BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Pulau Bahang Kota di Kabupaten Bandung Pulau bahang kota di Kabupaten Bandung dipengaruhi oleh gas rumah kaca khususnya CO, lahan terbangun, dan ruang terbuka hijau di wilayah tersebut. Gas CO berpengaruh terhadap absorbsi radiasi gelombang panjang serta peningkatan suhu udara. Nowak dan McPherson (99) menyatakan bahwa peningkatan CO di atmosfer akan menyebabkan peningkatan suhu udara melalui pemanasan udara akibat adanya penyerapan radiasi gelombang panjang oleh CO. Trewartha dan Horn (995) juga menyatakan bahwa pencemaran atmosfer di kawasan perkotaan akibat dari emisi polutan udara kendaraan bermotor dan industri, akan mengakibatkan terperangkapnya radiasi terestrial di troposfer sehingga menghambat lolosnya radiasi terestrial tersebut ke angkasa. Hal ini menyebabkan suhu udara menjadi meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi pulau bahang kota adalah lahan terbangun. Lahan terbangun berpengaruh pada proses refleksi dan absorbsi radiasi yang juga mengakibatkan peningkatan suhu udara, sedangkan ruang terbuka hijau berperan terhadap penurunan suhu udara melalui proses refleksi radiasi, evapotranspirasi dan fotosintesis Sumber Pulau Bahang Kota dari Emisi CO Jumlah Penduduk Penduduk Kabupaten Bandung tahun 006 berjumlah orang, tahun 007 menjadi orang, dan tahun 008 semakin meningkat menjadi orang. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk,95 %/tahun. Kepadatan penduduk dari tahun ke tahun juga meningkat. Tercatat pada tahun 006, kepadatan penduduk sebesar.69 orang/km, meningkat menjadi.769 orang/km (tahun 008). Jumlah, kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah, kepadatan dan pertumbuhan penduduk Tahun Jumlah Penduduk (orang) Kepadatan Penduduk (Org/km ) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) , , ,9 Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda

2 5 Suhu udara sangat dipengaruhi oleh produksi gas rumah kaca khususnya CO yang dikeluarkan oleh penduduk. Environmental Protection Agency (00), menyatakan bahwa pernapasan manusia mengeluarkan CO kg/hari atau sama dengan 0,65 ton/orang/tahun. Berdasarkan hal tersebut, maka semakin tinggi jumlah penduduk, maka juga semakin banyak gas CO yang dihasilkan dari manusia. Pertambahan jumlah penduduk sangat potensial meningkatkan emisi CO ke atmosfer sehingga dapat meningkatkan efek negatif terutama dalam hal peningkatan suhu udara pulau bahang kota. Selain CO yang dikeluarkan manusia melalui pernapasan, CO juga dikeluarkan dari pemakaian bahan bakar dari aktivitas rumah tangga seperti yang disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung (009), tercatat mayoritas rumah tangga menggunakan bahan bakar gas yaitu sebesar 85,79 %. Rumah tangga yang menggunakan minyak tanah, kayu bakar dan listrik persentasenya kecil. Berdasarkan data dokumen Kabupaten Bandung dalam Angka tahun 009, diketahui jumlah rumah tangga adalah sebesar , maka dapat diperkirakan emisi CO dari penduduk kabupaten Bandung dari aktifitas rumah tangga sebanyak 557.7,7 kg CO /rumah tangga/tahun. Berdasarkan perhitungan emisi CO dari aktivitas rumah tangga, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah penduduk (jumlah rumah tangga) maka akan semakin tinggi juga kebutuhan akan bahan bakar, serta akan menyebabkan emisi CO dari aktivitas tersebut semakin meningkat pula. Tabel 6 Emisi CO yang dikeluarkan oleh rumah tangga dalam menggunakan bahan bakar di Kabupaten Bandung (009) BBM untuk Memasak Jumlah Rumah Tangga % Emisi CO (kg/rumah tangga/tahun) Total Emisi (kg CO /tahun) Listrik 68 0,0.59, ,08 Gas ,79 607,68.08,65 Minyak Tanah.86,87.09,98.86,00 Kayu Bakar 9.0, - - Sumber : Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (009) Jumlah Kendaraan Volume kendaraan bermotor yang beroperasi di Kabupaten Bandung bervariasi tergantung waktu (jam). Jam (waktu) puncak pada pagi hari mulai dari pukul , sedangkan waktu puncak pada sore hari terjadi pada pukul dengan

3 5 jumlah kendaraan yang beroperasi sekitar Lokasi kepadatan kendaraan bervariasi tergantung jalan yang dilewati. Jalan yang padat kendaraan terjadi pada jalan-jalan utama. Data selengkapnya mengenai volume kendaraan bermotor pada setiap jamnya di ruas-ruas jalan di Kabupaten Bandung tercantum pada Lampiran 7, sedangkan hasil penghitungan kendaraan bermotor secara langsung yang dilakukan pada Bulan November 009 di Jl. Kopo-Sayati, disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil penghitungan kepadatan kendaraan di Jalan Kopo (November 009) Waktu Kendaraan Roda Dua Kendaraan Roda Empat Truk Bus Purnomohadi (995) menyatakan bahwa kontribusi sektor transportasi terhadap polutan udara adalah sebesar 90 %. Hasil penelitian Soedomo (00) di Bandung, menunjukkan bahwa sektor transportasi menghasilkan beberapa jenis polutan udara yaitu CO sebesar 97, %, NO x 56, %, SO x sebesar %, hidrokarbon 78,5 % dan partikulat sebesar 7, %. Jika dibandingkan aktifitas sumber pencemar lainnya, maka transportasi merupakan penyumbang polutan udara tertinggi kecuali untuk senyawa SO x. Senyawa polutan udara yang mempengaruhi suhu udara secara langsung adalah CO. Polutan CO yang dikeluarkan sektor transportasi dari kendaraan bermotor dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan bakar baik bensin maupun solar per kendaraan. Kendaraan bermotor mengeluarkan CO sebesar, kg dari pemakaian per liter bahan bakar. Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung tahun 009, diketahui bahwa pemakaian premium kendaraan mobil pribadi roda empat rata-rata sebesar 9,9 liter/hari, sedangkan mobil umum,7 liter/hari. Kendaraan roda dua rata-rata membutuhkan premium rata-rata,85 liter/hari. Pemakaian bahan bakar solar untuk kendaraan pribadi roda empat rata-rata sebesar,96 liter/hari, sedangkan kendaraan umum 8,68 liter/hari. Jumlah kendaraan pada tahun 00 tercatat 76. kendaraan roda dua dan.670 kendaraan roda empat. Pada tahun 008 tercatat kendaraan bermotor roda dua sebesar 8.605, sedangkan kendaraan roda dua sebesar 8. kendaraan. Laju

4 5 peningkatan kendaraan bermotor roda empat 5,06 %/tahun, sedangkan kendaraan roda dua sebesar 7,7 %. Dari kecenderungan terus meningkatnya kendaraan bermotor terutama kendaraan roda dua, maka dikhawatirkan permintaan bahan bakar fosil bensin akan meningkat tajam. Akibatnya, emisi polutan udara khususnya CO akan terus meningkat sehingga akan meningkatkan efek pulau bahang terutama suhu udara. Industri Sektor industri merupakan sektor penting dalam menyumbang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bandung. Industri di Kabupaten bandung terdiri dari industri kain blacu, tenun, sarung, handuk, T-shirt, cotton bud, pakaian jadi, gendongan bayi, benang pintal, benang texture, benang polyster, katun dari serat rayon, kain tenun dari benang filament, aneka macam tas, kain asahi polyester (kain paris, kain gordyn), sol sepatu dalam-luar/sol sepatu, sarung tangan golf, topi, alas kaki (aneka sepatu, sendal) dan aneka barang dari kulit. Lokasi industri di Kabupaten Bandung tersebar di Kecamatan Cileunyi, Margaasih, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Margahayu, Pameungpeuk, Banjaran, Katapang, Baleendah, Majalaya, Solokanjeruk, dan Kecamatan Rancaekek. Pertumbuhan jumlah industri besar maupun sedang di Kabupaten Bandung, sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 998 mengalami penurunan. Sejak saat itu jumlah unit industri menurun,5 % per tahun. Berdasarkan data tahun 009, seluruh industri di Kabupaten Bandung mengkonsumsi bahan bakar total sebanyak 8.8,5 ton. Apabila bahan bakar total yang dikonsumsi sektor industri dikonversi berdasarkan emisi CO, maka diperkirakan sektor industri menghasilkan CO sebesar ton/tahun. Emisi CO dari sektor industri dapat meningkatkan suhu udara melalui peningkatan absorbsi radiasi gelombang panjang oleh CO. Hal ini akan memperburuk kondisi pulau bahang kota. Emisi CO Total dari Aktivitas Manusia Jumlah penduduk, jumlah kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat terus meningkat di Kabupaten Bandung dengan laju masing-masing sebesar,95%, %, dan,%. Peningkatan jumlah penduduk juga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi sampah. Sampah mengemisikan gas rumah kaca methana yang menyebabkan peningkatan suhu udara. Menurut Suprihatin et al. (00), produksi

5 55 sampah per orang adalah 0,6 kg/hari atau kg/tahun. Per kg sampah menghasilkan 5 L methana (CH ), sedangkan 0,5 juta ton methana setara dengan,8 juta ton CO. Dengan jumlah penduduk sebanyak orang, maka produksi sampah diperkirakan sebanyak ton yang menghasilkan gas rumah kaca setara CO sebanyak.75.6 ton. Berdasarkan data jumlah kendaraan roda dua dan roda empat, jumlah penduduk, jumlah konsumsi bahan bakar industri dan produksi sampah, diperkirakan emisi CO total Kabupaten Bandung sebanyak.56.7 ton/tahun. Berdasarkan hasil analisis potensi emisi gas CO, maka untuk mengendalikan pulau bahang kota adalah dengan cara mengendalikan emisi CO dari beberapa faktor yaitu pengendalian jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, konsumsi bahan bakar fosil untuk aktivitas rumah tangga, serta pengendalian produksi sampah dengan minimisasi limbah Penutupan Lahan Pulau bahang kota selain dipengaruhi oleh konsentrasi CO juga dipengaruhi oleh jenis penutupan lahan. Hasil analisis penutupan lahan dengan menggunakan citra landsat tahun 00 dan tahun 008, diketahui bahwa beberapa jenis penutupan lahan mengalami peningkatan diantaranya adalah lahan terbuka (,%), dan lahan terbangun (0%). Sedangkan jenis penutupan lahan yang berkurang adalah hutan (9,5%), dan lahan pertanian (,%). Peta penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 00 dan tahun 008, disajikan pada Gambar dan Gambar. Gambar Penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 00.

6 56 Gambar Penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 008. Jenis penutupan lahan yang mengalami penurunan luas, yaitu hutan dan lahan pertanian. Luas hutan di Kabupaten Bandung pada tahun 00 yaitu 59.89,8 ha, sedangkan lahan pertanian seluas 96.8, ha. Lima tahun kemudian kedua jenis penutupan lahan ini menurun, luas hutan menjadi 0.5,0 ha, sedangkan lahan pertanian menjadi 9.709,87 ha. Jenis penutupan lahan yang mengalami peningkatan yaitu lahan terbangun dan lahan terbuka. Luas lahan terbangun tahun 00 yaitu 5.950,97 ha, meningkat menjadi 6.688,95 ha pada tahun 008. Lahan terbuka meningkat dari.55,7 ha pada tahun 00, menjadi 8.5,09 ha pada tahun 008. Secara umum di Kabupaten Bandung mengalami penurunan ruang terbuka hijau (hutan, lahan pertanian), sedangkan lahan terbangun cenderung meningkat. Perubahan penutupan wilayah Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Luas jenis penutupan lahan tahun 00 dan 008 Jenis Penutupan Lahan 00 (ha) 008 (ha) Hutan 59.89,8 0.5,0 Lahan pertanian 96.8, 9.709,87 Lahan terbangun 5.950, ,95 lahan terbuka.55,7 8.5,09

7 57 Setiap jenis penutupan lahan mempunyai nilai albedo yang berbeda. Albedo lahan terbangun sebesar 0,; albedo tanah terbuka 0,7; albedo hutan 0,5 (Akbari 008). Nilai albedo masing-masing jenis penutupan lahan menentukan proses absorbsi dan refleksi (pantulan) radiasi. Pada jenis penutupan lahan yang sama misalnya jenis lahan terbangun, maka semakin tinggi nilai albedo, akan semakin tinggi pula radiasi yang direfleksikan ke atmosfer sehingga nilai radiasi neto akan rendah. Radiasi neto yang rendah akan menyebabkan suhu udara juga rendah. Sebaliknya semakin rendah nilai albedo, maka semakin sedikit radiasi yang direfleksikan ke atmosfer, sehingga radiasi neto tinggi. Energi radiasi neto yang tinggi menyebabkan suhu udara menjadi tinggi. Jenis penutupan lahan ruang terbuka hijau berupa lapangan rumput dengan hutan akan memiliki albedo berbeda. Tinggi rendahnya suhu udara tidak hanya ditentukan oleh nilai albedo, tetapi juga ditentukan oleh neraca energi radiasi neto (Arya 00). Meskipun albedo tanah terbuka (0,7) lebih besar dibandingkan hutan (0,5), tetapi suhu udara di dalam hutan lebih rendah dibandingkan suhu udara tanah terbuka. Radiasi yang direfleksikan lapangan tanah terbuka lebih besar dan menyebabkan radiasi neto lebih kecil, tetapi karena nilai ΔH S (penggunaan energi untuk fotosintesis) dan H L (energi yang digunakan untuk evapotranspirasi) lapangan rumput lebih kecil bahkan mungkin 0, maka energi radiasi neto di tanah terbuka banyak digunakan untuk H G (memanaskan permukaan) dan H (memanaskan udara) sehingga suhu udara di lapangan rumput lebih tinggi dibandingkan hutan. Sebaliknya, energi radiasi neto di hutan lebih banyak digunakan untuk ΔH S dan H L sehingga nilai H (pemanasan udara) lebih kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di hutan lebih rendah (Arya 00). Masing-masing jenis ruang terbuka hijau mempunyai albedo dan neraca radiasi serta neraca energi yang berbeda sehingga akan menghasilkan suhu udara yang berbeda juga. Pada intensitas radiasi surya yang sama, apabila jatuh di area ruang terbuka hijau, maka suhu udaranya akan lebih rendah dibandingkan dengan area dengan penutupan lahan berupa beton dan aspal. Fungsi ruang terbuka hijau dalam menurunkan suhu udara sangat penting. Hal ini didukung oleh penelitian Mather (97) yang melakukan pengukuran suhu udara di beberapa jenis permukaan. Secara berurutan suhu udara dari yang terendah sampai suhu udara tertinggi adalah sebagai berikut : hamparan pohon oak (7 ºC), lapangan rumput ( ºC), dan jalan beton tanpa peneduh tumbuhan (5 ºC). Kecenderungan terjadinya penurunan ruang terbuka hijau,

8 58 dan meningkatnya lahan terbangun serta tanah terbuka di Kabupaten Bandung berpotensi meningkatkan suhu udara Kondisi Pulau Bahang Kota di Wilayah Penelitian Kondisi pulau bahang kota di wilayah penelitian (Wilayah I, II dan III) selain dipengaruhi oleh CO juga ditentukan oleh persentase luas lahan terbangun serta ruang terbuka hijau di wilayah penelitian tersebut. Luas keseluruhan wilayah perkotaan dalam penelitian adalah 9. ha. Terdiri dari Wilayah I seluas ha, Wilayah II seluas.807 ha dan Wilayah III seluas 8.9 ha. Luas area dengan suhu 7 C di Wilayah I adalah seluas 6,59 ha (,6 %), sedangkan Wilayah II seluas 0,5 ha (0,95 %) dan Wilayah III seluas 8,5 ha (0,9 %). Kondisi pulau bahang kota di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Kondisi pulau bahang kota di Kabupaten Bandung Area Luas (ha) Persentase Luas Lahan Terbangun (%) Persentase Luas RTH (%) Luas Area > 7 C Wilayah I ,59 ha (,6 %) Wilayah II ,5 ha (0,95 %) Wilayah III ,5 ha (0,9 %) Suhu Tertinggi ( C) Suhu Terendah ( C) Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa meskipun luas Wilayah I lebih kecil tetapi persentase area dengan suhu 7 C lebih besar dibandingkan dengan Wilayah II dan III. Hal ini disebabkan di Wilayah I memiliki persentase lahan terbangun paling tinggi sedangkan persentase ruang terbuka hijau rendah sehingga radiasi neto yang sampai di permukaan lebih banyak digunakan untuk memanaskan permukaan tersebut serta udara di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan suhu udara menjadi tinggi. Jumlah radiasi yang sama, suhu udara di sekitar lahan terbangun akan lebih tinggi dibandingkan dengan ruang terbuka hijau karena ruang terbuka hijau memanfaatkan energi radiasi neto tidak hanya untuk memanaskan permukaan, tetapi juga untuk fotosintesis serta evapotranspirasi. Hal ini sesuai pernyataan Trewartha dan Horn (995), bahwa kawasan perkotaan umumnya kurang tumbuhan sehingga evapotranpirasi rendah, sehingga sebagian besar energi radiasi yang diterima akan dikonduksikan ke permukaan dan digunakan untuk memanaskan udara.

9 59 Persentase yang tinggi dari tutupan lahan berbahan beton dan aspal di kawasan perkotaan menyebabkan penyerapan energi radiasi sangat efektif karena bahan tersebut merupakan konduktor panas yang baik. Mather (97), juga menyatakan bahwa permukaan berupa tanah, rumput, ataupun aspal dan beton mempunyai konduktivitas panas dan kapasitas panas yang berbeda. Oleh karena itu radiasi surya yang jatuh pada suatu permukaan akan menyebabkan variasi suhu yang berbeda, dan permukaan berupa beton dan aspal menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi dibandingkan permukaan bertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis spasial distribusi suhu udara di area penelitian, diketahui bahwa suhu udara tertinggi di Wilayah I yaitu 9 C (di Kecamatan Margahayu), dan terendah C (Kecamatan Margaasih). Sedangkan suhu udara tertinggi di Wilayah II terukur 8 C (Kecamatan Baleendah) dan terendah C (di Kecamatan Soreang). Suhu udara tertinggi di Wilayah III terukur 7 C (di Kecamatan Rancaekek), dan terendah 0 C (di Kecamatan Majalaya). Dari ketiga wilayah tersebut, diketahui bahwa terdapat perbedaan suhu udara di pusat kota dengan wilayah transisi dengan perdesaan. Perbedaan suhu udara pada masing-masing area penelitian mencapai 7 C. Lebih tingginya suhu udara di area perkotaan dibandingkan area perdesaan bervegetasi, didukung oleh penelitian Nichol dan Wong (005) yang melakukan penelitian dengan menggunakan D virtual reality model di Kota Hongkong. Hasil penelitian Nichol dan Wong (005), menjelaskan bahwa area perkotaan yang didominasi oleh gedung-gedung yang rendah, suhu udaranya 6 C lebih tinggi dibandingkan dengan area bervegetasi. Selain Nichol dan Wong (005), penelitian serupa juga dilakukan oleh Chang et al. (007) yang melakukan pengukuran suhu udara di 6 titik di Kota Taipei. Hasil pengukuran itu menunjukkan bahwa suhu udara di ruang terbuka hijau 0,8 K lebih rendah dibandingkan dengan area terbuka tanpa vegetasi. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Trewartha dan Horn (995), bahwa efek pulau bahang yang terjadi di area perkotaan menyebabkan terjadinya perbedaan energi antara perkotaan dengan perdesaan sehingga menyebabkan perbedaan suhu udara dimana suhu udara area perkotaan lebih tinggi dibandingkan area perdesaan.

10 Distribusi Suhu Udara Berdasarkan peta distribusi suhu udara tahun 008 di wilayah penelitian, diketahui bahwa di area perkotaan dengan persentase luas lahan terbangun tinggi dan persentase luas ruang terbuka hijau rendah, menyebabkan suhu udara lebih tinggi dibandingkan dengan area yang masih banyak tertutup tumbuhan. Wilayah dengan suhu tinggi di area penelitian di Kabupaten Bandung tersebut terdapat di Kecamatan Margahayu, Margaasih, Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Rancaekek, Cileunyi, Pameungpeuk dan Majalaya. Sebaliknya, berdasarkan peta distribusi suhu udara juga diketahui bahwa wilayah dengan tumbuhan yang masih rapat dan luas suhu udaranya relatif rendah. Area suhu rendah terdapat di wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan yaitu di Kecamatan Ciwidey dan Pasir Jambu. Area suhu rendah juga terdapat di sebagian wilayah Kecamatan Pengalengan, Kertasari, Pacet, Ibun, Cimaung, Banjaran dan Arjasari. Peta distribusi suhu udara disajikan pada Gambar. Gambar Distribusi suhu udara tahun 008 di Kabupaten Bandung. Selain Mather (97), penelitian yang mendukung akan pentingnya pengendalian lahan terbangun dan pulau bahang kota, yaitu dilakukan oleh Weng dan Yang (00). Weng dan Yang (00) menganalisis dampak dari percepatan pembangunan kota di Guangzhou terhadap perluasan pulau bahang kota. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa efek termal dari pembangunan perkotaan yang dilakukan sejak tahun 960 sampai dengan tahun 997, menyebabkan luas pulau bahang kota meningkat sebesar enam kali lipat. Penelitian tersebut juga menjelaskan

11 6 bahwa tumbuhan mempunyai peran penting dalam menurunkan radiasi termal yang dipancarkan ke atmosfer sehingga suhu udara menjadi rendah. Tumbuhan berupa pohon dapat menurunkan suhu udara, ºC. Penanaman pohon-pohonan di kiri kanan jalan dapat menurunkan suhu 0,9 ºC. Berdasarkan penelitian ini serta berdasar pada penelitian Mather (97) serta Weng dan Yang (00), maka pengendalian laju pertumbuhan lahan terbangun di perkotaan harus menjadi perhatian agar tidak terjadi perluasan pulau bahang kota serta peningkatan suhu udara. Selain itu, untuk mengatasi pulau bahang kota agar dapat mewujudkan kota hijau di Kabupaten Bandung, maka perlu dilakukan pembangunan ruang terbuka hijau khususnya hutan kota di kecamatan-kecamatan dengan suhu udara tinggi agar terjadi penurunan suhu udara sehingga terjadi ameliorasi (perbaikan) kondisi iklim di area tersebut Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Mengatasi Pulau Bahang Kota Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bandung Luas total kawasan perkotaan di area penelitian yaitu 9.5 ha. Di kawasan perkotaan ini memiliki ruang terbuka hijau %. Hal ini sudah memenuhi syarat minimal ruang terbuka hijau. Distribusi ruang terbuka hijau belum merata di semua kawasan perkotaan. Ruang terbuka hijau di Wilayah I baru mencapai 9 %. Ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung meskipun telah memenuhi syarat perundangundangan, tetapi karena distribusinya tidak merata dan jenis ruang terbuka hijau berupa pohon (hutan kota) sangat kurang, maka tidak efektif dalam menurunkan efek pulau bahang. Ruang terbuka hijau berupa taman kota dan taman pulau jalan, tidak efektif dalam mengabsorbsi CO, menurunkan suhu udara, serta tidak efektif dalam meningkatan kelembaban udara. Ruang terbuka hijau di wilayah Kabupaten Bandung mempunyai berbagai jenis dan kondisi yang bervariasi. Jenis ruang terbuka hijau berupa hutan kota, persawahan, kebun campur, dan hutan. Jenis ruang terbuka hijau berupa hutan terletak di area yang relatif jauh dari pusat kegiatan (perdagangan, industri dan jasa). Ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 0.

12 6 Tabel 0 Kondisi fisik ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung No Lokasi Jenis RTH Jenis Tumbuhan Diameter (cm) Tinggi (m) ILD Bentuk Hutan Kota Kondisi Tumbuhan. PT Unilon Hutan Kota Mahoni ,778 Jalur Sehat,. Kopo Sayati Hutan Kota Kamboja, palem -,5- - Jalur - (Jarang). Kawah Putih Hutan Eucalyptus ,9 Mengelompok Sehat. Kec. Pasir Jambu Kebun campuran Sawo walanda, waru, sengon - - 0,076 Mengelompok dan Sehat 5. Perumahan Griya Prima Asri 6. Pemda Bandung (Soreang) 7. Depan Hotel Antik (Banjaran) Hutan Kota Hutan Kota Angsana, jambu biji, jambu air, krey payung, karet kerbau, mahkota dewa Bungur, mahoni, angsana, asam kranji, asam kawak, kersen, ketapang, krey payung, palem raja, glodogan tiang, beringin, akasia tersebar ,89 Jalur, tersebar ,6 Mengelompok, tersebar Sehat Sehat Sawah Padi, pisang, kelapa ,000 - Sehat Keterangan : ILD = indeks luas daun Ruang terbuka hijau berupa hutan kota berbentuk jalur terdapat di kawasan industri dengan jenis tumbuhan mahoni dewasa yang ditanam di jalur kanan kiri jalan. Penggunaan jenis tumbuhan mahoni ditujukan untuk dapat menciptakan kenyamanan (iklim mikro) bagi para pekerja. Hal ini berbeda dengan jenis tumbuhan yang dikembangkan di kompleks pertokoan Kopo Sayati, yang lebih menekankan pada fungsi keindahan yaitu penanaman dengan jenis kamboja dan palem. Di Kopo Sayati, komplek pertokoan sudah padat serta bahu jalan juga digunakan untuk pejalan kaki sehingga tumbuhan sudah tidak ada tempat lagi. Tumbuhan di area ini sangat kurang. Kebun campuran merupakan ruang terbuka hijau yang dikembangkan oleh masyarakat di sekitar rumah, terutama untuk daerah yang agak jauh dari pusat kota. Fungsi tumbuhan yang dikembangkan, selain berperan dalam ameliorasi iklim juga diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi, tanaman yang dikembangkan pada kebun campur biasanya berupa tumbuhan pangan dan buah-buahan. Ruang terbuka hijau di kompleks perumahan, terutama berupa hutan kota tipe pemukiman yang bertujuan untuk menciptakan kenyamanan bagi penghuninya. Jenis tumbuhan yang dikembangkan mempunyai fungsi kombinasi antara keindahan dan kenyamanan. Untuk lahan publik seperti di Kompleks Kantor Pemda, jenis ruang

13 6 terbuka hijau yang dikembangkan berupa hutan kota yang mempunyai fungsi dalam menciptakan iklim mikro dan juga diharapkan dapat berfungsi sebagai fasilitas sosial untuk rekreasi (outdoor recreation). Pemerintah Kabupaten Bandung telah mengembangkan ruang terbuka hijau berupa taman-taman kota. Taman kota ini dapat berupa jalur hijau yang mengikuti jalan, kompleks perkantoran, area pusat kota seperti tercantum pada Tabel. Tabel Taman-taman kota yang terdapat di Kabupaten Bandung No. Kecamatan Kelurahan/Desa Lokasi Luas (m ). Soreang Desa Soreang Green Strip Soreang 6.056,00 Desa Pamekaran Taman Kota Komplek Pemda 5.000,00 Desa Pamekaran Taman Alun - alun Soreang 5.65,00 Ciwidey Ds. Ciwidey Taman Kota Ciwidey.6,00 Katapang Ds. Cingcin Taman Segitiga Warung lobak II 9,00 Cangkuang Ds. Ciluncat Taman Segitiga Warung lobak I,00 Taman Kota Baleendah.60,00 5 Baleendah Kel. Baleendah Taman Tugu Juang Baleendah,00 Green Strip Baleendah 600,00 6 Banjaran Desa Banjaran Taman Alun - Alun Banjaran 5.000,00 TOTAL 8.8, Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Perbaikan Iklim Mikro Iklim Mikro Berbagai Jenis Ruang Terbuka Hijau Peran ruang terbuka hijau dalam menurunkan suhu udara dapat diketahui dengan membandingkan suhu udara pada berbagai jenis penutupan lahan sehingga dapat diketahui perbedaan suhu udara di area bervegetasi dengan area yang didominasi oleh lahan terbangun. Suhu udara pada berbagai jenis penutupan lahan disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5, diketahui bahwa suhu udara tertinggi terdapat di Jalan Raya Kopo-Sayati yaitu sebesar 0,6 C. Jalan Raya Kopo- Sayati didominasi oleh lahan terbangun. Suhu udara berikutnya yaitu di area pertokoan (9,5 C), selanjutnya area industri (9, C), permukiman (8, C), sawah (7,7 C), kebun campur (6,8 C), hutan kota Pemda Kabupaten Bandung (, C), dan suhu udara terendah terukur di area hutan (9, C). Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara ini terlihat bahwa ruang terbuka hijau sangat berperan dalam menurunkan suhu udara karena tajuk tumbuhan pada ruang terbuka hijau berperan mengintersepsi radiasi surya sehingga radiasi yang sampai permukaan menurun.

14 6 Berkurangnya radiasi yang sampai permukaan, menyebabkan pemanasan permukaan dan pemanasan lapisan udara di atasnya juga menurun (Trewartha & Horn 980). Suhu Udara Suhu Rata-Rata Rata-Rata (ºC) ( C) Hutan Hutan Kota Jl. Kopo Sayati Permukiman Lokasi Gambar 5 Suhu udara di beberapa jenis penutupan lahan di Kabupaten Bandung. Peran ruang terbuka hijau dalam mengameliorasi (memperbaiki) iklim, selain melalui penurunan suhu udara, juga perannya dalam meningkatkan kelembaban udara. Berdasarkan pengukuran kelembaban udara secara serentak di beberapa jenis penutupan lahan, diketahui bahwa kelembaban udara dari yang terendah sampai yang tertinggi secara berurutan adalah sebagai berikut : yaitu di sawah (50%), jalan raya Kopo-Sayati (6%), pertokoan (6%), industri (6%), permukiman (68%), kebun campur (70%), hutan kota Pemda Kabupaten Bandung (8%), dan tertinggi di hutan Ciwidey (89%). Hasil pengukuran kelembaban udara disajikan pada Gambar 6. Tumbuhan dapat mengurangi radiasi yang lolos sampai permukaan tanah melalui intersepsi radiasi oleh tajuk. Selain itu tumbuhan juga mempunyai nilai albedo antara 0,5 0,8 sehingga radiasi surya yang datang akan mengalami refleksi (pemantulan) sebesar 5 8%. Pemanasan udara dipengaruhi oleh pemanfaatan radiasi neto. Radiasi neto pada area tertutup vegetasi akan banyak digunakan untuk penguapan tanah (evaporasi) maupun penguapan tumbuhan (transpirasi), serta fotosintesis sehingga energi yang digunakan untuk memanaskan udara rendah. Kondisi ini mengakibatkan suhu udara di area bervegetasi lebih rendah dibandingkan area dengan jenis penutupan lahan lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Blennow (998) yang menyatakan bahwa area berhutan dengan kerapatan tinggi, suhu udaranya lebih rendah dibandingkan area tanpa tumbuhan dengan perbedaan suhu udara mencapai 0 ºC.

15 Kelembaban Udara Kelembaban Rata- 80 Rata Udara (%) Rata- Kelembaban Rata (%) Rata-Rata 70 (%) Hutan Hutan Kota Jl. Kopo Sayati Permukiman Lokasi Gambar 6 Kelembaban udara di beberapa jenis penutupan lahan. Berdasarkan penelitian Weng dan Yang (00), diketahui bahwa suhu udara rata-rata di berbagai jenis penutupan lahan berturut-turut dari jenis lahan terbangun, tanah gundul (tanah terbuka), pertanian hortikultura dan hutan adalah 7,07 C; 6,06 C; 5,5 C; dan,8 C. Dari berbagai jenis penutupan lahan, hutan mempunyai peran yang signifikan dalam menurunkan suhu udara. Sebaliknya, dari hasil penelitian Weng dan Yang (00) juga menyatakan bahwa lahan terbangun menciptakan suhu udara yang tinggi. Berdasarkan analisis kondisi ruang terbuka hijau serta perannya dalam meningkatkan kualitas lingkungan khususnya iklim mikro (suhu dan kelembaban udara), maka penanganan efek pulau bahang akan lebih efisien dan efektif dengan cara melakukan pembangunan hutan kota terutama di area-area dengan konsentrasi CO serta suhu udara tinggi. Adapun bentuk dan struktur hutan kota dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Lahan sempit di kiri kanan jalan dapat dibangun hutan kota berbentuk jalur, sedangkan area dengan lahan yang kurang luas tetapi banyak tersebar di beberapa tempat, dapat dibangun hutan kota berbentuk menyebar dengan strata dua maupun strata banyak. Apabila lahan yang tersedia luas, maka dapat dibangun hutan kota dengan bentuk mengelompok dan berstrata banyak. Rekittke (009) menyatakan bahwa tumbuhan berupa pohon lebih efektif dalam menangani permasalahan urban heat island di perkotaan, oleh karena itu menyarankan pembangunan perkotaan berbasis kota hijau dapat diarahkan menjadi kota hutan (urban jungle) khususnya untuk kota-kota yang berbatasan dengan kawasan

16 66 konservasi. Rekittke (009) juga mempunyai pemikiran kota kebun (garden city) menuju kota di dalam kebun (city in the garden) dimana tumbuhan berupa pohon menyebar di area perkotaan dan di sekeliling perkotaan agar iklim mikro perkotaan lebih baik. Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka hijau berupa pohon-pohonan lebih efektif mengatasi efek pulau bahang dan dapat menurunkan suhu udara serta meningkatkan kelembaban udara. Meskipun persentase ruang terbuka hijau di perkotaan sudah cukup tinggi, tetapi apabila terdiri dari lapangan rumput, semak dan kebun, taman kota, taman pulau jalan, tidak akan efektif dalam menangani pulau bahang kota, dan tidak efektif dalam menurunkan suhu udara. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis iklim mikro di beberapa jenis penutupan lahan serta di beberapa bentuk dan strata hutan kota, serta didukung oleh penelitian Weng dan Yang (00), Rekittke (009) serta Blennow (998), dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka hijau berupa pohon-pohonan lebih efektif dalam menangani efek pulau bahang dan dapat memperbaiki kondisi iklim mikro. Iklim Mikro pada Beberapa Bentuk dan Struktur Hutan Kota Iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara) juga diukur pada beberapa bentuk dan struktur hutan kota. Hasil pengukuran iklim mikro disajikan pada Tabel. Suhu udara di dalam hutan kota pada hutan kota berbentuk jalur, menyebar maupun bergerombol, terukur lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di luar hutan kota. Sedangkan kelembaban udara di dalam hutan kota pada hutan kota berbentuk jalur, menyebar maupun bergerombol, terukur lebih tinggi dibandingkan dengan di luar hutan kota. Hal ini menunjukkan bahwa hutan kota mempunyai fungsi memperbaiki kondisi iklim mikro khususnya dalam penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban udara. Tabel Suhu dan kelembaban udara di beberapa bentuk dan struktur hutan kota Suhu Udara ( C) Kelembaban Udara (%) Struktur Hutan Kota Di Dalam Di Luar Di Dalam Di Luar Bentuk Hutan Kota : Jalur 9,9 0, 65 6 Menyebar, Bergerombol,6, 8 80 Struktur Hutan Kota : Strata Dua 8, 9, Strata Banyak,7,5 8 79

17 67 Suhu udara terendah dari ketiga bentuk hutan kota, adalah yang terukur di hutan kota berbentuk bergerombol, disusul bentuk menyebar, dan suhu udara tertinggi terdapat di hutan kota berbentuk jalur. Hal ini sesuai dengan penelitian Irwan (005) yang menunjukkan bahwa hutan kota bergerombol menciptakan suhu udara yang lebih rendah dibandingkan bentuk jalur dan menyebar. Berbeda dengan suhu udara, kelembaban udara terendah terukur pada hutan kota berbentuk jalur, disusul hutan kota berbentuk menyebar dan kelembaban udara tertinggi terukur pada hutan kota berbentuk bergerombol. Suhu udara hutan kota berstrata banyak lebih rendah dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua. Sebaliknya, kelembaban udara di hutan kota berstrata banyak lebih tinggi dibandingkan hutan kota berstrata dua. Kaitan antara Indeks Luas Daun dengan Suhu Udara Tingkat kerindangan tumbuhan ditunjukkan dengan nilai Indeks Luas Daun (ILD). Kerindangan tumbuhan sangat menentukan suhu udara di sekitarnya. Semakin rindang, maka semakin banyak radiasi yang diintersepsi sehingga radiasi yang sampai permukaan tanah semakin rendah. Berkurangnya radiasi yang sampai permukaan tanah, menyebabkan pemanasan permukaan dan pemanasan lapisan udara di atasnya juga menurunn sehingga suhu udara di sekitar pohon menjadi rendah. Beberapa contoh hasil pemotretan ILD dengan menggunakan alat hemivericleview disajikan pada Gambar 7, 8 dan Gambar 9. Indeks luas daun 0,076; 0,9; 0,6; 0,778 dan 0,89 menghasilkan kondisi iklim mikro khususnya suhu udara berturut-turut 9,9 ºC; 8, ºC;, ºC;,6 ºC; dan,6 ºC. Semakin rapat dan rindang, menyebabkan semakin rendah suhu udara di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hardin dan Jensen (007) mengenai kaitan antara ILD dengan suhu permukaan perkotaan. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa suhu udara di area tanpa tumbuhan (ILD mendekati 0) adalah 9, ºC. Sedangkan pada ILD lebih besar yaitu 0,5; suhu udara menurun menjadi, ºC. Hardin dan Jensen (007) menyimpulkan bahwa peningkatan ILD akan meningkatkan intersepsi radiasi, pertukaran CO dan menurunkan suhu udara. Oleh karena itu pulau bahang kota dapat diatasi dengan membangun ruang terbuka hijau khususnya hutan kota dengan kerindangan tinggi (ILD tinggi) agar efektif dalam menurunkan suhu udara.

18 68 (a) Hutan Kawah Putih Ciwidey (b) Hutan kota di area industri Gambar 7 Kerindangan tajuk di Hutan Kawah Putih dan Hutan Kota Pemda Kabupaten Bandung. (a) Kebun campur (b) Hutan kota di permukiman Gambar 8 Kerindangan tajuk tumbuhan kebun campur dan hutan kota permukiman. (a) Hutan Kota Pemda (b) Hutan Kota Pemda Gambar 9 Kerindangan tajuk tumbuhan Hutan Kota.

19 69 Peran Hutan Kota dalam Perbaikan Iklim Luas hutan kota di Kabupaten Bandung belum memenuhi peraturan perundangan khususnya Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 00 tentang hutan kota, yang mengharuskan luas hutan kota di wilayah perkotaan sekurang-kurangnya 0% dari luas kota. Luas hutan kota di Kabupaten Bandung yaitu seluas ha (9 %). Selain belum memenuhi persyaratan minimal, distribusi hutan kota di Kabupaten Bandung juga belum merata. Luas dan persentase hutan kota di Wilayah I yaitu 97 ha (,5%), Wilayah II seluas 0 ha (8,7%), dan Wilayah III belum mempunyai hutan kota. Pemerintah daerah masih lebih fokus pada pembangunan taman kota. Bahkan sejak tahun 007 taman kotapun belum mengalami penambahan. Taman kota di Kabupaten Bandung saat ini terdapat di Kecamatan Soreang, Ciwidey, Katapang, Cangkuang, Baleendah, dan Banjaran. Total luas taman kota adalah 8.8 m. Penanganan efek pulau bahang akan lebih efektif apabila dilakukan dengan pembangunan hutan kota meskipun perlu juga dilakukan pembangunan taman-taman kota agar nilai estetika kota meningkat. Hutan kota sebaiknya dibangun terutama di area perkotaan dengan emisi CO tinggi dan suhu udara tinggi. Menurut Bernatzky (978), satu hektar areal yang ditanami pohon, semak dan rumput dengan luas daun kurang lebih 5 hektar, dapat menyerap 900 kg CO dari udara dan melepaskan 600 O dalam waktu jam. Penelitian Weng dan Yang (00), lebih spesifik membandingkan peran taman kota dan hutan kota dalam meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan penelitian Weng dan Yang (00), diketahui bahwa pembangunan taman-taman kota kurang efektif dalam menangani efek buruk termal dari pembangunan perkotaan dibandingkan dengan hutan kota. Pemilihan Jenis Tumbuhan Pemilihan jenis tumbuhan khususnya untuk pembangunan hutan kota harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada yaitu kondisi tanah dan iklim Kabupaten Bandung. Selain itu, pemilihan jenis juga harus mempertimbangkan tujuan pembangunan hutan kota. Agar CO ambien dapat diabsorbsi oleh tumbuhan, maka perlu dilakukan pemilihan jenis tumbuhan dengan daya rosot gas CO tinggi. Daya rosot CO beberapa jenis tumbuhan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bandung disajikan pada Lampiran 6.

20 70 Selain daya rosot CO, yang harus menjadi pertimbangan apabila akan membangun hutan kota berbentuk jalur di kanan kiri jalan raya, maka harus dipilih jenis tumbuhan yang perakarannya tidak merusak aspal jalan, cabang dan dahannya kuat, dan bukan jenis tumbuhan yang menggugurkan daun pada musim kemarau. Jenis tumbuhan hutan kota untuk jalan tol, dapat dipilih jenis-jenis tumbuhan yang tahan terhadap polutan CO, NO x, partikulat, Pb, dan SO x. Hutan kota di jalan tol selain berfungsi untuk mengabsorbsi polutan udara, juga merupakan peredam kebisingan dan untuk menambah keindahan. Agar hutan kota dapat meredam kebisingan, maka penataan tumbuhan sebaiknya berstrata banyak dari strata paling bawah berupa rumput, kemudian tumbuhan semak (dapat berupa bunga-bungaan), dan pohon. Pemilihan jenis hutan kota berbentuk menyebar dan mengelompok lebih fleksibel. Pemilihan jenis tumbuhan, selain berdasarkan kondisi tanah dan iklim juga sebaiknya merupakan jenis lokal yang sudah mulai langka. Thomashik (0) menyatakan bahwa pembangunan berbasis green growth, harus mempertimbangkan konservasi kenakekaragaman hayati serta jasa lingkungan. Hutan kota yang dibangun dengan jenis tumbuhan lokal yang sudah mulai langka, dapat meningkatkan jasa lingkungan sekaligus dapat mengkonservasi tumbuhan langka. Elander et al. (005) menyatakan bahwa salah satu komponen dari green policy adalah konservasi keanekaragaman hayati. Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan harus mempertimbangkan keanekaragaman hayati terutama keanekearagaman hayati yang terancam punah. Pemilihan jenis dalam pengembangan ruang terbuka hijau termasuk hutan kota selain berdasar pada kondisi lingkungan (tanah dan iklim), juga harus mempertimbangkan jenis lokal terutama jenis lokal yang sudah langka. Penentuan Lokasi Ruang Hutan Kota Brack (00) menyatakan bahwa hutan kota (ruang terbuka hijau) berfungsi untuk mengurangi polusi udara, mengurangi polusi suara, meningkatkan kualitas udara, menurunkan suhu udara, estetika, mengontrol silau dan refleksi radiasi, sebagai tempat rekreasi, untuk relaksasi dan peningkatan kesehatan, sebagai habitat satwa, mengurangi konsumsi energi (listrik), dan meningkatkan nilai properti.

21 7 Fungsi ruang terbuka hijau khususnya hutan kota akan efektif apabila pembangunan hutan kota tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Agar absorbsi polutan udara khususnya CO maksimal maka sebaiknya dibangun di hadap angin, dan terletak diantara sumber emisi polutan dengan permukiman agar aliran udara yang membawa CO tertahan oleh hutan kota yang berfungsi sebagai windbreak sehingga setelah melalui area hutan kota, kecepatan angin dan konsentrasi CO sudah menurun. Windbreak hutan kota ini sangat bermanfaat untuk melindungi penduduk yang tinggal di area permukiman dari pencemar udara yang dapat mengganggu kesehatan. Hasil analisis data kecepatan angin dari tahun 999 sampai dengan 008, dapat digambarkan dengan windrose (mawar angin) yang disajikan pada Gambar 0. N NW NE W E Keterangan : : 0,5 km/jam : >,5 5 km/jam : > 5 km/jam SW SE S Gambar 0 Windrose Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil analisis kecepatan dan arah angin dalam bentuk windrose tersebut, dapat disimpulkan bahwa arah angin di Kabupaten Bandung lebih banyak berasal dari arah barat,8%, kemudian dari arah timur,5%. Angin yang berasal dari timur laut hanya 8,%, itupun dengan kecepatan rendah (maksimum 5,0 km/jam). Sedangkan angin yang berasal dari barat laut hanya,%, juga dengan kecepatan rendah (maksimum 5,0 km/jam). Agar manfaat hutan kota dapat maksimal maka sebaiknya hutan kota yang berfungsi sebagai windbreak sebaiknya dibangun dengan desain sebagai berikut :

22 7 ) Hutan kota dibangun membujur dari arah selatan ke utara dan terletak di sebelah timur dan barat sumber polutan. ) Hutan kota dibangun melintang dari barat ke timur dengan letak di sebelah selatan sumber polutan. Berdasarkan kondisi aliran udara di Kabupaten Bandung, dari kedua desain tersebut, maka desain harus lebih menjadi prioritas karena angin dominan di Kabupaten Bandung berasal dari arah barat dan timur. Desain maupun desain sebaiknya dibangun di Kecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Cileunyi, Rancaekek, Bojongsoang, Baleendah, Katapang, Banjaran, dan Majalaya. 5.. Model Kota Hijau Purnomo (005) menyatakan bahwa untuk mempermudah pengorganisasian model, maka model dibagi menjadi beberapa sub model. Berdasarkan pengoganisasian model, model kota hijau di Kabupaten Bandung dibagi menjadi tiga sub model yaitu sub model sumber pencemar CO, sub model suhu udara dan sub model penutupan lahan. Model terdiri dari variabel jumlah kendaraan yang dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu jumlah kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Selain itu juga terdiri dari variabel jumlah unit industri, variabel jumlah penduduk dan variabel luas penutupan lahan. Luas penutupan lahan terdiri dari ruang terbuka hijau, lahan terbangun dan lahan terbuka Pengorganisasian Model 5... Sub Model Sumber Pencemar CO Variabel sub model sumber pencemar CO terdiri dari variabel sumber emisi CO dari kendaraan bermotor, industri dan penduduk. Sub model sumber pencemar CO disajikan pada Gambar. Emisi CO dari Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 008 (sebagai stok awal) berjumlah orang dengan laju pertambahan penduduk rata-rata sebesar,95 %. Berdasarkan Environmental Protection Agency (00), dinyatakan bahwa pernapasan manusia mengeluarkan CO kg/hari atau sama dengan 0,65 ton/ orang/ tahun. Jika diketahui jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 009 sebesar

23 orang, maka CO yang dikeluarkan penduduk Kabupaten Bandung dari pernapasan kira-kira sebanyak ton/orang/tahun. Bahan bakar fosil yang dikonsumsi penduduk, selain untuk bahan bakar kendaraan bermotor, adalah bahan bakar untuk memasak dan kebutuhan lain. Penduduk memerlukan bahan bakar gas, listrik dan minyak tanah. Berdasarkan laporan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung (009) dinyatakan bahwa emisi CO dari konsumsi listrik oleh penduduk rata-rata sebesar.59,56 kg/rumah tangga/tahun. Total jumlah rumah tangga yang tinggal di Kabupaten Bandung adalah rumah tangga, sehingga emisi dari konsumsi listrik diperkirakan sebesar kg/rumah tangga/tahun atau.9.69 ton/tahun. Emisi CO dari konsumsi bahan bakar gas adalah 607,68 kg/rumah tangga/tahun, sehingga total sebesar , kg/tahun atau sama dengan ton/tahun. Emisi CO dari konsumsi minyak tanah adalah sebesar.09,98 kg/rumah tangga/tahun, sehingga total adalah sebesar ,5 kg/tahun atau 9.08 ton/tahun. Karbondioksida juga dihasilkan dari sampah. Dalam proses pembusukan dan penguraian sampah, dihasilkan gas methane (CH ). Berdasarkan penelitian dari Suprihatin (006) menyatakan bahwa 5 juta ton sampah sama dengan 5 m, dan menghasilkan 0,5 juta ton methana yang setara dengan,8 juta ton CO dalam memanaskanudara. Rata-rata sampah yang dihasilkan adalah 0,5 kg/orang/hari. Apabila jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 008 sebesar orang, maka diperkirakan CO yang dihasilkan dari sampah adalah ton/tahun. Sumber CO dari Emisi Kendaraan Bermotor Jumlah kendaraan bermotor roda empat pada tahun 008 di kabupaten Bandung adalah 8. kendaraan, sedangkan roda dua sebesar kendaraan. Karbondioksida yang diemisikan oleh kendaraan bermotor roda dua rata-rata sebesar 0,5 ton/kendaraan/tahun, sedangkan emisi yang dihasilkan oleh kendaraan roda emat adalah sebesar, ton/kendaraan/tahun. Maka ada tahun 008 diperkirakan CO yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat adalah sebesar ton/tahun.

24 7 Sumber CO dari Industri Industri di Kabupaten Bandung khususnya industri besar, dari tahun ke tahun jumlahnya mengalami penurunan. Tercatat ada tahun 998 terdapat industri besar sebanyak dan pada tahun 006 menurun menjadi 5. Berdasarkan data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup kabupaten Bandung tahun 009, konsumsi total bahan bakar oleh industri adalah sebesar 8.8,5 ton. Per liter bahan bakar menghasilkan CO setara, kg, sehingga total CO yang dihasilkan diperkirakan ton. Laju tumbuh kendaraan roda Laju tumbuh kendaraan roda Laju penurunan Laju peningkatan industrisdg & Besar industri Sdg & Besar Industri Sdg & Besar Laju pertumbuhan penduduk Jumlah Penduduk Bertambah roda Kendaraan Kendaraan Bertambah roda UP down Tambah Jmh KK Produksi sampah CO krn kendaraan roda C0 krn kendaraan roda Bahan Bakar Industri Sdg & Besar CO Industri Sdg & Besar Pernapasan Kons BBG Kons Bhn Listrik Kons Sampah Minyak tanah Total CO Kendaraan Total CO Industri Sdg & Besar CO Total CO penduduk Peningkatan Penurunan Gambar Sub model sumber pencemar CO Sub Model Suhu Udara Suhu udara yang terukur di atmosfer adalah resultan dari keseimbangan energi radiasi surya yang berkaitan dengan albedo dan peran gas rumah kaca khususnya CO yang ada di atmosfer (udara). Masing-masing jenis penutupan lahan mempunyai nilai albedo tersendiri. Tanah terbuka mempunyai albedo sebesar 0,7, sedangkan lahan terbangun mempunyai albedo 0, dan ruang terbuka hijau 0,5. Tingginya nilai albedo, menjelaskan bahwa radiasi yang dipantulkan juga besar. Pemanasan udara lebih dipengaruhi oleh jumlah radiasi yang diabsorbsi. Semakin tinggi nilai albedo maka jumlah radiasi yang dipantulkan juga semakin tinggi sedangkan jumlah radiasi yang diserap semakin kecil.

25 75 Meskipun nilai albedo tanah terbuka lebih tinggi dibandingkan ruang terbuka hijau, tetapi radiasi yang diserap lahan terbuka dipergunakan untuk pemanasan permukaan dan udara di atasnya. Maka udara di atas lahan terbuka suhunya tinggi. Tetapi meskipun ruang terbuka hijau albedonya lebih rendah dibandingkan tanah terbuka yang berarti radiasi yang diserap lebih tinggi, tetapi karena radiasi yang diserap tidak hanya untuk memanaskan permukaan, tetapi juga untuk evapotranspirasi, maka sisa energi radiasi untuk pemanasan udara tinggal sedikit sehingga suhu udara di sekitar ruang terbuka hijau suhunya lebih rendah. Albedo lahan terbangun memiliki nilai paling rendah (0,), artinya jumlah radiasi yang dipantulkan lebih kecil, sedangkan jumlah radiasi yang diserap lebih besar. Energi radiasi yang besar ini digunakan hanya untuk memanaskan permukaan dan udara di atasnya sehingga suhu udara yang terukur akan tinggi. Oleh karena itu semakin luas lahan terbangun, maka suhu udara semakin meningkat, dan semakin luas ruang terbuka hijau, maka suhu udara semakin menurun. Suhu Table Incrase Decrease Suhu udara Graph Persen Albedo TB Albedo Tanah Terbuka Table Persen Albedo LTB Persen Albedo RTH Albedo riil RTH Albedo TB Awal Albedo riil TB Albedo riil LTB Albedo RTH Awal Albedo Lhn terbangun Albedo RTH Albedo LTB Awal Gambar Sub model suhu udara Sub Model Penutupan Lahan Kondisi lingkungan khususnya suhu udara di Kabupaten Bandung sangat dipengaruhi oleh kondisi penutupan lahan. Lahan terbangun sangat berperan dalam pemanasan permukaan dan peningkatan suhu udara sedangkan ruang terbuka hijau berperan dalam penurunan suhu udara. Berdasarkan data tahun 008, luas lahan terbuka di Kabupaten Bandung adalah sebesar 0.0 ha, sedangkan lahan terbangun 7.8 ha dan ruang terbuka hijau sebesar ha. Semakin meningkatnya lahan terbangun dan lahan terbuka

26 76 menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau. Sub model penutupan lahan disajikan pada Gambar. Tanah Terbuka berkurang Laju pertambahan lhn terbangun Luas Lhn Terbangun Absolut Penghijauan RTH Lahan Terbangun in out Luas Total Wilay ah RTH Absolut Gambar Sub model penutupan lahan Gabungan Sub Model Kota Hijau Model utuh kota hijau terdiri dari gabungan sub model. Kondisi riil lingkungan Kabupaten Bandung khususnya suhu udara digambarkan pada model sistem dinamik yang terdiri dari beberapa variabel. Dengan menggabungkan semua variabel, menentukan konstanta yang mempengaruhi nilai dari masing-masing variabel, maka didapat model lengkap yang menggambarkan dinamika sistem yang ada di Kabupaten Bandung. Model kota hijau Kabupaten Bandung, disajikan pada Gambar.

27 77

28 Sensitivitas Model dan Evaluasi Model Analisis sensitivitas dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana model dapat digunakan apabila ada perubahan pada asumsi. Berdasarkan analisis sensitivitas dapat diketahui sejauh mana kesimpulan hasil model dapat berubah apabila variabel model diubah. Analisis sensitivitas dengan merubah laju peningkatan jumlah kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, jumlah industri, jumlah penduduk, luas lahan terbangun, dan luas ruang terbuka hijau; mengakibatkan perubahan suhu udara. Hasil uji sensitivitas terhadap masing-masing variabel kunci menunjukkan bahwa ada perubahan kinerja model apabila diberikan suatu stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dibangun sensitif (Muhammadi et al. 00) Evaluasi model dilakukan dengan mengamati kelogisan model. Hasil simulasi model dinamik menunjukkan bahwa peningkatan CO, dan lahan terbangun, serta penurunan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara. Dengan kondisi sistem tahun 008, prakiraan suhu udara model adalah sebesar, C, dan suhu udara riil sebesar, C. Hal ini memperlihatkan kemiripan perilaku dengan struktur model agregatnya sehingga model dapat dikatakan baik Model Baseline Wilayah Kabupaten Bandung Kondisi riil saat ini di Kabupaten Bandung dengan masing-masing nilai variabel model sistem dinamik dalam kondisi seperti sekarang apa adanya tanpa ada pengelolaan, maka diperkirakan ruang terbuka hijau akan terus menurun. Tahun 0 ruang terbuka hijau yang tersisa hanya pada kawasan konservasi dengan luas 5.75 ha. Sebaliknya lahan terbangun terus bertambah, maksimal tahun 0. Emisi gas CO dari berbagai aktivitas manusia akan terus naik dan menyebabkan naiknya suhu udara. Apabila semua variabel-variabel ini tidak dikendalikan dengan baik, maka diperkirakan suhu udara di Kabupaten Bandung tahun 00 0 C. Grafik model baseline wilayah Kabupaten Bandung lima puluh tahun ke depan disajikan pada Gambar 5.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Sistem Pengertian Pemodelan Sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Sistem Pengertian Pemodelan Sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Sistem 2.1.1. Pengertian Pemodelan Sistem Purnomo (2005) menyatakan bahwa pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Pengetahuan karena dalam sistem dibangun

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

AMELIORASI IKLIM MELALUI ZONASI HUTAN KOTA BERDASARKAN PETA SEBARAN POLUTAN UDARA

AMELIORASI IKLIM MELALUI ZONASI HUTAN KOTA BERDASARKAN PETA SEBARAN POLUTAN UDARA AMELIORASI IKLIM MELALUI ZONASI HUTAN KOTA BERDASARKAN PETA SEBARAN POLUTAN UDARA Climate Amelioration by Urban Forest Zonation Based on Air Pollutants Distribution Map Siti Badriyah Rushayati, Endes N.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

Tugas M.K Biometrika Hutan Hari/jam : Senin, jam MODEL RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SEMARANG JAWA TENGAH. oleh: Kelompok 9

Tugas M.K Biometrika Hutan Hari/jam : Senin, jam MODEL RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SEMARANG JAWA TENGAH. oleh: Kelompok 9 Tugas M.K Biometrika Hutan Hari/jam : Senin, jam 13.00-16.00 MODEL RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SEMARANG JAWA TENGAH oleh: Kelompok 9 Taufiq Hidayat Lili Nurindah S Sukmandari Hersandini Desi Wulan Andrian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG Green Open Space Development Based on Distribution of Surface Temperature in Bandung Regency Siti Badriyah Rushayati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

MODEL KOTA HIJAU DI KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT SITI BADRIYAH RUSHAYATI

MODEL KOTA HIJAU DI KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT SITI BADRIYAH RUSHAYATI MODEL KOTA HIJAU DI KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT SITI BADRIYAH RUSHAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRACT SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Green City Model of Bandung Regency West

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini secara garis besar membahas tinjauan mengenai gambaran wilayah studi yaitu Kota Soreang. Gambaran umum Kota Soreang dibagi dua bagian utama yaitu tinjauan eksternal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP Tugas Akhir Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo Dimas Fikry Syah Putra NRP. 3310 100 111 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D Program Sarjana

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Nama NIM Tugas :Wiwi Widia Astuti :E1A012060 :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global semakin sering dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik 60 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida Dari Sumber Penggunaan Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 (Lampiran 4)

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci