Triwulan IV-2016 dan Tahun Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Triwulan IV-2016 dan Tahun Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia"

Transkripsi

1 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Tahun 2016 Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 dan tahun 2016.

2 Laporan Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV dan Tahun 2016 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah. 1 Inflasi Inflasi 2016 terkendali pada level yang rendah dan berada di batas bawah kisaran sasaran inflasi 4±1% ,35% (yoy) IHK 3,02% (yoy) 2 Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Indonesia di 2016 tumbuh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, serta perbaikan ekspor dan kinerja investasi ,88% (yoy) 5,02% (yoy) 3 Neraca Pembayaran Membaik ditopang penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. Neraca Pembayaran Indonesia defisit 1,1 dolar AS Transaksi Berjalan defisit surplus defisit 17,5 dolar AS 16,3 dolar AS Didukung membaiknya neraca perdagangan barang dan jasa. Transaksi Modal dan Finansial surplus 12,1 dolar AS surplus 16,8 dolar AS 29,2 dolar AS Didorong kenaikan investasi langsung dan investasi portofolio 4 Cadangan Devisa Cadangan Devisa Akhir Desember ,4 miliar (dollar AS) cukup untuk membiayai: 8,4 bulan impor BULAN 8,8 IMPOR atau + Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah Angka tersebut di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 5 Nilai Tukar Sepanjang 2016 Rupiah menguat didukung persepsi positif terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Rp $ Nilai tukar Rupiah triwulan IV-2016 secara point to point (ptp) menguat 2,32 % (ytd) mencapai Rp /dolar AS 6 Sistem Keuangan 7 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Kondisi sistem keuangan tetap stabil ditopang oleh ketahanan industri perbankan yang terjaga. Ketahanan permodalan masih berada pada level yang cukup tinggi. CAR Rasio Kecukupan Rp Modal Pertumbuhan kredit membaik dari triwulan sebelumnya. Kredit Kredit Pertumbuhan Kredit Rasio kredit bermasalah relatif terjaga. Rasion Non Performing Loan (NPL) Likuiditas masih memadai. DPK Rasio Alat Likuid/Dana Rp 22,8% 7,86% (yoy) 3,2% gross 20,5% (yoy) Sistem pembayaran berjalan dengan aman, lancar, efisien, dan handal seiring peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non-tunai. Transaksi RTGS meningkat nominal volume 11,9% (yoy) 8,2% (yoy) Transaksi SSSS meningkat nominal volume 46,6% (yoy) 39,3% (yoy) Transaksi SKNBI meningkat nominal volume 6,2% (yoy) 8,4% (yoy) 8 Pengedaran Uang Rp Tahun 2016 Uang yang Diedarkan (UYD) meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Rp. 612,5 triliun tumbuh 4,4% (qtq) Bank Indonesia mampu memenuhi peningkatan kebutuhan uang dalam jumlah cukup dan layak edar. ii

3 KEBIJAKAN BANK INDONESIA Kebijakan Moneter Kebijakan Makroprudensial iv Kebijakan BI secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi sesuai sasarannya, menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik. BI melakukan reformulasi suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter. BI secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 100 bps dan 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps. Penurunan diikuti dengan penyesuaian koridor suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility. BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1% dari 7,50% ke level 6,50% untuk mendorong kapasitas pembiayaan perbankan. BI mendorong pendalaman pasar keuangan. Kebijakan Sistem Pembayaran BI menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional (NPG). BI mendukung program bantuan sosial Pemerintah melalui program elektronifikasi. Penerapan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS. Penerapan ketentuan Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debit. BI meningkatkan akses keuangan dengan menerbitkan ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital. BI terus mendorong penggunaan instrumen transaksi non-tunai melalui penyempurnaan aturan Penggunaan Uang Elektronik (electronic money) dan kerjasama dengan perbankan untuk penyaluran bantuan sosial. BI mendorong perkembangan industri keuangan digital dengan membentuk FinTech Office dan penyiapan kebijakan Regulatory Sandbox. BI merelaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan. Batas bawah Giro Wajib Minimum Loan to Funding Ratio (GWM LFR) ditingkatkan dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92% untuk mendukung kehati-hatian perbankan. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI menetapkan besaran tambahan modal bank berupa Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen). Untuk mendukung pemberlakuan UU PPKSK, BI menyempurnakan ketentuan terkait dengan pinjaman likuiditas jangka pendek, protokol manajemen krisis, dan bank sistemik. BI meluncurkan standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, model sukuk linked waqaf, dan pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi Syariah. Untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem keuangan, BI turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. BI mengembangkan program klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi, di berbagai daerah. Hingga akhir 2016, telah dikembangkan 178 klaster di 44 wilayah. Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah BI mengarahkan kebijakan pengelolaan uang Rupiah untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. 11 Uang Rupiah tahun emisi 2016 diterbitkan untuk memperkuat kedaulatan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. BI bekerjasama dengan Kementerian Keuangan melakukan perencanaan pencetakan dan pemusnahan uang Rupiah. Bi menyempurnakan ketentuan pelaksanaan klarfikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya. BI bekerjasama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) melakukan edukasi pengelolaan uang Rupiah dan pemberantasan uang palsu. BI memperluas jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau. iii

4 HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN 1. Inflasi selama triwulan IV-2016 maupun 2016 terkendali. Inflasi 2016 tercatat sebesar sebesar 3,02% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 3,35% dan berada dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah sebesar 4±1% (yoy). 2. Ekonomi Indonesia triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 4,94% (yoy), sedangkan selama 2016 tumbuh sebesar 5,02% (yoy). Pertumbuhan ini didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor. 3. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2016 mencatat surplus sebesar 4,5 miliar dolar AS, sedangkan sepanjang 2016 NPI surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS. Surplus NPI ini ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial. 4. Defisit transaksi berjalan 2016 turun dari 17,5 miliar dolar AS (2,0% dari PDB) menjadi 16,3 miliar dolar AS (1,8% dari PDB), didukung perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan jasa. 5. Secara point to point, nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016 melemah sebesar 3,13% menjadi Rp per dolar AS, namun sepanjang 2016 nilai tukar Rupiah menguat sebesar 2,32% (ytd). 6. Cadangan devisa pada akhir Desember 2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 115,7 miliar dolar AS dan posisi akhir 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS. 7. Kondisi Sistem Keuangan Indonesia selama 2015 tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan akhir tahun 2016 tercatat 0, Transaksi sistem pembayaran sepanjang 2016 berjalan aman dan lancar. Kondisi ini didukung keandalan penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI sesuai dengan service level. 9. Tren penggunaan uang elektronik dan alat pembayaran menggunakan kartu terus menunjukkan peningkatan. Sementara itu, transaksi tunai dengan menggunakan uang kartal berjalan lancar. Kelancaran ini ditopang oleh terpenuhinya kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup hingga ke pelosok wilayah Indonesia. iv

5 HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA A. Bidang Moneter 1. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneter secara konsisten dan terukur dengan tetap memperhatikan kondisi perekonomian. Selama 2016, suku bunga acuan (BI Rate/BI 7-day Reverse Repo Rate) diturunkan sebesar 275 bps dari 7,5% menjadi 4,75% dengan Deposit Facility dan Lending Facility turun masing-masing menjadi 4,00% dan 5,50%. Pelonggaran kebijakan moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya peningkatan permintaan domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk memperkuat kebijakan moneter, Bank Indonesia mereformulasi suku bunga kebijakan, dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate, yang berlaku efektif mulai 19 Agustus Reformulasi tersebut juga bertujuan untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, dan mendorong pendalaman pasar keuangan. 3. Untuk mempercepat program pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia melakukan tiga langkah kebijakan, yaitu memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) dalam pembentukan struktur suku bunga di pasar uang, mempercepat transaksi repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi dalam Global Master Repurchase Agreement (GMRA), dan mengurangi segmentasi serta meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang. 4. Untuk menjaga kestabilan Rupiah, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya agar keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing tetap terjaga. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia, termasuk penambahan jenis valuta asing dan penggunaan kurs tengah. Diterbitkan pula ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). 5. Sebagai upaya mendukung kegiatan ekonomi tetap tumbuh, Bank Indonesia merelaksasi ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV). Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%. 6. Untuk menjaga agar transmisi kebijakan moneter berjalan lancar, Bank Indonesia melakukan berbagai pengayaan instrumen operasi pasar terbuka. Hal ini mendorong pengelolaan likuiditas yang lebih baik oleh perbankan, sehingga kecukupan likuiditas terjaga dan pada akhirnya sasaran inflasi dapat tercapai. 7. Sinergi pengendalian inflasi dengan Pemerintah baik di pusat maupun daerah terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Menghadapi berbagai tantangan yang ada, Rapat Koordinasi Nasional VII TPID merekomendasikan perlunya penguatan infrastruktur logistik dan penunjang produksi pangan untuk menjamin stabilitas inflasi antardaerah. v

6 B. Bidang Stabilitas Sistem Keuangan 1. Untuk mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial melakukan kegiatan surveilans, pengaturan, dan pemeriksaan makroprudensial. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan UMKM. 2. Untuk mencegah peningkatan risiko sistemik, Bank Indonesia mewajibkan bank untuk membentuk penyangga modal (countercyclical buffer/ccb). Pada 2016, besaran tambahan modal bank berupa CCB ditetapkan sebesar 0% karena tidak ada indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. 3. Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah. Komitmen itu antara lain diwujudkan dengan peluncuran standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, model sukuk linked waqaf, dan pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi Syariah. 4. Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia memiliki dua pendekatan utama, yaitu peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dan peningkatan pembiayaan maupun akses keuangan UMKM. C. Bidang Sistem Pembayaran 1. Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan, dan efisiensi sistem pembayaran. Untuk itu, Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat dan mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran seperti sistem setelmen dana (BI-RTGS), sistem setelmen surat berharga (BI-SSSS), sistem electronic trading platform (BI-ETP), dan sistem kliring (SKNBI) Generasi II. 2. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia pada 2016 menerbitkan beberapa ketentuan. Pertama, pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Kedua, peraturan mengenai penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Ketiga, peraturan mengenai peningkatan penggunaan uang elektronik. 3. Mulai 3 Oktober 2016, Bank Indonesia memberlakukan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI- SSSS. Kebijakan ini diharapkan akan mempermudah pelaksanaan konsolidasi data dan informasi kepemilikan, serta aktivitas investor. 4. Bank Indonesia telah menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional (NPG) dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Pemilihan model tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur sistem pembayaran yang telah ada sekaligus memperhatikan keberadaan industri switching yang telah berkembang. 5. Bank Indonesia terus mendorong penggunaan instrumen non-tunai melalui program Gerakan Nasional Non Tunai. Untuk itu, Bank Indonesia juga menyempurnakan peraturan tentang uang elektronik (electronic money), sebagai upaya relaksasi terhadap beberapa ketentuan terkait Layanan Keuangan Digital (LKD). vi

7 6. Bank Indonesia terus mendorong industri sistem pembayaran agar senantiasa memperhatikan aspek perlindungan konsumen guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan instrumen pembayaran non-tunai. D. Bidang Pengelolaan Uang Rupiah 1. Bank Indonesia melaksanakan tiga pilar kebijakan pengelolaan uang Rupiah. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal. Ketiga, pelayanan kas yang prima. 2. Bank Indonesia memperluas cakupan kegiatan penyediaan uang layak edar ke daerah perbatasan dan terpencil, melalui kerja sama dengan TNI Angkatan Laut dalam distribusi uang dan kerja sama dengan perbankan melalui kas titipan. 3. Bank Indonesia secara berkesinambungan menerapkan kewajiban penggunaan uang Rupiah dalam transaksi sistem pembayaran. Kewajiban ini untuk menjaga kedaulatan Rupiah dan sekaligus menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing. 4. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan uang Rupiah Tahun Emisi Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan 11 gambar pahlawan nasional. vii

8 Kata Pengantar Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan perkenan- Nya Bank Indonesia masih dapat menjalankan tugas di tahun 2016 dalam menjaga stabilitas nilai Rupiah sesuai dengan amanat yang diberikan oleh undang-undang. Kami juga senantiasa bersyukur bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2016 mampu melalui berbagai tantangan yang mengemuka. Kinerja perekonomian yang baik di tahun 2016 tentunya diraih berkat kerja keras, konsistensi, kehati-hatian, dan sinergi di dalam pengelolaan makroekonomi nasional. Kondisi ekonomi global di sepanjang tahun 2016 sesungguhnya masih belum solid. Pemulihan harga komoditas yang masih lemah, perlambatan struktural ekonomi Tiongkok, dan turunnya volume perdagangan dunia menyebabkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia tidak setinggi yang diperkirakan sebelumnya. Selain itu, ketidakpastian di pasar keuangan global yang utamanya didorong rencana kenaikan Fed Fund Rate, serta gejolak yang dipicu dinamika geopolitik di berbagai belahan dunia, seperti peristiwa Referendum Brexit, Pemilu Presiden AS, dan konflik Timur Tengah, juga berkembang di sepanjang tahun Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tentu tidak terisolasi dari perkembangan tersebut. Namun demikian, kami mencermati bagaimana perekonomian Indonesia cukup lentur dalam merespons. Ekonomi Indonesia di sepanjang 2016 mampu tumbuh mencapai 5,02% (yoy), didukung kuatnya konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor seiring dengan mulai meningkatnya harga beberapa komoditas andalan ekspor Indonesia seperti batubara dan CPO. Walaupun konsumsi Pemerintah tercatat menurun di Triwulan IV-2016 sejalan dengan upaya penghematan yang ditempuh, kami menyambut baik langkah konsolidasi fiskal yang dilakukan Pemerintah untuk memperkuat kredibilitas APBN. Ditengah upaya berbagai negara di dunia untuk pulih dari resesi, kami memandang pertumbuhan yang berhasil dicapai Indonesia adalah capaian yang cukup mengesankan. Lebih lanjut, kinerja perekonomian tersebut mampu diraih seiring dengan inflasi yang tercatat rendah dan stabil, yaitu 3,02% (yoy) di akhir tahun Realisasi itu berada pada rentang sasaran 4+1% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,35% (yoy). Terkendalinya inflasi kemudian diikuti dengan perkembangan positif pada ketahanan sisi eksternal perekonomian. Setelah sempat mengalami tekanan di paruh pertama 2016, nilai tukar Rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat sampai dengan akhir tahun 2016, dan bahkan menjadi mata uang Asia dengan kinerja kedua terbaik terhadap dolar AS di tahun 2016 setelah Yen Jepang. Neraca Pembayaran viii

9 Indonesia (NPI) juga mencerminkan resiliensi yang sama, dimana mencatatkan surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS, dan mendorong kenaikan posisi cadangan devisa menjadi sebesar 116,4 miliar dolar AS. Potret kondisi makroekonomi nasional di tahun 2016 yang terjaga adalah buah dari berbagai kebijakan yang secara bersama-sama ditempuh Bank Indonesia, Pemerintah, dan Otoritas terkait. Kondisi ini pada gilirannya memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mendorong perbaikan permintaan domestik. Secara konsisten, kebijakan moneter diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat, melalui penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar serta pendalaman pasar keuangan. Di sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia telah melonggarkan kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga kebijakan sebanyak enam kali dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sampai dengan 100 bps. Sebagai bagian dari bauran kebijakan yang ditempuh, Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian kebijakan makroprudensial yang turut menopang tetap kuatnya daya beli masyarakat, termasuk melalui relaksasi rasio Loan to Value (LTV) dan rasio Financing to Value (FTV) untuk sektor properti, serta peningkatan batas bawah GWM-Loan to Funding Ratio (GWM-LFR). Guna semakin memperkokoh fondasi pengaturan sistem keuangan, dan sejalan dengan amanat UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), Bank Indonesia di tahun 2016 juga telah berhasil menyelesaikan ketentuan terkait Protokol Manajemen Krisis (PMK) dan berkomitmen penuh untuk mendorong penyelesaian peraturan terkait Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP). Dalam bidang sistem pembayaran-pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia mengupayakan begitu banyak kemajuan di sepanjang tahun 2016, mulai dari menata kembali kelembagaan, menyusun model bisnis elektronifikasi, sampai dengan menjalankan inisiatif baru untuk menjawab tren perkembangan teknologi yang amat pesat berkembang. Guna menghadirkan layanan transaksi yang saling interkoneksi dan interoperable secara lintas instrumen dan lintas penyelenggara, Bank Indonesia di tahun 2016 telah menyelesaikan rancangan konseptual, uji teknis atas konsep, serta kesepakatan industri untuk mengimplementasikan National Payment Gateway (NPG). Bank Indonesia juga menjadi salah satu bank sentral yang terdepan dalam merespon pesatnya perkembangan e-commerce dan financial technology (fintech) dengan menerbitkan ketentuan Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI- PTP) serta mendirikan Bank Indonesia Fintech Office (BI-FTO) dengan fungsi regulatory sandbox didalamnya. Dengan semangat untuk memperluas akses dan meningkatkan inklusivitas perekonomian, Bank Indonesia juga bersyukur dapat menjadi bagian di dalam penyusunan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), serta dapat berperan aktif dalam mendorong transformasi penyaluran bantuan sosial yang pada paruh kedua 2016 telah mulai dilaksanakan secara non tunai melalui sistem perbankan. Tahun 2016 juga menjadi tahun yang sangat bersejarah bagi perjalanan institusi Bank indonesia dalam mengelola uang Rupiah. Tepat pada 19 Desember 2016, Bank Indonesia mengeluarkan sekaligus mengedarkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 untuk seluruh pecahan, yaitu tujuh pecahan uang kertas dan empat pecahan uang logam. Penerbitan uang Rupiah untuk seluruh pecahan yang berjumlah sebelas secara serentak adalah yang pertama kali dilakukan sejak Indonesia merdeka. Kemudian, untuk menjamin distribusi uang Rupiah mampu menjangkau daerah paling terpencil dan terluar, Bank Indonesia di tahun 2016 juga telah meningkatkan jumlah kas titipan hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 55 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. ix

10 Ulasan yang secara ringkas kami antarkan tersebut adalah refleksi dari segenap upaya dan rasa syukur pegawai, pimpinan satuan kerja, dan Dewan Gubernur atas kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mengiringi episode perjalanan perekonomian Indonesia di sepanjang tahun Namun kami menyadari bahwa kedepan pengelolaan perekonomian akan semakin kompleks dan menantang, sehingga menuntut kecermatan dan kewaspadaan, serta koordinasi yang semakin erat dalam setiap langkah kebijakan yang ditempuh. Oleh karena itu, izinkan kami menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2016 dan Keseluruhan Tahun 2016 ini dengan semangat untuk terus bekerja memberikan yang lebih baik lagi di tahun 2017 dan tahuntahun mendatang dalam menyongsong perekonomian Indonesia yang semakin kuat, berimbang, inklusif, dan berkesinambungan. Jakarta, 1 Maret 2017 GUBERNUR BANK INDONESIA Agus D.W. Martowardojo x

11 Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Nilai Tukar 2.3. Pertumbuhan Ekonomi 2.4. Neraca Pembayaran 2.5. Utang Luar Negeri 2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Perkembangan Pasar Uang Perkembangan Transaksi di Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Perkembangan Pasar Keuangan Perkembangan Industri Perbankan Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit, dan Risiko Kredit Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) Kinerja Sektor Korporasi 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah xi

12 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Kebijakan Moneter Boks: Akuntabilitas Pencapaian Inflasi Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Pengelolaan Moneter Pengelolaan Nilai Tukar Koordinasi dengan Pemerintah Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Pengaturan Makroprudensial Pengawasan Makroprudensial Penguatan Ekonomi Syariah Pengembangan Ekonomi Syariah Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Pendalaman Pasar Keuangan Boks: Bank Indonesia Menjadi Poros Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Program Keuangan yang Inklusif Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM Upaya Bank Indonesia Mendorong Bank Umum agar Memenuhi Target Rasio Kredit UMKM Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Boks: Kesuksesan Klaster Padi Kalimantan Barat Meraih Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi Pengelolaan Informasi Perkreditan 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Kebijakan Sistem Pembayaran Boks : Upaya Bank Indonesia Mendukung Perkembangan FinTech Boks: BI FinTech Office dan Regulatory Sandbox Kebijakan Pengelolaan Uang Boks: Memperkuat Kedaulatan Negara Melalui Penerbitan Uang Rupiah Tahun Emisi xii

13 3.4. Kerja Sama Internasional Kerja Sama Dalam Forum G Kerja Sama dalam Forum IMF Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) Kerja Sama Asean Kerja Sama Asean Kerja Sama Executives Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Kerja Sama Structured Bilateral Cooperation (SBC) Bank Indonesia dan Bank of Japan Kerja Sama Free Trade Agreements (FTAs) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan Komunikasi Kebijakan Tahapan Komunikasi Kebijakan Hubungan dengan Media, Pengamat, dan Lembaga Publik Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia di Setiap Sektor Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia Edukasi Kebanksentralan Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional 3.6. Program Strategis Bank Indonesia BAB IV 4.1. Tata Kelola Governance 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Internal 4.5. Keuangan Internal 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Manajemen Sumber Daya Manusia Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia Kapabilitas Intern Bank Indonesia xiii

14 BAB V 5.1. Outlook Perekonomian Arah Kebijakan Bank Indonesia Strategi Bank Indonesia Program Transformasi Bank Indonesia Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV dan Tahun Peraturan Bank Indonesia (PBI) 2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI) 3. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) Daftar Istilah Daftar Singkatan xiv

15 Daftar Tabel BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Tabel 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) Tabel 2.3. Kepemilikan SBN Tabel 2.4. Perkembangan Indeks Saham Regional Tabel 2.5. Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Industri Perbankan Tabel 2.6. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.7. Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016 Tabel 2.8. Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indoensia Tabel 2.9. Volume Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Tabel Transaksi Transfer Dana Triwulan IV Tabel Transaksi UKA-TC Triwulan IV Tabel Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan Tabel Indikator Pengedaran Uang BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah Tabel 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah Tabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode Tw III s.d Tw IV Tabel 3.4. Permintaan IDI per Triwulan periode Tw III s.d Tw IV Tabel 3.5. Daftar Kas Titipan Bank Indonesia Tahun 2016 Tabel 3.6. Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Negara (Rata-rata ) Tabel 3.7. Impor dan Ekspor Indonesia Berdasarkan Valuta (Rata-rata ) xv

16 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Tabel 4.1. Pelaksanaan Tema Program Sosial Bank Indonesia Tahun BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Tabel 5.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) xvi

17 Daftar Grafik BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Grafik 2.3 Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Grafik 2.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.6 Nilai Tukar Kawasan Grafik 2.7 Volatilitas Rupiah dan Peers Tahunan Grafik 2.8 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.9 Penjualan Ritel dan Kendaraan Bermotor Grafik 2.10 Pertumbuhan Investasi Grafik 2.11 Impor Kendaraan dan Suku Cadang Grafik 2.12 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik 2.13 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Grafik 2.14 Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 2.15 Neraca Transaksi Berjalan Grafik 2.16 Neraca Perdagangan Grafik 2.17 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik 2.18 Perkembangan Cadangan Devisa Grafik 2.19 Perkembangan Transaksi PUAB Grafik 2.20 Perkembangan Suku Bunga PUAB Grafik 2.21 Volume Transaksi Repo (RRH) Grafik 2.22 Volume Transaksi Pasar Valuta Asing (RRH) Grafik 2.23 Volume Transaksi Spot dan Derivatif (RRH) Grafik 2.24 Proporsi Volume Transaksi Spot dan Derivatif Grafik 2.25 Perkembangan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Grafik 2.26 Yield Obligasi Negara Grafik 2.27 Volatilitas Yield 20 hari Grafik 2.28 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.29 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Grafik 2.30 Perkembangan & Volatilitas IHSG Grafik 2.31 Perkembangan Industri Reksadana Grafik 2.32 Rasio Non-Performing Loan Grafik 2.33 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Grafik 2.34 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Grafik 2.35 Pertumbuhan DPK (yoy) Grafik 2.36 Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.37 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) xvii

18 Grafik 2.38 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Grafik 2.39 Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.40 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Grafik 2.41 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.42 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 2.43 Rasio Non-Performing Financing Grafik 2.44 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.45 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.46 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.47 Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2016 Grafik 2.48 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 2.49 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Grafik 2.50 Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy ) Grafik 2.51 NPL Kredit UMKM Grafik 2.52 Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 2.53 NPG dan NPL KUR Grafik 2.54 Pengaduan dan Permintaan Informasi SP Grafik 2.55 Pengaduan Konsumen SP berdasarkan Instrumen Grafik 2.56 Pemintaan Informasi SP berdasarkan Instrumen Grafik 2.57 Uang Kartal yang Diedarkan Grafik 2.58 Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi Rumah Tangga Grafik Perbandingan UYD terhadap M1 (uang beredar dalam arti sempit) Grafik Perbandingan UYD terhadap M2 (uang beredar dalam arti luas) Grafik Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter-Total Grafik 3.2 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi Grafik 3.3 Suku Bunga Hasil OPT Triwulan IV-2016 Grafik 3.4 Koridor Suku Bunga Grafik 3.5 Pergerakan Nilai Tukar USD/IDR Grafik 3.6 Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD Tahun 2016 Grafik 3.7. Perkembangan Data Pangsa DHE Tahun 2016 Grafik 3.8. Tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan periode Tw III s.d Tw IV Grafik 3.9. Permintaan IDI periode Tw III s.d Tw IV Grafik Transaksi Valas Antar Penduduk Per Jenis Transaksi xviii

19 Daftar Gambar BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Desember 2016 (%, yoy) Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (%, yoy) BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar (Tujuh) Ekosistem Pendalaman Pasar Keuangan) Gambar 3.2 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia Gambar 3.3 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Gambar 4.1 Framework Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Gambar 4.2 Siklus Perencanaan Strategis, Anggaran, dan Manajemen Kinerja Gambar 4.3 Anggaran Pelaksanaan Program Sosial Bank Indonesia Kepedulian Tahun BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2017 Gambar 5.1 Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia 174 xix

20 xx

21 BAB I Ringkasan Eksekutif

22 BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian Kondisi perekonomian Indonesia di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang positif dan lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang terkendali, sehingga mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Perkembangan harga selama triwulan laporan dan keseluruhan tahun 2016 secara umum terkendali dan mampu mencapai kisaran bawah sasaran inflasi 2016 yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar 4±1% (yoy). Sepanjang 2016, inflasi inti tercatat sebesar 3,07% (yoy), di bawah realisasi 2015 sebesar 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi. Secara triwulanan, tekanan inflasi sempat terjadi pada triwulan IV-2016 dengan realisasi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 1,03% (qtq) atau sebesar 3,02% (yoy). Tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari kelompok volatile food dan administered price. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok inti lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok volatile food pada triwulan IV-2016 terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga aneka cabai akibat terbatasnya pasokan. Inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 2,06% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,30% (qtq). Cabai rawit dan cabai merah masing-masing mencatat kenaikan hingga sebesar 47,65% (qtq) dan 35,34% (qtq). Sepanjang 2016, inflasi volatile food tercatat sebesar 5,92% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,84% (yoy). Sementara itu, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat di tengah peningkatan ketidakpastian terkait arah kebijakan AS. Rendahnya realisasi inflasi serta kondisi makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga turut memberikan sentimen positif terhadap kinerja nilai tukar Rupiah tersebut. Khusus triwulan IV-2016, ketidakpastian eksternal telah meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Rupiah pun mengalami depresiasi, terutama akibat sentimen politik global yang meningkat menjelang dan pasca-pemilihan presiden di AS. Pada triwulan IV-2016, secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13% menjadi Rp per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari meningkatnya ketidakpastian global terkait pemilihan presiden AS, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir tahun. Meskipun pada triwulan laporan melemah, sepanjang 2016, nilai tukar rupiah telah menguat sebesar 2,32% (ytd) terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik yang mendorong aliran dana masuk. Perbaikan faktor eksternal terutama terjadi pasca kenaikan FFR sebesar 25 bps yang sudah diantisipasi pasar. Di sisi domestik, penguatan rupiah ditopang perbaikan data-data perekonomian, seperti neraca perdagangan dan indeks keyakinan konsumen yang positif. Ditopang terjaganya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik. Secara tahunan, pertumbuhan domestik bruto (PDB) Indonesia pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2016 mencapai 5,02% (yoy). Kinerja perekonomian Indonesia didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga, perbaikan kinerja investasi, dan peningkatan ekspor. Di sisi lain, konsumsi pemerintah menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal. Penurunan konsumsi pemerintah seiring dengan langkah penghematan untuk memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. 2

23 BAB I Ringkasan Eksekutif Di tengah kebijakan penghematan pemerintah, konsumsi rumah tangga masih tumbuh sebesar 4,99% (yoy), didukung oleh terkendalinya inflasi. Kinerja investasi juga membaik dengan pertumbuhan sebesar 4,80% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan investasi nonbangunan dalam bentuk kendaraan dan peralatan lainnya. Perbaikan signifikan ditunjukkan oleh kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 4,24% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor tersebut seiring dengan mulai meningkatnya harga beberapa komoditas seperti batubara dan Crude Palm Oil (CPO). Perbaikan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan sektor terkait ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas. Kondisi tersebut dibarengi dengan kinerja impor yang tumbuh positif, terutama impor nonmigas. Sebaliknya, sektor terkait domestik masih tumbuh terbatas. Secara agregat, sektor manufaktur yang berorientasi domestik seperti makanan-minuman (mamin) dan galian non-logam/semen tumbuh melambat sejalan dengan permintaan domestik yang melambat. Perlambatan juga terjadi pada sektor konstruksi dan sub-jasa administrasi pemerintah. Meskipun beberapa sektor ekonomi menunjukkan perlambatan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik secara signifikan. Pada triwulan IV-2016, NPI mencatat surplus sebesar 4,5 miliar dolar AS. Kondisi tersebut didukung oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Pada periode tersebut, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS (0,8% dari PDB), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS (1,9% dari PDB). Hal ini ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer. Sepanjang 2016, NPI mencatat surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS, membaik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat defisit 1,1 miliar dolar AS. Perbaikan NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir 2016 menjadi sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 115,7 miliar dolar AS dan posisi akhir 2015 sebesar 105,9 miliar dolar AS. Pada akhir triwulan IV-2016, utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 317,0 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Berdasarkan jangka waktu, ULN jangka panjang tumbuh 1,1% (yoy), sedangkan ULN jangka pendek tumbuh 8,6% (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap PDB pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan sebelumnya. Meski ULN jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 37,4% pada triwulan III-2016 menjadi 36,1% pada triwulan IV Penurunan rasio tersebut sejalan dengan meningkatnya posisi cadangan devisa. Sementara itu, kondisi pasar uang domestik relatif stabil, baik pasar uang rupiah maupun pasar uang valuta asing (valas). Secara keseluruhan, volume rata-rata harian transaksi pasar uang rupiah pada 2016 sebesar Rp13,47 triliun per hari, naik sebesar 2,5% dibandingkan 2015 yang sebesar Rp13,14 triliun per hari. Khusus triwulan IV-2016, volume transaksi turun dengan rata-rata harian sebesar Rp11,83 triliun per hari, turun sekitar 20% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp14,85 triliun per hari. Penurunan tersebut merupakan siklus normal pada akhir tahun. 3

24 BAB I Ringkasan Eksekutif Sebaliknya, rata-rata harian volume transaksi di pasar valas meningkat, baik pada periode triwulanan maupun tahunan. Pada triwulan IV-2016, volume transaksi di pasar valas meningkat sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016, yakni dari sebesar 4,93 miliar dolar AS menjadi 5,08 miliar dolar AS. Sepanjang 2016, volume transaksi meningkat sebesar 11% dibandingkan 2015, yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar dolar AS. Secara umum, kondisi sistem keuangan (SSK) Indonesia sepanjang 2016 tetap stabil meski terjadi penurunan pada triwulan IV Pada 2016, Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) berada pada level 0,84, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,93. Kondisi industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga meski kinerjanya melambat seiring belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan IV-2016, kinerja pasar keuangan Indonesia menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyebabnya adalah ketidakpastian perekonomian global pascaterpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Terpilihnya Trump dibarengi dengan munculnya spekulasi kebijakan yang akan dikeluarkan seperti proteksionisme perdagangan, rencana pemangkasan pajak, repatriasi pajak korporasi, dan kenaikan suku bunga the Fed. Kondisi itu terlihat dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan meningkatnya volatilitas harga di pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan penurunan. Di sisi lain, pasar reksa dana masih memperlihatkan kinerja positif yang dipengaruhi oleh masih relatif tingginya pembelian reksa dana. Terdapat beberapa risiko global yang masih perlu diwaspadai antara lain dampak perdagangan internasional AS, kenaikan Fed Fund Rate, proses penyesuaian ekonomi Tiongkok, dan risiko geopolitik. Meski kinerja pasar keuangan menurun, ketahanan sistem perbankan masih terjaga dan kinerja Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) relatif baik. Selama triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, industri perbankan menunjukkan ketahanan yang baik. Kondisi ini didukung dengan permodalan kuat yang dibarengi terjaganya risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar. Kuatnya permodalan industri perbankan tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/car) sebesar 22,69%. Rasio permodalan tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,34% dan 21,16%. Kondisi tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. Secara umum, pertumbuhan kredit masih lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit itu seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Meski demikian, pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2016 sedikit membaik dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,47% (yoy) namun lebih rendah dibanding triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). Kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK) masing-masing tumbuh menjadi 6,93% dan 8,76% (yoy). Sementara itu, kredit investasi (KI) turun menjadi 8,64% (yoy). Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan masih cukup tinggi namun sudah menunjukkan tren penurunan. Pada triwulan IV-2016, rasio non performing loan (NPL) gross industri perbankan menurun dari 3,1% menjadi 2,93%. Rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,49%. Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan melakukan monitoring yang lebih ketat terhadap kredit bermasalah. 4

25 BAB I Ringkasan Eksekutif Dari sisi likuiditas, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh cukup tinggi, didorong oleh masuknya dana tebusan tax amnesty ke perbankan. Pada triwulan IV-2016, DPK tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya dan triwulan IV-2015 masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy). Kenaikan pertumbuhan DPK terjadi pada komponen deposito, giro, maupun tabungan. Deposito tumbuh menjadi 6,5% (yoy) dan giro tumbuh positif menjadi 13,2% (yoy), sedangkan tabungan sedikit melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). Dalam periode yang sama, suku bunga simpanan masih dalam tren menurun walaupun sedikit meningkat pada akhir triwulan IV Suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun. Suku bunga kredit rata-rata turun 16 bps dari 12,24% menjadi 12,05%. Penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate/BI 7-Day Reverse Repo Rate) selama 2016 sebesar 150 bps ke level 4,75% terus mendorong penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK). Selama 2016, SBDK kredit ritel turun rata-rata sebesar 154 bps dan SBDK kredit konsumsi non-kpr turun sebesar 121 bps. Secara umum, kinerja korporasi menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan indikator utama kinerja korporasi publik seperti peningkatan return on assets (ROA) dan return on equity (ROE), serta penurunan debt to equity ratio (DER). Namun demikian, produktivitas korporasi belum membaik seperti tercermin dari asset turnover dan inventory turnover yang masih berada dalam tren melambat. Pada triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga Indonesia menunjukkan peningkatan. Hal itu menunjukkan adanya optimisme konsumen seiring dengan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Kredit perbankan ke sektor rumah tangga mencapai Rp980,33 triliun atau tumbuh sebesar 2,61% (qtq) dibandingkan triwulan IV Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada triwulan IV-2016 dan selama 2016, tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Selain itu, Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Keandalan dan ketersediaan sistem pembayaran selama 2016 mampu mencapai tingkat layanan yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mengakomodasi transaksi pada tiga sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pertama, Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia. Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan IV 2016, nominal transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia mencapai Rp33.567,31 triliun atau meningkat 14,61% dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan nominal transaksi tersebut didorong oleh meningkatnya transaksi BI-SSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29%. Dalam periode yang sama, volume transaksi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia mencapai ,44 ribu transaksi atau meningkat sebesar 7,83% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber utama peningkatan volume transaksi tersebut adalah meningkatnya volume transaksi SKNBI dan Sistem BI-RTGS untuk transaksi masyarakat. 5

26 BAB I Ringkasan Eksekutif Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman. Selama triwulan IV-2016 dan sepanjang 2016 tidak terdapat gangguan signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Seiring dengan peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non tunai, transaksi ritel masyarakat menggunakan instrumen Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik tumbuh positif. Secara tahunan, nominal dan volume transaksi meningkat masing-masing sebesar 13,84% dan 12,82% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, transaksi uang elektronik meningkat cukup pesat baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar 61,34% dan 48,28%. Di samping sistem pembayaran yang terjaga, ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup selama periode laporan juga dapat dipenuhi oleh Bank Indonesia. Di tengah peningkatan kebutuhan uang kartal selama masa liburan akhir tahun, kecukupan uang di masyarakat tetap terjaga. Kondisi ini didukung dengan ketersediaan uang tunai di Bank Indonesia yang melebihi level minimum dan distribusi uang yang mampu menjangkau hingga wilayah terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan ekspansi perekonomian masih terus berlanjut pada Hal itu sejalan dengan membaiknya harga komoditas dan perbaikan ekonomi dunia sehingga dapat menopang kinerja ekspor Indonesia. Permintaan domestik diyakini masih solid, sedangkan permintaan dunia akan meningkat. Pada akhirnya, investasi diperkirakan terus membaik. Penurunan suku bunga juga diharapkan dapat mendorong kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Hal itu akan didukung oleh implementasi Paket Kebijakan Pemerintah. Di sisi lain, Bank Indonesia akan memanfaatkan ruang pelonggaraan moneter secara terukur dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Kebijakan Bank Indonesia itu diharapkan turut memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi ke depan. Bank Indonesia akan terus memonitor berbagai perkembangan domestik maupun eksternal. Yang tidak kalah penting, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Sasaran akhirnya, perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi secara berkesinambungan. Untuk menjaga inflasi 2017, Bank Indonesia dan Pemerintah RI menyepakati enam langkah strategis agar inflasi tetap berada dalam kisaran 4+1%. Pertama, menekan laju inflasi volatile food menjadi di kisaran 4-5%. Kedua, mengendalikan dampak lanjutan dari penyesuaian kebijakan administered price. Ketiga, melakukan sequencing kebijakan administered price, termasuk rencana implementasi konversi beberapa jenis subsidi langsung menjadi transfer tunai. Keempat, memperkuat kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID melalui Peraturan Presiden menjadi Tim Pengendalian Inflasi Nasional. Kelima, memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah melalui penyelenggaran Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VIII TPID 2017 pada Juli Keenam, memperkuat bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi Kebijakan yang Ditempuh Di tengah berbagai tantangan yang muncul selama 2016, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu bertujuan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional. 6

27 BAB I Ringkasan Eksekutif Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter untuk memastikan laju inflasi menuju sasarannya yaitu 4+1% dan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait. Hingga akhir 2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Selama 2016, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan di bidang moneter. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan penatausahaan SBN. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Penyempurnaan ketentuan ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, yaitu dengan menambah jenis valuta asing, penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi. Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank Indonesia terkait Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Penyesuaian aturan ini dilakukan dengan memperluas jenis valuta asing yang dapat ditransaksikan. Selain itu, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan pelaksanaan operasi pasar terbuka terkait dengan reformulasi suku bunga kebijakan moneter dan penguatan infrastruktur transaksi operasi moneter. Untuk memberi ruang bagi pemulihan ekonomi, Bank Indonesia menempuh kebijakan suku bunga yang berhati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada stabilitas makroekonomi. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 75 bps dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret Penurunan BI Rate ini diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility, masing-masing dari 5,50% dan 8,00% menjadi 4,75% dan 7,25%. Keputusan ini sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dan terjaganya stabilitas makroekonomi. Sejak 16 Maret 2016, Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, yakni dari 7,50% ke level 6,5%. Pelonggaran ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Selanjutnya, Bank Indonesia mengumumkan rencana reformulasi suku bunga kebijakan, yaitu dari BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate. Keputusan yang diumumkan 15 April 2016 itu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter tanpa mengubah posisi kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Perubahan suku bunga kebijakan ini berlaku efektif pada 19 Agustus Di sisi lain, Bank Indonesia juga berupaya untuk mempercepat pelaksanaan program pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain dengan memperkuat peran Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), mempercepat transaksi repo, serta mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang. Pada Juni 2016, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan BI 7-day Reverse Repo (RR) Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%. Di sisi lain, Bank Indonesia melonggarkan ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) dengan menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait 7

28 BAB I Ringkasan Eksekutif Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%. Bauran kebijakan bertujuan untuk meningkatkan permintaan domestik. Sejak 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Pada Agustus 2016, BI 7-day RR Rate dipertahankan sebesar 5,25% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50%, sedangkan Lending Facility diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%. Pada September dan Oktober 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut menurunkan BI 7-day RR Rate masing-masing sebesar 25 bps. Dalam dua bulan, BI 7-day RR Rate diturunkan sebesar 50 bps dari 5,25% menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4,00% dan Lending Facility menjadi 5,50%. Posisi suku bunga tersebut dipertahankan hingga Desember Untuk mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Memasuki triwulan IV-2016, nilai tukar rupiah sempat tertekan seiring munculnya dinamika politik di Amerika Serikat, khususnya setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Pelemahan rupiah mampu ditahan oleh rilis data indikator perekonomian domestik yang membaik. Secara keseluruhan, pergerakan rupiah sepanjang 2016 cenderung menguat dibandingkan akhir 2015, khususnya pada paruh pertama Penguatan ini sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik. Secara point to point, per 30 Desember 2016, nilai tukar rupiah menguat sebesar 2,32% (ytd) ke level Rp13.473,00/dolar AS dari Rp13.785,00/dolar AS pada akhir Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan. Pada triwulan I Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang transaksi lindung nilai rupiah dan hedging syariah. Ketentuan lainnya berupa perluasan layanan keuangan digital dengan melibatkan perusahaan telekomunikasi. Memasuki triwulan II-2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Pertama, ketentuan terkait pinjaman likuiditas jangka pendek dan pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJP/S). Kedua, ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Ketiga, ketentuan internal terkait bank sistemik. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menetapkan besaran tambahan modal bank berupa countercyclical buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen). Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi bank dari perilaku mengambil risiko berlebihan. Tambahan modal itu berfungsi sebagai penyangga (buffer) guna menyerap kerugian saat perekonomian ditengarai memasuki periode memburuk (bust period). Besaran CCB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai dengan 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) bank. Ketentuan mengenai CCB ini efektif mulai berlaku sejak 1 Januari Pada periode tersebut, Bank Indonesia juga meluncurkan standar internasional pengelolaan zakat (Zakat Core Principles), Islamic Financial Market Code of Conduct, dan model sukuk linked waqaf. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun model bisnis adopsi penggunaan Layanan Keuangan Digital (LKD) pada komunitas pondok pesantren. Selain itu, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dan pihak domestik maupun pihak asing. Bank dilarang melakukan transaksi structured product valas terhadap rupiah, kecuali berupa call spread option yang memenuhi persyaratan. Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan terkait rasio GWM LFR dan rasio LTV/FTV. 8

29 BAB I Ringkasan Eksekutif Pada triwulan IV-2016, kebijakan di bidang makroprudensial difokuskan pada penyelesaian ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK), reorganisasi operasional giro wajib minimum (GWM), dan proses penyelesaian ketentuan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP). Ketentuan PMK antara lain mengatur jenis status tekanan sistem keuangan, jenis subprotokol yang ada di Bank Indonesia, pembentukan indikator, dan proses pelaksanaan pengambilan keputusan. Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketahanan sistem keuangan dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Pada akhir 2016, Bank Indonesia melakukan reorganisasi operasional GWM yang semula dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN), menjadi dilakukan oleh KPBI. Perubahan tersebut dibarengi dengan perubahan korespondensi antara bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN dan Bank Indonesia. Bank Indonesia juga menyempurnakan ketentuan PLJP bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah. Dalam hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingat terdapat beberapa peran OJK dalam PLJP. OJK berperan antara lain menilai kondisi bank yang mengajukan permohonan PLJP, penilaian agunan, dan kemampuan bank untuk melunasi PLJP. Pada bulan Mei dan November 2016, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan besaran CCB kembali tetap sebesar 0%. Alasannya, tidak adanya indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit yang masih belum optimal. Terkait amanat Pasal 54 UU PPKSK, pada 28 Juli 2016, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menandatangani nota kesepahaman mengenai koordinasi dan kerja sama dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga. Nota kesepahaman itu memasukkan ruang lingkup pendanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank. Selanjutnya, kedua lembaga menandatangani sebuah perjanjian kerja sama tentang penjualan surat berharga oleh LPS kepada Bank Indonesia. Dalam hal pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian syariah. Bank Indonesia melakukan berbagai inisiatif untuk mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Inisiatif itu antara lain berupa kegiatan ilmiah terkait ekonomi dan keuangan syariah, pilot project optimalisasi dana zakat, dan promosi produk ekonomi dan keuangan syariah. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan Indonesia Shari a Economic Festival (ISEF) di Surabaya. Kegiatan ini mencakup 3 (tiga) kegiatan utama yaitu opening ceremony, Shari a Economic Forum, dan Shari a Fair. Bank Indonesia juga melaksanakan pilot project optimalisasi dana zakat dengan menyalurkan dana kepada 18 orang mustahik. Tahap selanjutnya adalah proses pendampingan dan pemantauan terhadap mustahik untuk menilai dan menjaga efektivitas dari penyaluran dana zakat terhadap perkembangan usaha produktif mustahik. Bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia telah meluncurkan model Sukuk linked Wakaf. Model sukuk ini merupakan inovasi dan terobosan baru keuangan syariah Indonesia untuk mengoptimalkan aset wakaf. Selama ini, 9

30 BAB I Ringkasan Eksekutif wakaf menjadi salah satu sektor keuangan sosial syariah (Islamic social funds) yang kurang berkembang. Secara umum, perkembangan pasar keuangan Indonesia pada 2016 semakin baik dibandingkan Untuk memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia terus menyempurnakan kebijakan dan instrumen melalui pendekatan 7 (tujuh) ekosistem pendalaman pasar. Ketujuh ekosistem itu adalah instrumen, pengguna/penyedia dana, lembaga perantara, infrastruktur pasar, kerangka pengaturan, benchmark rate, serta koordinasi dan edukasi. Untuk mendukung kestabilan harga dan menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia turut memperkuat sektor riil dan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Terkait hal ini, Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian, pengembangan, dan pengaturan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama 2016, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui sejumlah program seperti peningkatan kapasitas ekonomi UMKM mapun peningkatan pembiayaan dan akses keuangan UMKM. Selain itu, Bank Indonesia mewajibkan bank umum untuk memenuhi rasio kredit UMKM. Selanjutnya, Bank Indonesia menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif sebagai tindak lanjut pencapaian rasio kredit UMKM perbankan. Sampai dengan triwulan IV-2016, 84 dari 118 bank umum telah mencapai rasio kredit UMKM minimal 10%, atau 47 bank yang memenuhi apabila NPL UMKM dan total kredit diperhitungkan (< 5%). Sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia terus mengembangkan program klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi di berbagai daerah. Hingga akhir 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu di 44 wilayah KPwBI DN. Dari jumlah itu, 147 di antaranya berupa klaster ketahanan pangan, terutama untuk komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, padi, dan sapi potong. Sejak 2012, Bank Indonesia juga mengembangkan program kewirausahaan dan peningkatan akses keuangan guna mendukung Gerakan Nasional Kewirausahaan (GKN). Untuk itu, Bank Indonesia melakukan sejumlah program seperti training of trainers (ToT) pencatatan transaksi keuangan (PTK) menggunakan aplikasi berbasis smartphone (android), pelatihan/ seminar peningkatan kapasitas wirausaha, dan pengembangan wirausaha di daerah. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menerbitkan sejumlah ketentuan dan kebijakan. Untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai, Bank Indonesia memfasilitasi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam pengembangan konsep kartu Jakarta One. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah. Sejak triwulan II-2016, fitur baru bulk payment mulai diimplementasikan pada layanan SKNBI. Fitur bulk payment terdiri atas layanan pembayaran reguler (kredit) dan layanan penagihan reguler (debit). Selanjutnya, Bank Indonesia menyempurnakan peraturan tentang uang elektronik (electronic money). Untuk mendukung keuangan inklusif, Bank Indonesia memperluas ekosistem LKD dan penyaluran bantuan sosial (program pemerintah) secara non-tunai. Ketentuan ini antara lain mengatur kriteria dan persyaratan penyelenggara LKD. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Sebagai 10

31 BAB I Ringkasan Eksekutif otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang penuh untuk bertindak sebagai policy making body, regulator, licensor, supervisor, operator, administrator, dan katalisator. Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan sistem pembayaran. Pertama, perluasan penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal. Kedua, penerapan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS. Ketiga, pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran ritel Bank Indonesia. Keempat, penyempurnaan ketentuan bilyet giro. Sepanjang 2016, Bank Indonesia juga telah menyelesaikan desain konsep Gerbang Pembayaran Nasional (NPG) dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Dengan adanya NPG, infrastruktur diharapkan saling terkoneksi sehingga siap melayani pemrosesan transaksi domestik dengan menggunakan berbagai instrumen. Belakangan ini, semangat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses layanan keuangan formal semakin tinggi. Pada 18 November 2016, Presiden RI Joko Widodo telah meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang telah menjadi program prioritas sejak Dalam SNKI, keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau. Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengimplementasikan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Selama 2016, implementasi GNNT terus dilakukan melalui program elektronifikasi. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo mengarahkan agar setiap penyaluran bantuan sosial dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan. Bank Indonesia bersama Kementerian Sosial telah menginisiasi penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) melalui LKD kepada 612 ribu penerima di 18 provinsi. Program serupa diterapkan dalam penyaluran bantuan pangan beras sejahtera (Rastra) melalui Himpunan Bank-bank Negara (Himbara). Pada 2016, Bank Indonesia juga masih melakukan upaya perluasan akses keuangan dengan menghadirkan LKD di pondok pesantren. Alasannya, pondok pesantren dapat menjadi pembawa pengaruh (influencer) kepada sebagian besar masyarakat di sekitarnya. Beberapa transaksi yang telah difasilitasi antara lain pembayaran uang sekolah siswa, gaji karyawan, dan zakat. Sejak 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debit. Selama 2016, implementasi NSICCS telah menunjukkan bahwa 19,46% mesin ATM dan 19,96% mesin EDC telah di-roll-out untuk dapat memproses kartu ATM/debit chip NSICCS. Selain itu, 0,6% kartu ATM/debit telah mengimplementasikan chip NSICCS. Dalam konteks bauran kebijakan, Bank Indonesia terus berusaha untuk menegakkan kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI. Upaya yang telah dilakukan antara lain mewajibkan penggunaan uang Rupiah di NKRI. Dengan adanya kewajiban tersebut, transaksi nontunai dalam negeri yang menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun. Sistem pembayaran yang efisien, aman, andal, dan lancar merupakan salah satu pendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai misi tersebut, Bank Indonesia berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait, terutama dengan kementerian dan otoritas terkait. Sejak 2015, Indonesia membentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenkominfo, Kemendag, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). 11

32 BAB I Ringkasan Eksekutif Selama 2016, FSPI telah membahas isu terkini di bidang sistem pembayaran. Beberapa topic yang dibahas antara lain terkait financial technology (fintech), e-commerce, dan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway). Pada 14 November 2016, Bank Indonesia menginisiasi pembentukan BI Fintech Office, yaitu sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi fintech di Indonesia dapat tumbuh berkembang secara sehat. Terkait pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan pengelolaan uang Rupiahn untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut bertujuan untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mencapai pilar pertama, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Bank Indonesia merencanakan pengeluaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 dengan desain baru dengan ciri umum sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang. Untuk itu, Bank Indonesia berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk dalam pengurusan persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris. Pada 5 September 2016, Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam NKRI. Selanjutnya, Bank Indonesia mengeluarkan tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat pecahan uang Rupiah logam dengan gambar pahlawan sesuai dengan keputusan presiden. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan berkenaan dengan jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan Untuk 2016, pencetakan uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sementara itu, rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun yang terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan uang Rupiah Tahun Emisi Presiden RI meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 pecahan uang Rupiah TE 2016 pada 19 Desember Peresmian sekaligus menandai bahwa ke-11 pecahan uang tersebut mulai berlaku, dikeluarkan, dan diedarkan di wilayah NKRI. Untuk menjamin pencetakan uang Rupiah, Bank Indonesia terus meningkatkan kerja sama dengan Perusahaan Umum Peruri. Pada triwulan IV-2016, realisasi cetak uang Rupiah mencapai nominal Rp46,9 triliun atau 55,3%. Dengan demikian, realisasi cetak uang Rupiah tercatat senilai Rp173,1 triliun atau 95,2% dari rencana cetak selama Untuk meningkatkan upaya pencegahan uang Rupiah palsu, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Ekstern No.18/28/DPU tanggal 24 November 2016 perihal Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya. Surat edaran eksternal ini menjadi pedoman untuk klarifikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya. Untuk mencegah pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Bank Indonesia juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pengelolaan uang Rupiah. Selain itu, Bank Indonesia senantiasa mendukung upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian RI. 12

33 BAB I Ringkasan Eksekutif Untuk mencapai pilar kedua, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan, antara lain meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh KPwBI DN. Bank Indonesia juga bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan kententuan mengenai penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah. Untuk mencapai pilar ketiga, Bank Indonesia melakukan kegiatan berupa layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia. Bank Indonesia juga terus memperluas jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial. Selama triwulan IV-2016, terdapat penambahan 14 Kas Titipan sehingga sampai dengan Desember 2016 terdapat 62 wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 kantor bank peserta. Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, baik dalam rangka pengendalian inflasi maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi. Koordinasi pengendalian inflasi dilakukan melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Koordinasi juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi. Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk memantau kondisi makroekonomi dan mengidentifikasi risiko ke depan. Melalui koordinasi tersebut, kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil dapat disinergikan dan saling mendukung guna menjaga kondisi perekonomian dan sistem keuangan Indonesia tetap kondusif. Salah satu bentuk koordinasi dilakukan melalui penyelenggaraan rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia pada 25 November 2016 di Surabaya. Rapat koordinasi tersebut bertujuan untuk mempercepat transformasi industri manufaktur demi mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Kerja sama juga dilakukan secara aktif melalui berbagai fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum International Monetary Fund (IMF), kerja sama Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), kerja sama ASEAN+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral. Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan. Secara khusus, Bank Indonesia terus menyuarakan pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global di G20 dan IMF. Bank Indonesia juga menunjukkan leadership di kawasan melalui kontribusi aktif dalam penyusunan Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 di ASEAN. Di bawah Presidensi Tiongkok, Forum G20 berupaya untuk mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi global yang inklusif melalui agenda 4I, yaitu Innovative (Inovatif), Invigorated (penguatan), Interconnected (keterkaitan), dan Inclusive (inklusif). Forum tersebut menghasilkan kesepakatan Hangzhou Leaders Communique yang menjadi acuan bagi negara anggota dalam mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dalam forum IMF, Bank Indonesia bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait menyampaikan pencapaian pembangunan ekonomi di Indonesia agar persepsi positif 13

34 BAB I Ringkasan Eksekutif atas perekonomian Indonesia tetap terjaga. Hal ini penting karena hasil asesmen IMF akan menjadi rujukan bagi institusi keuangan internasional lainnya. Pada November 2016, Bank Indonesia mengikuti pertemuan tingkat Gubernur Bank of International Settlement (BIS). Pada kesempatan itu, Gubernur BIS membahas berbagai isu penting antara lain mengenai penetapan tujuan dan komunikasi kebijakan makroprudensial dan rencana publikasi laporan Committee on Payments and Market Infrastructures (CPMI). Para gubernur juga membahas perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan global. Dalam Forum ASEAN, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN telah menyepakati Strategic Action Plan for Financial Integration 2025 pada pertemuan April 2016 di Vientiane, Laos. Strategic Action Plan itut merupakan rencana kerja yang berisi inisiatif integrasi keuangan di area perbankan, asuransi, pasar modal, keuangan inklusif, sistem pembayaran, dan aliran modal. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menjadi lead discussant pada pertemuan Deputi Gubernur Anggota EMEAP. Pertemuan membahas kondisi ekonomi dan keuangan terkini di kawasan EMEAP dengan fokus pada dampak kemenangan Presiden Trump dalam Pemilu AS terhadap perekonomian dan stabilitas keuangan di global dan kawasan. Pada kesempatan itu, Bank Indonesia menyampaikan semakin tingginya risiko capital reversal, terutama dari negara emerging seiring terpilihnya Presiden Trump. Bank Indonesia juga menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia melalui fungsi Investor Relation Unit (IRU) menjalin hubungan dengan lembaga rating dan investor internasional. Melalui IRU, Bank Indonesia memfasilitasi diseminasi informasi mengenai kondisi perekonomian Indonesia. Sepanjang 2016, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Kegiatan itu dalam bentuk investor briefing, investor conference call, pertemuan IRU korporasi, dan penguatan linkage Investor Relations Unit (IRU) Regional Investor Relations Unit (RIRU) Global Investment Relations Unit (GIRU). Pada triwulan IV-2016, IRU telah memfasilitasi asesmen tahunan lembaga pemeringkat (Moody s dan Fitch), investor briefing, investor conference call, serta penguatan IRU-RIRU-GIRU. Untuk mendukung efektivitas kebijakan sekaligus mendukung keterbukaan informasi kepada publik mengenai kebijakannya, Bank Indonesia secara aktif menggunakan berbagai media komunikasi. Selain media konvensional seperti surat kabar, televisi, dan radio, Bank Indonesia juga memperluas jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi. Sebagai tindak lanjut pencanangan Visi Bank Indonesia 2024 dan program transformasi Bank Indonesia pada 2014, proses perencanaan dan pengendalian kinerja di Bank Indonesia mengacu kepada sistem perencanaan, anggaran, dan manajemen kinerja Bank Indonesia (SPAMK). Untuk mendukung visi Menuju Bank Indonesia menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia melakukan perubahan pada pelaksanaan proses bisnis dan aspek pendukung melalui penyusunan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). Dengan mengusung 5 tema transformasi; Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization dan State of The Art Technology, Bank 14

35 BAB I Ringkasan Eksekutif Indonesia menerapkan program-program strategis sebagai langkah awal perubahan menuju Pelaksanaan transformasi dibagi menjadi dua fase utama, yakni Fase I restructuring and enhancing ( ) dan Fase II shaping the end state ( ). Pada Desember 2016, Bank Indonesia telah menetapkan menetapkan 8 sasaran strategis (SS) dan 12 Indikator Kinerja Utama (IKU) BI 2017 dengan 3 perspektif utama, yaitu stakeholders, internal business process, dan learning & growth. Dibandingkan dengan IKU BI 2016, terdapat penambahan IKU baru yaitu IKU Deviasi Suku Bunga PUAB ON dengan 7-day Reverse Repo rate, untuk mengukur sejauh mana sasaran stabilitas moneter akan tercapai. IKU baru lainnya adalah IKU Indeks Kesehatan Organisasi, untuk mengukur sejauh mana sasaran tercapainya organisasi dan SDM yang berkinerja tinggi. Bank Indonesia juga melakukan berbagai upaya penguatan untuk meningkatkan independensi dan kualitas pengendalian risiko di setiap lini. Pelaksanaan manajemen risiko dilakukan secara holistik dan terintegrasi, sekaligus memberikan nilai tambah terhadap pencapaian visi dan misi Bank Indonesia. Untuk menjamin hal itu, Manajemen Risiko Bank Indonesia (MRBI) dilaksanakan di seluruh tingkatan organisasi mulai tingkat Dewan Gubernur, Anggota Dewan Gubernur, Forum Manajemen Risiko, hingga satuan kerja. Melalui konsultan independen, Bank Indonesia telah melaksanakan asesmen maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia. Berdasarkan hasil asesmen, maturitas penerapan manajemen risiko Bank Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan 2013 yang memperoleh nilai 2,3. Pada 2016, Bank Indonesia mencatat sejumlah pencapaian positif dengan nilai 3,38 dari skala maturitas 5 pada 6 (enam) aspek maturitas. Dalam melaksanakan tugas utamanya, Bank Indonesia juga didukung dengan penyempurnaan berbagai aspek pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia. Dalam aspek audit, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan audit atas 33 satuan kerja sesuai Rencana Audit Tahun Pelaksanaan audit internal itu mencakup proses bisnis dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Di bidang hukum, Bank Indonesia telah menerbitkan 242 peraturan sepanjang Peraturan itu terdiri atas 43 Peraturan Bank Indonesia (PBI), 42 Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) untuk eksternal, 22 Peraturan Dewan Gubernur (PDG), dan 135 SEBI untuk internal. Khusus triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan 101 peraturan perundangundangan, yang terdiri atas 24 PBI, 20 SEBI untuk eksternal, 9 PDG, dan 48 SEBI untuk internal. Dalam bidang manajemen keuangan, kebijakan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good governance) dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia. Hal ini penting untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, pengedaran uang, dan bidang stabilitas sistem keuangan. Secara umum, kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2016 (unaudited) sangat baik. Per 31 Desember 2016, total aset Bank Indonesia tercatat sebesar Rp1.956,2 triliun, meningkat 2,62% dibanding posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906,2 triliun. Sepanjang 2016, Bank Indonesia mencatat net surplus setelah pajak sebesar Rp17,2 triliun, dengan surplus sebelum pajak sebesar Rp23,6 triliun. Pada akhir 2016, rasio Modal Bank Indonesia adalah sebesar 10,11%, melebihi threshold pembagian surplus kepada Pemerintah, yaitu 10%. Dengan mempertimbangkan prospek ekonomi, faktor risiko yang dihadapi, dan semangat untuk bersinergi, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan 15

36 BAB I Ringkasan Eksekutif untuk memperkuat stabilitas perekonomian. Secara konsisten, Bank Indonesia melakukan penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah. Pada 2017, Bank Indonesia akan memperkenalkan sistem Giro Wajib Mininum (GWM) Averaging yang hanya mewajibkan bank untuk memelihara rata-rata kecukupan GWM dalam satu maintenance period. Bank Indonesia juga akan mengoptimalkan utilisasi SBN sebagai instrumen moneter, yang juga merupakan langkah penguatan kerangka operasi moneter. Dalam aspek kebijakan moneter, Bank Indonesia akan menempuh kebijakan pengelolaan nilai tukar secara berhati-hati dan terukur. Selain itu, Bank Indonesia akan menjembatani pengembangan pasar valas domestik yakni dengan menginisiasi transaksi lindung nilai kepada Bank Indonesia yang mengakomodasi transaksi valas dalam denominasi dolar AS dan selain dolar AS. Kebijakan makroprudensial akan terus diarahkan untuk menjaga resiliensi sistem keuangan. Bank Indonesia akan memperkuat asesmen dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi, dan grup korporasi non-keuangan. Di bidang sistem pembayaran, arah kebijakan Bank Indonesia diwujudkan dengan langkahlangkah memperkuat unsur kelembagaan dan infrastruktur sistem pembayaran domestik, serta mendorong inklusi keuangan. Hal ini selaras dengan misi untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses dan perlindungan konsumen. Langkah kebijakan tersebut dilakukan untuk mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Untuk mendorong inklusi keuangan, Bank Indonesia akan memperluas akses keuangan dan meningkatkan efisiensi dengan mengintegrasikan ekosistem non-tunai elektronik dalam program dan layanan pemerintah. Dalam pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia akan terus mendorong clean money policy. Yang tidak kalah penting, Bank Indonesia senantiasa akan berkoordinasi dengan otoritas terkait di tingkat pusat daerah dalam pelaksanaan bauran kebijakan untuk merespons berbagai tantangan perekonomian. Koordinasi diperlukan dalam upaya pengendalian inflasi, mitigasi dampak risiko fiskal, penguatan stabilitas sistem keuangan, maupun percepatan pelaksanaan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih sehat. 16

37 BAB I Ringkasan Eksekutif 17

38 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Kondisi perekonomian Indonesia di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang positif. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang terkendali, sehingga mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Inflasi selama triwulan laporan dan keseluruhan tahun 2016 tetap terkendali sebesar 3,02% (yoy) atau berada di kisaran bawah sasaran inflasi 2016 yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4±1%. Meski sempat tertekan akibat sentimen politik global yang meningkat menjelang dan pasca-pemilihan presiden di AS, nilai tukar rupiah akhirnya bergerak stabil berkat dukungan persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik. Ditopang terjaganya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup baik, didorong oleh terjaganya permintaan domestik. Sepanjang 2016, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2015 sebesar 4,88% (yoy), terutama didukung konsumsi rumah tangga, perbaikan investasi nonbangunan, dan perbaikan kinerja ekspor. Peningkatan investasi itu didukung optimisme terhadap prospek ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Di sisi lain, konsumsi pemerintah menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal. Meskipun beberapa sektor ekonomi menunjukkan perlambatan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik secara signifikan. Neraca Pembayaran Indonesia 2016 mencatat peningkatan surplus sebesar Rp12,1 miliar dolar AS, didukung penurunan defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Perbaikan NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir 2016 menjadi sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya. Sejalan dengan kondisi perekonomian, sistem keuangan Indonesia sepanjang 2016 tetap stabil. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan 2016 terjaga pada level 0,84, meski mengalami tekanan pada triwulan laporan. Ketahanan kondisi pasar keuangan dan industri perbankan termasuk kredit UMKM, lembaga keuangan non-bank, korporasi, dan rumah tangga tetap terjaga. Kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah yang aman dan lancar.

39 RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI, MONETER, SISTEM KEUANGAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH 1. Secara keseluruhan, inflasi inti pada 2016 tercatat melambat menjadi 3,07% (yoy) dari tahun sebelumnya 3,95% (yoy). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi. 2. Konsumsi rumah tangga tetap tumbuh kuat dan menjadi motor pertumbuhan. Pada triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga tumbuh stabil sebesar 4,99% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy). 3. Pada akhir triwulan IV-2016, utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 317,0 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan sebelumnya. 4. Selama triwulan IV-2016, rata-rata harian suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tenor overnight berada di level 4,30%, turun sebesar 46 basis point dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sekitar 4,76%. 5. Rata-rata harian volume transaksi di pasar valuta asing meningkat, baik triwulanan maupun tahunan. Sepanjang 2016, volume transaksi meningkat sebesar 11% menjadi 5,01 miliar dolar AS dibandingkan 2015 sebesar 4,53 miliar dolar AS. 6. Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketidakpastian perekonomian global pasca pemilihan Presiden AS menjadi salah satu faktor penekan kinerja pasar keuangan Indonesia. 7. Sepanjang 2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat. Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 22,78%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. 8. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,47% (yoy) namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). 9. Pada triwulan IV-2016, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 dan triwulan IV-2015 masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy). 10. Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada triwulan IV-2016 turun 16 bps dari 12,24% menjadi 12,05%. Dari segmen kredit, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, dan Kredit Konsumsi masing-masing turun menjadi 11,38%, 11,21%, dan 13,59%. 11. Secara umum, kinerja korporasi menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan Return on Asset, Return On Equity, current ratio, total aktiva/total utang, dan penurunan Debt to Equity Ratio. 12. Pada triwulan IV-2016, penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III Baki debet kredit UMKM mencapai Rp857,0 triliun, atau sebesar 19,4% terhadap total kredit perbankan. 13. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp94,4 triliun atau 94,4% dari target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 4,3 juta. Penyaluran KUR terkonsentrasi di sektor perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa. 14. Pada triwulan IV 2016, nominal transaksi sistem pembayaran Bank Indonesia mencapai Rp47.700,08 triliun atau meningkat 19,55% dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan itu didorong oleh kenaikan transaksi BI-SSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29%. 15. Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp612,5 triliun, meningkat sebesar Rp49,3 triliun (8,8%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan itu sejalan dengan kebutuhan uang kartal menjelang Natal dan Tahun Baru.

40 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.1. Inflasi Sejalan dengan kebijakan stabilisasi ekonomi, inflasi tahun 2016 terkendali dalam kisaran targetnya sebesar 4±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 3,02% (yoy) sehingga berada pada rentang sasaran inflasi 2016 sebesar 4+1% (yoy) (Grafik 2.1). Capaian inflasi tersebut, dipengaruhi oleh rendahnya inflasi inti dan administered prices, serta cukup terkendalinya inflasi volatile foods ditengah fenomena La Nina yang berdampak pada pasokan pangan. Dinamika triwulanan menunjukkan sepanjang triwulan IV-2016, tekanan inflasi mengalami peningkatan meski dalam level yang terkendali. Meningkatnya tekanan terutama bersumber dari kelompok volatile food dan administered prices, sementara tekanan inflasi kelompok inti lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok volatile food triwulan IV-2016 terutama dipengaruhi oleh naiknya harga cabai akibat terbatasnya pasokan. Di beebrapa sentra produksi, pasokan cabai terkendala antara lain karena tingginya intensitas hujan dan penyakit tanaman. Untuk keseluruhan tahun 2016, inflasi volatile food tercatat sebesar 5,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,84% (yoy). Selain cabai, tingginya inflasi volatile food juga dipengaruhi peningkatan harga komoditas bawang merah dan ikan segar. Untuk menahan tekanan kenaikan harga komoditas tersebut, Bank Indonesia bersama dengan pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melakukan berbagai upaya pengendalian harga terutama pada periode dimana harga komoditas pangan sering mengalami lonjakan. Upaya ini efektif dalam mengendalikan harga, tercermin dari inflasi pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di tahun 2016 yang tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - (1,00) (%, qtq) IHK Inti AP VF I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV ,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - (2,00) (4,00) (6,00) %, yoy 4,13 3,49 0 3,35-4 3, CPI Core Volatile Food Administered Prices Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok administered prices (AP) juga mengalami tekanan inflasi pada triwulan IV-2016, meski secara tahunan tercatat pada level yang rendah. Tekanan inflasi kelompok AP di triwulan IV-2016 dipicu oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif listrik, rokok, dan bensin. Kenaikan tarif angkutan udara terjadi seiring dengan musim liburan menjelang hari raya Natal dan tahun baru 2016 serta mulainya liburan anak sekolah. Inflasi AP juga didorong oleh naiknya harga bensin subsidi dan non subsidi seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Tarif listrik juga mengalami kenaikan di triwulan IV-2016 karena pengaruh harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar. Untuk keseluruhan tahun 2016, kelompok administered prices mencatat inflasi 0,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu 0,39% (yoy). Lebih rendahnya inflasi terutama dipengaruhi oleh minimalnya kebijakan terkait administered prices di tahun

41 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti pada triwulan IV-2016 cenderung rendah terutama karena rendahnya harga komoditas global dan terjaganya ekspektasi inflasi. Pada triwulan ini, harga komoditas global mengalami penurunan sebesar 0,11% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terutama terjadi pada komoditas emas internasional yang diikuti dengan turunnya harga perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam keranjang kelompok inflasi inti. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi inti turut dipengaruhi oleh faktor ekspektasi terhadap inflasi yang rendah sebagaimana terindikasi pada survei Desember Secara keseluruhan, inflasi inti tercatat melambat dari 3,95% (yoy) di 2015 menjadi 3,07% (yoy) di 2016 (Grafik 2.2). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh masih terbatasnya permintaan domestik, lemahnya tekanan eksternal, dan membaiknya ekspektasi inflasi (Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). Terkendalinya inflasi inti tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi Indeks Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad %, yoy Indeks %, yoy Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad Grafik 2.3 Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Grafik 2.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen Secara spasial, realisasi inflasi di berbagai daerah secara agregat mendukung pada tercapainya sasaran inflasi nasional sebesar 4+1% (yoy). Realisasi inflasi pada Desember 2016 di berbagai daerah secara umum berada pada tingkat yang cukup rendah seiring dengan meredanya tekanan kenaikan inflasi kelompok bahan makanan. Di wilayah Sumatera Barat dan Sulawesi Barat bahkan tercatat mengalami deflasi pada Desember Inflasi yang cukup rendah terjadi di berbagai daerah di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Bali-Nusa Tenggara dengan inflasi terendah terjadi di Sulawesi Utara yakni sebesar 0,35% (yoy). Di sisi lain, inflasi di sebagian besar daerah di Sumatera tercatat lebih tinggi dibanding daerah lainnya. Beberapa daerah di Sumatera yang tercatat mengalami inflasi cukup tinggi antara lain Kepulauan Bangka Belitung (6,75%, yoy), Sumatera Utara (6,34%, yoy) dan Bengkulu (5,00%, yoy). Tingginya kenaikan inflasi di Sumatera ini terutama dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura, khususnya cabai merah, yang cukup signifikan paruh kedua tahun 2016 (Gambar 2.1). 21

42 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah ACEH 4 SUMBAR 4,9 SUMUT 6,3 BENGKULU 5 RIAU 4 LAMPUNG 2,8 KEP. RIAU 3,5 JAMBI 4,4 SUMSEL 3,6 KEP. BABEL 6,8 KALBAR 3,7 KALTENG DKI 2,1 JAKARTA 2,4 JATENG 2,4 KALSEL 3,6 BALI 3,2 SULBAR 2,2 SULSEL 2,9 KALTIMRA 3,5 SULTENG 1,5 NTT 2,5 GORONTALO 1,3 SULTRA 2,7 SULUT 0,35 MALUT 1,9 MALUKU 3,3 Nasional : Inflasi Nasional: 3,02 % (yoy) PAPBAR 3,6 PAPUA 3,2 BANTEN 2,9 JABAR 2,7 DIY JATIM 2,3 2,7 NTB 2,6 Inf 5,0% 4,0% Inf < 5,0% 3,0% Inf < 4,0% Inf < 3,0% Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Desember 2016 (%, yoy) 2.2. Nilai Tukar Selama tahun 2016 nilai tukar Rupiah menguat dengan volatilitas yang rendah, terutama didukung oleh persepsi positif investor. Nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil pada triwulan IV-2016 meski sempat mengalami tekanan di awal triwulan IV Secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13% menjadi Rp per dolar AS di triwulan IV-2016 (Grafik 2.5). Melemahnya rupiah tersebut masih lebih kecil dibandingkan negara peers. Tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari meningkatnya ketidakpastian global terkait hasil Pilpres AS, kenaikan FFR dan meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir tahun. Ketidakpastian eksternal meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah pada triwulan IV Rupiah mengalami depresiasi terutama akibat sentimen politik global yang meningkat jelang dan pasca Pilpres di AS. Hasil Pilpres AS yang di luar perkiraan memberikan sentimen negatif terhadap pergerakan mata uang negara berkembang. Sementara itu, sinyal kenaikan FFR yang semakin kuat juga turut memberi tekanan depresiasi terhadap rupiah dan mata uang negara berkembang (Grafik 2.6). Di sisi domestik, permintaan terhadap valas mengalami peningkatan. Namun, pelemahan rupiah tertahan oleh aliran dana masuk terkait tax amnesty dan sentimen positif seiring rendahnya inflasi. Rupiah IDR/USD Rata-rata bulanan Rata-rata triwulanan Data s.d 30 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Sumber: Reuters TRY MYR PHP KRW EUR CNY BRL THB IDR INR ZAR -14,86 poin-to-point average Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah Tw. IV vs Tw. III ,62-7,75-6,23-8,68-6,83-2,28-4,11-3,47-3,52-3,93-2,45-1,59-3,47-1,66-3,13-0,88-1,93-0,71-0,13-20,00-15,00-10,00-5,00 0,00 5,00 0,22 0,83 % Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.6 Nilai Tukar Kawasan 22

43 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Pelemahan Rupiah diikuti dengan volatilitas yang relatif meningkat terutama pada bulan November yang dipengaruhi oleh dinamika Pilpres di AS dan ekspektasi terhadap kenaikan FFR. Bila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya seperti Rand (Afrika Selatan), Lira (Turki), Real (Brazil), Ringgit (Malaysia) dan Won (Korea Selatan), volatilitas Rupiah pada triwulan IV-2016 relatif lebih rendah. Sepanjang tahun 2016, volatilitas Rupiah lebih rendah dari volatilitas tahun 2015 dan masih lebih rendah dibandingkan rata-rata volatilitas sebagian mata uang negara peers seperti Rand (Afrika Selatan), Real (Brazil), Lira (Turki), Ringgit (Malaysia), dan Won (Korea Selatan) (Grafik 2.7) % 2015 YTD 2016 Rata-rata YTD-16 Grafik 2.7 Volatilitas Rupiah dan Peers Tahunan data s.d. 30 Des 2016 ZAR BRL TRY MYR KRW IDR SGD PHP INR THB Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah Untuk keseluruhan tahun 2016, secara point to point Rupiah menguat sebesar 2,32% terutama didukung oleh persepsi positif investor terhadap perekonomian domestik yang mendorong aliran dana masuk. Perbaikan faktor eksternal terutama terjadi pasca kenaikan FFR sebesar 25 bps yang sudah diantisipasi pasar. Di sisi domestik, penguatan rupiah di topang perbaikan data-data perekonomian, seperti neraca perdagangan dan indeks keyakinan konsumen yang positif Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 menunjukkan perbaikan ditopang oleh peran ekspor dan juga korporasi swasta. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa triwulan IV-2016 tercatat 4,24% (yoy) sehingga pertama kali mencatat pertumbuhan positif sejak triwulan III Sementara itu, kinerja korporasi sektor swasta juga membaik tergambar dari pertumbuhan investasi non-bangunan pada triwulan IV-2016 yang meningkat menjadi 7,1% (yoy), tertinggi sejak Perkembangan positif ekspor dan investasi non-bangunan ini pada gilirannya mampu menahan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat berkurangnya stimulus fiskal. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,01% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 4,94% (yoy) terutama karena dipengaruhi oleh menurunnya belanja pemerintah baik dari konsumsi maupun investasi. Secara keseluruhan, pada tahun 2016 perekonomian Indonesia tumbuh 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 4,88% (yoy), didukung oleh permintaan domestik yang tetap kuat ditengah kinerja ekspor yang masih terbatas (Tabel 2.1). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 terutama didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga, peningkatan investasi ditopang optimisme ke depan, dan perbaikan kinerja ekspor yang signifikan. Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) % Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Komponen I II III IV I II III IV ,97 6,40 3,43 4,67 6,78 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB Sumber: BPS (diolah) 5,15 12,19 1,16 4,45 5,52 1,58 1,07 2,12 5,01 5,01-8,06 2,91 4,60 5,71 1,62-0,68-2,63 4,82 4,97-7,98 2,61 4,01 4,72 2,05-0,26-7,37 4,74 4,95 6,57 7,09 4,93 6,11 1,65-0,95-6,65 4,77 4,93 8,33 7,12 6,43 7,78 2,47-6,38-8,75 5,17 4,96-0,62 5,32 5,01 6,11 1,95-2,12-6,41 4,88-1,20-3,29-5,14 4,92 5,07 6,71 6,23 4,18 5,07 1,70-2,18-3,20 5,18 5,01 6,64-2,95 4,24 4,96 2,16-5,65-3,67 5,01 4,99 6,72-4,05 4,80 4,07 7,07 4,24 2,82 4,94 5,01 6,62-0,15 4,48 5,18 2,45-1,74-2,27 5,02 23

44 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Konsumsi Rumah Tangga (RT) tetap tumbuh kuat sehingga menopang capaian pertumbuhan ekonomi di triwulan IV Konsumsi RT pada triwulan IV-2016 tumbuh stabil sebesar 4,99% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (5,01%, yoy). Konsumsi RT yang tetap kuat sejalan dengan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi (Grafik 2.8). Selain itu, terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah berdampak positif pada daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari indikator penjualan ritel yang meningkat, terutama pada kelompok suku cadang dan pakaian. Demikian halnya dengan, penjualan kendaraan bermotor khususnya mobil tumbuh tinggi pada triwulan IV-2016 (11,6% yoy) dari triwulan sebelumnya (5,1% yoy) (Grafik 2.9). Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 6,7% (yoy) pada triwulan IV-2016 sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan meningkatnya kegiatan organisasi kemasyarakatan/partai politik terkait Pilkada serentak di berbagai daerah serta penyelenggaraan kegiatan beberapa organisasi berskala nasional Indeks Indeks Kayakinan Saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen % yoy Penjualan Mobil Penjualan Ritel Penjualan Motor 80 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 2.8 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.9 Penjualan Ritel dan Kendaraan Bermotor Di sisi lain, konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2016 menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal yang ditempuh melalui penghematan untuk memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. Langkah konsolidasi fiskal ini terutama disebabkan oleh penerimaan pajak yang hingga akhir triwulan II-2016 masih berada di bawah target. Di sisi lain, belanja pemerintah masih cukup besar. Perkembangan tersebut pada gilirannya mendorong defisit APBN-2016 pada semester I-2016 mencapai 2,2% PDB. Perkembangan kurang menguntungkan karena bila terus berlanjut akan mengganggu prospek ketahanan fiskal sehingga mulai pada triwulan III-2016, pemerintah melakukan pemotongan anggaran belanja. Hal ini menyebabkan konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016 mengalami kontraksi pertumbuhan 4,05% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang juga mencatat kontraksi pertumbuhan 2,95% (yoy). Investasi tumbuh meningkat pada triwulan laporan ditopang optimisme terhadap prospek ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Investasi tumbuh 4,80% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (4,24%, yoy), terutama didorong oleh investasi non-bangunan (Grafik 2.10). Hal ini tercermin dari kenaikan impor kendaraan dan peralatan lainnya seiring dengan tren perbaikan harga komoditas global (khususnya batubara dan CPO) yang mendorong peningkatan kebutuhan alat angkut di sektor pertambangan dan perkebunan. Impor suku cadang dan perlengkapan alat angkutan juga tumbuh meningkat (Grafik 2.11). Namun, investasi bangunan melambat dengan masih terbatasnya investasi proyek konstruksi terkait pemotongan belanja modal pemerintah dan masih terbatasnya ekspansi sektor swasta dalam pembangunan proyek konstruksi. 24

45 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah % yoy 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 8,62 7,07 4,07 4,80-8,0 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q 1Q 2Q 3Q 4Q PMTB Bangunan Non Bangunan excl. Haki & CBR Non Bangunan % yoy % yoy Investasi NonBangunan: Pengangkutan (sb kanan) -5,0-6,2 Impor Suku Cadang 6,8 7,3-0,2 5,2 14,8 Impor Mobil Penumpang 27,4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Grafik 2.10 Pertumbuhan Investasi Grafik 2.11 Impor Kendaraan dan Suku Cadang Ekspor meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga komoditas dan perbaikan ekonomi global. Ekspor barang dan jasa triwulan tumbuh 4,24% (yoy) pada triwulan IV-2016 sehingga untuk pertama kalinya dapat mencatat pertumbuhan positif sejak triwulan III Kenaikan harga komoditas menjadi faktor pendorong meningkatnya ekspor. Selain itu, pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut meningkatkan permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, India, dan AS. Berdasarkan kelompoknya, ekspor nonmigas meningkat baik ekspor komoditas primer (pertanian dan pertambangan) maupun manufaktur (Grafik 2.12). Ekspor CPO dan batubara meningkat didukung kenaikan harga dan permintaan khususnya dari negara Asia seperti India dan Tiongkok. Sementara itu, kinerja ekspor manufaktur juga meningkat terutama untuk ekspor kendaraan bermotor, kimia organik, dan tekstil. Sejalan dengan kenaikan ekspor dan masih kuatnya permintaan domestik, impor juga kembali tumbuh positif pada triwulan IV Impor tercatat tumbuh sebesar 2,82% (yoy) pada triwulan IV-2016, setelah pada triwulan sebelumnya masih mencatat pertumbuhan yang negatif sebesar -3,67% (yoy). Kenaikan impor terutama ditopang oleh positifnya kinerja impor nonmigas terutama pada impor bahan baku, khususnya untuk kebutuhan industri serta suku cadang dan perlengkapan barang modal (Grafik 2.13). 30,0 20,0 10,0 0,0 % yoy Pertanian Total Manufaktur % yoy GDP Impor Konsumsi Bahan Mentah Total -10,0-20,0-30,0 Ekspor PDB Pertambangan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Investasi Investasi Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Grafik 2.12 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik 2.13 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil 25

46 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Dari sisi sektoral, sumber utama pertumbuhan pada triwulan IV-2016 bersumber dari sektor tradable (Tabel 2.2). Kinerja lapangan usaha (LU) pertanian tumbuh sebesar 5,31% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,03% (yoy). Peningkatan kinerja terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan. LU pertambangan juga tumbuh meningkat signifikan sejalan dengan tren kenaikan harga komoditas tambang di pasar ekspor. Di sisi lain, LU manufaktur tumbuh melambat karena masih terbatasnya kinerja industri berorientasi domestik seperti industri makanan dan minuman (mamin) dan galian nonlogam/semen. LU konstruksi juga tumbuh melambat karena masih terbatasnya ekspansi sektor swasta dan melambatnya konsumsi pemerintah. Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan sektoral yang membaik ditopang oleh perbaikan harga komoditas terutama di semester kedua Membaiknya harga komoditas berdampak pada kinerja sektor tradable, terutama LU pertanian dan pertambangan. Sementara itu, perbaikan di sektor non-tradable tidak merata, seperti pada LU PHR, LU transportasi dan telekomunikasi, dan LU jasa keuangan. Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) Sektor I II III IV 2015 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan 4,24 3,76 6,54 2,88 1,64 3,77 Pertambangan & Penggalian 0,43 0,58-3,59-4,41-6,03-3,42 Industri Pengolahan 4,64 4,07 4,20 4,60 4,43 4,33 Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* 5,86 1,97 1,22 1,12 1,02 1,32 Konstruksi 6,97 6,03 5,35 6,82 7,13 6,36 Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** 5,29 3,70 1,95 1,97 4,03 2,90 Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** 8,84 7,88 7,72 9,08 8,51 8,31 Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan**** 5,75 6,88 4,19 7,57 8,56 6,81 Jasa-jasa Lainnya***** 5,12 5,79 8,60 5,03 6,14 6,37 PDB 5,01 4,82 4,74 4,77 5,17 4, I II III IV 1,47 1,20 4,68 7,35 6,76 4,43 7,73 7,52 5,67 4,92 3,44 1,15 4,63 6,09 5,12 4,25 8,24 9,25 5,35 5,18 % Y-o-Y, Tahun Dasar ,03 0,29 4,52 4,69 4,95 3,79 8,64 6,87 3,94 5,01 5,31 1,60 3,36 3,11 4,21 4,01 8,79 4,51 2,92 4, ,25 1,06 4,29 5,26 5,22 4,11 8,36 6,99 4,42 5,02 Sumber: BPS ^ Proyeksi Bank Indonesia * Pembangunan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (i) Pengadaan Air ** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, Serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum *** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi **** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan ***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv) Jasa Lainnya Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 didukung membaiknya perekonomian Sumatera, Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta masih kuatnya pertumbuhan Jawa (Gambar 2.2). Perekonomian Sumatera yang meningkat ditopang kinerja ekspor seiring membaiknya harga berbagai komoditas seperti CPO, karet, dan batubara. Peningkatan ekspor juga menjadi penopang peningkatan pertumbuhan ekonomi di KTI terutama untuk nikel, tembaga, emas, dan CPO. Demikian halnya dengan, perbaikan ekonomi di Kalimantan yang banyak ditopang oleh membaiknya ekspor batubara, termasuk kontraksi Kalimantan Timur yang tidak sedalam triwulan sebelumnya. Sementara itu, perekonomian Jawa masih tumbuh kuat ditopang konsumsi rumah tangga, investasi, serta membaiknya ekspor manufaktur. 26

47 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah SUMATERA 4,19 4,47 3,88 4,49 JAWA 5,38 5,82 5,70 5,45 KALIMANTAN 1,97 1,62 2,21 2,22 BALI NUSRA 6,74 6,83 5,22 4,87 SULAMPUA 8,72 9,21 6,02 5,56 KTI 4,33 5,39 5,54 4,03 I II III IV 2016 I II III 2016 IV I II III 2016 IV I II III 2016 IV I II III 2016 IV I II III 2016 IV ACEH 4,3 SUMBAR 4,9 SUMUT 5,2 BENGKULU 5,6 RIAU 2,2 LAMPUNG 5 KEP. RIAU 5,2 KALBAR 3,8 JAMBI 6,4 SUMSEL 5,1 KEP. BABEL 4,9 KALTENG DKI 8,6 JAKARTA 5,5 JATENG 5,3 KALSEL 5,3 BALI 5,5 KALARA 4,27 SULBAR 7,5 SULSEL 7,6 KALTIMRA 0,3 SULTENG 3,8 NTT 5,2 GORONTALO 7 SULTRA 7,6 SULUT 6,5 MALUT 6,5 MALUKU 5,9 PAPBAR 4,9 Nasional : 5,18 5,01 4,92 4,94 I 16 II 16 III 16 IV 16 PAPUA 21,4 BANTEN 5,5 JABAR 5,4 DIY JATIM 4,7 5,5 NTB 3,8 PDRB 7,0% 6,0% PDRB < 7,0% 5,0% PDRB < 6,0% 4,0% PDRB < 5,0% 0% PDRB < 4,0% PDRB < 0% Sumber : BPS (diolah) Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (%, yoy) 2.4. Neraca Pembayaran Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV-2016 mencatat surplus sebesar 4,5 miliar dolar AS. Kondisi tersebut didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar (Grafik 2.14). Defisit transaksi berjalan triwulan IV-2016 sebesar 1,8 miliar dolar AS (0,8% dari PDB), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS (1,9% dari PDB) (Grafik 2.15). Menurunnya defisit transaksi berjalan ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer. Surplus neraca perdagangan barang tercatat meningkat didorong oleh peningkatan ekspor seiring dengan perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas global (Grafik 2.16). Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer menurun mengikuti jadwal pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih rendah. Kinerja transaksi berjalan triwulan Peningkatan surplus NPI 2016 secara signifikan didukung oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial Miliar Dolar AS -10 Transaksi Modal dan Finansial -15 Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan -20 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q * angka sementara ** angka sangat sementara Q1* Q2* Q3* Q4** Miliar Dolar AS Persen Neraca Pendapatan Sekunder Neraca Pendapatan Primer -18 Neraca Perdagangan Neraca Jasa -22 Transaksi Berjalan CA/GDP (%) (rhs) -26 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q * angka sementara ** angka sangat sementara Q1* Q2* Q3* Q4** Grafik 2.14 Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 2.15 Neraca Transaksi Berjalan 27

48 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah laporan juga lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat defisit sebesar 4,7 miliar dolar AS (2,2% dari PDB) karena meningkatnya surplus neraca perdagangan barang dan menurunnya defisit neraca perdagangan jasa. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup besar dan melampaui defisit transaksi berjalan. Surplus transaksi modal dan finansial triwulan IV-2016 tercatat sebesar 6,8 miliar dolar AS, terutama bersumber dari surplus investasi lainnya sejalan dengan berlanjutnya repatriasi dana tax amnesty (Grafik 2.17). Namun, surplus transaksi modal dan finansial tersebut lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan III Lebih rendahnya surplus di triwulan IV-2016 disebabkan oleh defisit investasi portofolio sebagai dampak keluarnya dana asing dari saham domestik dan SUN rupiah pasca-hasil Pemilu Presiden AS, serta surplus investasi langsung yang juga lebih rendah karena dipengaruhi outflow di sektor pertambangan. Miliar Dolar AS Neraca Nonmigas Neraca Migas Neraca Perdagangan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q * angka sementara ** angka sangat sementara Q1* Q2* Q3* Q4** Grafik 2.16 Neraca Perdagangan Miliar Dolar AS Investasi Portofolio Investasi Langsung Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4** * angka sementara ** angka sangat sementara Miliar Dollar AS Bulan Impor 9,0 0 4,0 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Cadangan Devisa Miliar Dolar AS) Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (Skala kanan) 8,0 7,0 6,0 5,0 Grafik 2.17 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik 2.18 Perkembangan Cadangan Devisa Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja NPI membaik ditopang oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. NPI 2016 mencatat surplus sebesar 12,1 miliar dolar AS setelah tahun sebelumnya mengalami defisit 1,1 miliar dolar AS. Defisit transaksi berjalan turun dari 17,5 miliar dolar AS (2,0% dari PDB) pada 2015 menjadi 16,3 miliar dolar AS (1,8% dari PDB) di 2016, didukung perbaikan kinerja 28

49 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah neraca perdagangan barang dan jasa. Surplus neraca perdagangan meningkat karena penurunan impor yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor. Meskipun demikian, laju penurunan ekspor yang tidak sedalam tahun sebelumnya karena didukung meningkatnya harga komoditas global. Demikian halnya dengan laju penurunan impor di 2016 yang tidak sedalam pada 2015 sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik. Defisit neraca perdagangan jasa juga menurun mengikuti penurunan impor barang. Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial tahun 2016 meningkat signifikan menjadi 29,2 miliar dolar AS, dari sebelumnya 16,8 miliar dolar AS pada Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan surplus investasi langsung dan investasi portofolio serta penurunan defisit investasi lainnya sejalan dengan masih baiknya persepsi pelaku ekonomi terhadap perekonomian domestik dan implementasi program pengampunan pajak yang berjalan dengan baik. Perkembangan NPI tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa. Posisi cadangan devisa pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dari 115,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan III-2016 atau bila dibandingkan periode akhir triwulan IV-2015 yang sebesar 105,9 miliar dolar AS (Grafik 2.18) Utang Luar Negeri Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 317,0 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tumbuh 1,1% (yoy), sementara ULN jangka pendek tumbuh 8,6% (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta terus menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar 34,0%, turun dari 36,2% pada akhir triwulan III Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang. Posisi ULN berjangka panjang pada akhir triwulan IV-2016 mencapai 274,9 miliar dolar AS atau sebesar 86,7% dari total ULN. ULN jangka panjang tersebut tumbuh sebesar 1,1% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2016 sebesar 8,7% (yoy). Sementara itu, posisi ULN berjangka pendek pada akhir triwulan IV-2016 tercatat 42,1 miliar dolar AS atau sebesar 13,3% dari total ULN. ULN jangka pendek ini tumbuh sebesar 8,6% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 4,6% (yoy). Meski ULN jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 37,4% pada triwulan III-2016 menjadi 36,1% pada triwulan IV-2016 sejalan dengan meningkatnya posisi cadangan devisa. Pertumbuhan ULN Indonesia tahun 2016 masih cukup sehat, didukung ULN swasta yang terus menurun dan kemampuan cadangan devisa dalam membayar kewajiban jangka pendek. Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN sektor swasta. Pada akhir triwulan IV-2016, posisi ULN sektor swasta mencapai 158,7 miliar dolar AS atau sebesar 50,1% dari total ULN. Sementara itu, posisi ULN sektor publik tercatat 158,3 miliar dolar AS atau sebesar 49,9% dari total ULN. ULN sektor swasta turun sebesar 5,6% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,0% (yoy). Sementara itu, ULN sektor publik tumbuh 11,0% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih lambat dari triwulan sebelumnya sebesar 20,8% (yoy). Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan IV-2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6%. Pertumbuhan ULN pada sektor keuangan, industri pengolahan, dan pertambangan 29

50 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah menurun dibandingkan dengan triwulan III Sementara itu, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas & air bersih melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun perkembangan ULN dinilai cukup sehat, Bank Indonesia tetap harus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Untuk itu, ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. Secara keseluruhan, perkembangan ULN pada triwulan IV-2016 masih tetap sehat meski harus terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing Perkembangan Pasar Uang Kondisi likuiditas harian di sistem perbankan sealam 2016 tetap terjaga, sebagaimana tercermin pada kestabilan kondisi pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing. Sesuai siklus akhir tahun, volume transaksi pasar uang Rupiah pada triwulan IV-2016 turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang Rupiah berada di level Rp11,83 triliun per hari, turun sekitar 20% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp14,85 triliun per hari. Secara tahunan, volume RRH transaksi pasar uang rupiah selama periode 2016 sebesar Rp13,47 triliun per hari, naik sebesar 2,5% dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp13,14 triliun per hari. Volume RRH transaksi PUAB (uncollateralized) pada triwulan IV-2016 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sekitar 17%, menjadi Rp10,1 triliun per hari. Transaksi masih cenderung didominasi oleh tenor overnight (O/N), sekitar 59% dari total transaksi, diikuti oleh tenor 1 minggu sekitar 20% dari total transaksi. Sementara itu, volume RRH transaksi PUAB pada tahun 2016 sebesar Rp11,77 triliun per hari mengalami sedikit kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 11,65 triliun per hari (Grafik 2.19). Sejalan dengan pergerakan volume tersebut, frekuensi transaksi dan jumlah pelaku mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Frekuensi transaksi triwulan IV-2016 tercatat 128 transaksi per hari, sementara triwulan sebelumnya sebanyak 150 transaksi per hari. Sementara, frekuensi selama periode 2016 tercatat sebanyak 147 transaksi per hari, sedikit menurun dibandingkan tahun 2015 sebanyak 153 transaksi per hari. Di samping itu, jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada triwulan IV-2016 adalah 102 bank, dibandingkan triwulan sebelumnya 98 bank. Sedangkan jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada tahun 2016 adalah 106 bank, sedangkan tahun 2015 sebanyak 109 bank. Selama triwulan IV-2016, RRH suku bunga PUAB tenor overnight (O/N) berada pada level 4,30%, turun sebesar 46 bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada di sekitar 4,76%. Sementara RRH suku bunga tenor 1 minggu berada di level 5,08%, turun sebesar 22 bps dari triwulan sebelumnya sebesar 5,3%. Sebaliknya RRH suku bunga PUAB tenor 2 minggu, 3 minggu, 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan berada di level 5,64%, 5,88%, 6,2%, 6,64% dan 7,04% mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 30

51 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sedangkan RRH suku bunga PUAB pada tahun 2016 mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,8 bps di semua tenor dibandingkan dengan tahun Penurunan RRH suku bunga PUAB tertinggi adalah pada tenor overnight (O/N) dan 2 bulan yang masing-masing berada pada level 4,80% dan 6,73% (Grafik 2.20) Rp Triliun Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV RRH Volume: >1 mgg RRH Volume: ON RRH Volume: 1 mmg Jlh Bank Pelaku (rhs) RRH Volume: 2-4 hr RRH Frekuensi (rhs) 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 % PUAB ON BI Rate LF Rate DF Rate PUAB 1 mgg PUAB 1 bln Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Grafik 2.19 Perkembangan Transaksi PUAB Grafik 2.20 Perkembangan Suku Bunga PUAB Aktivitas transaksi repo pada triwulan IV-2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume RRH transaksi repo turun sekitar 24% dari Rp1,23 triliun per hari pada triwulan III-2016 menjadi Rp937 miliar per hari pada triwulan IV Pada triwulan IV-2016, terdapat transaksi repo dengan tenor di atas 1 tahun, yakni sebesar RRH Rp 30,39 miliar per hari (Grafik 2.21). Pelaku pasar yang berpartisipasi dalam transaksi repo untuk pengelolaan likuiditas terus bertambah, menjadi 44 bank pada triwulan IV Sejalan dengan peningkatan volume transaksi, frekuensi transaksi turut mengalami peningkatan. Frekuensi kumulatif selama triwulan IV-2016 sebesar 300 transaksi, naik dari 266 transaksi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu dari sisi suku bunga pada triwulan IV-2016, RRH suku bunga repo cenderung menurun pada tenor overnight (O/N) dan 1 minggu sebesar 33 dan 21 bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. RRH suku bunga repo pada tenor overnight (O/N) dan 1 minggu sebesar 4,44% dan 5,13%. Sebaliknya RRH suku bunga repo pada tenor 2 minggu, 3 minggu dan 1 bulan mengalami kenaikan sebesar 43, 56 dan 19 bps dari triwulan sebelumnya. RRH suku bunga repo pada tenor 2 minggu, 3 minggu dan 1 bulan berada pada level 5,91%, 6,27% dan 6,29%. Rp Triliun 1,4 > 3 Bulan 3 Bulan 2 Bulan 1,2 1 Bulan > 1 Bulan 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV 2014 Tw I Tw II Tw III Tw IV 2015 Grafik 2.21 Volume Transaksi Repo (RRH) Tw I Tw II Tw III Tw IV

52 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Perkembangan Pasar Valuta Asing Rata-rata harian volume transaksi di pasar valuta asing mengalami peningkatan baik pada periode triwulanan maupun tahunan dengan peningkatan pada triwulan IV-2016 sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016 yakni dari sebesar 4,93 miliar dolar AS menjadi 5,08 miliar dolar AS. Sementara itu, peningkatan volume transaksi tahun 2016 meningkat sebesar 11% dibandingkan tahun 2015 yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar dolar AS (Grafik 2.22). 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Miliar USD 1,3 1,3 0,2 3,0 0,2 I II III IV 2015 Spot Forward Swap Option 1,8 1,6 1,6 1,6 1,3 0,2 0,2 I II III IV 2016 Grafik 2.22 Volume Transaksi Pasar Valuta Asing (RRH) 0,2 1,6 0,2 0,2 0,3 3,0 3,0 3,2 3,1 3,1 2,8 2,8 Dilihat dari komposisi instrumen, transaksi spot masih mendominasi volume transaksi valas domestik, meskipun secara tahunan mengalami penurunan sebesar 6% dari sebesar 2,9 miliar dolar AS menjadi 3,1 miliar dolar AS atau menurun secara triwulanan sebesar 0,3% yakni dari sebesar 3,15 miliar dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 3,14 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik 2.23). Disisi lain transaksi swap meningkat sebesar 5,48% dari 1,54 miliar dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 1,62 miliar dolar AS pada triwulan IV Demikian pula transaksi forward meningkat sebesar 18% yakni dari 0,23 miliar dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 0,27 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik 2.23). Penurunan transaksi spot dengan peningkatan transaksi swap dan forward menyebabkan meningkatnya proporsi rata-rata harian volume derivatif terhadap transaksi valas yang pada tahun 2015 sebesar 36% menjadi 38% pada tahun 2016 (Grafik 2.24). Peningkatan komposisi derivatif ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan fleksibilitas pelaku pasar dalam melakukan transaksi lindung nilai. Selain itu, peningkatan komposisi derivatif juga sebagai implikasi penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri 1 dimana korporasi nonbank yang memiliki utang luar negeri diwajibkan untuk melakukan lindung nilai. 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 Miliar Dolar AS 1,5 1,5 1,8 1,6 3,0 3,0 3,0 3,2 3,1 3,1 2,8 2,8 0,0 I II III IV I II III IV Spot Derivatif 1,9 2,0 1,8 1,9 % 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV 2015 % Derivatif % Spot 36% 38% I II III IV 2016 Grafik 2.23 Volume Transaksi Spot dan Derivatif (RRH) Grafik 2.24 Proporsi Volume Transaksi Spot dan Derivatif 1 PBI No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. 32

53 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Ditengah risiko yang di pasar keuangan global terutama pada triwulan IV-2016, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap terjaga ditandai dengan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) berada pada level normal selama triwulan laporan. ISSK triwulan IV-2016 sebesar 0,84 lebih rendah dibandingkan dengan ISSK triwulan sebelumnya sebesar 0,94 dan dan tahun sebelumnya sebesar 0,93 (Grafik 2.25). Hal ini antara lain disebabkan kuatnya permodalan perbankan dan tingginya likuiditas perbankan meski kinerja pasar keuangan menurun terutama karena dampak dari peningkatan risiko setelah pemilihan Presiden AS pada November Selain itu pada triwulan IV-2016, IKNB juga mencatatkan kinerja yang relatif baik Perkembangan Pasar Keuangan Indeks 3 2,5 2 1,5 1 0, M M M M M M M M M01 Ditengarai Krisis Normal ISSK Grafik 2.25 Perkembangan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Setelah mencatat kinerja positif pada triwulan I-III 2016, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketidakpastian perekonomian global pasca Pemilu Amerika Serikat menjadi salah satu faktor yang memberikan tekanan terhadap kinerja pasar keuangan Indonesia. Terlebih lagi, terpilihnya Presiden AS disertai dengan munculnya spekulasi kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan seperti proteksionisme perdagangan, rencana pemangkasan pajak, repatriasi pajak korporasi, dan kenaikan the Fed menjelang akhir triwulan IV Penurunan kondisi pasar keuangan tercermin dari peningkatan yield Surat Berharga Negara (SBN) dibandingkan triwulan dan tahun sebelumnya serta meningkatnya volatilitas harga di pasar saham dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat menurun dibanding triwulan sebelumnya, namun tetap mencatatkan pertumbuhan positif dibanding posisi yang sama pada tahun Pasar reksa dana masih menunjukkan kinerja positif, hal ini dipengaruhi masih relatif tingginya pembelian reksa dana. Ke depan, beberapa risiko global masih perlu diwaspadai antara lain dampak kebijakan perdagangan internasional AS, kenaikan Fed Fund Rate, proses penyesuaian ekonomi Tiongkok, dan risiko geo-politik. Secara keseluruhan tahun 2016, kinerja pasar keuangan menunjukkan perbaikan. Ditengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global pada triwulan IV-2016, investor masih memandang positif perekonomian domestik. Selama triwulan IV-2016, yield SBN mengalami kenaikan pada semua tenor dibandingkan triwulan sebelumnya. Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) naik sebesar 79,88 bps, jangka menengah (6-10 tahun) naik sebesar 90,78 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) naik sebesar 90,18 bps (Grafik 2.26). Sebaliknya, yield SBN mengalami penurunan dibandingkan akhir 2015 (yoy). Yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) turun sebesar 139,66 bps, jangka menengah (6-10 tahun) turun sebesar 97,36 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) turun sebesar 79,96 bps. Sementara itu, peningkatan yield SBN pada triwulan IV-2016 sejalan dengan peningkatan volatilitas yield di seluruh tenor dibanding triwulan sebelumnya. Volatilitas yield jangka pendek, menengah, dan panjang masing-masing naik dari 9,85% menjadi 22,95%; 10,80% menjadi 19,45%; dan 6,67% menjadi 8,87% (Grafik 2.27). 33

54 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 9 8,5 8 7,5 % % qtq (RHS) 9/30/ /30/2016 1,20 1,00 0, % Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang 7 0, ,5 6 5,5 0,40 0, Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y 11Y 12Y 13Y 16Y 18Y 20Y 30Y - 0 Sep Okt Nov Des Jan Mar Apr Mei Jun Ags Sep Okt Nov Jan Mar Apr Mei Jun Ags Sep Okt Nov Des Grafik 2.26 Yield Obligasi Negara Grafik 2.27 Volatilitas Yield 20 hari Meningkatnya ketidakpastian perekonomian global pada triwulan IV-2016 telah memicu investor asing melepas kepemilikannya di SBN. Dibandingkan triwulan III-2016, kepemilikan asing di SBN turun Rp19,18 triliun menjadi sebesar Rp665,81 triliun (Tabel 2.3). Meskipun mengalami penurunan pada triwulan IV-2016, secara keseluruhan tahun investor masih memandang positif perkonomian domestik. Net beli kepemilikan asing di SBN pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp107,29 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp96,09 triliun. Tabel 2.3 Kepemilikan SBN Institusi (RpT) Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 qtq yoy Pangsa Bank: 400,67 350,07 451,00 361,54 368,63 399,46 8,4% 14,1% 22,5% Bank Indonesia *) 86,46 148,91 52,70 150,13 158,66 134,25-15% -10% 8% Reksadana 61,63 61,60 67,57 76,44 78,51 85,66 9,1% 39,0% 4,8% Asuransi 165,71 171,62 192,29 214,47 227,38 238,24 4,8% 38,8% 13,4% Asing 523,38 558,52 606,08 643,99 684,98 665,81-2,8% 19,2% 37,5% Dana Pensiun 47,90 49,83 56,15 64,67 81,75 87,28 6,8% 75,2% 4,9% Individu 28,63 42,53 65,85 48,90 46,56 57,75 24,0% 35,8% 3,3% Lain-lain 77,83 78,50 83,47 86,72 102,90 104,80 1,8% 33,5% 5,9% Total 1.392, , , , , ,28 1,37% 21,30% 100% *) Sejak 8 Februari 2008, termasuk transaksi repo SUN kepada Bank Indonesia Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami pelemahan. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan IHSG sebesar 1,27% dari 5.364,80 pada akhir triwulan III-2016 menjadi 5.296,71 pada akhir triwulan IV Selama triwulan IV-2016, rata-rata perdagangan saham harian mencapai Rp7,84 triliun atau menurun sebesar Rp0,12 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp7,96 triliun. Dibandingkan triwulan IV-2015, rata-rata perdagangan saham harian triwulan IV-2016 naik sebesar Rp2,17 triliun (Grafik 2.28). Pelemahan kinerja pasar saham lebih disebabkan oleh sentimen negatif para investor asing menyikapi kondisi eksternal yang dinamis, antara lain pasca terpilihnya Presiden AS. Hal ini menyebabkan pasar saham mengalami net outflow asing sebesar Rp18,74 triliun. Kondisi ini berbeda dari triwulan sebelumnya dimana aliran dana investor asing masih masuk ke pasar saham sehingga mencatat net inflow sebesar Rp21,43 triliun (Grafik 2.29). 34

55 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp miliar Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Nilai Rata-rata Perdagangan Saham Harian IHSG (RHS) Rp Triliun Net Asing IHSG (RHS) Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Grafik 2.28 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Grafik 2.29 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan IV-2016 berada pada level 17,69%, meningkat dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 16,18%. Peningkatan ini juga disebabkan oleh ketidakpastian global pasca terpilihnya Presiden AS yang mendorong terjadinya outflow investor asing di pasar saham. Namun demikian, volatilitas IHSG pada triwulan IV-2016 menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar 23,61% (Grafik 2.30). Pada triwulan IV-2016, nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia mencapai Rp5.462 triliun, menurun sebesar Rp337 triliun (5,81%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan IV-2015, terjadi peningkatan sebesar Rp562 triliun (12,09%). Di tengah instabilitas pasar keuangan global, kinerja pasar saham Indonesia masih tergolong baik dibandingkan dengan pasar saham regional. IHSG masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang positif (15,32%, yoy) dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Pasifik yang justru mengalami pelemahan (Tabel 2.4). Indeks Indeks IHSG (Rebased 1/1/11=100) Volatilitas IHSG (RHS) Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Grafik 2.30 Perkembangan & Volatilitas IHSG Tabel 2.4 Perkembangan Indeks Saham Regional No Indonesia (IHSG) Jepang (Nikkei) Hong Kong (HSI) China (Shanghai) Korea Selatan (Kospi) Singapore (STI) Malaysia (KLCI) Thailand (SET) Australia (AS30) Philippine (PSEi) India (Sensex) China (Shenzhen) Indeks Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,11 Perubahan qtq (%) (1,27) 16,20 (5,57) 3,29 (0,84) 0,39 (0,65) 4,03 3,51 (10,34) (4,45) (1,33) Perubahan yoy (%) 15,32 0,42 0,39 (12,31) 3,32 (0,07) (3,00) 19,79 7,01 (1,60) 1,95 (14,72) Sumber: Bloomberg 35

56 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp Produk 350 Jumlah RD (RHS) NAB (Rp T) UP beredar (jt) Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Jan Jan Mei Jul SepNov Grafik 2.31 Perkembangan Industri Reksadana Di tengah pergerakan underlying assets di pasar saham dan obligasi yang melemah, kinerja reksa dana masih mengalami peningkatan. Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana meningkat sebesar 4,85% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp331 triliun. Dibandingkan dengan triwulan IV-2015, NAB reksa dana triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 23,48% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut dipengaruhi masih relatif tingginya pembelian reksa dana yang ditunjukkan dengan masih positifnya net subscription meskipun pergerakan underlying assets reksa dana menurun. Pada triwulan IV-2016, jumlah produk reksa dana mencatat peningkatan sebesar 4,97%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,32% dan triwulan IV-2015 sebesar 29,61%. Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar 10,14%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,46%, namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 30,62% (Grafik 2.31) Perkembangan Industri Perbankan Ditengah tetap kuatnya ketahanan industri perbankan selama 2016, risiko kredit meningkat seiring penurunan kinerja korporasi dan rumah tangga. Selama triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, ketahanan industri perbankan tetap terjaga. Kondisi ini didukung dengan permodalan yang kuat disertai terjaganya risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar Ketahanan Permodalan, Perkembangan Kredit, dan Risiko Kredit Sepanjang 2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat yang tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/car). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 22,69%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 22,34% dan 21,16%. Peningkatan CAR yang jauh di atas persyaratan minimum 8% berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 3,43% (qtq). Permodalan yang tinggi memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. Meski menunjukkan perlambatan seiring dengan melambatnya perekonomian domestik, pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan IV-2016 sedikit membaik dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,47% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 10,45% (yoy). Kenaikan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK). KMK meningkat dari 4,2% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 6,93% (yoy). Sementara itu, KK meningkat dari 8% (yoy) menjadi 8,76% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit investasi (KI) turun dari 9,1% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 8,64% (yoy) pada periode laporan. Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit lebih rendah disebabkan penurunan kinerja korporasi dan kinerja keuangan rumah tangga akibat belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi. 36

57 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Risiko kredit industri perbankan masih cukup tinggi namun mulai menunjukkan penurunan di triwulan IV Rasio non performing loan (NPL) gross industri perbankan menurun dari 3,1% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,93%. Namun demikian, rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,49% (Grafik 2.32). Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit dan melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap kredit bermasalah. Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan risiko kredit terjadi baik pada semua jenis kredit (KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK menurun dari 3,73% menjadi 3,59%. Sementara itu, rasio NPL gross KI turun dari 3,46% menjadi 3,21%, dan rasio NPL gross KK menurun dari 1,71% menjadi 1,53% (Grafik 2.33). Namun demikian, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK, KI, dan KK masing-masing tercatat sebesar 0,6%, 0,6%, dan 0,3%. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada sektor pertambangan, listrik, pertanian, dan pengangkutan (Grafik 2.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan permintaan terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan aktivitas perdagangan terkait ekspor barang komoditas dan industri barang komoditas. (%) 3,50 3,00 NPL Gross NPL Net 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Grafik 2.32 Rasio Non-Performing Loan 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 (%) 3,59 3,21 KMK KI KK Grafik 2.33 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Tr Tr Tr Tr ,53 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 (%) Perdagangan 4,10 Tr Tr Tr Tr ,52 3,44 4,83 3,86 2,23 Lain-lain Industri Pengangkutan Konstruksi Pertanian 1,95 Grafik 2.34 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi 2,10 Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Pertambangan Listrik 7,16 1,64 37

58 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Untuk memitigasi peningkatan risiko kredit ke depan, Bank Indonesia terus memantau perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengevaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan stress test secara berkala Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan tumbuh cukup tinggi pada triwulan IV-2016, didorong masuknya dana yang berasal dari tebusan tax amnesty. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 9,60% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 dan triwulan IV-2015 yang masing-masing sebesar 3,15% (yoy) dan 7,26% (yoy) (Grafik 2.35). Kenaikan pertumbuhan DPK perbankan terjadi pada komponen deposito, giro, maupun tabungan. Deposito meningkat menjadi 6,5% (yoy) dari 1,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Giro tumbuh positif menjadi 13,2% (yoy) dari sebelumnya -2,7% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan tabungan sedikit melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). 18% 9,5% 16% 14% 12% 10% 8% 10,45% 9,60% 9,0% 8,5% 8,0% 7,5% 7,0% Pertumbuhan DPK (yoy) 6% 4% Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy) BI 7-Day RR 6,50% 6,5% 6,0% 2% BI Rate 4,75% 5,5% Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Des Grafik 2.35 Pertumbuhan DPK (yoy) Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa tabungan meningkat dari sebesar 23,22% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 32,08% (yoy) pada triwulan IV Sebaliknya pangsa deposito dan giro turun masingmasing menjadi 44,67% dan 23,24% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar 45,72% dan 31,06% (yoy). Pada triwulan IV-2016, kondisi likuiditas industri perbankan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama 2015, Penyebabnya antara lain masuknya dana tebusan tax amnesty. Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM) meningkat dari Rp928,12 triliun pada triwulan III-2016 menjadi sebesar Rp1.012,41 triliun (Grafik 2.36). Selain itu, peningkatan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh kenaikan rasio alat likuid (AL) 2 terhadap non-core deposit (NCD) 3 dari 96,64% pada triwulan sebelumnya menjadi 99,36% (Grafik 2.37). Untuk keseluruhan tahun 2016, tingkat rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) sebesar 50% menunjukkan risiko likuiditas perbankan masih terjaga. 2 Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. 3 Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito 38

59 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Indeks 800 Indeks Primary Reserve Secondary Reserve Tertiery Reserve Alat Likuid (Skala Kanan) (%) Tw I Tw II Tw III Tw IV 2015 AL = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve-GWM NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito Tw I Tw II Tw III Tw IV 2016 Grafik 2.36 Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.37 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Selama triwulan IV-2016, perkembangan suku bunga simpanan menunjukkan tren menurun walaupun sedikit meningkat pada akhir periode. Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan, suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun. Tabel 2.5 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Industri Perbankan Konsumsi KPR Konsumsi Non KPR Kredit Korporasi Kredit Ritel Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 qtq Des 15 - Des 16 11,09 11,91 10,72 12,09 11,00 11,87 10,74 12,07 11,09 11,88 10,72 11,92 11,07 11,83 10,77 12,08 10,83 11,68 10,49 11,72 10,73 11,38 10,45 10,72 10,60 11,27 10,33 10,67 10,50 10,62 10,28 10,54 (0,10) (0,65) (0,05) (0,13) (0,57) (1,21) (0,49) (1,54) Penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate/BI 7-Day Reverse Repo Rate) selama 2016 sebesar 150 bps ke level 4,75% terus mendorong penurunan nilai rata-rata suku bunga dasar kredit (SBDK) industri perbankan. Selama 2016, penurunan terbesar terjadi pada SBDK kredit ritel sebesar 154 bps dan SBDK kredit konsumsi non-kpr sebesar 121 bps (Tabel 2.5). Rata-rata suku bunga kredit pada triwulan IV-2016 turun 19 bps dari 12,24% menjadi 12,05%. Dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK, KI, dan KK masing-masing turun sebesar 21 bps, 12 bps, dan 12 bps dari triwulan III-2016 menjadi 11,38%, 11,21% dan 13,59% (Grafik 2.38). (%) (%) 9,0 18,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 BI Rate SB KI (RHS) SB Dep 1bln Rp SB KK (RHS) SB 7-Day RR SB KMK (RHS) Grafik 2.38 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan 6,46 4,75 15,59 11,38 11,21 Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des ,0 14,0 12,0 10,0 39

60 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Perkembangan Industri Institusi Keuangan Non Bank Kinerja perusahaan pembiayaan pada 2016 membaik seiring pertumbuhan pembiayaan melalui IKNB. Namun, risiko kredit meningkat disebabkan oleh melemahnya kinerja sektor pertambangan. Pada triwulan IV-2016, pembiayaan ekonomi oleh Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2016 (qtq) dan triwulan IV-2015 (yoy). Hal ini ditunjukkan dengan tumbuhnya pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan (PP) sebesar 2,46% (qtq) atau Rp9,31 triliun, lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,42% (qtq) atau Rp5,3 triliun. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pembiayaan PP meningkat sebesar 6,67% (yoy) atau Rp24,23 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2016 maupun triwulan IV-2015, terlihat dari peningkatan jumlah emisi obligasi dan sukuk maupun rights issue (Tabel 2.6). Tabel 2.6 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan A Kredit Perbankan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) B Pasar Modal* IPO Saham Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Right Issue Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Obligasi & Sukuk Jumlah Emisi Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Total Fundraise Pasar Modal C Perusahaan Pembiayaan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) Total Pasar Modal dan IKNB Tw I 3.679,87 5,56 1 4,45 4,45 1 0,20 0, ,30 1,33 17,95 369,80 3,60 21,55 Tw II 3.828,04 148,17 4 3,76 0, ,17 1, ,06 1,39 46,00 369,90 0,10 46, Tw III 3.956,48 128,44 5 0,81 0,16 4 4,99 1,25 4 6,00 1,50 11,80 371,55 1,65 13,45 Tw IV 4.058,13 101,64 5 2,25 0, ,89 5, ,65 0,83 40,78 363,27 (8,27) 32, ,13 383, ,27 0, ,25 2, ,01 1,24 116,53 363,27 (2,93) 113,60 Tw I 4.000,40 (57,73) 2 0,11 0,06 2 0,67 0, ,29 2,33 17,07 365,39 1,13 18,20 Tw II 4.168,30 167,90 7 4,19 0, ,24 3, ,62 1,24 81,05 372,90 7,51 80, Tw III 4.212,38 44,08 3 6,37 2,12 7 7,77 1, ,05 1,79 39,19 378,20 5,30 44,49 Tw IV 4.377,19 164,82 2 1,40 0, ,81 1, ,99 1,26 57,20 387,50 9,31 66,51 Selama triwulan IV-2016, kinerja industri asuransi meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Total aset industri asuransi tercatat sebesar Rp932 triliun, meningkat sebesar Rp22,06 triliun dari triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 2,42% (qtq). Dibandingkan tahun sebelumnya, aset industri asuransi meningkat Rp128,37 triliun atau tumbuh 15,97% (yoy). Pertumbuhan aset terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja pada produkproduk investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan lainnya di pasar modal. Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar Rp29,20 triliun atau tumbuh 3,89% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp780 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, portofolio investasi meningkat sebesar Rp139,13 triliun atau tumbuh 21,7% (Grafik 2.39). Sementara itu, rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim bruto meningkat dari 152,84% pada triwulan III-2016 menjadi 158,30%. Dibandingkan tahun 2015, rasio kecukupan premi meningkat sebesar 13,15% (Grafik 2.40). Peningkatan rasio kecukupan premi antara lain disebabkan pertumbuhan premi yang relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan klaim. 40

61 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp T % Aset Rasio Investasi/Aset (rhs) 932 Investasi , , ,75 81,15 80, , ,49 79, Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Rp T % Premi Bruto Rasio Premi/Klaim Bruto (rhs) 329 Klaim Bruto ,29 155,74 152,84 158, , , , , Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Grafik 2.39 Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.40 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Per data bulan September , terdapat perubahan sistem pelaporan oleh PP kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu dari sebelumnya Laporan Bulanan PP (LBPP) menjadi Sistem Informasi PP (SIPP). Perubahan pelaporan tersebut sejalan dengan pemberlakuan Peraturan OJK (POJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha PP. Beberapa hal yang diatur dalam POJK dimaksud yaitu perubahan pengelompokan jenis pembiayaan oleh PP yang sebelumnya meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumtif menjadi pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK. Selain itu, POJK dimaksud juga menyesuaikan kolektibilitas pembiayaan yang sebelumnya 3 kolektibilitas (lancar, diragukan, dan macet) menjadi 5 kolektibilitas (lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet) 5 yang disinyalir juga berpengaruh terhadap peningkatan non performing financing PP. Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) cenderung meningkat. Selama triwulan IV-2016, pembiayaan naik sebesar Rp9,31 triliun atau tumbuh 2,46% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama 2016, pembiayaan meningkat sebesar Rp24,23 triliun atau tumbuh 6,67%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp2,91 triliun. Peningkatan kinerja pembiayaan PP antara lain disebabkan naiknya permintaan pembiayaan otomotif, sebagaimana tercermin pada peningkatan penjualan mobil sebesar 6,06% (yoy) pada akhir triwulan IV Pertumbuhan pembiayaan berkontribusi pada pertambahan aset PP sebesar 1,90% (qtq) menjadi Rp442,77 triliun pada triwulan IV Secara tahunan, aset PP tumbuh sebesar Rp17,01 triliun atau sebesar 4% (yoy) (Grafik 2.41). Berdasarkan jenisnya, pembiayaan PP didominasi oleh pembiayaan multiguna dan investasi. Pada triwulan IV-2016, pangsa pembiayaan multiguna sebesar 59,39% dan investasi sebesar 27,09% dari total pembiayaan. Dibandingkan triwulan III-2016, pangsa pembiayaan multiguna tersebut meningkat dari 57,63%, sedangkan pangsa pembiayaan investasi sedikit menurun dari 30,39% (Grafik 2.42). 4 Data September 2016 tersedia pada bulan Desember Pada LBPP, kolektibilitas pembiayaan dilaporkan sbb: Kol 1= keterlambatan 0-4 bulan, Kol 2=4-12 bulan, Kol 3= >12 bulan) menjadi SIPP dengan ketentuan Kol 1= keterlambatan 0 30 hari, kol 2= hari, kol 3 = hari, kol 4 = hari, kol= 5>150 hari. 41

62 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Rp T 425 Aset Pembiayaan Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Rp T Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Sewa Guna Usaha Anjak Piutang (RHS) Pembiayaan Konsumen Investasi Modal Kerja Multiguna Lainnya Berdasarkan Persetujuan OJK Syariah Grafik 2.41 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.42 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Meski masih berada pada level aman (< 5%), risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan cenderung meningkat pada triwulan III-2016 dan IV Hal ini tercermin dari non performing financing (NPF) yang berada pada level 3,38% pada triwulan III-2016 dan 3,26% pada triwulan IV-2016, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 1,44% (Grafik 2.43). Peningkatan NPF terbesar terjadi pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek pembiayaannya adalah kapal dan truk pengangkut komoditas tambang. Kualitas pembiayaan tersebut menurun seiring melemahnya kinerja sektor pertambangan. Selain itu, peningkatan NPF pada September 2016 disebabkan adanya penyesuaian kolektibilitas pembiayaan seiring diberlakukannya peraturan OJK 6 mengenai penyelenggaraan usaha PP sebagaimana tersebut di atas % 1,55 NPF 1,44 1,54 1,44 1,55 2,20 3,38 3,26 Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Rp T Share Sumber Pendanaan per Des % Pinjaman DN 19% 23% 44% Pinjaman DN Pinjaman DN Pinjaman DN Pinjaman DN Pinjaman LN SSB Modal Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 Grafik 2.43 Rasio Non Performing Financing Grafik 2.44 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Selama triwulan IV-2016, komposisi sumber pendanaan PP terdiri atas pinjaman yang berasal dari dalam negeri (44,25%), pinjaman luar negeri (22,95%), surat berharga (19,36%), dan modal (13,44%). Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan IV-2015 yang rata-rata tercatat sebesar 39,84% (Grafik 2.44). 6 POJK No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. 42

63 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (27,08%) dan triwulan IV-2015 (31,01%). Penurunan ULN PP seiring dengan menurunnya permintaan pembiayaan dalam valuta asing. Pada akhir triwulan IV-2016, terdapat 41 PP yang memiliki ULN dengan total outstanding mencapai Rp82,28 triliun. Diantara 41 perusahaan tersebut, terdapat 8 perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan (porsi kepemilikannya lebih dari 20%) dan total outstanding ULN mencapai sebesar Rp25,81 triliun. Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan lindung nilai (hedging) sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif terbatas. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 PP tersebut masih didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp89,50 triliun, sedangkan pembiayaan dalam valuta asing sebesar Rp2,46 triliun. % Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des %-10% 26,44 24,42 22,35 22,73 25,58 25,00 28,57 27,38 10,01%-12% 22,99 29,07 30,59 31,82 27,91 28,57 25,00 27,38 >12% 50,57 46,51 47,06 45,45 46,51 46,43 46,43 45, ROA ROE BOPO (RHS) % % Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des ,62 3,43 3,45 3,32 3,93 3,64 3,73 3,87 12,11 12,52 12,18 11,49 12,58 11,14 11,79 12,01 84,27 84,87 85,08 85,35 82,97 82,71 82,79 82, Grafik 2.45 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.46 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan IV-2016, lebih dari 45% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga yang relatif lebih tinggi di atas 12% (Grafik 2.45). Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan relatif stabil. Hal itu tercermin pada rasio biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) pada triwulan IV-2016 sebesar 82,77% atau relatif stabil dibandingkan triwulan III-2016 yang mencapai sebesar 82,79%. Rasio tersebut membaik dibandingkan posisi akhir 2015 yang mencapai 85,08%. Seiring dengan peningkatan pembiayaan, profitabilitas PP (return on assets/roa) juga relatif membaik yaitu 3,87% pada triwulan IV-2016 atau sedikit lebih tinggi dari triwulan III-2016 sebesar 3,73% dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,45%. Selain itu, return on equity (ROE) meningkat menjadi sebesar 12,01% pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 11,79% dan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,49% (Grafik 2.46). 43

64 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) Kinerja Sektor Korporasi 7 Ditengah perlambatan kinerja sektor korporasi pada 2016, risiko kredit meningkat seiring pertumbuhan kredit ke sektor korporasi. Secara umum, kinerja korporasi non keuangan pada triwulan III-2016 mengalami perbaikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari naiknya indikator profitabilitas retun on asset (ROA) dan return on equity (ROE) serta turunnya porsi utang korporasi yang terlihat dari nilai debt to equity (DER) yang menurun. Kondisi ini memperbaiki kemampuan korporasi dalam membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Namun demikian, perlu diperhatikan produktivitas korporasi yang belum membaik seperti tercermin dari rasio asset turnover dan inventory turnover yang masih berada dalam tren melambat. No Sektor Pertanian Industri Dasar dan Kimia Industri Barang Konsumsi Infrastruktur, utilitas dan transportasi Aneka Industri Pertambangan Properti dan Real Estate Perdagangan, jasa dan investasi Agregat Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, Diolah Posisi data Tw III-2015 & Tw III-2016 (379 korporasi) Tabel 2.7 Kinerja Korporasi Publik Tw II-2015 dan Tw II-2016 ROA ROE DER Current Ratio TA/TL Asset TO Inventory TO ,47% 3,28% 1,01% 7,01% 1,26 1,03 0,76 0,91 1,80 1,97 0,61 0,47 8,10 6,66 2,16% 4,25% 4,48% 8,59% 1,08 0,97 1,36 1,43 1,93 2,03 0,71 0,67 4,97 5,08 11,00% 12,28% 22,28% 22,86% 1,07 0,71 1,61 1,98 1,94 2,42 1,31 1,31 4,62 4,82 2,52% 5,09% 6,72% 12,58% 1,67 1,30 1,04 0,98 1,60 1,77 0,53 0,52 70,86 66,21 4,33% 4,39% 9,88% 9,82% 1,29 1,18 1,20 1,25 1,77 1,85 0,79 0,73 7,38 7,55 1,06% 0,87% 2,06% 1,64% 0,88 0,88 1,63 2,06 2,14 2,13 0,53 0,45 9,81 9,53 5,47% 4,61% 11,54% 9,56% 1,09 1,06 1,79 1,70 1,92 1,94 0,36 0,32 1,88 1,70 3,72% 4,23% 7,16% 7,99% 0,93 0,85 1,58 1,58 2,08 2,18 0,92 0,88 7,27 7,29 3,81% 4,85% 8,21% 10,08% 1,16 1,00 1,40 1,47 1,87 2,00 0,71 0,66 6,03 5,89 Belum membaiknya produktivitas korporasi juga tercermin dalam hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan kegiatan usaha. Hasil survey tersebut menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan IV-2016 adalah sebesar 3,13%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebesar 13,20% (Grafik 2.47). % qtq % SBT 5,0 4,0 3,0 Nilai SBT SKDU (sb. Kanan) Pertumbuhan PDB (sb. Kiri) 3,20 25,0 20,0 2,0 15,0 13,20 1,0 0,0-0,35 10,0-1,0 6,73-1,83 5,80 5,0-2,0 3,02 3,13-3,0 0,0 l ll lll lv l ll lll lv l ll lll lv l ll lll lv l *) Perkiraan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia, periode triwulan IV-2016 Grafik 2.47 Kegiatan Dunia Usaha Tw IV-2016 Meskipun kegiatan usaha menunjukkan perlambatan, pertumbuhan kredit sektor korporasi di triwulan IV-2016 mengalami peningkatan. Kredit sektor korporasi tumbuh sebesar 3,77% (qtq) di triwulan IV-2016 dengan posisi nominal sebesar Rp2.119,68 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebesar 1,26% (qtq). Namun, peningkatan kredit pada sektor korporasi tersebut diiringi oleh peningkatan rasio NPL. Pada triwulan IV-2016, rasio NPL mencapai 3,62% atau sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 3,59%. Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan IV-2016 menunjukkan peningkatan yang ditunjukkan oleh meningkatnya optimisme konsumen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.48). Optimisme tersebut juga lebih kuat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun Korporasi yang dimaksud merupakan korporasi non keuangan. 44

65 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Meningkatnya optimisme konsumen didorong oleh naiknya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, baik dari ekspektasi terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja maupun kegiatan usaha. Perlu diwaspadai adanya tekanan ekspektasi kenaikan harga seiring tingginya permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada akhir Juni Penyaluran kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan IV-2016 mencapai Rp980,33 triliun atau tumbuh 2,61% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 1,21% (qtq). Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama ditujukan untuk keperluan multiguna (41,78%) dan pemilikan rumah (40,19%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (12,05%), kredit rumah tangga lainnya (5,57%), dan kredit pemilikan peralatan rumah tangga (0,40%) (Grafik 2.49). Pertumbuhan kredit rumah tangga yang meningkat disertai penurunan risiko kredit. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya rasio NPL gross dari 1,80% pada triwulan III-2016 menjadi 1,59% pada triwulan IV Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar 2,93%. (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 140,0 130,0 120,0 110,0 100,0 90,0 80,0 70,0 OPTIMIS PESIMIS Kenaikan Harga BBM Penurunan Harga BBM 106, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Kekayaan Konsumen (IKK) 103,5 Penurunan harga BBM, gas, dan tarif listrik Penurunan Harga BBM Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) JKK Triwulan Sumber: Survei Konsumen (18 Kota), Bank Indonesia periode Desember ,9 115,4 116,0 112,5 41,78% 41,30% 5,57% 5,31% Des ,30% 13,16% 0,40% 12,05% 39,94% 40,19% Des 2016 Perumahan Kendaraan Peralatan RT Multiguna RT Lainnya Grafik 2.48 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 2.49 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Pada triwulan IV-2016, penyaluran kredit UMKM tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III-2016, setelah sebelumnya sempat mengalami peningkatan pertumbuhan di pertengahan Baki debet kredit UMKM mencapai Rp857,0 triliun dengan pangsa sebesar 19,4% terhadap total kredit perbankan. Pertumbuhan kredit UMKM sebesar 8,4% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 9,6% (yoy). Penurunan tersebut antara lain dipengaruhi kehatian-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Pada akhir 2016, perbankan lebih menitikberatkan pada upaya untuk memulihkan kemampuan membayar debitur UMKM yang menurun sejalan dengan perlambatan kondisi perekonomian. Perlambatan kredit UMKM pada 2016 disertai membaiknya kualitas kredit, sejalan dengan penerapan prinsip kehati-hatian perbankan. 45

66 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah % JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNov JanMarMei Jul SepNovDes Growth Kredit Usaha Mikro Growth Kredit Usaha Menengah Growth Kredit Usaha Kecil Growth Kredit UMKM Growth Kredit Perbankan Grafik 2.50 Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY ) 10,9% 11,1% 8,4% 7,8% 5,7% Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan kredit UMKM terutama didorong oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang tumbuh masingmasing sebesar 10,9% (yoy) dan 11,1% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,2% (yoy) dan 12,7% (yoy). Di sisi lain, kredit Usaha Menengah menunjukkan peningkatan sebesar 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,4% (yoy) (Grafik 2.50). Menurut sektor ekonomi, menurunnya kredit UMKM terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV-2016 dibandingkan 12,4% (yoy) pada triwulan III Sektor lainnya yang mengalami perlambatan kredit UMKM adalah sektor real estate dan konstruksi, yang masing-masing tercatat turun menjadi 5,7% (yoy) dan 11,8% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,4% (yoy) dan 15,6% (yoy). Meskipun kredit UMKM menurun, beberapa sektor masih mengalami peningkatan, di antaranya listrik, gas dan air, serta industri pengolahan yang masing-masing meningkat menjadi 24,5% (yoy) dan 10,7% (yoy) dari triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 8,5% (yoy) dan 5,3% (yoy). Pada triwulan IV-2016, mayoritas kredit UMKM diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sebesar 52,7% terhadap total kredit UMKM perbankan. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (58,0%) yang merupakan pusat aktivitas perekonomian nasional. Sebagian besar kredit UMKM merupakan kredit Usaha Menengah (47,4%), diikuti oleh Usaha Kecil (29,8%) dan Usaha Mikro (22,8%). Dari sisi jumlah rekening penerima kredit, sekitar 86,12% dari total rekening penerima kredit UMKM adalah Usaha Mikro. % NPL Mikro NPL UMKM NPL Kecil NPL Total Des Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Okt Nov Des Grafik 2.51 NPL Kredit UMKM NPL Menengah 5,06% 4,30% 4,15% 2,91% 2,10% Menurunnya pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan IV-2016 disertai dengan membaiknya kualitas kredit. Rasio non performing loan (NPL) kredit UMKM mengalami penurunan menjadi sebesar 4,15% dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 4,58% dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,20%. Membaiknya NPL kredit UMKM sejalan dengan meningkatnya kehati-hatian perbankan dan berbagai upaya perbankan untuk memperbaiki kolektibilitas nasabah yang menurun. Berdasarkan klasifikasi usaha, penurunan NPL kredit UMKM didorong oleh NPL Usaha Kecil yang menurun dari 5,20% pada triwulan sebelumnya menjadi 4,30%. Sementara itu, kualitas kredit Usaha Mikro dan Usaha Menengah membaik dengan NPL masing-masing sebesar 2,10% dan 5,06%, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,61% dan 5,15% (Grafik 2.51). 46

67 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Target penyaluran KUR skema baru pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120 triliun. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada APBN Hingga triwulan IV-2016, penyaluran KUR telah mencapai Rp94,4 triliun atau 94,4% dari target penyaluran KUR 2016, dengan jumlah debitur sebesar 4,3 juta. Penyaluran KUR terkonsentrasi di sektor Perdagangan dan Pertanian di wilayah Jawa (Grafik 2.52). Berdasarkan sebaran wilayah, provinsi dengan penyerapan KUR terbesar adalah Jawa Tengah (Rp16,9 triliun), Jawa Timur (Rp14,6 triliun), dan Jawa Barat (Rp11,9 triliun). Untuk luar Jawa, penyaluran KUR tertinggi adalah Sulawesi Selatan (Rp5,1 triliun) dan Sumatera Utara (Rp4,3 triliun). Dari sisi risiko, NPL KUR tercatat masih sangat rendah yaitu sebesar 0,37%, dengan NPL terbesar pada skema KUR Penempatan TKI yaitu 4,3%, diikuti NPL skema Ritel (0,54%), dan NPL skema Mikro (0,35%). Pada skema KUR sebelum 2016, Non Performing Guarantee 8 (NPG) KUR relatif tinggi, sementara pada periode Januari hingga Desember 2016, NPG KUR mengalami Perdagangan 66,29% Grafik 2.52 Realisasi KUR berdasarkan Sektor Ekonomi Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan 17,36% Jasa-jasa 11,03% Industri Pengolahan 4,10% penurunan sejalan dengan adanya skema KUR 2016 yang masih dalam kinerja baik (Grafik 2.53). Namun demikian, perlu diwaspadai NPG ke depannya sebagaimana pengalaman periode tahun sebelumnya. Perikanan 1,22% Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Meski penyaluran KUR belum optimal mencapai target pemerintah, kinerja KUR skema baru pada 2016 baik seiring risiko kredit yang terjaga pada level sangat rendah. Di samping masih relatif singkatnya periode penyaluran KUR dengan skema baru, rendahnya NPL KUR menunjukkan bahwa penyaluran KUR saat ini telah tepat sasaran kepada nasabah yang mempunyai usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum mencukupi. KUR diberikan kepada calon debitur dengan agunan pokok berupa usaha yang layak dan bank tidak diwajibkan meminta agunan tambahan untuk KUR Mikro serta tanpa perikatan. Hal ini menunjukkan upaya manajemen risiko yang lebih baik di perbankan. Dalam rangka mengurangi dominasi penyaluran KUR di sektor perdagangan, pemerintah pada tahun 2017 menetapkan ketentuan agar bank menyalurkan KUR di sektor produksi (pertanian, perikanan, kelautan dan industri pengolahan) minimal mencapai 40%. Hal ini dimaksudkan agar manfaat KUR dapat dirasakan secara optimal oleh usaha mikro dan kecil pada sektor prioritas dimaksud. Disamping itu, penyaluran KUR pada tahun 2017 direncanakan akan mencapai target sebesar Rp110 Triliun dengan suku bunga tetap 9% yang meliputi KUR Mikro, KUR Ritel, dan KUR Penempatan TKI (existing). Peningkatan % ,32% 3 2 2,60% 1 0 NPG NPL Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des *) Sumber: NPL (LBU), NPG (Jamkrindo dan Askrindo) Grafik 2.53 NPG dan NPL KUR 8 NPG menggambarkan klaim penjaminan yang dibayar oleh Lembaga Penjamin Kredit (LPK) dibandingkan dengan KUR yang dijamin porsi LPK. NPG = (klaim dibayar/nilai penjaminan) x 100%. 47

68 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah target KUR tersebut diharapkan dapat pula mendorong peningkatan total rasio kredit UMKM. Merespons semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap KUR, Pemerintah menyempurnakan program KUR dengan menambahkan keterlibatan koperasi sebagai pelaksana KUR sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 tahun 2016 tanggal 10 November Perkembangan Sistem Pembayaran Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia Transaksi pembayaran Indonesia ditopang penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia dan industri yang aman dan lancar. Pertumbuhan volume transaksi sistem pembayaran seiring peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara nontunai. Pada triwulan IV-2016 dan sepanjang 2016, penyelenggaraan Sistem Pembayaran Nontunai oleh Bank Indonesia (SPBI) berjalan dengan aman dan lancar. Hal tersebut tercermin dari tingkat kemampuan setelmen dalam layanan sistem pembayaran non-tunai Bank Indonesia yang mampu memproses seluruh transaksi peserta. Pada triwulan IV 2016, nominal transaksi SPBI mencapai Rp33.567,31 triliun atau meningkat 14,61% dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29.289,19 triliun. Peningkatan nominal transaksi tersebut didorong oleh meningkatnya transaksi BI- SSSS sebesar 29,90% dan transaksi Sistem BI-RTGS sebesar 15,29% (Tabel 2.8). Dalam periode yang sama, volume transaksi SPBI mencapai ,44 ribu transaksi atau meningkat sebesar 7,83% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber utama peningkatan volume transaksi tersebut adalah meningkatnya volume transaksi SKNBI dan Sistem BI- RTGS untuk transaksi masyarakat. Adapun rincian perkembangan volume dan nominal transaksi dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Sistem BI-RTGS Selama triwulan IV-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan, baik dari sisi nominal maupun volume transaksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nominal transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS meningkat sebesar 15,29% dibanding periode sebelumnya, yaitu dari Rp26.926,33 triliun menjadi Rp31.043,73 triliun. Kondisi ini selaras dengan peningkatan volume transaksi, yang naik sebesar 20,40% dari 2.131,25 ribu menjadi 2.566,09 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi melalui Sistem BI-RTGS meningkat 11,92% dibandingkan periode yang sama Dari sisi volume transaksi, terjadi peningkatan sebesar 8,22% dibandingkan tahun sebelumnya. 2. BI-SSSS Pada triwulan IV-2016, nominal transaksi BI-SSSS mencapai Rp15.693,96 triliun atau meningkat sebesar 29,90% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp12.082,03 triliun. Adapun volume transaksi meningkat sebesar 7,18% dari 67,46 ribu transaksi menjadi 72,31 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi dan volume transaksi melalui BI-SSSS meningkat masing-masing sebesar 46,63% dan 39,29% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 3. SKNBI Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nominal transaksi melalui SKNBI meningkat sebesar 7,89%, yaitu dari Rp891,98 triliun menjadi Rp962,39 triliun. Sejalan dengan peningkatan nominal transaksi, volume transaksi meningkat sebesar 12,33%, yaitu dari ,04 ribu transaksi menjadi ,01 ribu transaksi. Dalam periode 48

69 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah tersebut, nominal transaksi kliring kredit meningkat sebesar 9,25%, yaitu menjadi sebesar Rp602,91 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp551,86 triliun. Secara tahunan, nominal transaksi melalui SKNBI menurun 6,22% dibandingkan periode yang sama sebelumnya, sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 8,41%. Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Pemerintah - Masyarakat - Pasar Modal - Valas - PUAB - Lain-lain BI-SSSS SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM/Debet Uang Elektronik Total Tabel 2.8 Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indoensia 9 % Naik/ 2015 Total 2016 Total Naik/(turun) (Turun) Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV QtQ YoY QtQ YoY , ,78 816, , , , , , ,28 732,49 395,36 53,31 341,91 0,14 337, ,04 66, ,03 0, , , ,31 898, ,25 963, , , , ,54 743,01 383,12 50,78 332,09 4,00 359, ,17 71, ,02 1, , , ,63 947, , , , , , ,62 739,33 373,52 50,35 323,04 0,14 365, ,67 70, ,12 1, , , , , , , , , , , ,24 395,80 56,20 339,51 0,09 630, ,46 72, ,63 1, , , , , , , , , , , , ,81 210, ,55 4, , ,34 280, ,79 5, , , , , , , , , , , ,34 371,00 51,50 319,41 0,09 739, ,51 69, ,66 1, , , , , , , , , , , ,35 372,81 50,77 321,94 0,10 826, ,24 69, ,40 1, , , , , , , , , , ,03 891,98 340,12 46,35 293,68 0,09 551, ,16 67, ,46 1, , , , , , , , , , ,96 962,39 359,48 54,82 304,57 0,09 602, ,02 73, ,40 2, , , , , , , , , , , , ,41 203, ,61 0, , ,93 281, ,91 7, , , ,72 12,63 686,51 (153,00) (62,36) (199,48) 211, ,92 70,41 19,36 8,46 10,89 0,00 51,05 89,86 5,92 83,95 0, , , ,70 179,70 590,59 432,09 192,57 (271,60) 165, ,91 (63,85) (36,32) (1,38) (34,94) 0,00 (27,53) 189,56 0,79 188,77 Nominal (Triliun Rp) 15,29% 32,90% 1,00% 12,94% -8,28% -3,28% -12,40% 5,29% 29,90% 7,89% 5,69% 18,26% 3,71% 1,70% 9,25% 6,12% 8,74% 5,99% 0,82 25,70% 3.433,55 14,61% 11,92% 16,00% 16,48% 10,94% 34,24% 11,68% -16,15% 4,11% 46,63% -6,22% -9,18% -2,46% -10,29% 1,08% -4,37% 13,84% 1,08% 14,56% 61,34% 11,39% Sumber : Enterprise Data Warehouse Sistem Pembayaran (EDW-SP), Januari 2017 Tabel 2.9 Volume Transaksi Sistem Pembayaran Bank Indonesia 10 Volume (Ribu Transaksi) Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BI-RTGS - Pengelolaan Moneter - Pemerintah - Masyarakat - Pasar Modal - Valas - PUAB - Lain-lain BI-SSSS SKNBI Debet - Cek - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit APMK - Kartu Kredit - Kartu ATM/Debet Uang Elektronik Total Naik/ % Naik/ 2015 Total 2016 Total (Turun) (Turun) Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV QtQ YoY QtQ YoY 2.814, , , , , , , , , ,45 434,85 194,85 20,40% 8,22% 17,95 17,55 18,81 23,21 77,52 26,93 28,19 27,40 32,88 115,40 5,48 9,67 20,01% 41,64% 141,47 136,21 129,09 135,75 542,51 77,45 50,29 23,56 19,65 170,94 (3,91) (116,10) -16,60% -85,53% 2.328, , , , ,65 979, , , , ,47 385,77 228,13 22,70% 12,29% 28,62 25,63 28,74 37,61 120,60 48,47 62,09 63,93 76,32 250,81 12,39 38,71 19,38% 102,92% 33,69 33,84 35,86 32,75 136,14 37,36 37,27 33,68 34,85 143,15 1,17 2,10 3,48% 6,40% 19,62 20,48 19,22 22,22 81,53 20,52 22,10 20,21 18,52 81,34 (1,69) (3,70) -8,37% -16,65% 245,04 244,72 257,46 262, ,95 246,05 273,34 263,15 298, ,33 35,64 36,05 13,54% 13,72% 45,60 46,36 39,78 51,91 183,65 68,91 80,46 67,46 72,31 289,14 4,85 20,40 7,18% 39,29% , , , , , , , , , , , ,76 12,33% 8,41% 9.725, , , , , , , , , ,78 396,75 (1.026,54) 5,13% -11,22% 873,25 840,02 762,62 819, ,94 759,68 763,60 687,54 731, ,42 44,06 (87,45) 6,41% -10,68% 8.651, , , , , , , , , ,94 368,96 (870,86) 5,31% -10,63% 200,44 185,37 141,31 141,86 668,98 119,32 105,58 89,90 73,62 388,42 (16,28) (68,23) -18,10% -48,10% , , , , , , , , , , , ,30 14,87% 16,75% , , , , , , , , , , , ,17 5,86% 12,82% , , , , , , , , , , , ,57 6,83% 8,48% , , , , , , , , , , , ,60 5,80% 13,09% , , , , , , , , , , , ,34 22,97% 48,28% , , , , , , , , , , , ,12 7,83% 16,12% Sumber : Enterprise Data Warehouse Sistem Pembayaran (EDW-SP), Januari Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS. 10 Total transaksi sistem pembayaran tidak memperhitungkan BI-SSSS karena transaksi BI-SSSS sudah termasuk dalam BI-RTGS. 49

70 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Industri Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri pada triwulan IV-2016 berjalan aman dan lancar. Selama periode laporan tercatat tidak adanya gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri dalam memfasilitasi pembayaran ritel non tunai masyarakat. Seiring dengan peningkatan preferensi masyarakat untuk bertransaksi secara non tunai, pada triwulan IV-2016 transaksi ritel masyarakat menggunakan instrumen Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik (UE) tumbuh positif. Nominal transaksi APMK meningkat 6,12% (qtq) menjadi Rp1.559 triliun, sementara dari sisi volume juga meningkat 5,86% (qtq) menjadi ,9 ribu transaksi. Secara tahunan, nominal transaksi meningkat sebesar 13,84% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, dari sisi volume meningkat sebesar 12,82%. Sementara nominal transaksi uang elektronik meningkat 25,7% (qtq) menjadi Rp2,17 triliun dan secara volume transaksi meningkat 22,97% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu menjadi ,4 ribu transaksi. Secara tahunan, UE meningkat cukup pesat baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar 61,34% dan 48,28%. Selama triwulan IV-2016, penyelenggaraan transaksi transfer dana juga mencatat peningkatan di sisi volume dan nominal transaksi masing-masing sebesar 35,78% (qtq) dan 43,38% (qtq) menjadi 6,04 juta transaksi dan Rp19,31 triliun dibandingkan pada triwulan III-2016 sebesar 4,45 juta transaksi dan Rp13,5 triliun. Secara tahunan, baik dari sisi volume maupun nominal, peningkatan transaksi transfer dana tercatat positif yaitu sebesar 5,08% dan 15,72%. Tabel 2.10 Transaksi Transfer Dana Triwulan IV Transaksi Transfer Dana Volume Transaksi (Juta) Nilai Transaksi (Rp Triliun) 2015 Total 2016 Total Naik/(Turun) % Naik/(Turun) Q-1 Q-2 Q-3 Q Q-1 Q-2 Q-3 Q QtQ YoY QtQ YoY 5,47 6,39 4,04 5,75 13,6 17,6 13,1 16,7 21,65 5,44 6,02 4,45 6,04 21,95 1,59 0,29 35,78% 60,89 16,3 18,9 13,5 19,31 67,96 5,84 2,62 43,38% 5,08% 15,72% Sumber: Laporan Transfer Dana Bukan Bank, Desember 2016 Sementara itu, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler s cheque (TC) oleh Penyelenggara KUPVA Bukan Bank pada triwulan IV-2016 meningkat sebesar Rp25 triliun atau 43,3% (qtq) dibandingkan dengan triwulan III Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya nilai transaksi jual/beli mata uang Dollar Amerika Serikat dan mata uang Dollar Singapura masing-masing sebesar 26,8% (qtq) dan 54,5% (qtq). Secara tahunan, transaksi UKA-TC meningkat sebesar 41,7%. Adapun nilai transaksi mata uang Dollar Amerika Serikat dan mata uang Dollar Singapura memiliki pangsa nilai masingmasing 42,7% dan 28,2% dari total nilai transaksi UKA. 11 Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank yang merupakan Money Transfer Operator. 50

71 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.11 Transaksi UKA-TC Triwulan IV Transaksi UKA-TC Nilai Transaksi (Rp Triliun) Naik/ 2015 Total 2016 Total (Turun) % Naik/(Turun) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 QtQ YoY QtQ YoY 54,3 54,7 59,3 58,4 226,7 56,2 60,2 57,7 82,7 256,8 25,0 24,3 43,3% 41,7% Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), Desember 2016 Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia menerima Pengaduan dan Permintaan Informasi SP sebanyak yang terdiri dari 350 Pengaduan (8,99%) dan Permintaan Informasi (91,01%). Jumlah pengaduan tersebut turun 30,42% (qtq) atau berkurang 153 pengaduan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, rata-rata pengaduan mencapai 117 per bulan, sedangkan permintaan informasi mencapai per bulan. Selama tahun 2016, diterima pengaduan dan permintaan informasi, apabila dibandingkan secara tahunan pada periode yang sama, secara total berkurang 81,88% (Grafik 2.55) , TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV Grafik 2.54 Pengaduan dan Permintaan Informasi SP 57 16% 21 6% 7 2% % Kartu Kredit (71%) Kartu ATM/Debet (16%) Transfer Dana (6%) Daftar Hitam Nasional (DHN) (2%) Lainnya (2%) Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (1%) Uang Elektronik (1%) BI-RTGS (1%) Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI (0%) KUPVA (0%) BI-SSSS (0%) SKNBI (0%) % % 3% % Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (63%) Kewajiban Penggunaa Rupiah di Wilayah NKRI (26%) Lainnya (2%) Transfer Dana (2%) Kartu Kredit (1%) KUPVA (1%) Uang Elektronik (1%) Daftar Hitam Nasional (DHN) (0,8%) Kartu ATM/Debet (0,5%) SKNBI (0,4%) BI-RTGS (0,3%) Grafik 2.55 Pengaduan Konsumen SP berdasarkan Instrumen Grafik 2.56 Pemintaan Informasi SP berdasarkan Instrumen 51

72 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Pengaduan Konsumen SP ke BI pada Triwulan IV-2016 didominasi oleh instrumen Kartu Kredit sebanyak 249 (71,14%) diikuti Kartu ATM/Debet sebanyak 57 (16,29%) dan Transfer Dana sebanyak 21 (6,00%) (Grafik 2.55). Sementara itu, Permintaan Informasi terkait SP ke BI pada Triwulan IV-2016 didominasi Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang sebanyak (63,46%), Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI sebanyak 942 (26,58%) dan Transfer Dana sebanyak 73 (2,71%) (Grafik 2.56). Untuk memperkuat fungsi Bank Indonesia dalam perlindungan konsumen, edukasi perlindungan konsumen dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan GNNT, sosialisasi, dan edukasi lainnya. Materi yang diberikan antara lain kiat-kiat bertransaksi secara nontunai agar terhindar dari fraud dan kasus-kasus kejahatan di bidang sistem pembayaran. Kegiatan bertujuan meningkatkan pemahaman dan kepedulian (awareness) bagi stakeholders dalam melakukan transaksi, khususnya dengan menggunakan instrumen nontunai. Kinerja Bank Indonesia terkait perlindungan konsumen di bidang sistem pembayaran dilakukan melalui pelaksanaan survei tingkat keyakinan. Selama 2016, hasil survei kepada konsumen yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan tingkat keyakinan yang meningkat terhadap perlindungan konsumen untuk alat pembayaran nontunai dan transfer dana. Indeks keyakinan perlindungan konsumen SP meningkat dari 4,8 (skala 1-6) di tahun 2015 menjadi 5,1 (skala 1-6) di tahun Infografis Indeks Keyakinan Perlindungan Konsumen Survei Keyakinan Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Skala 1-6 4,8 5,1 Konsumen sudah merasa yakin dengan perlindungan konsumen Sistem Pembayaran yang dilaksanakan oleh BI, tercermin dari tingginya Indeks Tingkat Keyakinan Perlidungan Konsumen SP. Indek keyakinan perlindungan konsumen SP meningkat dari 4,8 (skala 1-6) di tahun 2015 menjadi 5,1 (skala 1-6) di tahun Menjadi IKU BI-wide Survei oleh Surveyor Independen Responden masyarakat umum, tersebar di seluruh Indonesia Feedback dari masyarakat ke BI APMK APMK & Transfer Dana Sebagai bagian dari komitmen, Bank Indonesia berpartisipasi dalam menyusun strategi Nasional Perlindungan Konsumen bekerja sama dengan Kementerian dan Lembaga terkait. Hal tersebut merupakan kontribusi Bank Indonesia terkait dengan sektor transaksi perdagangan menggunakan sistem elektronik (e-commerce), terutama dalam aspek instrumen pembayaran nontunai dan transfer dana. Instrumen tersebut antara lain kartu kredit, kartu debit, kartu ATM, uang elektronik, internet banking, dan mobile banking. Hal ini juga merupakan kontribusi Bank Indonesia terkait sektor jasa keuangan (perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan) yaitu layanan pengaduan konsumen secara online terkait alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) oleh pelaku usaha. 52

73 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp612,5 triliun, meningkat sebesar Rp49,3 triliun atau 8,8% (qtq) dibandingkan posisi akhir triwulan sebelumnya yang mencapai Rp563,2 triliun. Meningkatnya posisi UYD tersebut seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal perbankan/masyarakat selama periode Natal dan liburan akhir tahun 2016 (seasonal factor). Secara tahunan, posisi UYD pada periode laporan tumbuh 4,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp586,8 triliun (Grafik 2.57). Peningkatan UYD tersebut sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional yang tetap tumbuh positif. Peran uang kartal dalam aktivitas perekonomian domestik masih cukup tinggi yang tercermin pada rasio UYD terhadap produk domestik bruto (PDB). Dalam beberapa tahun terakhir, rasio UYD terhadap PDB nominal relatif stabil dengan rata-rata mencapai 5,1%. Peran uang kartal terhadap perekonomian juga terlihat pada rasio UYD terhadap konsumsi rumah tangga (RT) nominal. Pada 2016, rasio UYD terhadap konsumsi RT mencapai 8,7% atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 9,1%, seiring pertumbuhan konsumsi RT yang mengalami perlambatan (Grafik 2.58). Peningkatan UYD pada triwulan IV-2016 didorong kebutuhan uang tunai pada periode natal dan liburan akhir tahun. Pada 2016, peningkatan UYD sejalan dengan pertumbuhan perekonomian nasional. Triliun Rp % UYD % UYD % UYD qtq (rhs) % UYD yoy (rhs) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q % 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% UYD/PDB Nominal (%) UYD/Konsumsi RT Nominal (%) Grafik 2.57 Uang Kartal yang Diedarkan Grafik 2.58 Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi Rumah Tangga Selain itu, peran uang kartal dalam kegiatan transaksi perekonomian juga masih cukup signifikan. Hal ini terlihat dari pangsa UYD terhadap uang beredar, baik dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2), yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan relatif stabil (Grafik 2.59 dan 2.60). Triliun Rp % Triliun Rp % 1.400,0 60, ,0 14, ,0 50, ,0 12, ,0 800,0 600,0 400,0 200,0 - UYD M1 Rata-rata UYD/M1 (skala kanan) ,0 30,0 20,0 10, , , , ,0 - UYD M2 Rata-rata UYD/M2 (skala kanan) ,0 8,0 6,0 4,0 2,0 - Grafik 2.59 Perbandingan UYD terhadap M1 (uang beredar dalam arti sempit) Grafik 2.60 Perbandingan UYD terhadap M2 (uang beredar dalam arti luas) 53

74 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/ CoB) tercatat sebesar Rp508,4 triliun dengan pangsa 82,9% dari total UYD, sedangkan persediaan kas di perbankan (cash in vault/civ) sebesar Rp104,5 triliun dengan pangsa 17,1% dari total UYD (Tabel 2.12). Jumlah CoB dan CiV tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 8,2% dan 11,6% dari sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar Rp469,5 triliun dan Rp93,7 triliun. Hal ini disebabkan oleh faktor seasonal selama periode hari Raya Natal dan libur akhir tahun Tabel 2.12 Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan Periode Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV Nominal (Triliun Rp) Pangsa Pertumbuhan qtq Masyarakat Bank Jumlah Masyarakat Bank Masyarakat Bank 370,4 394,0 395,2 419,3 382,0 409,7 428,9 469,5 420,2 511,3 469,5 508,0 78,0 70,9 78,8 109,3 80,6 96,9 89,4 117,2 88,3 130,7 93,7 104,5 448,4 464,9 474,0 528,5 462,6 506,6 518,3 586,8 508,5 642,0 563,2 612,5 82,6% 84,8% 83,4% 79,3% 82,6% 80,9% 82,7% 80,0% 82,6% 79,6% 83,4% 82,9% 17,4% 15,2% 16,6% 20,7% 17,4% 19,1% 17,3% 20,0% 17,4% 20,4% 16,6% 17,1% -7,8% 6,4% 0,3% 6,1% -8,9% 7,3% 4,7% 9,5% -10,5% 21,7% -8,2% 8,2% -20,5% -9,1% 11,2% 38,7% -26,2% 20,2% -7,7% 31,1% -24,6% 48,0% -28,3% 11,6% Peningkatan UYD selama triwulan IV-2016 juga terkonfirmasi dari aliran bersih (net outflow) uang Rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan sebesar Rp49,4 triliun. Pada triwulan laporan, outflow tercatat sebesar Rp166,5 trilun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat sebesar Rp117,2 triliun. Sepanjang 2016, jumlah outflow yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia mencapai Rp610,4 triliun atau meningkat 7,8% dibandingkan dengan 2015 yang mencapai Rp566,3 triliun. Sementara itu, jumlah inflow yang masuk ke Bank Indonesia meningkat sebesar 14,7% yakni dari Rp509,8 triliun pada 2015 menjadi Rp584,6 triliun pada Untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy), Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) untuk digantikan dengan uang layak edar (ULE). Selama periode laporan, jumlah pemusnahan UTLE sebesar Rp48,9 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas (Tabel 2.13). Jumlah pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat sebesar Rp48,9 triliun, lebih rendah 10,4% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp54,5 triliun. Hal ini seiring dengan jumlah inflow yang menurun sebesar 40,8% pada triwulan IV Lebih lanjut, rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow pada triwulan laporan mencapai 41,7%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 27,5%. Selama 2016, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah kertas sebanyak 6,9 miliar bilyet, senilai Rp210,5 triliun. Jumlah tersebut meningkat masing-masing sebesar 16,2% dan 31,4% dibandingkan pemusnahan 2015 yakni sebanyak 5,9 miliar bilyet, senilai Rp160,3 triliun. Pada 2016, tidak terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar, sedangkan pada 2015 terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar sebanyak 49,0 juta keping. Secara keseluruhan, meningkatnya pemusnahan UTLE merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang Rupiah yang beredar di masyarakat (clean money policy). 54

75 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Pengedaran Uang Rupiah Tabel 2.13 Indikator Pengedaran Uang Indikator Utama Posisi UYD akhir periode (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Outflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Inflow (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Nominal (triliun Rp) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Rasio Pemusnahan thd Inflow Lembar (miliar) Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy) Q-I Q-II Q-III Q-IV Q-I Q-II Q-III Q-IV 462,6 506,6 518,3 586,8 508,5 642,0 563,2 612,5-12,5% 9,5% 2,3% 13,2% -13,3% 26,2% -12,3% 8,8% 3,2% 9,0% 9,4% 11,0% 9,9% 26,7% 8,7% 4,4% 75,0 148,1 176,8 166,3 84,1 240,3 119,5 166,5-51,0% 97,5% 19,4% -5,9% -49,4% 185,8% -50,3% 39,4% -6,6% 31,8% 6,3% 8,7% 12,1% 62,2% -32,4% 0,1% 140,9 104,2 165,6 99,1 162,4 107,0 198,1 117,2 43,0% -26,1% 59,0% -40,1% 63,8% -34,1% 85,2% -40,8% 6,4% 8,6% 5,3% 0,6% 15,2% 2,7% 19,6% 18,2% 40,9 33,3% 43,1% 29,0% 1,5 2,3% 18,3% 33,4-18,3% 45,1% 32,1% 1,2-21,9% 13,9% 41,9 25,3% 43,7% 25,3% 1,5 27,3% 15,8% 44,0 5,0% 43,6% 44,4% 1,7 10,0% 11,8% 57,2 29,9% 39,8% 35,2% 1,8 8,5% 18,5% 49,9-12,7% 49,3% 46,7% 1,5-19,3% 22,5% 54,5 9,3% 30,2% 27,5% 1,9 25,4% 20,7% 48,9-10,4% 11,1% 41,7% 1,7-7,0% 2,0% Pada akhir triwulan IV-2016, persediaan uang Rupiah di Bank Indonesia tetap terjaga. Kondisi ini tercermin dari kemampuan Bank Indonesia untuk menjaga pemenuhan kebutuhan uang kartal oleh perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 4,1 bulan ke depan. Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan, masyarakat dan Kepolisian RI ke Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 tercatat sebesar lembar, lebih rendah dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat sebesar lembar. Komposisi pecahan uang Rupiah palsu tertinggi adalah pecahan Rp dan Rp masingmasing sebesar lembar (pangsa 46,4%) dan lembar (pangsa 46,2%). Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang Rupiah palsu selama 2016 (sampai dengan akhir triwulan IV) adalah 13 lembar uang palsu per satu juta lembar uang yang diedarkan (Grafik 2.61) atau lebih rendah dibandingkan rasio temuan uang Rupiah palsu selama 2015 yang mencapai 21 lembar uang palsu per satu juta lembar uang yang diedarkan. Penurunan temuan uang palsu ini merupakan hasil dari gencarnya sosialisasi oleh Bank Indonesia guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan temuan uang palsu, pemasok, pemodal, dan pengedar ke aparat yang berwenang Lembar Rasio (%) Rp kebawah Rp Rp Rasio per 1 juta lembar UYD (skala kanan) 11 9 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q Grafik 2.61 Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu

76 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, stabilitas makroekonomi Indonesia pada triwulan IV-2016 maupun sepanjang 2016, tetap terjaga. Hal itu tercermin pada inflasi yang rendah, penurunan defisit ransaksi berjalan, dan nilai tukar rupiah yang stabil. Bank Indonesia meyakini pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Respons kebijakan moneter selama 2016 berdampak positif terhadap suku bunga perbankan. Selama 2016, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan pasar keuangan. Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengedaran uang Rupiah berjalan dengan baik, aman, dan lancar.

77 RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA TRIWULAN IV-2016 dan Tahun Menjelang akhir 2016, posisi instrumen operasi moneter meningkat 15,95% dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp315,01 triliun. Posisi tersebut seiring dengan meningkatnya kebutuhan akhir tahun dan adanya setoran kepada pemerintah terkait tax amnesty. 2. Sepanjang triwulan IV-2016, pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah dibanding kondisi akhir triwulan sebelumnya karena tertekan dinamika Pemilihan Presiden AS, rencana kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan perkembangan perekonomian Tiongkok. 3. Bank Indonesia menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia di Surabaya. 4. Selama 2016, total realisasi penarikan ULN Pemerintah tercatat sebesar 13,28 miliar dolar AS, sedangkan total realisasi pembayaran ULN tercatat sebesar 9,05 miliar dolar AS. 5. Nilai devisa hasil ekspor (DHE) yang diterima bank devisa dalam negeri selama 2016 turun menjadi sebesar 108,7 miliar dolar AS. 6. Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi neraca dan transaksi keuangan seluruh sektor institusi. 7. Pada akhir 2016, Bank Indonesia melakukan reorganisasi operasional giro wajib minimum kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). 8. Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menandatangani nota kesepahaman tentang koordinasi dan kerjasama dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga. 9. Bank Indonesia kembali menyelenggarakan kegiatan shari a economic forum dan talkshow untuk memberikan pemahaman kepada stakeholders. 10. Bank Indonesia telah merampungkan kajian pendukung pengaturan untuk NCD Syariah sebagai tindak lanjut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). 11. Bank Indonesia telah melaksanakan proyek percontohan (pilot project) hilirisasi untuk komoditas bawang merah di Brebes dan komoditas cabai merah di Kabupaten Sinjai. 12. Bank Indonesia mewajibkan bank umum untuk memenuhi target rasio kredit UMKM dibanding total kredit secara bertahap, yaitu 10% pada 2016, 15% (2017), dan 20% (2018). 13. Untuk memperkuat infrastruktur pasar uang, Bank Indonesia menyempurnakan sistem transaksi dan pelaporan, antara lain pengembangan electronic trading platform (ETP). 14. Hingga akhir 2016, jumlah pelapor dalam Sistem Informasi Debitur (SID) adalah 117 bank umum, BPR, dan 37 (LKNB), dengan 95,82 juta debitur. 15. Per Desember 2016, terdapat 62 (enam puluh dua) wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 (lima ratus sepuluh) kantor bank peserta. 16. Untuk memperluas penggunaan CeBM bagi setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan OJK dan SRO di pasar modal. 17. Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan Bilyet Giro untuk menegaskan kedudukan bilyet, memperjelas hak dan kewajiban para pihak, serta penerapan standar keamanan minimum. 18. Di berbagai forum internasional, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global serta meningkatkan resiliensi ekonomi dan sistem keuangan.

78 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Pada akhir 2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga dengan baik. Hal itu tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia mengganti BI Rate dengan menggunakan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebagai suku bunga kebijakan terhitung mulai 19 Agustus Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan BI 7-day RR Rate. Pelonggaran ini diharapkan dapat memperkuat upaya untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Selain itu, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dalam mendorong percepatan implementasi reformasi struktural dan menyiapkan langkah kebijakan agar implementasi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat berdampak optimal bagi perekonomian nasional. Berbagai langkah strategis hingga akhir 2016 tersebut berdampak pada masih tetap terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas kebijakan moneter berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) 1. Inflasi inti (performance) Realisasi inflasi (IHK) (monitoring) Target 4,0 ± 1% 4,0 ± 1% Pencapaian Akhir ,23% 3,02% IHK pada Desember 2016 mengalami inflasi sebesar 0,47% (mtm) atau 3,02%(yoy), masih berada dalam sasaran target inflasi. 2. Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD Angka Tertentu 8,52% Pergerakan volatilitas nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2016 masih dapat terjaga di bawah target maksimal. Hal ini sejalan dengan penguatan rupiah sebesar 0,59% ke level Rp per dolar AS Kebijakan Moneter Respons kebijakan Bank Indonesia pada 2016 tetap diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat. Di tengah berlanjutnya ketidakpastian global, kebijakan Bank Indonesia pada 2016 difokuskan pada upaya mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Secara konsisten, kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat, melalui penguatan strategi operasi moneter dan kebijakan nilai tukar serta pendalaman pasar keuangan. Sepanjang 2016, kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut: 58

79 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia secara gradual menurunkan BI Rate sebesar 75 bps dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret Penurunan BI Rate ini diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility, masingmasing dari 5,50% dan 8,00% pada Desember 2015 menjadi 4,75% dan 7,25% pada Maret Keputusan ini sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dan terjaganya stabilitas makroekonomi. Hal itu terutama dengan menurunnya tekanan inflasi pada 2016 dan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global pasca kenaikan FFR pada Desember b. Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, dari 7,50% ke level 6,5%, berlaku efektif sejak 16 Maret Pelonggaran ini merupakan bagian dari pelonggaran kebijakan moneter yang diputuskan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Februari Pelonggaran ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. c. Pada 15 April 2016, Bank Indonesia mengumumkan rencana reformulasi suku bunga kebijakan, dari BI Rate menjadi BI 7-day RR Rate. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Penguatan operasi moneter ini tidak mengubah posisi (stance) kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Perubahan suku bunga kebijakan ini berlaku efektif pada 19 Agustus Dalam masa transisi sampai dengan sebelum 19 Agustus 2016, Bank Indonesia tetap menggunakan BI Rate sebagai suku bunga kebijakan dan secara bersamaan mengumumkan BI 7-day RR Rate sebagai bagian dari suku bunga operasi moneter (term structure). Penguatan kerangka operasi moneter tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama, memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu, penguatan operasi moneter akan disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan pendalaman pasar uang. d. Sejalan dengan penguatan kerangka operasi moneter tersebut, Bank Indonesia mempercepat pelaksanaan program pendalaman pasar keuangan. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain mencakup tiga aspek. Pertama, memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) bagi terbentuknya struktur suku bunga di pasar uang untuk tenor dari overnight sampai dengan 12 bulan. Kedua, mempercepat transaksi Repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi ke dalam General Master Repo Agreement (GMRA). Ketiga, mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar uang dengan mendorong perbankan untuk lebih membuka akses counterparty. e. Pada periode April hingga Mei 2016, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar 7,25%. BI Rate tersebut setara dengan suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan. Mengacu pada rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang diumumkan pada 15 April 2016, Bank Indonesia juga menetapkan BI 7-day RR Rate sebesar 5,5%. Keputusan ini sejalan dengan upaya pencapaian inflasi 2016 sebesar 4±1% dengan tetap konsisten pada upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga berjalan semakin baik, demikian pula persiapan implementasi reformulasi suku bunga acuan. 59

80 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia f. Pada Juni 2016, Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan BI 7-day RR Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%. Dalam rangka bauran kebijakan, Bank Indonesia juga menetapkan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yakni melalui relaksasi ketentuan terkait Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV). Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%. Penetapan bauran kebijakan tersebut diarahkan untuk semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik. Peningkatan permintaan domestik itu untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan memperkuat kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan implementasi reformasi struktural. g. Pada Juli 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility sebesar 7,00%. Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 5,25%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 sebesar 4±1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah ekonomi global yang diperkirakan tumbuh lebih lambat sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasca-referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). h. Sejak 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Bank Indonesia juga menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (Deposit Facility Rate) dan batas atas koridor (Lending Facility Rate) berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-Day RR Rate. Pada Agustus 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day RR Rate sebesar 5,25%, dengan Suku bunga Deposit Facility sebesar 4,50% dan Lending Facility diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah masih melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia memandang bahwa dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi yang terkendali pada kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar yang relatif stabil, maka ruang bagi pelonggaran moneter masih terbuka. i. Pada September dan Oktober 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut memutuskan penurunan BI 7-day RR Rate masing-masing sebesar 25bps. Pada September 2016, BI 7-day RR Rate ditetapkan turun dari 5,25% menjadi 5,00%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Pada Oktober 2016, BI 7-day RR Rate kembali turun menjadi 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,00% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,50%. 60

81 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter tersebut sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi 2016 yang diperkirakan mendekati batas bawah kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang lebih baik dari perkiraan, surplus neraca pembayaran yang lebih besar, dan nilai tukar yang relatif stabil. Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran kebijakan moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya untuk mendorong permintaan domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi j. Pada November dan Desember 2016, Bank Indonesia secara berturut-turut mempertahankan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Bank Indonesia memandang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. k. Di sisi nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sampai dengan 30 Desember 2016, nilai tukar rupiah secara point to point menguat sebesar 2,32% (ytd) ke level Rp13.473,00/dolar AS dari Rp13.785,00/ dolar AS pada akhir BOKS Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 2016 Inflasi IHK tahun 2016 terkendali dan berada dalam kisaran sasaran inflasi (4+1%). Inflasi 2016 tercatat sebesar 3,02% (yoy), terendah sejak tahun Dengan pencapaian tersebut, realisasi inflasi IHK kembali berada dalam rentang sasaran inflasi sebagaimana di tahun 2015 (Grafik 1). Rendahnya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi inti, minimalnya inflasi administered prices (AP), dan cukup terkendalinya inflasi volatile food (VF). Capaian tersebut tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas makroekonomi yang disertai dengan semakin solidnya koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi. Permintaan domestik yang terkelola, tekanan eksternal yang masih minimal serta ekspektasi inflasi yang menurun mendukung terkendalinya inflasi inti. Inflasi yang rendah juga turut dipengaruhi oleh minimalnya inflasi administered price (AP) karena penurunan harga beberapa komoditas energi strategis seperti BBM dan LPG. Sementara itu, inflasi volatile food (VF) cukup terkendali di tengah gejala La Nina dengan dukungan kebijakan Pemerintah di bidang pangan. 61

82 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia % (yoy) 18 Kenaikan BBM > 17,11 16 Realisasi Inflasi Sasaran Inflasi % Kenaikan BBM 28%, Kelangkaan Kenaikan BBM 44%, gangguan Kenaikan 12 11,06 & pembatasan bensin 31%, Penurunan impor hortikultura solar 36%, TTL 10 harga La Nina BBM dan 8,38 8,36 Moderat 8 Komoditas 8 6,59 6,96 Pasokan global melimpah ,60 4, ,5 4, ,5 4,5 3,5 2,78 3,79 3,35 2 3,02 LPG iklim Sumber: BPS, diolah Grafik 1 Pencapaian Sasaran Inflasi Inflasi inti yang rendah di tahun 2016 dipengaruhi oleh masih terbatasnya tekanan permintaan domestik, minimalnya tekanan biaya input (cost push), dan menurunnya ekspektasi inflasi. Inflasi inti tercatat sebesar 3,07% (yoy), menurun dari tahun 2015 yang sebesar 3,95% (yoy). Pemulihan pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas berimbas pada minimalnya tekanan permintaan domestik. Selain itu, masih lemahnya tekanan eksternal seiring dengan harga komoditas global yang masih cukup rendah dan nilai tukar yang menguat berimbas pada rendahnya tekanan cost push. Potensi kenaikan biaya input yang muncul dari domestik seiring dengan kenaikan harga komoditas VF juga tidak ditransmisikan sepenuhnya ke kelompok inti food. Kondisi ini mengindikasikan pelaku usaha lebih memilih untuk melakukan efisiensi dibandingkan melakukan penyesuaian harga ditengah permintaan yang belum sepenuhnya pulih. Selain itu, konsistensi kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh dalam menjaga stabilitas makroekonomi mendukung terkendalinya ekspektasi inflasi di sepanjang tahun Konsistensi kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh dalam menjaga stabilitas makroekonomi mendukung terkendalinya inflasi Konsistensi kebijakan Bank Indonesia ini tercermin dari pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2015 sehingga dapat menjangkar ekspektasi inflasi masyarakat di tahun Lebih lanjut, ekspektasi inflasi dalam jangka menengah juga terindikasi semakin terjangkar pada sasaran inflasi sebagaimana tercermin dari ekspektasi inflasi pada survei Consensus Forecast (CF) yang menunjukkan tren penurunan. Selain itu, nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2016 yang secara umum bergerak dalam tren menguat dengan volatilitas nilai tukar rupiah yang terjaga turut berkontribusi pada terjaganya ekspektasi masyarakat. Di samping itu, koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan pemerintah juga mampu meyakinkan masyarakat bahwa inflasi ke depan akan terkendali sehingga berdampak positif pada terjaganya ekspektasi inflasi pelaku usaha (Diagram 1). 62

83 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Keterbatasan Pasokan Kenaikan inflasi cabai merah, bawang merah, dan bawang putih. Cost Push Volatile Food Meningkat 5,92% (yoy) Tekanan Domestik Melemah Permintaan Domestik lemah. Ekspentasi inflasi menurun. Tekanan Eksternal Moderat Nilai tukar menguat. Harga minyak turun. Pelemahan ekonomi global. Harga komonditas global rendah Inti Melambat 3,07% (yoy) IHK 3,02% (yoy) Administered Prices Melambat 0,21% (yoy) Reformasi Subsidi Energi dan Penundaan Kebijakan AP Nilai tukar menguat & harga minyak turun menyebabkan harga BBM turun & inflasi TTL melambat Inflasi IHK 2016 melambat dibandingkan tahun 2015 Kebijakan Bank Indonesia 1. Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi penawaran 2. Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah 3. Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter (BI 7 day RR Rate) dan memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah 4. Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaa valas. 5. Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang. Koordinasi Pengendalian Inflasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daeah) dalam TP/TPID Kebijakan Pemerintah ( Tingkat Pusat dan Daerah) 1. Keterjangkauan Harga 2. Ketersediaan Pasokan. 3. Kelancaran Distribusi 4. Komunikasi yang Efektif. Sumber: BPS, dan Bank Indonesia, diolah. Diagram 1 Inflasi 2016 dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sementara itu, inflasi kelompok AP pada tahun 2016 tercatat rendah terutama dipengaruhi oleh tren penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah. Realisasi inflasi AP tercatat sebesar 0,21% (yoy), menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,39% (yoy). Tren penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah membuka ruang bagi pemerintah untuk menurunan harga bahan bakar minyak BBM terutama pada paruh pertama Hal ini diikuti dengan penurunan tarif angkutan umum serta batas atas dan batas bawah tarif angkutan udara. Harga bahan bakar khusus non subsidi dan harga LPG tabung 12 kg juga mengalami penurunan pada tahun Lebih lanjut, tarif listrik mengalami perlambatan inflasi seiring apresiasi nilai tukar rupiah, turunnya harga minyak, dan terjaganya inflasi bulanan. Rendahnya inflasi AP turut dipengaruhi oleh ditundanya pelaksanaan kebijakan subsidi tepat sasaran untuk pelanggan listrik daya 900 VA dan kenaikan harga LPG tabung 3 kg serta dipertahankannya harga BBM sepanjang periode Juli-Desember Tekanan inflasi VF pada 2016 tetap terkendali, meski sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok VF tercatat mengalami inflasi sebesar 5,92% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,84% (yoy). Realisasi inflasi VF di tahun 2016 tersebut masih lebih rendah dibandingkan historisnya yang mencapai 6%-8%. Komoditas utama yang menyumbang kenaikan inflasi VF pada tahun 2016 adalah komoditas cabai merah, bawang merah, dan bawang putih. Hal ini dipicu oleh permasalahan pasokan akibat curah hujan yang tinggi dan adanya virus di sejumlah sentra produksi. Masih terbatasnya instrumen stabilisasi harga menyebabkan inflasi komoditas tersebut meningkat signifikan di tahun Namun, kenaikan inflasi VF lebih lanjut tertahan oleh membaiknya harga komoditas lain khususnya beras, 63

84 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia daging ayam ras, telur ayam ras, dan daging sapi. Selain itu, cukup intensifnya upaya pemerintah dalam memperkuat pasokan pangan dapat menahan tekanan kenaikan inflasi VF lebih lanjut. Pemerintah menempuh berbagai kebijakan untuk mendukung kecukupan pasokan pangan domestik. Kebijakan tersebut diantaranya berupa upaya peningkatan produksi beras dalam negeri dan carry over impor beras tahun Terjaganya pasokan beras berdampak positif pada Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang meningkat sebesar 25% di tahun 2016 sehingga dapat mendukung pelaksanaan Operasi Pasar pada periode yang sama. Selain itu, pasokan daging sapi juga cukup terjaga sepanjang tahun 2016 dengan didukung pasokan dari dalam negeri maupun sumber pasokan luar negeri oleh Bulog. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang menugaskan Bulog untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen. Pemerintah juga terus melanjutkan upaya untuk memperkuat infrastruktur penunjang produksi pertanian seperti bendungan dan irigasi, serta pemberian subsidi pupuk dan benih kepada petani. Di samping itu, Pemerintah juga menempuh beberapa kebijakan yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan distribusi dan aksesibilitas pangan antara lain melalui program Gerai Maritim dan Rumah Pangan Kita (RPK). Pencapaian sasaran inflasi tahun 2016 juga didukung oleh semakin solidnya koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, di tingkat pusat dan daerah, terutama melalui forum TPI dan TPID. Pada tahun 2016, TPI dan TPID melanjutkan program yang berfokus pada peningkatan produksi, perbaikan struktur pasar, perbaikan distribusi, penguatan regulasi, dan pengelolaan ekspektasi dan edukasi inflasi. Koordinasi yang baik tersebut tercermin pada inflasi pangan periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) tahun 2016 yang lebih baik dibandingkan historisnya. Upaya stabilisasi harga dilakukan melalui operasi pasar dan pasar murah berbasis komoditi utama inflasi baik di tingkat pusat maupun di daerah, seperti operasi pasar cabai dan daging sapi. TPID juga mendorong kerjasama antar daerah seperti yang dilakukan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam rangka pengendalian pasokan beras dan daging sapi. Selain itu, kegiatan TPID juga berfokus pada peningkatan produksi cabai, budidaya pembibitan masal bawang putih, pengaturan pola tanam cabai, optimalisasi sistem resi gudang, pemberian bantuan biaya ongkos angkutan barang, dan pengembangan akses informasi harga pangan. Selama 2016, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan dan kestabilan nilai tukar rupiah Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter Pengelolaan Moneter Sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan pengelolaan moneter dengan mengendalikan pergerakan suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Hal ini dilakukan 64

85 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia melalui pelaksanaan operasi moneter (OM) yang terdiri atas Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan Standing Facilities (SF). Pelaksanaan OPT bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan likuiditas yang tersedia di pasar uang yang dilakukan melalui lelang instrumen OPT. Hal ini berdampak pada pergerakan suku bunga PUAB overnight pada kisaran yang diinginkan, sehingga transmisi kebijakan moneter berjalan efektif. Sementara itu, instrumen SF yang terdiri atas deposit facility dan lending facility berperan sebagai instrumen pendukung manajemen likuiditas bagi bank, sehingga pengelolaan likuiditas perbankan dapat dilakukan secara lebih efisien. Suku bunga kedua instrumen SF tersebut membentuk koridor suku bunga yang berperan membatasi pergerakan volatilitas suku bunga sasaran operasional. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan operasi moneter, pada triwulan laporan, Bank Indonesia melakukan penguatan dan penyempurnaan ketentuan terkait OPT antara lain yang mengatur mengenai: (i) Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter 1 ; serta (ii) Koridor Suku Bunga (Standing Facility). 2 Hal ini sejalan dengan reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter Bank Indonesia yakni BI 7-Days Reverse Repo Rate, penyesuaian koridor suku bunga kebijakan (SF), dan aktivasi term deposit. Menjelang akhir 2016, posisi instrumen operasi moneter meningkat 24,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya atau 267,30% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp338,18 triliun. Posisi tersebut mengalami peningkatan terutama pada instrumen operasi moneter jangka pendek (tenor 3 bulan) seperti Deposit Facility (DF), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis), Term Deposit (TD), dan Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN). Peningkatan posisi operasi moneter jangka pendek tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan yang disebabkan oleh liburan akhir tahun, perayaan hari keagamaan serta penyerapan dana oleh pemerintah dalam rangka tax amnesty maupun kegiatan front loading pembayaran pajak akhir tahun. Pada akhir 2016, Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen moneter sebagai upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan melalui optimalisasi penggunaan instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel. Optimalisasi penyerapan melalui instrumen kontraksi tersebut dilakukan dengan mengatur frekuensi penyerapan dan serta penggunaan instrumen SBN sebagai underlying utama instrumen OPT dengan tenor yang lebih panjang (Grafik 3.2). Adanya peningkatan motif menjaga likuiditas jangka pendek oleh perbankan di akhir tahun 2016 mendorong lebih banyaknya OPT Fine Tune (TD 2-6 hari) yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB o/n. Pelaksanaan strategi OM tersebut terefleksikan dari perubahan komposisi instrumen OM yakni meningkatnya posisi penempatan dana bank pada instrumen jangka pendek antara lain Deposit Facility (DF), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (Fasbis), Term Deposit (TD), Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Foreign Exchange (FX) Swap. Dalam periode laporan, secara qtq DF naik 76,29% menjadi Rp196,8 triliun, Fasbis naik 13,17% menjadi Rp23,92 triliun, RR-SBN naik 0,99% menjadi Rp23,63 triliun, SBIS naik 14,28% menjadi 10,79 triliun, dan FX Swap naik 332,24% menjadi Rp81,70 triliun. Sementara, untuk posisi TD pada triwulan IV-2016 naik menjadi Rp23,17 triliun. 1 Surat Edaran Nomor 18/29/DPM tanggal 29 November 2016 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 2 Surat Edaran Nomor 18/30/DPM tanggal 29 November 2016 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 65

86 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sejalan dengan kondisi tersebut, perubahan preferensi likuiditas perbankan ke tenor yang lebih pendek juga tercermin pada posisi instrumen OPT dengan tenor menengah panjang yang yaitu Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang mengalami penurunan secara qtq masing-masing sebesar 44,14% dan 12,02% menjadi Rp46,98 triliun dan Rp94,58 triliun (Grafik 3.1). Rp Triliun (100) (200) Tw l Tw ll Tw lll Tw lv Tw l Tw ll Tw lll Tw lv Tw l Tw ll Tw lll Tw lv DF FASBIS RR SBN SDBI SEI SBIS LF FF Repo FX swap Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter-Total % Tw l Tw ll Tw lll Tw lv Tw l Tw ll Tw lll Tw lv Tw l Tw ll Tw lll Tw lv DF FASBIS RR SBN SD BI SBI SBIS Grafik 3.2 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi Selama triwulan IV-2016, posisi (stance) suku bunga kebijakan moneter yaitu BI 7-day reverse repo rate ditetapkan tidak berubah (Grafik 3.4). Hal ini diikuti oleh stabilnya suku bunga instrumen OPT lainnya. Suku bunga instrumen OPT pada tenor 1 minggu tercatat sebesar 4,75%, 2 minggu sebesar 4,95%, 1 bulan sebesar 5,20%, 3 bulan sebesar 5,60%, 6 bulan sebesar 5,80%, 9 bulan sebesar 5,90% dan 12 bulan sebesar 6,00%. 6,50 6,30 6,10 5,90 5,70 5,50 5,30 5,10 4,90 4,70 4,50 6,00 5,90 5,80 5,60 5,20 4,95 4,75 1 mgg 2 mgg 1 bln 3 bln 6 bln 9 bln 12 bln 8,50% 7,50% 6,50% 5,50% 4,50% 3,50% BI Rate PUAB ON Rate Posisi DF/Fasbis (rhs) Posisi (Rp Triliun) LF Rate 80 BI7DRR DF Rate 0 4-Jan Jan Jan-16 5-Feb Feb-16 1-Mar Mar Mar-16 6-Apr Apr Apr Mei Mei-16 3-Jun Jun Jun Jul Jul-16 4-Ags Ags Ags-16 8-Sep Sep-16 3-Okt Okt Okt-16 4-Nov Nov Nov-16 8-Des Des-16 Selama 2016, Bank Indonesia menjaga tingkat volatilitas nilai tukar, keyakinan pasar, dan pergerakan nilai tukar sesuai dengan tingkat fundamentalnya. Grafik 3.3 Suku Bunga Hasil OPT Triwulan IV Pengelolaan Nilai Tukar Grafik 3.4 Koridor Suku Bunga Pengelolaan nilai tukar merupakan bagian dari kebijakan moneter yang dilakukan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan nilai tukar dilakukan melalui serangkaian manajemen nilai tukar dan pengaturan pasar valuta asing domestik. 66

87 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sepanjang triwulan IV-2016, pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah dibanding kondisi akhir triwulan sebelumnya. Secara point-to-point, rupiah mengalami depresiasi sebesar 3% (qtq) atau 423 point dari Rp / Dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi Rp13.470/Dolar AS pada triwulan IV-2016 (Grafik 3.5). Pelemahan tersebut dipengaruhi oleh tekanan eksternal yaitu dinamika paska-hasil pemilihan Presiden AS di luar ekspektasi pasar, rencana kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan perkembangan perekonomian Tiongkok yang dibawah perkiraan. Di sisi lain, pelemahan rupiah lebih dalam mampu ditahan oleh sentimen positif terhadap data indikator perekonomian domestik yang membaik. Data perekonomian tersebut adalah surplus neraca perdagangan non-migas, membaiknya harga komoditas ekspor, peningkatan aliran modal masuk, dan terjaganya inflasi pada level yang rendah. Dinamika kondisi perekonomian tersebut menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pengelolaan nilai tukar yang dilakukan untuk menjaga tingkat volatilitas nilai tukar, keyakinan pasar (market confidence), dan pergerakan nilai tukar rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya. Meski pergerakan nilai tukar pada triwulan laporan melemah, secara keseluruhan, pergerakan rupiah sepanjang 2016 cenderung menguat dibandingkan akhir 2015, khususnya pada triwulan I dan III Rupiah mengalami apresiasi sebesar 2% atau 315 point dari Rp13.785/Dolar AS pada triwulan IV-2015 menjadi Rp13470/Dolar AS pada triwulan IV Penguatan ini sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik. Pada tataran global, beberapa mata uang yang mengalami depresiasi terburuk selama tahun 2016 antara lain Argentine Peso (-18,6%), Turkish Lira (-16,9%), Mexican Peso (-16,1%), Polish Zloty (-6,6%) dan Chinese Renminbi (-6,5%). Sementara mata uang yang mengalami penguatan terbesar dimiliki oleh Brazilian Real (22,0%), Russian Ruble, (20,1%), South African Rand, (13,8%), Colombian Peso, (5,8%) dan Chilean Peso, (5,5%) (Grafik 3.6) Grafik 3.5 Pergerakan Nilai Tukar USD/IDR Sep Okt Okt-15 9-Nov Nov-15 3-Des Des-15 4-Jan Jan Jan Feb Feb-16 8-Mar Mar-16 5-Apr Apr Apr Mei Mei-16 9-Jun Jun Jul Jul Ags Ags-16 1-Sep Sep Sep Okt Okt-16 4-Nov Nov Nov Des Des-16 Argentine Peso, -18,6 Turkish Lira, -16,9 Mexican Peso, -16,1 Polish Zloty, -6,6 Chinese Renminbi, -6,5 Philippines Peso, -5,1 Malaysian Ringgit, -4,3 Romanian Leu, -3,8 Czech Koruna, -3,6 Bulgarian Lev, -3,5 South Korean Won, -2,9 Indian Rupee, -2,6 Singapore Dollar, -2,3 Hungarian Forint, -1,9 Hong Kong Dollar, -0,1 Depresiasi Apresiasi Thai Bath, 0,8 Paruvian, 1,7 Taiwanese, 2,1 Indonesian Rupiah, 2,3 Chilean Peso, 5,5 Colombian Peso, 5,8 South African Rand, 13,8 Russian Ruble, 20,1 Brazilian Real, 22, Sumber : Bloomberg Grafik 3.6 Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar Negara Emerging Terhadap USD Tahun

88 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selain melakukan pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia juga mengambil kebijakan dengan menyelenggarakan transaksi bank kepada Bank Indonesia. Transaksi ini dilakukan melalui skema Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan bank sentral dan/ atau otoritas moneter negara lain dan memperluas cakupan mata uang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang tertentu pada pasar valas domestik dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini juga didukung dengan penerbitan ketentuan BCSA 3 terkait transaksi bank kepada Bank Indonesia. Sebagai upaya untuk meningkatkan governance, Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan ketentuan internal pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka seiring dengan kegiatan reformulasi suku bunga kebijakan moneter Bank Indonesia dan penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia 4. Penyempurnaan itu antara lain berupa penambahan jenis valuta asing, penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi. Dengan adanya pengembangan transaksi swap lindung nilai ini, diharapkan dapat memperluas jenis valuta asing yang ditransaksikan sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan Bank Indonesia dan pemerintah melakukan koordinasi sepanjang 2016 untuk memperkuat sinergi pengendalian inflasi dan pengembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dicapai dengan mempercepat transformasi industri manufaktur yang berdaya saing global Koordinasi dengan Pemerintah Koordinasi dalam rangka Mendorong Transformasi Industri Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Republik Indonesia di tingkat pusat maupun daerah untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dilakukan dengan mempercepat transformasi industri manufaktur demi mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Selama 10 tahun terakhir, peran industri manufaktur dalam menopang pertumbuhan ekonomi semakin tergerus, dari semula sekitar 28% menjadi hanya sekitar 20,75% pada triwulan III Dari sisi ekspor, kontribusi komoditas industri manufaktur semakin menurun. Pangsa produk ekspor lebih didominasi oleh ekspor komoditas sumber daya alam (SDA), terutama dibandingkan periode sebelum 2000-an. Terkait hal ini, Bank Indonesia menginisiasi pertemuan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, serta Pemerintah Daerah di Surabaya pada 25 November Pertemuan koordinasi dihadiri Gubernur Bank Indonesia, anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, Gubernur Jawa Timur, beberapa bupati di wilayah Jawa Timur, pejabat tinggi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pejabat Kementerian Perindustrian, dan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pertemuan koordinasi secara khusus membahas strategi yang diperlukan dalam mempercepat transformasi industri manufaktur untuk mewujudkan industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. 3 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.15/17/PBI/2013 dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas SEBI No.16/2/DPM tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/7/PBI/2016 tentang Transaksi Bank Kepada Bank Indonesia Dalam Rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/12/DPM tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. 68

89 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pertemuan koordinasi dimaksud menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan terintegrasi dan saling bersinerg, yakni: Pertama, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia melalui perluasan akses pendidikan vokasional dan pengembangan standar kompetensi kerja nasional. Kegiatan ini akan dilalukan melalui pengembangan kerja sama antara akademisi, pelaku bisnis, danpemerintah. Kegiatan lainnya berupa sertifikasi tenaga kerja industri, pembangunan sekolah-sekolah vokasi yang spesifik di kawasan industri (KI), dan memfasilitasi SMK yang telah ada untuk bekerja sama dengan industri. Kedua, penyempurnaan dan penataan regulasi terkait ketenagakerjaan, khususnya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penyempurnaan itu dilakukan dengan menghilangkan pasal-pasal yang dianggap kaku dan mengharmonisasikan dengan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk memberikan keseimbangan antara penciptaan lapangan kerja dan perlindungan tenaga kerja. Ketiga, pengembangan sektor industri padat tenaga kerja dan berorientasi ekspor, serta pengembangan industri berbasis SDA (hilirisasi). Pemerintah akan mendorong pertumbuhan beberapa sektor industri, antara lain industri berbasis agro (seperti minyak sawit di Sei Mangkei, green diesel di Dumai, minyak goreng di Bontang), industri berbasis mineral logam (seperti besi beton di Batulicin, baja berbasis pasir besi di Kulon Progo, dan stainless steel di Morowali), industri berbasis migas dan batu bara (seperti methanol di Muara Enim), serta pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM) di daerah. Keempat, penyediaan pasokan energi, termasuk percepatan pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik megawatt, terutama di daerah-daerah yang mengalami defisit listrik. Selain itu, pemerintah akan menjajaki kemungkinan penyesuaian harga energi yang mendorong daya saing industri, termasuk upaya mengurangi harga gas, antara lain dengan memperpendek jalur distribusi penjualan gas. Kelima, pembatalan peraturan daerah (perda) yang menghambat pengembangan investasi dan industri di daerah. Proses pembatalan perda akan melibatkan kepala daerah dan DPRD, dan pemerintah pusat. Keenam, pengembangan kerjasama antardaerah melalui pendirian perwakilan dagang untuk mendorong berkembangnya lalu lintas perdagangan antardaerah. Pemerintah jufa akan mengembangkan perwakilan dagang di negara mitra untuk mendorong perluasan akses pasar. Ketujuh, penyediaan paket insentif investasi oleh pemerintah daerah (pemda) yang disesuaikan dengan karakteristik daerah untuk mendorong berkembangnya investasi. Paket insentif ini akan didukung percepatan penyediaan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan investor dan perluasan akses permodalan. Ke depan, peserta rakor berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan. Komitmen bersama itu untuk mempercepat transformasi industri manufaktur sehingga dapat mendorong industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global. Pertemuan Tahunan Bank Indonesia: Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi DBank Indonesia secara berkala melakukan pertemuan tahunan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam rangka mengevaluasi capaian perekonomian dan kebijakan yang telah ditempuh serta prospek dan arah kebijakan ke depan. Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di tahun 2016 mengambil tema Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat 69

90 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Resiliensi. Pertemuan ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, pimpinan lembaga negara, menteri kabinet kerja, pimpinan lembaga pemerintah, pimpinan DPR-RI, para kepala daerah, pimpinan perbankan dan korporasi non-bank, akademisi, pengamat ekonomi, dan perwakilan sejumlah lembaga internasional. Pada pertemuan tahunan tersebut, Presiden Republik Indonesia menyampaikan optimismenya terhadap perekonomian Indonesia ke depan. Dibandingkan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada posisi yang sangat baik. Selain itu, indikator perekonomian lain, seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan berada pada tingkat yang terkendali. Meski demikian, masih terdapat tantangan perekonomian, baik dari eksternal maupun domestik yang harus dilalui dengan optimisme. Presiden RI mengangkat tiga hal yang perlu dibenahi. Pertama, pemberantasan korupsi dan pungutan liar. Kedua, inefisiensi birokrasi. Ketiga, ketertinggalan infrastruktur. Untuk menjawab tiga tantangan itu, pemerintah menggulirkan program-program deregulasi. Apabila ketiga hal itut dapat diselesaikan maka Indonesia akan memiliki sebuah fondasi kuat untuk tinggal landas menuju tingkat yang lebih baik. Dalam sudut pandang Bank Indonesia, terdapat tiga potensi yang perlu dioptimalkan untuk mendorong daya tahan perekonomian Indonesia. Aspek pertama adalah kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah. Kedua, sumber pembiayaan ekonomi yang besar. Ketiga, pengembangan teknologi digital yang pesat dalam mendukung kegiatan ekonomi. Seluruh potensi itu dapat memperkuat dan menggandakan manfaat dari potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia yang sudah lebih dulu dikelola dan telah dijadikan prioritas. Bank Indonesia memandang bahwa kepercayaan pelaku ekonomi terhadap pemerintah akan terbangun lebih kuat apabila pihak-pihak terkait terus menjaga kedisiplinan dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter, serta terus menjaga konsistensi kebijakan reformasi struktural. Dari sisi sumber pembiayaan, program pengampunan pajak menjadi momentum yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjadi modal penting untuk memperluas ruang fiskal secara sehat. Di sisi lain, perkembangan ekonomi digital yang pesat dan sehat sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi digital yang lebih merata, seperti pada aktivitas e-commerce dan financial technology. Saat ini, perekonomian Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, baik dari sisi eksternal maupun domestik. Masalah struktural pada perekonomian global, yang penyelesaiannya memerlukan waktu, perlu diantisipasi. Daya tahan ekonomi domestik pun harus semakin dioptimalkan. Untuk itu, pentingnya tiga fungsi dasar kebijakan publik. Pertama, fungsi stabilisasi sebagai dasar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, fungsi alokasi untuk menjamin penggunaan berbagai sumber daya sesuai prioritas dan efisien. Ketiga, fungsi distribusi untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut, prinsip sinergi menjadi salah satu hal yang perlu dipedomani. Kebijakan yang dikeluarkan harus harmonis dan terintegrasi antarpemangku kebijakan, baik di pusat maupun daerah. Mengingat hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa berusaha untuk mengoptimalkan bauran kebijakan guna memperkuat stabilitas ekonomi, yang selanjutnya akan menopang fungsi alokasi dan fungsi distribusi. Koordinasi dalam rangka Pengendalian Inflasi Dinamika inflasi pangan sepanjang tahun 2016 menunjukkan bahwa tantangan pengendalian inflasi pangan ke depan masih tinggi. Berulangnya permasalahan pasokan setiap tahun dengan bergantinya komoditas VF penyumbang inflasi mengindikasikan 70

91 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia masih banyaknya isu struktural yang perlu segera diatasi. Pada tahun 2016, permasalahan pasokan akibat curah hujan yang tinggi dan virus kuning, merupakan permasalahan utama yang mendorong tingginya fluktuasi harga komoditas cabai merah dan bawang merah. Selain itu, capaian inflasi yang rendah di 2016 tidak merata terjadi di seluruh daerah. Tekanan kenaikan inflasi pangan masih kerap terjadi di beberapa daerah. Hal ini antara lain disebabkan ketidakmerataan produksi antar daerah produsen, perbedaan daya dukung infrastruktur logistik antar daerah, dan tingginya alih fungsi lahan yang menyebabkan belum optimalnya produksi pangan Menghadapi tantangan tersebut, koordinasi pengendalian inflasi difokuskan pada upaya mendorong percepatan penguatan infrastruktur logistik dan penunjang produksi pangan. Dua hal tersebut perlu menjadi prioritas guna menjamin stabilitas inflasi antardaerah. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas VII) TPID ditegaskan komitmen sinergi kebijakan yang efektif guna mendukung implementasi berbagai kebijakan dan program kerja Pemerintah secara nasional yang berdampak positif bagi stabilisasi harga. Dalam kaitan ini, dukungan Pemerintah Daerah diperlukan melalui percepatan realisasi anggaran pada belanja pembangunan, serta terobosan dan inovasi kebijakan pengendalian inflasi disertai alokasi anggaran yang memadai, dan percepatan pembangunan infrastruktur pendukung distribusi pangan. Peran Pemerintah Daerah sangat diperlukan tidak hanya pada pencapaian pertumbuhan ekonomi melainkan juga pada pengendalian inflasi. Menindaklanjut kesepakatan dalam Rakornas VII TPID tersebut, berbagai program koordinasi pengendalian inflasi ditempuh di berbagai daerah sepanjang tahun 2016, antara lain: Kesepakatan Rakronas Upaya Stabilisasi Harga Percepatan realisasi APBD Program Pengendalian Inflasi Daerah Memasukkan stabilisasi harga sebagai salah satu sasaran pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Merumuskan rekomendasi program stabilisasi harga dengan mengacu pada roadmap pengendalian inflasi disertai dengan dukungan APBD dalam program dimaksud. Standardisasi pelaksanaan kegiatan pengendalian harga dengan koordinasi antar-tpid Provinsi dan Kab/Kota untuk mempermudah evaluasi kegiatan Pemanfaatan informasi harga antar-kabupaten/kota. Menyelenggarakan pasar penyeimbang, kandang penyangga, maupun pasar pendamping dengan tujuan untuk memotong rantai distribusi. Peningkatan produksi pakan ternak ikan air tawar & daging ayam ras melalui UMKM binaan. Optimalisasi APBD, termasuk dana desa untuk mendukung program stabilisasi harga dan pembangunan infrastruktur. Koordinasi antar-skpd dalam manajemen perencanaan keuangan, sehingga realisasi anggaran dapat terdistribusi dengan baik. Mempercepat proses lelang pengadaan (sebelum tahun anggaran). Berkomitmen untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran melalui pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) dan strategi penghematan anggaran secara selektif dan tidak mengganggu alokasi pembangunan infrastruktur. 71

92 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kesepakatan Rakronas Pembangunan infrastruktur pangan Kerja sama dan kelembagaan koordinasi TPID Ketersediaan dan keterjangkauan pangan Program Pengendalian Inflasi Daerah Pengawasan Perda larangan alih fungsi lahan dan penguatan program urban farming. Memetakan kebutuhan infrastruktur prioritas terkait distribusi, transportasi, dan konektivitas Identifikasi perda yang kurang mendukung iklim investasi atau pembangunan dan pengendalian harga serta merekomendasikan kepada pusat untuk dicabut. Program subsidi angkutan udara atau tol udara, khususnya untuk distribusi pangan strategis untuk mengurangi disparitas harga di kawasan timur. Perbaikan infrastruktur pasar tradisional. Pembangunan Pusat Distribusi Regional (PDR) yang berfungsi sebagai bantalan persediaan apabila terjadi gangguan cuaca. Mempercepat pembentukan TPID bagi daerah yang belum Melakukan kerja sama pengendalian inflasi di daerah dengan aparat penegak hukum, khususnya dengan monitoring kewajaran stok pangan di gudan-gudang daerah secara berkala maupun insidentil. Melakukan kerja sama antardaerah dalam rangka produksi/penyediaan pangan serta kelancaran distribusi pangan Sosialisasi penyusunan roadmap sampai ke kabupaten/kota dan menyusun rencana kerja TPID periode ke depan pada akhir tahun berdasarkan hasil evaluasi TPID tahun berjalan. Pemda menyusun RKPD untuk pengendalian inflasi daerah berdasarkan Permendagri No.18/2016. Mempercepat pemebentukan TPID bagi daerah yang belum. Mengoptimalkan peluang kerja sama antardaerah mengacu kepada pemetaan surplus-defisit daerah. Identifikasi dan merencanakan Cadangan Beras Daerah bekerjasama dengan Bulog. Memperkuat peran Bulog sebagai badan pengendali pangan (stok dan harga) dan dalam hal penyerapan produksi dan pemasaran pangan, termasuk kerja sama dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan), asosiasi, industri, dan pedagang besar. Mendirikan dan memperkuat BUMD pangan agar memiliki fungsi stabilisasi harga. Mengembangkan kegiatan pasar lelang dan optimalisasi toko tani Melakukan pemantauan stok pangan, membangun neraca surplus defisit yang akurat, identifikasi peta rantai distribusi dan memperkuat sisten informasi harga pangan. Mengadakan operasi pasar khusus komoditi penyumbang inflasi. 72

93 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengelolaan Utang Luar Negeri Sesuai amanat Pasal 53 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar negeri adalah Bank Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban rekening Pemerintah pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan pemberi pinjaman. Sejalan dengan mandat tersebut, Bank Indonesia menatausahakan, melakukan penarikan/ pembayaran, dan menyusun laporan Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah. ULN Pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, SBN Internasional, dan SBN Domestik. Penarikan ULN dilakukan Pemerintah untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit APBN maupun dalam rangka pengelolaan portofolio utang. Selama 2016, Bank Indonesia memantau perkembangan ULN dan menatausahakan ULN pemerintah. Pada akhir 2016, Bank Indonesia mengatur fungsi dan kewenangannya dalam menatausahakan global bonds Indonesia. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter of credit (L/C) atau pembiayaan pendahuluan. Tabel 3.1 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah (Juta USD) Bilateral Multilateral Bank Komersial Pemasok SBN Internasional Total 2015* 2016** Total Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 158,9 64,5 13, , ,1 115,1 191,3 75, , ,8 24, ,9 44, , ,8 589, ,5 195, , ,2 888, ,2 329, , ,9 58,6 598,5 120, , ,0 58,0 223,3 130, , ,6 38,9 988,3 18, ,0 676,5 723,9 72, , ,7 Total 832, ,9 343, , ,3 Sumber : Statistik ULN Indonesia *) Angka-angka sementara **) Angka-angka sangat sementara Pada triwulan IV-2016, realisasi penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai 4,69 miliar dolar AS, terutama didominasi oleh penerbitan perdana (new issuance) SBN berdenominasi US Dollar (Global Bonds) senilai 3,5 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, porsi kepemilikan bukan penduduk yang dicatat sebagai ULN Pemerintah adalah (1) 721,4 juta dolar AS (seri RI0122), (2) 1,01 miliar dolar AS (seri RI0127) dan (3) 1,48 miliar dolar AS (seri RI0147). Adapun total yang dibeli oleh Non-Residen dicatat sebagai ULN Pemerintah adalah sebesar 3,22 miliar dolar AS. Penerbitan tersebut dilakukan dalam rangka prefunding APBN Sementara itu, total realisasi penarikan ULN Pemerintah selama 2016 tercatat sebesar 13,28 miliar dolar AS. Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS. Pembayaran ULN Pemerintah mayoritas dilakukanuntuk pembayaran pinjaman multilateral sebesar 655,9 juta dolar AS. Total realisasi pembayaran ULN selama 2016 tercatat sebesar 9,05 miliar dolar AS. Pembayaran ini dilaksanakan berdasarkan instruksi pembayaran dari Kementerian Keuangan, sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari administrasi data Utang Luar Negeri Pemerintah yang dilakukan di Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS). 73

94 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia (Juta USD) Bilateral Multilateral Bank Komersial Pemasok SBN Internasional Total Tabel 3.2 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah 2015* 2016** Total Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 412,9 291,6 108,7 2,8 622, , ,6 546,6 183,9 0,6 985, ,1 413,7 263,7 112,0 2,6 808, , ,6 573,9 208,3 0,6 312, , , ,9 613,0 6, , ,7 432,1 333,1 121,3 2, , , ,3 601,2 264,7-341, ,5 534,1 313,2 130,3 2,8 977, ,0 564,7 655,9 274,0-306, ,5 Total 3.029, ,5 790,2 5,6 3,329, ,1 Sumber : Statistik ULN Indonesia *) Angka-angka sementara **) Angka-angka sangat sementara Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga secara akurat dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan jumlah dan jenis valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai dengan jumlah dan jenis valuta pinjaman yang dibayarkan. Secara rutin, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rekonsiliasi data realisasi penarikan dan pembayaran (bulanan) serta data posisi (triwulanan). Langkah ini dilakukan untuk mendukung kinerja penarikan dan pembayaran ULN Pemerintah yang akurat dan tepat waktu, serta menjaga akurasi data realisasi penarikan dan pembayaran ULN Pemerintah. Pada 29 Desember 2016, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri 5. PDG ini diterbitkan guna mengatur fungsi Bank Indonesia sebagai Agen Penatausahaan Surat Utang Negara (SUN), khususnya SUN yang diterbitkan di pasar internasional (Global Bonds). Sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN, kegiatan penatausahaan SUN yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen, serta agen pembayar pokok dan bunga SUN dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Sebelumnya, fungsi agen penatausahaan Global Bonds ini dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dengan surat kuasa dari Bank Indonesia. Sejak 2016, fungsi ini sudah dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan menunjuk lembaga keuangan internasional di pasar global bonds tersebut diterbitkan Perkembangan Pemantauan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Pangsa nilai DHE di bank devisa dalam negeri pada 2016 meningkat, meskipun dengan nominal nilai yang menurun. Kebijakan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia merupakan salah satu upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan pasokan devisa yang relatif stabil dan berkesinambungan, guna mendukung stabilitas perekonomian nasional. Selain itu, pelaporan DHE dan devisa utang luar negeri yang akurat diperlukan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia berupaya meningkatkan efektivitas pemantauan penerimaan DHE dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia. Secara akumulatif, perkembangan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) pada triwulan IV-2016 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama Hal 5 Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Nomor 18/22/PDG/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 14/11/ PDG/2012 tentang Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri. 74

95 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia ini ditunjukkan adanya penurunan pangsa penerimaan DHE melalui bank devisa dalam negeri terhadap total nilai DHE pada periode tersebut dari 95,2% menjadi 93,9%. Namun, secara nominal, penerimaan DHE meningkat dari USD30,1 miliar menjadi USD31,8 miliar. Sejalan dengan peningkatan nominal di bank domestik, DHE yang diterima melalui bank di luar negeri juga meningkat, yaitu dari USD1,5 miliar menjadi USD2,0 miliar dengan pangsa yang meningkat dari 4,8% menjadi 6,1% (Grafik 3.7) Devisa Hasik Ekpor (DHE Aliran DHE ke Bank Domestik Aliran DHE ke Bank di LN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak Grafik 3.7 Perkembangan Data Pangsa DHE Tahun 2016 mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi adminsitratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan IV-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 117 eksportir atau menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 126 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 12 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 18 eksportir. Selama periode laporan, terdapat 11 eksportir yang dibebaskan dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 6 eksportir. Pada 2016, perkembangan penerimaan DHE menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan pangsa nilai DHE terhadap total nilai DHE dari 93,7% menjadi 94,1%. Secara nominal, nilai DHE yang diterima bank devisa dalam negeri turun dari USD117,2 miliar pada 2015 menjadi USD108,7 miliar pada Aliran DHE yang diterima melalui bank di luar negeri mengalami penurunan dari USD7,9 miliar (2015) menjadi USD6,9 miliar pada 2016 atau pangsanya menurun dari 6,3% menjadi 5,9%. Berdasarkan pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar masih sama dengan sebelumnya. Kelima komoditas itu adalah batubara, tekstil dan produk tesktil, minyak sawit, mesin dan mekanik, dan peralatan listrik. Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, selama 2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 573 eksportir atau turun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 962 eksportir. Jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 61 eksportir atau turun dari tahun sebelumnya sebanyak 267 eksportir. Selama 2016, terdapat 30 eksportir yang dibebaskan penangguhan ekspornya atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 112 eksportir. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan asosiasi. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank. 75

96 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Selain penyelenggaraan survei dan liaison serta publikasi statistik pada 2016, Bank Indonesia juga terus mengembangkan statistik untuk mendukung analisis makroprudensial, asesmen likuiditas, maupun financial imbalances yang dapat memicu risiko sistemik. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik. Kegiatan ini antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan, serta menyusun laporan/ analisisnya. Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Di sektor moneter, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik uang dan bank, kegiatan usaha lembaga keuangan non-bank, serta pasar uang dan pasar modal. Ketiganya dimuat dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia merilis analisis uang beredar dan faktor yang memengaruhinya secara bulanan untuk periode September-November Di sektor eksternal, pada 2016, Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode triwulan IV-2015 dan statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia periode triwulan I sampai III Bank Indonesia juga mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode November Desember 2015 dan Januari - Oktober 2016, serta data posisi cadangan devisa periode Desember 2015 dan Januari - November Untuk meningkatkan layanan kepada stakeholder dalam negeri maupun luar negeri, penyajian beberapa publikasi statistik sektor eksternal disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk sistem keuangan, pada triwulan IV-2016 Bank Indonesia telah mendiseminasikan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) dengan periode data sampai dengan Oktober Rilis statistik ini merupakan data perkembangan sistem keuangan yang komprehensif sebagai hasil koordinasi Bank Indonesia dengan instansi lain, di antaranya Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia. SSKI juga menyajikan beberapa indikator/statistik yang berkaitan dengan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam mendukung kebijakan makroprudensial/ssk di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas publikasi SSKI agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholders terhadap data SSK/ makroprudensial, publikasi statistik sistem keuangan juga disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bank Indonesia terus mengembangkan statistik untuk mendukung analisis makroprudensial, asesmen likuiditas, maupun financial imbalances yang dapat memicu risiko sistemik. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi neraca dan transaksi keuangan seluruh sektor institusi, yakni sektor korporasi non-finansial, bank sentral, perbankan, lembaga keuangan non-bank, pemerintah, rumah tangga, dan sektor luar negeri. Neraca sektoral tersebut dapat menggambarkan kondisi keuangan dan keterkaitan antar sektor institusi secara nasional maupun regional. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi nonfinansial dan sektor rumah tangga. 76

97 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sebagai salah satu sarana untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan Statistik Neraca Nasional Indonesia, pada 9 November 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema Pemanfaatan National Balance Sheet untuk Mengukur Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia. Seminar ini merupakan salah satu sarana untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan Statistik Neraca Nasional Indonesia, hasil analisis, dan pemanfaatannya kepada kementerian/lembaga, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asosiasi dan akademisi. Sosialisasi tersebut sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan data untuk pengambilan kebijakan terkait dengan makroprudensial. Kegiatan itu juga untuk meningkatkan kepedulian (awareness) mengenai misi dan sasaran strategis Bank Indonesia terkait dengan stabilitas sistem keuangan. Untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai survei rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan antara lain Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), dan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview melalui kegiatan liaison kepada pelaku bisnis utama (key business persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan survei bertopik khusus, yaitu Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada triwulan IV-2016, terdapat 2 (dua) topik survei yang dilakukan melalui SKSR, yaitu: (1) Peningkatan Pembiayaan kepada Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan (2) Survei Persepsi terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI). Survei Persepsi terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Mengenai SNI dilakukan sebagai bagian dari evaluasi atas efektivitas Paket Kebijakan Ekonomi 1 sampai dengan 12 yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain survei kepada rumah tangga, survei persepsi mengenai SNI juga dilakukan kepada dunia usaha, mencakup industri dalam negeri, importir, dan retailer. Hasil survei telah disampaikan pada Rapat Koordinasi Satgas sebagai masukan dari dunia usaha dan masyarakat mengenai paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait SNI. Dalam rangka perolehan data/anekdotal informasi guna mendukung kompilasi statistik dan analisisnya, Bank Indonesia secara rutin melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai stakeholders terkait. Pada triwulan IV-2016, beberapa instansi yang diundang dalam kegiatan FGD antara lain Perum Perumnas, Kementerian PUPERA, Kementerian Perhubungan, dan Perum BULOG. Dari sisi internal, Bank Indonesia secara resmi telah membentuk Task Force Integrasi Pelaporan di internal Bank Indonesia dalam rangka penyusunan kerangka integrasi sistem pelaporan perbankan 6. Tugas dari Task Force ini adalah: 1) melakukan review secara menyeluruh terhadap laporan perbankan; 2) mengkaji dan menyusun desain solusi bisnis dan solusi teknis integrasi pelaporan; serta 3) menyusun blueprint implementasi integrasi pelaporan. Di samping itu, sebagai pelaksanaan salah satu program transformasi, Bank Indonesia mulai menggali potensi pemanfaatan Big Data sebagai teknologi dan pendekatan mutakhir (State of the Art Technology). Kegiatan ini untuk mendukung proses pengambilan keputusan guna mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien. Big Data diharapkan dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter, market, SSK, dan SP- PUR melalui peningkatan kualitas data dan analisis. Big Data juga, menjadi komplemen dari pemanfaatan data warehouse (structured data) yang telah dilakukan selama ini. 6 Pembentukan satgas ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.18/92/KEP.GBI/INTERN/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Pembentukan Task Force Integrasi Pelaporan di Bank Indonesia. 77

98 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sejak 2015, pengembangan sejumlah proyek Big Data telah menghasilkan indikator baru/ komplemen untuk mengisi lag ketersediaan data dan menjadi leading information, antara lain proksi indikator ketenagakerjaan dan proksi indikator pasar properti. Selain itu, Big Data dapat dimanfaatkan untuk menganalisis pola perilaku pelaku ekonomi ataupun keterhubungan antarpelaku dalam perekonomian. Terkait dengan regulasi, sepanjang triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan beberapa ketentuan terkait pelaporan statistik guna mendukung perumusan dan pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia. Dalam hal ini, guna mendukung pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) dan melakukan monitoring atas pelaksanaan LKD, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan terkait: (i) laporan kantor pusat bank umum, dan (ii) laporan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan uang elektronik (Electronic Money) oleh bank perkreditan rakyat dan lembaga selain bank 7. Ketentuan ini diterbitkan untuk mengakomodasi kebutuhan laporan baru mengenai Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Kartu Kredit bagi pelapor bank umum dan lembaga selain bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan tentang pemantauan kegiatan lalu lintas devisa bank dan nasabah 8. Ketentuan ini diterbitkan dalam rangka mendorong transparansi dan ketersediaan informasi kegiatan LLD. Kerja sama Internasional Terkait Pengelolaan Database Statistik dan Survei Dalam kerangka pemenuhan komitmen Indonesia terhadap G-20 Data Gaps Initiatives (DGI), Bank Indonesia telah melakukan beberapa hal selama triwulan IV-2016, yaitu: a. Melakukan kompilasi data Sectoral Account untuk sektor institusi yang menjadi tanggung jawab Bank Indonesia (sektor bank sentral, sektor perbankan, dan sektor eksternal). Bank Indonesia juga melakukan rekonsiliasi dengan BPS dalam rangka memenuhi Recommendation II.8 DGI - Sectoral Account tahap III. b. Melakukan penyusunan, pengembangan, dan diseminasi Public Sector Debt (PSD) berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada website BI dan Kemenkeu. Statistik PSD tersebut disampaikan kepada Bank Dunia secara triwulanan. Penyusunan data PSD ini merupakan salah satu komitmen Indonesia dalam pemenuhan G-20 DGI Recommendation II.16. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia juga aktif berperan serta dalam berbagai fora statistik yang bersifat internasional, yaitu: a. Pada Oktober 2016, Bank Indonesia menerima delegasi dari Camboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam (CMLV) untuk melakukan study visit ke Bank Indonesia terkait penyusunan statistik Direct Investment (DI). Kegiatan study visit yang difasilitasi oleh Sekretariat ASEAN dan EU-ASEAN COMPASS itu merupakan pelaksanaan program ASEAN Help ASEAN (AHA). Kegiatan itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kualitas statistik negara CMLV dalam rangka mendukung terciptanya statistik ASEAN yang berkualitas dan komparabel. 7 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/26/DSta tanggal 22 November 2016 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP tanggal 31 Oktober 2012 perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/27/DSta tanggal 22 November 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank. 8 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/23/DSta tanggal 26 Oktober 2016 perihal Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah. 78

99 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia b. Pada Oktober 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam pertemuan OECD Working Group on International Investment Statistics (WGIIS) di Paris, Prancis. Pertemuan WGIIS merupakan upaya berkelanjutan untuk terus menyempurnakan dan mengembangkan statistik FDI agar dapat menjelaskan secara lebih baik peran FDI dalam perekonomian, terutama terkait globalisasi. c. Pada Oktober 2016, Bank Indonesia menghadiri forum Working Party on Financial Statistic (WPFS) and Working Party on National Account (WPNA) di Paris, Prancis. Forum ini membahas berbagai isu dalam kompilasi Statistik Finansial dan Statistik Neraca Nasional. Dalam kesempatan itu, Bank Indonesia berbagi pengalaman dalam mengompilasi statistik Financial Intemediary Services Indirectly Measured (FISIM) melalui presentasi dengan judul Implementation of FISIM in Computing Financial Services Value Added in Indonesia. Salah satu topik bahasan adalah mengenai pemilihan reference rate yang digunakan dalam penghitungan output sektor perbankan dengan metode FISIM. Presentasi Indonesia dalam penerapan FISIM untuk penghitungan financial services value added menjadi masukan bagi negara lain. d. Pada 15 November 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam 4 th Malaysia Statistics Conference 2016 (MyStats 2016) di Kuala Lumpur, Malaysia. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Bank Negara Malaysia (BNM) bekerja sama dengan the Department of Statistics Malaysia (DOSM), dan Malaysia Institute of Statistics (ISM). Kegiatan yang mengusung tema Strengthening Statistical Usage for Decisions and Innovation ini dihadiri oleh 500 peserta. Peserta berasal dari kalangan statisticians, economists, analis, pembuat kebijakan, akademisi, dan media. Konferensi ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan sharing pengalaman mengenai isu-isu statistik, khususnya terkait analisis dan perumusan kebijakan maupun tantangan dalam kompilasi dan pengkomunikasian data statistik. Pada sesi panel mengenai Usage of Statistics and Application of Statistical Science by Official Authorities, Bank Indonesia mempresentasikan makalah berjudul Redesign Inflation Expectation Survey: the Case of Indonesia. e. Pada November 2016, Bank Indonesia berkesempatan hadir dalam agenda tahunan ke-4 IMF Statistical Forum di Washington DC yang mengusung tema Statistics for Inclusive Growth. Forum statistik ini dihadiri oleh utusan dari bank sentral, national statistical office (NSO), universitas, lembaga internasional (UN, IMF, Bank Dunia), dan lembaga konsultan internasional (McKinsey). Forum ini merupakan ajang pertukaran pandangan di antara compiler dan user data, khususnya terkait kompilasi data Financial Inclusion, yang sangat penting bagi penyempurnaan metodologi statistik Bank Indonesia. f. Pada November 2016, Bank Indonesia berpartisipasi dalam forum 7 th Annual Conference on Central Bank Business Surveys & Liaison Programmes di Kuala Lumpur, Malaysia. Konferensi yang mengusung tema Staying Ahead of the Curve: Experiences, Challenges and Opportunities itu diselenggarakan oleh Bank Negara Malaysia. Forum tersebut dihadiri oleh narasumber dan peserta dari berbagai lembaga internasional, antara lain Federal Reserve Bank of Atlanta, Banque de France, ECB, Bank of Japan, Bank of Canada, dan Reserve Bank of Australia. Konferensi ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan macro economic surveillance melalui jaringan business intelligence. Pembahasan antara lain meliputi operasional pelaksanaan program business liaison, perhitungan dan penerapan business intelligence dalam perumusan kebijakan bank sentral, dan surveillance bank sentral di masa mendatang. Dalam forum tersebut, Bank Indonesia memaparkan tentang pelaksanaan Business Liaison di Bank Indonesia. 79

100 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia g. Pada Desember 2016, EU-ASEAN Capacity Building Project for Monitoring Intergration Progress and Statistics (EU-ASEAN COMPASS) memberikan technical assistance (TA) kepada Bank Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data Lalu Lintas Devisa Bank (LLD-Bank), Lembaga Bukan Bank (LLD-LBB), dan beberapa komponen data jasa Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia menempuh langkah-langkah kebijakan untuk menjaga ketahanan sistem keuangan dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Dalam kerangka makroprudensial, Bank Indonesia mengembangkan pasar dan akses keuangan, serta melakukan koordinasi dengan otoritas terkait dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan. Kestabilan kondisi sistem keuangan tercermin pada indikator kinerja stabilitas sistem keuangan. Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Pencapaian Akhir 2016 IKU 3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) < 2 0,84 Baiknya kinerja Bank Indonesia dalam menjaga ketahanan sistem keuangan tercermin pada pencapaian Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) triwulan IV-2016 yang masih jauh berada di bawah ambang batas (threshold). Kondisi yang terjaga juga dicerminkan dari indeks pembentuk ISSK yakni Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) yang rata-rata selama triwulan laporan tercatat masing-masing sebesar 0,63 dan 0, Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Pada 2016, Bank Indonesia menetapkan kebijakan countercyclical buffer. Untuk memenuhi Undang- Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan pelaksanaan dan menyepakati kerja sama dengan LPS. Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial industri keuangan guna mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Sesuai PBI tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan Pengaturan Makroprudensial Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan tindak lanjut pelaksanaan Undang- Undang No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yaitu penyelesaian ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK), perumusan ketentuan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan penyusunan Nota Kesepahaman serta Perjanjian Kerja Sama antara Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian pelaksana tugas operasional Giro Wajib Minimum (GWM) dan penetapan kembali Countercyclical Capital Buffer. Sebagaimana amanat UU PPKSK, setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memiliki kewajiban antara lain menyusun peraturan pelaksanaan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang harus sudah diterbitkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak pengesahan UU PPKSK pada 15 April

101 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan yang merupakan amanat UU PPKSK, Bank Indonesia menerbitkan peraturan mengenai Protokol Manajemen Krisis) PMK dan tata cara pelaksanaannya 9. Peraturan tersebut adalah pedoman internal dalam melaksanakan kegiatan PMK. Secara garis besar, beberapa hal yang diatur dalam ketentuan PMK adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil surveillance dan asesmen, indikasi status tekanan dibedakan menjadi normal dan ditengarai krisis. Kondisi normal terdiri atas 3 kondisi, yaitu stabil, waspada, dan siaga. 2. Sesuai tugas dan kewenangan Bank Indonesia, dibentuk 3 sub-protokol yaitu moneternilai tukar, makroprudensial, dan sistem pembayaran, beserta indikator yang dipantau untuk mengidentifikasi adanya risiko dan tekanan. 3. Untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaannya, telah diatur proses pengambilan keputusan mulai dari koordinasi level teknis hingga Rapat Dewan Gubernur, serta mekanisme pelaksanaan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. 4. Pengaturan mengenai pusat penanganan krisis di Bank Indonesia yang dalam hal diperlukan dapat dibentuk untuk mempercepat langkah-langkah penanganan kondisi yang ditengarai krisis. 5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap keputusan yang telah diambil dengan mempertimbangkan perkembangan status tekanan. Selain ketentuan terkait PMK, sejak triwulan II-2016, Bank Indonesia tengah menyempurnakan ketentuan PLJP bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah yang juga terkait dengan UU PPKSK. Ketentuan PLJP tersebut diantaranya mengatur persyaratan bank yang dapat mengajukan PLJP, agunan PLJP, jangka waktu PLJP, dan pelunasan PLJP. Penyusunan ketentuan yang berkaitan dengan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam PLJP dilakukan berkoordinasi dengan OJK mengingat terdapat peran OJK dalam PLJP. Dalam proses pengajuan PLJP, peran OJK antara lain menilai kondisi bank, kualitas agunan, dan kemampuan bank untuk melunasi PLJP. Peran OJK lainnya terkait pengawasan terhadap penggunaan dana PLJP. Sebagaimana UU PPKSK, Bank Indonesia dan LPS memiliki kewajiban antara lain menyusun peraturan pelaksanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank dalam kondisi krisis sistem keuangan. Guna memperkuat komitmen lembaga dalam memenuhi amanat dimaksud, Bank Indonesia dan LPS sepakat memasukkan aspek pendanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank ke dalam ruang lingkup nota kesepahaman 10. Sebagai tindak lanjutnya, pada 31 Oktober 2016 Bank Indonesia dan LPS menyepakati Perjanjian Kerja Sama 11. PKS tersebut merupakan pedoman pelaksanaan bagi Bank Indonesia dan LPS untuk melakukan transaksi penjualan SBN dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik dalam kondisi krisis sistem keuangan, sesuai dengan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 9 Peraturan Dewan Gubernur No. 18/16/PDG/2016 Tanggal 10 November 2016 tentang Protokol Manajemen Krisis dan Surat Edaran Intern No. 18/105/INTERN Tanggal 30 November 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Manajemen Krisis. 10 Nota Kesepahaman (NK) BI LPS No. ) tanggal 28 Juli 2016 tentang Koordinasi dan Kerja sama dalam rangka Pelaksanaan Fungsi, Tugas, dan Wewenang BI dengan LPS. 11 (PKS) No. tentang Penjualan Surat Berharga oleh LPS kepada Bank Indonesia. 81

102 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sebagai langkah sentralisasi Giro Wajib Minimum (GWM), pada akhir 2016 Bank Indonesia melakukan reorganisasi dan pengalihan tugas operasional GWM dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). Pengalihan kegiatan tersebut secara garis besar meliputi: 1. Memantau proses GWM harian; 2. Memberikan jasa giro; 3. Memberitahukan dan melakukan pengenaan sanksi kepada bank yang melanggar GWM; 4. Melakukan koreksi pemberian jasa giro/koreksi sanksi GWM; 5. Mengelola hak akses user GWM (untuk yang bersifat informasional) di KPwDN; dan 6. Mengelola administrasi pemenuhan GWM untuk bank merger, konsolidasi, dan konversi. Perubahan pelaksana operasional GWM tersebut dilandasi ketentuan yang mengatur mengenai perubahan korespondensi antara bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN dan Bank Indonesia 12. Selain itu, telah diterbitkan pula ketentuan internal Bank Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan operasional satuan kerja terkait. Countercyclical Capital Buffer (CCB) merupakan salah satu instrumen kebijakan makroprudensial. Kebijakan CCB ditujukan untuk mencegah peningkatan risiko sistemik yang berasal dari pertumbuhan kredit berlebihan (excessive credit growth) sekaligus menyerap kerugian perbankan melalui pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer). Sesuai Peraturan Bank Indonesia 13, dilakukan evaluasi besaran dan waktu pemberlakuan CCB paling kurang 1 (satu) kali dalam enam bulan, berdasarkan indikator utama, indikator pelengkap, dan professional judgement. Besaran CCB ditetapkan untuk pertama kali sebesar 0% (nol persen) per 1 Januari Selama 2016, Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan CCB sebanyak 2 (dua) kali, yakni pada Mei 2016 dan November 2016 dan kembali menetapkan besaran CCB tetap sebesar 0%. Sejalan dengan keputusan sebelumnya mengenai besaran CCB tetap sebesar 0%, pada triwulan IV-2016 Bank Indonesia kembali memutuskan besaran CCB tidak mengalami perubahan yakni tetap sebesar 0%. Keputusan tersebut didasari oleh tidak adanya indikasi pertumbuhan kredit berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik. Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan kredit yang masih belum optimal. Pada September 2016, pertumbuhan kredit hanya sebesar 6,47% (yoy), sedangkan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 sebesar 5,02% (yoy) atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,18% (yoy). Selain itu, salah satu indikator pelengkap yaitu siklus keuangan masih berada pada fase kontraksi. Besaran CCB yang ditetapkan sebesar 0% tersebut menyebabkan bank tidak perlu membentuk tambahan modal. Dengan demikian, perbankan tetap dapat meningkatkan fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional Pengawasan Makroprudensial Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveillance terhadap sistem keuangan, dan jika diperlukan dilakukan pemeriksaan terhadap bank dan lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bank. Surveillance dilakukan dalam rangka monitoring, 12 Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia No. 18/38/DKMP Tanggal 28 Desember 2016 perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. 13 PBI No.17/22/PBI/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer. 82

103 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia identifikasi, dan asesmen terhadap potensi risiko sistemik yang mungkin timbul dalam sistem keuangan. Berdasarkan hasil surveillance, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan makroprudensial berupa pemeriksaan tematik maupun kepatuhan. Pemeriksaan tematik menilai kondisi dan praktik bank yang memiliki potensi risiko sistemik dan dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Adapun pemeriksaan kepatuhan menilai kesesuaian praktik yang dilakukan bank dengan ketentuan makroprudensial. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan tematik likuiditas bank untuk (i) menilai dampak kondisi makroekonomi terhadap likuiditas bank yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik, (ii) mempelajari ketahanan likuiditas bank dalam menghadapi perubahan ekstrem kondisi makroekonomi dan kemungkinan dampaknya terhadap bank lain (contagion impact/interconnectedness) dalam industri perbankan, dan (iii) mendalami transmisi kebijakan Bank Indonesia khususnya terkait dengan likuiditas perbankan. Untuk meningkatkan pengawasan atas ketahanan bank terhadap kondisi makroekonomi, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan tematik likuiditas bank dan pemeriksaan kepatuhan bank terhadap aturan kebijakan LTV dan kegiatan APMK. Pemeriksaan kepatuhan dilakukan untuk memantau implementasi kebijakan Loan to Value (LTV) dan kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Pemeriksaan LTV dilakukan untuk: (i) menilai respons bank terhadap kebijakan LTV, (ii) mengidentifikasi kendala dalam penyaluran kredit properti, (iii) mengevaluasi implementasi kebijakan termasuk kepatuhan atas ketentuan rasio LTV atau rasio Financing to Value (FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti, serta (iv) mereview kecukupan infrastruktur antara lain kebijakan, SOP dan sistem informasi terkait LTV. Sementara itu, pemeriksaan APMK dilakukan untuk mengevaluasi kesiapan bank dalam (i) implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan PIN Online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Debet, terminal Automated Teller Machine (ATM), terminal Electronic Data Capture (EDC) dan host and back end system, serta (ii) mengevaluasi kepatuhan Bank terhadap ketentuan sistem pembayaran Bank Indonesia khususnya APMK dan Uang Elektronik. Implementasi National and Regional Balance Sheet untuk Mengukur Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia Krisis keuangan global membuktikan bahwa eksposur keuangan yang besar dan interkoneksi yang tinggi antar sektor melintasi batas negara menyebabkan terjadinya penularan krisis dalam waktu singkat. Untuk mendorong terjaganya stabilitas sistem keuangan berdasarkan analisis dan pengawasan komprehensif atas mitigasi aspekaspek risiko financial imbalances maupun risiko sistemik inter-sektoral, Bank Indonesia menginisiasi National Balance Sheet (NBS) yang menggabungkan secara sistematis data statistik seluruh sektor perekonomian dalam satu kesatuan data terintegrasi yang mengambarkan aktivitas finansial antarsektor. Sektor-sektor itu mencakup perbankan, institusi keuangan non-bank, korporasi, rumah tangga, pemerintah pusat, pemerintah daerah, bank sentral, dan sektor eksternal. Data NBS yang terintegrasi dapat digunakan untuk menganalisis ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) antar sektor, yaitu suatu keadaan yang dapat dipicu karena adanya ketidaksesuaian (mismatch) dalam ukuran maupun komposisi aset dan kewajiban yang dimiliki oleh sektor-sektor ekonomi. Selain pada level nasional (NBS), Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang menginisiasi penyusunan Regional Balance Sheet (RBS). RBS bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan keuangan regional yang dapat berdampak terhadap perekonomian dan keuangan nasional. Penyusunan RBS ini sangat penting 83

104 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mengingat Indonesia terdiri atas banyak provinsi yang memiliki kondisi dan karakteristik ekonomi dan keuangan berbeda-beda. Saat ini, penyusunan RBS telah mencakup 33 provinsi yang dapat memberikan gambaran kondisi perekonomian dan keuangan daerah. RBS juga dapat menggambarkan interaksi antar sektor dalam suatu regional, interaksi antar regional, dan interaksi suatu regional dengan sektor luar negeri. RBS akan menjadi salah satu masukan dalam penguatan fungsi Bank Indonesia di bidang Regional Financial Surveillance (RFS), penguatan fungsi advisory kepada pemerintah daerah, dan penguatan analisis spasial Penguatan Ekonomi Syariah Bank Indonesia terus mempertahankan komitmen untuk meningkatkan kontribusi ekonomi syariah dalam perekonomian nasional. Keterlibatan Bank Indonesia mempertimbangkan pula keterkaitan peran ekonomi syariah dengan tugas Bank Indonesia untuk mendukung kestabilan harga dan stabilitas sistem keuangan. Kerja sama nasional dan internasional terus dilakukan selama 2016 untuk membangun kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector serta mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah antara lain melalui penyelenggaraan Indonesia Shari a Economic Festival Pengembangan Ekonomi Syariah Berbagai inisiatif dilakukan Bank Indonesia guna mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah baik di domestik maupun internasional. Inisiatif itu antara lain dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ilmiah yang membahas isu-isu terkini yang dihadapi oleh ekonomi dan keuangan syariah, pilot project optimalisasi dana zakat, berperan aktif dalam kegiatan fora internasional ekonomi dan keuangan syariah, serta melaksanakan kegiatan promosi produk ekonomi dan keuangan syariah. Penyelenggaraan Indonesia Shari a Economic Festival (ISEF) ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah yang menyatukan pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil. Pada kesempatan ini dicanangkan Komitmen Bersama Akselerasi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah. Komitmen ini melibatkan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Ekonomi Kreatif, Komisi XI DPR RI, Wakil Gubernur Jawa Timur, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, dan pimpinan 17 Pondok Pesantren di Jawa Timur. Kolaborasi antar lembaga ini diharapkan dapat lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Salah satu kegiatan utama dalam ISEF 2016 adalah 2nd International Journal of Islamic Monetary Economics and Finance (JIMF) Call for Paper dengan tema Integrating Islamic Commercial And Social Finance to Strengthen Financial System Stability. Kegiatan ini merupakan sarana untuk mendiskusikan hasil pemikiran/kajian dari para peneliti/akademisi di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan Call for Paper diikuti oleh peserta dari 13 negara, dengan jumlah kajian yang terkumpul sebanyak 96 kajian. Sementara itu, kegiatan plenary session JIMF Call for Paper melibatkan pembicara nasional maupun internasional yang memiliki keahlian di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Pilot Project Optimalisasi Dana Zakat Dalam pembangunan kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector di Indonesia, Bank Indonesia bersama dengan BAZNAS melakukan inisiasi penyusunan Zakat Core Principles 84

105 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dalam working group internasional. Zakat Core Principles diluncurkan dalam acara World Humanitarian Summit, PBB, 23 Mei Peluncuran Zakat Core Principles di forum PBB itu menunjukkan pengakuan beberapa pihak yang melihat adanya potensi kekuatan sektor zakat untuk dapat berkontribusi dalam penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi melalui jalur yang belum pernah dilakukan. Dengan demikian, sistem zakat secara internasional, termasuk sistem zakat di Indonesia, telah memiliki suatu standar operasional yang baik sebagai acuan, terutama dalam penyusunan program pengembangan sistem zakat nasional sebagai salah satu pilar pembangunan sistem perekonomian nasional. Peluncuran Zakat Core Principles ini akan dilanjutkan dengan penyusunan standar-standar operasional pengaturan zakat. Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa membantu BAZNAS untuk menyusun standar regulasi zakat yang semakin efektif. Dalam jangka panjang, sistem zakat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjadi mitra bagi Bank Indonesia untuk menurunkan tekanan inflasi di daerah-daerah yang secara sistem cukup jauh untuk dijangkau oleh mekanisme yang ada saat ini. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah menyalurkan dana kepada 18 orang mustahik. Selanjutnya, akan dilakukan pendampingan dan pemantauan terhadap mustahik untuk menilai dan menjaga efektivitas penyaluran dana zakat kepada perkembangan usaha produktif mustahik Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Penyusunan dan Launching Islamic Financial Market Code of Conduct (icoc) Transaksi di pasar keuangan syariah semakin berkembang dengan pelaku yang terdiri atas perbankan konvensional dan perbankan syariah. Untuk mendukung pelaksanaan transaksi, khususnya untuk menciptakan etika, tata kelola, dan perilaku transaksi yang baik dan sesuai prinsip syariah, Bank Indonesia mengasistensi pelaku pasar keuangan (Indonesia Islamic Global Market Association-IIGMA) untuk menyusun Islamic Financial Market Code of Conduct (icoc). Keberadaan icoc akan memperbaiki tata kelola dan etika transaksi di pasar keuangan syariah. terutama memastikan kepatuhan pelaku kepada prinsip syariah, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), peraturan regulator pasar keuangan syariah, dan Islamic market best practices. Selain itu, penerapan icoc diharapkan akan meningkatkan kepercayaan investor, sehingga mendorong peningkatan investasi di pasar keuangan syariah. Penyusunan icoc sekaligus mendukung upaya akselerasi dan pendalaman pasar keuangan syariah, terutama untuk menciptakan suatu unique and sharia compliance Islamic market best practices pasar keuangan syariah Indonesia. Pada 2016, Bank Indonesia mendorong inovasi dan penggunaan sukuk serta hedging syariah. Upaya peningkatan pendalaman pasar keuangan. didukung perbaikan tata kelola dan etika dalam bertransaksi. Seminar Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Untuk mensosialisasikan inovasi model sukuk terbaru, Bank Indonesia menyelenggarakan seminar pendalaman pasar keuangan syariah. Selain memperkenalkan model sukuk, seminar ini juga memberikan pemahaman mengenai implementasi sukuk, mendorong penerbitan sukuk, sekaligus mengetahui minat investor terhadap instrumen sukuk. Inovasi sukuk yang telah dilakukan oleh beberapa pihak yaitu: 1. Sukuk Garuda (sukuk global BUMN) cukup sukses dan dapat mendorong penerbitan serupa oleh BUMN lain. 2. Muhammadiyah bekerja sama dengan Bank Mandiri juga akan menerbitkan sukuk. Hal ini akan menjadi penarik minat lembaga atau organisasi Islam lain untuk mengoptimalkan pendanaannya. 85

106 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3. Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Keuangan menginisiasi model sukuk linked wakaf. Inovasi model sukuk ini diharapkan dapat lebih meningkatkan optimaliasi penggunaan aset wakaf yang idle oleh BUMN atau korporasi lain. 4. Sebagai varian terbaru Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sukuk tabungan terbukti cukup sukses untuk menarik investor ritel. Selain inovasi model sukuk, terdapat juga penjaminan infrastruktur yang dapat mendukung dan memberikan jaminan pelaksanaan proyek infrastruktur sukuk. Peluncuran Model Sukuk Linked Waqaf Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan telah meluncurkan model Sukuk linked Wakaf sebagai inovasi dan terobosan baru keuangan syariah Indonesia untuk mengoptimalkan aset wakaf yang selama ini kurang berkembang karena keterbatasan dana yang dimiliki pengelola aset wakaf (nadzhir). Mempertimbangkan kesamaan karakteristik sosial dengan aset wakaf yang ditujukan untuk kepentingan publik, BUMN merupakan pihak yang paling tepat untuk menerbitkan sukuk linked wakaf. Model sukuk linked wakaf diawali oleh kontrak sewa aset wakaf berjangka panjang antara nadzhir dan BUMN sebagai penerbit sukuk. Selanjutnya, BUMN menghimpun dana untuk pembangunan aset wakaf melalui penerbitan sukuk kepada investor. Pembayaran imbal hasil kepada investor dilakukan secara periodik ketika bangunan aset wakaf telah menghasilkan pendapatan sewa. Pada akhir periode sukuk, aset wakaf diserahkan oleh BUMN kepada nadzhir. Model ini diharapkan dapat menarik minat penerbit sukuk, investor, pelaku pasar, dan pihak terkait lainnya. Penerbitan sukuk ini akan mendukung pengembangan aset wakaf, program pemerintah untuk menyediakan fasilitas (saran dan prasarana) sosial bagi masyarakat, menambah varian sukuk di pasar keuangan syariah sekaligus pendalaman pasar keuangan syariah. Kajian Aplikasi Model Sukuk IILM untuk Pasar Sukuk Indonesia Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mengkaji penerapan model sukuk International Islamic Liquidity Management (IILM) di Indonesia. Model sukuk yang berasal dari Bank Negara Malaysia (BNM) ini cukup unik karena menggunakan akad sale and lease back dengan underlying asset. Aplikasi model sukuk IILM di Indonesia menghasilkan konstruksi beragam model sukuk yang dapat diterbitkan oleh korporasi (perbankan dan korporasi non bank), pemerintah daerah, organisasi sosial, maupun lembaga pemerintah lainnya. Penerbitan sukuk model ini akan menambah varian sukuk di pasar sekunder, meningkatkan penanaman dana oleh investor, sekaligus memperdalam pasar keuangan syariah Indonesia. Kajian Pendukung Pengaturan Bank Indonesia untuk Sertifikat Deposito Syariah (NCD syariah) Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelesaikan kajian pengaturan NCD Syariah. Kajian tersebut berisi karakteristik instrumen NCD syariah, mekanisme transaksi, benchmarking transaksi NCD syariah di negara lain, dan bentuk-bentuk pengaturan transaksi NCD syariah. Penyusunan kajian sejalan dengan penerbitan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang Sertifikat Deposito Syariah (NCD Syariah) pada Desember 2015 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan terkait NCD. 86

107 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Meningkatkan Implementasi PBI Repo dan Hedging Syariah Bank Indonesia melakukan monitoring kegiatan di pasar keuangan syariah secara berkala, terutama untuk memantau realisasi transaksi repo syariah atau hedging syariah pasca pemberlakuan PBI repo dan hedging syariah. Pada triwulan I-2016, peraturan mengenai transaksi lindung nilai syariah (hedging syariah) ditetapkan dalam rangka penguatan struktur pasar valuta asing domestik dan memitigasi risiko pergerakan nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia juga aktif berdiskusi dengan pelaku pasar keuangan syariah untuk memperoleh masukan atas kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan transaksi repo dan hedging syariah. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai ketentuan pasar uang antarbank syariah (PUAS), pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melaksanakan sosialisasi PBI Repo syariah dan Hedging Syariah di Makassar kepada pelaku usaha syariah dan perbankan syariah wilayah Indonesia Timur. Para pelaku usaha antara lain mencakup hotel syariah, rumah sakit Islam, farmasi syariah, bisnis ritel Islam, pengusaha busana muslim dan muslimah, sekolah Islam, perfilman Islam, dan supermarket Islam. Pelaksanaan sosialisasi dilakukan dalam bentuk presentasi, diskusi, dan film animasi pendek yang menjelaskan mengenai transaksi hedging syariah. Kegiatan sosialisasi sebelumnya telah dilakukan di Medan dan Jogjakarta yang mencakup pelaku usaha dan perbankan syariah di wilayah Sumatera dan Jawa Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia terus melakukan berbagai program pengembangan pasar keuangan untuk menciptakan pasar uang yang dalam dan efisien, guna mendukung transmisi kebijakan moneter dan mendukung pembiayaan pembangunan. Sebagai upaya memperdalam pasar keuangan, Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan dengan menggunakan pendekatan 7 (tujuh) ekosistem pendalaman pasar. Pertama, instrumen, dengan prioritas pengembangan instrumen pasar rupiah dan valuta asing, baik di pasar uang rupiah, pasar valas, pasar obligasi, dan pasar saham, seperti Call Spread Option (CSO), Commercial Paper (CP), Negotiable Certificateof Deposit (NCD). Kedua, pengguna/penyedia dana, dengan prioritas menambah jumlah penyedia dan pengguna dana sekaligus mendorong keaktifan dalam transaksi. Ketiga, lembaga perantara (intermediaries), dengan prioritas penguatan kelembagaan di pasar keuangan meliputi institusi perbankan dan non-perbankan, termasuk pembentukan Komite Nasional Pendalaman Pasar Keuangan. Keempat, infrastruktur pasar, dengan prioritas membangun dan mensinkronkan infrastruktur pasar keuangan, meliputi Electronic Trading Platform (ETP), Financial Technology (Fintech), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), Central Counterparty (CCP), Bursa, dan lain-lain. Pada 2016, Bank Indonesia memperkuat infrastruktur pasar uang dan secara aktif mendorong transaksi lindung nilai. Sejalan dengan kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia menjaga kecukupan likuiditas valuta asing untuk memenuhi kebutuhan transaksi. Kelima, kerangka pengaturan (regulatory framework), dengan prioritas pada kejelasan, harmonisasi dan penyesuaian regulasi, standardisasi perlakuan akuntansi, dan lain-lain. Keenam, benchmark rate, dengan prioritas memperkuat kredibilitas benchmark rate seperti Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) rate, dan lain-lain. Ketujuh, koordinasi dan edukasi, dengan prioritas koordinasi dengan OJK dan Kementerian Keuangan dalam rangka pendalaman pasar keuangan. 87

108 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Prioritas Pengembangan instrumen pasar Rupiah dan valuta asing, a.l. CSO, CP, NCD, dll Instrumen Pengguna/ Penyedia Dana Prioritas menambah jumlah penyedia dan pengguna dana sekaligus mendorong keaktifan dalam transaksi Prioritas penguatan dukungan kelembagaan, termasuk pembentukan Komite Nasional Pendalaman Pasar keuangan Lembaga Perantara (Intermediaries) Koordinasi & Edukasi Benchmark & Rate Prioritas memperkuat kredibilitas benchmark rate seperti JIBOR, JISDOR, IBPA rate, dll Prioritas pada kejelasan, harmonisasi dan penyesuaian regulasi, standardisasi perlakuan akuntansi Kerangka Pengaturan (Regulatory Framework) Infrastruktur Prioritas membangun dan mensinkronkan infrastruktur pasar keuangan, meliputi ETP, Fintech, BI-SSSS, Bursa, dll Gambar (Tujuh) Ekosistem Pendalaman Pasar Keuangan Berdasarkan pendekatan pengembangan pasar keuangan berbasis 7 ekosistem tersebut, Bank Indonesia menyusun kebijakan pendalaman pasar keuangan yang komprehensif. Dengan berdirinya Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK), Bank Indonesia mengembangkan pasar keuangan secara lebih terintegrasi bersama Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan. Bank Indonesia juga melakukan koordinasi untuk meningkatkan peran pelaku/asosiasi di pasar keuangan seperti Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC). Koordinasi tersebut difokuskan untuk mempercepat penerbitan berbagai instrumen di pasar uang, seperti Surat Berharga Komersial (CP), Negotiable Certificate of Deposit (NCD), dan Call Spread Option (CSO). Untuk meningkatkan benchmark rate yang kredibel bagi pelaku pasar uang, Bank Indonesia menyusun ketentuan mengenai JIBOR dan JISDOR. Penguatan kemampuan pelaku di pasar uang, dilakukan pengembangan ketentuan Pialang Pasar Uang (PPU). Bank Indonesia juga melakukan focus group discussion (FGD) sertifikasi dealer dan implementasi code of conduct yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelaku transaksi dan kepatuhan terhadap ketentuan dan etika pialang uang. Dalam rangka memperkuat infrastruktur pasar uang, Bank Indonesia menyempurnakan sistem transaksi dan pelaporan. Pengembangan infrastruktur antara lain meliputi pengembangan electronic trading platform (ETP), persiapan alternatif penggunaan BI- SSSS untuk menatausahakan NCD dan CP, melakukan analisis dan pengembangan terkait roadmap Cetral Counterparty (CCP). Pengembangan CCP bertujuan untuk meminimalisir risiko transaksi di pasar keuangan, dengan mencegah kegagalan pelaksanaan/penyelesaian transaksi (default) yang dapat menyebabkan efek domino sistemik dan mencegah pengenaan tarif dalam skema margining rule yang diterapkan di negara maju. Selain pengembangan CCP, pada triwulan III-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan tentang transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dan pihak domestik maupun pihak asing. Dalam pengaturan ini, Bank dilarang melakukan transaksi structured product valas terhadap Rupiah, kecuali berupa call spread option yang memenuhi persyaratan. Pengecualian atas transaksi derivatif call spread option ini dilakukan secara terukur dan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Terkait pelaksanaannya, bank yang melakukan transaksi call spread option wajib dilakukan secara dynamic hedging. Hal ini untuk memitigasi risiko open position bank terhadap risiko pasar. 88

109 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan teknis pelaku pasar uang, Bank Indonesia melaksanakan rangkaian kegiatan capacity building melalui focus group discussion (FGD) dan workshop. Program tersebut meliputi FGD pengembangan pasar Repo dan workshop mekanisme operasional transaksi Repo, workshop penyusunan Global Master Repo Agreement (GMRA), sosialisasi mendorong penandatanganan GMRA dan sosialiasi ketentuan tentang PUAS dan hedging syariah. Program lainnya adalah FGD peningkatan transaksi di pasar valas, sosialisasi ketentuan mengenai suku bunga penawaran antarbank, dan sosialisasi ketentuan mengenai pasar uang 14. Untuk memperdalam pasar valuta asing, Bank Indonesia terus berupaya menjaga kecukupan likuiditas valuta asing untuk memenuhi kebutuhan transaksi terutama ekspor dan impor, berlandaskan pada ketentuan kehati-hatian (prudential measures). Untuk mengurangi ketergantungan kepada mata uang tertentu dan mengurangi volatilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan negara kawasan, yaitu Malaysia dan Thailand dalam skema Local Currency Settlement (LCS). Secara intensif, Bank Indonesia melakukan sosialisasi transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan pihak asing kepada nasabah korporasi perbankan. Bank Indonesia juga terus mendorong penggunaan instrumen derivatif dalam rangka lindung nilai atas risiko nilai tukar, baik transaksi lindung nilai konvensional seperti plain vanilla maupun structured product seperti calls preadoption, serta lindung nilai berbasis prinsip syariah (hedging syariah). Bank Indonesia secara aktif mendorong bank untuk melakukan transaksi lindung nilai dengan structured product yang lebih efisien, seperti Call Spread Option (CSO). Bank Indonesia juga aktif mensosialiasikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri guna menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. BOKS Bank Indonesia Menjadi Poros Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia menyelenggarakan Indonesia Shari a Economic Festival (ISEF) pada Oktober 2016 di Surabaya. Penyelenggaraan ISEF yang telah dimulai sejak 2014 menandakan peran aktif Indonesia sebagai poros pengembangan ekonomi syariah internasional. ISEF diinisiasi Bank Indonesia dan diselenggarakan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Islamic Development Bank, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian PPN-Bappenas, serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebagai bagian dari peran aktif dalam memperkuat ekonomi dan keuangan syariah secara nasional. Rangkaian acara ISEF terdiri atas 2 (dua) segmen utama yaitu Shari a Economic Forum dan Shari a Fair. Shari a economic forum dan talkshow bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada stakeholders mengenai konsepsi dasar ekonomi dan keuangan syariah maupun isu-isu terkini. Hal utama yang diangkat dalam Shari a Forum adalah mengenai integrasi sisi komersial dan sosial dalam ekonomi syariah untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Topik tersebut diangkat untuk lebih 14 PBI No. 18/11/PBI/2016 tanggal 10 Agustus 2016 perihal Pasar Uang. 89

110 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mengoptimalisasi pengelolaan zakat dan wakaf untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Selain itu, dibahas pula mengenai usaha-usaha pendalaman pasar keuangan syariah. Di sektor riil, dilakukan pula pembahasan mengenai inklusi keuangan syariah, yang antara lain dilakukan dengan pembentukan less cash zone di pesantren. Dalam Shari a Fair, konsep yang diangkat adalah aspek-aspek ekonomi syariah yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu 5F: Finance (keuangan), Fashion, Food (kuliner), Funtrepreneur (wirausaha), dan Fundutainment (pendidikan dan hiburan). Shari a Fair menampilkan rangkaian pameran produk-produk UMKM kreatif berbasis syariah yang juga disertai dengan talkshow, workshop, hiburan dan festival kuliner berbasis syariah. Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat partisipasi Shari a Fair meningkat sebagaimana tercermin pada peningkatan jumlah booth, pengunjung, dan nilai transaksi. Dengan penyelenggaraan Shari a Fair, masyarakat dapat berkenalan dan bersentuhan langsung dengan produk ekonomi dan keuangan syariah. Melalui penyelenggaraan ISEF 2016, Bank Indonesia berharap ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dapat terus meningkat, baik melalui kajian-kajian yang mendukung maupun pemahaman dan penerimaan masyarakat yang semakin tinggi Program Keuangan yang Inklusif Perluasan akses keuangan yang inklusif selama 2016 ditempuh melalui program elektronifikasi dan perluasan ekosistem transaksi nontunai berbasis layanan keuangan digital dan sinergi dengan pihak terkait. Semangat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses layanan keuangan formal semakin tinggi. Pada 18 November 2016, Presiden RI Joko Widodo telah meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Keuangan inklusif telah menjadi program prioritas untuk Indonesia, dimulai dari peluncuran dokumen awal Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada 2012, oleh Wakil Presiden RI dalam kegiatan the 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion. Selanjutnya, pada 1 September 2016, Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 mengenai Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dalam SNKI, keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang dituju difokuskan kepada masyarakat berpendapatan rendah, pelaku usaha mikro dan kecil, serta masyarakat yang merupakan lintas kelompok seperti pekerja migran, wanita, kelompok masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terluar, serta pelajar, mahasiswa, dan pemuda. SNKI terdiri atas 5 (lima) pilar, yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan, layanan keuangan kepada sektor pemerintah, serta perlindungan konsumen. Pilar SNKI tersebut didukung oleh 3 fondasi, yakni kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif. Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dalam mendukung SNKI tersebut, selama tahun 2016 Bank Indonesia telah melakukan dual kebijakan untuk keuangan inkusif, yaitu: 90

111 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Kebijakan elektronifikasi Selama 2016, implementasi Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) terus dilakukan melalui program elektronifikasi. Presiden Republik Indonesia mengarahkan agar setiap penyaluran bantuan sosial (Bansos) dalam bentuk non-tunai melalui sistem perbankan. Arahan tersebut telah dituangkan dalam usulan Peraturan Presiden, yang mencantumkan model bisnis penyaluran Bansos non tunai yang telah disusun oleh Bank Indonesia. Penggunaan 1 kartu dan 1 rekening untuk penyaluran berbagai jenis Bansos menunjukkan peran elektronifikasi dalam meningkatkan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat penerima bantuan, pemerintah, dan lembaga penyalur. Prinsip dalam mewujudkan program bantuan adalah Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas atau prinsip 6T. Selama 2016, Bank Indonesia bersama Kementrian Sosial telah menginisiasi penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) kepada ribu penerima di 18 provinsi dan penyaluran bantuan pangan Beras Sejahtera (Rastra) melalui Himpunan Bank-bank Negara (Himbara). Program penyaluran Bansos non-tunai akan terus diimplementasikan antara lain untuk bantuan pangan (Rastra) di 44 kab/kota, Program Keluarga Harapan, dan Program Indonesia Pintar. b. Kebijakan perluasan ekosistem transaksi tunai Sebagai upaya peningkatan akses keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menandatangani nota kesepahaman pada 26 Mei Nota kesepahaman itu terkait peningkatan akses keuangan dan elektronifikasi penyaluran bantuan dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desa, kawasan perdesaan, daerah tertinggal, dan kawasan transmigrasi. Sebagai bagian dari nota kesepahaman tersebut, Bank Indonesia juga menginisiasi proyek percontohan (pilot project) desa digital di desa Sindang Jawa, Cirebon, yang memfokuskan pada pemanfaatan dana desa secara non-tunai melalui kehadiran agen LKD. Pada 2016, Bank Indonesia juga masih melakukan upaya perluasan akses keuangan dengan menghadirkan Layanan Keuangan Digital (LKD) di pondok pesantren. Alasannya, pondok pesantren dapat menjadi pembawa pengaruh (influencer) kepada sebagian besar masyarakat di sekitarnya. Beberapa transaksi yang telah difasilitasi antara lain pembayaran uang sekolah siswa, gaji karyawan, dan zakat. Ke depan, LKD diharapkan tidak hanya berfokus pada aktivitas internal pondok pesantren, namun juga dapat berperan pada masyarakat di luar pondok pesantren. Perluasan LKD untuk komunitas tertentu juga dilakukan kepada TKI dan keluarga. Perluasan tersebut ditempuh dengan pengembangan remitansi secara non-tunai dengan berbasis digital, sebelumnya cash to cash menjadi cash to account. Langkah ini mendorong keluarga penerima memiliki akses keuangan. Peningkatan transaksi ritel non-tunai juga difokuskan pada sektor transportasi yang masih didominasi transaksi tunai. Peningkatan transaksi di sektor transportasi dilakukan melalui pengembangan program electronic toll collection dan kerjasama e-ticketing, serta e-parking. Bank Indonesia juga mengembangkan konsep smartcity terkait pengembangan ekosistem pembayaran non-tunai. Beberapa kota yang telah mengimplementasikan antara lain Jakarta dengan konsep pembayaran kartu Jakarta One, Bandung, Makassar dengan Smart Card Makassar, Sumatera Utara dengan Kartu Sumut Elektonic Payment and Purchase (SEPP), dan komunitas nelayan dengan Kartu layanan keuangan terintegrasi (Lantera). 91

112 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Selama ini, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Sekitar 99,9% unit bisnis di Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia (Kementerian Koperasi dan UKM, 2014). Meski demikian, dukungan pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM di Indonesia hanya mencapai 7,2% dari produk domestik bruto (PDB). Dukungan pembiayaan ini paling rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja (Asian Development Bank, World Bank Global Index, 2014). Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan tersebut telah mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui dua pendekatan utama, yaitu peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dan peningkatan pembiayaan maupun akses keuangan UMKM. Pelaksanaan kegiatan tersebut didasari oleh hasil penelitian/kajian yang mendukung pengembangan UMKM dan didukung pula dengan kerja sama dan koordinasi pada lingkup domestik maupun internasional Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan UMKM Pada 2016, Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan bankabilitas UMKM melalui pemanfaatan sistem resi gudang, pengembangan model bisnis hilirisasi, dan pelatihan pencatatan transaksi keuangan menggunakan aplikasi. Pada 2016, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan pengembangan UMKM melalui berbagai program untuk meningkatkan kapasitas ekonomi UMKM serta meningkatkan pembiayaan dan akses keuangan UMKM. Peningkatan kapasitas ekonomi UMKM Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia dalam pengendalian harga, Bank Indonesia berupaya untuk mendorong peningkatan kapasitas ekonomi UMKM dengan tujuan utama meningkatkan daya beli masyarakat dan pasokan komoditas volatile food. Upaya tersebut diwujudkan melalui program-program antara lain pengembangan klaster, UMKM unggulan, wirausaha Bank Indonesia, pelatihan, edukasi, dan pendampingan UMKM. Selama 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan antara lain: a. Program Local Economic Development (LED). Bank Indonesia memperkuat pelaksanaan program penciptaan aktivitas ekonomi baru di daerah dan desa melalui pengembangan UMKM unggulan dengan pendekatan ekonomi lokal atau Local Economic Development (LED). Pada 2016, program LED dilaksanakan di 2 (dua) wilayah dengan tema industri kreatif dan pemberdayaan perempuan. Implementasi tema industri kreatif diwujudkan melalui kesepakatan/ komitmen bersama antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, dan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar untuk mengembangkan produk Tenun Mandar. Sementara itu, tema pemberdayaan perempuan dilaksanakan melalui kesepakatan kerja sama antara Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah Manokwari untuk mengembangkan UMKM unggulan dengan fokus pada pelaku usaha dan pekerja wanita. b. Pilot Project Model Bisnis Klaster Ketahanan Pangan (Hilirisasi). Terkait dengan upaya pengendalian harga volatile food, Bank Indonesia mendorong perluasan dan pengembangan klaster UMKM dengan pendekatan hilirisasi dan menjadi salah satu instrumen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Pada 2016, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat telah melaksanakan proyek 92

113 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia percontohan (pilot project) hilirisasi untuk komoditas bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dan komoditas cabai merah di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Proyek percontohan ini bertujuan untuk membangun model bisnis klaster dengan fokus pada pengolahan komoditas pascapanen menjadi produk turunan yang memiliki nilai tambah. Terdapat 2 (dua) pendekatan dalam implementasi program hilirisasi sebagai berikut: Pertama, hilirisasi dengan skala menengah (agroindustri). Pendekatan ini dapat diterapkan pada klaster yang sudah kuat dilihat dari kapasitas produksi dan kelembagaan ekonomi petani. Walaupun berskala menengah, dalam model yang disusun tetap melibatkan petani/ poktan sebagai salah satu mitra klaster. Kedua, hilirisasi skala kecil (industri rumahan), sebagai upaya peningkatan potensi usaha dan kapasitas ekonomi kelompok tani. Dalam pendekatan ini, hilirisasi akan ditingkatkan ke skala lebih besar sehingga perlu dilakukan penguatan kapasitas usaha dan kelembagaan/kelompok. Sejak triwulan III-2016, implementasi tahapan hilirisasi difokuskan pada perencanaan bisnis sistem klaster yang meliputi skema investasi, penyusunan profil industri, perhitungan kelayakan industri, dan penilaian komposisi investasi. c. Penyelenggaraan Pameran Produk UMKM Binaan Bank Indonesia. Untuk mendorong peningkatan akses pasar UMKM, Bank Indonesia menginisiasi penyelenggaraan pameran produk UMKM Binaan Bank Indonesia dan aktif berpartisipasi pada berbagai kegiatan pameran produk UMKM. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia mendorong pengembangan UMKM industri kreatif dan ketahanan pangan berbasis syariah pada Shari a Fair yang merupakan rangkaian penyelenggaraan 3 rd Indonesia Shari a Economic Festival (ISEF). Kegiatan ini mengusung konsep 5F (Finance, Food, Fashion, Funtrepreneur, dan Fundutainment). Meningkatkan Pembiayaan dan Akses Keuangan UMKM Bank Indonesia melakukan program perluasan dan pendalaman infrastruktur kredit UMKM untuk mengurangi kendala assymmetric information yang disebabkan adanya kesenjangan antara kapasitas UMKM dan kapasitas pembiayaan perbankan. Hal ini dilakukan antara lain melalui program: a. Peningkatan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan Bank Indonesia melakukan proyek percontohan untuk meningkatkan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Gorontalo. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat pesisir mengenai jasa layanan perbankan dan manfaatnya, Bank Indonesia melakukan sosialisasi berbagai jenis produk perbankan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan pelatihan untuk peningkatan kapasitas usaha, manajemen keuangan sederhana, dan teknik pemasaran produk hasil olahan perikanan tangkap. Pada akhir pilot project, perbankan melakukan penyaluran kredit kepada kelompok masyarakat pesisir. b. Kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food untuk pengendalian inflasi. Berdasarkan kajian yang dilakukan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank Indonesia, perlu dilakukan penguatan peran klaster melalui sinergi positif dengan berbagai program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mendukung pengendalian inflasi. Ke depan, klaster komoditas volatile food akan diintegrasikan ke dalam program Tim 93

114 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sebagai role model yang implementatif dan dapat direplikasi di berbagai wilayah. c. Peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu instrumen pengendalian inflasi dan sarana untuk meningkatkan akses pembiayaan. Bank Indonesia melakukan kajian untuk meningkatkan implementasi SRG. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa faktor utama keberhasilan pemanfaatan SRG terletak pada peran pengelola gudang. Selain harus memiliki kemampuan manajemen pengelolaan gudang yang baik, pengelola gudang harus memiliki jiwa kewirausahaan. Kelompok tani juga memegang peranan sangat penting dalam implementasi SRG. Selain sebagai fasilitator dalam sharing informasi, kelompok tani berperan untuk memperkuat bargaining position petani Indonesia yang umumnya memiliki skala usaha yang sangat kecil. Peran pemerintah daerah juga sangat signifikan dalam pengembangan implementasi SRG di daerah. Pada 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan proyek percontohan di 2 (dua) lokasi, yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas Gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (komoditas Kakao). Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan focus group discussion (FGD) dengan pelaku dan kementerian/ lembaga terkait untuk monitoring, evaluasi, dan finalisasi laporan akhir. d. Pelatihan pencatatan transaksi keuangan (PTK) dan aplikasi pencatatan transaksi keuangan Untuk meningkatkan kemampuan pelaku Usaha Menengah dan Kecil (UMK) dalam mencatat transaksi keuangan dan menyusun laporan keuangan, Bank Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Pedoman dan Modul PTK sederhana bagi UMK. Berdasarkan pedoman dan modul tersebut, Bank Indonesia mengembangkan Aplikasi Pencatatan Transaksi Keuangan (APIK). Penggunaan APIK oleh UMK diharapkan dapat mengurangi assymetric information dan membantu perbankan dalam menganalisis kelayakan calon debitur UMK. Saat ini, APIK dapat diunduh secara gratis di Google Play Store. Hingga akhir 2016, telah terdapat pengguna smartphone berbasis android yang mengunduh SI APIK. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan bankabilitas UMKM melalui pemanfaatan sistem resi gudang, pengembangan model bisnis hilirisasi, dan pelatihan pencatatan transaksi keuangan menggunakan aplikasi. Pada 2016, Bank Indonesia telah melaksanakan pelatihan PTK dan APIK sebanyak 13 kali kepada 880 orang. Para peserta antara lain terdiri dari kelompok perempuan, konsultan KPwBI wilayah, dinas terkait, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), wirausaha Bank Indonesia (WUBI), Generasi Baru Indonesia (GenBI), perbankan, UMKM binaan perbankan, perwakilan anggota program pengendalian inflasi binaan KPwBI, penyuluh perikanan binaan Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP-KP) Upaya Bank Indonesia Mendorong Bank Umum agar Memenuhi Target Rasio Kredit UMKM Untuk meningkatkan pembiayaan dan akses keuangan UMKM, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan yang mewajibkan bank umum untuk memenuhi target rasio kredit UMKM secara bertahap, yaitu 10% (2016), 15% (2017), dan 20% (2018), dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian 15. Seiring dengan pemberlakuan ketentuan tersebut, 15 PBI No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM sebagaimana diubah dengan PBI No. 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni

115 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia memantau implementasi ketentuan dan menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif untuk mendorong perbankan memenuhi rasio kredit UMKM yang telah ditetapkan. Sampai dengan triwulan IV-2016, 84 dari 118 bank umum telah mencapai rasio kredit UMKM minimal 10%, atau 47 bank yang memenuhi apabila non-performing loan UMKM dan total kredit diperhitungkan (< 5%). Beberapa kendala yang dihadapi oleh bank yang belum memenuhi ketentuan rasio kredit UMKM antara lain: - Kekurangan expertise dalam penyaluran kredit UMKM. - Keterbatasan jaringan kantor, infrastruktur, IT, dan SDM. - Biaya kredit tinggi sehingga bunga tidak kompetitif. - Kesulitan memperoleh debitur baru. - Terkendala kebijakan internal bank. - Belum cukup kuatnya perekonomian domestik yang berdampak pada tingginya risiko kredit (NPL) UMKM Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM a. Program Pengendalian Inflasi dalam bentuk Klaster Komoditas Volatile Food Hingga akhir 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu di 44 wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Dari keseluruhan klaster, terdapat 147 klaster ketahanan pangan yang merupakan sumber inflasi yaitu komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, padi, dan sapi potong. Untuk 31 klaster pangan lainnya antara lain mencakup perikanan, sayuran, ayam, kedelai, sagu, jagung, itik, tebu, kakao, dan mocaf. Pada 2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 178 klaster komoditas ketahanan pangan dan unggulan daerah di seluruh wilayah NKRI. Lainnya 36 Wilayah 30 Wilayah 7 Wilayah 33 Wilayah 41 Wilayah 31 Wilayah Peta Wilayah Klaster UMKM Binaan Bank Indonesia 95

116 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Untuk meningkatkan kinerja klaster, Bank Indonesia melalui KPwBI DN di daerah memberikan bantuan berupa Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), fasilitasi, maupun bantuan teknis. Bantuan yang diberikan meliputi aspek teknologi/budidaya, kelembagaan, akses pemasaran, hingga fasilitasi akses pembiayaan. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan fasilitasi antara lain: a. Pelatihan dan Fasilitasi Teknologi Budidaya Untuk meningkatkan kinerja klaster komoditas yang merupakan sumber pada inflasi di daerah, KPwBI DN melakukan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya terkini. Kegiatan yang dilakukan antara lain pelatihan mengatasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara organik oleh KPwBI Jember dan pelatihan budidaya bawang merah ramah lingkungan di ANSA School Boyolali oleh KPwBI Provinsi D.I. Yogyakarta. b. Fasilitasi Kelembagaan Untuk meningkatkan kapabilitas klaster, KPwBI melakukan fasilitasi kelembagaan antara lain berupa intermediasi perbankan untuk percepatan akses keuangan UMKM di KPwBI Provinsi Bali, fasilitasi sertifikasi Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) ke portal Kementerian Koperasi dan UMKM RI (KPwBI Provinsi Sulawesi Utara), studi banding ke Kulon Progo terkait manajemen pemasaran sistem lelang (KPwBI Cirebon), dan beberapa program lainnya. c. Fasilitasi Aspek Pasar Untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dari klaster, KPwBI melakukan fasilitasi pemasaran produk dan kelembagaan klaster melalui pemanfaatan teknologi terkini. Pada 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Pemberian informasi pasar potensial dan harga bawang merah melalui web SI- GAPURA oleh KPwBI Provinsi Bali. 2) Fasilitasi pembuatan dan aktivasi website Koperasi Maju Sejahtera yaitu tokosapipo. com dan pemasaran sapi peranakan ongol (PO) oleh KPwBI Provinsi Lampung. 3) Pemberian apresiasi klaster bawang putih oleh KPwBI Tegal yang diikuti lebih dari 75 peserta petani klaster, UPTD Kec. Bojong dan Bumi Jawa, dan UPE BI Tegal. 4) Memfasilitasi klaster (kel. Tani Mekar Jaya) untuk mengikuti pameran/expo UMKM di Surabaya oleh KPwBI Tegal. b. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung pengembangan wirausaha dan peningkatan akses keuangan. Kegiatan itu di antaranya adalah: 1) Pelaksanaan Training Of Trainers (ToT) pencatatan transaksi keuangan (PTK) menggunakan aplikasi berbasis smartphone (android) Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SI-APIK). Kegiatan ToT tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya pencatatan transaksi keuangan bagi para wirausaha sekaligus memberikan pelatihan dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana, sistematis, dan terstandar. Pada triwulan IV-2016, pelaksanaan ToT dilakukan di 3 (tiga) daerah di Indonesia, yaitu Pekalongan, Sorong (Papua Barat) dan DKI Jakarta. Dengan demikian, sepanjang 2016 ToT PTK telah dilaksanakan sebanyak 13 (tiga belas) kali di 12 (dua belas) wilayah. Pelaksanaan ToT 96

117 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia diikuti antara lain oleh konsultan UMKM Bank Indonesia, wirausaha dan UMKM binaan Bank Indonesia, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), perwakilan pemerintah daerah (dinas perdagangan, dinas perindustrian, dan dinas pertanian), dan perbankan. 2) Peningkatan kapasitas wirausaha Bank Indonesia berupa pelatihan/seminar. Untuk memberikan tambahan motivasi wirausaha sekaligus meningkatkan minat berwirausaha bagi para wirausaha dan perwakilan manajemen klaster maupun GenBI, Bank Indonesia melakukan pelatihan/seminar kepada wirausaha binaan Bank Indonesia di 2 (dua) daerah, yaitu KPwBI Provinsi Maluku Utara dan KPwBI Cirebon. 3) Pelaksanaan bantuan teknis kepada UMKM. Untuk mengembangkan wirausaha di daerah, KPwBI memberikan bantuan teknis kepada UMKM Binaan KPwBI Lhokseumawe berupa pelatihan dengan topik Wirausaha Tangguh dan Business Plan serta Perluasan dan Jejaring Pasar UMKM. Selain itu, KPwBI Provinsi Sumatera Utara meluncurkan Klinik UMKM untuk membantu para wirausaha untuk mengembangkan usaha baik dari aspek pemasaran, inovasi, atau lainnya. 4) Pemberian award kepada wirausaha di daerah. Untuk memberikan apresiasi kepada wirausaha, KPwBI Provinsi Kepulauan Riau menyelenggarakan Maritime and Tourism Entrepreneur Award 2016 di Sumatera. Wirausaha pemenang I dan II berkesempatan mengikuti training dengan topik Exposure Visit to Phillipines SMEs. Pemenang III mengikuti training dengan topik Competitive Marketing Strategydan Marketing Channel Strategy Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Bank Indonesia aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan bagi UMKM. Hal ini merupakan salah satu bentuk komitmen dan peran nyata Bank Indonesia dalam pengembangan akses dan kapabilitas UMKM. Pada triwulan IV-2016, peran aktif Bank Indonesia dalam fora internasional meliputi: a. Menjadi anggota Delegasi RI pada 16 th Meeting of the Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiation Committee (RCEP TNC) pada 6-10 Desember 2016 di BSD City, Indonesia. Pertemuan dihadiri oleh delegasi dari seluruh negara anggota ASEAN, Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea, dan New Zealand, dan ASEAN Secretariat. Delegasi RI terdiri atas Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, dan Bank Indonesia. Dalam pertemuan ini, Forum RCEP TNC telah memfinalisasi Chapter on SMEs dengan pokok penyempurnaan pada Article on Information Sharing dan Article on Cooperation. b. Menjadi anggota Delegasi RI pada 2 nd ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprise (ACCMSME) pada November 2016 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darusalam. Pertemuan dihadiri oleh delegasi dari seluruh negara anggota ASEAN. Delegasi RI terdiri atas Kementerian Koperasi dan UKM (sebagai ketua), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Bank Indonesia. Salah satu fokus bahasan dalam pertemuan ini terkait Strategic Action Plan for SME Development dan alternatif pembiayaan bagi UMKM melalui Financial Techology (Fintech) untuk mendukung financial inclusion di ASEAN. c. Mengikuti 67 th APRACA Executive Committee Meeting (Excom) & 20 th APRACA General Assembly Meeting (GA) pada 9-11 November 2016 di Kathmandu, Nepal. Pada 97

118 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia kesempatan itu, Bank Indonesia melakukan sharing pengalaman dan berdiskusi mengenai implementasi keuangan inklusif di Indonesia dan beberapa negara anggota APRACA. Dalam pertemuan Excom dan GA ini, disepakati kelembagaan APRACA yaitu Bank Sentral Nepal selaku chairman, Bank of Cylon (Srilanka) selaku vice chairman, dan India selaku Sekjen APRACA periode Bank Indonesia kembali terpilih menjadi salah satu anggota Excom periode BOKS Kesuksesan Klaster Padi Kalimantan Barat Meraih Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016 Menjaga stabilitas harga atau tingkat inflasi merupakan tugas utama Bank Indonesia selaku bank sentral. Inflasi di Indonesia umumnya disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas volatile food, yang meliputi komoditas pangan dan hortikultura. Kerentanan terhadap inflasi dipengaruhi oleh kendala produksi dan distribusi komoditas volatile food. Merespons permasalahan ini, pada tahun 2006 Bank Indonesia telah menginisiasi pengembangan klaster berbasis komoditas pangan penyumbang tekanan inflasi volatile food, di antaranya komoditas beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah dan daging sapi. Program ini dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir dan dilaksanakan di hampir seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah setempat. Pada akhir tahun 2016, tercatat sebanyak 169 klaster pengendali inflasi yang dikembangkan oleh 44 Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Salah satu klaster binaan Bank Indonesia yang dinilai berhasil di 2016 adalah klaster padi yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Nekat Maju di Kalimantan Barat. Kesuksesan klaster ini terletak pada inovasi teknologi tanam dalam meningkatkan produktivitas dan volume produksi padi secara signifikan melalui pengembangan metode baru, yaitu metode Hazton. Metode Hazton merupakan teknologi rekayasa tanam padi yang memaksimalkan sifat fisiologis tanaman padi. Keunggulan teknologi ini adalah penerapannya yang sederhana dan tidak banyak mengubah kebiasaan petani. Dengan menerapkan metode Hazton, produksi padi meningkat dari sebelumnya 4,5 ton/ha hingga saat ini mencapai 8,2 ton/ha, dan sedang diusahakan untuk meningkat mencapai 9,5 ton/ha. Selain itu, padi menjadi lebih tahan penyakit serta lebih efisien dalam penggunaan pupuk. Metode Hazton telah diterapkan oleh sebagian anggota klaster untuk luas lahan 80 ha dari total luas areal 200 ha. Akses pemasaran telah terbangun baik, dengan rekanan distributor yang banyak dan beragam. Klaster ini tengah menggenjot produktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan/permintaan pasar lokal yang belum dapat terpenuhi. Selain pencapaian kinerja klaster yang baik, klaster ini juga berkontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar melalui pengenalan metode budidaya baru dan penyediaan fasilitas tempat penjemuran gabah yang tertutup dan penggilingan, yang dapat dimanfaatkan bersama oleh masyarakat. Berdasarkan kisah sukses pengembangan klaster ini, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia berkomitmen untuk mendorong replikasi penerapan metode budidaya Hazton di wilayah lainnya dengan dukungan lintas sektoral dari Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, dan Desa, yang berperan penting dalam mendukung kesuksesan pengembangan klaster. 98

119 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Klaster padi binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat berhasil terpilih menjadi salah satu pemenang dalam acara Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi 2016 dan mendapatkan bantuan teknis berupa Program Sosial Bank Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh 41 klaster binaan Bank Indonesia dan 29 klaster binaan Kementerian/Pemerintah Daerah/Lembaga yang mengembangkan komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menginspirasi perluasan program pengendalian inflasi melalui replikasi dan koordinasi pelaksanaan program di daerah Pengelolaan Informasi Perkreditan Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sistem yang pengelolaan data perkreditan dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan Kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha. Dalam hal ini, terminologi kata kredit tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang debitur terhadap lembaga keuangan yang di antaranya meliputi pinjaman, bank garansi, dan Letter of Credit (LC). Pengelolaan data perkreditan dalam SID berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kreditnya. Selanjutnya, informasi track _record tersebut digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisa profil risiko dan faktor pengembangan lainnya, lembaga keuangan akan menentukan kelayakan calon debitur dalam pemberian fasilitas kredit. Pengelolaan data perkreditan memberikan dampak positif, di antaranya adalah peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit pada masing-masing lembaga keuangan. Berdasarkan informasi perkreditan yang disediakan, lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan yang berbeda antara satu debitur dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini bahwa calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan memiliki risiko yang rendah, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya. Pemanfaatan informasi kredit selama 2016 terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah debitur dan fasilitas kredit, guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat, Pengembangan SID dilakukan bekerja sama dengan otoritas terkait. Selain itu, lembaga keuangan akan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi terhadap potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur melalui analisa terhadap data perkreditan yang ada, sehingga hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan. Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintah, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian RI, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kemenkumham. Khusus bagi Bank Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup antara lain perumusan dan pengambilan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. 99

120 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) atau dikenal dengan LPIP. Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah. Produk informasi perkreditan didukung cakupan dan jenis data yang komprehensif sehingga informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah. Sampai dengan Desember 2016, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah 117 bank umum, bank perkreditan rakyat, dan 37 lembaga keuangan nonbank (LKNB). Jumlah data debitur yang telah dilaporkan oleh pelapor dari lembaga keuangan sampai dengan triwulan IV-2016 mencapai 95,82 juta atau meningkat 1,91% dibanding triwulan III-2016 (qtq) dan meningkat 8,61% dibanding triwulan IV-2015 (yoy). Sementara, jumlah rekening fasilitas perkreditan mencapai 224,9 juta, meningkat 2,82% (qtq) dan meningkat 11,97% (yoy) (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun periode Tw III s.d Tw IV (dalam juta) Tahun Triwulan III IV I II III IV Jumlah Debitur 86,38 88,22 90,22 92,34 94,02 95,82 Jumlah Rekening Fasilitas 194,99 200,86 206,87 213,36 218,73 224,90 Pertumbuhan 3,50% 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% TW lll ke TW lv 2015 Pertumbuhan Debitur 2,13% Pertumbuhan Fasilitas 3,01% TW lv ke TW l TW l ke TW ll TW ll ke TW lll TW lll ke TW lv ,27% 2,35% 1,82% 1,91% 2,99% 3,14% 2,52% 2,82% Grafik 3.8 Tingkat Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan periode Tw III s.d Tw IV Pada triwulan IV-2016, jumlah pemanfaatan informasi perkreditan (yang dikenal sebagai Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga keuangan sedikit mengalami peningkatan. Jumlah permintaan IDI pada triwulan IV-2016 mencapai 12,61 juta permintaan atau meningkat sebesar 21,16% (qtq) dan 27,86% (yoy) (Tabel 3.4). 100

121 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.4 Permintaan IDI per Triwulan periode Tw III s.d Tw IV (dalam juta) III IV I II III IV 8,73 9,87 10,7 12,26 10,4 12,61 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Jumlah IDI (Juta) Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des TW lll TW lv TW l TW ll TW lll TW lv Permintaan IDI 2,4 2,9 2,3 3,3 3,4 3,0 3,2 3,5 3,9 4,0 4,0 4,1 2,6 3,9 3,8 3,9 5,2 3,4 Grafik 3.9 Permintaan IDI periode Tw III s.d Tw IV Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan guna memenuhi kebutuhan terkait data perkreditan oleh kedua Lembaga. Dalam hal ini, Bank Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan memerlukan data tersebut untuk mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan secara intensif berkoordinasi untuk mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas. Pengembangan sistem informasi perkreditan dimaksud telah dimulai oleh Otoritas Jasa Keuangan dan ditargetkan dapat diimplementasikan pada akhir Selanjutnya, proses transisi diperlukan guna mendukung operasional sistem informasi dimaksud. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan menyediakan data historis selama proses pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh OJK. Sebagai dasar hukum selama masa transisi, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati keputan bersama tentang kerja sama dan koordinasi pengelolaan SID 16. Sebagai tindak lanjutnya, Bank Indonesia telah melakukan tahapan penyaluran data kredit oleh LPIP yang telah diberikan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Selain sebagai otoritas moneter dan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga merupakan otoritas sistem pembayaran yang berwenang penuh untuk bertindak sebagai policy making body, regulator, licensor, supervisor, operator, administrator, dan katalisator. Pada 2016, kebijakan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang infrastruktur, ditujukan untuk mendukung sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, dan kelancaran. 16 Keputusan Bersama BI dan OJK No. 17/3/NK/GBI/2015 dan PRJ-50A/D.01/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerjasama Dan Koordinasi Dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID). 101

122 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia terus berusaha untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu: (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Berbagai upaya dan langkah kebijakan telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan IV-2016 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin dari pencapaian indikator sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran Bank Indonesia (High Value Payment System, Securities Settlement, Retail Value Payment System) Target 99,97% Pencapaian Akhir Tahun ,16% Penjelasan: Secara keseluruhan tahun 2016, penyelenggaraan sistem pembayaran Bank Indonesia berjalan dengan aman dan lancar. Meskipun terdapat sedikit gangguan terkait supply listrik eksternal, namun secara keseluruhan masih terkendali. Bank Indonesia juga telah melakukan perbaikan seperti fine tuning di sistem BI RTGS, sehingga seluruh transaksi SP dapat berjalan dengan lancar dan aman. IKU 5. Peningkatan transaksi SP ritel (APMK, uang elektronik, Internet Payment, Mobile Payment, Transfer Kredit SKN) 2,05 x GDP 2,50 x GDP Penjelasan: Pada Triwulan IV-2016, transaksi SP ritel mencapai 2,50 x GDP. Kondisi ini mencapai target yang ditetapkan sebesar 2,05 x GDP. Capaian ini juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,34 x GDP. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan sistem pembayaran non tunai yang dilaksanakan selama IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan distribusi uang Akhir 2016: Penambahan 12,0% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Triwulan IV-2016: Penambahan 7,4% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Penambahan 16,12% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia pada tahun

123 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Indikator Kinerja Utama (IKU) Penjelasan: Indikator kinerja utama peningkatan coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia merupakan salah satu pelaksanaan tugas Bank Sentral untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia membuka 14 (empat belas) Kas Titipan baru sebagai tambahan titik distribusi sehingga coverage bertambah sebesar 7,4%. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016 terdapat 27 tambahan Kas Titipan baru. Sehubungan dengan hal tersebut maka penambahan coverage dari sepanjang tahun 2016 yang dilakukan Bank Indonesia adalah sebesar 16,12% atau di atas dari target yang ditetapkan yakni 9,9%. Empat belas Kas Titipan baru sepanjang triwulan IV 2016 berlokasi di: Rengat (Provinsi Riau) BNI Sukabumi (Provinsi Jawa Barat) Bank BJB Probolinggo dan Banyuwangi (Provinsi Jawa Timur) Bank Jatim Melak dan Tana Paser (Provinsi Kalimantan Timur) Bank Kaltim Ruteng, Ende dan Lembata (Provinsi Nusa Tenggara Timur) Bank NTT Bulukumba (Provinsi Sulawesi Selatan) Bank Sulselbar Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara) BRI Wamena (Provinsi Papua) Bank Papua Fak-Fak dan Teluk Bintuni (Provinsi Papua Barat) Bank Papua Dengan penambahan 14 (empat belas) Kas Titipan tersebut, total Kas Titipan Bank Indonesia menjadi sebanyak 62 titik dengan lima belas bank pengelola. Wilayah dengan Kas Titipan terbanyak yaitu pada wilayah Sulampua (19 lokasi) dan Sumatera (17 lokasi), diikuti oleh wilayah Kalimantan (13 lokasi), Bali Nusra (8 lokasi), dan Jawa (5 lokasi). Total coverage dan layanan distribusi uang Bank Indonesia sampai dengan akhir tahun 2016 mencapai 82,91% dari wilayah NKRI. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan pengelolaan uang Rupiah untuk mencapai 100% wilayah NKRI. IKU 7: Soil Level ULE Nasional Target Minimum Soil Level 8 (UPB 17 ) dan Soil Level 6 (UPK 18 ) Pencapaian Akhir Tahun 2016 UPB : 10,5 UPK : 7 Penjelasan: Bank Indonesia berkomitmen untuk menyediakan uang layak edar bagi masyarakat, yaitu uang Rupiah asli yang memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penyediaan uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat. Berkenaan dengan hal ini, Bank Indonesia menetapkan kebijakan penetapan standar kelusuhan uang Rupiah (soil level 19 ) secara nasional. Kebijakan standar soil level ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas uang yang beredar di masyarakat melalui on-site survey yang dilakukan oleh konsultan independen bersama KPwDN di 82 kota yang 17 UPB (Uang Pecahan Besar) meliputi uang Rupiah pecahan UPK (Uang Pecahan Kecil) meliputi uang Rupiah pecahan ke bawah. 19 Soil level yang digunakan BI memiliki range soil level 1 s.d. soil level 16 yaitu soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak edar dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna dari Perusahaan Pencetakan Uang. Untuk tahun 2016 BI menetapkan soil level 8 sebagai standar uang yang layak edar, sehingga uang dengan soil level 1 s.d. soil level 7 merupakan uang tidak layak edar. 103

124 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Pencapaian Akhir Tahun 2016 digunakan sebagai dasar perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Selain itu, untuk memperluas jangkauan survey, dilakukan juga survey di 10 kota dan 15 daerah terpencil di perbatasan. Berdasarkan hasil survey tersebut, masyarakat menilai bahwa kualitas uang Rupiah yang beredar relatif baik. Bank Indonesia terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang Rupiah baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta dengan kualitas yang baik Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia menyempurnakan infrastruktur sistem pembayaran SKNBI dan meneruskan pengembangan NPG, serta memperluas penggunaan central bank money dalam penyelesaian transaksi di pasar modal, Untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan dan efisiensi sistem pembayaran, Bank Indonesia secara konsisten dan berkesinambungan memperkuat sekaligus mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran. Hal ini antara lain dilakukan dengan memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dan turut mendorong penyelenggara sistem pembayaran untuk senantiasa memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Selama 2016, khususnya triwulan IV-2016, Bank Indonesia menempuh beberapa kebijakan sistem pembayaran, antara lain: a. Perluasan Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Surat Berharga di Pasar Modal Untuk memperluas penggunaan CeBM sebagai setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal, Bank Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Self-Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal (PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI)). Koordinasi itu bertujuan untuk mengatasi isu dan hambatan dalam penerapan CeBM untuk setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal. Selama triwulan IV-2016, rata-rata harian penggunaan CeBM sebesar Rp7,1trilliun atau sebesar 65% dari nominal transaksi di pasar modal. Sementara ratarata harian penggunaan CeBM selama tahun 2016 adalah Rp7,4 triliun atau sebesar 66% dari nominal transaksi di pasar modal. b. Penerapan Penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk Investor Surat Berharga yang Ditatausahakan di BI-SSSS Penerapan penggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk investor surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS telah diberlakukan mulai 3 Oktober 2016 dan telah diresmikan penggunaannya pada 11 November 2016 oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, OJK dan PT KSEI. Penerapan Nomor Tunggal Identitas Investor akan mempermudah pelaksanaan konsolidasi data, informasi kepemilikan, dan aktivitas investor, baik untuk Surat Berharga Negara (SBN), surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia, maupun saham dan obligasi. Sampai dengan akhir Desember 2016, jumlah investor aktif yang telah menggunakan Nomor Tunggal Identitas Investor tercatat sebanyak investor, atau 42,84% (qtq) dari total investor yang tercatat pada triwulan sebelumnya. 104

125 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia c. Fitur Bulk Payment pada Layanan SKNBI Guna mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar, dan handal, pada tanggal 2 Mei 2016 Bank Indonesia mengimplementasikan fitur baru pada layanan SKNBI, yaitu bulk payment. Fitur bulk payment yang terdiri dari Layanan Pembayaran Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan Reguler (debit), dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran yang dilakukan secara berkala dengan lebih mudah dan efisien. Pada tahun 2016 volume transaksi bulk payment SKNBI tercatat sebesar transaksi dengan nominal mencapai Rp1.078,3 milyar. d. Pemeliharaan dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Pembayaran Ritel Bank Indonesia Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran ritel, Bank Indonesia senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pesertanya dan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan dan keandalan sistem pembayaran di Indonesia. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan pengadaan Sistem Pemrosesan Warkat Debit (SPWD) untuk mengganti mesin Reader/Sorter di wilayah Jakarta dan Bandung yang telah habis umur teknisnya. Selain itu, Bank Indonesia mengintegrasikan proses penerimaan dari pemilahan warkat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kepada peserta kliring warkat debit di wilayah kliring otomasi. e. Penyempurnaan Ketentuan Bilyet Giro Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan Bilyet Giro 20 untuk menegaskan kedudukan bilyet sebagai sarana pemindahbukuan, memperjelas hak dan kewajiban para pihak dalam penggunaan Bilyet Giro, serta penerapan standar keamanan minimum pada warkat Bilyet Giro. Dengan disempurnakannya ketentuan Bilyet Giro, Bank Indonesia juga menyempurnakan ketentuan lain yang terkait, yaitu ketentuan terkait Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (DHN) 21 dan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia 22. Ketentuan DHN tersebut bertujuan untuk mencegah peredaran cek dan/atau bilyet giro kosong dengan pemberlakuan pengenaan sanksi yang lebih proporsional baik melalui penetapan kriteria yang lebih ketat maupun cakupan efektifitas sanksi yang lebih luas. Sementara ketentuan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh BI bertujuan untuk penguatan perlidungan kepada nasabah. Seluruh ketentuan terkait Bilyet Giro tersebut akan berlaku mulai 1 April Pada Desember 2016, Bank Indonesia telah mensosialisasikan ketentuan baru itu kepada perbankan dan masyarakat pengguna Bilyet Giro di 8 (delapan) kota. f. Kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) Sepanjang 2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan desain konsep NPG dengan menggunakan model interkoneksi antar-switch. Pemilihan model tersebut dilakukan 20 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tanggal 22 November 2016 tentang Bilyet Giro dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 18/32/DPSP tanggal 29 November 2016 perihal Bilyet Giro. 21 PBI No. 18/43/PBI/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan SE BI No. 18/39/DPSP tanggal 28 Desember 2016 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. 22 SE BI No. 18/40/DPSP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia pada tanggal 30 Desember

126 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur sistem pembayaran yang telah ada sekaligus memperhatikan keberadaan industri switching yang telah berkembang untuk menjaga kompetisi, efisiensi, serta inovasi produk dan layanan. Desain konsep NPG mencakup antara lain definisi, tujuan, cakupan, area pengembangan, dan roadmap implementasi. Pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan terkait pengembangan NPG. Kegiatan itu sebagian besar melibatkan pihak eksternal antara lain: 1. Bank Indonesia melaksanakan Proof of Concept (PoC) yang mencakup: a. PoC Interkoneksi Kartu Debit Domestik bersama dengan 7 (tujuh) bank dan 3 (tiga) penyelenggara jaringan switching yang secara kesleuruhan memiliki kontribusi besar. Kegiatan ini bertujuan untuk mempelajari konsep yang telah dikembangkan industri serta mempersiapkan industri dalam menjalankan interkoneksi kartu debit lintas switch dengan perubahan yang minimal pada infrastruktur ATM yang telah berjalan saat ini. b. PoC Interoperabilitas Uang Elektronik Berbasis Chip bersama dengan 6 penerbit uang elektronik chip based. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari solusi optimal dengan mempertimbangkan kondisi industri saat ini, termasuk banyaknya kartu yang beredar dengan standar yang beragam. 2. Dalam rangka persiapan implementasi NPG, Bank Indonesia menyelenggarakan beberapa kali High Level Meeting (HLM) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan NPG seperti Lembaga Standar, Lembaga Switching dan Lembaga Services. Tujuan HLM tersebut antara lain untuk mensosialisasikan peran dan tanggung jawab lembaga yang akan dibentuk, menyepakati prinsip distribusi pendapatan serta sebagai persiapan implementasi NPG. 3. Bank Indonesia memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman interkoneksi kartu debit domestik antar prinsipal dan nota kesepahaman interkoneksi sistem dan interoperabilitas kartu debit dan uang elektronik. Penandatanganan nota kesepahaman itu melibatkan empat issuer/acquirer utama di Indonesia yang secara keseluruhan memiliki volume dan pangsa transaksi lebih dari 75%. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh komitmen dari industri sistem pembayaran nasional untuk mendukung implementasi NPG. 4. Bank Indonesia tengah menyusun pengaturan (PBI) NPG mencakup tujuan, ruang lingkup, kewajiban pihak-pihak yang terhubung ke NPG, kewajiban issuer dan acquirer, kelembagaan, serta pengaturan pendukung (routing domestik, branding, skema harga dan penetapan fitur layanan). Dengan adanya NPG, infrastruktur diharapkan saling terinterkoneksi sehingga siap melayani pemrosesan transaksi domestik dengan menggunakan berbagai instrumen. Tahap pertama diawali dengan ATM/debit, yang diikuti dengan uang elektonik, kartu kredit, dan online payment. g. Tindak Lanjut Implementasi Gerakan Nasional Non Tunai Kegiatan sosialisasi dan edukasi untuk GNNT telah dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia. Di Kupang, Bank Indonesia mensosialisasikan tentang jasa sistem pembayaran di Indonesia dan peran Bank Indonesia sebagai Otoritas di bidang Sistem Pembayaran dan Gerakan Cinta Rupiah (GCR). 106

127 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kegiatan serupa dilaksanakan di tiga daerah lainnya. Di Brebes, kegiatan dilakukan bersamaan dengan peluncuran Program Ekonomi Kerakyatan untuk Kelompok Tani Bawang Merah binaan Bank Indonesia. Di Jakarta, kegiatan diselenggarakan bersamaan dengan peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkornas) untuk masyarakat dan instansi terkait. Di Semarang, Bank Indonesia menggelar acara Edukasi Sistem Pembayaran untuk perbankan, akademisi, mahasiswa, dan GenBI. Di penghujung 2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan edukasi publik dengan nama Smart Money Wave di 4 kota di Indonesia, yakni Banjarmasin, Makassar, Medan, dan Semarang. Tujuannya adalah mensosialisasikan GNNT dan membiasakan masyarakat bertransaksi secara nontunai. Sasaran utama dari kegiatan ini adalah mahasiswa/ mahasiswi dan generasi muda milenial (Gen-Y) yang memiliki komunikasi terbuka dan daya adaptif tinggi terhadap perkembangan zaman serta perubahan teknologi dan informasi. Kegiatan Smart Money Wave aantara lain berupa workshop dan mini pameran, kompetisi video dan blog, publikasi di media/tv, media sosial, dan flyer, serta pesta netizen, yaitu pesta penghargaan dan hiburan. h. Implementasi Teknologi Chip dan PIN Online Enam Digit pada Kartu ATM/Debet Sejak 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) 6 (Enam) Digit untuk kartu ATM dan/atau kartu Debet. Ketentuan tersebut mewajibkan seluruh kartu ATM dan/atau kartu debet di Indonesia untuk menerapkan spesifikasi NSICCS (National Standard Chip Card Specification). Awal implementasi PIN 6 Digit dan persiapan host and backend system NSICCS adalah 1 Juli Selanjutnya, pemenuhan secara bertahap, yakni 30% pada 1 Januari 2019, 50% pada 1 Januari 2020, 80% pada 1 Januari 2021, dan 100% pada 1 Januari Selama 2016, berdasarkan hasil pengawasan oleh Bank Indonesia, implementasi NSICCS telah menunjukkan bahwa 19,46% mesin ATM dan 19,96% mesin EDC telah di-roll-out untuk dapat memproses kartu ATM/debit chip NSICCS, serta 0,6% kartu ATM/debit telah mengimplementasikan chip NSICCS. Tantangan yang dihadapi dalam implementasi NSICCS antara lain masih rendahnya pemahaman perbankan mengenai upaya penyesuaian infrastruktur untuk implementasi NSICCS. Untuk itu, Bank Indonesia terus aktif melakukan sosialisasi dan pelatihan. Dengan demikian, implementasi NSICCS diharapkan dapat terlaksana sesuai target. i. Implementasi Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam konteks bauran kebijakan, kewajiban penggunaan Rupiah di qilayah NKRI secara efektif mampu menegakkan kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI. Dengan adanya kewajiban tersebut, transaksi nontunai dalam negeri yang semula menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun tajam sejak diberlakukannya ketentuan tersebut pada 1 Juli Pada Desember 2016, transaksi valas turun sebesar 44,56% (yoy) (Grafik 3.10). Perkembangan ini menunjukkan bahwa kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Juta USD PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah Total Transaksi Barang Transaksi Jasa Unrequited Transfer (a.l.: pajak & hibah) Pinjaman Lainnya Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan* Feb*Mar*Apr*Mei*Jun* Jul* Ags*Sep*Okt*No*vDes** 2015*) 2016 *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Sumber : DSta & DPKL Grafik 3.10 Transaksi Valas Antar Penduduk Per Jenis Transaksi 107

128 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia NKRI berdampak positif dalam mendukung upaya pengelolaan permintaan valuta asing dan stabilitas nilai tukar rupiah. Secara umum, penggunaan valas domestik pada hampir semua jenis transaksi jasa mengalami tren penurunan. Masih adanya transaksi dalam valuta asing disebabkan masih terdapat kontrak/perjanjian yang telah ditandatangani sebelum 1 Juli 2015 serta kebijakan penuh dan yang diberikan Bank Indonesia bagi pelaku usaha dengan karakter tertentu. Sejak Februari 2016, Bank Indonesia telah melakukan pengawasan terhadap transaksi valuta asing yang terjadi di wilayah NKRI. Ruang lingkup pengawasan meliputi transaksi maupun kuotasi harga. Secara umum, berdasarkan hasil pengawasan terhadap transaksi non tunai, pelaku usaha telah mematuhi Undang-Undang No. 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI. Untuk kuotasi harga, Bank Indonesia masih menemukan pelanggaran, khususnya oleh penyelenggara jasa umrah, pariwisata dan hotel. Atas pelanggaran tersebut, Bank Indonesia telah memberikan sanksi administratif berupa surat teguran tertulis terhadap pihak-pihak yang masih melanggar ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah. j. Koordinasi Kebijakan Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang efisien, aman, andal, dan lancar merupakan salah satu pendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai misi tersebut, Bank Indonesia juga berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait, terutama dengan kementerian dan otoritas. Untuk sistem pembayaran telah dibentuk Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) pada 2015 yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenkominfo, Kemendag, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Menindaklanjuti langkah FSPI tahun sebelumnya, maka selama 2016 telah dilakukan beberapa kali kegiatan koordinasi dan diskusi untuk membahas isu terkini serta harmonisasi pengaturan dan kebijakan di bidang sistem pembayaran. Beberapa topik atau isu terkini adalah mengenai financial technology (fintech), e-commerce, dan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway). Menyikapi semakin berkembangnya kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh sektor keuangan, tak menampik munculnya berbagai risiko di bidang keuangan. Khusus money laundering dan pembiayaan terorisme, Bank Indonesia masih terus melakukan kerja sama dan koordinasi. Dalam keanggotaan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pada 2016, Bank Indonesia secara aktif berperan serta dalam memberikan masukan untuk penyusunan Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Sebagai persiapan Indonesia menjadi anggota FATF, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk penyusunan dan penyempurnaan ketentuan. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki kedudukan sebagai lembaga pengawas dan pengatur untuk kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) dan perusahaan transfer dana bukan bank (PTD BB). Pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan KUPVA BB telah berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Di tingkat pusat di antaranya terlihat dari pertemuan forum koordinasi untuk menanggulangi KUPVA tidak berizin, berbagi mengenai fraud kartu kredit, dan sosialisasi Bank Indonesia terkait ketentuan maupun penanganan SP Iegal dan KUPVA tidak berizin kepada kepolisian. Kerja sama lainnya yakni penyediaan ahli dari Bank Indonesia untuk kasus-kasus terkait sistem pembayaran. 108

129 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Terkait kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI, penurunan transaksi valuta asing antarpenduduk yang terjadi selama ini tidak terlepas dari dukungan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Secara aktif, Bank Indonesia berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan dan harmonisasi kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah. Selama 2016, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Otoritas Jasa Keuangan, serta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dalam rangka penyelesaian tugas BI. Sebagai bentuk implementasi dari kerjasama tersebut, selama 2016, pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan kegiatan usaha penukaran valuta asing telah berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pusat di antaranya terlihat dari pertemuan forum koordinasi dalam rangka menanggulangi KUPVA tidak berizin, berbagi pengalaman mengenai kejahatan kartu kredit, dan sosialisasi BI terkait ketentuan maupun penanganan SP Iegal dan KUPVA tidak berizin kepada kepolisian. Kerja sama lainnya yakni penyediaan ahli dari Bank Indonesia untuk kasus-kasus terkait sistem pembayaran. Koordinasi dan kerja sama dengan kementerian dan otoritas juga dilakukan oleh Bank Indonesia terkait keuangan inklusif yang merupakan komponen penting dari inklusi sosial dan ekonomi. Akses terhadap layanan keuangan dapat mengurangi kerentanan dan merupakan alat untuk membangun aset serta kemampuan ekonomi, yang pada akhirnya dapat membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan. Tersedianya akses terhadap layanan keuangan dasar merupakan hal penting bagi partisipasi yang lebih luas orang miskin dalam perekonomian modern. Dengan demikian, orang miskin pun dapat menjadi bagian dari masyarakat ekonomi yang lebih luas dan turut berperan dalam pembangunan nasional. BOKS Upaya Bank Indonesia Mendukung Perkembangan FinTech Gelombang Bangkitnya FinTech Teknologi telah mengubah kehidupan, terutama sejak ditemukannya internet dan merebaknya penggunaan gawai berbasis digital. Selain merambah dunia media, musik, dan film, melalui media daring, musik dan film yang dapat diunduh dari internet, teknologi juga merambah layanan keuangan. Di bidang keuangan, dalam beberapa tahun terakhir ini muncul istilah layanan teknologi keuangan berbasis digital yang akrab disebut FinTech atau Financial Technology. Secara sederhana, FinTech adalah berbagai inovasi yang menggabungkan fungsi Keuangan (Financial) dengan Teknologi. Pelaku usaha FinTech, yang umumnya disebut pelaku usaha rintisan (start-ups), berbekal ide kreatif dan inovatif, hadir memberi solusi alternatif atas kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa keuangan, mulai dari pembayaran, 109

130 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pengiriman uang, mendapatkan pinjaman, berbelanja dan berdagang (e-dagang), hingga berinvestasi. Pemain-pemain baru di bidang FinTech ini bertindak sebagai platform atau mediator yang memfasilitasi transaksi keuangan masyarakat, termasuk keputusan investasi dan alokasi aset dalam prosedur yang relatif sederhana. Fasilitasi keuangan tersebut juga dilakukan melalui aplikasi dan/atau algoritma robotik berbasis jaringan internet (network) yang padat teknologi dan cenderung lintas batas (borderless). Hal yang menarik dari perkembangan pelaku rintisan di bidang FinTech adalah umumnya menjangkau segmen masyarakat dan/atau dunia usaha yang rata-rata tidak atau belum tersentuh oleh sektor keuangan formal, baik karena disebabkan oleh keterbatasan kapasitas jangkauan sektor keuangan formal, maupun karena belum atau tidak memenuhi kriteria-kriteria manajemen risiko yang dipersyaratkan secara baku oleh sektor keuangan formal. Dengan demikian FinTech diharapkan dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangannya. FinTech menyimpan potensi besar dalam ekonomi. Data dari McKinsey (2016) menunjukkan bahwa industri FinTech secara global meningkat signifikan, dari sekitar 800 pelaku hingga mencapai lebih dari pelaku dalam kurun waktu satu tahun. Data lain menyebutkan bahwa total transaksi global FinTech di tahun 2016 diperkirakan mencapai miliar dolar AS. Di Indonesia sendiri, menurut data Statista, nilai transaksi FinTech selama tahun 2016 diperkirakan mencapai 15,02 miliar dolar AS. Hasil kajian Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa akses pembiayaan dan konsumsi rumah tangga dari usaha FinTech mampu memberi dorongan bagi pertumbuhan ekonomi, mendukung ketahanan pangan, dan penyerapan tenaga kerja, walaupun untuk saat ini besarannya masih relatif kecil. Melihat pesatnya pertumbuhan FinTech di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama FinTech yang bergerak di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memandang perlu untuk mendukung tumbuhnya inovasi dari pelaku FinTech tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan utama Bank Indonesia selaku Otoritas Sistem Pembayaran, yakni menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan andal, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, mengedepankan prinsip kehati-hatian serta memperhatikan perlindungan konsumen. Bank Indonesia menyadari bahwa inovasi pelaku FinTech dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan ekonomi Indonesia, seperti mendorong penggunaan alat pembayaran non-tunai, menjembatani kebutuhan dan menggerakan kegiatan sektor usaha kecil dan mikro (UMKM) sekaligus turut mendorong inklusi keuangan. Melalui pemanfaatan dan inovasi teknologi, konsumen dapat menikmati berbagai kemudahan dan kecepatan transaksi, namun tetap berada dalam koridor kehati-hatian dan perlindungan konsumen. 110

131 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BOKS BI FinTech Office dan Regulatory Sandbox Bank Indonesia FinTech Office (BI FTO) yang dibentuk pada 14 November 2016 merupakan sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi FinTech di Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan sehat dengan tetap mengutamakan kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Keberadaan BI FTO diposisikan untuk menjaga level playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi. Dalam pelaksanaan tugasnya, BI FTO memiliki 4 (empat) fungsi utama yakni: (i) Fungsi fasilitator/katalisator bagi pertukaran ide inovatif pengembangan FinTech di Indonesia; (ii) Fungsi business intelligence, dimana BI FTO akan secara rutin memberikan update melalui diseminasi hasil kajian dan pertemuan termasuk dengan kementerian dan otoritas terkait serta lembaga internasional; (iii) Fungsi asesmen, dimana BI FTO akan melakukan pemantauan dan pemetaan atas potensi manfaat sekaligus risiko dari inovasi model bisnis dan produk yang ditawarkan. Hasil asesmen tersebut akan menjadi dasar bagi perumusan kebijakan di Bank Indonesia; dan (iv) Fungsi koordinasi dan komunikasi, yang berperan memberikan pemahaman atas kerangka pengaturan yang ada, dan mendorong harmonisasi regulasi lintas otoritas. Sebagai bagian dari fungsi asesmen, BI FTO tengah mempersiapkan sebuah inisiatif yang dinamakan Regulatory Sandbox. Regulatory sandbox dapat dianalogikan sebagai sebuah laboratorium yang digunakan bersama oleh pelaku FinTech dan Bank Indonesia untuk menguji produk, layanan, model bisnis atau teknologi yang bersifat inovatif, khususnya sebelum masuk ke dalam rezim perizinan secara penuh. Di dalam regulatory sandbox, produk, layanan, model bisnis atau teknologi dari pelaku FinTech yang memenuhi kriteria tertentu dapat beroperasi secara normal dalam lingkungan terbatas yang ditentukan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap konsumen dan sistem keuangan, serta kerangka regulasi yang ada. Pembatasan tersebut diberikan dalam bentuk perizinan terbatas pada layanan, jangka waktu, dan/atau wilayah penyelenggaraan, atau dapat juga batasanbatasan lainnya yang ditetapkan oleh BI FTO dengan memperhatikan karakter dan risiko produk atau layanan yang diujikan. Melalui regulatory sandbox, Bank Indonesia dapat memonitor secara intensif keberlangsungan FinTech dalam perimeter risiko yang terjaga. Selain digunakan untuk evaluasi, metode ini juga akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah antisipatif dan korektif di waktu yang tepat apabila diperlukan. Lebih lanjut, data yang dihasilkan sepanjang proses monitoring dan pendampingan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas respons kebijakan. Selain mengelola regulatory sandbox, Bank Indonesia juga memberikan perhatian khusus terkait FinTech yang dituangkan dalam salah satu Program Strategis Bank 111

132 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan kajian yang bersifat multidisiplin terkait cakupan dan pemetaan risiko FinTech dari sisi moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, hukum dan teknologi informasi. Program strategis terkait FinTech ini masih akan terus dilanjutkan pada tahun Beroperasinya BI FTO juga diharapkan dapat mendorong terbentuknya ekosistem yang baik bagi perkembangan FinTech di Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator/katalisator, BI FTO telah melakukan engagement dengan Asosiasi FinTech Indonesia dan pelaku FinTech di Indonesia selama tahun Program Meet the Startups Days yang merupakan ajang diskusi berkala di Bank Indonesia telah mempertemukan BI FTO dengan lebih dari 30 pelaku FinTech di Indonesia, dan akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya. Jejaring dan sinergi pelaku FinTech semakin diperkuat melalui berbagai kegiatan Forum Group Discussion, Talk Show, serta Seminar Nasional FinTech yang membedah isu-isu terkini dan terpenting dari FinTech. Menutup akhir tahun 2016, BI FTO juga telah menyelenggarakan Year End Gathering untuk memperkuat komunikasi dan jejaring dengan industri FinTech. Tak hanya melakukan engagement dengan industri, BI FTO juga secara rutin melakukan koordinasi dengan otoritas terkait seperti Kemenko Perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kemenkominfo serta Kemenkeu. Dalam skala internasional, BI FTO juga terlibat aktif di forum dan/atau kelompok kerja terkait FinTech di antaranya melalui program joint-research dengan beberapa negara di regional dalam EMEAP WGPSS (Working Group on Payment and Settlement System) Study Group on Digital Innovation Kebijakan Pengelolaan Uang Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang rupiah melalui penyediaan uang layak edar ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke wilayah terpencil. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Pelaksanaan ketiga pilar tersebut bertujuan untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketersediaan Uang Rupiah Dalam upaya mencapai pilar pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, Bank Indonesia selama triwulan IV-2016 dan 2016 melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang Undang-Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dalam kegiatan perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah terkait perencanaan pengeluaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 dengan 112

133 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia desain baru yang memuat ciri-ciri sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Salah satu ciri yang tercantum dalam Implementasi uang Rupiah SKNBI TE 2016 Generasi adalah II memuat serta Sistem gambar BI-RTGS pahlawan nasional yang selanjutnya dan ditetapkan BI-SSSS melalui Generasi Keputusan II Presiden 23. Untuk itu, Bank Indonesia berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk pengurusan persetujuan penggunaan gambar pahlawan nasional oleh ahli waris. Bank Indonesia juga menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama beberapa instansi, pakar/akademisi dan Perum Peruri untuk mendapatkan masukan mengenai desain uang Rupiah baru. Selain perencanaan uang Rupiah baru, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan juga berkoordinasi mengenai jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan Untuk tahun 2016, pencetakan uang yang direncanakan adalah sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sementara itu, rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun yang terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Rencana cetak uang tersebut dihitung berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate), masukan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Indonesia serta asumsi jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan. Dalam rangka memastikan kecukupan uang Rupiah dan meningkatkan kualitas uang beredar di seluruh wilayah Indonesia, pada triwulan IV-2016, Bank Indonesia melakukan pemantauan pemenuhan estimasi kebutuhan uang di Kantor Pusat dan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia, baik terkait distribusi uang, jumlah penarikan dan setoran perbankan maupun jumlah pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar. Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan UTLE sebesar Rp48,9 triliun. Dengan demikian, jumlah pemusnahan UTLE sepanjang tahun 2016 mencapai sebesar Rp210,5 triliun. Jumlah pemusnahan tersebut telah disampaikan kepada Pemerintah cq Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang. Selanjutnya, untuk menjaga akuntabilitas, jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan Bank Indonesia selama tahun 2016 dicantumkan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah Yang Dimusnahkan Tahun yang selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Negara. b. Pengeluaran uang Rupiah Pengeluaran uang Rupiah oleh Bank Indonesia selalu didukung dengan perencanaan yang matang dan komprehensif, agar uang Rupiah yang diterbitkan memiliki kualitas yang baik dan kepercayaan masyarakat terhadap uang Rupiah yang diedarkan tetap terjaga. Pengeluaran uang Rupiah dilakukan dalam bentuk uang Rupiah emisi baru, uang Rupiah desain baru, dan uang Rupiah khusus (commemorative currency). Pada tanggal 19 Desember 2016, Presiden Republik Indonesia meresmikan peluncuran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi 2016, yaitu terdiri tujuh pecahan uang Rupiah kertas dan empat pecahan uang Rupiah logam dengan gambar Pahlawan dan desain serta ciri mengacu pada UU Mata Uang. 23 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 24 PBI No. 19/1/PBI/2016 tanggal 30 Januari

134 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Peresmian pada tanggal 19 Desember 2016 tersebut bertepatan pula dengan peringatan Hari Bela Negara. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia, uang Rupiah kertas menampilkan pula gambar tari nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah di Indonesia. Keragaman dan keunikan alam dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Rupiah merupakan salah satu simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia. Penghargaan warga negara Indonesia pada mata uangnya sendiri diharapkan semakin mendorong berdaulatnya Rupiah di negeri sendiri. Terkait dengan dasar hukum pengeluaran dan pengedaran uang Rupiah baru tersebut, Bank Indonesia menerbitkan 18 (delapan belas) ketentuan mengenai pemberlakuan, pengeluaran, dan pengedaran uang Rupiah TE 2016 untuk seluruh pecahan termasuk uang Rupiah khusus. Dengan dikeluarkannya uang Rupiah TE 2016, uang Rupiah kertas dan logam yang masih beredar saat ini masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender) di wilayah NKRI sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran. c. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Sesuai dengan amanat UU Mata Uang, pelaksana pencetakan Uang Rupiah adalah Badan Usaha Milik Negara, dalam hal ini adalah Perum Peruri. Untuk menjamin pencetakan uang Rupiah dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan kerja sama dengan Perum Peruri, baik dalam penetapan jadwal pencetakan maupun selama proses pencetakan uang Rupiah. Hal ini dilakukan agar misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah, yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar dapat dicapai dengan optimal. Selama 2016, Bank Indonesia dan Perum Peruri dapat melaksanakan pencetakan uang Rupiah sesuai dengan rencana cetak uang yang telah ditetapkan pada tahun sebelumnya. Realisasi cetak uang Rupiah sampai dengan akhir triwulan IV-2016 tercatat senilai Rp173,15 triliun atau 95,23% dari rencana cetak selama tahun 2016, yang sebesar Rp181,83 triliun. Jumlah realisasi uang yang dicetak terdiri dari uang kertas sebanyak 6,12 miliar lembar senilai Rp171,99 triliun dan uang logam sebanyak 2,11 miliar keping senilai Rp1,17 triliun. 114

135 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia d. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah Dalam rangka peningkatan upaya pencegahan uang Rupiah palsu di wilayah NKRI, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai Tata Cara Klarifikasi atas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya 25 sebagai pedoman pelaksanaan ketentuan terhadap klarfikasi atas uang Rupiah yang diragukan keasliannya bagi bank atau pihak lain yang ditunjuk oleh bank dan pihak selain bank (perorangan, badan hukum, atau lembaga yang melakukan fungsi penyelidikan dan penyidikan). Disamping itu, beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah antara lain: 1) Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) Pada triwulan IV-2016, seluruh unsur Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) 26 telah menyelenggarakan rapat koordinasi. Beberapa aspek koordinasi yang perlu dioptimalkan adalah terkait dengan (i) tukar menukar informasi, termasuk terkait dengan peningkatan unsur pengaman uang Rupiah kertas; (ii) regulasi terkait pengadaan bahan baku dan mesin cetak uang sehingga aspek pengawasan menjadi lebih baik dan tepat; serta (iii) perlu adanya daftar pelaku kejahatan uang palsu secara nasional. 2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah Dalam rangka menekan jumlah uang Rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang yang berasal dari setoran perbankan, Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai pengelolaan uang Rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada cash handlers, seperti perbankan dan perusahaan penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah (PJPUR) 27, penegak hukum, dan masyarakat umum. Selama triwulan IV-2016, Bank Indonesia juga melaksanakan kegiatan sosialisasi (atau training of trainers) kepada perbankan mengenai ciri keaslian uang Rupiah, tata cara penggantian uang rusak, permintaan klarifikasi uang Rupiah yang diragukan keasliannya, tata cara penyetoran dan penarikan uang Rupiah ke Bank Indonesia dan standar Uang Layak Edar serta materi mengenai modus operandi pemalsuan uang Rupiah oleh Kepolisian Republik Indonesia. Di samping sosialisasi kepada perbankan, selama triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan 13 (tiga belas) kali kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah di Indonesia antara lain Jakarta, Serang, Sukabumi, Kepulauan Seribu, Surabaya, Palembang, Ende dan Mamuju. Peserta sosialisasi berasal dari masyarakat umum, aparat hukum, pelajar, dan guru, dengan total jumlah peserta sebanyak orang. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi sebanyak 40 kali dengan jumlah peserta kurang lebih orang. 25 Surat Edaran Ekstern No.18/28/DPU tanggal 24 November Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012, yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementrian Keuangan, dan Bank Indonesia. 27 Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa pengolahanuang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan (penghitungan,penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian Anjungan TunaiMandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM) berikut pemantauankecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan Cash in Transit. 115

136 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah palsu, dan pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah. Data dan analisis BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 6 kali pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 6 kali pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dengan demikian, selama 2016, Bank Indonesia telah melakukan 43 kali pemeriksaan laboratorium atas permintaan Kepolisian RI di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Distribusi dan Pengolahan Uang Dalam mencapai pilar kedua distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, Bank Indonesia melakukan kegiatan antara lain: a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Bank Indonesia terus meningkatkan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah guna meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), terutama dalam menghadapi kebutuhan uang yang cenderung meningkat selama hari raya Natal dan akhir tahun Mekanisme distribusi uang Rupiah dilakukan dari KPBI kepada 12 KPwDN sebagai Depo Kas, 4 KPwDN lainnya dan unit kerja kas di KPBI. Selanjutnya, Depo Kas akan mendistribusikan lagi kepada KPwDN lainnya (Gambar 3.2). Gambar 3.2 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia 116

137 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selama triwulan laporan, realisasi distribusi uang Rupiah sebesar Rp69,30 triliun dalam berbagai pecahan, naik secara signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp18,3 triliun. Kenaikan ini sejalan dengan permintaan uang kartal yang meningkat menghadapi perayaaan Natal dan liburan akhir tahun Dari jumlah distribusi uang tersebut, sebesar Rp43,53 triliun (62,81%) untuk memenuhi kecukupan persediaan kas KPwDN dan Rp25,77 triliun (37,19%) untuk unit kerja kas di KPBI. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan triwulan IV-2016, Bank Indonesia telah melakukan distribusi uang sejumlah Rp258,81 triliun dan retur sebesar Rp11,14 triliun, sehingga net distribusi uang mencapai Rp247,67 triliun untuk memenuhi kecukupan uang seluruh kantor Bank Indonesia. b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan Dalam rangka melakukan distribusi uang Rupiah keseluruh wilayah NKRI, Bank Indonesia melakukan kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke seluruh Indonesia. Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Bank Indonesia juga menjalin kerja sama dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal. Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan kapal penumpang merupakan alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan. c. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengenai Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PBI PJPUR) Bank Indonesia dalam melaksanakan pengedaran Uang Rupiah kepada masyarakat tidak dapat dipisahkan dari peran serta bank dan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang melakukan pengolahan uang Rupiah. Pada awalnya, BUJP hanya bergerak pada usaha kawal angkut uang yang kemudian diwajibkan untuk memiliki izin operasional dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun demikian, kegiatan usaha BUJP yang berkembang menjadi industri jasa pengolahan uang Rupiah, belum diikuti dengan pengaturan dari Bank Indonesia mengenai standar sarana, prasarana dan infrastruktur, sumber daya manusia, manajemen risiko, dan prinsip governance yang baku. Pada 24 Agustus 2016, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PBI PJPUR) 28 yang diikuti dengan penerbitan ketentuan pelaksanaan 29 pada tanggal 2 November Ketentuan tersebut bertujuan untuk memastikan kegiatan pengolahan uang Rupiah yang dilakukan oleh BUJP yang bergerak di bidang pengolahan uang sesuai dengan standar yang ditetapkan Bank Indonesia, serta mendorong atau memastikan berkembangnya industri jasa pengolahan uang Rupiah yang sehat dan bertanggungjawab. Jenis kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah yang diatur dalam PBI PJPUR terdiri atas (i) distribusi uang Rupiah, (ii) pemrosesan uang Rupiah, (iii) penyimpanan uang Rupiah di khazanah; dan/atau (iv) pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan uang pada mesin komersial penarikan dan penyetoran uang (antara lain Automated Teller Machine/ATM, Cash Deposit Machine/CDM, dan/atau Cash Recycling Machine/CRM). 28 PBI Nomor 18/15/PBI/ Surat Edaran Ekstern No.18/25/DPU perihal Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah. 117

138 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Setiap badan usaha jasa pengamanan yang akan menjadi PJPUR untuk melakukan kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah harus memperoleh izin dari Bank Indonesia. Demikian pula, bagi PJPUR yang akan membuka kantor cabang wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Selanjutnya, PJPUR harus menerapkan prinsip good governance, antara lain memiliki service level agreement (SLA), mesin hitung uang, sarana dan infrastruktur, serta kompetensi SDM dalam melakukan pengolahan dan mengenai keaslian uang Rupiah. Penerapan prinsip tersebut bertujuan agar kualitas kegiatan pengolahan uang Rupiah yang dilakukan oleh PJPUR sesuai dengan standar Bank Indonesia. Layanan Kas Prima Dalam mencapai pilar ketiga layanan kas prima, Bank Indonesia melakukan kegiatan melalui: a. Layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia, Bank Indonesia terus mengoptimalkan layanan Kas Keliling. Bentuk layanan tersebut berupa penukaran uang layak edar dan penggantian uang tidak layak edar, yang dilakukan secara wholesale (kepada perbankan) dan/atau ritel (kepada masyarakat umum). Pada triwulan IV-2016, jumlah penukaran uang dalam rangka Kas Keliling mencapai Rp678,39 miliar, meningkat 36,79% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian pula, jumlah penukaran uang tersebut naik 36,3% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan tingginya permintaan uang kartal di masyarakat menjelang periode Natal dan liburan akhir tahun 2016, pengeluaran 11 pecahan uang Rupiah baru TE 2016, serta upaya Bank Indonesia untuk melakukan percepatan peningkatan kualitas uang yang diedarkan. Selama 2016, jumlah penukaran uang dalam rangka Kas Keliling mencapai Rp2,58 triliun atau meningkat 32,54% dibandingkan dengan nominal Kas Keliling tahun 2015 yang mencapai Rp1,95 triliun. Meningkatnya jumlah penukaran uang melalui kas keliling juga dipengaruhi oleh kerjasama Bank Indonesia dengan instansi Pemerintah dan pihak lainnya. Selama Triwulan IV-2016, kerja sama dan koordinasi kegiatan penukaran uang terutama pemenuhan kebutuhan uang kecil yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kerja sama Bank Indonesia dengan Polisi Perairan melalui kegiatan kas keliling sebanyak dua kali dengan rute sebagai berikut: Pertama, Oktober 2016 dengan rute Pulau Untung Jawa Pulau Pari Pulau Lancang Pulau Panggang Pulau Pramuka. Kedua, November 2016 dengan rute Pulau Tidung Pulau Kelapa Pulau Harapan Pulau Panggang Pulau Pramuka. Selain layanan penukaran uang kepada masyarakat dilakukan pula kegiatan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah. 2. Kerja sama Bank Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut melalui kegiatan kas keliling sebanyak dua kali dengan rute yaitu: 118 Pertama, Desember 2016 dengan rute Pulau Barrang Lompo Pulau Barrang Caddi Pulau Karanrang Pulau Kulambing Pulau Sabutung Pulau Bontosua Pulau Selayar.

139 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kedua, Desember 2016 dengan rute Pulau Bawean Pulau Masalembo Pulau Kangean Pulau Sapudi Pulau Sumenep. Selain layanan penukaran uang kepada masyarakat dilakukan pula kegiatan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah. b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial Selama triwulan IV-2016, terdapat penambahan 14 (empat belas) Kas Titipan yaitu di Rengat (Provinsi Riau), Sukabumi (Provinsi Jawa Barat), Probolinggo dan Banyuwangi (Provinsi Jawa Timur), Melak dan Tana Paser (Provinsi Kalimantan Timur), Ruteng, Ende dan Lembata (Provinsi Nusa Tenggara Timur), Bulukumba (Provinsi Sulawesi Selatan), Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara), Wamena (Provinsi Papua), serta Fak-Fak dan Teluk Bintuni (Provinsi Papua Barat) (Gambar 3.3). Bank pengelola Kas Titipan wilayah Rengat adalah PT Bank Negara Indonesia (BNI) dengan jumlah peserta sebanyak 5 bank. Pada Kas Titipan wilayah Sukabumi, bank pengelola yaitu PT BPD Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) dengan jumlah bank peserta sebanyak 24 bank. Untuk Kas Titipan Probolinggo dan Banyuwangi dikelola oleh PT BPD Jawa Timur (Bank Jatim) dengan masing-masing bank peserta sebanyak 9 bank dan 6 bank. PT BPD Kalimantan Timur (Bank Kaltim) ditunjuk sebagai pengelola Kas Titipan di wilayah Melak dengan 4 bank peserta dan di wilayah Tana Paser dengan 5 bank peserta. Di wilayah Ruteng, Ende dan Lembata, pengelolaan kas titipan dilakukan oleh PT BPD Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) dengan masing-masing bank peserta sebanyak 4 bank, 6 bank dan 2 bank. PT BPD Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat (Bank Sulselbar) mengelola kas titipan wilayah Bulukumba dengan 8 bank peserta, sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia mengelola kas titipan wilayah Kolaka dengan 6 bank peserta. PT BPD Papua (Bank Papua) mengelola kas titipan wilayah Wamena dengan 3 bank peserta, wilayah Fakfak dengan 4 bank peserta, dan wilayah Teluk Bintuni dengan 4 bank peserta. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan Desember 2016 terdapat 62 (enam puluh dua) wilayah Kas Titipan dengan jumlah peserta 510 (lima ratus sepuluh) kantor bank peserta (Tabel 3.5). Kantor Pusat (JKT) Kantor Depo Kas (KDK) Satker Kas Rencana Kas Titipan yang akan dibuka Kas Titipan Eksisting Gambar 3.3 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia 119

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih cukup besar. Perbaikan tersebut

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Triwulan IV-2015 dan Tahun Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan IV-2015 dan Tahun Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Triwulan IV-2015 dan Tahun 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Sambutan Gubernur Bank Indonesia Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta,

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

Triwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Surabaya 21 Desember 2016 OUTLINE 2 Perekonomian Global Perekonomian Nasional Kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Perspektif Baru Bank Sentral dalam Menjaga Stabilitas Makroekonomi dan Mendorong Momentum Pertumbuhan Ekonomi

Perspektif Baru Bank Sentral dalam Menjaga Stabilitas Makroekonomi dan Mendorong Momentum Pertumbuhan Ekonomi Perspektif Baru Bank Sentral dalam Menjaga Stabilitas Makroekonomi dan Mendorong Momentum Pertumbuhan Ekonomi Lampung, 31 Maret 2017 Sidang Pleno ke-12 Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEBI) Overview

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Triwulan III 2015 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Lebih terperinci

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi Jakarta, 28 Mei 2018 Pemerintah, Bank

Lebih terperinci

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan III. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III 2017 Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap

Lebih terperinci

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% yoy pada kuartal ketiga 2016, lebih tinggi dari 2015 sebesar 4,74% yoyatau lebih rendah dari 2016 sebesar 5,18% yoy. PDB kuartal

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. xvii

RINGKASAN EKSEKUTIF. xvii RINGKASAN EKSEKUTIF Sistem keuangan pada paruh kedua 2016 relatif stabil bahkan membaik sejalan dengan menurunnya risiko perekonomian domestik. Meningkatnya stabilitas sistem keuangan didukung oleh tingginya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L No.87, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6047) PERATURAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM...

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... I Dnrrnn lsr I DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK I ilt vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... BAB 2. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Kondisi Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai bank sentral, Bank

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

EKONOMI DOMESTIK. Tetap berdaya tahan ditopang pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang terjaga MAKRO PRUDENSIAL STRUKTURAL

EKONOMI DOMESTIK. Tetap berdaya tahan ditopang pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang terjaga MAKRO PRUDENSIAL STRUKTURAL INFOGRAFIS TINJAUAN UMUM BERSINERGI MEMPERKUAT RESILIENSI, MENDORONG MOMENTUM PEMULIHAN EKONOMI TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan ekonomi & volume perdagangan global belum kuat Lebih rendah dari tahun sebelumnya

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

perlambatan ekonomi domestik serta pasar uang dan pasar modal yang masih tersegmentasi dan dangkal juga mempengaruhi kondisi pasar keuangan domestik.

perlambatan ekonomi domestik serta pasar uang dan pasar modal yang masih tersegmentasi dan dangkal juga mempengaruhi kondisi pasar keuangan domestik. RINGKASAN EKSEKUTIF Pemulihan ekonomi di negara maju yang belum merata serta melambatnya pertumbuhan emerging market economies (EMEs) khususnya Tiongkok, telah berkontribusi terhadap peningkatan risiko

Lebih terperinci

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua SAMBUTAN DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA SERAH TERIMA JABATAN KEPALA KANTOR PERWAKILAN BI PROVINSI ACEH BANDA ACEH, 20 OKTOBER 2015 Yang kami hormati, Gubernur Provinsi Aceh, Bp. Zaini Abdullah, Forum Komunikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2016 ISSN

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2016 ISSN LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2016 ISSN 0522-2572 VISI Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Triwulan I. Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Triwulan I. Laporan Pelaksanaan. Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Triwulan I 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yakni mencapai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global, kinerja perekonomian domestik selama tahun

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/13/PBI/2017 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TERKAIT HUBUNGAN OPERASIONAL BANK UMUM DENGAN BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/13/PBI/2017 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TERKAIT HUBUNGAN OPERASIONAL BANK UMUM DENGAN BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/13/PBI/2017 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TERKAIT HUBUNGAN OPERASIONAL BANK UMUM DENGAN BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN SEMINAR MAJALAH INVESTOR

KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN SEMINAR MAJALAH INVESTOR Keynote Speech KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN SEMINAR MAJALAH INVESTOR Dengan tema Outlook Ekonomi dan Pasar Modal 2016 Balroom Hotel JW Marriot, Jakarta, 19 November 2015 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Uang Rupiah. Pembayaran dan Pengelolaan. Sistem (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 106). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 149 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Bank Indonesia 2.1.1 Status dan Kedudukan Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global dan domestik cenderung bias ke bawah yang disebabkan oleh. pertumbuhan ekonomi dunia berjalan tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. global dan domestik cenderung bias ke bawah yang disebabkan oleh. pertumbuhan ekonomi dunia berjalan tidak seimbang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi dunia perbankan di Indonesia mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selalu disebabkan dari perkembangan di luar industri

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 109 ANALISIS TRIWULANAN Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 Tim Penulis Laporan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Nega

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Nega No.152, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Giro Wajib Minimum. Rupiah. Valuta Asing. Bank Umum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5712).

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/11/PBI/2016 TENTANG PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/11/PBI/2016 TENTANG PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/11/PBI/2016 TENTANG PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan

Lebih terperinci

Stabilitas makroekonomi Indonesia pada 2017 semakin kokoh, diiringi dengan pemulihan

Stabilitas makroekonomi Indonesia pada 2017 semakin kokoh, diiringi dengan pemulihan TINJAUAN UMUM Mengoptimalkan Momentum, Memperkuat Struktur Stabilitas makroekonomi Indonesia pada 2017 semakin kokoh, diiringi dengan pemulihan ekonomi yang berlangsung gradual. Pertumbuhan ekonomi berangsur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/5/PBI/2018 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/5/PBI/2018 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/5/PBI/2018 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 29, September 2017

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 29, September 2017 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 29, September 2017 Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2017 relatif stabil dengan didukung oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN 0522-2572 Laporan Perekonomian Indonesia 2010 i Visi Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci