BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar kita. Termaksud kerabat. Mereka itu yang disebut significant others.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar kita. Termaksud kerabat. Mereka itu yang disebut significant others."

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia pasti melakukan interaksi dan memainkan peran dalam aktifitas komunikasi. Komunikasi yang telah terbina sesungguhnya juga menjadi acuan bagi manusia untuk membentuk kepribadian dan konsep diri. Dimana, dalam masa remaja, seseorang mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa dirinya adalah manusia unik, untuk itu manusia saling memainkan peran dalam berkomunikasi sehingga mereka menyadari bahwa mereka memiliki konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. (Mulyana, 2013, h. 8) Dalam kehidupan sehari-hari konsep diri yang terbentuk akan mempengaruhi bagaimana seseorang bertindak dan berperilaku. Konsep diri yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang-orang dekat lainnya di sekitar kita. Termaksud kerabat. Mereka itu yang disebut significant others. (Mulyana, 2013, h. 8) Hal ini didukung oleh Stapel & Blanton (2006 dikutip dalam Wood, 2013, h. 50) Dimana pengaruh utama pada konsep diri kita adalah komunikasi dengan teman sebaya. Kita terlibat dalam perbandingan sosial yang 1

2 termaksud membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain, untuk membentuk tenteng penilaian, bakat, daya tarik, kemampuan, keterampilan kepemimpinan kita dan seterusnya. Oleh karena itu ketika ruang lingkup komunikasi seseorang berada di lingkungan yang kurang baik, dapat mengakibatkan seseorang jatuh dalam pergaulan yang salah hingga komunikasi telah diartikan berbeda dimana dapat tebentuknya jua konsep diri yang rendah, yang pada mengacu pada tindakan Kriminalitas yang kerap sekali terjadi hingga tidak lagi bisa di hindari. Kriminalitas di Indonesia yang semakin tinggi, telah menghantarkan Narapidana pada jeruji besi yang tidak bisa dielakannya. Dikutip dari Republika.co.id bahwa Indonesian Police Watch (IPW) mencatat, angka kriminalitas sepanjang 2014 terbilang cukup tinggi. IPW menyatakan, tingginya angka kriminalitas juga dapat dilihat dari angka curanmor yang relatif tinggi dan peredaran narkoba. Meskipun Polri terus menerus melakukan penangkapan, tapi kejahatan narkoba tetap saja tinggi. Kesenjangan antara masyarakat yang mampu dan tidak mampu menyebabkan munculnya kejahatan atau tindakan kriminalitas yang tinggi di lingkungan sehari-hari. Seperti yang dilansir oleh dalam majalah PESONA mengenai Krisis Tenaga Kerja Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pada Februari 2013 terdapat 121,2 juta angkatan kerja sementara pada periode yang sama hanya 114 juta penduduk saja yang bekerja. Hal ini menunjukkan terdapat kurang lebih 7,2 juta pengangguran terbuka atau mencapai 2

3 5,92. Oleh karena itu, banyaknya masyarakat yang menganggur tersebut mulai menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup, dengan melakukan berbagai tindak kejahatan. Kehidupan manusia, terutama dalam konsep diri yang dimilikinya, cenderung membawa perubahan yang besar bagi pembentukkan kepribadiannya dalam menjalani hidup sehari-hari. Setiap kejadian, terutama yang sifatnya ekstrim dialami oleh manusia, tentu akan membawa dampak atau perubahan dalam kehidupan selanjutnya. Salah satu peristiwa yang kurang menguntungkan namun mungkin pernah dialami oleh sebagian orang adalah menjadi Narapidana yang terkurung dalam jeruji besi yang biasa disebut Lapas (Lembaga Permasyarakatan) atau yang biasa juga disebut Penjara. Dimana, dalam kehidupan masyarakat Indonesia, Perspektif sosial dibangun dalam budaya tertentu, pada waktu tertentu, untuk mendukung ideologi yang dominan, atau kepercayaan dan tradisi pihak yang berkuasa. (Wood, 2013, h. 58) Fenomena Narapidana bagi sebagian besar orang, tentu menggambarkan presepsi negative, karena dianggap tidak sesuai dengan ideologi pancasila yang menjadi dasar dalm kehidupan masyarakat Indonesia. Dan yang terjadi pada saat ini adalah masih banyaknya masyarakat yang sangat waspada, atau bahkan melakukan penolakan terhadap kembalinya narapidana kedalam masyarakat karena kepercayaan dan tradisi banyak pihak yang menganggap bahwa narapidana merupakan sosok seseorang yang jahat. Kesulitan yang dialami narapidana antara lain untuk mendapatkan kembali kepercayaan dari masyarakat, dihina, dan bahkan dikucilkan. 3

4 Menjadi narapidana juga sangat bertentangan jika dilihat dari perspektif nilai-nilai agama. Seseorang didalam nilai-nilai agama, tidak pantas dan tidak wajar seseorang melakukan tindakan kejahatan apapun bentuknya, nilai-nilai yang melekat pada agama masing-masing individu mengajarkan seseorang untuk bersikap dan berperilaku moral dengan selalu mengedepankan unsur kebaikan. Secara mendalam, manusia merasa hidupnya terarah kepada kenyataan yang luhur, terarah kepada kepenuhan dan Allah sebagai jawaban terakhir atas pertanyaan manusia. (Taringan, 2007, h. 1) Oleh karena itu, pandangan masyarakat akan berubah seketika terhadap narapidana karena mereka menganggap seseorang itu telah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang menjadi pedoman hidup seseorang. Terlebih, jika dilihat dari aspek budaya Indonesia, setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilakuan (Pattern Of Behavior). Polapola perilakuan tersebut adalah cara bertindak atau berkelakuan yang sama daripada orang-orang yang hidup dalam masyarakat yang harus diikuti oleh semua masyarakat tersebut. Pola perilakuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudayaanya. (Maksudi, 2012, h. 48) Budaya politik itu sendiri, secara umum dapat diartikan merupakan pola tingkah laku individu dan orientasinya dalam kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota, suatu sistem politik. (Maksudi, 2012, h. 55) Oleh karena perilaku masyarakat tentu membentuk pola tingkah laku individu dalam kehidupan politik. Individu dengan mudahnya akan melabeling seseorang dengan negative jika seseorang melakukan suatu tindak kejahatan secara sengaja, mindset yang 4

5 tertanam bagi masyarakat Indonesia mengenai pandangan bahwa narapidana adalah jahat. Nilai sosial yang dibangun dan sifat kesewenangan-wenangan menjadi sangat jelas ketika kita mempertimbangkan besarnya perbedaan nilai antar-budaya dan dalam budaya tertentu seiring berjalannya waktu. (Wood, 2013, h. 59). Terbentuknya Worldview mengenai narapidana adalah sosok seseorang yang menyeramkan, seorang yang ditakuti, dan dianggap hina karena perbuatan yang telah dilakukan oleh narapidana itu sendiri. Lembaga permasyarakatan diciptakan untuk menampung para narapidana dalam proses menjalani hukuman. Salah satu manfaat didirikannya lembaga pemasyarakatan adalah untuk mempersiapkan para narapidana untuk dapat hidup kembali secara wajar di tengah-tengah masyarakat tanpa harus menimbulkan kesenjangan antara masyarakat dengan narapidana itu sendiri, begitu pula sebaliknya. Mengapa, karena status narapidana ataupun mantan narapidana seringkali disikapi secara ekstrim atau berlebihan oleh masyarakat, termasuk cara mereka memperlakukannya. Kondisi ini lambat laun akan mempengaruhi cara pandang (konsep diri) si narapidana sendiri terhadap dirinya. Menyadari pentingnya diri dan hubungannya dengan kelompok, hal ini di dukung oleh (Tajfel & Turner, 1986) dalam Teori (social Indetity Theory) Indetitas Sosial, yang berpendapat bahwa indetitas sosial seseorang ditentukan oleh kelompok dimana ia tergabung. (Turner, 2008, h. 218) Tak lepas dari itu, jika dilihat dari perspektif sosial, berbagai kesan dan stigma negative masyarakat kerap ditunjukkan bagi para narapidana. Bagaimana Narapidana dianggap buruk dan dikucilkan di lingkungan masyarakat sekalipun 5

6 mereka sudah menjalani masa hukumannya didalam penjara. Image yang tertanam bagi para masyarakat mengenai seorang Narapidana dapat mempengaruhi persepsi para narapidana tentang diri mereka sendiri. Masih banyaknya sebagian kalangan dalam ligkungannya yang secara terang-terangan menolak kehadiran mereka untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat (terutama terkait dengan kasus kejahatan yang melibatkan si napi), sehingga akhirnya mempengaruhi konsep diri mereka, dan dapat menyebabkan narapidana tak jarang menjadi kehilangan kepercayaan dirinya.. Pria, dinilai masyarakat sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang selalu lebih tinggi derajatnya daripada wanita, mendapat pandangan lebih tinggi peranannya terutama sebagai pemimpin terutama bagi keluarga maupun bagi wanita. Secara umum steorotip pria mencakup sifat-sifat bertanggung jawab, mencerminkan seorang pemimpin bagi keluarga, bijaksana, seorang kepala keluarga, dianggap mampu melindungi wanita, kuat, pemberani. Sebagai makhluk hidup yang multidimensional, manusia tidak sekedar hidup, melainkan menjalani hidup sebagai tugas. Pengertian di balik hidup sebagai tugas adalah bahwa ada tanggung jawab moral yang diemban dan dipraktikkan dalam proses hidupnya. Tanggung jawab moral itu adalah memberi makna pada kehidupan baik kehidupan pribadi, maupun kehidupan bersama dalam lingkup keluarga, dan negara-bangsa. Dalam memberi makna pada hidup, manusia berpijak pada beberapa hal yakni kodrat, atau kondisi dasar manusia yang selalu mencari kebenaran, memiliki kebebasan, dan memiliki hati nurani. (Tim Dosen Religiusitas UMN, 2010, h. 19) 6

7 Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam hidupnya memiliki tanggung jawab, kebebasan, dan hati nurani. Oleh karena itu, seseorang terlebih pria dewasa yang melakukan kejahatan dianggap tidak memiliki hati nurani dan bahkan tidak sesuai dengan tanggung jawab moral yang diemban didalam hidupnya, hal ini tentu saja menjadi steorotip yang melekat dimasyarkat ketika seseorang melakukan tindakan yang berlawanan dengan steorotip tersebut, terutama bagi seorang narapidana. Keberadaan narapidana dengan tindakan kejahatan yang telah dilakukannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, baik yang merugikan orang lain atau tidak, kerap dianggap sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Tindakan yang dilakukan sehingga mereka dijadikan sebagai seorang narapidana dinilai menentang steorotip yang mendasari hidup manusia yang memiliki tanggung jawab moral, dan memiliki hati nurani. Steorotip menurut Barker (2009, h. 419) steorotip adalah representasi terang-terangan namun sederhana yang mereduksi orang menjadi serangkaian cirri karakter yang dibesar-besarkan, biasanya negatif. Jhonson (dikutip dalam Liliweri, 2005, h. 208) juga mengemukakan bahwa steorotip adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasi sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif terhadap orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman bersama. Berdasarkan pengertian steorotip tersebut, seseorang yang melakukan tindakan yang berlawanan dengan pandangan tersebut akan mendapatkan 7

8 pandangan negatif dari masyarakat. Terlebih bagi seorang pria dewasa yang dianggap sebagai sosok yang harus memiliki tanggung jawab moral, dan hati nurani dianggap tidak sesuai berperilaku yang mencerminka bahwa mereka melakukan hal-hal yang tidak manusiawi dengan berbagai jenis kejahatan yang mereka lakukan sampai mereka akhirnya ditahan di LP dan mendapat labeling sebagai seorang narapidana, masyarakat akan menganggap itu buruk. Tak lepas dari itu, berbagai kesan dan stigma negatif masyarakat kerap ditujukkan pada narapidana, mereka sering diidentikkan dengan tindakan kriminalitas, jahat, menyeramkan, kasar, tidak manusiawi, tidak ber-pri kemanusiaan, sampah masyarakat, dan kerap dianggap sebagai sosok yang berbahaya bagi masyarakat. Secara tidak langsung, stigma tersebut bisa memberi pengaruh terhadap bagaimana konsep diri mereka terbentuk atas dasar presepsi dan anggapan masyarakat terhadap diri mereka yang akhirnya dapat membentuk indetitas diri mereka dalam konsep diri yang dimilikinya. Seperti yang Dikutip dari Republika.co.id mengenai berita Koran hapuskan stigma negative, bahwa keberadaan mantan narapidana yang berarti sudah bebas atau keluar dari lapas juga tidak mudah untuk kembali dan berbaur di tengah masyarakat. Lapas selama ini dikenal masyarakat sebagai tempat tahanan untuk orang jahat atau orang yang bermasalah dengan hukum. sekalipun bebas, mantan tahanan atau narapidana tersebut tetap dianggap orang jahat dan sampah masyarakat. Stigma mantan narapidana sebagai "sampah masyarakat" inilah yang masih saja kerap terjadi di tengah masyarakat. 8

9 Seperti yang diungkapkan oleh DeVito (2009, h. 55) bahwa konsep diri dibangun oleh 4 hal yaitu other s Image (gambaran diri orang lain), your impretations and evaluations (Interpretasi dan Evaluasi anda), cultural teaching (ajaran budaya) social comparisons (perbandingan social). Hal ini sejalan dengan apresiasi serta persepsi orang lain terhadap keberadaan para narapidana di lapas Klas 1 Tangerang yang memberi dampak besar terhadap bagaimana para napi memandang diri mereka. Kajian ini menggunakan teori Interaksi Simbolik, dimana perilaku manusia tidak ditentukan oleh fakta situasi objektif, namun ditentukan oleh makna dari situasi tersebut. Mead (dikutip dalam Mulyana, 2004, h. 68) Interaksional Simbolik juga telah mengilhami perspektif-perspektif lain, seperti Teori Penjulukkan (Labeling Theory) dalam studi tentang penyimpangan perilaku, tepatnya pada fenomena keberadaan narpidana yang terbentuk konsep dirinya atas dasar adanya perilaku menyimpang. Pemberian label atau cap kepada narapidana sebagai sampah masyarakat akan cenderung menyebabkan narapidana tersebut melakukan kejahatan kembali atau melanggar hukum. Menurut Lemert (dikutip dalam Sunarto, 2004) Teori Labeling adalah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap atau label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut. Analisis tentang pemberian cap ini dipusatkan pada reaksi orang lain, artinya ada orang-orang yang memberi definisi, julukan, atau pemberian label 9

10 pada individu-individu, jika dikaitkan dengan kejahatan, (Jones, 2009, h. 156) Dalam hal ini mantan narapidana yang ingin mengungkapkan dirinya di masyarakat cenderung memiliki rasa rendah diri yang cukup tinggi dikarenakan statusnya sebagai mantan narapidana yang dipandang negatif dalam masyarakat. Label seperti inilah yang membuat seorang narapidana memaknai dirinya dan akhirnya membentuk konsep dirinya. Mereka menyadari stigma dan label yang diberikan masyarakat kepada mereka memang tidak terlepas dari hal-hal negative yang ditujukan bagi mereka. Namun semua itu tergantung bagaimana narapidana mau berusaha menunjukkan kepada masyarakat bahwa seseorang mempunyai hati nurani dan mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana konsep diri narapidana pria di Lapas Tangerang. Sehingga melalui penelitian ini setidaknya dapat mengetahui fenomena kehidupan para narapidana, terutama Narapidana di Lapas Pria Tangerang terkait dengan konsep diri yang mereka miliki, juga dapat mendeskripsikan faktor awal serta gaya hidup yang mereka telah jalani sebagai seorang narapidana serta bagaimana keterbukaan diri mereka dalam berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. 10

11 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : 1. Bagaimana Narapidana memaknai pengalaman kehidupan mereka dalam Lapas? 2. Bagaimana pengalaman berinteraksi membentuk konsep diri para narapidana? 3. Bagaimana konsep diri yang terbentuk pada narapidana? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. mengetahui pemaknaan pengalaman kehidupan narapidana di dalam lapas. 2. Dapat mendeskripsikan pengalaman yang dapat membentuk konsep diri para narpidana melalui keterbukaan diri mereka dalam berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. 3. Dapat mengetahui konsep diri yang terbentuk dalam diri narapidana dari pemaknaan diri dan pengalaman berinteraksi narapidana. 11

12 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademik Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama komunikasi antar pribadi. Selain itu dapat memperkaya konsep atau teori yang mendukung tentang pembentukkan konsep diri Narapidana di Lapas Klas 1 Tangerang dengan metode Fenomenologi yang menggunakan Teori Interaksional Simbolik Manfaat Praktis Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pemahaman mengenai fenomena narapidana, khususnya pada konsep diri narapidana di Lapas Tangerang, sehingga dapat memberikan pemahaman masyarakat untuk memandang secara positif para narapidana Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dan kerangka berfikir bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama. 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia setiap harinya dihadapkan pada berbagai jenis komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu jenis komunikasi yang paling sering dihadapi oleh manusia adalah komunikasi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin maju diikuti oleh laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan sulitnya mencari lapangan pekerjaan, sehingga menimbulkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana BAB I PENDAHULUAN I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana I.2. PENGERTIAN JUDUL I.2.1. Pengertian Judul dari Terminologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Pada masa ini, sebagian besar remaja mengalami gejolak dimana terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya orang lain disekitarnya. Kebutuhan akan keberadaan orang lain disekitar kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Penjara senantiasa menyimpan sejumlah paradoks. Bangunan ini

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Penjara senantiasa menyimpan sejumlah paradoks. Bangunan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penjara senantiasa menyimpan sejumlah paradoks. Bangunan ini dirancang untuk membatasi kebebasan seorang terpidana sebagai tempat hukuman, namun seiring dengan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga timbul berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Pengaruh zaman yang memang tak terelakkan telah begitu kuat melanda negara-negara Barat di mana keterbukaan dan kebebasan menjadi ciri sekaligus aspirasi masyarakatnya.

Lebih terperinci

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mengambil keuntungan secara sepihak. Kejahatan yang ada di tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi, menampilkan diri sendiri, dan lain-lain). Kedua, untuk. mengembangkan keberadaan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi, menampilkan diri sendiri, dan lain-lain). Kedua, untuk. mengembangkan keberadaan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu kebutuhan, dan tak bisa dihindari oleh manusia. Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson dalam Mulyana (2007: 5), komunikasi memiliki dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Citra politik pemerintah, aktor politik, lembaga Negara maupun organisasi tertentu pada dasarnya bersifat dinamis. Dapat berubah sewaktuwaktu dengan adanya proses pencitraan.

Lebih terperinci

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejahatan dewasa ini menunjukan tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui melalui pemberitaan media cetak maupun elektronik serta sumber-sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan permasalahan, hipotesis, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam situasi dunia seperti ini dimana banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat membuat masyarakat semakin semangat di dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja merupakan salah satu problem sosial yang sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan mengunakan bahasa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia disebut sebagai negara hukum sesuai dengan landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat yang diikat norma sosial kerap kali muncul permasalahan menyangkut anak yang diduga melakukan tindak pidana. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan pemuda di Denpasar yang berasal dari daerah lain atau kota lain yang biasa dikatakan dengan anak pendatang, sangat berbeda dengan daerah yang mereka tinggali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penolakan Sosial 2.1.1 Konsep Penolakan Sosial Penolakan merupakan keadaan yang sangat umum dan berpotensi untuk menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Zakiah Daradjat menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu:

Lebih terperinci

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan I. DESKRIPSI MASALAH Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah norma dan nilai sosial didalamnya yang tujuannya untuk menata keteraturan dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan narapidana umum lainnya, yang menjadi pembeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi tantangan era globalisasi modern ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para pencari kerja untuk dapat bersaing dan memenangkan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Untuk memahami apa yang penulis ingin sampaikan dalam tulisan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Konsep Rehabilitasi, maka penulis perlu menjabarkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni lapas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya

Lebih terperinci

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa di dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Secara substansial,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DI TEMPAT KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA GURU SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DI TEMPAT KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA GURU SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DI TEMPAT KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA GURU SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi O l e h FUAD ASARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang

Lebih terperinci

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bila berbicara mengenai penyimpangan dimasyarakat, perhatian seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bila berbicara mengenai penyimpangan dimasyarakat, perhatian seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila berbicara mengenai penyimpangan dimasyarakat, perhatian seseorang tertuju pada perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Perilaku

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN Skripsi Guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat memperoleh derajat sarjana S-1 OLEH : ANISA PRAMUDYAWATI F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN LAMANYA MASA TAHANAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL NARAPIDANA NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Ade Gunawati Sandi*, Abdul Halim**, Idawati Manurung** *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena memprihatinkan yang terjadi pada bangsa ini adalah meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Komnas Perlindungan Anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan, perilaku dan kemampuan individu dalam menghadapi tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep dan evaluasi individu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

PERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA.

PERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA. BAB II PERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA. 2.1 Pancasila Sebagai Pedoman Bangsa Pancasila adalah ideologi bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tentunya mengharapkan kehidupan di masa yang akan datang dapat dilalui dengan baik dan mendapatkan kualitas hidup yang baik. Namun dalam prosesnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional pendidikan Indonesia adalah mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008 BAB 1 PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau dalam bahasa masyarakat awam disebut dengan penjara, merupakan tempat/kediaman bagi orang-orang yang bermasalah dengan hukum.

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita, yaitu relasi ibu-anak. Setiap bentuk relasi yang terjadi dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. wanita, yaitu relasi ibu-anak. Setiap bentuk relasi yang terjadi dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya keluarga dimulai dengan perkawinan antara laki-laki dan perempuan dewasa. Pada tahap ini relasi yang terjadi pada wanita yaitu dengan suami sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif terbentuk di mata masyarakat luas melalui kegiatan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. positif terbentuk di mata masyarakat luas melalui kegiatan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Citra dapat bersifat dua hal, yaitu citra positif dan citra negatif. Citra positif terbentuk di mata masyarakat luas melalui kegiatan kegiatan yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini pertanyaan perihal Siapa Allah? merupakan bagian dari sebuah problematika yang sangat sensitif begitu pun ketika kita berbicara mengenai iman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Persoalan identitas, baik itu yang bersifat kolektif atau personal, telah menjadi isu penting dalam perdebatan yang dimunculkan oleh teori posmodern. Ideologi-ideologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tindakan kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, permapokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhan kebutuhan (http://bataviase.co.id/node/250528).

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhan kebutuhan (http://bataviase.co.id/node/250528). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan aktivitas ekonomi, memicu berbagai permasalahan sosial seperti minimnya lapangan kerja dan akhirnya memicu tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa menerima pendidikan di sekolah formal untuk mendapatkan bekal yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. Sudah menjadi tugas siswa untuk belajar dan menimba

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia akibat dari pergaulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini, persoalan gaya hdup menjadi sesuatu yang amat diperhatikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini, persoalan gaya hdup menjadi sesuatu yang amat diperhatikan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, persoalan gaya hdup menjadi sesuatu yang amat diperhatikan oleh masyarakat. Bahkan,telah menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari penampilan keseharian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia hidup di bumi dengan berbagai macam budaya dan kepercayaan serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana

BAB I PENDAHULUAN. pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan narapidana umum lainnya, yang menajdi pembeda

Lebih terperinci