BAB II LANDASAN TEORI DAN PERSAMAAN UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI DAN PERSAMAAN UMUM"

Transkripsi

1 7 BAB II LANDASAN TEORI DAN PERSAMAAN UMUM 2.1 Pengenalan Extrusion Blow Molding Pengertian Extrusion Blow Molding. Extrusion Blow Molding adalah salah satu metode pencetakan bahan plastik. Dalam proses ini, plastik berbentuk pipa yang dihasilkan secara extrusion ( Bentuk ini dinamakan parison ) yang kemudian digunakan untuk menghasilkan botol dengan bentuk-bentuk tertentu. Parison panas dalam kondisi yang masih lunak ditiup dengan udara bertekanan. Parison akan mengembang ke seluruh sisi mold cavity mengikuti bentuk dan ukuran cetakan kemudian didinginkan. Blow molding sering digunakan untuk menghasilkan botol berbentuk tabung atau container plastik Bagian Mesin dan Fungsi dari setiap Part Extrusion Blow Molding. Gambar 2.1 Extrusion Blow Molding Machine Skematik Diagram ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course ) 7

2 8 1. Extruder Motor Penggerak Screw didalam barrel untuk memutar dan mendorong lelehan material didalam Die Head. 2. Gear Box Mengurangi kecepatan dari motor extruder terhadap kecepatan yang diperlukan, cukup untuk mendorong material didalam Die Head. 3. Hopper Penampungan muatan material. 4. Extruder Bagian dari mesin yang menerima material resin solid, membawa disekeliling barrel dengan alat Screw yang berputar, material meleleh dengan alat Heater dan memompanya dengan tekanan didalam Die Head. 5. Cooling Fan Mendinginkan kembali Barrel selama mesin mati untuk mencegah material dari penurunan ( degradation ). 6. Heating Bands Alat yang terlekat diatas Barrel dan Die Head digunakan untuk melelehkan material solid pada temperature yang telah ditentukan. 7. Die Head Digunakan untuk membentuk lelehan resin menjadi parison dan juga digunakan untuk menyetel karakteristik lelehan resin untuk menciptakan parison yang stabil. 8. Die dan Pin Digunakan untuk meluruskan aliran dari parison untuk memperoleh kondisi yang baik dan mencenterkan parison. 9. Hot Cutting Memotong parison setelah mold ditutup kemudian dilanjutkan proses blowing ( peniupan ). 10. Blow Pin Digunakan untuk meniup didalam parison dengan udara bertekanan untuk menggembungkanya setelah mold tertutup dan membentuk design yang diinginkan dari mold.

3 9 11. Mold Sebuah bentuk berlubang atau cavity di dalam-nya yang mana lelehan material plastic yang dikenal parison, memberi bentuk komponen yang diperlukan. 12. Deflaser Digunakan untuk memotong kelebihan material di botol yang mana dikenal flash material ( Top, Handle dan Bottom ). 13. Post Cooling. Bagian dari mesin yang digunakan untuk mendinginkan sisi dalam botol, untuk mengurangi waktu pendinginan yang diperlukan didalam mold. 14. Article Discharge. Bagian mesin yang digunakan untuk membawa botol keluar Proses kerja dari Extrusion Blow Molding Proses extrusion blow molding dimulai dengan ekstrusion konvensional untuk menghasilkan tube ( parison) dengan menggunakan die head dan die pin. Parison umumnya dilelehkan dengan arah kebawah diantara dua bagian cetakan yang terbuka. Saat parison mencapai panjang tertentu. Cetakan ditutup, menahan bagian leher botol dan menutup bagian bawah botol. Sebuah blowpin dimasukkan kebagian neck dari parison yang masih panas dan secara simultan membentuk ulir bagian neck dan meniup parison didalam cetakan. Setelah botol dingin, cetakan dibuka dan botol dikeluarkan dari cetakan. Kelebihan bahan plastik pada bagian neck dan bagian bottom botol dipotong dan dibersihkan. Jenis Plastik yang dapat digunakan : HDPE, PVC, PC, PP dan PETG.

4 10 A. Proses Extrucsion Blow Molding yang merubah Resin menjadi Produk Botol. Blow molding adalah proses fabrikasi yang merubah raw material ( resin ) kedalam produk finish. Gambaran dibawah akan terlihat bagaimana raw material dapat dirubah kedalam botol. Raw Materials (RM) Plastic Resin + Colorant + Additive Finished Product (BOTTLE) Gambar 2.2 Komposisi produk botol plastik ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course ) B. Prinsip Kerja dari Extrusion Blow Molding Gambar 2.3 Prinsip kerja extrusion blow molding ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course )

5 11 Secara prinsip kerja dari Extrusion Blow Molding : 1. Resin dilelehkan oleh heater dan dikenyalkan ( diliatkan ) dengan sebuah extruder. 2. Lalu diperpanjang supaya ia membentuk potongan tube parison yang sesuai ukuran dari produk sambil ia melewati lintasan die. 3. Udara lalu ditiup didalam parison mengakibatkan dinding parison menekan terhadap dinding cavity dalam mold. Setelah parison dingin dan menjadi solid didalam mold, udara dibebaskan. 4. Secara final, mold akan terbuka dan produk ke deflasher dan dikeluarkan dari mesin. [2] Gambar 2.4 Proses extrusion blow molding ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course )

6 12 C. Perputaran Mesin Blow Molding Extrusion Gambar 2.5 Extrusion blow molding machine cycle ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course ) 2.2 Pengenalan dari Produk Botol Extrusion Blow Molding Macam macam bentuk dari Packaging Botol. Gambar 2.6 Macam-macam bentuk botol dari Proses Extrusion Blow Molding ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course )

7 Bagian-bagian botol sebelum di-finish. 1. Abfal Neck atau Dome 2. Neck Bottle, untuk tipenya : a. Snap b. Screw c. Screw dan Ratchet 3. Body atau Cavity Bottle 4. Bottom Bottle 5. Abfal Bottom atau flash material Gambar 2.7 Bagian dari produk botol plastik Extrusion Blow Molding ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) Setiap bagian-bagian botol dibatasi oleh parting line. Parting line ini sangat penting dalam mendesain blow mold, dapat ditentukan berdasarkan : Bagian yang mengalami perubahan, misalnya : a. Volume yang dapat dirubah, maka tepi bagian atas dan bawah body sebagai parting line. b. Bentuk neck yang dapat dirubah, maka sebagai parting line didaerah neck (Gambar 2.8). c. Bentuk bottom yang dapat dirubah. Pada bagian bottom, parting line dapat diambil dibagian dasar dari botol, ini berdasarkan faktor keindahan botol seperti botol kosmetik (Gambar 2.9). Untuk botol yang lain parting line bottom dapat ditempatkan didaerah sisi bottom botol (Gamabr 2.10). Catatan : Untuk penenmpatan Parting Line pada botol harus menghindari dari radius.

8 14 Gambar 2.8 Parting Line pada Neck Gambar 2.9 Parting Line pada Base Bottom Gambar 2.10 Parting Line pada Side Bottom ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) Teknik mendesain kemasan botol A. Dalam mendesain kemasan botol harus memperhatikan : a. Kenali fungsi kemasan botol tersebut. b. Kenali material plastik yang akan dipakai. c. Kenali dasar desain cetakan. d. Sifat isi produk. e. Mesin yang akan dipakai produksi. f. Mesin/ alat/ proses selanjutnya yang akan dipakai sampai barang jadi. g. Kenali kemasan itu disimpan. h. Kenali bagaimana kemasan itu akan dikirim. B. Berdasarkan proses extrusion blow molding, dalam mendesain kemasan botol plastik harus diperhatikan sebagai berikut : a. Untuk proses inside parison perbandingan mulut botol dan bagian terbesar dari bodi botol maks 2.5x 3x

9 15 Gambar 2.11 Ketentuan dari Inside Parison Gambar Mold dengan Gambar Mold dengan menggunakan Inside Parison menggunakan Outside Parison ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) b. Outside parison perbandingan tergantung dari sarana mesin yang tesedia dan batasan estetika yang diijinkan oleh pelanggan. c. Hindari bentuk-bentuk yang tajam. d. Hindari bagian bawah ( bottom ) yang menjorok terlalu dalam Persyaratan utama dalam mendesain botol Didalam mendesain botol, selain kita memperhatikan fungsional dan estetika dari produk juga harus diperhitungkan faktor lain yaitu: a. Dimensi Produk. Dimensi produk ini sangat penting dalam penentuan pemilihan mesin, ukuran mold, jumlah cavity selain itu juga penentuan box packaging

10 16 saat pengiriman produk ke customer. Adapun dimensi yang perlu diketahui terlihat pada gambar dibawah. b. Berat Produk Setiap produk mempunyai berat yang berbeda-beda tergantung dari dimensi dan material yang dipakai. Dalam mengetahui berat untuk rancangan produk sangat penting dalam menentukan costing dari pihak marketing, selain komposisi material yang ada didalam kemasan botol tersebut. Berat dalam rancangan botol tersebut dapat dicari dengan rumusan dibawah ini : material = g botol : V botol... ( 2.1 ) ( Kenneth G. Budinski, Engineering Material, halaman 37 ) material = density material... ( gr/ml), lihat tabel 2.1 Srinkage material. g botol = berat botol...( gr ) V botol = volume botol...( ml ) Untuk menghitung volume, terlebih dahulu harus menentukan ketebalan dari botol: Standart ketebalan rata-rata material botol untuk volume botol 1 Liter : ( PT. BIL, Blow Moulding, 1998 ) HDPE, PP = 0.8 mm PET = 0.5 mm c. Brim Full...( ml) Kondisi dimana botol diisi sampai volume penuh. d. Fill Level...( ml) Volume dengan ketinggian tertentu sesuai permintaan customer, biasanya 10% dibawah Brim Full.

11 17 Gambar 2.14 Dimensi dari produk botol plastik ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) Bagian bagian yang harus diperhatikan dalam mendesain Produk Botol. Bagian dari desain harus memasukkan faktor-faktor yang berkaitan dengan kebutuhan fungsional dan penampilan, sifat sifat material dan kelayakan pengolahan dalam mencapai solusi yang dapat diterima dalam hal kinerja dan biaya. Produk Blow Molding harus didesain dengan banyak sekali radius pada bagian sudut, tulangan ( ribs ) dan tepi guna mencapai keseragaman tebal dinding, sebagai hasil lebih cepat pendinginan dan tekanan internal serta perubahan bentuk produk akan berkurang. Dalam kasus botol (Gbr. 2.15) adalah sangat penting bahwa radius yang banyak di area tersembunyi dari botol. Penipisan menyebabkan tegangan retak diantara bagian pinch-off dan ujung-ujung yang sangat tipis. Tepi bawah yang dibulatkan ( Rounded ) mengandung tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan pinggiran yang tajam. Oleh karena itu, radius dibagian tepi memiliki ketahanan yang lebih terhadap tegangan retak. Sebuah cekungan di dasar botol bertindak sebagai penahan goncangan (

12 18 shock absorber ) dan meningkatkan kekuatan impak. Desain keseluruhan botol harus se-elastis mungkin sehingga energi impact dapat diserap. Untuk alasan tersebut botol silinder lebih disukai sebagai kontainer dari pada penampang empat persegi panjang. dan hubungan diantara dinding samping dan dasar harus memiliki radius sebesar mungkin. Pada dinding sisi bahu dan leher sendi bahu, desainnya sama mendekati yang ada. Didalam pinggang botol yang terdapat lengkungan, smooth lebih baik daripada yang tajam. Pemasangan sudut yang tajam harus dihindari pada tulangan ( rib ) vertikal atau horizontal. Undercut yang besar juga harus dihindari, ini dapat mencegah pelepasan produk dari cetakan atau menyebabkan perubahan bentuk ( distortion ) yang berlebihan selama pelepasan. Secara umum rasio diameter produk jadi ( finishgoods ) dengan parison harus di kisaran 4:1, nilai tepatnya tergantung pada material, proses, dan detail desain. Bermacam-macam derajat dari kempisnya dinding dapat terjadi. Ini disebabkan dari negative pressure didalam produk ( container ) dan mungkin muncul dari penyebaran isi sisi luar yang melalui dinding, dari penyerapan satu atau lebih gas atsmosfer didalam botol atau dari penyegelan yang dilakukan sebelum waktunya dari wadah yang mana telah diisi pada temperature yang tinggi. Dengan desain yang tepat, memastikan sejumlah dari kempisnya dinding yang dapat disesuaikan tanpa perubahan bentuk ( distortion ) yang terlihat. Semua jari-jari cetakan harus berkisar 0.25 inch. Hal ini sangat penting untuk HDPE dibanding LDPE sebab ia mempunyai sifat kristalisasi yang lebih besar yang menyebabkan tegangan retak disekitar atau dampak kerusakan ( kegagalan ) akibat area tegangan sisa yang tinggi pada radius yang kecil. Jari-jari yang kecil juga mengakibatkan bagian yang tipis. Bagian bawah dari kontainer harus cekung tidak boleh datar, untuk menghindari sedikit distorsi bagian bawah yang mengakibatkan botol yang tidak dapat berdiri tegak. Jari-jari kelengkungan sekitar 1,5 kali dari diameter botol yang disarankan. Penempatan Lugs pada garis perpisahan (

13 19 parting line ). Lugs dapat ditempatkan didaerah lain selain parting line. Tetapi biasanya digunakan untuk hollow ( Gbr. 2.15). Desain neck berupa thread dapat dipilih dari standart industry, kecuali untuk snap-on. Tipe screw yang menopang thread dianjurkan. Penopangan jenis ini memerlukan sudut dasar penopangan kira-kira 100 dimana akan menjaga daya pegangan cap ( clousure ) secara maksimum. Gaya pegas dari Polypropylene atau polyethylene seperti cap dapat selip keatas dan melebihi ulir botol. Waktu pemakaian thread untuk cap minimal 1 putaran juga direkomendasikan untuk menghindari daya angkat atau kemiringan dari cap. Untuk mendapatkan desain mold yang tepat dengan kapasitas container yang diinginkan adalah sulit disebabkan pengaruh dari shrinkage polyethylene. Berdasarkan pengalaman terdahulu data shringkage dari pengetesan setiap cavity adalah sangat penting sebagai acuan yang baik. Disini tidak dapat diukur secara tepat dengan membacanya sepintas diatas shringkade blow molded polypropylene atau polyethylene, shrinkage dipengaruhi oleh interaksi dari tipe resin, temperature mold, temperature yang tersedia, cycle time dan tebal produk. Penambahan perawatan permukaan dan waktu pemanasan untuk decorasi diatas botol akan meningkatkan shringkade. Toleransi dapat diberikan ± 5 sampai 10 %, diatas ukuran dari produk botol. Seperti telah disebutkan, botol harus cocok dengan produk yang customer pegang. Designer harus memperhitungkan factor-faktor seperti Beban Puncak ( Top Load ), Perbandingan Blow-up, Temperatur Isi, Penyokong bagian bawah, Labeling, Capping, Tebal Dinding, Ketajaman atau Sudut, Kekuatan Drop, Fungsional dan Daya Tarik bagi Customer. Sebagai contoh, tahanan untuk beban puncak mulai dari bawah dekat bagian atas ( Top ) ( Gbr 2.16). Daerah botol yang digunakan sebagai posisi label harus memiliki kondisi yang lebih dangkal, sehingga beban puncak ( Top Load ) tidak berpengaruh. ( Gbr 2.17 ). Desain dari penyokong bawah ( bottom ) merupakan persyaratan yang memungkinkan botol tetap stabil dan untuk

14 20 mencegah botol rubuh ( Gbr 2.18 ) Hal ini juga mencakup sudut sudut yang tajam dan push-up. [3] Gambar 2.15 Tatanama dari round blown container Gambar 2.16 Desain Shoulder untuk Beban atas ( Top Load ) dan Kekuatan tumpukan ( Stacked strength ). Gambar 2.17 Tempat label untuk kekuatan kolom

15 21 Gambar 2.18 Desain bottom untuk penyokong dan stabilitas ( Sumber : Donal V Rosato, Designing Blow Molded Product) 2.3 Pengenalan dari Mould Extrusion Blow Bagian - bagian dari mould blow extrusion. Setiap part mempunyai fungsi penting untuk menciptakan produk yang berkualitas, sesuai dengan bentuk botol yang diinginkan, didalam proses blow molding ekstrusion.

16 22 CAVITY - Bagian dari membentuk mold yang permukaan luar dari bagian yang dicetak. STRIKER PLATE - Bagian atas dari neck part, yang berfungsi sebagai landasan pemotongan parison oleh cutting sleeve pada ujung blowpin. NECK INSERT - Bagian untuk membentuk ulir atau snap disekitar neck botol. BOTTOM INSERT - Bagian untuk membentuk bagian bawah botol, seperti : lug, push up, push off scar. PINCH OFF - Bagian yang menekan atau memencet parison, menyatukan bagian yang ditekan bersamasama dan memotong flas dari produk.

17 23 GUIDE PIN DAN BUSHING - Bagian yang digunakan untuk menjaga kesejajaran. Ketika kedua mold tertutup. GUIDE PIN GUIDE BUSHING COOLING SYSTEM - Mengatur temperature dari mold. COOLING SISTEM AIR VENT - Bagian lubang angin diantara cavity dan parison. AIR VENT FLASH POCKET - Ruang / tempat untuk memegang flash atau resin yang berlebihan. FLASH POCKET

18 24 BACK PLATE - Plate untuk mengunci ( memegang ) mold. Gambar 2.19 Bagian bagian dari mold extrusion blow moulding ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course ) Dasar dasar Desain Mold Extrucsion Blow Molding. Hal-hal yang mendasar dari karakteristik desain Mold Blow yang berhubungan dengan bentuk hollow article untuk diproduksi dan metode yang baik yang di perkenalkan untuk blowing medium. Faktor yang harus dipertimbangkan terhadap design mold blow sebagai berikut : material dari mold blow, ukuran dan berat dari produk dan mold, kontur, variasi design yang diinginkan misal neck insert, bottom plate, tektur permukaan, lokasi dan opening blow yang tersedia, parting line, shrinkage material plastik, dan center distance cavity. Dari banyaknya factor yang mempengaruhi design dan kontruksi mold blow yang paling berpengaruh adalah desain dari produk botol blow. Hubungan ukuran yang berlebih, seperti halnya lebar top, bottom dan bagian tengah yang sangat ekstrem atau bagian sempit yang sangat ekstrem tidak hanya sukar diblow, tetapi kesulitan juga timbul dibagian konstruksi mold. Material juga sebagai factor utama. Untuk contoh LDPE yang mempunyai sifat yang lunak, seringkali pinchedoff menggunakan cast almunium. Sedangkan untuk HDPE yang mempunyai sifat yang lebih keras, pinched-off menggunakan aircraft almunium dan berylliumcopper.

19 Bagian-bagian Mold Blow Pada umumnya blow mold di-design menjadi 3 bagian, yaitu bagian neck, bagian body dan bagian bottom. Tiap-tiap bagian mold terutama bagian neck, sebaiknya mempunyai saluran pendingin tersendiri, lengkap dengan inlet dan outlet-nya. Pertimbangan penempatan parting line, antara bagian neck, body dan bottom : a. Garis batas ( Parting Line ) yang akan nampak pada produk tidak terlalu menyolok, dan kalau dapat disembunyikan. b. Tidak menyulitkan proses manufacturing atau pembuatan mold. A. Neck Part Pada umumnya dinding produk yang dibentuk pada bagian neck ini paling tebal dan parison yang ditangkap mempunyai suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu parison yang ditangkap pada bagian-bagian yang ada dibawahnya. Oleh karena itu bagian ini memerlukan pendinginan yang efektive, bahkan dalam hal-hal tertentu perlu dibuat dari bahan yang mempunyai kemampuan penghantar panas melebihi steel, misalnya beryllium copper. Pada bagian ini pula biasanya terletak segi fungsional dari pada produk misalnya ulir dan snap. Yang memerlukan tingkat pembuatan cukup baik. Neck part dengan outside parison harus mempunyai sisi potong yang biasanya disebut cutting edge. Gambar 2.20 menunjukkan cutting edge pada neck part yang di teruskan ke pundak pada bagian body, karena pada pundak juga harus terjadi pemotongan parison. Cutting Edge ( Sisi potong ) Gambar 2.20 Cutting Edge pada Neck Part ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training )

20 26 Lebar sisi cutting edge dan besarnya sudut yang ditentukan harus dipertimbangkan. Untuk material plastik yang keras seperti PVC dan PC dimana material ini mempunyai sifat mudah menyatu, sisi cutting edge dapat dibuat sempit dengan sudut pinch-off yang besar agar hasil pemotongan parison halus. Tetapi kondisi sisi ptotong yang demikian akan mengakibatkan mudah aus dan tumpul. Sebaliknya untuk material lunak seperti PE dan PP dimana material ini bersifat sulit menyatu, maka diperlukan sisi cutting edge yang lebar dengan sudut pinch-off kecil sehingga hasil pemotongan parison menjadi kasar. B. Striker Plate. Yaitu bagian atas dari neck part, yang berfungsi sebagai landasan pemotongan parison oleh cutting sleeve pada ujung blowpin. Agar cutting sleeve dapat memotong parison dengan merata dan mempunyai daya tahan yang baik, maka : a. Kedua part tersebut, yaitu striker plate dan cutting sleeve di-finish halus terutama pada tempat berlangsungnya pemotongan. b. Kedua part dikeraskan, striker plate : 62-64Hrc, cutting sleeve : Hrc. C. Body Part Biasanya merupakan bagian yang paling besar dan sulit, sehingga paling mahal biaya pembuatannya jika dibandingkan dengan bagian-bagian lain. Pada body ini pula biasanya terletak guide pin dan guide bushing, yaitu komponen pada mold yang berfungsi menempatkan posisi saat mold membuka dan meniup. Meskipun dari segi pendingin relative tidak se-kritis pada bagian neck, tetapi karena jumlah material plastik yang perlu didinginkan paling besar berada dibagian ini, maka pada body part diberikan saluran pendingin yang cukup banyak dan melingkar-lingkar, agar tercapai keseragaman suhu disetiap tempat. Perbedaan suhu yang terjadi didalam bagian body dapat menyebabkan deformasi pada produk, dan apabila mold mempunyai lebih dari 1 cavity, maka volume produk dari

21 27 masing-masing cavity dapat berbeda karena factor penyusutan plastic menjadi berbeda. D. Bottom Part Bagian mold yang membentuk alas atau bagian bawah produk yang mempunyai peran besar pada kualitas produk, yaitu dalam hal ketahanan welding seam ( pinch-off ) dan stabilitas berdirinya produk atau botol. a. Stabilitas Yang dimaksudkan dengan stabilitas disini adalah, bahwa botol dapat berdiri tanpa bergoyang dan tidak mudah roboh. Hal ini dapat tercapai apabila bidang atau titik tumpuan duduk pada alas dari botol, terbagi secara merata dan sama serta mengelilingi titik berat. Tentu saja bentuk botol akan menentukan kekokohan berdirinya, yaitu botol yang berbentuk gemuk akan lebih kokoh berdiri dibanding botol dengan bentuk ramping. Oleh karena itu, pembuatan bottom part untuk mold botol ramping memerlukan penanganan yang lebih seksama. Ada beberapa cara untuk membuat stabilitas pada botol, dimana dibawah ini menunjukkan cara-cara yang cukup sering dipergunakan : 1. Pada bagian bottom yang membentuk alas botol diberi legokan, sehingga pada botol yang terbentuk akan mempunyai tonjolan pada bagian alasnya. Jumlah tonjolan yang pasti menjamin stabilitas berdirinya botol adalah 3 buah, yang ditempatkan pada jarak yang relative sama. Cara ini sangat mudah untuk dilaksanakan, tetapi hanya cocok untuk bentuk botol bulat atau mendekati bulat. Apabila botol berpenampang segi empat, jumlah tonjolan dibuat 4 buah dan diletakkan disetiap pojok. Pada jumlah tonjolan 3, apabila kedalaman o saling berbeda, botol masih dapat berdiri tanpa bergoyang. Pada jumlah tonjolan 4 seperti pada gambar, maka apabila salah satu kedalaman o berbeda, botol akan goyang. Besarnya ukuran o disesuaikan, dengan besar kecilnya botol, dengan mempertimbangkan tidak rusak pada waktu dikeluarkan dari dalam mold dan tidak mengganggu segi appearance.

22 28 o Gambar 2.21 Desain Bottom Botol untuk menjaga kestabilan dengan dibuat tonjolan. ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) 2. Seperti diketahui, agar botol dapat berdiri stabil maka pada alas botol selalu dibuat cekung, dimana dengan kecekungan kekuatan alas botol menahan berat ini menjadi lebih baik. Tetapi karena kecekungan ini pula, dinding alas botol pada posisi 1 akan mengalami penekanan alas yang paling besar dibanding dengan dinding alas yang lain. Penekanan alas tersebut terjadi, yaitu pada saat mold bergerak membuka. Setelah penekanan selesai, alas botol pada posisi 1 dengan ukuran h tidak dapat kembali ke ukuran sebelumnya. Dengan demikian, alas botol tidak rata dan botol menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, pada pembuatan bottom part ukuran h pada posisi 1 harus dibuat lebih dalam dari pada posisi o. Besarnya perbedaan kedalaman tergantung dari tingkat kecekungan alas dan lebar W, dimana secara pasti baru diketahui setelah mold di-trial, yaitu dengan mengukur selisih kedalaman pada produk hasil trial. Apabila lebar parison yang dijepit dipotong oleh sisi potong pada bottom part melebihi lebar W, maka pada ujung ke-oval-an pada belahan parting line (posisi P) harus dibuat muncul, sehingga pada botol akan terjadi legokan sempit pada posisi P tersebut. (gambar 2.22). Hal ini dimaksudkan, agar ke-kasar-an bekas pemotongan parison tidak mengganjal duduknya botol sehingga botol tetap stabil. Legokan pada posisi P juga akan menghindarkan ke-tidakstabil-an botol yang diakibatkan oleh tumpulnya ataupun selipnya parting line pada tempat tersebut. Oleh karena itu,

23 29 meskipun lebar parison yang dipotong tidak melebihi lebar W, pemberian legokan pada posisi P tetap disarankan. P h W Posisi 1 Gambar 2.22 Desain Bottom Botol untuk menjaga kestabilan dengan dibuat cekung. ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) b. Pinch Off Pinch-Off adalah bagian dari mold dimana parison ditekan dan disambung menjadi satu. Hal ini harus memenuhi tiga hal : Ia harus mempunyai kekuatan struktur untuk menahan tekanan dari material plastik dan menahan pengulangan waktu mold menutup. Ia harus mendorong sejumlah kecil dari material plastik dibagian dalam dari part untuk sedikit menebalkan area weld. Dan pada waktu yang sama, memotong terusan parison untuk memberikan batas putus yang bersih yang nantinya membersihkan atau menghilangkan flash. Untuk menyempurnakan ini, sebagian mold menggunakan dua sudut pinch-off. Didalam tempat yang special, pemampatan pinch-off harus memenuhi krieteria ini ( Gambar 2.23 sampai 2.26 ). Gambar 2.23 Adalah dua sudut pinch-off yang kasar atau tidak rata. Dengan landasan ( Land ) 0.01 in akan membangun tekanan dan masih menyediakan ujung patahan yang bersih. Sudut 300 memberikan sedikit tekanan balik dan menyebabkan lelehan yang menebal di area weld ( sambungan ). Jarak dari area 300 diatur dengan sudut kedua pada 450. Sebuah kompresi pinch-off digunakan didalam tempat yang special dimana parison diulur atau diregang ke sebagian besar mold sebelum ditekan dan

24 30 disambung. Kondisi ini akan paling sering terjadi didalam radius yang tajam ketika Guide Bushing dan Guide Pin membukaan didalam kontainer yang ditangani. Sambungan biasanya tipis dan lemah. Untuk mengatasi kondisi ini, kompresi pinch-off dengan landasan 1/8 sampai ¼ in digunakan untuk mendorong banyaknya kelebihan material dibagian dalam part ( produk ). Kedalaman flash posket yang berkaitan dengan area pinch-off adalah sangat penting untuk hasil cetakan yang sesuai dan pemotongan part secara automatis. Ada tiga faktor yang menentukan kedalaman dari flash pocket : density dari material plastik yang digunakan, berat dari part ( produk ) dan berat kira-kira dari parison dan estimasi dari diameter parison. Salah menghitung kedalaman dari pocket dapat menyebabkan beberapa masalah. Seperti contoh jika kedalaman pocket terlalu dangkal, flash akan membutuhkan banyak tekanan ketika dipencet, paksaan yang tak semestinya diatas mold yaitu area pinch-off mold, yang mana akan menyulitkan dalam pemotongan secara tepat. Jika kedalaman pocket terlalu dalam, flash tidak akan kontak dengan permukaan mold untuk pendinginan yang tepat. Diantara cetakan dan autotrim dari kontainer atau produk, panas dari flash yang tidak didinginkan akan berpindah tempat kedalam pinch-off yang dingin, sehingga perpindahan panas menjadi lemah. Didalam peredaran pemotongan, kelemahan pinch-off produk akan merenggang tanpa terjadi putus secara bebas. Tepi pinch-off ( pisau memotong parison ). Lebar dari tepi pinch-off, bergantung pada material plastik yang diproses dan pada tebal dinding dari benda blow molded dan juga pada ukuran dari refief angle, kecepatan dari closing dan awal dari waktu peniupan ( blowing ). Untuk botol kecil dengan volume berkisaran 10 ml, untuk lebar bekisar 0.1 sampai 0.3 mm ( in ). Ketika proses dilakukan pada material LDPE ( Low Density Poly Ethylene ), cukup dengan menggunakan tepi yang kecil atau sempit. Aturan praktis, lebar dari tepi dalam mm yaitu akar tiga dari volume dalam liters, dapat dirumuskan sebagai berikut : [4] t = ( V )1/3...(2.2) ( Donal V Rosato, Designing and Manufacturing of Molds, 1988, halaman272 )

25 31 Gambar 2.23( a samapi d ) adalah desain dari pinch-off. Potongan pinch-off dari bagian yang sangat kritikal dari blow mold. Yang mempunyai konduktivitas panas yang sangat baik untuk laju pendinginan dan kekeran yang baik untuk beroperasinya produksi yang lama. Tipe desain pinch-off yang terlihat ( English Unit ). (a). Gulf, (b). Desain pinch-off untuk material HDPE dan sebagian banyak dari material thermoplastik yang lain. Tebal dinding parison untul semua desain adalah 0.15 in. Hanya satu sisi mekanisme yang terlihat : bandingkan dengan diatas, Kiri adalah desain dari pinch-off untuk handle dan area keliling dari pinch-off. Kanan adalah desain dari tipe pinch-off

26 32 untuk bottom pinch-off. Desain yang terlihat adalah untuk area rata yang berbatasan dengan pinchoff. (c). Desain dua pinch-off mold (Hoover Universal) (d). Menggunakan satuan Metrik. Gambar 2.24 Desain dari welding edge dan pinch-off pockets. s = Lebar tepi Welding. = Sudut pembukaan dari pinch-off pocket. t = Lebar dari pinch-off pocket. Gambar 2.25 Kaitan kekuatan sambungan dengan pinch-off. (a). Garis sambungan (weld) yang baik, diperoleh dari cara kontruksi pinch-off yang baik. (b). beralur, mengakibatkan garis sambungan (weld) yang lemah. Bentuk dari tepi pisau pinch-off yang kurang dan terlalu lebar atau terlalu sempit dari relief angle. Gambar 2.26 Lokasi dari Chime area dan Pinch-off area. ( Sumber : Donal V Rosato, Designing and Manufacturing of Molds)

27 33 E. Venting pada Mold Blow Seperti pada injection mold, maka udara yang sebelumnya berada didalam rongga cavity dari blow mold, harus dapat terusir keluar dengan mudah yaitu pada saat parison ditiup mengembang. Udara yang tidak dapat terusir akan menahan pengembangan parison, sehingga produk yang terbentuk tidak sebagaimana mestinya. o Gambar 2.27 Venting Mold Blow pada Penampang Ovale ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) Oleh karena itu juga diperlukan venting pada blow mold, dimana pembuatan venting ini menjadi sederhana apabila dapat diletakkan pada permukaan belahan atau parting line dari mold. Botol pada gambar 2.27, Pada saat parison ditiup untuk mengembang, maka dinding cavity dititik o yang merupakan jarak terdekat dari pusat pengembangan, dinding parison akan menempel terlebih dahulu. Pada pengembangan parison selanjutnya dapat digambarkan, bahwa penempelan parison dimulai dari titik o, sedikit demi sedikit meluas kesebelah kiri dan kanan dari titik o, hingga akhirnya keseluruh dinding cavity. Dengan demikian, udara didalam rongga cavity akan terdesak mengalir keluar melalui celah dengan kedalaman v dan lebar w yang ada pada permukaan belahan ( cavity ) mold. Pembuatan celah atau venting pada permukaan belahan ini dapat dilakukan dengan mudah. Ukuran kedalaman v dibuat 0,025 0,04 mm, panjang L = 3 mm atau sesuai kondisi, lebar w = 5mm atau sesuai kondisi.

28 34 Gambar 2.28 Tidak ada Area Venting Mold Blow pada Penampang Bulat ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) Gambar 2.28 merupakan penampang mold untuk botol bulat. Secara teoritis penempelan dinding parison keseluruh dinding cavity akan berlangsung bersamaan, tanpa ada udara yang terjebak dari dalam rongga cavity. Tetapi apabila ada kelainan (dalam batas tertentu), dinding cavity pada parting line mold dimana venting diletakkan, dinding parison yang tertempel terlebih dahulu, maka sisa jarak antara dinding parison dan dinding cavity yang belum saling menempel saat itu, tentu sangat kecil. Karena sangat kecil, sehingga apabila ada sedikit sisa udara yang tidak mampu keluar dari dinding parison yang menutupi venting, maka defect yang ditimbulkan tidak akan nampak jelas. F. Shrinkage ( Nilai Penyusutan Material ) Kondisi proses blow molding dapat berpengaruh tidak hanya dimensi botol saja, tetapi juga volume botol. Setelah material plastik yang dalam keadaan leleh membentuk produk didalam cavity, segera disusul proses pendinginan agar material botol menjadi beku dan kuat untuk dikeluarkan dari dalam mold. Karena pendinginan ini, material botol akan menyusut sehingga produk yang terjadi akan selalu lebih kecil dari ukuran cavity-nya. Apabila sewaktu dikeluarkan dari dalam mold produk masih mempunyai suhu yang tinggi, atau lebih tinggi dari suhu kamar, maka produk akan terus menyusut hingga mencapai suhu kamar. Maka untuk mendapatkan hasil pengukuran dimensi yang akurat, pengukuran produk harus dilakukan setelah mencapai suhu kamar. Khusus untuk jenis material PP, proses penyusutan dari material ini dapat berlangsung sampai 24 jam. Besarnya penyusutan atau shrinkage faktor dinyatakan dengan presentase seperti yang terlihat dalam tabel 2.1 Untuk jenis material yang tidak ada dalam

29 35 tabel, dapat dilihat pada brosur-brosur dari material yang bersangkutan atau ditanyakan kepabrik pembuatnya. Dengan adanya shrinkage factor, dimensi cavity didalam mold harus dibuat lebih besar. Apabila dikehendaki panjang produk = Lp, shrinkage faktor S, maka panjang cavity: L cavity = Lp + Lp. S% = Lp (1 + S%) (2.3) ( PT. BIL, Blow Moulding, n.d ) Disamping jenis material, besarnya shrinkage, sangat dipengaruhi oleh : - Tebal dinding produk - Bentuk produk - Kondisi pendinginan dan kondisi proses molding. Dengan memberikan sistem pendinginan mold yang memadai seperti yang telah diutarakan serta menjalankan proses molding dengan baik, maka pengaruh dari faktor pendinginan dan proses molding terhadap shrinkage akan kecil Alat Pendukung Tooling pendukung ini mempunyai peranan yang sangat penting selain mold itu sendiri, karena berkaitan dengan terbentuknya produk. Adapun komponen alat pendukung tersebut adalah a. Die - Komponen untuk membentuk PARISON bagian luar. Desain Die dan Mandrel ditentukan oleh beberapa faktor, seperti ukuran botol, bentuk, berat botol, neck finish, tipe resin dan lain-lain. Ada dua dasar dari mandrel yang digunakan oleh industri sekarang ini yaitu : [5]

30 36 1. Type Converging Secara normal digunakan untuk botol yang kecil dimana parison dapat disetarakan dengan neck, jadi flasing neck dapat dilenyapkan. 2. Type Diverging Biasanya digunakan untuk kontainer atau botol yang besar. Gambar 2.29 Type dari desain mandrel dan die yang digunakan dalam Blow Molding ( Sumber : Donal V Rosato, Designing Blow Molded Product ) Bermacam-macam formula matematika telah dihasilkan untuk membolehkan pemilihan dari dimensi die. Melalui perhitungan dimensi ini diharapkan sebagai penafsiran atau titik awal dari pemilihan die. Didalam pemilihan dimensi Die Bushing dan Mandrel yang digunakan untuk produksi dari produk blow molding polyethylene, beberapa segi harus dipertimbangkan. Untuk botol seperti kontainer yang lainnya, berat, tebal dinding minimum yang

31 37 diizinkan dan diameter minimum adalah pertimbangan yang sangat penting. Juga, kebutuhan, jika sesuatu menggunakan parison tak lebih dari area neck dan apakah ada kemungkinan berdekatan dengan pinch-offs yang betul-betul dipertimbangkan. Tipe dan indek lelehan ( melt ) dari resin yang dipakai adalah faktor penyebab dari karakteristik elastisitas dan pengembangan ( swell ). Didalam pemakaian formula matematika, bagian dari dimensi die juga bergantung pada proses temperature yang tersedia dan dasar extrusion yang diharapkan untuk produksi. Dasar formula yang disajikan disini adalah untuk pemakaian dengan long land die, yang mempunyai perbandingan : 1 dari mandrel land length dengan gap clearance diantara mandrel dan die bushing. Pertimbangan yang harus diberikan sebagai perbandingan blow yang diharapkan, perbandingan diameter produk maksimum dengan diameter parison secara normal adalah 2 3 : 1 yang direkomendasikan. Secara praktek batasan paling tinggi yang dipertimbangkan berada pada 4 : 1. Perbandingan untuk botol yang besar dengan neck yang kecil, biasanya diberikan setinggi 7:1 supaya parison sesuai dengan neck.. Ketika ukuran neck dari botol sangat kecil maka diperlukan pengaturan kemampuan parison seperti botol diameter kecil. Berikut perkiraan perhitungan yang dapat digunakan untuk dimensi mandrel dan die. Assumsi parison yang jatuh bebas : Dd = 0.5 Nd Pd ( Dd2-2.Bd.t + 2.t2)1/2...( 2.4 ) Dimana : Dd : Diameter dari Die Bushing, dalam mm Nd : Diameter Neck Minimum, dalam mm Pd : Diameter Mandrel, dalam mm Bd : Diameter Botol, dalam mm t : Tebal Botol, dalam mm.

32 38 Hubungan ini bermanfaat untuk sebagian banyak resin PE blow molding dan bekerja ketika dimensi botol diketahui dan tebal dinding minimal ditentukan. Jika berat produk ditentukan dari pada tebal dinding yang bekerja pada proses blowing sisi dalam neck. Berikut perkiraan formula yang dapat dipakai : Pd ( Dd2-2.( W/t2).L. )1/2...( 2.5 ) Dimana : W : Berat botol...( gr ) L : Tinggi Botol...( mm ) : Density dari Resin...( gr/cc ) t : Tebal dinding...( mm ) Sistem ini dapat dipakai untuk semua bentuk dan menguntungkan sekali untuk bentuk objek yang tidak beraturan. Dd = 0.9 Nd Pd = (Dd2 - W )...( 2.6 ) 15.45xLx(1+Sw)x(1-Sg)2 Dimana : Dd : Diameter dari Die Bushing, dalam inch W : Berat botol...( gr ) Pd : Diameter Mandrel, dalam inch L : Tinggi Botol...( inch ) Sw : Parison swell Sg : Parison sag Untuk : Quart Bottle : Sw = 0.10 Sg = Ml Botte : Sw = 0.12 Sg = ounce bottle : Sw = 0.20

33 39 Sg = 0.08 ( Donal V Rosato, Designing And Manufacturing of Molds, 1988, halaman ) Gambar 2.30 Konstruksi Die dan Pin ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) b. Pin atau Mandrel - Komponen untuk membentuk PARISON bagian dalam. Die Head MANDREL Gambar 2.31 Die & Pin Assembly Gambar 2.32 Bentuk dari Mandrel PARISON CENTERING CENTERING SCREEW DIE DIE SUPPORT PLATE Gambar 2.33 Bagian - bagian dari Die Pin ( Sumber : Virgillio Calpe, Extrusion Blow Moulding Practical Course ) PIN ( CORE )

34 40 c. Blowpin - Komponen ini juga digunakan untuk membentuk mulut botol atau inside diameter botol. Adapun kontruksinya sebagai berikut : OUT WATER COOLING AIR PRESSURE IN WATER COOLING Gambar 2.34 Bentuk dari Blow Pin Cutting Sleeve INLET AIR INLET WATER INLET AIR OUTLET AIR OUTLET WATER OUTLET AIR Gambar 2.35 Kontruksi dari Blow Pin ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training ) 2.4 Clamping Force Extrusion Blow Molding Perhitungan Clamping Force dan Blow Pressure pada Extrusion Blow Molding. Mekanisme clamp dan platen menjalankan fungsi sebagai berikut : 1. Memegang dan mensejajarkan kedua mold. 2. Perputaran mold dari membuka ke menutup dan membuka lagi. 3. Menjaga mold tetap tertutup terhadap tekanan udara tiup ( blow pressure ).

35 41 Area platen yang luas diperlukan sekali terhadap keseragaman tekanan yang tersedia, untuk mengurangi kecenderungan mold menekuk dan dapat menerima ukuran mold yang beranekaragam ukuran. Clamping force diperlukan untuk menjaga mold tertutup selama blow molding mendapat gaya yang berlebih diberikan ke produk dari tekanan cavity yang tertinggal dan total area proyeksi dari semua cetakan. Area project dapat didefinisikan sebagai luasan dari sejumlah cetakan oleh molded shot ketika ia memegang pada bagian yang tipis, dengan sejumlah yang menimpa diatas bidang permukaan yang sejajar dengan parting line.[5] Clamping Force yang dibutuhkan, mengandung tekanan blowing pada platen mold yang besar. Untuk rumus Clamping Force sebagai berikut : CF = Factorial Material x Panjang Keliling abfal ( cm ) x Cavity tiap mold.kg... ( 2.7 ) Factorial Material : ( PT. BIL, Blow Moulding, n.d ) HDPE : kg/cm PP : kg/cm Panjang Keliling Abfal Gambar 2.36 Panjang keliling abfal ( Sumber : BIL Comp, Extrusion Blow Moulding Practical Training )

36 42 CF = 1.25 x A ( btl ) x Pb x n...( 2.8 ) (Donal V Rosato, Designing Blow Molded Product, 1988, halaman 263) Note : 1.25 = mempertimbangkan factor keamanan di 25% untuk memastikan tekanan clamping yang cukup khususnya ketika operasi tidak normal. A (btl) = Luasan Permukaan Botol dalam m2. Pb = Tekanan Blow dalam Pa. n = Jumlah Cavity tiap Mold. CF = Clamping Force dalam N. 2.5 Teori Pendinginan Mold dan Aliran Yang menjadi Asas dari Desain dan Analisa Pendinginan: Didalam pengujian masalah pendinginan bagian plastic yang dibentuk dengan molding. Kemungkinanya masalah tersendiri didalam tiga elemen yang berbeda : a. Pendinginan dari Lelehan Plastik. b. Konduktivitas dari Lelehan Plastik ke Saluran Air. c. Konveksi pendinginan oleh Saluran Air. Setiap dari elemen ini harus mempertimbangkan penggabungan pengetahuan kemampuan pendingin dari mold. Kontruksi yang tidak tepat dari mold dapat mengakibatkan hambatan thermal yang tinggi yang mana akan membebankan masalah qualitas dan produktifitas. Setiap dari ketiga elemen pendingin ini mempertimbangkan dibawah ini: [6] Pendinginan dari Lelehan Plastik Jika tingkat pertama dari proses pendinginan dipertimbangkan, panas ( heat ) yang terdapat didalam lelehan ( melt ) harus dipindahkan ke material mold

37 43 melalui konduktivitas. Teori dasar untuk type masalah ini berasal dari pemecahan satu dimensi conduction heat sementara untuk melakukan perubahan didalam temperature yang sesuai untuk lelehan yang masuk didalam cavity mold. Solusi persamaan diambil dari bentuk : qs : m x cp x ( Ts Ti ) (2.9) qs : k ( Ts Ti ) / π x x tc (2.10) ( Donal V Rosato, Designing Blow Molded Product, 1988, halaman 387 ) Dimana : tc = Waktu theoretical cooling minimum ( s ). Alphaeff ( α ) = Effectivitas Thermal Diffusivity dari plastic ( W.m2/J ) atau ( m2/s). Deltatemp = Perbandingan perbedaan temperature lelehan plastik dan mold ( o K). m = Massa produks kg qs = Heat Flux dalam W/m2 α = k / ( x Cp )...(2.11) ( Yunus A. Cengel, Heat and Mass Transfer, 2006, halaman 23 ) Dimana : k = thermal conductivity ( W / m.ok ) = density ( kg / m3 ) Cp = specific heat capacity ( J / kg. ok ) Ada beberapa point yang sangat menarik untuk memperoleh hubungan ini. Pertama, waktu pendinginan adalah fungsi dari t2 ( t = tebal dinding ) dari molding. Untuk seorang desain produk percaya bahwa besar adalah lebih baik, ini menunjukkan bahwa penalti yang keras harus dibayar dengan tak perlu meningkatkan tebal dinding. Tidak hanya penggunaan material dari part yang terpengaruh tetapi juga produktifitas dari proses manufaktur. Kedua, mengingat waktu pendinginan diffusivity thermal effective dari plastic harus betul-betul

38 44 dipertimbangkan. Nilai ini mungkin berbeda, dari nilai pengukuran, terutama untuk resin bersifat Kristal, yang disebabkan penyatuan panas laten. Material krristal yang sangat tinggi seperti Polyethylene sebanayak 40% dari total perubahan entalphi diantara temperature leleh dan temperature penyemburan ( ejection ) yang mungkin terhubung oleh penyatuan panas laten. Ketepatan dari nilai diffusivity yang digunakan didalam persamaan oleh karena itu sangat penting didalam mendapatkan prediksi secara akurat dari waktu pendinginan. Yang terakhir adalah menunjukkan semua temperature lelehan, mold dan bagian ejector yang memainkan bagian penting didalam penentuan waktu pendinginan Pendinginan Konduksi didalam dinding Mold Dasar teory conduktifitas yang terdahulu didalam dinding mold adalah hukum Fourier dari Heat Conduction yang mana ditulis : Q = k. A. dt/dx..(2.12) Dimana : Q : Heat Transfer Rate dalam ( BTU/ hr ) k : Thermal Conductivity dari material Mold dalam ( BTU/ hr.ft2.fo) dt/dx : Temperatur Gradien didalam dinding dalam ( ft ). Ketika persamaan ini dipecahkan untuk aliran heat yang melalui plate yang temperature diatas sisi diwakili T1 dan diatas sisi yang lain oleh T2 dan untuk area A dan tebal L diatur menjadi persamaan : Q = -k. ( A/L ). ( T1 - T2 ). (2.13) ( Donal V Rosato, Designing Blow Molded Product, 1988, halaman 388 ) Jumlah ( A/L ) semata-mata fungsi dari geometry dinding, dan suatu waktu dikenal sebagai Conduction Shape Factor didalam handbook dari heat transfer. Dengan cara yang serupa diatas, beberapa variasi yang sederhana didalam geometri dapat semata-mata dianalisa. Sebuah contoh tipe untuk Mold dengan

39 45 aliran panas ( Heat ) didalam permukaan solid yang terdapat barisan lubang. Didalam bahasan ini geometric shape factor diberikan formula sebagai berikut : Gambar 2.37 Perpindahan panas barisan silinder dari jarak pararel yang sama yang tersimpan didalam semi-medium yang tak terbatas (L>>D,z dan w>1.5d) ( Sumber : Yunus A. Cengel, Heat and Mass Transfer ) S = 2πL/In((2w/πd)sinh(2πz/w))...(2.14) ( per silinder ) Gambar 2.38 Perpindahan panas silinder yang panjang yang tersimpan didalam semi-medium yang tak terbatas (L>>D dan z>1.5d) ( Sumber : Yunus A. Cengel, Heat and Mass Transfer ) S = 2πL/In(4z/D) (2.15) Dimana : S : Conduction Shape Factor Nilai tetap dari heat transfer diantara dua permukaan : Q = S. k. ( T1 T2 ).. (2.16) ( Yunus A. Cengel, Heat and Mass Transfer, 2006, halaman )

40 46 Dari contoh sebelumnya dapat dilihat bahwa semakin besar nilai shape factor, semakin tinggi tingkat konduksi panas yang melalui dinding mold. Dengan memecahkan persamaan seperti tergambar pada deretan lubang di dinding yang kokoh, dapat dibuktikan bahwa untuk meningkatkan laju perpindahan panas konduksi, kita harus mengurangi jarak antara saluran air ( waterlines ), menurunkan kedalaman saluran air ke permukaan mold, atau memperbesar diameter saluran air. Kemungkinan terakhir untuk meningkatkan efektifitas pendinginan konduksi adalah dengan mengubah bahan konstruksi cetakan ke salah satu dari nilai konduktivitas termal lebih tinggi. Ada keterbatasan praktis untuk implementasi saran di atas yang harus dicatat, tetapi penurunan kedalaman saluran air ke permukaan cetakan yang ekstrem bisa mengakibatkan pendinginan yang sangat tidak merata di permukaan, sehingga menyebabkan masalah lain dalam proses pencetakan. Juga, memperbesar diameter dari saluran akan menghasilkan lebih tinggi laju aliran pendingin, yang mungkin memerlukan sistem pemompaan yang lebih besar dalam rangka untuk mempertahankan aliran yang memadai. Jarak antara saluran air terlalu dekat dapat mengakibatkan penurunan integritas struktur mold dan dapat mengakibatkan kegagalan mekanis dari cetakan karena menahan tegangan dari tekanan injeksi. Terakhir pemilihan bahan konstuksi cetakan harus dioptimalkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor. seperti kekuatan, ketahanan aus, poles, tahan korosi, dan juga konduktivitas Pendinginan Konveksi didalam saluran air. Elemen akhir didalam proses pendinginan mold adalah pendinginan convection yang mana tempat yang diambil didalam saluran air. Didalam proses ini. Air mengalir melalui saluran yang membebaskan panas dari dinding dan membawanya keluar dari mold ke sebuah ujung dibagian sekitar lingkungan yang mana ia membuangnya. Dalam pemecahkan masalah pendinginan convective, variable yang terbesar adalah terjadinya pembebasan untuk properties specific dari pendingin yang digunakan.

41 47 Dari Hukum Newton dari system pendingin, heat transfer rata-rata dari aliran fluida didalam tube dapat dijabarkan sebagai berikut : Q = h. As. ΔTavg...(2.17) ΔTavg = Ts ( Ti + Te ) / 2 = Ts Tb Tb = bulk mean fluid temperature yaitu temperature fluida rata-rata pada saluran masuk dan keluar dari tube. Q = h. As. ΔTin.....(2.18) ΔTin = ( Ti Te ) / In [ ( Ts Te ) / ( Ts Ti ) ]... (2.19) h : Average heat transfer coefficient dalam ( kw/m2 ) Re : Reynold number, dimana : =. Vavg. Dh / µ. (2.20) Vavg = ύ / Ac...(2.21) : Kecepatan rata-rata dari Air. Nu : h. Dh / k...(2.22) Nu : Nusselt Number m = ρ. Ac. Vavg m = massa aliran rata rata kg/s...(2.23) k : Thermal Conductivity W/m. K Ts : Temperature permukaan 0C Ti : Temperature inlet 0C Te : Temperatur outlet 0C : density air, kg/m3 Dh : Diameter Hydraulic dalam m : 4 Ac / p µ : Dynamic Viscosity kg/m.s, lihat table 2.2 ύ : Kapasitas rata-rata, m3/s Ac : Cross Section Area, m2 As :p.l p : keliling m L : Panjang tube m Pr : Prandtl number, lihat table 2.3

42 48 ( Yunus A. Cengel, Heat and Mass Transfer, 2006, halaman ) Reynold number adalah dimensi kuantitas yang digunakan untuk karakteristik aliran pendingin dalam saluran pendingin. Aliran ini sering ditandai dalam tiga aliran utama yang diatur : aliran laminar, transisi aliran turbulen, dan aliran turbulen. Aliran Laminar terjadi untuk nilai Reynold's number kurang dari Aturan dalam aliran ini dapat dicirikan oleh lamina atau lapisan cairan yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Aliran turbulen terjadi untuk nilai Revnold number yang lebih besar dari Dalam rezim ini aliran terusmenerus bercampur dan pola cairan secara individu tidak dapat dibedakan. Terakhir adalah intermediate atau transisi rezim aliran turbulen yang menunjukkan karakteristik yang berbeda dari dua rezim yang lain. Prandtl number adalah sebuah ukuran dari seberapa cepat momentum yang tidak teratur dibandingkan dengan nilai difusi panas melalui cairan, atau dapat didenifisikan sebagai viskositas kinematik fluida dibagi dengan difusivitas termal fluida. Dengan memeriksa banyak persamaan untuk transfer panas koefisien konvektif diusulkan dalam literature, kita dapat mengamati bahwa dampak dari perubahan Prandtl number relatif kecil untuk perubahan Revnold's number. Kebanyakan referensi situs dari pemindahan koefisien untuk aliran laminar adalah fungsi dari kecepatan untuk 0,3 daya, sedangkan untuk aliran turbulen merupakan fungsi dari kecepatan untuk 0,8 daya. Dengan demikian, ada manfaat yang besar dalam mengurangi hambatan aliran panas internal dalam cetakan dengan menjaga kondisi aliran turbulent dalam cetakan ( mold ). Walaupun demikian sebagian banyak dari mold membatasi produktivitas mereka dengan "aliran kecil" air dingin melalui cetakan pada laju aliran yang rendah daripada menggunakan temperature controller cetakan untuk memompa air dengan nilai aliran turbulen. [7] a. Aliran Laminar Untuk tube dengan penampang melingkar yang ditujukan untuk panjang L pada temperature permukaan konstan, Nusselt Number rata-rata yang masuk pada wilayah thermal dapat ditentukan dengan persamaan :

43 49 Nu = [ {0.065(D/L) Re. Pr } / { ( D/L) Re. Pr }2/3 ]..( 2.24 ) Nu rata-rata yang masuk pada wilayah termal dari aliran diantara Isothermal parallel plates dengan panjang L dapat ditentukan dengan persamaan : Nu = [ {0.03(Dh/L) Re. Pr } / { ( Dh/L) Re. Pr }2/3 ]..( 2.25 ) Dimana hubungan ini dapat untuk Re ( Yunus A. Cengel, Heat and Mass Transfer, 2006, halaman 470 ) b. Aliran Transition Region. Koefisien Perpindahan panas didalam peralihan aliran yang dihasilkan dari peralihan Nusselt number, Nu trans, yang mana dihitung sebagai berikut untuk 2300 < Re < : Nu trans = ( 1 γ ) Nu L, γ.nu t,10000.( 2.26 ) γ = Re 2300 / ( ), 0 < γ < 1...( 2.27 ) Untuk Nu number pada aliran laminar Nu L,2300 mempunyai persamaan sebagai berikut : Nu L,2300 = [ (Nu L,1, )3 + ( Nu L,2,2300 )3 ]1/3...( 2.28 ) dengan Nu L,1,2300 = ( 2300 Pr. Dh / L )1/3...( 2.29 ) dan Nu L,2,2300 = [ 2 / ( Pr )]1/6.( 2300 Pr. Dh / L )1/2.....( 2.30 ) Untuk Nu number pada aliran turbulen Nu t,10000 mempunyai persamaan sebagai berikut : Nu t = [{(ξ / 8 ). Re. Pr} / { ( ξ / 8 ). ( Pr2/3 1 ) ] [ 1 + ( Dh / L )2/3 ]....( 2.31 ) Persamaan dari koefisien kerugian tekanan sebagai berikut : ξ = ( 1,8 log10 ( Re ) 1.5 )-2...( 2.32 ) ( )

44 50 c. Aliran Turbulent. Untuk aliran turbulen didalam smooth tube, Nusselt Number dapat diperoleh dari persamaan : Nu = Re0.8.Prn...( 2.33 ) 0.7 Pr 160 Re > Dimana n = 0.4 untuk heating dan n=0.3 untuk cooling Tools Quality Dalam menentukan parameter hasil dari tes kualitas didasarkan atas Statistical Procces Control ( SPC ). Statistika adalah ilmu yang mempelajari tentang identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis dan penyimpulan. Alat statistika berupa 7 Tools Quality : a. Check Sheet b. Histogram. Diagram berbentuk grafik batang yang menggambarkan penyebaran / distribusi data. Kegunaan : melihat pola penyebaran data sehingga dapat diketahui stabilitas proses. c. Scatter Diagram. Diagram yang menggambarkan korelasi ( hubungan ) antara 2 kelompok variable data. d. Control Chart. Salah satu alat ukur yang menggambarkan bahwa suatu proses dalam keadaan terkendali statistic. e. Capability Analysis. Proses Capability Analyze didefinisikan sebagai suatu analisa untuk mengetahui apakah proses kerja yang sedang berjalan memenuhi specifikasi yang telah ditetapkan. Suatu proses dikatan kapabel atau bekerja dalam kondisi baik bila :

45 51 1. Proses terkendali secara statistic. 2. Proses memenuhi batas-batas specifikasi. 3. Proses mempunyai akurasi dan presisi yang tinggi. f. Pareto Diagram. Diagram Pareto merupakan suatu grafik yang menggambarkan masalah utama menurut bobotnya. g. Cause and Effect Diagram. Diagram yang menunjukkan himpunan dari kelompok penyebab ( factor ), serta akibat yang tim bul karenanya yang disebut sebagai karakteristik mutu. Kegunaan : untuk menemukan factor-faktor yang menjadi penyebab suatu masalah. Terdapat lima factor utama penyebab terjadinya masalah yang biasa disebut 4M+1L yaitu Manusia, Mesin, Material, Metode dan Lingkungan. Dari bahasan diatas dapat diaplikasikan didalam program Minitab, dimana didalam program tersebut terdapat fasilitas dari 7 tool quality. Gambar 2.39 Applikasi dari Program Minitab 14.

PENGESAHAN SKRIPSI. Jakarta, 27 Juni ( Ariosuko, MT ) ( DR. Ir. Abdul Hamid, M.Eng )

PENGESAHAN SKRIPSI. Jakarta, 27 Juni ( Ariosuko, MT ) ( DR. Ir. Abdul Hamid, M.Eng ) PENGESAHAN SKRIPSI Nama Penyusun : Mohamad Slamet Riyadi Nomor Induk Mahasiswa : 41309110015 Fakultas / Jurusan : Fakultas Teknologi Industri Tehnik Mesin Judul Skripsi : Perancangan Produk Botol Plastik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI Pada bab ini akan dibahas mengenai analisa dari hasil perancangan cetakan injeksi yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Analisa akan meliputi waktu satu

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST. NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : KELAS : 4IC04

PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST. NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : KELAS : 4IC04 PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : 23410668 KELAS : 4IC04 ABSTRAKSI Salah satu pembuatan produk botol oli di PT. Dynaplast ini adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Injection Molding Injection molding dapat membuat part yang memiliki bentuk yang kompleks dengan permukaan yang cukup baik. Variasi bentuk yang sangat banyak yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 87 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengujian Rancangan Produk Botol Merk X Volume 0.8 Liter. Dalam pengujian ini digunakan rancangan produk botol Merk X dengan Volume 0.8 Liter, Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin dibutuhkannya produk plastik di pasaran konsumen dimasa era ini, material plastik banyak macam type sesuai dengan pemakaiannya. Salah satu pemakai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Mold Review Mold lama yang digunakan dalam memproduksi Bobbin A K25G adalah jenis injection molding. Mold lama ini menggunakan system hot runner. Mold ini sendiri

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI Outline: JUDUL LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PERANCANGAN METODOLOGI PERANCANGAN SPESIFIKASI PRODUK DAN SPESIFIKASI MESIN PERENCANAAN JUMLAH CAVITY DIMENSI SISTEM SALURAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Identifikasi Produk Hasil identifikasi yang dilakukan pada sample produk dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Data produk hardcase Data Produk Hardcase

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 52 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 DESKRIPSI PENELITIAN Untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah dalam karya ilmiah pada umumnya dilakukan penelitian terlebih dahulu. Penelitian merupakan suatu sarana

Lebih terperinci

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION Agus Dwi Anggono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura, 57102 E-mail : agusda@indosat-m3.net

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Jurusan Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra E-mail: amelia@petra.ac.id, ninukj@petra.ac.id T E K N O S I M

Lebih terperinci

BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A

BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A 3.1 Deskripsi Molding Injection Mold (cetakan) terdiri dari dua bagian pelat bergerak (core plate) dan pelat diam (cavity

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pemilihan Produk Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis memilih meneliti Botol Citra Lasting White 250 ml. Botol Citra 250 ml merupakan botol yang berisikan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah material plastik dengan suhu tinggi dimasukkan kedalam mold, kemudian material

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. = 82 mm. = 157,86 mm = 8,6 mm. = 158,5 mm (1 0,004)

LAMPIRAN 1. = 82 mm. = 157,86 mm = 8,6 mm. = 158,5 mm (1 0,004) LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 1.1. Perhitungan Berat Produk Diketahui : V produk = 14519,56 mm 3 ρ pc =1260 kg/m 3 0.00126 g/mm 3 Ditanya : Massa produk? Jawab : m = V produk ρ pc = 14519,56 mm 3 0.00126 g/mm

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka Sugondo (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh ketebalan pada kualitas produk plastik dan mampu bentuk dengan menggunakan simulasi pada proses injeksi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN BAB III PROSES PERANCANGAN 3.1 Pembuatan Section Planing Section planing adalah proses pembuatan konsep yang akan diterapkan pada suatu part, seperti konsep pemasangan part ke unit mobil, konsep part-part

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES INJEKSI PLASTIK Gambar 4.1 Proses pencetakan pada mesin injeksi 29 Pada Proses Injeksi Plastik (Plastic Injection Molding Process) terdapat 2 bagian

Lebih terperinci

INJECTION MOULDING. Gb. Mesin Injeksi. Gambar. Skema proses injection moulding

INJECTION MOULDING. Gb. Mesin Injeksi. Gambar. Skema proses injection moulding INJECTION MOULDING Gb. Mesin Injeksi Gambar. Skema proses injection moulding 1 1. PRINSIP KERJA Material plastik dalam bentuk granular atau powder dimasukkan kedalam hooper. Pada saat screw berputar searah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. R = 2 mm R = 0.5 mm. Gambar 5.1 Radius pada bagian tepi produk botol Merk X Volume 0.8 Liter

BAB V ANALISA HASIL. R = 2 mm R = 0.5 mm. Gambar 5.1 Radius pada bagian tepi produk botol Merk X Volume 0.8 Liter 151 BAB V ANALISA HASIL Dari re-draw dan rancangan mould produk botol Merk-X dengan kapasitas 800 ml yang kemudian dibuat mould dan produk jadi di PT. B diperoleh hasil sebagai berikut : 5.1 Hasil re-draw

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENGERTIAN MOLD Mold (cetakan) adalah adalah rongga tempat material leleh (plastik atau logam) memperoleh bentuk. Mold terdiri dari dua bagian yaitu pelat bergerak (moveable

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian digunakan untuk mempersempit permasalahan yang diteliti, sehingga dapat membahas dan menjelaskan permasalahan secara tepat. Pada

Lebih terperinci

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia. Desain Rancang Heat Exchanger Stage III pada Pressure Reduction System pada Daughter Station CNG Granary Global Energy dengan Tekanan Kerja 20 ke 5 Bar Taufik Ramuli (0639866) Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID Latar Belakang Kebutuhan Produk Plastik Meningkatnya kebutuhan terhadap produk yang terbuat dari plastik Perencanaan Injection Molding yang baik

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM :

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : NAMA PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : 22410181 JURUSAN : TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang

Lebih terperinci

11.1 Pemrosesan Material Plastik

11.1 Pemrosesan Material Plastik 11.1 Pemrosesan Material Plastik Banyak proses yang digunakan untuk mengubah granula, pelet plastik menjadi bentuk produk seperti lembaran, batang, bagian terekstrusi, pipa atau bagian cetakan yang terselesaikan.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA / PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA / PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA / PMAHAN MASALAH Dari hasil pengolahan data yang dilakukan untuk produk Botol itra Lasting White 250 ml diketahui bahwa adanya tingkat pengukuran atau indikator dalam mengatasi berbagai cacat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST

PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST PENULISAN ILMIAH Nama : Dede Kurniadi NPM : 21410739 Program Studi : Teknik Mesin Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thermoforming Thermoforming adalah usaha membentuk lembaran plastik atau plastik film menjadi bermacam bentukan baru plastik sesuai dengan desain yang kita inginkan dengan bantuan

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

4.1. Menghitung Kapasitas Silinder

4.1. Menghitung Kapasitas Silinder BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Menghitung Kapasitas Silinder Pada perencangan alat uji kekentalan plastik ini sampel akan dilebur didalam silinder. Untuk itu dibutuhkan perhitungan untuk mencari

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING Edi Sunarto 1), Ir. Estu Prayogi M.KKK 2) 1), 2) Jurusan Teknik Mesin, Universitas Pancasila

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai keperluan seperti untuk medical, textiles,

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. Dosen Pembimbing : SENJA FRISCA R.J 2111105002 Dr. Eng.

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB III PROSES DESIGN MOLDING PLASTIK DAN JENIS-JENIS CACAT PADA PRODUK INJECTION MOLDING

BAB III PROSES DESIGN MOLDING PLASTIK DAN JENIS-JENIS CACAT PADA PRODUK INJECTION MOLDING BAB III PROSES DESIGN MOLDING PLASTIK DAN JENIS-JENIS CACAT PADA PRODUK INJECTION MOLDING 3.1 Proses Design Molding Plastik 3.1.1 Flow Chart Proses Design Molding Plastik Untuk mempermudah pembahasan dan

Lebih terperinci

Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik

Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1, Novemberi 2010 65 Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik Toto Rusianto, Ellyawan, S.A. & Arif Rahmanto Jurusan Teknik Mesin, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE KERJA PRAKTEK

BAB III METODE KERJA PRAKTEK 9 BAB III METODE KERJA PRAKTEK Data yang diperoleh oleh penulis adalah berupa catatan catatan tertulis dan dokumen dokumen yang nantinya akan dikelompokkan sesuai dengan sub topik yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK

TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Bahan Perancangan Bahan perancangan adalah produk glove box dengan mengambil sampel pada produk yang sudah ada, tetapi hanya sebagai acuan tidak menyerupai dimensi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembahasan Hasil Identifikasi Produk Syarat dari perancangan mold adalah mengetahui terlebih dahulu data produk yang diperlukan untuk menentukan rancangan cetakan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatakan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRACT

ABSTRACT OPTIMASI DESAIN MOLD UNTUK MEREDUKSI CACAT FLASH DAN SHRINKAGE PADA PRODUK PAKU KOTAK DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI MOLDFLOW (STUDI KASUS PADA PT. PRIMA SAKTI) Erfina Ayu W. 1, Hari Arbiantara 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang elektronika. Sifat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR 3.1. Perencanaan Modifikasi Evaporator Pertumbuhan pertumbuhan tube ice mengharuskan diciptakannya sistem produksi tube ice dengan kapasitas produksi yang lebih besar, untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju uap (parallel

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN MOLDING DAN PROSES TRIAL NEW MOLD

BAB III RANCANGAN MOLDING DAN PROSES TRIAL NEW MOLD BAB III RANCANGAN MOLDING DAN PROSES TRIAL NEW MOLD 3.1 Deskripsi Molding Injection Pada proses pencetakan product plastik, dalam hal ini thermoplastic, disamping mesin molding, bahan baku plastic dll,

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING

PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata Satu pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv HALAMAN MOTTO v KATA PENGANTAR vi ABSTRACT viii ABSTRAKSI ix DAFTAR ISI x DAFTAR

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data mentah berupa temperatur kerja fluida pada saat pengujian, perbedaan head tekanan, dan waktu

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Tugas Akhir Perancangan Hydraulic Oil Cooler bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.2 MESIN EXTRUSI MOLDING CETAK PELLET PLASTIK

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.2 MESIN EXTRUSI MOLDING CETAK PELLET PLASTIK 30 BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil rancang bangun mesin akan ditampilkan dalam Bab IV ini. Pada penelitian ini Prodak yang di buat adalah Mesin Cetak Pellet Plastik Plastik, Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metodologi penelitian secara umum adalah metode yang menjelaskan bagaimana urutan suatu penelitian yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan alat ukur dan lanngkah

Lebih terperinci