No. Kecamatan Luas (km2) % Kelurahan (bh) Desa (bh)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "No. Kecamatan Luas (km2) % Kelurahan (bh) Desa (bh)"

Transkripsi

1 BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), dengan luas wilayah 1.770,80 Km² atau Ha, atau 4,57 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, merupakan kabupaten terkecil ke-4 dari 13 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Barabai. Jarak ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan ibu kota Provinsi Kalimantan Banjarmasin sejauh ± 165 kilometer. Letak geografis Kabupaten Hulu Sungai Tengah berada pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Tengah memiliki batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat Secara administratif, Kabupaten Hulu Sungai Kab. Balangan Kab. Kotabaru Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 11 kecamatan, 8 kelurahan dan 161 desa. Adapun luas masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah No. Kecamatan Luas (km2) % Kelurahan (bh) Desa (bh) 1. Haruyan 101,36 5, Batu Benawa 54,52 3, Hantakan 208,49 11, Batang Alai Selatan 76,06 4, Batang Alai Timur 778,74 43, Barabai 40,74 2, Labuan Amas Selatan 97,80 5, Labuan Amas Utara 170,30 9, Pandawan 116,39 6, Batang Alai Utara 65,36 3, Limpasu 61,04 3,45-9 Jumlah 1.770, Sumber : Bappeda dan BPS Hulu Sungai Tengah POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 1

2 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 2 Gambar 2.1 Peta Orientasi Kabupaten Hulu Sungai Tengah

3 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 3 Gambar 2.2 Peta Admistrasi Kabupaten Hulu Sungai Tengah

4 Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah bila mengikuti pembagian satuan fisiografi secara regional, maka wilayah termasuk dalam satuan dataran rendah Kalimantan Bagian Tengah (Central Kalimantan Lowlands), dan Pegunungan Meratus (Meratus Mountain). Dataran rendah Kalimantan bagian tengah ini, secara subregional terbagi menjadi Satuan Rawa Barito (Barito Swamplands), Dataran dan Lereng Perbukitan Pegunungan Meratus (The Interior Plains and Foothills). Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang tertinggi berada pada gugusan Pegunungan Meratus, yaitu Gunung Besar (Halau-halau) dengan ketinggian m dpl, sekaligus sebagai titik tertinggi di Kalimantan Selatan. Sedangkan berdasarkan kelerengan didominasi kelas lereng agak curam/sedang (15 25%) seluas 34,70%, landai/datar (8 15%) seluas 27,41%, sangat curam/sangat berat (> 45%) seluas 19,51%, berat/curam (25 45%) seluas 15,80%, dan sisanya datar sekali (0 8%) seluas 2,59%. Tabel 2.2 Kelas Lereng Lahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah No. Kelas Lereng Luas (Ha) (%) 1. Datar sekali (0 8 %) ,59 2. Datar (8 15 %) ,41 3. Sedang (15 25 %) ,70 4. Berat (25 45 %) ,80 5. Sangat berat (> 45 %) ,51 Jumlah Jenis tanah di Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah didominasi oleh jenis tanah Podsolik Merah Kuning yang terletak di daerah berbukit/bergunung dan jenis tanah organosol yang terletak pada daerah datar berupa lahan persawahan. Jenis tanah dan luasan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Jenis Tanah Kabupaten Hulu Sungai Tengah No. Simbol Jenis Tanah Bahan Induk Fisiografi Luas (Ha) % 1 A - A/P Aluvial Bahan Aluvial Dataran ,68 2 OHG - P/A Organosol Glei Humus Bahan Organik Dataran ,62 Aluvial 3 RYP Podsolik Merah Kuning Batuan endapan Intrusi ,20 4 RYP - I/1 Podsolik Merah Kuning Batuan Beku Intrusi ,76 5 RYP/L/LI Komp. Pods. Mr-Kng Batuan endapan Pegunungan ,79 Lato - Lito & Metamort patahan 6 L - Y/1 Latosol Batuan beku Volkan ,95 Jumlah ,00 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 4

5 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 5 Gambar 2.3 Peta Kelerengan Lahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah

6 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 6 Gambar 2.4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Hulu Sungai Tengah

7 Secara geologi posisi Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak berada pada pertemuan lempeng tektonik (Tectonic Plate) sehingga daerah ini sangat stabil karena tidak adanya kegiatan vulkanis. Struktur Geologi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri atas beberapa jenis batuan sebagaimana pada tabel 2.4 dan peta 2.4. Tabel 2.4 Formasi Batuan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Formasi Sandi Penyusun Endapan Formasi Pudak Kap Extrusive: intermediate: polymic POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 7 Luas (Ha) Volcanism: submarine Formasi Haruyan Kvh Extrusive: mafic: lava Volcanism: submarine Granit Kelai Kgr1 Intrusive: felsic Plutonism: sub-volcanic Tonalit Sepauk Kls Intrusive: felsic: granitoid Plutonism: batholiths Intrusi Sintang Toms Intrusive: intermediate Plutonism: sub-volcanic Malihan Pinoh PzTRp Metamorphic: schist Metamorphism: regional: high-grade Ofiolit Jura Mub Ophiolite Endapan alluvium Qa Sediment: clastic: alluvium Terrestrial: alluvial Formasi Pitap Ksp Sediment: clastic: flysch Neritic Formasi Warukin Tmw Sediment: clastic: sandstone Littoral: delta Batu Nunggal Kpb/LAUT Sumber : Puslitbang Geologi Total Luas (Ha) Berdasarkan sistem DAS, sebagian besar Kabupaten Hulu Sungai Tengah berada dalam wilayah Sub-Sub DAS Batang Alai yang merupakan Sub-Sub DAS dari Sub DAS Negara dan DAS Barito sebagai daerah tangkapan air sebelah barat Pegunungan Meratus dan DAS Sampanahan sebagai daerah tangkapan air sebelah timur Pegunungan Meratus. tabel 2.5 dan Peta DAS berikut ini : Tabel 2.5 DAS dan Sub DAS di Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah No. DAS Sub DAS Sub-Sub DAS Luas (Ha) 1. Barito Negara Balangan Batang Alai Amandit Selengkapnya sebagaimana Sampanahan Manunggul Jumlah Sumber : Peta Digital DAS Provinsi Kalimantan Selatan, BPDAS Barito Kemenhut

8 NO NAMA (SUNGAI dan DAS) Tabel 2.6 Kondisi Fisik/ Kuantitas PANJANG SUNGAI UTAMA (Km) PANJANG ANAK SUNGAI (Km) DEBIT AIR (m 3 /dtk) I. Sungai Batang Alai 95,354 4,2-10,6 1. Hadangan 8, Awang Landas 11, Pinang Habang 20, Batung 18, Pinangkara 7, Abung 17, Kalindung 2, Pitanakan 2, Mindai 4, Linau 2, Aripihan 5, Melutu 2, Huwani 2, Datar Alai 7, Hungi 2, Panghiki 23, Pandawan 25, Walangku 9, Batang Banyu 5,24517 II. Sungai Barabai 75,332 2,4-6,2 1. Kali 7, Kiut 4, Udung 18, Paya 4, Kahakan 11, Labuhan 7, Hinas Kanan 14, Timan 12, Kundan 18, Panggung 9, Durian Gantang 10, Alangan 4, Labuan Amas 40, Jingah 48,42893 Sumber SLHD, 2008 Berdasakan hasil analisa peta topografi didapat panjang sungai Batang Alai adalah ,63 Ha dari luasan tersebut yang terletak di Kabupaten Hulu Sungai Tengah seluas ,66 Ha dan sub DAS ,56 Ha. Lebar Sungai berkisar 5 25 M dengan kedalaman rata-rata 2 3 m, pada saat musim kemarau tinggi muka air sungai sekitar 0,5 m dari dasar sungai. Range fluktuasi muka air cukup besar yaitu sekitar 4 m, dengan kapasitas aliran minimum lt/dt. Terdapat juga Sungai Haruyan yang merupakan cabang dari sub DAS Batang Alai yang juga mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan masyarakat khususnya yang berada di sepanjang sungai. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 8

9 Tabel 2.7 Kualitas Air Sungai di Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Parmeter Satuan Baku Mutu Temperatur 0C Deviasi 3 25,5 25,3 24,7 26,7 25,5 26, TDS mg/l TSS mg/l Kekeruhan NTU - 23,4 22,0 15,54 45,7 35,5 19,3 11,56 14,00 56,3 27,8 Amonia mg/l 0,5 <0,0388 <0,0388 0,0388 <0,0388 <0,0388 0,1330 0,1259 <0,0388 <0,0388 <0,0388 Hg mg/l 0,001 <0,0010 <0,0010 <0,001 <0,0010 <0,001 <0,001 <0,0010 <0,0010 <0,0010 <0,0010 Arsen (As) mg/l 0,005 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 <0,0014 Besi (Fe) mg/l 0,3 0,0666 0,2603 0, ,320 <0,0062 0,1569 0,5383 0,3320 0, ,002 Fluorida (F) mg/l 0,5 <0,0399 <0,0399 0,43 0,18 <0,0399 0,08 <0,0399 <0,0399 <0,0399 <0,0399 Kadmium (Cd) mg/l 0,1 <0,0027 <0,0027 0,0027 <0,0027 <0,0027 <0,0027 0,0042 0,0028 <0,0027 <0,0027 Klorida (Cl) mg/l ,646 1,950 48,637 4,9 3,0 12,0 4,0 6,0 8,0 7,6 Kromium (Cr6+) mg/l 0,05 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 <0,0059 Mangan (Mn) mg/l 0,1 0,2425 <0,0043 0,2434 0,2083 0,272 0,0948 0,3862 0,0401 0,1198 0,5381 Nitrat (NO3) sebagai N mg/l 10 0,677 2,130 2,454 5,151 5,133 8,229 2,474 2,183 2,804 <0,944 Nitrit (NO2) sebagai N mg/l 0,06 0,0034 0,0114 0,0053 0,0131 0,0221 0,3473 0,0086 <0,0021 0,0066 0,0613 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 6 6,181 7,358 6,966 8,202 7,554 6,671 88,449 7,456 6,960 8,339 Biologycal Oxygent Demand (BOD) mg/l 2 4,905 7,064 0,982 0,353 1,668 1,177 33,271 0,092 0,098 0,588 Chemical Oxygent Demand (COD) mg/l 10 28,0 19,6 <7,4 243,6 47,6 39,7 27, ,4 244,9 Derajat keasaman (ph) mg/l 6 9 6,638 6,819 6,125 6,931 6,889 6,682 6,654 6,301 6,058 6,738 Seng (Zn) mg/l 0,05 <0,0190 <0,0190 <0,019 <0,0190 <0,019 <0,019 <0,019 <0,019 <0,019 0,0510 Sulfat (SO4) mg/l 400 1,249 4,197 5,318 4,302 2,206 7,229 4,670 9,782 <0,5289 1,737 Sulfida (H2S) mg/l 0,002 0,8898 0,0850 ttd 0, ,568 0, ,868 0, ,668 15,532 Tembaga (Cu) mg/l 0,02 <0,0055 <0,0055 <0,0055 0,0276 <0,0055 0,0164 <0,0055 <0,0055 <0,0055 <0,0055 Timbal (Pb) mg/l 0,3 <0,010 <0,010 <0,01 0,1589 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 Minyak dan Lemak mg/l Fenol mg/l 1 ttd ttd ttd ttd 0, Zat Organik mg/l 10 5,056 4,74 14,536 55,3 9,8 17,4 4,7 9,48 18,64 10,11 Kesadahan (CaCO3) mg/l ,368 1,481, , ,592 52,0 64,0 80,0 20,1 52,0 66,0 Total Fosfat (PO4) sebagai P mg/l 0, ttd ttd Ttd Kromium (Cr Total) mg/l - <0,0297 <0,0297 0,0130 <0,0297 <0,0297 <0,0297 <0,0297 <0,0297 <0,0297 <0,0231 Fosfat (PO4) mg/l - 0,4256 0,1654 0,1473 0,3372 0,5059 0,1046 0, Coliform Jml/100ml Coli Tinja Jml/100ml < Sumber SLHD, 2008 Baku mutu dipergunakan adalah Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 05 Tahun 2007 tentang Peruntukan Dan Baku Mutu Air Sungai. Hasil analisa laboratorium terhadap air Sungai Barabai pada parameter fisika menunjukkan bahwa parameter Total Suspended Solid (TSS) dan kekeruhan (Turbidity) berada di atas ambang batas. Parameter kimia melampaui ambang batas baku mutu) COD, Sulfida (H2S), Minyak & Lemak, Zat Organik, Fosfat (PO4). kadar coliform dan coli tinja diatas ambang batas baku mutu. Hal ini menandakan bahwa air sungai tercemar limbah permukiman. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 9

10 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 10 Gambar 2.5 Peta Geologi Kabupaten Hulu Sungai Tengah

11 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 11 Gambar 2.6 Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabupaten Hulu Sungai Tengah

12 Sistem DAS yang akan berpengaruh terhadap sistem drainase yang pada akhirnya mempengaruhi sistem kegiatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah Sub-Sub DAS Batang Alai. Sungai yang mengalir pada Sub-Sub DAS Batang Alai ini adalah Sungai Batang Alai dan Sungai Barabai. Kedua sungai ini merupakan sungai utama/terbesar yang berfungsi sebagai sumber air untuk pengairan, air minum dan kebutuhan air lainnya bagi masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Air Sungai Batang Alai berasal dari arah Timur dan Utara ke arah Barat, yaitu dari kawasan hutan Pegunungan Meratus Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Balangan kemudian mengalir ke sungai utama melalui wilayah Kecamatan Batang Alai Selatan (Birayang), Batang Alai Utara (Ilung), Kecamatan Pandawan (Kambat Utara Kayu Rabah) lalu bermuara ke daerah rawa wilayah Kecamatan Labuan Amas Utara (Sungai Buluh Mantaas). Pada musim kemarau debit air Sungai Batang Alai mencapai 10,6 m 3 /detik dan pada musim kemarau hanya 4,2 m 3 /detik. Air Sungai Barabai mengalir dari Pegunungan Meratus di wilayah Kecamatan Hantakan melalui Kecamatan Batu Benawa dan melalui pusat Kota Barabai lalu bermuara daerah rawa Pahalatan - Danau Bangkau. Karena melalui Kota Barabai, maka aliran sungai ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat perkotaan Barabai, khususnya saat musim penghujan dimana aliran ini sering meluap dan penggenangi permukiman di Kota Barabai. Untuk mengurangi lama genangan banjir di wilayah Kota Barabai dibuat saluran yang memecah aliran Sungai Barabai di Pagat Kecamatan Batu Benawa menuju Sungai Pantai Hambawang Kecamatan Labuan Amas Selatan. Pada musim kemarau debit air Sungai Barabai lebih kecil dari Sungai Batang Alai, yaitu 6,2 m 3 /detik dan pada musim kemarau hanya 2,4 m 3 /detik. Selain kedua sungai tersebut, masih terdapat sungai yang tidak terlalu bersar tetapi sangat berperan penting bagi masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah terutama wilayah Kecamata Labuan Amas Selatan dan Kecamatan Haruyan, yaitu Sungai Haruyan yang mengalir dari Pegunungan Meratus melalui Ibu Kota Kecamatan Haruyan. Aliran sungai ini sering juga meluap dan menggenangi pemukiman di Haruyan dan beberapa desa lainnya. Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan daerah yang tergolong memiliki iklim tropika basah yang dicirikan dengan curah hujan tinggi. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim B dengan nilai Q = 32,14%. Jumlah curah hujan tahunan rata-rata dari tahun adalah sebanyak mm dengan jumlah hari hujan rata-rata sebanyak 108 hari/tahun dan intensitas suhu antara 21,19ºC sampai dengan 32,93º C. Curah hujan yang terjadi selama tahun rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desember (387 mm) dan yang terendah pada bulan Agustus (102 mm). Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret (12 14 hari) sebaliknya jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan Juli dan September (4-5 hari). POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 12

13 Tabel 2.8 Data Curah Hujan (mm) dan Hari Hujan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun No. B u l a n Rata-Rata CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH 1. Januari Pebruari Maret April M e i Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Sumber : BPS Kab. HST Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara umum masih didominasi oleh daerah persawahan, perkebunan dan berupa hutan. Bentuk penggunaan lahan seperti ini menjadikan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat dan merupakan penunjang utama sistem perekonomian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Selain itu, daerah penggunungan yang didominasi hutan sebagai pengatur tata air dan menjadikan daerah penyangga bagi wilayah di bawahnya. Berdasarkan penggunaan lahan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2009 penggunaan lahannya sebagaimana pada tabel 2.8 dan Peta 2.9 berikut : No. Tabel 2.9 Data Penggunaan Lahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Jenis Penggunaan Luas (Ha) 1 Permukiman 1.903, Bangunan 94, Empang 0, Hutan ,43 53,33 5 Jalan 12, Kebun 9.553, ladang 2.222, Lapangan Olah Raga 4, Rawa 7.350, sawah , Belukar , Sungai 493, Tanah Kosong 5.443, Jumlah Sumber: Up Date Peta Dasar Bappeda Tahun 2009 % POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 13

14 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 14 Gambar 2.7 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah

15 Kawasan budidaya tersebar di semua kecamatan. Daerah rawa yang tersebar di Kecamatan Batang Alai Utara, Pandawan, dan Labuan Amas Utara, Labuan Amas Selatan dan Haruyan. Budidaya yang dilaksanakan mayoritas hanya di musim kemarau dengan komoditas padi dan hortikultura. Rawa juga dijadikan sebagai lumbung ikan dan tempat budidaya kerbau rawa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Pada dataran rendah, budidaya dapat dilakukan sepanjang tahun, dengan komoditas pertanian secara luas : padi dan hortikultura, perikanan, dan peternakan. Pada daerah dataran lahan kering sampai daerah pegunungan, komoditas utama yang dibudidayakan masyarakat adalah tanaman karet. Tanaman karet di daerah pegunungan masih didominasi menggunakan bibit lokal dengan pola tanam campuran dengan pohon hutan. 2.2 Demografi Pada aspek demografi, Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 11 kecamatan, 161 desa dan 8 kelurahan. Jumlah rumah tangga yang tercatat pada akhir tahun 2010 berdasarkan data hasil sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk orang yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan (sex ratio 100). Dengan luas Kabupaten Hulu Sungai Tengah 1.770,77 Km 2 maka kepadatan penduduk rata-rata 137 orang/km 2. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Barabai ( orang dan kepadatan orang/km 2 ) sebaliknya jumlah penduduk yang terkecil berada di Kecamatan Batang Alai Timur (6.989 orang dan kepadatan 9 orang/km 2 ). Berdasarkan data penduduk tahun 2000 s/d 2010 yang telah dihitung oleh BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah 0,84%. Sedangkan laju pertumbuhan menurut kecamatan yang tertinggi pada Kecamatan Barabai yaitu 1,43% dan yang terendah Kecamatan Hantakan 0,32%. Data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2010, serta laju pertumbuhan penduduk per kecamatan selengkapnya pada tabel 2.8 dan sebarannya dapat dilihat pada peta 2.7. Tabel 2.10 Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, dan pertumbuhan penduduk Per Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2010 No. Kecamatan Luas (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Org/Km 2 ) Pertumbuhan Penduduk (%) 1. Haruyan 101, ,58 2. Batu Benawa 54, ,34 3. Hantakan 208, ,32 4. Batang Alai Selatan 76, ,39 5. Batang Alai Timur 778, ,83 6. Barabai 40, ,43 7. Labuan Amas Selatan 97, ,70 8. Labuan Amas Utara 170, ,62 9. Pandawan 116, , Batang Alai Utara 65, , Limpasu 61, ,69 Jumlah 1.770, Sumber : BPS Kab. HST POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 15

16 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 16 Gambar 2.8 Peta Sebaran Penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah

17 Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilaksanakan oleh BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah menunjukan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah terbanyak berada antara usia tahun yaitu sebanyak orang dan usia tahun yaitu orang. Hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Hulu Sungai Tengah didominasi oleh penduduk usia tahun dengan jumlah penduduk orang (19,29%). Berdasarkan data laju pertumbuhan penduduk yang dihitung menurut data penduduk sepuluh tahun, yaitu tahun 2000 s/d 2010, dihitung proyeksi jumlah penduduk per tahun sampai dengan tahun 2017 dengan menggunakan rumus aritmatik sebagai berikut : Pn = Po (1 + r n) atau Pn = Po (1 + r) n Pn = Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan Po = Jumlah penduduk tahun awal r = Angka laju pertumbuhan n = Jangka waktu dalam tahun Dengan menggunakan rumus tersebut, hasil proyeksi jumlah penduduk tahun 2011 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut ini : Tabel 2.11 Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun No. Kecamatan Laju Pertumbuhan (%) Jumlah Penduduk 2010 (Jiwa) Jumlah Penduduk Proyeksi Tahun n (Jiwa) Haruyan 0, Batu Benawa 0, Hantakan 0, Batang Alai Selatan 0, Batang Alai Timur 0, Barabai 1, Labuan Amas Selatan 0, Labuan Amas Utara 0, Pandawan 1, Batang Alai Utara 1, Limpasu 0, Jumlah Sumber : Perhitungan Pokja, Keuangan dan Perekonomian Daerah Realisasi APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 realisasi pendapatan 439 milyar rupiah dan realisasi belanja 454 milyar rupiah meningkat pada tahun 2011 realisasi pendapatan menjadi 616 milyar rupiah dan realisasi belanja 595 milyar rupiah. Walaupun selalu meningkat tiap tahunnya, tetapi kalau dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Kalimantan Selatan maka APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah relatif paling kecil. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 17

18 Tabel 2.12 Ringkasan Realisasi APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun No. Anggaran A Pendapatan 1 Pendapatan Asli Daerah - Pendapatan pajak daerah - Hasil retribusi daerah - Hasil pengelolaan kekayaan daerah yg dipisahkan - Lain-lain pendapatan asli daerah yg sah 2 Dana Perimbangan (Transfer) - Bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak - Dana alokasi umum - Dana alokasi khusus Lain-lain yang Sah - Pendapatan hibah - Dana bagi hasil pajak dari provinsi & pemda lainnya - Dana penyesuaian dan otonomi khusus - Pendapatan lain-lain/bantuan keuangan dr prov/pemda lainnya Jumlah Pendapatan B Belanja - 1 Belanja Tidak Langsung - Belanja pegawai - Belanja hibah - Belanja bantuan sosial - Belanja bagi hasil prov/kab/kota dan pemdes - Belanja bantuan keuangan kepada prov/kab/kota dan pemdes - Bantuan tidak terduga 2 Belanja Langsung - Belanja pegawai - Belanja barang jasa Belanja modal Jumlah Belanja Sumber : Bagian Keuangan Setda Kab. Hulu Sungai Tengah Surplus/Defisit Anggaran POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 18

19 Sumber utama pendapatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah masih sangat tergantung dari dana perimbangan pemerintah pusat, bahkan mencapai 75-90%. Sumbangan pendapatan asli daerah sangat kecil terhadap APBD, hanya berkisar 5-7%. Sisanya dari pendapatan lain-lain yang sah seperti bagi hasil pajak provinsi, dana penyesuaian, dan bantuan keuangan dari provinsi/pemerintah daerah lainnya. (%) (Tahun Anggaran) Gambar 2.9 Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Rendahnya pendapatan asli daerah disebabkan belum tergali sepenuhnya potensi pendapatan asli daerah, seperti sektor pertambangan dimana sampai saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak melakukan eksploitasi tambang Batubara seperti daerah tetangga lainnya. Sedangkan dari sisi belanja APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, lebih dari 50% digunakan untuk membiayai belanja tidak langsung bahkan pada tahun 2010 belanja tidak langsung mencapai 65% dari belanja APBD. (%) (Tahun Anggaran) Gambar 2.10 Realisasi Belanja APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 19

20 Realisasi belanja APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah kadang tidak berimbang dengan realisasi pendapatan APBD. Pada tahun 2008 mengalami defisit anggaran mencapai 14,7 milyar rupiah dan pada tahun 2010 mengalami defisit anggaran sebasar 186 juta rupiah. Untuk menutupi defisit anggaran tersebut dengan dilakukan menggunakan dana Silpa tahun sebelumnya, tetapi pada tahun 2010 dana Silpa tidak dapat menutupi defisit anggaran sehingga ditutupi dengan anggaran penerimaan piutang daerah. Sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 mengalami surplus anggaran masing-masing sebesar 27 milyar rupiah dan 21 milyar rupiah. Gambar 2.11 Perbandingan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Pembangunan sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terfokus pelaksanaannya pada tiga SKPD, yaitu Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pengelola Lingkungan Hidup, dan Dinas Kesehatan. Program dan kegiatan yang dilaksanakan masing-masing SKPD tersebut sebagai berikut : 1. Dinas Pekerjaan Umum a) Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong b) Peningkatan pembersihan dan pengerukan sungai termasuk pembangunan turap/talud/bronjong dalam rangka pengendalian banjir. c) Pembangunan sarana dan prasarana air bersih perdesaan. d) Pembangunan sarana prsarana sanitasi dasar terutama bagi masyarakat miskin khususnya penanganan limbah rumah tangga seperti pembangunan MCK Plus dan Septik Tank Komunal. e) Pembangunan sarana dan prasarana rumah sederhana sehat berupa pembangunan jalan lingkungan, rehab jalan setapak dan rehab trotoar. 2. Badan Pengelola Lingkungan Hidup a) Pengelolaan persampahan, meliputi penyediaan sarana dan prasarana persampahan, peningkatan operasi/pengangkutan/pengolahan sampah, dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 20

21 b) Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, meliputi kegiatan koordinasi penilaian kota sehat/adipura, pemantauan kualitas lingkungan, dan pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas lingkungan. 3. Dinas Kesehatan a) Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat pola hidup sehat, dan pengembangan media promosi dan informasi sadar hidup sehat, serta peningkatan pemanfaatan sarana kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat untuk meningkatkan pola hidup sehat dilaksanakan melalui kegiatan lomba-lomba seperti : lomba posyandu, toga, UKS, rumah sehat, kinerja kader posyandu, kinerja kader remaja, dokter kecil, santri husada, dan lomba-lomba kesehatan lainnya. Selain itu dilaksanakan survey cepat PHBS. b) Pengembangan lingkungan sehat melalui kegiatan pengkajian pengembangan lingkungan sehat berupa kegiatan monitoring rutin penyehatan rumah, penyehatan air bersih, penyehatan jamban keluarga, penyehatan sarana pembuangan air limbah, pengelolaan sampah, penyehatan tempat-tempat umum, penyehatan makanan dan tempat penjualan makanan, dan penyehatan terhadap pestisida. Dari realiasi belanja APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, belanja yang digunakan untuk pembangunan sektor sanitasi pada tahun 2008 sebesar 20,81 milyar kemudian meningkat menjadi 23,60 milyar pada tahun Belanja sanitasi mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 16,70 milyar, bahkan pada tahun 2010 hanya sebesar 10,16 milyar. Proporsi belanja sanitasi terhadap belanja total APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 berkisar 2,11% - 4,59%. Persentase tertinggi dilaksanakan pada tahun 2008 mencapai 4,59% dan terendah pada tahun 2010 hanya 2,11% tetapi pada tahun 2011 meningkat kembali mencapai 3,97%. Gambar 2.12 Proporsi Belanja Pembangunan Sanitasi APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 21

22 Proporsi belanja sanitasi tersebut sebagian besar (lebih 80%) didanai dari APBD murni, dan sisanya bersumber dari DAK, yaitu infrastruktur air minum, infrastruktur sanitasi, dan lingkungan hidup. Gambar 2.13 Sumber Pendanaan Pembangunan Sanitasi APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Dikaitkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah, belanja pembangunan sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2011 telah mencapai rupiah/orang. Angka ini fluktuatif dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2010 hanya rupiah/orang. Gambar 2.14 Belanja Pembangunan Sanitasi Per Penduduk APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Secara keseluruhan realisasi belanja anggaran untuk pembangunan sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 2008 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut : POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 22

23 Tabel 2.13 Ringkasan Realisasi Anggaran Sanitasi dan Belanja Modal Sanitasi Per Penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun No. Anggaran A. Dinas Pekerjaan Umum 1. Banjir (pembersihan/pengerukan kali dan pembangunan turap/talud/bronjong) Drainase Air bersih Limbah Sarana prasarana perumahan sehat B. Badan Pengelola Lingkungan Hidup 1. Persampahan/air limbah C. Dinas Kesehatan 1. Aspek PHBS (pelatihan, sosialisasi, komunikasi, pendampingan) D Total Belanja Modal Sanitasi (A s/d C) E Total Belanja Modal Sanitasi dari APBD Murni (bukan pendamping) F Total Belanja APBD G Proporsi Belanja Modal Sanitasi terhadap Belanja Total (D/Fx100%) 4,59% 3,62% 2,11% 3,97% - H Jumlah Penduduk I Belanja Modal Sanitasi per penduduk (D/H) Sumber : LPPD Kab. Hulu Sungai Tengah Tahun 2008, 2009, 2010, dan 2011, Ket : jumlah penduduk tahun 2011 hasil proyeksi. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 23

24 Dalam menyelenggarakan pembangunan daerah, setiap daerah pada prinsipnya dapat melakukan pinjaman keuangan. Namun demikian pinjaman daerah harus dapat dilakukan dalam batas-batas yang aman dan terkendali sehingga tidak berdampak negatif terhadap APBD dan perekonomian daerah serta nasional. Dalam rangka pengaturan hal tersebut, telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Selain memperhatikan kemampuan membayar kembali pemerintah daerah, salah satu syarat suatu daerah untuk mendapatkan pinjaman atau hibah adalah kapasitas fiskan daerah. Kapasitas fiskal daerah adalah sebagai gambaran kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan yang lain penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Kapasitas fiskal daerah akan dibandingkan dengan rata-rata kapasitas fiskal seluruh kabupaten/kota, dan hasil perhitungan/perbandingan tersebut dinamakan indeks kapasitas fiskal kabupaten/kota. Kemudian indeks kapasitas fiskal kabupaten/kota akan dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah yang disebut dengan Peta Kapasitas Fiskal Daerah (ditetapkan oleh Menteri Keuangan). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, Kapasitas fiskal Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 pada kategori sedang dan tinggi. Perhitungan kapasitas fiskal tersebut didasarkan atas realisasi pendapatan APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2 tahun kebelakang. Kapasitas fiskal tahun 2012 berdasarkan realisasi pendapatan tahun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.12 dan gambar grafik Gambaran kapasitas fiskal Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tabel 2.14 Data Mengenai Ruang Fiskal Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Tahun Indeks Kemampuan Fiskal/Ruang Fiskal Daerah Kategori Sumber Penetapan (IRFD) ,8240 Sedang Permenkeu No.153/PMK.07/ ,9972 Sedang Permenkeu No.224/PMK.07/ ,1072 Tinggi Permenkeu No.174/PMK.07/ ,4047 Tinggi Permenkeu No.245/PMK.07/ ,8095 Sedang Permenkeu No.244/PMK.07/2011 Sumber : Website Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI ( POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 24

25 Gambar 2.15 Grafik Ruang Fiskal Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Tingkat kesejahteraan dan pemerataan ekonomi dapat dilihat dari beberapa indikator seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan lain-lain. Tabel 2.15 Data Perekonomian Umum Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun No. Deskripsi PDRB Harga Berlaku (struktur perekonomian) ( Rp) , , ,98 2 PDRB Harga Konstan (struktur perekonomian) (Rp) , , ,33 3 Pendapatan Perkapita Harga Berlaku (Rp/tahun) , , ,- 4 Pendapatan Perkapita Harga Konstan (Rp/tahun) , , ,- 5 Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota(Rp) *) , , ,- 6 Inflasi (%) **) 11,09 3,86 9,06 7 Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,99 6,77 4,65 Sumber : - BPS Kab. HST - Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan Selatan, Bank Indonesia Tahun 2012 Keterangan : *) Upah minimum regional kabupaten mengacu pada upah minimum regional provinsi Kalsel. **) Data inflasi Kab. HST mengacu pada data inflasi Kota Banjarmasin. Angka PDRB Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Hal ini berarti kemampuan Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara berkesinambungan mampu menggerakkan dan menciptakan nilai tambah dari berbagai sektor kegiatan ekonomi. Potensi-potensi sumber daya yang dimiliki sudah semakin baik dalam pengelolaannya. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 25

26 Pada tahun 2010, PDRB Kabupaten Hulu Sungai Tengah atas dasar harga berlaku sebesar 2,1 trilyun rupiah, kalau dilihat atas dasar harga konstan sebesar 1,09 trilyun rupiah. Angka yang dicapai tahun 2010 tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka yang dicapai pada tahun sebelumnya, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel Struktur ekonomi suatu daerah digambarkan oleh seberapa besar peranan/kontribusi masing-masing sektor terhadap total PDRB. Kalau diperhatikan dari tahun ke tahun hingga tahun 2010, struktur perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah nampaknya belum terlihat adanya pergeseran yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi, sementara peranan sektor pertanian masih memberikan andil yang cukup besar dalam menciptakan nilai tambah dengan kontribusi sebesar 38,80% terhadap total PDRB Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kalau disimak lebih jauh sektor pertanian masih didominasi oleh sub sektor tanaman bahan makanan, yaitu kontribusinya sebesar 23,64%, sedangkan untuk sub sektor lainnya kontribusinya relatif kecil. Karena itu sub sektor ini menjadi perhatian utama dari pemerintah daerah, selain karena pengaruhnya sangat besar terhadap PDRB, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (mayoritas masyarakat bekerja disektor pertanian). Sektor kedua terbesar peranannya dalam membentuk struktur ekonomi adalah sektor jasa yang kontribusinya terhadap PDRB sebesar 21,70%. Pada sektor jasa ini kontribusi terbesar diberikan oleh sub sektor pemerintahan umum, yaitu sebesar 21,40%. Sedangkan sub sektor swasta kontribusinya masing-masing kurang dari 1%. Sektor terbesar ketiga adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang kontribusinya dalam membentuk struktur ekonomi tahun 2010 sebesar 14,14%. Sektor ini meningkat dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 13,63%. Sumbangan terbesar pada sektor ini adalah pada sub sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 11,21%, sedangkan sub sektor perhotelan dan restoran relatif kecil. Untuk sektor yang lain kontribusinya terhadap total PDRB tahun 2010 relatif kecil, yaitu kurang dari 10%. Data selengkapnya mengenai struktur perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada tabel Tabel 2.16 Data Distribusi PDRB Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun No. Sektor/Lapangan Usaha Pertanian 38,94 39,55 38,80 2 Pertambangan dan penggalian 0,55 0,54 0,56 3 Industri pengolahan 7,57 7,18 7,08 4 Listrik, gas dan air minum 0,33 0,34 0,35 5 Bangunan/konstruksi 3,40 3,49 3,56 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 14,11 13,63 14,14 7 Pengangkutan dan komunikasi 6,14 6,08 5,93 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 6,49 6,74 6,90 9 Jasa-jasa 22,45 22,45 22,70 Sumber : BPS Kab. HST Total PDRB 100,00 100,00 100,00 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 26

27 Indikator lain yang dapat menjadi ukuran tingkat kemakmuran penduduk adalah PDRB perkapita, yang merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima penduduk suatu daerah selama satu tahun. Berdasarkan tabel 2.13 dapat dilihat bahwa PDRB perkapita dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 terus mengalami kenaikan, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2008 PDRB perkapita atas dasar harga berlaku mencapai 6,9 juta rupiah, naik pada tahun 2009 menjadi 7,9 juta rupiah, kemudian di tahun 2010 naik menjadi 8,8 juta rupiah. PDRB perkapita atas harga konstan juga mengalami kenaikan dimana pada tahun 2008 PDRB perkapita 4,1 juta rupiah, meningkat pada tahun 2009 menjadi 4,3 juta rupiah dan pada tahun 2010 mencapai 4,5 juta rupiah. Angka PDRB digunakan salah satunya untuk menghitung pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dari hasil perhitungan PDRB tahun 2010 secara total perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah tumbuh sebesar 4,65%. Angka tersebut apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2008 dan 2009) pertumbuhan tahun 2010 mengalami perlambatan. Pada tahun 2008 angka pertumbuhan ekonomi mencapai 6,99% dan merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam 10 tahun terakhir, sedangkan pada tahun 2009 ekonomi masih tumbuh cukup tinggi dengan pertumbuhan 6,77%. Perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi tahu 2010 dikarenakan turunnya produksi sektor pertanian yang merupakan sektor basis di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Gagal panen di beberapa daerah menjadi penyebab dari kejadian ini. Semua sektor, kecuali sektor pertanian pada tahun 2010 menunjukan kinerja yang memuaskan. Delapan sektor tersebut mampu tumbuh lebih dari 5%, bahkan sektor bangunan yang mampu tumbuh sebesar 7,86%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, ada 6 sektor yang mengalami percepatan dalam pertumbuhan ekonominya, dan sebaliknya ada 3 sektor yang mengalami perlambatan. Data selengkapnya mengenai pertumbuhan ekonomi Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada tabel No. Tabel 2.17 Data Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Sektor/Lapangan Usaha Pertanian 9,02 9,50 1,82 2 Pertambangan dan penggalian 11,21 6,10 7,43 3 Industri pengolahan 4,86 4,63 5,37 4 Listrik, gas dan air minum 8,07 7,59 5,50 5 Bangunan/konstruksi 9,64 6,03 7,86 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 8,56 4,70 6,90 7 Pengangkutan dan komunikasi 2,29 7,22 5,37 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3,78 6,13 7,00 9 Jasa-jasa 4,89 3,98 6,89 Sumber : BPS Kab. HST Total PDRB 6,99 6,77 4,65 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 27

28 2.4 Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Nomor 6 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Perda tersebut dilihat sudah tidak tepat lagi diberlakukan sehingga perlu direvisi kembali sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Perda revisi tersebut disusun dengan orientasi waktu perencana selama 20 tahun, yaitu tahun 2011 sampai dengan tahun Proses revisi dan penyusunan Raperda RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut sampai saat ini sudah mendapatkan persetujuan substansi dari Kementerian Pekerjaan Umum. Berdasarkan Raperda RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun tersebut, tujuan penataan ruang Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah mewujudkan wilayah Kabupaten yang sejahtera, mandiri, unggul dan konsisten melalui penataan ruang yang serasi, seimbang, terpadu dan berkelanjutan yang mendukung pengembangan pemberdayaan pertanian, perdagangan, dan pariwisata dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan hidup dan kelestarian sumberdaya alam. Untuk mencapai tujuan tersebut akan dilaksanakan beberapa kebijakan, yaitu : a. pengembangan pertanian yang produktif melalui kawasan agropolitan terpadu; b. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sesuai dengan potensi alam dan sumber daya manusia; c. pengembangan kawasan wisata dengan memanfaatkan potensi alam serta memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan budaya; d. pengembangan pusat pelayanan bersinergis didukung prasarana wilayah dan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan; e. pengembangan dan pelestarian kawasan berfungsi lindung sesuai dengan fungsi dan potensi sumberdaya alam; f. pendistribusian penduduk sesuai dengan pengembangan sistem perkotaan; dan g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Dalam rangka melaksanakan kebijakan tersebut, strategi yang akan dilaksanakan sebagai berikut : a. Pengembangan pertanian yang produktif melalui kawasan agropolitan terpadu. 1) mengembangkan ketersediaan infrastruktur penunjang dan pelayanan terminal agrobisnis pada kawasan agropolitan; 2) mengembangkan lumbung desa modern; 3) mengembangkan kawasan pusat pengembangan agropolitan; 4) mempertahankan luas pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan sebagai basis perekonomian Kabupaten; 5) mengendalikan alih fungsi lahan pertanian dan perikanan; 6) mengembangkan irigasi pertanian; POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 28

29 7) mengembangkan kegiatan industri pengolahan hasil pertanian; 8) mengoptimalkan kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering; 9) menetapkan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan; 10) meningkatkan infrastruktur penunjang kawasan agropolitan; 11) meningkatkan produktivitas hortikultura, perkebunan dan perikanan; 12) mengembangkan sentra peternakan; dan 13) mengembangkan kegiatan industri pengolahan hasil pertanian. b. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sesuai dengan potensi alam dan sumber daya manusia. 1) mengembangkan kegiatan ekonomi skala besar; 2) menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi; 3) menetapkan hierarki simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah; 4) meningkatkan penataan sentra industri kecil dan mikro serta industri menengah; 5) menyediakan sarana dan prasarana pengembangan kawasan industri dan pergudangan; 6) mengoptimalkan sentra industri dan pengembangan kawasan industri; dan 7) meningkatkan infrastruktur penunjang kegiatan industri. c. Pengembangan wisata dengan memanfaatkan potensi alam serta memperhatikan kelestraian lingkungan hidup dan budaya. 1) mengembangkan kawasan wisata agro, wisata religi, wisata budaya, dan wisata alam; 2) mengembangkan infrastruktur penunjang kegiatan pengembangan kawasan wisata; 3) membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket wisata; 4) melakukan diversifikasi program dan produk wisata; 5) mengadakan dan memperbanyak event festival wisata dan gelar seni budaya; dan 6) melestarikan tradisi/kearifan masyarakat lokal (local indigenous). d. Pengembangan pusat pelayanan bersinergis didukung prasarana wilayah dan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. 1) meningkatkan akses jaringan jalan antar PKL dengan arteri primer, PPK dengan kolektor primer dan PPL dengan lokal primer; 2) meningkatkan pengawasan terhadap ketinggian bangunan, Building Capacity Ratio (BCR), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB); 3) mengembangkan prasarana wilayah terinterkoneksi; 4) mengembangkan kawasan budidaya sesuai dengan daya tampung lingkungan dan penduduk; dan 5) memantapkan keterkaitan fungsional antar PKL, PPK, dan PPL. e. Pengembangan dan pelestarian kawasan berfungsi lindung sesuai dengan fungsi dan potensi sumberdaya alam. 1) menetapkan kawasan yang berfungsi lindung; 2) mempertahankan kawasan yang berfungsi lindung sesuai dengan fungsinya; POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 29

30 3) mengembangkan infrastruktur penunjang kawasan berfungsi lindung; 4) menjaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan dengan upaya rehabilitasi hutan; 5) meningkatkan kegiatan yang mendorong pengembalian fungsi lindung; 6) mengembangkan ruang terbuka hijau pada kawasan perlindungan setempat dan ruang evakuasi bencana alam; 7) mengelola hutan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat; 8) memantau dan mengendalikan kegiatan pengusahaan hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya dengan melakukan kerjasama antar wilayah maupun antar instansi terkait; dan 9) mengembangkan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung. f. Pendistribusian penduduk sesuai dengan pengembangan sistem perkotaan. 1) menetapkan distribusi kepadatan penduduk untuk setiap pusat pelayanan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan 2) meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan sesuai dengan standar tingkat pelayanan penduduk; 3) membuka kawasan pusat pertumbuhan di setiap pusat kegiatan; dan 4) memeratakan persebaran penduduk dengan perbaikan sarana-prasarana dan infrastruktur di kawasan perdesaan atau kawasan kurang berkembang guna mengurangi urbanisasi. g. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. 1) mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; 2) mengembangkan Kawasan Lindung dan/atau Kawasan Budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan budidaya terbangun; dan 3) turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan Rencana pola ruang yang termuat dalam Raperda Tata Ruang Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun meliputi rencana pola ruang kawasan lindung dan rencana pola ruang kawasan budidaya. Rencana pola ruang kawasan lindung terdiri atas : a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan alam; e. kawasan rawan bencana alam; dan f. kawasan lindung geologi. POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 30

31 Sedangkan rencana pola ruang kawasan budidaya terdiri atas : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; dan h. kawasan peruntukan lainnya Peta Pola Ruang RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun dapat dilihat sebagai berikut : POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 31

32 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 32 Gambar 2.16 Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun

33 Di dalam Raperda RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun rencana struktur ruang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dibagi menjadi dua, yaitu rencana sistem pusat kegiatan dan rencana sistem jaringan prasarana wilayah. Sistem pusat kegiatan terdiri atas sistem perkotaan dan sistem perdesaan. Pada sistem perkotaan, Perkotaan Barabai ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), Perkotaan Birayang Kecamatan Labuan Amas Selatan dan Perkotaan Pantai Hambawang Kecamatan Labuan Amas Selatan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Sedangkan Perkotaan yang dipromosikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKLp) adalah Perkotaan Pagat Kecamatan Batu Benawa dan Perkotaan Pandawan Kecamatan Pandawan. Sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah Perkotaan Haruyan Kecamatan Haruyan, Perkotaan Kasarangan Kecamatan Labuan Amas Utara, Perkotaan Ilung Kecamatan Batang Alai Utara, Perkotaan Hantakan Kecamatan Hantakan, Perkotaan Tandilang Kecamatan Batang Alai Timur, dan Perkotaan Karatungan Kecamatan Limpasu. Perkotaan sebagai PPK ini berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau desa-desa sekitarnya. Pada sistem perdesaan dalam bentuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi : Desa Kayu Rabah, Desa Banua Binjai, dan Desa Matang Ginalun Kecamatan Pandawan; Desa Anduhum Kecamatan Batang Alai Selatan; Desa Mangunang Kecamatan Haruyan; Desa Telang dan Desa Semanggi Seberang Kecamatan Batang Alai Utara; Desa Kindingan Kecamatan Hantakan; Desa Abung Kecamatan Limpasu; Desa Tandilang dan Desa Hinas Kiri Kecamatan Batang Alai Timur; Desa Kalibaru dan Desa Baru Kecamatan Batu Benawa; Desa Sungai Buluh, Desa Pemangkih Seberang dan Desa Banua Kupang Kecamatan Labuan Amas Utara; dan Desa Pantai Hambawang Timur, Desa Pantai Hambawang Barat, dan Tabudarat Hulu Kecamatan Labuan Amas Selatan. Sedangkan rencana sistem jaringan prasarana wilayah meliputi sistem jaringan prasarana utama dan sistem jaringan prasarana lainnya. Sistem prasarana utama berupa sistem jaringan transportasi darat (jembatan dan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan layanan lalui lintas) dan sistem jaringan transportasi perkeretaapian (rel kereta api penumpang dan barang, serta pembangunan stasiun kereta api penumpang dan barang). Pada rencana sistem jaringan prasarana lainnya terdiri atas : rencana sistem jaringan energi; rencana sistem jaringan telekomunikasi; rencana sistem jaringan sumber daya air; rencana sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan; dan rencana jalur dan ruang evakuasi bencana. Peta Struktur Ruang RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun dapat dilihat sebagai berikut : POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH II- 33

34 POKJA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Buku Putih Sanitasi II- 34 Gambar 2.17 Peta Rencana Struktur Ruang RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun

No. Kecamatan Luas (km2) % Kelurahan (bh) Desa (bh)

No. Kecamatan Luas (km2) % Kelurahan (bh) Desa (bh) BAB 2 gambaran umum wilayah 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), dengan luas wilayah 1.770,80 Km² atau 177.080 Ha, atau 4,57 % dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Gambaran Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geogrfis, Administratif dan Kondisi Fisik Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis 43 KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten. Wilayah Provinsi Banten berasal dari sebagian

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

Kota Salatiga terletak antara Lintang Selatan dan antara , ,64 Bujur Timur.

Kota Salatiga terletak antara Lintang Selatan dan antara , ,64 Bujur Timur. BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BUKU PUTIH SANITASI Gambaran Umum Wilayah menjelaskan kondisi umum Kota Salatiga yang mencakup: kondisi fisik, kependudukan, administratif, keuangan dan perekonomian daerah,

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci