KERACUNAN PANGAN OLEH MIKROBA. ALBINER SIAGIAN Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERACUNAN PANGAN OLEH MIKROBA. ALBINER SIAGIAN Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 KERACUNAN PANGAN OLEH MIKROBA ALBINER SIAGIAN Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan, penyimpanan dan penyajian, makanan mungkin terpapar pada kontaminasi mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Jika mikroba atau toksin yang dihasilkanya mencapai jumlah yang cukup dan dikonsumsi oleh manusia, maka terjadilah keracunan pangan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian (Outbreak) keracunan pangan oleh mikroba telah terjadi, maka perlu dilakukan penyelidikan pada makanan, korban keracunan dan tempat kejadiannya. Ilmu yang secara khusus mempelajari hal ini disebut epidemiologi. Proses penyelidikan epidemiologi ini bertujuan untuk mengidentifikasi makanan penyebab, sebab terjadinya keracunanan serta ada tidaknya mikroba patogen yang sama pada makanan dan pada spesimen penderita. Apabila mikroba patogen penyebab keracunan dapat diidentifikasi, maka dapat diberikan pengobatan yang tepat bagi korban keracunan. Penyelidikan ini dapat juga menunjukkan titik kritis dimana kontaminasi mungkin telah terjadi. Hasil penyelidikan yang didiseminasikan kemasyarakat akan meningkatkan kewaspadan masyarakat awam atau industri pangan tentang keamanan pangan sehingga kejadian serupa tidak terulang. Untuk menunjang suksesnya penyelidikan epidemiologi maka diperlukan rencana penyelidikan yang tepat, sumber daya manusia yang terampil dan prosedur deteksi patogen yang tepat dan cepat.. Dalam makalah ini akan dibahas cara melakukan penyelidikan pada kejadian keracunan pangan oleh mikroba dengan mengacu pada prosedur yang dipublikasikan oleh The International Association of Milk, Food and Environmental Sanitarians. Beberapa cara deteksi patogen pangan, baik konvensional maupun baru akan dibahas dibawah ini PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH PATOGEN ASAL MAKANAN Secara teoritis pembuktian bahwa suatu penyakit disebabkan oleh mikroba patogen dapat dilakukan sesuai dengan postulat koch. Berdasarkan postulat tersebut suatu mikroba yang bersifat patogen harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Secara konsisten bisa diisolasi dari orang yang sakit 2. Bisa ditumbuhkan pada media sintetis dilaboratorium 3. Kultur yang ditimbulkan bisa suntikkan kepada hewan percobaan dan menghasilkan penyakit yang sama 4. Dari hewan tersebut harus bisa diisolasi mikroba yang sama. Cara pembuktian tersebut ternyata tidak bisa diterapkan dengan mudah pada beberapa penyakit yang disebabkan karena patogen asal makanan (Foorborne pathogen). Hal ini disebabkan karena : 1. Patogen asal makanan bisa menyebabkan intoksikasi yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan sehingga sel mikroba mungkin tidak penting lagi keberadaannya (Misalnya pada entorotoksin Stapylococcus aureus) 2. Jika penyebabnya adalah virus maka tidak bisa digunakan medium sintetis 2002 digitized by USU digital library 1

2 3. Sering kali penyakitnya bersifat spesifik-inang sehingga tidak bisa dilakukan pembuktian dengan hewan percobaan 4. Beberapa penyakit yang disebabkannya memerlukan waktu inkubasi yang cukup lama. Oleh karna pembuktian sera epidemiologi paling banyak diterapkan untuk menangani kasus-kasus atau kejadian keracunan pangan. Dengan metode ini isolat yang secara konsisten ditemukan pada spesimen dam bahan pangan yang paling dominan dalam suatu kejadian disimpulkan sebagai patogen penyebab kejadian tersebut.. Penyelidikan semacam inilah yang diterapkan sehingga ditemukan Escherichia coli enterohemoragik (0157: H7) sebagai penyebab kejadian diare berdarah yang disebabkan oleh konsumsi hamburger yang pertama kali diketahui pada tahun Cara yang sama digunakan dalam penetapan Listeria monocytogenes sebagai penyebab kejadian keracunan keju lunak di negara bagian California pada tahun 1985 yang mengakibatkan 30 kematian pada ibi-ibu hamil. Keracunan Pangan Kejadian (outbreak) adalah terjadinya dua atau lebih kasus penyakit yang disebabkan oleh suatu jenis makanan. Untuk kasus keracunan tertentu (botulism oleh Clostridium botulinim, oleh toksin paralis yang disebabkan karena konsumsi kerang) yang sering hanya terdiri dari satu kasus tetapi berakibat fatal, disebut insiden. Penyelidikan kejadian Pencatatan Keluhan Penyelidikan terhadap suatu kejadian diawali dengan mendata semua keluhan (complaint), baik yang dilaporkan oleh perseorangan, dokter, atau laboratorium rumah sakit. Keluhan dari perseorangan biasanya berupa gejala sakit, dokter bisa melaporkan beberapa orang sakit dengan gejala yang sama pada waktu selang yang bersamaan sedangkan laboratorium mungkin melapor karena pada selang waktu tertentu mengisolasi mikroba patogen dengan frekuensi tinggi. Penyelidikan ini umumnya dilakukan oleh departemen kesehatan. Pencatatan keluhan mencakup data pribadi orang, makanan atau minuman yang dikonsumsi selama 72 jam sebelum gejala yang dikeluhkan muncul, serta kalau mungkin makanan atau minuman yang dicurigai. Sejarah kasus Penyelidikan kemudian dimulai dengan mewawancarai korban keracunan. Wawancara ini juga dilakukan pada orang yang sama umur, jenis kelaminya yang tidak terkena penyakit sebagai kontrol kasus (case-control). Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan sejarah kasus (case history), yang berupa catatan lengkap dengan umur, alamat, pekerjaan, tempat kerja, ras/suku, alergi, gejalagejala yang diderita, waktu dimulainya suatu kasus (onset), lama sakit, waktu inkubasi, tingkat fatalitas, obat yang dimakan, orang dalam satu keluarga yang mengalami penyakit serupa (Lampiran I). Selain itu dicatat secara rinci jenis makanan, minuman, tempat makan (restoran, pesta,piknik) selama 72 jam sebelum gejala penyakit tidak muncul (Lampiran II). Dari sejarah kasus-kasus tiap individu, kemudian tidak dibuat rekapitulasi sejarah kasus yang terdiri dari tempat dan tanggal kejadian data pribadi masing-masing kasus atau kontrol, onset gejala, waktu inkubasi gejala penyakit, makanan atau minuman yang dicurigai, serta hasil analisa laboratorium dari spesimen (Lampiran III) digitized by USU digital library 2

3 Jika makanan yang dicurigai masih tersedia, maka makanan segera dikoleksi dan dilakukan pengujian mikrobiologis. Jika makanan tersebut tidak tersedia dan merupakan produk olahan pabrik atau restoran maka biasanya diambil makanan (stok) yang sama dari lot yang sama. Berdasarkan informasi tentang gejala penyakit dan sebagainya maka bisa direkomendasikan pengujian yang akan menunjang studi epidemiologi itu. Patogen dan atau metabolitnya yang umum diuji adalah : Staphylococci enterotoksin dari Staphylococci Clostridium perferingens, Bacillus cereus, Salmonella,Shigella, Escheriachia coli, Vibrio parahaemolyticus, koliform, Koliform fekal, Enterobacteriaceae atau yang dianggap perlu. Pengujian serupa dilakukan terhadap spesimen penderita yang dikoleksi. Spesimen tersebut bisa berupa feses, vomitus, darah dan sebagainya. Terhadap tempat kejadian juga dilakukan evaluasi bahaya (hazard assesment), yaitu dengan cara membuat diagram alir itu dicantumkan tahap pengolahan, pekerja yang bertanggung jawab terhadap tahap pengolahan tersebut, dan apakah tahap perlakuan memungkinkan kontaminasi, survival atau terbunuhnya mikroba patogen (Lampiran 4). Dari diagram alir ini dapat diidentifikasi titik kendali kritis, kriteria pengedalian dan pemantauannya. Hasil ini didukung oleh analisa laboratorium terhadap alat dan pekerja yang mungkin merupakan sumber kontaminasi Interprestasi data Data-data diatas kemudian direkapitulasi sehingga memungkinkan interprestasinya. Interprestasi ini akan dikumpulkan sehingga dapat dibuat laporan lengkap tentang suatu kejadian yang dapat dipublikasikan untuk menghentikan peredaran makanan, me recall atau mengkarantina produk. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari data tersebut dijabarkan dalam : 1. Kurva epidemik Kurva ini menunjukkan waktu dimulainya (onset) tiap-tiap kasus. Selang waktu onset umumnya diukur dari sejak gejala kasus pertama sampai kasus terkhir dimulai. 2. Gejala yang dominan Gejala yang dominan didasarkan pada persentasi dari korban keracunan yang mengeluhkan suatu gejala tertentu (Tabel 1). Dengan mengacu pada pustaka tentang gejala penyakit yang disebabkan oleh patogen tertentu, hasil ini dapat digunakan untuk menunjukkan jenis patogen yang harus diuji digitized by USU digital library 3

4 15 c 12 a s e 9 s P M A M Waktu dimulainya gejala Gambar 1. Kurva epidemik (selang onset = 12 jam) Tabel 1. Gejala dominan pada kejadian keracunan Gejala Jumlah korban Persentase Mual Muntah Diare Kejang perut 2 4 Demam 4 8 Lain-lain 5 10 * Dari 50 korban yang terlibat dalam satu kejadian 3. Waktu inkubasi Waktu inkubasi adalah waktu antara saat mengkonsumsi makanan penyebab keracunan sampai di mulainya suatu gejala penyakit. Karena hal ini tidak mudah diperoleh, maka perlu waktu inkubasi biasanya diperkirakan dari kurva epidemik. Misalnya jika kasus ke 25 (dari 50 kasus dalam satu kejadian) terjadi jam 12 siang hari jumat dan selang onset adalah 24 jam, maka diperkirakan bahwa makanan penyebab keracunan dikonsumsi 24 jam dini dari kasus ke-25 tersebut yaitu pada hari kamis jam 12 siang (Gambar 2) digitized by USU digital library 4

5 12 one span s p a n = 2 4 h o u r s before 9 median onset _ 12 n A M P M W a k t u d i m u l a i n y a g e j a l a Gambar 2. Perkiraan waktu inkubasi dari kurva epidemik 4. Food-spesific attack rate Hal lain yang sangat penting adalah perhitungan food-spesific attack rate (angka keracunan makanan tertentu). Untuk setiap makanan yang dicurigai sebagai penyebab keracunan, persentase penyakit di antara orang yang mengkonsumsikannya (attack rate) dibandingkan dengan attack rate diantara orang yang tidak mengkonsumsi makanan tersebut. Dari beberapa makanan yang dicurigai tersebut makanan yang perbedaan persentase attack rate-nya terbesar adalah yang paling mungkin merupakan penyebab keracunan tersebut. Tabel 2. memberikan contoh penentuan food-spesific attack rate. Tabel 2. Angka keracunan pada makanan tertentu Makanan Kelompok yang mengkonsumsi (kasus) Kelompok yang tidak mengkonsumsi (kontrol) Perbedaan (%) Sakit Tidak sakit % Sakit Sakit Tidak sakit % Sakit Rendang Soto ayam Gado-gado Puding moka METODE DETEKSI MIKROBA PATOGEN 2002 digitized by USU digital library 5

6 Seperti dikemukakan di muka, adanya produser yang tepat bagi patogen makanan akan sangat membantu penyelidikan kejadian dari kasus keracunan pangan. Metode yang tepat diharapkan cepat, murah, sensitif dan spesifik. Metode yang sensitif memungkinkan patogen dalam jumlah rendah dapat dideteksi, sedangkan uji yang spesifik akan mengurangi mendapatkan hasil positif salah (false positive). Pada umunya metode pengujian patogen terdiri dari beberapa tahap sehingga memerlukan waktu yang sama. Metode Konvensional Metode konvensional untuk identifikasi dan penghitungan jumlah patogen biasanya merupakan kombinasi dari pemupukan, penggunaan mikrosop dan Most probable Number (MPN). Dengan metode ini pengujian bisa terdiri dari tahap-tahap pengkayaan, dan pengkayaan selektif dan uji lengkap (biokimiawi). Pengkayaan biasanya dilakukan pada media kaya untuk mendukung pertumbuhan patogen yang umumnya terdapat dalam jumlah sedikit di dalam makanan. Pengkayaan selektif dilakukan dengan media selektif yang dapat menghambat mikroba yang tidak diinginkan. Hal ini biasanya dilakukan dengan pengguna zat penghambat atau penggunaan suhu inkubasi tertentu. Contoh aplikasi semacam ini adalah penambahan bila pada agar violet red bile (VRBA) untuk menghambat bakteri Gran positif, pengunaan tetrahionat dalam tetrahoinate broth yang dapat ditoleransi oleh Salmonella (karena memiliki tetrahionat oksidase) tetapi tidak oleh mikroba lainnya. Kelemahan dari penggunaan zat penghambat adalah terjadi luka (injury) pada mikroba yang diinginkan. Oleh karena itu usaha perbaikan metode pemupukan pada media selektif terus dikembangkan agar menekan jumlah injury. Pada metode overlay dengan VRBA untuk mendektesi koliform, misalnya, telah dilakukan berdasarkan sifat unik yang dimiliki oleh bakteri patogen tersebut. Salmonella misalnya, memiliki kemampuan untuk menghasilkan H 2 S, tumbuh pada sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, tidak membentuk indol motil, tidak memfermentasi laktosa dan sebagainya. Masalah utama dengan metode ini adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil pengujian. Pengujian terhadap salmonella, misalnya dapat menghabiskan waktu selama 6-8 hari. Oleh karena itu beberapa modifikasi telah banyak dilakukan. Uji lengkap biokimia untuk Salmonella misalnya dapat dilakukan dengan perangkat (kit) komersial yang berisi substrat yang telah dikering bekukan sehingga analisa dapat diamati hasilnya dalam waktu 4 jam. Metode Imunokimia Metode pengujian patogen secara imunokimia didasari oleh reaksi spesifik dan antibodi. Mikroba patogen adalah protein antigen yang disuntikkan ke hewan akan menginduksi terbentuknya antibodi. Antibodi yang terbentuk akan berikatan secara spesifik pada daerah-daerah antigenik (antigenic determiants) atau epitop yang dimiliki oleh patogen. Reaksi antigen-antibodi ini terjadi karena adanya sisi pada kedua molekul dengan struktur yang saling melengkapi. Sebenarnya reaksi antigen-antibodi telah digunakan untuk identifikasi bakteri sejak lama, misalnya untuk aglutinasi. Beberapa format lainnya yang dikenal dengan gel difusi, ouchterlony, dan sebagainya. Pada tahun 1970-an, berkembanglah teknik ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) yang menjadikan metode imunokimia salah satu metode penting dalam analisis mikroba patogen asal makanan. Hal ini disebabkan karena penggunaan enzim, dan bukan senyawa radioaktif, yang lebih aman bagi manusia. Dengan ELISA, mikroba yang akan diuji bisa diimobilasi pada fase padat (dasar tabung, dasar multi plates, membran), kemudian diinkubasi dengan antibodi yang 2002 digitized by USU digital library 6

7 spesifik bereaksi dengan antigen. Pemberian antibodi kedua yang berligan enzim akan menyebabkan ikatan dengan kompleks antigen-antibodi pertama. Subsrat spesifik untuk enzim lalu ditambahkan. Aktifitas enzim dalam mengubah subsrat (yang ditambahkan kemudian) menjadi produk sebanding dengan jumlah antigen yang diuji. Produk yang dihasilkan biasanya memiliki warna tertentu yang bisa diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Alternatif lain dari ELISA langsung di atas adalah format ELISA sandwich. Dengan cara ini, diperlukan dua antibodi bagi antigen diuji. Antibodi pertama diimobilisasikan ke fase padat, antigen yang ditambahkan ditangkap olehnya, lali antibodi kedua ditambahkan, sandwich antibodi 1-antigen-antibodi 2 ini lalu direaksikan dengan antibodi berligan enzimdan selanjutnya seperti pada ELISA langsung. Produser lain yang mungkin digunakan adalah ELISA kompetitif dimana mikroba patogen yang diuji harus bersaing dengan antigen serupa yang diketahui jumlahnya untuk berikatan dengan antibodi. Penggunaan ELISA untuk analisa patogen asal makanan makin meningkat dengan dikembangkannya Antibodi monoknal. Antibodi monoknal dihasilkan oleh sel hibridoma hasil fusi limfa tikus (yang telah disuntik dengan antigen) dengan sel mieloma. Setelah skrining maka klon sel hibridoma yang menghasilkan antibodi spesifik terhadap antigen bisa diisolasi. Karena berasal dari sel tunggal dari sel limfa, maka bisa dihasilkan antibodi yang hanya bereaksi dengan satu epitop saja. Dengan demikian maka reaksi silang dengan patogen serupa dapat ditekan serendah mungkin. Hal ini berbeda debgan sifat-sifat antibodi poliklonal. Antibodi poliklinal dihasilkan dengan cara menyuntikkan antigen ke dalam kelinci lalu memurnikan antibodi dari serum dalah kelinci. Antibodi ini umunya bereaksi dengan banyak epitop sehingga kurang spesifik dibandingkan dengan antibodi monoklonal. Penelitian dan perangkat komersial antibodi sudah banyak tersedia, diantaranya antibodi untuk enterotoksin perfringens dan sebagainya. Antibodi monoklobal telah dan terus diteliti untuk menghasilkan pereaksi pendeteksi bagi beberapa patogen,misalnya E. coli enterohemoragik. Metode DNA Hibridisasi Metode ini didasarkan pada ikatan komplementer dari dua utas DNA yang homolog. Secara alami, rantai DNA yang berutas ganda terdiri utas DNA yang berikatan satu sama lain melalui ikatan hidrogen antara asam nukleat yang spesifik. Ikatan tersebut dapat didenaturasi oleh ph>12 dan >95 o C menghasilkan dua utas DNA tunggal. Jika ph atau suhu ditrunkan maka dua utas DNA itu dapat berikatan kembali (renaturasi). Pelacak (probe) DNA bisa terdiri atas DNA utas ganda atau utas tunggal (oligonukleotida) yang terdiri dari keseluruhan gen atau segmen gen dengan fungsi yang diketahui dari suatu mikroba patogen. Pelacak ni biasanya memiliki label radioisotop seperti 32 P, 3 H, 125 I, 14 C. Label lainnya sperti enzim, biotin dan lainnya juga telah diteliti kemungkinan penggunaannya. Dalam aplikasinya segmen DNA daari mikroba patogen yang akan diuji didenaturasikan terlebih dulu. Pelacak (jika terdiri dari DNA utas ganda) juga didenaturasikan terlebih dahulu. Kedua unsur ini diinkubasi bersama dan diberikan keadaan yang mendukung denaturasi sehingga terjadi hibridasi antara DNA dengan contoh degan DNA pelacak. Setelah tahapan pencucian untuk menghilangkan kelebihan pelacak maka adamya hibridasi koloni, dot blot, dan sebagainya. Pelacak yang baik adalah yang memiliki target sekuens yang unik pada suatu patogen. Pelacak DNA telah diteliti untuk Salmonella, Listeria, enterotoksin Staphylococcus, enterotoksin C. perfringens, enterotoksin E. coli tak tahn panas (LT) dan toksin kholera digitized by USU digital library 7

8 Pada umumnya jumlah patogen yang rendah pada makanan dapat diatasi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR). Dengan PCR maka adanya DNA dapat diamplifikasi besarnya sehingga memungkinkan analisa hidradisasi dilakukan. PCR berlangsung karena adanya enzim Taq polimerase tahap panas yang ditambahkan yang terus-menerus membuat tiruan dari utas DNA yang ada pada contoh makanan ataupun spesimen. Penggunaan PCR pada patogen asal makanan telah digunakan untuk mendeteksi E.coli enterotoksigenik, Listeria monocytogenes, Vibrio vulnificus, Shigella dan lain-lain. Metode Fisik Cepat Beberapa metode cepat untuk mendeteksi patogen asal makanan telah dikembangkan. Pada umumnya ini tidak ditujukan untuk mingidentifikasi patogen tertentu tetapi menghitung jumlah patogen yang ada. Hasil analisisnya dapat digunakan untuk menentukan dosis infeksi (ID 50 = infectious dose 50) dan sebagainya. 2. Biotyping Biotyping adalah penggolongan mikroba patogen berdasarkan kemampuannya menggunakan substrat tertentu. Vibrio cholerae misalnya, terdiri dari dua biotipe yaitu V. cholerae biotipe cholerae (klasik) dan V cholerae biotipe El-Tor. Penggolongan ini didasarkan pada kemampuan masing-masing kelompok dalam mengaglutinasi dan meghidrolisis sel darah merah. Kedua kelompok ini memiliki tingkat virulen yang berbeda. 3.Phage Typing Penggolongan ini didasarkan pada ketahanan bakteri tertentu terhadap bakteriofag (bacteriphage atau phage). S. enteritidis yang sering terlibat dalam kasus keracunan telur yang diduga terkontaminasi sejak di dalam ovary ayam. 4. Plasmid Profile Plasmid sering kali menjadi faktor virulen penting dari mikroba patogen seperti protein membran terluar atau toksin. Oleh karena itu kadang-kadang dilakukan analisa terhadap plasmid patogen. Analisi plasmid bisa berupa peney=tuan ukurannya (dengan gel elektroforesis) ataupunpola potongan DNA-nya setelah dipotong oleh enzim endonuklease restriksi digitized by USU digital library 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Pengolahan makanan yang tidak bersih dapat memicu terjadinya

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

Uji pada Pengawasan Kualitas Mikrobiologi pada Produk Farmasi dan Makanan. Marlia Singgih Wibowo

Uji pada Pengawasan Kualitas Mikrobiologi pada Produk Farmasi dan Makanan. Marlia Singgih Wibowo Uji pada Pengawasan Kualitas Mikrobiologi pada Produk Farmasi dan Makanan Marlia Singgih Wibowo Jenis Uji Uji langsung Teknik kultur Metode Enumerasi Metode Alternatif Metode Cepat Uji Langsung Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti TOKSIN MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Toksin bisa juga disebut racun Suatu zat dalam jumlah relatif kecil, bila masuk ke dalam tubuh dan bekerja secara kimiawi dapat menimbulkan gejala-gejala abnormal

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

Kontaminasi Pada Pangan

Kontaminasi Pada Pangan Kontaminasi Pada Pangan Sanitasi Industri Nur Hidayat Materi Sumber-sumber kontaminasi Keterkaitan mikroorganisme dengan sanitasi Hubungan alergi dengan proses sanitasi 1 Sumber-sumber kontaminasi 1. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Makanan dan minuman selain berfungsi dalam mendukung kesehatan juga bisa menjadi sumber penyakit bagi manusia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan MIKROORGANISME PATOGEN Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan Sub Pokok Bahasan Definisi mikroorganisem pathogen Infeksi dan intoksikasi Jenis-jenis mikroorganisme pathogen dalam makanan

Lebih terperinci

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono Food-borne Outbreak Saptawati Bardosono Pendahuluan Terjadinya outbreak dari suatu penyakit yang disebabkan oleh makanan merupakan contoh yang baik untuk aplikasi epidemiologi dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. M. domestica

Lebih terperinci

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda AWAS!! Bacillius cereus siap meracuni nasi anda 14 Mei 2008 Iryana Butar Butar Farmasi/B/078114094 Universitas Sanata Dharma Kingdom: Bacteria Phyllum : Firmicutes Classis : Bacilli Ordo : Bacillales Familia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Staphylococcus aureus 1.1. Morfologi Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram terlihat bentuk kokus ukurannya 0.8-1.0 mm dengan diameter 0.7-0.9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya ANALISIS CEMARAN MIKROBA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 Km atau sekitar 0,53 % dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

AGENT AGENT. Faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Jenis. Benda hidup Tidak hidup Enersi Sesuatu yang abstrak

AGENT AGENT. Faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Jenis. Benda hidup Tidak hidup Enersi Sesuatu yang abstrak AGENT AGENT Faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi Jenis Benda hidup Tidak hidup Enersi Sesuatu yang abstrak Dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan penyebab utama/ esensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu telah dikonsumsi sejak zaman dahulu menjadi bahan pangan sumber protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup. Bebas dari segala penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sehat merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup. Bebas dari segala penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup. Bebas dari segala penyakit merupakan impian dari setiap orang. Namun untuk menjaganya perlu dilakukan tindakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Elisa, PCR dan. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik. Medan

Elisa, PCR dan. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik. Medan Prinsip pemeriksaan metode Elisa, PCR dan Elektroforese Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik Fakultas kedokteran kt USU/UISU Medan Prinsip pemeriksaan Imunologis Umumnya berdasarkan pada interaksi

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen pelengkap minuman (Hadi, 2014). Es batu termasuk produk yang penting dalam berbagai bidang usaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( )

PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( ) 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas unggulan program revitalisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selain tuna dan rumput laut sejak tahun 2005. Disamping itu udang

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP

BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios =

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP. (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS

UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP. (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, Pulau Bali juga terkenal dengan kulinernya yang sangat khas. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, Pulau Bali juga terkenal dengan kulinernya yang sangat khas. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang dikenal dengan sebutan Pulau Dewata. Bali merupakan daerah tujuan wisata yang terkenal di dunia. Pulau Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agribisnis Pertemuan Ke 5 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi optimal seperti vitamin, mineral,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar

Lebih terperinci