PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA OLEH SULTHONI ASHIDDIIQI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA OLEH SULTHONI ASHIDDIIQI H"

Transkripsi

1 PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA OLEH SULTHONI ASHIDDIIQI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN SULTHONI ASHIDDIIQI. Pengaruh Keterbukaan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Papua (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI). Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan finansial adalah akibat dari menyatunya perekonomian dunia ini. Sejarah membuktikan bahwa dengan keterbukaan ekonomi dapat menjadi stimulator untuk lebih menggerakkan roda perekonomian. Namun menurut Jung dan Marshall (1985) keterbukaan ekonomi juga dapat menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan keterbukaan perdagangan yang dilakukan Provinsi Papua selama periode ternyata tidak selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonominya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan perekonomian, ekspor dan impor Papua serta menganalisis pengaruh keterbukaan perdagangan yang dilakukan Provinsi Papua terhadap pertumbuhan ekonominya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari BPS tahun yang meliputi data PDRB Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK), ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian memegang peran penting dalam struktur ekonomi Papua. Ekspor Papua didominasi oleh konsentrat tembaga, diikuti oleh kayu dan ikan. Secara simultan ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Papua. Sedangkan secara parsial, hanya tingkat partisipasi angkatan kerja, ekspor dan dummy krisis yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Papua. Dengan melihat besarnya pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi Papua, maka wilayah Papua dapat dikategorikan sebagai wilayah berkarakteristik Export Led Growth. Dalam jangka pendek, pemerintah Provinsi Papua hendaknya berupaya untuk melakukan spesialisasi dalam produksi dan ekspor konsentrat tembaga. Hal ini dilakukan karena konsentrat tembaga adalah keunggulan absolut Papua dalam perdagangan. Sedangkan dalam jangka panjang, spesialisasi produksi dan ekspor hendaknya ditujukan pada komoditi kayu dan ikan karena kedua komoditi ini dapat diperbaharui.

3 PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA Oleh SULTHONI ASHIDDIIQI H Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA Nama NRP : Sulthoni Ashiddiiqi : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Tanti Novianti, M. Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP Tanggal Kelulusan :

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2011 Sulthoni Ashiddiiqi H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Sulthoni Ashiddiiqi, dilahirkan di Lamongan pada tanggal 12 Maret 1984 dari pasangan Abdul Ghoffar dan Nurin Niswatin. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Dewi Kartika Megasari, dan dikaruniai satu orang putra bernama Aldevaro Zaidan Ashiddiiqi. Penulis mengikuti pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 18 Sumberrejo pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1996, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Babat pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bojonegoro pada tahun 1999 sampai dengan tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta Jurusan Komputasi Statistik pada tahun 2001 sampai dengan tahun Sejak Maret 2007 penulis bekerja di BPS Kabupaten Keerom Provinsi Papua. Penulis diamanahi jabatan sebagai Pelaksana Tugas Kasi Integrasi Pengolahan dan Deseminasi Statistik. Pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa program alih jenis di Sekolah Pasca Sarjana Departemen Ilmu Ekonomi melalui program beasiswa kerjasama Badan Pusat Statistik dengan Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PAPUA. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada : 1. Seluruh jajaran pimpinan BPS, khususnya Dr. Rusman Heriawan, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program tugas belajar pasca sarjana. 2. Tanti Novianti, M. Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Muhammad Findi Alexandi dan Laily Dwi Arsyianti M.Sc., selaku dosen penguji atas saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Istriku tercinta, Dewi Kartika Megasari, atas dukungannya yang setiap saat membantu penulis, serta keluarga yang selalu memberikan bantuan doanya. 5. Rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB angkatan 2011, khususnya yang satu kos dengan penulis. 6. Seluruh jajaran pegawai BPS yang telah membantu penyediaan data. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011 Sulthoni Ashiddiiqi H

8 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pertumbuhan Ekonomi Perdagangan Internasional Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Kerangka Teori Teori Pertumbuhan Neoklasik Teori Pertumbuhan Endogen Teori Perdagangan Internasional Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi Ekspor Impor Nilai Tukar... 29

9 ix Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Krisis Ekonomi Kerangka Pikir III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Kuantitatif Model Penelitian Software Analisis Data Evaluasi Model Uji Kenormalan Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Uji Multikolinieritas Uji F Uji t Koefisien Determinasi (R 2 ) IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Keadaan Perekonomian Provinsi Papua Struktur Ekonomi Papua PDRB per Kapita Pertumbuhan Ekonomi Papua Perkembangan Ekspor Impor Papua Perkembangan Ekspor Luar Negeri Papua Perkembangan Impor Luar Negeri Papua Neraca Perdagangan Provinsi Papua... 60

10 x V. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Uji Kenormalan Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Uji Multikolinieritas Analisis Pengaruh Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 76

11 xi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 4.1 Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan, Provinsi Papua Tahun (persen) PDRB ADHB Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang tahun (juta Rupiah) PDRB per Kapita ADHK Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang tahun (Rupiah) Laju pertumbuhan PDRB ADHK 2000 menurut lapangan usaha tahun (persen) Nilai ekspor riil dan impor riil luar negeri dan antar provinsi, Provinsi Papua tahun (triliun Rupiah) Neraca perdagangan riil dan nominal Provinsi Papua tahun (triliun Rupiah) Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(2) dari pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(4) dari pengujian Breusch-Pagan-Godfrey test Matrik korelasi antar variabel independen Nilai statistik model pengaruh ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, TPAK dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi Hasil estimasi persamaan pengaruh ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, TPAK dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi... 65

12 xii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1 Pertumbuhan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan PDRB ADHB Provinsi Papua Tahun (persen) Harga komoditi relatif ekuilibrium setelah perdagangan ditinjau dari analisis keseimbangan parsial Kerangka pemikiran Jumlah PDRB ADHB dan sektor pertambangan dan penggalian tahun (triliun Rupiah) Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua tahun (persen) Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Golongan Barang Provinsi Papua Tahun (dalam juta US$) Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Provinsi Papua Tahun (dalam juta US$) Nilai Impor Luar Negeri Menurut Golongan HS 2-digit Provinsi Papua Tahun (dalam juta US$) Nilai Impor Luar Negeri Menurut Negara Asal Provinsi Papua Tahun (dalam juta US$) Perbandingan Ekspor Netto Riil dan Nominal Provinsi Papua Tahun (dalam triliun rupiah) Hasil uji kenormalan dengan metode Jarque-Bera... 62

13 xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. PDRB ADHK 2000, Ekspor riil, Impor riil, Nilai tukar riil, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Dummy Krisis Provinsi Papua tahun

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan finansial adalah akibat dari keterbukaan perekonomian ini. Keterbukaan perdagangan luar negeri menggambarkan semakin berkurangnya hambatan perdagangan antarnegara dan semakin tingginya pangsa perdagangan. Sedangkan keterbukaan finansial menggambarkan semakin lancarnya aliran modal masuk atau ke luar negeri. Keterbukaan ekonomi dapat dipandang sebagai peluang bisnis yang lebih menarik, pertumbuhan pengetahuan dan inovasi yang lebih cepat, atau prospek sebuah dunia yang saling bergantung sehingga dapat mencegah terjadinya sebuah perang (Todaro dan Smith, 2006). Studi yang dilakukan oleh dua ekonom dari Bank Dunia yaitu Dollar dan Kraay pada tahun 2000 membuktikan bahwa negaranegara yang lebih terbuka mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,9 persen di tahun 1970an menjadi 3,5 persen di tahun 1980an dan menjadi 5,0 persen di tahun 1990an. Sedangkan negara-negara yang menjalankan perekonomian yang lebih tertutup telah mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yaitu 3,3 persen di tahun 1970an menjadi 0,8 persen di tahun 1980an dan menjadi 1,4 persen di tahun 1990an (Buckman, 2005).

15 2 Namun demikian Buckman (2005) memberikan 3 kritikan terhadap penelitian Dolar dan Kraay. Pertama, tidak cukup bukti kuat untuk mengatakan bahwa semakin kecil hambatan tarif berarti semakin besar pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh banyak variabel, dan bukan hanya oleh perdagangan semata. Ketiga, argumentasi yang mengatakan bahwa perdagangan adalah baik untuk pertumbuhan dan tidak adanya hubungan antara meningkatnya kegiatan perdagangan dengan meningkatnya ketidakmerataan bukan berarti perdagangan adalah baik untuk mengurangi ketidakmerataan. Walaupun demikian, sejarah membuktikan bahwa keterbukaan ekonomi dapat menjadi stimulator untuk lebih menggerakkan roda perekonomian (Wijaya dan Sambodo, 2006). Hal ini juga senada dengan kesimpulan yang diberikan oleh Asian Development Bank (1997) bahwa faktor paling penting di balik keberhasilan cepatnya pertumbuhan ekonomi Asia Timur dalam tiga dekade ke belakang yaitu derajat keterbukaan terhadap perekonomian dunia, khususnya dengan berorientasi terhadap ekspor, terpeliharanya institusi secara baik, dan implementasi kebijakan fiskal secara berhati-hati. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan stabil diharapkan akan memberikan dampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung bagi variabel ekonomi lainnya, antara lain tingkat pengangguran, angka kemiskinan, dan laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi tidak dapat lepas dari pembangunan ekonomi karena pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pertumbuhannya harus

16 3 bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam negeri karena pada hakikatnya pembangunan ekonomi harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan individu maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi sasaran utama. Papua adalah provinsi paling timur Indonesia dan ini berimplikasi pada sangat jauhnya jarak antara Papua dan ibukota negara. Tidak meratanya pembangunan di masa Orde Baru dimana pembangunan hanya terpusat di Pulau Jawa mengakibatkan Papua menjadi wilayah yang termarjinalkan pada saat itu. Pada tahun 1996, sumbangan PDRB Pulau Jawa yang hanya terdiri dari 4 provinsi terhadap PDB mencapai 59,6 persen. Sedangkan PDRB Papua pada tahun yang sama, hanya memberikan kontribusi sebesar 1,7 persen terhadap PDB (BPS, 1997). Hingga saat ini Papua masih menjadi provinsi yang tertinggal pembangunannya dibandingkan provinsi lain. Hal ini terlihat dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua berada pada rangking ke 33 dari 33 provinsi seluruh Indonesia (BPS, 2009); Kemiskinan penduduk Papua menempati urutan tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 36,8 persen dari 2,8 juta jiwa penduduk Papua (BPS, 2010); dan angka partisipasi murni tingkat SMU hanya sebesar 36,06 persen (BPS, 2010). Di balik segala permasalahan yang dihadapi Papua, Papua memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat melimpah. SDA unggulan yang

17 4 dimiliki Papua adalah hasil tambang berupa emas dan tembaga; hasil hutan; serta hasil perikanan darat dan laut berupa ikan, kepiting, dan udang. Cadangan emas Grasberg di Papua merupakan cadangan emas terbesar di Indonesia bahkan menjadi salah satu cadangan emas terbesar di dunia. Kandungan sumber dayanya mencapai 3,12 miliar ton (Indonesian Commercial Newsletter, 2011). Pada tahun 2010, Papua telah mengekspor kayu dan bahan dari kayu ke Timur Tengah dan Asia senilai US$138,93 juta. Pada tahun yang sama Papua juga telah mengekspor ikan & hewan air lainnya senilai US$35,38 juta (BPS Provinsi Papua, 2011). Dengan kebijakan dan pengelolaan yang tepat guna, semua kelebihan SDA yang dimiliki Papua tersebut bisa menjadi keunggulan absolut dalam perdagangan internasional, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Salvatore (1997) bahwa perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). Dengan adanya akitivitas perdagangan internasional maka diharapkan akan mendorong percepatan pembangunan ekonomi di negara atau wilayah tersebut. Manfaat dari adanya perdagangan internasional antara lain: 1. Untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa yang tidak tersedia di dalam negeri. 2. Dapat memperoleh barang/jasa dengan harga yang lebih murah. 3. Mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri. 4. Memperluas lapangan kerja. 5. Merupakan sumber devisa negara.

18 5 6. Memperoleh manfaat dari adanya spesialisasi dalam bentuk keunggulan komparatif dan peningkatan kemakmuran. 7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi, yang pada dasarnya bersumber pada skala ekonomis dalam proses produksi, teknologi baru, dan rangsangan bersaing. 8. Meningkatkan proses tukar-menukar antarnegara sehingga mampu mendorong sektor transportasi baik darat, laut, maupun udara. 9. Mendorong terjadinya persaingan sehat yang pada gilirannya menimbulkan perkembangan teknologi. 10. Meningkatkan perluasan pasar. Adapun hambatan perdagangan antarnegara bisa berupa : 1. Ancaman perang. 2. Perbedaan tingkat upah. 3. Serta peraturan/kebijakan negara lain dalam bentuk proteksi (berupa tarif & bea masuk, pelarangan impor, pelarangan ekspor, kuota, subsidi, dan dumping) guna melindungi industri dalam negerinya. Kebijakan perdagangan luar negeri merupakan sebuah kebijakan yang sangat strategis mengingat hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan belanja negara. Besarnya volume ekspor dan impor suatu jenis barang akan sangat berpengaruh terhadap neraca perdagangan bilateral antar dua negara, bahkan lebih jauh akan berpengaruh terhadap semakin fluktuatifnya harga komoditi tersebut di peta perdagangan dunia. Dengan kata lain, kebijakan

19 6 perdagangan luar negeri suatu negara akan memengaruhi keterbukaan ekonomi negara tersebut. Strategi kebijakan perdagangan luar negeri diperlukan saat suatu negara ingin memaksimalkan keuntungan dari perdagangan (gain from trade) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Terdapat dua strategi dalam kebijakan perdagangan, yakni: 1. Export Promotion. Dalam strategi ini arah dari setiap kebijakan perdagangan berorientasi pada peningkatan daya saing komoditi ekspor yang dimiliki oleh negara tersebut. Komponen kebijakan yang sering digunakan antara lain a. Duty Draw Back (Pengembalian pajak import bahan baku bila bahan baku tersebut diolah menjadi barang jadi dan diekspor kembali). b. Pengurangan pajak bagi perusahaan yang berorientasi memproduksi barang-barang ekspor. c. Subsidi dan dukungan biaya riset dan pengembangan produk ekspor. d. Devaluasi untuk daya saing produk. 2. Import Substitution. Dalam strategi ini arah dari setiap kebijakan perdagangan berorientasi untuk membangun atau menciptakan industri yang tadinya merupakan komoditi impor. Strategi ini bertujuan untuk menurunkan jumlah komoditi impor dan digantikan dengan produksi dalam negeri. Komponen kebijakan yang sering digunakan antara lain: a. Pengenaan tarif yang tinggi untuk komoditi impor. b. Kuota komoditi impor. c. Non Tarif Barrier.

20 7 d. Infant Industry Model. Namun hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat di antara para ekonom mengenai bagaimana sebenarnya interaksi antara kebijakan perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi di negara bersangkutan. Hal ini dikarenakan dalam perspektif teori ekonomi pembangunan, masalah hubungan kedua variabel tersebut lebih tertuju pada apakah ekspor bagi suatu negara mampu menggerakkan perekonomian secara keseluruhan yang pada akhirnya membuahkan kesejahteraan bagi masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan di atas, Jung dan Marshall (1985) mengemukakan bahwa dalam hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi, setidaknya ada empat hipotesis atau pandangan yang masuk akal dan dapat diterima. Pertama, hipotesis ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi (export-led growth hypothesis). Kedua, hipotesis ekspor merupakan penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi (export-reducing growth hypothesis). Ketiga, hipotesis yang menyatakan bahwa ekspor bukan merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya pertumbuhan ekonomi dalam negeri merupakan penggerak bagi ekspor (internally generated export hypothesis). Terakhir, hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan penyebab turunnya ekspor (growth-reducing export hypothesis) Perumusan Masalah Salah satu cara untuk menghitung keterbukaan perdagangan yang sangat populer adalah dengan menjumlahkan ekpor dan impor kemudian membaginya

21 8 dengan PDRB (Squalli dan Wilson, 2006). Rata-rata keterbukaan perdagangan Papua selama periode mencapai 124,16 persen. Hal ini menggambarkan bahwa Papua sangat aktif dalam melakukan perdagangan, serta semakin lancarnya arus barang dan jasa masuk ke atau keluar dari Papua. Namun apabila kita lihat Grafik 1.1 mengenai pertumbuhan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan PDRB ADHB selama periode , ternyata peningkatan keterbukaan perdagangan tidak selalu diikuti oleh peningkatan PDRB ADHB. Persen (0.10) (0.20) Tahun Pertumbuhan PDRB ADHB Pertumbuhan Keterbukaan Perdagangan Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 1.1 Pertumbuhan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan PDRB ADHB Provinsi Papua Tahun (persen). Dari kondisi diatas dan dihubungkan dengan hipotesis yang dikemukakan Jung dan Marshall, pertanyaan yang harus diajukan adalah hipotesis yang manakah yang terjadi di Papua. Pertanyaan ini penting karena nantinya akan menentukan arah dari kebijakan yang tepat bagi Papua, yang tentu saja disesuaikan dengan keadaan dan karakteristik Papua. Apabila pemerintah Provinsi

22 9 Papua dapat memahami benar kategori dari hipotesis yang membangun Papua maka pemerintah Provinsi Papua dapat memilih kebijakan strategi perdagangan internasional yang tepat, sehingga pada akhirnya dapat mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat Papua pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka penulis mengidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keadaan perekonomian, ekspor dan impor Provinsi Papua? 2. Apakah ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Papua sehingga Papua dapat dikategorikan sebagai daerah berkarakteristik Export Led Growth? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis keadaan perekonomian, ekspor dan impor Provinsi Papua. 2. Menganalisis pengaruh ekspor, impor, nilai tukar, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi Papua serta besarnya pengaruh dari masing-masing faktor tersebut. 1.4.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kondisi perekonomian, ekspor dan impor di Provinsi Papua serta dapat

23 10 memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Papua dalam mengambil kebijakan strategi perdagangan di masa yang akan datang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya khususnya terkait masalah keterbukaan perdagangan di Provinsi Papua. 1.5.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya mencakup wilayah Provinsi Papua. Periode data yang digunakan untuk penelitian adalah data triwulanan tahun Penggunaan kata ekspor dan impor yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencakup semua jenis barang dan jasa yang keluar masuk wilayah Papua. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini hanya meneliti dari sudut pandang ekonomi dan tidak membahas mengenai kesejahteraan yang diterima penduduk Papua. Kedua, data yang digunakan adalah data time series triwulanan, sehingga variabel yang tidak tersedia dalam bentuk triwulanan yaitu tingkat partisipasi angkatan kerja dilakukan interpolasi menggunakan metode interpolasi cubic spline. Ketiga, keterbukaan perdagangan hanya dilihat dari pangsa perdagangan terhadap PDRB, tidak memperhitungkan perbedaan tingkat tarif dan non-tarif yang masih diberlakukan pada produk atau wilayah tertentu. Keempat, dalam analisis deskriptif nilai ekspor dan impor yang dirinci berdasarkan komoditas dan tujuan, hanya dapat disajikan dengan cakupan antarnegara, dalam satuan juta dollar dan dengan bentuk nilai nominal.

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) (BPS, 2010). Untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 2. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir seperti: (a) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga nirlaba, (b) konsumsi pemerintah, (c) pembentukan modal tetap domestik bruto, (d) perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 3. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan pendapatan yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur ekonomi pada suatu tahun.

25 12 Perkembangan PDRB ADHB dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Oleh karenanya untuk dapat mengukur perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata, faktor pengaruh atas perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Penghitungan atas dasar harga konstan ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran. Menurut Jhingan (2010), kenaikan pendapatan per kapita dapat tidak menaikkan standar hidup riil masyarakat apabila pendapatan per kapita meningkat akan tetapi konsumsi per kapita turun. Hal ini disebabkan kenaikan pendapatan tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang kaya dan tidak oleh banyak orang miskin. Di samping itu, rakyat mungkin meningkatkan tabungan mereka atau bahkan pemerintah sendiri menghabiskan pendapatan yang meningkat itu untuk keperluan militer atau keperluan lain.

26 Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno, 2004). Todaro (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Menurut Todaro (2006), ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. 2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi belum tentu melahirkan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat (pendapatan per kapita) akan mengalami penurunan. Sedangkan apabila dalam

27 14 jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan (stagnan) dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan. Dengan demikian, salah satu syarat penting yang akan mewujudkan pembangunan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi harus melebihi tingkat pertambahan penduduk (Sukirno, 2007) Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:

28 15 1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomis (economies of scale). Sementara itu menurut Sukirno (2007), manfaat perdagangan internasional adalah : 1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negara sendiri. Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi setiap negara. Faktor-faktor tersebut antara lain : kondisi geografis, iklim, tingkat pengusaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. 2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. 3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

29 16 4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern. Salah satu alasan dalam perdagangan adalah untuk mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah. Proses terjadinya perdagangan internasional yang dilandasi oleh perbedaan harga dapat dijelaskan melalui analisis keseimbangan parsial berikut : Px/Py Pasar Negara 1 Pasar Internasional Pasar Negara 2 Sx Sx A P3 Ekspor E S P2 D Impor Dx P1 A Dx Sumber : Salvatore, Gambar 2.1 Harga komoditi relatif ekuilibrium setelah perdagangan ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Gambar 2.1 memperlihatkan proses terciptanya keseimbangan harga relatif dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kurva D x dan S x di pasar negara 1 dan negara 2, masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal menunjukkan harga relatif komoditi X (P x /P y ) dan sumbu horisontal menunjukkan kuantitas komoditi X. Q x

30 17 Sebelum terjadi perdagangan, negara 1 berproduksi dan berkonsumsi di titik A dengan harga relatif komoditi X sebesar P 1. Sedangkan negara 2 berproduksi dan berkonsumsi di titik A dengan harga relatif komoditi X sebesar P 3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X adalah senilai P 2 yang berkisar antara P 1 dan P 3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya). Seandainya harga yang berlaku di atas P 1, maka negara 1 akan memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P 3, maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan yang jumlahnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komodit X itu dari negara 1. Pada mulanya penelitian tentang perdagangan terutama ditujukan untuk menjelaskan mengapa perdagangan perlu dilakukan dan bagaimana mendapatkan gains from trade (keuntungan dari perdagangan). Namun dewasa ini yang banyak penelitian difokuskan pada perilaku perdagangan pada era globalisasi Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Keong, Yusop, dan Sen pada tahun 2005 melakukan penelitian dengan mengambil judul Export-Led Growth Hypothesis in Malaysia : An Investigation Using Bound Test. Dengan menggunakan data agregat Malaysia tahun 1960 sampai dengan 2001 meliputi GDP, Ekspor, Impor, Nilai Tukar Riil dan Angkatan

31 18 kerja, melakukan Test Perikatan (Bounds Test) dengan metode Autoregressive Distribution Leg, membuktikan bahwa perekonomian negara Malaysia mendukung export led growth. Oiconta (2006) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Ekspor dan Output Nasional di Indonesia : Periode Kajian Tentang Kausalitas dan Kointegrasi. Analisis yang digunakan adalah Uji Kausalitas Greger, dengan mengunakan data output nasional (GDP) dan Ekspor agregat Indonesia tahun 1980 sampai 2004 dalam data kuartalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode analisis secara keseluruhan diperoleh hubungan pengaruh GDP terhadap ekspor dan pengaruh ekspor terhadap GPD. Sedangkan untuk periode flexible exchange rate regime (setelah tahun 1998) diperoleh hubungan hanya pengaruh GDP terhadap ekspor. Salomo (2007) melakukan penelitian dengan judul Peranan Perdagangan Internasional Sebagai Salah Satu Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Data yang digunakan adalah data agreagat Indonesia tahun 1980 sampai 2006 meliputi Pendapatan Domestik Bruto, Ekspor Riil, Impor Riil, Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Dolar, Jumlah Pekerja dan Krisis yang melanda Indonesia, dengan metode Bound Testing Cointegration pendekatan ARDL (Autoregressive Distributed Leg) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa dalam jangka panjang ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, jumlah pekerja dan krisis berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Miankhel (2009) melakukan penelitian dengan judul Foreign Direct Investment, Exports, and Economic Growth in South Asia and Selected Emerging

32 19 Countries: A Multivariate VAR Analysis. Alat analisis yang digunakan adalah Vector Auto Regressive untuk Multivariate. Penelitian ini mengenai keterkaitan Penanaman Modal Asing (PMA), ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam negara berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta Meksiko dan Chili di Amerika Latin. Hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabelvariabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin, yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor di Chili dan PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung di Meksiko. Ekspor memengaruhi pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam jangka panjang. Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan kausalitas dua arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan sebaliknya keduanya tidak memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia. Santoso (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Perdagangan Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data tahun meliputi Pertumbuhan Ekonomi, Impor Barang Modal, Ekspor, Investasi, Tenaga kerja dan Kurs Valutas Asing, dengan metode regresi linier berganda mendapatkan kesimpulan bahwa secara simultan variabel impor barang modal, ekspor, investasi, tenaga kerja dan valutas asing

33 20 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi secara parsial variabel impor barang modal, ekspor, investasi, tenaga kerja dan kurs valuta asing tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Maryen (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Sektor- Sektor Potensial Perekonomian Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan data PDRB Provinsi Papua dan PDB Nasional periode , dengan alat analisis Location Quotient dan Shift-Share Klasik mendapatkan kesimpulan bahwa sektor pertambangan dan penggalian dapat dikategorikan sebagai sektor basis secara konsisten setiap tahunnya selama periode penelitian. Sementara sektor pertanian sub sektor kehutanan dan perikanan baru masuk kategori basis pada tahun Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Papua selama kurun waktu Pada penelitian ini akan dianalisis pengaruh ekspor, impor, tingkat partisipasi angkatan kerja, nilai tukar dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi Papua baik secara simultan maupun parsial. Selain itu juga akan dianalisis karakteristik ekonomi yang membangun perekonomian Papua sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentu kebijakan ekonomi Papua di masa depan. Analisis yang digunakan adalah metode regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data triwulanan PDRB atas harga konstan 2000, ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, tingkat partisipasi angkatan kerja dan dummy krisis.

34 Kerangka Teori Teori Pertumbuhan Neoklasik Inti dari teori pertumbuhan neoklasik Solow yang dikembangkan oleh Robert Solow adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor modal dan tenaga kerja. Model pertumbuhan ini berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (deminishing return) dari faktor modal dan tenaga kerja apabila keduanya dianalisis secara terpisah. Maksudnya apabila modal ditingkatkan akan tetapi tenaga kerja tidak ditambah maka pada suatu waktu tertentu penambahan modal tidak akan meningkatkan output. Begitu pula sebaliknya, apabila tenaga kerja ditambah terus, sedangkan modal tetap maka pada suatu waktu tertentu penambahan tenaga kerja tidak akan meningkatkan output. Akan tetapi apabila faktor modal dan tenaga kerja keduanya bertambah maka output akan terus bertambah (Todaro, 2006). Dalam teori pertumbuhan neoklasik Solow juga dikenalkan variabel teknologi sebagai variabel independen. Artinya, walaupun faktor modal dan tenaga kerja tetap, akan tetapi penemuan teknologi baru dapat membuat faktor modal atau tenaga kerja lebih efisien, maka output akan bertambah. Fungsi pertumbuhan neoklasik Solow adalah : (2.2) keterangan: Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah jumlah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen.

35 22 Lebih lanjut, dalam teori pertumbuhan neoklasik tradisional dikemukakan bahwa pada negara yang menggunakan perekonomian tertutup (tidak menjalin hubungan dengan negara lain) apabila tingkat tabungannya rendah (dalam kondisi cateris paribus) maka dalam jangka pendek pasti akan mengalami laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan perekonomian lainnya yang memiliki tingkat tabungan lebih tinggi. Sedangkan pada negara yang menggunakan perekonomian terbuka, walaupun tingkat tabungannya rendah, pasti akan mengalami suatu konvergensi peningkatan pendapatan karena adanya arus permodalan yang masuk dari negara kaya ke negara-negara miskin dimana rasio modal-tenaga kerjanya masih rendah sehingga pengembalian atas investasi (return of investment) lebih tinggi Teori Pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal dalam model ini tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat pengembalian yang meningkat (increasing return to scales) pada fungsi produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad, 2010).

36 23 Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional yang paling awal muncul adalah merkantilisme. Teori ini menyatakan bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kuat dan kaya adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor. Kelebihan teori merkantilisme ini adalah negara akan memperbesar jumlah ekspor karena negara akan kaya, makmur dan kuat bila ekspor lebih besar dari impor. Sedangkan kelemahan teori ini adalah logam mulia yang digunakan sebagai alat pembayaran akan menyebabkan banyaknya jumlah uang yang beredar sehingga akan terjadi inflasi dan harga barang impor menjadi rendah, akhirnya logam mulia berkurang (Oktaviani dan Novianti, 2009). Dalam teori merkantilisme ini, karena tidak semua negara secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, sedangkan jumlah emas dan perak tetap pada saat tertentu, maka sebuah negara hanya akan memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain. Akibatnya penganut teori merkantilisme ini banyak

37 24 melakukan penjajahan terhadap negara lain untuk mendapatkan logam mulia lebih banyak. Pada tahun 1776, Adam Smith menjelaskan bahwa dua negara hanya akan melakukan perdagangan secara sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan. Maka terciptalah sebuah teori perdagangan yang dinamakan teori keunggulan absolut. Menurut Adam Smith, jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun kurang efisien dibandingkan (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dan spesialisasi produk untuk kedua negara yang melakukan perdagangan (Salvatore, 1997). Kelemahan teori keunggulan absolut adalah apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. Maka pada tahun 1817, David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut Adam Smith dengan mengemukakan teori keunggulan komparatif. David Ricardo mengatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap dapat melakukan perdagangan. Negara satu harus berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian terkecil

38 25 (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (memiliki kerugian komparatif). Pada tahun 1936, Haberler menerangkan atau mendasarkan teori keunggulan komparatif pada teori biaya oportunitas. Teori yang dikemukakan Haberler ini disebut teori biaya oportunitas. Teori ini mengatakan bahwa biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama. Implikasi dari teori ini adalah suatu negara yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (dan memiliki kerugian komparatif dalam komoditi kedua) (Salvatore, 1997). Menyempurnakan model perdagangan klasik yang telah ada, Heckscher- Ohlin mengemukakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Artinya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan faktor produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan). Teori yang dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin selanjutnya disebut teori kepemilikan faktor atau teori proporsi faktor (Salvatore, 1997).

39 26 Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) mampu menyajikan suatu ulasan analitis yang lebih menyeluruh dan meyakinkan mengenai hubungan antara perdagangan internasional dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Secara spesifik teori ini menyatakan bahwa penurunan hambatan-hambatan perdagangan dalam berbagai bentuk, baik tarif maupun nontarif akan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di suatu negara dalam jangka panjang (Salvatore, 1997). 2.3.Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan Perdagangan Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Berdasarkan penelitian Keong, Yusop dan Sen (2005) ada lima faktor keterbukaan perdagangan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kelima faktor tersebut adalah ekspor riil, impor riil, tenaga kerja, nilai tukar riil dan dummy krisis. Dalam penelitian ini, data tenaga kerja yang digunakan adalah data tingkat partisipasi angkatan kerja Ekspor Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar

40 27 umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah impor (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2011). Pada penelitian ini, definisi ekspor yang digunakan adalah proses transportasi barang ataupun jasa yang keluar wilayah Papua secara legal. Ekspor merupakan faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka ke pasar internasional. Sehingga negara-negara miskin dapat mengakses produk langka tersebut dan mampu mengembangkan kegiatan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro, 2006). Fungsi ekspor dalam perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan sehingga pendapatan nasional akan meningkat. Peningkatan pendapatan nasional ini akan menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 2010). Ekspor dapat berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi (Export Led Growth). Alasan yang mendukung hal ini adalah, pertama, pertumbuhan ekspor dapat mewakili kenaikkan dalam permintaan output negara yang kemudian menyebabkan kenaikan dalam output riil. Kedua, ekspansi dalam ekspor dapat mempromosikan spesialisasi dalam produksi komoditi ekspor, yang kemudian akan meningkatkan tingkat produktivitas, dan dapat meningkatkan skill secara umum disektor tersebut. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan realokasi

41 28 sumber daya dari sektor diluar komoditi ekspor yang relatif kurang efisien ke sektor komoditi ekspor yang lebih produktif. Perubahan produktivitas tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, peningkatan dalam ekspor dapat meregangkan kendali nilai tukar sehingga menyebabkan kemudahan dalam mengimpor bahan baku komoditas ekspor sehingga memungkinkan terjadinya ekpansi ekpor yang lebih besar lagi (Sitorus, 2008). Dalam suatu model persamaan dimana pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dan ekspor sebagai variabel independen, apabila hubungannya bernilai positif dan signifikan maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik perekonomian wilayah yang diteliti berkategori export led growth. Sebaliknya apabila hubungannya bernilai negatif dan signifikan maka karakteristik perekonomian wilayah yang diteliti adalah export reducing growth (Salomo, 2007) Impor Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2011). Sedangkan definisi impor yang digunakan adalah proses transportasi barang ataupun jasa yang masuk wilayah Papua secara legal.

42 29 Apabila dilihat dari pendapatan nasional, impor memang akan mengurangi pendapatan nasional. Akan tetapi impor memegang peran penting dalam memenuhi kebutuhan ekonomi suatu negara. Dengan impor, bahan baku industri yang lebih murah akan diperoleh, sehingga proses produksi dapat berjalan lebih efisien. Maka secara tidak langsung impor ini dapat meningkatkan keuntungan produksi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah output dan pertumbuhan ekonomi Nilai Tukar Menurut Mankiw (2007), nilai tukar (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu: a. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika nilai tukar antara dolar Amerika dan rupiah Indonesia adalah rupiah per dolar, maka Anda bisa menukar 1 dolar untuk rupiah di pasar uang. Orang Indonesia yang ingin memiliki dolar akan membayar rupiah untuk setiap dolar yang dibelinya. b. Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai Tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar riil kadang-kadang disebut terms of trade. Nilai tukar riil dihitung dengan :

43 30 (2.1) Nilai tukar memegang peran penting dalam sistem perdagangan, karena sekarang perdagangan yang dilakukan menggunakan mata uang sebagai alat pertukaran. Apabila nilai tukar melemah maka harga produk ekspor akan lebih murah, pada akhirnya jumlah ekspor akan meningkat, dan juga sebaliknya. Untuk itulah nilai tukar yang stabil menjadi perhatian pemerintah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut BPS (2007) tenaga kerja diartikan sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk yang berusia dari tahun. Sebelum tahun 1997, definisi tenaga kerja adalah mereka yang berusia 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran. Sedangkan penduduk usia kerja yang tidak termasuk angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya (BPS, 2007). Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labor supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian.

44 31 Tenaga kerja adalah salah satu dari faktor produksi yang penting, karena produktivitas dari faktor produksi lain bergantung pada produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan produksi. Selain itu, tenaga kerja adalah penggerak pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan output adalah dengan memperbanyak tenaga kerja. Akan tetapi peningkatan jumlah tenaga kerja harus diimbangi dengan peningkatan jumlah modal dan teknologi sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat. Salah satu indikator tenaga kerja yang mencerminkan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi adalah menggunakan data TPAK Krisis Ekonomi Krisis global yang terjadi pada September 2008, sedikit banyak membawa pengaruh terhadap perekonomian dunia. Efek krisis yang sangat kuat dialami oleh perekonomian Amerika, Eropa, Australia dan beberapa mitra dari ketiga benua tersebut. Dengan adanya krisis, nilai tukar bisa melemah dan daya beli bisa berkurang. Dalam penggunaan variabel dummy krisis, pada periode triwilan pertama tahun 2000 sampai dengan triwulan kedua tahun 2008, nilai dummy adalah 0, sedangkan setelah triwulan kedua tahun 2008 bernilai Kerangka Pemikiran Pertumbuhan keterbukaan perdagangan yang tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Papua menjadi masalah yang harus dianalisis dengan cermat. Apakah selama ini keterbukaan perdagangan yang dilakukan Papua menguntungkan perekonomian Papua, ataukah malah merugikan. Untuk

45 32 menganalisis pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi digunakan metode analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Hasil analisis tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pemerintah Papua untuk menentukan kebijakan keterbukaan perdagangan di masa yang akan datang. Keterbukaan perdagangan dan Pertumbuhan ekonomi Papua Pertumbuhan keterbukaan perdagangan Papua tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonominya Apakah ekspor bisa sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi (export-led growth)? Keadaan Perekonomian, ekspor dan impor Faktor-faktor pendukung keterbukaan perdagangan : - Ekspor riil - Impor riil - Nilai tukar riil - Tingkat partisipasi angkatan kerja - Dummy krisis Analisis Deskriptif Analisis Regresi Linier Berganda Rekomendasi strategi keterbukaan perdagangan di masa yang akan datang Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

46 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series triwulanan dengan periode data Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia (BI). Adapun rincian data yang digunakan adalah : 1. Data PDRB ADHK 2000 triwulanan Provinsi Papua selama periode Data ini diolah dan dipublikasikan oleh BPS Provinsi Papua. Data ini dapat dikategorikan sebagai PDRB riil dengan tahun dasar 2000 dengan satuan juta rupiah. 2. Data PDRB ADHB triwulanan Provinsi Papua selama periode Data ini diolah dan dipublikasikan oleh BPS Provinsi Papua. 3. Data ekspor impor triwulanan Provinsi Papua tahun , yang peroleh dari BPS RI. Karena cakupan ekspor impor dari BPS RI hanya ekspor impor antarnegara, maka data tersebut dikombinasikan dengan data ekspor impor dari PDRB ADHK 2000 triwulanan yang dirinci menurut penggunaan. Data ini diperoleh dari BPS Provinsi Papua. Kombinasi kedua data diolah lebih lanjut untuk menghasilkan nilai ekspor riil dan impor riil dengan tahun dasar 2000 dengan satuan juta rupiah.

47 34 4. Data nilai tukar triwulanan riil diolah dari data nilai tukar nominal dikalikan indeks harga konsumen Amerika dibagi indeks harga konsumen domestik. Nilai tukar nominal diperoleh dari BI, sedangkan indeks harga konsumen domestik diperoleh dari BPS RI dan indeks harga konsumen Amerika diperoleh dari situs web 5. Data TPAK Provinsi Papua tahun Karena data TPAK yang tersedia hanya dalam bentuk tahunan, maka data tersebut diubah dalam bentuk triwulanan menggunakan metode interpolasi cubic splin Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang menggambarkan keadaan nyata dari data secara sederhana. Dalam analisis ini akan diberikan gambaran umum mengenai kondisi perekonomian, ekspor dan impor Papua sejak tahun Beberapa indikator ekonomi yang akan dijelaskan meliputi struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, perkembangan ekspor, perkembangan impor dan neraca perdagangan yang ditunjukkan melalui bantuan tabel dan grafik guna mempermudah pembaca memahami gambaran kondisi perekonomian Papua Analisis Kuantitatif Dalam analisis kuantitatif metode yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis

48 35 hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Model yang diperoleh disebut model regresi linear berganda jika variabel independen yang digunakan lebih dari satu. Dalam penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Model yang dihasilkan akan mampu menggambarkan seberapa besar pengaruh masing-masing variabel independen melalui koefisien parameternya. Persamaan regresi linier berganda adalah : (3.1) Keterangan : Y = Variabel dependen = konstanta (intercep),,,, = koefisien regresi = Variabel independen = error (kesalahan pengganggu) pada waktu t Asumsi regresi linier berganda adalah sebagai berikut : 1. E( ) = 0, untuk tiap t=1,2, n; artinya rata-rata error sama dengan nol. 2. Cov( ) = 0, untuk tiap i j; artinya tidak ada korelasi antara error yang satu dengan yang lainnya, atau disebut non autokorelasi. 3. ~ ; artinya untuk setiap error mengikuti distribusi normal dengan ratarata 0 dan varian.

49 36 4. Var ( ) = ; artinya setiap error mempunyai varian yang sama (homoskedastisitas). 5. Tidak terdapat multikolinieritas, yaitu tidak ada hubungan linier antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain Model Penelitian Dalam penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh keterbukaan perdagangan (didekati dari variabel pertumbuhan ekspor riil, pertumbuhan impor riil, pertumbuhan nilai tukar riil, pertumbuhan TPAK dan dummy krisis) terhadap pertumbuhan ekonomi (dilihat dari pertumbuhan PDRB ADHK). Model yang dihasilkan akan mampu menggambarkan seberapa besar pengaruh masing-masing variabel keterbukaan perdagangan melalui koefisien parameternya. Persamaannya adalah : (3.2) Keterangan : = konstanta (intercept) = Perubahan Y akibat perubahan = Perubahan Y akibat perubahan = Perubahan Y akibat perubahan = Perubahan Y akibat perubahan = Perubahan Y akibat perubahan

50 37 = error (kesalahan pengganggu) pada waktu t Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut : Y = PDRB ADHK triwulanan Provinsi Papua (juta rupiah). = Ekspor riil (juta rupiah). = Impor riil (juta rupiah). = Nilai tukar riil (rupiah). = TPAK (persen). = Dummy Krisis Software Analisis Data Dalam mengolah data dan menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan bantuan beberapa software. Software tersebut adalah sebagai berikut : 1. Microsoft Excel 2010 Microsoft Excel merupakan perangkat lunak buatan Microsoft Corp. Software ini digunakan dalam pembuatan tabel dan grafik serta beberapa pengolahan data. 2. Microsoft Access 2010 Microsoft Access merupakan perangkat lunak buatan Microsoft Corp. Software ini digunakan untuk mengelola dan mengolah database ekspor dan impor. 3. Eviews 6.0 Eviews merupakan program komputer yang digunakan untuk mengolah data statistik dan data ekonometri. Program Eviews dibuat oleh QMS (Quantitative

51 38 Micro Software). Software ini digunakan dalam mengolah persamaan model regresi Evaluasi Model Untuk mengetahui apakah model yang diteliti tidak mengalami penyimpangan asumsi regresi linier berganda, maka uji terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut harus dilakukan Uji Kenormalan Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi dari residual menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji normalitas adalah Jarque-Bera test. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. Hipotesis yang digunakan adalah : H 0 H 1 : Error berdistribusi normal. : Error tidak berdistribusi normal. Uji statistik ini dapat dihitung dengan rumus berikut : [ ] (3.3) dimana: n = jumlah sampel = varians

52 39 = skewness = kurtosis Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas dua. Jika hasil p-value Jarque-Bera test lebih besar dari nilai chi square pada α = 5 persen, maka tolak hipotesis nol yang berarti error tidak berdistribusi normal. Jika hasil Jarque-Bera test lebih kecil dari nilai chi square pada α = 5 persen, maka terima hipotesis nol yang berarti error berdistribusi normal Uji Autokorelasi Autokorelasi menggambarkan terdapatnya hubungan antar error. Adanya autokorelasi ini menyebabkan parameter yang akan diestimasi menjadi tidak efisien. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis uji ini adalah : H 0 H 1 : Tidak ada masalah otokorelasi. : Ada masalah otokorelasi. Jika nilai Obs* R-squared > nilai kritis maka H 0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi atau p-value < α maka H 0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas antara lain uji Breusch-Pagan-Godfrey test

53 40 dan White test. White test merupakan generalisasi dari Breusch-Pagan-Godfrey test yang juga memasukkan nilai residual yang dikuadratkan, tetapi mengeluarkan unsur-unsur yang memiliki order yang lebih tinggi. Konsekuensinya White test digunakan untuk mendeteksi bentuk-bentuk yang lebih umum dari heteroksedastisitas dibandingkan dengan Breusch-Pagan test. Hal ini menyebabkan para peneliti lebih banyak menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey test untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedatisitas. Breusch-Pagan test merupakan lagrange multiplier test untuk heteroskedastisitas. Metode ini merupakan perhitungan yang sederhana menggunakan R square (R 2 ) dari beberapa persamaan yang diregresikan. Rumus Breusch-Pagan-Godfrey test dinyatakan sebagai berikut: dimana: h = unsur yang tidak diketahui, yaitu fungsi yang diturunkan secara kontinu (tidak tergantung pada i) sehingga h(.) > 0 dan h(0) = 1. s = varian z = variabel yang mempengaruhi distrubance terms variance. Hipotesisnya adalah: H 0 : Tidak terdapat heteroskedastistas. H 1 : Terdapat heteroskedastisitas. (3.4)

54 41 Rumus paling sederhana dari Breusch-Pagan-Godfrey test dapat dihitung sebagai hasil kali antara jumlah observasi (N) dan R 2. Secara matematika dirumuskan sebagai berikut: (3.5) Breusch-Pagan test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas satu. Apabila chi square hitung lebih besar dari chi square tabel pada α = 5 persen, maka tolak hipotesis nol yang berarti terjadi heteroskedastisitas. Apabila chi square hitung lebih kecil dari chi square tabel pada α = 5 persen, maka terima hipotesis nol yang berarti tidak ada heteroskedastisitas Uji Multikolinieritas Multikolinearitas adalah adanya hubungan antar variabel independen dalam regresi. Adanya multikolinearity ini dapat dideteksi dengan: 1. Nilai R-squared (R 2 ) tinggi dan nilai F-stat yang signifikan, namun sebagian besar nilai dari t-stat tidak signifikan. 2. Tingkat korelasi yang cukup tinggi antar 2 variabel independen yakni r > 0.8. Jika hal tersebut terpenuhi maka diindikasikan terjadi masalah multikolinearitas dalam persamaan tersebut. Multikolinearitas ini terbagi menjadi 2 yakni multikolinearity sempurna apabila r = 1 dan multikolinearity tidak sempurna apabila r <1.

55 42 3. Besarnya condition number yang berkaitan dengan variabel independen bernilai lebih dari 20 atau 30. Nilai condition number dapat diperoleh dengan prosedur pemisahan matriks variabel-variabel independen Uji F Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan model. Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan. a. Hipotesis: H 0 : β 1 = β 2 =. = β i = 0; artinya variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. H 1 : Sedikitnya ada satu β i 0; artinya variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Statistik uji: (3.6) Dimana: k n = banyaknya parameter termasuk konstanta = banyaknya observasi SSR = Jumlah kuadrat regresi SSE = Jumlah kuadrat error

56 43 c. Keputusan: Jika nilai F hitung > F α; (k-1, n-k) tabel maka kita menolak H 0 yang berarti secara bersama-sama variabel independen dalam persamaan berpengaruh terhadap variabel dependen Uji t Uji t digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing variabel independen. a. Hipotesis: H 0 : β i = 0 H 1 : β i 0 b. Statistik Uji: (3.7) Dengan b i merupakan penduga β i dan SE(b i ) adalah standar error untuk b i. c. Keputusan: Jika nilai t hitung > t table (α/2,n-k) maka tolak H 0 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

57 Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar proporsi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu juga untuk mengukur seberapa baik garis regresi yang terbentuk. Koefiesien determinasi merupakan besaran nonnegatif dan bernilai antara 0 dan 1. Semakin dekat R 2 dengan nilai satu maka model dapat dikatakan tepat untuk menaksir nilai populasi, dan sebaliknya. Formula untuk menghitung koefisien determinasi adalah: (3.8)

58 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas km 2 atau 17,04 persen dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia. Pada tahun 2010, Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke merupakan kabupaten/kota terluas (56,84%) dan Kota Jayapura merupakan kabupaten/kota terkecil di Papua (0,1%). Papua di bagian utara dibatasi Samudra Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuru, sebelah barat berbatasan dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea (BPS, 2010). Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Papua sebanyak jiwa. Penduduk laki-laki Provinsi Papua sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Seks Rasio penduduk Papua adalah 113. Sedangkan Total Rasio Ketergantungan (Total Dependency Ratio) di Papua sebesar 56,37 persen, dimana Rasio Ketergantungan Usia Muda (Youth Dependency Ratio) sebesar 54,87 persen dan Rasio Ketergantungan Usia Tua (Aged Dependency Ratio) sebesar 1,50 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sekitar anak usia 0-14 tahun dan 1-2 orang lanjut usia (65 tahun keatas) (BPS, 2011).

59 46 Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun adalah 5,39 persen. Dengan luas wilayah Provinsi Papua sekitar km 2 yang didiami oleh orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Papua adalah sebanyak 9 orang per km 2. Dari sisi ketenagakerjaan, pada Agustus 2010 jumlah angkatan kerja di Papua mencapai orang. Jumlah pengangguran mencapai orang atau 3,55 persen dari total angkatan kerja. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 80,99 persen. Sektor pertanian masih mendominasi dengan total pekerja mencapai 77,85 persen, diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan dengan persentase 8,16 persen. Gini rasio pendapatan penduduk Papua pada periode menggambarkan distribusi pendapatan dengan ketimpangan sedang. Pada tahun 2008, ketimpangan pendapatan yang terjadi pada masyarakat Papua masih tergolong sedang (0,36) dan pada tahun 2009 mengalami kenaikan menjadi 0,37. Kenaikan gini rasio tersebut mengindikasikan bahwa ketimpangan pendapatan di Provinsi Papua semakin meningkat Keadaan Perekonomian Provinsi Papua Struktur Ekonomi Provinsi Papua Sumbangan sektoral dalam PDRB ADHB digunakan sebagai salah satu ukuran dalam melihat struktur perekonomian suatu wilayah dari tahun ke tahun. Jika sumbangan suatu sektor relatif besar maka sedikit gangguan dalam sektor

60 47 tersebut akan mengakibatkan masalah pada perekonomian di wilayah bersangkutan. Meskipun demikian, sektor dengan andil yang kecil tidak dapat diabaikan begitu saja karena bisa jadi sektor tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan dan dapat dijadikan sektor andalan wilayah tersebut di waktu yang akan datang. Tabel 4.1 Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan Provinsi Papua tahun (persen). LAPANGAN USAHA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) Pertanian 13,05 12,98 14,62 15,35 15,75 10,41 10,98 10,01 10,32 9,36 9,45 Pertambangan dan Penggalian 68,17 68,90 64,62 61,50 57,53 71,65 68,76 68,72 64,73 65,08 63,15 Industri Pengolahan 1,94 1,89 2,01 2,25 2,51 1,62 1,78 1,62 1,62 1,40 1,39 Listrik dan Air Bersih 0,15 0,14 0,19 0,24 0,26 0,17 0,17 0,16 0,16 0,14 0,13 Bangunan 3,48 3,36 3,74 4,14 5,02 3,53 4,11 4,66 6,01 6,62 7,81 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,70 3,78 4,44 5,13 6,00 4,02 4,44 4,44 4,87 4,44 4,41 2,52 2,62 3,01 3,88 4,72 3,44 3,88 4,05 4,52 4,31 4,35 1,91 0,89 0,96 1,01 1,25 0,83 1,08 1,48 1,77 2,15 2,08 Jasa-jasa 5,09 5,46 6,41 6,50 6,95 4,35 4,78 4,86 6,00 6,50 7,24 P D R B 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Kondisi struktur ekonomi Papua selama satu dekade ini relatif tidak berubah. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi sektor unggulan bagi perekonomian Papua, disusul oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Rata-rata kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB sebesar 65,71 persen. Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan penggalian memberikan

61 48 kontribusi sebesar 68,17 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusinya turun menjadi 63,15 persen (Tabel 4.1). Selama sebelas tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; serta listrik dan air bersih cendurung menurun. Penurunan tersebut seiring dengan meningkatnya peranan dari sektor bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Walaupun demikian, hingga akhir tahun 2010, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi kontributor terbesar terhadap perekonomian Papua dimana andilnya mencapai lebih dari 57,53 persen (Tabel 4.1). Tabel 4.2 PDRB ADHB Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang tahun (juta Rupiah). Tahun PDRB dengan Tambang PDRB Tanpa Tambang (1) (2) (3) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,56 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Keunggulan absolut Papua berupa kandungan konsentrat tembaga yang dikelola oleh P.T. Freeport Indonesia terbukti mampu mendongkrak perekonomian Papua selama sebelas tahun terakhir. Tingginya kontribusi sektor

62 49 pertambangan dan penggalian yang mencapai lebih dari setengah nilai PDRB Papua, membuat perekonomian Papua akan jatuh apabila sektor tersebut dikeluarkan (Tabel 4.2). Triliun rupiah Tahun Sektor Pertambangan dan Penggalian P D R B Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.1 Jumlah PDRB ADHB dan sektor pertambangan dan penggalian Provinsi Papua tahun (triliun Rupiah). Apabila ditelusuri lebih dalam lagi, tingginya pengaruh sektor pertambangan dan penggalian, membuat pergerakan pertumbuhan perekonomian Papua sangat dipengaruhi oleh naik-turunnya produksi sektor tersebut. Hal ini terlihat jelas, ketika tahun nilai sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi Papua juga mengikuti peningkatan tersebut (Gambar 4.1). Sektor kedua yang pertumbuhannya sangat menjanjikan adalah sektor bangunan. Kontribusi sektor ini mengalami peningkatan dari 3,48 persen pada

63 50 tahun 2000 menjadi 7,81 persen pada tahun 2010 (Tabel 4.1). Kemampuan sektor bangunan yang terus meningkat ini dikarenakan semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Papua. Selain itu, faktor tingginya biaya bahan baku bangunan juga memegang peran dalam peningkatan sektor bangunan. Sektor ketiga yang masih bertahan dan terus meningkat kontribusinya terhadap perekonomian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi. Keadaan geografis Papua yang lebih didominasi wilayah pegunungan, mengharuskan sebagian besar transportasi antar wilayah hanya dapat ditempuh lewat jalur udara. Hal ini menyebabkan biaya untuk transportasi semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya mobilitas kegiatan perekonomian antar wilayah. Dengan meningkatnya biaya transportasi maka pendapatan dalam sektor pengangkutan dan komunikasi juga ikut meningkat. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil terhadap perekonomian Papua adalah sektor listrik dan air bersih. Kecilnya pendapatan sektor ini dikarenakan masih rendahnya jumlah rumah tangga yang menikmati fasilitas listrik dan air bersih. Pada tahun 2010, jumlah rumah tangga yang menggunakan fasilitas listrik hanya sebesar 38,83 persen, sedangkan jumlah rumah tangga yang mempunyai akses air bersih hanya sebesar 20,41 persen (BPS, 2010) (Tabel 4.1) PDRB per Kapita PDRB per kapita dengan tambang selama tahun terlihat berfluktuasi dengan kecenderungan semakin menurun. Fluktuasinya nilai ini

64 51 dikarenakan produksi tambang yang berfluktuasi setiap tahunnya. Sedangkan nilai yang cenderung menurun dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahun. Rata-rata PDRB per kapita dengan tambang sebesar Rp. 9,24 juta. Nilai tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar Rp. 11,28 juta pada tahun 2001, sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2008 dengan nilai Rp. 7,23 juta (Tabel 4.3). Tabel 4.3 PDRB per Kapita ADHK Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang tahun (Rupiah). Tahun Dengan Tambang Tanpa Tambang (1) (2) (3) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,38 Rata-rata , ,92 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Berbeda dengan PDRB per kapita dengan tambang yang semakin menurun, PDRB per kapita tanpa tambang cenderung semakin meningkat selama sebelas tahun terakhir. Walaupun PDRB per kapita tanpa tambang semakin meningkat, akan tetapi jika nilainya dibandingkan dengan PDRB per kapita dengan tambang, rata-rata PDRB per kapita tanpa tambang hanya empat puluh persen dari PDRB per kapita dengan tambang. Rata-rata PDRB per kapita tanpa tambang sebesar Rp. 3,83 juta. Nilai tertinggi yang pernah dicapai sebesar

65 52 Rp. 4,67 juta pada tahun 2010, sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2001 dengan nilai sebesar Rp. 3,50 juta (Tabel 4.3) Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Dalam kurun waktu , laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sangat fluktuasi. Pada tahun laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua cenderung menurun hingga -22,53 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang meningkat signifikan sebesar 36,40 persen. Di tahun 2010, ekonomi Papua turun hingga 2,65 persen. Fluktuasinya laju pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari pengaruh sektor pertambangan dan penggalian yang berfluktuasi sepanjang sebelas tahun terakhir dan meningkatnya peranan sektor-sektor lainnya terhadap perekonomian Papua (Gambar 4.2) Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.2 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua tahun (persen).

66 53 Jika dilihat menurut lapangan usaha, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan adalah sektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat selama satu dekade terakhir. Meskipun hanya tumbuh 2,91 persen di tahun 2002, namun sektor tersebut terus mengalami pertumbuhan positif hingga 6,40 persen di tahun Sektor jasa-jasa; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang selalu mengalami pertumbuhan positif. Sedangkan Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Tabel 4.4). Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua tahun (persen). LAPANGAN USAHA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Pertanian 9,31 6,84 4,82-0,62 4,82 5,20 1,36 4,69 3,79 6,19 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih 10,68 3,80-3,47-36,26 61,74-31,38 0,57-13,42 34,08-17,58 6,26 4,97 5,87 3,21 3,64 6,79-1,16 1,81 6,22 8,34 4,64 5,93 9,38 7,41 8,01 8,74 5,98 3,85 5,79 6,00 Bangunan 4,85 10,45 7,64 8,85 7,54 12,16 16,05 19,35 17,93 16,38 Perdagangan, Hotel dan 7,32 9,77 8,87 8,06 8,20 9,63 9,69 10,86 11,57 10,49 Restoran Pengangkutan dan Komunikasi 9,26 13,33 19,68 13,97 13,74 13,76 15,48 14,85 14,31 13,71 Keuangan, Persewaan dan -49,64 2,91 5,01 17,03 7,66 25,25 46,49 16,69 44,53 6,40 Jasa Perusahaan Jasa-jasa 10,60 8,71 2,67 3,62 1,80 8,76 9,58 19,31 21,99 20,82 P D R B 8,89 5,15-0,28-22,53 36,40-17,14 4,34-1,40 22,74-2,65 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

67 Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Papua Dalam periode tahun , rata-rata ekspor riil Papua adalah sebesar Rp. 14,31 triliun per tahun yang terdiri atas Rp. 10,03 triliun (70,09%) ekspor ke luar negeri dan Rp. 4,28 triliun (29,91%) ekspor antarprovinsi. Meskipun secara nominal ekspor tahun 2003 jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun berikutnya, namun secara riil ekspor luar negeri di tahun 2003 adalah yang tertinggi yakni mencapai Rp. 12,72 triliun (Tabel 4.5). Tingginya nilai ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang utamanya digerakkan oleh memulihnya sektor industri, membaiknya konsumsi masyarakat, dan menguatnya investasi. Tabel 4.5 Nilai Ekspor Riil dan Impor Riil Luar Negeri dan Antarprovinsi Provinsi Papua Tahun (triliun Rupiah). Tahun Luar Negeri Total Luar Negeri Ekspor Riil Antarprovinsi Impor Riil Antarprovinsi Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,57 3,72 14,28 4,98 4,19 9, ,19 4,33 14,52 5,04 4,48 9, ,40 4,02 15,42 4,26 4,98 9, ,72 4,74 17,45 4,53 5,47 10, ,82 5,71 13,53 4,12 5,99 10, ,13 5,10 15,23 4,73 6,69 11, ,77 5,03 15,81 6,54 7,47 14, ,16 5,05 14,21 5,23 7,81 13, ,88 5,16 13,04 6,33 8,93 15, ,84 2,28 13,12 3,87 10,33 14, ,87 1,98 10,85 4,90 10,93 15,83 Rata-rata 10,03 4,28 14,31 4,96 7,03 11,98 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi di tahun 2003 berpengaruh pada meningkatnya volume dan harga komoditi perdagangan dunia, termasuk

68 55 meningkatnya permintaan negara-negara di dunia terhadap produk ekspor unggulan Papua, konsentrat tembaga. Pada tahun-tahun berikutnya ekspor riil Papua menunjukkan pergerakan yang fluktuatif akibat dari naik-turunnya volume ekspor konsentrat tembaga yang memberikan kontribusi lebih dari 90 persen terhadap total ekspor Papua. Pada tahun 2008, ekspor riil Papua turun cukup signifikan sebagai dampak dari krisis finansial global yang mengguncang sebagian besar negara-negara di dunia. Krisis tersebut memaksa banyak negara untuk mengurangi permintaan mereka terhadap produk dari negara lain (impor) guna menjaga stabilitas ekonomi dalam negerinya. Mulai pulihnya perekonomian dunia di tahun 2009 memberikan efek positif terhadap ekspor riil Papua ke luar negeri yang meningkat 37,65 persen. Namun, kenaikan ekspor riil luar negeri Papua di tahun 2009 tidak diikuti oleh ekspor riil antarprovinsi yang justru turun menjadi Rp. 2,28 triliun (Tabel 4.5). Rata-rata impor riil Papua periode sebesar Rp. 11,98 triliun dimana 41,37 persen (Rp. 4,96 triliun) merupakan impor luar negeri dan 58,63 persen lainnya (Rp. 7,03 triliun) adalah impor antarprovinsi. Impor riil luar negeri Papua selama sebelas tahun terakhir relatif stabil. Walaupun pada tahun 2006 dan 2008 sempat mengalami kenaikan sebesar 31,15 persen dan 26,99 persen dibandingkan tahun 2000, tetapi apabila kita lihat impor luar negeri tahun 2010 relatif tidak berubah dibandingkan tahun 2000 (Tabel 4.5). Sedangkan impor riil antarprovinsi cenderung semakin meningkat selama sebelas tahun terakhir ini. Peningkatan ini disebabkan karena semakin banyaknya

69 56 barang-barang kebutuhan sehari-hari yang harus didatangkan dari luar Papua sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi di Papua. Hingga akhir tahun 2010, impor riil antarprovinsi sebesar Rp. 10,93 triliun (Tabel 4.5) Perkembangan Ekspor Luar Negeri Provinsi Papua Nilai Ekspor (juta US$) HS26 HS44 HS03 Lainnya Tahun Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.3 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Golongan Barang Provinsi Papua tahun (dalam juta US$). Komoditi ekspor andalan Papua adalah bijih tembaga & konsentrat (HS26) yang andilnya mencapai lebih dari 90 persen terhadap total ekspor luar negeri Papua tiap tahunnya. Komoditi ekspor luar negeri Papua lainnya antara lain golongan kayu & barang dari kayu (HS44) berupa kayu lapis dan kayu serpih; serta golongan ikan & hewan air lainnya (HS03) berupa ikan hias, kepiting, kerapu, dan beragam ikan laut beku lainnya. Meskipun kontribusinya terhadap

70 57 ekspor luar negeri Papua jauh lebih kecil dibandingkan konsentrat tembaga, namun nilai ekspor luar negeri kedua golongan tersebut secara umum terus mengalami peningkatan (Gambar 4.3). Nilai Ekspor (juta US$) 6, , , , , Jepang (JP) Spanyol (ES) Korea (KR) India (IN) China (CN) Philipina (PH) Lainnya 1, Tahun Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.4 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Provinsi Papua tahun (dalam juta US$). Jepang dan Spanyol merupakan pangsa ekspor luar negeri utama Papua dimana komoditi yang diekspor kedua negara tersebut seluruhnya berupa konsentrat tembaga. Secara umum ekspor luar negeri Papua ke seluruh negara tujuan mengalami tekanan di tahun 2004 dan 2008 sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia dan krisis finansial global. Ekspor ke India dan Korea Selatan terus meningkat yang mendorong naiknya andil ekspor ke dua negara Asia tersebut. Pada periode , nilai ekspor ke negara lainnya cukup besar, namun setelah 2006 nilainya merosot. Hai ini disebabkan adanya ekspor

71 58 konsentrat tembaga ke Singapura pada tahun , namun setelah itu ekspor ke Singapura hanya berupa golongan ikan saja (Gambar 4.4) Perkembangan Impor Luar Negeri Provinsi Papua Nilai Impor (juta US$) 1, , , HS84 HS27 HS87 HS73 HS40 HS85 Lainnya Tahun Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.5 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Golongan HS 2-digit Provinsi Papua Tahun (dalam juta US$). Sebelum tahun 2008, golongan mesin-mesin/pesawat mekanik (HS84) selalu memberikan andil terbesar terhadap total impor Papua. Akan tetapi pada tahun , golongan bahan bakar mineral (HS27) yang didominasi oleh impor bahan bakar diesel (solar) yang didatangkan dari Singapura menduduki peringkat tertinggi dengan kontribusi sebesar 18,52 persen pada tahun 2009 dan 22,84 persen pada tahun Pada tahun 2010, andil HS84 mencapai 20,77 persen. Golongan barang dengan andil yang cukup besar antara lain barang dari

72 59 besi atau baja (HS73); kendaraan, suku cadang, dan aksesorisnya (HS87); karet dan barang dari karet (HS40); serta mesin/peralatan listrik (HS85) (Gambar 4.5). Nilai Impor (juta US$) Singapura Australia Amerika Serikat Malaysia Filipina Jepang Cina Kanada Lainnya Tahun Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.6 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Negara Asal Provinsi Papua Tahun (dalam juta US$). Pangsa impor luar negeri utama Papua selama kurun adalah Singapura, Australia, dan Amerika Serikat. Tingginya impor dari Singapura dipicu oleh impor bahan bakar diesel yang seluruhnya berasal dari Singapura. Sementara impor dari Australia dan Amerika Serikat didominasi oleh impor pesawat mekanik, kendaraan, dan produk besi baja. Negara asal impor luar negeri lainnya yang cukup tinggi yaitu dari Jepang, Malaysia, Filipina, Cina dan Kanada (Gambar 4.6).

73 Neraca Perdagangan Provinsi Papua Rata-rata neraca perdagangan riil luar negeri Papua per tahun periode adalah senilai Rp. 5,07 triliun. Ekspor bersih riil luar negeri selama satu dekade tersebut selalu mengalami surplus akibat adanya ekspor konsentrat tembaga yang memang hanya diekspor ke luar negeri. Kebutuhan masyarakat Papua sebagian besar didatangkan dari luar Papua, terutama berasal dari Pulau Jawa. Namun minimnya produk Papua yang diekspor ke provinsi lainnya 2010, dimana rata-rata per tahunnya terjadi minus Rp. 2,74 triliun (Tabel 4.6). Tabel 4.6 Neraca Perdagangan Riil dan Nominal Provinsi Papua Tahun (triliun Rupiah). Tahun menyebabkan neraca perdagangan riil antarprovinsi mengalami defisit pada Neraca Perdagangan Riil Luar Antarprovinsi Total Negeri Neraca Perdagangan Nominal Luar Antarprovinsi Total Negeri (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,58-0,48 5,11 5,58-0,48 5, ,15-0,15 5,00 6,26 0,18 6, ,14-0,96 6,18 7,59-1,95 5, ,19-0,73 7,45 8,04-3,05 4, ,70-0,29 3,41 3,89-3,30 0, ,40-1,60 3,80 14,43-4,17 10, ,24-2,44 1,80 20,42-2,94 17, ,92-2,75 1,17 19,79-4,19 15, ,55-3,77-2,22 12,19-0,16 12, ,97-8,05-1,08 31,62-8,92 22, ,97-8,95-4,98 32,77-16,50 16,27 Rata-rata 5,07-2,74 2,33 14,78-4,13 10,64 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Meskipun secara nominal neraca perdagangan luar negeri Papua meningkat, namun secara riil nilainya justru menunjukkan kecenderungan

74 61 menurun. Menurunnya neraca perdagangan secara riil tersebut dikarenakan semakin tingginya impor antarprovinsi yang didominasi oleh impor bahan kebutuhan sehari-hari. Secara nominal, peningkatan neraca perdagangan terjadi pada tahun 2005, 2006 dan puncaknya pada tahun 2009 dengan nilai surplus sebesar Rp. 22,7 triliun (Gambar 4.7). Apabila dihitung rata-rata kenaikan tiap tahunnya mencapai Rp. 1,12 triliun. Sedangkan secara riil, hanya pada tahun 2002 dan 2003 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, neraca perdagangan secara riil surplus sebesar Rp. 5,11 triliun, sedangkan pada akhir tahun 2010 neraca perdagangan secara riil mengalami defisit sebesar Rp. 4,98 triliun. Apabila dihitung penurunan tiap tahunnya mencapai Rp. 1 triliun (Tabel 4.6). (triliun rupiah) (5.00) (10.00) Ekspor Bersih Riil Tahun Ekspor Bersih Nominal Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), Gambar 4.7 Perbandingan Ekspor Bersih Riil dan Nominal Provinsi Papua Tahun (dalam triliun rupiah).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Asumsi Pengujian asumsi dilalukan untuk memastikan bahwa model yang dipilih telah memenuhi asumsi yang telah ditentukan. Ada empat tahapan pengujian asumsi yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN 1993-2013 JURNAL PUBLIKASI OLEH : Nama : Futikha Kautsariyatun Rahmi Nomor Mahasiswa : 12313269 Jurusan : Ilmu Ekonomi FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan modal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah satunya didapat dari ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA Halaman Tulisan Jurnal ( Judul dan Abstraksi ) ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA Oleh : Candra Mustika,SE,Msi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Indonesia memiliki perekonomian yang masih rapuh dan tidak konstan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Permintaan Menurut Sugiarto (2002), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pertumbuhan ekonomi bukanlah merupakan persoalan baru. namun merupakan masalah makroekonomi yang bersifat jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pertumbuhan ekonomi bukanlah merupakan persoalan baru. namun merupakan masalah makroekonomi yang bersifat jangka panjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pertumbuhan ekonomi bukanlah merupakan persoalan baru namun merupakan masalah makroekonomi yang bersifat jangka panjang. Perekonomian yang tumbuh dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini disebabkan oleh potensi sumber daya yang dimiliki daerah berbeda-beda. Todaro dan Smith (2012: 71)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara berusaha memenuhi kebutuhannya baik barang dan jasa, atinya akan ada kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara terutama negara berkembang seperti Indonesia agar dapat berdiri sejajar dengan negara maju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya masalah ekonomi itu adalah tentang bagaimana manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya masalah ekonomi itu adalah tentang bagaimana manusia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada dasarnya masalah ekonomi itu adalah tentang bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan kemampuan atau sumber daya yang terbatas.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

EKONOMI INTERNASIONAL

EKONOMI INTERNASIONAL URAIAN MATERI ampir H EKONOMI INTERNASIONAL tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak melakukan hubungan perdagangan internasional. Hubungan ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, investasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara negara di dunia bertujuan mensejahterakan penduduknya, begitu juga di Indonesia pemerintah telah berusaha maksimal agar dapat mensejahterakan penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, walaupun disadari bahwa proses pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya, pertumbuhan ekonomi dapat dirangsang oleh perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin pertumbuhan, pertumbuhan dipimpin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi membuat perekonomian di berbagai negara menjadi terbuka. Keluar masuknya barang atau jasa lintas negara menjadi semakin mudah dan hampir tidak ada

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF Wahono Diphayana 1. MERKANTILISME a. Pandangan Merkantilisme Mengenai PI Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang mendasari penelitian ini dan juga studi yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain yang terkait dengan penelitian ini. Teori ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan pertumbuhan, mendapat perhatian besar dari negara-negara maju pada umumnya dan negara-negara berkembang

Lebih terperinci

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL I. TEORI PRA KLASIK MERKANTILISME MERKANTILISME ADALAH SUATU ALIRAN EKONOMI YANG TUMBUH DAN BERKEMBANG PESAT PADA ABAD XVI XVIII DI EROPA BARAT. IDE POKOK MERKATILISME ADALAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu negara dan menjadi sasaran utama pembangunan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang diinginkan dapat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijabarkan beberapa teori yang menjadi landasan analisis penulis mengenai hubungan kedua variabel utama, yaitu Foreign Direct Investment (FDI) dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci