BAB II KAJIAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA Pada Bab ini diuraikan teori-teori yang relefan dengan tujuan kajian ini dilakukan. Sebagai teori utama dalam penelitian ini adalah Teori Interaksionisme Simbolik. Teori ini digunakan dalam studi komunikasi karena it places communication at the forefront of the study of human social existence (Littlejohn dan Foss, 2009: 945). Teori ini peneliti gunakan secara signifikan sebagai perspektif untuk menjelaskan objek penelitian dan membantu peneliti menentukan ke mana kajian ini diarahkan. Teori Interaksionisme Simbolik yang digunakan terutama adalah tiga premis Blumer. Sebelum menjelaskan Teori Interaksionisme Simbolik, pada Bab ini peneliti terlebih dahulu memaparkan komunikasi pada tataran yang lebih umum. Lebih awal peneliti menjelaskan konseptualisasi komunikasi yang sesuai dengan konteks kajian ini. Pada kajian ini peneliti memahami komunikasi sebagai proses. Ini merupakan perspektif yang kemudian menjadi kerangka bagi peneliti dalam melihat fenomena-fenomena komunikasi yang ditemukan. Fenomena-fenomena komunikasi dalam kajian ini cenderung berada pada level komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Komunikasi interpersonal menurut Littlejohn dan Foss (2009: 547) is communication that occurs between people in relationships. Sedangkan komunikasi kelompok dapat didefinisikan as three or more people who interact over time, depend on each other, and follow shared rules of conduct in order to reach a common goal (Wood, 2000: 246). Berdasarkan tradisi teori komunikasi, maka kajian ini masuk dalam sociocultural tradition. Tradisi ini fokus pada pola interaksi antara manusia. Penelitian dalam tradisi ini dimaksudkan untuk memahami bagaimana cara manusia secara bersama-sama menciptakan realitas sosial mereka. Teori-teori yang tergabung dalam tradisi ini cenderung tertarik untuk mengkaji bagaimana makna diciptakan dalam interaksi sosial (Littlejohn dan Foss, 2005: 45). Secara umum konsep-konsep ini peneliti paparkan dengan maksud untuk memberikan gambaran posisi kajian yang sedang peneliti lakukan dalam studi 10

2 11 komunikasi. Ini penting untuk memastikan bahwa kajian yang peneliti lakukan adalah bagian dari studi komunikasi. A. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES Dalam kajian ini peneliti memahami komunikasi sebagai a systemic process in wich individuals interact with and through symbols to create and interpret meanings (Wood, 1997: 14). Definisi ini menekankan beberapa poin. Pertama, komunikasi merupakan proses. Komunikasi bukanlah suatu produk jadi dari suatu aktifitas. Justru komunikasi merupakan suatu aktifitas atau serangkaian perilaku. Sebagai proses maka komunikasi berlangsung dan berubah secara terus-menerus. Dua orang yang sedang terlibat dalam komunikasi, maka masing-masing terus berubah. Demikian juga dengan lingkungan tempat komunikasi tersebut berlangsung terus berubah. Komunikasi berlangsung secara dinamis. Pemahaman komunikasi sebagai proses sudah diungkapkan David Berlo, salah satu generasi awal penggagas Ilmu Komunikasi. Berlo (dalam Pearson dan Nelson, 2000: 7) menulis dalam bukunya The Process of Communication (1960): If we accept the concept of process, we view events and relationships as dynamic, ongoing, ever changing, continuous. When we label something as a process, we also mean that it does not have a beginning, an end, a fixed sequence of events. It is not static, at rest. It is moving. The ingredient, within a process interact; each affects all the others. Dengan pemahaman ini menegaskan bahwa komunikasi tidak berlangsung secara linear. Model yang sesuai dengan pemahaman ini adalah transactional model (Wood, 2000: 18). Model ini menggambarkan bahwa setiap elemen komunikasi senantiasa berubah. Sebagai implikasi dari model transaksi adalah setiap pelaku komunikasi menjadi komunikator dan komunikan dalam waktu bersamaan. Devito (2003: 21) menyatakan each person is seen as both speaker and listener, as simultaneously sending and receiving messages. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut:

3 12 social systems Time 1 communicator A s Field of experience communicator A Time 2 shared Field of Experience symbolic interaction over time Noise communicator B Time n communicator B s Field of experience Sumber: Wood, Julia T Communication in Our Lives. 2 nd edition. Belmont: Wadsworth. Page: 18 Bagan ini menerangkan bahwa setiap manusia dalam komunikasi transaksional selalu bertindak dan memberikan respon berdasarkan situasi yang tengah berlangsung. Namun situasi yang sedang berlangsung tersebut dipengaruhi oleh latar belakang masing-masing komunikator, yaitu: pengalaman masa lalu, sikap, budaya, keyakinan, gambaran diri, harapan, dan emosi. Bagan ini juga menerangkan adanya noise yang menghambat proses komunikasi. Noise is anything that interferes with the intended communication (Wood, 2000: 19). Kedua, komunikasi sebagai proses berjalan secara sistemik. Ini artinya di dalam proses komunikasi terdiri dari sejumlah elemen. Tiap elemen tersebut memiliki hubungan yang saling bergantung (interdependent). Ketika komunikasi berlangsung, tiap elemen saling memengaruhi elemen yang lain. Dengan kata lain, keberadaan tiap elemen karena berhubungan dengan elemen-elemen komunikasi lainnya. Sebagai contoh: adanya sumber ( source) mensyaratkan adanya penerima ( receiver), pesan (message) muncul karena ada sumber (source), atau feedback tidak akan pernah muncul kalau tidak ada penerima ( receiver). Akibat dari hubungan yang saling bergantung ini maka perubahan yang terjadi pada satu atau lebih elemen akan memengaruhi elemenelemen yang lain. Elemen-elemen komunikasi yang dimaksud meliputi: communication context, sources-receivers, messages and channels, noise, communication effects dan ethics (Devito, 2003: 2-11).

4 13 Communication context. Setiap proses komunikasi berlangsung dalam konteks yang meliputi beberapa dimensi, yaitu: fisik, psikologi-sosial, waktu, dan budaya (Devito, 2003: 3). Konteks-konteks di mana komunikasi berlangsung ini akan memengaruhi cara-cara berkomunikasi dan makna pesan yang dipertukarkan. Dimensi fisik merupakan lingkungan fisik di mana komunikasi berlangsung, seperti ruang rapat, ruang kelas, pasar, ruang terbuka dan sebagainya. Konteks psikologi sosial misalnya: status, peran, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Konteks waktu merupakan waktu di mana kita melakukan komunikasi. Konteks budaya meliputi; keyakinan, nilai-nilai, dan adat-istiadat. Sources-receivers. Dalam proses komunikasi melibatkan setidaknya dua pelaku komunikasi. Namun berapa pun jumlahnya, para pelaku komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu satu pihak sebagai source dan yang lain sebagai receiver. Source merupakan pelaku komunikasi yang menyampaikan pesan sedangkan receiver adalah yang menerimanya. Dalam komunikasi model transaksional, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, dua status ini melekat secara bersamaan pada setiap pelaku komunikasi (Devito, 2003: 4). Messages and channels. Message is the verbal and nonverbal form of idea, thought, or feeling that one person (the source) wishes to communicate to another person or group of people (the receiver). Channel is the means by which a message moves from the source to the receiver of the message (Pearson dan Nelson, 2000: 11). Message dapat disampaikan dalam dua bentuk, yaitu verbal dan nonverbal. Pesan verbal merupakan pesan yang disampaikan menggunakan bahasa. Sedangkan pesan nonverbal disampaikan dalam wujud seperti: gestur, sentuhan, warna, posisi tubuh, jarak dan sebagainya. Dalam komunikasi langsung atau tatap muka, pesan disampaikan menggunakan saluran yaitu gelombang suara dan gelombang cahaya. Noise. Setiap proses komunikasi selalu memiliki gangguan. Tidak satupun proses komunikasi yang terbebas dari gangguan. Gangguan dalam proses komunikasi tidak dapat dihilangkan, melainkan dapat dikurangi. Gangguan komunikasi dapat bersifat fisik, seperti: suara yang keras dari sumber yang tidak kita kehendaki, tulisan yang tidak jelas sehingga susah dibaca, cahaya yang redup atau terlalau terang dan sebagainya. Gangguan komunikasi dapat juga bersifat psikologis, seperti: curiga, keraguan, stereotip, dan sebagainya. Permasalahan semantik juga sering menjadi

5 14 gangguan yang signifikan dalam komunikasi. Gangguan semantik yang paling sering ditemui yaitu perbedaan bahasa atau istilah-istilah tertentu (Devito, 2003: 10). Communication effects. Setiap tindakan komunikasi akan menimbulkan efek. Efek sebagai akibat dari pesan yang dipertukarkan ada tiga macam yaitu: efek kognitif, afektif dan psikomotorik atau behavioral (Devito, 2003: 11). Efek kognitif yaitu apabila pesan yang dipertukarkan membuat kita memiliki pengetahuan, pemahaman atau kemampuan analisis. Efek afektif yaitu apabila pesan yang dipertukarkan mampu mengubah sikap, keyakinan, emosi atau perasaan kita. Sedangkan efek psikomotorik atau behavioral yaitu ketika pesan yang dipertukarkan mampu mendorong kita berperilaku atau melakukan tindakan tertentu. Ethics. Karena komunikasi mengakibatkan sejumlah konsekuensi, maka timbul penilaian baik-buruk terhadap komunikasi tersebut. Penilaian tersebut didasarkan pada etika komunikasi. Masalahnya, tidak satupun etika bersifat universal. Etika selalu bersifat khusus dan relatif. Etika selalu berkaitan dengan pandangan hidup dan budaya seseorang, di mana dia tumbuh. Dengan demikian penilaian seseorang dengan orang lain akan berbeda tergantung latar belakang sosial budaya yang mereka terima. Ketiga, proses komunikasi berlangsung dengan dan melalui simbol. Simbol merupakan representasi dari sesuatu. Melalui simbol kita bisa berbagi gagasan, perasaan dan pengalaman dengan orang lain. Simbol bisa berwujud verbal yaitu bahasa ataupun isyarat-isyarat nonverbal. Simbol memiliki beberapa karakter, yaitu: abstrak, arbitreer dan ambigu (Wood, 1997: ). Pertama simbol bersifat abstrak atau tidak nyata. Simbol merepresentasikan gagasan, orang, kejadian, perasaan, dan objek lainnya namun simbol bukanlah sesuatu yang direpresentasikannya tersebut. Kedua simbol bersifat arbitrer, yang artinya bahwa simbol tidak secara intrinsik berhubungan dengan objek yang direpresentasikannya. Simbol bersifat sembarang dan suka-suka. Tidak ada alasan rasional mengapa orang yang mengajar disebut sebagai guru atau dosen sementara orang yang mengikuti perkuliahan disebut sebagai mahasiswa. Simbol merupakan hasil kesepakatan dari masyarakat yang menggunakannya. Objek atau fenomena yang sama, akan disimbolkan berbeda di satu daerah dengan daerah yang lain. Sebagian daerah di Jawa Tengah memasang bendera merah untuk

6 15 melambangkan ada kematian. Namun di daerah yang lain kejadian yang sama disimbolkan dengan memasang bendera warna putih. Ketiga simbol bersifat ambigu, karena makna dari tiap simbol tidak pernah jelas dan terukur. Simbol yang sama bisa memiliki makna yang beraneka ragam tergantung konteks dan siapa yang memaknainya. Kata jihad dimaknai secara berbeda pada orang Islam. Sebagian komunitas memaknai kata jihad identik dengan perang. Sebagian yang lain memaknai bahwa jihad yang paling besar adalah memerangi hawa nafsu. Sementara sebagian yang lain menyebut segala usaha dengan sungguh-sungguh sebagai jihad. Keempat, setiap simbol memiliki makna. Setiap simbol baik berupa kata-kata ataupun isyarat-isyarat nonverbal memiliki makna. Namun makna tidak melekat secara intrinsik dalam simbol. Tidak ada hubungan khusus antara simbol dengan makna. Dengan kata lain simbol tidak pernah secara alami membangun dan membawa maknanya sendiri. Manusialah yang memberikan makna pada tiap simbol yang digunakannya. Sebagaimana sifat simbol yaitu arbitrer, abstrak dan ambigu maka makna tidak pernah melekat pada objek dan bersifat tidak mutlak. Makna dari suatu simbol yang sama bisa sangat berbeda pada satu masyarakat dengan masyarakat lain. Perbedaan makna ini disebabkan karena berbeda dalam menafsirkan objek yang dimaksud. Dengan demikian makna merupakan hasil dari interpretasi. B. KOMUNIKASI INTERPERSONAL Littlejohn dan Foss dalam bukunya Theories of Human Communication (2005: 142) menyebut komunikasi interpersonal dengan istilah conversation. Demikian juga Devito (2003: 159) menjelaskan: conversation is essence of interpersonal communication; in many scholarly views they re equivalent, and among non scholars the world conversation and interpersonal communication often mean the same thing. Secara deskriptif Wood (2000: 22) menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung antar manusia. Dengan demikian semua fenomena komunikasi sosial, yaitu komunikasi yang berlangsung antara manusia, merupakan komunikasi interpersonal. Satu-satunya fenomena komunikasi yang tidak

7 16 termasuk dalam komunikasi interpersonal yaitu komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal tidak termasuk komunikasi antar manusia karena berlangsung dalam diri setiap manusia tanpa melibatkan orang lain. Komunikasi interpersonal berlangsung bisa sangat impersonal sampai sangat interpersonal. Komunikasi menjadi sangat impersonal misalnya ketika kita menolak kehadiran seseorang atau ketika kita menganggap lawan bicara kita sebagai objek. Sementara komunikasi bisa sangat interpersonal misalnya komunikasi yang berlangsung pada dua orang sahabat atau antara suami dan istri yang sedang berbagi cerita. Pada komunikasi yang sangat interpersonal biasanya melibatkan keterbukaan diri ( self-disclosure) pada masing-masing pelaku komunikasi. Self-disclosure is revealing personal information about ourselves that others are unlikely to discover on their own (Wood, 2000: 194). Keterbukaan diri bisa ditemukan misalnya ketika kita menyatakan harapan atau rasa takut, menyampaikan perasaan, atau berbagi pengalaman yang semua bersifat pribadi. Semuanya tadi tidak disampaikan kepada setiap orang kecuali pada orang yang dekat dengan kita. Melalui komunikasi interpersonal manusia memiliki konsep diri ( self concept). Your self concept is your image of who you are, demikian Devito (2003: 96) menulis. Jadi konsep diri merupakan gambaran, penilaian atau persepsi mengenai diri kita. Di sini diri menjadi subjek yang mengamati sekaligus objek yang mengamati. Konsep diri tidak dibawa orang sejak lahir. Konsep diri merupakan konstruksi sosial. Konsep diri diperoleh manusia melalui komunikasi dengan orang lain. Devito (2001: 60-61) menyebut setidaknya ada empat aspek yang membentuk konsep diri seseorang, yaitu: 1. The image of you that others have and that they reveal to you. 2. The comparisons you make between yourself and others. 3. The teaching of your culture. 4. The way you interpret and evaluate your own thoughts and behaviours. C. KOMUNIKASI KELOMPOK Sejumlah orang di suatu tempat tidak bisa serta merta disebut sebagai kelompok. Ada sejumlah syarat sehingga kumpulan orang tersebut dapat disebut sebagai kelompok. Wood (2000: 246) mendefinisikan kelompok as three or more people who interact over time, depend on each other, and follow shared rules of conduct in order to reach a common goal.

8 17 Dengan demikian suatu kelompok memiliki beberapa karakter, yaitu: pertama, kelompok terdiri dari sejumlah orang yang tidak terlalu banyak sehingga masingmasing dapat berkomunikasi dengan yang lain dengan mudah. Kedua, setiap anggota kelompok saling terhubung dengan yang lain melalui suatu atau sejumlah tujuan bersama. Tindakan dan perilaku seorang anggota kelompok akan menjadi rangsangan penting bagi yang lain. Ketiga, setiap anggota kelompok harus terhubungkan melalui beberapa aturan dan struktur (Devito, 2003: 246). Wood (2000: ) membagi komunikasi yang berlangsung secara kelompok menjadi empat tipe, yaitu: task communication, procedural communication, climate communication, dan egocentric communication. Masing-masing tipe ini memiliki karakter yang khusus sebagaimana dapat dilihat dalam tabel perbandingan berikut: Task Communication Climate Communication initiates ideas establishes and maintains healthy climate seeks information energizes group process gives information harmonizes ideas elaborates ideas recognizes conflict evaluates, offers critical analysis builds enthusiasm for group Procedural Communication Egocentric Communication establishes agenda agress toward others provides orientation blocks ideas curbs digressions seeks personal recognition (brags) guides participation dominates interaction coordinates ideas pleads for special intersts summarizes other s contributions confesses, self-discloses, seeks personal records group progress help disrupt task devalues others trivializes group and work Sumber: Wood, Julia T Communication in Our Lives. 2 nd edition. Belmont: Wadsworth. Hal. 260

9 18 D. INTERAKSIONISME SIMBOLIK 1. Akar Pemikiran: Pragmatisme dan Behaviorisme Psikologi Interaksionisme Simbolik merupakan sebuah gerakan dalam sosiologi yang fokus pada cara-cara manusia membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan ( Littlejohn dan Foss, 2005: 154). Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (dalam West dan Turner, 2008: 96) mengatakan bahwa interaksionisme simbolik pada intinya adalah sebuah kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan yang lainnya, menciptakan dunia simbolik dan sebaliknya, bagaimana dunia ini membentuk perilaku manusia. Interaksionisme Simbolik termasuk dalam kelompok teori tindakan. Di tengahtengah teori yang lain dalam kelompoknya, perspektif ini merupakan teori yang populer (Jones, 2009: 142). Sejak istilah Interaksionisme Simbolik dimunculkan Herbert Blumer pada tahun 1937, sampai sekarang perspektif ini masih banyak digunakan. Ini menunjukkan bahwa Teori Interaksionisme Simbolik memuaskan, setidaknya dari kriteria waktu. Sebagai tokoh yang paling populer dalam menggagas perspektif interaksionisme simbolik adalah George Herbert Mead ( Littlejohn dan Foss, 2005: 82; Poloma, 2007: 255; Wallace dan Wolf, 1999: 190). Mead sebenarnya adalah profesor Filsafat di University of Chicago. Namun demikian, Mead juga dikenal baik oleh para sosiolog karena dinilai telah mengajarkan pikiran-pikiran yang luar biasa pada bidang Sosiologi (Griffin, 2000: 53-54). Teori Interaksionisme Simbolik menjadi sumbangan terbesar Mead dalam ilmu sosial. Gagasan-gagasan Mead mengenai interaksionisme simbolik diwujudkan dalam buku yang berjudul Mind, Self, and Society: from Understandingpoint of a Social Behaviorist. Buku ini menjadi dasar dari Teori Interaksionisme Simbolik. Selain pemikiran-pemikiran yang menarik dalam buku ini, menarik juga untuk diketahui bahwa Mead sendiri tidak pernah menyusun buku ini. Adalah murid-muridnya, selepas Mead meninggal, mengumpulkan materi-materi perkuliahan dan ceramah-ceramah Mead, kemudian menyusunnya menjadi sebuah buku. Meskipun bukan Mead yang menyusun buku Mind, Self, And Society namun semua pemikiran di dalamnya berasal dari Mead.

10 19 Mead juga tidak pernah memunculkan istilah interaksionisme simbolik. Adalah Herbert Blumer, salah seorang murid Mead, yang memberikan nama pada gagasangagasan Mead dengan istilah tersebut (Griffin, 2000: 54; Wallace dan Wolf, 1999: 189; Salim, 2008: 10; Deddy Mulyana, 2004: 70; West dan Turner, 2008: 96). Istilah tersebut dimunculkan Blumer pada tahun 1937 dalam artikelnya yang berjudul Social Psychology (Zeitlin, 1995: 331). Nama tersebut muncul tanpa melalui pengkajian yang mendalam. Sebagaimana dinyatakan Blumer: a somewhat barbaric neologism that I coined in an offhand way in an article written in Man and Society. The term somehow caught on and is now general use (Wallace dan Wolf, 1999: 190; Allan, 2006: 6). Secara historis pemikiran Mead mengenai Interaksionisme Simbolik dipengaruhi oleh dua aliran filsafat yaitu pragmatisme dan behaviorisme psikologi. Pemikiranpemikiran filsafat pragmatisme yang memengaruhi pemikiran Mead terutama yaitu: pertama, realitas tertinggi tidak berada di dunia nyata melainkan secara aktif diciptakan ketika kita bertindak di dalam dan terhadap dunia. Dengan kata lain realitas diciptakan melalui interaksi. Kedua, orang mengingat dan mendasarkan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang terbukti bermanfaat bagi mereka. Ketiga, orang mendefinisikan objek sosial dan fisik yang mereka temui di dunia ini menurut manfaatnya bagi mereka. Keempat, untuk memahami pelaku tindakan (aktor) kita harus mendasarkan pemahaman itu pada apa yang sebenarnya mereka lakukan di dunia nyata (Ritzer dan Goodman, 2004: 374; Deddy Mulyana, 2004: 64-65; Salim, 2008: 9-10). Aliran Behaviorisme Psikologi juga ikut memengaruhi pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik. Berbeda dengan pragmatisme yang nyaris disepakati secara utuh, Mead menerima gagasan-gagasan behaviorisme psikologi sekaligus mengkritiknya. Oleh karena itu kemudian Mead menyebut pemikirannya sebagai behaviorisme sosial untuk membedakan dengan pemikiran behaviorisme John B. Watson yang dinilainya radikal (Ritzer dan Goodman, 2004: 375; Deddy Mulyana, 2004: 65). Sebagaimana keyakinan pandangan kalangan behaviorisme, Mead juga sepakat bahwa untuk memahami manusia harus didasarkan pada apa yang mereka lakukan (Deddy Mulyana, 2004: 65). Namun selebihnya Mead tidak sepakat dengan behaviorisme radikal Watson karena melihat perilaku individu hanya dari aspek yang

11 20 nampak atau dapat diamati. Sementara Mead meyakini bahwa aspek tertutup juga penting untuk diperhatikan dalam memahami perilaku individu, dan ini diabaikan oleh behaviorisme radikal Watson. Mead juga mengkritik Behaviorisme Radikal Watson yang menyamakan perilaku manusia dengan binatang. Tampaknya kritik yang kedua ini sebagai akibat dari perbedaan pandangan yang pertama di atas. Behaviorisme Radikal Watson melihat perilaku manusia hanya dari aspek luar sehingga wajar kalau kemudian menyamakannya dengan perilaku binatang. Bagi Mead perbedaanya sangat mendasar, antara perilaku manusia dengan binatang. Binatang berperilaku secara spontan. Sementara manusia memiliki pikiran yang mendasari setiap perbuatanya. Charles Morris menyampaikan tiga perbedaan antara Mead dengan Watson dalam memandang perilaku manusia. Dalam kata pengantarnya untuk buku Mead, Mind, Self and Society, Morris menulis tiga perbedaan tersebut (Ritzer dan Goodman, 2004: 376). Pertama, Mead menganggap pandangan Watson tentang perilaku terlalu simplistis. Bahkan Watson dituduh telah menarik perilaku dari konteks dunia yang lebih luas. Kedua, Mead menuduh Watson enggan memperluas behaviorisme pada proses mental. Ketiga, Mead menganggap Watson memahami aktor sebagai individu yang pasif. Sementara Mead justru melihat aktor bersifat dinamis dan kreatif. Sejumlah ilmuwan, mulai dari generasi klasik sampai modern, disebut-sebut telah ikut dalam mengagas dan mengembangkan perspektif interaksionisme simbolik. Para ilmuwan yang dimaksud yaitu: Max Weber, George Simmel, Williams James, Charles Horton Cooley, John Dewey, W. I. Thomas, Herbert Blumer, Erving Goffman, dan Peter Berger (Sunarto Kamanto, 2004: ). Max Weber dan George Simmel merupakan tokoh Sosiologi klasik. Meskipun kedua ilmuwan ini belum pernah menyebut istilah interaksionsime simbolik namun pemikiran mereka dalam teori interaksi sosial telah mendasari perspektif interaksionisme simbolik. Sehingga kemudian kedua sosiolog ini disebut-sebut sebagai tokoh interaksionisme simbolik klasik. Pemikiran Weber yang mendasari gagasan interaksionisme simbolik terutama yaitu Teori Tindakan Sosial. Teori ini menekankan pada proses interpretasi individu terhadap situasi dan makna subjektif (Wallace dan Wolf, 1999: 192; Deddy Mulyana,

12 : 61). Baik Weber maupun Mead menolak anggapan bahwa individu bersifat pasif, di mana perilakunya ditentukan oleh faktor-faktor di luar dirinya. Pemikiran Simmel jelas ikut mendasari perspektif interaksionisme simbolik. Mead pernah belajar pada Simmel secara langsung di Universitas Berlin untuk program doktornya, meskipun tidak sampai selesai (Antoni, 2004: 277). Simmel memahami masyarakat sebagai suatu sistem interaksi (Wallace dan Wolf, 1999: 194). Simmel berpandangan bahwa kepribadian seseorang muncul dan berkembang bergantung pada web of group affiliation, yaitu jaringan hubungan sosial yang dimiliki individu (Sunarto Kamanto, 2004: ). Dengan kata lain kepribadian seseorang bergantung pada kelompok atau komunitas yang diikutinya. Sedangkan para ilmuwan bersama pemikirannya yang terkategori dalam interaksionisme simbolik modern yaitu (Sunarto Kamanto, 2004: ): 1. Williams James, ia termasuk penganut pragmatisme. James merumuskan dan mengembangkan konsep diri (self). Ia menyatakan bahwa a man has as many social selves as there are individuals who recognize him. Ia beranggapan bahwa perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri adalah hasil dari interaksinya dengan orang lain. 2. Charles Horton Cooley, ia sepakat bahwa dunia subjektif masyarakat sangat penting untuk diperhatikan. Cooley terkenal dengan konsep looking glass self. Konsep ini menjelaskan bahwa seseorang mengidentifikasi dirinya berdasarkan sikap dan perilaku orang lain kepadanya. 3. John Dewey, ia termasuk penganut pragmatisme. Dewey meyakini bahwa realitas bersifat dinamis. Sumbangan Dewey yang populer yaitu merumuskan gagasan bahwa pikiran ( mind) seseorang berkembang dalam rangka usahanya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan pikiran tersebut ditunjang oleh interaksinya dengan orang lain. 4. George Herbert Mead, dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik. Mead merumuskan hubungan antara diri ( self), pikiran ( mind) dan masyarakat (society). Mead beranggapan bahwa self berkembang melalui tahap play, the game, dan generalized other dan proses perkembangan self berlangsung melalui jalan mengambil peran orang lain (taking the role of the other).

13 22 5. W. I. Thomas, sepakat bahwa dunia subjektif masyarakat sangat penting untuk dipertimbnagkan. Thomas mengajukan konsep the definition of the situation. Ia beranggapan bahwa manusia tidak langsung memberikan respon terhadap stimulus, melainkan melakukan penilaian dan pertimbangan terlebih dulu. 6. Herbert Blumer, sangat terkenal dengan tiga premisnya yang mendasari interaksionisme simbolik, yaitu a). manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna sesuatu tersebut bagi mereka; b). makna merupakan suatu produk sosial yang muncul dalam proses interaksi antara manusia; c). penggunaan makna oleh para pelaku berlangsung melalui proses penafsiran. 7. Erving Goffman, berbeda dengan tokoh yang lain. Goffman menganggap individu bukan memberikan reaksi terhadap tindakan individu lain, melainkan individu adalah mempengaruhi individu lain dalam interaksi. Konsep Goffman biasa dikenal dengan sebutan Dramaturgi. 8. Peter Berger, merumuskan kerangka pemikiran yang menghubungkan antara individu dengan masyarakat. Menurutnya dalam masyarakat terdapat proses dialektis yang terdiri dari tiga proses: eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. 2. Pemikiran-pemikiran George Herbert Mead Sebenarnya Mead sepakat dengan pandangan Behaviorisme radikal Watson, yang melihat perilaku manusia dengan hewan adalah sama. Namun Mead tidak berhenti di situ. Mead menyamakan manusia dengan hewan yaitu ketika perilaku dan interaksinya bersifat langsung atau spontanitas ( Zeitlin, 1995: 339). Dari sini dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia, dalam pandangan Mead, ada dua macam yaitu yang spontan dan direncanakan. Mead menjelaskan pandangannya ini melalui ilustrasi yang sangat populer yaitu dua anjing yang berkelahi (Zeitlin, 1995: 339). Pada fenomena dua ekor anjing yang berkelahi maka setiap gerakan dan serangan muncul secara spontan tanpa melalui pemikiran. Gerakan dan serangan seekor anjing merupakan stimulus bagi anjing lawanya yang juga akan merespon secara spontan. Karena tidak melalui proses berpikir maka setiap gerakan dan serangan masing-masing anjing tidak memiliki makna.

14 23 Terkadang manusia bertindak dan berinteraksi demikian tanpa dijembatani oleh pikiran. Ketika manusia bertindak dan berperilaku tanpa didasari pikiran maka tindakan dan perilaku tersebut tidak memiliki makna. Mead mencontohkan gerakan dan perilaku yang dilakukan para petinju atau pemain anggar yang sedang bertanding (Zeitlin, 1995: 339). Masing-masing mereka merespon gerakan lawannya secara spontan tanpa didasari pikiran. Maka dalam hal ini gerakan dan perilaku mereka, dalam pandangan Mead, adalah sama dengan hewan. Dari ilustrasi tadi tampak jelas bahwa Mead sangat menekankan pentingnya pikiran (mind). Dalam interaksionisme simbolik berpikir merupakan proses yang sangat penting karena menjadi landasan setiap tindakan menusia ( Littlejohn dan Foss, 2005: 156). Pikiran, oleh Mead dipahami sebagai suatu proses bukan suatu benda (thing) atau struktur (structure). Mead mendefinisikan pikiran ( mind) sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang memunyai makna sosial yang sama, dan Mead percaya bahwa manusia harus mengembangakan pikiran melalui interaksi dengan orang lain (West dan Turner, 2008: ). Definisi ini menjelaskan pada kita beberapa hal. Pertama, simbol merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia dalam proses berpikir. Tanpa simbol maka mustahil manusia dapat menggunakan pikirannya. Simbol-simbol yang biasa digunakan manusia dalam berinteraksi disebut sebagai bahasa. Bahasa bergantung pada apa yang disebut Mead sebagai simbol signifikan ( significant symbol). Simbol signifikan yaitu simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak orang (West dan Turner, 2008: 105). Kedua, Mead memahami pikiran sebagai proses sosial. Memang pikiran merupakan proses interaksi seorang individu dengan dirinya. Namun dalam pemahaman Mead, proses yang dimaksud bukan berlangsung dalam diri individu melainkan berada dalam wilayah sosial. Pikiran merupakan produk dari proses sosial. Melalui interaksi sosial yang dijembatani oleh bahasa, maka manusia mengembangkan pikirannya. Terkait erat dengan konsep pikiran adalah pemikiran ( thought), yaitu percakapan yang terjadi di dalam diri individu. Salah satu aktivitas penting yang berlangsung melalui pemikiran adalah pengambilan peran ( role taking), atau kemampuan untuk menempatan diri seseorang di posisi orang lain (West dan Turner, 2008: 105).

15 24 Konsep Mead yang kedua yaitu diri (self). Sebagaimana pikiran (mind), diri juga dipahami Mead sebagai produk sosial. Seorang bayi yang baru lahir, menurut Mead, dapat disamakan dengan hewan karena tidak memiliki diri. Manusia memiliki diri setelah memunyai pengalaman sosial yang didapatkannya dari interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain melalui interaksilah manusia memiliki diri. Dari sini tampak jelas bahwa diri yang dimaksud Mead bukanlah diri secara fisik atau biologis, sebagaimana yang dipahami dalam Biologi atau Ilmu Kedokteran. Namun demikian, konsep diri Mead tidak bisa muncul tanpa melalui diri fisik atau biologis. Diri muncul dalam konteks pengalaman dan interaksi sosial secara spesifik, dan ia akan terus berkembang berhubungan dengan proses sosial dan berhubungan dengan para individu yang ada di dalamnya (Zeitlin, 1995: 347). Mead mendefinisikan diri sebagai kemampuan merefleksikan diri sendiri dari perspektif orang lain (West dan Turner, 2008: 106). Cara manusia merefleksikan diri melalui perspektif orang lain, menurut Mead adalah dengan jalan pengambilan peran (role taking) ( Littlejohn dan Foss, 2005: 156). Allan (2006: 14) mendefinisikan pengambilan peran (role taking) yaitu: it is the process through wich we place our self in the position (or role) another in order to see our own self. Dari proses ini maka manusia akan mendapatkan suatu gambaran bagaimana dirinya dalam pandangan orang lain. Meminjam konsep Charles Cooley, Mead menyebut gambaran ini sebagai cermin diri (the looking-glass self) (Griffin, 2000: 57; West dan Turner, 2008: 106; Wallace dan Wolf, 1999: 195; Sunarto Kamanto, 2004: 222). Yaitu kemampuan kita untuk melihat diri sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat kita bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang. Masing-masing orang memberikan gambaran sehingga kita memiliki sebuah gabungan gambaran tentang diri kita yang disebut Mead sebagai generalized others (Griffin, 2000: 58; West dan Turner, 2008: 108). Jadi generalized others kita adalah gabungan dari respon-respon dan harapan-harapan yang kita dapatkan dari orang-orang di sekitar kita. Generalized others merujuk pada cara pandang dari sebuah kelompok sosial atau budaya sebagai suatu keseluruhan. Cooley meyakini tiga prinsip pengembangan yang dihubungkan dengan cermin diri, yaitu: a). kita membayangkan bagaimana kita terlihat di mata orang lain; b). kita

16 25 membayangkan penilaian mereka mengenai penampilan kita; c). kita merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi ini. Kita belajar mengenai diri kita sendiri dari cara orang lain memperlakukan kita, memandang kita dan memberi label pada kita (West dan Turner, 2008: 106). Mead melihat diri sebagai sebuah proses yang mengintegrasikan antara dua aspek yang dia sebut sebagai I dan me. Melalui bahasa orang memunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek untuk dirinya sendiri. Sebagai subjek manusia bertindak, dan sebagai objek manusia mengamati dirinya sendiri bertindak. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak, sebagai I, dan objek atau diri yang mengamati adalah me (West dan Turner, 2008: 107). I memiliki beberapa karakter, yaitu: pertama, I adalah dimensi proses kedirian di mana seseorang tidak dapat menangkapnya kecuali setelah adanya fakta-fakta. Pelaku komunikasi tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh I kecuali setelah tindakan itu dilakukan. Kedua, I merupakan proses pikiran dan tindakan yang aktual. Ketiga, I bersifat tidak tentu, relatif dan tidak bisa diramalkan. I merupakan aspek kreatif diri. Karakter-karakter inilah yang membawa Mead pada kesimpulan bahwa manusia tidaklah bersifat pasif. Berbeda dengan I, me memiliki karakter: pertama, merupakan proses reflektif. me melakukan tindakan secara sadar, terencana dan melibatkan tanggung jawab. Dengan kata lain me berada di bawah kontrol individu. Kedua, me muncul dengan mengambil sikap-sikap orang lain (Zeitlin, 1995: ; Griffin, 2000: 58; Littlejohn dan Foss, 2005: 156; Ritzer dan Goodman, 2004: ; West dan Turner, 2008: 107). Konsep Mead yang ketiga yaitu masyarakat ( society). Dalam judul buku Mead konsep Society diletakkan pada urutan terakhir yaitu setelah Mind dan Self. Urutan ini mengesankan seolah Mead memandang masyarakat sebagai entitas sekunder setelah pikiran dan diri. Namun sebenarnya justru masyarakatlah yang menjadi pusat perhatian Mead. Sebagaimana yang dikatakan Ellswort Faris ketika menanggapi buku Mead Mind, Self and Society, Barangkali yang menjadi pendapat Mead adalah bahwa bukan pikiran yang pertama muncul lalu diikuti masyarakat, tapi masyarakatlah yang lebih dulu muncul (Ritzer dan Goodman, 2004: 378). Mead memandang masyarakat bukanlah sesuatu yang sudah utuh atau stabil, melainkan suatu proses sosial yang berjalan terus menerus (Ritzer dan Goodman, 2004:

17 26 391). Dengan kata lain Mead meyakini bahwa masyarakat tidak akan pernah mencapai kondisi sempurna. Masyarakat akan terus berubah bersama sebagai hasil dari interaksi manusia sebagai anggotanya. Pandangan interaksionisme simbolik mengenai masyarakat berbeda dengan aliran struktural fungsional. Pertama, interaksi simbolik melihat masyarakat merupakan suatu kerangka di mana tindakan sosial berlangsung, bukan penentu tindakan. Kedua, organisasi yang demikian dan perubahan yang terjadi di dalamnya adalah produk dari kegiatan unit-unit yang bertindak dan bukan oleh kekuatan-kekuatan yang membuat unit-unit itu berada di luar penjelasan (Poloma, 2007: ). 3. Tiga Premis Dasar Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer Herbert Blumer merupakan salah seorang murid Mead. Bersama Mead, Blumer melakukan sistematisasi gagasan-gagasan interaksionisme simbolik. Blumer pula yang memberikan nama pada gagasan-gagasan Mead dengan istilah Symbolic Interactionism (Griffin, 2000: 54; Wallace dan Wolf, 1999: 189; Salim, 2008: 10; Deddy Mulyana, 2004: 70; West dan Turner, 2008: 96). Bahkan Blumer telah mengembangkan perspektif ini menjadi lebih lengkap dengan merumuskan suatu metode dan model penyelidikan dengan perspektif interaksionisme simbolik (Wallace dan Wolf, 1999: ). Blumer sangat bersungguh-sungguh dalam mengembangkan gagasan interaksionisme simbolik. Kesungguhan Blumer tampak dari keberhasilannya dalam merumuskan tiga premis utama dari perspektif interaksionisme simbolik (Blumer, 1984: 2), yaitu: 1. Human beings act toward things on the basis of meanings that the things have for them. 2. The Meaning of the such things is derived from, or arises out of, the social interaction that one has with ones s fellows. 3. These meanings are handled in, and modified through, an interpretive process used by the person in dealing with the things he encounter. Ketiga premis utama tersebut, masing-masing penulis jelaskan lebih lanjut sebagai berikut di bawah ini:

18 Manusia Bertindak terhadap Sesuatu Berdasarkan Makna Tindakan yang dilakukan manusia merupakan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Mead menjelaskan bahwa tindakan dan perilaku manusia terdiri dari empat elemen, yaitu: rangsangan, persepsi, manipulasi dan perilaku (Allan, 2006: 17). Empat elemen ini yang membedakan tindakan dan perilaku manusia dengan hewan. Pada hewan, proses dari rangsangan sampai timbul perilaku bersifat langsung. Ketika manusia menerima rangsangan, maka dia mempersepsi setiap rangsangan tersebut. Setelah melakukan persepsi manusia memanipulasi elemen-elemen yang berbeda dan mempertimbangkan berbagai perilaku yang akan dilakukan untuk menanggapi rangsangan. Maka pada kondisi ini manusia dalam posisi siap bertindak. Dengan demikian, manusia tidak serta-merta bertindak terhadap suatu objek atau realitas sosial. Manusia bertindak dengan menafsirkan dan mendefinisikan objek atau realitas sosial yang ditemuinya. Objek yang dimaksud adalah meliputi: objek fisik (seperti meja, tanaman atau mobil); objek sosial (seperti ibu, guru, menteri, atau teman); objek abstrak (seperti nilai-nilai, hak dan peraturan) (Poloma, 2007:264). Dari proses menafsirkan dan mendefinisikan menghasilkan makna. Dengan makna yang diberikannya terhadap objek atau realitas sosial tersebut kemudian menjadi dasar dalam menentukan tindakan. Dengan kata lain, tindakan manusia merupakan tindakan interpretif yang dibangunnya sendiri. Dengan pemahaman ini maka sebenarnya manusia membuat realitasnya sendiri. Manusia tidak hidup dalam suatu realitas yang sudah baku. Dalam keyakinan filsafat pragmatisme, bahwa realitas tertinggi tidak berada di luar sana, di dunia nyata, melainkan secara aktif dibangun ketika manusia bertindak di dalam dan terhadap dunia (Ritzer dan Goodman, 2004: 374). Pemikiran ini kemudian diadopsi oleh interaksionisme simbolik. Mead tidak sepakat dengan pemikiran yang menyatakan bahwa realita berada di luar diri manusia. Realita justru ada karena pemaknaan yang diberikan manusia, sebagaimana pernyataan Mead: Once people define a situation as real, it s very real in the consequences (Griffin, 2000: 54). Pernyataan Mead ini menegaskan bahwa makna sesuatu bergantung pada bagaimana manusia memberikan makna terhadapnya. Sehingga suatu objek atau realitas sosial memiliki lebih dari satu makna, sesuai dengan yang diberikan orang-orang terhadapnya. Untuk menjelaskan ini Poloma (2007: 259) mengilustrasikan dengan

19 28 sebuah ular. Bagi sebagian orang, ular merupakan binatang melata yang menjijikkan, binatang beracun yang bisa mematikan. Sementara bagi sebagian orang yang lain, mereka melihat ular sebagai binatang yang indah. Pemaknaan yang berbeda ini tentu akan memunculkan sikap dan tindakan yang berbeda pula terhadap ular. Orang pertama cenderung akan bereaksi negatif ketika bertemu ular, mungkin bergerak menjauh, selalu waspada atau bahkan membunuhnya untuk memastikan keselamatan dirinya tidak terancam. Sementara orang yang melihat ular sebagai binatang yang indah, cenderung akan memberikan reaksi positif, memperlakukannya dengan lembut dan menjaganya. 3.2 Makna Muncul dari Interaksi Sosial Seseorang dengan Orang Lain. Blumer menjelaskan terdapat tiga pendekatan yang melihat asal sebuah makna. Pendekatan pertama mengatakan bahwa makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik, melekat dalam suatu objek atau realitas sosial. Pendekatan kedua melihat makna itu diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek atau realitas sosial kemudian digunakan oleh banyak orang. Interaksionisme simbolik mengambil pendekatan ketiga, yaitu makna sebagai sesuatu yang terjadi di antara orang-orang (West dan Turner, 2008: 100). Interaksionisme simbolik meyakini bahwa makna merupakan hasil dari interaksi dengan orang lain (West dan Turner, 2008: 100; Littlejohn dan Foss, 2005: 155). Blumer mengatakan (dalam Poloma, 2007: 259); bagi seseorang makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain. Dengan kata lain, makna tidak melekat dalam suatu objek, demikian juga makna tidak tersedia lebih dulu di alam. Dua orang yang memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap ular di atas, didasarkan pada pengalaman yang mereka miliki bersama lingkungannya. Orang pertama mungkin sejak kecil dipesan agar selalu waspada terhadap ular, karena ular itu binatang yang beracun, berbahaya dan bisa mematikan. Sedangkan orang kedua barangkali tinggal di lingkungan pecinta ular. Sehingga sikap dan perilaku yang diajarkan lingkungan kepadanya berbeda dengan orang pertama. Setiap makna diwujudkan dalam suatu simbol. Simbol adalah a stimulus that has a learned meaning and value for people (Griffin, 2000: 55). Jadi melalui simbol ini

20 29 manusia bisa belajar memaknai suatu objek atau realitas sosial. Tingkat pemahaman manusia terhadap suatu objek atau realitas sosial bergantung pada sejauh mana simbolsimbol yang tersedia mampu merepresentasikan makna yang dimaksud. Tanpa simbol maka manusia tidak mungkin bisa memaknai objek dan realitas sosial di sekitarnya. Kemudian melalui simbol ini pula makna terus dinegosiasikan (Griffin, 2000: 55). Simbol lebih banyak tidak memiliki hubungan logis dengan objek yang diwakilinya. Karena itu simbol bersifat arbitrer atau semena-mena. 3.3 Makna Suatu Simbol bagi Individu Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Suatu makna yang diperoleh manusia tidaklah serta-merta diinternalisasi karena ada berbagai makna yang ditemui manusia. Blumer menulis: pelaku memilih, memeriksa, menahan, menyusun kembali, dan mengubah makna untuk mengetahui situasi di mana ia ditempatkan dan arah dari tindakan-tindakannya (Littlejohn dan Foss, 2005: 155; Poloma, 2007: 259). Blumer menyebut proses ini sebagai self indication, yaitu proses komunikasi yang sedang berjalan di mana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu (Poloma, 2007: 261). Blumer menyatakan bahwa proses manusia dalam menginterpretasi sesuatu melalui dua langkah (West dan Turner, 2008: 100; Riyadi Soeprapto, 2002: 142), yaitu: a. Langkah pertama, para pelaku menentukan benda-benda yang memunyai makna. b. Langkah kedua melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi di dalam konteks di mana mereka berada. Jadi interpretasi bukanlah proses memahami makna-makna yang sudah ada untuk kemudian bertindak menurut makna tersebut. Poloma (2007: 260) mengatakan bahwa interpretasi seharusnya tidak dianggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan di mana makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan. Dalam interpretasi melibatkan proses berpikir. Interaksionisme Simbolik mendeskripsikan berpikir sebagai suatu percakapan dalam diri ( inner conversation).

21 30 Mead menyebut dialog yang terjadi dalam diri ini sebagai minding, yaitu jeda sekitar dua detik saat kita siap untuk bertindak (Griffin, 2000: 56). E. PENELITIAN YANG RELEVAN Kajian dengan objek Jamaah Tabligh sudah banyak dilakukan, terutama oleh para peneliti di luar Indonesia. Sepanjang penelusuran yang peneliti lakukan banyak kajian mengenai Jamaah Tabligh dilakukan dalam kerangka politik, pertahanan dan keamanan. Cukup sulit bagi peneliti untuk menemukan kajian atau penelitian mengenai Jamaah Tabligh yang bersifat akademis. Berikut beberapa penelitian mengenai Jamaah Tabligh yang telah dilakukan dengan objek kajian yang berlainan. Priya Sumi Nelson (2010) melakukan penelitian untuk tesisnya dengan judul The Delegation of Authority in the Tablighi Jamaat. Pertanyaan utama yang diajukan Nelson dalam tesisnya ini adalah mengapa terdapat berbagai sikap terhadap Jamaah Tabligh? Sebelumnya Nelson menemukan bahwa terdapat perbedaan bahkan kontradiksi antara pernyataan karkun atau pekerja dakwah dengan hasil kajian. Setiap karkun atau pekerja dakwah selalu mengatakan bahwa gerakan mereka bersifat apolitis. Sementara sebuah kajian menyatakan bahwa sikap para pemimpin Jamaah Tabligh mempertahankan sikap apolitisnya sebenarnya merupakan kedok bagi aktifitas politik anggota jamaah di wilayah Asia Selatan bahkan lebih luas lagi. Penelitian yang dilakukan Nelson mendapatkan temuan bahwa pendelegasian otoritas dalam Jamaah Tabligh sangat kompleks. Struktur otoritas dalam organisasi sangat mempertimbangkan keseimbangan pada para pemimpin elit, juga berdasarkan pada mistik dan otoritas yang dimiliki dalam hukum serta kepemimpinan mandat. Kekuasaan diperoleh dari berbagai sumber termasuk kharisma, pendidikan syariah, pengalaman dalam organisasi dan pengamalan agama. Penelitian Nelson menyimpulkan bahwa gerakan Jamaah Tabligh sangat mudah untuk berubah bergantung pada para pemimpin cabang lokal. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukannya, Nelson juga menyimpulkan bahwa terdapat berbagai perbedaan pendapat dalam literatur sejarah mengenai Jamaah Tabligh. Di sisi lain, analisis yang dilakukan Nelson menolak anggapan beberapa pengamat yang menyatakan bahwa sikap apolitis yang dibangun Jamaah Tabligh merupakan topeng untuk menutupi agenda politik para pengikutnya.

22 31 Penelitian mengenai Jamaah Tabligh juga dilakukan oleh Zahra McDonald (2005) dalam sebuah mini-dessertation-nya. Secara khusus McDonald meneliti pembentukan identitas Jamaah Tabligh di Johannesburg. Dalam mini disertasinya yang berjudul Place, Meaning, and Experience: the Construction of Tabligh Jamaat Identity in Johannesburg, McDonald mengajukan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana identitas terbentuk dan apa saja yang memengaruhinya? Dari hasil penelitian diperoleh temuan bahwa identitas adalah hasil konstruksi yang berlangsung dalam ruang dan waktu, bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir. Interelasi antar bagian dan makna yang berlangsung dalam ruang dan waktu berefek pada tempat. Tempat, kemudian akan berpengaruh pada konstruksi identitas. Dalam konteks Jamaah Tabligh di Johannesburg, McDonald mendapati bahwa gerakan yang dilakukan Jamaah Tabligh berupa berkorban dengan diri dan harta memengaruhi konstruksi identitas mereka. Dua faktor ini, secara bersama-sama membentuk suatu makna yang berlangsung dalam sebuah tempat, dan berkaitan dengan pertukaran pengalaman. Penelitian berikutnya yang dilakukan Bulbul Siddiqi (2010) mengenai Jamaah Tabligh secara khusus mengkaji tentang ijtima. Ijtima yaitu sebuah pertemuan besar skala nasional atau internasional yang dihadiri para karkun atau pekerja dakwah. Acara ini biasa diselenggarakan Jamaah Tabligh secara rutin setiap tahun. Penelitian yang dilakukan Siddiqi dengan judul Purification of self : Ijtema as a New Islamic Pilgrimage, menyimpulkan bahwa ijtima bukanlah sebuah gagasan baru atau pengganti ibadah haji bagi Muslim Bangladesh sebagaimana anggapan yang banyak menyebar. Penelitian Siddiqi juga mendapati temuan bahwa kehadiran para karkun atau pekerja dakwah dalam ijtima telah meningkatkan otoritas religius, status dan wewenang mereka. Kemudian, ijtima juga ikut membangun identitas Muslim melalui konsep persaudaraan dan umat. Penelitian mengenai Jamaah Tabligh juga pernah dilakukan untuk konteks Indonesia. Adalah Farish A. Noor (2009) melakukan penelitian dengan judul The Spread of The Tablighi Jamaat Accros Western, Central, and Eastern Java and The Role of The Indian Muslim Diaspora. Secara umum penelitian Noor ini berusaha mencari tahu bagaimana pertumbuhan Jamaah Tabligh di Jawa.

23 32 Penelusuran yang dilakukan Noor mendapati bahwa Jamaah Tabligh datang ke pulau Jawa untuk pertama kali pada Februari Satu rombongan yang terdiri dari 8 orang waktu itu dikirim dari markas Jamaah Tabligh di India untuk melakukan dakwah di Indonesia. Tiba di Indonesia rombongan bertemu dengan Haji Zaristan Khan, seorang migran dari India. Melalui Haji Zaristan rombongan kemudian melakukan dakwah di Masjid Bandengan yang berlokasi di Kampung Pandan, Jakarta Utara. Masjid ini kemudian berkembang dan menjadi markas Jamaah Tabligh pertama di Jakarta dan seluruh Pulau Jawa. Maka kemudian masjid ini menjadi pintu masuk dakwah Jamaah Tabligh di Pulau Jawa. Noor mendapatkan temuan bahwa persebaran Jamaah Tabligh di Jawa tidak bisa lepas dari peran orang-orang Muslim India ataupun Muslim keturunan India yang lebih dulu tinggal di Indonesia. Merekalah yang pertama kali menerima dan menjadi pengikut gerakan Jamaah Tabligh. Pada Agustus 1955 dari Masjid Bandengan mereka mengirim rombongan untuk melakukan dakwah ke Surakarta. Tiba di Surakarta mereka berdakwah dan membangun akar gerakan. Dari sini kemudian secara bertahap gerakan Jamaah Tabligh menyebar ke berbagai wilayah di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Noor (2010) juga melakukan penelitian yang serupa di lokasi lain dari wilayah Indonesia yaitu Papua. Penelitian ini berjudul The Arrival and Spread of the Tablighi Jamaat in West Papua (Irian Jaya), Indonesia. Sebagaimana penelitian Noor di atas, penelitian ini berusaha melihat bagaimana persebaran dan metode dakwah Jamaah Tabligh di Papua, terutama terhadap suku pedalaman. Dalam penelitian ini diperoleh temuan Jamaah Tabligh datang ke wilayah Papua pada pertengahan tahun Rombongan dikirim langsung dari Jakarta yang dipimpin oleh dr. Nur, seorang dokter spesialis paru-paru. Rombongan kedua dikirim pada tahun 1989 yang dipimpin oleh karkun atau pekerja dakwah dari India, Maulana Imam Nurudin. Rombongan sebanyak 12 orang yang terdiri dari orang India dan Indonesia. Misi kedua rombongan adalah melakukan dakwah dan mewujudkan adanya markas Jamaah Tabligh di Papua. Mereka berhasil membangun masjid sebagai markas pada tahun 1998 dengan nama Masjid Serambi Mekah. Selesai membangun masjid kemudian mereka membangun pesantren pertama di Papua, dan diberi nama Pondok Pesantren Darul Ulum.

Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. Teori Sosiologi Kontemporer

Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Asumsi Dasar Interaksionisme-Simbolik Akar kesejarahan Interaksionisme-Simbolik Max Weber: Verstehen (Pemahaman Subyektif)

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK. teori interaksi simbolik, istilah interaksi simbolik diciptakan oleh Herbert

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK. teori interaksi simbolik, istilah interaksi simbolik diciptakan oleh Herbert BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK A. Pikiran, Diri, dan Masyarakat Dalam mengkaji masalah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori interaksi simbolik, istilah interaksi simbolik diciptakan oleh Herbert

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni peorganisasin data kedalam pola-pola yang saling berhubungan, serta setiap kategori maupun sistem yang ada. Pada tahap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara

BAB IV ANALISIS DATA. kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara BAB IV ANALISIS DATA a. Temuan Penelitian 1. Proses Komunikasi Proses komunikasi adalah bagaimana sang komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan

Lebih terperinci

Modul ke: TEORI INTERPRETIF 15FIKOM INTERAKSIONAL SIMBOLIK. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

Modul ke: TEORI INTERPRETIF 15FIKOM INTERAKSIONAL SIMBOLIK. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Modul ke: TEORI INTERPRETIF INTERAKSIONAL SIMBOLIK Fakultas 15FIKOM Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Interaksionisme Simbolik Teori interaksionisme simbolik sangat berpengaruh dalam

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan 33 BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD Kehidupan social itu sendiri tidak pernah terlepas dari adanya sebuah interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI INTERAKSI SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD. Blumer sekitar tahun Dalam lingkup sosiologi, idea ini sebenarnya

BAB II TEORI INTERAKSI SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD. Blumer sekitar tahun Dalam lingkup sosiologi, idea ini sebenarnya 35 BAB II TEORI INTERAKSI SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD Konsep teori interaksi simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer sekitar tahun 1939. Dalam lingkup sosiologi, idea ini sebenarnya sudah lebih

Lebih terperinci

Teori Komunikasi MODUL PERKULIAHAN. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Teori-Teori Dalam Konteks Komunikasi Antar Pribadi

Teori Komunikasi MODUL PERKULIAHAN. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Teori-Teori Dalam Konteks Komunikasi Antar Pribadi MODUL PERKULIAHAN Teori Komunikasi Pokok Bahasan 1 Antarpribadi 1.1 Elemen pembentuk kesadaran diri 1.2 Konsep-konsep yang mempengaruhi perkembangan kesadaran diri 1.3 Teori-Teori Tentang Diri (Konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judi Perjudian adalah permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas BAB IV ANALISIS DATA Salah satu proses analisis data ini telah dikembangkan lebih lanjut yang materinya diambil dari hasil deskripsi data penelitian untuk nantinya dijadikan sebagai suatu temuan penelitian

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI OLEH. AHMAD RIZA FAIZAL S.Sos., IMDLL.

TEORI KOMUNIKASI OLEH. AHMAD RIZA FAIZAL S.Sos., IMDLL. TEORI KOMUNIKASI OLEH AHMAD RIZA FAIZAL S.Sos., IMDLL. Aliran-aliran dalam Ilmu Komunikasi 1. Teori Struktural & Fungsional Menurut aliran ini, struktur sosial adalah nyata dan berjalan dalam fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD. Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori

BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD. Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori 38 BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD A. Teori Interaksionisme Simbolik Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin,

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: Teori Teori Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuliawati, S.Sos, M.IKom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT http://www.mercubuana.ac.id SOSIOLOGI = SOCIOLOGY= Socius

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh 50 BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD A. Interaksionisme Simbolik Teori yang relevan untuk menjelaskan judul ini adalah interaksionisme simbolik. Istilah interaksionisme simbolik pertama kali

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan persoalan penelitian. Dalam bab II ini akan membahas pengertian mengenai komunikasi, interaksi

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN INTERAKSI SOSIAL Interaksi

Lebih terperinci

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER A. Teori Interaksionisme Simbolik Yang menjadi objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang

Lebih terperinci

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PRINSIP DASAR KOMUNIKASI MENURUT SEILER (dalam Arni Muhammad, 2000;19-20) 20) 1. Komunikasi adalah suatu proses, yang dimaksud proses disini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani kehidupannya manusia tidak dapat hidup sendiri. Setiap individu membutuhkan orang lain untuk

Lebih terperinci

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERSPEKTIF TEORITIS KOMUNIKASI PEMBANGUNAN Oleh : Dr. M. Iqbal Sultan (Ketua Konsentrasi Komunikasi Massa PPs Unhas) BENGKEL KOMUNIKASI PEMBANGUNAN EFFEKTIF BURSA PENGETAHUAN KAWASAN TIMUR INDONESIA MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Teori Interaksi Simbolik Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan suatu pendekatan yang di kenal dengan pendekatan interaksional simbolik. Salah satu tokoh pelopor teori

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut: 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di keluarga Bapak Mardianto, pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah disajikan dalam Bab III didapatkan,

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER Silabus Semester Genap 2013-2014 Dosen : Amika Wardana, Ph.D. Email : a.wardana@uny.ac.id Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta S I

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Modul ke: Pengantar Ilmu Komunikasi Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi Fakultas 05FIKOM Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM 1. PROSES KOMUNIKASI Salah satu prinsip komunikasi

Lebih terperinci

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif Salah satu jenis pendekatan utama dalam sosiologi ialah interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolik memiliki perspektif dan orientasi metodologi tertentu. Seperti halnya pendekatan-pendekatan lain

Lebih terperinci

REVIEW BUKU A FIRST LOOK AT COMMUNICATION THEORY KARANGAN EM GRIFFIN CHAPTER 4 : INTERAKSI SIMBOLIK Oleh George Herbert Mead

REVIEW BUKU A FIRST LOOK AT COMMUNICATION THEORY KARANGAN EM GRIFFIN CHAPTER 4 : INTERAKSI SIMBOLIK Oleh George Herbert Mead REVIEW BUKU A FIRST LOOK AT COMMUNICATION THEORY KARANGAN EM GRIFFIN CHAPTER 4 : INTERAKSI SIMBOLIK Oleh George Herbert Mead PENGANTAR George Herbert Mead adalah seorang filsuf dari Universitas Chicago,

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis

BAB II URAIAN TEORITIS. Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis BAB II URAIAN TEORITIS II. 1 Teori Interaksionisme Simbolik Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, William James, Charles H.

Lebih terperinci

Komunikasi dalam Komunikasi Antar Budaya. Sesi 3 Komunikasi Antar Budaya Universitas Pembangunan Jaya

Komunikasi dalam Komunikasi Antar Budaya. Sesi 3 Komunikasi Antar Budaya Universitas Pembangunan Jaya Komunikasi dalam Komunikasi Antar Budaya Sesi 3 Komunikasi Antar Budaya Universitas Pembangunan Jaya Komunikasi Antar Budaya Produsen pesan = suatu budaya Penerima pesan = anggota budaya lain Perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication) 2.1.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi Menurut Joseph De Vito, dalam bukunya The Interpersonal Communication

Lebih terperinci

Komunikasi Organisasi

Komunikasi Organisasi Modul ke: Komunikasi Organisasi Pandangan Alternatif tentang Kenyataan, Manusia dan Organisasi Fakultas KOMUNIKASI Ida Anggraeni Ananda Program Studi Public Relarions www.mercubuana.ac.id Pembuka Pandangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota

BAB IV ANALISIS DATA. proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian 1. Proses komunikasi interpersonal anggota SFCK di awali dengan tahap proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota SFCK dan interaksi

Lebih terperinci

Fenomenologi I: Etnometodologi Garfingkel

Fenomenologi I: Etnometodologi Garfingkel Fenomenologi I: Etnometodologi Garfingkel Kuliah ke-9: Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, PhD. a.wardana@uny.ac.id Sedikit pengantar tentang Fenomenologi Warisan Husserl dan Schutz Fenomenologi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua kata lainnya communion dan community berasal dari kata Latin Communicare

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua kata lainnya communion dan community berasal dari kata Latin Communicare BAB II 2.1 Pengertian Komunikasi TINJAUAN PUSTAKA Kata komunikasi atau Communication secara etimologis berkaitan dengan dua kata lainnya communion dan community berasal dari kata Latin Communicare yang

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: PARADIGMA SOSIOLOGI DAN TEORI PENDEKATANNYA 1.1 Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya... 1.3 Latihan... 1.11 Rangkuman... 1.12 Tes Formatif 1.....

Lebih terperinci

ini. TEORI KONTEKSTUAL

ini. TEORI KONTEKSTUAL TEORI KOMUNIKASI DASAR-DASAR TEORI KOMUNIKASI Komunikasi merupakan suatu proses, proses yang melibatkan source atau komunikator, message atau pesan dan receiver atau komunikan. Pesan ini mengalir melalui

Lebih terperinci

Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Untuk Apa Kita Berkomunikasi? Berbagai Kekeliruan dalam Memahami Komunikasi Tidak ada yang sukar tentang komunikasi. Komunikasi adalah kemampuan alamiah; setiap orang mampu

Lebih terperinci

Komunikasi: Suatu Pengantar. Tine A. Wulandari, M.I.Kom.

Komunikasi: Suatu Pengantar. Tine A. Wulandari, M.I.Kom. Komunikasi: Suatu Pengantar Tine A. Wulandari, M.I.Kom. Berbagai Kekeliruan dalam Memahami Komunikasi Tidak ada yang sukar tentang komunikasi. Komunikasi adalah kemampuan alamiah; setiap orang mampu melakukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

UNSUR, PRINSIP, MODEL KOMUNIKASI

UNSUR, PRINSIP, MODEL KOMUNIKASI UNSUR, PRINSIP, MODEL KOMUNIKASI Fitri Rahmawati, MP. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik UNY email: fitri_rahmawati@uny.ac.id Unsur-unsur komunikasi Adalah yang membuat komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian adalah

Lebih terperinci

PSIKOLOGI KOMUNIKASI. Ruang Lingkup Psikologi. Komunikasi. Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu

PSIKOLOGI KOMUNIKASI. Ruang Lingkup Psikologi. Komunikasi. Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu PSIKOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: 01 Fakultas Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom Program Studi Public Relation www.mercubuana.ac.id Psychology: * The science

Lebih terperinci

Kuliah ke-8 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D.

Kuliah ke-8 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. Kuliah ke-8 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Materi: Konsep Diri: Mengingat kembali Looking-glass self Cooley Tensi antara I dan Me Mead Interaksi Pelaku dan Audien

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Bukti eksistensi warga muslim Tionghoa di kota Bandung yaitu kita dapat

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Bukti eksistensi warga muslim Tionghoa di kota Bandung yaitu kita dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Bukti eksistensi warga muslim Tionghoa di kota Bandung yaitu kita dapat melihat Masjid Lautze di sekitaran Jalan Tamblong. Bangunan dengan dominan warna berwarna

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

ORGANIZATIONAL COMMUNICATION. Communication

ORGANIZATIONAL COMMUNICATION. Communication ORGANIZATIONAL COMMUNICATION Communication Communication The power of communication Ways to make communication more effective Nearly 70 percent of their waking hours communicating Writing, reading, speaking

Lebih terperinci

KECAKAPAN INTERPERSONAL. Pertemuan 4 Konsep Dasar Komunikasi

KECAKAPAN INTERPERSONAL. Pertemuan 4 Konsep Dasar Komunikasi KECAKAPAN INTERPERSONAL Pertemuan 4 Konsep Dasar Komunikasi Bahasan: - Why - WhatWho - Where - How Who needs to know what I know now? Sharing Information Who knows what I need to know? Communication should

Lebih terperinci

6/4/2012. * Team: Special type of group characterized by different and complementary resources of members and a strong sense of collective identity.

6/4/2012. * Team: Special type of group characterized by different and complementary resources of members and a strong sense of collective identity. Diyah Ayu Amalia Avina M.Si d_avina@ub.ac.id Group: Three or more individuals who interact over time, depend on each other, and follow shared rules of conduct in order to reach a common goal. * Team: Special

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seperti yang dikutip penulis dalam Fadwa El Guindi (2005:30), jilbab

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seperti yang dikutip penulis dalam Fadwa El Guindi (2005:30), jilbab BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hijab sebagai Pemaknaan Sosial Seperti yang dikutip penulis dalam Fadwa El Guindi (2005:30), jilbab secara etimologi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu veil. Veil mempunyai empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSI SOSIAL DAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK. menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompokkelompok

BAB II INTERAKSI SOSIAL DAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK. menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompokkelompok BAB II INTERAKSI SOSIAL DAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK A. Interaksi Sosial Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompokkelompok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. bermanfaat untuk menalaah data yang diperoleh dari beberapa informan yang. dengan proses pengumpulan data dilapangan

BAB IV ANALISIS DATA. bermanfaat untuk menalaah data yang diperoleh dari beberapa informan yang. dengan proses pengumpulan data dilapangan 70 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang bermanfaat untuk menalaah data yang diperoleh dari beberapa informan yang telah dipilih selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant 1. Definisi Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant Komunikasi interpersonal (interpersonal communication)

Lebih terperinci

Luas Lingkup Komunikasi. Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Luas Lingkup Komunikasi. Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Luas Lingkup Komunikasi Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Untuk Apa Kita Berkomunikasi? (Berbagai Kekeliruan dalam Memahami Komunikasi) Tidak ada yang sukar tentang komunikasi. Komunikasi

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill Modul ke: 03Fakultas Eppstian Fakultas Ilmu Komunikasi Interpersonal Communication Skill Mendengarkan Syah As'ari, M.Si Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran Mendengarkan Interpersonal Communication

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105).

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya itu maka manusia berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORITIS. a. Pengertian Komunikasi Interpersonal BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka 1. Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Interpersonal Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan yaitu dimana

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM KOMUNIKASI EKSPRESIF ALAT PENYAMPAI EMOSI BERGANTUNG KONTEKS KOMUNIKASI RITUAL DILAKUKAN KOLEKTIF PERILAKU SIMBOLIK MENEGASKAN KEMBALI

Lebih terperinci

BAB VII ANALISA DAN DISKUSI

BAB VII ANALISA DAN DISKUSI BAB VII ANALISA DAN DISKUSI Paparan pada Bab VII ini sebenarnya terdiri dari 3 poin utama yang dibagi sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti ajukan. Poin pertama berisi paparan yang menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau

Lebih terperinci

BAB II TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIS. A. Tokoh teori. George Herbert Mead lahir di South Hadley, Massachusetts, pada tanggal 27

BAB II TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIS. A. Tokoh teori. George Herbert Mead lahir di South Hadley, Massachusetts, pada tanggal 27 BAB II TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIS A. Tokoh teori. George Herbert Mead lahir di South Hadley, Massachusetts, pada tanggal 27 Februari 1863, anak dari Hiram Mead dan Elizabeth Storrs Billings. Mead terutama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Kesimpulan akhir dari penelitian ini dikemukakan berdasarkan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Kesimpulan akhir dari penelitian ini dikemukakan berdasarkan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian ini dikemukakan berdasarkan rumusan masalah yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian. Berdasarkan analisis data yang peneliti dapatkan

Lebih terperinci

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS Disarikan dari buku Griffin (2006) dan Littlejohn & Foss (2008) Oleh : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D Departemen Ilmu Komunikasi FISIP-UI

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi

Pengantar Ilmu Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Pengantar Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Marcomm 03 85001 Deskripsi Pokok bahasan pengantar ilmu komunikasi membahas

Lebih terperinci

PERAN SIGNIFICANT OTHERS

PERAN SIGNIFICANT OTHERS PERAN SIGNIFICANT OTHERS DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI (Studi Kasus tentang Peran Romo dalam Pembentukan Konsep Diri Kaum Muda melalui Komunikasi Interpersonal di Gereja Paroki Santa Maria Assumpta Babarsari)

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1 1.1 Pengertian Komunikasi bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis ynag mencakup berbagai macam bentuk komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal. Berikut ini merupakan beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan bermasyarakat. Komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

MODUL DELAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK

MODUL DELAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK MODUL DELAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK Munculnya karya klasik Walter Lippmann, Public Opinion pada 1922, mengenai hubungan komunikasi dengan politik mulai membangkitkan keingintahuan lebih dalam

Lebih terperinci

Psikologi Komunikasi Antar Pribadi

Psikologi Komunikasi Antar Pribadi Modul ke: Psikologi Komunikasi Antar Pribadi Fakultas 04FIKOM Komunikasi Antarpribadi Sebagai Proses Komponen-Komponen dalam Komunikasi Antarpribadi Saling Tergantung Para Pelaku dalam komunikasi Antarpribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam situasi dunia seperti ini dimana banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat membuat masyarakat semakin semangat di dalam melakukan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SOSIAL. Diri sosial (social self)

PSIKOLOGI SOSIAL. Diri sosial (social self) 1 PSIKOLOGI SOSIAL Pengertian Psikologi Sosial Psikologi sosial adalam merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manusia, namun kita sering melupakan betapa besar peranannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manusia, namun kita sering melupakan betapa besar peranannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Manusia membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar kita. Termaksud kerabat. Mereka itu yang disebut significant others.

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar kita. Termaksud kerabat. Mereka itu yang disebut significant others. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia pasti melakukan interaksi dan memainkan peran dalam aktifitas komunikasi. Komunikasi yang telah terbina sesungguhnya juga menjadi acuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 TRADISI - TRADISI DALAM TEORI KOMUNIKASI

Pertemuan ke-3 TRADISI - TRADISI DALAM TEORI KOMUNIKASI Pertemuan ke-3 TRADISI - TRADISI DALAM TEORI KOMUNIKASI TRADISI dalam tataran kajian teori komunikasi adalah sudut pandang ilmuwan komunikasi dalam memandang suatu teori komunikasi. Tradisi ini ada juga

Lebih terperinci

Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01. Rahmawati Z, M.I.Kom

Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01. Rahmawati Z, M.I.Kom Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01 Rahmawati Z, M.I.Kom kontrak perkuliahan TUGAS : 40 % MID : 30 % UAS : 30 % KEAKTIFAN : BONUS NILAI TAMBAHAN TUGAS DIKUMPULKAN ON TIME darumzulfie@gmail.com

Lebih terperinci

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Kecakapan Antar Personal Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Teori Interaksi Simbolik Teori Interaksi Simbolik Diperkenalkan oleh G. Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika. Menurut Mead, terjadi

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 4 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Memahami Perbedaan Perbedaan Budaya DESKRIPSI Modul ini membahas

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktivitas penting serta mendasar dalam kehidupan manusia. Manusia mulai berkomunikasi sejak dia lahir hingga sepanjang hidupnya. Manusia normal

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan Keilmuan

Pendekatan-Pendekatan Keilmuan TEORI KOMUNIKASI MODUL 1 Pendekatan-Pendekatan Keilmuan Ilmu komunikasi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner. Disebut demikian karena pendekatan-pendekatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Peserta Program Student Exchange Asal Jepang Tahun (In Bound) No. Tahun Universitas Jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Peserta Program Student Exchange Asal Jepang Tahun (In Bound) No. Tahun Universitas Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dan Jepang sudah lama menjadi mitra strategis dalam berbagai bidang perekonomian. Berdasarkan data yang diperoleh dari situs www.bppt.go.id kerjasama ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya, ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.2 Batasan Masalah. Makalah ini hanya membahas prinsip komunikasi dan komunikasi sebagai. proses.

BAB I PENDAHULUAN. I.2 Batasan Masalah. Makalah ini hanya membahas prinsip komunikasi dan komunikasi sebagai. proses. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang

Lebih terperinci

Produksi, Distribusi dan Penerimaan Pesan. Sesi 3 Komunikasi dan Perilaku Manusia Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya

Produksi, Distribusi dan Penerimaan Pesan. Sesi 3 Komunikasi dan Perilaku Manusia Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya Produksi, Distribusi dan Penerimaan Pesan Sesi 3 Komunikasi dan Perilaku Manusia Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya Proses Komunikasi Manusia Komunikasi merupakan proses penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci