PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BBM UNTUK MENENTUKAN JALUR YANG OPTIMAL DAN BIAYA YANG OPTIMUM DENGAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING DI PT.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BBM UNTUK MENENTUKAN JALUR YANG OPTIMAL DAN BIAYA YANG OPTIMUM DENGAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING DI PT."

Transkripsi

1 PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BBM UNTUK MENENTUKAN JALUR YANG OPTIMAL DAN BIAYA YANG OPTIMUM DENGAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING DI PT. BURUNG LAUT TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh DORKAS TARULI MANURUNG NIM : PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 No. Dok.: FM-TS-01-06C; Tgl. Efektif : 1 Februari 2007; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1

2

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Baik atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Penulis melaksanakan Tugas Akhir di PT. Burung Laut yang bergerak di bidang jasa transportasi air, yaitu jasa pengangkutan BBM untuk memenuhi kebutuhan distribusi PT.Pertamina, Ambon. Tugas Akhir ini berjudul Penentuan Rute Distribusi BBM untuk menentukan jalur yang optimal dan biaya yang optimum dengan metode Structural Equation Modeling di PT. Burung Laut, karena dalam hal ini penulis menganggap ini sebagai sudut pandang keilmuan Teknik Industri dalam menyelesaikan permasalahan transportasi oleh perusahaan transportir PT. Burung Laut, Medan. Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara. 2. Kepada Dosen Pembimbing I Bapak Ir.Nazaruddin, MT, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis tentang keilmuan Teknik Industri dan tentang penelitian yang penulis lakukan.

5 3. Kepada Dosen Pembimbing II Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, yang juga telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis tentang keilmuan Teknik Industri dan tentang penelitian yang penulis lakukan. 4. Kepada seluruh staf dan karyawan jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, B.Bowo, K.Dina, B.Tumijo, B.Ani, B.Nurman yang telah membantu penulis dalam pengurusan kegiatan akademis yang diperlukan dalam penyusunan Tugas Sarjana ini. 5. Bapak Suriadin Noernikmat, S.T. selaku Direktur Utama PT. Burung Laut yang telah bersedia mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ulang di Perusahaan yang Bapak pimpin. 6. Kedua orang tua penulis (R. Manurung dan B. br. Siallagan) dan saudara-saudara penulis yang telah mendukung penulis dalam doa, dana dan semangat. Semoga harapan dan cita-cita kita semua terwujud dengan doa, kerja keras dan kerjasama. 7. Teman-teman di Teknik Industri yang memberi semangat, Inspirasi, dan penguatan, terkhusus untuk Aini, K.martha, Aulia, B.Hendrik, Raja, Rizki, Charles, B.Darma, Yanti, Desri dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, semoga kita menjadi orang yang sukses dalam mencapai semua impian. 8. Saudara dan teman dekat penulis, terkhusus untuk Retno, Riska, Loren, dan Patar, Deni, B.sahala, Yeyen, Anwar, Desi, Pukka, Ronal, Indra, Ayu, Unggul, B.Feri, Vero., untuk kebersamaan, sukacita, kasih dan doa yang menyertai,.

6 Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis selalu terbuka untuk saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini kedepan. Medan, November 2009 Penulis.

7 ABSTRAK PT. Burung Laut adalah badan usaha swasta yang bergerak dibidang jasa transportasi pengangkut minyak. Sistem operasi yang dipakai di perusahaan ini adalah tramper, dan untuk metode keuangannya adalah uang sewa kapal. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk penentuan faktor-faktor yang menentukan kapasitas operasi kapal dalam mendistribusikan BBM dan pemanfaatan kapasitas operasi kapal menjadi optimal. Penentuan rute distribusi melalui pendekatan SEM dan penentuan biaya optimum, dan penjadwalan rute kapal dengan sistem liner. Setiap tujuan pelayaran kapal sudah dijadwalkan dan dikonfirmasi ke pihak pelabuhan, sehingga ketika kapal sampai di tempat tujuan, langsung mendapatkan pelayanan dari pihak pelabuhan. Untuk metode keuangan diterapkan dengan sistem uang tambang, yaitu ongkos dikenakan pada muatan diangkut oleh kapal.untuk nilai pengaruh yang dihasilkan setiap indikator yang tertinggi adalah variabel waktu untuk bongkar muat yaitu sebesar 0,77, dan terendah pada variabel waktu manuver yaitu sebesar 0,12. Untuk perbandingan sistem operasi yang dibandingkan adalah sebesar Rp , yang merupakan selisih keuntungan yang diperoleh untuk metode time charter dengan freight Keyword: SEM, liner, biaya sewa berdasarkan time charter, metode uang tambang.

8 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i Halaman KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xvii BAB I PENDAHULUAN... I Latar Belakang Permasalahan... I Rumusan Permasalahan... I Tujuan Penelitian... I Tujuan Umum... I Tujuan Khusus... I Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi... I Sistematika Penulisan Tugas Akhir... I-6 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II Sejarah Perusahaan... II Ruang Lingkup Bidang Usaha... II Lokasi Perusahaan... II Daerah Operasional... II Organisasi dan Manajemen... II Struktur Organisasi... II-6

9 DAFTAR ISI (Lanjutan) Halaman Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab... II Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja... II Tenaga Kerja... II Jam Kerja... II Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnnya... II Sistem Pengupahan... II Fasilitas Tenaga Kerja... II-11 BAB III LANDASAN TEORI... III Transportasi... III Pengertian Transportasi... III Kapal... III Menetapkan Jadwal Pelayaran (Scheduling)... III Konsep Biaya... III Sistem Operasi Kapal... III Structural Equation Modeling (SEM)... III Sejarah SEM dan Pengertian... III Prinsip-prinsip Dasar... III Konsep dan Istilah... III Model Analisis Jalur... III Model Regresi Berganda... III Model Mediasi... III-26

10 DAFTAR ISI (Lanjutan) Halaman Model Kombinasi Regresi dengan Mediasi... III Model Kompleks... III Model Rekursif dan Non Rekursif... III Persamaan Jalur SEM... III Persamaan Satu Jalur... III Persamaan Dua Jalur... III Persamaan Tiga Jalur... III Langkah-Langkah SEM... III Skala Guttman... III-38 BAB IV METODOLOGI... IV Tempat dan Waktu Penelitian... IV Lokasi Penelitian... IV Objek Penelitian... IV Subjek Penelitian... IV Studi Pendahuluan... IV Studi Pustaka... IV Identifikasi Variabel Penelitian... IV Pengumpulan Data... IV Pengolahan Data... IV Analisa Pemecahan Masalah... IV Kesimpulan dan Saran... IV-9

11 DAFTAR ISI (Lanjutan) Halaman BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V Pengumpulan Data... V Data Voyage Kapal Tanker... V Data Jarak Antar Pelabuhan dan Kapasitas Pelabuhan... V Spesifikasi Kapal Tanker MT. Citra Bintang... V Daftar Harga Untuk Pelabuhan... V Hari Kerja Efektif Tahun V Laporan Proyeksi Laba Rugi Kapal Tanker MT. Citra Bintang... V Pengolahan Data... V Penentuan Variabel-Variabel yang Berpengaruh Kepada Operasional Kapal... V Analisis Dengan SEM... V Pengembangan Model Berbasis Teori... V Mengkontruksi Diagram Jalur untuk Menunjukkan Hubungan Kausalitas... V Konversi Diagram Jalur kedalam Serangkaian Persamaan Struktural dan Spesifikasi Model Pengukuran... V-24

12 DAFTAR ISI (Lanjutan) Halaman Memilih Input Matriks dan Mendapatkan Model Estimate... V Menilai Problem Identifikasi... V Mengevaluasi model dengan kriteria Goodness of Fit... V Interpretasi dan Memodifikasi Model... V Penentuan Jalur/ Rute... V Metode Operasi... V Metode Time Charter... V Metode Freight... V Membandingkan Metode Time Charter dengan Metode Freight... V-58 BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH... VI Analisa Pemecahan Masalah Penentuan Variabel- Variabel yang Berpengaruh Kepada Operasional Kapal... VI Analisis Dengan SEM... VI Penentuan Jalur/Rute... VI Sistem Operasi Kapal... VI Membandingkan Metode Time Charter dengan Metode Freight... V-9

13 DAFTAR ISI (Lanjutan) Halaman BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... VII Kesimpulan... VII Saran... VII-3 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN PENELITIAN LAMPIRAN BERKAS

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Burung Laut... II Jam Kerja Darat... II Jam Kerja Laut... II Pembagian Biaya Pada Sistem Time Charter... III Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r... III Beberapa Bentuk Matrik Dalam Analisa SEM... IV Data Vovage Kapal Tanker MT. Citra Bintang... V Data Jarak Tempuh dan Banyak Bongkar/Muat BBM Kapal Tanker MT. Citra Bintang... V Data Jarak Antar Pelabuhan... V Permintaan BBM Setiap Depot Tujuan... V Informasi Tarif Kapal Dalam Negeri... V Laporan Proyeksi Laba Rugi Kapal Tanker MT. Citra Bintang... V Data Tampilan Untuk Pengolahan AMOS... V Assesment of normality... V Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) (Group number 1)... V Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) (Group number 1)... V Sample Covariances (Group number 1)... V Implied Covariances (Group number 1))... V-40

15 DAFTAR TABEL (Lanjutan) Tabel Halaman Residual Covariances (Group number 1 - Default model)... V Hasil CMIN... V Hasil GFI... V Hasil GFI, AGFI... V Hasil Baseline Comparisons... V Parsimony-Adjusted Measures... V Standardized Regression Weights: (Group number 1 Default model)... V Hubungan antar Variabel Model Awal... V Hubungan antar Variabel Model Modifikasi... V Jadwal Keseluruhan... V Laporan Proyeksi Laba Rugi PerbulanDengan Metode Time Charter... V Laporan Proyeksi Laba Rugi Perbulan Dengan Metode Freight... V Laporan Perbandingan Metode Time Charter Dengan Metode Freight... V Laporan Proyeksi Laba Rugi Perbulan Dengan Metode Time Charter... V Parameter Model... VI-4

16 DAFTAR TABEL (Lanjutan) Tabel Halaman 6.2. Jadwal Keseluruhan... VI Laporan Perbandingan Metode Time Charter Dengan Metode Freight... V-10

17 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 3.1. Model Analisis Jalur SEM... III Bentuk Model Regresi Berganda... III Bentuk Model Mediasi... III Model Kombinasi Pertama dan Kedua... III Bentuk Model Kompleks... III Bentuk Model Rekursif dan non Rekursif... III Bentuk Model Persamaan Satu Jalur Dalam SEM... III Bentuk Model Persamaan Dua Jalur Dalam SEM... III Bentuk Model Persamaan Tiga Jalur Dalam SEM... III Flowchart Tahapan Analisa SEM... III Block Diagram Prosedur Penelitian... IV Block Diagram Pengolahan Data... IV Bentuk Struktur Dasar Sistem Kegiatan Perusahaan PT. Burung Laut... V Level-0 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang... V Level-1 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang... V Level-2 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang... V-17

18 DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Tabel Halaman 5.5. Level-3 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang... V Level-4 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang... V Level-5 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang... V Variabel Penentu Rute Kapal... V Diagram Jalur Variabel Kapal... V Diagram Jalur Model Awal... V Diagram Jalur Model Modifikasi... V Diagram Jalur Model Modifikasi... V Peta Rute Berdasarkan Cluster Arah... V-51

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau yang terhubung oleh perairan laut, oleh karena itu sebagai penghubung antara salah satu pulau dengan yang lain hanya ada dua alternatif untuk sarana transportasi yaitu dengan angkutan laut dan udara. Angkutan udara membutuhkan biaya yang sangat besar serta jumlah muatan yang dapat diangkut lebih sedikit dibandingkan dengan angkutan laut. Oleh karena itu potensi angkutan laut sangat besar mengingat semakin majunya laju pertumbuhan ekonomi dan industri belakangan ini. PT. Burung Laut merupakan salah satu perusahaan pelayaran yang memanfaatkan angkutan laut ini, dengan salah satu armadanya yaitu kapal tanker MT.Citra Bintang, PT. Burung Laut memberdayakan kapal ini sebagai sarana pengangkut BBM dari beberapa pulau yang terletak di provinsi Maluku dengan menyewakannya kepada pihak PT. Pertamina Cabang Ambon dengan kontrak $1400 perhari. Dalam pengoperasian kapal tanker ini, ketika pengantaran muatan ke masingmasing depot tujuan sering terjadi waktu menunggu di pelabuhan untuk menunggu dibongkar muat, karena sebelumnya tidak ada penjadwalan pelayaran kapal terlebih dahulu, sehingga pada pihak pelabuhan tidak menyediakan tempat tersendiri untuk pelabuhan kapal dan langsung dibongkar muat. Masalah yang lain adalah ketika dalam perjalanan pulang, kapal yang sudah dicarter ini tidak membawa muatan, kecuali air ballast untuk menjaga keseimbangan kapal, ini juga menunjukkan indikasi kalau

20 penggunaan ruang muat kapal kurang efektif, karena sebelumnya pihak pertamina sudah melakukan perjanjian time charter dengan pihak kapal, sehingga pihak kapal tidak dapat mengelola sendiri muatan lain yang dapat dibawa oleh kapal tanker ketika perjalanan pulang ke depot asal. Pihak PT. Pertamina sendiri dalam mendistribusikan BBM yaitu depot asal berasal dari Ambon, sementara depot tujuan ada sebanyak 13 tujuan yaitu Dobo, Tual, Wayame, Masohi, Merauke, Saumlaki, Fakfak, Kaimana, Sanana, Tobelo, Namlea, Ternate, Labuha. Kapal ini dioperasikan dengan sistem tramper dimana kapal ini bergerak tanpa penjadwalan terlebih dahulu yaitu dengan melayani tujuan pelayaran adalah depot yang membutuhkan BBM yang paling dominan, hal ini juga mengakibatkan seringnya kekosongan stock BBM di beberapa depot tujuan. Sebagai contoh pada kasus lain yang berkaitan dengan rute ini adalah masalah pada perusahaan pelayaran yang lain yaitu diberikan sejumlah permintaan untuk diangkut dan sejumlah pelabuhan, pengangkut menginginkan untuk merancang rute pelayanan untuk kapal-kapal seefesien mungkin, dengan menggunakan fasilitas yang tersedia, sehingga memikirkan keuntungan dari rute pelayanan yang terjadwal tergantung kepada jalur yang dipilih untuk mengoperasikan kapal. Pada kasus ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan model yang terintegrasi, program integer linier programing campuran, untuk menyelesaikan masalah penjadwalan pelayaran dan rute kargo secara bersamaan. Ditujukan kepada konstrain yang relevan dengan model yang berkaitan, seperti konstrain jadwal pelayaran dengan frekuensi mingguan dan kecenderungan yang penting, seperti pelayaran kargo antar dua atau lebih rute pelayanan. Untuk menyelesaikan program integer campuran, ditujukan algoritma yang mengekspoitasi permasalahan. Untuk lebih spesifik, heuristik gredy, yaitu sebuah algoritma dan phase

21 kedua yaitu dekomposisi bender yang didasarkan pada algoritma yang dikembangkan dan dihitung keefesiennanya dalam skala kualitas solusi dan perhitungan waktu telah dirundingkan sebelumnya. Iterasi yang efesien ditujukan untuk membangkitkan penjadwalan yang baik untuk pelayaran. Perhitungan komputasi dibuat dengan simulasi bilangan secara random untuk 20 pelabuhan dan 100 kapal. Hasilnya adalah mengindikasikan utilisasi persentase yang tinggi dari kapasitas kapal dan jumlah yang signifikan dari solusi akhir Rumusan Permasalahan Pokok permasalahan yang terjadi di PT. Burung Laut adalah: - Pengaturan jalur atau trayek pelayaran kapal sehingga pengoperasian kapal baik dari segi waktu dan penggunaan muatan kapal menjadi lebih baik. - Sistem operasi kapal, apakah pengelolaan dengan metode time charter yaitu yang pendapatannya hanya berupa uang sewa dari pihak Pertamina, atau uang tambang yang pendapatannya berasal dari pengenaan ongkos ke per satuan muatan yang diangkut oleh kapal yang lebih menghasilkan keuntungan yang lebih besar Tujuan Penelitian khusus, yaitu: Adapun penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan 1 Agarwal Richa, Ergun Ozlem, Ship Scheduling and Network Design for Cargo Routing in Liner Shipping, Schoo, infoms@isye.gatech.edu, oerung@isye.gatech.edu

22 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk penentuan faktor-faktor yang menentukan kapasitas operasi kapal dalam mendistribusikan BBM dan pemanfaatan kapasitas operasi kapal menjadi optimal Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan variabel yang berpengaruh terhadap jalur operasional kapal 2. Mendapatkan jalur yang optimal dari distribusi BBM 3. Mendapatkan biaya optimal dari metode pengenaan ongkos ke setiap muatan 4. Mendapatkan biaya kapal MT. Citra Bintang perjarak tempuh 5. Mendapatkan pilihan yang terbaik dari perbandingan metode uang tambang dengan metode time charter 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi 1. Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling 2. Penelitian hanya dilakukan pada armada Tanker MT. Citra Bintang yang melayani pengangkutan BBM dari PT. Pertamina ke 13 tujuan distribusi minyak Ambon sekitarnya 3. Pemetaan jalur yang dimodelkan hanya antara port Ambon dan 13 tujuan yang diinginkan, tanpa melihat kemungkinan daerah distribusi yang lain 4. Data biaya yang terkumpul dianggap mewakili setiap biaya operasional kapal tanker

23 5. Data yang dikumpulkan untuk data distribusi kapal MT. Citra Bintang pada Maret 2008 Maret Faktor cuaca tidak mempengaruhi lama perjalanan kapal 7. Gangguan-gangguan pada saat pelayaran dan bongkar muat diabaikan Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kondisi pelayaran armada Tanker dianggap tidak terganggu oleh kondisi cuaca pelayaran 2. Keadaan perlengkapan serta mesin kapal dalam keadaan baik. 3. Data sekunder yang didapatkan dari perusahaan dianggap mewakili setiap kebutuhan data waktu dan data biaya yang dibutuhkan dalam penelitian Sistematika Penulisan Tugas Akhir Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN

24 BAB I PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi-asumsi yang dibutuhkan serta sistematika penulisan laporan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini menguraikan sejarah perusahaan tempat meneliti, ruang lingkup usaha, lokasi perusahaan, daerah operasional, struktur organisasi dan manajemen yang merincikan fungsi-fungsi di dalam perusahaan. BAB III LANDASAN TEORI Merupakan landasan teori yang membahas mengenai transportasi, perkapalan khususnya kapal tanker dan manajemennya, serta metode pendekatan yang dipakai yaitu mengenai analisa jalur sehingga dapat digunakan sebagai acuan pemecahan masalah. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Merupakan langkah-langkah penelitian sebagai rangka berpikir pemecahan masalah yang digunakan sehingga didapatkan tahapan yang teratur dan berkesinambungan BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Berisikan data-data yang diperlukan untuk penelitian dan kemudian data tersebut diolah sehingga didapatkan penyelesaian masalah berdasarkan pendekatan metode yang dilakukan

25 BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Berisikan analisis terhadap pengolahan data yang dilakukan sehingga didapat uraian-uraian analisis terhadap permasalahan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan poin-poin penting yang didapat dari setiap analisis yang dilakukan dengan menyimpulkan sesuai dengan tujuan penelitian, dan saran-saran yang dapat diusulkan kepada pihak perusahaan berkenaan dengan topik yang dibahas dalam penelitian DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

26 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Burung Laut diberi kepercayaan oleh pabrik semen PT. SAI (Semen Andalas Indonesia) yang merupakan salah satu PMA (Penanaman Modal Asing) di Banda Aceh untuk menjadi agen umum pelayaran (shipping general agent) yang bertugas untuk mengurus izin kedatangan dan keberangkatan (inward & outward clearance) kapal-kapal asing yang disewa oleh PT. SAI untuk mengangkut dan mendistribusikan semen curah ke beberapa pelabuhan di Indonesia. Disamping itu, PT. Burung Laut juga ditunjuk oleh PT. SAI sebagai transportir laut untuk mengangkut BBM HSD (High Speed Diesel) keperluan operasional pabrik dengan menggunakan kapal tanker MT. Bumeugah (Kapasitas KL) milik perusahaan lain mitra PT. Burung Laut. Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut disingkat PT. Burung Laut dibeli dan diambil alih kepemilikannya dari pemilik lama oleh pemilik baru H.M. Noernikmat dan keluarga berdasarkan Akte Jual Beli No. 21 Tahun 1989 dan Berita Acara Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas No. 25 Tahun 1989, yang keduanya dibuat dihadapan Notaris Aniswar Yanis, S.H di Medan. Hingga saat ini akte perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir mengalami penyesuaian sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang dibuat dihadapan Notaris Ekoevidolo, S.H. berkedudukan di Medan dengan Berita Acara No. 126 Tahun 2008.

27 Dalam perkembangannya, pada bulan Mei 2001 atas pembiayaan dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. - Cabang Belawan, kapal MT. Bumeugah dibeli oleh PT. Burung Laut dan diganti namanya menjadi MT. Pelita Laut dan didaftarkan pada kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Sabang. Pada tahun 2002, PT. Burung Laut menjalin kemitraan dengan PT. Citra Bintang Familindo dan mendapatkan kontrak untuk angkutan BBM IFO (Industrial Fuel Oil) milik PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Pembangkit & Penyaluran Sumatera Bagian Utara (sekarang menjadi PT. PLN (Persero) Kitsu Sektor Pembangkitan Belawan) dari Instalasi/Depot Pertamina Pulau Sambu ke dermaga PLTG/U Sicanang, Belawan dengan volume angkutan sebesar KL/tahun. Angkutan ini dilayani oleh kapal tanker MT. Pelita Laut ditambah dengan kapal tanker MT. Mercury II (Kapasitas KL) berbendera Singapura yang dicharter dari perusahaan asing. Untuk menunjang pengangkutan BBM IFO tersebut, pada bulan Mei 2003 Kapal MT. Mercury II dibeli oleh PT. Burung Laut dan diganti namanya menjadi MT. Pelita Energi serta didaftarkan di kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Batam. Pada awal tahun 2005, terjadi perubahan kontrak angkutan PT. Burung Laut, dari yang tadinya mengangkut BBM IFO berubah menjadi mengangkut BBM HSD dengan volume angkutan sebesar KL/tahun. Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan pemakaian BBM (terutama HSD), yang setiap tahunnya cenderung meningkat, maka pada awal April 2008 PT. Burung Laut menambah 1 (satu) unit lagi armada tankernya yang diberi nama MT. Pelita Samudera (Kapasitas KL) dan didaftarkan di kantor pendaftaran dan balik nama kapal di Belawan. Sementara itu kapal tanker MT.

28 Pan Oil 9 dibeli oleh PT. Burung Laut pada bulan Maret 2008 dan kemudian diganti namanya menjadi MT. Citra Bintang yang mempunyai kapasitas sebesar 2600 KL 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha PT. Burung Laut adalah merupakan suatu perusahaan pelayaran nasional yang bergerak di dalam bidang jasa angkutan laut (dalam dan luar negeri) dan keagenan pelayaran. Bisnis utama perusahaan adalah melayani jasa pengangkutan muatan cair, seperti: BBM (Bahan Bakar Minyak), Gula Cair (Molasses) dan CPO (Crude Palm Oil). Disamping itu, perusahaan juga melayani jasa keagenan pelayaran yang bertugas untuk mengurus izin kedatangan dan keberangkatan kapal (inward & outward clearance) di suatu pelabuhan. Beberapa konsumen yang pernah menggunakan jasa angkutan laut PT. Burung Laut adalah: 1. PT. Semen Andalas Indonesia, Banda Aceh 2. Mobil Oil, Singapore 3. PT. Karya Prajona Nelayan, Medan 4. PT. Rafina Segara Sejahtera, Jakarta 5. PT. Kiani Kertas, Jakarta 6. PT. Citra Bintang Familindo, Lhokseumawe 7. PT. Pertamina Cabang Ambon Adapun konsumen yang pernah menggunakan jasa keagenan pelayaran PT. Burung Laut adalah: 1. PT. Semen Andalas Indonesia, Banda Aceh

29 2. PT. Bahtera Adhiguna, Lhokseumawe 3. PT. Arpeni Pratama Ocean Line, Jakarta 4. PT. Dutaryo, Jakarta 5. PT. Trust, Jakarta 2.3. Lokasi Perusahaan Sejak diambil alih pada tahun 1989, kedudukan perusahaan adalah di Banda Aceh dengan alamat kantor: Jl. Jend. A. Yani No. 38 (d/h. 14) Kode Pos : Telephone : Facsimile : blbna@plasa.com Website : Untuk mendukung pengoperasiannya, PT. Burung Laut memiliki beberapa kantor cabang di beberapa daerah, yakni: 1. MEDAN Jl. Bantam No. 3-3 A, Kode Pos : Telephone : (Hunting) Facsimile : blmdn@indosat.net.id 2. BELAWAN Jl. Sumatera No. 49,

30 Kode Pos : Telephone : Facsimile : blblw@indosat.net.id 3. LHOKSEUMAWE Jl. Merdeka Timur No. 57 Kode Pos : Telephone : Facsimile : bl-lsm@yahoo.com Untuk menjalankan kegiatan perusahaan sehari-hari, maka komando pengopeasian perusahaan dipusatkan di kantor wilayah Medan. Disamping karena Direksi dan Direktur Utama PT. Burung Laut beserta staf-stafnya, pusat informasi, administrasi dan penyediaan kontrak mayoritas dilakukan di kantor Wilayah Medan Daerah Operasional Pada tahun 2009 pada bulan Maret PT. Burung Laut membeli kapal MT. Citra Bintang yang pada awalnya bernama kapal tanker MT. Pan Oil 9 dengan pengoperasiannya disewakan kepada pihak PT. Pertamina Cabang Ambon dengan sistem time charter yang melayani 13 depot tujuan yaitu Dobo, Tual, Wayame, Masohi, Merauke, Saumlaki, Fakfak, Kaimana, Sanana, Tobelo, Namlea, Ternate, Labuha dengan depot asal adalah daerah Ambon. Dengan metode ini pihak PT. Burung Laut menerima uang sewa sebesar $1400 perhari. Muatan yang diangkut MT. Citra Bintang

31 ada 3 jenis yaitu premium, solar atau HSD dan kerosin untuk keperluan pihak PT. Pertamina di depot tujuan Organisasi dan Manajemen Organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan di antara mereka diberikan pembagian tugas sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing. Sedangkan manajemen adalah tata cara yang diterapkan suatu organisasi untuk mengelola dan menjalankan aktifitas organisasinya untuk mencapai target atau tujuan yang telah direncanakan. Struktur organisasi adalah gambaran skematis tentang hubungan-hubungan dan kerjasama diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan dan menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran secara baik. Struktur organisasi dapat dinyatakan dalam gambar grafik (bagan yang memperlihatkan hubungan antara unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada). Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, PT. Burung Laut menerapkan struktur organisasi dan sistem manajemen seperti yang diuraikan pada bagian struktur organisasi Struktur Organisasi Struktur Organisasi PT. Burung Laut dikelompokkan pada 3 tingkatan kepengurusan, yang berbeda yaitu: Dewan Komisaris, Direksi, Manajer dan Kepala Cabang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

32 Berdasarkan struktur. maka hubungan kerja dalam organisasi perusahaan PT. Burung Laut adalah hubungan campuran lini-fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan lini pada pelimpahan wewenang dan tanggung jawab Direksi ke Manejer sehingga terbentuk Departemen Keuangan, Departemen Operasi dan Departemen Umum & Personalia. Hubungan fungsional dijumpai pada hubungan setingkat, baik antara sesama Manejer maupun antara sesama Kepala Cabang. DIREKTUR UTAMA DIREKTUR MANAGER KEUANGAN MANAGER OPERASI MANAGER UMUM & PERSONALIA Cabang/ Keagenan Lhoknga Cabang/ Keagenan Belawan Cabang/ Keagenan Lhoseumawe Nahkoda Kapal Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Burung Laut (Sumber PT. Burung Laut) Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan di perusahaan PT. Burung Laut adalah sebagai berikut : 1. Direktur Utama

33 Bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk menggerakan roda bisnis perusahaan dan mencari peluangpeluang bisnis baru (bersifat eksternal). 2. Direktur Bersama-sama dengan Direktur Utama bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk menjalankan dan mengelola aktifitas perusahaan (bersifat internal). Dalam hal Direktur Utama berhalangan, Direktur diberikan wewenang untuk melaksanakan fungsi dan tugas Direktur Utama. 3. Manajer Keuangan Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk mengelola keuangan perusahaan. 4. Manajer Operasi Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk mengoperasikan armada tanker perusahaan dan memberdayakan potensipotensi kantor cabang perusahaan dalam pelayanan keagenan kapal. 5. Manajer Umum & Personalia Bertanggung jawab kepada Direktur dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk memastikan tersedianya perlengkapan ATK bagi aktifitas perusahaan, memonitor legalitas dan validitas perizinan perusahaan, memberdayakan SDM yang dimiliki perusahaan serta perawatan aset perusahaan.

34 6. Kepala Cabang Bertanggung jawab kepada Manajer Operasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk melaksanakan pelayanan keagenan kapal di daerahnya masingmasing. 7. Nakhoda Kapal Bertanggung jawab kepada Manajer Operasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk membawa dan merawat kapal sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan perusahaan Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Tenaga Kerja PT. Burung Laut memiliki 99 orang tenaga kerja dengan sistem kerja tetap, honor maupun kontrak yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Burung Laut Jabatan/Bagian Pria Wanita Total Keterangan Dewan Komisaris Tetap Direksi 2-2 Tetap Departemen Keuangan Tetap Departemen Operasi Tetap Departemen Umum & SDM Tetap Konsultan Pajak 1-1 Honor Pesuruh Kantor 1-1 Honor Pengelola Parkir 1-1 Honor Cabang Lhoknga Tetap Cabang Belawan Tetap Cabang Lhokseumawe Tetap MT. Pelita Laut Kontrak MT. Pelita Energi Kontrak

35 Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja...(Lanjutan) Jabatan/Bagian Pria Wanita Total Keterangan MT. Pelita Samudera Kontrak MT. Citra Bintang Kontrak T o t a l (Sumber: PT. Burung Laut) Jam Kerja Jam kerja yang berlaku di PT. Burung Laut dibedakan menjadi: 1. Jam kerja darat 2. Jam kerja laut Jam kerja darat adalah jam kerja yang berlaku bagi tenaga kerja yang bekerja di kantor dengan ketentuan seperti yang dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Jam Kerja Darat No Hari Kerja Jam Kerja 1 Senin s/d Kamis 2 Jum at 3 Sabtu (Sumber: PT. Burung Laut) : Jam Kerja I : Istirahat : Jam Kerja II : Jam Kerja I : Istirahat : Jam Kerja II 08:00-12:30 : Jam Kerja Sedangkan jam kerja laut adalah jam kerja yang berlaku bagi crew kapal yang bekerja di laut dengan ketentuan seperti yang dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Jam Kerja Laut

36 No Hari Kerja Jam Kerja 1 Senin s/d Minggu (Sumber: PT. Burung Laut) Sistem Pengupahan dan Fasilitas lainnya Sistem Pengupahan yaitu: : Jam Jaga I : Jam Jaga II : Jam Jaga III : Jam Jaga I Sistem pengupahan di PT. Burung Laut dikelompokkan menjadi 3 golongan, 1. Upah Tetap, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja tetap di kantor. 2. Upah Kontrak, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja kontrak (crew kapal). 3. Upah Honor, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja honor Fasilitas Tenaga Kerja Fasilitas yang diberikan oleh PT. Burung Laut kepada seluruh tenaga kerja adalah sebagai berikut: 1. Tunjangan Hari Raya (THR). 2. Bonus akhir tahun. 3. Asuransi Jiwa, Kecelakaan Kerja dan Kesehatan (Rawat Inap). 4. Uniform dan Alat Keselamatan Kerja (khusus untuk Crew Kapal).

37 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Transportasi Pengertian Transportasi Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain 2.Dalam Transportasi terlihat ada dua unsur yang terpenting yaitu: a. Pemindahan/pergerakan (movement) b. Secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain Transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat pembangunan ekonomi negara yang bisa mendorong lajunya pertumbuhan ekonomi (Rate of Growth) 3. Transportasi merupakan faktor yang penting diperhatikan, karena aktivitas pengangkutan meliputi mengangkut memindahkan sampai ke tempat tujuan yang membutuhkan biaya pula. Untuk melaksanakan kegiatan pengangkutan ada 4 jenis fasilitas transportasi yang dapat digunakan yaitu: 1. Angkutan Kereta Api 2. Angkutan Jalan raya/truk 3. Angkutan melalui air yaitu laut dan sungai 4. Angkutan Udara 2 Abbas Salim,. Manajemen transportasi.edisi I (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2006)h.6 3 Ibid.

38 Mengingat keadaan geografis Indonesia maka peranan angkutan melalui air (laut dan sungai) juga penting artinya. Pengangkutan melalui air relatif murah meskipun gerakan pengangkutan melalui air relatif lambat. Dalam tulisan ini, hal yang khusus yang dibahas adalah angkutan melalui air, dan dikhususkan kepada kapal tanker yang mengangkut bahan bakar minyak Kapal Adapun berdasarkan jenisnya, kapal dagang dapat dibagi menjadi 4 : a. Conventional Liner Vessel (Kapal Barang Biasa) Kapal jenis ini melakukan pelayaran dengan jadwal tetap dan biasanya membawa muatan umum (general cargo) atau barang dalam partai yang tidak begitu besar. b. Semi Container/Pallet Vessel Jenis kapal ini dapat mengangkut muatan secara breakbulk, pre-slung, atau unitunit pre-pallet. Kapal ini juga dapat mengangkut petikemas dalam palkanya yang terbuka dan di atas c. Full Container Vessel (Kapal Petikemas) Kapal ini khusus dibuat untuk mengangkut petikemas (container). Oleh karena itu, kapal ini bisa mempunyai alat bongkar/muat sendiri dan dapat juga memakai shore crane dan gantry crane dari darat untuk memuat dan membongkar petikemas 4 R.P Suyono, Shipping Pengakutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, (Cet, Jakarta 2003). h.76-85

39 d. General Cargo Breakbulk Vessel Menurut sejarahnya, kapal jenis ini yang mula-mula beroperasi sebagai kapal angkut serba guna, sebelum ada kapal petikemas dan kapal-kapal lain yang memang dibuat demi efesiensi. Kapal general cargo tidak memerlukan terminal khusus untuk bongkar/muat. Oleh karena itu, jenis kapal ini masih sering dipakai. Kapal ini banyak berfungsi sebagai tramper karena harganya murah dan dapat mengangkut muatan ke seluruh penjuru dunia e. Freedom Vessel Kapal freedom vessel adalah kapal general cargo yang dibuat setelah perang dunia II untuk pengangkutan seba guna. Amerika telah membuat kapal jenis Liberty dalam Perang Dunia II dan diproduksi massal. f. RoRo Roro (Roll-on, Roll-off) adalah kapal yang didesain untuk muat bongkar barang ke kapal di atas kendaraan roda. Kapal yang termasuk jenis RoRo antara lain kapal ferry, kapal pengangkut mobil (car ferries), kapal general cargo yang beroperasi sebagai kapal RoRo. g. Lighter Carrier (pengangkut Tongkang) Kapal pengangkut tongkang adalah variasi dari kapal pengangkut petikemas, dimana sebagai pengganti petikemas, kapal ini mengangkut tongkang bermuatan h. Bulk Carrier (Pengangkut Muatan Curah) Kapal bulk carrier adalah kapal besar dengan hanya satu dek yang mengangkut muatan yang tidak dibungkus atau curah (bulk), muatan dicurah, dipompa ke dalam kapal dengan bantuan mesin curah dan bilamana tidak dengan mesin, maka karung-

40 karung berisi muatan yang diangkat ke kapal dengan bantuan derek kapal diletakkan diatas palka dahulu. i. Combination Carrier Kendala ekonomi yang ada pada kapal tanker dan kapal dry-bulk adalah bahwa dalam separuh pelayaran yang dilakukan terpaksa dalam keadaan kosong atau in ballast karena tidak ada muatan saat balik (return cargo) dan oleh karena itu tidak menghasilkan uang tambang j. Panamax Class Kapal panamax class adalah kapal dengan ukuran terbesar yang dapat melewati terusan panama. Ukuran kapal jenis ini lebih kurang DWT dengan lebar kapal tidak melebihi 32 meter, sesuai dengan lebar pintu masuk terusan k. Passenger Ship (Kapal Penumpang) Diperairan Indonesia, dengan banyaknya pulau maka kapal penumpang untuk angkutan antar pulau sangat dibutuhkan. l. Tug Boat (Kapal Tunda) Kapal tunda dibuat agar dapat menarik atau mendorong kapal atau segala sesuatu yang mengapung, Tugas lain yang dilakukan adalah menolong kapal dalam bahaya, memadamkan kebakaran di laut, memerangi polusi/pencemaran, dan lain sebagainya. m. Offshore Supply Ship (Kapal Pemasok Lepas Lantai) Kapal yang dibangun dengan geladak yang luas di belakang untuk mengangkut pasokan bahan dan peralatan serta makan untuk anjungan lepas pantai bagi pengeboran minyak dan gas bumi.

41 n. Research Ship (Kapal penelitian) Kapal yang dibuat untuk fungsi penelitian dan pemetaan/survei, seperti hidrografi, oseanografi, geofisika, dan seismografi. o. Fishing Vessel (Kapal Penangkap Ikan) Kapal yang dibuat untuk menangkap ikan dengan berbagai cara, seperti purseseining, long lining, beam trawling dan stern-trawling. Kapal ini seringkali diperlengkapi peralatan pendingin (refrigator) dan peralatan untuk memproses lebih jauh. p. Tanker Kategori kapal dengan sebuah geladak dimana terdapat tangki-tangki yang tersusun secara integral maupun terpisah yang digunakan untuk mengangkut minyak curah (minyak mentah atau minyak yang sudah didestilasi), cairan kimia, gas cair, dan sebagainya. Kapasitas angkutan merupakan suatu alat angkutan untuk memindahkan muatan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dalam waktu tertentu. Unsur-unsur kapasitas angkutan terdiri atas berat muatan, jarak yang ditempuh, dan waktu yang dibutuhkan untuk angkutan tersebut. Kapal merupakan unit operasi yang mempunyai kapasitas angkut yang besar yang sebagian besar biaya operasinya merupakan biaya variabel. Kapal yang besar dapat melayari jarak yang jauh, lebih ekonomis daripada kapal berukuran kecil yang beroperasi dalam jarak yang terbatas. Jenis kapal mempengaruhi biaya operasi. Kapal barang dan kapal penumpang memerlukan waktu yang lama di dermaga untuk melakukan bongkar muat sehingga biaya operasinya tinggi, dibandngkan dengan kapal tanker atau kontainer.

42 Jenis kapal yang efesien penggunaannya adalah sebagai berikut. 1. Kapal yang mengangkut barang terurai (bulk cargo), yaitu barang angkutan yang besar dan volumenya besar, tetapi mudah bongkar muatnya. 2. Kapal yang mengangkut barang-barang yang tidak begitu tinggi nilainya dengan jarak yang jauh Tujuan utama perancangan kapal-kapal modern adalah terutama untuk menekan biaya penyediaan jasa angkutan yang lazimnya dinyatakan untuk tiap ton muatan yang diangkut. Biaya penyediaan jasa angkutan laut, sampai tingkatan tertentu, tergantung pada faktor trayek. Kapal yang diatur pelayarannya (reguler) pada umumnya memiliki penggunaan kapasitas berlayar relatif tinggi dengan faktor muat (load factor) yang relatif rendah. Transpor laut yang tidak teratur trayeknya disebut tramper. Penggunaan kapasitasnya relatif tinggi. Akan tetapi, karena ketidakteraturan, maka kapal yang menunggu muatan memerlukan waktu lama di pelabuhan. Akibatnya, penggunaan kapasitas kapal rendah, tetapi faktor muatannya tinggi Menetapkan Jadwal Pelayaran (Scheduling) Jadwal pelayaran umumnya dibuat untk liner service atau feeder liner service 1) Istilah-istilah dalam Jadwal Pelayaran a) Untuk pelayaran yang menyinggahi banyak pelabuhan dan memakan waktu lama biasanya hanya dibuat untuk single voyage b. Untuk pelayaran yang waktunya singkat dengan sedikit pelabuhan yang disinggahi, biasanya dibuat jadwal pelayaran untk satu round voyage 5 M.Nur Nasution, Manajemen Transportasi, Edisi II (Cet I;Jakarta:Ghalia Indonesia,2004),h.210

43 c. Estimated Time of Arrival (ETA) adalah perkiraan tanggal/jam kapal tiba. Estimated Time of Department (ETD) adalah perkiraan tanggal/jam kapal berangkat dari pelabuhan d. Pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi disebut port of call, pelabuhan-pelabuhan tempat muat disebut loading ports f. Pelabuhan-pelabuhan tempat bongkar disebut discharging port atau destination ports. g. Ratio date adalah tanggal muatan suatu batas waktu yang ditetapkan untuk liner sampai di sebuah pelabuhan 2. Cara membuat/menyajikan jadwal pelayaran Jadwal yang dibuat untuk kepentingan eksternal hanya menyajikan port of call dan tanggal lamanya di pelabuhan di laut Untuk waktu dipelabuhan ditentukan dengan rumus: Hari di pelabuhan = Jumlah ton muatan TGH x JK/harix BAB TGH : Ton Gang Hour (kapasitas bongkar/muat) dalam ton per gang per jam kerja JK/hari : Jumlah jam kerja bongkar muat per hari BAB : Banyaknya alat bongkar/muat atau gang yang digunakan dalam kegiatan/muat selama di pelabuhan Jarak tempuh Sea Milis Hari di Laut = 24 x kecepatan (speed) kapal dalam knots Konsep Biaya

44 Biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif, alat kontrol agar dalam pengoperasian mencapai tingkat efektifitas dan efesien Biaya adalah sebagai dasar penentuan tarif jasa transportasi 2. Tingkat tarif transportasi didasarkan pada biaya pelayanan yang terdiri dari: a. biaya langsung b. biaya tidak langsung oleh karena itu, biaya pelayanan (cost of service) sebagai basis/dasar dan fundamental untuk struktur pentarifan. 3. Biaya modal dan biaya operasional a. biaya modal (capital costs) adalah biaya, yang digunakan untuki investasi inisial (initial investment) serta peralatan lainnya termasuki di dalamnya bunga uang (interest rate). b. Biaya operasional (operational cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan transportasi. Termasuk dalam kelompok biaya operasional adalah: Biaya pemeliharaan jalan raya, bantalan kereta api, alur pelayaran, pelabuhan, dermaga, penahan gelombang, dam, menara, rambu &jalan, udara dan laut. 1. Biaya pemeliharaan kendaraan, bis, truk, lokomotif, gerbong, pesawat udara, kapal-kapal penyebrangan (ferry boat), dan kapal-kapal barang/kapal-kapal penumpang 2. Biaya transportasi yaitu biaya bahan bakar, oli, tenaga penggerak (genset) upah/gaji, kerja crew/awak kapal & pesawat serta biaya terminal (stasiun pelabuhan udara, pelabuhan laut dan terminal (stasiun pelabuhan udara, pelabuhan laut dan terminal bis) 6 Abbas Salim, Ibid. h.43

45 3. Biaya-biaya traffic terdiri dari biaya advertensi, promosi, penertbitan buku tarif, administrasi dan sebagainya 4. Biaya umum dan lain-lain biaya Termasuk biaya umum antara lain, biaya kantor, gaji/biaya RT, biaya humas, biaya akuntansi lainnya 5. Biaya tetap dan biaya variabel Biaya tetap ialah biaya yang dikeluarkan tetap setiap bulannya, sedangkan biaya variabel ialah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian alatalat pengangkutan. 4. Biaya Kendaraan Ialah jumlah biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan bakar, oli, ban kendaraan, suku cadang antar perbaikan (reparasi). Biaya ini disebut automobile cost 5. Biaya Gabungan (Joint Cost) Dalam pengoperasian alat-alat transportasi kita temui joint cost atau dinamakan pula common cost contoh biaya angkutanan barang (cargo) dan biaya penumpang yang menghasilkan biaya gabungan (joint cost) 1. Direct Cost/Biaya Tidak langsung (Indirect cost) a. Biaya langsung ialah jumlah biaya yang diperhitungkan dalam produksi jasajasa angkutan misal utuk penerbangan biaya langsung terdiri dari bahan bakar, gaji awak pesawat, biaya pendaratan b. Biaya tidak langsung bagi penerbangan terdiri dari biaya harga, peralatan reparasi, workshop, akuntansi dan biaya umum/kantor 2. Biaya unit dan biaya rata-rata

46 a. Biaya unit (unit cost) ialah jumlah total biaya dibagi unit jasa produk yang dihasilkan b. Biaya rata-rata (average cost) adalah biaya total dibagi dengan jumlah produk/jasa yang dihasilkan Tujuan utama perancangan kapal-kapal modern adalah terutama untuk menekan biaya penyediaan jasa angkutan yang lazimnya dinyatakan untuk tiap ton muatan yan diangkut. Biaya penyediaan jasa angkutan laut, sampai tingkatan tertentu, tergantung dari faktor trayek (pengaturan) kapal yang diatur pelayarannya pada umumnya memiliki pengunaan kapasitas berlayar relatif tinggi dengan faktor muat(load factor) yang relatif tinggi dengan faktor muat yang relatif rendah 7. Transport laut yang tidak teratur trayeknya kurang lebih memiliki sifat-sifat yang berlawanan, dengan lain perkataan penggunaan kapasitas muat acapkali relatif tinggi, tetapi karena ketidakteraturannya kapal-kapal bisa mengalami waktu tunggu yang lama di pelabuhan sambil menanti muatan yang cukup Kapal yang diatur pelayarannya pada umumnya memiliki penggunaan kapasitas berlayar relatif tinggi dengan faktor muat (load factor) yang relatif rendah. Operasi kapal memiliki tiga fase yang khas masing-masing dengan biaya khusus. Fase-fase ini 8. adalah waktu kapal berada di pelabuhan untuk melakukan bongkar/muat, waktu manuver untuk bersandar pada atau melepas dari dermaga dan di pelabuhan, dan waktu berlayar antar pelabuhan. Tujuan dari pengusaha pelayaran adalah untuk menetukan alokasi yang paling ekonomis dari waktu-kapal (ship time) antara ketiga fase ini. 7 Abbas Salim, Ibid.hal 43 8 Ibid

47 Faktor utama yang menentukan struktur harga (cost-structure) dari usaha pelayaran (shipping), dapat dijelaskan oleh model dibawah ini, yang berlaku bagi harga jasa angkutan sebanyak 1-ton muatan antara dua pelabuhan (2-port system) yang jarak J-mil sama diumpamakan bahwa kapal beroperasi antara dua pelabuhan J = Jarak antara kedua pelabuhan (mil) F = Biaya tetap (fixed cost) per tahun V= Kecepatan berlayar (knot-mil/jam0) C = Kapasitas angkut dari kapal (ton) Q = Persentase muat rata-rata (average load factor) B= Kecepatan bongkar/muat (ton/jam) U = Waktu deviasi dan saktu manuver (jam per perjalanan) T = Waktu kerja efektif keseluruhan (jam per tahun) R = Biaya berlayar (distance cost) dari kapal per mil S = Biaya bongkar/muat per jam T = Biaya pelabuhan tiap kali singgah (percall) Selain variabel-variabel tersebut di atas, terdapat pula variabel-variabel lain yang berhubungan variabel-variabel di atas, yang perlu diperhitungkan, yaitu: N = Jumlah perjalanan (voyages) per tahun M = Jumlah muatan yang diangkut (ton pertahun) K = Harga jasa angkutan per muatan Dengan menggunakan simbol-simbol di atas, disusun rumus untuk biaya angkutan per ton kapal antar pelabuhan yang berjarak J mil sebagai berikut:

48 K 2P. M F + J. r. N + + t. N = B (1) M Jumlah perjalanan pertahun dapat dinyatakan dengan rumus: N = J V T q + C 2 + U 100 B (2) dan muatan (dalam ton) yang diangkut per tahun menjadi: q M = c. N atau (3) 100 M = j V q C T 100 q + C 2 + U 100 B (4) Operasi Kapal Dalam pengoperasian kapal, kita mengenal istilah uang tambang (freight), sistem tarif penyewaan kapal (chartering), pengangkutan, dan pengiriman barang atau muatan. Hal-hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut 9 : a. Uang tambang (freight) Uang tambang (freight) adalah uang yang diminta oleh perusahaan pelayaran untuk kompensasi biaya atas jasa mengangkut barang. Uang tambang dapat dipungut berdasarkan jenis barang (commidity based), dimana uang tambang akan disesuaikan dengan jenis barangnya. Dengan banyaknya jenis barang, tentunya uang tambang berbeda-beda pula. Untuk memudahkan pemungutan uang tambang maka diberikan 8 R.P Suyono.co. Ibid. h.89

49 alternatif lain, yaitu mengenakan uang tambang berdasarkan satuan (per unit). Untuk pungutan seperti itu biasanya banyak dilakukan terhadap peti kemas, Uang tambang berdasarkan jenis barang dapat dibagi lagi menjadi 10 : 1. Revenue based (berdasarkan pendapatan), dimana uang tambang yang dihitung sebagai x persen dari harga barang (ad valorem). Misalnya 2 % dari ad valorem. 2. Cost based (berdasarkan biaya), dimana biaya yang dikeluarkan sudah diperhitungkan. Misalnya biaya harian kapal (ship s daily cost), biaya operasional, biaya tak langsung dan asuransi, serta biaya lain untuk mengoperasikan kapal. Uang tambang berdasarkan revenue biasanya untuk muatan yang mahal, tapi dapat juga dipergunakan untuk muatan murah yang tidak akan diangkut bila hanya didasarkan biaya (cost based). Hasilnya adalah muatan yang mahal memberikan subsidi pada muatan yang murah 11. Besarnya ton untuk menghitung uang tambang dapat didasarkan ton berat atau ton volume/ruangan. Bila 1 long ton mengambil ruangan lebih kecil dari 40 cft atau bila Kg lebih kecil dari 1 M 3 maka perhitungannya berdasarkan berat. Sebaliknya, bila 1 long ton mengambil ruangan lebih besar dari 40 cft atau Kg lebih besar dari 1 M 3 maka perhitungannya berdasarkan ton volume. Disamping uang tambang, ada surchage atau biaya tambahan lain, tergantung dari bentuk, besar, berat dan lain sebagainya dimana diperlukan peralatan khusus untuk mengerjakan muatan itu. Berikut adalah beberapa istilah uang tambang yang perlu diketahui: 9 Ibid 11 Ibid.h.90

50 1. Advance freight adalah uang tambang yang diminta di muka. Banyak kapal liner untuk muatan umum (general cargo) akan meminta agar uang tambang dapat dibayar di muka (advance freight). Biasanya uang tambang tidak akan diganti bila muatan atau kapal hilang dalam perjalanan 2. Freight Collect, payable at destination, freight forward, atau destination freight adalah uang tambang yang dibayar bilaman muatan akan diserahkan. Carrier dapat menahan barang sebelum uang tambang dilunasi seluruhnya. 3. Dead Freight adalah uang tambang yang dapat diminta oleh pemilik kapal kepada charterer kapalnya bila charterer tidak dapat mengangkut seluruh muatan atau charterer sudah memesan ruangan muatan dan telah disediakan pemilik kapal, akan tetapi kemudian charterer tidak jadi menggunakannya. Oleh karena itu, charterer harus membayar uang ganti rugi (dead freight). 4. Back freight adalah uang tambang untuk muatan berlebih (overcarried cargo) yang tidak dapat dibongkar di tempat tujuan, tetapi terpaksa dibawa kapal untuk dibongkar di tempat lain. 5. Freight all kinds (FAK) adalah uang tambang, yang tarif atau besarnya sama, yang dikenakan untuk setiap petikemas yang diangkut, dan biasanya untuk jarak yang dekat. Bagi suatu perusahaan pelayaran, agar kapal-kapalnya dapat terus berlayar dengan menguntungkan maka pendapatannnya (revenue) harus lebih besar dari biaya (cost) yang dikeluarkan, karena laba (profit) diperoleh dari selisih revenue dan cost Ibid.h.90

51 Agar revenue besar, maka kapal harus dijalankan seefesien dan seekonomis mungkin. Oleh karena itu, koordinasi antar bagian dari suatu perusahaan pelayaran harus baik. Pemakaian bunker harus hemat, karena makin cepat laju kapal, makin banyak pemakaian bahan bakarnya. Dalam mencari muatan untuk kapal diperlukan keahlian khusus mendekati shipper (pengirim barang) maupun consignee (pemilik barang) yang potensial Adapun cara menghitung uang tambang adalah sebagai berikut. Keuntungan untuk suatu usaha pelayaran didapat dengan rumus: F- [(Cs Ts + Cp Tp + Pc + Cs Tnc) + (Ac + D) (Ts + Tp + Tnc)] (5) F= freight Cs = biaya satu hari di laut Ts = lama waktu di laut Cp = biaya satu hari dipelabuhan Tp = lama waktu di pelabuhan Pc = biaya pelabuhan Tnc = lama waktu untuk muatan berikut Ac = biaya administrasi per hari D = depresiasi per hari Biaya keseluruhan dalam menjalankan pelayaran adalah 13 : 1. Fixed Cost: a. Biaya untuk perwira dan ABK b. Asuransi 12 Ibid.h.91

52 c. Reparasi dan perawatan (maintanance) d. Perbekalan (stores) dan perlengkapan e. Biaya administrasi f. Bunga dan depresiasi 2. Beban Variabel a. Beban bahan bakar/minyak /air dsb. b. Beban muat/bongkar barang c. Beban pelabuhan Untuk menetapkan besarnya uang tambang yang akan ditawarkan, pihak pengangkut (carrier) harus melihat juga faktor yang akan mempengaruhi operasi kapal, yaitu: 1. Faktor muat (stowage factor) 2. Jarak yang ditempuh 3. Bagian pasar (market share) dan lalu lintas pelayaran Beban untuk liner dipengaruhi juga oleh berbagai beban tambahan dan penyesuaian yang disebut surchages dan adjusment factors. Disebabkan oleh keadaan yang berubah dengan cepat, misalnya kurs mata uang, kenaikan harga BBM, peperangan, dan keadaan politik yang buruk menyebabkan perusahaan pelayaran harus menanggung variasi beban yang harus ditutup, seperti currency adjustment factor ( CAF), bunker adjustment factor (BAF), dan port congestion surchages agar tidak rugi.

53 b. Penyewaan kapal (Chartering) Dalam pengangkutan barang atau muatan, kita dapat melakkukannya dengan cara menggunakan kapal sendiri atau menyewanya (chartering). Ada beberapa cara menyewa kapal, yakni Bareboat/Demise Charter Kapal disewa sebagai badan kapal saja. Penyewa (charterer) menyediakan nahkoda serta ABK dan mengoperasikan kapal seolah miliknya. 2. Time Charter Kapal dapat disewa, seolah oleh suatau badan yang beroperasi dan dipakai untuk suatu waktu tertentu. Si penyewa (charterer) membayar uang sewa dan bunker serta kapal dioperasikan sesuai kemauan penyewa. Uang sewa dapat dinyatakan sebagai biaya perhari atau biaya perton DWT. Dalam time charter, pembagian biayanya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Pembagian Biaya Pada Sistem Time Charter Pemilik Kapal (Owner) Penyewa Kapal (Charterer) Depresiasi Uang sewa Asuransi Bunker Survei Uang Pelabuhan Overhead Stevedoring Gaji nahkoda/abk Ballast Beberapa klaim muatan Beberapa klaim muatan Brokerage Air (Sumber :R.P Suyono, Shipping Pengakutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak time charter adalah: a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa (charterer) b. Perincian dari kapal, draft, horse power, kekuatan mesin, kecepatan, pemakaian bahan bakar, peralatan bongkar/muat, pompa, heating coil, dsb. 14 Ibid. h.95

54 c. Keadaan kapal dan kelasnya d. Batas Pelayaran e. Uang sewa, cara pembayarannya, dan mata uang yang digunakan f. Kerusakan/kelambatan yang dapat digunakan off-hire g. Waktu penyewaan (chartering) dimulai h. Hak penyewa (charterer) untuk menyatakan keberatan, dan kemungkinan untuk dapat mengganti nahkoda atau chief engineer i. Tindakan yang akan dilakukan pada waktu kerusuhan j. Pelaksanaan arbitrase bila tidak ada kesesuaian pengertian k. Cara kapal mengadakan dok tahunan (annual drydocking) pada waktu kontrak masih berjalan l. Penyelesaian general average 3. Voyage Charter Kapal disewa untuk memuat barang antara tempat A dan B. Boleh dikatakan bahwa pemilik kpal membayar sebuah biaya, kecuali biaya bongkar/muat dan stevedoring (FIOS terms). Penyewa membayar uang tambang yang besarnya tergantung barang diangkut yang dinyatakan dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu pelayaran. Penyewa juga harus membayar biaya tambahan atas kelambatan bongkar/muat dari kapal. Hal ini dinamakan demurrage. Namun bila lebih cepat dalam bongkar/muat maka si penyewa mendapat uang despatch, yakni uang insentif yang diberikan pemilik kapal kepada penyewa karena melakukan bongkar muat kurang dari waktu yang ditetapkan dalam kontrak. Uang despatch biasanya setengah dari demurrage.

55 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak voyage charter adalah 15 : a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa (charterer) b. Perincian dari kapal, yakni nama, tempat registrasi, tonnage, kapasitas, draft, dan peralatan bongkar/muat sesuai dengan muatan yang akan dimuat c. Jenis muatan yang akan dimuat dan cara pemuatan d. Nama tempat memuat dan membongkar barang e. Tanggal kapal harus tiba di tempat pemuatan dan tanggal bila terlambat, charter party dapat dibatalkan f. Waktu labuh (lay time) yang diperbolehkan, waktu dimulainya, dan hari besar yang dapat dimasukkan dalam charter party g. Biaya angkut (freight rate) dan mata uang yang digunakan h. Besarnya demurrage dan despatch, yang dihitung dengan membuat time sheet di pelabuhan muat dan di pelabuhan bongkar i. Agen atau perwakilan yang akan dipakai j. Cara menangani dan menyelesaikan persoalan pemogokan, kongesti pelabuhan, kekurangan muatan dsb. k. Klausul untuk arbitrase dan general average seperti dalam time charter, juga rincian pelayaran dan kemungkinan kapal dapat mengadakan deviasi dalam keadaan tertentu Nahkoda juga harus membuat notice of readiness yang menyatakan kepada charterer bahwa kapal telah siap untuk muat/bongkar 14 Ibid.h.97

56 4. Consecutive Voyage Charter Consecutive voyage charter atau disebut juga contract of affreigtment (COA) adalah penyewaan kapal untuk beberapa pelayaran (voyage) secara berturut-turut. Secara operasional, masing-masing voyage berdiri sendiri dan sewa-menyewanya juga diselesaikan per voyage. Persyaratannya sama dengan voyage charter. 3.2.Structral Equation Modelling (SEM) Sejarah SEM dan Pengertian Sewal Wright mengembangkan konsep ini pada tahun 1934, pada awalnya teknik ini dikenal dengan analisa jalur dan kemudian dipersempit dalam bentuk analisis structural equation modelling. Dari defenisi beberapa ahli menyebutkan diantaranya, analisa jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel bergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung (Robert D. Rutherford 1993). Sementara itu, definisi lain mengatakan Analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude) dan signifikasi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel. (Paul Webley,1997). David Garson dari north Carolina State University mendefenisikan analisis jalur sebagai model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh peneliti. Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan panah di mana anak panah tunggal menujukkan sebagai penyebab. Regresi dikenakan pada masing-masing variabel dalam

57 suatu model sebagai variabel tergantung (pemberi respons) sedang yang lain sebagai penyebab. Pembobotan regresi diprediksikan dalam suatu model yang dibandingkan dengan matriks korelasi yang diobservasi untuk semua variabel dan dilakukan juga penghitungan uji keselarasan statistik (David Garson, 2003) 16. Model persamaan struktural (SEM) meliputi seluruh model yang terkenal dengan banyak nama seperti: covariance structure analysis, latent variabel analysis, confirmatory factor analysis dan sering disebut lisrel analysis merupakan salah satu nama program komputer. Perlu disebutkan disini bahwa teknik SEM dibedakan oleh dua karakteristik, yaitu 1. Estimasi atau perkiraan hubungan depensi berganda dan saling terkait (estimation of multiple and interrelated depence relationship) 2. Kemampuan untuk mempresentasikan konsep yang tidak terlihat (unobserved consepts) dalam hubungan hubungan ini dan memperhitungkan pengukuran kesalahan di dalam proses estimasi. 17 : Prinsip-Prinsip Dasar Prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya dipenuhi dalam analisis jalur diantaranya ialah 18 : a. Adanya linieritas (Linierity). Hubungan antarvariabel bersifat linier, b. Adanya aditivitas (Additivity). Tidak ada efek-efek intraksi 16 Jonathan Sarwono,Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS, (Cet I;Yogyakarta:Andi,2007)h.1 16 Johanes Supranto, Analisis Multivariat arti & Interpretasi (Cet I;Jakarta: Rhineka Cipta) h Jonathan, co.ibid.h.2

58 c. Data berskala interval. Semua variabel yang diobservasi mempunyai data berskala interval (scaled values). Jika data belum dalam bentuk skala interval, sebaiknya data diubah dengan menggunakan metode suksesive interval (MSI) terlebih dahulu d. Semua variabel residual (yang tidak diukur) tidak berkorelasi dengan salah satu variabel dalam model e. Istilah gangguan (disturbance terms) atau variabel residual tidak boleh berkorelasi dengan semua variabel endogeneus dalam model. Jika dilanggar maka akan berakibat hasil regresi menjadi tidak tepat untuk mengestimasikan parameter-parameter jalur. f. Sebaiknya hanya terdapat multikolinieritas yang rendah. Maksud multikolieniritas adalah dua atau lebih variabel bebas (penyebab) mempunyai hubungan yang sangat tinggi. Jika terjadi hubungan yang tinggi maka kita akan mendapatkan standar error yang besar dari koefisien beta (b) yang digunakan untuk menghilangkan varian biasa dalam melakukan analisis korelasi secara parsial g. Adanya rekursivitas. Semua anak panah mempunyai satu arah, tidak boleh terjadi pemutaran kembali (looping) h. Spesifikasi model sangat diperlukan untuk menginterprestasikan koefisienkoefisien jalur. Kesalahan spesifikasi terjdi ketika variabel penyebab yang signifikan dikeluarkan dari model. Semua koefisien jalur akan merefleksikan kovarian bersama dengan semua variabel yang tidak diukur dan tidak akan dapat

59 diinterpretasikan secara tepat dalam kaitannya dengan akibat langsung dan tidak langsung i. Terdapat masukan korelasi yang sesuai. Artinya, jika kita menggunakan matriks korelasi sebagai masukan maka korelasi Pearson digunakan untuk variabel berskala interval: korelasi polychoric untuk dua variabel berskala ordinal; tertrachoric untuk dua variabel dikotomi (berskala nominal); polyserial untuk satu variabel interval dan lainnya nominal j. Terdapat ukuran sampel yang memadai. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, sebaiknya digunakan sampel di atas 100 k. Sampel sama dibutuhkan untuk penghitungan regresi dalam model jalur Konsep dan Istilah Dalam analisis jalur dikenal beberapa konsep dan istilah dasar. Pada Gambar 2.1. akan diterangkan konsep-konsep dan istilah dasar 19 : 1 P41 r21 P21 P31 P P43 2 P42 e2 e3 e4 Gambar 3.1. Model Analisis Jalur SEM 18 Jonathan, co.ibid. h3

60 1. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variabel bebeas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak panah. Anak panah-anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab-akibat antara variabel-variabel eksogenous atau perantara dengan satu variabel tergantung atau lebih. Anak panah juga menghubungkan kesalahan kesalahan (variabel residue) dengan semua variabel endogeneus masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi antara pasangan variabel-variabel eksogeneus. 2. Jalur penyebab untuk suatu variabel yang diberikan. Meliputi pertama, jalur-jalur arah dari anak panah menuju ke variabel tersebut dan kedua, jalur-jalur korelasi dari semua variabel endogeneus yang dikorelasikan dengan vaiabel-variabel yang lain yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke variabel yang sudah ada tersebut 3. Variabel eksogeneus. Variabel-variabel eksogeneus dalam suatu model jalur ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara variabel eksogeneus dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukkan dengan anak panah berkepala dua yang menghubungkan variabelvariabel tersebut. 4. Variabel endogeneus. Variabel endogeneus ialah variabel yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke arah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya mencakup semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara endogeneus mempunyai anak panah yang menuju arahnya dan dari arah variabel

61 tersebut dalam suatu model diagram jalur. Adapun variabel tergantung hanya mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya. 5. Koefisien jalur/pembobotan jalur. Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar atau disebut beta yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadapa variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu. Oleh karena itu, jika suatu model mempunyai dua atau lebih variabel-variabel penyebab maka koefisienkoefisien jalurnya merupakan koefisien-koefisien regresi parsial yang mengukur besarnya pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dalam suatu model jalur tertentu yang mengontrol dua variabel lain sebelumnya dengan menggunakan data yang sudah distandarkan atau matriks korelasi sebagai masukan 6. Variabel-variabel eksogeneus yang dikorelasikan. Jika semua variabel exogeneus dikorelasikan maka sebagai penanda hubungannya ialah anak panah dengan dua kepala yang dihubungkan diantara variabel-variabel dengan koefisien korelasinya. 7. Istilah gangguan. Istilah kesalahan residual yang secara teknis disebut sebagai gangguan atau residue mencerminkan adanya varian yang tidak dapat diterangkan atau pengaruh dari semua variabel yang tidak terukur ditambah dengnan kesalahan pengukuran. 8. Aturan multiplikasi jalur. Nilai dari suatu jalur gabungan adalah hasil semua koefisien jalurnya. 9. Dekomposisi pengaruh. Koefisien-koefisien jalur dapat digunakan untuk mengurai korelasi-korelasi dalam suatu model ke dalam pengaruh langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan jalur langsung dan tidak langsung yang direfleksikan dengan anak panah-anak panah dalam suatu model tertentu. Ini

62 didasarkan pada aturan bahwa dalam suatu sistem linier, pengaruh penyebab total suatu variabel i terhadap variabel j adalah jumlah semua nilai jalur dari i ke j Model Analisis Jalur Ada beberapa model jalur mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang lebih rumit, di antaranya diterangkan dibawah ini 20 Model Regresi Berganda Model pertama ini sebenarnya merupakan pengembangan regresi berganda dengan menggunakan dua variabel eksogeneous, yaitu X1 dan X2 dengan satu variabel endogeneus Y. Model digambarkan pada Gambar 3.2. X1 Y X2 Gambar 3.2. Bentuk Model Regresi Berganda Model Mediasi Model kedua adalah model mediasi atau perantara di mana variabel Y memodifikasi pengaruh variabel X terhadap variabel Z. Model digambarkan, pada Gambar Jonathan, co.ibid. h.6

63 X Z Y Gambar 3.3. Bentuk Model Mediasi Model Kombinasi Pertama dan Kedua Model ketiga ini merupakan kombinasi antara model pertama dan kedua, yaitu variabel X berpengaruh terhadap variabel Z secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi variabel Z melalui variabel Y. Model digambarkan pada Gambar 3.4. X1 Y X2 Gambar 3.4. Model Kombinasi Pertama dan Kedua Model Kompleks Model keempat ini merupakan model yang lebih kompleks, yaitu variabel X1 secara langsung mempengaruhi Y2 dan melalui variabel X2 secara tidak langsung mempengaruhi Y2, sementara variabel Y2 juga dipengaruhi oleh variabel Y1 model digambarkan pada Gambar 3.5.

64 X1 X2 Y1 Y2 Gambar 3.5. Bentuk Model Kompleks Model Rekursif dan non Rekursif Dari sisi pandang arah sebab akibat, ada dua tipe model jalur, yaitu rekursif dan non rekursif. Model rekursif ialah jika semua anak panah menuju satu arah seperti Gambar P41 r21 P21 P31 P P43 2 P42 e2 e3 e4 Gambar 3.6. Bentuk Model Rekursif dan non Rekursif Model tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: a. Anak panah menuju satu arah, yaitu dari 1 ke 2, 3 dan 4; dari 2 ke 3 dan dari 3 menuju ke 4. tidak ada arah yang terbalik, misalnya dari 4 ke 1

65 b. Hanya terdapat satu variabel eksogeneous, yaitu 1 dan tiga variabel endogenuous, yaitu 2,3 dan 4. Masing-masing variabel endogeneous diterangkan oleh variabel 1 dan error (e2, e3 dan e4) Model non recursif terjadi jika arah anak panah tidak searah atau terjadi arah yang terbalik (looping), misalnya dari 4 ke 3 atau dari 3 ke 1 dan 2, atau bersifat sebab akibat (reciprocal cause) Persamaan Jalur SEM Persamaan Satu Jalur Bentuk model yang mengandung unsur persamaan satu jalur adalah pada model regresi berganda. Dimana hanya terdapat satu variabel endogeneus yang disebabkan oleh beberapa variabel exogeneus. Bentuk modelnya dapat dilihat pada Gambar X 1 rx 1 X 2 RYX 1 rx1x3 X 2 RYX 2 Y rx 2 X 3 RYX 3 X 3 Keterangan: Gambar 3.7. Bentuk Model Persamaan Satu Jalur Dalam SEM a. Variabel X 1, X 2 dan X 3 adalah variabel eksogeneus 21 Jonathan,co.ibid.h.11

66 b. Variabel Y adalah variabel endogeneus Persamaannya : Y= RYX 1 + RYX 2 + RYX 3 + Persamaan Dua Jalur Dalam persamaan dua jalur model dikembangkan atas tiga variabel exogeneus dan 2 variabel endogeneus. Model persamaannya dapat dilihat pada Gambar X 1 rx1x3 rx 1 X 2 X 2 RY 1 X 2 RY 1 X 1 RY 2 X 1 Y RY 2 Y 1 Y 2 rx 2 X 3 RY 1 X 3 RY 2 X 3 X 3 Gambar 3.8. Bentuk Model Persamaan Dua Jalur Dalam SEM Keterangan: a. Variabel X 1, X 2 dan X 3 adalah variabel eksogeneus b. Variabel Y 1 dan Y 2 adalah variabel endogeneus Persamaannya adalah: a. Y 1 =RY 1 X 1 + RY X 2 + RY X (Pers. Substruktur 1) b. Y 2 =RY 2 X 1 + RY 2 X 2 + RY 2 X (Pers. Substruktur 2) Persamaan Tiga Jalur Dalam model persamaan tiga jalur, pada umumnya terdapat 2 variabel exogeneus murni, dan satu variabel exogeneus perantara, dan terdapat 2 variabel

67 endogeneus. Bentuk model persamaan strukturalnya dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 3.9. Keterangan: a. Variabel X 1 dan X 3 adalah variabel eksogeneus b. Variabel X 2 adalah variabel perantara c. Variabel Y 1 dan Y 2 adalah variabel endogeneus 1 2 X 1 RY 1 X 1 Y 1 RX 1 X 2 rx1x3 X 2 RY 1 X 2 RY 2 Y 1 RX 2 X 3 RY 2 X 2 X 3 RY 2 X 3 Y 2 3 Gambar 3.9. Bentuk Model Persamaan Tiga Jalur Dalam SEM Persamaannya adalah: a. X 2 =R X 2 X 1 + R X 2 X (Pers. Substruktur 1) b. Y 1 =RY 1 X 1 + RY 1 X (Pers. Substruktur 2) c. Y 2 =RY 2 X 3 + RY 2 Y (Pers. Substruktur 2)

68 Langkah-Langkah SEM Dibawah ini akan ditelusuri lebih lanjut bagaimana menyusun langkah-langkah untuk membuat pemodelan yang lengkap yaitu 22 : a. Pengembangan model berbasis teori. Dalam pengembangan model teoritis, harus dilakukan telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. Tanpa dasar teori, SEM tidak dapat digunakan. Setelah itu model divalidasi secara empirik melalui komputasi program SEM. Pengajuan model kausalitas harus dengan menganggap adanya hubungan sebab akibat antara dua atau lebih variabel, bukan didasarkan pada metode analisis yang digunakan, tetapi haruslah berdasarkan justifikasi teoritis yang mapan. SEM bukan untuk menghasilkan kausalitas, tetapi untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik. Peneliti mempunyai kebebasan untuk membangun hubungan, sepanjang didukung oleh teori yang memadai. Kesalahan yang sering timbul adalah kurang atau terabaikannya satu atau beberapa variabel prediktif kunci dalam menjelaskan sebuah model, yang dikenal dengan specification error. Meskipun demikian untuk pertimbangkan praktis, jika jumlah variabel, faktor, konsep atau konstruk yang dikembangkan terlalu banyak, akan menyulitkan interpretasi hasil analisis, khususnya tingkat signifikansi statistiknya. b. Mengkontruksi diagram jalur untuk menunjukkan hubungan kausalitas. Model teoritis yang telah dibangun kemudian digambar dalam bentuk suatu diagram, yang dikenal dengan diagram jalur. Penggambaran dalam bentuk diagram ini untuk mempermudah melihat hubungan-hubungan kausal antar variabel eksogen dan 22

69 endogen yang akan diuji. Selanjutnya bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi persamaan, dan persamaan menjadi estimasi. Pada langkah ini ditentukan variabel independen dan variabel dependennya. Hubungan antar konstruk dinyatakan melalui anak panah sesuai dengan arah kausalitasnya. Anak panah yang lurus menunjukkan sebuah hubungan kausal yang langsung antara satu konstruk dengan konstruk lainnya. Anak panah lengkung dengan lancip dikedua ujungnya menunjukkan korelasi antar konstruk. Konstruk-konstruk dalam diagram path, dapat dibedakan menjadi dua : a. Konstruk Eksogen, dikenal sebagai variabel independen yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model. Dalam diagram konstruk eksogen digambarkan sebagai konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah. b. Konstruk Endogen, yaitu konstruk yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk ini dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, Sedangkan konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Dengan pijakan teoritis yang ada, maka dapat ditentukan mana yang akan dianggap sebagai konstruk endogen dan mana yang eksogen. c. Konversi diagram jalur ke dalam serangkaian persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran. Setelah model digambarkan dalam diagram path, kita dapat mulai mengkonversi spesifikasi model kedalam persamaan-persamaan. Persamaan itu terdiri dari : 1. Persamaan-persamaan struktural, yang menyatakan hubungan kausalitas antarberbagai konstruk. Contoh persamaan struktural :Y1 = ƒ 1 X1 + ƒ 2 X2 + ƒê1

70 Jika di dalam bahasa regresi, model di atas digolongkan dalam 2 persamaan regresi berganda, jadi diuji secara simultan. 2. Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model), yaitu spesifikasiyang akan menentukan variabel apa mengukur konstruk apa, serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel. Contoh persamaan spesifikasi model :X11 = ğ1 X1 + ę1 d. Pemilihan matrik input dan teknik estimasi atas model yang dibangun. Input data yang digunakan dalam analisis SEM adalah menggunakan matrik kovarian atau matrik korelasi. Input data inilah yang membedakan antara SEM dengan teknik analisis multivariate yang lain. Meskipun demikian, observasi individual tetap diperlukan dalam program ini. 2 Data individual dapat dientry menggunakan program lain. Setelah masuk program SEM data segera dikonversi dalam bentuk matrik kovarian atau matrik korelasi. Walaupun observasi individual tidak menjadi input analisis, tetapi ukuran sampel penting dalam estimasi dan interpretasi hasil SEM. Menurut pakar SEM sampel yang baik adalah besarnya antara Jika sampel terlalu besar, akan menjadi sangat sensitif terhadap ukuran-ukuran goodness of fit. Sebagai pedoman ukuran sampel 1. Antara sampel 2. Antara 5 10 kali jumlah parameter yang diestimasi 3. Antara 5 10 kali jumlah indikator. e. Menilai problem identifikasi.

71 Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi ini dapat dideteksi dari gejala-gejala yang muncul antara lain : 1. Standar error untuk satu atau beberapa koefisien sangat besar. 2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan. 3. Munculnya angka-angka aneh misalnya varians error yang negatif. 4. Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang didapat. f. Evaluasi model. Kesesuaian model dapat dievaluasi dengan melihat berbagai kriteria kesesuaian. Secara garis besar uji kesesuaian model dapat digolongkan menjadi 4 hal yaitu : pengujian parameter hasil dugaan, uji model keseluruhan, uji model struktural, dan uji pengukuran (validitas dan reliabilitas). Angka-angka indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model diantaranya g. Interpretasi dan modifikasi model. Langkah terakhir adalah menginterpretasikan model dan memodifikasikan model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Setelah model diestimasi harus mempunyai residual kovarian yang kecil. Batas keamanan jumlah residual adalah 5 %. Jika residual > 5 % dari semua residual kovarian yang dihasilkan oleh model, maka perlu dipertimbangkan modifikasi model, misalnya dengan menambah jalur baru terhadap model yang diestimasi. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa perubahan atau modifikasi model tersebut harus mempunyai dukungan dan justifikasi teori yang memadai.

72 Demikianlah SEM dengan keunggulan dan keterbatasnya, dapat dijadikan alternatif teknik analisis penelitian baik skripsi maupun penelitian sosial ekonomi lainnya sehingga dapat diperoleh hasil-hasil penelitian dengan variasi yang lebih beragam. Meskipun demikian, perlu ditegaskan bahwa SEM hanyalah sejenis teknik statistik yang merupakan alat untuk memecahkan masalah, interpretasi selanjutnya tergantung dari peneliti itu sendiri. Untuk keseluruhan tahap dari langkah tersebut dijelaskan dalam skema bertahap dengan seluruh langkah yang terangkum diatas 23. Ketujuh tahap tersebut dapat dilihat pada gambar Tahap I: Membangun Model Berbasis Teori - Konfirmatori - Membandingkan Model - Mengembangkan Model Tahap 2: Menciptakan Diagram Jalur - Mendefinisi Konstruk Endogen dan Exsogen - Mengkaitkan Hubungan Diagram Jalur Tahap 3: Konversi Diagram Jalur - Menterjemahkan Persamaan Struktural - Menspesifikasi Model Pengukuran - Menentukan Banyaknya Indikator - Mengukur Reabilitas Konstruk <> Ukuran Item Tunggal <> Menggunakan Skala Yang Tervalidasi <> Analisis Dua Tahap Tahap 4: Memilih Matriks Input Korelasi Atau Varian-Kovarian Persoalan Dalam Penelitian Asumsi SEM 23 Penilaian Kecukupan Sampel Metode Estimasi Kamirul Imam, Analisa Model Persamaan Struktural (SEM), (Jakarta.Multivariat Program MM - PPS UNEJ, Multivariat Jakarta.) Normal Kesalahan Spesifikasi Model Direct Membuang Outlier Ukuran Model Bootstrapping Simulation Missing Data Penyimpangan dari Normalitas Jack Knifing Ke tahap 4

73 Gambar Flowchart Tahapan Analisa SEM

74 Dari Tahap 4 Tahap 5: Penilaian Identifikasi Model - Menentukan Degree of Freedom - Diagnosis dan memperbaiki Persoalan - Indentifikasi Tahap 6: Evaluasi Estimasi dan Uji Kesesuaian Identity/Correct offending Overall Model Fit Absolute Fit Incremental Fit Parsimonious Fit Measurement Model Fit Composte Reliability Variance Extracted Structural Model Fit Comparison of Competing Interpretasi Model - Menguji Standardized Residuals - Mempertimbangkan Indikasi Modifikasi - Identifikasi Potensi Perubahan Model Ya Tahap 7: Modifikasi Model Jika Modifikasi teridentifikasi apakah ada teori pendukungnya? Tidak Model Final Gambar Flowchart Tahapan... (Lanjutan) Skala Guttman Skala guttman merupakan skala komulatif, yang mengukur suatu dimensi saja dari satu variabel yang multidimensi. Skala ini sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan attribut universal, skala ini juga sering disebut skala scalogram. Skala guttman

75 merupakan skala yang digunakan untuk suatu jawaban yang jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya: yakin-tidak yakin, pernah-tidak, benar-salah, ya-tidak, setuju-tidak setuju dan lain sebagainya 24. Skala guttman selain dapat digunakan secara pilihan ganda, juga dapat digunakan dalam bentuk lembar pengamatan secara checklist. Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi bernilai satu (1) dan jawaban terendah bernilai nol (0) dengan proses analisis korelasi sederhana dan korelasi ganda, yaitu: 1. Untuk Korelasi Sederhana 2. Untuk Korelasi Ganda Dimana X= Variabel Eksogenous Y= Variabel Endogenous dan i = 1,2,3,...n Dengan koefisien determinan yang menjelaskan persentase tingkat hubungan antar variabel adalah: KP= r 2 x 100% Dimana KP: Nilai Koefisien Determinan r = Nilai Koefisien Korelasi Ketentuan interpertasi tingkat hubungan yang ditunjukkan oleh nilai r 2, maka tingkat hubungannya dapat dilihat pada Tabel 3.2. Dalam analisanya, hipotesis yang diukur adalah sebagai berikut: Ha : Variabel X berhubungan secara signifikan dengan variabel Y Ho : Variabel X tidak berhubungan secara signifikan dengan variabel Y Tabel 3.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r 24 Jonathan Sarwono, Metode penelitian kuantitatif &kualitatif, Ed I,(Cet I;Yogyakarta:Graha Ilmu,2006). h.99

76 Interval Koefisien 0,80 1,000 0,60 0,799 0,40 0,599 0,20 0,399 0,00 0,199 Sumber: Ridwan (2005:136) dan Bambang (2007:62) Tingkat Hubungan Sangat Kuat Kuat Cukup Kuat (Biasa) Rendah Sangat Rendah Alasan penempatan Ho dibawah dan Ha diatas dikarenakan Ha merupakan hal yang diharapkan, sedangkan Ho merupakan hal yang akan diuji untuk menghilangkan pola kesalahan aliran data dalam pengujian. BAB IV

77 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian, pengambilan dan pengumpulan data dilakukan di perusahaan transportir PT. Burung Laut, Jl. Bantam No.3 Medan, selama bulan Juli 2009 sampai September Lokasi Penelitian Penelitian, pengambilan dan pengumpulan data dilakukan di perusahaan transportir PT. Burung Laut, Jl. Bantam No.3 Medan 4.3. Objek Pengamatan Objek pengamatan adalah rute operasional kapal MT. Citra Bintang yang berada di Ambon, dan disewakan kepada pihak PT. Pertamina cabang Ambon untuk mendistribusikan premium, kerosin dan solar ke Depot tujuan BBM ada sebanyak 13 depot yaitu Dobo, Tual, Wayame, Masohi, Merauke, Saumlaki, Fakfak, Kaimana, Sanana, Tobelo, Namlea, Ternate, Labuha dengan depot asal adalah daerah Ambon Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pihak PT. Burung Laut, yaitu pihak yang memiliki kapal tanker MT. Citra Bintang yang menyewakan kapal tanker MT.Citra Bintang

78 Dalam metode penelitian direncanakan cara atau prosedur beserta tahapantahapan yang jelas dan disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan merupakan bagian yang menentukan tahapan selanjutnya sehingga harus dilalui dengan cermat. Langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. Perumusan Masalah: Bagaimana membangun jalur yang efektif untuk rute pelayaran kapal tanker dan perbandingan metode uang tambang dan time charter Tujuan Umum: Penentuan rute distribusi bbm untuk menentukan jalur yang optimal dan biaya yang optimum dengan SEM Tujuan Khusus: 1. Mendapatkan variabel yang berpengaruh terhadap jalur operasional kapal 2. Mendapatkan jalur yang optimal dari distribusi BBM 3. Mendapatkan biaya optimal dari metode pengenaan ongkos ke setiap muatan 4. Mendapatkan biaya kapal perjarak tempuh 5. mendapatkan pilihan terbaik dari perbandingan metode uang tambang dengan metode time charter Studi Pendahuluan: melakukan pengamatan dan melihat data voyage yang lalu, wawancara dengan pihak perusahaan Studi Literatur: Mempelajari teori-teori yang akan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang hendak dicapai. Studi pustaka yang dilakukan meliputi pemahaman lanjut mengenai manajemen perkapalan dan teori mengenai analisa jalur atau Structural Equation Modelling A Gambar 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian

79 A Identifikasi kebutuhan data : Mengidentifikasi setiap variabel yang terdapat pada operasional penjadwalan dan rute kapal baik dari segi waktu, jarak dan biaya Pengumpulan Data Primer: Dengan Metode Wawancara dan Pengamatan Langsung Pengumpulan Data Sekunder: Dokumen Perusahaan dan Data-data Perbandingan Studi Pengolahan Data: Menggunakan Analisa Dengan SEM untuk variabel yang berhubungan dan penyelesaian akhir dengan manajemen perkapalan Pembahasan Hasil: Menentukan Jalur Efektif Terhadap jadwal pelayaran kapal Kesimpulan dan Saran: Menyimpulkan Semua Hasil Pengolahan Data Serta Hasil yang Diperoleh, Serta Menyarankan Hal-hal yang Dianggap perlu Bagi Perusahaan Gambar 4.1. Blok Diagram...(Lanjutan) 4.5. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilaksanakan bertujuan untuk memperoleh masukan mengenai objek yang akan diteliti. Melalui studi ini, diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian dan variabel-variabel yang terkait dengan masalah tersebut.

80 Studi pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan melihat data voyage yang lalu, wawancara dengan pihak perusahaan Studi Pustaka Studi pustaka sangat berguna dalam penelitian sebab dapat dimanfaatkan sebagai landasan logika berpikir dalam penyelesaian masalah secara ilmiah. Pada dasarnya bobot atau nilai suatu penelitian ditentukan oleh seberapa cermat landasan teori yang dipakai oleh peneliti. Pada tahap ini, teori-teori serta konsep-konsep penelitian yang telah dikembangkan sebelumnya dan ada hubungannya dengan masalah yang dihadapi dikemukakan sebagai dasar menuju tahapan selanjutnya. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang akan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang hendak dicapai. Studi pustaka yang dilakukan meliputi pemahaman lanjut mengenai manajemen perkapalan dan teori mengenai analisa jalur atau Structural Equation Modelling 4.7. Identifikasi Variabel Penelitian Setiap variabel yang diperlukan di dalam penelitian ini perlu diidentifikasi, yang diperlukan pada aktivitas operasional kapal, variabel yang di identifikasi yaitu waktu, yaitu waktu perjalanan, waktu manuver, waktu bongkar muat, jarak antar depot, setiap biaya yang dikeluarkan secara umum oleh pihak perusahaan. Untuk seluruh keterangan waktu dapat dilihat pada keterangan sekunder

81 4.8. Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, pada dasarnya data dibagi kedalam dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu: 1. Data Primer Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara. Dilakukan dengan mewawancarai pimpinan untuk memperoleh data yang diperlukan dan informasi apa saja yang diperlukan dalam pengolahan data. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara dengan pihak perusahaan adalah data urutan kegiatan pelayaran kapal tanker yaitu kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kapal tanker dalam melakukan pelayaran, serta apa saja yang menjadi kendala dan hambatan yang sering terjadi dalam melakukan perjalanan 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti sebelumnya dan telah diberikan perlakuan terhadap data tersebut sehingga menjadi suatu informasi yang bernilai guna. Adapun data sekunder yang dikumpulkan adalah 1. Waktu berlayar: Waktu yang dibutuhkan kapal untuk berlayar dari pelabuhan yang satu ke pelabuhan yang lain 2. Waktu bersandar : Waktu mulai tiba ditempat tujuan sampai waktu untuk berangkat kembali dikurangi waktu bongkar maupun muat 3. Waktu Bongkar: Waktu untuk membongkar muatan kapal, berdasarkan unloading ratenya

82 4. Waktu Muat : Waktu untuk memasukkan muatan ke kapal, berdasarkan loading ratenya 5. Jarak: yaitu jarak antar masing-masing pelabuhan 6. Biaya operasional: seluruh biaya operasional yang dibutuhkan setiap operasional kapal 7. Informasi tarif kapal: Biaya yang dikenakan pada kapal selama mengadakan operasi di pelabuhan Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi yaitu mengumpulkan setiap variabel yang berhubungan dengan operasional kapal dengan menggunakan setiap variabel yang berhubungan dengan operasional kapal dengan menggunakan instrumen alat tulis dan lembar pengamatan, untuk data sekunder, diambil dari data internal dan eksternal, data internal dari perusahaan dan data eksternal dari media elektronik yang memuat informasi kapal. Observasi dilakukan dengan memperhatikan setiap laporan voyage yang masuk ke perusahaan dengan sensus atau mengambil data pelayaran selama april 2008 sampai april Pengolahan Data Data-data yang sudah diterangkan diatas kemudian akan diolah berdasarkan setiap pendekatan teori untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan mampu menyelesaikan permasalahan yang diangkat, untuk setiap langkah yang dilakukan dalam pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 4.2. dimana setiap keterangan langkahnya akan diterangkan pada bagian yang dibawahnya.

83 Menentukan variabel-variabel yang berpengaruh kepada operasional kapal yang akan dianalisis Menganalisis dengan Stuctural Equation Modelling 1. Pembangunan Model Berbasis teori 2. Mengkontruksi diagram jalur untuk menunjukkan hubungan kausalitas 3. Konversi diagram jalur ke dalam serangkaian persamaan struktural dan spesifikai model pengukuran 4. Pemilihan matrik input dan teknik estimasi atas model yang dibangun 5. Menilai problem identifkasi 6. Evaluasi model 7. Interpretasi dan modifikasi model Mendapatkan Model jalur/rute berdasarkan setiap variabel yang dianalisis Membandingkan metode operasi antara metode time charter dan metode uang tambang Metode Time Charter Metode Uang Tambang (Freight) Mendapatkan Metode Operasi terbaik dengan jalur/rute yang efektif Gambar 4.2. Diagram Blok Pengolahan Data 1. Menentukan variabel-variabel yang berpengaruh kepada operasional kapal yang akan dianalisis. Dari data yang dikumpulkan, ditentukan setiap variabel yang berpengaruh, agar dapat dianalisis dengan Structural Equation Modelling 2. Menganalisa dengan Structural Equation Modelling (SEM)

84 Didalam SEM terdapat beberapa tahapan dalam pengolahan data sebagai berikut: a. Pengembangan model berbasis teori Membangun model dari variabel yang memberi pengaruh terhadap operasional kapal, yaitu waktu, kecepatan, jarak, biaya. b. Mengkontruksi diagram jalur untuk menunjukkan hubungan kausalitas. Menggambarkan hubungan antara setiap variabel dengan anak panah di setiap variabel c. Konversi diagram jalur kedalam serangkaian persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran. Menyusun diagram jalur bertujuan untuk memudahkan dalam menjelaskan hubungan-hubungan yang ada. Persamaan yang didapatkan dari diagram alur diatas disusun dengan persamaan-persamaan yang umumnya bersifat linier n Y i = PX i Y j +, (dimana i = 1,2,3...n) dan ( j = 1,2,3...n) i= 1 j= 1 d. Pemilihan matriks input (masukan) dan teknik estimasi terhadap model yang dibangun e. Menentukan matrik yang sesuai dalam melakukan analisis dengan model struktural yang telah dibangun dan persamaan yang telah didapatkan serta persoalan yang ingin dipecahkan. Biasanya terdapat 3 kondisi yang biasa terjadi dalam SEM yang dapat dilihat dalam Tabel 4.1. f. Menilai problem identifikasi Mempertimbangkan setiap alternatif-alternatif yang mungkin ada

85 No Tabel 4.1. Beberapa Bentuk Matrik Dalam Analisa SEM Asumsi SEM Penilaian Kecukupan Sampel Metode Estimasi Multivariat Normal Membuang Outlier Missing Data Kesalahan Spesifikasi Model Ukuran Model Penyimpangan dari Normalitas Direct Bootstrapping Simulation Jack Knifing Sumber: Imam Kamarul, 2006, Analisa Model Persamaan Struktural (SEM). g. Evaluasi model Mengeleminasi alternatif-alternatif yang tidak layak, yaitu yang menimbulkan biaya yang sangat besar h. Interpretasi dan modifikasi model Memperbaiki model yang ada dengan menunjukkan model yang terbaik 3. Mendapatkan model jalur/rute berdasarkan setiap variabel yang dianalisis dengan SEM, dimodelkan sehingga mendapatkan jalur yang efektif. 4. Membandingkan metode operasi pendapatan metode time charter atau dengan metode freight, untuk mendapatkan laba yang lebih besar. 5. Mendapatkan jalur yang efektif dan laba yang optimum Analisis Pemecahan Masalah Semua data, baik yang diperoleh dalam pengumpulan data maupun yang didapat dari hasil pengolahan data dianalisis dan dibandingkan dengan sumber referensi yang ada dan teori-teori yang mendukung. Analisa data yang dilakukan adalah membandingkan setiap jalur yang didapatkan berdasarkan biaya yang optimal dan waktu yang efektif

86 4.11. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari hasil analisa data yang dilakukan, diambil suatu kesimpulan yang diharapkan dapat memberikan suatu gambaran kepada PT. Burung Laut tentang jalur yang efektif untuk penjadwalan pelayaran kapal tanker MT.Citra Bintang 2. Saran Saran berupa rekomendasi juga disampaikan kepada PT. Burung Laut, yang diharapkan dapat menjadi suatu masukan untuk menentukan arah kebijakan dan keputusan strategis top management dalam mengoperasikan armada tanker.

87 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1. Pengumpulan Data Data Perjalanan Kapal Tanker Data perjalanan kapal tanker MT.Citra Bintang mulai dari bulan april tahun 2009, yang berisi data pelabuhan tujuan, waktu kedatangan kapal (SBE Ship Arrived), waktu mulai bongkar/muat (Comenced Load/Disch), waktu selesai bongkar/muat (Complete Load/Disch), waktu berangkat (Bosv/Full Away) untuk keseluruhan data dapat diperhatikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Data Perjalanan Kapal Tanker MT. Citra Bintang Pelabuhan Asal Pelabuhan Tujuan Waktu Kedatangan Kapal Waktu Mulai Bongkar/Muat Waktu Selesai Bongkar/Muat Waktu Berangkat AMPENAN TTW AMBON 4/15/08 8:30 PM 4/16/08 10:00 AM 4/17/08 8:18 AM 4/17/08 1:30 PM TTW AMBON JAYA PURA 4/21/08 10:48 AM 4/21/08 2:24 PM 4/22/08 12:48 AM 4/22/08 8:30 AM JAYA PURA SERUI 4/23/08 1:18 PM 4/23/08 3:48 PM 4/23/08 5:42 PM 4/23/08 11:00 PM PERT.KASIM/S ORONG 4/25/08 8:12 AM 4/27/08 3:42 PM 4/28/08 5:00 AM 4/28/08 9:06 AM SERUI PERT.KASIM/ SORONG TOBELO 4/29/08 3:00 PM 4/29/08 5:30 PM 4/30/08 12:24 AM 4/30/08 11:30 AM TOBELO TERNATE 5/1/08 1:00 AM 5/1/08 9:18 AM 5/1/08 5:00 PM 5/1/08 8:00 PM TERNATE TTW AMBON 5/3/08 1:00 AM 5/3/08 3:54 PM 5/4/08 9:48 AM 5/4/08 8:00 PM TTW AMBON MERAUKE 5/8/08 5:00 AM 5/9/08 7:00 PM 5/10/08 4:42 AM 5/10/08 10:12 PM MERAUKE TTW AMBON 5/13/08 7:30 PM 5/14/08 6:36 PM 5/15/08 9:06 PM 5/15/08 7:00 PM TTW AMBON TERNATE 5/17/08 2:00 AM 5/17/08 10:36 AM 5/17/08 8:12 PM 5/17/08 10:12 PM TERNATE TOBELO 5/18/08 12:30 PM 5/18/08 1:54 PM 5/18/08 3:36 PM 5/19/08 8:12 AM TOBELO TTW AMBON 5/20/08 10:12 PM 5/21/08 12:42 AM 5/21/08 7:30 PM 5/22/08 11:30 PM TTW AMBON SAUMLAKI 5/24/08 1:00 PM 5/24/08 1:42 PM 5/25/08 6:12 AM 5/25/08 11:30 AM SAUMLAKI TUAL 5/26/08 9:24 AM 5/26/08 11:54 AM 5/26/08 6:12 PM 5/26/08 10:42 PM TUAL TTW AMBON 5/28/08 4:00 AM 5/28/08 9:30 AM 5/28/08 2:00 PM 5/28/08 5:00 PM TTW AMBON KAIMANA 6/1/08 8:30 AM 6/1/08 1:12 PM 6/1/08 9:42 PM 6/2/08 7:48 AM TTW AMBON KAIMANA 6/1/08 8:30 AM 6/1/08 1:12 PM 6/1/08 9:42 PM 6/2/08 7:48 AM KAIMANA FAK-FAK 6/3/08 2:48 AM 6/3/08 9:48 AM 6/3/08 3:18 PM 6/3/08 7:30 PM FAK-FAK MASOHI 6/4/08 7:30 PM 6/5/08 9:36 AM 6/5/08 1:06 PM 6/5/08 5:00 PM MASOHI TTW AMBON 6/6/08 12:30 AM 6/6/08 9:42 AM 6/7/08 2:24 AM 6/7/08 10:30 AM TTW AMBON SAUMLAKI 6/9/08 8:48 PM 6/10/08 9:24 AM 6/10/08 7:12 PM 6/10/08 12:00 PM

88 Tabel 5.1. Data Perjalanan...(Lanjutan) Pelabuhan Asal Pelabuhan Tujuan Waktu Kedatangan Kapal Waktu Mulai Bongkar/Muat Waktu Selesai Bongkar/Muat Waktu Berangkat SAUMLAKI TUAL 6/11/08 7:30 PM 6/12/08 9:42 AM 6/12/08 11:30 AM 6/12/08 4:00 PM TUAL FAK-FAK 6/13/08 9:00 AM 6/13/08 10:36 AM 6/13/08 2:48 PM 6/13/08 6:00 PM FAK-FAK TTW AMBON 6/14/08 11:00 PM 6/15/08 9:36 PM 6/16/08 9:30 AM 6/16/08 5:30 PM TTW AMBON labuha 6/17/08 5:00 PM 6/17/08 7:18 PM 6/17/08 11:36 PM 6/18/08 8:30 AM LABUHA SORONG 6/19/08 7:30 AM 6/20/08 10:24 AM 6/20/08 8:48 PM 6/20/08 10:12 AM KILANG KASIM 6/20/08 1:24 PM 6/20/08 4:24 PM 6/21/08 3:24 AM 6/21/08 9:30 AM SORONG KILANG KASIM KAIMANA 6/22/08 11:00 PM 6/23/08 9:54 AM 6/23/08 5:00 PM 6/23/08 11:00 PM KAIMANA FAK-FAK 6/24/08 2:00 PM 6/24/08 3:36 PM 6/24/08 5:00 PM 6/24/08 8:00 PM FAK-FAK BULA 6/25/08 6:00 AM 6/25/08 9:24 AM 6/25/08 4:54 PM 6/26/08 1:00 AM BULA MASOHI 6/27/08 1:00 AM 6/27/08 9:24 AM 6/27/08 11:06 AM 6/27/08 2:12 PM MASOHI TTW AMBON 6/27/08 9:30 PM 6/30/08 8:42 PM 7/1/08 10:42 AM 7/1/08 5:30 PM TTW AMBON MERAUKE 7/6/08 5:00 AM 7/6/08 4:48 PM 7/7/08 2:48 AM 7/7/08 10:00 PM MERAUKE TTW AMBON 7/11/08 7:00 AM 7/12/08 4:00 PM 7/12/08 6:48 PM 7/12/08 11:30 PM TTW AMBON DOBO 7/15/08 7:30 PM 7/16/08 9:12 AM 7/16/08 3:00 PM 7/16/08 7:00 PM DOBO TUAL 7/17/08 5:48 AM 7/17/08 9:36 AM 7/17/08 1:12 PM 7/17/08 7:30 PM TUAL BULA 7/18/08 4:00 PM 7/18/08 6:18 PM 7/19/08 4:12 AM 7/19/08 8:00 PM BULA TTW AMBON 7/20/08 9:00 AM 7/20/08 12:18 PM 7/23/08 6:30 AM 7/23/08 12:30 PM TTW AMBON MASOHI 7/23/08 8:24 PM 7/24/08 9:36 AM 7/24/08 1:54 PM 7/24/08 7:00 PM MASOHI BULA 7/25/08 6:30 PM 7/25/08 8:12 PM 7/26/08 1:24 AM 7/26/08 8:00 AM BULA TUAL 7/27/08 4:30 AM 7/27/08 9:42 AM 7/27/08 6:00 PM 7/28/08 8:30 AM TUAL TTW AMBON 7/29/08 2:30 PM 7/29/08 5:30 PM 7/30/08 12:24 PM 7/30/08 7:00 PM SORONG LABUHA 8/5/08 9:30 AM 8/5/08 11:00 AM 8/5/08 1:24 PM 8/5/08 4:00 PM LABUHA SANANA 8/6/08 8:00 AM 8/6/08 9:54 AM 8/6/08 12:48 PM 8/6/08 4:00 PM SANANA TTW AMBON 8/7/08 9:00 AM 8/9/08 8:36 AM 8/9/08 11:48 PM 8/10/08 7:30 AM TTW AMBON DOBO 8/11/08 11:30 PM 8/12/08 11:06 AM 8/12/08 12:12 PM 8/12/08 3:30 PM DOBO TUAL 8/13/08 2:18 AM 8/13/08 10:30 AM 8/13/08 11:12 PM 8/14/08 9:00 AM TUAL TTW AMBON 8/15/08 3:54 PM 8/16/08 10:30 AM 8/17/08 2:54 AM 8/17/08 9:30 AM TTW AMBON MERAUKE 8/22/08 3:30 AM 8/23/08 6:18 AM 8/23/08 4:24 PM 8/24/08 6:00 AM MERAUKE TTW AMBON 8/27/08 2:12 PM 8/31/08 10:12 PM 9/1/08 2:48 AM 9/1/08 9:00 AM TTW AMBON MASOHI 9/1/08 4:00 PM 9/1/08 5:36 PM 9/1/08 7:00 PM 9/1/08 10:00 PM MASOHI LABUHA 9/3/08 1:36 AM 9/3/08 9:36 AM 9/3/08 3:42 PM 9/3/08 8:30 PM LABUHA TOBELO 9/4/08 7:00 PM 9/5/08 8:18 AM 9/5/08 12:48 PM 9/5/08 8:00 PM TOBELO TTW AMBON 9/16/08 10:30 PM 9/17/08 12:00 PM 9/18/08 1:00 PM 9/18/08 7:00 PM TTW AMBON TOBELO 9/20/08 1:36 PM 9/20/08 4:12 PM 9/20/08 10:12 PM 9/21/08 7:00 AM TOBELO LABUHA 9/22/08 6:42 PM 9/22/08 10:06 AM 9/22/08 3:18 PM 9/22/08 11:00 PM LABUHA NAMLEA 9/23/08 9:00 PM 9/24/08 9:00 AM 9/24/08 12:06 PM 9/24/08 4:00 PM NAMLEA TTW AMBON 9/24/08 10:36 PM 10/1/08 1:48 PM 10/2/08 10:30 AM 10/2/08 5:30 PM TTW AMBON TUAL 10/4/08 1:30 AM 10/4/08 10:06 AM 10/4/08 6:06 PM 10/5/08 8:00 AM TUAL DOBO 10/5/08 5:00 PM 10/5/08 7:48 PM 10/5/08 11:30 PM 10/6/08 4:00 PM DOBO SAUMLAKI 10/7/08 8:30 AM 10/7/08 10:30 AM 10/7/08 3:00 PM 10/7/08 7:00 PM SAUMLAKI TTW AMBON 10/9/08 2:30 AM 10/9/08 10:18 AM 10/10/08 12:06 AM 10/10/08 9:00 AM

89 Tabel 5.1. Data Perjalanan...(Lanjutan) Pelabuhan Asal Pelabuhan Tujuan Waktu Kedatangan Kapal Waktu Mulai Bongkar/Muat Waktu Selesai Bongkar/Muat Waktu Berangkat TTW AMBON MERAUKE 10/13/08 7:12 PM 10/14/08 2:00 PM 10/15/08 1:36 AM 10/15/08 2:00 PM MERAUKE TTW AMBON 10/18/08 9:48 PM 10/19/08 2:42 PM 10/20/08 4:00 AM 10/20/08 11:30 AM TTW AMBON LABUHA 10/21/08 10:42 AM 10/21/08 5:42 PM 10/21/08 7:48 PM 10/22/08 1:00 AM LABUHA TERNATE 10/22/08 9:30 AM 10/22/08 12:00 AM 10/22/08 5:24 PM 10/22/08 9:00 PM TERNATE TOBELO 10/23/08 12:48 AM 10/23/08 1:42 PM 10/23/08 4:42 PM 10/23/08 9:00 PM TOBELO TTW AMBON 10/25/08 1:48 PM 10/26/08 12:00 AM 10/26/08 3:48 PM 10/26/08 10:30 PM TTW AMBON SAUMLAKI 10/28/08 10:00 AM 10/28/08 12:48 PM 10/28/08 9:54 PM 10/29/08 5:00 AM SAUMLAKI BULA 10/30/08 5:30 PM 10/30/08 8:54 PM 10/31/08 5:06 AM 10/31/08 11:30 AM BULA MASOHI 11/1/08 11:30 AM 11/1/08 1:00 PM 11/1/08 4:54 PM 11/1/08 7:00 PM MASOHI TTW AMBON 11/2/08 2:30 AM 11/2/08 9:18 AM 11/2/08 10:30 PM 11/3/08 8:30 AM TTW AMBON MERAUKE 11/7/08 8:30 PM 11/8/08 11:18 AM 11/8/08 8:00 PM 11/9/08 9:00 AM MERAUKE TTW AMBON 11/12/08 5:30 PM 11/12/08 11:24 PM 11/13/08 2:36 PM 11/13/08 8:30 PM TTW AMBON TERNATE 11/16/08 7:00 AM 11/16/08 10:48 AM 11/16/08 6:00 PM 11/16/08 10:00 PM TERNATE LABUHA 11/17/08 7:24 AM 11/17/08 11:18 AM 11/17/08 8:00 PM 11/18/08 9:00 AM LABUHA TTW AMBON 11/18/08 5:18 PM 11/20/08 11:30 PM 11/21/08 5:06 PM 11/21/08 11:30 PM TTW AMBON TOBELO 11/23/08 6:00 PM 11/23/08 9:30 PM 11/24/08 11:06 AM 11/24/08 4:30 PM TOBELO TERNATE 11/25/08 7:24 AM 11/26/08 9:00 AM 11/26/08 11:06 AM 11/26/08 12:30 PM KILANG KASIM 11/28/08 11:00 AM 11/28/08 1:42 PM 11/29/08 12:48 AM 11/29/08 7:30 AM TERNATE KILANG KASIM LABUHA 11/30/08 6:30 AM 11/30/08 9:42 AM 11/30/08 2:36 PM 11/30/08 7:00 PM LABUHA FAK-FAK 12/2/08 3:00 AM 12/2/08 10:00 AM 12/2/08 2:30 PM 12/2/08 7:30 PM FAK-FAK KAIMANA 12/3/08 1:00 PM 12/4/08 12:12 AM 12/4/08 5:06 AM 12/4/08 10:30 AM KAIMANA TTW AMBON 12/6/08 12:30 AM 12/7/08 12:06 AM 12/8/08 1:42 AM 12/8/08 12:00 PM TTW AMBON MERAUKE 12/12/08 12:00 AM 12/12/08 1:00 PM 12/12/08 10:32 PM 12/13/08 12:00 AM MERAUKE TTW AMBON 12/16/08 8:48 PM 12/22/08 10:48 AM 12/23/08 3:36 AM 12/23/08 10:00 AM TTW AMBON LABUHA 12/24/08 9:30 AM 12/24/08 12:18 PM 12/24/08 4:00 PM 12/24/08 8:30 PM LABUHA TOBELO 12/25/08 8:12 PM 12/26/08 8:54 AM 12/26/08 4:04 PM 12/27/08 1:30 AM TOBELO MASOHI 12/28/08 10:30 PM 12/29/08 9:24 AM 12/29/08 10:42 AM 12/29/08 2:00 PM MASOHI AMBON 2/16/09 1:00 AM 2/20/09 12:18 AM 2/20/09 1:24 PM 2/20/09 7:30 PM AMBON MERAUKE 2/24/09 7:30 AM 2/24/09 3:48 PM 2/25/09 1:06 AM 2/25/09 2:00 PM MERAUKE AMBON 2/28/09 10:54 PM 3/1/09 2:30 PM 3/2/09 2:30 AM 3/2/09 11:30 AM AMBON SAUMLAKI 3/3/09 8:30 PM 3/4/09 10:36 AM 3/4/09 2:36 PM 3/4/09 11:30 PM SAUMLAKI DOBO 3/5/09 10:30 PM 3/6/09 11:00 AM 3/6/09 2:36 PM 3/6/09 8:00 PM DOBO TUAL 3/7/09 6:30 AM 3/7/09 10:54 AM 3/7/09 4:36 PM 3/8/09 8:30 AM TUAL FAK-FAK 3/9/09 1:48 AM 3/9/09 9:54 AM 3/9/09 2:12 PM 3/9/09 5:30 PM FAK-FAK AMBON 3/10/09 11:00 PM 3/11/09 11:00 AM 3/12/09 4:30 AM 3/12/09 11:00 AM AMBON TOBELO 3/14/09 5:30 AM 3/14/09 10:24 AM 3/14/09 7:18 PM 3/15/09 12:00 AM TOBELO TERNATE 3/15/09 4:00 PM 3/16/09 9:42 AM 3/16/09 12:06 PM 3/16/09 3:30 PM TERNATE LABUHA 3/17/09 12:54 AM 3/17/09 10:00 AM 3/17/09 2:54 PM 3/17/09 7:00 PM LABUHA AMBON 3/18/09 5:48 PM 3/19/09 10:42 AM 3/20/09 12:48 AM 3/20/09 8:30 AM AMBON MERAUKE 3/23/09 8:30 PM 3/24/09 1:12 PM 3/24/09 10:12 PM 3/25/09 11:30 AM MERAUKE AMBON 3/28/09 8:42 PM 3/29/09 2:06 PM 3/30/09 3:00 AM 3/30/09 2:00 PM

90 Tabel 5.1. Data Perjalanan...(Lanjutan) Pelabuhan Asal Pelabuhan Tujuan Waktu Kedatangan Kapal Waktu Mulai Bongkar/Muat Waktu Selesai Bongkar/Muat Waktu Berangkat AMBON FAK-FAK 3/31/09 8:30 PM 4/1/09 10:18 AM 4/1/09 2:24 PM 4/1/09 7:30 PM FAK-FAK SANANA 4/3/09 8:30 AM 4/3/09 10:48 AM 4/3/09 2:30 PM 4/3/09 6:00 PM SANANA TOBELO 4/5/09 5:30 AM 4/5/09 8:12 AM 4/5/09 3:36 PM 4/5/09 8:00 PM TOBELO AMBON 4/7/09 12:30 PM 4/8/09 11:42 AM 4/8/09 11:12 PM 4/9/09 8:30 AM AMBON TUAL 4/10/09 5:30 PM 4/11/09 9:18 AM 4/11/09 3:30 PM 4/12/09 7:30 AM TUAL DOBO 4/12/09 6:18 PM 4/13/09 9:00 AM 4/13/09 11:48 AM 4/13/09 5:00 PM DOBO SAUMLAKI 4/14/09 4:00 PM 4/14/09 5:54 PM 4/14/09 9:54 PM 4/15/09 9:30 AM SAUMLAKI AMBON 4/16/09 5:24 PM 4/18/09 9:24 AM 4/18/09 9:24 PM 4/19/09 10:00 AM AMBON MERAUKE 4/22/09 10:00 PM 4/23/09 1:18 PM 4/23/09 10:12 PM 4/24/09 3:00 PM (Sumber: PT. Burung Laut) Untuk data jarak yang ditempuh kapal tanker dan banyak muatan yang dibongkar/dimuat disetiap depot tujuan dan depot asal dapat dilihat di Tabel PELABUHAN ASAL Tabel 5.2. Data Jarak Tempuh dan Banyak Bongkar/Muat BBM Kapal Tanker MT. Citra Bintang PELABUHAN TUJUAN JARAK TEMPUH (mil) BBM YANG DIBONGKAR/MUAT (KL) AMPENAN TTW AMBON TTW AMBON JAYA PURA JAYA PURA SERUI SERUI PERT.KASIM/SORONG PERT.KASIM/SORONG TOBELO TOBELO TERNATE TERNATE TTW AMBON TTW AMBON MERAUKE MERAUKE TTW AMBON TTW AMBON TERNATE TERNATE TOBELO TOBELO TTW AMBON TTW AMBON SAUMLAKI SAUMLAKI TUAL TUAL TTW AMBON TTW AMBON KAIMANA KAIMANA FAK-FAK FAK-FAK MASOHI MASOHI TTW AMBON TTW AMBON SAUMLAKI SAUMLAKI TUAL TUAL FAK-FAK

91 Tabel 5.2. Data Jarak Tempuh dan Banyak Bongkar/Muat...(Lanjutan) PELABUHAN ASAL PELABUHAN TUJUAN JARAK TEMPUH (mil) BBM YANG DIBONGKAR/MUAT (KL) FAK-FAK TTW AMBON TTW AMBON Labuha Labuha SORONG SORONG KILANG KASIM KILANG KASIM KAIMANA KAIMANA FAK-FAK FAK-FAK BULA BULA MASOHI MASOHI TTW AMBON TTW AMBON MERAUKE MERAUKE TTW AMBON TTW AMBON DOBO DOBO TUAL TUAL BULA BULA TTW AMBON TTW AMBON MASOHI MASOHI BULA BULA TUAL TUAL TTW AMBON TTW AMBON SORONG SORONG LABUHA LABUHA SANANA SANANA TTW AMBON TTW AMBON DOBO DOBO TUAL TUAL TTW AMBON TTW AMBON MERAUKE MERAUKE TTW AMBON TTW AMBON MASOHI MASOHI LABUHA LABUHA TOBELO TOBELO TTW AMBON TTW AMBON TOBELO TOBELO LABUHA LABUHA NAMLEA NAMLEA TTW AMBON TTW AMBON TUAL TUAL DOBO DOBO SAUMLAKI SAUMLAKI TTW AMBON TTW AMBON MERAUKE MERAUKE TTW AMBON TTW AMBON LABUHA

92 Tabel 5.2. Data Jarak Tempuh dan Banyak Bongkar/Muat...(Lanjutan) PELABUHAN ASAL PELABUHAN TUJUAN JARAK TEMPUH (mil) BBM YANG DIBONGKAR/MUAT (KL) LABUHA TERNATE TERNATE TOBELO TOBELO TTW AMBON TTW AMBON SAUMLAKI SAUMLAKI BULA BULA MASOHI MASOHI TTW AMBON TTW AMBON MERAUKE MERAUKE TTW AMBON TTW AMBON TERNATE TERNATE LABUHA LABUHA TTW AMBON TTW AMBON TOBELO TOBELO TERNATE TERNATE KILANG KASIM KILANG KASIM LABUHA LABUHA FAK-FAK FAK-FAK KAIMANA KAIMANA TTW AMBON TTW AMBON MERAUKE MERAUKE TTW AMBON TTW AMBON LABUHA LABUHA TOBELO TOBELO MASOHI MASOHI AMBON AMBON MERAUKE MERAUKE AMBON AMBON SAUMLAKI SAUMLAKI DOBO DOBO TUAL TUAL FAK-FAK FAK-FAK AMBON AMBON TOBELO TOBELO TERNATE TERNATE LABUHA LABUHA AMBON AMBON MERAUKE MERAUKE AMBON AMBON FAK-FAK FAK-FAK SANANA SANANA TOBELO TOBELO AMBON AMBON TUAL

93 Tabel 5.2. Data Jarak Tempuh dan Banyak Bongkar/Muat...(Lanjutan) PELABUHAN ASAL PELABUHAN TUJUAN JARAK TEMPUH (mil) BBM YANG DIBONGKAR/MUAT (KL) TUAL DOBO DOBO SAUMLAKI SAUMLAKI AMBON AMBON MERAUKE (Sumber: PT. Burung Laut) Data Jarak Antar Pelabuhan dan Kapasitas Pelabuhan Data jarak antar pelabuhan baik antar depot tujuan dan depot asal diperlukan untuk menentukan jarak yang optimal bagi kapal tanker MT.Citra Bintang, untuk keseluruhan data antar jarak dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Data Jarak Antar Pelabuhan Ambon Dobo Tual Wayame Masohi Merauke Saumlaki Ambon Dobo Tual Wayame Masohi Merauke Saumlaki Fakfak Kaimana Sanana Tobelo Namlea Ternate Labuha (Sumber: PT. Burung Laut)

94 Tabel 5.3. Data Jarak.(Lanjutan) Fakfak Kaimana Sanana Tobelo Namlea Ternate Labuha Ambon Dobo Tual Wayame Masohi Merauke Saumlaki Fakfak Kaimana Sanana Tobelo Namlea Ternate Labuha (Sumber: PT. Burung Laut) Kapasitas tangki setiap depot tujuan diperlukan untuk menentukan kapasitas daya tampung setiap depot tujuan. Kapasitas tangki untuk setiap depot tujuan dapat dilihat di Tabel 5.4. Tabel 5.4. Permintaan BBM Setiap Depot Tujuan Kebutuhan BBM PORT Perbulan (KL) Merauke 2588,46 Saumlaki 1036,73 Tual 1207,32 Dobo 610,02 Fak-Fak 547,81 Namlea 463,14 Labuha 852,53 Ternate 1320,07 Tobelo 1116,77 Kaimana 1076,76 Wayame 558,88 Masohi 569,27 Sanana] 657,70 (Sumber: PT. Burung Laut)

95 Spesifikasi Kapal Tanker MT. Citra Bintang Spesifikasi kapal yang dipergunakan untuk mengangkut BBM, dilihat dibawah ini: Name of Vessel : MT. Citra Bintang Cargo Tank Capacity : 2899,87 M 3 Kecepatan Kapal : - 10 Knot (Laden /Bermuatan) : - 10,5 Knot (Ballast/ Kosong) DWT (Dead Weight Tonnage) : 2, LT Daftar Harga Untuk Pelabuhan Daftar harga untuk setiap harga setiap layanan jasa kapal untuk berlabuh diperlukan untuk menentukan biaya keseluruhan kapal ketika berlabuh. Pada Tabel 5.5. dituliskan berdasarkan spesifikasi kapal tanker MT. Citra Bintang, untuk daftar keseluruhan dapat dilihat dalam lampiran Tabel 5.5.Informasi Tarif Kapal Dalam Negeri No Jenis Jasa Tarif Keterangan (RP) 1 Jasa labuh kapal niaga 52 Per GT/ Kunjungan 2 Jasa Tambat Dermaga 48 Per GT/ etmal 3 Pemanduan - Tarif pokok - Tarif tambahan 4 Pemanduan kapal s/d GT - Tarif pokok - Tarif tambahan 5 Kepil darat shifting tanpa penundaan 6 Barang tidak dalam kemasan, menggunakan alat khusus/mekanis (Conveyor/pipa/pompa/shell loader dan sejenisnya) (sumber: Informasi pelabuhan Tanjung Priok, Pelni) Perkapal yang ditunda/jam Perkapal yang ditunda/jam Sekali gerakan ke kapal 740 Per Ton/M 3

96 Hari Kerja Efektif Tahun 2010 Berdasarkan data yang ada, hari kalender yang tersedia pada tahun 2009 adalah 365 hari. Dalam operasionalnya, jumlah hari kerja efektif yang dapat dimaksimalkan kapal tanker MT. Citra Bintang adalah 341 hari kerja, dimana untuk perawatan kapal disediakan 2 hari pada setiap bulannya (24 hari dalam setahun) Laporan Proyeksi Laba Rugi Kapal Tanker MT. Citra Bintang Laporan proyeksi laba rugi kapal tanker MT. Citra Bintang dengan metode time charter yang dibuat dalam jangka bulanan, dan tahunan mulai dari tahun I sampai tahun V, untuk keseluruhannya dapat dilihat pada Tabel Pengolahan Data Penentuan Variabel-Variabel yang Berpengaruh Kepada Operasional Kapal Struktur sistem yang dibuat adalah struktur sistem yang berperan dalam operasional kapal, untuk menggambarkan sistem yang melingkupi keseluruhan sistem dalam perusahaan jadi menggambarkan input, proses dan output dari setiap kegiatan tersebut. Struktur sistem ini berguna untuk menjelaskan dan mengidentifikasi sistem yang akan dibangun dalam perusahaan. Bentuk sistem yang ada di PT.Burung Laut adalah seperti pada Gambar 5.1. Struktur sistem terdiri dari bagian internal dan eksternal, bagian eksternal dari perusahaan adalah masyarakat yang merupakan pihak yang secara tidak langsung menggunakan jasa perusahaan melalui Pertamina yang memiliki populasi, tingkat migrasi, perkembangan ekonomi dan sosial budaya yang mempengaruhi daya beli dan

97 Tabel 5.6. Laporan Proyeksi Laba Rugi Kapal Tanker MT. Citra Bintang Diskripsi Bulanan Tahun I Tahun II Tahun III tahun IV Tahun V A. PENDAPATAN B. BIAYA TETAP 1) Gaji Crew ) Uang Makan Crew ) Docking (IS +SS) ) Perawatan ) Survey ) Sertifikasi ) Asuransi (Hull & Machinery) ) Asuransi (Protect & Indemnity) ) Asuransi Crew ) Penyusutan JUMLAH [B] C. BIAYA VARIABEL 1) Bahan Bakar Minyak 2) Minyak Pelumas ) Air Tawar ) Pelabuhan 5) Bongkar Muat ) Pajak Penghasilan (Pph 25) ) Entertainment JUMLAH [C] D. BIAYA TETAP + VAR [B + C] E. BIAYA OPS. PERUSAHAAN F. ANG. BANK [POKOK + BUNGA] G. TOTA; BIAYA [D+E+F] H. LABA/RUGI [A-G] (Sumber: PT. Burung Laut)

98 Sistem Pendukung Sarana Transportasi di Laut Masyarakat & Konsumen - Populasi - Migrasi - Tingkat Ekonomi - Sosial Budaya INPUT PROSES OUTPUT Order dari Depot Tujuan (PT. Pertamina) BBM diangkut dengan kapal Tanker MT.Citra Bintang - BBM dimuat - BBM diangkut - BBM dibongkar BBM yang terdistribusi sesuai dengan kebutuhan depot tujuan Ongkos muatan yang diangkut kapal Lingkungan - Lokasi - Cuaca & iklim Pemerintah -Peraturan & Perundangundangan -Kebijakan pasar - Sarana & Prasana Pelabuhan Gambar 5.1. Bentuk Struktur Dasar Sistem Kegiatan Perusahaan PT. Burung Laut kebutuhan masyarakat terhadap BBM yang diangkut oleh kapal tanker, pemerintah yang secara tidak langsung merupakan pembuat keputusan dan ketetapan perundang-undangan, selanjutnya aspek yang lain adalah lingkungan yang dipengaruhi oleh lokasi, iklim dan cuaca yang mempengaruhi perjalanan dan pelayaran kapal, dan aspek keempat yang berada di luar sistem perusahaan adalah sarana transportasi yang ada di pelabuhan yaitu pihak-pihak yang terkait dengan tempat bongkar muat kapal. Untuk internal perusahaan, terdapat input untuk proses produksi perusahaan adalah order yang diterima dari pihak depot yang kemudian dalamproses transformasi, setiap

99 order BBM akan ditransportasikan ke depot tujuan dengan awal kegiatan adalah BBM dimuat, dtransportasikan, dan dibongkar ditempat tujuan, dan output pun didapatkan dengan sampainya BBM di depot tujuan Batasan yang dibuat melalui garis putus-putus bermakna bahwa pihak tersebut adalah yang berada di luar sistem internal perusahaan, untuk memperinci dikembangkan lagi di level 1 yaitu pada bagian internal perusahaan dimana pelanggan satu-satunya pihak perusahaan adalah PT.Pertamina sebagai pihak yang menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan, dimana order dari pihak depot tujuan memberikan order yang merupakan jadi rute bagi kapal tanker untuk berlayar, dan ketika order sudah dipenuhi, hal ini menjadi output bagi pemesanan dan input untuk pendapatan bagi perusahaan, dan menjadi alat bagi pihak penyewa untuk mendistribusikan BBM sesuai kebutuhan untuk keterkaitan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 5.2. Orderan BBM dari Pihak Depot Tujuan (PT. Pertamina) A Memberikan tujuan pelayaran bagi kapal tanker 1 Proses Tranportasi BBM dengan Kapal Tanker MT. Citra Bintang B Memberikan output untuk pemesanan C Menjadi Input Bagi Proses Suatu Waktu Mendistribusikan BBM sesuai D kebutuhan depot tujuan PT. Burung Laut Sebagai Penyalur Kebutuhan pihak penyewa E Pihak Penyewa Gambar 5.2. Level-0 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang

100 Kegiatan diatas kemudian dirincikan pada rincian yang lebih spesifik untuk setiap proses transportasi BBM dengan kapal tanker MT.Citra Bintang, yaitu dengan alur pertama adalah kebutuhan pihak depot pertamina dan perjanjian dengan pertamina sebagai ketentuan untuk pelayaran. Sementara untuk kegiatan yang mendukung pelayaran dibagi menjadi tiga bagian yaitu proses di pemasaran, proses di divisi traffic dan container, dan proses di operasional kapal. Sebagai output dari kinerja kegiatan adalah bahwa BBm terdistribusi sesuai keinginan pihak penyewa dan untuk pihak perusahaan ada laporan voyage bagi pihak perusahaan kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 5.3. Proses Tranportasi BBM dengan Kapal Tanker MT. Citra Bintang Memberikan tujuan pelayaran bagi kapal tanker Orderan BBM dari Pihak Depot Tujuan (PT. Pertamina) Kebutuhan Depot Tujuan Perjanjian dengan Pihak penyewa (PT. Pertamina) Memberikan Informasi jumlah muatan yang akan diangkut A.1 Menjadi Pertimbangan Pengambilan Keputusan A.2 Proses di Pemasaran 1.1 Proses di divisi traffic & Container 1.2 Proses di Operasional 1.3 Memberikan informassi jumlah muatan yang diangkut, data waktu pelayaran dan data FW dan bahan bakar kapal B.1 Membagikan muatan sesuai dengan kebutuhan B.2 Laporan Voyage Kapal Tanker BBM terdistribusi di Depot Tujuaner B Memberikan output untuk pemesanan Memberikan output untuk pemesanan Mendistribusikan BBM sesuai kebutuhan depot tujuan E C Menjadi Input Bagi Proses Suatu Waktu D PT. Burung Laut Pihak Penyewa Gambar 5.3. Level-1 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang Kemudian dari 3 bagian departemen yang telah dirinci pada level-1, dijelaskan kembali proses-proses kegiatan di dalam setiap departemen. Berdasarkan level-1, proses pertama adalah pada departemen penjualan/pemasaran, pada bagian ini yang merupakan

101 kegiatan proses di pemasaran adalah ruang lingkup pelanggan yaitu, mengurus segala sesuatunya yang berhubungan dengan pelanggan utama, untuk setiap masalah yang mungkin terjadi, mengamati kekuatan pasar pemilik kapal,mengamati kekuatan pasar pesaing, memperhatikan tingkat uang tambang yang menjadi ketetapan dan kecenderungan muatan yang dibawa oleh kapal, artinya muatan apa saja yang kira-kira mempunyai peluang besar di pasar dan memikirkan untuk melihat peluang membawa muatan pada saat kapal kembali ke depot asal,sebagai output dari kegiatan divisi ini adalah muatan di setiap pelabuhan, setiap komoditas, tujuan-tujuan pelayaran, perbandingan berapa yang mampu diangkut oleh kapal,dan kapal pelayaran, output selanjutnya adalah market share yaitu pembagian pasar dengan pihak pelayaran lain,laporan kekuatan pesaing dan tingkat freight yang kompetitif dengan pihak pelayaran lain. untuk keseluruhan proses dapat dilihat pada Gambar 5.4. Proses Tranportasi BBM dengan Kapal Tanker MT. Citra Bintang Memberikan tujuan pelayaran bagi kapal tanker Orderan BBM dari Pihak Depot Tujuan (PT. Pertamina) Ruang Lingkup Pelanggan B Kekuatan Pasar pemilik kapal B Kekuatan Pasar pesaingl B Tingkat Uang Tambang B Kecendrungan Muatan B Muatan Balik (Home Bound Cargo) B Proses di pemasaran 1.1 Muatan per pelabuhan, komodits, tujuan, berapa yang diangkut pelayaran dan pelayaran lain C Market Share C Laporan Kekuatan Pesaing C Tingkat Freight yang Kompetitif C B Memberikan output untuk pemesanan Memberikan output untuk pemesanan Mendistribusikan BBM sesuai kebutuhan depot tujuan E C Menjadi Input Bagi Proses Suatu Waktu D PT. Burung Laut Pihak Penyewa Gambar 5.4. Level-2 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang

102 Dengan tetap berpedoman pada level-1, maka level-3 merupakan uraian setiap proses kegiatan pada bagian divisi traffic & Container yang dirinci secara terstruktur dan bertahap yaitu menetapkan dan memonitor rencana produksi, memonitor pelaksanaan pola operasi setiap layanan, memprogram serta menjadwalkan pelayaran kapal, memonitor ketetapan pelaksanaan kriteria performansi operasional, dan memproyeksikan dan memonitor pelaksanyaan voyage account setiap trip di setiap layanan serta perhitungan keuangan pengoperasian dengan dasar efesiensi, dan kemudian output dari divisi ini adalah surat perintah berlayar untuk nahkoda, monitoring dan pengaturan perjalanan kapal agar sesuai dengan rencana produksi, dan pengaturan stowage. Untuk keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.5. Proses Tranportasi BBM dengan Kapal Tanker MT. Citra Bintang Memberikan tujuan pelayaran bagi kapal tanker Orderan BBM dari Pihak Depot Tujuan (PT. Pertamina) Menetapkan dan memonitor rencana produksi A Memonitor pelaksanaan pola operasi di setiap service A Memprogram serta menjadwalkan pelayaran A Memonitor ketetapan pelaksanaan kriteria performansi operasional A Memprogramkan serta menjadwalkan operasi container Proses di divisi traffic & Container 1.2 Surat perintah berlayar untuk Nahkoda C Monitoring dan Pengturan Perjalanan Kapal agar sesuai dengan rencana produksi C Pengaturan stowage B Memberikan output untuk pemesanan C Memberikan output untuk pemesanan Menjadi Input Bagi Proses Suatu Waktu D Mendistribusikan BBM sesuai kebutuhan depot PT. Burung Laut Memproyeksikan dan memonitor pelaksanaan voyage account setiap trip di setiap service serta perhitungan keuangan pengoperasian dengan dasar efesiensi A tujuan E Pihak Penyewa Gambar 5.5. Level-3 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang Pada Level-4 yang diuraikan merupakan aliran kegiatan berdasarkan setiap proses data pada bagian operasional atau pelaksanaan pelayaran kapal, yaitu pemberitahuan kedatangan kapal kepada instansi di pelabuhan, perencanaan, pengaturan dan pelaksanaan penyandaraan kapal, persiapan dan pengurusan surat-surat kapal, pelayaran

103 kebutuhan kapal seperti bunker, air, perbekalan dan lain-lain, sebagai output dari divisi ini adalah waktu kedatangan yang sudah dijadwalkan di pelabuhan dan kapal tanker siap untuk beroperasi untuk keseluruhan alur dapat dilihat pada Gambar 5.6. Proses Tranportasi BBM dengan Kapal Tanker MT. Citra Bintang Orderan BBM dari Pihak Depot Tujuan (PT. Pertamina) Memberikan tujuan pelayaran bagi kapal tanker Pemberitahuan kedatangan kapal kepada instansi di pelabuhan A Perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan penyandaraan kapal A Persiapan dan pengurusan surat-surat kapal A Pelayanan penyediaan kebutuhan kapal seperti bunker, air, perbekalan, dan lain-lain A Proses di Operasional 1.3 Waktu kedatangan kapal di pelabuhan D Kapal tanker siap beroperasi D B Memberikan output untuk pemesanan C Memberikan output untuk pemesanan Menjadi Input Bagi Proses Suatu Waktu D Mendistribusikan BBM sesuai kebutuhan depot PT. Burung Laut tujuan E Pihak Penyewa Gambar 5.6. Level-4 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT. Citra Bintang Untuk keseluruhan proses dapat dilihat pada level 5 untuk seluruh kegiatan perusahaan pelayaran. Keseluruhan kegiatan tergabung pada level ini saling berintegrasi untuk melaksanakan kegiatan pelayaran, untuk setiap order yang diterima oleh pihak perusahaan yang dirinci pada setiap divisi diatas, dengan kegiatan yang dibagi perdivisi, membuat kinerja perusahaan semakin efektif, sehingga ketika ada masalah yang terjadi di perusahaan, dapat langsung di lihat bahwa masalah tersebut berkaitan dengan divisi yang bersangkutan dan dapat langsung diselesaikan dengan metode yang dianggap efektif untuk menyelesaikannya. Untuk perencanaan penjadwalan kapal yang lebih spesifik diambil dari SEM level 3 yaitu pada divisi traffic dan container, yaitu pada bagian memprogramkan serta menjadwalkan pelayaran, dan yang mejadi bahan

104 pertimbangan bagi kegiatan ini adalah laporan voyage kapal yaitu, data yang menjadi angka statistik perjalanan kapal, yaitu waktu bongkar muat, waktu perjalanan, waktu manuver, kebutuhan dan jarak. Keuntungan data statistik yang menjadi bahan pertimbangan bagi pembuatan jadwal dan rute adalah, mampu mewakili keadaan kapal pada saat pelayaran dan mampu mengakomodasi setiap gangguan yang sering terjadi pada saat pelayaran kapal berlangsung, karena pada pengolahan ini juga akan mempertimbangkan kelonggaran-kelonggaran waktu yang terjadi pada saat kapal beroperasi. Untuk kelima variabel tadi pada gambar level dapat dikenali secara langsung, untuk alur keseluruhan sistem internal lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.7. Gambar level 5 diatas merupakan gambaran kegiatan sistem yang ada di perusahaan pelayaran. Pada penelitian ini hanya dibahas mengenai pembuatan rute, maka dibatasi pada variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap jalur yang efektif, yaitu waktu bongkar muat, waktu perjalanan, waktu manuver atau bersandar, muatan yang dibongkar atau dimuat dan jarak yang ditempuh oleh kapal tanker. kecepatan kapal merupakan variabel yang konstan karena sudah ditetapkan bahwa ketika kapal bermuatan kecepatannya 10 knot perjam dan pada saat kapal tidak bermuatan (ballast) kecepatan kapal hanya 10,5 knot perjam, dan variabel kecepatan pompa untuk bongkar muat adalah variabel yang berada diluar sistem kapal, maka untuk variabel yang mencakup keduanya dimasukkan kedalam waktu tempuh perjalanan dan waktu untuk bongkar muat, jadi pembatasan dilakukan pada variabel yang ada pada proses divisi dan traffic pada kegiatan A untuk memprogram serta menjadwalkan pelayaran untuk gambar lebih spesifik dapat dilihat pada Gambar 5.8.

105 Ruang Lingkup Pelanggan B Proses Tranportasi BBM dengan Kapal Tanker MT. Citra Bintang Kekuatan Pasar pemilik kapal B Kekuatan Pasar pesaingl B Muatan per pelabuhan, komodits, tujuan, berapa yang diangkut pelayaran dan pelayaran lain C Proses di pemasaran 1.1 Market Share C Laporan Kekuatan Pesaing C Tingkat Uang Tambang B Tingkat Freight yang Kompetitif C Orderan BBM dari Pihak Depot Tujuan (PT. Pertamina) Memberikan tujuan pelayaran bagi kapal tanker Waktu BongkarMuat Waktu perjalanan Waktu Manuver Kebutuhan Jarak Menetapkan dan memonitor rencana produksi A Memonitor pelaksanaan pola operasi di setiap service A Memprogram serta menjadwalkan pelayaran A Jalur yang efektif Kecendrungan Muatan B Muatan Balik (Home Bound Cargo) B Memonitor ketetapan pelaksanaan kriteria performansi operasional A Memprogramkan serta menjadwalkan operasi container A Memproyeksikan dan memonitor pelaksanaan voyage account setiap trip di setiap service serta perhitungan keuangan pengoperasian dengan dasar efesiensi A Pemberitahuan kedatangan kapal kepada instansi di pelabuhan A Proses di divisi traffic & Container 1.2 Surat perintah berlayar untuk Nahkoda C Monitoring dan Pengturan Perjalanan Kapal agar sesuai dengan rencana produksi C Pengaturan stowage B Memberikan output untuk pemesanan C Menjadi Input Bagi Proses Suatu Waktu PT. Burung Laut Mendistribusikan BBM sesuai kebutuhan depot tujuan E Sebagai Penyalur Kebutuhan pihak penyewa D Pihak Penyewa Perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan penyandaraan kapal A Waktu kedatangan kapal di pelabuhan D Persiapan dan pengurusan suratsurat kapal A Proses di Operasional 1.3 Kapal tanker siap beroperasi D Pelayanan penyediaan kebutuhan kapal seperti bunker, air, perbekalan, dan lain-lain A Gambar 5.7. Level-5 Aliran Kegiatan untuk Pelayaran Kapal Tanker MT.Citra Bintang

106 Jarak Kebutuhan Waktu perjalanan Waktu BongkarMuat Waktu Manuver Jalur yang efektif Gambar 5.8. Variabel Penentu Rute Kapal Analisis Dengan SEM Untuk menentukan hubungan variabel yang berpengaruh kepada jalur yang efektif, maka dapat ditentukan dengan jalur SEM berdasarkan setiap tahapan-tahapan: Pengembangan Model Berbasis Teori Pada tahap ini disusun setiap variabel yang berpengaruh terhadap penentuan jalur pelayaran kapal, dimana variabel yang disusun adalah variabel yang dapat diukur langsung dan merupakan variabel-variabel yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap pelayaran kapal yaitu: waktu, jarak, daya tampung pelabuhan asal dan biaya, tetapi dalam hal ini biaya bukan variabel yang dapat diukur oleh karena itu variabel yang akan dianalisis tingkat hubungannya adalah waktu, jarak dan daya tamping. Penentuan rute dengan system tramper yang dilakukan perusahaan adalah dengan merima setiap permintaan dari depot yang paling membutuhkan, sehingga pada tahap pertama variabel yang mempengaruhi jalur yang akan ditempuh kapal adalah

107 permintaan depot tujuan, dan dimana depot tujuan disini sebanyak 13 tujuan, yaitu Merauke, dobo, tual, Namlea, Saumlaki, Labuha, Ternate, Kaimana, Fak-fak, Sanana, Masohi, Tobelo dan depot asal hanya satu yaitu Ambon, masing-masing setiap depot ini mempunyai jarak yang berbeda dan jumlah kebutuhan BBM yang berbeda. Dalam melayani semua depot tujuan, kapal tanker melakukan perjalanan ke setiap depot tujuan, tentunya ada variabel yang mempengaruhi yaitu jumlah muatan yang dibawa oleh kapal tanker dan lama perjalanan sampai ke tempat tujuan dan kembali ke depot asal. Dalam pengoperasian kapal, memakan waktu untuk perjalanan mulai dari memuat BBM yang akan diangkut kemudian berangkat dari tempat asal, menuju ke depot tujuan untuk membongkar BBM yang akan diangkut, dapat digambarkan dengan kecepatan kapal dalam melakukan perjalanan dan kecepatan kapal ketika melakukan bongkar muat merupakan factor yang sangat berpengaruh terhadap keefektifan produksi kapal, untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 5.6. faktor kecepatan yang mempengaruhi kapal, kecepatan perjalanan kapal dibagi menjadi dua bagian yaitu lama menempuh jarak yang dilalui kapal tanker dan waktu yang diperlukan kapal untuk bersandar dan bermanuver. Kecepatan perjalanan kapal, dimana kecepatan kapal konstan pada saat bermuatam telah (Laden) atau hanya bermuatan air ballast, untuk kecepatan bongkar muat di pelabuhan depot asal maupun tujuan ditentukan oleh banyaknya muatan yang dibongkar atau dimuat, dan kecepatan pompa yang dimiliki setiap pompa, karena kecepatan pompa adalah variabel yang mempengaruhi kecepatan bongkar muat adalah banyak muatan yang dibongkar dan waktu yang diperlukan untuk melakukan bongkar muat. Untuk menentukan bias pengukuran, yaitu variabel-variabel

108 yang tidak diteliti tetapi ikut berpengaruh terhadap penentuan rute kapal yang efektif dinyatakan dengan variabel eror Mengkontruksi Diagram Jalur untuk Menunjukkan Hubungan Kausalitas Analisis SEM dalam prosesnya selalu membutuhkan diagram jalur sebagai patokan atau gambaran suatu system yang akan diukur tingkat interaksi variabelvariabelnya. Untuk analisis SEM kali ini diagram jalur yang digunakan adalah diagram jalur hasil pemetaan dengan pola level-5. Karena pada level ini sistem telah dijelaskan dengan rinci hubungan antar variabel-variabel dalam sistem (Gambar 5.8), pada jalur ini ditambahkan variabel eror sebagai bias pengukuran yang telah disebutkan pada langkah sebelumnya, jalur yang sudah dibentuk dengan program AMOS dapat dilihat pada Gambar 5.9, setiap variabel yang mempengaruhi jalur kapal dikonversi menjadi e1 1 e2 1 e3 1 e4 1 e5 1 X1 X2 X3 X4 X5 1 Y Gambar 5.9. Diagram Jalur Variabel Kapal Dimana konversi setiap notasi yang diatas diterangkan sebagai berikut: X1 = Waktu bongkar muat X2 = Waktu perjalanan X3 = Jarak

109 X4 = Kebutuhan X5 = Waktu manuver Y = Jalur yang efektif Konversi Diagram Jalur kedalam Serangkaian Persamaan Struktural dan Spesifikasi Model Pengukuran Berdasarkan dari kajian teori diatas, dirubah kedalam persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran. Persamaan struktural dari diagram jalur diatas hanya menggambarkan satu diagram laten dan 5 indikatornya sehingga persamaan dari setiap indikator dimasukkan menjadi model pengukuran. Dengan demikian persamaan model pengukuran dapat dibuat seperti: X1 = λ1y + e1 (1) X2 = λ2y + e2 (2) X3 = λ3y + e3 (3) X4 = λ4y + e4 (4) X5 = λ5y + e5 (5) Untuk model struktural dari pengukuran dapat dibuat seperti: Y = bx1 + bx2 + bx3 + bx4 + BX5..(6) Memilih Input Matriks dan Mendapatkan Model Estimate Model persamaan struktural mengakomodasi input matriks dalam bentuk covariance atau korelasi. Untuk analisis faktor konfirmatori kedua jenis input matriks ini dapat digunakan. Namun demikian karena tujuannya adalah mengeksplorasi pola

110 saling hubungan (interrelationship), maka input matriks dalam bentuk korelasi yang digunakan. Program AMOS akan mengkonversikan dari data mentah ke bentuk kovarian atau korelasi lebih dahulu sebagai input analisis. Untuk data yang akan diinput terlebih dahulu diolah data pada tabel 5.1. dengan rumus: Waktu Perjalanan = (waktu berangkat waktu tiba ) x 24 Waktu Perjalanan = (4/16/08 10:00 AM 4/15/ PM) x 24 = 36 jam Waktu bongkar muat=(completed Load/Dish Comenced Load/Disch) x24 Waktu bongkar muat = (4/21/08 10:48 AM 4/17/ PM) x 24 = 22,3 jam Waktu bersandar ={(Comenced Load/Dish Sbe Ship Arrived) x24 + (Bosv/Full Away Completed Load/Dish) x24} Waktu bersandar = {(4/16/08 10:00 AM 4/15/ PM) x 24 + {(4/17/08 1:30 PM 4/17/ AM) x 24 }= 12,9 jam Untuk data jarak dan kebutuhan data tidak perlu diolah dan dapat langsung dimasukkan ke input data AMOS. Untuk keseluruhan pengolahan dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Data Tampilan Untuk Pengolahan AMOS NO X1 X2 X3 X4 X

111 Tabel 5.7. Data Tampilan. (Lanjutan) NO X1 X2 X3 X4 X

112 Tabel 5.7. Data Tampilan.. (Lanjutan) NO X1 X2 X3 X4 X Kemudian untuk estimasi dipilih estimasi Maximum Likelihood (ML) untuk mengestimasi data yang sudah di input. Setelah estimasi dipilih, kemudian dapat dilanjutkan ke langkah selanjutnya.

113 Menilai Problem Identifikasi Setelah itu di uji normalitas datanya, untuk melihat apakah ada data yang tidak berdistribusi normal, evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratop skewness value sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio skewness value di bawah harga mutlak ±2.58. Dengan perhitungan manual dapat dihitung dengan rumus Nilai minimum pada variabel X5 = 0 Nilai maksimum pada variabel X5 = 158,730 Untuk nilai skewness dapat dihitung dengan rumus skewness = N i = 1 3 ^ Yi Y 3 ( N 1) s dimana Yi adalah setiap data variabel dan ^ Y adalah rata-rata dari setiap data, dan N adalah jumlah data: ^ Y = ( ) 112 = 9,43 (9,43 22,3) S= 2 + (9,43 10,4) (9,43 8,9) 2 =7,95 N ^ Y Y i = 1 i skewness = = 3 ( N 1) s 3 ( 22,3 9,43) N 3 i = 1 = 3,526 3 (112 1)(7,95) 4 ( Y Y ) i 1 i = kurtosis = 4 ( N 1) s N = ( 22,3 9,43) N 3 i = 1 = 21,426 3 (112 1)(7,95) Untuk nilai critical rasio dapat diperoleh untuk skewness dan kurtosis dapat dihitung dengan rumus:

114 Menghitung standar error dari skewness: 6 6 s. e = = =0,231 N 112 skewness _ Sampel 3,526 cr = = = 15, 235 s. e 0,231 Menghitung standar error dari skewness: s. e = = = N 112 kurtosis _ Sampel 21,426 cr = = = 46, 286 s. e 0,463 Untuk keseluruhan data dapat diolah melalui program AMOS, sehingga didapatkan hasil output normalitas yang dapat dilihat pada Tabel 5.8 Tabel 5.8. Assesment of normality Variable min max skew c.r. kurtosis c.r. X X X X X Multivariate Sebuah distribusi dikatakan normal jika data tidak miring ke kiri atau ke kanan (disebut simetris dengan nilai skweness adalah 0), serta mempunyai keruncingan yang ideal (angka kurtosis yang negatif atau positif. Karena itu, yang akan diuji adalah seberapa miring atau seberapa runcing sebuah distribusi, sehingga masih dapat dianggap normal, walaupun tidak benar-benar berdistribusi normal. Angka pembanding adalah angka Z. Angka tersebut didapat dengan melihat tabel z. pada umumnya digunakan

115 tingkat kepercayaan 99%. Pada tingkat kepercayaan tersebut, tingkat signifikansi adalah 100%-99% = 1%, dan angka Z adalah ± 2,58. Dengan demikian sebuah distribusi dikatakan normal jika angka cr skweness atau angka cr kurtosis ada di antara -2,58 sampai +2,58. namun jika angka-angka tersebut ada di bawah -2,58 atau diatas +2,58 distribusi dapat dikatakan tidak normal, dari seluruh nilai cr skweness atau angka cr kurtosis dapat diperhatikan bahwa ada beberapa nilai diatas 2,58 oleh karena itu diperhatikan kembali apakah ada sebaran data yang outlier atau tidak. atau dengan menguji chi squarenya yang didapatkan dengan bantuan program excel, dengan rumus =chiinv(prob,df) = chiinv(0.001,5) = 20,52 angka probabilitas yaitu tingkat signifikansi penelitian dan angka 5 yang merupakan jumlah indikator pada variabel laten,sebelumnya ditampilkan terlebih dahulu ditunjukkan output observations furthest from the centroid dari program AMOS kemudian dihilangkan setiap data yang outlier, untuk perhitungan manual dapat dilihat: = p<x<p =Z<X<Z = x x σ < x < x x = σ 9,43 70,696 9,43 70,696 < x < = 0.102<X<0,948 7,95 7,95 Nilai p adalah nilai probabilitas, yaitu jarak antara tingkat signifikansi dengan probabilitas dari data terhadap chi-square. Untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Tabel 5.9.

116 Tabel 5.9. Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) (Group number 1) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p

117 Tabel 5.9. Observations Farthest.. (Lanjutan) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p

118 Tabel 5.9. Observations Farthest.. (Lanjutan) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p Angka-angka pada tabel di atas menunjukkan seberapa jauh jarak sebuah data dari titik pusat tertentu; jarak tersebut diukur dengan metode Mahalanobis. Semakin jauh jarak sebuah data dengan titik pusat (centroid), semakin ada kemungkinan data masuk dalam kategori outlier, atau data yang sangat berbeda dengan data lainnya. Perhatikan data pada tabel yang menunjukkan urutan besar Mahalanobis Distance, dari yang terbesar sampai terkecil.

119 Sebuah data termasuk outlier jika mempunyai angka p1 dan p2 yang kurang dari 0,05. pada data diatas, angka diurutkan mulai dari nomor data yang mempunyai jarak terbesar. Dari 112 data, data nomor 37, 54, 58, 86 dapat dianggap data outlier, karena pada kolom p1 dan p2 mempunyai nilai yang kurang dari 0,05. sehingga data urutan ke 5 dan seterusnya mempunyai angka p2 yang sudah diatas 0,05, sehingga dapat dianggap bukan outlier, sampai pada uji normalitas yang ketiga masih didapatkan data outlier, dan setelah diuji sampai uji normalitas ke 4, kemudian didapatkan data yang tidak terdapat outliernya, Dan data observasi pada uji yang keempat dapat dilihat di tabel = x x σ < x < x x = σ 9,43 20,581 9,43 20,581 < x < = 0.001<X<0,094 4,9 4,9 Nilai p adalah nilai probabilitas, yaitu jarak antara tingkat signifikansi dengan probabilitas dari data terhadap chi-square. Untuk keseluruhan data dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.10.Observations Farthest From The Centroid (Mahalanobis distance) (Group number 1) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p

120 Tabel 5.10.Observations Farthest.(Lanjutan) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p

121 Tabel 5.10.Observations Farthest.(Lanjutan) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p

122 Tabel 5.10.Observations Farthest.(Lanjutan) Observation number Mahalanobis d-squared p1 p Dari tabel diatas, dapat diperhatikan nilai p1 dan p2 berada diatas 0,001 sehingga tidak perlu dilakukan penghapusan data outlier lagi, dan data sudah dianggap berdistribusi normal, dan dapat melangkah ke tahap selanjutnya Mengevaluasi model dengan kriteria Kesesuaian Menilai kesesuaian merupakan tujuan utama dalam persamaan struktural yaitu ingin mengetahui sampai seberapa jauh model yang fit atau cocok dengan data. Jika didapat kesesuaian yang jelek, langkah selanjutnya mendeteksi sumber penyebab misfit dalam model hal ini dapat dilihat dari (a) kelayakan dari parameter estimate, (b) kesesuaian nilai standard errors, dan (c) signifikansi statistik dari parameter estimasi.

123 (a). Kelayakan Parameter Estimate Langkah awal dalam menilai fit terhadap parameter individu dalam model adalah menentukan kelayakan nilai estimasi. Nilai estimasi parameter harus memberikan tanda (besaran sign and size) yang benar dan konsisten dengan teori yang ada. Jika ada nilai estimasi yang tidak memenuhi criteria ini menunjukkan indikasi bahwa model mungkin salah satu atau matrix input tidak cukup memberikan informasi. Beberapa indikasi ini dapat dilihat jika ada nilai korelasi>1.00, nilai varian negatif dan matrik kovarian atau korelasi tidak definit positif (not definite positive) yang secara (b). Kesesuaian nilai standard errors Penentuan derajat kebebasan (degree of freedom), dapat didapat langsung dari Dengan cara manual dapat didapatkan dengan cara :derajat kebebasan : df = ½ [(p).(p + 1)]-k] = [4(4+1)]-15= 5, dimana 5 adalah jumlah variabel manifes pada model diatas dan 12 adalah jumlah parameter yang akan diestimasi. Selanjutnya yang dilakukan adalah penilaian identifikasi model, semua sampel yang ditampilkan disajikan dalam bentuk matriks antar variabel, nilai ini juga menyajkan hubungan kovarians antara variabel yang satu dengan yang lain, dengan contoh seperti dibawah ini, antara waktu perjalanan dengan waktu bersandar atau waktu manuver, pada tabel 5.8. disajikan dengan nilai , artinya nilai estimasi antara kedua variabel adalah sebesar demikian juga untuk keseluruhan nilai yang lain Tabel Sample Covariances (Group number 1) X2 X5 X4 X3 X1 X X X

124 Tabel Sample Covariances (Lanjutan) X2 X5 X4 X3 X1 X X Implied covarians merupakan kovarians estimasi, nilai ini diperlukan untuk penilaian sebuah model, dengan mendapatkan selisih antara kovarians sampel dengan kovarians estimasi didapatkan residual covarians, yang merupakan kunci penilaian sebuah model, semakin kecil angka kovarians residual yang didapat menandakan model semakin fit atau data (observasi) mendukung keberadaan model Tabel Implied Covariances (Group number 1) X2 X5 X4 X3 X1 X X X X X Contoh penafsiran angka pada nilai-nilai tabel diatas dapat ditunjukkan sebagai berikut: a. Variabel Waktu berlabuh: 1. Kovarians observasi dari waktu berlabuh adalah 686, Kovarians estimasi dari waktu berlabuh adalah 686,789 Sehingga kovarians residual untuk waktu berlabuh adalah 686, ,789 = 0, untuk keseluruhan nilai dari kovarians residual dari seluruh variabel terdapat pada Tabel 5.13

125 Tabel 5.13.Residual Covariances (Group number 1 - Default model) X2 X5 X4 X3 X1 X2.000 X X X X Pada tahap ini, model dapat dievaluasi dengan menggunakan beberapa uji yaitu, absolute fit indices, incremental fit indices, parsimony fit indices, nilai-nilai ini hanya didapatkan dari program AMOS, 1. Absolute fit indices Ukuran fundamental dari overall fit adalah likelihood-ratio chi-square (X 2 ). Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini menghasilkan probabilitas (p) lebih kecil akan menghasilkan nilai probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi (α) dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi sesuangguhnya tidak berbeda secara signikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi-square yang tidak signifikan karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan data observasi. Dengan membandingkan nilai hitung dan nilai tabel, dimana X 2 tabel dengan menggunakan fungsi Excel =CHIINV(0,001;3), didapatkan nilainya tabel sebesar 7,81. dengan membandingkan dengan nilai X 2 hitung, 2,231 < 7,81 dan angka probabilitas pada output AMOS sebesar 0,526 dan bila dibandingkan 0,526> 0,5, dapat disimpulkan

126 dari seluruh perbandingan bahwa hipotesa awal diterima. Dengan demikian didapatkan bahwa model fit dengan data yang ada. a. CMIN/DF Adalah nilai chi-square dibagi dengan derajat kebebasan. Dengan rumus manual dapat dihasilkan dengan CMIN/DF= chisquare 45,268 = =9,054 df 5 Dengan program Amos didapatkan tampilan berikut: Tabel Hasil CMIN Model CMIN DF CMIN/DF Default model Saturated model Independence model Angka CMIN menunjukkan angka 45,268, nilai default modelnya berada antara 0,000 dan nilai 204,377. Angka ini menunjukkan bahwa model ini adalah model yang baik karena angka yang CMIN yang dimiliki oleh default model berada diantara saturated model dan independence model b. GFI (goodness of fit index) Alat uji GFI memungkinkan pengaruh jumlah sampel menjadi kurang sensitif dalam proses pengambilan keputusan Untuk perhitungan manual dapat dihitung dengan rumus ^ F GFI= 1 = 1-0,126 =0,874 ^ F b

127 Nilai GFI yang tinggi menunjukkan fit yang lebih GFI menunjukkan angka 0,874, mendekati angka 1, angka ini menyatakan bahwa model sudah cukup baik untuk hasil GFI dapat dilihat pada tabel 5.15 Tabel Hasil GFI Model GFI AGFI PGFI Default model Saturated model Independence model Increamental fit measures Increamental fit measures membandingkan proposed model dengan baseline model sering disebut dengan null model. Null model merupakan model realistic dimana modelmodel yang lain harus diatasnya a. AGFI Adjusted goodnes-of fit merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of freedom, Untuk perhitungan manual dapat dilihat pada angka dibawah ini: AGFI=1-(1-GFI) d d b = 1 (1-0,874)= 0,622 nilai AGFI diatas adalah 0,622, angka ini mendekati angka 1, menyatakan bahwa model ini sudah cukup baik untuk hasil dari amos dapat dilihat pada tabel 5.16 Tabel Hasil GFI, AGFI Model GFI AGFI Default model Saturated model Independence model

128 b. TLI Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonormed fit index. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony kedalam indeks komparasi antara proposed model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1,0. Nilai TLI pada tabel 5.17 nilai TLI sebesar 0,568 yang menunjukkan model cukup baik. c. NFI Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI dari model ini adalah 0,779, yang menyatakan bahwa model ini cukup baik. Tabel Hasil Baseline Comparisons Model NFI TLI Delta1 rho2 Default model Saturated model Independence model Parsimonious Fit Measures Kelompok pengujian ini membandingkan model yang komples dengan model sederhana (parsimoni atau ringkas). Karena itu, alat ukur sebenarnya tidak efektif untuk mengukur model tunggal (single model), namun akan efektif untuk membandingkan dua model,yang terdiri dari model kompleks dan model yang lebih sederhana. Alat ukur yang termasuk dalam kategori adalah PRATIO (Parsimony Ratio), PNFI dan PCFI, di mana: PNFI = PRATIO x NFI = 0,5 x 0,779 = 0,389 PCFI = PRATIO x CFI = 0,5 x 0,586 = 0.396

129 Tabel Parsimony-Adjusted Measures Model PRATIO PNFI PCFI Default model Saturated model Independence model Pengukuran Model yang Sesuai Setelah keseluruhan model fit dievaluasi, maka langkah berikutnya adalah pengukuran setiap konstruk untuk menilai uni dimensionalitas dann reliabilitas dari konstruk. Unidimensionalitas adalah asumsi yang melandasi perhitungan reliabilitas dan ditunjukkan ketika indicator suatu kontruk memiliki acceptable fit satu single factor (one dimensional) model. Pendekatan untuk menilai measurement model adalah mengukur composite reliability dan variance extracted untuk setiap konstruk. Reliability adalah ukuran internal consistency indikator suatu konstruk.untuk perhitungan reliabilitas konstruk dapat dilihat pada perhitungan dibawah, dan untuk nilai standard loadingnya dapat diambil dari nilai standardized regression weight Tabel Standardized Regression Weights: Estimate X2 <--- Y.527 X1 <--- Y.774 X3 <--- Y.216 X4 <--- Y X5 <--- Y.297 X5 <--- X (Jumlah dari standard loading) Reliabitas konstruk = 2 (jumlah dari standard loading) + jumlah kesalahan pengukuran

130 Jumlah kesalahan pengukuran = 1 (standard loading) 2 = (1- (0,527) 2 ) + +(1- (0,214) 2 ) = (3.028) Reliabitas konstruk = = (3.028) + 3, Variance extracted = (0, , , , , ,214)/5 = , artinya bahwa 60,56%, model yang ada mampu menjelaskan keadaan yang sebenarnya e1 e2 e3 e4 e5 X1.50 X2.22 X3.01 X X Y Gambar Diagram Jalur Model Awal Untuk diagram diatas ini, diagram jalur perlu untuk dimodifikasi karena ada nilai Heywood case, artinya ada nilai eror yang negative. Ini menunjukkan model tersebut perlu dimodifikasi.yaitu pada e4 sebesar dimana nilainya Tetapi diagram ini sudah dapat dinilai.jadi dilanjutkan ke tahap selanjutnya untuk tahap ke 7 yaitu sebesar , sehingga untuk model yang fit harus dimodifikasi kembali, untuk modifikasi indikasi diambil dari output AMOS. Untuk penjelasan dari model diatas dapat dilihat pada Tabel 5.20.

131 Tabel Hubungan antar Variabel Model Awal Hubungan antar variabel Nilai Hubungan Keterangan Y dan X1 0,71 Pengaruh X1 terhadap Y sangat kuat Y dan X2 0,46 Pengaruh X2 terhadap Y cukup kuat Y dan X3 0,12 Pengaruh X3 terhadap Y Lemah Y dan X4 1,11 Heywood Case Y dan X5 0,36 Pengaruh X5 terhadap Y rendah X1 dan e1 0,51 Pengaruh e1 terhadap X1 kuat X2 dan e2 0,22 Pengaruh e2 terhadap X2 rendah X3 dan e3 0,1 Pengaruh e3 terhadap X3 rendah X4 dan e4 1,23 Heywood case X5 dan e5 0,13 Pengaruh e5 terhadap X5 rendah Interpretasi dan Memodifikasi Model Ketika model dinyatakan diterima, maka peneliti dapat mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodnessof-fit. Pengukuran model dilakukan modification indices,nilai modification indices sama dengan terjadinya penurunan chi-square jika koefisien diestimasi.berikut adalah modifikasi yang diusulkan oleh program AMOS untuk menurunkan nilai chi square, yang berguna untuk membuat model lebih fit, penurunan chi square yang dihasilkan dari 45,3 menjadi 10,969 dengan demikian model lebih fit lagi, untuk diagram jalur yang dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar e1 X1.60 e2 X2.28 e3 X e X4 e5 X Y Gambar Diagram Jalur Model Modifikasi

132 Tabel Hubungan antar Variabel Model Modifikasi Hubungan antar Nilai Keterangan variabel Hubungan Y dan X1 0,77 Pengaruh X1 terhadap Y sangat kuat Y dan X2 0,53 Pengaruh X2 terhadap Y cukup kuat Y dan X3 0,22 Pengaruh X3 terhadap Y Lemah Y dan X4 1,00 Pengaruh X4 terhadap Y mutlak Y dan X5 0,30 Pengaruh X5 terhadap Y rendah X1 dan e1 0,60 Pengaruh e1 terhadap X1 kuat X2 dan e2 0,28 Pengaruh e2 terhadap X2 rendah X3 dan e3 0,05 Pengaruh e3 terhadap X3 lemah X4 dan e4 1,00 Pengaruh X1 terhadap Y mutlak X5 dan e5 0,20 Pengaruh X5 terhadap e5 rendah X2 dan X5 0,21 Pengaruh X2 terhadap X5 rendah e2 dan e3 0,56 Pengaruh e2 terhadap e3 cukup kuat e3 dan e5 0,06 Pengaruh e3 terhadap e5 lemah Angka pada diagram diatas menunjukkan factor loading setiap indikator terhadap konstruk. Angka 0,77 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara indikator jarak dengan jalur yang efektif. Angka 0,53 menunjukkan bahwa variabel kebutuhan memberikan pengaruh sebesar 0,53 kepada jalur yang efektif, artinya dengan variabel kebutuhan dapat menjelaskan konstruk jalur yang efektif, sementara untuk angka 0,22 menunjukkan hubungan yang biasa dengan jalur yang biasa dengan jalur yang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan lama waktu manuver dengan jalur yang efektif, adalah tetap, keadaan waktu maneuver yang hanya sedikit berfluktuasi dianggap tetap pada pembuatan jalur yang efektif pada kapal, sementara untuk hubungan waktu bersandar (X4) dengan jalur yang efektif menunjukkan hubungannya mutlak yaitu berada pada angka 1. Untuk nilai waktu bongkar muat (X5) memberikan pengaruh yang kuat antara variabel tersebut dengan jalur yang efektif pada angka 0,30. jadi dapat dilihat bahwa:

133 - Variabel yang dominan diatas adalah X1, X2, X5, dengan angka pengaruh diatas 0,53 - Variabel yang berpengaruh rendah adalah X5 - Variabel yang berpengaruh lemah adalah X3 - Variabel yang berhubungan secara recursif artinya saling mempengaruhi adalah nilai bias antara e2 dan e3, antara e3 dan e5, hal ini artinya bahwa ada nilai parameter lain yang menyatakan hubungan antara masing-masing kedua variabel bias tersebut. Untuk pertimbangan pembuatan rute dapat dilihat dari pengaruh masing-masing angka statistik diatas yaitu bahwa variabel yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan efektifitas pelayaran kapal adalah waktu bongkar muat, waktu perjalanan, banyak muatan yang dibongkar, dan jarak. Sementara untuk waktu manuver, pengaruh waktu untuk manuver digolongkan rendah karena dari pengolahan seluruh data didapati bahwa waktu untuk manuver cukup kecil dan konstan. Untuk mendapatkan rute yang efektif dapat disusun kembali rute yang baru yang disusun berdasarkan data kebutuhan tiap depot tujuan Penentuan Jalur/Rute Berdasarkan model structural equation modeling diatas, didapatkan bahwa model jalur yang efektif dipengaruhi oleh variabel waktu perjalanan, waktu bongkar muat, waktu manuver, jarak dan banyak muatan yang dibongkar. Untuk menentukan penjadwalan sistem liner, maka terlebih dahulu dicari kemampuan produktivitas kapal untuk tahun 2010.

134 a. Penentuan Kemampuan Produksi Kapal Waktu kerja efektif untuk tahun 2010, adalah 340 hari, hal ini sudah tidak termasuk untuk maintanance kapal, sampai docking yaitu perawatan kapal dengan meletakkan kapal di galangan. Untuk mendapatkan nilai perjam maka hari kerja efektif dikonversikan ke jam dengan rumus: Jumlah kerja 1 tahun = jumlah hari efektif x jumlah jam sehari Jumlah kerja tahun 2010 = 340 x 24 = 8160 jam setahun Untuk kecepatan kapal tanker pada keadaan kapal ballast (kosong), kecepatan kapal didapatkan sebesar 10 knot,dan pada keadaan laden (berisi), kecepatan kapal sebesar 10,5 knot, jadi dengan konversi ke mil/jam maka didapatkan jarak yang dapat ditempuh kapal ketika kapal bermuatan, dan tidak bermuatan, Jarak yang dapat ditempuh selama kerja efektif dapat dihitung dengan rumus: Jarak = Kecepatan x Waktu Dengan demikian Jarak tempuh kapal ketika bermuatan dapat dihitung dengan: Jarak = 10,5 knot x 8160 jam Jarak = 10,5 x 1,151 mil/jam x 8160 jam = 98617,68 mil Dengan demikian Jarak tempuh kapal ketika bermuatan dapat dihitung dengan: Jarak = 10 knot x 8160 jam Jarak = 10 x 1,151 mil/jam x 8160 jam = 93921,6 mil Maka untuk mendapatkan kemampuan produksi kapal untuk setiap depot dapat diperhitungkan melalui jarak dan kebutuhan setiap depot perbulan. Dengan clustercluster, didapatkan jadwal rute dari setiap pengangkutan kapal, yaitu

135 Gambar Peta Rute Berdasarkan Cluster Arah 1. Klaster I : Ambon Merauke - Ambon Jarak antar pelabuhan: 850 mil Kecepatan kapal saat laden : 10 Knot Kecepatan kapal saat ballast : 10,5 Knot Kebutuhan perbulan : kl 2. Klaster II : Ambon Fak-fak Kaimana Masohi - Ambon Total jarak yang ditempuh = = 819 mil Kecepatan kapal saat laden : 10 Knot Kecepatan kapal saat ballast : 10,5 Knot Kebutuhan perbulan : - Fak-fak : 547,8058 KL - Kaimana : 1076,755 KL - Masohi : 569,2725 KL

136 3. Klaster III : Ambon Saumlaki Tual Dobo - Ambon Total jarak yang ditempuh = = 1088 mil Kecepatan kapal saat laden : 10 Knot Kecepatan kapal saat ballast : 10,5 Knot Kebutuhan perbulan : - Saumlaki: 1036,731KL - Tual : 1207,323KL - Dobo : 610,0182 KL 4. Klaster IV : Ambon Ternate- Tobelo- Ambon Total jarak yang ditempuh = = 913 mil Kecepatan kapal saat laden : 10 Knot Kecepatan kapal saat ballast : 10,5 Knot Kebutuhan perbulan : - Ternate : 1320,065 KL - Tobelo : 1116,773 KL 5. Klaster V : Ambon Namlea- Labuha Wayame Sanana Ambon Total jarak yang ditempuh = = 831 mil Kecepatan kapal saat laden : 10 Knot Kecepatan kapal saat ballast : 10,5 Knot Kebutuhan perbulan : 2600 kl - Namlea : 463,136 KL - Labuha : 852,5286 KL - Wayame : 558,8777 KL

137 - Sanana : 657,6955KL Untuk kecepatan pompa, diambil rata-rata yaitu dengan nilai KL/jam, untuk keseluruhan waktu, dapat diperhitungkan melalui kecepatan kapal, jarak dan kecepatan pompa seperti yang sudah dimodelkan diatas: waktu manuver dimasukkan ke waktu penyaluran minyak hal ini diakibatkan karena apabila pelayaran sudah terjadwal maka diasumsikan tidak ada lagi waktu menunggu, karena kapal langsung dapat mendarat dan membongkar muatan. Untuk klaster I: Waktu keseluruhan = waktu perjalanan ke depot tujuan + waktu penyaluran muatan + waktu perjalanan ke depot asal dimana waktu untuk seluruh pelayaran adalah = (850mil / 10 knot ) + 2 x ( KL/ KL/jam) + (850mil / 10,5 knot ) = / 24 jam = 7,6 hari Untuk klaster II: = (757mil / 10 knot ) + ( KL/ KL/jam) + (62 mil / 10,5 knot ) = 93.93/ 24 jam = 3.91 hari Untuk klaster III: = (635mil / 10 knot ) + ( KL/ KL/jam) + (453 mil / 10,5 knot ) = 122,68/ 24 jam = 5,11 hari Untuk klaster IV: = (483mil / 10 knot ) + (2436,838 KL/ KL/jam) + (430 mil / 10,5 knot ) = / 24 jam = 4,29 hari Untuk klaster V:

138 = (645 mil / 10 knot ) + ( KL/ KL/jam) + (186 mil / 10,5 knot ) = 96,45/ 24 jam = 4,02 hari Untuk jadwal keseluruhan dapat dilihat pada Tabel Jadwal Keseluruhan Klaster Rute Muatan yang diangkut Lama Perjalanan Klaster I Ambon Merauke - Ambon 2588,46 KL 7,6 hari Klaster II Ambon Fak-fak Kaimana Masohi - Ambon 2193,833 KL 3.91 hari Klaster III Ambon Saumlaki Tual Dobo Ambon 2854,071 KL 5,11 hari Klaster IV Ambon Ternate- Tobelo- Ambon 2436,838 KL 4,29 hari Klaster V Ambon Namlea- Labuha KL 4,02 hari Wayame Sanana Ambon Total Perjalanan 24,93 hari Dari rute dan jumlah lama perjalanan, dapat dilihat bahwa kebutuhan depot terpenuhi seluruhnya dalam sekali sebulan. Selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menghitung ongkos muatan/liter/ mil, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung idling detention cost nya (I) yang dipengaruhi oleh total biaya selama di pelabuhan, lama berlabuh, jumlah muatan yang diangkut dengan rumus Dimana ic = total biaya selama di pelabuhan it = lama berlabuh C = jumlah muatan yang diangkut (1302x17x( ) (740* ))x70.85 I = = ,44

139 Selanjutnya operating movement dihitung yang dipengaruhi oleh total biaya selama dalam pelayaran, waktu/lamanya berlayar, jumlah muatan yang diangkut dan jarak yang ditempuh: T = mc x mt 2 C x D ( (4500* 27)) T 2 = = ( x 5351) Selanjutnya total biaya per unit dapat dihitung: Metode Operasi TC = T TC = = Rp. 8,67 L/ mil 5351 Dari perhitungan diatas dapat dibandingkan antara dua metode operasi, antara time charter dengan metode freight, I D Metode Time Charter Berikut adalah metode time charter, dimana pihak kapal menerima uang sewa sebesar $1400/hari untuk penyewaan kapal tanker dari pihak Pertamina dengan akumulasi seluruh pendapatan dan pengeluaran perbulan. Dengan setiap biaya variabel perjalanan kapal ditanggung oleh Pertamina sebagai pihak penyewa yaitu biaya pelabuhan dan biaya bahan bakar kapal Untuk seluruh rinciannya dapat dilihat pada Tabel 5.23.

140 Tabel Laporan Proyeksi Laba Rugi PerbulanDengan Metode Time Charter Diskripsi Bulanan (dalam Rupiah) A. PENDAPATAN B. BIAYA TETAP 1) Gaji Crew ) Uang Makan Crew ) Docking (IS +SS) ) Perawatan ) Survey ) Sertifikasi ) Asuransi (Hull & Machinery) ) Asuransi (Protect & Indemnity) ) Asuransi Crew ) Penyusutan JUMLAH [B] C. BIAYA VARIABEL 1) Bahan Bakar Minyak 2) Minyak Pelumas ) Air Tawar ) Pelabuhan - 5) Bongkar Muat ) Pajak Penghasilan (Pph 25) ) Entertainment Jumlah [C] D. Biaya Tetap + Var [B + C] E. Biaya Ops. Perusahaan F. Ang. Bank [Pokok +Bunga] G. Total Biaya [D+E+F] H. Laba/Rugi [A-G] Metode Freight Pada metode freight dimana pertamina membayar ongkos muatan perjarak yang ditempuh oleh kapal tanker yaitu berdasarkan cluster yang dimiliki oleh rute kapal,dapat ditentukan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan pendapatan yang akan diterima oleh pihak perusahaan karena pelayaran yang akan dilakukan oleh kapal sudah terjadwal dan sekecil mungkin menekan angka penundaan pelayanan bongkarmuat

141 dipelabuhan depot asal maupun pelayanan depot tujuan. Dengan perhitungan berikut pada metode freight dimana pertamina membayar ongkos muatan per jarak yang ditempuh oleh kapal tanker yaitu berdasarkan kluster yang dimiliki oleh rute kapal, dapat ditentukan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan pendapatan yang akan diterima oleh pihak perusahaan karena pelayaran yang akan dilakukan oleh kapal sudah terjadwal dan sekecil mungkin menekan angka penundaan pelayanan bongkarmuat di pelabuhan depot asal maupun pelayanan depot tujuan dengan perhitungan berikut: Jumlah hari operasi: - di laut 20 hari - di darat 5 hari Total hari operasi : 25 hari = Jumlah muatan (muat = bongkar) = KL Jumlah muatan (muat = bongkar) : kl x Rp.5,25 juta/kl = Rp , 2. Perhitungan biaya variabel Biaya bahan bakar (bunker), Dipakai MFO = 4,5 ton perhari dengan harga Rp.7000 per liter dan MDF = ton perhari dengan harga Rp 6800,- Perhari MFO = hari di laut x pemakaian per hari x harga MFO = 20 x 4.5 ton x Rp.7000/liter = Rp ,- /bulan MDF = total hari operasi x pemakaian per hari x harga = 25 x 4.5 ton x Rp.6300/liter = Rp ,- /bulan Total biaya bunker = = Rp Biaya pelabuhan dan canal = Rp

142 3. Perhitungan Biaya Tetap Biaya tetap dapat dilihat dilaporan keuangan time charter, jumlahnya sama, karena perbedaan biaya antara time charter dan metode freight hanya pada biaya bahan bakar dan metode tambang Tabel Laporan Proyeksi Laba Rugi Perbulan Dengan Metode Freight Bulanan (dalam Diskripsi Rupiah) A. Pendapatan B. Biaya Tetap 1) Gaji Crew ) Uang Makan Crew ) Docking (IS +SS) ) Perawatan ) Survey ) Sertifikasi ) Asuransi (Hull & Machinery) ) Asuransi (Protect & Indemnity) ) Asuransi Crew ) Penyusutan Jumlah [B] C. Biaya Variabel 1) Bahan Bakar Minyak ) Minyak Pelumas ) Air Tawar ) Pelabuhan ) Bongkar Muat ) Pajak Penghasilan (Pph 25) ) Entertainment Jumlah [C] D. Biaya Tetap + Var [B + C] E. Biaya Ops. Perusahaan F. Ang. Bank [Pokok + Bunga] G. Total Biaya [D+E+F] H. Laba/Rugi [A-G]

143 Membandingkan Metode Time Charter dengan Metode Freight Untuk mendapatkan sistem operasi terbaik, dimana sistem pengelolaan kapal yang menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari sistem sebelumnya. Untuk perbandingan melalui metode time charter dan metode freight dapat dilihat pada Tabel Tabel Laporan Perbandingan Metode Time Charter Dengan Metode Freight Pendapatan Biaya = Laba (rugi) Time Charter (dalam rupiah) Metode Freight (dalam rupiah) I. Pendapatan 1. Pendapatan Freight Pedapatan charter Pendapatan lain-lain B. Biaya Tetap 1) Gaji Crew ) Uang Makan Crew ) Docking (IS +SS) ) Perawatan ) Survey ) Sertifikasi ) Asuransi (Hull & Machinery) ) Asuransi (Protect & Indemnity) ) Asuransi Crew ) Penyusutan Jumlah [B] C. Biaya Variabel 1) Bahan Bakar Minyak ) Minyak Pelumas ) Air Tawar ) Pelabuhan ) Bongkar Muat ) Pajak Penghasilan (Pph 25) ) Entertainment Jumlah [C] D. Biaya Tetap + VariabelR [B + C] E. Biaya Ops. Perusahaan F. Ang. Bank [Pokok + Bunga] G. Total Biaya [D+E+F] H. Laba/Rugi [A-G]

144 Dari perbandingan diatas dapat diperhatikan bahwa pendapatan yang didapatkan lebih besar didapatkan dari metode freight, dimana setiap uang tambang yang dikenakan, berdasarkan kesepakatan para pemilik pelayaran, yaitu Rp ,- /kl. Sehingga setiap muatan yang mungkin dibawa oleh kapal tanker akan dikenai ongkos sebesar diatas. Selain itu perbandingan untuk metode freight, karena tidak terikat dengan waktu sewa kepada pihak Pertamina. Memungkinkan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain untuk mengangkut muatan lain, ketika pada perjalanan pulang ke depot asal, untuk selisih keuntungan didapatkan sebesar Rp ,hal ini membuktikan bahwa metode operasi yang paling tepat adalah metode uang tambang (freight).

145 BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH 6.1. Analisa Pemecahan Masalah Penentuan Variabel-Variabel yang Berpengaruh Kepada Operasional Kapal Variabel-variabel yang berpengaruh kepada operasional kapal termasuk kepada kecepatan, jarak dan waktu kecepatan kapal dibagi menjadi dua bagian yaitu kecepatan kapal saat berlayar dan kecepatan kapal ketika bongkar muat. Kedua kecepatan ini sangat mempengaruhi efesiensi waktu kapal, tetapi dalam hal ini kecepatan kapal diusahakan selalu konstan yaitu pada saat kapal bermuatan, kecepatan kapal diatur hanya sampai 10 knot perjam, hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kapal yang bermuatan cairan yaitu BBM cair, sedangkan pada saat kapal tidak bermuatan kecepatan kapal menjadi 10,5 knot, untuk menjaga keseimbangan kapal yang tidak terisi BBM lagi, kapal diisi dengan air ballast agar mampu menambah bobot kapal didalam air. Kecepatan kapal ini dampak lain selain agar keseimbangan kapal terjaga, hal ini juga menghindari pemakaian bahan bakar kapal yang berbanding lurus dengan kecepatan habisnya bahan bakar cair. Untuk kecepatan bongkar muat, dipengaruhi oleh kecepatan pompa penyalur BBM dan waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan muatan yang diperlukan. Kecepatan pompa merupakan faktor yang berada di luar sistem kapal, dimana pompa berasal dari pihak pabean yaitu pihak pertamina yang bertugas untuk menyediakan pompa dan seluruh fasilitas untuk menyalurkan BBM. Untuk jarak, kapal menempuh perjalanan dengan jarak antar pelabuhan yang masing-masing berbeda, jarak juga merupakan salah satu variabel yang sangat berpengaruh kepada perjalanan kapal, yaitu jarak yang ditempuh kapal pada saat mendistribusikan BBM dan

146 kembali ke depot asal untuk memuat BBM. Jarak yang ditempuh kapal tidak selalu konstan, tetapi bervariatif sesuai dengan kondisi perjalanan kapal. Untuk variabel waktu pelayaran kapal, dipengaruhi oleh waktu perjalanan pergi, perjalanan pulang dan waktu untuk manuver, waktu bongkar muat dan waktu untuk manuver. Variabel diatas ini adalah aspek yang diteliti untuk menentukan model berdasarkan angka yang didapati untuk data dari setiap variabel, selain hal ini di tentukan pula adanya variabel eror, yang dimaksudkan untuk mewakili variabel yang tidak tercakup didalam penelitian ini dan dianggap merupakan faktor lain yang mempengaruhi pelayaran kapal Analisis Dengan SEM 1. Pengembangan Model Berbasis Teori Pada tahap ini model yang dibangun adalah variabel- variabel berubah yang mempengaruhi jalur yang efektif kapal, dikembangkan berdasarkan keadaan dilapangan yang mengacu kapal untuk melakukan perjalanan, yaitu berdasarkan variabel yang mendasari rute yang akan dilalui kapal, yaitu ketika permintaan dari depot tujuan di terima, maka akan menyertai juga setiap waktu yang diperlukan untuk memuat dan membongkar, untuk perjalanan, manuver atau bersandar, untuk jarak yang ditempuh dan banyaknya muatan yang dibongkar atau dimuat 2. Mengkontruksi Diagram Jalur untuk Menunjukkan Hubungan Kausalitas Diagram yang dihasilkan pada level ini diambil dari diagram level 5 yaitu bagian operasional kapal yang mendasari waktu penjadwalan kapal, yaitu waktu bongkar muat, waktu perjalanan, waktu manuver, muatan yang dibongkar muat dan jarak, kelima variabel ini disebut indikator dan variabel latennya adalah jarak yang efektif,

147 dimaksudkan bahwa yang menjadi indikator dari jalur yang efektif adalah kelima variabel tersebut 3. Konversi Diagram Jalur kedalam Serangkaian Persamaan Struktural dan Spesifikasi Model Pengukuran Diagram jalur yang dikonversi terdiri dari satu variabel laten dan lima indikator, sehingga hanya menspesifikkan model pengukuran saja. Yaitu jalur yang efektif yang disimbolkan dengan Y sebagai variabel laten dan indikator waktu bongkar muat X1, waktu perjalanan X2, waktu manuver X3, kebutuhan X4 dan jarak X5, dengan menyertakan pada setiap indikator satu eror sebagai bias dari setiap pengukuran pada jalur yang efektif, yaitu e1, e2, e3, e4 dan e5 yaitu dengan rumus berikut: X1 = λ1y + e1 (1) X2 = λ2y + e2 (2) X3 = λ3y + e3 (3) X4 = λ4y + e4 (4) X5 = λ5y + e5 (5) Dan untuk model strukturalnya adalah: Y = bx1 + bx2 + bx3 + bx4 + BX5 4. Memilih Input Matriks dan Mendapatkan Model Estimate Matriks yang dimasukkan merupakan data voyage yang sudah diolah menjadi satu jam untuk data waktu. Untuk data jarak dan kebutuhan tidak perlu diolah langsung menjadi data input. Estimasi yang dipilih adalah estimasi maximum likehood, dimana estimasi ini dimaksudkan untuk mengestimasi data yang berkisar antara 100 sampai 200 data, untuk menghasilkan data normalitas yang selektif dengan tingkat signifikansi 0,001, sehingga outlier yang ada tidak terlalu banyak. Apabila menggunakan estimasi

148 lain seperti GLS (General Least Squared), akan menghasilkan data normalitas yang kurang selektif. 5. Menilai Problem Identifikasi Derajat kebebasan yang diperoleh dari model ini adalah 5, yang diperoleh dari nilai hasil, untuk penilaian data yang outlier yaitu data yang didapatkan dari hasil penilaian dengan program AMOS, didapatkan outlier sebanyak 11 data sehingga sisa data yang normal adalah 101 data, hal ini diakibatkan oleh nilai data yang terlalu besar sehingga berbeda jauh dengan populasi seluruh data yang ada. 6. Mengevaluasi model dengan kriteria Goodness of Fit Untuk menguji model yang terbentuk ada beberapa parameter, untuk seluruh parameter dan keterangannya dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Parameter Model Parameter Nilai Keterangan Goodness of fit index 0,874 Model yang dibentuk baik, karena angka goodness of fit indeks mendekati angka 1 Adjusted goodness of fit index 0,622 Model yang dibentuk cukup baik, karena angka Adjusted goodness of fit index mendekati angka 1 Parsimony goodness of fit index 0,291 Model yang dibentuk kurang baik, karena angka Parsimony goodness of fit index kecil karena mendekati angka 0 Realibity Construct 0,70 Setiap data yang diolah mampu mewakili keadaannya dilapangan, sehingga penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk mengambil keputusan karena diatas 0,70 merupakan model yang baik Variance Construct 0,69 Setiap variabel yang diolah mampu mewakili keadaannya dilapangan, sehingga penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk mengambil keputusan karena diatas nilainya hampir 0,7

149 7. Interpretasi dan Memodifikasi Model Dari analisis SEM yang dilakukan, dimodelkan 1 variabel laten dengan jalur yang efektif sebagai variabel latennya dan sebagai indikator ada 5 buah, yaitu waktu bongkar muat, jarak, banyak yang dibongkar muat, waktu perjalanan, waktu manuver. Setiap indikator ini diberikan satu nilai eror sebagai bias dari setiap pengukuran. Dan hal ini juga menyatakan ada indikator lain yaitu variabel eror yang menjadi bias dari pengukuran ini. Dan diberikan juga modifikasi indikasi untuk menurunkan nilai chi square, karena semakin kecil nilai chi square suatu model maka akan semakin baik model tersebut. Diberikan nilai chi square 10,969 dengan derajat kebebasan 3, untuk model yang dimodifikasi. Angka pada model menunjukkan factor loading setiap indikator terhadap konstruk. - Variabel jarak dengan jalur yang efektif yaitu mendapatkan angka 0,77 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara. - variabel kebutuhan memberikan pengaruh sebesar 0,53 kepada jalur yang efektif,angka 0,53 menunjukkan bahwa, artinya dengan variabel kebutuhan dapat menjelaskan konstruk jalur yang efektif, sementara untuk angka 0,22 menunjukkan hubungan yang biasa dengan jalur yang biasa dengan jalur yang efektif. - Hubungan lama waktu maneuver dengan jalur yang efektif, adalah tetap, keadaan waktu maneuver yang hanya sedikit berfluktuasi dianggap tetap pada pembuatan jalur yang efektif pada kapal, sementara untuk hubungan waktu bersandar (X4) dengan jalur yang efektif menunjukkan hubungannya mutlak yaitu berada pada angka 1.

150 - Untuk nilai waktu bongkar muat (X5) memberikan pengaruh yang kuat antara variabel tersebut dengan jalur yang efektif pada angka 0,30 Kelebihan dari metode SEM ini adalah, bahwa model ini mampu menjelaskan suatu variabel yang disebut sebagai variabel laten yang mampu diketahui setiap indikator yang berpengaruh terhadap variabel tersebut, hal ini sangat baik untuk penyusunan suatu model yang tidak dapat dijelaskan dengan angka, karena indikator tersebutlah yang menjelaskan keberadaan variabel laten tersebut. Baik pengaruh yang sangat kuat maupun pengaruh yang biasa bahkan yang tidak ada pengaruhnya., seperti membuat model jalur yang efektif dengan membuat indikatornya adalah jarak, banyak muatan yang dibongkar, waktu perjalanan, waktu bongkar muat, dan waktu manuver, sehingga dapat disusun setiap variabel yang mungkin saja berubah nilainya. Kekurangan dari metode SEM ini, hanya mampu memunculkan angka pengaruh yang konstan pada sejumlah data tertentu yaitu dengan data 100 sampai 200 data yaitu dengan maximum likehood, sementara dengan data yang lebih besar dari angka 200 data maka harus menggunakan estimasi yang berbeda, karena akan menghasilkan nilai estimasi yang berbeda pula. Untuk memodelkan rute ini, sangat perlu diperhatikan untuk setiap data yang diluar normalitas data, sehingga mampu mewakili model yang sebenarnya di lapangan. Metode ini dapat terus dipakai, meskipun ada penambahan indikator maupun variabel laten yang lain, karena akan memberikan pertimbangan yang sangat baik untuk menyusun suatu rute maupun sistem apapun yang didalamnya ada komponen yang saling berinteraksi dan memberikan pengaruh.

151 Untuk hasil penelitian diatas, dihasilkan bahwa variabel yang berpengaruh yang sangat mempengaruhi model ini adalah jarak, waktu untuk perjalanan, waktu untuk bongkar muat dan banyaknya muatan yang dibongkar. Sementara untuk waktu manuver menunjukkan bahwa waktunya hampir konstan, menunjukkan bahwa variabel tersebut bukan variabel berubah dari model jalur yang efektif. Sehingga dengan pertimbangan ini, perlu diambil jarak yang paling dekat, waktu perjalanan yang lebih cepat yang dipengaruhi oleh kecepatan berlayar kapal, baik keadaan kapal laden maupun ballast, banyak minyak yang dibongkar muat, sebenarnya hal ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan pompa di pelabuhan, sehingga dipikirkan untuk menggunakan lebih dari satu pompa penghisap, dan kecepatan bongkar muat kapal yaitu kegiatan yang berhubungan selain pompa penghisap Penentuan Jalur/Rute Penentuan jalur atau rute yang baru bagi kapal tanker, disesuaikan dengan hasil pemodelan diatas dimana setiap rute, variabel berubah penentunya adalah jarak, waktu perjalanan, waktu bongkarmuat, waktu manuver dan banyak BBM yang dibongkar muat. Pembatasnya adalah kapasitas kapal, kebutuhan tiap depot tujuan. Didapatkan 5 kluster untuk rute penghantaran tiap bulannya yaitu seperti pada Tabel 6.2. dengan setiap jumlah hari yang didapatkan Tabel 6.2. Jadwal Keseluruhan Klaster Rute Muatan yang Lama diangkut Perjalanan Klaster I Ambon Merauke - Ambon 2588,46 KL 7,6 hari Klaster II Ambon Fak-fak Kaimana Masohi - Ambon 2193,833 KL 3.91 hari K la A m 2 8 5, 1

152 st er II I b o n S au m la ki T ua l D o b o A m b o n 5 4, K L 1 ha ri Klaster IV Ambon Ternate- Tobelo- Ambon 2436,838 KL 4,29 hari 4,02 hari Ambon Namlea- Labuha Wayame KL Klaster V Sanana Ambon Total Perjalanan 24,93 hari Jumlah hari 24,93 hari merupakan hari efektif penghantaran minyak karena 2 hari ditentukan untuk maintanance kapal 6.4. Sistem Operasi Kapal 1. Time Charter Pada metode ini, yang menjadi keuntungan adalah, pihak perusahaan akan tetap menerima uang sewa time charter, meskipun waktu untuk melakukan tertunda. Pihak perusahaan hanya menyediakan seluruh operasional kapal kecuali untuk biaya bahan bakar dan pelabuhan. Pelayanan yang terlambat di pelabuhan dan tidak terlayaninya

153 depot-depot yang lain tidak mempengaruhi uang sewa yang diterima oleh pihak perusahaan, dengan kata lain meskipun produktivitas waktu pelayaran sangat rendah tidak akan mempengaruhi pendapatan perusahaan. Kelemahan pada metode ini adalah meskipun ada kemungkinan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan dengan meningkatkan keefektifan produktivitas kapal, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan,karena seluruh waktu operasional kapal sudah dikendalikan oleh pihak Pertamina, untuk keuntungan yang diraih dari metode ini adalah sebesar Rp ,-. 2. Metode Freight Pada metode ini, kelebihannya adalah pihak perusahaan mampu mendapatkan keuntungan maksimal dengan meningkatkan produktifitas kapal, metode ini memungkinkan pihak perusahaan untuk mengadakan kerjasama dengan pihak perusahaan lain untuk mendapatkan keuntungan, waktu produktifitas kapal akan semakin besar dan seiring dengan keadaan ini, uang tambang yang dikenakan pada setiap muatan pun telah ditetapkan oleh komite pelayaran sehingga mempunyai ketetapan untuk pendapatan yang akan diraup oleh pihak perusahaan, meskipun dalam hal ini, pihak perusahaanlah yang akan menanggung biaya variabel bahan bakar kapal dan biaya pelabuhan. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa pihak kapal bertanggungjawab penuh atas operasional kapal dan menanggung seluruh akibat kerugian apabila kapal terlambat memenuhi jadwal yang sudah ditentukan oleh pihak yang mengadakan kerjasama dengan pihak perusahaan, sehingga resiko yang harus

154 diambil pihak perusahaan jauh lebih tinggi, untuk pendapatan yang didapatkan dengan metode ini didapatkan sebesar Rp , Membandingkan Metode Time Charter dengan Metode Freight Untuk perbandingan sistem operasi kapal ditentukan dengan metode freight dan metode time charter. Dalam hal ini untuk mendapatkan keuntungan lebih, sebaiknya pemilik kapal menerapkan sistem freight yaitu mengenakan ongkos kepada setiap muatan yang diangkut oleh kapal. Keuntungan dari time charter adalah seandainya ada kelambatan dari pihak lain, selain dari pihak penyewa, pihak pemilik tetap mendapat uang sewa perhari, sementara kalau sistem freight, pemilik kapal wajib bertanggungjawab penuh atas seluruh kelancaran penghantaran yang dilakukan dan diberlakukannya demmurage disch untuk keterlambatan penghantaran yaitu penalty untuk pemilik kapal. Tetapi berdasarkan penggunaan keefektifan kapal, metode freight sangat memungkinkan, untuk perbandingan dari metode diatas dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Laporan Perbandingan Metode Time Charter Dengan Metode Freight Pendapatan Biaya = Laba (Rugi) Time Charter (dalam rupiah) Metode Freight (dalam rupiah) Pendapatan Biaya Tetap + Variabel Biaya Ops. Perusahaan Ang. Bank [Pokok + Bunga] Total Biaya Laba/Rugi

155 Dari perbandingan diatas dapat diperhatikan bahwa pendapatan yang didapatkan lebih besar didapatkan dari metode freight, dimana setiap uang tambang yang dikenakan, berdasarkan kesepakatan para pemilik pelayaran, yaitu Rp ,- /kl. Sehingga setiap muatan yang mungkin dibawa oleh kapal tanker akan dikenai ongkos sebesar diatas. Selain itu perbandingan untuk metode freight, karena tidak terikat dengan waktu sewa kepada pihak pertamina. Memungkinkan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain untuk mengangkut muatan lain, ketika pada perjalanan pulang ke depot asal untuk selisih keuntungan didapatkan sebesar Rp ,hal ini membuktikan bahwa metode operasi yang paling tepat adalah metode uang tambang (freight). BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data dan membahas hasil yang diperoleh untuk memcahkan permasalahan yang terjadi pada penentuan rute yang efektif pada PT. Burung Laut, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

156 1. Variabel yang berpengaruh terhadap jalur operasional kapal adalah waktu bongkarmuat, waktu perjalanan, dan kebutuhan setiap depot paling dominan karena berdasarkan nilai pengaruh diatas 0,53. sementara untuk nilai pengaruh waktu manuver dan jarak, tergolong lemah, meskipun merupakan variabel pertimbangan untuk menyusun rute 2. Jalur yang optimal dari distribusi BBM yaitu sebagai berikut : - Klaster I rute perjalanan yaitu Ambon Merauke Ambon, muatan yang diangkut 2588,46 KL dan lama perjalanan 7,6 hari. - Klaster II rute perjalanan yaitu Ambon Fak-fak Kaimana Masohi - Ambon, muatan yang diangkut 2193,833 KL dan lama perjalanan 3.91 hari. - Klaster III rute perjalanan yaitu Ambon Saumlaki Tual Dobo Ambon, muatan yang diangkut 2854,071 KL dan lama perjalanan 5,11 hari. - Klaster IV rute perjalanan yaitu Ambon Ternate- Tobelo- Ambon, muatan yang diangkut 2436,838 KL dan lama perjalanan 4,29 hari. - Klaster V rute perjalanan yaitu Ambon Namlea- Labuha Wayame Sanana Ambon, muatan yang diangkut KL dan lama perjalanan 4,02 hari. 3. Biaya yang optimal didapatkan dari seluruh biaya perbulan dari operasional kapal yaitu sebesar Rp perbulan dengan seluruh kebutuhan untuk bahan bakar dan uang pelabuhan ditanggung oleh PT. Pertamina, sedangkan untuk biaya keseluruhan dengan metode freight didapatkan sebesar Rp Untuk nilai biaya kapal perjarak tempuh didapatkan sebesar Rp. 8,67 L/ mil, yaitu ongkos muatan minyak, perjarak tempuhnya.

157 5. Untuk pilihan terbaik dari perbandingan metode uang tambang dengan metode time charter adalah metode uang tambang yaitu dengan selisih keuntungan sebesar Rp tetapi mengambil resiko lebih besar karena seluruh tanggungjawab pendistribusian BBM ditanggung sepenuhnya oleh pihak perusahaan, hal ini beresiko karena apabila pihak perusahaan tidak optimal pengoperasiannya akan membuka peluang untuk perusahaan pelayaran lain untuk menggeser kerja sama dengan pihak yang bekerja sama dengan pihak perusahaan. 6. Dari keseluruhan sistem yang ada pada manajemen perkapalan dengan metode SEM maka didapatkan untuk pembuatan rute yang paling berpengaruh banyak muatan yang dibongkar atau dimuat yang ditempuh didapatkan nilai pengaruhnya adalah mutlak, untuk waktu bongkar muat didapatkan pengaruhnya sangat kuat, untuk waktu perjalanan nilai pengaruhnya kuat, untuk jarak mendapatkan nilai pengaruh cukup kuat, sementara untuk waktu manuver didapatkan nilai pengaruh yang lemah dapat dirumuskan dengan perumusan angka pengaruh dari SEM adalah: Y = 0,77 X1 + 0,53 X2 + 0,22 X3 + 1 X4 + 0,3 X5. 7. Untuk data waktu manuver yang mempunyai pengaruh lemah, artinya keberadaan kapal ketika bersandar atau manuver tidak dapat memberikan pengaruh terhadap keefektifan jalur kapal yang dibentuk, namun untuk pelayaran hal ini harus tetap disertakan, meskipun nilainya akan tetap konstan. 8. Dari seluruh penyelesaian SEM, didapatkan bahwa variabel yang sangat berpengaruh adalah waktu untuk bongkarmuat, waktu perjalanan, banyaknya muatan yang dibongkar muat dan jarak yang ditempuh, sehingga untuk menentukan keefektifan pelayaran kapal, variabel-variabel ini sangat penting untuk dioptimalkan.

158 7.2. Saran 1. Bagi penelitian selanjutnya, variabel lainnya hendak diselidiki lebih lanjut, agar model yang dibentuk lebih mewakili keadaan sebenarnya, yaitu agar nilai pengaruh dari setiap variabel menjadi variabel yang berpengaruh. 2. Perlu dipikirkan untuk membuat data yang lebih besar untuk melihat kecenderungan nilai pengaruh model untuk mendapatkan model yang lebih fit. 2 Bagi pihak perusahaan hendaknya memperhatikan kemungkinan lain untuk mempertimbangkan sistem operasi dengan mengendalikan pelayaran sendiri dengan mengenakan ongkos ke setiap muatan yang diangkut kapal, karena hal ini akan meningkatkan produktivitas kapal. 3. Dapat dipikirkan untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain selain Pertamina, agar ketika kapal kembali ke depot asal tidak dalam keadaan kosong. 4. Bagi pihak perusahaan, dipikirkan untuk melakukan perjalanan dengan sistem liner, sehingga delay time pada waktu bongkar muat akan berkurang karena sudah terjadwal terlebih dahulu di pelabuhan depot tujuan maupun asal. DAFTAR PUSTAKA Ghozali, Imam, Model Persamaan Sstruktural AMOS Ver. 5.0, Universitas Diponegoro, 2004 Imam, Kamirul,, Analisa Model Persamaan Struktural (SEM), Bahan Kuliah Analisis Multivariat Program MM - PPS UNEJ, Jakarta Kosasih, Engkos dan Soewedo Hananto, Manajemen Perusahaan Pelayaran,Edisi I, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada,2007 Nasution, M.Nur Manajemen Transportasi, Edisi II Cet I;Jakarta:Ghalia Indonesia,2004,

159 Salim Abbas,. Manajemen transportasi.edisi I (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2006 Santoso, Singgih, Structural Equation Modeling Konsep dan Aplikasi dengan AMOS, Jakarta, PT. elex Media Komputindo, 2007 Sarwono, Jonathan, 2006, Analisa Jalur Untuk Riset Bisnis dengan SPSS, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Sarwono, Jonathan Metode penelitian kuantitatif &kualitatif, Ed I,(Cet I;Yogyakarta:Graha Ilmu,2006). Supranto,Analisis Multivariat arti & Interpretasi,(CetI;Jakarta:Rhineka Cipta,2004) Suyono, R.P Shipping Pengakutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, (Cet, Jakarta 2003). Richa, Agarwal Ergun Ozlem, Ship Scheduling and Network Design for Cargo Routing in Liner Shipping, Schoo, infoms@isye.gatech.edu, oerung@isye.gatech.edu Threatte, Kermit dan C. Graves, Stephen, Tactical Shipping and Scheduling at Polaroid with Dual Lead-Times, sgraves@mit.edu

160

161

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV-36 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut disingkat PT. Burung Laut dibeli dan diambil alih kepemilikannya dari pemilik lama oleh pemilik baru H.M.

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. BURUNG LAUT BANDA ACEH CABANG. Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut Banda Aceh didirikan sesuai

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. BURUNG LAUT BANDA ACEH CABANG. Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut Banda Aceh didirikan sesuai BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. BURUNG LAUT BANDA ACEH CABANG MEDAN Perusahaan pelayaran PT. Burung Laut Banda Aceh didirikan sesuai dengan akte No. 18 April 1988 yang dibuat dihadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana IV-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana transportasi laut sebagai sarana penghubung utama antara pulau. Distribusi barang antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Proses Layanan Bisnis. B. Transportasi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Proses Layanan Bisnis. B. Transportasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Layanan Bisnis Pada umumnya proses layanan bisnis yang digunakan setiap perusahaan jasa penyewaan kapal untuk mendistribusikan barang adalah perusahaan tersebut mengikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa.

Lebih terperinci

Jl. Ir. M. Putuhena, KampusUnpatti, Poka-Ambon, Maluku

Jl. Ir. M. Putuhena, KampusUnpatti, Poka-Ambon, Maluku Jurnal Barekeng Vol. 8 No. 1 Hal. 51 59 (2014 APLIKASI ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM DALAM PENENTUAN RUTE OPTIMUM DISTRIBUSI BBM PADA PT. BURUNG LAUT Ant Colony System Algorithm Application to Determining

Lebih terperinci

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela No.140, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Barang di Laut. Komponen Penghasilan. Biaya Yang Diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 3 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital intensive), dikarenakan tingginya biaya modal yang dibutuhkan untuk membeli suatu kapal (Luo dan

Lebih terperinci

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN DASAR-DASAR ANALISIS OPERASI TRANSPORTASI Penentuan Rute Sistem Pelayanan

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur

2017, No Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur No.101, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Laut Perintis. Komponen Penghasilan. Biaya Yang Diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 2 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 ANALISA JUMLAH KECUKUPAN ARMADA TANKER DENGAN PENDEKATAN METODE BRANCH AND BOUND DI PT. BURUNG LAUT TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) Ivan Akhmad 1) dan Ahmad Rusdiansyah 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( )

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( ) SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR Oleh : Windra Iswidodo (4107 100 015) Pembimbing : I G. N. Sumanta Buana, S.T., M.Eng. LATAR BELAKANG Pengembangan

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT DUKUNGAN KEBIJAKAN DALAM MENGOPTIMALKAN KAPASITAS, KUALITAS DAN DAYA SAING INDUSTRI PELAYARAN NIAGA DAN PELAYARAN RAKYAT SERTA INFRASTRUKTUR PENDUKUNGNYA DALAM MEWUJUDKAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN NORMALISASI

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

1. Tentang Kami. 2. Visi. 3. Misi. 4. Integritas

1. Tentang Kami. 2. Visi. 3. Misi. 4. Integritas Jl. Sungai Bambu Raya No. 19, Tg. Priok, Jakarta Telp. +6221 22652213 Fax : +6221 22652214 Email : official@samudragroup.xyz Website : 1. Tentang Kami PT. Samudra Lomanis Shipping Lines didirikan pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK KONSUMEN DAN SITUASIONAL TERHADAP PEMBENTUKAN MINAT DAN SIKAP PENGGUNAAN TEKNOLOGI SMS BANKING PADA PT BANK XXXX DI MEDAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KONSUMEN DAN SITUASIONAL TERHADAP PEMBENTUKAN MINAT DAN SIKAP PENGGUNAAN TEKNOLOGI SMS BANKING PADA PT BANK XXXX DI MEDAN PENGARUH KARAKTERISTIK KONSUMEN DAN SITUASIONAL TERHADAP PEMBENTUKAN MINAT DAN SIKAP PENGGUNAAN TEKNOLOGI SMS BANKING PADA PT BANK XXXX DI MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PT.(PERSERO) PELABUHAN INDONESIA I BELAWAN

BAB II PROFIL PT.(PERSERO) PELABUHAN INDONESIA I BELAWAN BAB II PROFIL PT.(PERSERO) PELABUHAN INDONESIA I BELAWAN A. SEJARAH SINGKAT PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia I didirikan berdasarkan Perturan Pemerintah No. 56 tahun 1991 dengan akte Notaris Imas Fatimah

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain, mendukung suatu rantai pasokan menjalankan fungsi pengiriman barang dari hulu (pemasok)

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Transportasi udara dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: 1. Penerbangan domestik 2. Penerbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan jasa pelayanan bongkar dan muat peti kemas yang terletak di wilayah Pelabuhan Tanjung

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TUJUAN PERUMUSAN MASALAH. Fadila Putra K Distribusi menurun hingga 60% (2007) Kebutuhan Pupuk

LATAR BELAKANG TUJUAN PERUMUSAN MASALAH. Fadila Putra K Distribusi menurun hingga 60% (2007) Kebutuhan Pupuk Fadila Putra K. 4105 100 044 LATAR BELAKANG Agraris Pertanian Kebutuhan Pupuk Pemenuhan PT PUSRI Distribusi Pupuk Surabaya, Januari 2010 Distribusi menurun hingga 60% (2007) Muatan Tidak Optimum Dosen

Lebih terperinci

ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI

ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah tugas akhir sebagai persyaratan kelulusan

Lebih terperinci

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI vii DAFTAR ISI Halaman Judul..... i Halaman Pengesahan..... ii Kata Pengantar..... iii Abstrak.... v Abstract... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel... x Daftar Notasi... xii Lampiran....

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian Data diambil menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada konsumen Indomaret Point Pandanaran di kota Semarang. Populasi

Lebih terperinci

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di terminal barang potongan, terminal peti kemas, terminal barang

Lebih terperinci

BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT

BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT A. Pengertian Pengangkutan Kata pengangkutan berasal dari kata angkut yang artinya bawa atau muat dan kirimkan. Jadi pengangkutan diartikan sebagai pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PT. MITHA SAMUDRA WIJAYA. Berdiri pada 11 Maret 1999 yang beralamat di Jalan Raya Belawan

BAB II GAMBARAN UMUM PT. MITHA SAMUDRA WIJAYA. Berdiri pada 11 Maret 1999 yang beralamat di Jalan Raya Belawan BAB II GAMBARAN UMUM PT. MITHA SAMUDRA WIJAYA A. Sejarah Singkat PT. Mitha Samudra Wijaya Berdiri pada 11 Maret 1999 yang beralamat di Jalan Raya Belawan Nomor 2 Kecamatan Medan Kota Belawan, perusahaan

Lebih terperinci

MODA TRANSPORTASI LAUT. Setijadi

MODA TRANSPORTASI LAUT. Setijadi 5 MODA TRANSPORTASI LAUT Setijadi setijadi@supplychainindonesia.com 2015 1 PERKEMBANGAN ANGKUTAN LAUT Setiap tahun terdapat lebih dari 50.000 kapal besar yang membawa 40 persen perdagangan dunia yang dibawa

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di dalam bidang transportasi kargo dan pelayanan logistik yang

Lebih terperinci

PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN

PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL http://images.hukumonline.com I. PENDAHULUAN Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan tahapan yang akan dilakukan dalam menentukan tarif pada bus Mayasari Bakti patas 98A Trayek Pulogadung Kampung Rambutan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pendalaman Alur Pada Biaya Transportasi (Studi Kasus : Sungai Musi)

Analisis Dampak Pendalaman Alur Pada Biaya Transportasi (Studi Kasus : Sungai Musi) JURNAL TUGAS AKHIR, ITS (Juli,2014) 1 Analisis Dampak Pendalaman Alur Pada Biaya Transportasi (Studi Kasus : Sungai Musi) Wina Awallu Shohibah, Firmanto Hadi, dan Irwan Tri Yunianto Jurusan Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA 62 6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA Pendahuluan Bila dilihat dari segi lingkup pelayaran yang dilayani, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini menjelaskan beberapa hal mengenai perusahaan yang menjadi tempat penelitian, yaitu PT. XYZ. Beberapa hal tersebut adalah sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 4 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DI LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Penyusunan Matriks PMTB Tahun 2015

Penyusunan Matriks PMTB Tahun 2015 RAHASIA REPUBLIK INDONESIA MI-06A Kapal (DISHUB) Penyusunan Matriks PMTB Tahun 2015 Survei ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai: 1. Kuantitas (jumlah) komoditi yang menjadi barang modal (fixed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. X merupakan perusahaan pelayaran swasta nasional yang telah berdiri semenjak tahun 1981 di Indonesia, dengan akta pendirian pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Putra Tunas Megah pada awalnya didirikan oleh perusahaan asing yang berdomisili di Singapura (Asysmec, Co.). PT. Putra Tunas Megah didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. transportasi pada tahun 1878 di Laut Kaspia. Berdasarkan data dari Review of

BAB I PENGANTAR. transportasi pada tahun 1878 di Laut Kaspia. Berdasarkan data dari Review of BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perdagangan minyak dan gas bumi dunia yang pada distribusinya sebagian besar ditransportasikan melalui laut memberi peluang yang besar pada kegiatan angkutan laut dunia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Nias merupakian salah satu dari 17 kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang mengelilinginya,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. dalam bidang industri pengolahan minyak goreng. Perusahaan Permata Hijau

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. dalam bidang industri pengolahan minyak goreng. Perusahaan Permata Hijau BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Perusahaan Permata Hijau Group (PHG) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan minyak goreng. Perusahaan Permata Hijau Group

Lebih terperinci

SURVEI TAHUNAN PERUSAHAAN PENGILANGAN MIGAS (KUESIONER KILANG)

SURVEI TAHUNAN PERUSAHAAN PENGILANGAN MIGAS (KUESIONER KILANG) SURVEI TAHUNAN PERUSAHAAN PENGILANGAN MIGAS (KUESIONER KILANG) Pengilangan Minyak dan Gas Bumi adalah mencakup usaha pemurnian dan pengilangan minyak bumi yang menghasilkan gas atau LPG, naptha, avigas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Hal ini berarti akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi kekayaan alam maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Standar Pelayanan Berdasarkan PM 37 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum adalah suatu tolak ukur minimal yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

Model Pengangkutan Crude Palm Oil

Model Pengangkutan Crude Palm Oil TUGAS AKHIR Model Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) Untuk Domestik Oleh : Wahyu Aryawan 4105 100 013 Dosen Pembimbing : Ir. Setijoprajudo, M.SE. Bidang Studi Transportasi Laut dan Logistik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN PELABUHAN MERAK

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN PELABUHAN MERAK ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN PELABUHAN MERAK SKRIPSI Disusun oleh ARIYO KURNIAWAN 24010211140086 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

TESIS JOHAN JOHANNES PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK TRANSPORTASI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

TESIS JOHAN JOHANNES PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK TRANSPORTASI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TESIS JOHAN JOHANNES PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK TRANSPORTASI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 Latar Belakang Listrik ; satu faktor penting dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengantar Dalam rangka penyusunan laporan Studi Kajian Jalur Angkutan Penyangga Kawasan Malioboro berbasis studi kelayakan/penelitian, perlu dilakukan tinjauan terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN T U G A S S A R J A N A Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 s. bp uk ab. am uj m :// ht tp id go. STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 ISSN : - No. Publikasi : 76044.1502 Katalog BPS : 830.1002.7604 Ukuran Buku : 18 cm x 24 cm Jumlah Halaman : v + 26 Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan perpindahan manusia atau barang dari suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 Sistem Berjalan

BAB 3 Sistem Berjalan BAB 3 Sistem Berjalan 3.1 Sejarah Perusahaan PT LINTAS BAHARI NUSANTARA PT. Lintas Bahari Nusantara berdiri pada tahun 2003 yang bertempat di Jl. Pinisi Raya 2, Sunda Kelapa Ancol (Jakarta Utara). Perusahaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah

Lebih terperinci

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA Hasan Iqbal Nur 1) dan Tri Achmadi 2) 1) Program Studi Teknik Transportasi Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 ANALISIS PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA (QUALITY OF WORK LIFE) TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA PEKERJA DI PT. INTAN SUAR KARTIKA TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN DI PERAIRAN DALAM WILAYAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan. ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu

I. PENDAHULUAN. Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan. ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu negara sulit mencapai hasil yang optimum tanpa adanya

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain yang membuat suatu rantai pasokan menjalankan pengiriman barang dari hulu ke hilir (pelanggan).

Lebih terperinci

PERMINTAAN KONTAINER UNTUK EKSPOR BARANG PADA PT. ARPENI PRATAMA OCEAN LINE TBK CABANG SEMARANG

PERMINTAAN KONTAINER UNTUK EKSPOR BARANG PADA PT. ARPENI PRATAMA OCEAN LINE TBK CABANG SEMARANG PERMINTAAN KONTAINER UNTUK EKSPOR BARANG PADA PT. ARPENI PRATAMA OCEAN LINE TBK CABANG SEMARANG Nadia Amanta Reisa, Karnowahadi, Paniya Jurusan Administrasi Bisnis, Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof.H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian adalah perusahaan perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia yang termasuk ke dalam sub sektor Transportation. Penentuan

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB II PT. MITRA JAYA BAHARI BELAWAN

BAB II PT. MITRA JAYA BAHARI BELAWAN BAB II PT. MITRA JAYA BAHARI BELAWAN A. Sejarah Ringkas Perusahaan PT. Mitra Jaya Bahari Belawan berdiri pada tahun 1997 bergerak dalam bidang jasa pengangkutan cargo dan container dengan pimpinan Bapak

Lebih terperinci

Penentuan Umur Ekonomis Truk Trailer Berdasarkan Biaya Tahunan Rata-rata di PT Richie Persada Logistindo

Penentuan Umur Ekonomis Truk Trailer Berdasarkan Biaya Tahunan Rata-rata di PT Richie Persada Logistindo Penentuan Umur Ekonomis Truk Trailer Berdasarkan Biaya Tahunan Rata-rata di PT Richie Persada Logistindo Syafrianita Program Studi Manajemen Transportasi Sekolah Tinggi Manajemen Logistik Indonesia Jl.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan dan Saran. Gambar 5.1 Pola Operasional Kapal (proposed)

BAB 5 Simpulan dan Saran. Gambar 5.1 Pola Operasional Kapal (proposed) BAB 5 Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Hasil Penelitian Mengacu kepada rumusan masalah, maka pola operasional yang dihasilkan dari pengolahan data (proposed) dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT Sumatra Industri Cat merupakan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang produksi cat. PT Sumatra Industri Cat didirikan pada bulan Juni tahun

Lebih terperinci