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen dan pembayaran hasil panen. Walaupun begitu, kemitraan memberikan beberapa manfaat, diantaranya yaitu mendapatkan bantuan modal, mendapatkan jaminan pasar, meningkatkan pendapatan serta mendapatkan tambahan pengetahuan, ketrampilan serta teknologi. Berdasarkan metode Importance Performance Analysis (IPA) dapat diketahui atribut-atribut yang berada pada prioritas utama adalah atribut harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, respon inti terhadap keluhan, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga beli hasil panen, serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Secara keseluruhan, berdasarkan metode Customer Satisfaction Index (CSI) petani mitra dinyatakan cukup puas, karena nilai CSI yang diperoleh adalah 62,08. Dari analisis pendapatan usahatani penangkaran benih padi diketahui bahwa usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra memberikan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang lebih tinggi dibandingkan pada petani non mitra. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total pada petani mitra yaitu 1,219 dan 1,120. Sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total pada petani non mita yaitu 1,063 dan 1,024. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra memberikan keuntungan bagi petani mitra. Pelaksanaan kemitraan dapat diteruskan, terutama dengan adanya perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. iii

4 EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang) AMELIA KARTIKA YUSTIARNI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NRP : Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang) : Amelia Kartika Yustiarni : H Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Amelia Kartika Yustiarni H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 11 Mei Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rodip Sukarman, SH dan Ibunda Ir. Dyah Mardiani Herdanaratri. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N Kranji I Purwokerto pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP N I Purwokerto. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA N I Purwokerto diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis pada Departemen d Prime (Departemen of Public Relation and Information Media) periode tahun dan sebagai kepala Departemen d Prime (Departemen of Public Relation and Information Media) pada periode tahun

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani penangkar benih padi mitra, menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini, serta menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi mitra bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra. Namun demikian, sangatlah disadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2011 Amelia Kartika Yustiarni

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kedua orang tuaku yang terhebat, papa Rodip Sukarman, SH, mama Ir. Dyah Mardiani Herdanaratri dan adikku Bintang Wicaksono Ajie serta keluarga tercinta untuk setiap dukungan, cinta, kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 2. Dr. Ir. Rachmat Pambudy MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Anita Primaswari W, SP. MSi selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Yeka Hendra F, SP selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Febriantina Dewi, SE. MM. MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa Departemen Agribisnis. 6. Seluruh staf pengajar, sekretariat Departemen Agribisnis, Komdik, Dekanat FEM, perpustakaan FEM, perpustakaan LSI terutama Ibu Ida dan Mbak Dian atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan, penyusunan skripsi, seminar, dan sidang. 7. Ibu Elda D Adiningrat selaku Ketua Umum Asosiasi Benih Indonesia, Dr. Nizwar Safaat selaku Direktur Litbang PT. Sang Hyang Seri, Bapak Bachrudin SP, serta pihak PT. Sang Hyang Seri lainnya, atas waktu, kesempatan, informasi, dukungan serta bantuannya selama ini. Terima kasih untuk petani mitra PT. Sang Hyang Seri serta petani anggota kelompok tani Katiga atas waktu dan ketersediaannya menjadi responden. 8. Teh Eka, Teh Bunga, dan Teh Rini, atas dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan penelitian.

10 9. Abdul Ghofir, atas masukan, bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan selama penyusunan skripsi ini, serta waktu yang telah diluangkan untuk menemani penulis menyelesaikan penelitian. Terima kasih untuk selalu mendengarkan keluh kesah penulis dan menjadi tempat berbagi. 10. Anggriani Putri, Dini Amrilla Utomo, Indah Soekma, dan Anggie Millanisa, atas masukan, bantuan, dukungan dan doa yang diberikan. Terima kasih atas persahabatan yang indah. 11. Desi Natalis Singarimbun selaku pembahas seminar, Hata Madia K, Oktiarachmi Budiningrum, Ardie Aryono, Adi Febrian, Pandu Aditama, Risa Maya P, Citra Sari, Astri Yulita, Annisa Milky dan Febriandini Harvina S. Terima kasih atas bantuan serta masukan-masukan yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi. 12. Teman-teman seperjuangan HIPMA khususnya d Prime, Jauhar Samudera N, Listia Nur Isma, Decy Ekaningtyas, Anindha Paramastri dan Jihan Kartika D. Terima kasih atas persahabatan dan pengalaman berharga. 13. Tim Gladikarya Cileungsi, Hengky Agustian, Sri Lestari, Arini Ungki, dan Ayu Triwidyaratih yang membuat penulis belajar akan banyak hal. 14. Teman-teman Agribisnis angkatan 44. Terima kasih untuk hari-hari yang penuh kenangan, semangat, tawa dan optimisme. 15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Desember 2011 Amelia Kartika Yustiarni x

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA Kemitraan Pola dan Aturan Kemitraan Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan Evaluasi Kemitraan Kepuasan Petani Terhadap Kemitraan Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Definisi Benih Industri Benih Penangkaran Benih Sertifikasi Benih Sistem Perbenihan Konsep Kemitraan Konsep Kepuasan Analisis Pendapatan Usahatani Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Penentuan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani Pendapatan Usahatani Analisis R/C Penilaian Tingkat Kepuasan Uji Validitas dan Reliabilitas Metode Importance Performance Analysis Metode Customer Satisfaction Index... 60

12 4.8. Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri Budaya Perusahaan Visi, Misi dan Motto Perusahaan Struktur Organisasi Perusahaan Gambaran Umum Kabupaten Subang Karakteristik Petani Responden Umur Responden Jenis Kelamin Responden Tingkat Pendidikan Pengalaman Usahatani Penangkaran Benih Padi Luas Lahan dan Status Kepemilikan VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Penangkar Benih Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Surat Perjanjian Kerjasama Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan Kendala-kendala di Dalam Pelaksanaan Kemitraan Manfaat Kemitraan VII ANALISIS KEPUASAN PETANI TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN Analisis Kepuasan Petani Mitra Tingkat Kesesuaian Atribut Importance Performance Analysis Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Keseluruhan Pelayanan dalam Kemitraan VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi Pengolahan Lahan Persemaian (Pembibitan) Penanaman Pemeliharaan Tanaman Pemupukan Penggunaan Obat-obatan Roguing (Seleksi) Pemanenan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani xii

13 Analisis Imbangan Terhadap Biaya (R/C Rasio) IX KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional Konversi Lahan Pertanian di Indonesia Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi Mitra Per Musim Tanam Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Atribut Pelayanan Kemitraan Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Terhadap Kinerja Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Umur Musim Tanam 2010/ Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Jenis Kelamin Musim Tanam 2010/ Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pendidikan Musim Tanam 2010/ Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pengalaman Menjadi Petani Penangkar Benih Padi Musim Tanam 2010/ Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Musim Tanam 2010/ Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Pembagian Areal Lahan PT. SHS Cabang Khusus Sukamandi Musim Tanam 2010/ Pembagian Areal Lahan Kerjasama Musim Tanam 2010/ Manfaat Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Mitra Tingkat Kesesuaian Atribut Pada Responden Petani Mitra... 89

15 24. Koordinat Atribut Kepuasan Customer Satisfaction Index (CSI) Alasan Petani Responden Melakukan Usahatani Penangkaran Benih Padi Kegiatan Pengolahan Lahan Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Kegiatan Penanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Kegiatan Penyulaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Kegiatan Pengontrolan Tanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Kegiatan Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Penggunaan Pupuk Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Penggunaan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Penerimaan Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim Tanam 2010/ Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Mesin Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Biaya Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Biaya Pestisida Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Biaya Pembuatan Pagar Plastik Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Struktur Biaya Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/ Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Penangkaran Benih padi Pada Petani Mitra dan Non Mitra xv

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pola Kemitraan Inti Plasma Pola Kemitraan Sub Kontrak Pola Kemitraan Dagang Umum Pola Kemitraan Keagenan Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Pola Kemitraan Sederhana (Pemula) Pola Kemitraan Tahap Madya Pola Kemitraan Tahap Utama Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerangka Pemikiran Operasional Diagram Kartesius Metode Importance Performance Analysis Peta Kabupaten Subang Diagram Kartesius Hasil Perhitungan IPA xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut dan Indikator Kinerja Pelayanan Kemitraan Matriks Evaluasi Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dan Petani Mitra Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama Kendala-kendala Kemitraan Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama Kuisioner Penelitian Usahatani Kuisioner Kepuasan Petani Mitra Kuisioner Kemitraan untuk PT. Sang Hyang Seri Surat Perjanjian Kerjasama Peta Lahan dan Varietas PT. Sang Hyang Seri

18 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai jiwa penduduk (BPS 2010) 1. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi beras nasional. Hampir 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras. Selama program diversifikasi belum berjalan dengan optimal, maka permintaan terhadap beras akan terus meningkat. Perkembangan produksi beras dan konsumsi beras tahun , dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun Produksi Beras Konsumsi Beras Impor (Juta Ton) (Juta Ton)* (Juta Ton) ,96 35,74 0, ,30 35,90 2, ,00 36,35 0, ,31 37,10 0, ,37 38,00 1, ,00 38,55 0,95 Sumber : BPS 2 dan *USDA 3, 2011 (diolah) Peningkatan konsumsi beras ternyata tidak diimbangi oleh peningkatan produksi beras. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produksi beras sebesar 1,94 juta ton dibanding tahun Hal ini mempengaruhi jumlah impor beras ke Indonesia. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui perluasan lahan pertanian dan peningkatan kualitas tanaman padi. Namun cara pertama memiliki banyak halangan, mengingat setiap tahunnya lahan subur semakin berkurang karena adanya alih fungsi (konversi) lahan pertanian untuk keperluan non 1 [28 Oktober 2010] 2 [18 Oktober 2011] 3 [15 November 2011]

19 pertanian, terutama di daerah Jawa, seperti pembuatan daerah industri, daerah perkantoran, daerah wisata dan daerah pemukiman. Berdasarkan Sensus Pertanian (SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik selama 10 tahun sekali yaitu tahun 1973, 1983, 1993 dan 2003 diketahui bahwa selama periode konversi lahan pertanian mencapai hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa. Selama periode berikutnya yaitu tahun besaran konversi lahan yang terjadi adalah hektar dan sebagian besar terjadi di Sumatera. Konversi lahan pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia, Total Lahan Pertanian (ha) Konversi Lahan (ha) Wilayah SP ) SP ) SP ) Jawa Bali & Nusa Tenggara Sumatera Sulawesi Kalimantan Maluku Irian Jaya INDONESIA Sumber: Badan Pusat Statistik, dalam Lokollo et al (diolah) 1) Sensus Pertanian Seri J3, ) Sensus Pertanian Seri J3, ) Sensus Pertanian Seri A3, 2003 Selama kurun waktu , luas areal pertanian di Jawa mengalami pengurangan sebanyak hektar atau sekitar ,1 hektar per tahun dan terus menurun setiap tahunnya. Luas areal pertanian tersebut termasuk di dalamnya luas lahan tanaman padi. Pada tahun 2008 luas lahan padi nasional diketahui seluas 12,66 juta hektar. Penurunan luas lahan pertanian berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian termasuk padi. Untuk itulah perlu dilakukan usaha peningkatan produksi melalui peningkatan kualitas tanaman padi seperti pengembangan varietas dan penggunaan benih bersertifikat. Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia tahun dapat dilihat pada Tabel 3. 2

20 Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi Pertumbuhan (Ha) (ku/ha) (ton) Produksi (%) , , , , , , , , , , , , ,631 Sumber: BPS (2011) 4 Keterangan : Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa telah terjadi peningkatan produksi padi selama periode tahun Walaupun telah terjadi penurunan produktivitas padi pada tahun 2011, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia terus berusaha memenuhi permintaan padi dalam negeri. Kenaikan produksi padi dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari semakin banyaknya penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani. Produksi benih padi di Indonesia terdiri dari benih bersertifikat dan benih tidak bersertifkat berlabel merah jambu. Sejak tahun 2008, produksi benih label merah jambu dihentikan karena mutunya yang kurang baik. Benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih (Kartasapoetra 1992). Benih yang memenuhi standar mutu ditandai dengan Label Benih Bersertifikat. Proses penangkaran benih bersertifikat diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Perbedaan antara benih bersertifikat dengan benih tidak bersertifikat terletak pada proses sertifikasi, dimana benih bersertifikat diproses dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tingkat kemurnian varietas dapat terpelihara dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi oleh BPSB. Sedangkan benih tidak bersertifikat merupakan benih dari varietas lokal atau dari hasil penangkaran sendiri yang telah dipilih dan dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan benih padi oleh petani tanpa melalui proses pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Volume produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel [20 Desember 2011] 3

21 Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun No Tahun Kebutuhan Benih Produksi Benih Total Potensial (Ton) (Ton) N Sumber : Deptan, 2010 (diolah) Keterangan: N = Data tidak tersedia Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebutuhan benih potensial terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan benih potensial diikuti oleh produksi benih total. Penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani pada tahun 2006 diketahui sebanyak 39 persen dari total benih yang dibutuhkan atau sekitar ton. Pada tahun 2007, penggunaan benih bersertifikat adalah sebesar 49 persen atau sekitar ton. Penggunaan benih bersertifikat terus meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 mencapai 53,20 persen dan pada tahun 2009 penggunaan benih bersertifikat mencapai 62,8 persen dari total kebutuhan benih nasional (Deptan 2010) 5. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penggunaan benih bersertifikat oleh petani setara dengan produksi benih bersertifikat nasional sehingga produksi benih harus ditingkatkan. Penggunaan benih padi bersertifikat mendatangkan banyak keuntungan diantaranya meningkatkan produksi per satuan luas dan satuan waktu serta meningkatkan mutu hasil, yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Penggunaan benih padi bersertifikat memberikan produktivitas yang tinggi dikarenakan benih padi bersertifikat disiapkan dengan perlakuan khusus, seperti persiapan lahan yang baik, penggunaan benih unggul, pemeliharaan tanaman padi dengan baik dan terkontrol, waktu dan pelaksanaan panen yang tepat, pengepakan yang rapi menggunakan pembungkus benih yang memenuhi standar, serta penyimpanan dan pendistribusian yang baik. Perlakuanperlakuan tersebut menghasilkan benih padi yang baik dengan daya tumbuh di 5 [28 Oktober 2010] 4

22 atas 80 persen, varietas yang homogen, pertumbuhan tanaman yang serentak dan benih padi yang disiapkan terhindar dari gangguan hama penyakit karena diperlukan perlakuan khusus untuk memproduksi benih padi bersertifikat (Deptan 2010). Kegiatan penangkaran benih bersertifikat merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara terprogram, terarah, terpadu dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir, yaitu mulai dari aspek penelitian untuk menghasilkan varietas unggul yang baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran, hingga pengawasan pemasaran. Kegiatan tersebut melibatkan institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen maupun pedagang benih. Di Indonesia, usaha penangkaran benih padi bersertifikat dilakukan oleh BUMN, swasta, maupun kelompok tani penangkar benih. Usaha penangkaran benih padi terutama varietas unggul akan meningkatkan pendapatan petani penangkar benih. Dengan memproduksi benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani penangkar lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, penangkaran benih bertujuan untuk menjaga ketersediaan benih di musim tanam dan meningkatkan kesadaran petani untuk menggunakan benih padi varietas unggul bersertifikat. Petani penangkar benih padi tersebar di seluruh Indonesia. Umumnya para petani penangkar benih padi melakukan penangkaran benih di lahan usahataninya sendiri, dimana lahannya memenuhi syarat untuk dijadikan penangkaran benih padi bersertifikat. PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu produsen benih padi yang telah berkembang di Indonesia dan merupakan penyumbang terbesar bagi pemenuhan kebutuhan benih bersertifikat nasional. PT. SHS didirikan oleh pemerintah pada tahun 1971 dengan status semi-swasta sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk mendampingi balai-balai benih dalam memproduksi benih. Salah satu lokasi penangkaran benih padi PT. SHS terletak di Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi. 5

23 Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS bermitra dengan para petani penangkar yang berada di daerah sekitar. Program kemitraan ini tentunya sangat diharapkan oleh petani untuk memberikan manfaat yang lebih dibandingkan dengan melakukan penangkaran sendiri. Untuk itu perlu dikaji mengenai pelaksanaan kemitraan, tingkat kepuasan petani mitra serta tingkat pendapatan petani mitra, agar diketahui apakah pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dan memberikan keuntungan lebih bila dibandingkan dengan tidak melakukan kemitraan. 1.2 Perumusan Masalah PT. SHS melakukan program kemitraan penangkaran benih padi dengan petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan produksi benih padinya. Selain kemitraan, dalam memproduksi benih padi bersertifikat PT. SHS melakukan sistem swakelola, dimana perusahaan mengelola lahan sendiri untuk menghasilkan benih padi. Terdapat dua bentuk kemitraan antara petani dengan PT. SHS, yaitu Kemitraan Kerjasama Dalam dan Kemitraan Kerjasama Luar. Kerjasama Dalam merupakan kemitraan dengan sistem inti plasma dimana PT. SHS menyewakan lahan kepada petani di sekitar wilayah PT. SHS dengan sistem bagi hasil dan petani diwajibkan untuk melakukan budidaya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan Kerjasama Luar merupakan sistem kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan Kelompok Tani atau Gapoktan di luar daerah PT. SHS dimana PT. SHS membeli hasil panen Poktan atau Gapoktan tersebut. Kontrak kerjasama luar terjalin ketika produksi PT. SHS tidak memenuhi target. Produksi benih padi PT. SHS terdiri dari produksi benih inbrida dan benih hibrida. Kelas benih inbrida yang dihasilkan oleh PT. SHS dengan sistem Kemitraan baik Kerjasama Dalam maupun Kerjasama Luar adalah kelas Benih Sebar (BR). Produksi benih inbrida PT. SHS selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5. 6

24 Tabel 5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Tahun Tahun Kegiatan INBRIDA 1. Kerjasama Dalam Luas Panen (ha) Produksi GKP (kg) Produktivitas (kg/ha) 2. Swakelola Luas Panen (ha) ProduksiGKP (kg) Produktivitas (kg/ha) 3. Kerjasama Luar Luas Panen (ha) Produksi GKP (kg) Produktivitas (kg/ha) Sumber: PT. Sang Hyang Seri, , , , ,10 110, , , , , , , , , , , ,18 845, , Penurunan luas lahan panen serta produksi benih padi pada tahun 2010 disebabkan adanya serangan hama wereng. Selama dua musim tanam, yaitu musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, banyak petani mitra yang tidak dapat melakukan panen, karena tanaman padinya yang rusak. PT. SHS sebagai perusahaan inti memberikan keringanan dengan tidak menarik sewa lahan dalam bentuk bagi hasil pada dua musim tanam tersebut. Petani dapat membayar bagi hasil pada musim tanam 2010/2011 secara bertahap. Disinilah peranan perusahaan inti sebagai perusahaan mitra yang membantu petani mitra. Walaupun pada peraturan tidak tertulis disepakati bahwa risiko budidaya ditanggung oleh petani mitra, namun apabila kegagalan panen disebabkan oleh iklim, cuaca, ataupun serangan hama, maka risiko ditanggung bersama. Kegagalan panen yang dialami petani pada musim tanam 2009/2010 menyebabkan turunnya jumlah petani penangkar benih mitra pada musim tanam 2010 dari 1482 petani menjadi 1184 petani. Namun pada musim tanam selanjutnya, yaitu musim tanam 2010/2011 jumlah petani mitra kembali meningkat menjadi 1490 petani mitra. Jumlah petani penangkar benih padi mitra dapat dilihat pada Tabel 6. 7

25 Tabel 6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi Mitra Per Musim Tanam No Musim Tanam Luas Lahan (ha) Jumlah Petani (Orang) / , , / , , / , Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011 Dengan adanya kemitraan, petani penangkar benih berharap mendapatkan manfaat seperti adanya jaminan pasar, mendapatkan harga jual benih yang lebih tinggi sehingga pendapatan mereka meningkat dan mendapatkan tambahan ilmu serta teknologi yang efisien dari perusahaan tersebut. Sebelum menjalin kemitraan dengan dengan PT. SHS, sebagian besar petani merupakan buruh tani yang bekerja untuk orang lain. PT. SHS menawarkan kerjasama dengan menyediakan lahan dengan sistem bagi hasil. Selain itu, sebelumnya para petani ini tidak pernah melakukan usahatani penangkaran benih padi. Pelaksanaan kemitraan ini secara tidak langsung juga membantu dalam peningkatan jumlah petani penangkar benih padi bersertifikat. Walaupun demikian, masih terdapat banyak masalah di dalam pelaksanaan kemitraan, karena masih terdapat banyak penyimpangan dalam menjalankan peraturan yang telah disepakati kedua belah pihak. Penyimpangan dari pihak petani terkait dengan kedisiplinan petani dalam mematuhi peraturan, seperti penjualan hasil panen dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak dipatuhi oleh petani. Sedangkan penyimpangan dari pihak PT. SHS terutama terkait dengan pembayaran hasil panen yang tidak tepat waktu, serta penyimpanganpenyimpangan lainnya yang mempengaruhi kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah berjalan, sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan kemitraan. Dengan mengetahui permasalahannya, maka diharapkan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja kemitraan. Selain 8

26 mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang telah disepakati, kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan dianggap sukses apabila petani mitra merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS sebagai perusahaan inti serta masing-masing pihak telah menjalankan perannya masingmasing sesuai dengan peraturan. Peningkatan pendapatan juga menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan. Karena dengan adanya kemitraan, petani mengharapkan beberapa manfaat, salah satunya adalah adanya peningkatan dalam pendapatan. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi mitra? 2) Bagaimanakan tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini? 3) Bagaimanakah tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraaan dengan PT Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain : 1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi mitra. 2) Menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini. 3) Menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra. 9

27 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Bagi Penangkar Benih Padi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai manfaat dari sertifikasi benih terutama benih padi dan dapat memotivasi petani untuk menghasilkan benih padi bersertifikat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai manfaat yang dapat diperoleh jika petani penangkar benih melakukan kemitraan yang ideal dengan perusahaan produsen benih. 2) Bagi PT. SHS Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pelaksanaan kemitraan yang dilakukan perusahaan serta memberikan informasi yang membantu dalam penetapan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan kemitraan yang dilakukan dengan petani penangkar benih padi. 3) Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan kelembagaan petani, pengembangan kemitraan, serta kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan industri benih di Indonesia. 4) Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya maupun penelitian yang terkait. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lingkup regional yaitu di Kabupaten Subang, dengan benih padi sebagai komoditi yang akan diteliti. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu petani mitra dan petani non mitra. Petani mitra yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional I Sukamandi. Sedangkan petani non mitra adalah petani penangkar benih yang berasal dari Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi ini 10

28 dilakukan karena responden dalam penelitian ini dikhususkan pada penangkar benih padi bersertifikat kelas Benih Sebar, dimana untuk wilayah Kabupaten Subang kelompok tani yang memproduksi benih padi bersertifikat kelas benih sebar berada pada daerah tersebut. Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra dan petani non mitra, mengevaluasi mekanisme kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS serta melihat tingkat kepuasan petani penangkar benih terhadap jalannya kemitraan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani, analisis R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani penangkar benih padi serta metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk melihat kinerja atribut kepuasan kemitraan serta tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan secara keseluruhan. 11

29 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemitraan Pola dan Aturan Kemitraan Bentuk serta pola kemitraan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia bervariasi sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan tersebut. Pada penelitian Damayanti (2009) yang berjudul Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan dalam Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri diketahui bahwa jenis kontrak kemitraan yang terjalin antara CV Bimandiri dengan petani semangka ini adalah kontrak harga, dimana perusahaan menerapkan harga flat atau harga datar. Kemitraan yang berlangsung antara kedua belah pihak tidak dalam bentuk pemberian modal. CV Bimandiri hanya memberikan bantuan suplai bibit semangka serta pembinaan petani dalam hal budidaya, pengendalian hama serta menjamin pasar dari semangka Baby Black yang dihasilkan oleh petani. Aturan kemitraan yang diterapkan perusahaan ini dirumuskan ke dalam memo kesepakatan dimana di dalamnya telah dirumuskan hak dan kewajiban CV Bimandiri sebagai perusahaan mitra serta hak dan kewajiban petani mitra. Hak petani mitra antara lain adalah mendapatkan harga jual sesuai dengan yang disepakati serta mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari perusahaan. Sedangkan kewajiban petani mitra adalah menanam semangka sesuai dengan jumlah dan kriteria yang ditetapkan perusahaan. Pola kemitraan lainnya diantaranya adalah kemitraan yang terjalin antara perusahaan agribisnis peternakan Rudi Jaya PS dengan peternak plasma ayam broiler di Kecamatan Sawangan kota Depok yang diidentifikasi oleh Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler. Pola kemitraan yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut adalah kemitraan inti plasma yang terdiri dari dua model, yaitu kemitraan sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Pada sistem bagi hasil, aturan pembagiannya adalah 50 persen-50 persen, sedangkan pada sistem kontrak aturan pembagiannya adalah 25 persen untuk peternak dan 75 persen untuk perusahaan.

30 Sistem kemitraan yang diterapkan Rudi Jaya SP berdasarkan rasa saling percaya, tanpa ada perjanjian kontrak secara tertulis. Peternak hanya disyaratkan menyediakan kandang, baik kandang milik sendiri ataupun kandang sewa, serta semua peralatan kandang. Sedangkan perusahaan menyediakan seluruh input yang dibutuhkan oleh peternak dalam proses budidaya ayam broiler, seperti DOC, pakan dan obat-obatan. Sistem kemitraan inti plasma juga diidentifikasi oleh Lestari (2009) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternakan Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler pada PT X di Yogyakarta. Pola Kemitraan yang dijalankan oleh PT X merupakan kemitraan tertutup dimana pihak peternak plasma tidak diperbolehkan menjual hasil panen atau memasok sarana produksi ternak dari pihak selain PT X. Kontrak kemitraan PT X dengan peternak plasma ayam broiler terdiri dari kontrak perjanjian kerjasama, kontrak harga sapronak dan kontrak harga panen. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) diterapkan oleh PT Sierad Produce. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengenai Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler mengidentifikasi bahwa kerjasama kemitraan diatur dalam dokumen tertulis yang disebut surat kesepakatan. Kesepakatan dalam kontrak maupun surat perjanjian haruslah dipatuhi dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengidentifikasi bahwa apabila dalam kesepakatan antara PT Sierad Produce dengan peternak mitra terjadi perselisihan maka akan ditempuh dengan jalan musyawarah. Apabila peternak menimbulkan kerugian, maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesepakatan. Kemitraan yang terjalin antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan petani penangkar benih padi mitra merupakan kemitraan inti plasma dimana PT. SHS menyediakan lahan, sarana produksi, bantuan biaya panen serta memberikan pembinaan kepada petani plasma sementara petani menyediakan tenaga kerja dan melakukan kegiatan budidaya. Kemitraan ditandai dengan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) yang berisi kesepakatan yang harus ditaati oleh kedua belah pihak. Selain melalui SPK, kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih mitra diatur dalam peraturan tidak tertulis yang telah disepakati 13

31 bersama. Pelanggaran terhadap kesepakatan yang dilakukan oleh petani mitra akan dikenakan sanksi dimana petani bersedia dikeluarkan dari kemitraan Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan Pelaksanaan kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan mitra maupun petani mitra yang melaksanakannya. Pada kasus kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan CV Bimandiri dalam penelitian Damayanti (2009), manfaat yang diperoleh perusahaan adalah ketersediaan produk sesuai dengan kriteria yang diterapkan secara kontinyu, sehingga kebutuhan akan produk untuk pasar terpenuhi. Selain itu, CV Bimandiri juga mendapatkan nilai lebih dari pelanggan karena dapat menyediakan produk yang berkualitas dan kontinyu sehingga permintaan dari pelanggan terus meningkat. Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra diantaranya adalah mendapatkan bimbingan teknis oleh tim penyuluh dari CV Bimandiri mengenai cara-cara bercocok tanam semangka yang baik, cara penanggulangan hama dan informasi-informasi pertanian, sehingga petani beranjak menjadi petani yang maju dan berwawasan, sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan berkualitas. Manfaat yang paling utama didapat oleh petani adalah adanya jaminan pasar yang pasti. Pelaksanaan kemitraan tidak terlepas dari kendala-kendala. Kendala yang dihadapi oleh CV Bimandiri dalam melaksanakan kemitraan adalah kegagalan panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu, serta keterbatasan modal petani. Hal ini disebabkan tidak adanya bantuan oleh CV Bimandiri dalam bentuk modal. Kendala utama yang dihadapi adalah munculnya pesaing baru semangka Baby Black. Pada kasus PT. Garudafood yang diidentifikasi oleh Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan maupun petani mitra. Manfaat yang diperoleh perusahaan adalah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku. Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra adalah adanya jaminan pasar untuk hasil produksi kacang tanahnya, adanya kepastian harga, meningkatkan pendapatan petani, dan menambah pengetahuan petani mengenai budidaya 14

32 melalui pembinaan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan di antaranya adalah masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke perusahaan lain, penggunaan pupuk yang tidak sesuai anjuran, panen lebih awal dari yang dianjurkan, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari petani non mitra dengan harga yang sama dari petani mitra. Manfaat lain dari kemitraan yang diidentifikasi oleh Deshinta (2006) terutama bagi peternak antara lain adalah mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu dan pengetahuan, pemasaran hasil panen, serta adanya kontrol dari perusahaan dan bimbingan teknis mengenai budidaya. Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih mitra memberikan manfaat baik bagi perusahaaan maupun bagi petani mitra. Walaupun demikian, pelaksanaan kemitraan juga menghadapi berbagai macam kendala dan permasalahan terutama mengenai pembayaran hasil panen dan penjualan hasil panen yang menyimpang dari kesepakatan kerjasama yang telah ditentukan sebelumnya Evaluasi Kemitraan Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat kesesuaian antara ketentuan dan realisasi dari atribut yang digunakan dalam penelitian. Dengan adanya evaluasi diharapkan dapat dilihat sejauh mana kedua belah pihak telah menjalankan hak dan kewajibannya. Prastiwi (2010) mengidentifikasi bahwa berdasarkan hasil analisis matriks evaluasi kemiitraan diketahui bahwa sebagian besar atribut kemitraan yang dianalisis pada PT Galih Estetika tidak memiliki kesesuaian antara ketentuan dengan realisasi. Dari sepuluh atribut yang dianalisis, enam atribut memiliki ketidaksesuaian antara ketentuan dengan realisasi. Hasil penelitian Aryani (2009) menunjukkan bahwa pihak PT Garudafood maupun petani mitra berusaha untuk menjalankan kewajibannya sebaik mungkin sesuai dengan surat perjanjian kerjasama. Dari ketujuh belas atribut, hanya terdapat tiga atribut yang masih tidak sesuai dengan ketentuan. Melalui penelitiannya, Deshinta (2006) menilai pelaksanaan kemitraan antara PT. Sierad Produce dengan peternak ayam broiler telah berjalan dengan baik, karena dari dua 15

33 belas atribut yang tercantum dalam kesepakatan hak dan kewajiban terdapat tiga aspek yang pelaksanaannya masih belum sesuai. Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih padi mitra dilakukan dengan melihat kesesuaian antara realisasi pelaksanaan kemitraan dengan kesepakatan kerjasama. Kesepakatan kerjasama dalam penelitian ini merupakan kesepakatan yang tertulis dalam SPK serta kesepakatan tidak tertulis yang telah ditentukan sebelumnya. Kesepakatan kerjasama dirumuskan ke dalam enam belas atribut evaluasi kemitraan. Berdasarkan keenam belas atribut tersebut dianalisis permasalahan yang terjadi di dalam kemitraan. Selain itu, dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku terhadap pelaksanaan kemitraan dapat diketahui manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kemitraan tersebut. 2.2 Kepuasan Petani terhadap Kemitraan Dalam pelaksanaan kemitraan perlu pula dikaji tingkat kepuasan petani mitra. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan dilihat dari sisi konsumen produk kemitraan, yaitu petani mitra. Firwiyanto (2008) melakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui analisis IPA diketahui atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Disamping itu, kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI sebesar 0,74 atau 74 persen. Penelitian lain yang mengukur kepuasan petani mitra menggunakan metode IPA dan CSI dilakukan oleh Lestari (2009). Berdasarkan hasil analisis, dari tujuh belas atribut, didapatkan empat atribut yang memiliki tingkat 16

34 kepentingan yang tinggi akan tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak plasma sehingga digolongkan ke dalam Kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis kesesuain juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal ini diketahui dari nilai CSI sebesar 63,38 persen, dimana nilai ini berada pada skala puas. Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT. SHS. Melalui metode IPA diketahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing petani terhadap atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian ini adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi, bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan. 2.3 Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani telah beberapa kali dilaksanakan. Sebagian besar penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi kemitraan yang telah dilakukan, mengetahui pengaruh dari kemitraan itu sendiri terhadap pendapatan usahatani dari pelaku kemitraan tersebut, serta perbandingannya dengan pelaku usahatani mandiri. Penelitian terdahulu mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani 17

35 mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Aryani (2009), Puspitasari (2009), Dhesinta (2006) dan Firwiyanto (2008). Penelitian Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membandingkan tingkat pendapatan petani yang bermitra dengan PT Garudafood dan petani yang melakukan usahatani Kacang Tanah secara mandiri (petani non mitra). Berdasarkan penelitian, diketahui R/C rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 2,77 sedangkan pada petani non mitra sebesar 1,92. Dari kedua nilai rasio tersebut diketahui bahwa usahatani kacang tanah yang dilakukan petani mitra dan petani non mitra sama-sama menguntungkan. Namun keuntungan yang diperoleh petani mitra lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani non mitra. Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya total, R/C rasio atas biaya total petani mitra sebesar 1,47 sedangkan petani non mitra sebesar 0,96. Dari R/C rasio atas biaya total, diketahui bahwa petani mitra mendapatkan keuntungan, sebaliknya R/C rasio atas biaya total pada petani mitra menggambarkan adanya kerugian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar, bila dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan analisis usahatani serta R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total disimpulkan bahwa dengan mengikuti kemitraan, maka petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan tidak bermitra. Pengaruh positif kemitraan juga ditemukan pada penelitian Puspitasari (2009) mengenai Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan inti plasma yang dilakukan oleh PT. Pagilarang dengan petani kakao anggota kelompok tani Ngupadikoyo meningkatkan penerimaan petani mitra, dimana penerimaan petani mitra lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Kemitraan juga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi usahatani kakao antara petani mitra dan non mitra. Hal tersebut dilihat dari nilai R/C rasio di mana R/C rasio petani mitra lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio petani non mitra. 18

36 Kedua penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa kemitraan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani. Hal sebaliknya ditemukan pada penelitian Deshinta (2006) dan Firwiyanto (2008), dimana kemitraan memberikan pengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Deshinta (2006) mengidentifikasi bahwa jumlah pendapatan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak mandiri, karena peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak mandiri. Selain itu, dari hasil uji terhadap pendapatan total didapat hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Sedangkan Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri, namun hal tersebut cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan karena peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal. Kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani terutama dalam peningkatan pendapatan. Untuk melihat pengaruh dari pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra dilakukan analisis pendapatan terhadap petani penangkar benih mitra dan kemudian dibandingkan dengan pendapatan petani penangkar benih padi non mitra. 2.4 PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi Beberapa penelitian terkait dengan PT. Sang Hyang Seri telah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Alviah (2007), Noviyanty (2005) dan Roslinawati (2007). Penelitian tersebut difokuskan pada kegiatan PT. Sang Hyang Seri terutama yang berhubungan dengan benih padi. Alviah (2007) meneliti mengenai Analisis Efektifitas Strategi Promosi Benih Padi dan Palawija pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO), di Desa Dukuh, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi promosi PT. Sang Hyang Seri menampilkan keunggulan dari produk dan dilakukan secara gencar ketika hampir tiba masa tanam. Bentuk-bentuk promosi yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri adalah promosi secara Above The Line 19

37 (ATL) menggunakan media cetak (koran, majalah, kemasan luar, brosur, buklet, poster, billboard, dan spanduk) maupun media elektronik (radio dan televisi) serta Below The Line (BTL) melalui promosi penjualan (demplot, Farm Field Day, pameran dan expo, hadiah), humas dan publisitas, penjualan pribadi serta pemasaran langsung. Efektifitas promosi PT. Sang Hyang Seri diukur melalui dampak komunikasi dan penjualan. Dampak komunikasi promosi benih Sang Hyang Seri dengan menggunakan tingkat brand awarness, diperoleh hasil bahwa produk benih PT. Sang Hyang Seri telah menjadi top of mind di benak responden. Hasil EPIC Model menunjukkan hasil dimana responden menilai promosi yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri sudah efektif. Namun bila dilihat masing-masing dimensi, hanya dimensi dampak serta dimensi empati yang termasuk kategori efektif, sedangkan dimensi persuasi dan komunikasi masih tergolong kriteria cukup efektif. Untuk mengukur kecenderungan hubungan biaya promosi dengan jumlah penjualan, digunakan analisis korelasi dan analisis linear berganda. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan positif dan searah antara biaya promosi dengan jumlah penjualan. Selain itu, dari hasil analisis linier berganda diketahui bahwa model layak dan biaya promosi mempengaruhi jumlah penjualan secara nyata. Penelitian lain dilakukan oleh Noviyanty (2005) mengenai Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) berada dalam kondisi supply chain yang belum optimal. Hal ini disebabkan oleh belum adanya kerjasama dengan mata rantai di hilir seperti distributor dan kios. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model SCOR, diketahui bahwa elemen sumber untuk pesanan merupakan elemen yang sangat kritikal untuk proses pelaksanaan. Untuk dapat mengoptimalkan aliran-aliran informasi mulai dari jadwal pengiriman calon benih padi, penerimaan calon benih padi, verifikasi calon benih padi, pemindahan calon benih padi dan pembayaran terhadap suppliers, maka terdapat ukuran-ukuran pelaksanaan untuk tiap aliran-aliran informasi yang harus diperhatikan, seperti kehandalan, ketanggapan, fleksibilitas, biaya, dan aset. 20

38 Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan yang berbeda-beda. Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi (biaya produksi). Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengahtengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani. Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri. 2.5 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani menunjukkan bahwa kemitraan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan, dimana petani mitra memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan hasil sebaliknya, namun kemitraan tetap memberikan manfaat dan menjadi solusi bagi petani dalam hal ketersediaan modal dan pendapatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditas yang akan diteliti. Penelitian ini akan meneliti mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra yang melakukan penangkaran benih padi, dimana penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Benih padi merupakan 21

39 komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS). Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu mengenai PT. SHS, belum pernah membahas mengenai kemitraan yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Penelitian ini berusaha mengkaji mengenai pola kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS, kinerja atribut kepuasan kemitraan, serta melihat perbandingan pendapatan antara penangkar benih padi mitra dengan penangkar benih padi non mitra. 22

40 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Definisi Benih Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi. Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih Industri Benih Industri benih di dunia terdiri dari beberapa tipe. Ada yang sepenuhnya merupakan swasta, sebaliknya ada yang sepenuhnya merupakan usaha pemerintah. Selain itu, terdapat tipe industri yang merupakan campuran antara tipe swasta dan usaha pemerintah. Industri benih berkembang di suatu negara

41 tergantung pada ideologi masing-masing negara, serta faktor ekonomi yang berbeda. Dalam satu negara dapat ditemukan lebih dari satu tipe industri benih. Industri benih tipe swasta dikelola oleh pemilikan individual, korporasi, koperasi, asosiasi, ataupun suatu bentuk kemitraan. Perusahaan swasta tidak bergantung terhadap pemerintah dan umumnya memiliki PDB yang mandiri. Campur tangan pemerintah hanya sebatas pembuatan perundangan yang umumnya bersifat melindungi produsen maupun konsumen. Tipe lain yaitu industri benih yang pengelolaannya swasta tetapi masih mendapatkan bantuan dari pemerintah di segenap lini usaha, baik dalam hal PDB, pelaksanaan perbanyakan benih bersertifikat, pengawasan internal ataupun pemasarannya. Disesuaikan dengan konsumennya industri benih dapat diklasifikasikan dari tingkatan yang teknologinya masih sederhana sampai yang canggih. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad, industri benih diklasifikasikan ke dalam lima tingkatan dari tingkat I hingga tingkat V dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Industri Benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan teknologi sederhana 2. Industri Benih Tingkat II, merupakan industri yang telah menggunakan mesin-mesin pembersih 3. Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang melaksanakan pemilahan benih yang sudah bersih. Benih ini dipilah berdasarkan besar butiran, panjang, lebar, tebal atau berat. Industri ini menghasilkan kinerja fisik benih yang prima 4. Industri Benih Tingkat IV, Industri pada tingkat ini selain memproduksi sebagaimana pada industri tingkat III juga selalu berhubungan dengan lembaga litbang (selaku penghasil varetas dan mulai memasuki program sertifikasi), meski belum memilikinya sendiri untuk lebih terjamin kelangsungan industrinya 5. Industri tingkat V, Industri ini memiliki kemampuan memproduksi benih hasil litbang sendiri. Litbang ini selain memproduksi varietas hibrida yang selalu diperbaharui juga melakukan penelitian dan pengembangan bioteknologi. 24

42 Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB sendiri. PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) sebagai salah satu produsen benih di Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri. Bahkan kini, PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Berdasarkan tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara (BUMN). Pada awal pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara Penangkaran Benih Penangkaran benih merupakan upaya menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar yang akan digunakan untuk menghasilkan tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar), maka benih sumbernya haruslah benih padi kelas BS (benih penjenis). Untuk memproduksi benih kelas BP (benih pokok), maka benih sumbernya berasal dari benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR (benih sebar) benih sumbernya dapat berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis. 25

43 Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya. Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau apabila sekitar persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing Sertifikasi Benih Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, sertifikasi benih merupakan proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. Sertifikasi benih merupakan suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan serta produksi benih (Mugnisjah dan Setiawan 1995). Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasi 26

44 produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut: a. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (trueto-type) terpelihara dengan sempurna b. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis (BS) yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar. c. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok d. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar. Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium. a. Standar Lapangan Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat Kelas Isolasi Varietas Lain dari Tipe Isolasi Catatan Benih Jarak (m) Simpang (max) (%) waktu (hari) BS 2 0,0 30 Isolasi waktu BD 2 0,0 30 dihitung BP 2 0,2 30 berdasarkan perbedaan BR 2 0,5 30 waktu berbunga Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009) b. Standar Pengujian Laboratorium Tabel 8. Standar Pengujian Laboratorium Kelas Benih Bersertifikat Biji Kadar Benih Kotoran Biji Campuran Tanaman Kelas air Murni Benih Gulma Varietas Lain Benih (max) (min) (max) (max) Lain (max) (%) (%) (%) (%) (max) (%) (%) Daya Tumbuh (min) (%) BS 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80 BD 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80 BP 13,0 99,0 1,0 0,1 0,0 0,1 80 BR 13,0 99,0 2,0 0,2 0,0 0,2 80 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009) 27

45 Mugnisjah dan Setiawan (1995) dalam bukunya Produksi Benih menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: (1) menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan (2) menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan pemasangan label (Wahyuni 2005) 6. Pengawasan pemasangan label bertujuan untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk tanaman padi disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi Kelas Benih Benih Penjenis (BS, Breeder Seed) Benih Dasar (BD, Foundation Seed) Benih Pokok (BP, Stock Seed) Benih Sebar (BR, Extension Seed) Sumber: Puslitbangtan (2007); Wahyuni (2005) Warna Label Kuning Putih Ungu Biru Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan pascapanen. Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah, pemeriksaan lapangan pertama saat fase vegetatif (30 hari setelah tanam), pemeriksaan fase berbunga (30 hari sebelum panen), dan pemeriksaan fase masak (1 minggu sebelum panen) (Wahyuni 2005). 6 Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. [6 November 2010] 28

46 3.1.5 Sistem Perbenihan Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas benihnya (Darmowiyono 1999). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani serta kesejahteraan masyarakat. Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih. Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu jenis/varietas, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalam jangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benihbenih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya: 29

47 a. Pengembangan varietas b. Evaluasi dan pelepasan benih c. Usaha produksi benih d. Pemungutan hasil e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan (grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas, mempertahankan daya tumbuhnya g. Pengujian kualitas h. Penyimpanan dan pengemasan i. Sertifikasi benih j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan) k. Distribusi benih (pemasaran) Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan. Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009. Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006. Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas benih padi akan meningkatkan kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. 30

48 3.1.6 Konsep Kemitraan Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau winwin situation. SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan, sampai pemasarannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling menghidupi. Menurut Hafsah (2000), kemitraan yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya, tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara mereka. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Soemardjo et al. 2004). Secara umum, kemitraan usaha adalah kerjasama antara dua pihak dengan hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan usaha umumnya dilakukan antara dua pihak yang memiliki posisi sepadan dalam hal tawar-menawar. 31

49 Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu, semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan dan keuntungan. Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha yang dapat dilaksanakan, diantaranya (1) Pola Kemitraan Inti Plasma, (2) Pola Kemitraan Subkontrak, (3) Pola Kemitraan Dagang Umum, (4) pola Kemitraan Keagenan, dan (5) Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). 1. Pola Kemitraan Inti Plasma Dalam model ini pengusaha-pengusaha besar bertindak sebagai perusahaan mitra/inti dan melakukan kemitraan dengan petani produsen (petani mitra/plasma) ataupun kelompok usaha agribisnis dengan membentuk kesepakatan harga dan kualitas pembelian produk. Perusahaan mitra berkewajiban, antara lain menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, pembiayaan, serta bantuan lain seperti peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Sementara itu, petani plasma melakukan budidaya sesuai ajuran dan kesepakatan dengan pengusaha mitra. 32

50 Plasma Plasma Perusahaan Plasma Plasma Gambar 1. Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber: Soemardjo et al Pola Kemitraan Sub Kontrak Pola kemitraan sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu (Hafsah 2000). Keunggulan dari pola kemitraan ini adalah mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan ketrampilan serta menjamin pemasaran. Sedangkan kelemahannya adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen kecil dalam suatu hubungan monopoli. Kelompok Mitra Kelompok Mitra Pengusaha Mitra Kelompok Mitra Kelompok Mitra Gambar 2. Pola Kemitraan Sub Kontrak Sumber: Soemardjo et al

51 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Pola kemitraan dagang umum merupakan suatu hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. Keuntungan pola kemitraan ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas yang sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan dari pola ini adanya penentuan sepihak dari pengusaha besar mengenai harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil (Hafsah 2000). Memasok Kelompok Mitra Perusahaan Mitra Konsumen/ Industri Memasarkan produk Kelompok mitra Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber: Soemardjo et al Pola Kemitraan Keagenan Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya (Hafsah 2000). Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa keuntungan dari hasil penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh perusahaan mitra. 34

52 Kelompok Mitra Memasok Perusahaan Mitra Konsumen/ Masyarakat Memasarkan produk Kelompok mitra Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan Sumber: Soemardjo et al Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Pada model ini, kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Kelompok Mitra Memasok Perusahaan Mitra Lahan Sarana Teknologi Biaya Modal Teknologi Manajemen Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber: Soemardjo et al

53 Berdasarkan pola-pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat, dapat ditarik suatu pola kemitraan secara umum yang dapat dikembangkan di Indonesia, mulai dari pola sederhana hingga pola ideal yang mewujudkan ketergantungan antara kedua belah pihak. 1. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula) Pada kemitraan sederhana, perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan atau kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, serta bantuan teknologi terutama alat mesin dalam peningkatan produksi dan mutu produksi. Pembina/ Fasilitator Perusahaan Besar Kemitraan Koperasi/ Usaha Kecil Modal - Tenaga Kerja Sarana Produksi Alat dan Manajemen Manajemen Teknologi Gambar 6. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula) Sumber: Hafsah Pola Kemitraan Tahap Madya Pada pola kemitraan tahap madya, peran dari perusahaan mulai berkurang, terutama dalam aspek permodalan. Perusahaan besar tidak lagi memberikan modal usaha. Bantuan terhadap usaha kecil lebih kepada bantuan teknologi, alat mesin, industri pengolahan (agroindustri), serta jaminan pemasaran. 36

54 Pembina/ Fasilitator Perusahaan Besar Kemitraan Koperasi/ Usaha Kecil - Alat dan Mesin - Saprodi - Agroindustri - Manajemen - Pemasaran - Permodalan - Teknologi Gambar 7. Pola Kemitraan Tahap Madya Sumber : Hafsah Pola Kemitraan Tahap Utama Pola ini merupakan pola kemitraan yang paling ideal untuk dikembangkan, namun membutuhkan persyaratan yang cukup berat bagi pihak usaha kecil. Pada pola ini pihak pengusaha kecil secara bersama-sama menanamkan modal usaha pada pengusaha besar mitranya dalam bentuk saham. Pembina/ Fasilitator Konsultan Perusahaan Besar Kemitraan Saham Koperasi/ Usaha Kecil Gambar 8. Pola Kemitraan Tahap Utama Sumber: Hafsah

55 3.1.7 Konsep Kepuasan Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi ini adalah konsumen puas atau tidak puas. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk kembali mengkonsumsi produk tersebut, sebaliknya perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen menghentikan konsumsi produk tersebut. Kepuasan pada dasarnya bersifat subjektif, tergantung dari konsumen yang melakukan konsumsi tersebut. Kepuasan setiap konsumen berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Rangkuti (2003) mengartikan kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian. Pengalaman Produk dan Merek Harapan Mengenai Merek Seharusnya Berfungsi Evaluasi Mengenai Fungsi Merek yang Sesungguhnya Evaluasi Gap Antara Harapan dan yang Sesungguhnya Ketidakpuasan Emosional: Merek Tidak Memenuhi Harapan Konfirmasi Harapan: Fungsi Merek Tidak Berbeda dengan Harapan Kepuasan Emosional: Fungsi Merek Melebihi Harapan Gambar 9. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Sumber : Mowen dan Minor (1998) dalam Sumarwan (2004) Engel, Blackwel dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004) mendefinisikan kepuasan sebagai penilaian konsumsi bahwa sebuah alternatif yang telah dipilih sesuai dengan harapan atau tidak. Sedangkan menurut Richard Oliver dalam Supranto (2006), kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk 38

56 keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan kebutuhan melebihi harapan pelanggan. Rangkuti (2003) menyatakan, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga, citra, tahapan pelayanan dan situasi pelayanan. 1) Nilai Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk yang dikonsumsinya (Rangkuti 2003). 2) Harapan Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen (Sumarwan 2004). Rangkuti (2003) menyatakan bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba dan membeli suatu produk atau jasa. 3) Daya Saing Untuk menarik pelanggan suatu produk harus memiliki daya saing yang tinggi. Produk memiliki keunggulan dalam bersaing apabila produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen. Keunggulan suatu produk terletak pada keunikan atau mutu pelayanan produk jasa tersebut pada pelanggan, maka supaya dapat bersaing harus mempunyai keunikan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (Rangkuti 2003). 4) Persepsi Pelanggan Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut (Sunarwan 2004). Rangkuti (2003) mendefinisikan persepsi pelanggan 39

57 sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. 5) Harga Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tersebut mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah mengakibatkan pelanggan menjadi kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga yang tinggi menimbulkan persepsi pelanggan bahwa produk atau jasa tersebut bermutu tinggi. Namun harga yang terlalu tinggi berakibat pada hilangnya pelanggan (Rangkuti 2003). 6) Citra Rangkuti (2003) menyatakan bahwa citra buruk menimbulkan persepsi bahwa produk tidak bermutu, sehingga pelanggan mudah marah apabila terjadi kesalahan sedikitpun. Sebaliknya, citra yang bagus terhadap suatu produk menimbulkan anggapan bahwa produk tersebut bermutu baik. 7) Tahap Pelayanan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan pelanggan selama pelanggan menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut (Rangkuti 2003). 8) Situasi Pelayanan Situasi Pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan, sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sedangkan kinerja pelayanan ditentukan oleh pelanggan, proses pelayanan dan lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan (Rangkuti 2003). Menurut Rangkuti (2003), kualitas pelayanan (service quality) yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terdiri dari lima dimensi pelayanan, yaitu: 1) Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan terpercaya dan akurat sesuai yang dijanjikan. 2) Ketanggapan (responsiveness), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cepat 40

58 serta ketersediaan untuk menolong pelanggan dan melayani dengan baik. 3) Jaminan (assurance), yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggan. 4) Empati (emphaty), yaitu dimensi pelayanan yang berhubungan dengan kepedulian untuk memberikan perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan. 5) Berwujud (tangibles), yaitu dimensi pelayanan yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, karyawan dan sarana komunikasi. Pelayanan merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, dicium dan diraba, oleh sebab itu pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai kualitas pelayanan. Dalam mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dapat digunakan beberapa alat analisis, diantaranya Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). IPA digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cara mengukur tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya dari masing-masing atributatribut yang telah ditentukan. Atribut-atribut digolongkan berdasarkan dimensi kualitas pelayanan. Sedangkan CSI digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang dipertimbangkan tingkat kepentingan berdasarkan atribut-atribut yang telah ditentukan. Kedua alat analisis tersebut dapat menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan petani serta mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan secara keseluruhan beradasarkan atribut-atribut tersebut. 41

59 3.1.8 Analisis Pendapatan Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu, pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al. 1984). Berdasarkan definisi tersebut, diketahui faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani diantaranya adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal. 1. Faktor Alam Faktor alam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah serta lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Sedangkan faktor alam sekitar adalah faktor iklim yang berhubungan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya (Suratiyah 2006). 2. Faktor Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha pada bidang di luar pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah (2006) adalah: a. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata b. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas c. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan d. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung jenis tanaman yang dibudidayakan. Banyak sedikitnya tenaga kerja luar yang dipergunakan tergantung pada dana yang dimiliki. 42

60 3. Faktor Modal Modal merupakan syarat mutlak berjalannya suatu usaha, termasuk dalam usahatani. Menurut Suratiyah (2006), pada usahatani modal digolongkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi. a. Sifat Berdasarkan sifatnya modal selain dibagi menjadi modal yang menghemat lahan (land saving capital) serta modal yang menghemat tenaga kerja (labour saving capital), modal juga digolongkan ke dalam modal yang menyerap tenaga kerja lebih banyak serta modal yang mempertinggi efisiensi. b. Kegunaan Berdasarkan kegunaannya, modal dibagi menjadi dua golongan yaitu modal aktif yang secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan produksi, serta modal pasif yang digunakan hanya untuk mempertahankan produk. c. Waktu Berdasarkan waktu pemberian manfaatnya, modal dibagi menjadi dua golongan, yaitu modal produktif yang merupakan modal yang secara langsung meningkatkan produksi serta modal prospektif yang merupakan modal yang dapat meningkatkan namun baru dirasakan pada jangka panjang. d. Fungsi Berdasarkan fungsinya, modal dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal yang digunakan dalam berkali-kali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap adalah modal yang hanya digunakan dalam satu kali proses produksi. Secara umum usahatani dibagi menjadi dua, yaitu usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Perbedaan antara usahatani keluarga dan perusahaan pertanian terletak pada delapan hal, yaitu tujuan akhir, bentuk hukum, luas usaha, jumlah modal, jumlah tenaga kerja, unsur usahatani, sifat usaha serta pemanfaatan terhadap hasil-hasil pertanian. Tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan 43

61 keluarga petani, sedangkan tujuan akhir perusahaan adalah laba yang sebesarbesarnya. Usahatani keluarga tidak berbadan hukum sedangkan perusahaan pertanian mempunyai badan hukum seperti PT, firma atau CV. Usahatani keluarga pada umumnya berlahan sempit, sedangkan perusahaan pertanian memiliki lahan luas karena berorientasi pada efisiensi dan keuntungan. Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki usahatani keluarga mempunyai modal per satuan luas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan pertanian, namum memiliki jumlah tenaga kerja per satuan luas yang lebih besar dibanding perusahaan pertanian. Hal lain yang membedakan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian adalah pada unsur usahatani, yaitu tenaga kerja yang dibayar dimana pada usahatani keluarga melibatkan tenaga kerja keluarga dan luar keluarga, sedangkan perusahaan pertanian hanya menggunakan tenaga kerja luar. Usahatani keluarga pada umumnya bersifat menghidupi, komersial maupun semi komersial, sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial. Perusahaan pertanian selalu memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir dan tidak segan-segan membiayai penelitian sendiri melalui bagian penelitian dan pengembangan perusahaan. Hal ini berbeda dengan usahatani keluarga yang bergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui Departemen Pertanian karena keterbatasan modal, peralatan serta tenaga kerja. Dalam menjalankan usahatani, para petani mengharapkan produksi yang besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itulah petani memanfaatkan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ukuran penampilan usahatani dapat dinyatakan dengan ukuran arus uang tunai serta ukuran pendapatan dan keuntungan. Menurut Soekartawi et al. 1984, penerimaaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula, pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang 44

62 berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Apabila data tersedia, maka pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan pengeluaran tidak tetap adalah pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dan jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya perubahan produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi, nilai barang atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan ke dalam pengeluaran. Apabila dalam usahatani digunakan mesin-mesin pertanian, maka penyusutan harus dihitung dan dimasukkan ke dalam pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu, pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keuntungan dalam usahatani adalah rasio perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C). Apabila rasio R/C > 1 maka usahatani dinyatakan menguntungkan, sebaliknya apabila rasio R/C < 1 maka usahatani dinyatakan mengalami kerugian. Rasio R/C = 1 menunjukkan kondisi keuntungan normal dalam pelaksanaan usahatani. 45

63 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Benih merupakan komoditi yang sangat penting dalam pelaksanaan usahatani, karena kualitas suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas benih yang digunakan dalam budidaya. Padi merupakan salah satu tanaman yang sangat penting, mengingat sekitar 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi padi sebagai makanan pokok. Karena itu, peningkatan kualitas serta produktivitas tanaman padi menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sertifikasi benih padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas serta produktifitas tanaman padi disamping penemuan varietas-varietas baru padi. Saat ini masih terdapat petani di Indonesia yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. Walaupun begitu penggunaan benih bersertifikat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini harus diikuti dengan peningkatan produksi benih padi bersertifikat, melalui usahatani penangkaran benih padi bersertifikat. Usaha penangkaran benih padi bersertifikat belum banyak dilakukan oleh petani padi di Indonesia. Padahal bila dilihat dari tingkat pendapatannya, pendapatan petani penangkar benih lebih tinggi dibandingkan petani padi konsumsi. Hal ini disebabkan karena dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Dalam menghasilkan benih padi di Indonesia, terdapat petani penangkar benih padi yang melakukannya secara mandiri serta terdapat juga petani penangkar benih yang melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen benih. PT. SHS merupakan salah satu produsen penghasil benih padi di Indonesia. Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi. Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS melakukan kemitraan dengan petani penangkar benih padi di daerah sekitar. Kemitraan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik bagi perusahaan maupun petani yang melakukan kemitraan. Keuntungan yang diperoleh PT. SHS diantaranya adalah adanya kontinuitas produksi benih padi yang berpengaruh terhadap produksi benih padi nasional, sedangkan bagi petani penangkar benih padi keuntungan yang diperoleh diantaranya peningkatan kemampuan dan kewirausahaan, peningkatan pendapatan 46

64 keluarga dan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas penguasaan teknologi serta penyediaan lapangan kerja bagi petani kecil. Kemitraan ini sekaligus meningkatkan jumlah petani penangkar benih bersertifikat. Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat permasalahan yang disebabkan oleh penyimpangan perjanjian kemitraan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah penjualan hasil panen yang tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian, petani mitra diwajibkan untuk menjual seluruh hasil panennya pada PT. SHS, namun masih terdapat petani yang menjual hasil panennya selain ke perusahaan. Hal ini disebabkan salah satunya karena keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Penyimpangan dari perjanjian kerjasama yang telah disepakati dapat mendatangkan kerugian bagi petani mitra maupun bagi PT. SHS. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan untuk melihat sejauh mana masing-masing pihak yang bermitra telah melaksanakan perannya dalam kemitraan. Melalui evaluasi kemitraan masing-masing pihak diharapkan dapat menilai kegiatan kemitraan yang telah dijalankan sehingga nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dari kemitraan tersebut. Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat tingkat kesesuaian antara pelaksanaan atribut-atribut kemitraan dengan perjanjian yang telah disepakati. Melalui evaluasi kemitraan akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dan petani mitra serta diketahui kendala-kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Evaluasi kemitraan juga dilakukan melalui penilaian kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan. Metode yang digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra adalah metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode ini menunjukkan apakah kemitraan yang telah dijalankan oleh PT. Sang Hyang Seri dengan petani mitra telah memberikan kepuasan bagi petani mitra itu sendiri, berdasarkan atribut-atribut kemitraan yang telah ditentukan. Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi, digunakan analisis pendapatan serta analisis rasio R/C. Analis ini dilakukan terhadap petani yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS serta terhadap petani 47

65 penangkar benih yang tidak bermitra. Hal ini dilakukan untuk membandingkan tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra. Dengan analisis tersebut akan diketahui berapa besar pendapatan yang diperoleh petani penangkar benih mitra maupun non mitra serta melihat apakah usahatani yang dijalankan memberikan keuntungan atau kerugian kepada petani serta melihat usahatani manakah yang lebih menguntungkan. Analisis ini juga melihat bagaimana peran kemitraan terhadap pendapatan petani penangkar benih padi. Kerangka alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar

66 Benih Padi sebagai input utama dalam usahatani padi. Sangat penting karena kualitas padi tergantung pada kualitas benihnya Masalah perbenihan terutama padi berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan akan beras Penangkaran benih padi di Indonesia dilakukan oleh BUMN, swasta atau kelompok tani penangkar benih Petani Penangkar Benih padi Produsen Benih Padi Bersertifikat PT Sang Hyang Seri Petani Mitra Petani Non Mitra Permasalahan: 1. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS 2. Penjualan hasil panen yang tidak sesuai perjanjian Analisis Pendapatan Evaluasi Kemitraan Analisis R/C Pelaksanaan Kemitraan - Realisasi Perjanjian Kerjasama - Kendala-kendala - Manfaat Evaluasi atribut kepuasan petani (16 atribut pelayanan kemitraan) Analisis Deskriptif IPA dan CSI Analisis Perbandingan Kemitraan yang sesuai dengan harapan pihak yang bermitra Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional 49

67 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manajer I Sukamandi di Sukamandi, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu perusahaan produsen benih padi terbesar di Indonesia dimana lokasi lahan penangkaran benih padi milik PT. SHS berada di Sukamandi, Kabupaten Subang. Selain itu, penelitian juga dilakukan di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) sebagai lokasi penelitian untuk petani non mitra. Perbedaan lokasi penelitian disebabkan karena petani penangkar benih non mitra kelas benih sebar yang berada di Kabupaten Subang, hanya berlokasi di daerah tersebut. Petani penangkar benih lainnya memproduksi benih yang berbeda kelas benihnya dengan PT. Sang Hyang Seri, yaitu kelas benih pokok atau kelas benih dasar. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret-Mei Pemilihan waktu penelitian pada bulan tersebut karena pada bulan tersebut telah memasuki masa panen. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian berdasarkan sumber data dan informasi terdiri atas data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan serta wawancara langsung dengan petani responden serta pihak PT. SHS menggunakan panduan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan metode wawancara terstruktur. Sedangkan data sekunder sebagai pendukung data-data primer diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Balai Pusat Statistika, Departemen Pertanian, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Kabupaten Subang, LSI IPB dan instansi-instansi terkait lainnya. Data sekunder juga diperoleh melalui beberapa literatur yang berasal dari buku, internet serta hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

68 4.3 Teknik Penentuan Sampel Pemilihan petani responden didasarkan pada petani yang bermitra serta petani yang tidak bermitra. Pengambilan contoh petani responden mitra dilakukan pada petani penangkar benih yang bermitra dengan PT. SHS. Responden yang diambil adalah petani penangkar benih yang menanam padi varietas Ciherang. Sedangkan pengambilan contoh petani responden yang tidak bermitra dilakukan pada petani penangkar benih di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Penarikan contoh dilakukan dengan dua metode, yaitu metode purposive untuk petani mitra serta Simple Random Sampling untuk petani non mitra, karena sifatnya yang homogen. Responden non mitra dipilih secara acak dengan cara diundi. Sedangkan penarikan sample dengan cara purposive pada petani mitra disebabkan karena adanya keterbatasan data mengenai jumlah penangkar benih di PT. SHS yang memproduksi varietas Ciherang pada musim tanam Jumlah responden petani penangkar mitra dan non mitra sengaja diambil masingmasing sebanyak 30 orang petani. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Pada analisis pendapatan usahatani, analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani penangkaran benih padi baik pada petani mitra dan non mitra serta mengevaluasi jalannya kemitraan antara petani penangkar benih padi dengan PT Sang Hyang Seri. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan menggunakan metode IPA dan CSI serta menganalis tingkat pendapatan usahatani petani mitra bila dibandingkan dengan usahatani petani non mitra berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani. R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Data yang diperoleh berasal dari kuisioner dan diolah menggunakan bantuan software komputer Microsoft Excel dan Minitab 14. Untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas digunakan SPSS 17,0. 51

69 4.4.1 Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. = x Dimana : TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga jual produk y Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang dihasilkan banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi (output yang diperoleh). Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dilakukan. Untuk menghitung biaya tetap dapat digunakan rumus sebagai berikut: FC = di mana: FC = biaya tetap = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap = harga input n = macam input Apabila besarnya biaya tetap tidak dapat dihitung dengan rumus karena tidak diketahui secara pasti jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap, maka sekaligus ditentukan nilainya. Rumus ini juga digunakan untuk menentukan biaya tidak tetap. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC). Dari pernyataan tersebut, rumus yang digunakan untuk menetukan total biaya adalah: TC = FC + VC Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto, 1995). Biaya tunai dan biaya tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk ke dalam biaya tunai misalnya iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan biaya variabel yang 52

70 termasuk biaya tunai adalah biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya tetap yang merupakan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan adalah biaya penyusutan dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan biaya variabel yang merupakan biaya diperhitungkan adalah sewa lahan Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani pada penelitian ini akan dibedakan menjadi dua. Pertama pendapatan atas seluruh biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan petani dalam usahatani penangkaran benih padi. Sedangkan biaya total adalah biaya yang dikeluarkan petani dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Secara umum pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani pada periode tertentu. Secara matematis pendapatan usahatani ditulis sebagai berikut: Pendapatan Tunai = TR - BT Pendapatan Total = TR (BT+BD) di mana : TR = Penerimaan (Rp) BT = Biaya Tunai (Rp) BD = Biaya Diperhitungkan (Rp) Analisis R/C Pada analisis usahatani, rasio yang digunakan untuk menganalisis keuntungan dari pendapatan usahatani adalah rasio R/C. Rasio R/C merupakan rasio perbandingan antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C dibedakan menjadi dua, yaitu rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Rasio R/C atas biaya total dihitung 53

71 dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Secara matematis, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: Rasio R/C atas biaya tunai = Rasio R/C atas biaya total = Di mana : TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya = BT + BD Suatu usahatani dinyatakan menguntungkan apabila rasio R/C lebih besar dari satu (rasio R/C > 1). Nilai tersebut mengartikan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan tambahan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya apabila rasio R/C kurang dari satu (rasio R/C < 1) maka usaha akan mengalami kerugian, karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan tambahan penerimaan kurang dari satu rupiah. Jika rasio R/C sama dengan satu (rasio R/C = 1) berarti kegiatan tersebut berada pada kondisi keuntungan normal. Karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan tambahan penerimaan sebesar satu rupiah. Tabel 10. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio No Uraian Jumlah Harga per Satuan (Rp) A Total Penerimaan B Biaya tunai 1 Benih 2 Pupuk 3 Obat-obatan 4 Tenaga kerja luar keluarga 5... Total biaya tunai C Biaya yang diperhitungkan 1 Penyusutan 2 Tenaga kerja keluarga Total biaya yang diperhitungkan D Total biaya (B+C) E Pendapatan atas biaya tunai (A-B) F Pendapatan atas biaya total (A-D) G R/C atas biaya tunai (A/B) H R/C atas biaya total (A/D) Nilai (Rp) 54

72 4.4.4 Penilaian Tingkat Kepuasan Uji Validitas dan Reliabilitas Sebelum dilakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan petani mitra diadakan uji validitas dan reabilitas terhadap atribut-atribut yang akan digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menguji kuisioner yang akan digunakan agar terhindar dari kesalahan acak yang akan menurunkan keandalan pengukuran. Validitas berhubungan dengan kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur secara tepat apa yang harus diukur. Validitas dalam penelitian kuantitatif ditunjukkan oleh koefisien validitas. Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel yang ditanyakan dapat dipakai sebagai alat ukur (Rangkuti 2006). Uji validitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17,0. Validitas suatu atribut dapat dilihat pada hasil output SPSS pada tabel dengan judul Item Total Statistic. Menilai valid atau tidaknya suatu atribut dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation. Suatu variabel dinyatakan valid bila nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,3 dan dikatakan tidak valid bila nilai Corrected Item-Total Correlation < 0,3 (Nugroho 2005). Apabila dalam pengujian terdapat atribut yang tidak valid maka atribut tersebut dikeluarkan, kemudian proses analisis diulang untuk atribut yang valid saja. Sedangkan uji reliabilitas mempunyai pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach Alpha > 0,60 (Nugroho 2005). Atribut yang digunakan sebagai pre sampling pada kuisioner pertama berjumlah 18 atribut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data reliabel tetapi terdapat dua atribut yang tidak valid, karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation < 0,3, yaitu kemampuan pabrik menampung gabah hasil panen dan penyediaan lahan sewa. Kemudian dilakukan pengujian terhadap ke-16 variabel yang valid dan didapatkan hasil bahwa data telah valid dan reliabel. Ke-16 variabel dinyatakan valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,3 dan nilai cronbach Alpha > 0,60 yaitu 0,

73 Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah atribut ke-16 dan atribut ke-17 dihilangkan pada uji validitas dan reliabilitas pertama, maka atribut ke-18 yaitu ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh inti menjadi atribut 16 pada uji validitas dan reliabilitas kedua. Selanjutnya keenam belas atribut tersebut digunakan dalam perhitungan Importance Performance Analysis (IPA) serta Customer Satisfaction Index (CSI). Penentuan atribut dilakukan berdasarkan pelaksanaan kemitraan, perjanjian kontrak kerjasama serta teori service quality (servqual). Atribut yang digunakan pada pre sampling kuisioner pertama dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Atribut Pelayanan Kemitraan No Atribut Atribut Keandalan (reliability) 6 Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma 7 Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma 12 Bantuan biaya panen 15 Harga beli hasil panen Ketanggapan (responsiveness) 1 Prosedur penerimaan mitra 8 Respon inti terhadap keluhan petani 9 Bantuan inti dalam menangulangi hama dan penyakit tanaman 13 Ketepatan waktu pemberian biaya panen 18 Ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh inti Jaminan (assurance) 10 Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping Empati (emphaty) 11 Pendamping mudah ditemui dan dihubungi Berwujud (tangible) 2 Kualitas Benih Pokok 3 Harga benih pokok 4 Harga sarana produksi 5 Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi 14 Penyediaan sarana transportasi untuk panen 16* Kemampuan pabrik menampung gabah hasil panen 17* Penyediaan lahan sewa (*) Atribut yang dihilangkan 56

74 Metode Importance Performance Analysis (IPA) Metode IPA digunakan karena metode ini dapat memberikan penilaian terhadap kinerja setiap atribut yang telah ditentukan dengan cara mengukur tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya, serta menggolongkannya ke dalam skala prioritas tertentu. Tingkat kepentingan kualitas pelayanan adalah seberapa penting suatu atribut dalam kemitraan dinilai oleh konsumen, dalam hal ini adalah petani mitra. Pada metode IPA tingkat pelaksanaan atau pelayanan suatu perusahaan dinilai memuaskan apabila pelayanannya sesuai dengan harapan dari petani mitra. Tingkat kepentingan dan kepuasan petani diukur menggunakan skala likert dengan empat kategori sebagaimana terdapat pada Tabel 12. Tabel 12. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan terhadap Kinerja Kategori Skor Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja Sangat Penting Sangat Puas 4 Penting Puas 3 Tidak Penting Tidak Puas 2 Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas 1 Pengukuran tingkat kepuasan menggunakan skala dilakukan untuk mengurangi subjektifitas responden (Sumarwan 2004). Penggunaan empat skala pengukuran dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan responden memilih nilai tengah (cukup) dalam menilai atribut evaluasi kemitraan (Aritonang 2005). Analisis kesesuaian dilakukan dengan membandingkan antara skor total tingkat kinerja dengan skor total tingkat kepentingan. Nilai kepuasan petani mitra atas kinerja kemitraan dinyatakan dengan huruf X, sedangkan tingkat kepentingan (harapan) petani dinyatakan dengan huruf Y. Atribut kemitraan dikatakan telah sesuai dengan harapan petani apabila nilai kesesuai yang dihasilkan lebih besar atau sama dengan 100 persen. Sebaliknya, bila nilai kesesuai kurang dari 100 persen, maka atribut kemitraan dinyatakan belum sesuai dengan harapan petani mitra. Secara matematis analisis kesesuaian dirumuskan sebagai berikut: 57

75 Dimana: Tki = x 100% Tki = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan petani mitra Yi = Skor penilaian kepentingan petani mitra Hasil perhitungan dinyatakan dalam diagram kartesius. Pada penggunaan diagram kartesius, sumbu mendatar (X) merupakan skor tingkat pelaksanaan kinerja/kepuasan, sedangkan sumbu tegak (Y) merupakan skor tingkat kepentingan/harapan. Rumusan matematis untuk setiap faktor tersebut adalah sebagai berikut: X = Y = n n Dimana: X = Skor rata-rata tingkat kinerja/kepuasan Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan n = Jumlah responden Diagram kartesius merupakan sebuah bagan yang dibagi menjadi empat bagian dan dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X,Y). Kedua titik tersebut diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut: X = Y = k k Dimana : X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan seluruh atribut mutu pelayanan dari perusahaan Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan/harapan seluruh atribut mutu pelayanan k = Banyaknya atribut mutu pelayanan yang diberikan oleh perusahaan yang dapat mempengaruhi keputusan petani Kedua garis tersebut membagi diagram kartesius yang merupakan matriks IPA ke dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV. Diagram kartesius dijelaskan pada Gambar

76 Tingkat Kepentingan Y Kuadran I Prioritas Utama Kuadran II Pertahankan Prestasi Y Kuadran III Prioritas Rendah Kuadran IV Berlebihan X X Tingkat Kepuasan Gambar 11. Diagram Kartesius Metode Importance Performance Analysis Sumber : Supranto (2006) Keterangan: Kuadran I Kuadran II : Kuadran I yang merupakan Kuadran Prioritas Utama menunjukkan atribut-atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan petani, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai yang diharapkan petani, sehingga petani tidak puas. Kinerja atribut-atribut yang masuk ke dalam kuadran ini harus ditingkatkan oleh perusahaan dengan melakukan perbaikan secara terus-menerus. : Kuadran II yang merupakan Kuadran Pertahankan Prestasi menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh petani dan telah dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga sangat memuaskan petani. Kinerja atributatribut yang terdapat dalam kuadran ini harus dipertahankan. 59

77 Kuadran III : Kuadran III yang merupakan Kuadran Prioritas Rendah menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh petani dan pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Peningkatan kinerja atribut dalam kuadran ini perlu dipertimbangkan lagi karena manfaat yang diperoleh sangat kecil. Kuadran IV : Kuadran IV yang merupakan Kuadran Berlebihan menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh petani namun pelaksanaannya oleh perusahaan dirasa berlebihan. Atribut-atribut dalam kuadran ini dapat dikurangi pelaksanaannya untuk menghemat biaya Metode Customer Satisfaction Index (CSI) Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk menetukan tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh berdasarkan atribut-atribut kualitas jasa yang diukur. Atribut-atribut yang diukur berbeda-beda untuk masing-masing industri, bahkan untuk masing-masing perusahaan. Menurut Aritonang (2005) terdapat empat langkah dalam perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI), yaitu: 1. Menentukan Mean Important Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score (MSS). Nilai ini berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap anggota: MIS = dan MSS = n n Dimana: n = jumlah responden Yi Xi = Nilai kepentingan atribut ke- i = Nilai kinerja atribut ke- i 60

78 2. Membuat Weight Factors (WF) Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut. = Dimana: p = Jumlah atribut kepentingan i = Atribut ke- i 3. Membuat Weight Scor (WS) Bobot ini merupakan perkalian antara Weight Factor (WF) dengan ratarata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS) = x Dimana: i = Atribut aspek kemampuan kelompok ke- i 4. Menentukan Customer Satisfaction Index (CSI) CSI = x 100 % 5 Pada umumnya bilai nilai CSI di atas 50 persen dapat dikatakan bahwa konsumen sudah merasa puas sebaliknya bila nilai di bawah 50 persen konsumen belum dikatakan puas. Skala kepuasan konsumen yang dipakai dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas. Kriteria ini mengikuti modifikasi kriteria yang dilakukan oleh PT. Sucofindo dalam melakukan survei kepuasan pelanggan, sepert dijabarkan dalam Tabel

79 Tabel 13. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) Nilai CSI Kriteria CSI 0,81-1,00 Sangat Puas 0,66-0,80 Puas 0,51-0,65 Cukup Puas 0,35-0,50 Kurang Puas 0,00-0,34 Tidak Puas Sumber: Ihsani (2005) dalam Lestari (2009) 4.5 Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Petani Penangkar Benih Padi adalah petani yang menghasilkan benih padi sebagai komoditi produksinya. 2. Petani Penangkar Benih Mitra adalah petani penangkar benih yang menjalin kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dan terikat kontrak. 3. Petani penangkar benih non mitra adalah petani penangkar benih yang berada di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, yang merupakan petani mandiri. Petani ini tidak terikat kontrak dengan PT. Sang Hyang Seri. 4. Harga beli hasil panen adalah harga beli yang dibayarkan PT. Sang Hyang Seri kepada petani, sesuai dengan kadar air serta kotoran yang terkandung pada hasil panen. 62

80 V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core business pembenihan pertanian. Sebelum menjadi BUMN, pada tahun 1940-an, PT. SHS adalah perusahaan perkebunan milik asing (Inggris) bernama Pamanukan & Tjiasem yang berlokasi di kawasan Sukamandi, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Namun dengan adanya nasionalisasi pada tahun 1957 pengelolaan perusahaan berpindah tangan kepada Yayasan Pembangunan Daerah Jabar (YPDB). Bersamaan dengan proyek penelitian dan mekanisasi serta proyek hewani yang dilakukan pemerintah, YPDB pun akhirnya merubah statusnya menjadi proyek Produksi Pangan Sukamandijaya pada Pada perkembangannya, ketiga proyek tersebut dilebur menjadi Lembaga Sang Hyang Seri pada tahun 1968 yang kemudian disahkan oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 1971 (disempurnakan dengan PP 44/1985) menjadi perusahaan umum (perum). Selanjutnya, pengelolaan Sang Hyang Seri menjadi tanggung jawab pemerintah. Kebutuhan operasional perusahaan benih ini pun secara otomatis mendapat sokongan pemerintah melalui pinjaman dana bantuan dari Bank Dunia. Bisnis benih yang dikelola PT. SHS mengalami perkembangan pesat. Perusahaan ini melebarkan sayap wilayah pelayanannya ke Klaten Jawa Tengah (1973) dan Malang Jawa Timur (1977) dengan mendirikan distrik benih. Kemudian perusahaan binaan BUMN ini kembali melakukan ekspansi ke luar Pulau Jawa dengan mendirikan beberapa kantor cabang seperti di kawasan Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Dari tahun ke tahun, bisnis benih PT.SHS semakin meluas dan perusahaan kembali berganti status dari perum menjadi persero melalui PP No. 18 tahun Perusahaan ini memperluas core business-nya menjadi benih pertanian dan usaha lain yang langsung menunjang usaha pembenihan sekaligus meningkatkan 63

81 pendapatan dan kinerja perusahaan. Misalnya, benih tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Selain core bussines, PT. SHS dapat pula melakukan kegiatan penunjang core bussines dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan pada Pembinaan terhadap perusahaan dilakukan oleh lembaga Kementerian BUMN sesuai PP 64/2001 tertanggal 13 September Budaya Perusahaan Budaya perusahaan terhimpun dalam tata nilai PT. SHS, dengan akronim andalan bersama, meliputi: 1. Amanah: bekerja adalah kepercayaan dari perusahaan dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. 2. Handal: SDM dapat diandalkan dalam bekerja (efisien & efektif) memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan tindakan yang sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan. 3. Antusias: bekerja penuh semangat, kerja keras, dan cerdas untuk menghasilkan kinerja yang terbaik. 4. Berdedikasi: integritas dan loyalitas didedikasikan bagi perusahaan. 5. Sahaja: rendah hati, saling menghormati, dan mampu menempatkan diri. 6. Maju: inovatif, menghargai pendapat dan prestasi orang lain Visi, Misi dan Motto Perusahaan Visi Menjadi Perusahaan Agroindustri Benih Nasional Kelas Dunia. Misi Menghasilkan produk agroindustri bermutu melalui pemanfaatan sumberdaya perusahaan secara efisien dan efektif untuk memberikan manfaat optimal bagi stakeholders. Motto Mutu dan pelayanan terjamin. 64

82 5.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan Dalam struktur organisasi PT. SHS, perusahaan terdiri dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Dewan Komisaris sebagai bagian tertinggi memegang seluruh wewenang di luar yang telah didelegasikan Direksi, sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Fungsi Dewan Direksi adalah melaksanakan pengawasan dan penasehat bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya. Selain itu Dewan Komisaris pun berfungsi sebagai pemberi arahan strategi dan optimalisasi efektifitas serta efisiensi tindakan Direksi dalam pencapaian target. Sementara itu fungsi Dewan Direksi adalah mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan sejalan dengan tugas utama Direksi untuk memimpin, mengelola dan mengatur perusahaan menuju tercapainya maksud dan tujuan perusahaan. Dewan Direksi terdiri dari Direktur Utama, Direktur Keuangan, Direktur Penelitian dan SDM, Direktur Produksi, dan Direktur Pemasaran. Dewan Komisaris dan Dewan Direksi menempati kantor pusat di Jakarta. Dalam kegiatan pengelolaan perusahaan, setiap Kantor Regional PT. SHS dipimpin oleh General Manajer yang membawahi berbagai bagian. Kantor Regional PT. SHS terdiri dari lima Kantor Regional, yaitu Kantor Regional I dan Pusat Benih Sumber (Sukamandi, Kabupaten Subang), Kantor Regional II (Malang), Kantor Regional III (Medan), Kantor Regional IV (Metro) dan Kantor Regional V (Sidrap). Kantor Regional I Sukamandi membawahi Unit Bisnis Daerah Sukamandi, Ciamis, Serang, Tegal dan Banyumas serta membawahi Satuan Tugas Kalimantan Barat dengan wilayah pelayanan di Jawa Barat, Banten dan Sebagian Jawa Tengah. Kantor Regional I Sukamandi dipimpin oleh General Manager yang membawahi Sekretaris Regional, Manajer Pemasaran, Manajer Produksi, Manajer Litbang, serta Manajer Keuangan dan SDM. General Manajer membawahi langsung Senior Manajer yang bertanggung jawab terhadap Unit Bisnis Daerah atau Cabang Khusus. Unit Bisnis Daerah Sukamandi dipimpin oleh Senior Manajer yang Membawahi Manajer Kebun, Manajer Prosessing, dan Manajer Penjualan, dimana setiap bagian memiliki fungsinya masing-masing. Manajer Kebun bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya penangkaran benih padi, 65

83 baik kegiatan swakelola, kerjasama, maupun kerjasama luar. Kemitraan antara PT.SHS dengan petani mitra merupakan tanggung jawab dari bagian kebun. 5.2 Gambaran Umum Kabupaten Subang Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas ,95 ha atau 6,34 persen dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak di antara 107º 31' sampai dengan 107º 54' Bujur Timur dan 6º 11' sampai dengan 6º 49' Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang tergabung dalam 22 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30 kecamatan. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, di sebelah barat dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, di sebelah timur dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu dan Laut Jawa yang menjadi batas di sebelah utara. Gambar 12. Peta Kabupaten Subang Sumber: http//: [21 September 2011] 66

84 Berdasarkan data statistik Subang dalam angka, penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2009 berjumlah , dengan komposisi orang laki-laki dan perempuan, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 717 jiwa per km2. Dari 22 kecamatan yang berada di Kabupaten Subang, Kecamatan Subang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu jiwa per km2, sedangkan Kecamatan Legonkulon merupakan daerah yang paling rendah tingkat kepadatannya, yaitu 318 jiwa per km2. Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah di Kabupaten Subang pada tahun 2009 tercatat seluas hektar atau sekitar 47,71 persen dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sebagai salah satu penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional Kabupaten Subang pada tahun 2009 menyumbangkan produksi padi yang mencapai ton terhadap stok padi nasional. Produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan basah sebanyak ton dan sisanya dari ladang. Sedangkan varietas padi yang banyak ditanam diantaranya varietas Ciherang, Cimelati, dan Cigeulis. Sentra produksi padi di Kabupaten Subang terdapat di Kecamatan Binong, Pusakanagara, Ciasem, Pamanukan, Patokbeusi dan Blanakan. 5.3 Karakteristik Petani Responden Umur Responden Berdasarkan pengamatan di lapang didapat bahwa umur responden berkisar antara tahun dengan rata-rata umur 46,07 tahun. Umur responden petani mitra berkisar antara tahun dengan rata-rata umur 49,40 tahun. Sedangkan umur responden petani non mitra berkisar antara dengan ratarata umur 42,73 tahun. 67

85 Tabel 14. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Umur Musim Tanam 2010/2011 Kelompok Mitra Non Mitra Umur (Tahun) Jumlah Petani % Jumlah Petani % , , , , , , Jumlah , ,00 Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden petani mitra dan non mitra berada pada interval usia tahun dengan persentase responden petani mitra sebesar 30 persen dan petani non mitra sebesar 36,67 persen Jenis Kelamin Responden Berdasarkan pengamatan di lapang didapat bahwa 100 persen petani responden mitra berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada petani non mitra, 10 persen responden berjenis kelamin wanita. Tabel 15. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Jenis Kelamin Musim Tanam 2010/2011 Jenis Kelamin Mitra Non Mitra Jumlah Petani % Jumlah Petani % Laki-laki Perempuan Total

86 5.3.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal petani mitra bervariasi mulai dari tidak sekolah, SD, SMA hingga Diploma. Sedangkan pada petani non mitra tingkat pendidikan formal bervariasi mulai dari SD, SMP, SMA hingga S1. Tabel 16. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pendidikan Musim Tanam 2010/2011 Pendidikan Mitra Non Mitra Petani % Petani % Tidak Sekolah 4 13,33 2 6,67 SD ,67 SMP 1 3, ,33 SMA ,33 Diploma 1 3, Jumlah Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden petani mitra hanya tamat SD, yaitu sebesar 70 persen. Sedangkan pada responden petani non mitra 56,67 persen responden hanya tamat SD. Pada petani non mitra terdapat satu responden yang telah menyelesaikan pendidikan diplomanya Pengalaman Usahatani Penangkaran Benih Padi Berdasarkan penelitian di lapang, diketahui bahwa petani mitra telah lebih lama melakukan usahatani penangkaran benih padi dibandingkan dengan petani non mitra. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran petani dalam pentingnya penggunaan benih padi bersertifikat. Pengalaman usahatani penangkaran benih padi bersertifikat untuk petani mitra berkisar antara 5-45 tahun. Sedangkan pengalaman usahatani penangkaran benih padi bersertifikat untuk petani non mitra berkisar antara 1-10 tahun. Perbedaan yang sangat jauh ini menunjukkan peranan PT. SHS dalam memenuhi kebutuhan benih padi bersertifikat nasional selama ini. Pengalaman petani responden dalam melakukan penangkaran benih pada dapat dilihat pada Tabel

87 Tabel 17. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pengalaman Menjadi Petani Penangkar Benih Padi Musim Tanam 2010/2011 Pengalaman Mitra Non Mitra (Tahun) Petani % Petani % , , , , , Jumlah Tabel 17 menunjukkan bahwa 96,67 persen responden petani non mitra memiliki pengalaman menjadi penangkar antara 1-9 tahun, dan hanya 3,33 persen petani yang telah berpengalaman menjadi penangkar antara tahun. Sedangkan pada responden petani mitra yang memiliki pengalaman dengan interval antara 5-45 tahun, jumlah responden terbanyak berada pada interval pengalaman tahun, yaitu sebesar 43,33 persen Luas Lahan dan Status Kepemilikan Luas lahan yang dimiliki petani baik pada responden petani mitra maupun non mitra cukup bervariasi. Luas lahan responden petani mitra berkisar antara 1-2 hektar dengan rata-rata luas lahan 1,744 hektar. Sedangkan luas lahan responden petani non mitra berkisar antara 0,5-2 hektar dengan rata-rata luas lahan 0,81 hektar. Tabel 18 menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki responden petani mitra sebesar 56,67 persen adalah lebih besar sama dengan 2 hektar. Sedangkan pada responden petani non mitra luas lahan terbanyak yang dimiliki oleh responden adalah kurang dari atau sama dengan 1 hektar, yaitu sebesar 80 persen. 70

88 Tabel 18. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Musim Tanam 2010/2011 Luas Lahan Mitra Non Mitra (Hektar) Petani % Petani % , ,1-1,9 8 26, , ,67 1 3,33 Jumlah Status kepemilikan lahan pada petani non mitra 100 persen adalah sewa, karena lahan yang dikelola oleh petani mitra adalah milik PT. SHS. Status kepemilikan lahan pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Status Mitra Non Mitra Kepemilikan Petani % Petani % Pribadi Sewa Jumlah Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa sebesar 10 persen responden petani non mitra memiliki lahan dengan status kepemilikan pribadi dan sebesar 90 persen responden mengelola lahan sewa. Harga sewa lahan di daerah adalah kg per hektar per musim. Sedangkan setiap musimnya petani mitra membayar sewa lahan secara bagi hasil, yaitu sebesar kg per hektar. Berdasarkan ratarata luas lahan diketahui bahwa petani mitra memiliki luas lahan usahatani penangkaran benih padi yang lebih besar dibandingkan petani non mitra. 71

89 VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI 6.1 Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Penangkar Benih Kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan petani penangkar benih di sekitar lokasi perusahaan difokuskan pada beberapa desa di tiga kecamatan yang merupakan daerah binaan PT. SHS yaitu kecamatan Ciasem, kecamatan Blanakan dan kecamatan Patokbeusi. Empat desa di kecamatan tersebut yang menjadi lokasi lahan milik PT. SHS, yaitu desa Ciasem Girang, desa Gempol Sari, desa Rawa Mekar dan desa Pinang Sari menjadi desa kontrak HGU, dimana para petani di keempat desa tersebut diutamakan untuk menjadi petani mitra. Selain keempat desa tersebut, terdapat desa-desa di luar kontrak HGU yang merupakan desa penyangga, yaitu desa Tambak Jati, desa Sukahaji, desa Cilamaya Hilir, desa Blanakan, desa Ciasem Hilir, desa Rancamulya, dan desa Sukamandi Jaya. Lahan yang dimiliki oleh PT. SHS seluas 3.150,65 hektar merupakan tanah negara yang diberikan pada PT. SHS untuk dikelola terutama untuk menghasilkan benih berkualitas yang memenuhi kebutuhan benih bersertifikat nasional. Luasnya lahan yang harus dikelola oleh PT. SHS tidak sebanding dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh PT. SHS. Keterbatasan SDM menjadi salah satu masalah, sehingga kemitraan dengan petani sekitar menjadi solusi yang paling tepat. Pada musim tanam 2010/2011 dari seluruh luas lahan PT. SHS, seluas 2.283,15 hektar disewakan untuk diolah petani mitra dan 867,50 hektar lahan digunakan untuk kegiatan swakelola, penelitian dan Trap Border System (TBS). Kegiatan swakelola meliputi penanaman padi inbrida, penanaman padi hibrida, dan penanaman benih sumber. Pada musim tanam 2010/2011 seluruh lahan kerjasama digunakan untuk menanam padi inbrida. Selain swakelola dan kerjasama dalam, untuk memenuhi target produksi, PT. SHS melakukan kerjasama luar dengan kelompok tani atau gapoktan, seperti di Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Indramayu. PT. SHS membeli gabah hasil panen dari kelompok tani tersebut,

90 dimana benih sumbernya berasal dari PT. SHS. Setiap musimnya kontrak kerjasama luar dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan PT. SHS. Tabel 20. Pembagian Areal Lahan PT. SHS Cabang Khusus Sukamandi Musim Tanam 2010/2011 Areal Swakelola (Ha) Kerjasama (Ha) Jumlah (Ha) I. Areal Kebun 1. Padi Inbrida - Inpari 1 199,60 113,03 312,63 - Situbagendit - 190,03 190,03 - Ciherang 335, , ,69 - Inpago 3 SHS 128,29-128,29 - Cigeulis - 20,20 20,20 - Inpara 3-46,54 46,54 - Inpari 13 39,77-39,77 - Mekongga - 46,99 46,99 - IR64-207,46 207,46 Sub Jumlah 703, , ,60 2. Padi Hibrida - SL-8SHS 5,97-5,97 - Perb. Restorer 1,13-1,13 Sub Jumlah 7, Jumlah Areal Kebun 710, , ,70 II. Areal Lain-lain 1. Benih Sumber 110,61-110,61 2. Penelitian 13,97-13,97 3. TBS 3,00-3,00 Jumlah Areal Lain-lain 156,95-156,95 Jumlah Areal PT. SHS 867, , ,65 Sumber: PT. Sang Hyang Seri,

91 Kemitraan yang berlangsung antara PT. SHS dengan petani mitra merupakan kemitraan inti plasma. Sebagai perusahaan inti, PT. SHS menyediakan lahan sewa untuk digarap oleh petani, memberikan bantuan modal biaya panen, pinjaman sarana produksi dan benih sumber, serta memberikan pembinaan dan pendampingan bagi petani mitra. Sedangkan para petani berhak mengelola lahan yang disediakan oleh PT. SHS dan berkewajiban untuk menyerahkan hasil panennya kepada PT. SHS sesuai kebutuhan dan permintaan PT. SHS. Pada awalnya, sewa lahan dilakukan dengan membayar uang sewa setiap musimnya. Namun kemudian sejak tahun 2003, sistem pembayaran tersebut berubah menjadi sistem bagi hasil karena banyaknya kejanggalan seperti penarikan biaya sewa oleh oknum diluar petugas. Bagi hasil yang dibebankan kepada petani sebesar kg per hektar dan diambil ketika panen. 6.2 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra ditandai dengan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama yang dapat diperbaharui setiap musimnya. Untuk memulai kemitraan, petani mengajukan surat permohonan usulan penggarapan. Pada surat tersebut terdapat jumlah lahan yang diminta oleh petani. PT. SHS memberikan syarat maksimal 2 hektar lahan untuk setiap petani. Selanjutnya PT. SHS melakukan evaluasi, apakah petani tersebut layak untuk menjadi petani mitra. Apabila petani tersebut telah layak, maka PT. SHS akan mengeluarkan surat pengabulan yang harus ditandatangani oleh kepala desa. Kemudian dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama antara PT. SHS dengan petani mitra. Lahan kerjasama PT. SHS dibagi ke dalam lima wilayah, dimana setiap wilayah dipegang oleh supervisor. Tugas supervisor adalah mengawasi, mengontrol, serta memberi penyuluhan kepada petani. Daftar pembagian areal lahan untuk musim tanam 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel

92 Tabel 21. Pembagian Areal Lahan Kerjasama Musim Tanam 2010/2011 No Supervisor Blok Luas (Ha) 1 Edi Rohendi S1-S13 142,86 B1-B23 184,68 B31 2,55 L2AB-L6 25,00 BLC 81,45 B2-B14 55,79 L1-L7 59,41 LK1-LK4 59,73 S21-S22B 13,50 Sub Jumlah 624,97 2 Sunarja, A.Md LK5-LK25 114,65 LK6-LK10 15,71 LK27-LK51 147,14 LK40-LK46 46,99 L35-L45 105,37 S30-S31 12,32 S36-S40 51,75 L36-L52 87,38 Sub Jumlah 581,31 3 Rohali, A.Md PSK 172,57 SKJB 206,47 Sub Jumlah 379,04 4 Sugianto Uwan TGKB 301,52 Sub Jumlah 301,52 5 Aang Suharman, SP SKJT 92,00 TGKT 304,31 Sub Jumlah 396,31 Jumlah 2283,15 Sumber: PT. Sang Hyang Seri,

93 Pelaksanaan budidaya penangkaran benih padi oleh petani mitra diawasi oleh PT. SHS. Setiap kegiatannya mulai dari tebar, tanam hingga panen harus berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selama satu musim tanam, PT. SHS melakukan roguing sebanyak 3 kali, yaitu ketika (i) masa vegetatif, yaitu satu bulan setelah tanam, (ii) masa berbunga penuh, yaitu dua setengan bulan setelah tanam, dan (iii) fase pemasakan, yaitu dua minggu sebelum panen. Biaya roguing ditanggung oleh petani mitra sebagai biaya operasional yang wajib dibayar setiap musimnya. Petani mitra menyerahkan hasil panen dengan Surat Pengantar Hasil (SPH). SPH diperoleh setelah hasil panen melalui uji laboratorium, untuk menentukan kadar air serta kotoran dari hasil panen tersebut. Satu SPH mewakili satu kendaraan, yang berisi nama petani mitra, lokasi penanaman, luas lahan, tanggal panen, total hasil panen bruto, total hasil panen netto setelah dikurangi berat karung dan hasil panen, kadar air dan kotoran, serta harga yang ditetapkan untuk hasil panen tersebut sesuai dengan hasil laboratorium. Penimbangan dilakukan dua kali, pertama oleh petani sendiri, kemudian oleh perusahaan. SPH ditandatangani oleh petani mitra, supervisor dan supir kendaraan. Pembayaran hasil panen dilakukan berdasarkan kesepakatan sebelumnya, minimal satu minggu setelah penyerahan hasil panen, tergantung dari kemampuan perusahaan. Lama pembayaran menunggu pencairan dana perusahaan. 6.3 Surat Perjanjian Kerjasama Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara PT. SHS dengan petani menetapkan luas areal lahan serta lokasi atau blok yang akan dikelola oleh petani selama satu musim, dengan beberapa persyaratan atau ketentuan mengenai kegiatan pembinaan dan pengawalan teknis, pembayaran benih, pembayaran bagi hasil, pembayaran biaya operasional, kepemilikan hasil panen dan penjualan hasil panen, pengelolaan areal lahan, serta sanksi bagi pelanggaran. SPK berisi poin umum seperti Nomor SPK, tanggal penandatangan SPK, serta data pihak-pihak yang bermitra. Dalam SPK, PT. SHS dinyatakan sebagai Pihak Pertama dan petani mitra sebagai Pihak Kedua. Kesepakatan yang tercantum di dalam SPK diantaranya: 76

94 1. PIHAK PERTAMA, wajib melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA. 2. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar benih pokok sebanyak 25 Kg / Ha / Musim kepada PIHAK PERTAMA. 3. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar bagi hasil sebesar Kg / Ha / Musim kepada PIHAK PERTAMA. 4. PIHAK KEDUA membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp ,-/ Ha / Musim yang terdiri dari : Biaya Roguing, Sanitasi, Materai dan PHT. 5. PIHAK KEDUA berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual kepada PIHAK PERTAMA apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban bagi hasil. 6. PIHAK KEDUA diwajibkan mengelola areal dengan baik dan tidak dipindah tangankan kepada orang lain maupun dijual belikan. 7. PIHAK KEDUA diwajibkan mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku di PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang tidak tertulis dalam kontrak ini dalam hal pemanfaatan lahan. 8. PIHAK KEDUA bersedia diberhentikan sebagai petani kerjasama apabila tidak mengikuti ataupun mentaati aturan dan ketentuan yang ada. Di dalam Surat Perjanjian Kerjasama tidak disebutkan bahwa petani mitra wajib menjual seluruh hasil panennya kepada PT. SHS. Petani menjual kepada perusahaan ketika dibutuhkan. Jumlah benih yang dibeli oleh PT. SHS tergantung dari kebutuhan benih PT. SHS. Setiap musimnya, PT. SHS menargetkan jumlah produksi. Namun untuk memenuhi target produksi tersebut, peraturan tersebut diperkuat oleh peraturan tidak tertulis bahwa petani tidak diperbolehkan untuk menjual benih selain pada PT. SHS, kecuali untuk konsumsi, dimana jumlah hasil panen mereka masih dapat memenuhi target PT. SHS. Peraturan tidak tertulis lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak adalah mengenai penetapan harga beli hasil panen, penetapan varietas, ketentuan luas lahan, penetapan tebar, tanam, panen, penyediaan sarana produksi, kerjasama pembasmian tikus, pembagian risiko budidaya, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen, serta jangka waktu pembayaran hasil panen. Dalam SPK, PT. SHS menerapkan 77

95 sanksi bahwa petani mitra akan diberhentikan apabila melanggar kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Penerapan sanksi ini tidak serta merta dilakukan pada pelanggaran pertama. Sebelum diberhentikan, PT. SHS akan memberikan teguran terlebih dahulu kepada petani mitra. Apabila petani mitra tetap melakukan pelanggaran barulah kemudia diberhentikan sebagai petani mitra oleh PT. SHS. 6.4 Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diatur dalam suatu peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan tertulis terdapat dalam Kontrak Kerjasama yang berlaku untuk setiap musim. Peraturan tertulis maupun tidak tertulis mengatur hak dan kewajiban dari petani mitra maupun dari PT. SHS. Berdasarkan uraian hak dan kewajiban, dapat dievaluasi pelaksanaan kemitraan tersebut. Keenam belas poin kerjasama yang digunakan untuk mengevaluasi kemitraan ditentukan berdasarkan peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis. Poin-poin tersebut adalah pembinaan dan pengawalan teknis, pembayaran benih pokok, pembayaran bagi hasil, pembayaran biaya operasional, penjualan hasil panen, pengelolaan areal, sanksi terhadap pelanggaran aturan, ketentuan luas lahan garapan, penerapan jadwal tebar tanam panen, penyediaan sarana produksi, kegiatan pembasmian tikus, penerapan harga beli hasil panen oleh PT. SHS, pembagian risiko budidaya, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen dan pembayaran hasil panen. Secara ringkas, evaluasi pelaksanaan kemitraan dapat dilihat pada matriks evaluasi, dimana dapat terlihat beberapa peraturan yang tidak berjalan sesuai perjanjian yang telah disepakati (Lampiran 3). Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra dilihat dari kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis adalah: A. Peraturan Tertulis. 1. Pembinaan dan Pengawalan Teknis. PT. SHS diwajibkan untuk melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi. Pembinaan dan Pengawalan Teknis Produksi mewakili frekuensi kegiatan pembinaan serta pengawalan teknis yang dilakukan oleh PT. SHS serta menilai kualitas SDM yang dimiliki PT. SHS dalam memberikan 78

96 pembinaan dan pengawalan. Pembinaan dan pengawalan teknis dilakukan hampir setiap hari oleh PT. SHS. Hal ini cukup mudah dilakukan, karena lahan penangkaran benih padi merupakan milik PT. SHS dan berada di wilayah PT. SHS. Dari seluruh lahan milik PT. SHS dibagi menjadi lima wilayah, dimana setiap wilayah memiliki kepala wilayah atau supervisor. Kepala wilayah inilah yang berperan melakukan pembinaan dan pengawalan teknis. Petani di setiap wilayah pasti mengenal kepala wilayahnya, dan terjalin komunikasi yang baik, sehingga aliran informasi baik mengenai PT. SHS maupun mengenai budidaya dapat diterima oleh petani. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 2. Pembayaran Benih Pokok. Pembayaran benih pokok diatur di dalam kontrak, dimana petani mitra diwajibkan membeli benih pokok 25 kg per hektar per musim dari PT. SHS. Harga benih pokok pada musim tanam 2010/2011 adalah Rp per kg. Pembelian benih pokok ke PT. SHS dimaksudkan untuk menjaga kualitas benih yang dihasilkan. Jenis varietas yang ditanam ditentukan oleh perusahaan. Petani diwajibkan untuk menanam padi sesuai dengan varietas yang ditentukan oleh PT. SHS. Hal ini berdasarkan banyaknya kebutuhan dari varietas padi itu sendiri. Varietas yang ditanam oleh PT. SHS pada musim tanam 2010/2011 adalah Inpari 1, Situbagendit, Ciherang, Inpago 3 SHS, Cigeulis, Inpara 3, Inpari 13, Mekongga dan IR64. Varietas Inpago 3 SHS dan Inpari 13 hanya dibudidayakan pada kegiatan swakelola. Sejauh ini, petani mitra selalu mematuhi ketentuan tersebut sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. Walaupun sebenarnya banyak petani yang sudah mulai kurang menyukai varietas yang ditentukan oleh perusahaan. Beberapa petani menyatakan bahwa kini banyak varietas lokal yang lebih tinggi produktivitasnya. 3. Pembayaran Bagi Hasil. Sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK), petani mitra diwajibkan untuk membayar bagi hasil sebesar kg per hektar per musim sebagai 79

97 biaya sewa atas lahan yang digunakan. Pembayaran dilakukan ketika panen dengan pemotongan hasil panen. Sejauh ini dalam pelaksanaannya petani mematuhi kesepakatan kerjasama tersebut. Menurut petani bagi hasil sebesar kg per hektar per musim tidak memberatkan. 4. Pembayaran Biaya Operasional. Pembayaran biaya operasional diatur di dalam SPK. Biaya operasional terdiri dari biaya roguing, sanitasi, materai dan PHT. Biaya yang dikenakan adalah sebesar Rp ,00 per hektar per musim dan dibayar setelah panen. Menurut petani biaya ini sudah cukup bahkan termasuk murah, dan sejauh ini petani mematuhinya. Sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 5. Penjualan Hasil Panen. Pada kontrak dinyatakan bahwa petani menjual dan memasukkan hasil panennya ke PT. SHS bila dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan bahwa hasil panen yang dibeli oleh PT. SHS setiap musimnya tergantung dari kebutuhan PT. SHS. Setiap musimnya PT. SHS memiliki target produksi. Target inilah yang digunakan untuk menentukan berapa ton benih yang harus diserahkan petani mitra per hektarnya. Namun ditambahkan dalam peraturan tidak tertulis, bahwa petani diwajibkan menjual seluruh hasil panennya kepada PT. SHS karena kebutuhan benih yang tinggi. PT. SHS hanya mengizinkan petani mengambil hasil panen untuk konsumsi pribadi. Namun dalam pelaksanaannya banyak petani yang menjual sedikit hasil panennya ke tengkulak dengan alasan lebih cepat dalam pembayaran sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan kerjasama. Selain itu, penjualan di luar PT. SHS tidak menggunakan rafaksi harga, sehingga harga yang didapat bisa lebih tinggi dibandingkan di PT. SHS. 6. Pengelolaan Areal Lahan. Pengelolaan areal lahan diatur di dalam SPK. Petani diwajibkan untuk mengelola lahan sebaik-baiknya dan tidak diperbolehkan memindah tangankan tanpa diketahui oleh PT. SHS dan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Sejauh ini peraturan ini diikuti oleh petani sehingga 80

98 pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. Namun penggunaan pupuk kimia (anorganik) yang berlebihan oleh petani semakin menurunkan kualitas tanah. Kurangnya penggunaan pupuk organik semakin menyebabkan tanah menjadi tidak subur. 7. Sanksi Terhadap Pelanggaran Aturan. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam SPK, petani yang tidak mematuhi peraturan bersedia untuk diberhentikan dari kerjasamanya dengan PT. SHS. Namun sebelum diberhentikan, PT. SHS akan memberikan teguran terlebih dahulu. Sejauh ini, belum pernah ada petani mitra yang diberhentikan karena melanggar peraturan. B. Peraturan Tidak Tertulis 1. Ketentuan Luas Lahan Garapan. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh PT. SHS, maksimal luas lahan yang dapat disewa oleh petani adalah 2 hektar untuk setiap petani. Hal ini terutama karena luas lahan PT. SHS yang terbatas dan banyaknya petani yang berminat menjadi petani mitra. Peraturan ini pada dasarnya telah dipatuhi dan pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan kerjasama, namun terdapat beberapa petani yang tercatat menyewa lahan lebih dari 2 hektar. Menurut PT. SHS hal tersebut terjadi karena lokasi lahan yang tanggung dan biasanya berada di pinggir. 2. Penerapan Jadwal Tebar, Tanam, Panen. Penerapan kegiatan tebar, tanam, panen yang dilakukan oleh petani semuanya diatur oleh PT. SHS. Petani melaksanakannya sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh PT. SHS. Kelima wilayah memiliki waktu tebar, tanam dan panen yang berbeda. Hal ini bertujuan agar terjadi kontinuitas persediaan serta untuk mempermudah dalam panen, pengangkutan, dan pengelolaan setelah panen. Kapasitas pabrik PT. SHS kurang lebih 80 hektar per hari. Petani tidak dapat menentukan waktu tebar, tanam dan panen sesuai keinginannya. Sejauh ini pelaksanaan poin kerjasama telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 81

99 3. Penyediaan Sarana Produksi. PT. SHS menyediakan sarana produksi selain bibit seperti pupuk dan obatobatan dalam bentuk pinjaman. Namun menurut petani, pupuk dan obatobatan sering tidak tersedia ketika dibutuhkan. Selain itu, harganya lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga di kios. Hal ini disebabkan karena pupuk dan obat-obatan yang disediakan oleh PT. SHS merupakan pupuk dan obat-obatan yang tidak bersubsidi. Petani mitra tidak membeli pupuk dan obat-obatan di PT. SHS. Para petani lebih memilih untuk membeli di kios. Pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 4. Kerjasama Pembasmian Tikus. Kerjasama pembasmian tikus atau yang dikenal dengan istilah gropyok tikus dilakukan oleh PT. SHS dengan petani karena banyak terdapat tikus di wilayah lahan PT. SHS. Gropyok tikus dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari rabu dan sabtu. Setiap petani wajib mengikuti kegitan gropyok tikus. Namun beberapa petani menyatakan jarang mengikuti gropyok tikus, terutama petani yang lahannya tidak diserang tikus sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 5. Penetapan Harga Beli Hasil Panen Oleh PT. SHS. PT. SHS melakukan penetapan harga berdasarkan survei pada tiga desa dan tiga varietas, yang sedang melaksanakan panen pada saat yang sama, kemudian diambil harga rata-rata. Hal ini dilakukan agar harga beli tidak berbeda jauh dengan harga di pasaran. Survei harga dilakukan seminggu sekali, sehingga harga benih berubah-ubah sesuai harga pasar. Apabila tidak ada pelaksanaan panen di desa sekitar, maka penetapan harga beli dilakukan dengan musyawarah, antara PT. SHS dengan perwakilan petani yang akan melaksanakan panen. Penetapan harga beli juga dipengaruhi oleh kadar air serta kotoran yang dikandung gabah hasil panen, dimana ketika musim kemarau kadar air normal yaitu 23 persen dan kadar kotoran 3 persen. Sedangkan pada musim hujan kadar air normal yaitu 25 persen dan kadar kotoran 5 persen. Kadar air serta kotoran ini membentuk rafaksi 82

100 harga. Petani merasa sedikit dirugikan dengan adanya rafaksi harga, namun hal ini dilakukan oleh PT. SHS untuk menjaga kualitas benih dan meningkatkan motivasi petani agar menghasilkan benih padi dengan kualitas yang bagus dan lebih memperhatikan kondisi benih ketika panen, agar kadar air dan kotoran sesuai dengan kriteria perusahaan. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 6. Pembagian Risiko Budidaya. Pembagian risiko budidaya tidak diatur dalam peraturan tertulis. Namun PT. SHS menyatakan bahwa risiko yang bersifat kelalaian manusia ditanggung oleh petani, sedangkan risiko yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia, seperti bencana alam, iklim, cuaca dan serangan hama penyakit ditanggung bersama oleh petani mitra dan PT. SHS. Selama dua musim, yaitu pada musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, PT. SHS mengalami puso atau gagal panen karena serangan hama wereng. PT. SHS tidak membebankan sepenuhnya kepada petani. Pembayaran bagi hasil selama dua musim tidak perlu dilakukan, namun tetap dibayarkan pada musim selanjutnya. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 7. Respon Terhadap Keluhan. Petani menyampaikan keluhannya kepada PT. SHS melalui kepala wilayah. Selanjutnya keluhan dilanjutkan ke bagian kebun, yaitu bagian yang bertanggung jawab terhadap kemitraan. Menurut petani, belum ada solusi nyata dari keluhan yang disampaikan, terutama mengenai keterlambatan waktu pembayaran hasil panen sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 8. Pengangkutan Hasil Panen. Pengangkutan hasil panen difasilitasi oleh PT. SHS dengan menyediakan truk. Namun biaya transportasi tetap ditanggung oleh petani, karena PT. SHS menerima hasil panen di perusahaan. Musim ini terdapat kendala, yaitu kurangnya jumlah truk pengangkut, sehingga banyak hasil panen yang terbengkalai dan dibiarkan saja di lahan hingga lebih dari tiga hari melewati jadwal sehingga tidak sesuai dengan kesepakatan kerjasama. 83

101 9. Pembayaran Hasil Panen PT. SHS tidak menyatakan secara pasti berapa lama jangka waktu pembayaran. Namun perusahaan menyatakan bahwa jangka waktu pembayaran maksimal kurang lebih satu bulan. Pada kenyataannya banyak petani yang mengeluhkan hal tersebut, karena pembayaran hasil panen bahkan pernah terjadi setelah musim tanam selanjutnya. Menurut PT. SHS pembayaran hasil panen menunggu pencairan dana. Pelaksanaan poin kerjasama ini tidak sesuai dengan kesepakatan kerjasama. Dari enam belas poin kerjasama terdapat enam poin yang pelaksanaannya belum sesuai dengan kesepakatan. Keenam poin tersebut adalah penjualan hasil panen, penyediaan sarana produksi, kegiatan pembasmian tikus, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen serta pembayaran hasil panen. 6.5 Kendala-kendala di Dalam Pelaksanaan Kemitraan Pelaksanaan kemitraan tidak selalu berjalan sesuai dengan kesepakatan karena banyak kendala-kendala yang ditemui di lapangan. Uraian kendala-kendala yang dihadapi petani mitra berdasarkan pendekatan poin kerjasama pada evaluasi kemitraan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kendala-kendala yang terjadi di dalam pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diantaranya: 1. Kurangnya pertemuan rutin untuk pembinaan. 2. Masih terdapat petani yang menjual hasil panennya selain ke PT. SHS, karena pembayarannya yang lebih cepat dibandingkan bila menjual ke PT. SHS. 3. Banyaknya penggunaan pupuk anorganik yang menurunkan kesuburan tanah. 4. Kurangnya ketersediaan sarana produksi ketika dibutuhkan oleh petani. Selain itu harga sarana produksi yang cukup tinggi, karena bukan merupakan sarana produksi yang bersubsidi. 5. Masih terdapat petani yang tidak mengikuti kegiatan pembasmian (gropyok) tikus 6. Masih terdapat petani yang merasa bahwa rafaksi harga merugikan. 84

102 7. Belum adanya solusi nyata dari keluhan petani seperti keterlambatan pembayaran hasil panen. 8. Kurangnya sarana pengangkutan hasil panen. 9. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS 6.6 Manfaat Kemitraan Petani bergabung ke dalam kemitraan terutama agar memperoleh manfaat dari keberadaan kemitraan itu sendiri. Walaupun terdapat beberapa kendala di dalam pelaksanaan kesepakatan kerjasama, namun para petani masih merasakan manfaat dari kemitraan. Tabel 22. Manfaat Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Mitra Manfaat Kemitraan Jawaban Responden Persentase (%) 1. Modal a. Mendapatkan bantuan modal b. Tidak ada bantuan modal Jumlah Kepastian Harga a. Harga tetap/stabil 0 0 b. Harga berubah Jumlah Pemasaran a. Mendapatkan jaminan pasar b. Tidak ada jaminan pasar Jumlah Pendapatan a. Meningkatkan pendapatan b. Tidak ada pengaruh Jumlah Pengetahuan a. Mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan b. Tidak ada pengaruh ,67 63,33 Jumlah Risiko a. Risiko usaha ditanggung bersama b. Tidak ada pengaruh Jumlah

103 Berdasarkan jawaban responden, manfaat yang diperoleh petani dari pelaksanaan kemitraan, antara lain: 1. Mendapatkan Bantuan Modal Modal merupakan hal yang paling penting dalam pelaksanaan suatu usaha. Bantuan modal yang diberikan PT. SHS adalah bantuan biaya panen. 100 persen petani menyatakan dengan bergabung dalam kemitraan, mereka memperoleh bantuan modal panen. Bantuan pinjaman modal panen yang diberikan oleh PT. SHS sebesar Rp ,00 per hektar per musim. 2. Mendapatkan Jaminan Pasar Salah satu manfaat yang dirasakan oleh seluruh petani adalah adanya jaminan pasar. 100 persen petani mitra menyatakan bahwa dengan bermitra mereka tidak perlu mengkhawatirkan penjualan hasil produksinya, karena PT. SHS memberi jaminan pasar bagi petani mitra untuk menjual hasil produksinya. Karena adanya rafaksi harga, semua hasil panen akan tetap dibeli walaupun harganya mungkin lebih rendah. Selain itu, walaupun PT. SHS memiliki target, apabila petani ingin menjual seluruh hasil panennya, PT. SHS akan tetap membelinya. 3. Pendapatan Meningkat Meningkatnya pendapatan dirasakan oleh seluruh petani yang bermitra dengan PT. SHS. Sebanyak 100 persen petani mitra menyatakan walaupun banyak kendala serta permasalahan yang dihadapi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan menjadi petani mitra pendapatan mereka meningkat. Bahkan beberapa petani yang dulunya hanya bekerja sebagai petani buruh, kini dengan bermitra dapat memiliki lahan sendiri secara sewa dan mengelola lahannya sendiri. Bila hasil produksi mereka memenuhi standar kualitas PT. SHS maka pendapatan mereka lebih tinggi, karena harga beli lebih tinggi dibandingkan harga dipasaran. 4. Mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan bertani serta teknologi Sebanyak 36,67 persen petani mitra menyatakan bahwa dengan bergabung di dalam kemitraan PT. SHS mereka mendapatkan tambahan 86

104 pengetahuan dan ketrampilan bertani melalui pembinaan yang dilakukan perusahaan. Walaupun begitu 63,33 persen responden petani menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan karena merasa sudah lebih mengetahuinya. Diantara keenam manfaat kemitraan, dua di antaranya tidak dirasakan oleh seluruh petani, yaitu kepastian harga dan pembagian risiko usaha. PT. SHS dalam menetapkan harga beli melakukan survei pasar, sehingga harga berubah-ubah setiap musimnya. Penerapan rafaksi harga menyebabkan terjadinya ketidakstabilan harga. Harga beli tergantung dari kualitas benih yang petani hasilkan. Sedangkan untuk pembagian risiko budidaya, PT. SHS menyerahkan seluruh risiko budidaya untuk ditanggung petani, apabila memang berasal dari kelalaian manusia. Apabila kegagalan budidaya diakibatkan oleh bencana alam, maka perusahaan akan meringakan beban petani dengan tidak membayar bagi hasil pada musim tersebut. Namun bagi hasil tersebut tetap menjadi hutang dan harus dibayarkan pada musim selanjutnya, sehingga petani tidak merasakan adanya pembagian risiko budidaya. Sedangkan manfaat kemitraan yang dirasakan PT. SHS terutama adalah pemenuhan kebutuhan bahan baku dan ketersediaan tenaga kerja. 87

105 VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN 7.1 Analisis Kepuasan Petani Mitra Evaluasi kemitraan dapat juga dilihat dari tingkat kepuasan petani mitra yang menjalankannya. Kepuasan petani terhadap kemitraan menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan inti terhadap kemitraan. Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi kemitraan ditentukan berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan (service quality) menurut Rangkuti (2003), yaitu keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty) dan berwujud (tangible). Hasil penilaian ini akan menunjukkan atributatribut apa saja yang perlu diperbaiki kinerjanya oleh perusahaan inti agar meningkatkan kualitas pelayanan Tingkat Kesesuaian Atribut Tingkat kesesuaian petani mitra merupakan persentase perbandingan antara total skor kinerja atau kepuasan dengan total skor kepentingan atau harapan. Skor kinerja atau kepuasan menunjukkan pelaksanaan serta pelayanan yang telah diberikan PT. SHS selama kemitraan berlangsung berdasarkan masingmasing atribut yang telah ditetapkan. Sedangkan skor kepentingan atau harapan menunjukkan sejauh mana harapan dan keinginan petani terhadap jalannya kemitraan sesuai dengan atribut yang telah ditetapkan. Petani responden dianggap puas terhadap kinerja suatu atribut bila tingkat kesesuaiannya lebih dari atau sama dengan seratus persen. Sebaliknya bila tingkat kesesuain atribut kurang dari seratus persen maka petani responden belum puas terhadap kinerja atribut tersebut. Tingkat kesesuaian atribut pelayanan kemitraan antara PT. SHS dan petani mitra disajikan pada Tabel 23.

106 Tabel 23. Tingkat Kesesuaian Atribut Pada Responden Petani Mitra No Atribut Skor Kepentingan Skor Kinerja Tingkat Kesesuaian (%) 1 Prosedur Penerimaan Mitra 3,33 3, Kualitas Benih Pokok 3,47 2,77 79,81 3 Harga benih pokok 3,13 2,00 63,83 4 Harga sarana produksi 3,33 1,63 48,99 5 Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi 3,33 1, Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma 2,47 1,50 60,81 7 Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma 2,90 2,63 90,81 8 Respon inti terhadap keluhan petani 3,40 2,40 70,59 9 Bantuan inti dalam menangulangi hama dan penyakit tanaman 3,13 2,70 86,17 10 Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping 3,40 3,30 97,06 11 Pendamping mudah ditemui dan dihubungi 3,23 3,53 109,28 12 Bantuan biaya panen 3,50 2,73 78,10 13 Ketepatan waktu pemberian biaya panen 3,50 3,13 89,52 14 Penyediaan sarana transportasi untuk panen 3,57 2,23 62,62 15 Harga beli gabah benih sebar oleh inti 3,60 2,23 62,04 16 Ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh inti 3,63 1,50 41,28 Dari Tabel 23 diketahui bahwa dari enam belas atribut hanya dua atribut yang memiliki tingkat kesesuain atribut lebih dari seratus persen, yaitu prosedur penerimaan petani mitra serta pendamping yang mudah ditemui dan dihubungi. Hal ini menunjukkan bahwa petani mitra sudah puas dengan kinerja dari kedua atribut tersebut. Sedangkan atribut ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh inti memiliki tingkat kesesuain atribut yang paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih belum puas dengan waktu pembayaran hasil panen yang sering terlambat. Untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, perusahaan harus mampu memahami apa yang diinginkan oleh petani mitra berkaitan dengan upaya memuaskan kebutuhannya. Karena itu perlu dilihat seberapa penting atributatribut pelayanan yang telah diberikan kepada petani, serta seberapa puas petani akan pelaksanaan atribut-atribut pelayanan tersebut. 89

107 7.1.2 Importance Performance Analysis (IPA) Tabel 24. Koordinat Atribut Kepuasan No Atribut Kepentingan Kepuasan (X) (Y) Kuadran Input 1 Prosedur Penerimaan Mitra (responsiveness) 3,33 3,43 II 2 Kualitas Benih Pokok (tangible) 3,47 2,77 II 3 Harga benih pokok (tangible) 3,13 2,00 III 4 Harga sarana produksi (tangible) 3,33 1,63 I Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi (tangible) 3,33 1,83 I Produksi Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma (reliability) 2,47 1,50 III Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma (reliability) 2,90 2,63 IV Respon inti terhadap keluhan petani (responsiveness) 3,40 2,40 I Bantuan inti dalam menangulangi hama dan penyakit tanaman (responsiveness) 3,13 2,70 IV Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping (assurance) 3,40 3,30 II Pendamping mudah ditemui dan dihubungi (emphaty) 3,23 3,53 IV Output 12 Bantuan biaya panen (reliability) 3,50 2,73 II 13 Ketepatan waktu pemberian biaya panen (responsiveness) 3,50 3,13 II 14 Penyediaan sarana transportasi untuk panen (tangible) 3,57 2,23 I 15 Harga beli hasil panen (reliability) 3,60 2,23 I 16 Ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh inti (responsiveness) 3,63 1,50 I Rata-rata 3,31 2,47 90

108 Metode IPA digunakan untuk menggolongkan atribut-atribut pelayanan kemitraan ke dalam skala prioritas, sehingga dapat diukur sejauh mana kinerja atribut pelayanan yang dilaksanakan oleh PT.SHS, serta sejauh mana pelaksanaan atribut tersebut yang mempengaruhi harapan petani, sehingga petani merasa puas. Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa hasil nilai rata-rata untuk tingkat kepentingan adalah 3,31. Atribut-atribut dengan nilai kepentingan berada di atas rata-rata berjumlah 11 atribut. Sedangkan untuk tingkat kepuasan didapat nilai rata-ratanya adalah 2,47. Atribut dengan nilai kepuasan berada di atas rata-rata berjumlah 8 atribut. Untuk dapat melihat posisi atribut di dalam skala prioritas, maka digunakan matriks kepentingan-kepuasan. Posisi koordinat (X,Y) suatu atribut dalam matriks ditentukan dari skor kepentingan dan skor kepuasan, di mana skor kepuasan menjadi koordinat X dan skor kepentingan menjadi koordinat Y. Matriks kepentingan-kepuasan menggolongkan atribut ke dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV. Atribut yang berada pada kuadran I merupakan atribut dengan prioritas utama, dimana petani merasa bahwa atribut tersebut penting pengaruhnya bagi kepuasan petani, namun PT. SHS belum melaksanakannya sesuai dengan harapan petani sehingga petani merasa tidak puas. Atribut yang berada pada kuadran II merupakan atribut yang harus dipertahankan prestasinya, karena merupakan atribut yang dianggap penting oleh petani mitra dan telah dilaksanakan oleh PT. SHS sesuai dengan yang diharapkan sehingga sangat memuaskan. Atribut yang berada pada kuadran III merupakan atribut prioritas rendah, karena kurang dianggap penting oleh petani mitra dan pelaksanaannya oleh PT. SHS biasa-biasa saja. Sedangkan atribut yang berada pada kuadran IV merupakan atribut yang dianggap berlebihan pelaksanaannya oleh petani, karena dirasa kurang penting namun PT. SHS melaksanakannya secara berlebihan. Diagram yang menggambarkan tingkat kepentingan-kepuasan responden petani mitra dapat dilihat pada Gambar

109 Scatterplot of Kepentingan vs Kepuasan Kepentingan 3,75 3,50 3,25 3, Kuadran I , Kuadran II ,308 2,75 Kuadran III Kuadran IV 2,50 6 1,5 2,0 2,5 Kepuasan 3,0 3,5 Gambar 13. Diagram Kartesius Hasil Perhitungan IPA Keterangan: 1 = Prosedur penerimaan mitra 2 = Kualitas benih pokok 3 = Harga benih pokok 4 = Harga sarana produksi 5 = Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi 6 = Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma 7 = Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma 8 = Respon inti terhadap keluhan petani 9 = Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman 10 = Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping 11 = Pendamping mudah ditemui dan dihubungi 12 = Bantuan biaya panen 13 = Ketepatan waktu pemberian biaya panen 14 = Penyediaan sarana transportasi untuk panen 15 = Harga beli hasil panen 16 = Ketepatan waktu pembayaran hasil panen Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa masih terdapat enam atribut yang harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Keenam atribut tersebut adalah harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, respon inti terhadap keluhan, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga 92

110 beli hasil panen dan ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Atribut yang harus dipertahankan kinerjanya adalah prosedur penerimaan petani mitra, kualitas benih pokok, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, bantuan biaya panen dan ketepatan pemberian bantuan biaya panen. Atribut dengan prioritas rendah diantaranya adalah harga benih pokok dan frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma. Sebaliknya terdapat tiga atribut yang termasuk ke dalam kategori berlebihan, yaitu pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman serta pendamping mudah ditemui dan dihubungi. Berikut adalah penjelasan mengenai keenam belas atribut berdasarkan analasisi IPA: 1. Prosedur Penerimaan Mitra Menurut responden petani mitra, prosedur penerimaan mitra sudah memuaskan dan tepat. Prosedur penerimaan mitra pada PT. SHS tergolong tidak rumit dan pelayanannya sangat ramah. Selain itu persyaratan yang harus dipenuhi cukup mudah. Walaupun tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usahatani, namun prosedur penerimaan mitra berhubungan dengan kenyamanan petani terhadap PT. SHS dan jalannya kemitraan. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana perusahaan inti harus mempertahankan kinerja atribut tersebut karena pelaksanaannya yang dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. 2. Kualitas Benih Pokok Kualitas benih pokok yang diberikan oleh PT. SHS sangat memuaskan petani mitra. Walaupun dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, namun kualitas benih pokok jelas merupakan faktor utama keberhasilan suatu usahatani. Petani mitra menyatakan hasil panennya dapat mencapai enam ton per hektar bahkan lebih setiap musimnya. Kualitas benih milik PT. SHS memang sudah tidak diragukan lagi, karena perusahaan juga dituntut untuk menghasilkan benih sebar dengan kualitas tinggi pula. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana perusahaan inti harus tetap mempertahankan kualitas benih pokoknya, karena dianggap sangat penting dan dianggap sudah sangat memuaskan. 93

111 3. Harga Benih Pokok Harga benih pokok termasuk ke dalam atribut prioritas rendah pada kuadran III, karena dianggap kurang penting pengaruhnya bagi petani dan pelaksanaanya oleh perusahaan yang biasa-biasa saja. Petani menganggap bahwa harga beli benih pokok yang ditawarkan PT. SHS sudah tepat dan bukan merupakan masalah, karena harga benih pokok sesuai dengan kualitas benih itu sendiri. Bila dibandingkan dengan harga pasaran, harga benih pokok PT. SHS memang sedikit lebih mahal, sehingga menjadi kurang memuaskan. Hal ini dapat diatasi dengan menurunkan harga benih pokok. 4. Harga sarana produksi Atribut ini berada pada kuadran I yang merupakan prioritas utama dalam peningkatan kepuasan petani mitra. Atribut ini dinilai penting oleh petani, karena petani berharap mendapatkan harga sarana produksi yang jauh lebih murah dibandingkan bila membeli di kios. Namun pada kenyataannya, PT. SHS menyediakan sarana produksi dengan harga yang jauh lebih mahal. Menurut PT. SHS hal ini dikarenakan sarana produksi yang dijual oleh PT. SHS tidak bersubsidi seperti yang dijual di kios-kios. Karena itu PT. SHS tidak pernah memaksa petani untuk membeli sarana produksi di perusahaan. Namun petani menyatakan bahwa akan lebih baik bila perusahaan menyediakan sarana produksi dengan harga yang jauh lebih murah dan berkualitas. 5. Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi merupakan atribut yang menjadi prioritas utama dan terdapat pada kuadran I. Karena sebagian besar responden mengharapkan ketersediaan serta kemudahan dalam memperoleh sarana produksi dari PT. SHS. Sedangkan pada kenyataannya, tidak jarang PT. SHS tidak memiliki stok sarana produksi atau tidak menyediakan jenis pupuk atau pestisida yang diinginkan petani, sehingga tidak memuaskan. 94

112 6. Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma Menurut responden petani mitra, atribut ini kurang penting pengaruhnya bagi petani, karena pelaksanaan pembinaan dirasa kurang perlu bagi petani. Para petani menganggap bahwa mereka sudah terbiasa dan mampu melakukan usahatani penangkaran benih padi secara benar, karena sudah berpengalaman. PT. SHS pun termasuk jarang melakukan pembinaan plasma. Sehingga atribut ini termasuk ke dalam atribut prioritas rendah pada kuadran III, karena kurang penting dan kurang memuaskan. 7. Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma Atribut ini berada pada kuadran IV dimana pelaksanaanya dianggap berlebihan. Responden petani merasa pemberian materi pembinaan kurang penting, karena menganggap dirinya sudah berpengalaman dalam usahatani penangkaran benih padi. Walaupun begitu PT. SHS, dalam pelaksanaannya memberikan pembinaan serta penyuluhan terutama dalam pengenalan teknologi-teknologi baru seperti penggunaan threser, serta memperkenalkan padi hibrida kepada petani. Penyuluhanpenyuluhan mengenai budidaya serta penggunaan pupuk dan pestisida juga sering diadakan dengan mendatangkan produsen sarana produksi tertentu, sehingga atribut ini dirasa sangat memuaskan, walaupun dianggap kurang penting pada awalnya. 8. Respon inti terhadap keluhan petani Dalam merespon keluhan petani, kinerja PT.SHS dianggap belum memuaskan oleh petani mitra padahal atribut ini sangat penting pengaruhnya bagi petani. Sehinggu atribut ini berada pada kuadran I yaitu kuadran prioritas utama. Walaupun PT. SHS melalui pendamping lapang selalu siap memberikan arahan serta respon terhadap keluhan petani, namun petani mengharapkan adanya solusi nyata dari permasalahan tersebut, terutama mengenai masalah ketepatan pembayaran hasil panen. Untuk keluhan lain seperti harga dan ketersediaan sarana produksi, serta harga beli hasil panen, PT. SHS memberikan respon yang dianggap kurang memuaskan bagi petani. 95

113 9. Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman Atribut ini berada pada kuadran IV dimana petani merasa bahwa pelaksanaannya kurang penting pengaruhnya bagi petani, namun PT. SHS melaksanakannya secara berlebihan. Contohnya dalam penanggulangan tikus, PT. SHS mengadakan wajib gropyok tikus, tetapi dalam pelaksanaannya tidak semua petani merasa hal ini penting, karena tidak di semua lokasi lahan PT. SHS terdapat hama tikus. Namun hal ini dirasa memuaskan petani. PT. SHS juga sering mengadakan pembinaan yang mendatangkan perusahaan-perusahaan produsen pestisida untuk memberikan penyuluhan mengenai penggunaan pestisida yang tepat. Sedangkan petani merasa mereka sudah bisa melakukannya dengan benar. 10. Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping Menurut petani pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping sangatlah penting untuk menunjang kegiatan usahatani. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana PT. SHS dianggap telah memberikan pelayanan yang memuaskan melalui pendamping lapangnya, sehingga wajib untuk terus dipertahankan. Pendamping mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan petani, memberikan masukan dan memberikan respon yang baik terhadap semua keluhan petani. Pendamping juga mampu berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, serta mampu menjelaskan dengan baik sehingga mudah dimengerti oleh petani. 11. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi Atribut ini termasuk ke dalam kuadran IV yaitu kategori berlebihan karena hampir setiap hari pendamping mendatangi lokasi lahan petani. Petani menganggap atribut ini kurang penting mempengaruhi petani, karena tidak perlu setiap hari pendamping datang ke lokasi karena petani bisa mencari ke kantor yang lokasinya tidak jauh dari lokasi. Namun petani merasa sangat puas, karena dapat kapan saja menemui pendamping, terutama bila ada kendala atau masalah yang tiba-tiba terjadi. 96

114 12. Bantuan biaya panen Atribut ini termasuk ke dalam kuadaran II dimana PT. SHS harus mempertahakan kinerjanya yang sudah baik. Petani menganggap bantuan biaya panen sangat penting karena membantu petani dalam kegiatan panen dan sangat memuaskan. Bantuan biaya panen yang diberikan oleh PT. SHS adalah sebesar Rp , Ketepatan waktu pemberian biaya panen Ketepatan waktu pemberian biaya panen termasuk ke dalam kategori pertahankan prestasi pada kuadran II, dimana PT. SHS dianggap telah memberikan bantuan panen sesuai dengan kebutuhan petani, yaitu sebelum panen atau ketika panen. Atribut ini memberikan kepuasan dan PT. SHS diharapkan mampu mempertahankan kinerjanya dengan baik. 14. Penyediaan sarana transportasi untuk panen Atribut ini merupakan atribut prioritas utama pada kuadran I dimana pelaksanaannya masih mengecewakan bagi petani namun sangat mempengaruhi kepuasan petani. PT. SHS menyediakan truk sebagai sarana pengangkutan hasil panen, namun dalam pelaksanaannya jumlah truk yang disediakan tidak mencukupi, sehingga banyak petani yang sudah panen namun belum bisa membawa hasil panennya ke perusahaan. Hal ini mengakibatkan banyak petani yang harus bermalam di sawah untuk menjaga hasil panennya. Panas serta hujan juga memperngaruhi kadar air serta kotoran yang nantinya akan merugikan petani. 15. Harga beli hasil panen Dalam menetukan harga beli PT. SHS melakukan rafaksi harga di mana harga beli ditentukan berdasarkan kadar air serta kotoran yang dikandung. Hal ini menyebabkan harga beli yang diterima petani jauh lebih rendah dibanding di pasaran. Rafaksi harga dimaksudkan agar petani lebih memperhatikan kualitas hasil panennya. Walaupun begitu atribut ini termasuk ke dalam kuadran I dimana dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan keinginan petani. PT. SHS dapat membantu terutama dengan melakukan kontrol mutu melalui penetapan SOP serta memperbanyak jumlah truk panen, sehingga kualitas hasil panen tetap terjaga. 97

115 16. Ketepatan waktu pembayaran hasil panen Ketepatan waktu pembayaran hasil panen merupakan hal yang sangat penting dan mempengaruhi kepuasan petani. Atribut ini berada pada kuadran I yaitu kuadran prioritas utama. Dalam pelaksanaanya PT. SHS sering terlambat memberikan pembayaran untuk hasil panen sehingga memberikan rasa tidak puas bagi petani. Keterlambatan pembayaran hasil panen disebabkan karena PT. SHS menunggu pencairan dana dari pusat. Menurut petani, keterlambatan pembayaran dapat terjadi lebih dari satu bulan bahkan hingga musim tanam berikutnya. Uang atau modal merupakan hal yang sangat penting dalam suatu usahatani sehingga hal ini sangat merugikan petani mitra. Permasalahan ini dapat diatasi melalui pengalokasian dana yang tepat oleh perusahaan Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Keseluruhan Pelayanan dalam Kemitraan Untuk mengukur tingkat kepuasan petani mitra secara keseluruhan digunakan alat analisis CSI (Customer Satisfaction Index). Pada penelitian ini petani mitra dianggap sebagai konsumen dari pelayanan jasa kemitraan yang diberikan oleh PT. SHS. Tingkat kepuasaan secara keseluruhan diukur berdasarkan rataan total dari tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan. Berdasarkan hasil perhitungan CSI, diperoleh hasil CSI untuk keseluruhan atribut pelayanan kemitraan adalah sebesar 62,08 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani mitra merasa cukup puas terhadap jalannya kemitraan, karena nilai tersebut berada pada selang 0,51-0,65. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan dalam kemitraan belum maksimal, untuk itu perlu dilakukan perbaikan atribut pelayanan terutama atribut yang berada pada kuadran prioritas utama. Hasil analisis tingkat kepuasan dapat dilihat pada Tabel

116 Tabel 25. Customer Satisfaction Index (CSI) Atribut Rataan Tingkat Kepentingan WF (%) Rataan Tingkat Kepuasan 1 3, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total 52, , , Customer Satisfaction Index (%) 62, WS 99

117 VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dan petani non mitra di Kabupaten Subang. Responden petani yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani mitra dan non mitra yang melakukan usahatani pada musim tanam 2010/2011 dengan periode panen antara bulan Februari-April Pengambilan periode panen ini dilakukan karena penulis melakukan penelitian pada selang bulan tersebut. 8.1 Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi Penangkaran Benih Padi merupakan salah satu kegiatan usahatani yang dilakukan di Kabupaten Subang dan merupakan kegiatan usahatani utama di PT. SHS. Di daerah sekitar PT. SHS terdapat beberapa penangkar benih mandiri yang tergabung dalam Gapoktan ataupun Kelompok Tani. Dalam memproduksi benih padi, gapoktan-gapoktan ini tidak bermitra dengan PT. SHS. Walaupun begitu, Kelompok Tani yang menghasilkan benih padi dengan kelas benih yang sama dengan PT. SHS, yaitu kelas benih sebar, hanyalah Kelompok Tani Katiga. Gapoktan maupun kelompok tani lainnya memutuskan untuk tidak lagi menghasilkan benih padi kelas benih sebar, karena kesulitan bersaing dengan PT. Sang Hyang Seri. Mereka lebih memilih untuk memproduksi benih kelas benih pokok yang setingkat di atas kelas benih sebar, disamping karena keuntungannya yang dianggap lebih tinggi. Kelompok Tani Katiga merupakan kelompok tani yang berada di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Dalam menjalankan usahatani penangkaran benih padi, kelompok tani ini tidak melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri. Begitu juga dengan para anggotanya yang tidak melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri maupun perusahaan produsen benih lainnya.

118 Walaupun begitu, belum banyak petani yang melakukan kegiatan usahatani penangkaran benih padi bersertifikat. Petani responden memiliki alasan yang berbeda-beda untuk memulai melakukan usahatani penangkaran benih padi. Pada petani mitra, alasan utama para responden melakukan usatani penangkaran tersebut karena tertarik dengan lahan sewa. Petani responden merasa bahwa sitem kemitraan inti plasma ini memberikan kesempatan pada mereka untuk memiliki lapangan pekerjaan. Sedangkan petani non mitra tertarik melakukan usahatani penangkaran terutama karena tinggi pendapatannya serta banyak diusahakan di daerah sekitar. Kegiatan penangkaran benih di daerah Kecamatan Subang diperkenalkan oleh Kelompok Tani Katiga kepada warga sekitar. Alasan petani responden melakukan penangkaran benih padi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Alasan Petani Responden Melakukan Usahatani Penangkaran Benih Padi Alasan petani petani non % mitra mita % Pekerjaan Utama - Iya ,67 - Tidak ,33 Total Usaha Turun Temurun - Iya Tidak Total Banyak diusahakan di daerah sekitar - Iya 7 23, ,67 - Tidak 23 76, ,33 Total Tinggi Pendapatannya - Iya 25 83, Tidak 5 16, Total Pekerjaan Sampingan - Iya ,33 - Tidak ,67 Total Tertarik dengan Lahan Sewa - Iya Tidak Total

119 Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam usahatani penangkaran benih padi meliputi: pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemberian pestisida dan obat-obatan, roguing serta pemanenan Pengolahan Lahan Pengolahan lahan untuk budidaya penangkaran benih padi dimulai dari kegiatan penampingan, pemopokan, pembajakan, peleleran, babat galeng, serta pemupukan dasar. Penampingan merupakan kegiatan sanitasi galengan. Pemopokan merupakan kegiatan merapikan galengan. Pada petani mitra, pembajakan lahan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pembajakan I sebelum persemaian, pembajakan II dan III setelah persemaian. Sedangkan petani non mitra melakukan pembajakan sebanyak dua kali, yaitu pembajakan I sebelum persemaian dan pembajakan II setelah persemaian. Setelah pembajakan, selanjutnya dilakukan peleleran yaitu kegiatan meratakan tanah hasil pembajakan. Babat galeng merupakan kegiatan membersihkan galengan dari rumput-rumput atau tanaman lainnya. Sebagian besar petani baik mitra maupun non mitra kini memilih untuk melakukan babat galeng dengan menggunakan pestisida jenis herbisida. Kegiatan pemupukan dasar hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani mitra saja, sedangkan petani non mitra tidak ada yang melakukan kegiatan pemupukan dasar. Pemupukan dasar dilakukan untuk memberikan nutrisi bagi tanah sebelum dilakukan persemaian atau pembibitan. Petani mitra maupun non mitra sebagian besar memberikan upah kepada tenaga kerja untuk melakukan pengolahan lahan, mulai dari penampingan hingga pemupukan dasar, namun beberapa petani juga menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Selain dalam bentuk upah harian, tidak sedikit pula petani yang memberikan bayaran secara borongan. Pembayaran secara borongan dapat dilakukan hanya pada setiap kegiatan, namun bisa juga tiga kegiatan sekaligus, seperti penampingan, pemopokan dan peleleran. 102

120 Tabel 27. Kegiatan Pengolahan Lahan Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 No Pengolahan Lahan Mitra Non Mitra 1 Penampingan a. Upah harian b. Borongan Total Pemopokan a. Upah harian b. Borongan Total Pembajakan a. 3 kali b. 2 kali Total Peleleran a. Upah harian b. Borongan Total Babat Galeng a. Menggunakan tenaga kerja (orang) b. Menggunakan obat (herbisida) Total Pemupukan Dasar a. Melakukan b. Tidak Melakukan Total Tabel 27 menunjukkan bahwa 100 persen responden melakukan penampingan, pemopokan, pembajakan, peleleran dan babat galeng, baik untuk petani mitra maupun non mitra. Seratus persen petani responden mitra melakukan pembajakan sebanyak tiga kali. Sedangkan 100 persen petani non mitra melakukan pembajakan dua kali. Kegiatan pembajakan dilakukan dengan menggunakan mesin traktor. Petani yang tidak memiliki traktor menyewa traktor secara borongan. Biaya borongan termasuk biaya sewa alat dan tenaga kerja. Untuk kegiatan babat galeng, sebanyak 3,33 persen petani mitra dan 30 persen petani non mitra memilih untuk menggunakan tenaga kerja orang, dengan alasan lebih bersih bila dibandingkan ketika menggunakan herbisida. Sedangkan petani yang menggunakan herbisida berpendapat bahwa penggunaan herbisida dianggap lebih efektif. Sedangkan untuk kegiatan pemupukan dasar hanya 6,67 persen petani mitra yang melakukan. Tidak ada petani non mitra yang melakukan kegiatan pemupukan dasar. Penggunaan tenaga kerja harian termasuk di dalamnya adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Penggunaan TKDK terbanyak 103

121 adalah pada kegiatan seperti babat galeng dan persemaian, terutama pada petani non mitra Persemaian (Pembibitan) Benih yang digunakan oleh petani mitra berasal dari PT. SHS. Seperti yang tercantum di dalam kontrak, petani mitra diwajibkan untuk membeli benih pokok sebanyak 25 kg per hektar per musim dari PT. SHS. Varietas padi yang ditanam ditentukan oleh perusahaan. Pada musim tanam 2010/2011, seluas 1658,90 hektar lahan kerjasama digunakan untuk menanam benih padi varietas Ciherang. Petani mitra diwajibkan untuk menanam benih kelas benih pokok untuk menghasilkan benih kelas benih sebar. Petani non mitra memperoleh benih dari Kelompok Tani Katiga. Rata-rata penggunaan benih pada petani non mitra adalah sebesar 22,864 kg per hektar. Pada penelitian ini, responden petani non mitra adalah petani yang memproduksi benih kelas benih sebar dengan varietas yang sama dengan petani mitra, yaitu Ciherang. Pembibitan baik pada petani mitra maupun non mitra dilakukan sendiri oleh petani. Lama pembibitan berkisar antara hari untuk petani mitra dan hari untuk petani non mitra. Pembibitan dilakukan dengan cara menyebar benih di lahan persemaian dengan luas lahan persemaian berkisar antara 0,02-0,03 hektar Penanaman Kegiatan penanaman baik pada petani mitra maupun non mitra dilakukan petani dengan membayar tenaga kerja. Sistem pemberian upah dilakukan dengan dua cara, yaitu upah harian dan borongan. Kegiatan penanaman pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel

122 Tabel 28. Kegiatan Penanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Penanaman Petani Mitra % Petani Non Mitra % Upah Harian 1 3,33 1 3,33 Borongan 29 96, ,67 Total Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa baik pada petani mitra maupun non mitra sebanyak 96,67 persen petani lebih memilih untuk memberikan upah secara borongan. Menurut petani dengan memberikan upah secara borongan maka pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan oleh pekerja. Selain itu dinilai jauh lebih murah. Sedangkan untuk pembayaran upah harian, 3,33 persen petani mitra maupun non mitra memilih untuk membayar tenaga kerja harian agar pekerjaannya lebih rapi, yaitu jarak tanam yang tepat, serta kedalaman yang tepat, sehingga hasilnya lebih memuaskan Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman dilakukan mulai dari penyulaman, pengairan, penyiangan serta pengontrolan tanaman. Penyulaman dilakukan apabila bibit yang ditanam tidak tumbuh. Pada musim tanam 2010/2011 untuk petani mitra maupun non mitra, penyulaman dilakukan antara 0-4 kali, tergantung dari kondisi tanaman. Apabila kondisi tanaman sangat baik, maka penyulaman tidak perlu dilakukan, sebaiknya bila kondisi tanaman tidak baik, maka penyulaman bisa dilakukan hingga empat kali. Seluruh petani mitra dan non mitra menggunakan tenaga harian untuk melakukan penyulaman, dan tenaga kerja yang digunakan sebagian besar adalah wanita. Kegiatan penyulaman dilakukan setengah hari mulai dari jam 7 sampai jam 12. Kegiatan penyulaman secara rinci dapat dilihat pada Tabel

123 Tabel 29. Kegiatan Penyulaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Penyulaman Petani Mitra % Petani Non Mitra % Tidak Melakukan Satu Kali 13 43, ,67 Dua Kali 13 43, ,33 >Dua kali 4 13, Total Pengairan dilakukan dengan pengaturan oleh ulu-ulu. Petani mitra membayarkan dalam bentuk gabah sebanyak kurang lebih 25 kg per hektar, atau membayar Rp per hektar. Namun untuk petani non mitra, biaya untuk pengairan cukup tinggi karena per hektarnya petani membayar sebanyak 70 kg per hektar. Penyiangan dilakukan sesuai dengan keadaan lahan, dimana sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja harian untuk melakukannya. Penggunaan herbisida juga dilakukan pada kegiatan penyiangan. Untuk petani mitra 16,67 persen responden tidak melakukan penyiangan, karena lahannya yang tidak banyak ditumbuhi gulma. Sedangkan 100 persen petani non mitra melakukan penyiangan. Pengontrolan tanaman dilakukan oleh petani sendiri, baik petani mitra maupun non mitra. Pengontrolan tanaman dilakukan seminggu dua kali oleh 83,33 persen petani mitra dan 60 persen petani non mitra. Dan sisanya melakukan pengontrolan setiap satu minggu. Petani non mitra lebih sedikit yang melakukan pengontrolan seminggu dua kali, karena lebih banyak petani yang memiliki pekerjaan lain. 106

124 Tabel 30. Kegiatan Pengontrolan Tanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Pengontrolan Petani Mitra % Petani Non Mitra % Seminggu Dua Kali 25 83, Seminggu Sekali 5 16, Total Pemupukan Pemupukan pada tanaman padi dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah serta menyediakan unsur-unsur yang diperlukan oleh tanah serta tumbuhan. Pemupukan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Rata-rata pemupukan pertama dilakukan ketika tanaman telah berumur 7-15 hari setelah tanam, pemupukan kedua pada hari ke setelah tanam dan pemupukan ketiga dilakukan ketika tanaman berumur sekitar 35 hari setelah tanam. Petani mitra maupun non mitra menggunakan pupuk organik serta pupuk anorganik. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk cair, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan seperti Urea, TSP, SP-36, Phonska, NPK, KCl, ZA dan Boron. Tabel 31. Kegiatan Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Pemupukan Petani Mitra Petani Non Mitra 3 kali kali kali 0 3 Total Tabel 31 menunjukkan perbedaan jumlah frekuensi pemupukan. Petani mitra melakukan pemupukan antara dua hingga tiga kali, sedangkan petani non mitra melakukan pemupukan dengan frekuensi lebih kecil yaitu antara satu hingga dua kali. Frekuensi pemupukan serta takaran pupuk dipengaruhi oleh kesuburan lahan serta kebutuhan tanaman padi itu sendiri. Sedangkan untuk penggunaan pupuk dapat dilihat pada Tabel

125 Tabel 32. Penggunaan Pupuk Pada Petani Mitra dan Non Mita Musim Tanam 2010/2011 No Penggunaan Pupuk Mitra Non Mitra 1 Urea - Menggunakan - Tidak menggunakan Total TSP - Menggunakan Tidak menggunakan Total SP-36 - Menggunakan - Tidak Menggunakan Total Phonska - Menggunakan Tidak Menggunakan 4 6 Total NPK - Menggunakan - Tidak menggunakan Total ZA - Menggunakan Tidak menggunakan Total KCl - Menggunakan Tidak menggunakan Total Boron - Menggunakan - Tidak menggunakan Total Organik - Menggunakan Tidak menggunakan Total Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata para petani menggunakan pupuk yang sama baik untuk petani mitra maupun non mitra. Jenis pupuk yang paling banyak digunakan oleh petani mitra adalah urea, phonska dan SP-36, sedangkan untuk petani non mitra jenis pupuk yang paling banyak digunakan adalah urea, phonska dan TSP. Untuk jenis pupuk lainnya hanya sedikit petani yang menggunakannya. 108

126 8.1.6 Penggunaan Obat-obatan Pestisida atau obat-obatan yang digunakan oleh petani penangkar benih baik petani mitra maupun non mitra digolongkan ke dalam golongan insektisida, fungisida, herbisida, moluskisida dan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh), dengan variasi merek yang sangat beragam sesuai dengan selera masing-masing petani. Penggunaan obat-obatan pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Penggunaan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Pestisida Petani Mitra Petani Non Mitra 1. Insektisida - Menggunakan - Tidak Menggunakan Total 2. Herbisida - Menggunakan - Tidak Menggunakan Total 3. Fungisida - Menggunakan - Tidak Menggunakan Total 4. Moluskisida - Menggunakan - Tidak Menggunakan Total 5. ZPT - Menggunakan - Tidak Total Insektisida digunakan untuk mengatasi hama tanaman yang berupa serangga. Herbisida digunakan untuk mengatasi gulma atau tanaman pengganggu. Moluskisida digunakan untuk mengatasi serangan keong. Fungisida digunakan untuk mengatasi jamur, sedangkan ZPT (zat pengatur tumbuh) digunakan untuk mengatur pertumbuhan padi agar sesuai dengan keinginan petani. 109

127 8.1.7 Roguing (Seleksi) Roguing adalah kegiatan seleksi dan dilakukan untuk membuang rumpunrumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya. Kegiatan roguing pada petani mitra dilakukan oleh PT. SHS sesuai jadwal yang telah ditetapkan sebanyak tiga kali, yaitu ketika stadium vegetatif akhir (awal pertumbuhan tanaman) yaitu satu bulan setelah tanam, stadium generatif awal (berbunga penuh) yaitu dua setengah bulan setelah tanam dan ketika stadium generatif akhir (dua minggu sebelum panen). Sedangkan pada petani non mitra roguing dilakukan hanya dua kali yaitu pada stadium vegetatif akhir (awal pertumbuhan tanaman) dan ketika stadium generatif akhir (sebelum panen). Roguing pada petani non mitra dilakukan oleh Kelompok Tani Katiga Pemanenan Pemanenan pada petani mitra dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh PT. SHS. Kegiatan pemanenan meliputi penyabitan, penggebotan (kegiatan memisahkan bulir padi atau gabah dari batangnya/merontokkan padi). Kegiatan penggebotan dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan alat (threser), atau secara manual dengan menggunakan tenaga kerja. Pada petani non mitra, tidak ada responden yang menggunakan alat (threser). Responden non mitra lebih memilih untuk melakukan penggebotan secara manual karena belum begitu mengenal threser. Untuk petani mitra dan non mitra, biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan selanjutnya yaitu pengarungan, penimbangan, dan transportasi. PT. SHS menyediakan truk sebagai sarana transportasi, sehingga petani mitra hanya membayar sopir saja. Namun petani juga mengeluarkan biaya angkut dari sawah hingga ke lokasi truk berada. Sedangkan pada petani non mitra, biaya transportasi yang dikeluarkan adalah biaya pengangkutan dari sawah hingga ke Kelompok Tani Katiga menggunakan tenaga kerja, karena lokasi sawah yang tidak jauh dari lokasi Kelompok Tani Katiga. 110

128 8.2 Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Pendapatan usahatani didapat dari pengurangan antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Biaya total adalah penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Yang dimaksud dengan biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh petani, namun tidak dalam bentuk uang tunai. Bahkan petani menganggap komponen-komponen biaya diperhitungkan bukan sebagai biaya, seperti biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan peralatan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total. Dengan mengetahui pendapatan total petani, maka dapat diketahui keuntu ngan sebenarnya yang didapat petani bila biaya diperhitungkan dimasukkan ke dalam perhitungan biaya Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani yang didapat oleh petani mitra dan non mitra berbeda sesuai dengan hasil produksi dan harga jual yang diberikan kepada petani. Penerimaan yang diterima petani dibedakan menjadi penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai diperoleh petani dari penjualan hasil panen, sedangkan penerimaan diperhitungkan diperoleh dari hasil panen yang digunakan untuk konsumsi pribadi. Pada petani mitra, penerimaan tunai diperoleh dari penjualan hasil panen kepada PT. SHS sedangkan pada petani non mitra, penerimaan tunai diperoleh dari penjualan hasil panen kepada Kelompok Tani Katiga. Penerimaan usahatani pada petani penangkar benih padi baik petani mitra maupun non mitra dapat dilihat pada Tabel

129 Tabel 34. Penerimaan Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Petani Hasil Harga Hasil Panen Konsumsi Penerimaan Beli Hasil Penerimaan Panen yang Pribadi Diperhitungkan Panen Tunai (kg) Dijual (kg) (Rp) (kg) Petani Mitra 5185, ,75 142, , , ,84 Petani Non Mitra 4004, ,22 190, , , ,50 Perbedaan harga jual antara petani mitra dan non mitra disebabkan karena adanya rafaksi harga pada petani mitra. Penetapan harga jual dilakukan perusahaan dengan melakukan survei pada tiga desa yang sedang melakukan panen. Kemudia rafaksi harga ditetapkan berdasarkan kadar air serta kotoran yang terkandung di dalam benih hasil panen, sehingga harga jual yang diterima petani mitra berbeda-beda tergantung waktu panen serta kualitas hasil panennya. Survei dilakukan setiap minggunya, sehingga setiap ketentuan rafaksi harga berlaku untuk 7 hari. Sedangkan petani non mitra menerima harga jual sesuai dengan waktu panennya saja. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hasil panen petani non mitra jauh lebih rendah dibandingkan petani mitra. Hal ini disebabkan karena ketika musim tanam 2010/2011, lahan penangkaran benih petani non mitra sedang diserang hama wereng, sehingga hasil panennya menurun. Hal ini berpengaruh terhadap penerimaan petani mitra. Selain itu, penggunaan hasil panen untuk konsumsi pribadi pada petani non mitra lebih tinggi dibandingkan petani mitra. Dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan pada petani mitra, diperoleh penerimaan total petani mitra sebesar Rp ,21 per hektar. Sedangkan dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan, diperoleh penerimaan total petani non mitra sebesar Rp ,50 per hektar. 112

130 8.2.2 Biaya Usahatani Biaya usahatani yang dikeluarkan untuk penangkaran benih padi berbeda antara petani mitra dengan petani non mitra, baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra meliputi biaya tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja mesin, benih, pupuk, obat-obatan, pengairan, pengangkutan, pembuatan pagar, operasional (roguing, sanitasi, PHT dan materai), dan sewa lahan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non mitra sedikit berbeda dengan petani mitra yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja mesin, benih, pupuk, obat-obatan, pengairan, pengangkutan, dan sewa lahan. Biaya roguing tidak dikeluarkan oleh petani non mitra karena ditanggung oleh pembeli. Sedangkan biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan petani non mitra, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan. 1. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Biaya yang paling banyak dikeluarkan oleh petani adalah biaya tenaga kerja luar keluarga. TKLK terdiri dari pria dan wanita, namun tidak dibedakan dalam pemberian upah. Perbedaan biaya TKLK berdasarkan jam kerja, yaitu satu hari atau setengah hari. Istilah kerja satu hari adalah ketika TKLK bekerja selama 8 jam dari jam Sedangkan kerja setengah hari adalah ketika TKLK bekerja selama 5 jam dari jam Pembayaran upah kerja sehari biasanya diberikan untuk kegiatan seperti penampingan, pemopokan, peleleran. Tenaga kerja wanita biasanya digunakan saat kegiatan penanaman, penyulaman, penyiangan dan pemanenan. Sedangkan tenaga kerja pria digunakan untuk seluruh kegiatan usahatani, mulai dari pengolahan lahan hingga pemanenan. 113

131 Tabel 35. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Tahapan Budidaya Petani Mitra Petani Non Mitra HOK Nilai (Rp/Ha) HOK Nilai (Rp/Ha) Pengolahan Lahan - Penampingan 5, ,67 4, ,67 - Pemopokan 5, ,00 4, ,67 - Pembajakan 0 0,00 0 0,00 - Peleleran 4, ,33 3, ,00 - Babat Galeng 1, ,33 1, ,33 - Pemupukan Dasar 0, ,67 0 0,00 Persemaian 2, ,67 2, ,33 Penanaman , ,00 Penyulaman 12, ,00 7, ,33 Penyiangan 10, ,33 12, ,67 Pengontrolan 0 0,00 0 0,00 Pemupukan 3, ,33 3, ,00 Pemberian Pestisida 10, ,00 8, ,00 Pemanenan 23, , ,00 TOTAL 95, ,70 90, ,00 Dari Tabel 35 diketahui bahwa penggunaan HOK untuk petani mitra lebih bila besar dibandingkan dengan petani non mitra. Hampir untuk setiap kegiatan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih besar dibandingkan pada petani non mitra. Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani mitra untuk TKLK lebih besar dibandingkan petani non mitra. Tabel 35 menunjukkan bahwa penggunaan TKLK terbesar pada petani mitra dan petani non mitra adalah untuk kegiatan panen. Pada Tabel 35 diketahui penggunaan tenaga kerja untuk pembajakan baik pada petani mitra maupun non mitra adalah 0 HOK. Bukan karena tidak ada tenaga kerja, melainkan penggunaan tenaga kerja dihitung sebagai Tenaga Kerja Mesin. Selain pada kegiatan pembajakan, kegiatan penggebotan pada pemanenan untuk petani mitra yang menggunakan threser juga dihitung menggunakan Tenaga Kerja Mesin. 114

132 Tabel 36. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Mesin Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Tahapan Budidaya Petani Mitra Petani Non Mitra HKM Nilai (Rp/Ha) HKM Nilai (Rp/Ha) Pembajakan , ,00 Pemanenan ,00 0 0,00 Total , ,00 Dari Tabel 36 diketahui bahwa penggunaan Tenaga Kerja Mesin pada petani mitra lebih tinggi dibandingkan non mitra. Hal ini terutama karena masih rendahnya kesadaran petani non mitra untuk mengenal teknologi baru seperti threser. 2. Biaya Sarana Produksi Sarana produksi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan usahatani, karena keberadaannya yang sangat dibutuhkan dan berperngaruh terhadap hasil produksi nantinya. Biaya sarana produksi pada usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra dan non mitra antara lain adalah biaya bibit, pupuk, obat-obatan dan solar. a. Biaya Benih Biaya benih termasuk ke dalam biaya tunai, karena petani mitra dan petani non mitra mengeluarkan biaya atau uang tunai untuk memperoleh benih tersebut. Benih yang digunakan pada kegiatan usahatani petani mitra dan petani non mitra adalah varietas Ciherang. Petani mitra diwajibkan membeli benih padi sebanyak 25 kg untuk setiap Ha dari PT.SHS dengan harga Rp 7.500,00 untuk musim tanam Sesuai dengan peraturan, setiap petani mitra menggunakan bibit sebanyak 25 kg per hektar. Sedangkan petani non mitra membeli benih dari Kelompok Tani Katiga dengan harga Rp 5.000,00. Rata-rata penggunaan benih pada petani non mitra adalah sebesar 22,864 kg per hektar. Dengan demikian diketahui biaya penggunaan benih pada petani mitra sebesar Rp ,00 per hektar dan biaya penggunaan benih pada petani non mitra sebesar Rp ,60 per hektar. 115

133 b. Biaya Pupuk Biaya pupuk termasuk ke dalam biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non mitra. Biaya pupuk yang dikeluarkan petani berbeda-beda sesuai dengan jenis pupuk, harga pupuk serta jumlah pupuk yang digunakan. Pupuk yang digunakan oleh petani mitra adalah pupuk urea, TSP, NPK, KCl, ZA, Boron dan Organik Cair. Sedangkan petani non mitra hanya menggunakan pupuk urea, TSP, NPK, KCl dan Organik Cair. Namun tidak semua petani menggunakan setiap jenis pupuk. Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditaburkan diatas tanah, sedangkan pemberian pupuk cair dilakukan dengan penyemprotan. Jumlah serta waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi masing-masing petani. Rata-rata dosis pemupukan petani responden disajikan pada Tabel 39. Berdasarkan Tabel 37, diketahui bahwa pada petani mitra penggunaan pupuk didominasi oleh pupuk Urea, Phonska dan SP-36. Sedangkan pada petani non mitra penggunaan pupuk didominasi oleh pupuk Urea, phonska dan TSP. Penggunaan pupuk padat serta cair pada petani non mitra lebih besar dibandingkan petani mitra, karena pengaruh dari kondisi serangan hama penyakit. Namun bila dilihat dari nilai total penggunaan pupuk, biaya pemupukan yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Hal ini disebabkan karena petani membeli pupuk dengan harga yang berbedabeda dan rata-rata harga beli pupuk pada petani mitra lebih tinggi dibandingkan pada petani non mitra. 116

134 Tabel 37. Biaya Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Jenis Pupuk Petani Mitra Petani Non Mitra Satuan Fisik Nilai (Rp/ha) Fisik Nilai (Rp/ha) A.Pupuk Padat (PP) Urea Kg/ha 220, ,00 187, ,00 TSP Kg/ha 26, ,00 94, ,00 SP-36 Kg/ha 68, ,00 33, ,30 Phonska Kg/ha 173, ,70 151, ,00 NPK Kg/ha ,30 33, ,70 ZA Kg/ha 3, ,00 0 0,00 KCl Kg/ha 1, , ,00 Boron Kg/ha 1, ,00 0 0,00 Total PP Kg/ha 495, ,00 505, ,00 B.Pupuk Cair (PC) Organik Cair Liter/ha 0, ,00 0, ,00 Total PC Liter/ha 0, ,00 0, ,00 Total Nilai , ,00 c. Biaya Obat-obatan Obat-obatan atau pestisida yang digunakan petani sangat bervariasi tergantung selera masing-masing petani. Untuk mempermudah, pestisida digolongkan menjadi insektisida, herbisida, fungisida, moluskisida dan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh). Rata-rata penggunaan pestisida pada petani mitra masih lebih tinggi dibandingkan pada petani non mitra. Hal ini disebabkan karena petani mitra memiliki ketakutan akan serangan hama penyakit akibat kegagalan panen dua musim sebelumnya karena serangan wereng. 117

135 Tabel 38. Biaya Pestisida dan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Petani Mitra Petani Non Mitra Pestisida Satuan Nilai Fisik (Rp/ha) Fisik Nilai (Rp/ha) Insektisida -Padat -Cair Total Insektisida Kg/ha Liter/ha 2,23 6, , , ,30 0,68 4, , , ,66 Fungisida -Padat -Cair Total Fungisida Kg/ha Liter/ha 0,69 0, , , ,00 0,18 1, , , ,00 Herbisida -Padat -Cair Total Herbisida Kg/ha Liter/ha 0,05 2, , , ,70 0,17 1, , , ,00 Moluskisida -Padat -Cair Total Moluskisida Kg/ha Liter/ha 0,06 0, ,67 0, ,67 0,64 0, ,62 0, ,62 ZPT -Padat -Cair Total ZPT Kg/ha Liter/ha 4,93 0, , , ,30 0,09 2, , , ,00 Total Biaya , ,28 Biaya pestisida termasuk dalam biaya tunai, karena petani mitra dan petani non mitra mengeluarkan biaya dan uang tunai untuk membeli pestisida. Harga pestisida sangat beragam sesuai merek dan kios tempat membelinya. Petani mitra tidak membeli pestisida di perusahaan karena harganya yang lebih mahal serta jenisnya yang kurang bervariasi. Biaya pestisida terbesar baik pada petani mitra maupun non mitra adalah untuk pembelian insektisida. Namun dari Tabel 38 diketahui bahwa penggunaan pestisida petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. 118

136 3. Biaya Pengairan Biaya pengairan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non mitra adalah biaya untuk membayar ulu-ulu. Biaya pengairan termasuk ke dalam biaya tunai. Pada petani mitra, biaya ulu-ulu untuk biaya tunai adalah sebesar Rp per hektar, atau sebesar 20 kg per hektar. Rata-rata biaya pengairan yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp ,68 per hektar. Sedangkan petani non mitra membayar ulu-ulu sebesar 70 kg per hektar. Rata-rata biaya pengairan yang dikeluarkan petani non mitra adalah Rp ,30 per hektar. Perbedaan biaya pengairan antara petani mitra dan petani non mitra terutama karena jarak lokasi penangkaran yang cukup jauh antara petani mitra dan petani non mitra. 4. Biaya Pengangkutan Biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan oleh petani mitra adalah biaya untuk membayar pengangkutan dari sawah ke lokasi truk serta jasa sopir truk, karena truk sudah disiapkan oleh PT. SHS. Untuk pengangkutan, biaya per karungnya adalah Rp 2.000,00 dengan rata-rata hasil panen 64,87 karung per hektar. Rata-rata biaya pengangkutan yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp ,30. Satu truk dapat mengangkut 5-6 ton hasil panen, sehingga per hektarnya petani membutuhkan satu truk. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani mitra untuk sopir truk adalah Rp ,67 per hektar. Sehingga rata-rata biaya pengangkutan dan transportasi yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp ,00 per hektar. Untuk petani non mitra, biaya pengangkutan yang dikeluarkan adalah biaya untuk membayar tenaga kerja yang mengangkut hasil panen ke Kelompok Tani Katiga. Karena lokasi lahan yang tidak jauh dari lokasi Kelompok Tani Katiga maka tidak dibutuhkan truk. Untuk pengangkutan petani membayar tenaga kerja antara Rp 5000,00 - Rp ,00 untuk setiap kuintal hasil panen yang diangkut. Rata-rata biaya pengangkutan untuk petani non mitra adalah Rp ,27 per hektar. 119

137 5. Biaya Pembuatan Pagar Plastik Dalam kegiatan usahatani, setiap musimnya petani mitra melakukan usaha perlindungan tanaman dari tikus. Selain dengan melakukan gropyok tikus setiap minggunya, sebagian besar petani mitra membuat pagar plastik agar tikus tidak dapat masuk ke lahan padi. Beberapa petani mitra menggunakan pagar ketika pembibitan dan pada masa tanam hingga panen, namun terdapat beberapa petani mitra yang hanya menggunakan pagar ketika pembibitan karena kondisi lahannya yang jarang ditemukan tikus. Sedangkan petani non mitra tidak menggunakan pagar sama sekali, bahkan ketika pembibitan karena kondisi lahannya yang benar-benar tanpa tikus. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat pagar adalah untuk pembelian plastik, tali rafia, tambang kecil, serta bambu. Petani mitra yang menggunakan pagar plastik dari persemaian hingga masa tanam menggunakan lebih banyak plastik, tali rafia, tambang serta bambu. Tabel 39. Biaya Pembuatan Pagar Plastik Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Petani Mitra Petani Non Mitra Peralatan Satuan Nilai Nilai Fisik Fisik (Rp/ha) (Rp/ha) Plastik Kg/ha 21, , Tambang Gulung/ha 2, , Tali Rafia Gulung/ha , Bambu Batang/ha 22, , Total , Biaya Penyusutan Pada biaya produksi usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena petani tidak pernah memperhitungkan besarnya penyusutan dari peralatan pertanian yang dimiliki. Peralatan yang dimiliki petani baik petani mitra maupun non mitra untuk membantu kegiatan usahatani antara lain traktor, cangkul, sabit, handsprayer, garu, terpal dan threser. Biaya penyusutan diperoleh dari harga beli dikurangi 120

138 nilai sisa kemudian dibagi umur ekonomis. Pada penelitian ini, untuk mengetahui penyusutan per musim, total penyusutan dibagi dua, karena dalam satu tahun, penangkaran benih padi dilakukan dua kali. Dari Tabel 42 diketahui diketahui penyusutan terbesar baik untuk petani mitra maupun non mitra adalah penyusutan traktor. Pada petani non mitra tidak ada penyusutan threser karena tidak ada petani yang memiliki threser. Tabel 40. Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Peralatan Pertanian Penyusutan (Rp/Musim) Petani Mitra Petani Non Mitra Cangkul 5.760, ,33 Traktor , ,33 Sabit 2.253, ,00 Handsprayer , ,00 Terpal , ,00 Garu 160,00 373,33 Threser ,70 0,00 Total , ,00 7. Biaya Operasional Biaya roguing termasuk ke dalam biaya tunai untuk petani mitra, karena petani mitra diwajibkan untuk membayar biaya operasional sebesar Rp ,00 per hektar yang termasuk biaya roguing di dalamnya. Sedangkan petani non mitra tidak dikenai biaya roguing, karena biaya roguing ditanggung oleh pembeli dalam hal ini adalah kelompok tani Katiga. 121

139 8. Sewa Lahan Lahan yang digunakan oleh petani mitra adalah 100 persen lahan sewa, karena merupakan lahan milik PT. SHS, sedangkan untuk petani non mitra 90 persen petani mengelola lahan sewa, sementara sisanya mengelola lahan pribadi. Untuk mempermudah analisis, pada petani non mitra, diasumsikan seluruh responden petani memiliki lahannya secara sewa. Pada biaya sewa lahan, biaya termasuk ke dalam biaya tunai. PT. SHS menerapkan sistem bagi hasil sebagai ganti biaya sewa lahan. Bagi hasil yang telah disepakati adalah kg per hektar per musim. Rata-rata biaya tunai sewa lahan petani mitra adalah Rp ,40 per hektar. Sedangkan biaya sewa lahan untuk petani non mitra adalah kg per ha per musim, dengan rata-rata biaya tunai sewa lahan Rp ,70 per hektar per musim. 9. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Upah TKDK termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena petani tidak pernah memperhitungkan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. TKDK pada petani mitra dan non mitra digunakan dalam kegiatan usahatani mulai dari pengolahan tanah hingga pemanenan, kecuali kegiatan pembajakan, pemupukan dasar, penanaman, dan pemanenan. Kegiatan pengontrolan tanaman dilakukan oleh TKDK dan tidak melibatkan TKLK. Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa penggunaan TKDK terbesar pada petani mitra dan non mitra adalah pada kegiatan pengontrolan tanaman. 122

140 Tabel 41. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Tahapan Budidaya Petani Mitra Petani Non Mitra HOK Nilai (Rp/Ha) HOK Nilai (Rp/Ha) Pengolahan Lahan - Penampingan 0, ,00 0, ,00 - Pemopokan 0, ,33 0, ,33 - Pembajakan Peleleran 0, ,33 0, ,00 - Babat Galeng 0, ,00 0, ,33 - Pemupukan Dasar Persemaian 0, ,33 0, ,67 Penanaman Penyulaman 0, ,33 0, ,00 Penyiangan 0, , Pengontrolan 29, ,30 22, ,70 Pemupukan 0, ,00 0, ,00 Pemberian Pestisida 0, ,00 1, ,33 Pemanenan 0 0,00 0 0,00 TOTAL 30, ,62 26, ,36 Berdasarkan uraian biaya di atas, dapat diketahui total biaya tunai serta biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non mitra. Sehingga dapat dilihat biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non mitra bila biaya diperhitungkan dimasukkan ke dalam perhitungan. Biaya total usahatani penangkaran benih padi yang dikeluarkan petani mitra dan petani non mitra per hektar untuk musim panen bulan Februari-April 2011dapat dilihat pada Tabel

141 Tabel 42. Struktur Biaya Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat Pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Petani Mitra Petani Non Mitra Uraian A. Biaya Tunai Biaya (Rp/Ha) % Biaya (Rp/Ha) 1. TKLK ,70 31, ,00 28,32 2. Tenaga Kerja Mesin ,67 6, ,00 5,70 3. Sarana produksi a. Benih ,00 1, ,60 0,84 b. Pupuk ,00 7, ,00 7,60 c. Obat-obatan ,00 9, ,28 9,54 4. Biaya Pengairan ,68 0, ,30 1,79 5. Biaya Pengangkutan ,00 1, ,27 2,12 6. Biaya Pembuatan Pagar ,00 4, Biaya Operasional , Sewa Lahan ,40 25, ,70 35,77 Total Biaya Tunai ,45 89, ,15 91,67 B. Biaya Diperhitungkan 1. TKDK ,62 6, ,36 5,35 2. Biaya Penyusutan ,7 4, ,98 Total Biaya ,32 10, ,36 8,33 Diperhitungkan C. Biaya Total ,77 100, ,51 100,00 % Dari uraian biaya produksi, diketahui bahwa biaya tunai terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani penangkaran benih padi adalah biaya TKLK pada petani mitra yaitu sebesar 31,57 persen dari biaya total, dan biaya sewa lahan pada petani non mitra, sebesar 35,77 persen dari biaya total. Penggunaan biaya terbesar pada biaya diperhitungkan adalah biaya TKDK yaitu sebesar 6,48 persen dari biaya total pada petani mitra dan 5,35 persen dari biaya total pada petani non mitra. Perbedaan biaya yang cukup jauh antara petani mitra dan petani non mitra salah satunya disebabkan karena lokasi penangkaran yang jauh antara petani mitra dan 124

142 non mitra, yang menyebabkan adanya perbedaan budaya atau kebiasaan dalam penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi, serta perbedaan upah tenaga kerja dan harga sarana produksi Analisis Pendapatan Usahatani Dari hasil penerimaan usahatani dan biaya produksi usahatani penangkaran benih padi dapat diperoleh nilai pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani pada penelitian ini terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total. Penerimaan total adalah total penerimaan ketika penerimaan tunai ditambah penerimaan diperhitungkan. Biaya total adalah biaya tunai ditambah biaya diperhitungkan. Pada petani mitra, penerimaan tunai dan penerimaan total per hektar yang diperoleh adalah Rp ,37 dan Rp ,21. Biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan per hektarnya oleh petani mitra adalah Rp ,45 dan Rp ,77. Sehingga diperoleh pendapatan tunai petani mitra adalah Rp ,92 per hektar dan pendapatan total petani mitra adalah Rp ,44 per hektar. Sedangkan penerimaan tunai dan penerimaan total per hektar yang diperoleh petani non mitra adalah Rp ,00 dan Rp ,50. Biaya tunai dan biaya total per hektar yang dikeluarkan petani non mitra adalah Rp ,15 dan Rp ,51. Sehingga untuk petani non mitra pendapatan tunai yang diperoleh adalah Rp ,85 per hektar dan pendapatan total yang diperoleh adalah Rp ,99 per hektar Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya (R/C Rasio) Selain pendapatan usahatani, dapat diketahui pula R/C rasio petani mitra dan non mitra. R/C rasio pada penelitian ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari pembagian antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dari pembagian antara penerimaan total dengan biaya total. 125

143 Tabel 43. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Penangkaran Benih Padi pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 Uraian Satuan Petani Mitra Petani Non Mitra A. Penerimaan a. Penerimaan Tunai b. Penerimaan Diperhitungkan c. Penerimaan Total Rp/Ha Rp/Ha Rp/Ha , , , , , ,50 B. Biaya a. Biaya Tunai b. Biaya Diperhitungkan c. Biaya Total Rp/Ha Rp/Ha Rp/Ha , , , , , ,51 C. Pendapatan Atas Biaya Tunai Rp/Ha , ,85 D. Pendapatan Atas Biaya Total Rp/Ha , ,99 E. R/C Rasio Atas Biaya Tunai 1,219 1,063 F. R/C Rasio Atas Biaya Total 1,120 1,024 Pada petani mitra, berdasarkan analisis R/C rasio diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 1,219. Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra akan memberikan penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp1,219. Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani mitra diketahui sebesar 1,120. Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra akan memberikan penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp 1,120. Pada petani non mitra diketahui R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,063. Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani non mitra akan memberikan penerimaan kepada petani non mitra sebesar Rp 1,063. Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani non mitra diketahui sebesar 1,024. Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani non mitra akan memberikan penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp 1,

144 Analisis R/C atas biaya tunai dan total baik pada petani mitra dan non mitra menunjukkan bahwa kedua usahatani layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C keduanya yang bernilai lebih dari satu (R/C > 1). Suatu usahatani dinyatakan layak apabila R/C lebih dari satu. Nilai R/C petani mitra baik R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dibandingkan petani non mitra. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani mitra lebih menguntungkan. Dari Tabel 43 juga diketahui bahwa walaupun biaya tunai serta biaya total yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra, namun pendapatan petani mitra baik tunai maupun total jauh lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Hal ini disebabkan karena penerimaan petani mitra baik tunai maupun total juga lebih besar dibandingkan petani non mitra. Penerimaan petani mitra yang tinggi disebabkan karena rata-rata hasil produksi petani mitra yang lebih tinggi, sehingga memberikan nilai penerimaan yang tinggi juga, walaupun harga beli PT. SHS lebih rendah dibanding pasaran. Tingginya pendapatan petani mitra menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan petani mitra lebih menguntungkan dibanding petani non mitra. Hal ini senada dengan hasil analisis R/C yang telah dijelaskan sebelumnya. Walaupun begitu tetap harus diperhatikan mengenai biaya yang dikeluarkan, dimana biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra. Disinilah peran kemitraan sebaiknya ditingkatkan. Salah satunya dengan menyediakan sarana produksi dengan harga yang lebih murah atau dengan menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai penggunaan sarana produksi seperti pupuk serta pestisida dan obat-obatan agar tidak berlebihan dalam penggunaannya. Bila dilihat, tingginya penerimaan petani mitra disebabkan oleh tingginya hasil panen bukan dari harga beli. Hal ini harus diwaspadai, karena apabila hasil panen petani mitra sedang mengalami penurunan, maka pendapatan yang diterima petani mitra menjadi rendah. Selain itu, penyebab rendahnya hasil panen pada petani non mitra disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit, salah satunya adalah wereng. Apabila penelitian dilakukan ketika lahan penangkaran benih pada petani 127

145 non mitra dalam keadaan normal, tidak menutup kemungkinan bahwa hasil pendapatan petani non mitra lebih tinggi dibandingkan pada petani mitra. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang terjalin antara petani mitra dengan PT. SHS memberikan manfaat bagi petani mitra terutama dalam pemberian bantuan modal biaya panen, adanya kepastian pasar, peningkatan pendapatan petani serta peningkatan pengetahuan dan teknologi bagi petani mitra. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang merugikan PT. SHS maupun petani mitra serta mempengaruhi kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan masih dapat diteruskan apabila kedepannya PT. SHS terus memperbaiki kinerja pelayanan kemitraan, mencari solusi nyata mengenai segala keluhan petani serta lebih memperhatikan kesejahteraan petani mitra. Walaupun demikian, kemitraan tetap menjadi pilihan, karena kemitraan merupakan solusi bagi petani yang memiliki masalah permodalan serta tidak memiliki lahan pertanian. 128

146 IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan uraian hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal dari hasil penelitian antara lain: 1. Pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi di daerah sekitar perusahaan merupakan kemitraan inti plasma. Kemitraan memberikan beberapa manfaat bagi PT. SHS dan petani mitra. Manfaat yang diperoleh PT. SHS adalah pemenuhan kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja. Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra adalah mendapatkan bantuan modal dalam panen, mendapatkan jaminan pasar, meningkatkan pendapatan petani serta mendapatkan tambahan pengetahuan, ketrampilan serta teknologi dalam budidaya. Berdasarkan matriks evaluasi kemitraan masih terdapat enam poin dari enam belas poin kerjasama yang dalam pelaksanaannya masih belum sesuai dengan kesepakatan, sehingga menimbulkan masalah. Keenam poin tersebut adalah 1) Penjualan hasil panen, 2) Penyediaan sarana produksi, 3) Kegiatan pembasmian tikus, 4) Respon terhadap keluhan, 5) Pengangkutan hasil panen dan 6) Pembayaran hasil panen. Permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan kemitraan diantaranya adalah kurangnya pertemuan rutin untuk pembinaan, masih terdapat petani yang menjual hasil panennya selain ke PT. SHS, banyaknya penggunaan pupuk anorganik yang menurunkan kesuburan tanah, kurangnya ketersediaan sarana produksi yang dibutuhkan petani serta harganya yang tinggi, masih banyak petani yang tidak mengikuti kegiatan pembasmian tikus, belum adanya solusi nyata dari keluhan petani seperti keterlambatan pembayaran hasil panen, kurangnya sarana pengangkutan hasil panen serta keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Permasalahan ini disebabkan karena kurangnya kontrol perusahaan terhadap pelaksanaan kemitraan, kesepakatan kerjasama yang kurang rinci sehingga menciptakan celah, serta tidak adanya evaluasi kemitraan yang dilakukan oleh PT. SHS.

147 2. Berdasarkan analisis kepuasan menggunakan metode IPA diketahui bahwa masih terdapat enam atribut yang harus menjadi prioritas utama, yaitu harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, respon inti terhadap keluhan, penyediaan sarana transportasi panen, harga beli hasil panen dan ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Atribut yang perlu dipertahankan kinerjanya adalah prosedur penerimaan petani mitra, kualitas benih pokok, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, bantuan biaya panen dan ketepatan waktu pemberian biaya panen. Atribut dengan prioritas rendah adalah harga benih pokok dan frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma. Sedangkan atribut yang pelaksanaannya dianggap berlebihan adalah pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan, bantuan inti dalam menanggulangi hama penyakit serta keberadaan pendamping yang mudah ditemui dan dihubungi. Secara umum diketahui bahwa petani merasa cukup puas, karena nilai CSI yang diperoleh adalah 62, Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani mitra adalah Rp ,92 dan Rp ,44. Tingkat pendapatan petani mitra lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra dimana pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non mitra adalah Rp ,85 dan Rp ,99. Hal ini senada dengan nilai R/C atas biaya tunai (1,219) dan R/C atas biaya total (1,120) petani mitra yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai R/C atas biaya tunai (1,063) dan nilai R/C atas biaya total (1,024) petani non mitra. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani pada petani mitra lebih menguntungkan dibandingkan kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani non mitra. Walaupun begitu, kedua kegiatan usahatani sudah layak untuk dijalankan, karena nilai R/C pada petani mitra maupun non mitra, baik nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total lebih besar daripada satu (R/C >1). 130

148 9.2 Saran Agar dapat meningkatkan kinerja kemitraan, maka rekomendasi upaya perbaikan, yaitu: 1. Petani mitra disarankan untuk lebih mematuhi perjanjian kerjasama mengenai penjualan hasil panen agar tidak menjual hasil panennya selain kepada perusahaan. Terkait dengan hal ini, PT. SHS sebagai perusahaan inti harus mencari solusi nyata mengenai masalah pembayaran hasil panen melalui pengalokasian dana secara tepat, agar petani merasa lebih puas. PT. SHS sebaiknya menyediakan sarana produksi, seperti pupuk dan obatobatan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan di kios-kios, atau minimal dengan harga sama, dan dikenakan sebagai pinjaman yang dapat dibayar ketika panen. Penambahan jumlah sarana transportasi juga harus menjadi prioritas perusahaan ke depannya, dengan menambah jumlah truk pengangkut hasil panen. Dalam menjalankan kemitraan, akan lebih baik bila PT. SHS menerapkan sistem reward dan punishment bagi petani mitra, dimana petani yang berhasil memproduksi benih padi melebihi target akan diberikan hadiah sedangkan bagi petani yang melanggar peraturan diberikan sanksi secara tegas. Hal ini diharapkan mampu mempengaruhi kinerja petani mitra dalam pelaksanaan kemitraan serta dalam memproduksi benih padi. Berhubungan dengan hal ini, PT. SHS sebaiknya lebih tegas dalam pemberian sanksi bagi petani yang tidak mengikuti kegiatan gropyok tikus. PT. SHS harus meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya kegiatan gropyok tikus. 2. PT. SHS sebaiknya meningkatkan kontrol terhadap pelaksanaan kemitraan serta rutin melaksanakan evaluasi kemitraan. Selain itu, PT. SHS sebaiknya merumuskan hak dan kewajiban baik PT. SHS maupun petani mitra secara lebih rinci, serta melibatkan petani mitra. Peraturan-peraturan tidak tertulis dapat diperkuat dengan merumuskannya ke dalam peraturan tertulis yang disepakati kedua belah pihak dengan sanksi yang jelas bagi pelanggaran. Petani mitra juga sebaiknya turut berperan dalam kontrol terhadap pelaksanaan kemitraan. Sehingga diharapkan penyimpangan- 131

149 penyimpangan terhadap peraturan yang dilakukan baik oleh PT. SHS maupun petani mitra dapat berkurang. 3. PT. SHS sebaiknya melakukan kegiatan kontrol terhadap mutu dan kualitas benih padi yang dihasilkan oleh petani mitra. Kegiatan kontrol mutu dapat dilakukan dengan melakukan penyeragaman prosedur melalui penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam hal teknis budidaya, seperti SOP mengenai penggunaan pupuk maupun penggunaan pestisida. Penerapan SOP ini diharapkan dapat mengontrol kualitas benih padi yang dihasilkan. Peningkatan kualitas hasil panen tidak hanya menguntungkan bagi PT. SHS, namun juga berpengaruh terhadap harga beli hasil panen yang diterima oleh petani, sehingga nantinya diharapkan kualitas benih padi semakin meningkat dan harga yang diterima petani dapat meningkat karena sesuai dengan ketentuan PT. SHS. Penerapan SOP mengenai penggunaan pupuk dan pestisida juga diharapkan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh petani. 4. Selain penerapan SOP, kontrol mutu dapat dilakukan melalui pelaksanaan pembinaan plasma. PT. SHS disarankan untuk melaksanakan pembinaan sesuai dengan kebutuhan petani mitra atau mengenai teknologi-teknologi tepat guna yang belum diketahui oleh petani. Melalui pendampingan lapang, PT. SHS disarankan untuk lebih mengawasi pelaksanaan budidaya agar kualitas hasil panen sesuai harapan. 5. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengukuran tingkat kepuasan secara menyeluruh dengan menggunakan metode servqual dimana penilaian dilakukan terhadap kedua belah pihak yaitu PT. SHS dan petani mitra. Selain itu perlu adanya penelitian lanjutan mengenai analisis perbandingan pendapatan dimana diharapkan kondisi lahan dan budidaya baik pada petani mitra maupun non mitra dalam keadaan normal, sehingga dapat terlihat pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani mitra. 132

150 DAFTAR PUSTAKA Alviah A Analisis Efektivitas Strategi Promosi Benih Padi dan Palawija pada PT. Sang Hyang Seri (Studi Kasus Petani Desa Dukuh Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Aritonang RL Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Aryani L Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Damayanti MN Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan dalam Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Darmowiyono S Refleksi Pertanian Hal Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Dhesinta, Menallya Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternakan Ayam Broiler (Kasus Kemitraan PT. Sierad Produce dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Firwiyanto M Analisis Tingat Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS, Sawangan, Depok) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hafsah MJ Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Hernanto F Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya Kartasapoetra A. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Lestari M Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Studi Kasus Kemitraan PT. X di Yogyakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

151 Lokollo et al Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan: Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian Mugnisjah WQ, Setiawan A Produksi Benih. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara Noviyanti M Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT Sang Hyang Seri (Persero) [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nugroho BA Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta : ANDI Prastiwi Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan Ubi Jalar Jepang (Studi Kasus Kemitraan PT Galih Estetika dan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Puspitasari Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F Measuring Customer Satisfaction. Ed ke-2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Roslinawati E Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT Sang Hyang Seri RM I Sukamandi, Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Sadjad S Pedoman Uji Daya Berkecambah Benih Tanaman Pangan di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor Sadjad S, Suwarno F, Hadi S Tiga Dekade Berindustri Benih di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Soekartawi, Soehardjo A, Dillon JL, Hardaker JB Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta: Penebit Universitas Indonesia Sumardjo, Sulaksana J, Aris W Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya Sumarwan U Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia dan MMA-IPB 134

152 Supranto J Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta Suratiyah, Ken Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. 135

153 LAMPIRAN 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a Listwise deletion based on all variables in the procedure Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items Scale Mean if Item Deleted Item-Total Statistics Scale Variance if Item Deleted Corrected Item- Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted A A A A A A A A A A A A A A A A A A

154 Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items Scale Mean if Item Deleted Item-Total Statistics Scale Variance if Item Deleted Corrected Item- Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted A A A A A A A A A A A A A A A A

155 LAMPIRAN 2. Atribut dan Indikator Kinerja Pelayanan Kemitraan Atribut Prosedur Penerimaan Mitra PT. SHS Kualitas Benih Pokok Penetapan Harga Benih Pokok Penetapan Harga Sarana Produksi Ketersediaan dan Kemudahan Memperoleh Sarana Produksi Frekuensi Pelaksanaan Pembinaan Plasma Pelayanan dan Materi yang Diberika dalam Pembinaan Indikator Kepuasan 4 = Persyaratan sangat mudah, cepat memperoleh tanggapan dan pelayanan sangat ramah 3 = Persyaratan mudah, cepat memperoleh tanggapan dan pelayanan ramah 2 = Persyaratan rumit, lambat dan kurang ramah 1 = Persyaratan sangat rumit, pelayanan sangat lambat dan tidak ramah 4 = Hasil produksi lebih dari 6 ton 3 = hasil produksi 5-6 ton 2 = Hasil produk 3-5 ton 1 = hasil produksi <3 ton 4 = Harga Benih Pokok PT. SHS lebih murah dari harga pasar 3 = Harga benih pokok PT. SHS sama dengan harga pasar 2 = Harga benih pokok PT. SHS lebih mahal dari pasar 1 = Harga benih pokok PT. SHS jauh lebih mahal dari pasar 4 = Harga Sarana Produksi PT. SHS lebih murah dari harga pasar 3 = Harga Sarana Produksi PT. SHS sama dengan harga pasar 2 = Harga Sarana Produksi PT. SHS lebih mahal dari pasar 1 = Harga Sarana Produksi PT. SHS jauh lebih mahal dari pasar 4 = Sarana Produksi selalu tersedia saat dibutuhkan, bahkan lebih dari yang dibutuhkan 3 = Sarana Produksi tersedia saat dibutuhkan. 2 = Harus menunggu beberapa waktu untuk mendapatkan sarana produksi karena stok tidak ada 1 = sarana produksi tidak tersedia 4 = 1 bulan sekali 3 = 1 musim 2 kali 2 = 1 musim sekali 1 = insidentil, jika petani membutuhkan 4 = Materi yang diberikan sangat sesuai dan sangat dibutuhkan petani 3 = materi yang diberikan sesuai 2 = materi yang diberikan biasa saja 1 = materi yang diberikan tidak sesuai dan tidak penting 138

156 Respon Inti terhadap Keluhan Bantuan Inti dalam Menanggulangi Hama dan Penyakit Pengetahuan dan Kemampuan Berkomunikasi Pendamping Pendamping Mudah Ditemui dan Dihubungi Bantuan Biaya Panen Ketepatan Pemberian Biaya Panen Penyediaan Sarana Pengangkutan Hasil Panen 4 = Semua keluhan direspon dengan sangat baik dalam waktu yang cepat dengan adanya solusi nyata 3 = semua keluhan direspon dengan baik dalam waktu yang agak cepat 2 = Semua keluhan direspon kurang baik dan dalam waktu agak lama 1 = semua keluhan tidak direspon dengan baik 4 = Inti memberikan bantuan melalui pelaksanaan gropyok tikus serta adanya bantuan dalam bentuk pestisida gratis. 3 = Inti memberikan bantuan melalui pelaksanaan gropyok tikus serta adanya bantuan pestisida dalam bentuk pinjaman 2 = Inti hanya memberikan batuan melalui pelaksanaan gropyok tikus 1 = Inti tidak melakukan kegiatan gropyok tikus 4 = pendamping dapat berkomunikasi dengan sangat baik dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan petani 3= tidak semua pertanyaan dapat dijawab, namun kemampuan komunikasi pendamping baik 2= tidak semua pertanyaan dapat dijawab dan cara berkomunikasi pendamping tidak terlalu baik 1= semua pertanyaan tidak dapat dijawab pendamping dan cara berkomunikasi tidak baik 4 = pendamping mendatangi lokasi setiap hari 3= pendamping mendatangi lokasi dua kali dalam satu minggu 2 = pendamping mendatangi lokasi satu kali seminggu 1= pendamping mendatangi lokasi jika dibutuhkan petani 4 = Bantuan panen lebih dari biaya panen yang dikeluarkan 3 = Bantuan panen sama dengan biaya panen yang dikeluarkan 2= Bantuan biaya panen lebih kecil dari biaya panen yang dikeluarkan 1= Tidak ada biaya bantuan panen 4 = Dibayarkan sebelum panen 3 = Dibayarkan ketika panen 2 = Dibayarkan setelah panen 1 = Dibayarkan musim berikutnya 4 = Jumlah Truk Lebih dari yang dibutuhkan 3 = Jumlah truk sesuai dengan kebutuhan 139

157 Penetapan Harga Beli Hasil Panen 2 = Jumlah truk kurang dari yang dibutuhkan 1 = Tidak ada truk 4 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS lebih mahal dari harga pasar 3 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS sama dengan harga pasar 2 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS lebih murah dari pasar 1 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS jauh lebih murah dari pasar Ketepatan Pembayaran Hasil Panen 4 = Dibayarkan ketika hasil panen diterima SHS 3 = 1 minggu sampai 1 bulan setelah panen 2 = > 1 bulan setelah panen 1 = Dibayarkan musim berikutnya 140

158 LAMPIRAN 3. Matriks Evaluasi Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dan Petani Poin Kerjasama Pembinaan dan Pengawalan teknis produksi Mitra Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama Ketentuan Peraturan Tertulis Peraturan Tidak Tertulis PT. SHS mengecek ke lahan sekaligus memberi bimbingan Realisasi Sesuai Pembayaran Benih Pokok Petani diwajibkan membeli benih pokok sebanyak 25 kg/ha/musim Jenis varietas ditentukan oleh PT. SHS Sesuai Pembayaran bagi hasil Petani diwajibkan membayar bagi hasil sebesar kg/ha/musim Pembayaran dengan dipotong dari hasil panen Sesuai Pembayaran biaya operasional Petani diwajibkan membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp /Ha/musim Sesuai Penjualan hasil panen Pengelolaan areal Sanksi terhadap pelanggaran aturan Petani menjual hasil panen kepada PT. SHS setiap musimnya setelah dipotong kewajiban bagi hasil Petani wajib mengelola lahan dengan baik dan tidak dipindahtangankan maupun dijualbelikan Petani bersedia diberhentikan apabila tidak mentaati peraturan Wajib memasukkan seluruhnya ke PT. SHS Kurang Sesuai Sesuai Sesuai Ketentuan Luas Lahan garapan Tidak diatur Petani berhak mengolah lahan milik PT. SHS dengan syarat 1 KTP maksimal 2 Ha sawah Sesuai Penerapan Jadwal Tebar Tanam Panen Tidak diatur Petani melakukan kegiatan tebar, tanam, dan panen sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh PT. SHS Sesuai Penyediaan Sarana Produksi Tidak diatur PT. SHS menyediakan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan dalam bentuk pinjaman Kurang Sesuai 141

159 Kegiatan pembasmian tikus Tidak diatur Petani wajib mengikuti gropyok tikus bersama PT. SHS seminggu dua kali, setiap rabu dan sabtu Kurang Sesuai Penetapan harga beli hasil panen oleh PT. SHS Tidak diatur Harga ditentukan berdasarkan survey, kemudian dimusyawarahkan. Harga dipengaruhi oleh kadar air dan kotoran. Sesuai Pembagian Risiko budiaya Tidak diatur Risiko ditanggung oleh petani, kecuali penyebab turunnya produksi disebabkan oleh bencana alam Sesuai Respon terhadap keluhan Tidak diatur PT. SHS merespon setiap keluhan petani. Penyampaian keluhan disampaikan ketika pengecekan ke lahan atau petani langsung ke kantor PT. SHS Kurang Sesuai Pengangkutan hasil panen Tidak diatur PT. SHS menyediakan sarana transportasi untuk pengangkutan. Kurang Sesuai Pembayaran Hasil Panen Tidak diatur Pembayaran hasil panen dilakukan setelah hasil panen diterima PT. SHS dengan dengan lamanya waktu sesuai perjanjian sebelumnya Tidak Sesuai 142

160 LAMPIRAN 4. Kendala-kendala Kemitraan Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama Poin Kerjasama Keterangan Kendala Pembinaan dan Pengawalan teknis produksi Frekuensi diadakannya pembinaan serta pengawalan teknis Kualitas SDM Untuk pembinaan dan pengawalan teknis tidak ada kendala, namun untuk pembinaan berupa pertemuan rutin masih jarang dilaksanakan Tidak ada kendala Pembayaran Benih Pokok Pembayaran bagi hasil Pembayaran biaya operasional Penjualan hasil panen Kualitas Benih Pokok Ketersediaan Benih Pokok Varietas benih Pembayaran bagi hasil sebesar 1200 kg/ha Pembayaran biaya operasional sebesar Rp ,00 per /musim Petani wajib memasukkan seluruh hasil panen ke PT. SHS Kondisi tanah saat diberikan Tidak ada kendala Tidak ada kendala Tidak ada kendala Tidak ada kendala Tidak ada kendala Masih terdapat petani yang menjual sedikit hasil panennya ke luar selain PT. SHS, karena pembayarannya yang lebih cepat Tidak ada kendala Pengelolaan areal Pengelolaan tanah Banyaknya penggunaan pupuk anorganik menurunkan kesuburan tanah Petani tidak diperbolehkan memindahtangankan lahan Tidak ada kendala Sanksi terhadap pelanggaran aturan Ketentuan Luas Lahan garapan Penerapan Tebar Tanam Panen Penyediaan Sarana Produksi Petani bersedia diberhentikan sebagai petani mitra bila melanggar peraturan Maksimal luas lahan garapan 2 Ha/KTP Tebar, tanam, dan panen dilakukan sesuai jadwal yang ditentukan PT.SHS Ketersediaan Pupuk dan Obat-obatan Harga Pupuk dan Obatobatan Tidak ada kendala Tidak ada kendala Tidak ada kendala Pupuk dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh petani terkadang tidak tersedia tepat waktu. Selain itu pupuk dan obat-obatan yang disediakan PT. SHS kurang beragam sesuai keinginan petani Harga pupuk dan obat-obatan yang disediakan PT. SHS lebih tinggi dariapada harga di kios-kios, karena tidak bersusidi 143

161 Kegiatan pembasmian tikus Penetapan harga beli benih padi oleh PT. SHS Pembagian Risiko budiaya Respon terhadap keluhan Pengangkutan hasil panen Dilaksanakan dua kali dalam seminggu Melalui survey 3 desa 3 varietas. Diterapkannya rafaksi harga Risiko ditanggung petani Respon terhadap segala keluhan Ketersediaan truk pengangkut Masih ada petani yang tidak mengikuti gropyok tikus Tidak ada kendala Banyak petani yang merasa bahwa rafaksi harga merugikan Tidak ada kendala Belum adanya solusi nyata dari keluhan petani, seperti mengenai keterlambatan pembayaran hasil panen Kurangnya truk pengangkut mengakibatkan keterlambatan pengangkutan serta banyaknya tumpukan hasil panen di lahan. Hal ini dapat mempengaruhi kadar air dan kotoran pada hasil panen. Pembayaran Hasil Panen Ketepatan waktu pembayaran hasil panen Keterlambatan pembayaran hasil panen sering terjadi 144

162 LAMPIRAN 5. Kuisioner Penelitian Usahatani KUISIONER Untuk Mengetahui Keragaan Usahatani Penangkaran Benih Padi Peneliti: Amelia Kartika Y H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

163 Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang). Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. N o A. Identitas Responden 1. Nama Responden : Jenis Kelami : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan 3. Usia :... tahun 4. Alamat : Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SMA ( ) SD ( ) Diploma ( ) SMP ( ) Sarjana 6. Status dalam rumah tangga : Kepala Keluarga / Istri / Anak (pilih salah satu) 7. Jumlah Tanggungan Keluarga :... orang 8. Keterangan tentang anggota rumah tangga (dalam satu unit anggaran belanja) Nama Anggota Keluarga Hubungan dengan KK* Jenis Kelamin (P/L) Usia (Tahun) Pendidikan Utama Pekerjaan Sampingan Sumber Pendapatan Utama Keterangan* : 1= Kepala Keluarga; 2= Istri; 3= Anak; 4= Cucu; 5=Orang Tua; 6= Lainnya 9. Pengalaman Bertani Padi :... tahun 10. Pengalaman Menjadi Penangkar Benih Padi :... tahun 11. Varietas padi yang pernah diusahakan (isi dengan memberi tanda centang, jawaban boleh lebih dari 1): ( ) ( ) ( ) ( ) 146

164 12. Pendapatan Rumah Tangga dalam satu tahun terakhir No. Uraian Nilai dalam setahun (Rp) 1. Usahatani Padi 2. Usahatani Penangkaran Benih Padi 3. Usahatani lainnya (sebutkan:...) 4. Non Usahatani (sebutkan:...) 13. Penghasilan per bulan : ( ) ( ) ( ) ( ) Alasan Melakukan : ( ) Usaha turun temurun Penangkaran ( ) Banyak diusahakan di daerah sekitar Benih Padi ( ) Tinggi pendapatannya ( ) Pekerjaan Utama ( ) Pekerjaan Sampingan ( ) Lainnya, Periode Panen : Biaya Garap per musim Tanam (Rp) :... B. Luas dan Status Penguasaan Lahan Usahatani 1. Lahan Milik Sendiri Luas Kepemilikan Lahan (Ha) Jenis Lahan Jumlah Persil Digarap Orang Digarap Sendiri Lain Sawah Irigasi Sawah tadah Hujan Ladang Tegalan Kebun Pekarangan (termasuk rumah) Lainnya (kolam, tambak, dll) Total Total 147

165 2. Lahan Bukan Milik Sendiri Luas Kepemilikan Lahan (Ha) Jenis Lahan Jumlah Persil Digarap Sendiri Digarap Orang Lain Total Sawah Irigasi Sawah tadah Hujan Ladang Tegalan Kebun Pekarangan (termasuk rumah) Lainnya (kolam, tambak, dll) Total C. Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi 1. Sumber modal usahatani : ( ) Sendiri ( )Pinjam ke Petani Lain, sebesar... ( ) Bantuan kelompok tani, sebesar Ke mana hasil panen benih padi dijual? ( ) Pedagang Pengumpul ( ) Koperasi/Kelompok Tani ( ) PT. Sang Hyang Seri ( ) Lainnya, Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani? ( ) Budidaya ( ) Modal ( ) Lainnya,... ( ) Teknologi ( ) Hama Uraian : Benih yang digunakan : ( ) Mendapatkan dari PT. Sang Hyang Seri ( ) Membeli dari petani lainnya ( ) Membeli dari Kelompok Tani ( ) Lainnya, Jumlah benih sumber yang digunakan :... /Ha/musim tanam 6. Harga benih : Rp.../ kg 148

166 7. Peralatan yang dimiliki: a. Investasi: Perkiraan No. Jenis Alat Jumlah (buah) Harga Beli (Rp/buah) Masa Pakai (Tahun) Umur Layak Pemakaian (Tahun) 1 Cangkul 2 Traktor 3 Sabit 4 Handsprayer 5 Karung 6 Terpal 7 Garu 8 Komposan 9 Tolok 10 Timbangan 11 Traser b. Peralatan per musim: No. Nama Alat Jumlah/Ha Harga/Satuan 1. Plastik 2. Tali Rafia 3. Tali Tambang 4. Bambu Kegiatan Usahatani: 1. Persiapan Lahan Kegiatan Penampingan Pemopokan Traktor Peleleran Babat Galengan Keterangan 149

167 2. Pembibitan/Penyemaian Pembibitan Pembuatan Bedengan Pemupukan Dasar Luas lahan pembibitan (m 2, bedeng) Varietas benih yang digunakan untuk pembibitan Jumlah benih yang digunakan untuk pembibitan (gr) Jarak tanam benih (cm) Lama pembibitan (hari) Masa penyimpanan bibit (hari) Keterangan 3. Penanaman Penanaman Jumlah bibit Jarak tanam bibit (cm) Kedalaman penanaman bibit (cm) Alat menanam (mesin/manual) Lama proses penanaman Keterangan 4. Pemeliharaan Tanaman Proses Pemeliharaan Penyulaman Frekuensi Penyulaman Ketika Berumur Pengairan Frekuensi Pengairan Lama proses pengairan Alat yang digunakan Penyiangan Frekuensi penyiangan Ketika tanaman berumur Lama proses penyiangan Pengontrolan tanaman Frekuensi pengontrolan Lama Waktu pengontrolan Keterangan 150

168 5. Pemupukan Pupuk diperoleh dari :... Kegiatan pemupukan :... kali Proses pemupukan : a. Pemupukan I setelah... hari sesudah tanam b.pemupukan II setelah... hari sesudah tanam c.pemupukan III setelah... hari sesduah tanam Penggunaan pupuk (luas lahan:...) Jenis Pupuk Fisik (kg, liter)/ha Total Nilai (Rp)/satuan Kandang Urea SP36 TSP KCl ZA NPK Ponsca NPK Kujang Cair Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara teknik budidaya :... Secara biologis (predator alam) :... Secara fisik (perangkap) :... Secara kimia : No Jenis Pestisida Fisik (kg, liter)/ Ha Total nilai (Rp) /satuan 1. Insektisida 151

169 2 Herbisida 3. Fungisida 4. Obat Perangsang 7. Roguing Kegiatan Penyeleksian : Fase Pertumbuhan Stadium Vegetatif Awal (Setelah muncul bibit) Stadium Vegetatif Akhir/Anakan Maksimum (awal pertumbuhan tanaman) Stadium Generatif Awal/ Berbunga Kegiatan Stadium Generatif Akhir/Pemasakan (Sebelum panen) 152

170 8. Panen dan Pengolahan Benih Umur Panen :... Proses Panen : Proses Pemanenan Alat yang Kegiatan digunakan Persiapan Panen Proses Panen Penjemuran Pengeringan Benih Pengolahan Benih Pengeringan dengan alat pengering (dryer) Pembersihan Benih Pemilahan (grading) 9. Prosesing Benih Kegiatan Jumlah Harga/satuan Total Harga Penimbangan dan Pemberian Stampel... kg Pembelian Kantong Logo... lembar Biaya Sertifikasi... Ha Biaya Pengujian Benih... kg Biaya Pelabelan... lembar Biaya Pengantongan Benih... lembar 153

171 10. Penjualan Beri tanda pada kegiatan yang dilaksanakan, dan tanda - pada kegiatan yang tidak dilaksanakan. Penjualan Keterangan Penjualan saat panen (Ijon/Jual bertahap/ lainnya...)* Penjualan langsung setelah panen Dikemas (mengalami proses sertifikasi) serta disimpan kemudian dijual Disimpan untuk digunakan sebagai bibit sendiri *coret yang bukan Siapa pembelinya dan berapa persen dari total penjualan? Jenis Pembeli Persentase (%) Pedagang pengumpul Koperasi/Kelompok Tani PT. Sang Hyang Seri Lainnya,... Apakah anda melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri? ( ) Ya ( ) Tidak, karena Jika tidak dibeli PT. Sang Hyang Seri, pembeli yang dominan berasal dari : (isi dengan memberi tanda ) ( ) satu desa ( ) satu provinsi ( ) satu kecamatan ( ) luar provinsi ( ) satu kabupaten Tingkat kesulitan menjual hasil panen : (isi dengan memberi tanda ) ( ) sangat mudah ( ) kadang sulit ( ) mudah ( ) sulit 154

172 11. Kegiatan Usahatani dan Penggunaan Tenaga Kerja per Musim Tanam (Luas Lahan :...) No Kegiatan Upah (Rp) Jam Kerja (jam/hari) Lama kegiatan (hari/kali) Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga (orang/hari) Upahan (orang/hari) Borongan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan (Rp) Ceblog 1. Persiapan Lahan Penampingan Pemopokan Traktor Peleleran Babat Galengan 2. Pembibitan/Persemaian Pembuatan Bedengan Pemupukan Dasar Penyebaran Benih Smbr 3. Penanaman 4. Pemeliharaan Tanaman Penyulaman (Ngayuman) Pengairan Penyiangan (Ngerambet) 5. Pemupukan 6. Pengendalian HPT 7. Roguing 8. Pemanenan Proses Panen Penimbangan 9. Pengangkutan Kuli angkut Sopir truk 155

173 12.Biaya Usahatani Lainnya (Luas lahan :...) Jenis Pengeluaran Iuran irigasi/ beli air (Rp) Iuran Desa (Rp) Pajak (Rp) Sewa Lahan (Rp) Biaya Transportasi (Rp) Biaya 13.Produksi dan Penerimaan Hasil Produksi (Luas Lahan:...) a. Produksi Produksi Benih Hasil dari tanaman lain (jika ditumpangsari) Indikator Padi Fisik (kg) Harga (Rp/kg) b. Penerimaan Hasil Produksi No. Produksi 1. Penjualan Benih Padi 2. Konsumsi Pribadi Jumlah (kg) Benih Padi Harga (Rp/kg) 156

174 LAMPIRAN 6. Kuisioner Kepuasan Petani Mitra KUISIONER Untuk Mengetahui Kondisi Kemitraan dari Sisi Petani Mitra Peneliti: Amelia Kartika Y H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

175 Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang). Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Petunjuk Umum : Berilah tanda pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN Nama :... Berapa kali pernah :... kali Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan Berganti kemitraan Lama Berusahatani : ( ) 2 tahun ( ) 5-6 tahun Alamat :... Penangkaran ( ) 3-4 tahun ( ) 7 tahun... Benih Padi Usia :... tahun Alasan Melakukan : ( ) Usaha turun temurun Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SMA Penangkaran ( ) Banyak diusahakan di daerah sekitar ( ) SD ( ) Diploma Benih Padi ( ) Tinggi pendapatannya ( ) SMP ( ) Sarjana ( ) Pekerjaan Utama ( ) Pekerjaan Sampingan Jumlah Tanggungan : ( ) 0 orang ( ) 3-5 orang ( ) Lainnya,... Keluarga ( ) 1-2 orang ( ) > 5 orang Pekerjaan lain yang : ( ) Tidak ada Penghasilan per bulan : ( ) ( ) ( ) ( ) Pengalaman Bermitra : ( ) Pernah, dengan..., Dengan yang lain Selama... bulan ( ) Belum Pernah Pengalaman Bermitra :... bulan Dengan SHS 158 Dilakukan selain ( ) Ada, yaitu... Penangkaran benih Luas Lahan yang :... Digarap (m 2 ) Periode Panen :... Biaya Garap per :... Musim Tanam (Rp) Penghasilan per :... Bulan (Rp)

176 PELAKSANAAN KEMITRAAN Alasan anda dalam melaksanakan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri (boleh pilih lebih dari satu dan diurutkan berdasarkan kepentingan): ( ) Ingin mendapatkan bantuan modal ( ) Ingin mendapatkan jaminan pasar ( ) Ingin meningkatkan pendapatan / keuntungan ( ) Ingin mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan bertani serta teknologi ( ) Risiko usaha ditanggung bersama ( ) Lainnya,... Apakah dalam pelaksanaan kemitraan ini anda mengetahui dan memahami peraturan kemitraan (perjanjian kontrak dengan PT. Sang Hyang Seri): ( ) Ya Apa hak dan kewajiban yang anda miliki sebagai petani mitra? ( ) Tidak Mengapa anda tidak mengetahui dan memahaminya? Apakah anda terlibat dalam pembuatan peraturan.kontrak kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri? ( ) Ya ( ) Tidak, alasan... Apakah anda mendapat bantuan modal awal? ( ) Ya, sejumlah... ( ) Tidak Apaka anda membeli Sarana Produksi di PT. Sang Hyang Seri? ( ) Ya, alasan... ( ) Tidak, alasan... Fasilitas apa yang diberikan oleh PT. Sang Hyang Seri selama kemitraan berlangsung? Masalah serta kendala apa saja yang dihadapi selama mengikuti kemitraan? Harapan kepada PT. Sang Hyang Seri? Apakah akan tetap bergabung dengan PT. Sang Hyang Seri? ( ) Ya ( ) Tidak, alasan

177 TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN KEMITRAAN A. Petunjuk A Tingkat Kepentingan Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan harapan anda terhadap pelaksanaan kemitraan PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani mitra. Berilah tanda pada kolom jawaban yang anda pilih. B. Petunjuk B Tingkat Kepuasan Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan apa yang anda rasakan terhadap pelaksanaan kemitraan PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani mitra selama ini. Berilah tanda pada kolom jawaban yang anda pilih. No. Atribut 1. Prosedur Penerimaan Mitra PT. SHS 2. Penetapan Harga Benih Pokok 3. Kualitas Benih Pokok 4. Penetapan Harga Sarana Produksi 5. Kecukupan Penyediaan Sarana Produksi 6. Penetapan Harga Sarana Produksi 7. Pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pendamping 8. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi 9. Frekuensi Pembinaan Plasma 10. Pelayanan dan Bimbingan Materi 11. Respon terhadap keluhan 12. Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit 13. Bantuan biaya panen 14. Ketepatan pemberian biaya panen 15. Penyediaan Sarana Pengangkutan Hasil Panen 16. Ketepatan Pembayaran Hasil Panen 1 Sangat Tidak Penting Kepentingan 2 Tidak Penting 3 Penting 4 Sangat Penting 1 Sangat Tidak Puas Kepuasan 2 Tidak Puas 3 Puas 4 Sangat Puas 160

178 LAMPIRAN 7. Kuisioner Kemitraan untuk PT. Sang Hyang Seri KUISIONER Untuk Mengetahui Kondisi Kemitraan Petani Mitra dan Perusahaan Peneliti: Amelia Kartika Y H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

179 Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang). Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Responden Nama : No : Jabatan : Tanggal: No Pertanyaan Jawaban A Kondisi PT. Sang Hyang Seri Apakah visi dan misi PT. Sang Hyang Seri? 2. Bagaimana struktur organisasi PT. Sang Hyang Seri? 3. Bagian mana yang terkait dengan program kemitraan? 4. Apa kaitan kemitraan dengan divisi / bidang pekerjaan yang anda tangani? 5. Menurut anda, seberapa penting peranan kemitraan terhadap sustainability perusahaan? B Pelaksanaan kemitraan 1. Bagaimana awal mula terjadinya kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani mitra? 2. Apakah tujuan yang ingin dicapai PT. Sang Hyang Seri melaksanakan kemitraan ini? 3. Pola kemitraan seperti apa yang terjadi antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani mitra?

180 4. Bagaimana bentuk pembinaan yang diberikan kepada petani? 5. Bagaiman bentuk permodalan kepada petani? 6. Bagaiman penyediaan sarana produksi untuk petani mitra? 7. Adakah pendampingan secara teknis maupun non teknis dari PT. Sang Hyang Seri sebagai perusahaan mitra? 8. Apakah petani mitra dilibatkan dalam pembuatan peraturan dan kontrak kemitraan? 9. Apakah dalam pelaksanaanya, seluruh petaani mitra patuh terhadap peraturan dan kontrak kemitraan? 10. Apa saja hak dan kewajiban masing-masing pelaku mitra? 11. Apa peran pemerintah dalamn kemitraan ini? 12. Apakah PT. Sang Hyang Seri melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani? 13. Apa sajakah permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan kemitraan ini? 14. Bagaimanakah dampak permasalahan kemitraan tersebut terhadap perusahaan? 163

181 15. Apa harapan terhadap kemitraan ini di masa depan? C Sistem Produksi 1. Apa sajakah jenis varietas benih padi yang dihasilkan oleh PT. Sang Hyang Seri? 2. Apakah setiap tahunnya PT. Sang Hyang Seri memiliki target produksi benih padidalam kemitraan ini? 3. Kapankan pembelian benih terhadap petani mitra dilakukan? 4. Bantuan apakah yang diberikan oleh PT. Sang Hyang Seri dalam hal budidaya? 5. Upaya apakah yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri untuk meningkatakn penguasaan teknologi petani terutama dalam budidaya? 6. Bagaimanakan proses sertifikasi benih yang dilakukan? 7. Bagaimanakah proses pengemasan terhadap benih bersertifikat? D Pemasaran Hasil 1. Bagaimana sistem pemasaran benih padi yang dilakukan dalam kemitraan ini? 2. Bagaimana saluran distribusi pemasaran benih padi dari petani mitra ke PT. Sang Hyang Seri? 164

182 3. Bagimana sistem penetapan harga beli hasil benih padi? 4. Bagaimana sistem sortasi dan grading yang ditetapkann perusahaan terhadap pasokan benih padi? 5. Berapa lama rata-rata lama waktu pembayaran hasil panen benih padi yang diterima? 6. Berapa harga rata-rata yang diterima petani dari hasil budidaya benih padinya? E Pembiayaan / Pendanaan 1. Apakah PT. Sang Hyang Seri memiliki perencanaan biaya khusus dalam kemitraan ini? 2. Bagaimana aliran dana PT. Sang Hyang Seri hingga sampai ke petani mitra? 3. Bagaiman bentuk pengawasan yang dilakukan atas dana yang diberikan? 4. Bagaimana sistem pengembalian dana yang dilakukan petani? 165

183 Lampiran 8. Surat Perjanjian Kerjasama KANTOR REGIONAL - I SUKAMANDI, SUBANG - JAWA BARAT, TELP. (0260) , , FAX. (0260) SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA PENANGKAR PADI / PALAWIJA CALON BENIH Nomor : /SHS.06.1/ KS I/./20.. Pada hari ini tanggal bulan tahun dua ribu kami yang bertanda tangan di bawah ini : I. Nama :.. Jabatan :.. Alamat : PT. Sang Hyang Seri (Persero) Sukamandi Yang berdasarkan SK Direksi No. Tertanggal dan Surat Kuasa Direksi No. SKU..Tertanggal Yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. II. Nama Pekerjaan/Jabatan Nomor KTP Alamat :.. :.. :.. :.. Yang berdasarkan surat permohonan tanggal..yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA Dengan ini menyatakan bahwa antara kedua belah pihak tersebut, tercapai kata sepakat untuk mengadakan/membuat perjanjian kerjasama MT. Dalam usaha memproduksi padi/palawija, dengan menggunakan tanah HGU PT. Sang Hyang Seri (Persero). Dengan Persyaratan / Ketentuan sbb : - Luas Areal : Ha - Lokasi / Blok : 1. PIHAK PERTAMA, wajib melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA. 2. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar benih pokok sebanyak 25 Kg / Ha / Musim kepada PIHAK PERTAMA. 3. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar bagi hasil sebesar Kg / Ha / Musim kepada PIHAK PERTAMA. 4. PIHAK KEDUA membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp ,-/ Ha / Musim yang terdiri dari : Biaya Roguing, Sanitasi, Materai dan PHT. 5. PIHAK KEDUA berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual kepada PIHAK PERTAMA apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban bagi hasil. 6. PIHAK KEDUA diwajibkan mengelola areal dengan baik dan tidak dipindah tangankan kepada orang lain maupun dijual belikan. 7. PIHAK KEDUA diwajibkan mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku di PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang tidak tertulis dalam kontrak ini dalam hal pemanfaatan lahan. 8. PIHAK KEDUA bersedia diberhentikan sebagai petani kerjasama apabila tidak mengikuti ataupun mentaati aturan dan ketentuan yang ada. PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA MENGETAHUI, Kepala Desa 166

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemitraan

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemitraan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemitraan 2.1.1 Pola dan Aturan Kemitraan Bentuk serta pola kemitraan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia bervariasi sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan tersebut.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manajer I Sukamandi di Sukamandi, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI

VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI 6.1 Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Penangkar Benih Kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan merupakan sebuah istilah konsep kerjasama yang dikenal di Indonesia. Di negara lain terdapat tiga mekanisme dasar yang digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN

VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN 7.1 Analisis Kepuasan Petani Mitra Evaluasi kemitraan dapat juga dilihat dari tingkat kepuasan petani mitra yang menjalankannya. Kepuasan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia Jauh sebelum masyarakat Indonesia mengenal sistem kemitraan pertanian seperti sekarang, pada awalnya sistem kemitraan ini lebih dikenal dengan

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih 2.1.1. Pengertian Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan di dalam usaha tani, yang mana memiliki fungsi secara agronomis atau merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerapan Teknologi pada Padi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerapan Teknologi pada Padi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerapan Teknologi pada Padi Berbagai teknologi tanaman padi telah diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penerapan teknologi pada padi yang sudah dilakukan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri 5.1.1 Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK PLASMA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Studi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK PLASMA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Studi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta) ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK PLASMA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Studi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta) SKRIPSI MEYLANI LESTARI H34066081 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINUMAN TEH SIAP MINUM (READY TO DRINK) MEREK TEH BOTOL SOSRO DI JAKARTA TIMUR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINUMAN TEH SIAP MINUM (READY TO DRINK) MEREK TEH BOTOL SOSRO DI JAKARTA TIMUR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINUMAN TEH SIAP MINUM (READY TO DRINK) MEREK TEH BOTOL SOSRO DI JAKARTA TIMUR Oleh : NOVA RESKI SEPTINA K A14104117 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(l)merrill atau yang biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

Oleh ELLA RAHMANIA H

Oleh ELLA RAHMANIA H ANALISIS PERILAKU DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PERFORMANCE RESTORAN PASTEL & PIZZA RIJSTTAFEL DI KOTA BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI NOPE GROMIKORA H34076111 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NOPE

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP, PERSEPSI KONSUMEN DAN RENTANG HARGA PADA BERAS ORGANIK SAE (SEHAT AMAN ENAK)

ANALISIS SIKAP, PERSEPSI KONSUMEN DAN RENTANG HARGA PADA BERAS ORGANIK SAE (SEHAT AMAN ENAK) ANALISIS SIKAP, PERSEPSI KONSUMEN DAN RENTANG HARGA PADA BERAS ORGANIK SAE (SEHAT AMAN ENAK) PADA GAPOKTAN SILIH ASIH DESA CIBURUY KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI IPO MELANI SINAGA H34076081 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI SKRIPSI MUHAMAD SOLIHIN H34067016 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur) SKRIPSI TIARA ASRI SATRIA H34052169 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FELIX BOB SANFRI SIREGAR H 34076064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP RESTORAN ETNIK KHAS TIMUR TENGAH RESTORAN ALI BABA, KOTA BOGOR. Titik Hidayati A

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP RESTORAN ETNIK KHAS TIMUR TENGAH RESTORAN ALI BABA, KOTA BOGOR. Titik Hidayati A ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP RESTORAN ETNIK KHAS TIMUR TENGAH RESTORAN ALI BABA, KOTA BOGOR Titik Hidayati A14102584 PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran Halaman 1 Foto-Foto Penelitian... 81 xvi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan perusahaan. Keberadaan manajemen sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan perusahaan. Keberadaan manajemen sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia saat ini dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan. Keberadaan manajemen sumber daya manusia sangat penting

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR KUNINGAN DAN UBI JALAR JEPANG (Studi Kasus Kemitraan PT Galih Estetika dan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan) SKRIPSI PRASTIWI H34052805

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah) 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Benih Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI ARDIAN SURBAKTI H34076024 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI PADI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS UNGGUL DI KABUPATEN KEDIRI, JAWA TIMUR. Oleh : David Fahmi A

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI PADI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS UNGGUL DI KABUPATEN KEDIRI, JAWA TIMUR. Oleh : David Fahmi A ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI PADI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS UNGGUL DI KABUPATEN KEDIRI, JAWA TIMUR Oleh : David Fahmi A14104023 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU DAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM (TWA) TALAGA WARNA CISARUA - BOGOR

ANALISIS PERILAKU DAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM (TWA) TALAGA WARNA CISARUA - BOGOR ANALISIS PERILAKU DAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM (TWA) TALAGA WARNA CISARUA - BOGOR SKRIPSI SRI MULYANI H 34066118 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : ORCHIDA INDAHWATY. T

SKRIPSI OLEH : ORCHIDA INDAHWATY. T ANALISIS USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PEMBIBITAN TANAMAN BUAH (Durian, Mangga, Rambutan) DI KELURAHAN KEBUN LADA KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI SKRIPSI OLEH : ORCHIDA INDAHWATY. T DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

: MAULIDYA SARI PKP

: MAULIDYA SARI PKP HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) DENGAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA TANI JAGUNG ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL PADA EMPAT PERUSAHAAN NATA DE COCO DI KECAMATAN CIANJUR, KABUPATEN CIANJUR

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL PADA EMPAT PERUSAHAAN NATA DE COCO DI KECAMATAN CIANJUR, KABUPATEN CIANJUR STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL PADA EMPAT PERUSAHAAN NATA DE COCO DI KECAMATAN CIANJUR, KABUPATEN CIANJUR SKRIPSI ITA FUSFITAWATI H34053987 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat)

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat) PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat) SKRIPSI ERNI SITI MUNIGAR H34066041 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian dalam arti luas meliputi pembangunan di sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa)

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) LAMPIRAN 201 Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2025 Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Total Konsumsi (000 ton) 2009 2010 2011

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN BERAS DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DI KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI

ANALISIS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN BERAS DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DI KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI ANALISIS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN BERAS DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DI KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI Oleh : DEASY CH SAGALA 070304067 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN AYAM GEPREK ISTIMEWA BOGOR

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN AYAM GEPREK ISTIMEWA BOGOR ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN AYAM GEPREK ISTIMEWA BOGOR SKRIPSI KARINA KARTIKA SARI H34066069 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ANALISIS KEPUASAN

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARATIF PEMANFAATAN KREDIT DARI KOPERASI KELOMPOK TANI (KKT) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS KOMPARATIF PEMANFAATAN KREDIT DARI KOPERASI KELOMPOK TANI (KKT) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO ANALISIS KOMPARATIF PEMANFAATAN KREDIT DARI KOPERASI KELOMPOK TANI (KKT) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Disusun Oleh : Fitri Kisworo Wardani H0808102

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor) STEFANI ANGELIA

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA AYAM GORENG WARALABA DAN NON WARALABA

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA AYAM GORENG WARALABA DAN NON WARALABA ANALISIS KEUNTUNGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA AYAM GORENG WARALABA DAN NON WARALABA (Kasus: Restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) Taman Topi dan Rahat Cafe di Bogor) SKRIPSI BESTARI DEWI NOVIATNI

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung dan kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, serta

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh : Kristin Elisabeth Siregar

Skripsi. Oleh : Kristin Elisabeth Siregar MEKANISME SERTIFIKASI DAN MODEL KEMITRAAN DALAM PRODUKSI SERTA PEMASARAN BENIH PADI PT PERTANI (PERSERO) DI PROVINSI BALI Skripsi Oleh : Kristin Elisabeth Siregar 0705315022 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga) Oleh : Cecep Cahliana A14304043 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS VALUE ADDED TINGKAT PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA USAHA PENGUPASAN BAWANG MERAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI HENDRICK FIRMANDO NADAPDAP

ANALISIS VALUE ADDED TINGKAT PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA USAHA PENGUPASAN BAWANG MERAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI HENDRICK FIRMANDO NADAPDAP ANALISIS VALUE ADDED TINGKAT PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA USAHA PENGUPASAN BAWANG MERAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI HENDRICK FIRMANDO NADAPDAP 080304003 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN NASABAH TERHADAP KUALITAS PELAYANAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SOLO. Oleh SILVA AYU NOVIA SARI H

ANALISIS KEPUASAN NASABAH TERHADAP KUALITAS PELAYANAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SOLO. Oleh SILVA AYU NOVIA SARI H ANALISIS KEPUASAN NASABAH TERHADAP KUALITAS PELAYANAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SOLO Oleh SILVA AYU NOVIA SARI H24103092 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP ROKOK KRETEK DI KECAMATAN BOGOR BARAT. Oleh : Muser Hijrah Fery Andi A

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP ROKOK KRETEK DI KECAMATAN BOGOR BARAT. Oleh : Muser Hijrah Fery Andi A ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP ROKOK KRETEK DI KECAMATAN BOGOR BARAT Oleh : Muser Hijrah Fery Andi A.14102695 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci