BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. mengemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. mengemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Bab ini terdiri dari empat komponen yaitu kajian pustaka yang mengemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Kedua, berupa kajian terhadap teori yang ada, dimana teori dapat digunakan dalam memecahkan permasalahan. Ketiga, berupa konsep yang mengemukakan acuan-acuan, dan keempat berupa kerangka pikir yang menjabarkan keseluruhan pelaksanaan penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu tahapan penelitian yang dilakukan dengan mengkaji penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Penelitian yang pertama adalah tesis dari Hariyanti (2008), yang berjudul Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang. Seiring dengan perkembangan Kawasan Bundaran Simpang Lima sebagai central business district (CBD) tanpa didukung dengan ketersediaan lahan yang mencukupi, berdampak pada bermunculannya sektor informal yang memanfaatkan lokasi-lokasi publik (trotoar dan Lapangan Pancasila, yang merupakan ruang terbuka publik kota). Hal ini berdampak pada berkurangnya luasan ruang terbuka publik dan kenyamanan pejalan kaki akibat pemanfaatan ruang trotoar dan Lapangan Pancasila sebagai ruang aktivitas informal, serta adanya disintegrasi spasial antara sektor formal dan informal. Dilakukan kajian mengenai kecenderungan pemanfaatan ruang terbuka publik Kawasan Bundaran 6

2 7 Simpang Lima untuk mengetahui pola pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan sebagai dasar dalam arahan pengembangan ruang-ruang terbuka publik kawasan. Berdasarkan analisis pola pemanfaatan ruang dan aktivitas pada ruang terbuka publik kawasan, dapat diketahui bahwa pemanfaatan Lapangan Pancasila oleh aktivitas politik, peribadatan massal, olah raga, serta rekreasi dan hiburan berlangsung mengelompok berdasarkan aktivitasnya. Pada tesis ini memiliki persamaan bagaimana terjadi suboptimalisasi fungsi pada Kawasan Bundaran Simpang Lima akibat dari adanya aktivitas ekonomi. Adanya fenomena pergeseran fungsi pada kawasan ruang terbuka dengan Kawasan Bundaran Simpang Lima sebagai lokasi penelitian. Namun tesis ini memiliki tujuan yang berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan karena pada tesis ini adalah untuk mengetahui pola pemanfaatan ruang terbuka publik sebagai arah pengembangan. Pada tesis yang dilakukan oleh Wibowo (2004) mengenai Pengaruh Pergerakan terhadap Kualitas Ruang Publik Studi Kasus Kawasan Alun-Alun Kota Tegal memiliki tujuan untuk menganalisis pengaruh pergerakan yang menyebabkan turunnya kualitas ruang publik. Pada tesis ini memiliki persamaan dalam melihat suboptomalisasi fungsi ruang publik. Perbedaannya adalah pada tesis ini dilihat dari faktor pergerakan, bukan melalui aktivitas ekonomi seperti pada penelitian yang akan dilakukan. Penelitian selanjutnya adalah tesis dari Rachmawati (2004) yang melakukan penelitian dengan judul Kajian Kecenderungan Ruang Publik Simpang Lima Kota Semarang Berkembang Sebagai Kawasan Rekreasi Belanja. Tesis ini bertujuan untuk mengkaji kecenderungan perkembangan Kawasan

3 8 Ruang Publik Simpang Lima sebagai kawasan wisata belanja. Tesis ini memiliki persamaan bagaimana pengaruh aktivitas ekonomi pada sebuah kawasan ruang publik. Perbedaannya adalah pada tesis ini lebih difokuskan pada alih fungsi lahan yang terjadi di Kawasan Ruang Publik Simpang Lima akibat dari aktivitas ekonomi tersebut. Berdasarkan kajian pustaka, sampai saat ini belum dijumpai penelitian yang meneliti Aktivitas Ekonomi dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Aktif di Kota Denpasar. Namun disamping untuk menunjukkan keoriginalitasan penelitian, tujuan kajian pustaka juga bertujuan untuk membantu mengkaji sejarah permasalahan, membantu pemilihan prosedur penelitian, mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan, serta mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu.

4 9 Tabel 2.1 Penelitian Terkait Data Penelitian 1 Penelitian 2 Penelitian 3 Nama Dini Tri Hariyanti Erlangga Mukti Kiki Rachmawati Wibowo Judul Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang Pengaruh Pergerakan Terhadap Kualitas Ruang Publik Studi Kasus Kawasan Alun- Alun Kota Tegal Kajian Kecenderungan Ruang Publik Simpang Lima Kota Semarang Berkembang sebagai Kawasan Rekreasi Belanja Tahun Masalah Suboptimalisasi fungsi pada kawasan bundaran simpang lima Semarang Adanya pengaruh antara pergerakan dengan penurunan kualitas ruang publik Aktivitas ekonomi mempengaruhi pemanfaatan ruang kawasan Lokasi Kota Semarang Kota Tegal Kota Semarang Hasil Kajian pola pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan sebagai dasar dalam arahan pengembangan ruangruang terbuka publik kawasan Membuktikan pengaruh pergerakan terhadap penurunan kualitas ruang publik Adanya alih fungsi lahan pada kawasan akibat dari perkembangan aktivitas ekonomi. Berdasarkan kajian pustaka tersebut, dapat dijadikan acuan bagaimana dampak aktivitas ekonomi terhadap kualitas ruang terbuka hijau. Aktivitas ekonomi yang biasa muncul pada area ruang terbuka salah satunya adalah aktivitas pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya berkeliling area ruang terbuka hijau. Hal ini memberi dampak terhadap kualitas dilihat dari aspek fisik dan non fisik seperti timbulnya sampah dan kenyamanan pengguna yang bisa terganggu.

5 Konsep Tujuan dari dirumuskannya konsep adalah untuk mendapatkan persamaan persepsi dan konteks penelitian. Istilah-istilah yang muncul dalam judul akan dideskripsikan agar mendapatkan satu bentuk pemahaman yang utuh terhadap penelitian yang akan dilakukan. Konsep dari penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana dampak dari aktivitas ekonomi terhadap kualitas dari RTH di Kota Denpasar. Untuk memudahkan pemahaman, maka pemahaman terhadap judul penelitian ini akan dibahas menjadi 3 bagian, yaitu pemahaman mengenai Aktivitas Ekonomi, Dampak dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Aktif Aktivitas Ekonomi Pelaku ekonomi dalam beraktivitas biasanya memilih lokasi pada tempattempat yang strategis di sebagian besar wilayah kota. Pelaku ekonomi akan berusaha agar barang atau jasa yang dijual terlihat oleh pembeli. Lokasi-lokasi yang strategis dan menguntungkan di pusat kota atau di suatu lokasi yang merupakan lokasi aktivitas masyarakat menjadi pilihan utama. Dapat dijumpai kehadiran pelaku aktivitas ekonomi di sekitar lokasi aktivitas perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya. Dalam teori lokasi juga disebutkan bahwa bagi pedagang terdapat kecenderungan untuk berorientasi kepada konsentrasi konsumen dalam menentukan lokasi tempat usaha (Djojodipuro, 1992). Aktivitas ekonomi yang dimaksud pada penelitian ini adalah aktivitas pelaku ekonomi yang memiliki kecenderungan berada di wilayah penelitian, yaitu

6 11 pedagang eceran kecil/non formal. Perdagangan eceran kecil terdiri atas eceran kecil yang berpangkalan dan pedagang eceran kecil tidak berpangkalan (Kotler dan Keller, 2004). Aktivitas ekonomi yang ada pada kawasan memberi dampak terhadap kualitas ruang terbuka hijau baik secara fisik maupun non fisik Dampak Dampak adalah sesuatu yang muncul setelah adanya suatu kejadian (Badudu, 1994 dalam Budiarsa, 2011). Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik akibat negatif maupun positif (KBBI dalam Budiarsa, 2011). Dalam melihat dan menjelaskan bahwa suatu dampak telah berpengaruh pada suatu kawasan, maka harus mempunyai bahan perbandingan sebagai bahan acuan. Salah satu bahan yang dapat menjadi acuan adalah keadaan sebelum terjadi perubahan. Ada dua batasan penting dalam menganalisis terjadinya dampak, yaitu dampak suatu aktivitas terhadap lingkungan adalah perbedaan antara aspek lingkungan sebelum aktivitas terjadi dengan aspek lingkungan setelah adanya aktivitas tersebut, dampak aktivitas terhadap lingkungan adalah perbedaan antara aspek lingkungan tanpa adanya aktivitas dengan aspek lingkungan yang diperkirakan terjadi setelah adanya aktivitas (Soemarwoto, 2001). Pada penelitian ini yang dimaksud dampak adalah bagaimana aktivitas ekonomi dapat memberi dampak baik secara fisik maupun non fisik terhadap ruang terbuka hijau aktif di Kota Denpasar.

7 Kualitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Aktif Secara umum ruang terbuka aktif dapat didefinisikan merupakan suatu ruang terbuka yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya yang dapat diakses sekumpulan orang-orang tak terbatas siapa saja. Ruang terbuka aktif yang dimaksud dalam judul adalah ruang terbuka yang memiliki aktifitas di dalamnya yang dapat digunakan oleh semua masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Ruang terbuka hijau aktif diantaranya adalah taman kota dan lapangan rekreasi yang meliputi berbagai aktifitas di dalamnya seperti olahraga dan tempat rekreasi (Permen PU, 2008). RTH ADA AKTIFITAS DI DALAMNYA LAPANGAN REKREASI RTH AKTIF TAMAN KOTA Diagram 2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau Aktif Pemahaman tentang kualitas fungsi ruang publik mempunyai penekanan pada aspek pemenuhan kebutuhan yang menyangkut kenyamanan dan kepuasan pengguna yang mempunyai berbagai macam kepentingan dan latar belakang. Pemenuhan terhadap kebutuhan membawa implikasi terhadap terpenuhinya ruang sebagai wadah aktivitas pengguna sesuai dengan fungsinya. Pemenuhan terhadap

8 13 hak membawa implikasi terhadap kebebasan beraktivitas. Indikator yang harus dipunyai oleh sebuah ruang publik, agar dapat memenuhi persyaratan yang berkualitas dapat ditinjau dari dua pokok aspek yaitu aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik adalah ukuran, kelengkapan sarana elemen pendukung, desain, dan kondisi. Aspek non fisik adalah responsif, demokratis, meaningful dan accessible (Carr, 1992). Konsep pada penelitian ini yang berjudul Aktivitas Ekonomi dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Aktif di Kota Denpasar ini adalah melihat bagaimana adanya fenomena dampak dari pemanfaatan ruang untuk aktivitas ekonomi yang terjadi pada ruang terbuka hijau aktif di Kota Denpasar sehingga berpengaruh bagi kualitas RTH baik secara fisik maupun non fisik. Aktivitas ekonomi merupakan pemanfaatan ruang pedagang eceran baik yang berpangkalan maupun tidak berpangkalan sehingga berdampak terhadap kualitas ruang terbuka hijau aktif. Kualitas ruang terbuka hijau aktif dilihat dari aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik yaitu ukuran, kelengkapan sarana elemen pendukung, desain, dan kondisi. Aspek non fisik yaitu responsif, demokratis, meaningful dan accessible. AKTIVITAS EKONOMI DAMPAK TERHADAP KUALITAS FUNGSI RTH KUALITAS FISIK KUALITAS NON FISIK Diagram 2.2 Dampak Aktivitas Ekonomi Terhadap Kualitas RTH

9 Landasan Teori Pada landasan teori ini merupakan pemaparan teori yang ada untuk dijadikan acuan dalam menganalisis permasalahan penelitian. Teori yang digunakan adalah pengertian pedagang eceran, ruang publik, kualitas ruang publik, dan ruang terbuka hijau Aktivitas Ekonomi di Kawasan RTH Aktivitas ekonomi merupakan sebuah kegiatan manusia yang dilakukan untuk mendapatkan keingiananya dengan bekerja, memperkerjakan atau menjadi kedua-duanya. Perkembangan kota secara pesat (rapid urban growth) yang tidak disertai dengan pertumbuhan kesempatan pekerjaan yang memadai mengakibatkan kota-kota menghadapi berbagai ragam problem sosial yang sangat pelik (Alisjahbana, 2003). Tumbuh suburnya sektor ekonomi informal adalah jawaban dari kondisi tersebut. Bentuk sektor ekonomi informal yang menonjol dan sering ditemui di perkotaan salah satunya adalah pedagang eceran. Keberadaan pedagang eceran merupakan suatu realita saat ini, bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya geliat perekonomian di suatu kota. Hak masyarakat untuk mendapatkan rejeki yang halal di tengah sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapan tentunya tidak bisa dikesampingkan. Pedagang eceran sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri yang mempunyai keahlian yang relatif minim. Keberadaan sektor

10 15 informal seperti pedagang eceran memiliki peran penting sebagai penyangga distorsi sistem ekonomi (Alisjahbana, 2003). Selain kenyataan bahwa sektor informal seperti pedagang eceran bisa menjadi penyangga distorsi sistem ekonomi perkotaan, pedagang eceran juga menjadi salah satu penyebab persoalan penataan ruang perkotaan. Lokasi pedagang eceran selalu memusat pada pusat-pusat kota dimana kegiatan perekonomian kota berpusat dan pada ruang-ruang publik seperti taman kota, atau di atas ruang publik lainnya (Nurmandi, 2006). Bisnis ritel secara umum bisa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu perdagangan eceran besar dan perdagangan eceran kecil (Kotler dan Keller, 2004). Perdagangan eceran kecil yang pada umumnya melakukan aktivitas di ruang-ruang publik terdiri atas eceran kecil yang berpangkalan dan pedagang eceran kecil tidak berpangkalan. Pedagang yang berpangkalan dapat berupa menetap di suatu tempat (seperti kios, depot dan warung), tidak tetap (seperti kaki lima, pasar sore, pasar mambo) dan menggunakan bantuan alat (seperti roda dorong, pedati, alat pikul). Klasifikasi bisnis ritel tersebut bisa dilihat pada diagram 2.3 berikut:

11 16 Pedagang Eceran Eceran Besar - Special Store - Department Store - Supermarket - Discount House - Hypermarket - General store Berpangkalan Eceran Kecil Tidak Berpangkalan Tetap - Kios - Depot - Warung Tidak Tetap - Kaki Lima - Pasar Sore - Pasar Mambo Pakai Alat - Roda Dorong - Pedati - Alat Pikul Diagram 2.3 Klasifikasi Pedagang Eceran Sumber : Kotler, Ruang Publik (Public Space) Pada ruang publik (public space) ini akan dijelaskan bagaimana pengertian dan fungsi dari ruang publik bagi wilayah perkotaan Pengertian Ruang Publik Ruang publik dapat diartikan sebagai suatu ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritual dalam suatu ikatan komunitas, baik dalam kehidupan rutin sehari-hari maupun dalam perayaan berkala. Ruang publik dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, untuk kegiatan jual beli, untuk bertaman dan juga untuk berolahraga. Ruang publik juga dapat digunakan untuk beraktivitas secara bersama-sama dalam rangka pertemuan seperti demonstrasi, kampanye, bahkan upacara resmi. Sesuai dengan namanya maka suatu ruang publik harus terbuka terhadap setiap orang (Carr, 1992).

12 17 Ruang publik dapat memberi peranan karakter kotanya, pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya. Secara langsung nilai komersial yang ditawarkan tidak begitu menjanjikan bagi investor karena pangsa pasar yang sebagian besar terdiri dari masyarakat berpenghasilan rendah (Ahmad, 2002). Ruang publik merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari pengguna suatu lingkungan baik secara individu maupun kelompok. Batasan pola ruang publik adalah bentuk dasar dari ruang terbuka di luar bangunan, dapat digunakan oleh publik, memberi kesempatan untuk bermacammacam kegiatan. Ruang publik dapat terbentuk dari kumpulan bangunan yang mengitari open space. Bangunan sebagai pendukung fasilitas dan sekaligus sebagai pelindung terhadap kondisi luar dan dapat menciptakan courtyard. Ruang publik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya elemen pembentuk ruang, keterkaitan dengan sistem linkage yang ada, aktivitas utama di ruang publik, faktor kenyamanan, dan faktor keterkaitan antara private domain dan public domain (Hakim, 2003 dalam Wibowo, 2004) Fungsi Ruang Publik Terkait dengan peran masyarakatnya dan pembentuk karakter kotanya, fungsi-fungsi ruang publik yaitu (Carr, 1992) pertama sebagai pusat interaksi, komunikasi masyarakat baik formal seperti upacara-upacara bendera, dan peringatan lain; informal seperti pertemuan-pertemuan individu kelompok masyarakat dalam acara santai dan rekreatif atau demonstrasi dalam menyampaikan aspirasi atau protes. Kedua sebagai ruang terbuka yang

13 18 menampung koridor-koridor jalan yang menuju kearah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang fungsi bangunan disekitarnya serta ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah kearah tujuan lain. Ketiga sebagai paru-paru kota akibat perkembangan penduduk kota yang semakin padat, sehingga masyarakat banyak yang memanfaatkan sebagai tempat olahraga, bermain, dan bersantai bersama keluarga. Sebuah kota menjadi daya tarik yang besar karena dituntut untuk menyediakan kemudahan fasilitas pelayanan yang dapat merangsang dan memberikan tantangan bagi kaum intelektual, serta memberikan peluang pada lapangan pekerjaan. Dalam menciptakan kebutuhan fasilitas kota yang tepat bagi penghuninya, perlu dikaji kebutuhan dasar yang diinginkan oleh penghuni kota itu sendiri. Ruang terbuka publik kota yang baik, harus dapat mewadahi semua kegiatan dan kepentingan pengguna masyarakat kota tersebut, tidak terkecuali bagi para penyandang cacat. Namun untuk tingkatan negara berkembang, ruang publik kota yang dapat mengakomodasi semua pengguna dari berbagai umur sudah dirasa mencukupi. Kebutuhan warga kota pada ruang publik diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang menunjang segala aktivitas warga kotanya, seperti kebutuhan kesan perspektif dan vista pada pemandangan kota. Hal ini diperlukan terutama di kawasan padat. Manusia dalam memandang memerlukan jarak pandang sehingga dapat menikmati pemandangannya. Kebutuhan rekreasi dan berkomunikasi. Pusat kota merupakan akumulasi berbagai kegiatan.

14 19 Kesibukan yang timbul membutuhkan tempat rekreasi ketika waktu istirahat maupun pada hari-hari libur (Hakim, 2003 dalam Wibowo, 2004) Kualitas Ruang Publik (Public Space) Pada kualitas ruang publik (public space) akan dijelaskan mengenai pengertian kualistas ruang publik beserta tolak ukurnya Pengertian Kualitas Ruang Publik Ukuran yang menentukan kualitas ruang publik adalah tatanan aktivitas orang atau pengguna ruang yang ada disitu dan bagaimana berhubungan dengan elemen-elemen pembentuk tatanan fisik kawasan (Gavin, 1997 dalam Hariyanti, 2008). Pengertian ruang bukan sekedar space tetapi merupakan place karena terjadi integrasi antara pengguna dengan ruang yang mewadahinya dan sekaligus merupakan ruang yang mempunyai karakter yang jelas. Perubahan dalam satu aspek akan membawa konsekuensi terhadap aspek lain. Perubahan tidak dapat dihentikan, namun perlu diakomodasi dengan baik agar tidak merusak lingkungan dengan identitas yang telah ada yang dibentuk oleh tatanan aktivitas atau tatanan fisik spatial. Hal yang perlu diobservasi dari aktivitas atau fungsi adalah cara-cara pengguna memanfaatkan tempat yang ada. Makna/jiwa tempat terkait dengan pengalaman visual ketika orang berada di suatu tempat sehingga terbentuk visual image tentang tempat tersebut. Jiwa suatu tempat tidak hanya terbentuk oleh tatanan fisik semata, namun juga oleh tatanan fungsi yang terjadi dan bagaimana terjadi dialog di antara keduanya (Lynch, 1960 dalam Prihastoto, 2003). Dari gambaran tersebut dapat

15 20 dicermati bahwa pengertian kualitas suatu tempat membawa penekanan terhadap terwujudnya kelayakan 3 aspek utama yaitu fisik, fungsi, dan makna. Pengertian ruang publik berkualitas mencakup juga makna dari keberadan ruang publik tersebut dalam konteks yang berkelanjutan yaitu memenuhi kelayakan terhadap kriteria: kualitas fungsional, kualitas visual, dan lingkungan (fisik dan non fisik). Pada dasarnya ketiga kriteria tersebut membawa penekanan juga terhadap aspek-aspek fungsi atau aktivitas dan aspek non fisik (Darmawan, 2003 dalam Prihastoto, 2003). Hubungan antar ruang secara fisik dan fungsional dapat merupakan tatanan yang menarik. Kualitas tempat akan mendorong vitalitas sebuah tempat akan menarik untuk didatangi dan dikunjungi. Kualitas ruang publik akan terkait dengan beberapa aspek yaitu equity and acces (persamaan dan pencapaian). Hal ini dimaksudkan adanya persamaan dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam ruang publik dan kemudahan akses di dalamnya. Variety (keberagaman) sebagai suatu keberagaman terhadap pengguna publik, sedangkan vitality (keberartian) menunjukkan keberagaman pengguna dan aktivitas yang dapat tertampung dalam ruang publik (Lynch, 1960 dalam Prihastoto, 2003). Pemahaman tentang kualitas ruang publik mempunyai penekanan pada aspek pemenuhan kebutuhan yang menyangkut kenyamanan dan kepuasan pengguna yang mempunyai berbagai macam kepentingan dan latar belakang. Pemenuhan terhadap kebutuhan membawa implikasi terhadap terpenuhinya ruang sebagai wadah aktivitas pengguna sesuai dengan fungsinya dan tersedianya fasilitas lingkungan fisik. Pemenuhan terhadap hak membawa implikasi terhadap

16 21 kebebasan beraktivitas (Carr, 1992). Dengan demikian pengertian kualitas ruang publik tetap bermuara kepada tiga aspek dasar yaitu fisik, aktivitas, dan makna yang dijabarkan secara lebih rinci dan operasional dalam konteks aspek-aspek kebutuhan Indikator Kualitas Ruang Publik Beberapa indikator yang harus dipunyai oleh sebuah ruang publik, agar dapat memenuhi persyaratan yang berkualitas dapat ditinjau dari dua pokok aspek yaitu aspek fisik dan non fisik. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas secara fisik antara lain ukuran, kelengkapan sarana elemen pedukung, desain, dan kondisi (Carr, 1992). Ruang terbuka yang ada harus sesuai dengan keputusan serta standar penyediaan sarana yang ada. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008, luas minimal per kapita untuk taman kota adalah 0,3 m 2. Fasilitas pendukung seperti akses pedestrian memiliki lebar minimal 1,5 m sehingga bisa berpapasan, sedangkan untuk sirkulasi kendaraan minimal 5 m (Departemen Pekerjaan Umum, 1999 dalam Budiarsa, 2011). Vegetasi memiliki diameter tajuk tanaman 5 m dengan ketinggian tanaman diatas 3 m dan memiliki jarak tanam kurang lebih 10 m (Rustam Hakim, 2004 dalam Budiarsa, 2011). Fasilitas pelengkap seperti toilet memiliki ukuran minimal 1,5 x 2 untuk masingmasing perempuan dan laki-laki. Kelengkapan sarana pendukung dalam suatu ruang publik sangat menentukan kualitas ruang tersebut. Berdasarakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 disebutkan bahwa ruang terbuka hijau aktif harus

17 22 memiliki kelengkapan lapangan terbuka, unit lapangan olahraga, trek lari, toilet umum, parkir kendaraan (termasuk sarana kios jika diperlukan), panggung terbuka, area bermain anak, kursi taman. Desain dalam suatu ruang publik akan menunjang fungsi serta aktivitas di dalamnya. Desain yang dirancang baik akan menunjang aktivitas yang dilakukan oleh pengguna dalam beraktivitas di kawasan ruang terbuka hijau. Menurut Carmona (2003) terdapat dua elemen material pembentuk ruang terbuka, yaitu elemen hard landscaping dan soft landscaping. Hard landscaping merupakan lanskap yang menggunakan elemen dengan material berupa perkerasan pada ruang terbuka seperti lantai dari batu dan street furniture (bangku,lampu taman, papan pengumuman, dan sebagainya). Elemen soft landscaping merupakan lanskap yang menggunakan elemen vegetasi sebagai materialnya seperti rumput dan pohon. Beberapa startegi dalam pemilihan dan penempatan elemen tersebut, yaitu penampilan vegetasi harus sesuai konteks lokal, mempertimbangkan kesesuaian material, memperhatikan tingkat kekuatannya dalam jangka waktu lama, dan memberikan perhatian kepada pengguna terkait keamanan, kenyamanan serta bagi penyandang cacat. Kondisi suatu sarana lingkungan akan sangat menentukan terhadap kualitas yang ada. Dimana dengan kondisi dan sarana yang baik dan terawat akan menunjang kenyamanan, keamanan, dan kemudahan dalam menggunakan ruang publik. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas secara non fisik antara lain responsif spaces, democratic spaces, meaningful spaces, dan

18 23 accessible spaces (Carr, 1992). Ruang publik harus bersifat responsif (responsif spaces), yang menunjukkan bahwa ruang publik harus mampu melayani kebutuhan dan keinginan masyarakat penggunanya. Kriteria ini terbagi atas beberapa kriteria detail, yaitu bahwa ruang publik harus dapat memberikan kenyamanan (comfortable), relaksasi, pertemuan aktif, serta inspiratif. Fungsi kenyamanan sangat penting karena secara langsung mencerminkan respon yang manusiawi, pengguna dapat lebih kerasan berada di ruang publik ini. Fungsi relaksasi adalah kemampuan ruang publik untuk memenuhi kebutuhan pengguna pada kegiatan yang bersifat rekreatif dan hiburan. Termasuk dalam relaksasi juga kemampuan ruang publik untuk menghadirkan suasana santai yang kontras dengan suasana hiruk pikuk kota, sehingga pengguna bisa berelaksasi didalamnya. Pertemuan aktif dan pasif, merupakan syarat bagi ruang publik sebagai media pertemuan masyarakat kotanya. Pertemuan aktif adalah interaksi secara langsung yang melibatkan individu kedua dan seterusnya dengan bertatap muka dan berkomunikasi, sedangkan pertemuan pasif tidak secara langsung berinteraksi dengan individu lainnya. Menemukan hal-hal baru bisa ditemui di sebuah ruang publik, karena isi ruang publik yang memiliki beragam fungsi dan kelengkapan street furniturenya, juga dengan adanya kegiatan yang bersifat sementara namun berulang-ulang seperti dengan pertunjukkan, presentasi, festival budaya, bazzar, dan lainnya. Ruang Publik harus bersifat demokratis (democratic spaces) yang menunjukkan bahwa ruang publik harus dapat melindungi hak individu dan kelompok masyarakat penggunanya. Setiap pengguna akan memiliki kesamaan

19 24 hak dalam pemanfaatannya. Kriteria ini terbagi atas beberapa kriteria detail, yaitu ruang publik harus tetap terjamin bahwa kegiatan seseorang atau sekelompok pengguna tidak akan mengganggu kebebasan orang lain dalam melakukan aktivitas di dalamnya secara bersamaan. Sifat demokratis berarti kesamaan hak dalam pemanfaatan ruang terbuka oleh pengguna dalam beraktivitas di dalamnya. Siapa saja berhak menggunakan ruang publik tanpa adanya gangguan dan ancaman oleh pihak lain. Sifat demokratis dapat ditunjukkan dengan mentaati aturan yang biasanya terdapat pada ruang publik tersebut. Ruang publik harus dapat memberikan arti (meaningful spaces) kepada penggunanya yang menunjukkan bahwa ruang publik harus dapat menciptakan kenangan dan arti tersendiri bagi pengguna. Kesan arti pada ruang publik sangat penting karena sebagai bagian image dari ruang publik itu sendiri. Sebuah ruang publik yang memiliki latar belakang sejarah, budaya suatu daerah, ciri khas dari kota yang tercermin dari kotanya, sangat penting dalam pemberian makna ruang yang dapat menunjang kegiatan yang berlangsung didalamnya. Ruang publik harus mudah dikunjungi (accessible spaces) yang menunjukkan bahwa ruang publik tersebut mudah dan aman dicapai masyarakat yang akan menggunakannya. Respon masyarakat akan keberadaan ruang publik di sebuah kota sangat tergantung pada tingkat aksesibilitasnya. Indikator ruang publik dikatakan accesible di antaranya (Miro, 2004) moda transportasi umum untuk mencapai ke dalam sebuah ruang publik harus tersedia dengan cukup disamping fasilitas kendaraan pribadi, ketersediaan tempat parkir di wilayah ruang publik, daerah transisi antara jalur kendaraan bermotor dan para pejalan kaki,

20 25 kemudahan akses dan kualitas bagi pejalan kaki untuk mencapai wilayah ruang publik Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau didefinisikan sebagai ruang yang penggunaan elemen dan batas-batas fungsionalnya merupakan tanaman hijau dengan meminimalisasikan lantainya dengan perkerasan. Ruang terbuka hijau terdiri dari berbagai macam jenisnya, seperti taman, kawasan konservasi, jalur sungai, jalur hijau jalan, kawasan hijau makam, kawasan hijau pemukiman, kawasan hijau perkantoran. (Nazaruddin, 1994). Ruang terbuka hijau menciptakan karakter masyarakat kota (Purnomohadi, 1998). Tanpa ruang-ruang publik masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat maverick yang nonkonformis-individualis-asosial, yang anggota-anggotanya tidak mampu berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Agar efektif sebagai mimbar, ruang terbuka hijau haruslah netral. Artinya, bisa dicapai (hampir) setiap penghuni kota. Tidak ada satu pun pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik dan membatasi akses ke ruang terbuka hijau sebagai sebuah mimbar politik. Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga dikatakan adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008). Ruang terbuka hijau adalah lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan

21 26 rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan (Garvin, 1997 dalam Hariyanti, 2008) Karakter Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka harus bersifat responsif, demokratis, dan bermakna (Carr, 1992). Ruang terbuka yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Secara demokratis yang dimaksud adalah ruang terbuka itu seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa harus terkotak-kotakkan akibat perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya. Bahkan, unsur demokratis dilekatkan sebagai salah satu watak ruang terbuka karena harus dapat dijangkau bagi warga dengan berbagai kondisi fisiknya, termasuk para penderita cacat tubuh maupun lansia. Penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis; kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi; area pengembangan keanekaragaman hayati; area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan; tempat rekreasi dan olahraga masyarakat; tempat pemakaman umum; pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan; pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis; penyediaan ruang terbuka yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya; area mitigasi/evakuasi bencana; dan ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai

22 27 dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut (Permen PU Nomor 05, 2008) Tujuan Pengadaan Ruang Terbuka Hijau Tujuan pengadaan ruang terbuka hijau adalah untuk menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air; menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat; dan meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih (Permen PU Nomor 05, 2008) Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Dalam Permen PU Nomor 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, pengklasifikasikan ruang terbuka hijau yang ada sesuai dengan tipologi berdasarkan fisik ada 2, yaitu ruang terbuka hijau alami dan ruang terbuka hijau non alami/binaan. Ruang terbuka hijau alami terdiri dari habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman nasional. Ruang terbuka hijau non alami/binaan terdiri dari taman, lapangan olahraga, makam, dan jalur hijau jalan. Macam-macam bentuk ruang terbuka sebagai wadah kegiatan bersama, dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu ruang terbuka umum dan khusus (Hakim, 2003). Ruang terbuka umum, dapat diuraikan bentuk dasar dari ruang terbuka selalu terletak diluar massa bangunan, dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang (warga), dan memberi kesempatan untuk

23 28 bermacam-macam kegiatan (multi fungsi). Contoh ruang terbuka umum adalah jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza lapangan olahraga, taman kota dan taman rekreasi. Ruang terbuka khusus, pengertiannya adalah bentuk dasar ruang terbuka selalu terletak di luar massa bangunan, dimanfaatkan untuk kegiatan terbatas dan dipergunakan untuk keperluan khusus/ spesifik. Contoh ruang terbuka khusus adalah taman rumah tinggal, taman lapangan upacara, daerah lapangan terbang, dan daerah untuk latihan kemiliteran. Ruang terbuka ditinjau dari kegiatanya, terbagi atas dua jenis ruang terbuka, yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif (Hakim, 2003). Ruang terbuka aktif, adalah ruang terbuka yang mempunyai unsur-unsur kegiatan didalamnya seperti, bermain, olahraga, jalan-jalan. Ruang terbuka ini dapat berupa plaza, taman, tempat bermain anak dan remaja, dan tempat rekreasi. Ruang terbuka pasif, adalah ruang terbuka yang didalamnya tidak mengandung unsurunsur kegiatan manusia misalkan, penghijauan tepian jalur jalan, penghijauan tepian rel kereta api, penghijauan tepian bantaran sungai, ataupun penghijauan daerah yang bersifat alamiah. Ruang terbuka ini lebih berfungsi sebagai keindahan visual dan fungsi ekologis belaka.

24 Fungsi Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Permen PU Nomor 05 Tahun 2008, RTH memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan yang meliputi fungsi sosial budaya, ekonomi dan estetika. Fungsi ekologis dari RTH diantaranya adalah memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota); pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar; sebagai peneduh; produsen oksigen; penyerap air hujan; penyedia habitat satwa; penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Ruang terbuka hijau skala kecamatan dapat disediakan dalam bentuk ruang terbuka aktif yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas ruang terbuka aktif minimal m2 (Permen PU Nomor 05, 2008). Lokasi ruang terbuka hijau aktif berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas ruang terbuka hijau aktif, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada ruang terbuka hijau aktif ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk RTH aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis RTH pasif. Hal ini memberi dampak ekologis yang baik bagi sebuah wilayah perkotaan karena mampu memberi fungsi yang optimal.

25 30 Ruang terbuka hijau harus mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal; merupakan media komunikasi warga kota dan tempat rekreasi; menjadi wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. Dari segi interaksi sosial khususnya bagi kalangan anak-anak, ruang terbuka hijau memiliki efek yang sangat besar. Anak akan belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dengan bermain di ruang terbuka hijau. Anak-anak yang bermain di ruang terbuka berbeda dengan konsep permainan yang ada di mall, dimana sarana permainan yang disediakan hampir seluruhnya jenis permainan elektrik dimana anak dapat asik bermain sendiri dan hanya menggunakan kemampuan motorik. Anak dapat mengembangkan kemampuan motorik sekaligus psikomotorik jika bermain di taman. Peran taman kota dalam hal ini secara tidak langsung sangat besar dalam meningkatkan kecerdasan anak dan memperbaiki kecerdasan emosional anak (Purnomohadi, 2006). Fungsi ekonomi pada ruang terbuka hijau berdasarkan Permen PU Nomor 05 Tahun 2008 adalah sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun dan sayur mayur. Fungsi lainnya juga bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainnya. Manfaat ruang terbuka hijau dalam aspek ekonomi bisa diperoleh secara langsung maupun tidak langsung (Fandeli, 2004). Secara langsung, manfaat ekonomi ruang terbuka hijau diperoleh dari penjualan atau penggunaan hasil ruang terbuka hijau berupa kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman ruang terbuka hijau yang bisa menghasilkan biji, buah atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan

26 31 masyarakat. Sedangkan secara tidak langsung, manfaat ekonomi ruang terbuka hijau sebagai perindang, menambah kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota (Fandeli, 2004). Fungsi estetika pada ruang terbuka hijau mampu meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan; menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota; pembentuk faktor keindahan arsitektural; menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Estetika terdiri dari 3 variabel, yaitu keselarasan, kesesuaian dan keindahan. Ruang terbuka hijau selain mewadahi fungsi lainnya juga harus memperhatikan fungsi estetika karena berkaitan dengan image sebuah kota (Permen PU Nomor 05, 2008). 2.4 Model Penelitian Masalah pokok dari penelitian ini adalah mengenai dampak aktivitas ekonomi yang ada terhadap kualitas ruang terbuka hijau aktif yang ada di Kota Denpasar. Kualitas ruang terbuka hijau aktif berpengaruh terhadap optimalisasi fungsi ruang terbuka itu sendiri. Kualitas ruang terbuka hijau aktif dilihat dari aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik diantaranya ukuran, kelengkapan sarana elemen pendukung, desain dan kondisi. Ukuran yang dimaksud pada penelitian adalah terkait fasilitas pedestrian dan tidak memasukkan elemen yang lain karena fasilitas pedestrian yang sangat terkait dengan aktivitas ekonomi. Kelengkapan sarana pendukung akan dilihat di masing-masing kawasan penelitian mengenai

27 32 sarana apa saja yang ada dan dilakukan penelitian fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Begitu pula dengan desain dan kondisi yang akan dilihat bagaimana pengaruh aktivitas ekonomi terhadap variabel ini. Aspek non fisik terdiri dari responsif spaces, democratic spaces, meaningful spaces, dan accessible. Pada penelitian ini, responsif spaces terdiri dari beberapa variabel dan akan dipilih diantaranya kenyamanan, relaksasi dan interaksi yang akan digunakan untuk mengupas pengaruh pemanfaatan aktivitas ekonomi terhadap responsif spaces. Democratic spaces memiliki arti setiap orang memiliki hak untuk menggunakan ruang terbuka tanpa terganggu oleh aktivitas orang lain. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh pemanfaatan aktivitas ekonomi terhadap democratic spaces. Meaningful spaces memiliki arti ruang terbuka harus bisa memberikan kenangan terhadap penggunanya. Bagaimana pengaruh pemanfaatan aktivitas ekonomi terhadap meaningful spaces akan dilihat pada penelitian ini. Variabel accessible spaces merupakan bagaimana kemudahan akses, ketersediaan tempat parkir dan daerah transisi menuju ke area ruang terbuka. Pada penelitian ini akan difokuskan bagaimana pengaruh pemanfaatan aktivitas ekonomi terhadap ketersediaan tempat parkir dan daerah transisi menuju ke ruang terbuka. Tahap awal penelitian adalah mengumpulkan data yang diperlukan dari berbagai buku (metode studi literatur). Setelah diadakan pengumpulan data maka ditelusuri kondisi fisik di lapangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi pada kawasan dengan metode interview mendalam dan observasi berupa foto, sketsa, dan gambar. Selanjutnya dilakukan tahap analisis terkait dengan dampak

28 33 pemanfaatan ruang aktifitas ekonomi tersebut terhadap kualitas ruang terbuka hijau di lokasi penelitian dilihat dari aspek fisik dan non fisik. Penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil berupa jawaban atas permasalahan yang telah diungkapkan pada rumusan masalah penelitian ini. Secara lebih jelas model penelitian dapat dilihat pada Diagram 2.4 Aktivitas Ekonomi dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Aktif di Kota Denpasar - Fungsi kawasan menimbulkan banyaknya aktivitas ekonomi pada kawasan. - Pemanfaatan aktivitas ekonomi memberi dampak terhadap kualitas RTH aktif dari aspek fisik dan non fisik. - Ruang Publik - Aktivitas Ekonomi di Kawasan RTH Aktivitas ekonomi pada lokasi penelitian yang terdiri dari pedagang eceran kecil bergerak dan berpangkalan (tidak bergerak) Tipologi aktivitas ekonomi yang terjadi - Aktivitas Ekonomi di Kawasan RTH - Ruang Publik - RTH Dampak aktivitas ekonomi terhadap kualitas RTH aktif - Aktivitas Ekonomi di Kawasan RTH - Ruang Publik - Kualitas Ruang Publik - RTH Aspek fisik RTH Aspek non-fisik RTH - Ukuran: dimensi pedestrian - Kelengkapan Sarana: pengaruh aktivitas ekonomi terhadap sarana - Desain: softlandscaping & hardlandscaping - Kondisi: sarana pada kawasan - Responsif spaces: kenyamanan, relaksasi dan interaksi - Democratic spaces: kesamaan hak & bebas gangguan - Meaningful spaces: memberi kenangan - Accessible: ketersediaan parkir & daerah transisi Diagram 2.4 Model Penelitian

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Ruang Terbuka Publik 2.1.1. Definisi Ruang Terbuka Publik Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur yang diperluas seperti square. Square merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan suatu wilayah dimana di dalamnya terdapat beberapa aktivitas manusia, seperti aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya (Yunus, 2005). Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan tempat berinteraksi bagi semua orang tanpa ada batasan ruang maupun waktu. Ini merupakan ruang dimana kita secara bebas melakukan segala macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE Anton Topan topan.anton@yahoo.co.id Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Musamus ABSTRAK Perkembangan pembangunan di kota Merauke ini tidak

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap manusia selalu membutuhkan adanya rekreasi dan Olah raga. Jakarta sebagai kota metropolitan kususnya di Jakarta utara, dimana perkembangan penduduknya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan Berkumpul Ruang publik adalah suatu tempat umum dimana masyarakat melakukan aktifitas rutin dan

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG MATA KULIAH ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN UNTUK UJIAN VERIFIKASI HASIL KONVERSI KURIKULUM DOSEN : Ir. NuzuliarRachmah, MT DISUSUN OLEH : MARIA MAGDALENA SARI A. 052. 09. 045

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang publik atau public space adalah tempat orang berkumpul untuk melakukan aktivitas dengan tujuan dan kepentingan tertentu serta untuk saling bertemu dan berinteraksi,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sering mengalami permasalahan kependudukan terutama kawasan perkotaan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D 000 449 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berkembangnya suatu kota membawa konsekuensi terhadap perubahan fisik kota yang biasanya juga dibarengi pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas ekonomi yang cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kota merupakan sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap merupakan suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. telah membatasi ruang-ruang bebas yang bisa diakses penduduk kota untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. telah membatasi ruang-ruang bebas yang bisa diakses penduduk kota untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring pertumbuhan kota, kepentingan akan keberadaan ruang terbuka hijau aktif perkotaan semakin dirasakan. Peningkatan densitas kota telah menyadarkan kita akan makna

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI Unsur-unsur bangunan seperti Ketinggian bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) / Building

Lebih terperinci

D.03 PERAN RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG SOSIALISASI ANAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA

D.03 PERAN RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG SOSIALISASI ANAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA D.03 PERAN RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG SOSIALISASI ANAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA Suryaning Setyowati Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta suryanings@yahoo.com

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta Ariati 1) ABSTRAKSI Pembangunan perumahan baru di kota-kota sebagian besar berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) menjelaskan bahwa kota merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KELURAHAN SINDULANG I KOTA MANADO

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KELURAHAN SINDULANG I KOTA MANADO Sabua Vol.5, No.1: 35-39, Mei 2013 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KELURAHAN SINDULANG I KOTA MANADO M. Sofyan Sugi 1, Rieneke

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1 Gambaran Umum Proyek Judul Proyek Tema Lokasi Sifat Luas Tapak : Pusat Kebugaran dan Spa : Arsitektur Tropis : Jl. Gandul Raya, Krukut, Depok : Fiktif : ± 15.000 m² (1,5

Lebih terperinci

Batu menuju KOTA IDEAL

Batu menuju KOTA IDEAL Batu menuju KOTA IDEAL 24 September 2014 Disampaikan dalam acara Sosialisasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu Dinas Perumahan Kota Batu Aris Subagiyo Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data.

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data. BAB III METODE PENELITIAN Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu optimalisasi peran dan fungsi ruang publik Taman Sungai Kayan kota Tanjung Selor Kalimantan Utara, maka diperlukan penajaman metode penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Wilayah studi dalam penelitian ini adalah Area Taman Ayodia, Jalan Barito, Jakarta Selatan. Gambaran umum terhadap wilayah studi pada awalnya akan dipaparkan gambaran

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA 6.1. Konsep Hutan Kota Perencanaan hutan kota ini didasarkan pada konsep hutan kota yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota Banjarmasin terhadap ruang publik. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

Urban Space, Mall, dan City Walk Ruang Hijau Kota (Ruhiko) atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space)

Urban Space, Mall, dan City Walk Ruang Hijau Kota (Ruhiko) atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) Urban Space, Mall, dan City Walk Ruang Hijau Kota (Ruhiko) atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan ruang. Pertumbuhan penduduk di kota besar

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING.  IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/scaffolding IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG Mashuri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini BAB VI KESIMPULAN Setelah dilakukannya analisa data statistik dan juga pemaknaan, kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini didapat dari hasil pemaknaan dan diharapkan pemaknaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PRIORITAS PENGEMBANGAN TAMAN RONGGOWARSITO SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI TEPIAN SUNGAI BENGAWAN SOLO TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PRIORITAS PENGEMBANGAN TAMAN RONGGOWARSITO SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI TEPIAN SUNGAI BENGAWAN SOLO TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PRIORITAS PENGEMBANGAN TAMAN RONGGOWARSITO SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI TEPIAN SUNGAI BENGAWAN SOLO TUGAS AKHIR Oleh : HALIMAH OKTORINA L2D000429 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci