3.1. Gambaran Sistem Penyuara dan Kotak yang Digunakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3.1. Gambaran Sistem Penyuara dan Kotak yang Digunakan"

Transkripsi

1 BAB III PERANCANGAN Pada bab ini penulis menjelaskan perancangan sistem penyuara dengan cacat minimal. Perancangan sistem penyuara dengan cacat minimal yang dilakukan meliputi untai L-pad, Zobel, dan crossover. Bahasan dimulai dengan penjelasan karakteristik penyuara yang akan dipakai dan kondisi saat terpasang pada kotak penyuara. Pengukuran penyuara yang terpasang pada kotak dilakukan penulis untuk memperoleh tanggapan frekuensi dan impedansi penyuara. Pengukuran dilakukan menggunakan CLIO. Hasil pengukuran menjadi acuan untuk meminimalkan cacat amplitudo dan fase pada sistem penyuara. Perancangan yang dilakukan penulis diawali dengan untai L-pad. Adanya perbedaan kepekaan antara woofer dan tweeter perlu diatasi. Untuk mengatasinya dilakukan perancangan untai L-pad agar dapat menurunkan tingkat kepekaan dan nilai impedansinya dapat ditentukan oleh penulis. Perancangan untai Zobel diperlukan karena impedansi penyuara yang tidak bersifat murni resistif dapat menyebabkan berubahnya penurunan magnitudo dari tapis yang digunakan. Dengan untai Zobel dapat menghilangkan sifat induktif kumparan suara pada frekunsi tinggi yang mengakibatkan impedansi naik menjadi resistif. Crossover merupakan kombinasi tapis lolos atas untuk tweeter dan tapis lolos bawah untuk woofer. Perancangan crossover dimulai dengan membandingkan hasil pengukuran tanggapan frekuensi dengan simulasi menggunakan Passive Crossover Designer 7 by Jeff Bagby yang dilakukan untuk mengetahui selisih fase yang terjadi antara woofer dan tweeter pada daerah frekuensi crossover. Perancangan crossover yang diperlukan harus meminimalkan selisih fase antara tweeter dan woofer pada daerah frekuensi crossover dan membagi isyarat audio yang sesuai dengan tanggapan frekuensi kerja yang cocok 17

2 18 dengan masing-masing penyuara. Blok diagram perancangan ditunjukkan pada Gambar 3.1. Tapis lolos atas L-pad Tweeter Input Tapis lolos bawah Zobel Woofer Gambar 3.1. Blok diagram perancangan sistem penyuara Pada setiap tahap perancangan dilakukan juga simulasi menggunakan Passive Crossover Designer by Jeff Bagby untuk pembanding agar diperoleh hasil yang tepat. Pada bagian penutup penulis menjelaskan untai hasil keseluruhan perancangan dan simulasi yang dilakukan Gambaran Sistem Penyuara dan Kotak yang Digunakan Sistem penyuara yang akan dirancang penulis buat memiliki konfigurasi 2 jalur. Konfigurasi 2 jalur menggunakan 2 jenis penyuara yaitu tweeter dan woofer. Tweeter digunakan untuk menjangkau tanggapan frekuensi mulai sekitar 1.5 khz sampai sekitar 20 khz sedangkan woofer dari 40 Hz sampai sekitar 3 khz. Penulis menggunakan penyuara tweeter Morel Supremo dan woofer Dynaudio 17wlq. Perancangan penulis bertujuan untuk meminimalkan cacat amplitudo dan fase yang dapat terjadi jika kedua penyuara di atas terpasang pada kotak dengan panel depan yang rata. Pada perancangan yang dilakukan penulis menggunakan kotak penyuara dengan panel depan rata seperti terlihat pada Gambar 3.2.

3 19 Gambar 3.2. Skema kotak penyuara yang digunakan Gambar 3.3. Kotak penyuara yang digunakan Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 panel depan kotak penyuara rata antara tweeter dan woofer dengan selisih jarak antar tepi

4 20 penyuara 25 mm. Pemasangan penyuara pada panel depan rata mengakibatkan ada selisih jarak kumparan suara tweeter dan woofer terhadap pedengar seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Adanya selisih jarak menyebabkan selisih fase antara kedua penyuara ketika berbunyi bersamaan pada frekuensi crossover. Pada perancangan ini penulis meminimalkan selisih fase yang terjadi dengan perancangan crossover pada bab 3.5. Gambar 3.4. Skema selisih jarak kumparan suara antar penyuara terhadap pendengar 3.2. Pengukuran Parameter Penyuara pada Kotak Untuk merancang sistem penyuara diperlukan pengukuran parameter penyuara yang telah terpasang pada kotaknya terlebih dahulu. Pengukuran yang dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran elektrik dan akustik menggunakan CLIO. Pengukuran dilakukan untuk memperoleh parameter penyuara yang menjadi dasar perancangan yang dilakukan penulis. Pengukuran elektrik dilakukan dengan kondisi penyuara tidak terpasang pada kotaknya. Pengukuran yang dilakukan meliputi impedansi dan T/S parameter dari penyuara. Hasil pengukuran impedansi woofer ditunjukkan pada Gambar 3.5. Didapatkan nilai impedansi woofer mendekati 4 Ω dengan adanya resonan pada 70 Hz dan kenaikan impedansi pada frekuensi tinggi hingga 18 Ω pada frekuensi 20 khz.

5 21 Gambar 3.5. Impedansi woofer Dynaudio 17wlq Pada Gambar 3.6 ditunjukkan impedansi tweeter dengan nilai impedansi sekitar 6 Ω. Pada impedansi tweeter terdapat resonan di frekuensi 1.2 khz dan kenaikan impedansi hingga 11 Ω pada frekuensi 20 khz. Gambar 3.6. Impedansi tweeter Morel Supremo

6 22 Adanya sifat induktansi kumparan suara woofer pada frekuensi tinggi menyebabkan naiknya impedansi hingga 18 Ω pada frekuensi 20 khz. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran T/S parameter woofer yang kedepannya akan digunakan untuk perancangan untai Zobel. Didapatkan nilai dan nilai yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Gambar 3.7. T/S parameter woofer Dynaudio 17wlq Pengukuran akustik dilakukan untuk memperoleh tanggapan frekuensi dari penyuara yang terdiri dari tanggapan magnitudo dan fase. Pada pengukuran tanggapan frekuensi penyuara yang ideal, dilakukan pada ruang tanpa gema. Pengukuran pada ruang tanpa gema bertujuan agar data yang diperoleh merupakan data dari penyuara itu saja tanpa adanya gangguan suara dari luar dan pantulan suara akibat dinding ruang. Karena tidak tersedianya ruang tanpa gema, pengukuran dilakukan dengan membatasi waktu microphone dalam menerima data dan saat kondisi ruang tenang. Dengan jarak microphone 1 m dari penyuara dan jarak penyuara terhadap dinding maupun lantai >1 m bertujuan agar pantulan suara tidak diterima oleh microphone pada pengukuran yang dilakukan. Dengan metode pengukuran ini dapat diperoleh tanggapan frekuensi dari frekuensi sekitar 300 Hz sampai dengan 20 khz.

7 23 Pada Gambar 3.8 ditunjukkan skema konfigurasi pengukuran yang dilakukan. Adanya jarak >1 m antara penyuara dengan dinding maupun lantai, terdapat selisih waktu antara suara asli dari penyuara yang diterima microphone dan suara pantulan suara pertama kali pada dinding maupun lantai yang diterima microphone. Kondisi pengukuran yang dilakukan penulis ditunjukkan pada Gambar 3.9. Gambar 3.8. Skema kondisi pengukuran akustik

8 24 Gambar 3.9. Kondisi pengukuran akustik Hasil pengukuran tanggapan frekuensi penyuara yang didapatkan dengan kondisi minimum phase. Pada bab 2.1 sudah dijelaskan dengan mengurangkan excess phase terhadap fase total dapat diperoleh minimum phase penyuara. Hasil tersebut dapat diperoleh dengan membuang pantulan suara yang masuk melalui pengukuran impulse response dengan CLIO[6]. Hasil pengukuran akustik yang dilakukan didapatkan tanggapan magnitudo dan fase woofer ditunjukkan Gambar 3.10 dan Sedangkan tweeter ditunjukkan pada Gambar 3.11 dan Gambar Tanggapan magnitudo woofer.

9 25 Hasil pengukuran tanggapan magnitudo woofer pada Gambar 3.10 menunjukan woofer memiliki tanggapan magnitudo rata sekitar 86.5 db. Gambar Tanggapan fase woofer. Hasil pengukuran tanggapan fase woofer pada Gambar 3.11 menunjukan fase woofer pada frekuensi crossover dari frekuensi 1 khz sekitar -20 menuju nilai negatif sampai frekuensi 4 khz sekitar Gambar Tanggapan magnitudo tweeter.

10 26 Hasil pengukuran tanggapan magnitudo tweeter pada Gambar 3.12 menunjukan tweeter memiliki tanggapan magnitudo rata sekitar 91 db. Gambar Tanggapan fase tweeter. Hasil pengukuran tanggapan fase woofer pada Gambar 3.13 menunjukan fase tweeter pada frekuensi crossover dari frekuensi 1 khz sekitar 108 menuju nilai negatif sampai frekuensi 4 khz sekitar 40. Dari hasil pengukuran didapatkan adanya selisih kepekaan antara tweeter dan woofer yang dapat mengakibatkan cacat amplitudo. Pada tanggapan fase tweeter dan woofer terdapat selisih fase pada frekuensi crossover yang dapat mengakibatkan cacat fase. Untuk meminimalkan cacat yang ada penulis melakukan perancangan untai L-pad, Zobel, crossover dengan tepat Perancangan L-pad Dari hasil pengukuran tanggapan magnitudo woofer dan tweeter pada terdapat perbedaan tingkat kekerasan suara antara keduanya. Seperti pada Gambar 3.10 dan 3.12 yang ditumpang tindihkan pada Gambar 3.14 dengan memperkirakan tangapaan magnitudo rata woofer sekitar 86.5 db ditunjukkan garis biru dan tweeter 91 db ditunjukkan garis merah maka tweeter memiliki tingkat kekerasan suara 4.5dB lebih keras dibanding woofer.

11 27 Gambar Simulasi perbedaan tanggapan magnitudo woofer dan tweeter L-pad merupakan rangkaian pembagi tegangan yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kekerasan suatu penyuara[5], skema untai L-pad ditunjukkan pada Gambar Penulis memberikan untai L-pad untuk menurunkan tingkat kekerasan suara tweeter agar setara terhadap woofer dengan target nilai impedansi 4 Ω dari nilai impedansi tweeter 6 Ω. Gambar Skema untai L-pad Perancangan L-pad dimulai dengan mengetahui penurunan tingkat kekerasan suara pada tweeter yang diperlukan yaitu 4.5dB dan hubungannya dengan bati tegangan yaitu :

12 28 di mana ; Sehingga diperoleh nilai bati tegangan sebesar Hubungan bati tegangan pada untai L-pad dapat diperoleh dengan : Dan target impedansi 4 Ω yang merupakan nilai impedansi total untai L-pad dan penyuara maka : Dengan diketahuinya nilai total impedansi, nilai bati tegangan, dan impedansi tweeter diperoleh nilai sebesar Ω dan nilai sebesar Ω. Karena ketersediaan nilai resistor dipasaran terbatas maka dipilih resistor dengan nilai mendekati perancangan yaitu sebesar 1.5 Ω dan sebesar 3.9 Ω. Setelah diperoleh nilai resistor, dilakukan simulasi untai L-pad pada tweeter.

13 29 Gambar Simulasi tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad. Pada Gambar 3.16 ditunjukkan hasil simulasi untai L-pad pada tweeter agar tweeter dan woofer memiliki tingkat kekerasan suara yang setara. Garis biru menunjukan tanggapan magnitudo woofer dan merah menunjukan magnitudo tanggapan frekuensi tweeter. Didapatkan hasil yang setara. Gambar Simulasi impedansi tweeter dengan untai L-pad Dengan untai L-pad dapat dilakukan penyelarasan nilai impedansi, pada kasus ini ditargetkan menjadi 4 Ω untuk tweeter agar sama dengan impedansi woofer. Pada Gambar 3.17 ditunjukkan hasil simulasi untai L-pad pada impedansi, garis biru menunjukan impedansi awal tweeter di mana nilai

14 30 impedansi sekitar 6 Ω dengan adanya kenaikan impedansi menjadi 15 Ω pada frekuensi resonan dan sifat induktansi kumparan suara mengakibatkan naiknya impedansi pada frekuensi tinggi hingga 9 Ω pada 20 khz. Garis hijau menunjukan impedansi dengan untai L-pad. Dari hasil simulasi didapatkan impedansi tweeter yang bersifat mendekati resistif yaitu sekitar 4ohm tanpa adanya kenaikan yang berarti sehingga tidak diperlukan untai Zobel pada tweeter[5] Perancangan Zobel Perancangan Zobel diperlukan karena impedansi penyuara yang tidak bersifat murni resistif dapat menyebabkan penurunan magnitudo pada tapis yang digunakan berubah. Pada frekuensi tinggi impedansi kumparan suara bersifat induktif yang berdampak naiknya impedansi penyuara pada frekuensi tinggi. Hal tersebut perlu diatasi dengan untai zobel. Untai Zobel yang terhubung dengan untai persamaan kumparan suara penyuara ditunjukkan Gambar 2.5. Diasumsikan kumparan suara sebagai lossless inductor dengan impedansi pada frekunesi tinggi dan open. Pada frekuensi tinggi ketika kumparan suara bersifat induktasi diasumsikan open sedangkan dan aktif. Didapatkan untai pencocokan (Zobel) yang diperlukan untuk menghilangkan sifat induktansi kumparan suara ditunjukkan pada Gambar Gambar Skema untai Zobel pada woofer

15 31 Ditargetkan total impedansi dari untai Zobel dengan woofer pada frekuensi tinggi ketika kumparan suara mulai bersifat induktansi agar mendekati nilai, maka persamaan nilai R dan C pada Zobel : Pada persamaan (3.3) dan (3.4) merupakan nilai impedansi DC dari woofer dengan nilai 3.4 Ω dan merupakan nilai induktansi kumparan suara woofer dengan nilai 0.2 mh yang didapatkan dari T/S parameter woofer. Didapatkan nilai 3.4 Ω dan 17 uf Dengan tersedianya nilai komponen di pasaran yang sesuai, dipilih dan yang sesuai hasil perancangan. Pada Gambar 3.19 ditunjukkan hasil simulasi untai Zobel pada woofer didapatkan impedansi yang mendekati resistif pada frekuensi tinggi sekitar 4 Ω. Garis biru menunjukan impedansi awal woofer dan garis hijau menunjukan impedansi woofer dengan untai Zobel. Gambar Simulasi untai Zobel pada woofer.

16 Perancangan Crossover Untuk merancang crossover yang dapat meminimalkan cacat amplitudo dan fase, perancangan harus dimulai dengan mengetahui selisih fase yang terdapat antara woofer dan tweeter terhadap pendengar Selisih Fase Minimal antara Woofer dan Tweeter Pada perancangan yang dilakukan penulis, terdapat selisih fase minimal antara woofer dan tweeter di daerah frekuensi crossover. Dengan tanggapan fase yang ditunjukkan pada Gambar 3.11 dan 3.13 dapat diketahui pada frekuensi 2.5 khz fase woofer sekitar -45 dan fase tweeter sekitar 35 sehingga terdapat selisih fase sekitar 80. Peletakan penyuara pada kotak dengan panel depan yang rata mengakibatkan adanya tambahan selisih fase antara woofer dan tweeter. Hal ini akan dijelaskan pada sub bab Selisih Fase Akibat Letak Woofer dan Tweeter pada Panel Depan Kotak Penyuara yang Rata. Pada kotak penyuara dengan panel depan yang rata terdapat selisih jarak antara kumparan suara woofer dan tweeter terhadap pendengar. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4 di mana garis merah a menunjukkan jarak kumparan suara tweeter terhadap pendengar dan garis biru b menunjukkan selisih jarak yang terdapat pada woofer. Untuk mengetahui dampak selisih jarak terhadap selisih fase, dilakukan pembandingan dengan membandingkan pengukuran tanggapan frekuensi ketika kedua penyuara dibunyikan bersamaan dan simulasi yang dilakukan dengan menjumlahkan tanggapan frekuensi woofer dan tweeter. Pengukuran yang dilakukan merupakan penjumlahan magnitudo woofer dan tweeter dengan adanya selisih jarak pada woofer. Sedangkan simulasi yang dilakukan merupakan penjumlahan magnitudo tanpa adanya selisih jarak. Pengukuran dilakukan tanpa adanya untai L-pad maupun Zobel.

17 33 Pengukuran pertama dilakukan dengan polaritas woofer dan tweeter yang sama hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3.20 dan Dari hasil pengukuran tanggapan magnitudo pada Gambar 3.20 diketahui terjadi phase cancellation dengan nilai terendah pada frekuensi 3.6 khz, dan pada Gambar 3.21 diketahui nilai terendah tanggapan fase pada frekuensi 3.2 khz dan tertinggi pada frekuensi 4.2 khz. Gambar Tanggapan magnitudo woofer + tweeter Gambar Tanggapan fase woofer + tweeter

18 34 Pengukuran kedua dilakukan dengan membalik polaritas tweeter dibanding woofer sehingga fase tweeter tergeser 180 dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3.22 dan Gambar Tidak terjadi phase cancellation ketika polaritas tweeter dibalik. Gambar Tanggapan magnitudo woofer + tweeter polaritas dibalik Gambar Tanggapan fase woofer + tweeter polaritas dibalik Dari hasil pengukuran pertama diketahui selisih fase yang terjadi antara woofer dan tweeter antara yang ditandai dengan

19 35 adanya phase cancellation. Dengan membalik polaritas tweeter pada pengukuran kedua terjadi pergeseran fase pada tweeter 180 sehingga selisih fase yang terjadi antara woofer dan tweeter antara Pengukuran pertama dijadikan sebagai acuan dalam pembandingan, adanya phase cancellation menjadi lebih mudah untuk diamati. Perancangan dilanjutkan dengan melakukan simulasi yang dilakukan dengan memasukan tanggapan frekuensi hasil pengukuran penyuara meliputi tanggapan magnitudo dan fase dari woofer dan tweeter yang ditunjukkan pada Gambar 3.10, 3.11, 3.12, dan Gambar Simulasi tanggapan magnitudo woofer +tweeter tanpa selisih jarak. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 3.24 garis hitam menunjukan tanggapan magnitudo woofer dan tweeter ketika dibunyikan bersamaan dengan kondisi jarak kumparan suara sama terhadap pendengar. Dapat diketahui nilai terendah phase cancellation pada frekuensi 4.1 khz sedangkan pada pengukuran 3.6 khz.

20 36 Gambar Simulasi tanggapan fase woofer+tweeter tanpa selisih jarak. Sedangkan hasil simulasi pada Gambar 3.25 garis hitam menunjukan tanggapan fase woofer dan tweeter ketika dibunyikan bersamaan dengan kondisi jarak kumparan suara sama terhadap pendengar. Dapat diketahi nilai terendah fase pada frekuensi 3.4 khz sedangkan pada pengukuran 3.2 khz dan nilai tertinggi fase pada frekuensi 4.9 khz sedangkan pada pengukuran 4.2 khz. Dari pembandingan ini dapat diketahui adanya selisih jarak pada woofer. Untuk mengetahui dampak selisih jarak terhadap fase woofer, dilakukan pembandingan simulasi dengan hasil pengukuran. Pada simulasi dimasukan jarak peletakan antara woofer dan tweeter pada kotak yang digunakan. Jarak ini terdiri dari sumbu (x,y,z). Jarak tersebut dimasukan pada bagian yang ditunjukkan Gambar 3.26 dengan satuan meter pada simulasi.

21 37 Gambar Input koordinat jarak antar penyuara pada kotak Gambar Gambaran input sumbu x,y,z pada simulasi Nilai sumbu x,y,z ditunjukkan pada Gambar Titik tengah tweeter sebagai sumbu x = 0, y = 0,dan z = 0 karena pengukuran dilakukan dengan microphone tegak lurus dan sejajar posisi tweeter. Nilai sumbu x woofer = 0 karena posisinya sejajar dengan sumbu x tweeter. Nilai sumbu y woofer diperoleh mm karena titik tengah tweeter dan woofer berjarak 142.5mm. Karena tidak diketahui posisi kumparan suara pada penyuara, maka nilai sumbu z woofer diperoleh dengan melakukan input nilai z secara bertahap dari 0

22 38 menuju nilai negatif dengan skala 1mm. Input nilai z dilakukan penulis dengan membandingkan tanggapan frekuensi pada simulasi sampai mendekati hasil pengukuran yang ditunjukkan Gambar 3.20 dan Gambar Simulasi tanggapan magnitudo dengan penyesuaian posisi penyuara Gambar Simulasi tanggapan fase dengan penyesuaian posisi penyuara Pada Gambar 3.28 dan 3.29 ditunjukkan hasil simulasi dengan nilai sumbu x,y,z woofer yang didapat (0,-0.14,-0.009). Didapatkan tanggapan magnitudo dan fase yang mendekati sama dengan hasil pengukuran.

23 39 Gambar Fase woofer dan tweeter setelah diaplikasikan selisih jarak pada simulasi Gambar 3.30 menunjukan tanggapan fase tweeter pada garis merah dan woofer pada garis biru. Didapatkan fase woofer pada frekuensi 2.5 khz -80. Adanya selisih jarak menyebabkan fase woofer tergeser -35. Pada perancangan ini ditargetkan nilai titik potong frekuensi crossover antara 2 khz 3 khz. Fase tweeter pada frekuensi tersebut memiliki rentang 30 s/d 60 dengan titik tengah 45 dan pada woofer memiliki rentang -60 s/d -100 dengan titik tengah -80. Gambar Gambaran selisih fase antara woofer dan tweeter

24 40 Selisih fase antara tweeter dan woofer ditunjukkan pada Gambar 3.31 di mana terdapat selisih 235 pada daerah frekuensi crossover. Untuk meminimalkan selisih fase yang terjadi dapat dilakukan dengan membalik polaritas dari tweeter sehingga mengalami pergeseran 180. Gambar Gambaran selisih fase antara woofer dan tweeter dengan polaritas terbalik. Selisih fase woofer dan tweeter dengan polaritas terbalik ditunjukkan pada Gambar Pembalikan polaritas tweeter tidak dimungkinkan pada perancangan crossover ini, karena selisih fase antara tweeter dan woofer 55. Sedangkan pergeseran fase untuk tiap orde tapis lolos atas 45 pada frekuensi cutoff dan tapis lolos bawah -45 pada frekuensi cutoff sehingga selisih fase minimal 90. Dengan membagi selisih fase dengan pergesseran fase tapis pada frekuensi cutoff orde satu, dapat diketahui orde yang diperlukan untuk masing-masing tapis yaitu: 235 /45 =5.22 Untuk meminimalkan selisih fase antara woofer dan tweeter, maka nilai total orde untai tapis yang digunakan pada perancangan crossover ini 5. Pada tweeter digunakan tapis dengan orde lebih tinggi untuk menghindari rusaknya tweeter karena diberi isyarat terlalu besar pada frekuensi resonannya. Didapatkan tapis lolos atas orde 3 untuk tweeter dan tapis lolos bawah orde 2

25 41 untuk woofer. Pada perancangan crossover untai L-pad diberikan pada tweeter dan untai Zobel diberikan pada woofer. Tapis lolos bawah orde 2 Butterworth pada woofer Gambar Skema untai tapis lolos bawah orde 2 Dengan diasumsikan nilai impedansi woofer tetap, maka untai pada Gambar 3.33 memiliki fungsi pindah bati tegangan : di mana : maka diperoleh : Karena untai tapis yang digunakan Butterworth maka nilai faktor kualitas 0.7 dan nilai frekuensi cutoff tapis 2.5 khz. Diperoleh nilai L = mh dan nilai C = uf. Nilai komponen yang dipilih disesuaikan dengan ketersedian nilai komponen dipasaran didapatkan nilai yang mendekati yaitu L = 0.36 mh dan C = 12 uf.

26 42 Tapis lolos atas orde 3 Butterworth pada tweeter Gambar Skema untai tapis lolos atas orde 3 Dengan diasumsikan nilai impedansi tweeter tetap, maka untai pada Gambar 3.34 memiliki fungsi pindah bati tegangan yaitu : di mana : Dengan penggunaan tapis Butterworth maka diperoleh : Nilai diperoleh uf nilai uf dan nilai L 0.19 mh. Pemilihan nilai komponen disesuaikan dengan ketersedian nilai komponen dipasaran, digunakan = 10 uf, = 33 uf dan L = 0.2 mh. Setelah diketahui penggunaan orde tapis dan nilai komponen yang sesuai, dilakukan simulasi untuk untai crossover. Pada Gambar 3.35 ditunjukkan hasil simulasi tanggapan magnitudo dari woofer pada garis biru tebal, tweeter pada garis merah tebal dan total pada garis hitam. Hasil simulasi tanggapan fase woofer pada garis biru tipis, tweeter pada garis merah tipis. Dari hasil simulasi diketahui pada hasil perancangan yang dilakukan penulis woofer dan tweeter memiliki fase yang mendekati sama pada daerah frekuensi crossover.

27 43 Gambar Simulasi tanggapan frekuensi sistem penyuara Tanggapan magnitudo sistem penyuara yang mendekati rata pada daerah frekuensi crossover belum tentu memiliki tanggapan fase yang mendekati sama antara tweeter dan woofer. Cara mudah yang dapat dilakukan untuk mengetahuinya dengan membalik polaritas tweeter fasa tweeter tergeser 180. Gambar 3.36 menunjukan simulasi saat polaritas tweeter dibalik dan terjadi phase cancellation pada daerah frekuensi crossover yang ditunjukkan garis hitam. Adanya penurunan tanggapan magnitudo >30 db ketika polaritas tweeter dibalik menunjukan ada selisih fase antara tweeter dan woofer antara pada daerah frekuensi crossover. Jika selisih fase yang terjadi pada daerah frekuensi crossover antara , ketika polaritas tweeter dibalik tidak terjadi phase cancellation yang berarti atau hanya ada sedikit perubahan. Gambar 3.36 Simulasi tanggapan frekuensi sistem dengan polaritas tweeter dibalik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini dijelaskan teori yang diperlukan untuk merealisasikan sistem penyuara dengan cacat minimal. Penulisan landasan teori ini dikhusukan pada bagian-bagian penunjang yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM PENYUARA

BAB IV PENGUJIAN SISTEM PENYUARA BAB IV PENGUJIAN SISTEM PENYUARA Pengujian perancangan yang dilakukan penulis terdiri dari pengukuran tanggapan magnitudo dan impedansi sistem penyuara. Pengujian dilakukan pada tiap bagian perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan gambaran latar belakang dan tujuan diperlukannya perancangan sistem penyuara dengan cacat minimal. Kemudian penulis menjelaskan spesifikasi perancangan yang akan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENYUARA DENGAN CACAT MINIMAL. Oleh Vino Rinaldy H. NIM:

PERANCANGAN SISTEM PENYUARA DENGAN CACAT MINIMAL. Oleh Vino Rinaldy H. NIM: PERANCANGAN SISTEM PENYUARA DENGAN CACAT MINIMAL Oleh Vino Rinaldy H. NIM: 612009030 Skripsi Untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen murni. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh frekuensi medan eksitasi terhadap

Lebih terperinci

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif Resonansi paralel sederhana (rangkaian tank ) Kondisi resonansi akan terjadi pada suatu rangkaian tank (tank circuit) (gambar 1) ketika reaktansi dari kapasitor dan induktor bernilai sama. Karena rekatansi

Lebih terperinci

RESONANSI PADA RANGKAIAN RLC

RESONANSI PADA RANGKAIAN RLC ESONANSI PADA ANGKAIAN LC A. Tujuan 1. Mengamati adanya gejala resonansi dalam rangkaian arus bolaik-balik.. Mengukur resonansi pada rangkaian seri LC 3. Menggambarkan lengkung resonansi pada rangkaian

Lebih terperinci

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah BAB I PENDAHULUAN Pada tugas akhir ini penulis akan merancang dan membuat penguat audio kelas D tanpa tapis induktor-kapasitor (LC) yang memanfaatkan modulasi tiga aras. Pada bab I, penulis akan menjelaskan

Lebih terperinci

Pengaruh Crossover Terhadap Dispersi Suara Loudspeaker 2012

Pengaruh Crossover Terhadap Dispersi Suara Loudspeaker 2012 Artikel ini akan membicarakan pengaruh crossover terhadap penyebaran suara sebuah loudspeaker. Artikel ini dibuat dari banyak pertanyaan yang sering saya jumpai menanyakan mengapa pada saat mendesain crossover,

Lebih terperinci

MODUL FISIKA. TEGANGAN DAN ARUS BOLAK-BALIK (AC) DISUSUN OLEH : NENIH, S.Pd SMA ISLAM PB. SOEDIRMAN

MODUL FISIKA. TEGANGAN DAN ARUS BOLAK-BALIK (AC) DISUSUN OLEH : NENIH, S.Pd SMA ISLAM PB. SOEDIRMAN MODUL ISIKA TEGANGAN DAN ARUS BOLAK-BALIK (AC) DISUSUN OLEH : NENIH, S.Pd SMA ISLAM PB. SOEDIRMAN TEGANGAN DAN ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. SUMBER TEGANGAN DAN ARUS BOLAK-BALIK Sumber tegangan bolak-balik

Lebih terperinci

MODUL 5 RANGKAIAN AC

MODUL 5 RANGKAIAN AC MODUL 5 RANGKAIAN AC Kevin Shidqi (13213065) Asisten: Muhammad Surya Nugraha Tanggal Percobaan: 05/11/2014 EL2101-Praktikum Rangkaian Elektrik Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras

Lebih terperinci

Di bawah ini adalah tabel tanggapan frekuensi dari alat-alat music.

Di bawah ini adalah tabel tanggapan frekuensi dari alat-alat music. 1. Jangkauan respon frekuensi speaker. Pertama-tama yang harus diketahui bahwa speaker mereproduksi suara dari perangkatperangkat elektronik yang menyertainya( CD player, amplifier, processor dan lain-lain.),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp ) 1.2 Alat Alat Yang Digunakan Kit praktikum karakteristik opamp Voltmeter DC Sumber daya searah ( DC

Lebih terperinci

BAB. Kinerja Pengujian

BAB. Kinerja Pengujian BAB IV PENGUJIAN PENGUAT KELAS D TANPA TAPIS LC Bab ini akan menjelaskan pengujian dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang dibuat.pengujian ini terdiri dari dua utama yaitupengujian untuk mengetahui kinerja

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa 2 Metode yang sering digunakan untuk menentukan koefisien serap bunyi pada bahan akustik adalah metode ruang gaung dan metode tabung impedansi. Metode tabung impedansi ini masih dibedakan menjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 2 BAB III METODE PENELITIAN Pada skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen (uji coba). Tujuan yang ingin dicapai adalah membuat suatu alat yang dapat mengkonversi tegangan DC ke AC.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran manusia normal, maka manusia dapat mendengarkan musik dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran manusia normal, maka manusia dapat mendengarkan musik dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua manusia mempunyai indera pendengaran. Ketika indera pendengaran manusia normal, maka manusia dapat mendengarkan musik dengan baik. Mendengarkan musik sama halnya

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Fisika

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Fisika K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Fisika Listrik Arus Bolak-balik - Soal Doc. Name: RK13AR12FIS0401 Version: 2016-12 halaman 1 01. Suatu sumber tegangan bolak-balik menghasilkan tegangan sesuai dengan fungsi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN, ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUJIAN, ANALISA DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV PENGUJIAN, ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Generator Pengujian ini dilakukan untuk dapat memastikan generator bekerja dengan semestinya. pengujian ini akan dilakukan pada keluaran yang dihasilakan

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan dibahas mengenai bagaimana proses perancangan dan realisasi band pass filter square open-loop, mulai dari perhitungan matematis, perancangan ukuran,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D

BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D BAB III PERANCANGAN PENGUAT KELAS D TANPA TAPIS LC PADA BAGIAN KELUARAN DENGAN MODULASI TIGA ARAS Pada bab III penulis akan menjelaskan perancangan dari penguat kelas D tanpa tapis LC dengan menerapkan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Listrik Arus Bolak Balik - Latihan Soal Doc. Name: AR12FIS0699 Version: 2011-12 halaman 1 01. Suatu sumber tegangan bolak-balik menghasilkan tegangan sesuai dengan fungsi: v =140

Lebih terperinci

BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN

BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN BALIKAN (FEEDBACK) V I. BALIKAN. GAMBAR 15.1 SKEMA RANGKAIAN DASAR BALIKAN 15 BALIKAN (FEEDBACK) 15.1 Dasar Penguat Balikan Karena sebuah transistor dapat memberikan penguatan > 100 kali, kita hanya memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 RESONATOR Oleh : M. Ramdhani

BAB 1 RESONATOR Oleh : M. Ramdhani BAB 1 RESONATOR Oleh : M. Ramdhani Ruang Lingkup Materi : Rangkaian resonator paralel (loss less components) Rangkaian resonator dengan L dan C mempunyai rugirugi/ losses Transformator impedansi (tujuan

Lebih terperinci

ALAT UKUR INTENSITAS CAHAYA DAN SUARA PORTABEL. oleh. Kiki Dhanuvianto NIM :

ALAT UKUR INTENSITAS CAHAYA DAN SUARA PORTABEL. oleh. Kiki Dhanuvianto NIM : ALAT UKUR INTENSITAS CAHAYA DAN SUARA PORTABEL oleh Kiki Dhanuvianto NIM : 612005084 Skripsi Untuk melengkapi syarat-syarat memperoleh Ijasah Sarjana Teknik Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir yang berjudul Sistem Penyama Adaptif dengan Algoritma Galat

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir yang berjudul Sistem Penyama Adaptif dengan Algoritma Galat BAB I PENDAHULUAN Bab satu membahas latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika pembahasan Tugas Akhir yang berjudul Sistem Penyama Adaptif dengan Algoritma Galat Kuadrat Terkecil Ternormalisasi. Pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA Pengukuran terhadap antena dilakukan setelah antena dirancang. Pengukuran dilakukan untuk dua buah antena yaitu antena mikrostrip array elemen dan antena mikrostrip

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Induksi Elektromagnet Nama : Kelas/No : / - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS BOLAK-BALIK Induksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa data hubungan tegangan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa data hubungan tegangan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menganalisa data hubungan tegangan dengan medan magnet untuk mengetahui karakteristik sistem sensor magnetik. Tahapan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Loudspeaker Enclosure untuk. (Imam Try Wibowo) 156

Rancang Bangun Loudspeaker Enclosure untuk. (Imam Try Wibowo) 156 Rancang Bangun Loudspeaker Enclosure untuk. (Imam Try Wibowo) 156 Rancang Bangun Loudspeaker Enclosure untuk Mengefisienkan Kinerja Loudspeaker Construction of Loudspeaker Enclosure to Increase Loudspeaker

Lebih terperinci

Modul 02: Elektronika Dasar

Modul 02: Elektronika Dasar Modul 02: Elektronika Dasar Alat Ukur, Rangkaian Thévenin, dan Rangkaian Tapis Reza Rendian Septiawan February 4, 2015 Pada praktikum kali ini kita akan mempelajari tentang beberapa hal mendasar dalam

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digital Signal Processing Pada masa sekarang ini, pengolahan sinyal secara digital yang merupakan alternatif dalam pengolahan sinyal analog telah diterapkan begitu luas. Dari

Lebih terperinci

PERCOBAAN VIII TRANSDUSER UNTUK PENGUKURAN SUARA

PERCOBAAN VIII TRANSDUSER UNTUK PENGUKURAN SUARA PERCOBAAN VIII TRANSDUSER UNTUK PENGUKURAN SUARA A. TUJUAN PERCOBAAN : Setelah melakukan praktek, mahasiswa diharapkan dapat : 1. Mengetahui konstruksi dasar dan karakteristik dari sebuah microphone dynamic

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA 3.1 PERANCANGAN ANTENA Pada perancangan antena ini sudah sesuai dengan standar industri 82.11 dan variasi revisinya. Termasuk didalamnya standarnya versi 82.11b dan 82.11g.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI 3.1. UMUM Antena yang akan dibuat pada penelitian adalah antena biquad dengan pencatuan aperture coupled. Ada beberapa tahapan dalam perancangan dan simulasi antena

Lebih terperinci

JOBSHEET 9 BAND PASS FILTER

JOBSHEET 9 BAND PASS FILTER JOBSHEET 9 BAND PASS FILTER A. TUJUAN 1. Mahasiswa diharapkan mampu mengerti tentang pengertian, prinsip kerja dan karakteristik band pass filter 2. Mahasiswa dapat merancang, merakit, menguji rangkaian

Lebih terperinci

Budihardja Murtianta. Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga

Budihardja Murtianta. Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga PERANCANGAN MODULATOR BPSK PERANCANGAN MODULATOR BPSK Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro -0, Salatiga 0 Email: budihardja@yahoo.com Intisari Dalam tulisan ini akan dirancang

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Respon Frekuensi Equalizer Avmax = Vomax/Vin Avfl = Avfh = Avmax x 0,707 Vfl = Avfl x Vin Vfh = Avfh x Vin

Gambar 1. Grafik Respon Frekuensi Equalizer Avmax = Vomax/Vin Avfl = Avfh = Avmax x 0,707 Vfl = Avfl x Vin Vfh = Avfh x Vin No. LST/PTE/... Revisi: 00 Tgl: 16 Maret 2017 Page 1 of 6 INDIKATOR CAPAIAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari dan praktik menggunakan Labsheet Sistem Audio topik Praktik Equalizer, diharapkan mahasiswa mampu:

Lebih terperinci

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK FASO DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASA ANGKAIAN LISTIK 1. Fasor Fasor adalah grafik untuk menyatakan magnituda (besar) dan arah (posisi sudut). Fasor utamanya digunakan untuk menyatakan gelombang sinus

Lebih terperinci

ANALISIS RANGKAIAN RLC ARUS BOLAK-BALIK

ANALISIS RANGKAIAN RLC ARUS BOLAK-BALIK ANALISIS RANGKAIAN RLC ARUS BOLAK-BALIK 1. Tujuan Menera skala induktor variabel, mengamati keadaan resonansi dari rangkaian seri RLC arus bolak-balik, dan menera kapasitan dengan metode jembatan wheatstone.

Lebih terperinci

09. Pengukuran Besaran Listrik JEMBATAN ARUS BOLAK BALIK

09. Pengukuran Besaran Listrik JEMBATAN ARUS BOLAK BALIK 09. Pengukuran Besaran Listrik JEMBATAN ARUS BOLAK BALIK 9.1 Pendahuluan Jembatan arus bolak balik bentuk dasarnya terdiri dari : - empat lengan jembatan - sumber eksitasi dan - sebuah detektor nol Pada

Lebih terperinci

Penguat Oprasional FE UDINUS

Penguat Oprasional FE UDINUS Minggu ke -8 8 Maret 2013 Penguat Oprasional FE UDINUS 2 RANGKAIAN PENGUAT DIFERENSIAL Rangkaian Penguat Diferensial Rangkaian Penguat Instrumentasi 3 Rangkaian Penguat Diferensial R1 R2 V1 - Vout V2 R1

Lebih terperinci

Bahan Tabel 1. Bahan yang dibutuhkan pada rangkaian pre-amp Nilai Rangkaian Pre-amp mic No. Komponen Satu Transistor

Bahan Tabel 1. Bahan yang dibutuhkan pada rangkaian pre-amp Nilai Rangkaian Pre-amp mic No. Komponen Satu Transistor INDIKATOR CAPAIAN PEMBELAJARAN PRAKTIK Dengan mempelajari dan praktik menggunakan Labsheet Sistem Audio topik Praktik Microphone, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menyusun dan menganalisis rangkaian microphone

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara paru terjadi karena adanya turbulensi udara saat udara memasuki saluran pernapasan selama proses pernapasan. Turbulensi ini terjadi karena udara mengalir dari

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR PERANCANGAN COUPLER. Gambar 2.1 Skema rangkaian directional coupler S S S S. ij ji

BAB 2 DASAR PERANCANGAN COUPLER. Gambar 2.1 Skema rangkaian directional coupler S S S S. ij ji 5 BAB 2 DAAR PERANCANGAN COUPLER 2.1 DIRECTIONAL COUPLER Directional coupler memegang peranan penting dalam rangkaian microwave pasif. Divais ini di implementasikan dalam banyak cara untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sebuah generator magnet permanen fluks axial yang dirangkai dengan keluaran 1 fase. Cara kerja dari generator axial ini adalah

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adanya benda yang bergetar, seperti senar gitar, garputala, dan diafragma

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adanya benda yang bergetar, seperti senar gitar, garputala, dan diafragma BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bunyi Bunyi merupakan gejala yang dapat didengar oleh manusia akibat adanya benda yang bergetar, seperti senar gitar, garputala, dan diafragma loudspeaker. Bunyi yang dapat didengar

Lebih terperinci

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) yaitu arus listrik yang besar dan arahnya yang selalu berubah-ubah secara periodik. 1. Sumber Arus Bolak-balik Sumber arus bolak-balik

Lebih terperinci

Penguat Inverting dan Non Inverting

Penguat Inverting dan Non Inverting 1. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian op-amp sebagai penguat inverting dan non inverting. 2. Mengamati fungsi kerja dari masing-masing penguat 3. Mahasiswa dapat menghitung penguatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PWM Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap, namun, lebar pulsanya bervariasi. Lebar pulsa PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal

Lebih terperinci

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M0207025 Di terjemahkan dalam bahasa Indonesia dari An introduction by Heinrich Kuttruff Bagian 6.6 6.6.4 6.6 Penyerapan Bunyi Oleh

Lebih terperinci

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Laboratorium Ergonomika dan Elektronika Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Filter Secara umum, filter berfungsi untuk memisahkan atau menggabungkan sinyal informasi yang berbeda frekuensinya. Mengingat bahwa pita spektrum elektromagnetik adalah

Lebih terperinci

Penguat Kelas-D dengan RWDM

Penguat Kelas-D dengan RWDM National Conference: Design and Application of Technology 00 Penguat Kelas-D dengan RWDM Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Respati Noor 1) Leonardus Heru P 2) 1) Jurusan Teknik Elektro UNIKA Soegijapranata, Semarang 50234, email : reswi_83@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PERANCANGAN DEMODULATOR BPSK. Intisari

PERANCANGAN DEMODULATOR BPSK. Intisari PERANCANGAN DEMODULATOR BPSK Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 5-60, Salatiga 50 Email: budihardja@yahoo.com Intisari Dalam tulisan ini akan dirancang dan direalisasikan

Lebih terperinci

PROBLEM SOLVING INDUKTANSI DIRI

PROBLEM SOLVING INDUKTANSI DIRI PROBLEM SOLVING INDUKTANSI DIRI Kemampuan yang dikembangkan: - Mampu menyusun rangkaian jembatan Wheatstone - Menjelaskan sifat rangkaian jembatan Wheatstone - Mampu menyusun rangkaian LR seri - Mampu

Lebih terperinci

IMPEDANSI KARAKTERISTIK SALURAN DUA KAWAT

IMPEDANSI KARAKTERISTIK SALURAN DUA KAWAT IMPEDANSI KARAKTERISTIK SALURAN DUA KAWAT I. TUJUAN Mengukur impedansi karakteristik dari saluran simetris. Mengukur arus input dan tegangan input ke saluran, ketika diterminasi hubungan singkat dan ketika

Lebih terperinci

Kemampuan yang dibangun dalam laboratorium inquiry : Mampu menyusun rangkaian jembatan Wheatstone Menjelaskan sifat rangkaian jembatan Wheatstone Mamp

Kemampuan yang dibangun dalam laboratorium inquiry : Mampu menyusun rangkaian jembatan Wheatstone Menjelaskan sifat rangkaian jembatan Wheatstone Mamp LABORATORIUM INQUIRY JEMBATAN WHEATSTONE DAN RANGKAIAN LR SERI Kemampuan yang dibangun dalam laboratorium inquiry : Mampu menyusun rangkaian jembatan Wheatstone Menjelaskan sifat rangkaian jembatan Wheatstone

Lebih terperinci

Seluk Beluk Frequency Response sebuah Loudspeaker Part4 Menyelidiki "asal usul" Frequency Response Loudspeaker

Seluk Beluk Frequency Response sebuah Loudspeaker Part4 Menyelidiki asal usul Frequency Response Loudspeaker Setelah membicarakan banyak hal hal yang bersangkutan dengan frequency response (selanjutnya disingkat FR) sebuah loudspeaker (selanjutnya disingkat spkr), mari kita bahas dari mana asal nya frequency

Lebih terperinci

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil

Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Desain dan Implementasi Catu Daya Searah Berarus Besar Bertegangan Kecil Respati Noor 1) Leonardus Heru P 2) 1) Jurusan Teknik Elektro UNIKA Soegijapranata, Semarang 50234, email : reswi_83@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. Bab ini membahas tentang pengujian alat yang dibuat, adapun tujuan

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. Bab ini membahas tentang pengujian alat yang dibuat, adapun tujuan BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Bab ini membahas tentang pengujian alat yang dibuat, adapun tujuan pengujian tersebut adalah untuk mengetahui apakah alat yang telah dirancang berfungsi dan mengahasilkan keluaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... ABSTRAK...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN BARU UNTUK SINTESIS KONVERTER DAYA

PENDEKATAN BARU UNTUK SINTESIS KONVERTER DAYA 5 PENDEKATAN BARU UNTUK 2 SINTESIS KONVERTER DAYA 2.1 Pendahuluan Beberapa teknik sintesis konverter sudah dipakai untuk mendapatkan suatu konverter baru yang memenuhi kriteria yang diinginkan [1]-[10].

Lebih terperinci

KENDALI KECEPATAN MOTOR DC DENGAN 4 KUADRAN. Skema konverter dc-dc 4-kuadran untuk pengendalian motor dc

KENDALI KECEPATAN MOTOR DC DENGAN 4 KUADRAN. Skema konverter dc-dc 4-kuadran untuk pengendalian motor dc KENDALI KECEPATAN MOTOR DC DENGAN 4 KUADRAN Konverter dc-dc 4-kuadran merupakan konverter dc-dc yang dapat bekerja secara bidirectional baik arus maupun tegangan kerjanya, sehingga sangat cocok untuk aplikasi

Lebih terperinci

INDUKTANSI DIRI. 1. Menentukan nilai hambatan murni induktor

INDUKTANSI DIRI. 1. Menentukan nilai hambatan murni induktor 3 INDUKTANSI DIRI 1. Menentukan nilai hambatan murni induktor Andri memiliki 3 buah komponen yaitu kawat lurus yang panjangnya 1 meter, hambatan bangku dan kumparan. Andri bingung bagaimana cara menentukan

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Universitas Pertamina ( , 2 jam)

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Universitas Pertamina ( , 2 jam) Kumpulan Soal Fisika Dasar II Universitas Pertamina (16-04-2017, 2 jam) Materi Hukum Biot-Savart Hukum Ampere GGL imbas Rangkaian AC 16-04-2017 Tutorial FiDas II [Agus Suroso] 2 Hukum Biot-Savart Hukum

Lebih terperinci

MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK. Intisari

MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK. Intisari MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

INDUKTANSI DIRI OLEH: Riza Riano : Uzi Fauziah : Temperatur Tekanan Sebelum 26,5±0,25 68,69±0,005 Sesudah 26,5±0,25 68,68±0,005

INDUKTANSI DIRI OLEH: Riza Riano : Uzi Fauziah : Temperatur Tekanan Sebelum 26,5±0,25 68,69±0,005 Sesudah 26,5±0,25 68,68±0,005 INDUKTANSI DII OEH: iza iano : 0605635 Uzi Fauziah : 060076 Temperatur Tekanan Sebelum 6,5±0,5 68,69±0,005 Sesudah 6,5±0,5 68,68±0,005 JUUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKUTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan penulisan laporan tugas akhir dilakukan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan penulisan laporan tugas akhir dilakukan di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan penulisan laporan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dan mulai dilaksanakan pada Bulan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta MODULATOR DAN DEMODULATOR FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

BAB I FILTER I. 1. Judul Percobaan. Rangkaian Band Pass Filter. 2. Tujuan Percobaan

BAB I FILTER I. 1. Judul Percobaan. Rangkaian Band Pass Filter. 2. Tujuan Percobaan BAB I FILTER I 1. Judul Percobaan Rangkaian Band Pass Filter 2. Tujuan Percobaan - Menentukan Frekuensi Cut Off dari suatu rangkaian Band Pass Filter. - Menentukan besar Induktansi dari suatu kumparan.

Lebih terperinci

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) + PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OPAMP) Penguat operasional atau Operational Amplifier (OPAMP) yaitu sebuah penguat tegangan DC yang memiliki 2 masukan diferensial. OPAMP pada dasarnya merupakan sebuah

Lebih terperinci

Reduksi Harmonisa dan Ketidakseimbangan Tegangan menggunakan Hybrid Active Power Filter Tiga Fasa berbasis ADALINE-Fuzzy

Reduksi Harmonisa dan Ketidakseimbangan Tegangan menggunakan Hybrid Active Power Filter Tiga Fasa berbasis ADALINE-Fuzzy Reduksi Harmonisa dan Ketidakseimbangan Tegangan menggunakan Hybrid Active Power Filter Tiga Fasa berbasis ADALINE-Fuzzy Oleh: Marselin Jamlaay 2211 201 206 Dosen Pembimbing: 1. Prof. Dr. Ir. Mochamad

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari BAB III PERANCANGAN ALAT Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari beberapa perangkat keras (Hardware) yang akan dibentuk menjadi satu rangkaian pemodulasi sinyal digital

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK Revisi : 01 Tgl : 1 Maret 2008 Hal 1 dari 8 A. Kompetensi Menggunakan alat-alat ukur dan bahan praktek. B. Sub Kompetensi 1. Memilih alat ukur dengan benar dan tepat. 2. Memasang alat ukur dengan benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Untuk dapat menjalankan perangkat elektronika tersebut dibutuhkan pasokan listrik. Aliran arus listrik yang ditarik perangkat elektronika dari sumber digunakan

Lebih terperinci

JEMBATAN SCHERING. Cx C 3 Rx

JEMBATAN SCHERING. Cx C 3 Rx JEMBATAN SHEING x x Jembatan Schering, salah satu jembatan arus bolak-balik yang paling penting, di pakai secara luas untuk pengukuran kapasitor. Dia memberikan beberapa keuntungan nyata atas jembatan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini akan dibahas tentang perancangan dan realisasi sistem dari setiap modul yang dibuat. Blok Diagram alat yang dibuat ditunjukkan oleh Gambar 3.. Penguat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGAMBILAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGAMBILAN DATA BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGAMBILAN DATA 3.1 Perancangan Dalam pembuatan pentanahan atau grounding pada laboratorium tegangan tinggi ini terlebih dahulu merangcang atau membentuk pola konsep pentanahan

Lebih terperinci

PENGUKURAN INDUKTANSI SALURAN KOAKSIAL

PENGUKURAN INDUKTANSI SALURAN KOAKSIAL LAPORAN PRAKTIKUM SALURAN TRANSMISI RF PENGUKURAN INDUKTANSI SALURAN KOAKSIAL Disusun Oleh : Angga Setyawan NIM. 1041160015 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI JARINGAN TELEKOMUNIKASI DIGITAL POLITEKNIK NEGERI

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan dibahas proses perancangan dan realisasi Bandstop filter dengan metode L resonator, yaitu mulai dari perhitungan matematis, perancangan ukuran,

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 8 HIGH PASS FILTER

JOBSHEET PRAKTIKUM 8 HIGH PASS FILTER JOBSHEET PRAKTIKUM 8 HIGH PASS FILTER A. Tujuan Mahasiswa diharapkan dapat a. Mengetahui pengertian, prinsip kerja, dan karakteristik High Pass Filter. b. Merancang, merakit dan menguji rangkaian High

Lebih terperinci

Filter Frekuensi. f 50

Filter Frekuensi. f 50 Filter Frekuensi Dalam kehidupan kita sehari-hari kita banyak menjumpai filter, filter dari kata itu sendiri adalah penyaring. Filter sendiri bermacam-macam, ada filter udara untuk menyaring udara kotor

Lebih terperinci

29

29 BAB III PARAMETER DAN PENGUKURAN JARINGAN LOKAL KABEL TEMBAGA PT TELKOM merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi yang menyediakan berbagai macam layanan. Di antara sekian banyak layanan yang di miliki

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab tiga ini akan dijelaskan mengenai perancangan dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada alat ini. Dimulai dari uraian perangkat keras lalu uraian perancangan

Lebih terperinci

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR I.1. MUATAN ELEKTRON Suatu materi tersusun dari berbagai jenis molekul. Suatu molekul tersusun dari atom-atom. Atom tersusun dari elektron (bermuatan negatif), proton

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengaruh Frekuensi Terhadap Beban Semester I

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengaruh Frekuensi Terhadap Beban Semester I Revisi : 01 Tgl : 1 Maret 2008 Hal 1 dari 5 A. Kompetensi Menggambarkan pengaruh frekuensi terhadap beban R-L, R-C seri. B. Sub Kompetensi 1. Menyebutkan pengaruh frekuensi terhadap tegangan V R, V L,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Dibuat untuk Memenuhi SAP Mata Kuliah Praktek Saluran pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Telekomunikasi Oleh: Martinus Mujur Rose, S.T., M.T. PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAHASAN dan Pengujian

BAB IV. PEMBAHASAN dan Pengujian BAB IV PEMBAHASAN dan Pengujian Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan pengujian dari alat yang dibuat secara keseluruhan. Seperti halnya perancangan maka pada tahapan pengujian dilakukan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengaruh Frekuensi Terhadap Beban Semester I

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengaruh Frekuensi Terhadap Beban Semester I Revisi : 01 Tgl : 1 Maret 2008 Hal 1 dari 5 A. Kompetensi Menggambarkan pengaruh frekuensi terhadap beban R-L, R-C parallel. B. Sub Kompetensi 1. Menyebutkan pengaruh frekuensi terhadap arus I R, I L,

Lebih terperinci

Elektronika. Pertemuan 8

Elektronika. Pertemuan 8 Elektronika Pertemuan 8 OP-AMP Op-Amp adalah singkatan dari Operational Amplifier IC Op-Amp adalah piranti solid-state yang mampu mengindera dan memperkuat sinyal, baik sinyal DC maupun sinyal AC. Tiga

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN ARUS BOLAK BALIK

SOAL DAN PEMBAHASAN ARUS BOLAK BALIK SOAL DAN PEMBAHASAN ARUS BOLAK BALIK Berikut ini ditampilkan beberapa soal dan pembahasan materi Fisika Listrik Arus Bolak- Balik (AC) yang dibahas di kelas 12 SMA. (1) Diberikan sebuah gambar rangkaian

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN, SIMULASI DAN PERANCANGAN

BAB III PERHITUNGAN, SIMULASI DAN PERANCANGAN BAB III PERHITUNGAN, SIMULASI DAN PERANCANGAN 3.1. Pendahuluan Perancangan antena mikrostrip yang berbentuk patch circular ring dengan metode experimental. Antena tersebut akan disimulasikan dengan mengubah

Lebih terperinci