III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 50 III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian mencakup wilayah Kabupaten Kediri, Malang, Nganjuk, dan Probolinggo. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : 1) wilayah sentra produksi sayuran terbesar di Provinsi Jawa Timur, 2) memiliki tinggi tempat dari permukaan laut yang berbeda mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, 3) sayuran merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat setempat secara turun-temurun, dan 4) secara nasional, luas areal dan produksi sayuran di Jawa Timur menempati urutan kedua (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Provinsi Jawa Timur 2008). Lebih spesifik lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi lokasi penelitian di 4 (empat) kabupaten di Jawa Timur Kabupaten Kecamatan Sentra sayuran Tinggi tempat Nganjuk Bagor, Bawang merah (Allium ± 58 m dpl Rejoso, Sukomoro ascalonicum L.) Kediri Kepung, Pare Cabai (Capsicum frutescens L.) ± 215 m dpl Malang (Batu) Probolinggo Waktu Penelitian Sumberaji, Batu Sukapura, Krucil Kentang (Sollanum tuberosum L.) Kubis (Brassica oleracea L.) Kentang (Solanum tuberosum L.) Cabai (Capsicum annuum L.) ± m dpl ± m dpl ± m dpl Penelitian dilakukan pada bulan April 2006 sampai dengan bulan Desember dan dilanjutkan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Februari Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan instrumen penelitian berupa kuesioner terstruktur dan tidak terstruktur. Kuesioner terstruktur dirancang untuk mendapatkan data tentang karakteristik responden, pengetahuan, persepsi petani 50

2 51 tentang pestisida dan cara penggunaannya. Kuesioner tidak terstruktur diperuntukkan guna pengumpulan data kepada para pakar. Sementara itu data sekunder dikumpulkan dengan menginventarisasi data dari intansi terkait misalnya DAS Brantas, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten, UPTD BPTPH Provinsi di Jawa Timur, BPS Jawa Timur dan Kabupaten, BMG, dan lembaga terkait. Untuk memperoleh gambaran data secara jelas yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, maka sumber dan jenis data yang dibutuhkan dalam desertasi ini dapat diuraikan sebagaimana tertera pada Tabel 4. Adapun data pakar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian Jenis data Teknik pengumplan data Sumber data Data primer Kondisi biofisik sentra tanaman sayuran Survey lapangan Dinas Pertanian Jawa Timur Kondisi sosial ekonomi petani Survey lapangan Petani Volume penggunaan pestisida Survey lapangan Petani Sasaran penggunaan pestisida Survey lapangan Petani Jenis pestisida yang digunakan Survey lapangan Petani Cara penggunaan pestisida observasi dan Petani interview Waktu penggunaan pestisida Survey lapangan Petani Inventarisasi biaya penggunaan pestisida Survey lapangan Petani kepada petani Pola tanam Survey lapangan Petani Jumlah, potensi dan karakteristik petani Survey lapangan Petani Kelembagaan petani Survey lembaga Ketua kelompok tani dan Petugas Kebutuhan stakeholder pengguna pestisida Para pakar Para pihak Data sekunder Luas tanam tanaman sayuran Inventarisasi Dinas Pertanian Luas serangan OPT sayuran Inventarisasi Jawa Timur Upaya penanggulangan OPT Inventarisasi Inventarisasi jenis tanaman sayuran Inventarisasi Jumlah distributor Inventarisasi UPT BPTPH & Dinas Pertanian Jawa Timur Pegawai Pertanian (PPL dan PHP) Inventarisasi Dinas Pertanian KPPP (Kelembagaan Pengawasan Inventarisasi Propinsi Jawa Peredaran dan Penggunaan Pestisida) Timur

3 52 Lanjutan Tabel 4 Jenis data Teknik Sumber data pengumplan data Residu pestisida pada tanaman sayuran Inventarisasi UPT BPTPH Jawa Timur Gangguan kesehatan petani Inventarisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Topografi dan hidrologi Inventarisasi DAS Brantas dan BMG Kondisi umum lingkungan Inventarisasi BAPEDALDA dan UPT BPTPH Penduduk Inventarisasi BPS Tabel 5 Responden pakar Responden /Pakar Jumlah Kepala Dinas Pertanian Propinsi 1 Kepala UPT BPTPH dan Ketua KPPP 1 PHP dan PPL 4 Ketua kelompok tani 4 Akademisi 2 Total Teknik Pengambilan Data Penetapan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiono 2006). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah petani tanaman sayuran bawang merah, cabai, kubis dan kentang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Sampel dari populasi dengan kriteria sebagai berikut ; menanam tanaman sayuran minimal dua kali dalam satu tahun kecuali pada cabai rawit, lama bertani sayuran minimal tiga tahun, berperan sebagai operator atau selalu memberikan instruksi langsung penggunaan pestisida dan sampel petani SLPHT telah mendapatkan sekolah lapang minimal dua tahun sebelumnya. Jumlah sampel masing-masing komoditas sebanyak 56 responden yang dibedakan dua kelompok (1) petani SLPHT dan (2) petani Non-SLPHT masing-

4 53 masing berjumlah 28 responden per komoditas. Dengan demikian keseluruhan responden adalah 224 petani sayuran Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei yang dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu : 1. Survey lapangan dilakukan untuk melihat berbagai kondisi terkini penggunaan pestisida di sentra tanaman sayuran, kondisi sosial ekonomi petani di 4 (empat) kabupaten. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan data yang dilakukan kepada responden berdasarkan kriteria tertentu (Arikunto 2002). Data ini dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana ketepatan penggunaan pestisida oleh petani sayuran menurut jenis, dosis, sasaran, cara, dan waktu penggunaan pestisida. Tahap ini juga untuk mengidentifikasi pengetahuan atau persepsi petani tentang pestisida. Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang peran petugas lapangan dalam melakukan upaya pengendalian penggunaan pestisida pada tanaman sayuran termasuk dalam upaya pemberdayaan petani. Tahap ini data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner melalui pertanyaan terstruktur semi terbuka, sebelum model diimplemetasikan terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan software komputer Statistic Product and Service Solution version 16.0 for Windows. 2. Data volume pestisida per musim tanam oleh petani dan faktor yang mempengaruhi penggunaannya dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terbuka. Data volume pestisida yang digunakan oleh petani selanjutnya didistribusikan menurut frekuensi variabel-variabel yang mempengaruhi. 3. Pengambilan data sekunder dilakukan pada beberapa instansi terkait meliputi ; Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Kabupaten, UPT BPTPH Surabaya dan Malang, BPDAS, BMG, BPS Kabupaten, dan instansi terkait lainnya. Pengumpulan data sekunder juga dilakukan dengan studi literatur. Salah satu contoh pengambilan data sekunder melalui studi literatur, misal data dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida karena keterbatasan dalam kemampuan pengujian.

5 54 4. Untuk memperoleh data kebutuhan masing-masing stakeholder dilakukan teknik Community Need Assessment (CNA) untuk membangun model implementasi kebijakan penggunaan pestisida dalam budidaya tanaman sayuran. Pada tahap ini sampel diambil secara purposive sampling, data dikumpulkan dengan menggunakan teknik deep inteview tidak terstruktur. 5. Pengambilan data pakar dengan teknik deep interview dilakukan dengan menggunakan kuesioner tidak terstruktur. Data yang dikumpulkan adalah faktor penting baik pengaruh langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggunaan pestisida. Data ini akan dipergunakan untuk penyusunan pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur. Sampel pakar ditetapkan dengan teknik purposive sampling Membangun Model Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida Pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dilakukan dengan pendekatan pemodelan sistem diawali dengan membangun sebuah model. Data yang diperlukan untuk membangun model pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida adalah data ketepatan penggunaan pestisida dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan pestisida dikategorikan baik jika pengguna telah memenuhi 5 (lima) tepat yaitu tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat jenis pestisida, tepat waktu aplikasi dan tepat dosis/konsentrasi. Untuk memudahkan dalam melakukan pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida dengan pendekatan sistem dan pemodelan maka pengolahan data ditekankan pada volume penggunaan per satuan luas per satuan waktu tertentu atau disebut dengan dosis. Volume penggunaan pestisida persatuan luas tanam diambil dua tahap yaitu bulan Mei sampai November tahun 2006 dan bulan Desember tahun 2010 sampai Pebruari Data penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dipengaruhi oleh beberapa faktor langsung yaitu (1) luas tanam tanaman sayuran, (2) serangan OPT, (3) tekanan formulator, (4) kemudahan mendapatkan pestisida dan (5) SDM petani. Data penggunaan pestisida per satuan luas dihitung berdasarkan luas tanam (Sumber : pendapat pakar 2011)

6 55 Distribusi volume pestisida yang digunakan oleh petani diketahui melalui cara sebagai berikut ; (1) Penggunaan pestisida per luas tanam dihitung dengan pendekatan penggunaan pestisida jika tidak ada serangan OPT atau ada serangan sangat rendah, (2) Penggunaan pestisida karena serangan OPT adalah penggunaan pestisida tambahan jika tanaman budidaya mendapatkan serangan OPT, (3) Penggunaan pestisida yang sebabkan oleh peran formulator di hitung dengan pendekatan selisih antara sebelum kunjungan formulator dengan setelah kunjungan formulator. Besarnya tekanan formulator, untuk memasarkan produknya dengan berbagai macam insentif mampu mempengaruhi peningkatan penggunaan pestisida. (4) Kemudahan petani mendapatkan pestisida dihitung berdasarkan perbedaan antara petani yang mendapat kepercayaan oleh distributor dengan yang kurang mendapatkan keperpercayaan. Kepercayaan distributor yang dimaksud adalah pemberian kelonggaran oleh distributor kepada petani untuk membayar pestisida disaat panen. Cara pembayaran ini di masyarakat petani terkenal dengan istilah yarnen (Jawa) yang artinya dibayar saat musim panen.. Kondisi ini mendorong stok pestisida di rumah petani selalu tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga petani berkesempatan menggunakan pestisida yang tersedia setiap saat, dan (5) Variabel lain adalah kondisi SDM petani, penggunaan pestisida dilihat dari perbedaan jenjang pendidikan atau pelatihan formal yang pernah ditempuh. Pada Tabel 6 disajikan secara rinci variabel-variabel yang mempengaruhi volume penggunaan pestisida pada tanaman sayuran beserta jenis dan sumber datanya. Tabel 6. Variabel langsung berpengaruh dalam penggunaan pestisida pada tanaman sayuran No Variabel penggunaan pestisida 1. Luas tanam tanaman sayuran Parameter Jenis data Primer Sekunder 1. Luas tanam tanaman sayuran Diperta Prov Jawa Timur 2. Pertambahan luas tanam per tahun 3. Prediksi pengurangan lahan pertanian tanaman sayuran per tahun 4. Volume pestisida yang digunakan petani per satuan luas 5. Laju pertambahan kebutuhan sayuran per tahun Petani Diperta Prov Jawa Timur Diperta Prov Jawa Timur Deptan dan Depkes

7 56 Lanjutan Tabel 6 No Variabel penggunaan pestisida Parameter 2. Serangan OPT 1. Perubahan atau pertambahan luas serangan OPT 3. Tekanan formulator 1. Persentase kunjungan formulator per bulan Primer Jenis data Sekunder Diperta provinsi Jawa Timur 2. Fluktuasi curah hujan BMG Jawa Timur 3. Penambahan volume Petani penggunaan pestisida jika ada serangan OPT Formulator/ petani 4. Kemudahan mendapatkan pestisida 2. Jumlah formulator di sekitar lokasi penelitian dan Jawa Timur 3. Laju pertumbuhan formulasi yang diperdagangkan (Produsen) Petani/ Distributor Ditjen Sarana Pertanian 4. Insentif yang ditawarkan Petani 5. Penambahan volume Petani penggunaan pestisida karena tekanan formulator 1. Jumlah distributor Dinas Perdagangan 2. Cara pembayaran Petani/ Distributor 3. Penawaran insentif Distributor 4. Perbedaan volume pestisida Petani 5. Kondisi SDM petani 1. Persentase petani yang belum pernah mengikuti SLPHT 2. Distribusi pendidikan petani Petani 3. Peningkatan pelatihan pengendalian OPT 4. Lama bertani Petani 5. Perbedaan volume Petani penggunaan pestisida berdasarkan jenjang pelatihan pengendalian OPT Diperta provinsi Jawa Timur Diperta provinsi Jawa Timur 3.5. Analisis Data Analisis Penggunaan Pestisida Saat ini Analisis penggunaan pestisida saat ini bertujuan untuk mengukur sejauhmana implementasi kebijakan penggunaan pestisida dapat diterima oleh para petani

8 57 tanaman sayuran. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara penggunaan pestisida oleh petani yang pernah mengikuti SLPHT dengan petani Non SLPHT. Petani SLPHT adalah petani yang pernah mengikuti pelatihan pengendalian hama terpadu yang diprakarsai oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan intervensi kepada petani melalui pendidikan dan pelatihan penggunaan pestisida dengan benar, dan sebaliknya petani Non SLPHT tidak pernah mendapatkan informasi secara langsung. Analisis data dilakukan dua tahapan yakni analisis diskriptif ( discritive analysis) dan analisis perbandingan (comparative analysis). Analisis diskriptif bertujuan untuk memperoleh statistik distribusi frekuensi responden berdasarkan kriteria ketepatan penggunaan pestisida per kelompok responden. Sedangkan comparative analysis bertujuan untuk membandingkan antara petani SLPHT dan Non SLPHT dalam menggunakan pestisida. Uji comparative analysis dilakukan dengan menggunakan uji Mann Whitny pada taraf signifikan (probability value) α = 0,05. Pengolahan data penelitian dengan bantuan software komputer Statistical Product and Servce Solutions (SPSS) 16.0 for windows. Penarikan kesimpulan apabila nilai ρ < α maka kebijakan penggunaan pestisida telah mampu merubah perilaku petani sayuran dalam penggunaan pestisida, dan apabila ρ > α maka yang terjadi sebaliknya Validasi Model Model yang baik ditandai dengan kesesuaian antara fakta dengan hasil simulasi. Eriyatno (1999) menyatakan validasi merupakan usaha untuk menilai model apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang menyakinkan. Validasi dapat dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model (output model). Validasi struktur dilakukan melalui studi pustaka, sedangkan validasi output dilakukan dengan membandingkan dengan data empirik. Untuk memverifikasi penyimpangan keluaran model dengan data empirik dilakukan dengan uji KF (Kalman Filter). Tingkat kecocokan hasil simulasi model dengan nilai aktual adalah 47,25-52,3% dengan menggunakan perasamaan: Vs KF = (1) ( Vs + Va)

9 58 Keterangan: KF = Kalman filter Vs = Varian nilai simulasi Va = Varian nilai aktual Analisis Persepsi Petani Data karateristik petani tanaman sayuran daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi. Metode yang sama dilakukan untuk mengetahui persepsi atau pandangan petani tanaman sayuran tentang kebijakan penggunaan pestisida. Analisis ini dilakukan dengan pendekatan logika berdasarkan data distribusi frekuensi menurut kriteria. Adapun kriteria persepsi petani dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori baik, cukup dan kurang (Arikunto, 2003). Kriteria atau kategori persepsi responden tentang suatu obyek menggunakan rumus sebagai berikut ; d F = x100% (2) V Keterangan: F = skor reponden d = skor yang didapat responden v = skor maksimal Kriteria atau kategori persepsi : 76 % % (baik), 56 % - 75 % (cukup) dan < 56 % (kurang) Pendekatan Sistem dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran Pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang dimulai dengan mengidentifikasi serangkaian kebutuhan, permasalahan yang dihadapi dan serangkaian hubungan antar komponen yang berinteraksi sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem ini dilakukan untuk menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan perspektif, pedoman, model, metodologi dan sebagainya yang diformulasikan untuk perbaikan secara terorganisir dari tingkah laku dan perbuatan manusia (Winardi, 1989). Oleh karena itu, menurut Eriyatno (2007) pada pendekatan kesistiman dalam penyelesaian suatu permasalahan selalu ditandai dengan: (1) pengkajian terhadap semua faktor penting yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi untuk pencapaian tujuan dan (2) adanya model-model untuk membantu pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang kompleks dapat diselesaikan secara komprehensif.

10 59 a. Analisis Kebutuhan Pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran merupakan permasalahan yang bersifat kompleks maka pendekatan sistem adalah pilihan yang cocok. Pendekatan sistem memiliki beberapa tahapan yang pertama adalah analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan pada prinsipnya merupakan langkah pertama pengkajian dalam pendekatan sistem, dan sangat menentukan kelayakan sistem yang akan dibangun. Analisis kebutuhan juga merupakan kajian terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem yang dianalisis (Pramudya 1989). Penelitian ini analisis kebutuhan ditujukan pada pihak yang mempunyai kepentingan dan keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran. Dalam implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran, para pihak yang berkepentingan adalah (1) petani pengguna pestisida pada tanaman sayuran, (2) dinas instansi terkait yaitu dinas pertanian, ketahanan pangan, dinas kesehatan dan UPT BPTPH provinsi Jawa Timur, (3) masyarakat konsumen dan (4) para distributor selaku penyedia pestisida atau para formulator (sales) yang bergerak langsung memasarkan pestisida kepada para petani atau melalui distributor. Dalam analisis ini telah ditetapkan para pihak yang terkait dalam pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida yang dikelompokkan atas ; 1. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jawa Timur, 2. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 3. Dinas Pertanian Kabupaten (Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang dan Kabupaten Probolinggo), 4. Koordinator PHP Kabupaten Nganjuk, Probolinggo, Kediri dan Malang 5. Pengguna Pestisida pada Tanaman Sayuran ; dalam hal ini akan diwakili oleh petani tanaman sayuran di masing-masing sentra produksi sayuran ; petani cabai, petani kentang, petani kubis dan petani bawang merah. 6. Masyarakat ; adalah masyarakat yang mewakili konsumen dan pemerhati lingkungan pertanian. 7. Distributor/formulator ; kios (agen) penjualan pestisida atau sales Dalam analisis kebutuhan dilakukan inventarisasi kebutuhan setiap pelaku yang terlibat dalam sistem. Inventarisasi ini dilakukan melalui wawancara secara

11 60 terbatas. Berdasarkan hasil wawancara dihasilkan analisis kebutuhan pelaku seperti disajikan pada Tabel 7 dan 8 Tabel 7 Analisis kebutuhan stakeholder Stakeholders Petani sayuran Pemerintah ( dalam hal ini diwakili oleh BPTPH, Dinas pertanian dan Dinas Kabupaten) Masyarakat konsumen Distributor /Formulator Analisa kebutuhan Tanaman tidak diserang organisme pengganggu tanaman Keberhasilan panen tanaman sayuran Peningkatan pendapatan petani Perluasan lapangan kerja Keberlanjutan produksi tanaman sayuran Mudah mendapatkan pestisida dengan harga murah Serangan OPT sayuran rendah dan tidak terjadi peningkatan dari waktu ke waktu Meningkatkan produksi pertanian tanaman sayuran Peningkatan devisa negara Keberlanjutan budidaya dan produksi tanaman sayuran Partisipasi masyarakat dalam pengendalian OPT Kelestarian lingkungan tanaman sayuran Ketahanan pangan Pengembangan teknologi alternatif yang ramah lingkungan Mendapatkan tanaman sayuran yang mudah di dapat, murah dan sehat. Penjualan pestisida lancar Setelah mengindentifikasi kebutuhan utama dari masing masing stakeholders dilanjutkan dengan mengklasifikasikan kebutuhan tersebut sesuai dengan tingkatannya dalam sebuah tabel, seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Matriks analisa kebutuhan para stakeholder Analisis kebutuhan Stakeholders Pemerintah Petani Masyarakat Distributor Keberlanjutan produksi tanaman sayuran ** ** * * Produksi tidak gagal ** ** * Peningkatan produksi tanaman sayuran ** ** Peningkatan pendapatan petani ** ** Perluasan lapangan kerja ** * ** * Partisipasi masyarakat dalam pengendalian hama & penyakit secara terpadu ** * *

12 61 Lanjutan Tabel 8 Analisis kebutuhan Stakeholders Pemerintah Petani Masyarakat Distributor Kelancaran usaha * ** ** Mendapatkan tanaman sayuran yang mudah, murah dan sehat Keterangan : ** : tingkat kebutuhan tinggi * : tingkat kebutuhan rendah * ** b. Formulasi Masalah Berangkat dari keinginan dan kebutuhan yang berbeda dari masing-masing stakeholders maka akan menimbulkan konflik keinginan dan konflik penggunaan sumber daya dari para stakeholders. Agar dapat mengembangan model implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran maka diperlukan pemetaan permasalahan. Pemetaan permasalahan yang berhasil didentifikasi yang berkenaan dengan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis formulasi masalah Stakeholders Petani sayuran Pemerintah (dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah) Konsumen Distributor dan sales Masalah Tingginya intensitas serangan OPT tanaman sayuran sehingga mempengaruhi produk yang dihasilkan. Rendahnya pengetahuan atau persepsi SDM petani dalam penggunaan pestisida Ketrampilan yang kurang dalam pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida Membutuhkan teknologi alternatif untuk mengendalikan OPT Rendahnya kunjungan dan pembinaan oleh petugas lapangan dalam penggunaan pestisida untuk mengendalikan OPT Membutuhkan biaya yang tinggi untuk pendidikan dan pelatihan kepada petani Kurangnya koordinasi antar sektor Kesulitan penanganan perubahan iklim terhadap peningkatan serangan OPT Kesulitan mendapatkan tanaman sayuran yang aman, dan sehat Harga sayur yang aman dan sehat relatif mahal Harga sayuran sampai kepada konsumen mahal Tingginya persaingan antar distributor dan formulator Harga pestisida selalu fluktuatif bahkan cenderung mengalami peningkatan c. Identifikasi sistem Hasil identifikasi melalui pendekatan studi lapangan dan literatur, secara garis besar terdapat 6 (enam) variabel yang dapat mempengaruhi kinerja suatu

13 62 sistem yakni: (1) variabel output yang dikehendaki; diperoleh dari hasil analisis kebutuhan, (2) variabel input terkontrol; variabel yang dapat divariasikan untuk menghasilkan prilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan, (3) variabel output yang tidak dikehendaki; merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang diharapkan, (4) variabel input tidak terkendali, variabel yang tidak terkendali yang dapat mempengaruhi perilaku sistem menjadi tidak sesuai harapan, (5) variabel input lingkungan; varabel yang berasal dari luar sistem yang mempengaruhi sistem tapi tidak dipengaruhi oleh sistem, dan (6) variabel kontrol sistem; merupakan pengendali terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan output yang dikehendaki (Eriyatno 2003). Variabel-veriabel yang mempengaruhi kinerja sistem tersebut dapat disajikan pada diagram input-output, data dapat dilihat pada Gambar 7. Input tidak terkendali Serangan hama dan penyakit Volume penggunaan pestisida Keanekaragaman hayati Potensi wilayah dan iklim Kebutuhan tanaman sayuran Bencana alam SDM petani Tekanan formulator Input Lingkungan UU Lingkungan, UU Budidaya Pertanian PP: Perlindungan tanaman, PP: pengawasan, penyimpanan dan penggunaan pestisida Kepmen : Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian Output yang dikehendaki Tidak terjadi kegagalan panen Tanaman sayuran yang murah, mudah di dapat dan sehat Kesehatan petani dan keluarganya Peningkatan pendapatan masyarakat petani, PAD dan Devisa negara Perluasan lapangan kerja Terjaganya Kelestarian Lingkungan Model Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida Input terkendali Kebijakan penggunaan pestisida Penyediaan tenaga pertanian Jenis pestisida Luasan lahan Jenis tanaman sayuran Infrastruktur pemantauan Aksesibilitas pestisida petani Output yang tidak dikehendaki Kegagalan panen Produksi sayuran menurun Tercemarnya tanaman sayuran oleh pestisida Gangguan kesehatan petani dan keluarga oleh paparan pestisida Pencemaran lingkungan Menurunya keragaman hayati Manajemen pengendalian system Implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran Gambar 7 Konsep input -output perencanaan implementasi kebijakan penggunaan pestisida

14 Model Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida Model implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur dibangun berdasarkan pada kondisi faktual yang terjadi di lapangan yang dikombinasikan dengan studi pustaka. Perangkat lunak yang digunakan sebagai alat bantu dalam pemodelan sistem ini adalah Powersim version 2,5 c. Konsep dasar dalam membangun model implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran didasarkan pada variabel yang mempengaruhi penggunaan pestisida oleh petani sayuran. Variabel yang ini berasal dari kondisi fisik lapangan dan variabel sosial. Variabel fisik yang dimaksud adalah luas tanam dan tingkat serangan OPT, sedangkan variabel sosial antara lain tekanan formulator, kemudahan mendapatkan pestisida dan kondisi SDM petani. Model dinamik yang dibangun melibatkan ke lima variabel tersebut, yang selanjutnya dari masing-masing variabel disusun menjadi sub-model. Dengan demikian sub model yang akan dibangun yaitu: 1) sub- model luas tanam tanaman sayuran, 2) submodel serangan OPT, 3) sub-model tekanan formulator, 4) sub-model kemudahan mendapatkan pestisida, dan 5) sub-model SDM petani Analisis Pengembangan Skenario Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida Pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dilakukan dengan menggunakan prospective analysis. Prospective analysis merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengeksplorasi kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dengan menggunakan analisis ini akan diperoleh informasi mengenai faktor-faktor kunci yang memiliki peran dalam pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran sesuai dengan kebutuhan dari para pelaku yang terlibat dalam sistem. Selanjutnya faktor kunci tersebut digunakan untuk mendeskripsikan perubahan kemungkinan masa depan dalam penggunaan pestisida pada tanaman sayuran. Penentuan faktor kunci ini sepenuhnya adalah merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan pakar mengenai implementasi kebijakan penggunaan pestisida. Penentuan faktor kunci menggunakan kuesioner dan wawancara. Responden pakar yang digunakan dalam penelitian ini dapat

15 64 dilihat pada Bab III. Menurut Hardjomidjoyo (2002) tahapan-tahapan dalam melakukan analisis prospektif adalah sebagai berikut: 1. Menentukan tujuan studi 2. Identifikasi faktor-faktor penting 3. Analisis pengaruh antar faktor 4. Membuat suatu keadaan (state) suatu faktor 5. Membangun skenario yang mungkin terjadi 6. Implikasi dari skenario yang diinginkan Pengaruh langsung hubungan timbal balik antar faktor dalam sistem yang dikaji dapat dilakukan penilaian pengaruh antar faktor, dengan skor antara 0 3. Kriteria pedoman penilaian dapat dilihat pada Tabel 10, sedangkan untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji dilakukan dengan cara matriks, seperti disajikan pada Tabel 11. Tabel 10. Pedoman penilaian keterkaitan antar faktor Skor (nilai) Keterangan 0 Tidak berpengaruh 1 Berpengaruh kecil 2 Berpengaruh sedang 3 Berpengaruh sangat kuat Tabel 11. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif Dari Terhadap Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5 Faktor 6 Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5 Faktor 6 Keterangan: Faktor 1 faktor 6 merupakan faktor penting atau kunci dalam sistem Pedoman pengisian pengaruh langsung antar faktor : 1. Apakah faktor X berpengaruh terhadap Y? Jika tidak berpengaruh bernilai 0 2. Jika ada pengaruh, apakah pengaruhnya sangat kuat? jika ya bernilai 3, jika pengaruhnya sedang bernilai 2 dan jika pengaruhnya lemah bernilai 1.

16 65 Jika nilai faktor yang diberikan oleh responden lebih dari 1 (misalnya sebanyak N), maka dilakukan analisis matriks gabungan dengan cara: a) Apabila pengaruh antar satu faktor dengan faktor lainnya mempunyai nilai 0 dengan jumlah > ½ N, maka nilai dari sel tersebut adalah 0. Jika nilai 1,2 dan 3 bersama-sama berjumlah >1/2 N, nilai sel tersebut ditentukan berdasarkan yang paling banyak dipilih antara 1,2 dan 3. b) Jika jumlah faktor adalah genap dan diperoleh dalam satu sel jumlah nilai 0 sama banyak dengan jumlah nilai 1,2 dan 3, maka dilakukan diskusi lebih lanjut dengan pakar untuk menentukan nilai sel tersebut. Menentukan tingkat kepentingan faktor-faktor kunci atau penting yang berpengaruh pada sistem yang dikaji digunakan software prospective analysis. Hasil analisis ini akan didapatkan faktor kunci yang menentukan keberhasilan pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran. Hasil ini dapat digambarkan pada kuadran I adalah terdiri dari faktor penentu (input factor), kuadran II terdiri dari faktor penghubung (stakes factor), kuadran III terdiri dari faktor terikat (output factor), dan kuadran IV terdiri dari faktor autonomous (unused factor) seperti disajikan pada Gambar 8. Pengaruh I Faktor Penentu INPUT IV Faktor Bebas UNUSED II Faktor Penghubung STAKES III Faktor Terikat OUTPUT Ketergantungan Gambar 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV (Persero) Propinsi Sumatera Utara. PTPN IV bergerak di bidang usaha perkebunan dengan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 55 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lima bandara di Indonesia, yaitu bandara Juanda di Surabaya, bandara Hasanuddin di Makasar, bandara Pattimura di Ambon,

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 33 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survey yang bersifat explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi dengan menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat dihindari dengan melakukan rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah praktek budidaya berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu sumber pemenuh makanan pangan dan peningkatan gizi manusia berasal dari sayuran.sayuran berperan penting karena mengandung berbagai sumber mineral, vitamin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELlTlAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

METODOLOGI PENELlTlAN. Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI PENELlTlAN Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2002, berlokasi di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur, di daerah dengan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hama Terpadu Flint dan Robert (1981) mendefenisikan PHT adalah strategi pengendalian hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sayur dan buah merupakan komoditas pertanian yang sangat berpotensi dalam memajukan dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, komoditas sayur dan buah Indonesia

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

VIII. MEKANISME/PROSEDUR, PELAPORAN, PENGAWASAN PESTISIDA

VIII. MEKANISME/PROSEDUR, PELAPORAN, PENGAWASAN PESTISIDA VIII. MEKANISME/PROSEDUR, PELAPORAN, PENGAWASAN PESTISIDA Jumlah wilayah kerja pengamatan dan pengendalian OPT di Provinsi Jawa Barat meliputi 17 kabupaten dan 9 kota, terdiri dari 592 kecamatan, 1.799

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan yang menjadi objek penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang di jadikan sumber topik untuk penulisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sukabumi. Kecamatan Cisaat terdiri dari 13 Desa, meliputi Desa Nagrak, Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sukabumi. Kecamatan Cisaat terdiri dari 13 Desa, meliputi Desa Nagrak, Desa 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Lokasi Lokasi penelitian berada di Desa Selajambe Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Kecamatan Cisaat terdiri dari 13 Desa, meliputi Desa Nagrak, Desa Sukasari,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Metode

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Metode 46 III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Metode survei adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap suatu

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, padi adalah komoditas strategis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Hingga saat ini padi atau beras

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Industri Cilegon yang meliputi Anyer (perbatasan kota Cilegon-Kabupaten Serang), Merak, dan Cilegon, yang

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah Ani Satul Fitriyati dan

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi 19 KERANGKA PEMIKIRAN Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen. Niat merupakan bentuk pikiran yang nyata dari rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian survey yang bersifat deskriptif korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan yang terjadi dari peubah-peubah yang diteliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Waktu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Waktu penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian adalah di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Waktu penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat. Pengumpulan data dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei adalah penelitian

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA MANUAL IKSP DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA (2016) Nama IKSP Jumlah Produksi Aneka Cabai (Ton) Direktur Jenderal Hortikultura Jumlah produksi aneka cabai besar, cabai

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III PROSEDUR PENELITIAN Agar penelitian ini lebih terarah, maka diperlukan adanya metode penelitian. Menurut Menurut Arikunto, (1988:14) Metode penelitian adalah cara yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN PENDEKATAN PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN METODE PENGUMPULAN DATA METODE ANALISA VARIABEL PENELITIAN METODE SAMPLING BAB III METODE PENELITIAN 10 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan

Lebih terperinci

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang PENERAPAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA BIORASIONAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU KEBUL, Bemisia tabaci PENYEBAB PENYAKIT VIRUS KUNING KERITING CABAI DI NAGARI BATU TAGAK, KECAMATAN LUBUK BASUNG, KABUPATEN AGAM,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Balong, Bungkal, Sambit, dan Sawoo dalam wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Penetapan

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF E. GUMBIRA SA ID & SETIADI DJOHAR.

RINGKASAN EKSEKUTIF E. GUMBIRA SA ID & SETIADI DJOHAR. RINGKASAN EKSEKUTIF DEWI RAMDIANI, 2007.Perancangan Pengukuran Kinerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengembangan Benih Kentang (BPBK) dengan Pendekatan Balanced Scorecard. DIbawah bimbingan

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa :

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa : ISI FORM D *Semua Informasi Wajib Diisi *Mengingat keterbatasan memory database, harap mengisi setiap isian dengan informasi secara general, singkat dan jelas. A. Uraian Kegiatan Deskripsikan Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS SUMILLAN KECAMATAN ALLA KABUPATEN ENREKANG

STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS SUMILLAN KECAMATAN ALLA KABUPATEN ENREKANG STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS SUMILLAN KECAMATAN ALLA KABUPATEN ENREKANG M. Rizal 1, Wahju Herijanto 2, Anak Agung Gde Kartika 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj. 2013110060 Al Faisal Mulk 2013110067 M. Ibnu Haris 2014110011 Abstrak Kebijakan asuransi

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 2 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Annisa Aprianti R 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala dan hambatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pada khususnya dan masyarakat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dari penelitian yang akan dilakukan adalah sistem pelayanan informasi yang dimiliki oleh bus Trans Jogja sebagai elemen pendukung dari moda transportasi

Lebih terperinci