ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN"

Transkripsi

1 ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern Moluccas Economy: A Multisectoral Approach (D. S. PRIYARSONO as Chairman and MUHAMMAD FIRDAUS as Member of the Advisory Committee). Policy in achieving economic growth in Northern Moluccas Province was focused on increasing the investment at prime sectors with implementation on agricultural revitalization. Such policy is required to be evaluated scientifically by considering the local characteristics. This is due to the fact of economic growth which is still slow. The study aims are to (1) analyze prime sectors at provincial level within the economic structure of Northern Moluccas Province, (2) identify base sectors in each regency, and (3) formulated policy for economic sector development in Northern Moluccas. Results of the analysis showed that prime sectors in Northern Moluccas Province were manufacturing industry, sea transport and construction sectors. Locations for provincial prime sectors development in accordance with the bases of each regency are as follows: manufacturing industry sector is in Northern Halmahera, Southern Halmahera, Western Halmahera and Sula Archipelago; sea transport sector is in Tidore Islands, Eastern Halmahera, Western Halmahera and Sula Archipelago; whereas construction sector is in Ternate, Tidore Islands, Eastern Halmahera, and Central Halmahera. Recommended policy from this study is development of agroindustry based on local resources. Key words: Prime Sector, Input-Output, Northern Moluccas.

3 iii RINGKASAN MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral (D. S. PRIYARSONO sebagai Ketua dan MUHAMMAD FIRDAUS sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran utama yang ingin dicapai Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Implementasi pertumbuhan ekonomi ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita, pendapatan asli daerah dan penyerapan tenaga kerja serta dalam jangka panjang diharapkan dapat memperkecil tingkat kemiskinan. Fokus dari implementasi tersebut adalah melalui peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan, dengan program yaitu revitalisasi sektor pertanian. Namun demikian, kebijakan tersebut hendaknya dievaluasi kembali secara ilmiah dengan memperhatikan karakteristik lokal. Beberapa hal yang dipertimbangan di antaranya adalah bahwa pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara dalam beberapa periode terakhir masih sangat lambat dan belum optimalnya revitalisasi sektor-sektor perekonomian, disamping adanya kesenjangan dan ketidakserasian pembangunan antarkabupaten/kota. Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi pada sektor unggulan, diperlukan suatu analisis perekonomian untuk mengetahui sektor unggulan dan lokasi pengembangannya di Maluku Utara. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis sektor-sektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara, (2) mengidentifikasi sektor-sektor unggulan provinsi yang menjadi sektor basis pada tiap kabupaten/kota, dan (3) merumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis input output dengan memperbarui Tabel Input Output 2001, analisis Location Quotient, analisis Shift Share, dan analisis deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa sektor unggulan Provinsi Maluku Utara adalah sektor industri pengolahan, sektor angkutan laut dan sektor bangunan. Lokasi pengembangan sektor unggulan provinsi yang sesuai dengan basis tiap kabupaten/kota yaitu: untuk sektor industri pengolahan dikembangkan di Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Barat dan Kepulauan Sula. Sektor angkutan laut dikembangkan di Tidore Kepulauan, Halmahera Timur, Halmahera Barat dan Kepulauan Sula. Sektor bangunan dikembangkan di Ternate, Tidore Kepulauan, Halmahera Timur dan Halmahera Tengah. Berdasarkan beberapa indikator, sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara yang perlu diprioritaskan. Untuk menyinergikan hasil analisis dengan kebijakan yang telah dibuat sebelumnya oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara yaitu revitalisasi sektor pertanian, maka kebijakan yang direkomendasikan dalam pengembangan sektor perekonomian Provinsi Maluku Utara yaitu melalui pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian dengan pengoptimalan daya dukung sektor perekonomian lainnya yaitu pengembangan agroindustri. Pada tiap kabupaten/kota sebaiknya pengembangan sektor perekonomian diarahkan dan diprioritaskan pada pengembangan sektor basis masing-masing kabupaten/kota. Kata kunci: Sektor Unggulan, Input-Output, Maluku Utara.

4 iv SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Mei 2008 MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN NRP. A

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikatau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB v

6 vi ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

7 Penguji Luar Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Harianto, M.S. vii

8 viii Judul Tesis : Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral Nama Mahasiswa : Muhammad Zais M. Samiun Nomor Pokok : A Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Ir. D. S. Priyarsono, M.S. Ph.D. Ketua Muhammad Firdaus, SP. M.Si. Ph.D. Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 9 Mei 2008 Tanggal Lulus : 27 Mei 2008

9 ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ternate, 10 April 1982 sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Muchlis Samiun, SE, M.Si. dan Ibu Dahbia Abd. Karim. Pendidikan yang ditempuh sebelumnya adalah SDN 1 Tafure, SMPN 1 Ternate dan SMAN 4 Ternate. Penulis melanjutkan pendidikan S1 pada tahun 1999 di Program Studi Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Khairun Ternate dan meraih gelar sarjana ekonomi pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai asisten dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate. Kemudian sejak tahun 2004 penulis diterima sebagai tenaga edukatif pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa BPPS dari DIKTI. Selama menempuh Studi Pascasarjana, penulis aktif dalam beberapa kegiatan ekstra, diantaranya Anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB periode dan Sekretaris Umum Forum Wacana Program Studi EPN periode Motto hidup adalah keikhlasan dan keyakinan dalam pengabdian diri.

10 x UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada sumber ilmu pengetahuan, sumber segala kebenaran, Sang Kekasih tercinta Allah SWT. atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis Program Magister Sains ini dengan baik. Tema yang dipilih adalah Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral. Penulisan ini dimaksudkan untuk merumuskan suatu kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih optimal melalui pengembangan sektor-sektor yang menjadi unggulan dan basis dengan memperhatikan aspek karakteristik lokal. Terima kasih yang tulus dan penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. D. S. Priyarsono, M.S. Ph.D. dan Muhammad Firdaus SP. M.Si. Ph.D. selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan spirit dan arahan dalam proses berpikir dan menulis dalam penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Harianto, M.S., selaku penguji, atas kritik dan saran sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna. Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, staf administrasi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh dosen yang telah memberikan pengetahuan saat menjalani perkuliahaan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

11 xi 2. Drs. H. M. Yunus Namsa, M.Si. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Ir. Arman Drakel, M.Si. dan Andi Thamrin, SP. (Kandidat Magister EPN) yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana. 3. Rektor IPB dan Dekan Sekolah Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.) serta kepada Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. (mantan Dekan Sekolah Pascasarjana) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahaan di IPB. 4. Staf Bappeda, Staf Disnakertrans, staf Disperindag dan staf BPS Maluku Utara yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi dalam penulisan ini. 5. Rekan-rekan di EPN angkatan 2005 (Betrixia Lala Barbara, Aprilaila Sayekti, Mariyah, Raja Milyaniza Sari, Pini Wijayanti, A. Yousuf, Zednita Azriani, Wiji, Zuraidah, Veralianta S., Tono, Rumna, Ranty Pancasasty, Novindra, M. Yadjid, Dewi N. Asih, Budi S., dan A. Meiriki), sahabatsahabatku (Umi, Deva, Tika, Iin, n Ti, Syenia, Babay, Iyek, Aan) atas dorongan dan kerjasamanya. 6. Almarhumah Titin Yuniati, sebagai motivator dan sumber inspirasi bagi penulis. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih dan pernghargaan yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayahanda Muchlis Samiun, SE, M.Si. dan Ibunda Dahbia Abd. Karim atas cahaya kehidupan, do`a yang ikhlas serta tetesan darah dan keringat dalam membesarkan, membina, mendidik, dan memotivasi penulis hingga waktu yang tak terkira. Juga kepada adik-adikku

12 xii tercinta Nongoru Fuheka Kodihoasal (Almarhumah), Munawir Ghazali M. Samiun, S.Pi, Mudayat Inal M. Samiun dan Safira Nur Nabai M. Samiun atas do a dan candaan motivator dalam mengisi kehidupan sehari-hari penulis, serta kepada seluruh keluarga besar Hi. Samiun Manaf Lamoga dan Hj. Khaer Karim. Pada akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini, maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya Tuhan yang memberi balasan berkah kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan tesis ini kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat dan berguna. Bogor, Mei 2008 Muhammad Zais M. Samiun

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pembangunan Ekonomi Daerah Pendekatan Sektoral dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Mengenali Model Input-Output dan Keterbatasannya Paradigma dan Pendekatan Input-Output Model Baku Tabel Input-Output Analisis dengan Model Input-Output Asumsi dan Keterbatasan Analisis Input-Output Metode Membangun Tabel Input-Output Penentuan Sektor Unggulan Daerah Teori Lokasi Sektor Unggulan dan Sektor Basis dalam Perekonomian Daerah Kelembagaan Tinjauan Empiris III. KERANGKA PEMIKIRAN... 52

14 ii IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Metode Analisis Metode RAS Analisis Input-Output Nilai Tambah Bruto Permintaan Akhir Tingkat Ketergantungan Faktor Input Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang Koefisien Dampak Pengganda Daya Penyebaran Analisi Location Quotient Analisis Shift Share Analisis Deskriptif Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografi dan Administrasi Wilayah Topografi dan Iklim Penduduk dan Ketenagakerjaan VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Struktur Perekonomian Dalam Analisis Input-Output Struktur Permintaan dan Penawaran Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto Struktur Permintaan Akhir Struktur Ketenagakerjaan Tingkat Ketergantungan Faktor Input

15 iii 6.3. Keterkaitan Antar Sektor Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Kepekaan dan Koefisien Penyebaran Antar Sektor Angka Pengganda Pengganda Output Pengganda Pendapatan Pengganda Tenaga Kerja Pengganda Pajak Pengganda Nilai Tambah Bruto Penentuan Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara VII. LOKASI PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN DI MALUKU UTARA Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Identifikasi Sektor Basis Kabupaten/Kota sebagai Lokasi Pengembangan Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara Analisis Location Quotient Analisis Shift Share Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Sektor Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA Alokasi Anggaran Pembangunan Terhadap Pengembangan Sektor Perekonomian Kelembagaan Dalam Pengembangan Sektor Perekonomian Provinsi Maluku Utara IX. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian pada Level Provinsi Perkembangan dan Prospek Sektor Industri Pengolahan Berbasis Pertanian di Maluku Utara

16 iv 9.3. Kebijakan Pengembangan Sektor Penyedia Input dan Pengguna Output Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian pada Level Kabupaten/Kota Implikasi X. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

17 v DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Proporsi PDRB Maluku Utara terhadap Total PDRB Provinsi di Indonesia Tahun Distribusi PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999 s/d Tiga Sektor Dominan dan Kontribusi PDRB-nya Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun Model Baku Tabel Input-Output Keterkaitan Antarsektor Skenario Pengembangan Sektor Unggulan vs Sektor Basis Matriks Pendekatan Penelitian Tabel Transaksi Input-Output Sederhana Kabupaten/Kota Dalam Wilayah Administratif Maluku Utara Tahun Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d Kepadatan Pendudk Provinsi Maluku Utara Tahun Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Provinsi Maluku Utara Tahun Struktur Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d Pertumbuhan Sektor Ekonomi Riil Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999 s/d Struktur Permintaan dan Penawaran Barang dan Jasa Menurut Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun

18 vi 18. Sepuluh Sektor dengan Nilai Permintaan dan Penawaran Terbesar di Provinsi Maluku Utara Tahun Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto Sektoral Provinsi Maluku Utara Tahun Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya Dalam Penyusunan Input Provinsi Maluku Utara Tahun Kontribusi Sektoral Terhadap Komponen Nilai Tambah Bruto Provinsi Maluku Utara Tahun Komposisi Permintaan Akhir Menurut Komponennya Provinsi Maluku Utara Tahun Permintaan Akhir Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Maluku Utara Tahun Nilai Tambah Bruto, Nilai Upah, Jumlah Tenaga Kerja, dan Produktivitas Sektoral Provinsi Maluku Utara Tahun Rasio Upah dan Gaji Terhadap Surplus Usaha Menurut Sektor di Provinsi Maluku Utara Tahun Tingkat Ketergantungan Faktor Input Sektoral Provinsi Maluku Utara Tahun Sepuluh Sektor Terbesar dalam Keterkaitan Langsung Ke Belakang dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Sepuluh Sektor Terbesar dalam Keterkaitan Langsung Ke Depan dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Sepuluh Sektor Terbesar dalam Kepekaan Penyebaran dan Koefisien Penyebaran Indeks Total Keterkaitan Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun Nilai Pengganda Output Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara Tahun Dampak Peningkatan Permintaan Akhir Sektor Industri Pengolahan Terhadap Output Sektoral di Provinsi Maluku Utara Tahun Nilai Pengganda Pendapatan Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara Tahun

19 vii 34. Dampak Peningkatan Permintaan Akhir Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Provinsi Maluku Utara Tahun Nilai Pengganda Tenaga Kerja Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara Tahun Pengganda Tenaga Kerja Sektor Restoran di Maluku Utara Tahun Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Maluku Utara Tahun Pengganda Tenaga Kerja Sektor Hotel di Maluku Utara Tahun Nilai Pengganda Pajak Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara Tahun Pengganda Nilai Tambah Bruto Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara Tahun Penentuan Sektor Unggulan dengan Berbagai Kriteria di Provinsi Maluku Utara Tahun Kontribusi PDRB tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun PDRB tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun Hasil Analisis Location Quotient Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara pada tiap Kabupaten/Kota Lokasi Sektor Unggulan di Provinsi Maluku Utara Tahun Hasil Perhitungan Shift Share Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara pada tiap Kabupaten/Kota Sektor Ekonomi yang Memiliki Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada tiap Kabupaten/kota di Maluku Utara tahun Rekapitulasi Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Maluku Utara Tahun Alokasi Belanja Langsung (Belanja Pelayanan Publik) Provinsi Maluku Utara Tahun Perkembangan Industri Pengolahan Berbasis Pertanian di Maluku Utara. 186

20 viii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diagram Alir Penentuan Sektor Unggulan Provinsi Diagram Alir Identifikasi Lokasi Sektor Unggulan Provinsi yang Menjadi Basis tiap Kabupaten/Kota di Maluku Utara Diagram Alir Perumusan Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian Maluku Utara Peta Administratif Provinsi Maluku Utara Grafik Distribusi Persentase PDRB Maluku Utara Per Sektor Ekonomi ADHB Tahun Grafik Pertumbuhan Ekonomi Per Sektor di Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d Grafik Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d Diagram Keterkaitan Antar Sektor Terhadap Output di Provinsi Maluku Utara Tahun Keunggulan Komparatif Sektor Ekonomi tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Lokasi Sektor Unggulan di Provinsi Maluku Utara Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian di Provinsi Maluku Utara

21 ix DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Tabel Input Output Maluku Utara Updating Sektor Kode Sektor Input Output Maluku Utara Koefisien Teknis Tabel Input Output Maluku Utara Updating Sektor Open Inverse Matriks Leontief Tabel I-O Maluku Utara Updating Sektor Nilai Keterkaitan Per Sektor Ekonomi di Maluku Utara Tahun Nilai Pengganda Output, Pendapatan, Tenaga Kerja, Pajak, Surplus Usaha dan Nilai Tambah Per Sektor Ekonomi di Maluku Utara Tahun Gross Regional Product dan Domestic Production Account Nilai Location Quotient Komoditi Pertanian Provinsi Maluku Utara Tahun Sektor Penyedia Input dan Pengguna Output Bagi Pengembangan Sektor Agroindustri di Maluku Utara Strategi Pengembangan Agroindustri di Maluku Utara

22 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi dari daerah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang telah berlaku (Daryanto, 2004). Dalam kajian regional, paradigma pembangunan wilayah saat ini perlu memperhatikan aspek local specific wilayah yang dapat meningkatkan potensi wilayah tersebut. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal (local specific). Dengan demikian, pembangunan pada suatu wilayah harus tetap mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri (inward looking). Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hakikatnya kesejahteraan masyarakatlah yang diutamakan. Secara teoritis, hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi wilayah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat (penurunan tingkat kemiskinan) yaitu menciptakan kesempatan kerja (full employment) atau setidaktidaknya tingkat pengangguran yang rendah dan adanya pertumbuhan ekonomi (economic growth), sehingga diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup atau peningkatan pendapatan (Ferguson, 1965 dalam Tarigan, 2005). Demikian halnya secara empiris, Provinsi Maluku Utara memiliki delapan sasaran penting sebagai penjabaran visi dan misi yaitu, (1) pertumbuhan ekonomi, (2) pengembangan sumberdaya manusia, (3) penanggulangan kemiskinan dan

23 2 pengangguran, (4) revitalisasi pertanian, perikanan dan kelautan, dan kehutanan, (5) peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan, (6) reformasi birokrasi, (7) percepatan pembangunan infrastruktur wilayah, dan (8) pengurangan kesenjangan antarwilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran utama yang ingin dicapai Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Implementasi program, prioritas dan sasaran pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita, pendapatan asli daerah, aksebilitas ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan memperkecil kemiskinan. Fokus daripada implementasi tersebut adalah melalui peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan, dengan program yaitu revitalisasi sektor perikanan dan kelautan, tanaman bahan makanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan pariwisata. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah revitalisasi beberapa sektor tersebut, secara teruji metodologis, sejalan dengan fokus implementasi pencapaian pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi pada sektor unggulan. Artinya bahwa apakah benar bahwa sektor-sektor yang direvitalisasi tersebut teridentifikasi merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Provinsi Maluku Utara. Menurut Komet (2000), pengembangan wilayah berbasis sektor unggulan ditekankan pada motor penggerak pembangunan wilayah pada sektor yang dinilai dapat menjadi unggulan atau andalan, baik di tingkat domestik dan internasional. Dalam mengidentifikasi sektor unggulan, sektor-sektor perekonomian perlu dianalisis secara komprehensif melalui pendekatan multisektoral. Terkait perencanaan wilayah dengan pendekatan multisektoral, Tarigan (2004) juga menyatakan bahwa pembangunan daerah/wilayah dengan pendekatan

24 3 multisektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Analisis sektor perekonomian tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nazara (1997), bahwa hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian mulai menjadi penting, sejak analisis pembangunan ekonomi tidak lagi hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga mulai melihat pembagian pertumbuhan antar faktor-faktor produksi, dan juga sumber-sumber pertumbuhan itu sendiri. Lebih jauh Sumodiningrat (1999) menyatakan bahwa pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri, dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilakukan di daerah disesuaikan dengan kondisi dan potensinya. Hendranata (2002), menyatakan bahwa dalam pembangunan ekonomi, hubungan dan keterkaitan antar sektorsektor perekonomian akan selalu terjadi. Perkembangan suatu sektor tidak terlepas

25 4 dari dukungan sektor-sektor lain dalam perekonomian baik langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain setiap sektor perekonomian saling mempengaruhi dan saling ketergantungan satu dengan yang lain. Provinsi Maluku Utara, sebagai salah satu Provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang dimekarkan pada tahun 1999 dengan memiliki enam kabupaten dan dua kota, dengan berbagai potensi sumber daya yang tersebar pada berbagai sektor pembentuk perekonomian daerah tersebut. Pembangunan Provinsi Maluku Utara didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam kurun waktu 1999 sampai dengan 2005 telah terjadi perubahan pangsa relatif sektor-sektor perekonomian terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB). Berbagai pendapat menyatakan bahwa industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector) yaitu dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa, misalnya. Dilihat dari sektor pertanian, tentunya merupakan sektor primer yang mampu menopang perekonomian nasional umumnya dan perekonomian daerah pada khususnya ketika terjadi krisis multidimensional. Di samping itu, perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga tidak terlepas dari dukungan sektor-sektor lainnya, seperti sektor jasa, sektor pertanian, sektor industri, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor-sektor lainnya. Pergeseran pangsa relatif setiap sektor dalam suatu perekonomian merupakan hal yang dapat selalu terjadi dalam perekonomian yang terbuka dan kompleks. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana suatu daerah dapat

26 5 memacu perekonomiannya sedemikian dengan tetap memperhatikan hubungan dan keterkaitan antarsektor perekonomian. Sektor yang perlu diunggulkan adalah sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor lainnya, baik pada sektor penyedia input maupun sektor yang menggunakan output dari sektor unggulan. Mengutip pendapat di atas serta sinkronisasi pemahaman berbagai kondisi riil yang terjadi, membutuhkan suatu kebijakan pembangunan yang mampu melihat keterkaitan ekonomi khususnya secara sektoral. Dengan semakin kompleksnya keterkaitan antarsektor ekonomi, tidak tepat lagi pembangunan ekonomi dengan berdasarkan pada ego sektoral. Kemajuan suatu sektor tidak mungkin tercapai tanpa dukungan sektor-sektor lainnya. Untuk itu, kajian mengenai peranan sektor-sektor perekonomian secara mendalam perlu dilakukan sebagai dasar dalam penyusunan strategi yang lebih baik dalam tahapan pembangunan berikutnya. Di samping itu, dalam pembuatan kebijakan pengembangan sektor perekonomian daerah (pada tingkatan Provinsi), juga memerlukan suatu pemahaman terhadap potensi sektor-sektor pada setiap Kabupaten/Kota. Dalam artian, bahwa perlu memperhatikan perkembangan sektor-sektor yang menjadi unggulan daerah provinsi di setiap kabupaten/kota yang di bawahinya. Hal ini didasarkan pada suatu pemahaman bahwa, penyebaran sumberdaya pada setiap kabupaten/kota bersifat heterogen dalam jenis maupun kuantitasnya. Sehingga dalam pengambilan kebijakan dan implementasinya mampu memberikan suatu pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang tersedia.

27 6 Secara filosofis, perubahan ke arah berbagai bentuk kemajuan berpangkal dari adanya berbagai bentuk: (1) kekhasan substansial (unique substances), dan (2) keterkaitan fungsional (functional interaction) antar berbagai kekhasan tersebut (Saefulhakim, 2008). Harmonisasi antara tujuan pembangunan daerah Maluku Utara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan dengan pengembangan sektor perekonomian yang menjadi unggulan berdasarkan kekhasan atau karakteristik daerah dan keterkaitannya baik pada level provinsi maupun pada tiap kabupaten/kota. Untuk mencapai hal ini, maka perlu diidentifikasi sektor unggulan Provinsi Maluku Utara serta pengembangan sektor tersebut pada tiap kabupaten/kota dengan melihat basis atau kekhasan setiap daerah. Latar belakang di atas menunjukkan betapa pentingnya setiap daerah memahami berbagai potensi setiap sektor dan penyebarannya yang memerlukan suatu kebijakan pengembangan yang efisien dan signifikan secara komprehensif. Di mana pengembangan sektor perekonomian dengan memperhatikan keterkaitan, kemampuan untuk menciptakan output, peningkatan pendapatan, dan perluasan kesempatan kerja Perumusan Masalah Pemahaman yang akurat dan lengkap akan potensi yang dimiliki oleh daerah, suatu pemerintah daerah akan dapat dengan mudah menyusun suatu kebijakan yang benar-benar baik dan pada gilirannya akan menciptakan iklim kondusif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Provinsi Maluku Utara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 1999, sebagai salah satu provinsi muda di Indonesia, relatif membutuhkan usaha yang sangat besar dalam meningkatkan kinerja pembangunan ekonominya.

28 7 Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi dengan aktivitas perekonomian yang terkecil di Indonesia dibandingkan total PDRB provinsi di Indonesia pada tahun 2005 yang hanya mencapai 0.13 %, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Proporsi PDRB Maluku Utara Terhadap Total PDRB Provinsi di Indonesia Tahun 2005 No. Provinsi (%) No. Provinsi (%) 1 DKI Jakarta Nusa Tenggara Barat Jawa Timur Kalimantan Tengah Jawa Barat Sulawesi Utara Kalimantan Timur Jambi Jawa Tengah Sulawesi Tengah Riau Kepulauan Riau Sumatera Utara Nusa Tenggara Timur Banten Kalimantan Barat Sumatera Selatan Bangka Belitung Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nangroeh Aceh Darussalam Bengkulu Lampung Irian Jaya Barat Sumatera Barat Maluku Papua Sulawesi Barat Bali Maluku Utara Kalimantan Selatan Gorontalo DI Yogyakarta 1.02 Sumber: BPS, 2006, Data Diolah Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, maka kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara yaitu dengan memfokuskan peningkatan investasi sektor pemerintah dan swasta terhadap sektor unggulan, dimana sektor unggulan yang dimaksud adalah sektor pertanian. Implementasi dari kebijakan ini dapat terlihat pada hasil yang dicapai yang tergambar pada PDRB Maluku Utara. Struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan, selama kurun waktu 1999 sampai dengan Ketiga sektor tersebut menjadi sektor dominan dalam perekonomian Maluku Utara dengan andil sekitar %, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.

29 8 Tabel 2. Distribusi PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Maluku Utara Tahun (%) Sektor Pertanian Pertambangn & Penggalian 3. Industri Pengolahn Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keu., Psewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah/Total Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2002a dan 2006a, Data Diolah Adanya perbedaan pada laju pertumbuhan setiap sektor menyebabkan terjadinya pergeseran peran setiap sektor ekonomi dalam struktur perekonomian regional Maluku Utara, sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Walaupun ketiga sektor tersebut merupakan sektor utama dalam perekonomian Provinsi Maluku Utara, namun terlihat bahwa selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2005, sektor yang mengalami pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi dengan penambahan laju pertumbuhan sebesar 7.62 %. Diketahui bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang sangat mendukung perkembangan sektor lainnya baik ke belakang maupun ke depan. Disamping sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor yang mengalami perubahan laju pertumbuhan yang positif yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih dengan penambahan laju pertumbuhan sebesar 7.20 %.

30 9 Sebaliknya, sektor pertanian yang diharapkan dapat menjadi unggulan Maluku Utara, memiliki tingkat pertumbuhan di bawah lima persen yaitu 4.43 %. Demikian juga sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor berkontribusi besar terhadap PDRB Provinsi Maluku Utara, mengalami penurunan laju pertumbuhan sebesar 3.82 %. Tabel 3. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999 s/d 2005 (%) No Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih 5 Bangunan Perdagangan, Hotel &Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa PDRB Maluku Utara Sumber BPS Provinsi Maluku Utara, 2002a dan 2006a, Data Diolah Sementara itu, jika dibandingkan peranan setiap sektor pada level provinsi, penyebaran ketiga sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan masih berperan besar pada distribusi PDRB di setiap kabupaten/kota. Dari Tabel 4, terlihat bahwa sektor pertanian memiliki peran besar pada setiap kabupaten/kota dengan tetap menempati pada tiga sektor utama, namun demikian pada Kota Ternate sektor pertanian hanya menempati urutan ke-empat. Adapun penyebaran sektor industri pengolahan tidak terlalu mendominasi pada tiap kabupaten/kota, di mana hanya mendominasi

31 10 sebanyak 50 persen dari 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, dan Kabupaten Halmahera Utara. Sedangkan pada kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan, pada umumnya sektor jasa-jasa dan sektor pertambangan dan penggalian yang lebih mendominasi di samping peranan sektor lainnya. Tabel 4. Tiga Sektor Dominan dan Kontribusi PDRB-nya Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 No Kabupaten/Kota Sektor Dominan PDRB (Juta Rp.) (%) 1 Kab. Halmahera Barat Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Industri Pengolahan Kab. Halmahera Selatan Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Industri Pengolahan Kab. Halmahera Tengah Pertambangan & Penggalian Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Kab. Kepulauan Sula Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Industri Pengolahan Kab. Halmahera Utara Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Industri Pengolahan Kab. Halmahera Timur Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Pertambangan & Penggalian Kota Ternate Perdag., Hotel & Restoran Jasa-jasa Pengangkutan & Komunikasi Kota Tidore Kepulauan Pertanian Perdag., Hotel & Restoran Jasa-jasa Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2006a, Data Diolah Dibandingkan dengan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, peranan dan penyebaran sektor perdagangan, hotel dan restoran secara keseluruhan pada tiap wilayah masih mendominasi pada tiga sektor utama dalam

32 11 kontribusinya terhadap nilai tambah bruto baik pada level provinsi maupun pada tiap kabupaten/kota di Maluku Utara. Kebijakan pembangunan yang dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara selama ini bukan tanpa masalah. Pelaksanaan pembangunan di Provinsi Maluku Utara telah menghasilkan kemajuan yang cukup berarti dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah ini. Namun permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi, membutuhkan penanganan serius sebagaimana yang diidentifikasikan di antaranya (BAPPEDA Provinsi Maluku Utara, 2006): Pertama, lambannya pertumbuhan ekonomi daerah. Walaupun dalam kurun waktu tahun 2001 s.d kondisi perekonomian Provinsi Maluku Utara berangsur-angsur pulih, namun dampak krisis ekonomi dan konflik horizontal masih terlihat dari belum kokohnya struktur ekonomi rakyat dan lambannya kinerja ekonomi daerah yang ditandai oleh rata-rata pertumbuhan ekonomi menurut sektor periode tahun 2001 s/d tahun 2005 dalam proporsi yang kecil yaitu 3.5 persen. Kedua, belum optimalnya upaya revitalisasi setiap sektor perekonomian. Potensi daerah pada setiap sektor belum dikelola secara optimal. Misalnya, pengelolaan pertanian belum dilakukan secara optimal antara lain terlihat dari ha lahan garapan baru sebesar ha yang tergarap. Demikian halnya potensi subsektor perikanan, potensi lestari yang dapat dimanfaatkan sebesar ton per tahun. Data empiris ini menunjukkan bahwa potensi sumberdaya Maluku Utara cukup besar dan mempunyai prospek dikelola secara efisien dan berkelanjutan. Ketiga, kesenjangan dan ketidakserasian pembangunan antarwilayah. Kesenjangan merupakan dampak dari kurang meratanya penyebaran pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, yang

33 12 mengakibatkan kesenjangan pertumbuhan antardaerah, antarsektor, dan antarpendapatan. Di samping itu, kebijakan pembangunan yang ditempuh selama ini belum begitu optimal dalam mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Maluku Utara. Hal ini dapat terlihat dari tingkat pengangguran yang tercipta di Maluku Utara pada tahun 2005 sebanyak jiwa, dimana jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004 sebanyak jiwa. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara tahun 2005 mecapai jiwa miskin atau KK (Data BPS). Tingginya tingkat pengangguran dan besarnya angka kemiskinan, dapat dikatakan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pertambahan angkatan kerja lebih besar dari lapangan kerja serta rendahnya produktivitas sektor pertanian sebagai prime mover dan sektor-sektor perekonomian lainnya dalam perekonomian Provinsi Maluku Utara. Meskipun sektor pertanian memberikan kontribusi yang paling besar dalam PDRB Maluku Utara dan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu %, namun sektor ini memiliki tingkat produktivitas yang sangat rendah yaitu 3.46 %. Adanya perbedaan laju pertumbuhan sektor dikarenakan daya dukung secara internal maupun eksternal pada tiap sektor yang selalu mengalami perubahan memungkinkan terjadinya perubahan peranan sektor-sektor perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, sebaiknya kebijakan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara perlu untuk dievaluasi kembali secara ilmiah melalui suatu analisis mengenai pengembangan sektor-sektor perekonomian

34 13 dengan melihat peranan masing-masing sektor secara mendetail sebagai dasar penyusunan strategi dan kebijakan yang lebih baik dalam tahapan pembangunan berikutnya. Interaksi antarsektor makin tidak dapat diabaikan, namun juga makin sulit untuk dimengerti, dan pengaruh berbagai jenis intensitas interaksi terhadap pertumbuhan dan perubahan struktural makin mempunyai peran penting dalam penentuan kebijakan. Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian suatu wilayah. Hal ini sering menyebabkan pelaksanaan perencanaan banyak menemui kegagalan. Untuk dapat merencanakan pembangunan secara terintegrasi, diperlukan suatu model analisis yang tepat. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendekatan multisektoral yang mampu melihat keterkaitan dan peranan setiap sektor dalam suatu sistem perekonomian. Berdasarkan kondisi tersebut, analisis Tabel Input-Output (I-O) menjadi salah satu pilihan terbaik yang dapat membantu pihak pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi, terutama dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan peranan antarsektor perekonomian 2. Analisis Input-Output merupakan suatu peralatan analisis keseimbangan umum. Dalam keseimbangan umum seluruh sektor dalam perekonomian adalah satu kesatuan sistem, dengan keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di sektor-sektor 2 Ediawan, 2003 Alat analisis untuk melihat pembangunan di tingkat regional/lokal sebelum analisis Tabel I-O (seperti Shift-Share Analysis, Location Quotient Analysis dan Economic Base Analysis) tidak bisa menggambarkan keterkaitan antarsektor dan besar nilai pengganda suatu sektor terhadap sektor lain. Sementara analisis lain yang lebih maju dari Tabel I-O (seperti Social Accounting Matric dan General Equilibrium Model) dianggap masih sulit dilakukan karena selain memerlukan Tabel I-O, juga memerlukan survei komprehensif untuk memperoleh data neraca sosial, sehingga memerlukan waktu lama dan biaya besar.

35 14 lain. Keseimbangan dalam analisis Input-Output didasarkan arus transaksi antarpelaku perekonomian. Penekanan utama dalam analisis Input-Output ini adalah pada sisi produksi. Upaya selanjutnya yang dilakukan setelah di analisis seberapa kuat keterkaitan dan seberapa besar pengganda dari sektor-sektor perekonomian pada level provinsi, perlu juga diidentifikasi pada daerah-daerah mana saja sektorsektor tersebut yang memiliki keunggulan tersebar dan berperan atau menjadi basis. Oleh karena itu, pendekatan kedua yang diambil adalah dengan mengidentifikasi sektor basis pada setiap daerah kabupaten/kota, sehingga nantinya dalam pembuatan kebijakan sektoral lebih siginifikan dengan kondisi, potensi dan karaktersitik daerah Provinsi Maluku Utara. Berdasarkan kondisi di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Sektor apa yang menjadi sektor unggulan provinsi, sehingga sektor tersebut memperoleh prioritas dalam menginjeksi sektor lain terkait pengalokasian sumberdaya yang terbatas? 2. Pada kabupaten/kota mana sektor unggulan provinsi menjadi sektor basis yang perlu dikembangkan? 3. Bagaimana kebijakan pengembangan setiap sektor sesuai skala di Maluku Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan antara lain: 1. Menganalisis sektor-sektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara.

36 15 2. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan provinsi yang menjadi sektor basis pada tiap kabupaten/kota. 3. Merumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pembuat kebijakan dan pemerintah (pusat dan daerah), khususnya pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara, sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan secara terintegrasi. 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai bahan dan referensi terkait dengan perencanaan pembangunan wilayah. 3. Bagi penulis dan pembaca, sebagai media pembelajaran untuk menerapkan teori-teori yang terkait dengan topik penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara yang meliputi delapan kabupaten/kota, di mana analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan multisektoral, yaitu menganalisis sektor-sektor perekonomian yang dikategorikan oleh BPS yang berkontribusi dalam pembentukan PDRB. Untuk analisis sektoral pada tingkatan provinsi dipakai analisis Tabel Input-Output. Sesuai dengan yang dikemukakan pada tujuan penelitian, maka yang pertama dilakukan adalah meng-update Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001 untuk mendapatkan matriks teknologi pada tahun analisis sehingga dapat dipakai untuk analisis Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara selanjutnya.

37 16 Setelah diperoleh Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara hasil update, kemudian dianalisis dengan poin-poin selanjutnya yang dikemukakan pada tujuan penelitian. Sedangkan analisis sektoral di tingkatan kabupaten/kota dilakukan analisis sektor basis dengan menggunakan alat analisis Location Quotient dan Shift Share. Berdasarkan analisis Input-Output pada level provinsi dan analisis sektor basis pada level kabupaten/kota, selanjutnya dilakukan perumusan kebijakan pengembangan sektor-sektor perekonomian sesuai skala prioritas yang dianalisis dengan memadukan antara hasil analisis Input-Output dan analisis Location Quotient dan Shift Share serta berbagai faktor pertimbangan lainnya dengan melakukan analisis secara deskriptif.

38 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati, sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dalam pembangunan wilayah, banyak teori dapat digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah. 1. Aliran Klasik Aliran klasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan persediaan modal (capital stock), yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatkan kemakmuran (kesejahteraan) penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of deminishing returns), yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Beberapa tokoh atau pengikut aliran Klasik yaitu Adam Smith, David Ricardo, Robert Malthus, dan J.B. Say.

39 18 2. Aliran Neo Klasik Aliran Neo Klasik menggantikan aliran klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu: Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual, Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif, Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan). Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional, namun beberapa asumsi mereka adalah tidak tepat, yakni: (1) full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multiregional dimana persoalan-persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan (2) persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial. Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, penawaran tenaga kerja dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilitas faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan berarus dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir itu memberikan suatu penghasilan (returns) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.

40 19 3. Aliran Keynes dan Pasca Keynes Mula-mula Keynes menekankan pada persoalan permintaan efektif (effective demand). Analisisnya adalah jangka pendek. Tema sentralnya adalah bahwa karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full-employment equlibrium). Menurut Keynes, akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equilibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebjakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat. Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting dalam aliran Pasca Keynes adalah: a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat kesempatan dalam kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi maupun inflasi. b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi terus menerus. Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bia pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle capacity).

41 20 4. Teori Basis Ekspor Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini sebenarnya tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari ekonomi makro interregional karena teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian, yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal. Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional. Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis (Richardson, 1977 dalam Adisasmita, 2005). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengurangi pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah.

42 21 5. Teori Sektor Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift), dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah. Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran, yaitu realokasi sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah berbeda dari pengembangan ekonomi nasional dalam beberapa hal, yaitu (Meyer-Stamer, 2003). Ada sejumlah instrumen untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang berada di luar jangkauan inisiatif lokal, untuk mendorong semua tersebut harus dikerjakan dalam kerangka kondisi yang umum, misalnya nila tukar mata uang, tarif pajak, kebijakan anti-trust, atau kerangka hukum

43 22 ketenagakerjaan. Dalam waktu yang sama, banyak instrumen local economic development (LED) yang tidak sesuai untuk pemerintahan nasional, contohnya pembangunan bisnis real estate atau program pelatihan bisnis. Pembangunan ekonomi nasional dirumuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah. Pelaku non pemerintahan dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan, seperti lobi atau bertukar informasi dan pengetahuan. Akan tetapi dalam hal penetapan akhir kebijakan, lebih banyak jumlah kelompok sasaran daripada para penentu kebijakan. Pada tingkat daerah, hal tersebut dapat dianggap sebagai suatu perbedaan. Dalam kasus yang paling ekstrim, inisiatif pembangunan daerah dapat didesain dan dilaksanakan oleh pelaku swasta tanpa partisipasi dari pemerintah. Program pembangunan ekonomi nasional mencakup pengertian yang jelas mengenai pembagian tugas antara badan legislatif dan eksekutif dari pemerintah. Inisiatif pembangunan daerah biasanya mencakup definisidefinisi peran yang samar, dan menjelaskan serta mendefinisikan peran dari berbagai stakeholder yang berbeda merupakan satu tantangan utama dari setiap inisiatif pembangunan daerah. Perbedaan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan daerah juga perlu dipertegas. Menurut Meyer-Stamer (2003) pembangunan ekonomi lokal berbeda dari pembangunan lokal atau regional. Adalah sangat sulit menentukan perbedaan-perbedaan itu secara tepat. Orang cenderung lebih mengidentifikasikan pembangunan ekonomi lokal dengan pembangunan kota atau kecamatan dan pembangunan ekonomi regional dengan kumpulan kota-kota (biasanya sampai tingkat propinsi). Dengan kata lain, batasan dari lokal dan regional sangat

44 23 tergantung dari kasusnya. Hanya satu yang pasti bahwa lokal ditujukan pada daerah geografis yang lebih kecil daripada region. Menurut Arsyad (1999) tujuan pembangunan daerah adalah: 1). menciptakan lapangan kerja, 2). mencapai stabilitas ekonomi daerah, 3). Mengembangkan basis ekonomi yang beragam. Lapangan kerja diperlukan agar penduduk mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Agar lapangan kerja dapat tercipta, diperlukan persyaratan antara lain tersedianya lahan, modal dan prasarana. Stabilitas ekonomi daerah perlu dipertahankan agar pelaku usaha dan masyarakat dapat melakukan berbagai upaya secara terencana. Stabilitas ekonomi mencakup inflasi yang rendah, adanya peraturan usaha yang jelas disertai penegakan hukum yang konsisten, dan tidak adanya gangguan keamanan. Basis ekonomi yang beragam diperlukan agar perkembangan yang terjadi di suatu sektor tidak mempengaruhi sektor-sektor lain. Setiap daerah dalam suatu negara mempunyai tujuan yang sama, yaitu menemukan cara untuk menciptakan lapangan kerja yang luas untuk memberikan penghasilan dan menaikkan kualitas hidup bagi masyarakat. Tetapi mengapa beberapa daerah berhasil dan yang lain tidak? Walaupun pemerintah pusat memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi melalui undangundang, kebijakan fiskal, dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan atau kegagalan perkembangan ekonomi daerah sering tergantung pada apa yang terjadi pada tingkat kawasan. Kemampuan daerah untuk menggunakan sumber daya alam dan bakat lokal untuk mendukung inovasi yang kuat adalah kunci penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh sebab itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah mengenali kekuatan inovasi yang

45 24 menciptakan keberhasilan usaha, seperti kemampuan untuk mentransformasi gagasan dan pengetahuan baru dalam membuat barang atau pelayanan yang berkualitas. Inovasi yang tak henti-hentinya menciptakan produk bernilai tinggi akan memperluas perdagangan dan penguasaan pasar, dengan demikian memberi manfaat bagi perusahaan dan pekerja dengan keuntungan yang lebih besar dan upah yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut, maka strategi pembangunan ekonomi daerah yang perlu dilakukan adalah: pengembangan fisik/lokalitas, pengembangan dunia usaha, pengembangan sumberdaya manusia (SDM), dan pengembangan masyarakat (Arsyad, 1999). Pengembangan fisik dilakukan antara lain dengan menyediakan lahan untuk kegiatan usaha, pengaturan tata ruang untuk berbagai kegiatan penduduk, menyediakan prasarana dan sarana seperti jalan, pelabuhan, listrik, air bersih. Pengembangan dunia usaha dilakukan antara lain dengan menciptakan iklim usaha yang baik melalui penetapan kebijakan dan peraturan yang memudahkan pelaku ekonomi untuk menjalankan usahanya, menyediakan informasi mengenai perijinan, kebijakan dan rencana pemerintah daerah, sumber-sumber pendanaan; mendirikan media konsultasi bagi pengusaha dan masyarakat mengenai peluang usaha, masalah-masalah yang dihadapi, dan lainya. Pengembangan SDM dilakukan antara lain dengan pelatihan dan pendidikan. Pengembangan ekonomi masyarakat dilakukan terutama dengan memberdayakan masyarakat agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi persoalan ekonomi yang dihadapi secara mandiri. Pembangunan ekonomi pada tingkat daerah seperti diuraikan diatas didasarkan pada pendekatan konvensional terhadap pembangunan daerah.

46 Pendekatan Sektoral dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam ruang wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misalnya, dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka panjang (25 sampai dengan 30 tahun), perencanaan jangka menengah (5 sampai dengan 6 tahun), dan perencanaan jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun) Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor (pelaku) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Dalam kelompok aktor, termasuk di dalamnya pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, investor asing, pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi, dan masyarakat umum. Pada dasarnya perencanaan melihat ke depan tentang arah perkembangan berbagai kegiatan dalam wilayah dan melihat kemungkinan mengarahkannya kepada kondisi atau sasaran yang lebih diinginkan, dengan memperhatikan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang terbatas. Pada dasarnya perencanaan daerah melihat bagaimana dan ke arah mana setiap kegiatan yang di daerah akan berkembang serta mengkaji aspek-aspek positif dan negatif arah perkembangan tersebut. Setelah itu, penetapan arah dan sasaran yang mungkin dapat dicapai serta penetapan langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk mencapai sasaran tersebut. Dalam menetapkan sasaran tesebut, perlu diteliti hasil

47 26 optimal yang mungkin dapat dicapai dan melihat kepada efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta terciptanya pembangunan yang berkesinambungan. Baik dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Dalam pendekatan sektoral, pengelompokan sektor-sektor dapat dilakukan berdasarkan kegiatan yang seragam yang lazim dipakai dalam literatur atau pengelompokan berdasarkan administrasi pemerintahan yang menangani sektor tersebut. Dalam banyak hal, pengelompokan berdasarkan keseragaman kegiatan dan secara administrasi pemerintahan adalah sejalan, misalnya sektor perindustrian ada di bawah departemen perindustrian. Akan tetapi, ada juga sektor kegiatan yang pengendaliannya ada di bawah berbagai departemen seperti sektor jasa, sektor pemerintahan, sektor perhubungan, dan lain-lain. Pendekatan sektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor dipreteli (break-down) sehingga terdapat kelompok-kelompok yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok tersebut.

48 27 Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis masukan-keluaran (input-output analysis). Perubahan pada satu sektor secara otomatis akan mendorong perubahan pada sektor lainnya Mengenali Model Input-Output dan Keterbatasannya Daya tarik utama model Input-Output adalah menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi pada suatu kurun waktu tertentu. Struktur ekonomi dapat mencakup suatu negara, daerah, metropolitan, maupun antardaerah. Dengan demikian, manfaat Tabel Input-Output adalah: (1) memberikan gambaran lengkap mengenai aliran barang, jasa, dan input antarsektor; (2) sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan kebijakan ekonomi (Boediono, 1981) Paradigma dan Pendekatan Input-Output Sejarah pemikiran ekonomi mencatat bahwa ide dasar pengembangan perhitungan keterkaitan antarindustri telah dilakukan oleh ekonom Perancis, yaitu Francois Quesnay pada tahun 1758 dalam teori distribusinya yang disebut Tableau Econmique (Budiharsono, 2001). Tableau economique merupakan diagram yang meperlihatkan bagaimana pengeluaran-pengeluaran dapat dilacak melalui perekonomian dengan cara yang sistematis (Miller dan Blair, 1985). Karya Quesnay mengilhami Prof. Wassily Leontief untuk menerapkan ide tableau economique pada perekonomian Amerika Serikat, yang kemudian populer dengan sebuah Tabel Input-Output. Pada dasawarsa 1930-an Leontief menerapkan

49 28 tabel ini untuk membantu memahami bekerjanya perekonomian modern dan perencanaan di Amerika Serikat (Kuncoro, 2004). Model Input-Output termasuk ke dalam model keseimbangan umum (general equilibrium). Dalam kerangka model Input-Output, produksi suatu sektor mempunyai dua dampak ekonomi terhadap sektor lain dalam perekonomian. Bila sektor Y meningkatkan Output-nya, ini berarti akan ada kenaikan permintaan dari sektor nya, ini berarti akan ada kenaikan permintaan dari sektor akan barangbarang antara yang diproduksi oleh sektor lain. Keterkaitan ini disebut kaitan ke belakang (KKB atau backward linkage) dalam model sisi permintaan, yang menunjukkan peranan suatu sektor dalam menciptakan permintaan turunan. Sebaliknya, kenaikan output di sektor Y juga berarti tambahan jumlah produk Y yang tersedia untuk digunakan sebagai input sektor lain dalam produksinya. Dengan kata lain, akan terjadi kenaikan suplai dari sektor Y bagi sektor lain yang menggunakan produk Y dalam produksinya. Keterkaitan ini dalam model sisi penawaran disebut kaitan ke depan (KKD atau forward linkage) karena menunjukkan derajat pemancaran penggunaan hasil produksi suatu sektor sebagai input bagi sektor lain. Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief adalah: (1) Struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli, (2) Output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir, (3) Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (dalam bentuk jasa tenaga kerja), pemerintah (misalnya pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan), surplus usaha serta impor, (4) Hubungan input dengan output

50 29 bersyarat linier, (5) Dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya 1 tahun) total input sama dengan total output, dan (6) Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi (Richardson, 1972; Miernyk, 1965 dan Isard, 1975). Analisis Input-Output banyak diterapkan di dalam proses perencanaan pengembangan wilayah. Hal ini karena model Input-Output dapat diimplementasikan secara empirik pada bidang dimana keterbatasan data dan teori yang belum cukup berkembang membatasi ruang lingkup penelitian dan perencanaan Model Baku Tabel Input-Output Di dalam Tabel Input-Output menggambarkan transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling ketergantungan transaksi barang dan jasa tersebut dinyatakan dalam suatu matriks segi n. Tabel Input-Output dapat disajikan dalam dua jenis tabel, yaitu tabel impor bersaing dan impor tak bersaing. Perbedaan kedua tabel tersebut terletak pada perlakuan impor dalam tabel. Pada model impor bersaing, semua transaksi yang terdapat dalam tabel tidak dipisahkan antara barang dan jasa yang berasal dari domestik impor. Jenis tabel ini hanya menunjukkan banyaknya impor barang dan jasa secara total sektor penggunaan barang dan jasa tersebut, dan ditempatkan pada sebelah kanan bagian permintaan akhir dengan tanda negatif. Tabel Input- Output model impor tak bersaing menunjukkan pemisahan yang jelas antara barang dan jasa yang dihasilkan dari dalam negeri dan impor pada setiap transaksi yang ada di dalam tabel. Setiap input atau pembelian yang dilakukan oleh sektor

51 30 produksi dan permintaan akhir dapat dirinci menurut barang dan jasa domestik, impor dan total keduanya. Tabel Input-Output dapat juga disajikan dalam bentuk lain, dimana impor berada pada input primer seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Model Baku Tabel Input-Output I N P U T A N T A R A S E K T O R P R O D U K S I i... j.. n Input Antara Sektor Produksi i... j... n x ii x ji x ni x ij x jj x nj x in x jn x nn Kon. RT R hi R hj R hn Permintaan Akhir Kon. Pemerintah K pi K pj K pn Pembtk. Modal Tetap I i I j I n Stok Ekspor S i E i S j E j S n E n Total Output X i X j X n Upah & Gaji RT Nilai Tambah Lain L i... L j... L n V i... V j... V n Impor M i... M j... M n Total Input X i... X j... X n Sumber: Budiharsono, 2001 dan Kuncoro, 2004 Pada dasarnya tabel transaksi dapat dibagi dalam 4 kuadran. Pertama, kuadran transaksi antara (intermediate quadrant) yang menunjukkan keterkaitan sistem produksi. Dapat dikatakan, kuadran transaksi antara merupakan jantung dari model Input-Output. Karena itu kuadran ini sering disebut kuadran (matriks) antarindustri dan mencerminkan saling ketergantungan antarindustri dalam perekonomian. Pemahaman mengenai keterkaitan atau ketergantungan ekonomi ini amat penting dalam mengukur dampak perubahan output dari satu sektor terhadap tingkat output, penghasilan, atau kesempatan kerja sektor lain.

52 31 Kedua, kuadran permintaan akhir (final demand quadrant) yang secara eksogen ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi di luar perekonomian. Kuadran ini mencatat penggunaan output masing-masing sektor yang langsung digunakan oleh pengguna akhir. Ketiga, kuadran input primer (primary inputs quadrant) yang menunjukkan penggunaan input primer dalam suatu daerah atau negara. Kuadran ini mencatat input yang masuk ke dalam sektor antara yang berasal dari luar sistem produksi, dalam arti tidak dibeli dari perusahaan dalam perekonomian lokal (domestik). Namun demikian, tingkat aktivitas sektor input primer cenderung diperlakukan secara endogen, yakni melalui kuadran antara, pada tingkat permintaan akhir. Hal ini karena kuadran permintaan akhir dianggap sebagai sumber utama rangsangan atau dampak ekonomi secara eksogen. Rangsangan ini, seperti misalnya perubahan ekspor, bergerak lewat jalur reaksi ekonomi transaksi antara menuju kuadran input primer, yang mengakibatkan perubahan dalam aktivitas primer seperti tenaga kerja dan impor. Keempat, input primer terhadap permintaan akhir (primary inputs to final demand) merupakan transaksi yang tidak secara langsung berkaitan dengan sistem produksi regional Analisis dengan Model Input-Output Melalui mekanisme perhitungan rumus-rumus yang berlaku di dalamnya maka Tabel Input-Output dapat digunakan untuk mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah sesuai dengan aspek kepentingan analisis (Riyanto, 1997). Aspek-aspek yang memiliki fungsi dan kedudukan penting di dalam analisis perekonomian suatu wilayah adalah:

53 32 a. Analisis Keterkaitan Antarsektor Pembangunan ekonomi setiap daerah merupakan untuk mengembangkan seluruh sektor perekonomian secara komprehensif dan terkait, namun yang menjadi persoalan bagaimana melihat keterkaitan antarsektor tersebut, karena tidak semua semua sektor dalam suatu daerah perekonomian memiliki nilai keterkaiatan yang sama. Dengan mengetahui keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian, secara efektif setiap injeksi investasi terhadap suatu sektor akan memberikan derajat keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor yang lain. Backward Linkages (kaitan ke belakang) dan Forward Linkages (kaitan ke depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain dalam perekonomian. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi sektor-sektor yang lain (Kuncoro, 2004). b. Analisis Angka Pengganda Kadariah (1978) menyatakan bahwa peningkatan aktivitas sektor pemimpin (leading sector) ekonomi di suatu daerah pada masa berikutnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya arus pendapatan ke daerah tersebut, meningkatkan konsumsi, meningkatkan permintaan barang dan jasa sektor-sektor lain yang pada akhirnya akan meningkatkan pula aktivitas sektor-sektor lain, demikian pula sebaliknya.

54 33 Analisis angka pengganda terdiri atas; Output Multiplier, merupakan alat analisis untuk menghitung total nilai produksi dari semua sektor ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi nilai permintaan akhir dari output suatu sektor. Para peneliti sering menghitung rasio yang disebut multiplier Type I dan Type II. Kedua jenis rasio tersebut dapat diterapkan pada angka pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja. Efek total multiplier pada dasarnya merupakan penjumlahan dari empat macam elemen efek yang saling berkaitan, yaitu (1) efek peningkatan output sektor yang bersangkutan (initial effect) merupakan besarnya perubahan output pada sektor yang bersangkutan akibat adanya perubahan permintaan akhir di sektor itu sendiri, (2) efek pembelian langsung (first round purchase / direct effect) merupakan besarnya nilai transaksi yang akan terjadi secara langsung antarindustri jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan mata uang, (3) efek tidak langsung (indirect effect) atau lebih dikenal efek pendukung industri (industrial support) merupakan dampak peningkatan pembelian dari suatu sektor kepada sektor lain dalam perekonomian akibat terjadi peningkatan permintaan akhir dalam sektor yang bersangkutan, dan (4) efek peningkatan konsumsi (consumption induced) merupakan efek peningkatan pembelian input sektor yang bersangkutan terhadap sektor rumah tangga, yang diwujudkan dalam peningkatan permintaan tenaga kerja, yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga (West, 1992). Income multiplier (angka pengganda pendapatan) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dampak perubahan permintaan akhir terhadap perubahan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga sebagai pensuplai tenaga kerja. Employment multiplier (angka pengganda kesempatan kerja) adalah alat

55 34 analisis untuk mengetahui dampak perubahan permintaan akhir pada suatu sektor terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. c. Derajat Penyebaran Antarsektor Dalam analisis derajat penyebaran antarsektor dapat diketahui: (1) Koefisien Penyebaran (coefficient of dispersion) merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Kriswantriyono, 1994). Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada sektor yang mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan analisis Input-Output disebut sebagai sektor yang mempunyai nilai Backward Spread tinggi. (2) Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion) merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian apabila sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam analisis Input-Output disebut sektor yang mempunyai nilai Forward Spread tinggi Asumsi dan keterbatasan Analisis Input-Output Dalam suatu model Input-Output yang bersifat terbuka dan statis, transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel Input-Output harus memenuhi tiga asumsi dasar, yaitu (Budiharsono, 2001; Tarigan, 2005; Widodo, 2006 dan BPS, 2002c) :

56 35 a. Homogenitas. Asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input. Asumsi ini mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor. b. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan penggunaan input yang seimbang. Asumsi ini mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut. c. Additivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa pengaruh di luar sistem Input-Output diabaikan. Berdasarkan asumsi tersebut, Tabel Input-Output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yakni koefisien input ataupun koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis. Karena koefisien teknis dianggap konstan, teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksipun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Keterbatasan lain dari analisis Input-Output adalah banyaknya agregasi yang dilakukan terhadap sektorsektor yang ada. Hal ini akan menyebabkan semakin besar kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisisnya (Ediawan, 2003).

57 36 Walaupun mengandung keterbatasan, model Input-Output tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensif. Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model Input-Output dalam perencanaan pengembangan wilayah yaitu: a. Model Input-Output memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antarsektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor. b. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumberdaya. c. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci. d. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik Metode Membangun Tabel Input-Output Sejak pertama kali dikemukakan oleh Leontief pada tahun 1930-an, Tabel Input-Output (I-O) terus mengalami perkembangan dan menjadi salah satu alat analisis yang populer untuk melihat perekonomian baik tingkat nasional maupun regional. Walaupun ada beberapa kelemahan yang terletak pada asumsi yang digunakan pada analisis Tabel I-O, namun untuk melihat potensi perekonomian suatu wilayah dan keterkaitan antarsektor perekonomian, analisis Tabel I-O masih merupakan pilihan terbaik dan banyak diminati. Analisis Tabel I-O hanya melihat kondisi perekonomian pada satu tahun tertentu. Oleh karena itu, idealnya Tabel I-O dibuat setiap tahun. Namun untuk

58 37 memenuhi kegiatan tersebut tidak mudah (bahkan boleh dikatakan tidak mungkin). Hal ini terkait dengan keperluan melakukan survei yang komprehensif untuk seluruh sektor perekonomian yang tentunya memerlukan waktu lama dan biaya yang besar. Berdasarkan kondisi tersebut, berkembang metode pembuatan Tabel I-O dengan pendekatan lain yakni melakukan penyesuaian Tabel I-O yang sudah ada untuk merefleksikan kondisi perekonomian saat ini (updating). Selain itu berkembang juga pendekatan lain yakni menggunakan informasi perekonomian Tabel I-O suatu daerah untuk diterapkan pada daerah lain (derivasi). Dengan dua pendekatan tersebut, maka Tabel I-O dapat dimodifikasi setiap tahun dan dapat dibuat di semua daerah (Miller dan Blair, 1985). Metode Updating dikenal juga dengan sebutan metode survei parsial, karena tidak perlu melakukan survei secara komprehensif seperti pembuatan Tabel I-O metode survei. Dengan metode ini data yang diperlukan adalah matriks koefisien input atau koefisien teknologi (sebagai tabel dasar), total output, total permintaan antara dan total input antara masing-masing sektor. Derivasi Tabel I-O atau sering juga disebut metode non-survei dilakukan apabila suatu daerah sama sekali belum mempunyai Tabel I-O. Oleh karena itu harus menggunakan Tabel I-O daerah lain untuk dijadikan sebagai tabel dasar untuk menderivasi Penentuan Sektor Unggulan Daerah Melalui model input output regional, perencana daerah dapat mengidentifikasi sektor-sektor yang mampu mendorong pertumbuhan sektorsektor lain dengan cepat atau sering dikenal dengan istilah sektor unggulan.

59 38 Proses identifikasi tersebut menggunakan analisis keterkaitan antarsektor (interindustrial linkages analysis). Keterkaitan tersebut berupa keterkaitan ke depan (forward linkages) maupun keterkaitan ke belakang (backward linkages). Dalam hal ini sektor unggulan diartikan sebagai sektor yang mempunyai tingkat keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi. Disebut sektor unggulan karena sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan atau perkembangan bagi sektorsektor lainnya, baik sektor yang menyuplai input-nya maupun sektor yang memanfaatkan output sektor tersebut sebagai input dalam proses produksinya. Sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan tinggi berarti pada daerah tersebut merupakan pasar output yang potensial bagi daerah tersebut. Sektor yang mempunyai keterkaitan ke belakang tinggi berarti pada daerah tersebut merupakan penyedia input yang potensial bagi sektor tersebut, sebagaimana terlihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Keterkaitan Antarsektor Forward Rendah Forward rendah Backward tinggi Tinggi (cenderung berisiko tinggi, pasar terbatas) Backward Rendah Sumber: Widodo, 2006 Forward rendah Backward rendah (footloose) Tinggi Forward tinggi Backward tinggi (cenderung terjadi konglomerasi) Forward tinggi Backward rendah (cenderung prospektif, pasar terjamin) Teori Lokasi Pemahaman tentang bagaimana keputusan mengenai lokasi mutlak diperlukan bila membahas kegiatan pada ruang dan menganalisa bagaimana suatu wilayah tumbuh dan berkembang. Keputusan mengenai lokasi yang diambil oleh

60 39 unit-unit pengambilan keputusan akan menentukan struktur tata ruang wilayah yang terbentuk. Unit-unit pengambilan keputusan dalam penentuan lokasi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) rumah tangga; (2) perusahan; dan (3) pemerintah. Setiap unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan sendiri berdasarkan aktivitas ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi rumah tangga adalah (a) penjualan jasa tenaga kerja dan (b) konsumsi; aktivitas perusahaan meliputi (a) pengumpulan input, (b) proses produksi dan (c) proses pemasaran, dengan tujuan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Sementara itu pemerintah disamping mempunyai peran melindung kepentingan masyarakat juga bertindak sebagai locator dari berbagai aktivitas yang ditanganinya seperti penentuan lokasi sebagai sarana dan fasilitas pelayanan umum. Untuk mengetahui kecenderungan potensi keunggulan suatu komoditas disuatu lokasi tertentu, analisis yang sering digunakan adalah analisis basis ekonomi yaitu Location Quotient Analysis (LQ). Metode LQ secara umum merupakan metode analisis yang digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan atau basis suatu aktivitas. Di samping itu, LQ juga digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Asumsi yang digunakan dalam LQ adalah sedikit kondisi geografis yang relatif seragam. Pola-pola aktivitas bersifat seragam serta setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumberdata yang tersedia.

61 40 Jika penelitian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan bila keperluannya untuk menaikkan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat, sedangkan jika hasil produksi maka jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Sejalan dengan hal diatas menurut Blakely (1994), analisis LQ ini merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu Shift Share Analysis (SSA). Shift Share Analysis merupakan salah satu analisis yang berfungsi untuk memahami pergeseran struktur suatu aktivitas atau sektor di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi wilayah yang lebih luas dalam dua titik tahun. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis Shift Share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Hasil analisis Shift Share mampu menjelaskan performance suatu aktivitas atau sektor di suatu wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total serta memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga bagian yaitu; (a) sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub wilayah), (b) sebab dari dinamika aktivitas/sektor dari total wilayah dan (c) sebab dari dinamika wilayah secara umum. Secara umum gambaran kinerja seperti yang disebutkan di atas, dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis yaitu: (1) Komponen Laju

62 41 Pertumbuhan Total atau Komponen Share, yang menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. (2) Komponen Pergeseran Proporsional, yang menjelaskan pertumbuhan total aktivitas atau sektor tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor atau aktivitas total wilayah dan (3) Komponen Pergeseran Diferensial, yang menggambarkan tingkat competitiveness suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor atau aktivitas tersebut dalam wilayah. Menurut Tarigan (2004), dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negeri itu maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Lebih lanjut menurut Tarigan (2004), mengatakan bahwa semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan/ sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service disebut saja sektor nonbasis. Sektor nonbasis (service) adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh karena itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan

63 42 masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terkait terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah adalah sektor basis Sektor Unggulan dan Sektor Basis dalam Perekonomian Daerah Setiap daerah dalam suatu negara mempunyai tujuan yang sama, yaitu menemukan cara untuk menciptakan lapangan kerja yang luas untuk memberikan penghasilan dan menaikkan kualitas hidup bagi masyarakat. Tetapi mengapa beberapa daerah berhasil dan yang lain tidak? Walaupun pemerintah pusat memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi melalui undangundang, kebijakan fiskal, dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan atau kegagalan perkembangan ekonomi daerah sering tergantung pada apa yang terjadi pada tingkat kawasan. Kemampuan daerah untuk menggunakan sumber daya alam dan bakat lokal untuk mendukung inovasi yang kuat adalah kunci penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah adalah terjadinya perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam kebijakan perekonomian, pemerintah daerah harus mampu merumuskan sektor mana yang harus dikembangkan. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pengembangan sektor yang dimaksud. Kriteria tersebut diantaranya adalah sektor yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang dimasa datang, nilai tambah per tenaga kerja tinggi dan memiliki kemampuan menyerap tenaga.

64 43 Instrumen kebijakan yang dapat mengakomodir hal tersebut adalah melalui pengembangan sektor unggulan dan sektor basis. Penggunaan istilah sektor unggulan dan sektor basis dalam penelitian ini memiliki batasan bahwa: Identifikasi sektor yang dapat menjadi penggerak utama perekonomian daerah pada level provinsi disebut sebagai sektor unggulan. Penetapan sektor unggulan dilakukan melalui analisis Input-Output (linkages dan multiplier) serta dengan pertimbangan berbagai faktor-faktor penentu lainnya. Pengembangan sektor-sektor perekonomian provinsi dengan memprioritas sektor unggulan, harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang terdapat pada provinsi dalam hal ini yaitu kabupaten/kota. Untuk mengidentifikasi lokasi pengembangan sektor unggulan provinsi pada tiap kabupaten/kota, dipergunakan istilah penentuan sektor basis. Penetapan sektor basis dalam penelitian ini menggunakan analisis Location Quotient dan Shift Share. Tumenggung (1996) memberi batasan bahwa sektor unggulan atau basis adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantages) dan keunggulan kompetitif (competitive advantages) dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta mampu memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan atau basis adalah sektor yang memiliki nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi, baik pasar lokal maupun pasar ekspor. Secara terperinci, upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan sektor unggulan provinsi dan sektor basis kabupaten/kota dengan berbagai kondisi dan skenario guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 7.

65 44 Tabel 7. Skenario Pengembangan Sektor Unggulan vs Sektor Basis Wilayah Analisis Kabupaten/ Kota Sektor Basis Sektor Non-basis Sumber: Skenario Olahan Teoritis Empiris Penulis Provinsi Sektor Sektor Unggulan Non-unggulan Pengembangan sektor Pengembangan sektor basis unggulan provinsi pada secara efisien untuk tiap kabupaten/kota yang peningkatan pertumbuhan memiliki sektor basis ekonomi kabupaten/kota yang sama dengan sektor sehingga dalam jangka unggulan provinsi. panjang dapat menjadi unggulan provinsi. Sektor non-basis menjadi Meningkatkan kinerja sektor sektor pendukung dalam unggulan provinsi dan sektor pengembangan sektor basis kabupaten/kota guna unggulan provinsi dan mendorong dan menarik sektor basis sektor non-unggulan dan kabupaten/kota non-basis melalui dampak multplier, linkage, dan ekspor Kelembagaan Definisi tentang kelembagaan sangatlah beragam, akan tetapi secara umum kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang dianut oleh masyarakat atau organisasi yang dijadikan pegangan oleh seluruh anggota masyarakat atau anggota organisasi dalam mengadakan transaksi satu sama lainnya yang meliputi pasar, hak kepemilikan, pelestarian sumberdaya dan sistem pertukaran yang ditentukan berdasarkan norma-norma sosial atau kontrak (Hoff, 1993). Sedangkan menurut Kherallah dan Kirsten, dalam Fauzi (2005), kelembagaan adalah suatu gugusan aturan (rule of conduct) formal (hukum, kontrak, sistim politik, organisasi, pasar, dan lain sebagainya) serta informal (norma, tradisi, sistim nilai, agama, tren sosial, dan lain sebagainya) yang memfasilitasi koordinasi dan hubungan antara individu ataupun kelompok. Secara lebih spesifik Douglass North, ahli ekonomi kelembagaan, menyatakan bahwa

66 45 institusi lebih pasti terjadi pada hubungan antara manusia serta mempengaruhi perilaku dan outcomes seperti keragaan ekonomi, efisiensi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Kelembagaan itu sendiri sebagian besar muncul akibat dari kehidupan bersama dan tidak direncanakan. Para warga masyarakat pada awalnya mencari cara-cara yang dapat digunakan sebagai wadah memenuhi kebutuhan hidup, kemudian mereka menemukan beberapa pola yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam proses selanjutnya diperkuat melalui pengaturan bersama yang dibakukan. Kelembagaan memberikan ketentuan terhadap anggota masyarakatnya mengenai hak-hak, kewajiban dan tanggung jawabnya. Di samping itu, tiap anggota mendapat suatu jaminan hak dan perlindungan dari masyarakat. Kelembagaan memberikan suatu kondisi bahwa tiap-tiap anggota menerima sesuatu yang menjadi ketentuan dan tiap anggota merasa aman, merasa sewajarnya. Arti ekonomi utama dari kelembagaan adalah memberikan kepastian tentang siapa memperoleh apa dan berapa banyaknya. Dengan kata lain kelembagaan menurunkan derajat ketidakpastian dari aliran manfaat atau ongkos yang akan diterima oleh partisipan dalam suatu sistem ekonomi. Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau aturan main. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal seperti Departemen, Pemerintah Daerah, Koperasi Unit Desa, Kelompok Nelayan dan Petani, Bank dan sejenisnya. Dari perspektif ekonomi, lembaga dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme

67 46 administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administrasi (Pakpahan dalam Kusrini, 2003). Menurut Anwar (2002), bahwa penentuan kelembagaan (institusional) yang tepat akan dapat mengatur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisiensi yang tinggi, keadilan (fairness) kearah pembagian yang lebih merata, dan aktifitas ekonomi dapat langgeng (sustainable). Langkah awal guna mencapai efisiensi dalam alokasi sumberdaya secara optimal adalah perlunya pembagian pekerjaan (division of labor), sehingga setiap pekerjaan dapat dilaksanakan secara profesional dengan produktivitas yang tinggi. Peningkatan pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan kelanjutan dari spesialisasi adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas yang semakin tinggi Dengan demikian pemenuhan kebutuhan individu diperoleh dari individu atau pihak lain, melalui suatu pertukaran (exchange/trade), yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi tersebut berlangsung dengan baik maka perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi dan aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut (Anwar dan Siregar, 1993). Selanjutnya menurut Anwar (2002), meskipun terdapat banyak ragam dan sistem koordinasi yang terjadi dalam dunia nyata, akan tetapi pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi yang utama yaitu koordinasi untuk keperluan; 1) transaksi melalui pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya, 2) transaksi melalui sistem organisasi yang berhirarki di luar

68 47 sistem pasar (extra market institution) dimana otoritas dan kewenangan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya Tinjauan Empiris Dalam ulasan berikut akan dilihat seberapa jauh analisis dengan Model Input-Output, Location Quotient dan Shift Share berguna sebagai alat analisis penelitian, baik penelitian dalam skala nasional maupun regional. Studi yang dilakukan oleh Labakry (1999) untuk menganalisis kontribusi sektor perikanan terhadap kawasan pengembangan ekonomi terpadu pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah. Penggunaan analisis Input-Output dalam studi ini untuk mengetahui dampak pengembangan sektor perikanan terhadap perekonomian secara keseluruhan. Analisis Input-Output bagi Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tengah adalah dengan menggunakan metode RAS yang diturunkan dari Tabel I-O Provinsi Maluku. Klasifikasi sektor-sektor yang dimuat dalam Tabel Input-Output Provinsi Maluku tahun 1991 (40 sektor) disederhanakan menjadi 13 sektor. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor perikanan memberi kontribusi kepada output wilayah pada urutan ke-3 dari 5 sektor penyumbang terbesar kepada output wilayah. Dari sisi nilai tambah sektor perikanan hanya menyumbang sebesar 2.32 persen (menduduki peringkat ke 8). Keterkaitan antarsektor menunjukkan bahwa keterkaitan langsung ke belakang sebesar menduduki urutan ke-12, sementara koefisien keterkaitan langsung k depan adalah menduduki peringkat ke-10. Selanjutnya untuk nilai pengganda output sektor perikanan berada pada urutan ke-12. Kemudian untuk pengganda pendapatan, menduduki urutan ke-8 dan koefisien pengganda tenaga kerja sektor perikanan menempati urutan ke-4 dari 13 sektor ekonomi.

69 48 Penelitian yang dilakukan Riyanto (1997) yang melakukan analisis kepekaan sektor-sektor perekonomian dalam pengembangan wilayah kabupaten Dati II Bangkalan Jawa Timur. Untuk memperoleh Tabel Input-Output Kabupaten Bangkalan di updating dari Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur. Seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha ayang ada dalam wilayah Kabupaten tersebut diklasifikasikan menjadi 19 sektor. Dalam penelitian tersebut, semua proses pengolahan data Tabel Input-Output yang bertujuan untuk menyusun Tabel input-output baru, dilakukan melalui metode RAS. Penelitian ini memiliki kelemahan, dimana dalam proses memperoleh Tabel Input-Output Kabupaten Jeneponto berdasar pada Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur, seharusnya dilakukan dengan metode derivasi apabila daerah tersebut belum memiliki Tabel Input-Output (Miller dan Blair, 1985) Sedangkan penelitian yang dilakukan Rauf (2002) dengan pendekatan Input-Output untuk penentuan sektor kunci dalam struktur perekonomian Kabupaten Jeneponto. Dalam penyusunan Tabel Input-Output Kabupaten Jeneponto, seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha diklasifikasikan menjadi 25 sektor atas dasar satuan kelompok komoditi dan dasar satuan aktivitas. Proses pengolahan data Tabel Input-Output untuk update, dilakukan melalui metode RAS. Dalam penelitian ini, untuk melihat kondisi dan gambaran riil perekonomian Kabupaten Jeneponto dan untuk memperoleh Tabel Input-Output tingkat Kabupaten dilakukan updating dengan menggunakan Tabel Input-Output Indonesia Penelitian tersebut juga melakukan proyeksi kondisi perekonomian untuk 4 tahun berikutnya dengan melakukan simulasi Tabel Input-

70 49 Output, dimana Peneliti menyatakan bahwa pada dasarnya simulasi Tabel dalam penelitian ini merupakan teknik non survey. Hal yang menarik untuk dikaji dalam penelitian tersebut adalah: Pertama, penelitian tersebut menggunakan koefisien tingkat nasional untuk memperoleh koefisien daerah. Menurut Nazara (1997), asumsi yang menyatakan bahwa teknologi yang digunakan tingkat nasional adalah sama dengan teknologi yang digunakan di tingkat region adalah asumsi yang sangat lemah. Pada kenyataannya, hampir pasti bahwa teknologi yang digunakan di kedua perekonomian tersebut akan berbeda. Oleh karena itu, modifikasi koefisien teknologi di tingkat nasional untuk suatu region juga bukan suatu metodologi yang benar-benar pasti dapat menggambarkan apa yang terjadi di tingkat region tersebut. Kedua, dalam memperoleh Tabel Input-Output Kabupaten Jeneponto dilakukan melalui updating Tabel Input-Output Indonesia dengan menggunakan Metode RAS dan teknik non survey. Menurut Miller dan Blair (1985) Untuk membuat Tabel Input- Output ada tiga pilihan yang dapat diambil, yakni: (1) melakukan survei terhadap seluruh sektor perekonomian yang ada, (2) melakukan survei parsial dan terbatas untuk keperluan updating dengan Metode RAS dimana dapat dilakukan jika daerah tersebut memiliki Tabel Input-Output, dan (3) menggunakan metode nonsurvei yaitu dengan melakukan derivasi dari Tabel Input-Output daerah lain jika daerah tersebut belum memiliki Tabel Input-Ouput. Oleh karena itu ada pertanyaan besar pada penelitian tersebut, yakni (1) mengapa dalam memperoleh Tabel Input-Output baru untuk daerah yang belum memiliki Tabel Input-Output dilakukan melalui proses updating dengan metode RAS dan teknik survei parsial, yang seharusnya dilakukan melalui metode

71 50 non-survei dengan melakukan derivasi dari Tabel Input-Output daerah lain. (2) mengapa dalam proses memperoleh Tabel Input-Output daerah yang baru menggunakan Tabel Input-Output nasional, yang pada dasarnya merupakan asumsi yang terlalu lemah. Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara detail alasan penggunaan pendekatan tersebut. Selanjutnya Wikarya (2003), yang melakukan penelitian tentang keterkaitan ekonomi sektoral dan spasial di Indonesia menggunakan Model IRIO Indonesia Untuk menganalisis derajat keterkaitan dan kemandirian suatu pulau terhadap pulau lainnya digunakan model Input-Output Daerah dan Input- Output Antardaerah (IRIO). Dalam penelitian tersebut, keterkaitan ekonomi dilihat dari aspek sektoral dan spasial. Dari aspek sektoral dianalisis keterkaitan ekonomi antarsektor di suatu pulau. Sedangkan dari aspek spasial, dianalisis keterkaitan ekonomi antarpulau secara sektoral. Keterkaitan ekonomi antarsektor di suatu pulau diukur oleh dampak pengganda output. Keterkaitan ekonomi antarpulau secara sektoral diukur oleh dampak pengganda output, pendapatan dan kesempatan kerja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan ekonomi ke belakang tertinggi di hampir semua pulau adalah Jasa-jasa; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Transportasi dan Komunikasi. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan rendah di hampir semua pulau adalah Pertanian; dan Pertambangan dan Penggalian. Terkait dengan analisis basis ekonomi, suatu kajian dilakukan oleh Amanto (1999) terhadap pengembangan agroindustri perikanan rakyat di daerah Maluku yang salah satu metode analisisnya menggunakan metode location quotient (LQ). Adapun kajian ini peranan agroindustri perikanan rakyat pada lima

72 51 kabupaten/kota di Provinsi Maluku tahun 1996 dengan peubah yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja. Hasil kajian menunjukkan bahwa, menurut kriteria LQ, maka agroindustri perikanan rakyat di Maluku Tengah dan Kotamadya Ambon memiliki peranan yang kecil (LQ = 0.47 dan 0.13), untuk Maluku Tenggara memiliki peranan sedang (LQ = 1.11), sedangkan agroindustri perikanan rakyat di Maluku Utara dan Halmahera Tengah memiliki peranan yang besar (LQ = 2.32 dan 1.64). Pengembangan agroindustri perikanan rakyat sebaiknya dilaksanakan pada Daerah Tingkat II dimana peranannya rakyat relatif besar dan sedang. Pengembangan agroindustri perikanan rakyat bagi Daerah Tingkat II yang memiliki kontribusi perikanan relatif kecil (LQ < 1) memerlukan tambahan tenaga kerja dari luar daerah atau melatih tenaga kerja setempat.

73 III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum memberikan hasil yang optimal dalam pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara, sebagaimana diungkapkan sebelumnya. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kebijakan tersebut secara ilmiah sangat diperlukan guna membuat strategi selanjutnya yang lebih baik. Proses evaluasi tersebut dilakuan pada dua aspek yaitu, (1) penentuan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara dan (2) penentuan sektor basis daerah sebagai rujukan lokasi pengembangan sektor unggulan. Sehingga nantinya dapat dirumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian dengan pertimbangan secara ilmiah normatif. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pendekatan yang dipakai dalam penulisan ini yaitu pengembangan perekonomian dengan pendekatan multisektoral. Dalam pendekatan multisektoral, perkembangan ekonomi regional terjadi melalui pertumbuhan sektor unggulan dan diversifikasi sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lain tersebut disebabkan adanya keterkaitan antara sektor ekonomi unggulan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Dengan demikian diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil dari sumbangan interaksi yang saling memperkuat diantara semua sektor dan wilayah yang terlibat. Pemikiran didasari pada bentuk pengembangan perkonomian daerah yang berpijak pada teori pertumbuhan ekonomi wilayah yaitu bahwa dalam pelaksanaan pembangunan daerah, faktor akumulasi modal merupakan faktor

74 53 penting dalam pertumbuhan ekonomi. Pengembangan sektor-sektor perekonomian yang memiliki keunggulan dan menjadi basis daerah, akan menciptakan pembentukan modal. Hal ini terjadi karena dengan terbatasnya sumberdaya, maka pengembangan sektor tersebut dengan pengutamaan injeksi investasi akan berdampak pada peningkatan output sektor yang menjadi unggulan dan pada gilirannya akan meningkatkan output, pendapatan dan kesempatan kerja pada sektor lainnya dan perekonomian daerah secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan daerah yang disusun secara komprehensif pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pembangunan daerah sehingga hasil-hasilnya yang diharapkan dapat tercapai. Dalam pembangunan perekonomian daerah, setiap kebijakan dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan pembangunan di daerah pasti akan mendasarkan diri dari kekhasan yang menjadi ciri daerah yang bersangkutan, dimana kegiatan tersebut ditujukan bagi terciptanya peningkatan, baik jumlah maupun jenis, kesempatan kerja bagi masyarakatnya, pertumbuhan ekonomi wilayah yang stabil, dan peningkatan pendapatan perkapita. Adapun pola-pola pendekatan analisis, sumber data, dan prosedur yang dilakukan dalam penulisan ini dapat diuraikan sebagaimana berikut. Dengan memahami pola dan prosedur pendekatan analisis yang dilakukan diharapkan dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan. 1. Penentuan Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara Untuk mengevaluasi apakah sektor pertanian merupakan sektor unggulan ataukah terdapat kemungkinan sektor-sektor perekonomian lainnya yang dapat menjadi sektor unggulan Provinsi Maluku Utara secara ilmiah dan normatif, maka

75 54 sarana dasar yang dilakukan yaitu analisis Input-Output (I-O) terhadap sektorsektor perekonomian di Maluku Utara berdasarkan Tabel I-O updating tahun Tabel I-O dasar yang dipakai dalam proses updating yaitu Tabel I-O tahun 2001, dimana teknik yang digunakan untuk melakukan updating yaitu dengan menggunakan Metode RAS dengan melakukan survei parsial dan terbatas, yang dikembangkan oleh Prof. Richard Stone dari Cambridge University, Inggris (Miller dan Blair, 1985). Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O updating tahun 2005 adalah analisis struktur perekonomian, keterkaitan antarsektor dan angka pengganda sektoral. Analisis keterkaitan dan angka pengganda dilakukan dengan menggunakan koefisien teknis (matriks A) dan matriks kebalikan leontief terbuka (matriks B) yang dihasilkan dari proses updating Tabel I-O tahun 2005 Maluku Utara. Struktur perekonomian yang dianalisis yaitu struktur permintaan dan penawaran, struktur output dan nilai tambah bruto, struktur permintaan akhir, struktur ketenagakerjaan, dan tingkat ketergantungan faktor input. Untuk keterkaitan antarsektor, dianalisis keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang. Sedangkan analisis angka pengganda, diperoleh nilai angka pengganda output, angka pengganda pendapatan, angka pengganda tenaga kerja, angka pengganda pajak, dan angka pengganda nilai tambah. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan menggunakan data-data dari hasil analisis Tabel I-O updating Maluku Utara tahun 2005, dapat ditentukan sektorsektor unggulan Maluku Utara serta mengevaluasi apakah sektor pertanian merupakan sektor unggulan Maluku Utara. Diagram alir penentuan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

76 55 Menganalisis sektor-sektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara. Analisis Input-Output (Level Provinsi) Updating Tabel I-O 24 Sektor Tahun 2005 Koefisien Teknis (a ij ) Open Inverse Matriks Leontief (b ij ) Analisis Struktur Perekonomian Analisis Keterkaitan Analisis Angka Pengganda Struktur permintaan, penawaran, output, nilai tambah, permintaan akhir, ketenagakerjaan, TKFI DBL, DFL, DIBL, DIFL, SD, CD, Pengganda output, pendapatan, tenaga kerja, pajak, nilai tambah Resume Struktur Perekonomian, Keterkaitan Antar Sektor dan Dampak Pengganda Sektoral Kriteria Sektor Unggulan Maluku Utara Penentuan Sektor Unggulan Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Sektor Unggulan Provinsi

77 56 Kriteria penetapan sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara, adalah: 1. Mempunyai kemampuan menciptakan permintaan pasar yang tinggi sehingga menjadikan Provinsi Maluku Utara sebagai pasar output yang potensial; variabel yang digunakan adalah derajat kepekaan. 2. Berkemampuan menggerakan penyediaan atau penawaran yang tinggi atas output sektor lainnya; variabel yang digunakan adalah daya penyebaran. 3. Berorientasi bahan baku lokal yang besar; variabel yang digunakan adalah persentase penggunaan input impor. 4. Mampu memicu pertumbuhan ekonomi, menciptakan nilai tambah, memacu peningkatan pendapatan masyarakat, dan menciptakan tenaga kerja; variabel yang digunakan adalah pengganda output, pengganda nilai tambah, pengganda pendapatan, dan pengganda tenaga kerja. 5. Memiliki potensi sebagai sumber pendapatan daerah; variabel yang digunakan adalah pengganda pajak. 6. Memiliki kontribusi PDRB yang besar; variabel yang digunakan adalah kontribusi dalam struktur perekonomian. 7. Mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainibility), maka sektor-sektor yang dipilih merupakan sektor-sektor dengan sifat sumber daya terbaharukan (renewable). Jika sumber daya sektor bersifat terbaharukan maka diberi nilai angka satu (1), sebaliknya jika sumber daya sektor bersifat tidak terbaharukan maka diberi nilai angka nol (0). Kriteria-kriteria tersebut dievaluasi sesuai nilai masing-masing kriteria. Tiga sektor yang secara umum memberikan nilai terbaik pada seluruh kriteria ditetapkan sebagai sektor unggulan Provinsi Maluku Utara.

78 57 2. Identifikasi Sektor-sektor Unggulan Provinsi yang Menjadi Sektor Basis pada Tiap Kabupaten/Kota Setelah dianalisis keterkaitan sektoral pada tataran provinsi, selanjutnya dianalisis pada kabupaten/kota mana sektor-sektor tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, pendekatan yang dipakai adalah dengan menentukan sektor basis pada setiap kabupaten/kota. Pemahaman sektor basis pada setiap kabupaten/kota dimaksudkan untuk mendukung kebijakan pengembangan sektoral pada tataran provinsi. Proses penentuan sektor basis pada kabupaten/kota dalam mendukung pengembangan sektor unggulan provinsi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan provinsi yang Menjadi Sektor Basis pada Tiap Kabupaten/Kota. Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara Penetapan Lokasi Pengembangan Sektor Unggulan Location Quotient (LQ > 1) Shift Share Analysis (SSA > 0) Basis Aktivitas Sektor Unggulan pada Kabupaten/Kota Keunggulan Kompetitif dan Bauran Industri Lokasi-lokasi Pengembangan Sektor Unggulan di Maluku Utara Gambar 2. Diagram Alir Identifikasi Lokasi Sektor Unggulan Provinsi yang Menjadi Basis tiap Kabupaten/Kota di Maluku Utara

79 58 Analisis yang digunakan untuk identifikasi lokasi pengembangan sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara adalah metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Dari analisis LQ, dapat diketahui basis aktivitas sektor unggulan Provinsi Maluku Utara pada kabupaten/kota yang ditandai dengan nilai LQ>1. Dari hasil analisis SSA dapat diperoleh data mengenai differential shift (DS) dan proportional effect (PE) yang menggambarkan bahwa sektor-sektor unggulan mempunyai daya saing atau tingkat kompetitif serta bauran industri pada kabupaten/kota di Maluku Utara, indikator yang digunakan adalah nilai DS > 0 dan PE > 0 (positif). Selanjutnya, rekomendasi arahan untuk pengembangan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara pada tiap kabupaten/kota yang sesuai dan memenuhi kriteria di atas yaitu nilai LQ sektor > 1 dan nilai DS serta PE > 0 atau positif. 3. Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian Provinsi Maluku Utara Setelah di analisis sektor unggulan dan lokasi (kabupaten/kota) pengembangan sektor unggulan, maka selanjutnya dirumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian di Maluku Utara baik secara spasial pada level provinsi dan kabupaten/kota maupun secara sektoral dengan pola pengembangan sektor perekonomian yang memperhatikan keterkaitan dan pengganda yang diciptakan oleh masing-masing sektor perekonomian. Kebijakan pengembangan sektor perekonomian pada level provinsi dilakukan dengan memperhatikan hasil analisis sektor unggulan. Jika hasil evaluasi, menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan maka sektor pertanian dinyatakan layak dan harus diprioritaskan dalam injeksi investasi di Maluku Utara. Namun sebaliknya, jika sektor pertanian bukanlah sektor

80 59 unggulan Maluku Utara dan terdapat sektor lainnya yang menjadi unggulan Maluku Utara, maka harus dibuat suatu kebijakan yang dapat mengembangkan sektor unggulan lain tersebut bersamaan dengan sektor pertanian melalui pola pengembangan yang terintegrasi. Diprioritaskannya sektor pertanian dalam pembangunan Provinsi Maluku Utara, mengingat beberapa hal yaitu: (1) sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB, (2) sektor pertanian mempunyai daya serap tenaga kerja yang sangat tinggi, dan (3) sektor pertanian dalam jangka pendek masih merupakan sektor tumpuan kehidupan masyarakat pada umumnya. Permasalahan yang dihadapi sektor pertanian adalah masalah produktivitas yang rendah. Oleh karena itu, melalui analisis ini dapat ditemukan pola pengembangan sektor pertanian yang lebih memberikan nilai tambah dan tetap menjadi penggerak perekonomian Maluku Utara. Sedangkan pada level kabupaten/kota, kebijakan pengembangan memperhatikan hasil analisis sektor unggulan provinsi dan sektor basis kabupaten/kota sebagai dasar penentuan lokasi pengembangan. Kabupaten/kota yang memenuhi kriteria dalam pengembangan sektor unggulan provinsi maka arahan lokasi pengembangan sektor unggulan lebih diprioritaskan pada kabupaten/kota tersebut. Sebaliknya kabupaten/kota yang memiliki basis tidak seperti sektor unggulan provinsi, maka kebijakan pengembangan yang dilakukan diprioritaskan pada sektor basis setiap kabupaten/kota, dan dapat juga menjadi kabupaten/kota penyangga pengembangan sektor unggulan provinsi. Selain itu, perlu juga diidentifkasi sektor-sektor pendukung dalam mengembangkan sektor unggulan maupun basis, sehingga pengembangan ekonomi lebih sinergis dan

81 60 terintegrasi. Proses perumusan kebijakan pengembangan sektor perekonomian, sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Merumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara Ya Tidak Sektor Unggulan adalah Sektor Pertanian Sektor Lainnya adalah Sektor Unggulan Sektor Pertanian Diprioritaskan Kebijakan Pengembangan Sektor Unggulan Lainnya dan Sektor Pertanian yang Sinergis dan Terintegrasi Sektor Basis Kabupaten/Kota Sektor Unggulan Provinsi = Sektor Basis Kabupaten/Kota Sektor Unggulan Provinsi Sektor Basis Kabupaten/Kota Arahan Lokasi Pengembangan Sektor Unggulan pada Kabupaten/Kota yang Memiliki Basis Sektor Unggulan Pengembangan Sektor Perekonomian Sesuai dan Diprioritaskan pada Basis Kabupaten/Kota Hubungan Spasial Kabupaten/Kota dan Sektoral yang Saling Menunjang dalam Pengembangan Sektor Perekonomian Provinsi Maluku Utara Gambar 3. Diagram Alir Perumusan Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian Maluku Utara

82 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengolahan data dilakukan pada bulan April 2007 sampai Maret 2008 di Propinsi Maluku Utara. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada wilayah Maluku Utara merupakan provinsi (kabupaten/kota) yang baru dimekarkan sehingga membutuhkan suatu konsep pengembangan yang komprehensif sebagaimana yang diseminarkan pada Seminar Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Maluku Utara pada 8 November 2006 di Jakarta. Adapun konsep pengembangan yang dilakukan dalam analisis yaitu dengan memakai pendekatan multisektoral Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini semuanya berupa data sekunder dan data primer, yaitu Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001, PDRB provinsi, PDRB kabupaten/kota, dan data terkait lainnya. Semua data dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pemda porvinsi dan kabupaten/kota Maluku Utara, dan instansi terkait lainnya dalam bentuk dokumen dan studi literatur. Tabel Input- Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001, yang diterbitkan oleh BPS Provinsi Maluku Utara, tersusun dengan klasifikasi 24 sektor. Jenis transaksi dalam model Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001 adalah transaksi atas dasar harga produsen. Adapun uraian pendekatan penelitian yang meliputi tujuan, teknik analisis, informasi dan output serta sumber data terlihat pada Tabel 8.

83 62 Tabel 8. Matriks Pendekatan Penelitian No. Tujuan Teknik Analisis Informasi dan Output 1. Menganalisis sektorsektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara. 2. Mengidentifikasi apakah sektor-sektor yang menjadi unggulan provinsi merupakan sektor basis pada tiap kabupaten/kota. 1. Updating Tabel I-O 2005 dengan Metode RAS 2. Analisis Tabel I-O 1. Analisis sektor basis dengan LQ dan SSA 1. I-O Malut 2001 dan informasi thn 2005 yaitu total input-output, total input antara, total output antara, total permintaan akhir dan total input primer. 2. Struktur, Koefisien Keterkaitan, Dampak Pengganda, Daya Penyebaran, dan Derajat Kepekaan (Nilai Arus Barang & Jasa) 1. PDRB tiap sektor tiap kab/kota. 2. Total PDRB masingmasing kab/kota. 3. PDRB tiap sektor pada Provinsi. 4. Total PDRB provinsi. Sumber data 1. BPS 2. Pemda 3. Instansi terkait 4. Data survey 1. BPS 2. Pemda 3. Instansi terkait 4. Data survey 3. Merumuskan kebijakan pengembangan sektor pada level provinsi dan level kabupaten/kota di Maluku Utara. 1. Analisis Deskriptif 1. Hasil analisis I-O provinsi 2. Hasil analisis sektor basis kab/kota 3. Alokasi anggaran dan kelembagaan 1. Instansi terkait 2. Studi Literatur 3. Key Informan 4.3. Metode Pengumpulan Data Studi Literatur dan Data Sekunder Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini semaksimal mungkin menggunakan data sekunder yang ada. Data ini bisa diperoleh dari berbagai lembaga atau departemen yang terkait seperti BPS, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara, pemerintah daerah kabupaten/kota dan Instansi terkait Wawancara Wawancara dilakukan dengan informan-informan kunci seperti BAPPEDA dan Instansi terkait lain.

84 Metode Pengolahan Data Untuk melakukan Updating dengan Metode RAS dan analisis Tabel Input- Output, segenap data yang tersedia diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer program GRIMP Versi (Generation of Regional Input-Output Model Program) dan Python versi 2.2 dan Microsoft Office Excel 2003, pengolahan secara manual dengan excel dimaksudkan untuk menutupi kekurangan kemampuan software dalam menghasilkan output yang diinginkan. Sedangkan untuk analisis lokasional melalui identifikasi sektor basis dengan metode Location Quotient dan Shift Share digunakan program Microsoft Office Excel Metode Analisis Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dan disesuaikan dengan data yang terkumpul, maka metode analisis yang digunakan antara lain: Metode RAS Matriks teknologi A memegang peranan yang sangat penting dalam analisis input-output. Jika untuk suatu waktu tertentu dapat diketahui besarnya transaksi antarsektor, maka dapat ditemukan matriks teknologi A untuk periode tersebut. Masalahnya kini adalah, bagaimana mendapatkan matriks transaksi antarsektor produksi. Matriks transaksi Input-Output seyogianya didapatkan dari survei yang dilaksanakan di perekonomian yang bersangkutan. Yang membuat kontruksi matriks transaksi tersebut menjadi sulit untuk dibuat adalah kenyataan bahwa survei yang dibutuhkan untuk membentuk suatu matriks transaksi Input- Output merupakan survei yang sangat besar. Diperlukan survei sektor-sektor,

85 64 survei rumah tangga, dan masih harus digabungkan lagi dengan data-data lain tentang pendapatan nasional (daerah) baik dari sisi penerimaan, sisi pengeluaran dan pula sisi output. Yang ditegaskan di sini adalah bahwa membuat suatu Tabel Transaksi Input-Output, sehingga bisa menghasilkan suatu matriks teknologi, bukanlah suatu hal yang mudah untuk suatu perekonomian yang sesungguhnya, oleh karena itu sulit sekali, dan hampir mustahil untuk dapat mempublikasikan Matriks Transaksi Input-Output hasil survei suatu perekonomian dengan interval waktu yang sangat pendek, tahunan misalnya. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan matriks teknologi di tahun tertentu dengan menggunakan matriks teknologi di masa lalu, tanpa harus melakukan survei yang mendetail untuk mendapatkan matriks teknolgi tersebut. Survei yang harus dilakukan tersebut disebut dengan survei parsial, dan metode untuk mendapatkan matriks teknologinya disebut dengan Metode RAS (Nazara, 1997). Pada prinsipnya, metode RAS berupaya menghasilkan matriks teknologi pada tahun 1, yang dinotasikan dengan A(1), berdasarkan suatu matriks teknologi tahun 0, yang dinotasikan dengan A(0), tanpa harus memiliki n 2 + n informasi di tahun 1 tersebut. Informasi yang diperlukan di tahun 1 adalah informasi mengenai tiga vektor saja. Pertama, vektor kolom berdimensi nx1 yang merupakan penjumlahan setiap baris matriks Z di tahun 1. Vektor ini dinotasikan dengan U(1). Kedua, suatu vektor baris berdimensi 1xn yang elemennya merupakan penjumlahan setiap kolom matriks Z di tahun 1 tersebut. Vektor ini dinotasikan dengan V(1). Ketiga, tentunya adalah matriks X di tahun 1 tersebut, yang dinotasikan dengan X(1). Di tahun 1, survei yang diperlukan hanyalah survei yang

86 65 cukup bisa menangkap U(1), V(1), dan X(1) saja. Oleh karena itulah surveinya disebut dengan survei parsial. Selanjutnya Ediawan (2003) menyatakan bahwa dengan metode RAS data yang diperlukan adalah matriks koefisien input atau koefisien teknologi (sebagai tabel dasar), total output, total permintaan antara dan total input antara masingmasing sektor. Adapun prosedur metode RAS, secara ringkas, metode ini berupaya mendapatkan matriks teknologi pada periode 1, yang dinotasikan dengan A(1), yaitu () 1 a12 () 1 a13( 1) () 1 a22 () 1 a23() 1 () () () 1 a32 1 a33 1 a11 A () 1 = a21...(4.1) a31 dengan menggunakan data matriks teknologi pada periode 0 yang telah dimiliki, dinotasikan dengan A(0), yang berisikan ( 0) a12 ( 0) a13( 0) ( 0) a22 ( 0) a23 ( 0) ( ) ( ) ( ) 0 a32 0 a33 0 a11 A ( 0) = a21...(4.2) a31 dan data dari periode 1 yang berupa jumlah output sektoral (dinotasikan dengan X(1)), jumlah kolom matriks transaksi Input-Output (dinotasikan dengan V(1)), dan jumlah setiap baris matriks transaksi Input-Output (dinotasikan dengan U(1)). Ketiga matriks tersebut ialah X 1() 1 X () 1 = X () 1, U () 1 X 2 3 () 1 U = U U ( 1) () 1 () 1 V ( 1) ) = V 1() 1 V2 () 1 V3 () 1... (4.3)

87 66 Matriks teknologi periode 2005 yang dicari tersebut memenuhi persamaan ( 0) 1. A 2 = R 1 A S... (4.4) Analisis Input-Output Persoalan ekonomi cenderung makin rumit bersamaan dengan kemajuan ekonomi suatu negara (daerah). Interaksi antarsektor makin tidak dapat diabaikan, namun juga makin sulit untuk dimengerti, dan pengaruh berbagai jenis dan juga intensitas interaksi terhadap pertumbuhan dan perubahan struktural makin mempunyai peran penting dalam penentuan kebijakan. Dari sudut ini pendekatan general equilibrium seperti Input-Output mempunyai manfaat besar (Azis, 1985). Dalam menyusun Tabel I-O dan analisis ekonomi yang menggunakan model I-O, terdapat beberapa variabel yang perlu dijelaskan. Variabel-variabel tersebut menyangkut output, input antara, input primer (nilai tambah), permintaan akhir dan impor. Perumusan konsep dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasil-hasil yang diperoleh dari analisis Input-Output dengan program GRIMP antara lain: Nilai Tambah Bruto Dari aspek nilai tambah bruto (NTB) ini dapat diketahui kondisi perekonomian Provinsi Maluku Utara yang meliputi: 1. Besarnya masing-masing komponen yang terkandung di dalam NTB tersebut yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung. 2. Tingkat efisiensi ekonomi daerah, baik terhadap penggunaan faktor produksi yang tersedia dalam menghasilkan output total daerah maupun terhadap kemampuan dalam menciptakan besarnya nilai tambah bruto itu sendiri.

88 Permintaan Akhir Melalui permintaan akhir (PA) dapat diketahui masing-masing komponen yang terkandung di dalamnya, yaitu yang meliputi: permintaan konsumsi rumah tangga, permintaan konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor netto. Disamping itu, juga dapat diketahui interaksi antar komponen itu sendiri baik terhadap masing-masing sektor maupun segenap sektor perekonomian daerah. Khususnya berkenaan dengan ekspor netto maka dapat diketahui kemampuan perekonomian daerah dalam menciptakan nilai surplus ekonomi kegiatan ekspor masing-masing sektor. Dalam nilai yang ditunjukkan oleh komponen ekspor ini, apabila terjadi nilai positif berarti sektor yang bersangkutan telah mampu melakukan kegiatan ekspor. Sebaliknya, apabila dalam nilai tersebut terjadi nilai negatif maka hal ini menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan belum mampu melakukan kegiatan ekspor atau dengan kata lain bahwa sektor tersebut masih bergantung pada kegiatan impor Tingkat Ketergantungan Faktor Input Tingkat ketergantungan faktor input (TKFI) dimaksudkan sebagai kapasitas penggunaan faktor input suatu sektor untuk menghasilkan output. Semakin tinggi nilai TKFI suatu sektor, maka hal demikian menunjukkan semakin tinggi ketergantungan pada faktor input oleh sektor tersebut untuk menghasilkan output. Di dalam Tabel Input-Output terdapat dua jenis Input, yaitu Input Antara dan Input Primer. Input Antara diartikan sebagai segenap faktor input atau biaya,

89 68 baik dalam bentuk barang maupun jasa bagi segenap sektor perekonomian yang penggunaannya adalah secara langsung pakai dan langsung habis. Input Primer diartikan sebagai input atau biaya yang timbul sebagai akibat penggunaan faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi di sini terdiri dari tenaga kerja, lahan, modal dan kewirausahaan. Wujud dari input primer adalah upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung. Mengingat kedua input tersebut tidak bisa dipisahkan, maka nilai-nilai koefisien input keduanya bisa digunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis produksi daerah. Asumsi ini didasarkan pada dalil bahwa jumlah koefisien Input Antara dan koefisien Input Primer adalah 1 (Rauf, 2002). Jika nilai keofisien Input Antara lebih besar dari 0.5 maka hal demikian menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan masih mengutamakan ketergantungan pada penggunaan faktor produksi (faktor input produksi) daripada mengutamakan penciptaan NTB atau balas jasa yang bisa dinikmati oleh masyarakat. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kemampuan teknis sektor yang bersangkutan belum efisien. Apabila nilai koefisien Input Primer lebih besar 0.5 maka hal demikian menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan sudah meningkatkan efisiensi teknis untuk menciptakan NTB atau pendapatan yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas. Jika kondisi ini sudah bisa terjadi berarti sektor yang bersangkutan sudah mampu melakukan efisiensi teknis demi menghemat penggunaan faktor input. NTB, PA dan TKFI secara simultan dapat dijelaskan melalui analisis Tabel Input-Output, yaitu dengan menganalisis hubungan antara angka transaksi

90 69 dalam Tabel. Pada dasarnya penyusunan Tabel Input-Output adalah untuk memperlihatkan bagaimana output suatu sektor yang dialokasikan ke sektorsektor lain atau sebaliknya. Untuk itu dalam Tabel Input-Output secara horizontal atau menurut baris ditempatkan alokasi output masing-masing sektor ke sektor komponen lainnya dalam Tabel tersebut. Secara vertikal atau menurut kolom ditempatkan susunan input yang memperlihatkan perincian susunan input masingmasing sektor yang berasal dari sektor komponen lainnya. Tabel Transaksi Input- Output tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tabel Transaksi Input-Output Sederhana Alokasi Output Permintaan Antara Total Permintaan Susunan Sektor Outpu Akhir Input i... j... n t Sektor i X ii... X ij... X in F i X i Sektor j X ji... X jj... X jn F j X j Sektor n X ni... X nj... X nn F n X n Input Primer V i... V j... V n - V Total Input X i... X j... X n F X Sumber: Richardson, 1972 Isian angka menurut kolom menunjukkan Input Antara maupun Input Primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk kegiatan produksi sehingga dihasilkan output. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sektor i akan menghasilkan output sebesar X i dan kemudian dialokasikan secara baris sebesar X 11, X 12 dan X 13 berturut-turut kepada sektor i, j dan n sebagai permintaan antara serta sebesar F 1 untuk memenuhi permintaan akhir. Secara aljabar maka alokasi Output secara keseluruhan sektor dapat dirumuskan sebagai berikut: X 11 + X X 1n + F 1 = X 1

91 70 X 21 + X X 2n + F i = X 2 X n1 + X n X nn + F n = X n... (4.5) Rumusan aljabar di atas dapat disimbolkan lebih lanjut menjadi: n X + F = i=1 ij i X i ; untuk i = 1, 2, 3 dan seterusnya...(4.6) dimana: X ij = Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input produksi sektor j F i = Permintaan akhir (PA) sektor i Dengan mengikuti cara membaca seperti demikian maka persamaan aljabar secara kolom dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut: X 11 + X X n1 + V 1 = X 1 X 21 + X X nj + V j = X j X 1n + X 2n X nn + V n = X n... (4.7) Rumusan aljabar di atas dapat disimbolkan lebih lanjut menjadi: n X + V = j=1 ij j X j ; untuk j = 1, 2, 3 dan seterusnya...(4.8) dimana: X ij = Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input produksi sektor j V j = Input primer (NTB) sektor j Dari Tabel 9 dapat dianalisis mengenai koefisien input antara dan koefisien input primer. Koefisien input menggambarkan jumlah unit input dari masing-masing sektor menurut kolom yang dibutuhkan oleh sektor tersebut untuk

92 71 menghasilkan produksi sebesar satu unit. Koefisien input dibedakan atas koefisien input antara (a ij ) dan koefisien input primer (V j ). Untuk memperoleh kedua koefisien input tersebut digunakan rumus sebagai berikut: xij a ij = untuk i dan j = 1, 2,... n,... (4.9) X i Vij v ij = untuk i dan j = 1, 2,... n,... (4.10) X j dimana: x ij = Jumlah output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j untuk menghasilkan output sebesar X i X j = Total input sektor j, yang besarnya adalah sama dengan total output (X i ) V j = Total input primer (NTB) untuk menghasilkan total input (X j ) a ij = Jumlah unit output sektor i yang digunakan sebagai Input Antara sektor j untuk menghasilkan output sektor i v j = Jumlah unit input primer yang dibutuhkan oleh sektor j untuk menghasilkan output sendiri sebesar satu unit Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang 1. Keterkaitan Langsung ke Depan dan Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke depan, digunakan rumus sebagai berikut:

93 72 F i = n j= 1 X X i ij = n j= 1 a ij...(4.11) dimana: F i = Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) x ij = Banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j X i = Total output sektor i a ij = Unsur matriks koefisien teknis Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertetu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung perunit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke belakang, digunakan rumus sebagai berikut: B j = n i= 1 X X j ij = n i= 1 a ij...(4.12) dimana: B j = Keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) x ij = Banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j X j = Total input sektor j a ij = Unsur matriks koefisien teknis 2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukur besarnya

94 73 keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff, 1982): FLTL i = b ij n j= 1...(4.13) dimana: FLTL i = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan b ij = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukur besarnya keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff, 1982): BLTL j = b ij n i= 1...(4.14) dimana: BLTL j b ij = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka Koefisien Dampak Pengganda 1. Pengganda Pendapatan Menurut Miller dan Blair (1985) terdapat empat jenis pengganda pendapatan, yaitu: (1) pengganda pendapatan sederhana, (2) pengganda

95 74 pendapatan total, (3) pengganda pendapatan tipe I, dan (4) pengganda pendapatan tipe II. a. Pengganda Pendapatan Sederhana dan Total Pengganda pendapatan sederhana (MS) merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tak langsung secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: MS j n = a i= 1 b n+ 1, i ij...(4.15) dimana: MS j = Pengganda pendapatan sederhana sektor ke j b ij = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = (I A) -1 a n+1,i = Koefisien input gaji / upah rumah tangga Pengganda pendapatan total (MT) merupakan penjumlahan antara pengaruh langsung ditambah pengaruh tak langsung dan pengaruh induksi/imbasan (induce). Selanjutnya untuk menghitung pengganda pendapatan total, terlebih dahulu memasukkan vektor baris upah dan gaji rumah tangga dan vektor kolom konsumsi rumah tangga ke dalam matriks permintaan antara sehingga terdapat matriks baru yang disebut matriks Leontief tertutup. Setelah itu dicari matriks kebalikan Leontief tersebut, yaitu (I D) -1. Secara matematis pengganda pendapatan total dapat dirumuskan sebagai berikut: MT j n = a i= 1 D n+ 1, i ij...(4.16) dimana: MT j = Pengganda pendapatan total sektor ke j

96 75 a n+1,i D ij = Koefisien input gaji / upah rumah tangga = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup b. Pengganda Pendapatan Tipe I Pengganda Pendapatan Tipe I adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya apabila permintaan akhir terhadapa output sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar nilai pengganda sektor yang bersangkutan. Pengganda pendapatan tipe I merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung yang dapat dirumuskan sebagai berikut: MI = Pengaruhlangsung + Pengaruh tidak Pengaruh langsung langsung atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: MI j n a n+ i,1 ij i= 1 =...(4.17) a n+ 1, j b dimana: MI j = Pengganda pendapatan tipe I sektor ke j b ij = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = (I A) -1 a n+1,j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j c. Pengganda Pendapatan Tipe II Pengganda Pendapatan Tipe II ini selain menghitung pengaruh langsung dan tak langsung juga menghitung pengaruh induksi (induce effects)

97 76 Pengaruhlangsung + Pengaruh tidak langsung MI = Pengaruh langsung atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: + Pengaruh induksi MII j n a n+ i,1 ij i= 1 =...(4.18) a n+ 1, j D dimana: MII j = Pengganda pendapatan tipe II sektor ke j D ij = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup = (I D) -1 a n+1,j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j 2. Pengganda Tenaga Kerja Pengganda tenaga kerja adalah besarnya kesempatan kerja tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah. a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe I digunakan rumus sebagai berikut: dimana: MLI j n w n+ 1, i ij i= 1 =, w n+ 1, j b w = L i n+ 1, i... (4.19) X i MLI j W = Pengganda tenaga kerja tipe I sektor j = Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah) W = [ w n+1,1, w n+1,2,..., w n+1,n ] w n+1,i w n+1,j X i = Koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) = Total output (satuan rupiah)

98 77 L i b ij = Komponen tenaga kerja sektor ke i = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe II digunakan rumus sebagai berikut: MLII j n w n+ 1, i ij i= 1 =...(4.20) w n+ 1, j D dimana: MLII j = Pengganda tenaga kerja sektor j w n+1,i w n+1,j D ij = Koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup 3. Pengganda Output a. Pengganda Output Sederhana Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda output sederhana digunakan rumus sebagai berikut: n MXS j = b ij i= 1 (4.21) dimana: MXS j = Pengganda Output Sederhana sektor. b ij = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.

99 78 b. Pengganda Output Total Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain baik secara langsung atau tidak langsung maupun induksi. Untuk mengetahui pengganda output total digunakan rumus sebagai berikut: n MXT j = D ij...(4.22) i= 1 dimana: MXT j = Pengganda output sederhana sektor j. D ij = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup Daya Penyebaran 1. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion) Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956 dan Bulmer Thomas, 1982) secara matematis dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut: dimana: Bd j n n i= 1 = n n b i= 1 j= 1 ij b ij...(4.23) Bd j = Koefisien penyebaran sektor ke j. = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka. b ij

100 79 2. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion) Kepekaan penyebaran ini merupakan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rassmusen, 1956 dan Bulmer Thomas, 1982) secara matematik dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut: Fd i n = n n j = n b i = 1 j = 1 ij 1...(4.24) b ij dimana: Fd i = kepekaan penyebaran sektor ke i b ij = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka Apabila nilai indeks B d dari sektor i > 1, hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya juga tinggi. Dengan perkataan lain, sektor tersebut peka terhadap pengaruh sektor lain. Sebaliknya apabila indeks F d dari sektor j > 1, berarti pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya juga tinggi (Bulmer Thomas, 1982) Analisis Location Quotient LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. Dengan kata lain, LQ dapat menghitung perbandingan antara share output sektor i di kab/kota dan share output sektor i di provinsi:

101 80 v ik k LQ =...(4.25) V ip v V p dimana: v ik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misal) dalam pembentukan PDRBdaerah studi k. v k = PDRB total semua sektor di daerah studi k. V ip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam pembentukan PDRB daerah referensi p. V p = PDRB total di semua sektor daerah referensi p. LQ > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor i basis (B), sedangkan LQ < 1 disebut sektor nonbasis (NB). Asumsi teknik ini i adalah: pertama, semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama), produktivitas tenaga kerja sama, dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor. Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain: (1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung dan (2) Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend. Beberapa kelemahan Metode LQ adalah: (1) Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan nasional dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional dan (2) Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.

102 81 Penggunaan metode Location Quotient dalam penelitian ini yaitu untuk membantu melihat secara spasial di daerah kabupaten/kota mana sektor-sektor unggulan hasil analisis Input-Output itu berada dan memiliki potensi dan keunggulan untuk dikembangkan dalam mendukung kebijakan sektoral di tataran provinsi. Oleh karena itu, dengan mengetahui sektor basis suatu daerah kabupaten/kota, dapat diperbandingkan dengan analisis kebijakan pengembangan sektoral provinsi Analisis Shift Share Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan untuk analisis Shift Share adalah PDRB (Y) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, yaitu 2003 dan Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi

103 82 oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap. 2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi. 3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Richardson, 1972). Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Menurut Capello (2007) Perbedaan antara tingkat pertumbuhan nasional dan regional, yang dikenal dengan shift (s)- memiliki dua efek; Pertama, efek

104 83 komposisi (efek proporsi) yang ditunjukkan oleh struktur sektoral wilayah juga diukur dengan efek MIX dan pengendalian pada sektor-sektor wilayah dengan dinamika pasar pada tingkat nasional untuk meningkatkan permintaan pada sektor-sektor tersebut. Kedua, adalah efek kompetisi (perbedaan shift) pada struktur sektoral wilayah-wilayah atau efek DIF dimana dikendalikan oleh kemampuan ekonomi regional untuk membangun setiap sektor yang lebih besar dengan pertumbuhan rata-rata daripada dicapai melalui penyesuaian sector-sektor secara nasional. Pada dasarnya, ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Capello, 2007): MIX = n i= 1 V V 0 ir 0 r V V 1 in 0 in V V 1 n 0 n dan DIF = n i= 1 V V 0 ir 0 r V V 1 ir 0 ir V V 1 in 0 in...(4.26) dimana: MIX DIF = Composition effect (proportional effect) = Competition effect (differential shift) V V 1 in 0 in = Laju pertumbuhan sektor i provinsi V V 1 ir 0 ir = Laju pertumbuhan sektor i di daerah kabupaten/kota V V 1 n 0 n = Laju pertumbuhan ekonomi provinsi Keunggulan analisis Shift Share antara lain: 1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift share tergolong sederhana.

105 84 2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat. 3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat. Kelemahan analisis Shift Share, yaitu 1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post. 2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik. 3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak terungkap. 4. Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya. 5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor. 6. Tidak ada keterkaitan antardaerah Analisis Deskriptif Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian Analisis ini mencoba untuk memadukan berbagai hasil analisis kuantitatif yaitu I-O, LQ, dan SSA dengan analisis kualitatif yaitu keterkaitan alokasi anggaran dan faktor kelembagaan dalam pengembangan perekonomian daerah Maluku Utara. Hasil dari analisis diharapkan dapat merekomendasikan suatu kebijakan yang siginifikan dalam penyusunan perencanaan pembangunan wilayah.

106 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi dan Administrasi Wilayah Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate, dengan posisi wilayah berada pada 3 0 Lintang Utara 3 0 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Maluku Utara lebih dikenal dengan motto Marimoi Ngone Futuru ini berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, Laut Halmahera di sebelah Timur, Laut Maluku di sebelah Barat dan Laut Seram di sebelah Selatan. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari 397 buah pulau besar dan kecil. Sebanyak 64 pulau telah di huni, sedangkan 333 pulau lainnya tidak dihuni. Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai km 2, yang sebagian besar merupakan wilayah laut yaitu seluas km 2 (73.42%) dan sisanya seluas km 2 (26.58%) adalah daratan. Secara administratif pemerintahan, Provinsi Maluku Utara terdiri dari 6 kabupaten dan 2 kota dengan terdapat 51 wilayah kecamatan, 690 desa dan 84 kelurahan pada tahun Secara terperinci, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10 dan dipetakan pada Gambar 4. Tabel 10. Kabupaten/Kota Dalam Wilayah Administratif Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 Kode Kabupaten/Kota Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Ternate Tidore Kepulauan Luas (km 2 ) Jumlah Daratan Lautan Kecamatan Desa Kelurahan Jumlah Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2006b

107 86 PEMERINTAH PROVINSI MALUKU UTARA PETA ADMINISTRASI Kabupaten Halmahera Utara Kabupaten Halmahera Barat Kota Tidore Kepulauan Kabupaten Halmahera Timur Kabupaten Halmahera Tengah Kabupaten Halmahera Selatan Kota Ternate Kabupaten Kepulauan Sula Ibukota Kabupaten Ibukota Provinsi Definitif Sumber : BAPPEDA Provinsi Maluku Utara, 2006 Gambar 4. Peta Administratif Provinsi Maluku Utara Skala 1 : Topografi dan Iklim Topografi wilayah Maluku Utara sebagian besar bergunung-gunung dan berbukit-bukit yang terdiri dari pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dari Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai Teluk Kao (di Utara), pesisir barat mulai dari Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah dataran yang luas. Di Provinsi Maluku Utara terdapat sejumlah gunung, danau serta beberapa aliran sungai yang tersebar pada sejumlah pulau. Jumlah gunung tercatat sebanyak 12 gunung, dengan gunung tertinggi yaitu Gunung Batu Salat di Pulau Halmahera dengan ketinggian m di atas permukaan laut. Adapun jumlah aliran sungai

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS i SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE 2006-2010 KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii SKRIPSI ANALISIS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel SUPLEMEN 1 SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel Salah satu strategi Presiden Ronald Reagen di bidang ekonomi ketika memimpin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008-2013 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Syarat syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2003-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH OLEH PURWANINGSIH H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH OLEH PURWANINGSIH H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH OLEH PURWANINGSIH H14094004 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perubahan. Dalam studi empirisnya Chenery memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perubahan. Dalam studi empirisnya Chenery memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah perekonomian merupakan hal yang menjadi perhatian semua negara, terutama di negara-negara yang sedang berkembang, hal ini cukup beralasan karena permasalahan

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (STUDI KASUS BPS KABUPATEN KENDAL TAHUN 2006-2010) SKRIPSI Disusun oleh : ROSITA WAHYUNINGTYAS J2E 008 051 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci