Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia"

Transkripsi

1 Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia EVI NOVIDA GINTING Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: Diterima tanggal 17 Mei 2011/Disetujui tanggal 24 Juni 2011 Since the political reform, there is an agenda to give Affirmative action for women in politics. The method is providing 30% quota for women. Is there any impact to the increase number of women in parliament? This study describes the number of women in parliament (2004 &2009). This study uses the behavioral approach. The data was collected with the study of literature and documents. The study found that the number of women in parliament increased after the 2009 elections. This is wonderful information, but this increase is still less. In 2004 there are 550 DPR RI seats, and the number of women only 61 or 11.09%. However, In 2009, the number of women increased to 18%. In DPD (the 2004 election), there are 27 member or 21,09%. Then after 2009 election the number of women increased to 27% member. The finding indicates that voters are not allergic to women candidates. In addition, women as candidates has demonstrated its power to get votes. Keywords: Affirmative action, general election, representation of women. Pendahuluan Laki-laki mendominasi arena politik, lakilaki memformulasikan aturan permainan politik; dan laki-laki mendefinisikan standar untuk evaluasi. Keberadaan model yang didominasi laki-laki menyebabkan apakah perempuan menolak politik secara keseluruhan atau menolak politik bergaya laki-laki. Awal abad ke-21, lebih dari 95% negara didunia menjamin dua hak demokratik perempuan yang paling mendasar: hak memilih (right to vote) dan hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan (right to stand for election). Selandia Baru adalah negara pertama yang memberikan kepada perempuan hak suara pada tahun 1893; dan Finlandia adalah negara pertama yang mengadopsi kedua hak demokratik paling mendasar tersebut pada tahun Selanjutnya perkembangan partisipa- 92 Nadezhda Shvedova, Kendala-kendala terhadap Partisipasi Perempuan dalam Parlemen dasi perempuan dalam politik mulai mendapatkan perhatian di berbagai Negara. Menurut McClosky, Nie dan Verba, Partisipasi politik merupakan kegiatan warga Negara yang legal yang sedikit banyak langsung mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka. Setiap anggota masyarakat berpartisipasi dalam proses politik melalui pemilu terdorong oleh keyakinan bahwa, dengan pemilu, kepentingan mereka terakomodasi dalam lembaga politik yang ada atau sekurangkurangnya diperhatikan. Menurut Miriam Budiardjo Partisipasi pilitik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin Negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerinlam Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, (Jakarta: IDEA, 2002), hal

2 tahan (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu politik atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. 93 Tingkat representasi yang tidak setara dalam badan legislatif mengartikan bahwa representasi perempuan, yang sepatutnya menjadi suatu fungsi bagi demokrasi, ternyata lebih berfungsi untuk mempertahankan status quo. 94 Di banyak Negara secara de jure terdapat banyak kendala, baik yang disebabkan oleh hukum (peraturan) yang ada tidak ditaati maupun bahkan yang tidak ada hukumnya sama sekali. Sebagai contoh perbandingan, bahwa hukum Argentina mengenai kuota mengharuskan semua partai untuk menominasikan 30 persen perempuan dalam posisi yang dapat dipilih dalam daftar kandidat mereka. Tanpa hukum yang demikian, jumlah anggota parlemen perempuan tidak mungkin akan meningkat sebagai akibat dari kekalahan partainya: sebagai contoh kasus yang terjadi pada Pemilu di Irlandia pada tahun Penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan faktor-faktor sosial, struktur politiklah yang memainkan peran yang lebih menentukan dalam rekrutmen anggota parlemen perempuan. Sebagai contoh, sistem pemilihan didasarkan pada representasi proporsional, telah menghasilkan tiga hingga empat kali lebih banyak perempuan yang terpilih di Negaranegara dengan kultur politik yang sama, seperti Jerman dan Australia. 95 Gambaran ini tidak bisa digeneralisasikan kepada Indonesia yang dalam pemilihan umum menggunakan sistem representasi proporsional juga, bagi kasus Indonesia sendiri faktor sosial juga mempunyai peran yang dominan dalam representasi perempuan di politik terutamanya peningkatan jumlah perempuan di parlemen. Bagi Indonesia sendiri peningkatan representasi perempuan menjadi sebuah agenda yang penting mengingat jauh 93 Through Partnership Between Men and Women in Politics [Artikel online], (Inter-Parlementary Union), tersedia di: diunduh 8 Mei 2011 Pukul Wib. 94 Nadezhda Shvedova, op.cit., hal Loc.cit. tertinggalnya baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Akan tetapi gerakan feminisme, yang menganggap bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki dan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki (atau yang lebih sering kita kenal kemudian dengan gerakan emansipasi) kemudian mengumandang di seluruh negara di dunia. Gerakan ini di Indonesia telah muncul pada abad ke 18 yang dipelopori oleh RA Kartini melalui hak yang sama terhadap pendidikan pada anak perempuan pada saat itu. Ini sejalan dengan Barat di masa pencerahan/the Enlightenment, di Barat oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis den Condorcet yang berjuang untuk pendidikan perempuan. Dan sampai dengan saat ini semakin banyak organisasi-organisasi yang bergerak dalam tujuannya untuk mendorong partisipasi politik perempuan. Di Indonesia, gerakan peningkatan partisipasi politik perempuan kemudian diarahkan pada bagaimana kemudian partisipasi politik perempuan dapat dilindungi dan diakomodir oleh undang-undang. Penerapan kuota 30% untuk keterwakilan perempuan dalam legislatif merupakan langkah yang sangat maju dalam mendukung partisipasi politik perempuan. Hal ini akan dapat melindungi kepentingan perempuan dalam memperoleh hak-hak politiknya. Akan tetapi kenyataannya sampai dengan saat ini keterwakilan 30% tersebut belum dapat dikatakan berhasil, karena partai politik masih memandang sebelah mata terhadap perempuan, dan hanya mengusung perempuan dalam daftar calon anggota legislatif sebagai pelengkap syarat undang-undang saja. Mengamati perkembangan partisipasi politik perempuan di Indonesia dapat dipengaruhi: faktor budaya Patriarki yang menganggap bahwa politik identik dengan laki-laki, sehingga tidak pantas bagi perempuan untuk masuk ke dalam arena politik. Faktor kedua rendahnya akses perempuan terhadap informasi dan penggunaan media sehingga pengetahuan umum perempuan tertinggal dari lakilaki padahal media sangat penting bagi pembentukan opini para pengambil keputusan dan media juga sering menggambarkan perempuan sebgai objek bukan sebagai subjek, faktor ekonomi dan pendidikan juga sebagai 114

3 penghambat bagi representasi perempuan di politik, kuantitas perempuan yang siap baik secara ekonomi maupun inetelektual masih kurang dibandingkan laki-laki, hal ini akibat dari budaya patriarkhi dan juga rendahnya keinginan perempuan untuk bersaing dengan laki-laki. Perempuan yang mempunyai intelektual lebih cenderung memilih dalam peran-peran dalam usaha yang bergerak dalam advokasi dan dunia pendidikan. Faktor kurangnya kepercayaan diri perempuan untuk mencalonkan diri. Faktor keluarga juga sebagai hambatan bagi perempuan untuk masuk ke dalam arena politik, hal ini dialami oleh seorang Anggota Parlemen dari India dimana beliau mengatakan bahwa: sangat sulit bagi perempuan untuk memutuskan masuk dalam dunia politik. Begitu ia menetapkan pilihan tersebut, maka ia harus mempersiapkan suami, anak dan keluarganya. 96 Hal ini menjadi suatu beban yang lebih bagi perempuan mengingat penerimaan seorang suami terhadap istri di politik berbeda jauh dengan seorang istri bila suaminya bekerja di arena politik. Mindset laki-laki yang belum berubah tentang perempuan yang bekerja di arena politik dan bagaimana laki-laki harus mendukung perempuan sebagaimana sebaliknya yang dilakukan oleh perempuan masih menjadi kendala bagi perempuan untuk berkarir diluar rumah dan mencapai kesuksesan yang sama dengan laki-laki. Rendahnya representasi perempuan dalam partai politik merupakan hambatan secara langsung dalam rekrutmen calon legislatif untuk bersaing dalam pemilihan umum. Rendahnya kesadaran gender dan keadilan membuat kesadaran pimpinan laki-laki dari partai politik menjadikan pengurus partai selalu didominasi oleh laki-laki. Sehingga perempuan tidak mendapatkan dukungan dari partai politik. Kenyataan ini dapat dilihat dari data dimana kurang dari 11% dari pimpinan partai di seluruh dunia adalah perempuan. 97 Menurut Sigmund Neuman partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelakupelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan 96 Ibid., hal Ibid., hal. 32. dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan bebrapa kelompok lain yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan lembagalembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkan dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas. 98 Mirriam Budiardjo mengemukakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu melaksanakan kebijakan mereka dan menjalankan fungsinya sebagai berikut: 99 (1).Penyampaian arus informasi; (2).Artikulasi kepentingan; (3).Agregasi kepentingan; (4).Sosialisasi politik; (5).Rekrutmen Politik; (6).Pengatur konflik. Dari beberapa fungsi tersebut yang terkait langsung dalam representasi perempuan dalam politik adalah fungsi rekrutmen, dimana fungsi tersebut dijalankan oleh partai politik sebagai sebuah proses partai politik mencari anggota dan dalam rangka unutk seleksi kepemimpinan. Bagaimana proses dan mekanisme dalam menjalankan fungsi rekrutmen ini sangat berpengaruh terhadap tingkat representasi perempuan di dalam politik dan parlemen khususnya. Sebelum menyerahkan nama-nama calon legislatif yang akan dipilih dalam pemilu, partai politik terlebih dahulu melakukan seleksi di dalam internal partai politiknya. Berbagai cara dan mekanisme dijalankan oleh partai-partai. Bagaimana rekrutmen dijalankan, seberapa luas keterlibatan masyarakat, desentralisasi dan orientasi partai politik adalah bagian yang sangat penting dan menentukan terhadap siapa yang akan terjaring dan masuk dalam nominasi calon legislatif. R. William Liddle mengatakan bahwa dalam sistem pemerintahan demokratis, pemilu sering dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat dan praktek peme- 98 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: PT Gramedia, 1982), hal Ibid., hal

4 rintahan oleh sejumlah elite politik. Setiap warga negara yang telah dianggap dewasa dan memenuhi persyaratan menurut undangundang, dapat memilih wakil-wakil mereka di parlemen, termasuk para ppimpinan pemerintahan. Kepastian bahwa hasil pemilihan itu mencerminkan kehendak rakyat diberikan oleh seperangkat jaminan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemilihan umum 100. Selanjutnya Mac Iver mengungkapkan bahwa dengan pemilihan umum saja rakyat sudah dibatasi dalam pilihannya. Umumnya mereka memilih antara calon-calon yang tidak diajukan mereka sendiri.organisasi partai menguasai bagian yang terbesar dari seleksinya. Partai hanya memberikan kepada rakyat pemutusan antara calon-calonnya dan calon-calon partai lain. Kandidat yang merdeka sangat dipersukar dan sekurang-kurangnya ia membaurkan persoalan. Seleksi oleh partai jauh daripada suatu proses yang demokratis. Ia dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan; jasa yang telah diberikan dalam hal keuangan atau dengan cara lain kepada organisasi, tentang gengsi yang melekat pada golongan-golongan keluarga yang terkenal, tentang kesediaan calon untuk mentaati perintah partai dan tentang keinginan-keinginan daripada pemimpin-pemimpin inti pusat partai yang mengendalikan partai. 101 Sistem pemilu menawarkan berbagai kemungkinan yang mempengaruhi kondisi perempuan dan politik. Upaya meningkatkan peran tersebut harus didukung dengan sistem kepartaian yang menjamin perempuan mendapatkan kuota dalam daftar calon partai politik. Harus dimengerti bahwa dampak penetapan daftar calon partai cukup besar, sebagai sarana untuk menyeimbangkan presentasi perempuan terutama jika dalam daftar tertutup F. S. Swantoro, Kampanye dan Profil Pemilu 1997, dalam Analisis CSIS (Edisi Maret-April 1997), hal Aurel Croissant, Gabriele Burns, Marei John (eds), Politik Pemilu di Asia Tenggara dan Asia Timur, (Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2003), hal Ani Soetjipto, Kuota 30 % Perempuan: Langkah Awal Bagi Partisipasi Politik Perempu- Dalam pemilihan umum dikenal dua tipe-tipe sistem pemilu, yakni organis dan mekanis. Penempatan kursi dalam lembaga perwakilan dengan melalui pengangkatan atau penunjukkan kepada kelompok fungsional yang mewakili organisasi fungsionalnya atau etnis atau daerah dan yang disepakati dalam undang-undang disebut sebagai sistem pemilihan organis. Sedangkan sistem pemilihan mekanis adalah sistem pemilihan yang melalui pemilihan umum, sistem pemilihan mekanis dilaksanakan dengan 2 (dua) pemilihan u- mum yakni: sistem distrik dan sistem proporsional. Sistem distrik disebut juga sebagai sistem pemilihan mayoritas atau single-member constituency. Dalam tiap 1 (satu) distrik memilih hanya satu wakil untuk duduk dalam parlemen dari sekian calon untuk distrik tersebut, yang berarti yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dalam pemilihan bersangkutan. Kelemahan sistem ini dalam mengakomodir perempuan karena adanya distorsi yang kurang menguntungkan bagi partai kecil ataupun kelompok minoritas karena presentase kursi lebih kecil dari persentase suara. Sedikitnya jumlah kursi yang diperebutkan membuat tingkaat kompetisi juga semakin ketat, yang mana menjadikan perempuan semakin sulit untuk terpilih. Sedangkan dalam sistem representasi proporsional, jumlah wakil yang dipilih untuk suatu distrik ditentukan oleh presentase suara sah yang diraih oleh partai atau kandidat peserta pemilu dalam distrik pemilihan. 103 Dari sistem perwakilan politik terdapat lebih dari satu wakil dalam setiap daerah pemilihan yang diperebutkan. Sehingga lebih bisa mengakomodir berbagai kelompok dan golongan di dalam masyarakat yang heterogen. Studi ini melihat perkembangan jumlah perempuan di lembaga legislatif hasil pemilu 2004 dan an di Indonesia, Jurnal Ilmu Politik No 19 (Tahun 2003, AIPI), hal Tinjauan Singkat Tentang Sistem Pemilu yang Diusulkan dalam Rancangan Amandemen Terhadap Undang-Undang nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilu [Artikel online], tersedia di: diunduh 23 Juli 2005 Pukul Wib. 116

5 Pendekatan dan Metode Studi ini menggunakan pendekatan behavioral. Pengumpulan data data dilakukan melalui studi pustaka dan dokumen. Analisis dilakukan menggunakan analisis perbandingan jumlah perempuan di lembaga legislatif/parlemen hasil pemilu 2004 dan 2009 di Indonesia. Rekrutmen Legislatif dan Sistem Pemilihan Fakta bahwa representasi perempuan masih rendah dan perempuan melalui berbagai gerakan berusaha terus menerus berusaha mencari jalan untuk meningkatkan representasi mereka. Bagaimana representasi perempuan dapat meningkat dengan lebih cepat. Sistem pemilihan yang mana yang lebih baik bagi perempuan? Dan bagaimana seharusnya sistem rekrutmen yang efektif dan efisien bagi perempuan sehingga tidak dalam jumlah tapi kualitas juga menjadi ukuran. Richard E Matland mengatakan bahwa ada tiga tahap bagi perempuan untuk melalui proses rekrutmen, tahap pertama adalah menyeleksi diri sendiri yang mana dalam tahap ini seseorang memutuskan bahwa ia ingin mencalonkan diri untuk jabatan politik. Penilaian perempuan atas kesempatannya dan keinginannya untuk mencalonkan diri akan dipengaruhi oleh besarnya kesempatan untuk mencalonkan diri, bagaiman ramahnya lingkungan politik yang akan mendukung pencalonnannya, dan taksiran mengenai sumberdaya yang dapat dia manfaatkan untuk membantu kampanyenya jika dia memutuskan untuk mencalonkan diri. Salah satu faktor penting yang secara serius dapat membantu meningkatkan jumlah perempuan yang berkaitan dengan pencalonan dirinya adalah tahap dimana suatu Negara mempunyai organisasi atau gerakan perempuan yang secara khusus memfokuskan kegiatannya pada isu-isu perempuan organisasi-organisasi perempuan memberi perempuan pengalamannya dalam lingkungan publik, membantu kepercayaan dirinya, dan memberikan dukungan jika seseorang perempuan memutuskan untuk mencalonkan diri untuk dipilih. Seorang perempuan yang dapat menarik sumberdaya dari suatu organisasi perempuan untuk membantu dukungan kampanyenya lebih memiliki kemungkinan untuk mencalonkan diri dan lebih mungkin dilihat sebagai kandidat yang aktif oleh aparatur partai. 104 Tahap selanjutnya adalah seleksi yang dilakukan oleh partai. Peran partai politik dalam seleksi ini merupakan peran yang sangat krusial mengingat bahwa dalam undang-undang maupun peraturan tentang pemilihan u- mum pengusulan atau pengajuan calon legislatif melalui partai politik. Proses seleksi terhadap calon sangat bergantung kepada bagaimana proses ini dilakukan dan seberapa luas partisipasi dan keterbukaan yang diberikan partai. Beberapa Negara di dunia seperti Amerika Serikat dan kanada yang memberikan kesempatan besar terhadap partisipasi masyarakat yaitu melalui rapat-rapat semua anggota partai. Sedangkan di Jepang dengan sistem dimana pemimpin partai, para pemimpin faksi nasional, atau eksekutif nasional memilih kandidat. 105 Pertimbangan lainnya adalah untuk membedakan antara sistem-sistem yang berorientasi patronase dengan sistem yang birokratik. 106 Dalam sistem yang berorientasi birokratik, seleksi kandidat dilakukan secara rinci, eksplisit, sesuai standard an selanjutnya tidak mempertimbangkan mereka yang berada dalam posisi kekuasaan. Otoritas didasarkan pada prinsip legislatif. Dalam suatu sistem yang didasarkan pada patronase, kemungkinan tidak ada peraturan yang jelas dan bahkan ketika sistem ini dijalankan kemungkinan muncul perbedaan yang menyertainya. Otoritas didasarkan pada kepemimpinan tradisional atau karismatik, dari pada otoritas legalrasional. Loyalitas terhadap mereka yang berada dalam kekuasaan di partai adalah yang terpenting. Norma-norma dan peraturanperaturan partai akan mempengaruhi cara partai melaksanakan proses nominasi yang 104 Richard E. Matland, Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan: Rekrutmen Legislatif dan Sistem Pemilihan dalam Parlemen dalam Perempuan di Parlemen: bukan sekedar jumlah, (Jakarta: IDEA, 2002), hal Ibid., hal Ibid., hal

6 sebenarnya. Bagi perempuan, sistem yang mendasarkan pada birokrasi, yang menggabungkan peraturan-peraturan yang menjamin representasi perempuan merupakan suatu kemajuan yang menentukan. Bahkan ketika tidak ada peraturan tegas yang menjamin perwakilan, memiliki prosedur birokratik yang jelas mengenai kandidat yang dipilih, dapat menjadi keuntungan yang nyata bagi perempuan. Peraturan yang jelas dan terbuka memberi perempuan kesempatan untuk mengembangkan strategi untuk memajukan peraturan-peraturan itu. Ketika peraturan itu tidak tertulis, maka akan menjadi lebih sulit untuk merencanakan strategi untuk masuk ke dalam lingkaran kekuasaan. 107 Untuk kasus Indonesia, hampir didominasi dengan rendahnya komitmen partai politik dalam membuat rumusan-rumusan kebijakan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan agar terpilih didalam fungsionaris partai dan anggota parlemen. Cara partai-partai politik menyusun daftar calon mereka untuk jabatan pilihan, barapa banyak perempuan dimasukkan dalam daftar calon dan apakah perempuan ditempatkan pada posisi-posisi yang dapat dipilih. Juga tidak ada strategi terpadu untuk menarik lebih banyak perempuan ke dalam partai politik. Perempuan tidak terdorong, dan ada kekosongan program untuk mensosialisasikan dan melatih anggota partai perempuan untuk menjadi kader partai yang memenuhi syarat dan berkemampuan tinggi. 108 Partai politik tidak melihat isu perempuan dalam partai politik dan peningkatan representasi perempuan dalam parlemen sebagai isu yang strategis. Hal ini dapat dilihat bahwa besarnya jurang antar jumlah perempuan dan laki-laki dalam keanggotaan dan kader partai bukanlah menjadi persoalan yang patut menjadi agenda bagi partai politik. Sehingga rekrutmen lebih banyak perempuan dan bagaimana kegiatan-kegiatan partai politik 107 Ibid., hal Francisia SSE SEDA, Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia, dalam Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, (Jakarta: IDEA, 2002), hal. 93. diarahkan pada pengembangan perempuan di dalam partai politik baik secara individu maupun dari organisasi perempuan di dalam partai menjadi sesuatu yang tidak diperhatikan. Pada Pemilu 2004 yang diatur pelaksanaanya dalam Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD yang mana telah memasukan aturan kuota 30% bagi pengusulan calon legislatif oleh partai politik. Akan tetapi aturan tentang kuota ini tidak memiliki kekuatan memaksa bagi partai maka dalam pelaksanaanya pengusulan calon legislatif masih didominasi oleh laki-laki pada urutan daftar calon jadi. Begitu juga dalam penetapan calon terpilih yang diberikan kepada nomor urut apabila tidak ada calon yang memenuhi bilangan pembagi pemilih. Banyaknya partai politik sebagai peserta dan terbukanya daftar calon tidak membuat perempuan menjadi mudah untuk terpilih. Bila mekanisme rekrutmen calon dan penyusunan daftar calon tidak diatur agar perempuan dinominasikan oleh partai. Hasilnya tidak ada perubahan signifikan terhadap representasi perempuan di parlemen. Selanjutnya pada pemilu 2009 dengan undang-undang yang baru dimana menerapkan kewajiban partai politik untuk kuota 30% bagi pengusulan calon legislatif dengan daftar calon terbuka dan juga menerapkan urutan nama dalam daftar calon setiap 3 (tiga) calon diharuskan ada 1 (satu) calon perempuan, sehingga mampu mengangkat perempuan lebih banyak berada pada nomor urut yang tersebar. Menurut saragih, masalah pemilihan umum dapat digolongkan pada dua hal pokok di atas, yakni: (1).Bagaimana melaksanakan sistem yang sudah ada aturan-aturannya secara umum (diakui dan dianut oleh umumnya negara-negara demokrasi konstitusional). Ini sering disebut sebagai electoral laws yang mengatur sistem pemilihan umum dan aturan yang menata bagaimana pemilihan umum dijalankan, bagaimana distribusi hasil pemilu ditetapkan dan sebagainya; (2).Bagaimana mekanisme pelaksanaan suatu pemilihan umum, yang biasa disebut dengan electoral process ini ditentukan misalnya siapa panitia, 118

7 penyelenggara pemilu, partai/organisasi peserta pemilu, penentuan calon-calon, cara dan tempat berkampanye, kotak suara, tempat dan jumlah TPS, saksi, perpindahan pemilih dan sebagainya. 109 Pengaturan tentang partai politik dan pemilihan umum (electoral laws) dapat direkayasa untuk kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai oleh suatu negara. Dalam hal peningkatan representasi perempuan di parlemen maka penerapan tindakan semantara (affirmative action) bisa dilakukan sepanjang dibutuhkan. Bagaimana perempuan bisa memenuhi daftar calon maka yang terlebih dahulu perlu diatur dalam undang-undang partai politik adalah mekanisme rekrutmen anggota partai dan komposisi fungsionaris partai politik yang mana dapat meningkatkan jumlah dan kualitas perempuan dalam partai politik. Pemberlakuan tindakan sementara ini sangat perlu dilakukan sepanjang jumlah perempuan dalam partai politik baik sebagai anggota maupun fungsionaris partai tidak bisa menjadikan perempuan dalam posisi yang pantas untuk diperhitungkan baik dalam segi jumlah maupun kualitas, sehingga dalam proses seleksi dalam internal partai perempuan tidak dimarginalkan. Kekuatan ini perlu mendapatkan tempat di partai politik karena partai politik lah yang menjadi pintu bagi perempuan untuk dicalonkan dan dipilih oleh pemilih. Partai politik memiliki tugas berat mencari dan menyiapkan kader perempuan yang layak dinominasikan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah partai politik berlomba memberi insentif bagi perempuan agar bergabung dalam partai. Program seperti memberlakukan tindakan affirmative action untuk perempuan dalam kepengurusan partai di berbagai tingkatan, mengalokasikan anggaran pendidikan politik bagi perempuan, perekrutan caleg perempuan serta menominasikannya dalam calon tetap legislatif; adalah alternatif dari insentif yang perlu dipikirkan partai politik. Semua tindakan ini diperlukan 109 Paimin Napitupulu, Peran dan Pertanggungjawaban DPR Kajian di DPRD Provinsi DKI Jakarta, (Bandung: PT. Alumni, 2005), hal karena parpol nantinya akan berkompetisi memperebutkan suara pemilih perempuan dalam pemilu yang jumlahnya lebih dari 51 persen. 110 Representasi Proporsional Daftar terbuka merupakan sistem yang inklusif, memungkinkan badan legislatif terdiri dari wakil yang berasal dari berbagai macam kekuatan politik, termasuk kelompok minoritas dalam masyarakat. Representasi proporsional daftar menghasilkan keragaman dalam nominasi kandidat, dan membantu terpilihnya kandidat dari kelompok minoritas. Contohnya proporsi anggota legislatif perempuan biasanya lebih tinggi di bawah sistem-sistem representasi proporsional. 111 Sistem proporsional daftar terbuka lebih memungkinkan perempuan untuk dipilih. Untuk itu sistem kuota tetap (fixed kuota) dapat diterapkan dalam penyusunan daftar calon legislatif yang diatur dalam undang-undang pemilu. Misalnya ketentuan dalam Undang-undang pemilu dapat menetapkan partai politik harus mencantumkan sedikitnya 50% kandidat perempuan dalam daftar yang diajukan.para kandidat perempuan juga harus diletakkan dalam urutan yang berselang-seling, sehingga memungkinkan mereka terpilih. 112 Perempuan di Parlemen Indonesia Hasil Pemilu 2004 dan 2009 Menurut data yang ada bahwa perkembangan partisipasi politik perempuan, dalam konteks menjadi anggota legislatif baik di tingkat pusat maupun kabupaten/kota dan provinsi seharusnya tinggi jika dilihat dari data jumlah pemilih perempuan yang ada. Data keterwakilan Perempuan di Legislatif dari hasil Pemilihan Umum tahun 2004 antara lain: (1).Berdasarkan hasil KPU, dari 550 kursi DPR, hanya 61 orang perempuan yang berhasil terpilih (11,09%).Sedikit kemajuan dari angka di tahun 1999 ( 9%); (2).Jumlah ini lebih kecil dari total pencalonan perempuan sebagai anggota legislatif yang mencapai 32,2% atau 2507 dari 7756 caleg; (3).Hanya 110 Ani Soetjipto, op.cit., hal Peter Schroder, Strategi Politik, (Jakarta: Friedrich Nauman Stiftung, 2003), hal Ibid., hal

8 9 Parpol dari 17 parpol yang memiliki kursi di DPR, mempunyai wakil perempuan. Partai Golkar menempatkan wakil perempuan terbanyak (18 orang), sedang paling sedikit adalah PBR dan PDS (masing-masing 2 wakil perempuan). Tidak ada wakil perempuan dari PBB yang memperoleh 11 kursi di DPR; (4).Mengacu pada perolehan kursi Golkar dan PDIP, jumlah perempuan dari dua parpol ini sangat tidak signifikan, rata-rata kurang dari 15% (Golkar 14,8% dan PDIP 11%); (5).Nominasi perempuan di parpol ternyata tidak ada korelasi dengan perempuan yang terpilih. Tabel 1 Wakil Perempuan di DPR RI Tahun 2004 Parpol PR LK Jumlah Kursi Golkar 18 (14) 110 (86) 128 PDIP 12 (11) 97 (89) 109 PPP 3 (5,17) 55 (94,82) 58 Partai 6 (10,5) 51 (89,5) 57 Demokrat PKB 7 (13,46) 45 (86,53) 52 PAN 7 (13,46) 45 (86,53) 52 PKS 3 (6,66) 42 (93,33) 45 PBR 2 (15,38) 11 (84,61) 13 PDS 3 (25) 9 (75) 12 Sumber: KPU dan diolah dari berbagai sumber. Untuk tingkat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada tahun 2004 dapat kita lihat dari fakta dan data yang ada, antara lain: (1).Jumlah perempuan anggota DPD adalah 27 orang atau 21, 09% dari total seluruh anggota DPD; (2).Angka ini lebih tinggi dari total caleg DPD yang hanya 8,83% (83 dari 940 orang); (3).Berarti dari pencalonan perempuan sebagai anggota DPD, sejumlah 32,5% berhasil terpilih (27 dari 83 orang) atau hampir sepertiga dari keseluruhan calon anggota DPD perempuan terpilih menjadi anggota DPD; (4).Di 4 provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi utara, 50 % atau lebih anggota DPD yang terpilih adalah perempuan; (5).Dilihat dari urutan perolehan suara, di hampir 50 % provinsi perempuan merupakan kandidat terpopuler pertama dan kedua. Artinya pemilih tidak alergi pada kandidat perempuan, dan perempuan sebagai kandidat juga telah menunjukkan kekuatan untuk mendapatkan dukungan suara. Dari Tabel 2 dapat dilihat 9 Provinsi tidak memiliki wakil perempuan sebagai anggota DPD (Sumut, Sumbar, Jatim, NTT, NTB, Sultra, Sulsel, Jabar, Gorontalo). Tabel 2 Wakil Perempuan di DPD No Provinsi Perempuan 1 NAD 1 2 Bengkulu 1 3 Riau 3 4 Jambi 1 5 Sumsel 1 6 Lampung 1 7 Bangka Belitung 1 8 Kepulauan Riau 1 9 DKI Jakarta 1 10 Jawa Tengah 1 11 DI Yogyakarta 1 12 Banten 1 13 Bali 1 14 Kalbar 2 15 Kaltim 2 16 Kalteng 1 17 Sulawesi Utara 2 18 Sulawesi Tengah 1 19 Maluku 1 20 Maluku Utara 1 21 Papua 1 22 Irian Jaya Barat 1 Sumber : KPU dan diolah dari berbagai sumber Tampak jelas dari data tersebut (Tabel 3), walaupun ada peningkatan persentase keterwakilan perempuan di DPR maupun Di DPRD, akan tetapi masih sangat kecil, dan bila dilihat dari kuota 30% menurut amanat undang-undang masih sangat jauh. Pada Pemilu 2004 yang diatur pelaksanaanya dalam Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD yang mana telah memasukan aturan kuota 30% bagi pengusulan calon legislatif oleh partai politik. Akan tetapi aturan tentang kuota ini tidak memiliki kekuatan memaksa bagi partai maka dalam pelaksanaanya pengusulan calon legislatif masih didominasi oleh laki-laki pada urutan daftar calon jadi. Begitu juga dalam penetapan calon terpilih yang diberikan kepada nomor urut apabila tidak ada calon yang memenuhi bilangan pembagi pemilih. 120

9 Tabel 3 Wakil Perempuan di DPRD Provinsi seluruh Indonesia Tahun 2004 Provinsi PR LK Jumlah Kursi NAD 4 (5%) 65 (95%) 69 Sumut 3 (3%) 82 (97%) 85 Jatim 16 (16%) 84 (84%) 100 NTB 4 (7%) 51 (93%) 55 Bali 4 (7%) 51 (93%) 55 Sumbar 5 (9%) 50 (91%) 55 Sumsel 7 (11%) 58 (89%) 65 Kalbar 3 (5%) 52 (95%) 55 Lampung 6 (9%) 58 (81%) 65 Sulut 8 (17%) 37 (83%) 45 Sulsel 5 (7%) 70 (93%) 75 Jateng 15 (15%) 85 (85%) 100 Banten 4 (5%) 71 (95%) 75 Yogyakarta 5 (9%) 50 (91%) 55 NTT 5 (9%) 50 (91%) 55 Jambi 6 (13%) 39 (87%) 45 Sumber: KPU, dan diolah dari berbagai sumber Banyaknya partai politik sebagai peserta dan terbukanya daftar calon tidak membuat perempuan menjadi mudah untuk terpilih. Bila mekanisme rekrutmen calon dan penyusunan daftar calon tidak diatur agar perempuan dinominasikan oleh partai. Hasilnya tidak ada perubahan signifikan terhadap representasi perempuan di parlemen. Demikian juga pada pemilu 2009 dengan undang-undang yang baru dimana menerapkan kewajiban partai politik untuk kuota 30% bagi pengusulan calon legislatif dengan daftar calon terbuka dan juga menerapkan urutan nama dalam daftar calon setiap 3 (tiga) calon diharuskan ada 1 (satu) calon perempuan, sehingga mampu mengangkat perempuan lebih banyak berada pada nomor urut yang tersebar. Hasil perolehan kursi untuk perempuan dalam parlemen pada pemilu 2009 adalah sebagai berikut: untuk perempuan di DPR RI : 18 %; Perempuan di DPD 27% dan DPRD Propinsi: 14,34% (17) jumlah ini mengalami peningkatan dari pemilu 2004 akan tetapi belum sebagaimana yang diharapkan. Adanya pemaksaan kepada partai politik untuk menominasikan perempuan dengan persentase 30% dalam daftar caleg dan susunan daftar caleg yang diatur memang berimplikasi terhadap peningkatan jumlah perempuan dalam daftar-daftar caleg. Selanjutnya perempuan tetap harus berkompetisi dengan laki-laki dalam memperoleh suara dari pemilih. Dalam kompetisi ini partai politik tidak mempunyai tanggung jawab dalam hasil akhir, karena partai tidak bisa mengontrol pemilih dalam memberikan suaranya. Penutup Dari data-data yang di peroleh dapat disimpulkan bahwa partisipasi perempuan untuk menjadi anggota legislatif masih sangat minim dan perkembangannya tidak signifikan. Hasil perolehan kursi untuk perempuan dalam parlemen pada pemilu 2009 mengalami peningkatan dari pemilu Namun jumlah ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Tahun 2004 dari 550 kursi DPR, hanya 61 orang perempuan yang berhasil terpilih (11,09%). Pada tahun 2009, kursi untuk perempuan dalam parlemen di DPR RI sebesar 18 %. Untuk lembaga DPD hasil pemilu tahun 2004, jumlah perempuan anggota DPD adalah 27 orang atau 21, 09%, dan hasil pemilu di tahun 2009 sebesar 27%. Artinya dapat dikatakan pemilih tidak alergi pada kandidat perempuan. Selain itu, perempuan sebagai kandidat juga telah menunjukkan kekuatan untuk mendapatkan dukungan suara. Daftar Pustaka Budiardjo, Miriam Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: PT Gramedia. Croissant, Aurel Gabriele Burns, Marei John (eds) Politik Pemilu di Asia Tenggara dan Asia Timur. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung. Francisia SSE SEDA Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia, dalam Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah. Jakarta: IDEA. Matland, Richard E Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan: Rekrutmen Legislatif dan Sistem Pemilihan dalam Parlemen dalam Perempuan di Parlemen: bukan sekedar jumlah. Jakarta: IDEA. Napitupulu, Paimin Peran dan Pertanggungjawaban DPR Kajian di DPRD Provinsi DKI Jakarta. Bandung: PT. Alumni. Schroder, Peter Strategi Politik. Jakarta: Friedrich Nauman Stiftung. Shvedova, Nadezhda Kendala-kendala terhadap Partisipasi Perempuan dalam Parlemen dalam Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah. Jakarta: IDEA. Soetjipto, Ani Kuota 30 % Perempuan: Langkah Awal Bagi Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia. Jurnal Ilmu Politik No 19 (AIPI). 121

10 Swantoro, F. S Kampanye dan Profil Pemilu 1997, Analisis CSIS (Edisi Maret- April).. (Tanpa Tahun). Through Partnership Between Men and Women in Politics [Artikel online]. Inter-Parlementary Union. Tersedia di: diunduh 8 Mei 2011 Pukul Wib.. (Tanpa Tahun). Tinjauan Singkat Tentang Sistem Pemilu yang Diusulkan dalam Rancangan Amandemen Terhadap Undang-Undang nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilu [Artikel online]. Tersedia di: www-.cetro.or.id/mpr/sistempemilu.pdf; diunduh 23 Juli 2005 Pukul Wib. 122

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF 9 APRIL 2009 Jl Terusan Lembang, D57, Menteng, Jakarta Pusat Telp. (021) 3919582, Fax (021) 3919528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id METODOLOGI Quick

Lebih terperinci

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014 HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF 2014 Rabu, 9 April 2014 Metodologi Exit Poll Exit poll merupakan penelitian perilaku memilih (voting behavior) ketika pemilih berada di TPS. Total sampel 2000 responden,

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI JULI 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id IHTISAR TEMUAN Pada umumnya publik menilai bahwa

Lebih terperinci

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN Temuan Survei Nasional Juli 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id Tujuan Survei Mendekatkan desain institusional, UU dan UUD, dengan aspirasi publik agar

Lebih terperinci

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Oleh: Ani Soetjipto Akademisi Universitas Indonesia I. Hilangnya koherensi hulu-hilir tindakan affirmative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan

Lebih terperinci

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Diskusi Media, 18 September 2016 Bakoel Koffie Cikini Pengantar Pembahasan RUU Penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009 SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009 EXIT POLL 9 APRIL 2009 Jl Terusan Lembang, D57, Menteng, Jakarta Pusat Telp. (021) 3919582, Fax (021) 3919528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi data Berdasarkan bagian Latar Belakang di atas, pengelompokan parpol menurut asas dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok parpol. Ketiga kelompok parpol tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

Penataan Ulang Dapil

Penataan Ulang Dapil Penataan Ulang Dapil Dengan sedikit perubahan pada tahun 2008, daerah pemilihan anggota DPR dan DPRD yang ada sekarang ini tidak hanya sudah berlaku selama tiga kali pemilu (2004, 2009, dan 2014), tetapi

Lebih terperinci

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik - FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL FISIP UI) Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih Pemungutan Suara Pemungutan Suara PPS Mengumumkan Salinan Hasil Dari TPS 10 11 April 2009 Rekapitulasi Di PPK Rekapitulasi Di KPU Kab./Kota Rekapitulasi Di KPU Provinsi Rekapitulasi Di KPU Pusat Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1 PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014

SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014 SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014 Data Survei Nasional 15 25 Maret 2013 Prepared by: INDO BAROMETER Jl. Cikatomas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN 1 Biro Perencanaan dan Data 1. Bagian Program dan Anggaran Menyusun rencana, program, anggaran,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

Pembaruan Parpol Lewat UU

Pembaruan Parpol Lewat UU Pembaruan Parpol Lewat UU Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik

Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik Survei Nasional 1-12 FEBRUARI 2012 Jl. Lembang Teusan,D-57, Menteng, Jakarta Pusat 10310 Telp. (021) 391 9582, Fax (021) 391 9528 Website:

Lebih terperinci

Konsolidasi Demokrasi. Lembaga Survei Indonesia (LSI)

Konsolidasi Demokrasi. Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kualitas Pelaksanaan Pemilu dan Konsolidasi Demokrasi Sebuah Evaluasi Pemilih Lembaga Survei Indonesia (LSI) Juli 2009 Latar Belakang Dalam tahun 2009 ini ada dua peristiwa politik lima tahunan paling

Lebih terperinci

PUSKAPOL DIP FISIP UI,

PUSKAPOL DIP FISIP UI, PUSKAPOL DIP FISIP UI, 2010 1 PUSAT KAJIAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA (PUSKAPOL DIP FISIP UI) Tim Peneliti: Sri Budi Eko Wardani Ani Soetjipto

Lebih terperinci

Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009

Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009 Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009 September 2008 Jl. Lembang Terusan No. D 57, Menteng Jakarta Pusat Telp. (021) 3919582, Fax (021) 3919528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD

LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI 2007 DAN 2008 Wisma Tugu Wahid Hasyim Lt 1-2 Jl. Wahid Hasyim 100 Jakarta 10340, Telp. (021) 3156373, Fax (021)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara,

I. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menganut konsep demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan umum (pemilu) yang melibatkan masyarakat untuk memilih secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.22&24/PUU-VI/2008 TENTANG SUARA TERBANYAK II.A. Sekilas Tentang Gerakan Perempuan dan Usulan

Lebih terperinci

SISTEM PEMILIHAN UMUM

SISTEM PEMILIHAN UMUM SISTEM PEMILIHAN UMUM Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam: pemilihan mekanis dan pemilihan organis Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat, BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SUMSEL 2015

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SUMSEL 2015 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 46/08/16/Th.XVIII, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SUMSEL 2015 Indeks Demokrasi Indonesia 2015 Provinsi Sumsel tahun 2015 sebesar 79,81, meningkat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditetapkannya kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan dalam proses politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan terobosan besar

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

Pemilihan Caleg Perempuan Opsi untuk kemajuan

Pemilihan Caleg Perempuan Opsi untuk kemajuan Pemilihan Caleg Perempuan Opsi untuk kemajuan Oleh: Kevin Evans Pendiri: www.pemilu.asia Di WRI Jakarta Tujuan.. 8 Maret baru lewat lagi. Selama sekian tahun kita membahas masalah menyangkut masalah jender

Lebih terperinci

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016 No. 53/09/73/Th. VIII, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK SURVEI OPINI PUBLIK EKSPERIMENTAL EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK Survei Nasional 10 20 Oktober 2013 Jl. Cikini V No 15 A Menteng, Jakarta Pusat 10330 Telp. (021) 3917814

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perempuan dalam bidang politik pada dasarnya sangat besar bukan saja secara kuantitas melainkan juga kualitas. Namun demikian di banyak negara di dunia, baik

Lebih terperinci

SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOTA MALANG SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN MEMBANGUN SINERGI DAN STRATEGI Prof. M. Mas ud Said, PhD (Masyarakat Ilmu Pemerintahan

Lebih terperinci

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota K E S I M P U L A N Kesimpulan CECILIA BYLESJÖ DAN SAKUNTALA KADIRGAMAR-RAJASINGHAM DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota parlemen mencapai 8,1 persen. Pada tahun 2002

Lebih terperinci

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013 ANATOMI CALEG PEMILU 2014 FORMAPPI 3 Oktober 2013 I. Pengantar Alasan melakukan kajian: Membantu pemilih mendapatkan informasi yang utuh tentang Caleg dalam Pemilu 2014. Lingkup kajian: Profil Caleg Pemilu

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN PELUANG PEREMPUAN DI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014

TANTANGAN DAN PELUANG PEREMPUAN DI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 TANTANGAN DAN PELUANG PEREMPUAN DI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 Nurhamidah Gajah Universitas Muhammadiyahh Tapanuli Selatan, Jl.St.Mohd.Arief No.32 Padangsidimpuan Email : m_nurhamidah@yahoo.co.id

Lebih terperinci

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004?

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? Hak Pemilih T: Apa yang menjadi Hak Anda sebagai Pemilih? J: Hak untuk terdaftar sebagai pemilih bila telah memenuhi semua syarat sebagai pemilih. Hak untuk memberikan suara

Lebih terperinci

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah PEMILU Oleh : Nur Hidayah A. PENGERTIAN PEMILU Merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan. Pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015 No. 46/08/32/Th.XVIII, 05 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) JAWA BARAT TAHUN 2015 RELATIF LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN IDI NASIONAL

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 No. 46/08/17/III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 SEBESAR 73,60 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi memiliki pemikiran mendasar mengenai konsep

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat info.spdindonesia@gmail.com +621 3906072 www.spd-indonesia.com Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DI INDONESIA

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DI INDONESIA PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DI INDONESIA Prinsip-Prinsip Demokrasi 1. Pemisahan kekuasaan; 2. Pemerintahan konstitusional; 3. Pemerintahan berdasarkan hukum; 4. Pemerintahan mayoritas; 5. Pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem politik demokrasi modern menempatkan sebuah partai politik sebagai salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan sistem pemerintahan. Demokrasi modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci