A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi optimal seperti vitamin, mineral, hidrat arang, lemak, dan lainnya. Makanan harus murni dan utuh dalam arti tidak mengandung bahan pencemar serta harus higiene. Makanan yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit bahkan keracunan makanan apabila salah satu faktor tersebut terganggu. Makanan aman adalah makanan yang bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Kualitas makanan secara fisik, kimiawi, maupun mikrobiologis harus diperhatikan dan senantiasa terjamin mutunya sehingga masyarakat sebagai pengguna produk makanan dapat terhindar dari penyakit kesehatan dan keracunan akibat makanan. Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah menjadi salah satu faktor lahirnya produk-produk yang disediakan oleh perusahaan dan perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum (jajanan makanan). Penjual makanan merupakan salah satu jenis pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi 1

2 masyarakat. Penjual makanan memiliki potensi cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bawaan makanan yang dihasilkannya. Kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan, dan dijual oleh penjual makanan harus memenuhi syarat kesehatan seperti faktor lokasi dan bangunan, fasilitas sanitasi, peralatan, pengolahan makanan yang baik, dan penjamah makanannya sendiri (Kepmenkes No 942/MENKES/SK/VII/2003). Usaha jasaboga, restoran, warung makan, dan sejenisnya menjadi alternatif bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan energi dan kecukupan gizi guna menjalani aktivitas sehari-hari. Usaha jasaboga yang semakin berkembang semakin menuntut produsen untuk menciptakan variasi makanan beragam. Makanan yang bervariasi dari setiap jasaboga juga harus tetap memperhatikan kebersihan dan mutu keamanannya agar terhindar dari cemaran mikrobiologis, fisik, dan kimiawi guna menghindari penyakit bawaan makanan. Menurut Howes (1996), dalam Koncoputri (2012: 25), kasus keracunan bawaan makanan pada usaha jasaboga banyak disebabkan oleh kesalahan penjamah makanan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2014, diketahui bahwa keracunan makanan yang biasa terjadi berasal dari masakan rumah tangga sebesar 27,38% (23 kejadian), pangan jasaboga sebesar 16,67% (8 kejadian), pangan olahan sebesar 14,38% (7 kejadian), pangan jajanan sebesar 16,67% (8 kejadian) dan tidak diketahui sumber penyebabnya sebesar 4,17% (2 kejadian). 2

3 Menurut Heri Sidik pada harian pada 27 Januari 2015 terjadi keracunan makanan oleh suatu usaha jasaboga yang menimpa puluhan karyawan pabrik rambut palsu di Bantul, dan keracunan mendoan di Kulonprogo hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Menurut Saiful Bahri dalam harian pada bulan Februari 2015 terjadi keracunan nasi bungkus yang menimpa 149 karyawan di sebuah PT Mataram Tunggal Garmen, Donoharjo, Ngaglik, Sleman. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nasi bungkus yang berasal dari 3 jenis jasaboga itu tercemar bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus. Menurut data Depkes tahun 2014, provinsi DIY menduduki peringkat ketiga dengan kasus keracunan makanan terbanyak yakni 8,33%. Masih banyak produsen usaha jasaboga yang belum memperhatikan prinsip HACCP dalam memproduksi makanan yang dipesan konsumen. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab dari produsen membuat jaminan mutu dan kemanan pangan yang diproduksi belum dapat dipastikan kualitasnya. Keracunan makanan yang mungkin dapat terjadi berasal dari beberapa sumber, salah satunya industri jasaboga. Sumber lainnya bisa berasal dari makanan kaki lima, makanan siap saji, dan masakan rumah tangga. Pemeriksaan produk akhir perlu dilakukan untuk menilai adanya hazard yang timbul dari makanan yaitu diambil sampel dari makanan siap santap dan dilakukan uji/ analisis fisik, kimia, dan biologi untuk menilai ada tidaknya 3

4 kandungan hazard fisik, kimia, dan biologi sebagai suatu jaminan keamanan dan keselamatan makanan. Pada saat ini sudah dikenal sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan metode rasional dan ilmiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis terhadap bahaya dan penentuan upaya pengendalian yang efektif (WHO. 2005). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau tahapan produksi tertentu. Oleh sebab itu diperlukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya yang mungkin terjadi. Menurut Kenneth dan Dane (2005: 1), HACCP merupakan prinsip yang perlu ditetapkan pada tahap-tahap produksi makanan, menyiapkan, dan menyajikan makanan, proses makanan, sistem untuk mencegah terjadinya bahaya yang disebabkan oleh makanan dan dapat menjamin keamanan pangan. Kecamatan Kotagede merupakan salah satu kecamatan di kota Yogyakarta yang memiliki banyak usaha jasa boga untuk melayani kebutuhan masyarakat. Terdapat enam usaha jasaboga di kecamatan Kotagede yang belum memiliki ijin Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) atau ijin usaha dan menu favorit atau menu yang sering dipesan konsumen adalah menu ayam bacem. Sertifikat P-IRT adalah Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga yang harus tercantum dalam produk olahan makanan yang diedarkan di 4

5 masyarakat. Jika kita membeli produk olahan yang telah di kemas, akan dijumpau tulisan P-IRT, MD, ML, atau SP. Semua istilah tersebut merujuk pada pengertian nomor pendaftaran produk yang sudah tercatat di Departemen Kesehatan. P-IRT merupakan produk pangan yang dihasilkan skala industri rumah tangga (Dinkes Tulungagung. 2015). Baik buruk mutu produk pangan dipengaruhi oleh bahan makanan, pengolahan makanan, higiene penjamah, sanitasi lingkungan, dan penyajian makanan itu sendiri. Semua tahapan proses produksi makanan berpotensi menimbulkan bahaya karena adanya cemaran fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Berdasarkan fakta maka perlu dilakukan tinjauan penerapan HACCP dan uji cemaran dari aspek fisik, kimiawi, dan mikrobiologis pada jasaboga A dan B di Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta untuk mengetahui kualitas dan mutu keamanan dari ayam bacem tersebut. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Banyak usaha jasaboga yang belum memperhatikan prinsip HACCP dalam memproduksi makanan, untuk itu perlu adanya identifikasi penerapan HACCP pada usaha jasaboga yang berkembang. 5

6 2. Masih banyak usaha jasaboga yang berkembang belum dapat dipastikan tentang jaminan mutu dan keamanan pangannya. 3. Masih kurangnya kesadaran dan tanggung jawab dari produsen dalam menerapkan HACCP dalam memproduksi makanan. 4. Masih banyak kasus keracunan pangan oleh usaha jasaboga yang disebabkan oleh cemaran fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. 5. Penentuan titik kritis di setiap proses produksi ayam bacem, mulai dari pemotongan, pencucian, pengolahan, pengemasan, dan distribusi. C. Pembatasan Masalah Permasalahan ini hanya terbatas pada : 1. Penentuan titiik kritis dari penerapan HACCP perlu dilakukan pada semua tahap produksi ayam bacem di usaha jasaboga A dan B Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta. 2. Pengujian cemaran fisik, kimiawi, dan mikrobiologis perlu dilakukan pada tahap akhir produksi ayam bacem di usaha jasaboga A dan B untuk mengetahui kualitas produk ayam bacem. 6

7 D. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan HACCP usaha jasaboga A dan B di Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta pada produksi ayam bacem? 2. Bagaimana kualitas ayam bacem usaha jasaboga A dan B dilihat dari cemaran fisik, kimiawi, dan mikrobiologis? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penerapan HACCP pada usaha jasaboga A dan B di Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui kualitas produk pada usaha jasaboga A dan B dilihat dari cemaran fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: Bagi Peneliti: 1. Sebagai aplikasi ilmu yang telah diperoleh dalam bidang keamanan pangan. 2. Memperoleh wawasan terkait penanganan dan pengawasan mutu bahan pangan. 7

8 3. Mengetahui standar pengolahan yang baik. Bagi Program Studi: 1. Menambah data dasar maupun sebagai penelitian dasar untuk penelitian selanjutnya. 2. Menambah referensi mengenai penerapan HACCP usaha jasaboga. Bagi Instansi: 1. Memberikan informasi mengenai manajemen mutu dan keamanan pangan dalam mengelola makanan dan minuman. 2. Memberikan informasi mengenai higiene dan sanitasi pengolahan pangan yang baik dan benar. G. Batasan Operasional Batasan operasional dari penelitian ini, antara lain: 1. Jasaboga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jasaboga jenis A2, yakni jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan menggunakan dapur rumah tangga dan mempekerjakan tenaga kerja umum yang berada di sekitar Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta dan belum memiliki sertifikat P-IRT. 2. Omset usaha jasaboga kurang dari 60 juta perhari. 8

9 3. Pelaksanaan HACCP ditinjau dari tahapan produksi mulai dari bahan baku (pemilihan dan penyimpanan), pengolahan, penyajian, dan pendistribusian produk. 4. Produk yang dimaksud adalah ayam bacem berdasarkan menu yang sering dipesan oleh konsumen. 5. Pengujian cemaran fisik meliputi warna, bau, rasa, tekstur, serta keberadaan benda asing seperti rambut atau bulu, kerikil, dan lain-lain. Belum ada standar mutu untuk uji fisik sehingga kriteria yang digunakan mengacu pada kriteria ayam bacem pada umumnya di masyarakat. 6. Pengujian cemaran kimiawi meliputi uji jenis dan massa Bahan Tambahan Makanan (BTM) Monosodium Glutamat (MSG) dan pengukuran ph untuk mengetahui kualitas produk ayam bacem. 7. Pengujian cemaran mikrobiologis dalam penelitian ini meliputi angka Most Probable Number (MPN) bakteri Escherichia coli dan uji kualitatif Salmonella sp. 9