LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006

2 RINGKASAN EKSKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang 1. Petani cenderung memilih benih unggul untuk usahatani yang diperoleh melalui sistem benih formal maupun tradisional. Secara formal benih yang dijual harus memenuhi standar kualitas yang dicantumkan pada kemasan. Sedangkan benih yang diproduksi sendiri oleh petani beredar secara informal dan tidak harus memenuhi syarat-syarat mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Sistem benih tradisonal ini masih banyak digunakan petani karena jenis benih yang bersifat komposit sehinga bisa diperbanyak berulangkali tanpa mengurangi potensi hasilnya secara signifikan. 2. Penggunaan benih/bibit bermutu bisa meningkatkan produktivitas usahatani dan di tingkat nasional bisa meningkatkan produksi pangan secara agregat. Adalah tugas pemerintah untuk mendorong petani menggunakan benih berkualitas. Upaya ini ditempuh melalui perbaikan sistem benih formal agar industri benih lebih maju. 3. Produsen benih tanaman pangan melakukan kemitraan dengan petani penangkar untuk bisa menghasilkan benih dalam jumlah besar. Sementara itu kemitraan antara produsen kelapa sawit hanya dilakukan oleh PPKS dalam hal distribusi bibit kelapa sawit. 4. Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan yang melindungi penemu varietas, produsen benih, dan petani sebagai konsumen. Untuk tanaman perkebunan, khususnya benih kelapa sawit, banyak petani kecil yang menggunakan benih palsu karena kurang informasi tentang manfaat dan cara akses benih sawit bersertifikat. Pemerintah juga berupaya mengawasi peredaran benih bermutu melalui Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Perkebunan. 5. Pemerintah juga memberi subsidi untuk produksi benih melalui produsen benih BUMN untuk meningkatkan adopsi benih bermutu. Walaupun demikian adopsi benih bermutu oleh petani masih relatif rendah. Peredaran benih kelapa sawit palsu juga masih marak dijumpai. Tujuan 6. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis sistem perbenihan dari hulu hingga hilir untuk tanaman pangan dan perkebunan utama (padi, jagung, kedelai dan kelapa sawit), (2) Melakukan inventarisasi berbagai peraturan yang terkait dengan produksi dan peredaran benih tanaman pangan dan perkebunan, (3) Mengkaji pola kemitraan antara produsen dan penangkar benih tanaman pangan dan perkebunan utama, dan (4) Mengkaji kelayakan subsidi untuk benih padi, jagung, dan kedelai. I

3 Keluaran 7. Sementara keluaran dari penelitian ini adalah (1) Gambaran tentang keterkaitan antar komponen dalam sistem perbenihan di sub sektor tanaman pangan dan aperkebunan utama, (2) Informasi tentang berbagai peraturan pemerintah yang terkait dengan industri benih, (3) Model kemitraan yang ideal antara produsen dan penangkar benih, dan (4) Informasi kelayakan subsidi benih padi, jagung, dan kedelai. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian 8. Penelitian dilakukan di sentra produksi benih padi, jagung, dan kedelai (Jawa Timur dan Sulawesi Selatan), dan bibit kelapa sawit (Sumatera Utara). Sampel penelitian meliputi lembaga penelitian yang menghasilkan varietas unggul untuk komoditas padi, jagung, kedelai dan kelapa sawit; produsen benih, perusahaan pemasaran benih, pedagang benih, petani penangkar, petani pengguna, serta instansi pemerintah yang terkait dengan industri benih. Jenis dan Analisa Data 9. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer mencakup sumberdaya manusia, fasilitas, jenis varietas yang dihasilkan, biaya produksi, dan respon lembaga penelitian maupun produsen benih terhadap permintaan pasar. Data sekunder dikumpulkan dari Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan dan Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Penelitian Komoditas, BBN, PT SHS, PT Pertani, dan instansi terkait. HASIL DAN PEMBAHASAN 10.Secara nasional penggunaan benih bersertifikat untuk padi, jagung, dan kedelai relatif masih kecil. Dalam sepuluh tahun terakhir ( ), ratarata penggunaan benih padi berlabel baru sekitar 22,02% dari total luas tanam. Demikian juga penggunaan benih jagung berlabel dan kedelai masing-masing 7,04% dan 2,80%. 11.Dalam periode yang sama, penggunaan benih berlabel di dua provinsi penelitian relatif lebih tinggi dari nasional. Penggunaan benih padi berlabel di Jatim rata-rata telah mencapai 38%, bahkan mulai tahun 2003 mendekati 60%. Penggunaan benih jagung dan kedelai berlabel masih cukup rendah, yaitu masing-masing 12% dan 3%. 12.Penggunaan benih padi berlabel di Sulawesi Selatan dalam 2 tahun terakhir lebih tinggi dari nasional, yaitu sekitar 30%. Sementara rata-rata luas II

4 pertanaman jagung dan kedelai yang menggunakan benih berlabel dalam sepuluh tahun terakhir masing-masing 2%. 13.Secara formal mekanisme penyaluran benih sumber dan sebar sebagai berikut: Puslitbang/Balitkomoditas memproduksi BS kemudian diteruskan ke BBI untuk diperbanyak menjadi benih FS, dan dari BBI diteruskan ke BBU untuk diperbanyak menjadi benih SS. Para penangkar dan produsen benih mendapat benih SS dari BBU untuk diperbanyak menjadi benih ES yang selanjutnya diperjualbelikan ke petani. 14.Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa sistem perbenihan sudah mengalami pergesaran secara tajam. Produsen/penangkar benih sudah bisa akses langsung untuk mendapatkan benih FS ke BBI atau Puslit/Balit Komoditas, dan bahkan banyak produsen/penangkar benih yang langsung mendapatkan benih BS ke Puslit/Balit Komoditas. Sehingga di produsen benih tidak hanya sebatas memproduksi benih ES, juga telah memproduksi sendiri kelas-kelas benih di atasnya (FS dan SS). Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Puslit/Balit Komoditas, BBI, dan BBU tidak hanya memproduksi kelas benih yang menjadi mandatnya. Hal ini dilakukan untuk memperpnedke jalur distribusi benih sumber. 15.Pemerintah memberi subsidi untuk benih padi, jagung dan kedelai agar harga benih tersebut tidak terlalu mahal bagi petani. Walaupun demikian baru sebagian kecil petani menggunakan benih bermutu karena terbatasnya akses serta harga benih yang relatif mahal. Benih bersubsidi, khususnya benih padi, yang diproduksi oleh PT SHS dan PT Pertani tidak banyak bermanfaat bagi petani karena harganya relatif sama dengan benih tidak bersubsidi. 16.Hanya ada tujuh produsen benih sawit, yaitu Di pasar juga masih banyak beredar benih yang tidak bersertifikat, khususnya benih kelapa sawit. Kesulitan memperoleh benih bersertifikat dan kurang informasi tentang manfaat benih bermutu menyebabkan banyak petani sawit skala kecil yang menanam beih palsu. 17.Industri benih formal di Indonesia mulai berkembang sejak awal 1970-an seiring dengan didirikannya PT Sang Hyang Seri sebagai produsen benih tanaman pangan, khususnya padi. Pada saat yang bersamaan pemerintah juga mendirikan Badan Benih Nasional dengan BPSB di tingkat provinsi. 18. Perusahaan benih tanaman pangan BUMN, yaitu PT SHS dan PT Pertani melakukan kemitraan dengan penangkar dalam memproduksi benih padi, jagung, dan kedelai. Perjanjian dilaksanakan secara formal dengan melibatkan kelompok penangkar yang potensial dalam hal cara bercocok tanam mapun potensi produktivitas lahan. Petani mendapat pinjaman sarana produksi dan hasil panen calon benih dibeli produsen benih dengan harga lebih tinggi dari harga pasar. Walaupun demikian, jika permintaan cukup banyak dan waktunya mendesak, kedua BUMN melakukan opkup dengan membeli produksi petani lalu diproses menjadi benih. Dalam hal ini peluang dihasilkan benih berkualitas rendah adalah sangat besar. III

5 19.Produsen benih tanaman pangan swasta lokal maupun multinasional juga melakukan kemitraan dengan petani. Swasta multinasional lebih ketat dalam perjanjian dan pengawasan produksi di lapang. Sedangkan swasta lokal lebih informal dalam membuat perjanjian kemitraan, sedang pengawasan relatif ketat dilakukan. Produsen swasta lokal juga membeli bakal benih dari produsen lain yang lebih kecil jika permintaan cukup tinggi sementara produksi yang ada tidak mencukupi permintaan pasar. 20.Diantara produsen bibit sawit, hanya PPKS yang melakukan kerjasama penjualan benih dengan kelompok tani/pengecer benih. Sistem kerjasama pemasaran bibit sawit diterapkan di Sumatra Utara denagn sistem waralaba. PPKS juga melakukan kerjasama penjualan benih kelapa sawit dengan Dinas Pertanian di Bengkulu dan Kalimantan Timur. Produsen bibit sawit lainnya tidak bersedia melakakukan wara laba karena rawan pemalsuan sertifikat penjualan bibit yang dilakukan oleh pengecer. 21.Dalam memproduksi benih, nampak bahwa secara umum produsen benih mampu melakukan integrasi yang ditunjukkan oleh indeks integrasi yang tinggi, yaitu lebih dari 42 %. Hanya dua kasus yaitu produksi benih padi oleh PT Pertani dan benih kedelai oleh PT SHS yang memiliki indeks intgrasi relatif rendah. Rendahnya indeks integrasi PT Pertani dan PT SHS (benih kedelai) antara lain karena kedua perusahaan tersebut membeli bakal benih dari penangkar dan memprosesnya. Nilai tambah yang dihasilkan relatif rendah dimana harga beli benih merupakan komponen terbesar dalam proses produksi. 22.Kinerja industri benih dari penangkar swasta/lokal lebih baik dari PT SHS dan PT Pertani. Terbukti pasar benih padi, jagung, dan kedelai di Provinsi Jawa Timur yang lebih mencerminkan pasar persaingan sempurna, dimana pangsa pasarnya sekitar 60%-80% didominasi oleh penangkar swasta/lokal. 23.Untuk kasus Jawa Timur, petani pada umumnya akses terhadap benih bersertifikat (berkualitas), baik dilihat dari segi harga maupun sumber benih. Fenomena ini menunjukkan bahwa secara implisit bahwa tanpa subsidi pun petani sudah akses terhadap benih berlabel sekalipun dengan harga pasar yang berlaku. 24.Dikaitkan dengan Harga Pokok Produksi (HPP) dan margin keuntungan di tingkat kios, tampaknya harga benih di tingkat petani cukup tinggi, termasuk dari produksi PT SHS dan PT Pertani yang mendapat subsidi dari pemerintah. Artinya, kebijakan subsidi benih tampakya belum efektif menyentuh kepada yang berhak untuk mempercepat penggunaan benih berlabel di tingkat petani. 25.Benih padi hibrida Belum dijual secara bebas di pasar karena beberapa karakter yang tidak disukai petani. Karakter tersebut anatara lain tidak tahan serangan hama dan penyakit, variabilitas hasil antar daerah dan antar musim sangat tinggi, dan potensi hasilnya hanya 5 persen di atas padi biasa. Disamping itu harga benih padi hibrida relatif sangat mahal mencapai sekitar Rp /kg. IV

6 31.Kinerja sistem perbenihan perkebunan kelapa sawit masih sangat lemah. Kecepatan pembangunan perkebunan tidak diimbangi dengan pengembangan sumber benih sehingga terjadi gap antara penyediaan dan kebutuhan benih. Sebagai dampaknya menyebabkan banyaknya beredar benih palsu. 33.Banyak ditemui produsen benih palsu secara terang-terangan. Secara keseluruhan penggunaan benih palsu diperkirakan sudah mencapai 15% ( ha) dari luas perkebunan sawit yang ada. Penggunaan benih palsu pada umumnya terjadi pada perkebunan rakyat karena harga jauh lebih rendah dari harga benih tidak palsu. Sementara proporsi luas perkebunan rakyat dengan perkebunan besar sekitar 35%: 65%. Penggunaan benih palsu ini diduga kuat sebagai penyebab rendahnya produktivitas sawit, yaitu baru mencapai 62,5% dari potensi yang ada (2.500 kg CPO/ha dari potensi sekitar kg CPO/ha). 34.Semua produsen benih, baik swasta maupun BUMN, memproduksi dan menjual benih dengan mekanisme pasar (tanpa subsidi). Produsen BUMN memperhitungkan subsidi sebagai tambahan pendapatan perusahaan, bukan untuk menurunkan harga jual benih. Pasar benih akan lebih bergairah jika kesadaran petani untuk menggunakan benih bermutu bertambah tingggi dan kualitas benih yang dijual kepada petani tetap bagus. Subsidi benih seperti yang dilakukan saat ini tidak akan mendorong industri benih menjadi lebih berkembang. Kelayakan subsidi benih padi, jagung, dan kedelai perlu dipertanyakan kembali. Implikasi Kebijakan 35.Dalam upaya mempercepat dan memperbanyak penggunaan benih berlabel di petani, pemerintah sebaiknya membiarkan sistem perbenihan yang berjalan saat ini dimana produsen benih /penangkar benih ES dan SS bisa akses langsung membeli benih BS dan FS ke masing-masing sumbernya (Puslit/Balit Komoditas). Peranan pemerintah sebaiknya hanya sebagai fasilitator dan pengawasan saja. 36.Penegakan peraturan yang ada akan mempercepat kemajuan dalam industri benih. Produsen benih, pedagang benih, petani, maupun pemulia tanaman akan mendapatkan banyak keuntungan jika peraturan yang ada dijalankan dengan baik. 37.Dalam upaya mencegah beredarnya benih palsu pada perkebunan kelapa sawit, maka pemerintah dan instansi terkait harus secara tegas menindak produsen dan pengedar benih palsu. Penerapan sangsi juga bisa diterapkan bagi pekebun yang secara sengaja membeli benih palsu. Penyuluhan tentang kerugian menanam benih kelapa sawit palsu atau manfaat menanam benih kelapa sawit bersertifikat juga harus selalu dilakukan. 38.Pemerintah perlu mendorong investor untuk terjun ke bisnis benih kelapa sawit. Dengan makin banyaknya produsen benih kelapa sawit diharapkan produksi semakin banyak, harga benih menjadi semakin murah, dan V

7 mengurangi peredaran benih palsu. Pemerintah juga perlu memfasilitasi perluasan kebun benih/bibit kelapa sawit ke luar wilayah Sumatra dimana banyak kebun kelapa sawit yang baru dibuka. 39.Kerjasama antara produsen benih padi, jagung, dan kedelai dengan penangkar seperti saat ini perlu dipertahankan karena saling menguntungkan. Perlu dicari bentuk kerjasama semacam waralaba PPKS dengan kelompok tani di Sumatra Utara saat ini untuk mempercepat dan memperluas distribusi benih kelapa sawit bersertifikat. Perjanjian yang dibuat perlu dilakukan secara ketat oleh kedua belah pihak. 40.Jika pemerintah berniat untuk tetap menerapkan kebijakan subsidi benih (padi, jagung dan kedelai), maka perlu diterapkan secara hati-hati dan perlu dipikirkan kembali modus pemberian subsidi tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar tujuan penggunaan benih berkualitas (tidak hanya sekedar berlabel) secara masif bisa tercapai. 41.Subsidi benih sebaiknya hanya untuk daerah yang petaninya belum intensif mengunakan benih bersertifikat. Subsidi hanya diberikan untuk benih padi dan jagung komposit. Untuk benih jagung hibrida, petani umumnya memilih benih produksi perusahaan multinasional yang kualitasnya lebih bagus. Sedangkan benih kedelai yang bersertifikat jarang sekali dijual bebas di pasar, umumnya hanya untuk memenuhi kebutuhan proyek. Subsidi benih hendaknya diberikan secara parsial, tidak 100 persen disubsidi. Benih yang disubsidi harus dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) tertera pada setiap kemasan. VI

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Oleh : Bambang Prasetyo Prajogo U. Hadi Nur K. Agustin Cut R. Adawiyah PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI LAPORAN AKHIR TA 2015 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Oleh: Bambang Sayaka Hermanto Muchjidin Rachmat Valeriana Darwis Frans B.M Dabukke Sri Suharyono

Lebih terperinci

USULAN KEBIJAKAN POLA PEMBERIAN DAN PENDISTRIBUSIAN BENIH BERSUBSIDI

USULAN KEBIJAKAN POLA PEMBERIAN DAN PENDISTRIBUSIAN BENIH BERSUBSIDI USULAN KEBIJAKAN POLA PEMBERIAN DAN PENDISTRIBUSIAN BENIH BERSUBSIDI Ketut Kariyasa Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jln. Tentara Pelajar No.10 Bogor 16114 ABSTRACT The policy

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung

Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung 12 Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung I. Pendahuluan Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul dapat memberikan berbagai keuntungan, karena dapat meningkatkan produktivitas dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG SUBSIDI BENIH PADI, KEDELAI, JAGUNG HIBRIDA DAN JAGUNG KOMPOSIT BERSERTIFIKAT HASIL

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali sektor-sektor yang

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Suparman BPTP Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com Abstrak Ketersediaan benih dengan prinsip

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016

- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016 - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016 PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar sangat perlu memantapkan kestabilan pangan secara berkelanjutan, oleh karenanya perlu melakukan strategi dan upaya-upaya

Lebih terperinci

KAPASITAS PENYEDIAAN BENIH KEDELAI OLEH KELEMBAGAAN PRODUKSI BENIH DI PROVINSI BANTEN

KAPASITAS PENYEDIAAN BENIH KEDELAI OLEH KELEMBAGAAN PRODUKSI BENIH DI PROVINSI BANTEN KAPASITAS PENYEDIAAN BENIH KEDELAI OLEH KELEMBAGAAN PRODUKSI BENIH DI PROVINSI BANTEN Resmayeti Purba 1 dan Fachrur Rozi 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten 2 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

KERAGAAN KINERJA DAN KAPASITAS BALAI BENIH INDUK (BBI) DALAM PENYEDIAAN BENIH PADI DI PROVINSI BANTEN

KERAGAAN KINERJA DAN KAPASITAS BALAI BENIH INDUK (BBI) DALAM PENYEDIAAN BENIH PADI DI PROVINSI BANTEN KERAGAAN KINERJA DAN KAPASITAS BALAI BENIH INDUK (BBI) DALAM PENYEDIAAN BENIH PADI DI PROVINSI BANTEN Silvia Yuniarti, Resmayeti Purba, Andy Saryoko, Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PERAN UNIT PENGELOLA BENIH SUMBER DALAM PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DI KALIMANTAN TENGAH

PERAN UNIT PENGELOLA BENIH SUMBER DALAM PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DI KALIMANTAN TENGAH non SL-PTT dan dapat memberikan alternatif pilihan varietas yang dapat digunakan untuk pergiliran varietas. 3. Pada lahan rawa pasang surut/rawa lebak melalui pengawalan ini telah diadopsi beberapa varietas

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH Abdul Choliq, Sri Rustini, dan Yulianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegal Lepek, Sidomulyo,

Lebih terperinci

PELUANG AGRIBISNIS BENIH JAGUNG KOMPOSIT DI JAWA TENGAH

PELUANG AGRIBISNIS BENIH JAGUNG KOMPOSIT DI JAWA TENGAH PELUANG AGRIBISNIS BENIH JAGUNG KOMPOSIT DI JAWA TENGAH Endang Iriani, Joko Handoyo dan Cahyati Setiani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Abstrak. Di Jawa Tengah, pada umumnya tanaman jagung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penghasil protein nabati yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tanaman kedelai, maka industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-nya kami dapat menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Tahun 2014. Laporan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran Halaman 1 Foto-Foto Penelitian... 81 xvi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Muhammad Aqil dan Bunyamin Z. ABSTRAK

SISTEM PRODUKSI JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Muhammad Aqil dan Bunyamin Z. ABSTRAK Muhammad Aqil dan Bunyamin Z.: Sistem Produksi Jagung... SISTEM PRODUKSI JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Muhammad Aqil dan Bunyamin Z. Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung dan kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi padi nasional terus menerus mengalami peningkatan sepanjang empat tahun terakhir. Pada saat dunia mengalami penurunan produksi pangan, Indonesia berhasil meningkatkan

Lebih terperinci

ANTISIPASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA TERHADAP STRUKTUR PASAR INDUSTRI BENIH HORTIKULTURA

ANTISIPASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA TERHADAP STRUKTUR PASAR INDUSTRI BENIH HORTIKULTURA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ANTISIPASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA TERHADAP STRUKTUR PASAR INDUSTRI BENIH HORTIKULTURA Oleh : Bambang Sayaka Wahyuning K. Sejati

Lebih terperinci

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK 129 MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA Pujiati Utami dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO Box 202 Purwokerto 53182

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A. 082003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN YAYASAN PENDIDIKAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUKAMANDI-SUBANG 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah memberikan berbagai macam subsidi kepada petani, dan salah satu bentuk subsidi yang menonjol adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, mata pencaharian mereka adalah usaha pertanian. Umumnya mereka berniat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tujuan kesejahteraan. Salah satu bentuk kegiatan pemanfatan dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk tujuan kesejahteraan. Salah satu bentuk kegiatan pemanfatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Alam Nabati dengan segala jenis keanekaragamannya yang ada di Tanah Indonesia, adalah salah satu kelebihan yang dari dulu telah menjadi sumber kekayaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padi begitu besar, sebab padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian

PENDAHULUAN. padi begitu besar, sebab padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dan bahkan sebagian besar penduduk di muka bumi ini menggunakan nasi sebagai makanan pokoknya tetapi ada juga makanan pokok selain nasi. Sejak jaman dahulu peranan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/Permentan/HK.140/2/2016 TENTANG PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Idris Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Bptp-sultra@litbang.deptan.go.id Abstrak Penyebaran

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1 PENDAHULUAN 8ebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman, benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh. Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Jagung 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

Sistem Perbenihan Jagung

Sistem Perbenihan Jagung Sistem Perbenihan Jagung Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani jagung, sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN POLA KEMITRAAN DALAM MEMPRODUKSI BENIH PADI BERMUTU DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN POLA KEMITRAAN DALAM MEMPRODUKSI BENIH PADI BERMUTU DI SULAWESI TENGGARA X.267 KAJIAN POLA KEMITRAAN DALAM MEMPRODUKSI BENIH PADI BERMUTU DI SULAWESI TENGGARA DAHYA, SP.,M.Si Ir. AMIRUDDIN MANRAPI SRI BANANIEK, SP, M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI TENGGARA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan benih varietas unggul bersertifikat padi dan kedelai guna memenuhi kebutuhan benih untuk pelaksanaan budidaya tanaman pangan secara nasional, Pemerintah telah memprogramkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan wilayah di berbagai daerah melalui. melalui program revitalisasi perkebunan mendorong para pengusaha/ pekebun untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan wilayah di berbagai daerah melalui. melalui program revitalisasi perkebunan mendorong para pengusaha/ pekebun untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian strategi yang menjadi salah satu pilar bagi perekonomian Indonesia.Komoditi ini memberikan sumber pendapatan yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

harapan akan mutu produk atau jasa yang dihasilkan. kepada pelanggan maupun kebutuhan para pelanggan yang selalu berubahubah.

harapan akan mutu produk atau jasa yang dihasilkan. kepada pelanggan maupun kebutuhan para pelanggan yang selalu berubahubah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha saat ini begitu pesat terutama dengan adanya kecenderungan ke arah pasar global. Dampak globalisasi apabila dilihat dari sudut pelanggan (customers),

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor nonpertanian

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor nonpertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara seperti Indonesia dengan proporsi populasi pertanian (petani dan keluarganya) yang sangat besar, sektor pertanian merupakan sumber yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk Oleh : Nizwar Syafa at Adreng Purwoto Iwan Setiajie Anugrah Erma Suryani Khairina M. Noekman Yuni Marisa Muhamad Suryadi

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

SALURAN DISTRIBUSI BENIH PADI DI DESA CLUMPRIT KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN

SALURAN DISTRIBUSI BENIH PADI DI DESA CLUMPRIT KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 287 SALURAN DISTRIBUSI BENIH PADI DI DESA CLUMPRIT KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN MALANG Angga Pratama Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Benih memiliki peranan yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

Membangun Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat

Membangun Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat Membangun Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat Manual Pelatihan Oleh: Digna O, Manzanilla Joel D, Janiya David E, Johnson Penterjemah dan penyunting: Zulkifli Zaini Hermanto Diah Wurjandari Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... I. PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... I. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... i ii iii iv v iv I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Kedudukan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian Oleh : Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Henny Mayrowani Ashari Bambang Winarso Waluyo PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karakteristik kondisi Indonesia yang identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan yaitu: tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia.

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Subsidi Benih. Prosedur Penggunaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Subsidi Benih. Prosedur Penggunaan. No.348, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Subsidi Benih. Prosedur Penggunaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 10 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI A. DEFINISI Benih

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada : SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH Disampaikan Pada : PELATIHAN AGRIBISNIS KEDELAI BERBASIS KAWASAN Di Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan, 25-31 Maret 2008 PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI DI BIDANG SARANA PRODUKSI PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI DI BIDANG SARANA PRODUKSI PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI DI BIDANG SARANA PRODUKSI PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : Supriyati Erizal Jamal Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATAKERJA BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA PADA DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci