Arma Desta Wiratama 11/320022/PA/14318

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Arma Desta Wiratama 11/320022/PA/14318"

Transkripsi

1 SKRIPSI PEMODELAN MOLEKUL BERDASARKAN METODA PERHITUNGAN SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM KAFEAT MOLECULAR MODELLING BASED ON AM1 SEMIEMPIRICAL METHOD FOR SYNTHESIS OF CAFFEIC ACID MOLECULAR IMPRINTED POLYMER Arma Desta Wiratama 11/320022/PA/14318 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016

2 SKRIPSI PEMODELAN MOLEKUL BERDASARKAN METODA PERHITUNGAN SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM KAFEAT MOLECULAR MODELLING BASED ON AM1 SEMIEMPIRICAL METHOD FOR SYNTHESIS OF CAFFEIC ACID MOLECULAR IMPRINTED POLYMER Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Sarjana Sains Ilmu Kimia Arma Desta Wiratama 11/320022/PA/14318 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016 i

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 19 Januari 2016 Arma Desta Wiratama iii

4 PRAKATA Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah serta karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMODELAN MOLEKUL BERDASARKAN METODA PERHITUNGAN SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM KAFEAT sebagai salah satu bentuk tanggung jawab mahasiswa yang dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Ilmu Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada. Penulis menyadari bahwa kelancaran dan keberhasilan selama ini merupakan anugerah dari Allah SWT dan tidak lepas dari restu orangtua dan peran banyak pihak, untuk itu penuh rasa tulus dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Mudasir, M.Eng selaku dosen pembimbing pertama dan Drs. Iqmal Tahir, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penelitian berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Kepala Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia FMIPA UGM beserta seluruh staf Laboratorium Kimia Fisika FMIPA UGM khususnya Laboratorium Austrian Indonesian Computational yang telah memfasilitasi dan membantu penulis selama pelaksanaan penelitian ini. 3. Dra. Endang Astuti, M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan perkuliahan selama proses studi. 4. Cahyo Ambuko dan Fernando Nainggolan selaku partner tugas akhir yang telah membantu, bekerja sama dan mengarahkan dengan sabar selama proses penelitian tugas akhir berlangsung. iv

5 Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Tidak ada yang penulis harapkan selain doa agar ilmu yang diperoleh bermanfaat di dunia dan di akhirat. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak maupun pembaca. Jika ada banyak kekurangan, semoga ke depan dapat lebih diperbaiki dan disempurnakan. Yogyakarta, 19 Januari 2016 Arma Desta Wiratama v

6 HALAMAN PERSEMBAHAN Bismillahirrahmanirrahim, Skripsi adalah sebuah bagian dari tahapan kecil menuju proses selanjutnya yang harus dilalui dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT. Karya ini adalah wujud terima kasih saya kepada: 1. Bagian terpenting dalam hidup yaitu Orangtua yang selalu sabar membimbing dan bekerja tak kenal lelah, Alm Bapak Priyono dan Ibu Dwiyanti Budi Astuti serta kakak-kakak saya, terima kasih atas segala kasih sayang, dukungan, doa dan pengorbanan yang tiada henti serta keluarga besar yang selalu mendoakan. 2. Sahabat-sahabat yang selama ini menemani, mendukung dan berperan penting selama hampir 5 tahun menimba ilmu di Kimia UGM tercinta ini. 3. Penyemangat dan teman cerita dalam menyusun masa depan, Istna Chunaifah terimakasih untuk segala peranmu menjadi motivator hidup. 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu terciptanya karya ini. Hidup yang sukses tidak diukur dari banyaknya materi yang kita punya, melainkan dari banyaknya manfaat yang mampu kita berikan untuk orang lain, semangat menjalani hidup dan buatlah hidupmu berarti vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR iii HALAMAN PERSEMBAHAN v DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR vii viii INTISARI ix ABSTRACT x BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 I.2 Tujuan Penelitian 4 I.3 Manfaat Penelitian 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II.1 Tinjauan Pustaka 6 II.1.1 Polimer tercetak molekul 6 II.1.2 Polimer tercetak molekul dan peranannya 10 sebagai sebagai material selektif II.1.3 Arti penting optimasi komposisi dalam MIP II.1.4 Perhitungan semiempirik AM1 untuk desain MIP II.1 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian II.2.1 Perumusan hipotesis II.2.2 Rancangan penelitian 15 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Bahan dan Alat 16 III.2 Prosedur Kerja 16 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Pemilihan Monomer Fungsional IV.2 Interaksi Asam Kafeat-Asam Metakrilat IV.3 Analisis Rasio Molekul Optimum 31 IV.4 Pencarian Templat Pengganti Asam Kafeat 35 BAB V KESIMPULAN 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN vii

8 DAFTAR TABEL Tabel III.1 Struktur monomer fungsional yang digunakan dalam pemodelan 18 Tabel IV.1 Nilai momen dipol monomer fungsional 23 Tabel IV.2 Nilai energi interaksi ( E) kompleks 24 Tabel IV.3 Data energi interaksi asam kafeat-asam metakrilat pada variasi rasio molekul 32 Tabel IV.4 Data struktur templat pengganti asam kafeat 38 Tabel IV.5 Data µ, BM dan Vm dari kelima calon templat pengganti 38 viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar I.1 Struktur molekul asam kafeat 1 Gambar II.1 Prinsip dasar dari polimer tercetak molekul 6 Gambar IV.1 (a) Struktur asam kafeat 3D hasil optimasi (b) rapat muatan total, (c) potensial elektrostatik 20 Gambar IV.2 Ilustrasi visual rapat muatan total pada interaksi asam kafeatasam metakrilat 22 Gambar IV.3 Diagram energi interaksi kompleks monomer fungsionaltemplat terseleksi momen dipol 25 Gambar IV.4 Ilustrasi interaksi kompleks antara asam kafeat dengan monomer fungsional 27 Gambar IV.5 Visualisasi kombinasi interaksi kompleks asam kafeat dan asam metakrilat pada posisi yang berbeda-beda. 29 Gambar IV.6 Diagram energi interaksi kompleks kafeat-asam metakrilat dengan rasio 1:1 30 Gambar IV.7 Muatan atom-atom pada sisi aktif asam kafeat 30 Gambar IV.8 Grafik E dan ( E) untuk kompleks asam kafeat-asam metakrilat pada variasi rasio 34 Gambar IV.9 Visualisasi interaksi asam kafeat-asam metakrilat dengan rasio 1:1. Garis putus menunjukkan ikatan hidrogen. 35 Gambar IV.10 Contoh outline mekanisme pembentukan MIP-dengan templat asli dan dengan templat pengganti 36 Gambar IV.11 Struktur asam kafeat dan beberapa calon templat pengganti 37 ix

10 INTISARI PEMODELAN MOLEKUL BERDASARKAN METODA PERHITUNGAN SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM KAFEAT Oleh: Arma Desta Wiratama 11/320022/PA/14318 Telah dilakukan pemodelan molekul pada sintesis polimer tercetak molekul (Molecular Imprinted Polymer, MIP) berdasarkan metode semiempirik AM1. Tujuan penelitian ini adalah memilih monomer fungsional yang sesuai serta memperoleh rasio molekul dalam MIP yang dapat meningkatkan selektivitas dan afinitas. Pada tahap pertama, penelitian berupa pemilihan monomer fungsional yang efektif untuk asam kafeat dan dilakukan dengan pendekatan kimia komputasi menggunakan metode semiempirik AM1. Proses seleksi didasarkan pada parameter momen dipol, energi interaksi, dan ikatan hidrogen yang terbentuk. Tahap kedua adalah penentuan rasio optimum asam kafeat/asam metakrilat. Kajian dilakukan dengan pemodelan molekul yang mempelajari interaksi non kovalen antara asam kafeat sebagai templat dan asam metakrilat sebagai monomer fungsional. Evaluasi rasio optimum didasarkan pada kestabilan kompleks antara asam kafeat dan asam metakrilat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompleks stabil terbentuk dengan melibatkan ikatan hidrogen. Dari hasil kajian terpilih beberapa monomer fungsional yang sesuai untuk asam kafeat seperti asam metakrilat dan asam akrilat. Kompleks dengan energi interaksi optimum diperoleh dari kompleks asam kafeat/asam metakrilat dengan rasio 1:1. Kompleks dengan rasio ini kemudian direkomendasikan sebagai rasio molekul terbaik pada sintesis polimer tercetak asam kafeat. Pada pencarian templat pengganti sebagai pengganti asam kafeat terpilih senyawa asam 3-(4-metoksifenil)-propanoat berdasarkan pada kesesuaian nilai momen dipol, BM dan volume molekular. Kata kunci : asam kafeat, asam metakrilat, semiempirik AM1, polimer tercetak molekul x

11 ABSTRACT MOLECULAR MODELLING BASED ON AM1 SEMIEMPIRICAL METHOD FOR SYNTHESIS OF CAFFEIC ACID MOLECULAR IMPRINTED POLYMER By: Arma Desta Wiratama 11/320022/PA/14318 Research on molecular modelling based on AM1 semiempirical method for synthesis of molecularly imprinted polymer has been conducted. The aims of the research are to choose suitable functional monomers and to obtain molecule ratio in MIP to increase the selectivity and affinity. The first stage of experiment was selection of the effective functional monomer for MIP synthesis of caffeic acid and it, was done by using computational chemistry approach applying AM1 semiempirical method. Selection processes have been done based on dipole moment, interaction energy, and hydrogen bonding parameters. Second stage experiment was determination of optimum ratio between caffeic acid/methacrylic acid for designing of molecular imprinted polymer (MIP). This study was performed based on molecular modeling to study non covalent interactions between caffeic acid as template and methacrylic acids as functional monomers. The evaluation to determine stability of a caffeic acid/methacylic acid complex was done based on interaction energies obtained from calculation. The result showed that the stable complex of caffeic acid and methacylic acid involves hydrogen bonding interactions. From the result study selected some functional monomers that suitable for caffeic acid such as methacrylic and acrylic acids. A complex with optimum interaction energy was obtained at the ratio of caffeic/methacrylic of 1:1. This indicates that the best molecule ratio of caffeic acid/methacylic acid for synthesize of caffeic acid imprinted polymer achieved at 1:1 molecule ratio. Based on value suitability of dipole moment, molecular weight and molecular volume, 3-(4-methoxyphenyl)-propanoic acid has been selected as caffeic acid substitute template. Keywords: caffeic acid, methacrylic acid, AM1 semiempirical, molecular imprinted polymer xi

12 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Asam kafeat atau asam 3-(3,4-dihidroksifenil)-2-propenoat adalah suatu asam fenolik yang ditemukan dalam berbagai produk pertanian seperti kopi, kacang-kacangan, kentang, biji-bijian, dan sayuran (Friedman, 1997). Senyawa itu memiliki berbagai efek antara lain sebagai bahan antioksidan, anti inflamasi, dan anti diabetes, serta anti nociceptive (Chen dan Ho, 1997; Jung dkk., 2006; Gulcin, 2006; de Campos Buzzi dkk., 2009; Chao dkk., 2010). Asam kafeat adalah senyawa yang terkenal sebagai antioksidan fenolik yang penting dan terdapat dalam banyak tanaman dan minuman, termasuk kopi, jus apel dan anggur putih. Gambar I.1 Struktur kimia asam kafeat Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder tanaman dan secara alami ada di hampir semua jenis tanaman, termasuk produk makanan yang berasal dari tumbuhan. Senyawa ini diduga menjadi bagian dari makanan manusia dan hewan. Hal ini menyumbang hingga 70% bagian dari total asam hidroksi sinamat dalam buah-buahan. Asam kafeat merupakan antioksidan fenolik yang alami, mengandung cincin katekol yang aromatis. Asam kafeat dilaporkan memiliki lingkup yang luas dari kegiatan biologis yang bermanfaat bagi kesehatan manusia (Motomura dkk., 2008; Chao dkk,, 2010; Kudugunti dkk., 2010; Maurya dan Devasagayam, 2010; Prasad dkk., 2011). Asam kafeat juga dapat memperlambat proses peradangan, sehingga memberikan perlindungan dari efek berbahaya radikal dan kerusakan endotel. Mengingat kegunaannya maka asam kafeat banyak dibutuhkan sebagai nutrasetikal yaitu bahan yang memberikan manfaat medis 1

13 2 atau merupakan bahan bioaktif dari tanaman yang berkhasiat obat. Untuk memenuhi produk ini diperlukan proses isolasi dan prakonsentrasi asam kafeat dari bahan dasarnya. Berdasarkan strukturnya, terdapat beberapa senyawa lain yang mirip dengan asam kafeat sehingga proses isolasi yang selektif memerlukan teknik tersendiri yang spesifik sehingga dapat dilakukan pemisahan asam kafeat dari bahan alamnya. Isolasi dan prakonsentrasi bahan alam termasuk asam kafeat ini secara selektif dapat dilakukan dengan jalan ekstraksi fase padat. Teknik ini dapat dibantu dengan menggunakan polimer tercetak molekul (Molecular imprinted polymer, MIP) untuk mengikat molekul target secara selektif, bahkan ketika bahan alam tersebut berada dalam matriks yang kompleks. Pada hal ini, MIP merupakan bahan baru dan dikenal memiliki kemampuan biomimetik yang berfungsi sebagai peniru antibodi yang mengikat (Sellergen, 2001). Pengenalan karakter molekul ini memiliki kegunaan di beberapa bidang yang berbeda, seperti sensor, aplikasi biomedis, pemisahan enantiomer dan aplikasi analisis seperti adsorben untuk ekstraksi fase padat dan lainnya. Penggunaan secara luas dari polimer tercetak molekul pada ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction, SPE) mengindikasikan bahwa teknik ini sering digunakan dalam persiapan sampel sebelum analisis. Keuntungan menggunakan Molecular Imprinted Solid Phase Extraction (MISPE) tidak hanya dalam prakonsentrasi dan pembersihan sampel tetapi juga ekstraksi yang selektif terhadap target analit, yang sangat penting dalam sampel yang kompleks atau terkontaminasi (Vasapollo dkk., 2011). Dengan demikian MIP dimungkinkan berguna untuk pengayaan dan pemurnian senyawa aktif yang ada dalam jumlah banyak. Pencetakan molekul melibatkan monomer fungsional yang dipolimerisasikan sekitar templat (pseudo-sasaran analit atau target analit yang sebenarnya), diikuti oleh polimerisasi dan penghilangan templat. Gugus fungsional molekul templat harus dipastikan dapat berinteraksi dengan gugus fungsional pada polimer dan hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam teknik ini. Pengaturan interaksi ini umumnya dicapai dengan interaksi non kovalen antara gugus fungsional tertentu pada monomer fungsional dan templat,

14 3 yang mana posisi monomer dalam orientasi tertentu berhubungan dengan molekul templat sebelum polimerisasi. Selanjutnya, dilakukan taut silang dari monomer-monomer yang digunakan untuk membentuk kerangka 3D polimer, bentuk yang kaku, membentuk struktur berpori sekitar molekul templat dan menghasilkan rongga ikatan yang stabil. Setelah polimerisasi dan penghilangan templat, kelompok fungsional dalam matriks polimer templat kemudian bisa mengenali dan mengikat target analit menggunakan cara yang sama yaitu interaksi non kovalen selama sintesis. Sintesis MIP dilakukan berdasarkan prinsip polimerisasi yang melibatkan monomer fungsional, taut silang, inisiator, dan pelarut (Kirsch dkk., 2000). Prosedur sintesis MIP dilakukan dengan mencampurkan molekul target pada bahan polimer yang pada akhir proses templat akan dilepaskan kembali sehingga menghasilkan polimer dengan kaviti yang secara bentuk, ukuran, dan susunan kimia mirip dengan molekul templat (Yan dan Row, 2006). Sebelum melakukan sintesis MIP di laboratorium, optimasi komposisi tertentu dan kondisi proses sintesis dapat diketahui melalui beberapa metode seperti metode kombinatorial (Batra dan Shea, 2003), langkah trial and error, dan desain berbantuan komputer (Computer Aided Design, CAD). Pendekatan CAD telah sukses diaplikasikan untuk menyeleksi monomer fungsional, desain rasio molekul templat-monomer, dan prediksi pelarut yang efektif untuk sintesis polimer tercetak molekul. Metode ini sangat bermanfaat karena dibandingkan dengan metode trial and error dan metode kombinatorial, penggunaan pendekatan komputasi memiliki beberapa keuntungan seperti harga yang murah, waktu pengerjaan yang singkat, aman untuk tubuh manusia (beberapa pelarut bersifat karsinogenik), dan tidak ada buangan bahan kimia (Riahi dkk., 2009; Pardeshi dkk., 2012). Untuk mendapatkan MIP yang selektif terhadap molekul templat maka beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan monomer fungsional, pelarut serta rasio templat-monomer fungsional yang sesuai dalam sintesisnya. Berdasarkan hasil analisis HPLC, Bakas dkk., (2013) dan Ahmadi dkk., (2011) melaporkan bahwa penggunaan monomer dan pelarut yang tidak sesuai dapat

15 4 menurunkan tingkat absorptivitas MIP dikarenakan molekul templat tidak terikat cukup kuat dalam kavitas MIP. Selanjutnya, Tahir dkk., (2012 a ) telah melaporkan optimasi rasio antara templat kuersetin dengan monomer asam metakrilat dan dengan analisis UV/Vis yang didapatkan bahwa jumlah monomer yang berlebih akan mengurangi situs adsorpsi selektif dan meningkatkan resistensi transfer massa. Dengan demikian optimasi komposisi menjadi pertimbangan yang penting sebelum sintesis MIP. Proses penemuan senyawa baru dengan aktivitas yang lebih tinggi tanpa efek biologis yang merugikan memerlukan langkah-langkah eksperimen yang meliputi desain, sintesis, purifikasi, identifikasi dan uji aktivitas. Metode eksperimen ini perlu didukung pendekatan teoritis/pemodelan karena seringkali produk yang diperoleh tidak mempunyai aktivitas yang lebih baik dari senyawa yang telah ada meskipun tahapan-tahapan eksperimental tersebut telah dilakukan sehingga waktu, biaya, dan tenaga yang telah dikeluarkan dalam kerja di laboratorium menjadi sia-sia. Model hubungan antara struktur, baik elektronik maupun geometri dari satu atau sekelompok molekul yang mempunyai aktivitas tertentu dapat dicari melalui suatu pemodelan sebelum dilakukan sintesis terhadap senyawa tersebut. Pemodelan ini dilakukan dengan menggunakan komputer yang merupakan salah satu alternatif dari pemecahan masalah dalam pencarian senyawa baru dengan memodifikasi struktur kimia (Mudasir dkk., 2003). I.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mencari beberapa senyawa monomer fungsional yang efektif untuk sintesis polimer tercetak molekul asam kafeat dengan pendekatan kimia komputasi dengan metode semiempirik AM1. 2. Menerapkan pemodelan molekul interaksi antara asam kafeat-asam metakrilat dengan pendekatan metode semiempirik AM1 untuk penentuan rasio molekul kompleks terbaik dan optimum pada polimer tercetak molekul. 3. Dapat mencari templat pengganti untuk asam kafeat guna keperluan sintesis MIP

16 5 I.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai monomer fungsional yang efektif dan selektif berdasarkan kekuatan dan sifat interaksinya terhadap molekul templat asam kafeat serta rasio optimum templat/monomer fungsional yang harus digunakan dalam sintesis MIP di laboratorium guna meningkatkan sensitivitas dan selektivitas pada saat analisis.

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II.1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Polimer tercetak molekul Polimer tercetak molekul atau MIP adalah suatu matriks polimer yang terbentuk mengelilingi templat atau molekul analit dan kemudian templat tersebut dihilangkan sehingga terbentuk rongga atau kaviti pada polimer tersebut. Akibat proses pencetakan seperti ini maka polimer akan memiliki afinitas tinggi terhadap templat (Anderson dan Nicholls, 1997). Sintesis MIP dilakukan dengan cara selfassembly antara monomer fungsional dengan molekul templat dalam larutan yang diikuti dengan kopolimerisasi monomer fungsional dengan sejumlah besar molekul taut silang yang sesuai. Setelah polimer terbentuk, kemudian molekul templat dilepaskan kembali dengan menggunakan pelarut yang sesuai atau dengan pemanasan sehingga akan dihasilkan kaviti atau ruang kosong yang mirip dengan molekul templat (Jin dan Kyung, 2005). Gambar II.1 Prinsip dasar dari polimer tercetak molekul (Sellergen dan Allender, 2005) Pada Gambar II.1 disajikan skema proses sintesis MIP sehingga pada produk akhir tersisa kaviti hasil pencetakan molekul templat. Sintesis tersebut dilakukan berdasarkan prinsip polimerisasi dengan melibatkan molekul target (templat), monomer fungsional, taut silang, inisiator dan pelarut. Untuk keperluan optimasi komposisi tertentu dan kondisi proses sintesis MIP dapat dilakukan dengan langkah trial and error, desain eksperimen atau desain berbantuan 6

18 7 komputer. Salah satu faktor penting dalam sintesis MIP adalah rasio molekul antara templat dan monomer fungsional yang digunakan. Jadi keperluan sintesis MIP asam kafeat untuk aplikasi ekstraksi bioaktif diperlukan informasi rasio molekul optimum antara asam kafeat dan monomer fungsional. Beberapa paper melaporkan penggunaan asam metakrilat cukup baik untuk digunakan sebagai monomer fungsional bagi templat yang memiliki situs aktif polar (Jin dan Kyung, 2005; Yan dan Row, 2006; dan Khan dkk. 2012). Pada aplikasi untuk bahan polimer tercetak molekul ini sendiri, kajian pemodelan molekul telah banyak dilaporkan pada beberapa paper (Spivak, 2005; Yao dkk. 2008) dan berhasil menghasilkan data teoritik yang bermanfaat untuk sintesis selanjutnya. Dalam hal mengkaji interaksi monomer dan templat ini dapat dilakukan penggunaan perhitungan mekanika kuantum ab initio atau semiempirik. Salah satu metoda semiempirik yang dapat digunakan untuk mempelajari interaksi antar molekul adalah metoda AM1. Penggunaan metoda semiempirik AM1 telah digunakan untuk keperluan desain MIP oleh beberapa peneliti (Farrington dan Regan, 2007, Yao dkk., 2008, Tahir dkk., 2012 a ) karena alasan kecepatan dan tingkat akurasi yang tetap mampu memberikan hasil memuaskan. Pencetakan molekul didasarkan pada kopolimerisasi antara templatmonomer fungsional (vinil, akrilik, metakrilat) membentuk kompleks yang mengikat dengan kelebihan silang di- atau tri-vinil monomer, sehingga membentuk jaringan material organik berpori. Templat bisa dihubungkan dengan monomer fungsional oleh ikatan kovalen koordinasi ion logam, atau obligasi non kovalen. Dua pendekatan utama untuk pencetakan molekul telah ada sampai saat ini, namun dilakukan dengan berbagai modifikasi dan kombinasi: (i) Pendekatan kovalen diawali oleh Wulff dan Sarhan (1972), dan pendekatan non kovalen awalnya dikembangkan oleh Arshady dan Mosbach (1981). Sementara terkait stoikiometri didefinisikan dengan baik melalui pendekatan kovalen yang memiliki kelebihan, pencetakan non kovalen dan teknik pengenalan (molecular recognition) yang telah banyak dalam literatur, karena berfungsi sebagai fasilitator, mudah beradaptasi dan sintesis yang cepat, adanya kemiripan dengan mekanisme pengenalan molekul reseptor alam, dan ketersediaan monomer

19 8 fungsional substansial yang dilaporkan dalam literatur. Namun, kompleksitas dan berbagai interaksi lemah di non kovalen pencetakan perlu dipertimbangkan dengan cermat untuk mengontrol sifat pengenalan MIP non kovalen. Selain itu, heterogenitas situs pengikat yang diproduksi oleh pencetakan non kovalen mencegah MIP non kovalen dari perilaku seperti lapisan yang sangat terorganisir seperti pada antibodi. Pada aplikasi MIP non kovalen memiliki keuntungan dalam proses pemisahan jalur yang panjang atau pada saat waktu inkubasi, sebagaimana diatur dalam aplikasi pemisahan dan tes. Sebaliknya, penggunaan MIP non kovalen dalam teknologi penginderaan kimia yang membutuhkan sinyal yang cepat dan sangat selektif, sehingga kurang baik mengingat fleksibilitas dan kemiripan paling dekat dengan mekanisme pengenalan alami, yang pada penelitian ini akan fokus pada pencetakan non kovalen (Wei dkk., 2007). Pengenalan (recognition) selektif molekul biologis yang relevan mengatur banyak interaksi biologis esensial. Oleh karena itu pada pembentukan atau sintesis, reseptor dibuat mampu mengenali molekul target yang kemudian menarik dengan afinitas tinggi dan selektivitas yang menjadi tujuan jangka panjang untuk penelitian para ilmuwan di bidang kimia, biologi, dan farmasi. Dibandingkan dengan reseptor alami, produksi dan pengolahan reseptor sintetis lebih sederhana dalam sintesis, lebih murah, dan kemampuan merancang reseptor yang lebih kuat (sellergen, 2001; Molinelli dkk., 2005). Selama beberapa dekade terakhir, teknik pencetakan atau templat molekul telah diadopsi sebagai strategi sintesis serbaguna menyediakan berbagai rute sintesis untuk mencapai tujuan. Di antara berbagai pendekatan untuk menghasilkan reseptor sintetis, teknik pencetakan molekul menawarkan sejumlah keunggulan yang berbeda, yang meliputi (i) adanya komparatif atau perbandingan dalam pembuatan polimer molekuler yang dicantumkan, (ii) kekuatan yang melekat pada unsur pengenalan (recognition elements) tersebut, dan (iii) stabilitas termal, mekanik, dan kimia yang diperoleh material templat (Sellergen, 2001 ; Molinelli dkk., 2005). Dengan teknik ini relatif telah banyak molekul kecil yang berhasil diaplikasikan untuk deteksi (sensor) dan kuantifikasi molekul templat, serta termasuk penerapan bahan pengenalan pada bidang sensor biomimetik (Kriz

20 9 dkk., 1995; Jakusch dkk., 1999; Greene dan Shimizu, 2005), afinitas kromatografi (Kempe dan Mosbach, 1995; Haginaka dan Sanbe, 2001; Watabe dkk., 2005), ekstraksi fase padat (Sellergen dan Allender, 2005), dan tes antibodi (Vidyasankar, 1997). Pada akhirnya tantangan bagi generasi MIP berikutnya adalah sintesis yang dirancang dengan sengaja dan pemahaman tentang reseptor yang lebih baik dengan tingkat efisiensi yang tinggi, dan mendasari pembentukan situs pengikat, caranya adalah dengan menyelidiki interaksi tingkat molekuler antara struktur molekul yang terlibat dalam prosedur pencetakan. Untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan MIP, monomer fungsional dibutuhkan untuk memfasilitasi pembentukan kompleks semakin kuat dengan molekul templat. Penggunaan asam metakrilat (MAA) sebagai monomer fungsional berkaitan dengan fakta bahwa asam karboksilat (kelompok fungsional) dapat bertindak atau membentuk sebagai ikatan hidrogen dan donor proton, serta aseptor ikatan hidrogen (Abraham dkk., 1989). Secara umum, templat yang mengandung gugus fungsional atau ikatan hidrogen berpotensi cocok untuk sistem MAA / EDMA (etilena glikol dimetakrilat) (Sellergen dkk., 1988). Namun, dalam banyak kasus, kemampuan MIP yang tidak selektif seperti yang diharapkan bahkan setelah optimalisasi pada kondisi sintesis, hal ini berkaitan dengan interaksi lemah antara molekul templat dan monomer fungsional. Dari pertimbangan ini, kelebihan monomer fungsional biasanya diterapkan untuk memastikan pembentukan monomer kompleks templatfungsional. Situs pengikatan heterogenitas telah ditangani dengan cara menonaktifkan situs afinitas pengikatan yang rendah melalui esterifikasi dengan reagen blocking yang tepat seperti diazometana atau fenil diazometana (Umpleby dkk., 2001). Dalam proses ini, molekul templat yang digunakan sebagai pelindung sebuah reagen in-situ yang melindungi situs pengikat dengan afinitas yang tinggi. Namun demikian dengan afinitas rata-rata yang semakin meningkat tidak berbanding lurus dengan membaiknya kapasitas pengikatan yang disintesis dari MIP.

21 10 II.1.2 Polimer tercetak molekul dan peranannya sebagai material selektif Aplikasi MIP yang beragam terutama dalam bidang kimia terapan menyebabkan penelitian mengenai material ini terus berkembang. Pada perkembangannya peranan MIP sebagai material selektif banyak digunakan untuk keperluan ekstraksi fasa padat, penghantar obat, dan bahan sensor kimia (Baeumner, 2003). Rahiminejad, dkk (2009) melaporkan uji adsoptifitas MIP dengan teknik ekstraksi fasa padat untuk analisis kandungan diazinon dalam air mineral dan didapatkan lebih dari 90% diazinon dalam sampel teradsorb secara efektif. Lebih lanjut Awokoya dan Moronkola (2012) telah berhasil melakukan uji adsorptivitas MIP selektif dibenzotiofen dan mendapatkan bahwa karakteristik adsorpsi dibenzotiofen pada MIP mengikuti isotermal Langmuir yang mengindikasikan bahwa proses adsorpsi berlangsung pada situs homogen spesifik dan tidak ada adsorpsi lagi setelah situs spesifik diisi oleh molekul templat. Uji selektivitas adsorpsi MIP dalam larutan dibenzotiofen dan benzotiofen menggunakan spektrofotometer UV/Vis menyatakan bahwa MIP sangat selektif terhadap dibenzotiofen. Di samping itu pula, MIP dapat digunakan kembali dalam lima kali pengulangan tanpa kehilangan performa adsorptivitas dan selektivitasnya. Hasil yang sama pula didapatkan oleh He dkk. (2012) pada MIP selektif kaemferol. Perkembangan riset MIP sebagai sistem pengantar obat telah banyak dilakukan pada berbagai molekul templat diantaranya Piletsky dkk. (2006), Singh dan Chauhan (2008) dan Zhao dkk. (2009). Sebagai contoh, nanopartikel MIP telah berhasil disintesis oleh Rostamizadeh dkk. (2012) dan menunjukkan kapasitas loading yang tinggi terhadap naltrekson. Selain itu mekanisme pelepasan obat dalam MIP lebih mudah dikontrol karena adsorpsi senyawa obat bukan merupakan absorpsi kimia akan tetapi pengikatan senyawa obat pada kavitas MIP secara non kovalen sehingga dengan perlakukan tertentu akan pelepasan molekul obat lebih terkontrol. Aplikasi lainnya yaitu salah satu bahan untuk sensor kimia terutama sensor sensitif massa analit seperti sensor Quartz Crystal Microbalance (QCM). Penggunaan MIP dalam sensor QCM akan meningkatkan afinitas dan selektivitas

22 11 sensor terhadap bahan analit. Mirmohseni dkk., (2008) melaporkan aplikasi sensor kristal kuarsa untuk pengenalan molekul fenilalanin dalam larutan. Tahap awal MIP selektif fenilalanin disintesis, kemudian dilapiskan pada sensor untuk membentuk struktur komplementer. Penentuan komposisi molekul analit dalam larutan didasarkan pada pergeseran frekuensi elektroda kristal kuarsa termodifikasi MIP dikarenakan adsorpsi fenilalanin. Pergeseran frekuensi berhubungan linier dengan konsentrasi fenilalanin dalam larutan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa biosensor termodifikasi MIP memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap fenilalanin dibandingkan dengan sensor tanpa MIP. Oleh karena peranannya yang sangat signifikan, maka pengembangan MIP terutama dalam hal optimasi komposisi dan kondisi sintesis terus dilakukan untuk mendapatkan MIP selektif molekul analit. II.1.3 Arti penting optimasi komposisi dalam MIP Dalam upaya untuk meningkatkan selektivitas MIP terhadap molekul analit maka optimasi kondisi sintesis MIP perlu dilakukan. Umumnya, optimasi kondisi sintesis MIP meliputi pemilihan monomer fungsional, molekul taut silang dan pelarut yang efektif serta optimasi rasio templat-monomer fungsional. Monomer fungsional berinteraksi secara langsung dengan molekul templat sehingga kriteria pemilihan monomer fungsional harus didasarkan pada kekuatan interaksi kompleks yang dihasilkan. Kekuatan interaksi ini berhubungan langsung dengan tipe interaksi kompleks. Berdasarkan pertimbangan termodinamik dan energetik, dalam MIP non kovalen monomer fungsional yang mampu berinteraksi melalui ikatan hidrogen lebih disukai daripada non ikatan hidrogen (Riahi dkk., 2010). Berdasarkan data eksperimen, kekuatan interaksi melalui ikatan hidrogen berkisar antara kj/mol. Sedangkan kekuatan interaksi phi-phi berkisar antara 0-50 kj/mol (Albrecht dkk., 2007). Dengan interaksi hidrogen yang relatif kuat ini diharapkan molekul templat tidak akan lepas dengan mudah ketika terperangkap pada kavitas MIP. Vasquez (2003) telah berhasil melakukan kajian komprehensif mengenai pengaruh monomer fungsional dan molekul taut silang terhadap daya

23 12 adsorptivitas MIP yang dihasilkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa monomer fungsional dan molekul taut silang efektif adalah yang mampu menstabilkan kompleks templat-monomer fungsional dan struktur polimer. Di samping itu pula, rasio templat-monomer fungsional dan rasio monomer fungsional-molekul taut silang merupakan faktor yang sangat perlu dipertimbangkan dalam sintesis MIP. Rasio templat-monomer fungsional akan mempengaruhi jumlah situs pengikatan komplementer sehingga akan mempengaruhi efektivitas kavitas dalam mengenali molekul templat sedangkan rasio monomer fungsional-molekul taut silang akan mempengaruhi kestabilan kerangka polimer dan kemiripan struktur kavitas dengan molekul templat. Hasil analisis menggunakan HPLC menunjukkan bahwa penggunaan monomer fungsional dan molekul taut silang yang tidak sesuai akan menurunkan daya adsorptivitas MIP. Dengan demikian desain komponen dan kondisi sintesis MIP perlu dilakukan. II.1.4 Perhitungan semiempirik AM 1 untuk desain MIP Kimia komputasi termasuk kajian teoritik yang mendukung perkembangan teori-teori ilmu kimia, kajian kimia komputasi terhadap suatu sistem kimia diawali dengan langkah pemodelan sistem yang akan dikaji, dilanjutkan dengan perhitungan sifat fisikokimia, diakhiri dengan analisis data yang dihasilkan dari perhitungan. Jika data eksperimen tersedia, hasil yang diperoleh melalui kajian teori kimia komputasi bisa dibandingkan dengan data-data percobaan. Jika tidak tersedia data eksperimen, maka pemilihan metode yang tepat akan menentukan hasil kajian itu (Jensen, 2007). Kimia komputasi tidak hanya membicarakan mekanika kuantum saja, tetapi juga mekanika molekular, minimisasi, simulasi, analisis konformasi dan metode komputasi lain untuk memahami serta memperkirakan perilaku sistem molekuler. Pemodelan senyawa dapat menggunakan semua metode tersebut, model senyawa dapat diartikan sebagai representasi dan manipulasi struktur senyawa dan sifat yang didasarkan pada struktur 3D (Leach, 1996).

24 13 Perhitungan semiempirik merupakan perhitungan orbital molekul yang didasarkan pada perhitungan kimia kuantum. Perhitungan ini akan menghasilkan penyelesaian terhadap persamaan Schrὃdinger dengan menggunakan pendekatan tertentu dan beberapa data empirik untuk menggambarkan sifat-sifat elektron dari suatu atom atau molekul (Pranowo, 2002). Dibandingkan dengan metode ab initio, perhitungan dengan metode semiempirik dapat dijalankan lebih cepat karena tidak semua persamaan diselesaikan secara eksak dan elektron yang diperhitungkan hanyalah elektron valensi saja. Perhitungan semiempirik mekanika kuantum ini meliputi tujuh metode yaitu metode Extended Huckel, Complete Neglect of Differential Overlap (CNDO), Intermediate Neglect of Differential Overlap (INDO), Modified Neglect on Diatomic Overlap (MNDO), Modified Intermediate Neglect of Differential Overlap (MINDO3), Austin Model 1 (AM1) dan Parameterized Model 3 (PM3). Beberapa metode semiempirik yang sering digunakan adalah AM1, PM3 dan MNDO, tetapi secara umum AM1 dan PM3 lebih disukai. AM 1 dan PM3 dapat mengoreksi kesalahan over optimasi yang dilakukan MNDO dalam menghitung tolakan antar atom yang terpisah pada jarak van der Waals. Metode AM1 dan PM3 cukup baik untuk memprediksi cincin beranggota enam seperti benzena (Pranowo, 2002). Dari segi keunggulan dalam perhitungan fungsi tolakan inti, metode AM1 diasumsikan baik digunakan dalam penelitian ini. Metode AM1 merupakan metode perbaikan serta pengembangan dari metode CNDO dan MNDO terutama untuk perhitungan orbital molekul senyawa-senyawa yang mengandung oksigen dan nitrogen karena merupakan metode perbaikan serta hasil pengembangan lebih lanjut dari metode sebelumnya. Hasil yang diperoleh dari perhitungan ini adalah sifat-sifat elektronik, geometri optimasi, energi total dan panas pembentukan dari molekul yang bersangkutan. Keunggulan metode AM1 ini dibandingkan metode CNDO dan MNDO dari segi teori adalah dapat dilakukan koreksi terhadap adanya tolakan antar inti atom dan terhadap adanya pengaruh ikatan hidrogen (Leach, 1996). Senyawa dalam penelitian ini merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan benzena serta mengandung oksigen sehingga AM1 merupakan metode semiempirik yang

25 14 dianggap cocok dengan mendekati hasil eksperimen. Perhitungan ini telah berhasil digunakan dalam mengevaluasi interaksi non kovalen pada kasus jaringan ikatan hidrogen pada kristal organik (Hajnal dkk., 1999), homo polimerisasi spiroortokarbonat (Harris dkk., 2000), dan interaksi ikatan hidrogen antar molekul pada stereoisomer asam α-fenil furilsinamat (Talaber dkk., 2003). Dengan demikian, dengan menggunakan metode yang sama diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari interaksi non kovalen antara monomer fungsional dan templat pada MIP. II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian II.2.1 Perumusan hipotesis Dasar Pemikiran 1 : Pembentukan MIP melewati tahapan struktur supramolekular atau kompleks yang terbentuk dari kompleks dan monomer di dalam pelarut. Kajian kestabilan kompleks tersebut dapat dipelajari dengan bantuan pemodelan molekul. Langkah yang dilakukan dengan perhitungan energi ikat antara templat dan monomer fungsional. Untuk rancangan MIP pada asam kafeat maka langkah serupa dapat diterapkan. Hipotesis 1 : Jika asam kafeat diinteraksikan dengan suatu monomer fungsional yang dapat membentuk kompleks maka berdasarkan energi ikat hasil perhitungan mekanika kuantum semiemprik AM1 akan dapat ditentukan monomer-monomer fungsional yang paling sesuai untuk asam kafeat. Dasar Pemikiran 2 : Penentuan rasio optimum asam kafeat/asam metakrilat pada desain polimer tercetak molekul (MIP) dapat ditentukan berdasarkan pemodelan molekul yang mempelajari interaksi non kovalen antara asam kafeat sebagai templat dan asam metakrilat sebagai monomer fungsional. Analisis yang dilakukan untuk mencari kestabilan komplek yang terbentuk didasarkan parameter energi interaksi antara asam metakrilat dan asam metakrilat. Rasio kompleks asam kafeat/asam metakrilat yang baik memiliki energi interaksi kompleks yang paling optimum.

26 15 Hipotesis 2 Kompleks asam kafeat/asam metakrilat yang paling stabil akan ditandai dengan energi interaksi paling tinggi yang merupakan merupakan rasio optimum kedua senyawa. Dasar Pemikiran 3 : Pada struktur molekul asam kafeat yang memiliki ikatan rangkap pada rantai sampingnya, akan berpengaruh pada saat proses sintesis karena senyawa ini dapat terserang agen inisiator seperti radikal bebas dan ikut terpolimerisasi. Hal ini akan berakibat pada sulitnya saat proses pencucian. Hipotesis 3 Mengingat adanya ikatan rangkap pada rantai alifatisnya maka perlu dilakukan pencarian templat pengganti atau pengganti asam kafeat agar tujuan dari sintesis MIP dapat tercapai. II.2.2 Rancangan penelitian Penelitian ini diawali dengan tahap pemilihan monomer fungsional yang di interaksikan dengan templat asam kafeat, parameter yang digunakan adalah momen dipol dan energi interaksi. Monomer yang dipilih memiliki nilai momen dipol besar yang mengindikasikan bahwa monomer tersebut bersifat polar sehingga dapat diinteraksikan dengan asam kafeat yang juga bersifat polar. Energi interaksi dipilih dengan nilai yang optimum sehingga akan membentuk situs ikatan yang baik. Tahap kedua dilakukan dengan metode yang sama untuk optimasi rasio asam kafeat dan asam metakrilat. Rasio optimum dipilih berdasarkan energi interaksi yang paling optimum. Setelah itu dilakukan pencarian templat pengganti sebagai pengganti asam kafeat dengan memanfaatkan database dan software kimia komputasi sehingga dapat dipilih templat pengganti yang paling sesuai dan direkomendasikan untuk sintesis MIP.

27 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Alat dan Materi Penelitian III.1.1 Materi penelitian Molekul yang dimodelkan adalah asam kafeat dan dua puluh monomer fungsional yang digunakan oleh Karim dkk. (2007). Data struktur monomer fungsional disajikan pada tabel III.1. III.1.2 Alat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer dengan spesifikasi yaitu, processor Intel CPU GHz (CPUs), memory 2 GB RAM dan sistem operasi windows 7 32-bit. Prosedur pengerjaan penelitian ini menggunakan software program Hyperchem 8 (Hypercube) (Lisensi: Iqmal-Tahir), Marvin Sketch, Chemspider, RCSB dan pengolahan data menggunakan program Microsoft Excel. III.2 Prosedur Kerja III.2.1 Seleksi monomer fungsional Penelitian ini dimulai dengan melakukan pemodelan molekul asam kafeat dan dua puluh monomer fungsional yang masing-masing dibuat dalam kerangka struktur 2D dan dilanjutkan dengan pembentukan struktur 3D. Selanjutnya pada model molekul yang sudah terbentuk dilakukan optimasi geometri menggunakan algoritma Polak Ribiere dengan gradien Root Mean Square (RMS) ditentukan 0,001 kkal/(å.mol). Perhitungan energi dan struktur elektronik molekul dilakukan dengan menggunakan pendekatan mekanika kuantum semiempirik AM1 dengan metode Self Consisten Field (SCF) pada tingkat Restricted Hartree-Fock (RHF). Pemodelan kompleks ini berdasarkan pada interaksi sisi aktifnya. Perhitungan dinyatakan selesai sampai kriteria konvergensi tercapai. Untuk mengevaluasi monomer fungsional yang akan memberikan pengikatan yang baik dengan molekul asam kafeat digunakan parameter momen dipol dan energi ikat (binding energi). Momen dipol digunakan untuk mengevaluasi tingkat polaritas 16

28 17 suatu senyawa. Senyawa polar akan berinteraksi dengan senyawa yang juga bersifat polar. Dengan mengacu pada referensi dari Farrington dan Regan (2007), energi interaksi monomer fungsional-templat dihitung dengan menggunakan persamaan : E=E kompleks E asam kafeat E monomer fungsional (1) Dimana E kompleks, E asam kafeat, dan E monomer fungsional berturut-turut adalah energi ikat kompleks kafeat-asam metakrilat, asam kafeat, dan monomer fungsional. Dari nilai energi interaksi dan momen dipol dilakukan analisis untuk melakukan pemilihan monomer fungsional yang sesuai. Kriteria yang digunakan adalah nilai momen dipol dan energi interaksi templat-monomer. III.2.2 Optimasi rasio molekul asam kafeat-asam metakrilat Kemudian penelitian dilanjutkan dengan melakukan pemodelan molekul asam kafeat dan asam metakrilat dengan rasio templat-monomer (1:n) bervariasi mulai n= 1-5. Masing-masing model struktur interaksi dibuat dalam bentuk struktur 2D dilanjutkan dengan pembentukan struktur 3D. Selanjutnya pada model molekul yang sudah terbentuk dilakukan optimasi geometri menggunakan perhitungan dan metode yang sama. Parameter yang digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan kompleks yang terbentuk adalah energi interaksi kompleks asam kafeat-asam metakrilat yang didapat dengan menerapkan persamaan : E = E kompleks E asam kafeat (n) E asam metakrilat (2) Dimana E kompleks, E asam kafeat, dan E asam metakrilat berturut-turut adalah energi ikat kompleks kafeat-asam metakrilat, asam kafeat, dan asam metakrilat. Masing-masing nilai energi tersebut diperoleh dari data hasil optimasi geometri masing-masing senyawa yang dimodelkan. Nilai n pada persamaan (2) adalah jumlah asam metakrilat yang diinteraksikan dan pada penelitian ini dibatasi antara 1-5.

29 18 Tabel III.1 Struktur monomer fungsional yang digunakan dalam pemodelan (Karim dkk., 2007) No. Nama Struktur 1 2-vinilpiridin 2 4-vinilpiridin 3 Akrolein 4 Akrilamida 5 Asam akrilat 6 Asam akrilamido-2-metil-1 -propanasulfonat 7 Akrilonitril 8 Alilamin 9 Asam metakrilat 10 Etilen glikol dimetakrilat 11 Hidroksi etil metakrilat 12 m-divinil benzena 13 p-divinil benzena 14 Stirena 15 Asam urokanat 16 N,N-metilen bis akrilamida 17 N,N-dietil amino etil metakrilat 18 Asam urokanat etil ester 19 Asam itakonat 20 Vinil imidazola

30 19 III.2.3 Pemilihan templat pengganti Untuk asam kafeat, struktur molekulnya memiliki ikatan rangkap pada rantai sampingnya. Hal ini berakibat senyawa dapat terserang agen inisiator dan ikut terpolimerisasi. Untuk itu dicari templat pengganti dengan mencari molekul lain yang serupa asam kafeat. Pemilihan dilakukan berdasarkan pencarian struktur serupa yang memiliki data momen dipol, BM dan volume molekular yang tidak jauh berbeda.

31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pemilihan Monomer Fungsional Pada penelitian ini telah dilakukan analisis interaksi setiap monomer fungsional pada templat asam kafeat dengan perhitungan nilai energi ikat dan pengamatan mengenai ikatan non kovalen khususnya ikatan hidrogen pada kompleks yang terbentuk. Untuk menginteraksikan pada posisi yang sesuai, terlebih dahulu disajikan data elektronik molekul asam kafeat yang diwakili oleh peta kontur rapat muatan total dan potensial elektrostatik (Gambar IV.1). Struktur asam kafeat memiliki cincin aromatik dan gugus substituen pada cincin tersebut yaitu 2 gugus hidoksil dan gugus karboksilat yang merupakan gugus penarik elektron karena merupakan pusat elektronegatif. (a) (b) (c) = karbon = oksigen = hidrogen Gambar IV.1. (a) Struktur asam kafeat 3D hasil optimasi (b) peta rapat muatan total dan (c) peta potensial elektrostatik 20

32 21 Pada Gambar IV.1(b) disajikan peta rapat muatan asam kafeat, dari Gambar ini dapat diketahui informasi mengenai sebaran muatan elektron pada molekul tersebut, dapat dlihat bahwa sebaran elektron berada pada cincin aromatis, dan pada gugus karboksilat dan juga hidroksil yang ditunjukkan dengan garis kontur hijau yang paling rapat. Hal ini mengindikasikan bahwa monomer fungsional akan berinteraksi kuat pada daerah ini. Secara umum, peta rapat muatan elektron total merepresentasikan fungsi kerapatan elektron untuk elektron valensi molekul pada tingkat yang menggambarkan peluang untuk menemukan elektron pada suatu titik dalam ruang (Khan dkk., 2012) seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.2. Dari data ini dapat diketahui atom-atom apa saja yang memiliki rapat muatan elektron terbesar yang memungkinkan dapat menimbulkan ikatan hidrogen yang baik jika diinteraksikan dengan molekul asam metakrilat. Peta kontur potensial elektrostatik ditunjukkan pada Gambar IV.1(c). Seperti halnya dengan rapat muatan total, Gambar ini juga memberikan informasi mengenai sisi aktif pada molekul asam kafeat yang ditunjukkan dengan garis merah atau ungu pada kontur. Dari peta kontur potensial elektrosatik selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi daerah mana yang akan dilakukan pemodelan interaksi dalam membentuk kompleks antara monomer fungsional dengan templat asam kafeat. Sisi aktif pada molekul inilah yang kemudian digunakan sebagai daerah utama untuk interaksi antara asam kafeat dan monomer fungsional yang dipelajari pada penelitian ini. Secara umum interaksi pada MIP terdiri dari interaksi kovalen dan non kovalen. Akan tetapi, interaksi non kovalen digunakan secara lebih luas daripada interaksi kovalen ini dikarenakan pada MIP-non kovalen tidak membutuhkan langkah sintetik pada pembentukan kompleks monomer fungsional templat dan lebih mudah dalam hal pelepasan templat pada langkah pembilasan (Riahi dkk., 2009). Hal yang menjadi pertimbangan utama dalam sintesis MIP adalah terbentuknya kompleks yang stabil yang ditunjukkan dengan energi interaksi monomer fungsional dan asam kafeat yang tinggi. Contoh beberapa monomer fungsional yang polar yang umum digunakan dalam sintesis MIP antara lain adalah asam metakrilat, asam akrilat, vinil imidazola, 2-vinilpiridin, 4-vinilpiridin,

33 22 akrilamida, asam akrilamido-2-metil-1-propanasulfonat, dan hidroksi etil metakrilat (Vasapollo dkk., 2011). Pada kajian ini sisi aktif pada asam kafeat yang terdapat gugus karboksilat dengan potensial elektrostatik paling tinggi kemudian digunakan sebagai situs interaksi dengan monomer. Peluang untuk menemukan elektron pada suatu titik dalam ruang Gambar IV.2 Ilustrasi visual rapat muatan total pada interaksi asam kafeat dan asam akrilat Tabel IV.1 menyajikan data momen dipol dan energi interaksi serta ditampilkan pula diagram energi interaksi kompleks yang terbentuk dengan rasio perbandingan monomer fungsional-templat 1:1. Dari Tabel IV.1, dapat dilihat nilai momen dipol dua puluh monomer fungsional. Momen dipol merupakan ukuran polaritas molekul yang didapat dari hasil kali antara muatan atom dengan jarak antar atom yang berikatan. Semakin besar perbedaan keelektronegatifan antar atom yang berikatan, maka nilai momen dipol akan semakin besar. Nilai momen dipol asam kafeat adalah 2,96 debye, nilai momen dipol yang besar ini mengindikasikan bahwa molekul asam kafeat merupakan molekul polar yang berinteraksi dengan baik dengan molekul yang juga polar. Berdasarkan data ini maka dipilih monomer fungsional yang mampu berinteraksi polar dengan asam kafeat dengan kriteria nilai momen dipol lebih besar dari 2. Metode seleksi ini juga telah berhasil digunakan dalam mendesain MIP untuk bahan templat sinensetin (Tahir dkk., 2010), quercetin (Tahir dkk., 2012 a ) dan allopurinol (Tahir dkk., 2012 b ).

34 23 Tabel IV.1. Nilai momen dipol monomer fungsional Fungsi Nama senyawa Momen dipol (Debye) Templat Asam kafeat 2,964 Monomer fungsional 1 2-vinilpiridin 1, vinilpiridin 2,25 3 Akrolein 3,06 4 Akrilamida 3,95 5 Asam akrilat 2,46 6 Asam akrilamido-2- metil-1-4,62 propanasulfonat 7 Akrilonitril 2,94 8 Alilamin 1,48 9 Asam metakrilat 2,01 10 Etilen glikol dimetakrilat 0,00 11 Hidroksi etil metakrilat 3,31 12 m-divinil benzena 0,02 13 p-divinil benzena 0,03 14 Stirena 0,01 15 Asam urokanat 5,28 16 N,N-metilen bis akrilamida 6,14 17 N,N-dietil amino etil metakrilat 2,81 18 Asam urokanat etil ester 4,63 19 Asam itakonat 3,02 20 Vinil imidazola 3,40 Catatan: Huruf tebal menunjukkan monomer terpilih Berdasarkan pertimbangan kesesuaian ukuran polaritas menggunakan nilai momen dipol yang terhitung ini, maka digunakan sebagai seleksi pertama dari dua puluh monomer fungsional yang diteliti. Dari nilai momen dipol yang tertera pada tabel IV.1, terpilih 14 monomer fungsional yang memenuhi kriteria yaitu no (2) 4-vinilpiridin, no (3) akrolein, no (4) akrilamida, no (5) asam akrilat, no (6) asam akrilamido-2-metil-1-propanasulfonat, no (7) akrilonitril, no (9) asam metakrilat, no (11) hidroksi etil metakrilat, no (15) asam urokanat, no (16) N,N'-metilen bis akrilamida, no (17) N,N-dietil amino etil metakrilat, no (18) asam urokanat etil ester, no (19) asam itakonat, dan no (20) vinil imidazola. Dari 14 monomer fungsional ini kemudian dilakukan seleksi tahap kedua dengan menggunakan paramater energi interaksi ( E). Data energi interaksi menunjukkan kestabilan kompleks yang terbentuk, semakin tinggi nilai energi interaksi yang ditunjukkan dengan semakin negatif nilai E maka kompleks yang terbentuk lebih mungkin untuk eksis dalam bentuk kompleksnya. Dengan kata

35 24 lain, kompleks dengan nilai E yang tinggi akan mampu memberikan selektivitas yang lebih baik pada MIP yang disintesis. Data hasil perhitungan E disajikan pada tabel IV.2. Tabel IV.2. Nilai energi interaksi ( E) kompleks asam kafeat-monomer Energi (kkal/mol) No. Monomer fungsional Monomer fungsional Kompleks E (kkal/mol) 1 2-vinilpiridin -1623, ,96-6, vinilpiridin -1625, ,18-3,79 3 Akrolein -797, ,11-4,91 4 Akrilamida -970, ,98-4,86 5 Asam akrilat -916, ,51-8,95 6 Asam akrilamido-2- metil-1-propanasulfonat -2435, ,71-12,58 7 Akrilonitril -737, ,85-3,79 8 Alilamin -978, ,44-3,53 9 Asam metakrilat -1198, ,96-10,81 10 Etilen glikol dimetakrilat -2822, ,64-4,47 11 Hidroksi etil metakrilat -1850, ,66-9,88 12 m-divinil benzena -2174, ,59-5,97 13 p-divinil benzena -2174, ,25-2,39 14 Stirena -1745, ,52-2,14 15 Asam urokanat -1709, ,98-4, N,N-metilen bis akrilamida -2087, , ,27 N,N-dietil amino etil metakrilat -3011, ,3234-8,09 18 Asam urokanat etil ester -2259, ,0282-2,19 19 Asam itakonat -1575, ,8736-8,40 20 Vinil imidazola -1316, ,4023-4,23 Catatan: huruf tebal menunujukkan monomer terpilih. E dihitung dari persamaan (1). Energi untuk templat asam kafeat = 2331,95 kkal/mol Pada Gambar IV.3 ditampilkan diagram energi interaksi asam kafeat dan masing-masing dengan 14 monomer fungsional yang sudah diseleksi dari tahap pertama. Dari 14 kompleks yang terseleksi pada tahap 2 ini terdapat 2 kompleks dengan energi interaksi tertinggi dan 3 kompleks dengan energi interaksi terendah. Dua kompleks dengan energi interaksi tertinggi dibentuk antara struktur asam kafeat dengan monomer fungsional no (6) asam akrilamido-2-metil-1-

36 Negatif Energi Interaksi (kkal/mol) 25 propanasulfonat dengan energi interaksi sebesar -12,58 kkal/mol dan dengan monomer fungsional no (16) N,N'-metilen bis akrilamida dengan energi interaksi sebesar -17,27 kkal/mol. Nilai energi interaksi yang tinggi ini mengindikasikan bahwa MIP yang terbentuk dengan menggunakan dua monomer fungsional tersebut akan memberikan selektivitas MIP yang sangat baik dibandingkan dengan kompleks yang lain. Akan tetapi, interaksi yang sangat kuat tersebut akan berdampak pada sulitnya dalam hal proses pelepasan templat untuk membentuk kaviti berbentuk asam kafeat selama proses pencucian (leaching process). Proses pencucian tersebut akan membutuhkan perlakuan khusus seperti menggunakan pelarut kuat, pemanasan yang tinggi atau waktu proses pelepasan yang lama, padahal seringkali pencucian ini tetap meninggalkan residu asam kafeat pada produk MIP akhir. Dengan demikian dua monomer ini tidak direkomendasikan sebagai monomer fungsional untuk templat asam kafeat ,28 12,58 8,95 10,81 9,88 8,09 8,41 3,79 4,91 4,86 3,79 4,16 4,24 2, Monomer Gambar IV.3 Diagram energi interaksi kompleks monomer fungsional-templat terseleksi momen dipol Kemudian tiga kompleks dengan energi terendah yang membentuk komplek asam kafeat dengan monomer-monomer fungsionalnya no (2) 4-vinilpiridin dengan energi interaksi sebesar 3,79 kkal/mol, no (7) akrilonitril dengan energi ineraksi sebesar 3,79 kkal/mol dan no (17) N,N-dietil amino etil metakrilat dengan energi interaksi sebesar 2,19 kkal/mol. Energi interaksi yang kecil ini mengindikasikan bahwa kompleks yang terbentuk kurang stabil sehingga

37 26 dimungkinkan MIP yang terbentuk juga akan memiliki tingkat selektivitas yang rendah terhadap asam kafeat. Apabila tingkat selektivitas yang dihasilkan pada saat sintesis MIP ini rendah maka berakibat pada kurang spesifiknya dalam hal pengikatan templat sehingga akan mengurangi tingkat keakuratan dari MIP yang dihasilkan. MIP dirancang untuk mengenali molekul target dan mengikatnya dalam kaviti yang bekerja secara selektif. Dengan demikian untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan interaksi dengan energi yang optimum dan energi yang optimum tersebut tidak mungkin dicapai dengan interaksi yang lemah antara monomer fungsional dengan asam kafeat sebagai templat. Berdasarkan alasan ini, maka tiga monomer fungsional dengan energi interaksi yang relatif rendah ini juga tidak digunakan untuk sintesis polimer tercetak asam kafeat. Kompleks yang memiliki energi interaksi ideal yang diduga merupakan kompleks yang stabil dan mengindikasikan MIP yang baik. Sembilan kompleks tersebut ditunjukkan pada Gambar IV.4 untuk energi interaksi yang berada pada batas bawah dan batas atas. Kompleks ini terbentuk dari asam kafeat dan monomer-monomer fungsional no (3) akrolein, no (4) akrilamida, no (5) asam akrilat, no (9) asam metakrilat, no (11) hidroksi etil metakrilat, no (15) asam urokanat, no (17) N,N-dietil amino etil metakrilat, no (19) asam itakonat dan no (20) vinil imidazola. Interaksi templat dan masing-masing monomer fungsional ditampilkan pada Gambar IV.4. Pada Gambar IV.4, bisa dilihat struktur kompleks antara asam kafeat sebagai templat dan monomer-monomernya setelah dilakukan optimasi geometri. Dari struktur yang terbentuk ini menunjukkan bahwa kompleks ini stabil pada struktur tersebut dan eksis dengan ditunjukkan oleh energi interaksi dengan nilai yang ideal. Hal ini akan memungkinkan untuk sintesis MIP dengan tingkat sensitivitas dan selektivitas yang baik.

38 27 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Gambar IV.4. Ilustrasi interaksi kompleks antara asam kafeat dengan monomer fungsional : (a) akrolein, (b) akrilamida, (c) asam akrilat, (d) asam metakrilat, (e) hidroksi etil metakrilat, (f) asam urokanat, (g) N,N-dietil amino etil metakrilat, (h) asam itakonat dan (i) vinil imidazola.

39 28 Terpilih 9 interaksi kompleks antara asam kafeat dengan monomermonomernya dan dapat dilihat bahwa 8 monomer fungsional berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan asam kafeat dan 1 monomer fungsional berinteraksi melalui gaya dipol-dipol. Dalam proses seleksi monomer fungsional yang efektif untuk sintesis MIP pembentukan ikatan hidrogen pada interaksi kompleks templat-monomer merupakan suatu pertimbangan yang sangat penting karena dengan ikatan hidrogen akan dihasilkan situs interaksi yang lebih baik dan semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk maka afinitas dan selektivitas MIP semakin tinggi (Yan dkk., 2006). Berdasarkan pertimbangan ini maka no (4) akrilamida akhirnya juga tidak dipilih sebagai monomer fungsional untuk sintesis polimer tercetak asam kafeat. Selanjutnya, apabila telah diperoleh monomer fungsional yang cukup baik untuk digunakan pada sintesis MIP asam kafeat yang relatif selektif terhadap asam kafeat, maka penelitian dapat dilanjutkan pada tahap penentuan rasio optimum monomer fungsional-asam kafeat. Hasil ini kemudian dapat digunakan untuk ekstraksi bioaktif untuk analisis asam kafeat secara cepat. Dari 8 monomer fungsional terpilih selanjutnya dipilih asam metakrilat guna dikaji untuk penentuan rasio molekul templat-monomer. Dipilihnya asam metakrilat ini karena bahan ini yang tersedia dan berdasarkan literatur direkomendasikan sebagai monomer fungsional. IV.2 Interaksi Asam Kafeat-Asam Metakrilat Asam metakrilat telah dipilih sebagai monomer fungsional guna penentuan rasio molekul templat-monomer. Hasil kajian interaksi senyawa secara visual ditunjukkan pada Gambar IV.5 berupa visualisasi kombinasi interaksi kompleks asam kafeat dan asam metakrilat pada posisi yang berbeda-beda. Pada gambar tersebut ditunjukkan model (1), (2), (3), dan (4) terkait interaksi asam metakrilat pada sisi aktif asam kafeat dengan karakteristik interaksi kompleks melalui ikatan hidrogen dan model (5) bukan pada sisi aktif asam kafeat dengan karakteristik interaksi kompleks melalui gaya dipol sesaat. Dalam studi ini, pertimbangan memasukkan model (5) adalah sebagai perbandingan untuk mempelajari grafik

40 29 energi interaksi kompleks asam kafeat-asam metakrilat dengan jumlah molekul asam metakrilat yang lebih tinggi (khusus untuk rasio 1:5). (1) (2) (3) (4) (5) Gambar IV.5. Model interaksi kompleks asam kafeat-asam metakrilat pada posisi yang berbeda. Garis putus menunjukkan ikatan hidrogen. Gambar IV.6 merupakan diagram energi interaksi kompleks kafeat-asam metakrilat dengan rasio 1:1 seperti yang telah disajikan pada Gambar IV.5. Dari Gambar IV.6 dapat dilihat bahwa interaksi seperti model 2 memberikan energi interaksi tertinggi dibandingkan dengan model yang lain yaitu -11,21 kkal/mol. Hal ini dapat dipahami bahwa interaksi non kovalen tersebut terjadi antara gugus karboksilat pada masing-masing asam kafeat dan asam metakrilat. Model (2) ini lebih memungkinkan karena pada sisi ini mempunyai muatan atom yang paling negatif daripada atom yang lainnya. Untuk pada model 5 memberikan energi interaksi terendah yaitu -8,73 kkal/mol, hal ini karena pada model ini asam kafeat-

41 Negatif energi interaksi (kkal/mol) 30 asam metakrilat berinteraksi hanya melalui gaya dipol sesaat sehingga kurang stabil apabila dibandingkan dengan model yang lain ,81 11,21 9,49 10,36 8, Model kompleks Gambar IV.6 Diagram energi interaksi dengan rasio asam kafeat / asam metakrilat 1:1 Apabila dilihat dari Gambar IV.7 dapat diketahui muatan atom untuk gugus karboksilat pada asam kafeat memiliki muatan yang paling besar tetapi hal ini akan berimbas kepada makin kuatnya ikatan sehingga akan menjadi sulit dalam pelepasan templat untuk membentuk kaviti asam kafeat. Gambar IV.7 Muatan atom-atom pada sisi aktif asam kafeat

42 31 Berdasarkan tujuan untuk peningkatan selektivitas MIP terhadap molekul target yakni asam kafeat maka rasio 1:1 dimungkinkan kurang dapat mencapai tujuan tersebut. Untuk pencetakan molekul yang melibatkan interaksi non kovalen, kompleks yang dibentuk dengan jumlah situs pengikat yang rendah berarti akan memiliki selektivitas yang rendah pula terhadap molekul target (Anderson dan Nicholls, 1997). Selain itu pada rasio 1:1, jumlah situs aktif akan lebih banyak daripada interaksi pengikatan templat-monomer sehingga tempat untuk molekul templat akan diisi oleh taut silang. Pada kasus ini, pembentukan kaviti yang mirip dengan molekul templat akan dimungkinkan, akan tetapi pada kaviti tersebut tidak ada situs spesifik untuk mengikat sisi aktif yang lain pada templat sehingga MIP akan memiliki kemampuan mengikat yang rendah dan selektivitas MIP yang tinggi terhadap templat tidak akan tercapai (Tahir dkk., 2012 b ). Tetapi karena asam kafeat ini hanya memiliki sedikit sisi aktif sebagai situs pengikatan, hal ini masih belum dapat dipastikan. Maka dari itu perlu dilakukan variasi rasio kompleks asam kafeat/asam metakrilat untuk mengetahui energi yang paling optimum. Kombinasi kompleks yang terbentuk antara asam kafeat dan asam metakrilat untuk rasio yang lebih tinggi selanjutnya dikembangkan pada kemungkinan posisi sudah dilakukan. Untuk rasio 1:2 kombinasi yang mungkin adalah kompleks (1)-(2), (1)-(3), (1)-(4), (2)-(3), (2)- (4), dan (3)-(4). Untuk rasio 1:3 adalah kompleks (1)-(2)-(3), (1)-(2)-(4), (1)-(3)- (4), dan (2)-(3)-(4). Untuk rasio 1:4, dan 1:5 hanya ada 1 kemungkinan interaksi kompleks yaitu (1)-(2)-(3)-(4) dan (1)-(2) (3)-(4)-(5). IV.3 Analisis Rasio Optimum Analisis rasio optimum asam kafeat-asam metakrilat dilakukan dengan mengamati energi interaksi pada setiap kompleks yang terbentuk dari setiap rasio. Energi interaksi memberikan informasi mengenai kestabilan kompleks, karena semakin tinggi nilai energi interaksi maka kompleks yang terbentuk juga akan semakin stabil. Akan tetapi dari fakta yang terjadi menunjukkan bahwa tidak berarti kompleks dengan energi interaksi yang tinggi merupakan struktur yang diinginkan atau yang sesuai. Hal ini karena energi kompleks yang terlalu tinggi

43 32 akan mengikat molekul templat dengan sangat kuat sehingga akan sulit dalam proses pelepasan molekul templat dari MIP. Sama halnya dalam aplikasi untuk ekstraksi maupun sensor QCM, misalnya pada lapis tipis MIP di QCM sudah mengikat asam kafeat maka pelepasan kembali untuk proses regenerasi akan menjadi lebih sulit. Oleh karena itu yang ingin dicapai adalah rasio optimum templat-monomer yang akan menghasilkan MIP yang efektif dan selektif (Saputra dkk., 2013). Tabel IV.3. Data energi ikat interaksi asam kafeat-asam metakrilat pada variasi rasio molekul Rasio Kompleks Energi kompleks (kkal/mol) Energi asam metakrilat (kkal/mol) E (kkal/mol) 1:1 (1) -3540,96-10,81 (2) -3541,36-11,21* (3) -3539, ,19-9,31 (4) -3540,51-10,36 1:2 (1-2) -4741,01-12,66 (1-3) -4740,93-12,59 (1-4) -4741, ,39-12,66 (2-3) -4744,53-16,18 (2-4) -4744,56-16,21* (3-4) -4744,54-16,19 1:3 (1-2-3) -5943,91-17,36 (1-2-4) -5942, ,59-16,29 (1-3-4) -5946,59-20,04* (2-3-4) -5946,06-19,52 1:4 ( ) -7152, ,78-27,93* 1:5 ( ) -8355, ,98-32,93* Keterangan : tanda * menunjukkan energi interaksi tertinggi untuk setiap rasio. Energi asam kafeat= 2331,95 kkal/mol Pada tabel IV.3 ditampilkan data untuk energi ikat asam metakrilat, energi ikat asam kafeat, energi ikat kompleks asam kafeat-asam metakrilat, energi interaksi templat-monomer. Dari data yang ditampilkan dapat diketahui bahwa setiap variasi rasio templat-monomer yang masing-masing diinteraksikan pada posisi yang berbeda-beda pada asam kafeat akan memberikan nilai energi interaksi yang berbeda pula dimana pada setiap kompleks yang dimodelkan

44 33 terdapat energi interaksi maksimum pada setiap rasio kompleks. Untuk rasio asam kafeat/asam metakrilat sebesar 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5, secara berturut-turut memiliki energi interaksi optimum yang terdapat pada kompleks (2) dengan nilai E = -11,21 kkal/mol, pada kompleks (2)-(4) dengan nilai E = -16,21 kkal/mol, pada kompleks (1)-(3)-(4) dengan nilai E = -20,04 kkal/mol, pada kompleks (1)- (2)-(3)-(4) dengan nilai E = -27,93 kkal/mol dan pada kompleks (1)-(2)-(3)-(4)- (5) dengan nilai E = -32,93 kkal/mol. Pada Tabel IV.3 dapat dilihat bahwa dengan peningkatan rasio dalam kafeat/asam metakrilat maka energi interaksi optimum juga cenderung semakin meningkat. Hal ini dapat dipahami bahwa dengan peningkatan rasio templat-monomer berarti jumlah molekul yang terlibat dalam interaksi juga meningkat, sehingga akan diperlukan energi yang lebih banyak untuk mengikat inti atom. Dengan alasan itu maka dapat dikatakan bahwa penggunaan parameter energi interaksi secara langsung tidak dapat digunakan untuk menemukan rasio optimum asam kafeat/asam metakrilat. Untuk mengatasi hal ini, digunakan parameter energi interaksi kompleks termodifikasi ( ( E)) atau energi interaksi per molekul asam metakrilat dalam setiap rasio kompleks yang dimodelkan. Dari data ini, akan didapat tren data yang berbeda dengan E dimana peningkatan rasio templat-monomer maka nilai ( E) akan semakin berkurang yang menandakan bahwa ikatan non kovalen efektif per monomer yang diinteraksikan akan semakin lemah dibandingkan dengan interaksi kompleks yang hanya dengan 1 monomer fungsional. Hal ini dapat dipahami bahwa semakin banyak asam metakrilat yang diinteraksikan maka energi sumbangan dari asam kafeat untuk membentuk interaksi kompleks akan dibagikan untuk setiap asam metakrilat yang diinteraksikan sehingga secara umum energi interaksi per molekul asam metakrilat pasti akan berkurang. Akan tetapi, jika interaksi kompleks yang terjadi dengan rasio asam kafeat/asam metakrilat yang optimum, penurunan nilai ( E) tidak akan terlalu tajam atau bahkan pada kasus tertentu nilai ( E) untuk rasio kompleks optimum bisa lebih tinggi dari kompleks lainnya untuk rasio di atas 1:1 seperti pada data hasil penelitian yang dilakukan oleh Tahir dkk., (2012 a ) ketika melakukan evaluasi interaksi antara quercetin dan asam metakrilat.

45 34 Pada penelitian ini, tren garis nilai ( E) dapat dilihat pada Gambar IV.8. Dari grafik ini dapat dilihat bahwa tren garis nilai ( E) semakin menurun dengan bertambahnya rasio templat-monomer kecuali penyimpangan pada rasio kompleks 1:4 yang diduga rasio tersebut merupakan rasio optimum pada kompleks asam kafeat-asam metakrilat yang terbentuk, tetapi pada rasio 1:4 ini molekul yang terlibat terlalu penuh dan apabila dicermati pada rasio kompleks 1:1 menunjukkan nilai ( E) paling tinggi di antara semua rasio yang menandakan energi interaksi per molekul asam metakrilat paling tinggi dengan tipe kompleks (2) seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.9. Dipilihnya rasio 1:1 ini juga berdasarkan pada pengamatan menggunakan simulasi dinamika molekular yang memperoleh kesimpulan bahwa pada rasio 1:1 ini merupakan rasio optimum kompleks tersebut. Gambar IV.8 Grafik E dan ( E) untuk kompleks asam kafeat-asam metakrilat pada variasi rasio Berdasarkan uraian tersebut maka dalam studi ini dapat dipilih rasio 1:1 sebagai rasio optimum asam kafeat-asam metakrilat. Rasio inilah yang direkomendasikan sebagai rasio molekul pada sintesis MIP yang diduga dapat memberikan MIP dengan selektivitas dan afinitas terbaik guna meningkatkan kinerja dalam aplikasinya untuk ekstraksi ataupun analisis terhadap molekul asam kafeat.

46 35 Gambar IV.9 Visualisasi interaksi asam kafeat-asam metakrilat dengan rasio 1:1. Garis putus menunjukkan ikatan hidrogen. IV. 4 Pencarian Templat Pengganti Asam Kafeat Seperti yang telah dibahas dan diketahui bahwa asam kafeat memiliki ikatan rangkap pada rantai alifatiknya. Hal ini akan menjadi faktor sulitnya dalam sintesis MIP karena ikatan rangkap tersebut dapat mengikat suatu inisiator atau radikal bebas yang sangat kuat pada saat polimerisasi dan dampaknya akan menjadi sulit dalam proses pencucian atau penghilangan templat untuk membentuk kaviti berbentuk asam kafeat. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis templat pengganti asam kafeat atau analisis molecular similarity molekul bioaktif asam kafeat untuk pencarian templat pengganti guna sintesis polimer tercetak molekul. Analisis yang dilakukan secara kualitatif berdasarkan pada kemiripan struktur dan gugus fungsi sebagai sisi aktifnya. Asam kafeat memiliki momen dipol sebesar 2,96 Debye dengan volume molekular sebesar 537,57 Å 3 dan massa molekular sebesar 180,16 amu. Dengan demikian untuk mengetahui senyawa yang dapat digunakan sebagai templat pengganti asam kafeat adalah senyawa senyawa yang memiliki peranan-peranan mirip untuk asam kafeat. Dari hasil seleksi diperoleh 5 senyawa dengan parameter yang mirip seperti disajikan Gambar IV.11. Data parameter masing-masing senyawa secara lengkap diberikan pada tabel IV.4. Senyawa-senyawa tersebut juga tersedia secara komersial di beberapa suplier bahan kimia.

47 36 Asam kafeat/asam 3- (3,4-dihidroksifenill) - 2-propenoat Ikatan kovalen (a) Asam 3-(4-metoksifenil)- propanoat Pencucian (b) Gambar IV.10 Contoh outline mekanisme pembentukan MIP-dengan a) templat asli dan b) templat pengganti. Templat asli memiliki ikatan ranggkap.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur molekul kolesterol

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur molekul kolesterol BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan suatu bahan metabolit yang mengandung lemak sterol (waxy steroid) yang ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah. Kolesterol

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Semiempirik AM1 Untuk Pemilihan Monomer Fungsional Efektif Pada Prasintesis Polimer Tercetak Diazinon

Penggunaan Metode Semiempirik AM1 Untuk Pemilihan Monomer Fungsional Efektif Pada Prasintesis Polimer Tercetak Diazinon Penggunaan Metode Semiempirik AM1 Untuk Pemilihan Monomer Fungsional Efektif Pada Prasintesis Polimer Tercetak Diazinon Andrian Saputra 1, Karna Wijaya 2, Mohd Noor Ahmad 3, Iqmal Tahir 2*) 1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

OPTIMISASI RASIO DIAZINON/ASAM METAKRILAT SECARA TEORITIK BERDASARKAN METODA SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL

OPTIMISASI RASIO DIAZINON/ASAM METAKRILAT SECARA TEORITIK BERDASARKAN METODA SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL 89 OPTIMISASI RASIO DIAZINON/ASAM METAKRILAT SECARA TEORITIK BERDASARKAN METODA SEMIEMPIRIK AM1 UNTUK SINTESIS POLIMER TERCETAK MOLEKUL Theoretical Optimization of Diazinon/Methacrylic Acid Ratio based

Lebih terperinci

PEMODELAN MOLEKUL POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM BORAT UNTUK APLIKASI QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE

PEMODELAN MOLEKUL POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM BORAT UNTUK APLIKASI QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE PEMODELAN MOLEKUL POLIMER TERCETAK MOLEKUL ASAM BORAT UNTUK APLIKASI QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE MOLECULAR MODELING STUDY OF BORIC ACID IMPRINTED POLYMER FOR QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE APPLICATION Iqmal

Lebih terperinci

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Poliaromatik hidrokarbon (PAH) adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih molekul cincin aromatik yang disusun dari atom karbon dan hidrogen.

Lebih terperinci

PEMODELAN INTERAKSI ETER MAHKOTA BZ15C5 TERHADAP KATION Zn 2+ BERDASARKAN METODE DENSITY FUNCTIONAL THEORY

PEMODELAN INTERAKSI ETER MAHKOTA BZ15C5 TERHADAP KATION Zn 2+ BERDASARKAN METODE DENSITY FUNCTIONAL THEORY SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Strategi Pengembangan Pembelajaran dan Penelitian Sains untuk Mengasah Keterampilan Abad 21 (Creativity and Universitas Sebelas Maret Surakarta, 26 Oktober 2017 PEMODELAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemodelan molekul untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan sifat-sifat kimia sistem molekul dengan perlakuan komputasi merupakan penelitian yang banyak diminati. Pemodelan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Polusi air oleh bahan kimia merupakan problem seluruh dunia. Ion logam berat adalah salah satu yang sangat berbahaya karena sangat toksik walaupun dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Falerin (4,5-dihidroksi-5 -metoksibenzofenon-3-o-glukosida) adalah isolat dari buah mahkota dewa berkerangka benzofenon yang mempunyai aktivitas antiinflamasi. Penelitian

Lebih terperinci

SIMULASI EFEKTIVITAS SENYAWA OBAT ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F DALAM LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1)

SIMULASI EFEKTIVITAS SENYAWA OBAT ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F DALAM LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) SIMULASI EFEKTIVITAS SENYAWA OBAT ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F DALAM LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) Agung Tri Prasetya, M. Alauhdin, Nuni Widiarti Kimia FMIPA

Lebih terperinci

ESTIMASI pk a dan pk b BERDASARKAN PENDEKATAN KIMIA KOMPUTASI DENGAN METODA SEMIEMPIRIK PM3

ESTIMASI pk a dan pk b BERDASARKAN PENDEKATAN KIMIA KOMPUTASI DENGAN METODA SEMIEMPIRIK PM3 ESTIMASI pk a dan pk b BERDASARKAN PENDEKATAN KIMIA KOMPUTASI DENGAN METODA SEMIEMPIRIK PM3 Suwardi Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA UNY Yogyakarta e-mail : sainswar@yahoo.com Abstrak Telah dilakukan pemodelan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. Mata Kuliah : KIMIA KOMPUTASI Semester: VI (ENAM) sks: 3 Kode: D

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. Mata Kuliah : KIMIA KOMPUTASI Semester: VI (ENAM) sks: 3 Kode: D FM-0-AKD-05 Rektor: (024)850808 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 850800 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER dari 2 29 Februari 206 Mata Kuliah : KIMIA KOMPUTASI Semester: VI (ENAM) sks: 3 Kode: D34047 Program

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON

PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON Disusun Oleh : RUDI HARYONO M0310047 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL

MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kimia Organik Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Tri Retno, MM Disusun oleh : Kelompok 1 1. Angga Oktyashari

Lebih terperinci

Austrian-Indonesian i Centre (AIC) for Computational ti lchemistry, Jurusan Kimia i. KIMIA KOMPUTASI Konsep Perhitungan Mekanika Kuantum 2 (Basis Set)

Austrian-Indonesian i Centre (AIC) for Computational ti lchemistry, Jurusan Kimia i. KIMIA KOMPUTASI Konsep Perhitungan Mekanika Kuantum 2 (Basis Set) Austrian Indonesian Centre (AIC) for Computational Chemistry Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA KOMPUTASI Konsep Perhitungan Mekanika Kuantum 2 (Basis Set) Drs. Iqmal Tahir, M.Si.

Lebih terperinci

STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI

STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI Sitti Rahmawati 1, Cynthia Linaya Radiman 2, Muhamad A. Martoprawiro 3 Universitas

Lebih terperinci

MOLECULAR MODELLING OF M n+.[dbz16c5] COMPLEXES, M = Li +, Na + AND Zn 2+ BASED ON MNDO/d SEMIEMPIRICAL METHOD

MOLECULAR MODELLING OF M n+.[dbz16c5] COMPLEXES, M = Li +, Na + AND Zn 2+ BASED ON MNDO/d SEMIEMPIRICAL METHOD 144 Indo. J. Chem., 2006, 6 (2), 144-149 MOLECULAR MODELLING OF M n+.[dbz16c5] COMPLEXES, M = Li +, Na + AND Zn 2+ BASED ON MNDO/d SEMIEMPIRICAL METHOD Pemodelan Molekul Kompleks M n+.[dbz16c5], M = Li

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN ANALISIS QSAR TURUNAN AMINOSULFENIL METILKARBAMAT SEBAGAI INSEKTISIDA MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIK AUSTIN MODEL 1

PEMODELAN DAN ANALISIS QSAR TURUNAN AMINOSULFENIL METILKARBAMAT SEBAGAI INSEKTISIDA MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIK AUSTIN MODEL 1 A L K I M I A V o l. 1 N o. 1 2 0 1 7 43 PEMODELAN DAN ANALISIS QSAR TURUNAN AMINOSULFENIL METILKARBAMAT SEBAGAI INSEKTISIDA MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIK AUSTIN MODEL 1 Dwi Siswanta 1 dan Gerry Nugraha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

SAP DAN SILABI KIMIA DASAR PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS PASUNDAN

SAP DAN SILABI KIMIA DASAR PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS PASUNDAN SAP DAN SILABI KIMIA DASAR PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS PASUNDAN KATA PENGANTAR Satuan acara perkuliahan (SAP) atau garis besar program pembelajaran (GBPP)merupakan panduan bagi dosen dan

Lebih terperinci

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 PERHITUNGAN MOMEN DWIKUTUB MOLEKUL AIR DENGAN TEORI GRUP

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 PERHITUNGAN MOMEN DWIKUTUB MOLEKUL AIR DENGAN TEORI GRUP PERHITUNGAN MOMEN DWIKUTUB MOLEKUL AIR DENGAN TEORI GRUP Asrial Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jambi,Kampus Pinang Masak, Jambi, Indonesia e-mail : organozinn@yahoo.de; Telp.: 0741-7007454/081319074907

Lebih terperinci

I BAB I PENDAHULUAN I.1

I BAB I PENDAHULUAN I.1 I BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan penanganan pencemaran lingkungan mulai dari limbah industri maupun kegiatan rumah tangga belum dapat ditangani dengan baik hingga saat ini. Berbagai

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci : QSAR, fungisida, thiadiazolin

INTISARI. Kata kunci : QSAR, fungisida, thiadiazolin ANALISIS HUBUNGAN KUANTITATIF ANTARA STRUKTUR DAN AKTIVITAS FUNGISIDA TURUNAN 1,2,4-THIADIAZOLIN BERDASARKAN PARAMETER MOLEKULAR HASIL PERHITUNGAN METODA PM3 Ida Puji Astuti Maryono Putri, Mudasir, Iqmal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer penyimpan air yang biasa disebut superabsorbent polymer (SAP) banyak dilakukan dan dikembangkan oleh

Lebih terperinci

Harno Dwi Pranowo, Tuti Hartati Siregar, Mudasir Austrian-Indonesian Centre for Computational Chemistry Gadjah Mada University Yogyakarta ABSTRACT

Harno Dwi Pranowo, Tuti Hartati Siregar, Mudasir Austrian-Indonesian Centre for Computational Chemistry Gadjah Mada University Yogyakarta ABSTRACT 111 THEORETICAL STUDY OF THE EFFECT OF WATER MOLECULE ADDITION ON THE CONFORMATION OF SUBSTITUTED DIBENZO-18-CROWN-6 ETHER IN ITS COMPLEXATION WITH Na + CATION USING SEMI EMPIRICAL METHOD MNDO/d Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak senyawa heterosiklik dengan aktivitas tertentu digunakan dalam pengobatan penyakit-penyakit menular. Penggunaan senyawa tersebut dalam pengobatan berkaitan dengan

Lebih terperinci

APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER (Agus Rahmad H) 45 APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PEDAHULUA I.1 Latar Belakang Monitoring zat kimia berbahaya dalam lingkungan sangat penting dilakukan mengingat bahaya dari zat kimia sangat merugikan bagi kesehatan. Kandungan zat kimia di dalam

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN IKATAN KIMIA DALAM BAHAN Sifat Atom dan Ikatan Kimia Suatu partikel baik berupa ion bermuatan, inti atom dan elektron, dimana diantara mereka, akan membentuk ikatan kimia yang akan menurunkan energi potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah dari berbagai industri mengandung zat pewarna berbahaya, yang harus dihilangkan untuk menjaga kualitas lingkungan. Limbah zat warna, timbul sebagai akibat langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas merupakan logam mulia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki berbagai keistimewaan dibandingkan golongan logam lainnya dan sejak dulu emas telah digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK BENTUK DIMER SENYAWA TABIR SURYA AVOBENZON DAN OKSIBENZON AKIBAT PENGARUH INTERAKSI IKATAN HIDROGEN

ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK BENTUK DIMER SENYAWA TABIR SURYA AVOBENZON DAN OKSIBENZON AKIBAT PENGARUH INTERAKSI IKATAN HIDROGEN ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK BENTUK DIMER SENYAWA TABIR SURYA AVOBENZON DAN OKSIBENZON AKIBAT PENGARUH INTERAKSI IKATAN HIDROGEN ELECTRONIC TRANSITION SPECTRA ANALYSIS OF DIMER COMPOUNDS OF AVOBENZONE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

1.3 Pemodelan Molekul dalam Kurikulum A. Mengapa pemodelan molekul penting untuk pembelajaran kimia?

1.3 Pemodelan Molekul dalam Kurikulum A. Mengapa pemodelan molekul penting untuk pembelajaran kimia? 11 1.3 Pemodelan Molekul dalam Kurikulum Berikut disampaikan pentingnya pemodelan molekul dalam pembelajaran pada jenjang strata 1 bagi mahasiswa kimia. Beberapa contoh diberikan untuk dapat lebih memahami

Lebih terperinci

KIMIA KOMPUTASI Pengantar Konsep Kimia i Komputasi

KIMIA KOMPUTASI Pengantar Konsep Kimia i Komputasi Austrian Indonesian Centre (AIC) for Computational Chemistry Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA KOMPUTASI Pengantar Konsep Kimia i Komputasi Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Austrian-Indonesian

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA TERPADU GRUP IMC (INTERMOLECULAR CHEMISTRY) OLEH : Dr. Parsaoran Siahaan, MS

PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA TERPADU GRUP IMC (INTERMOLECULAR CHEMISTRY) OLEH : Dr. Parsaoran Siahaan, MS P a n d u a n P K T G r u p I M C 0 PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA TERPADU GRUP IMC (INTERMOLECULAR CHEMISTRY) OLEH : Dr. Parsaoran Siahaan, MS JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

Struktur Molekul:Teori Orbital Molekul

Struktur Molekul:Teori Orbital Molekul Kimia Fisik III, Struktur Molekul:, Dr. Parsaoran Siahaan, November/Desember 2014, 1 Pokok Bahasan 3 Struktur Molekul:Teori Orbital Molekul Oleh: Dr. Parsaoran Siahaan Pendahuluan: motivasi/review pokok

Lebih terperinci

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Komponen Materi Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Pengamatan ke Arah Pandangan Atomik Materi Konservasi Massa Komposisi Tetap Perbandingan Berganda Teori Atom Dalton Bagaimana Teori Dalton Menjelaskan Hukum

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA ORGANIK dalam bidang ilmu FARMASI

IKATAN KIMIA ORGANIK dalam bidang ilmu FARMASI IKATAN KIMIA ORGANIK dalam bidang ilmu FARMASI Teori tentang ikatan kimia ini dipelopori oleh Kossel dan Lewis (1916) yang membagi ikatan kimia atas 2 (dua) bagian besar yakni: ikatan ionik atau ikatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

! " "! # $ % & ' % &

!  ! # $ % & ' % & Valensi ! " "! # $ % & ' %& # % ( ) # *+## )$,) & -#.. Semua unsur memiliki bilangan oksidasi +1 Semua unsur memiliki bilangan oksidasi +2 Semua unsur memiliki bilangan oksidasi +3. Tl juga memiliki bilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanopartikel saat ini sangat pesat. Dalam beberapa puluh tahun terakhir berbagai negara di Eropa, Amerika, Australia dan sebagian Asia mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melamin merupakan senyawa kimia bersifat basa yang digunakan terutama sebagai bahan polimer. Tidak ada peraturan yang mengijinkan penambahan langsung melamin ke dalam

Lebih terperinci

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia :

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia : Ikatan Kimia Ikatan Kimia : Gaya tarik yang menyebabkan atom-atom yang terikat satu sama lain dalam suatu kombinasi untuk membentuk senyawa yang lebih kompleks. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia : 1. Ikatan ion

Lebih terperinci

Alur/flowchart perhitungan kimia komputasi

Alur/flowchart perhitungan kimia komputasi Austrian Indonesian Centre (AIC) for Computational Chemistry Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA KOMPUTASI Proses Optimisasi i i Geometri Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Austrian-Indonesian

Lebih terperinci

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK A. Kerangka Fenolik Senyawa fenolik, seperti telah dijelaskan pada Bab I, memiliki sekurang kurangnya satu gugus fenol. Gugus fenol

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

PENDEKATAN QSAR DALAM PEMODELAN SENYAWA TURUNAN ASAM KARBAMAT SEBAGAI ANTI KANKER DENGAN METODE PARAMETERIZATION MODEL 3

PENDEKATAN QSAR DALAM PEMODELAN SENYAWA TURUNAN ASAM KARBAMAT SEBAGAI ANTI KANKER DENGAN METODE PARAMETERIZATION MODEL 3 PENDEKATAN QSAR DALAM PEMDELAN SENYAWA TURUNAN ASAM KARBAMAT SEBAGAI ANTI KANKER DENGAN METDE PARAMETERIZATIN MDEL 3 nny Indriani 1) Gerry Nugraha 2) Maimum 3) Email: farmasi.aisyiyah@gmail.com Stikes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA Kompetensi Menguasai karakteristik peserta Mengidentifikasi kesulitan belajar didik dari aspek fisik, moral, peserta didik dalam mata pelajaran spiritual,

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

PERHITUNGAN MEKANIKA MOLEKUL

PERHITUNGAN MEKANIKA MOLEKUL Austrian Indonesian Centre (AIC) for Computational Chemistry Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA KOMPUTASI Anatomi Perhitungan Mekanika Molekul l Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Austrian-Indonesian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN UKURAN RONGGA ZEOLIT RHO BERDASARKAN VARIASI RASIO Si/Al DAN VARIASI KATION ALKALI MENGGUNAKAN METODE MEKANIKA MOLEKULER

KAJIAN PERUBAHAN UKURAN RONGGA ZEOLIT RHO BERDASARKAN VARIASI RASIO Si/Al DAN VARIASI KATION ALKALI MENGGUNAKAN METODE MEKANIKA MOLEKULER Jurnal Kimia Mulawarman Volume 14 Nomor 1 November 2016 P-ISSN 1693-5616 Kimia FMIPA Unmul E-ISSN 2476-9258 KAJIAN PERUBAHAN UKURAN RONGGA ZEOLIT RHO BERDASARKAN VARIASI RASIO Si/Al DAN VARIASI KATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Matahari adalah sumber energi yang sangat besar dan tidak akan pernah habis. Energi sinar matahari yang dipancarkan ke bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali dengan meningkatnya populasi dan industrialisasi dari proses modernisasi manusia dan lingkungan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri Teknik voltametri adalah salah satu teknik analisis yang sering digunakan di bidang kimia analitik. Pada teknik ini, arus dari elektroda kerja diukur sebagai fungsi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan berlangsung selama sintesis, serta alat-alat yang diperlukan untuk sintesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan berlangsung selama sintesis, serta alat-alat yang diperlukan untuk sintesis. II TINJUN PUSTK 2.1 Rancangan nalisis Dalam sintesis suatu senyawa kimia atau senyawa obat yang baik, diperlukan beberapa persiapan. Persiapan tersebut antara lain berupa bahan dasar sintesis, pereaksi,

Lebih terperinci

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi MATA DIKLAT : KIMIA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan, alam dan sekitarnya. 2. Siswa memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menunjang

Lebih terperinci

Paper submitted to the Komputasi Sains of the Indonesia Computational Society

Paper submitted to the Komputasi Sains of the Indonesia Computational Society Paper submitted to the Komputasi Sains of the Indonesia Computational Society Aplikasi Principal Component Regresion Untuk Analisis QSAR Senyawa Antioksidan Turunan Flavon / Flavonol Menggunakan Deskriptor

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata kuliah kimia dasar Oleh : AZKA WAFI EL HAKIM ( NPM : 301014000 ) HELGA RACHEL F ( NPM : 3010140014 ) MUHAMMAD

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA ABSTRAK Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa flavonoid dari kulit

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

REAKSI DEKOMPOSISI SENYAWA ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F SUATU KAJIAN MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) ABSTRAK

REAKSI DEKOMPOSISI SENYAWA ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F SUATU KAJIAN MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) ABSTRAK 1 REAKSI DEKMPSISI SENYAWA ERITRMISIN F DAN 6,7 ANHIDRERITRMISIN F SUATU KAJIAN MENGGUNAKAN METDE SEMIEMPIRIS AUSTIN MDEL 1 (AM1) Enokta Hedi Permana 1, Agung Tri Prasetya 2, Kasmui 3 1) Mahasiawa Jurusan

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA Inti Menguasai karakteristik pe didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan untuk penerapan pada konstruksi dan industri karena mudah didapat dan difabrikasikan, serta memiliki kekuatan tarik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan banyak limbah organik golongan senyawa azo, yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

Lebih terperinci

KAJIAN QSPR TEMPERATUR TRANSISI GELAS DAN SIFAT KIMIA FISIK DARI POLIMER TURUNAN POLIETILEN

KAJIAN QSPR TEMPERATUR TRANSISI GELAS DAN SIFAT KIMIA FISIK DARI POLIMER TURUNAN POLIETILEN 1 KAJIAN QSPR TEMPERATUR TRANSISI GELAS DAN SIFAT KIMIA FISIK DARI POLIMER TURUNAN POLIETILEN Yuniawan Hidayat, Iqmal Tahir, Karna Wijaya, Bambang Setiaji Austrian-Indonesian Centre for Computational Chemistry

Lebih terperinci

BAB 10 JURUSAN FISIKA Main Menu. exit

BAB 10 JURUSAN FISIKA Main Menu. exit BAB 10 JURUSAN FISIKA 2008 exit Main Menu Kristal adalah suatu padatan yang : atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

TERHADAP PERUBAHAN UKURAN WINDOW

TERHADAP PERUBAHAN UKURAN WINDOW Maria Amelia Pengaruh Variasi PENGARUH VARIASI RASIO Si/Al STRUKTUR ZEOLIT A DAN VARIASI KATION (Li +, Na +, K + ) TERHADAP PERUAHAN UKURAN WINDOW ZEOLIT A MENGGUNAKAN METODE MEKANIKA MOLEKULER THE STUDY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nanoteknologi menjadi hal menarik untuk dipelajari karena peran dan fungsinya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Secara umum nanoteknologi dapat didefinisikan

Lebih terperinci

ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK SENYAWA TABIR SURYA AVOBENZON DAN OKSIBENZON MELALUI KAJIAN INTERAKSI DENGAN PELARUT ETANOL

ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK SENYAWA TABIR SURYA AVOBENZON DAN OKSIBENZON MELALUI KAJIAN INTERAKSI DENGAN PELARUT ETANOL Proceeding The 2006 Seminar on Analytical Chemistry 73 ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK SENYAWA TABIR SURYA AVOBENZON DAN OKSIBENZON MELALUI KAJIAN INTERAKSI DENGAN PELARUT ETANOL Iqmal Tahir a,*,

Lebih terperinci

PREDIKSI TIPE AKTIVITAS SENYAWA TABIR SURYA HOMOSALAT BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK PADA KONFIGURASI BENTUK DIMER DAN SOLUT-SOLVEN

PREDIKSI TIPE AKTIVITAS SENYAWA TABIR SURYA HOMOSALAT BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK PADA KONFIGURASI BENTUK DIMER DAN SOLUT-SOLVEN PREDIKSI TIPE AKTIVITAS SENYAWA TABIR SURYA HOMOSALAT BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRA TRANSISI ELEKTRONIK PADA KONFIGURASI BENTUK DIMER DAN SOLUT-SOLVEN Prediction of Sunscreen Activity of Homosalate Compounds

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

TESIS. KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SEBAGAI ADSORBEN Pb(II) PEANUT (Arachis hypogaea L.) SHELL AS Pb(II) ADSORBENT

TESIS. KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SEBAGAI ADSORBEN Pb(II) PEANUT (Arachis hypogaea L.) SHELL AS Pb(II) ADSORBENT TESIS KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SEBAGAI ADSORBEN Pb(II) PEANUT (Arachis hypogaea L.) SHELL AS Pb(II) ADSORBENT ADE OKTASARI 13/350599/PPA/04102 PROGRAM STUDI S2 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI. Analisis Butana. Oleh : AMRULLAH 13/347361/PA/ Jum at, 4 Maret 2016 Asisten Pembimbing : Wiji Utami

LAPORAN RESMI PAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI. Analisis Butana. Oleh : AMRULLAH 13/347361/PA/ Jum at, 4 Maret 2016 Asisten Pembimbing : Wiji Utami LAPORAN RESMI PAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI Analisis Butana Oleh : AMRULLAH 13/347361/PA/15202 Jum at, 4 Maret 2016 Asisten Pembimbing : Wiji Utami Laboratorium Kimia Komputasi Departemen Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Intan adalah salah satu jenis perhiasan yang harganya relatif mahal. Intan merupakan kristal yang tersusun atas unsur karbon (C). Intan berdasarkan proses pembentukannya

Lebih terperinci

RAPAT PROBABILITAS DAN TINGKAT ENERGI PADA ION MOLEKUL HIDROGEN SKRIPSI. Oleh. Habib Mustofa NIM

RAPAT PROBABILITAS DAN TINGKAT ENERGI PADA ION MOLEKUL HIDROGEN SKRIPSI. Oleh. Habib Mustofa NIM RAPAT PROBABILITAS DAN TINGKAT ENERGI PADA ION MOLEKUL HIDROGEN SKRIPSI Oleh Habib Mustofa NIM 070210102109 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4000 SM, manusia telah mengenal dan mengolah emas, berdasarkan penemuan arkeolog di Bulgaria. Pengolahan emas berlanjut hingga sekarang. Emas menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

MODIFIKASI INHIBITOR SB-3CT UNTUK MENGHAMBAT KERJA MATRIKS METALLOPROTEINASE 2 DALAM PENYEBARAN SEL KANKER SECARA IN SILICO SKRIPSI

MODIFIKASI INHIBITOR SB-3CT UNTUK MENGHAMBAT KERJA MATRIKS METALLOPROTEINASE 2 DALAM PENYEBARAN SEL KANKER SECARA IN SILICO SKRIPSI MODIFIKASI INHIBITOR SB-3CT UNTUK MENGHAMBAT KERJA MATRIKS METALLOPROTEINASE 2 DALAM PENYEBARAN SEL KANKER SECARA IN SILICO SKRIPSI Oleh Septi Anggraini NIM 071810301078 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pemodelan senyawa turunan p-aminofenol sebagai analgetik anti-inflamasi berdasarkan hubungan struktur dan aktivitas biologisnya

Pemodelan senyawa turunan p-aminofenol sebagai analgetik anti-inflamasi berdasarkan hubungan struktur dan aktivitas biologisnya Majalah Farmasi Indonesia, 22(2), 144 150, 2011 Pemodelan senyawa turunan sebagai analgetik anti-inflamasi berdasarkan hubungan struktur dan aktivitas biologisnya Modeling of p-aminophenol compounds as

Lebih terperinci