ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ID1 KABUPATEN LEMBATA, NTT HASAN IBRAHIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ID1 KABUPATEN LEMBATA, NTT HASAN IBRAHIM"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ID1 KABUPATEN LEMBATA, NTT HASAN IBRAHIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan daiam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret Hasan Ibrahim A

3 ABSTRAK HASAN IBRAHIM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lembata, NTT. HARTOYO dan DRAJAT MARTIANTO. Tingkat kesejahteraan mencerminkan kualitas hidup sebuah keluarga. Keluarga dengan tingkat kesejahteram yang lebih tinggi berarti memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Nubatukan dan 1fe Ape, Lembata, NTT bertujuan untuk mengukur prevalensi kemiskinan berdasarkan indikator BPS, BKKBN, dan subyektif, tingkat akurasi indikator BKKBN dan subyektif dengan bench mark indikator BPS, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Penelitian ini melibatkan 100 keluarga sampel yang dipilih dengan metode sfratijied random sampling. Prevalensi kemiskinan di lokasi sangat bewariasi tergantung indikator yang di~ergunzkan, yaitu 78% (menggunakan indikator BKKBN), 66% (menggunakan indikator BPS), dan 31% (menggunakan indikator penilaian subyektif). Dengan menggunakan indikator BPS sebagai bench mark, penggunaan indikator BKKBN memiliki sensitifitas yang cukup tinggi (89,4%), tapi spesifisitas yang rendah (44,1%) dalam penentuan keluarga miskin. Sebaiiknya penggunaan indikator penilaian subyektif memiliki sensitifitas yang rendah (36,4%), tapi spesifisitas yang cukup tinggi (79,4%). Faktor-faktor yang berhubungan nyata (p<0,05) dengan kesejahteraan adalah jenis kelamin KK, pendidikan KK, pekerjaan KK. Kafa kunci: Kescjahteraan, kerniskinan, akurasi indikator.

4 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dun memperbanyak ranpa izin tertulis dari Institut Pertanial? Bcxor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrojlm, dun sebagainya

5 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI KABUPATEN LEMBATA, NTT HASAN IBRAHIM Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

6 Judul Tesis Nama NIM : Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT : Hasan Ibrahim : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Hartoyo. M.Sc Ketua Anggota Diketahui Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Dekan Sekolah Pascasarjana &$@,, 9 Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 7 Pebruari 2007 Tanggal Lulus : 0 6 MAR 2007

7 PRAKATA Puji dan syukur penrtlis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas ijin dan bimbingannya sehingga tesis yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT dapat diselesaikan. Penelitian ini mempakan salah satu tugas akhir yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bog or. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menyelesaikan penelitian ini saya tidak bekerja sendiri tetapi dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh sebab itu dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Ucapan terimakasih yang pertama penulis berikan kepada Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc dan Bapak Dr. Drajat Martianto, M.S sebagai komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Terimakasih juga penulis haturkzn kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh tenaga pengajar dan tenaga administrasi, terutama yang bergabung di program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga karena ketulusan dalam pengajaran serta pelayanan administrasi selama penulis menuntut ilmu di IPB. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur Politeknik Pertanian (Politani) Negeri Kupang atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di sekolah pascasajana IPB. Atas bantuan dana yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di IPB maka penulis ucapkan terimakasih kepada pengelola bantuan dana pendidikan pascasarjana (BPPS) direktorat pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional, pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta pemerintah Kabupaten Lembata. Tak lupa penulis mengucapkan. terima kasih kepada Bapak Bupati Kabupaten Lembata, Bapak Camat Kecamatan Nubatukan, Kecamatan Ile Ape, Kepala Keiurahan Lewoleba Barat, Lewoleba Timur, Kepaia Desa Dulitukan dan

8 Tagawiti masing-masing beserta stafnya atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di kedua wilayah tersebut. Penulis memberikan penghargaan yang tulus dan terimakasih yang mengalam kepada ayahanda Haji Ibrahim (almarhum) dan ibunda Siti Habiba serta nenek haja Siti Fatima atas pengasuhan yang telah diberikan kepada penulis. Spesial penulis ucapkan terimakasih buat isteri tercinta Rindayanti, SP, M.Si, atas pengertian dan pengorbanan, nanda Fityan Loly Al-Hasan dan Al-Gifari Loly Hasan yang senantiasa setiap saat menanti kehadiran ayah. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rusdi Koto dan Mama Rosmiati serta adik-adikku Naldilawati, Wiwitria Rosa, Leni Rusdianti, dan Yuni Angelia, Ros mini dan Nurhayati, Kak Kadija beserta suami dan anakanaknya atas sega!a bantuan dan do'a yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di IPB. Terimakasih yang terakhir penulis sampaikan buat teman-teman angkatan 2002 di program studi GMSK, khususnya Bu As As, Bu Cucu, Bu Fitri, dan Woro atas kerjasama yang telah kita ciptakan berikut kita bina selama kita di pengembangan sumberdaya keluarga (PSDK). Meski masih belum sempurna, penulis tetap berharap tesis ini dapat memberikan kontribusi keilmuan maupun masukan bagi kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan, khususnya di Kabupaten Lembata. Bogor, Maret 2007 Hasan Ibrahim A

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamahala pada tanggal 24 Agustus Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putra dari Bapak Haji Ibrahim dan Ibu Siti Habiba. Riwayat pendidikan penulis adalah SD Negeri Lamahala tahun 1976 sampai tahun 1982, SMP Negeri Lamahala , SMA Negeri 468 Larantuka tahun , Penulis masuk Jurusan Nutrisi dan Makanan Temak Fakultas Petemakan Universitas Nusa Cendana Kupang pada tahun 1990 dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan Jurusan Nutrisi dan Makanan Temak pada tahun Sejak Agustus 1997 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Pada tahun 2001 penulis memasuki Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

10 DAFTAR IS1 Halaman D~FTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN... Latar belakang... Pemrnusan masalah..... Tujuan penel~tlan... Tujuan umum... Tujuan khusus..... Manfaat penel~tlan... TINJAUAN PUSTAKA... Konsep kesejahteraan keluarga... Faktor-faktor determinan kesejahteraan keluarga... Karakteristik mmahtangga rniskin versus tidak miskin... Ukuran mrnahtangga... Umur kepala mahtangga... Lama pendidikan kepala rumahtangga... Surnber penghasilan utarna... Pola konsumsi mahtangga... Luas lantai mrnah... Pengukuran tingkat kesejahteraan..... Ukuran kem~sk~nan BPS... Ukuran kesejahteraan BKKBN... Ukuran kerniskinan Sayogyo... Ukuran kerniskinan Esrnara... Ukuran kemiskinan Bank Dunia... Ukuran kerniskinan KFM... Ukuran kemiskinan Abuzz Asra... Ukuran kemiskinan Subyektif Upayz-upaya ~emerintah dalam rangka pengentasan kem~skman KERANGKA PEMIKIRAN... METODE PENELITIAN... Desain. tempat dan waktu penelitian... Metode pengambilan sampel... Jenis dan cara pengurnpulan data... Penetapan keluarga responden..... Pengolahan dan analisis data..... Definisl operasional...

11 HASIL DAN PEMBAHASAN... Profil Kabupaten Lembata... Karakteristik keluarga responden Ukuran keluarga responden... Umur kepala keluarga dan responden Agama keluarga... Etnis kepala keluarga dan responden... Pendidikan kepala keluarga dan responden... Pekerjaan kepala keluarga... Pekerjaan responden... Pendapatan dan pengeluaran keluarga responden... Aset keluarga responden..... Prevalensi kern~sk~nan... Tingkat akurasi indikator BPS. BKKBN. dan penilaian subyektif... Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga... Umur kepala keluarga... Jenis kelamian kepala keluarga... Pendidikan kepala keluarga... Jumlah anggota keluarga... Pekerjaan kepala keluarga... Etnis kepala keluarga... Agama keluarga... Lokasi ternpat tinggal... Rekomendasi kebijakan pengentasan kemiskinan..... Pendidlkan... Pekerjaan... Lokasi tempat tinggal... SIMPULAN DAN SARAN... Simpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA...

12 DAFTAR TABEL 1. Karakteristik sosial demografi rumahtangga miskin dan tidak.. m~skin... 2 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut sumber penghasilan utama Poia konsumsi rumahtangga miskin dan tidak miskin... 4 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut luas -- lantai... 5 Program-program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan selama periode 1990-an... 6 Jenis dan cara pengumpulan data Hasil pendataan keluarga tingkat kelurahan tahun 2003 oleh Halaman 7 Sebaran keluarga responden menttrut tingkat kesejahteraan versi PLKB di Nubatukan dm Ile Ape... Jumlah keluarga responden hasil verifikasi berdasarkan tingkat kesejahteraan... Akurasi metode pengukuran kesejahteraan... Sebaran penduduk Kabupaten Lembata berdasarkan tingkat pendidikan... Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut status ketenagakerjaan... Penduduk menurut golongan pengeluaran per kapita perbtt!an.. Pengeluaran per kapita per bulan (Rp) di Kabupaten Lembata Sebaran keluarga menurut ukuran keluarga... Sebaran keluarga menurut kategori jumlah anak dan anggota keluarga lain... Sebaran keluarga menurut tipe keluarga... Sebaran keluarga berdasarkan umur kepala keluarga dan responden... Sebaran keluarga berdasarkan agama di Nubatukan dan Ile Ape... Sebaran keluarga berdasarkan etnis... Sebaran kepala keluarga dan responden menurut tahun pendidikan... Sebaran kepala keluarga menurut peke jaan utama dan tambahan... Sebaran responden menurut pekerjaan utama dan tamb ahan... Sebaran keluarga menurut kategori pendapatan... Keragaan pengeluaran pangan dan non pangan... Persentase pengeluaran pangan dan non pangan terhadap - - pengeluaran total... Sebaran keluarga menurut perbandingan pendapataq dan pengeluaran... Sebaran keluarga menurut kepemilikan aset... Rata-rata kepemilikan aset temak keluarga...

13 Sebaran keluarga berdasarkan kategori luas bangunan rumah... Sebaran keluarga miskin berdasarkan indikator ALEK... Sebaran keluarga berdasarkan indikator kesejahteraan BKKBN dan persepsi subyektif dangan indikator BPS sebagai bench mark... Sensitifitas dan spesifisitas indikator kemiskinan BKKBN dan persepsi subyektif dengan bench mark indikator BPS... Klasifikasi tingkat kemiskinar, BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan umur kepala keluarga (tahun)... Klasifikasi tingkat kemiskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan jenis kelarnin kepala keluarga... Klasifikasi tingkat kemiskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan pendidikan kepala keluarga... Klasifikasi tingkat kerniskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan jurnlah anggota keluarga (orang)... Klasifikasi tingkat kerniskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan pekerjaan kepala keluarga... Klasifikasi tingkat kemiskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan etnis kepala keluarga... Klasifikasi tingkat kemiskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan agama... Klasifikasi tingkat kemiskinan BPS, BKKBN, dan penilaian subyektif berdasarkan lokasi...

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Kerangka pem~klran penel~tlan Kerangka pengambilan sarnpel Prevalensi kemiskinan menurut indikator BPS, BKKBN, dan 45 subyektif...

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tahapan keluarga sejahtera (BKKBN 2003) Indikator kemiskinan alasan ekonomi (ALEK) (BKKBN ) Indikator penilaian subyektif Sebaran mmahtangga berdasarkan penilaian subyektif 73 terhadap tingkat kesejahteraan dan status kesejahteraan BKKBN Hasil Analisis Khi Kuadrat Faktor-faktor yang berhubungan 74 dengan kesejahteraan keluarga...

16 PENDAHULUAN Latar belakang Pembangunan nasional pda hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dalam kurun waktu , terjadi peningkatan kesejahteraan yang cukup signifikan, yang ditandai dengan penurunan jumlah dan proporsi penduduk miskin yang hidup di bawah garis kemiskinan (BPS 1999). Namun akibat adanya krisis ekonomi pada tahun 1998 ( ), jumlah penduduk miskin meningkat sangat tajam menjadi sekitar 493 juta jiwa (24,23%). Sejd terjadi krisis ekonomi, berbagai program peningkatan kesejahteraan telah dilakukan, namun belum dapat secara nyata meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah dan proporsi penduduk miskin per maret 2006 (BPS 2006) masih relatif tinggi yaitu sebesar 39,05 juta (17,75%); lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2005 (35,l juta jiwa atau 15,97%). Banyak faktor yang berkaitan dengan kurang berhasilnya program yang dilaksanakan, di antaranya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diakibatkan oleh kebijakan pengurangan subsidi BBM. Selain itu, program peningkatan kesejahteraan yang dilakukan pada awal setelah terjadinya krisis, lebih bemuansa untuk mencegah te rjadi penurunan kesejahteraan yang lebih buruk (safety netprogram). Tingkat kesejahteraan mencerminkan kualitas hidup dari sebuah keluarga (Ancok 1990). Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berarti memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sehingga pada akhirnya keluarga tersebut mampu untuk menciptakan kondisi yang lebih baik ur~tuk bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Tingkat kesejahteraan bervariasi tergantung pendekatan yang digunakan dalam mengartikan kesejahteraan. BPS mengartikan kesejahteraan sebagai kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya. Sementara BKKBN mengartikan kesejahteraan sebagai kemampuan keluarga untuk hidup dan berfimgsi dalam masyarakat seperti memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.

17 Kemiskinan menurut Sumodiningrat el a1 (1999) bersifat kompleks dm multidimensi. Kompleks artinya faktor sebab akibat kemiskinan sating mempengaruhi sehingga membentuk sebuah lingkaran setan. Untuk mengentaskan kemiskinan maka lingkaran tersebut hams diputuskan. Hal ini dapat dilakukan dengan intervensi program pengentasan kemiskinan. Karena kemiskinan merupakan sebuah siklus maka intervensi program tidak hanya dilakukan pada satu entry point, tetapi hams dilakukan secara menyeluruh (Khomsan 2002). Efektifitas atau keberhasilan program intervensi kemiskinan sangat ditentukan oleh targeting (menentukan kelompok sasaran program) yang tepat. Hal ini berkaitan dengan penggunaan metode pengukuran kemiskinan (indikator penentu kemiskinan) yang konsisten. Penentuan kelompok sasaran yang tepat akan menjamin bantuan yang diberikan sesuai target (kelompok miskin)(grosh 1992). Suryahadi et a1 (1999) dalam Irawan dan Romdiati (2000) yang melakukan survei sebanyak 100 desa menyatakan bahwa hasil yang dicapai oleh program operasi pajar khusus (OPK) belum optimal karena umumnya kelompok sasaran tidak sesuai dengan ketentuan program. Keluarga yang menjadi target OPK adalah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Selain itu dalam penanggulangan kemiskinan dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap faktorfaktor yang berhubungan dengan tingkat prevalensi kemiskinan, sehingga dapat ditentukan entry point untuk melakukan intervensi program pengentasan kemiskinan (Khomsan 2002). Perumusan masalah Tingkat prevalensi kemiskinan di Kabupaten Lembata selama setahun ( ) mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah keluarga miskin adalah sementara tahun 2003 adalah (BPS 2004b) atau meningkat sebesar 43,98%. Meningkatnya jumlah keluarga miskin menunjukkan bahwa program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lembatabelum efektif. Program pengentasan kemiskinan seyogyanya memperhatikai 2 ha1 agar lebih efektif, yaitu: a). penetapan sasaran progranl (targeting) yang jelas, ha1 ini dapat dilakukan dengan menggunakan indikator dan pendekatan yang konsisten, dan b).

18 Pemahaman terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejhteraan keluarga. Berdasarkan permasalahan tersebut dapat diajukan beberapa research question sebagai berikut: 1) Bagaimana tingkat prevalensi kerniskinan rnenurut indikator BPS, BKKBN, dan subyektif? 2) Bagairnana tingkat akurasi indikator BPS, BKKBN, dan subyektif dalam rnengukur tingkat kesejahteraan keluarga? 3) Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga? 4) Bagairnana upaya dalam pengentasan kemiskinan? Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lernbata dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Sernentara itu tujuan khusus dari penelitian ini rneliputi: 1) Mengetahui tingkat prevalensi kesejahteraan keluarga menurut indikator BPS, BKKBN, dan subyektif. 2) Mengukur tingkat akurasi indikator BKKBN dan subyektif dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga dengan menggunakan indikator BPS sebagai bench mark. 3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. 4) Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga. Ma~faat penelitian Penelitian ini diharapkan menghasilkan inforrnasi yang berkaitm dengan pengukuran tingkat kesejahteraan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan; yang bemanfaat sebagai: 1) Rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Lembata dalam menyusun program- program pembangunan khususnya program-program intervensi pengentasan kemiskinan

19 2) Masukan bagi masyarnkat Lembata dalam rangka meningkatkan kesejahteraan kcluarga. 3) Sumber informasi bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan pcmaharnan tentang kerniskinan dan kesejahteraan.

20 TINZAUAN PUSTAKA Konsep kesejahteraan keluarga Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno 1985). Kesejahteraan menggarnbarkan kepuasan seseorang karena rnengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Kepuasan yang diperoleh bersifat relatif tergantung jumlah pendapatan yang diperoleh (Sawidak 1985). Orzng yang berpendapatan rendah tidak mampu memenuhi kebutuhaii hidup minimumnya, sehingga kepuasan yang diperoleh rendah atau tidak sejahtera (miskin). Konsep kesejahteraan menurut Sawidak (1985) adalah kesejahteraan ekonomi. Kesejahteraan ekonomi merupakan kesejahteraan yang bersifat lahiriah sehingga bersifat nyata (tangible) dan dapat diukur (measurable). Pengukuran dapat dilakukan terhadap kemarnpuan keluarga dalarn memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan laimya. Konsep kesejahteraan ekonomi memberikan ruang untuk diperdebatkan karena mengabaikan aspek bathiniah dari keluarga. Syarief dan Hartoyo (1993) menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan di atas standar minimum belurn tentu sejahtera dan pendapatan di bawah standar minimum tidak selarnanya tidak sejahtera. Keluarga yang memiliki pendapatan di atas standar hidup minimum merasa tidak sejahtera karena tidak puas dengan apa yang diperolehnya, merasa stress, dan dituntut oleh pekejaan. Sedangkan keluarga yang berpendapatan di bawah standar hidup minimun bisa merasa sejahtera karena selalu bersyukur atas karunia yang diberikan serta rnerasa cukup serta hidupnya selaras alam. Faktor-faktor determinan kesejahteraan keluarga Menurut Syarief dan Eartoyo (1993), faktor yang mempengaruhi kesejehteraan keluarga terdiri dari faktor ekonomi dan bukan ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan kemarnpuan keluarga dalam memperoleh pendapatan. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) memiliki pendapatan yang rendah. Rendahya pendapatan tersebut menurut Sharp et a1 (1996) dalam Kuncoro

21 (1997) disebabkan oleh adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta perbedaaan akses dalam modal Faktor-faktor bukan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga adalah faktor budaya, faktor teknologi, faktor keamanan, faktor kehidupan beragama, faktor kepastian hukum (Syarief dan Hartoyo 1993). Budaya berfungsi sebagai filter untuk mengantisipasi budaya luar sehingga keluarga tetap eksis. Teknologi dapat meningkatkan produk dan efisiensi dalam. menggunakan sumberdaya yang terbatas sehingga akan meningkatkan pendapatan. Kondisi yang aman memberikan rumg bagi pelaksanaan pembangunan berikut pendistribusian hasil-hasilnya bagi masyarakat, serta menjamin kebebasan setiap keluarga dalam mempelajari dan menjalarkan syariat menurut agama yang dipeluknya. Adanya kepastian hukum membuat setiap keluarga akan berusaha dengan tenang karena sumberdaya yang dimiliki dijamin oleh hukum. Rambe (2004) menemukan bahwa faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga tergantung pada indikator yang digunakan dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Selanjutnya dikatakan bahwa ada 4 faktor yang konsisten dalam menentukan tingkat kesejahteran keluarga yakni faktor pendidikan, kondisi tempat tinggal, harga, dan pengeluaran. Karakteristik rumahtangga miskin versus tidak miskin. Karakteristik yang dibandingkan antara rumahtangga miskin dan tidak miskin terdiri dari karakteristik demografi, karakteristik ketenagakejaan, pola konsumsi rumahtangga dan karakteristik tempat tinggal. Dengan membandingkan setiap karakteristik antara rumahtangga miskin dan tidak miskin pcrsoalan kemiskinan dapat terungkap (BPS 1999). Karakteristik-karakteristik tersebut akan di.jeiaskan di bawah ini. Ukuran rumahtangga. Rumahtangga miskin menanggung beban yang lebih besar jika dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata jumlah anggota rumahtangga miskin yang lebih tinggi (4,9) orang, sementara rumahtangga tidak miskin yang hanya 3,9 orang. Jumlah anggota rumahtangga miskin dan tidak miskin di desa lebih rendah ( 4,8 versus 3,s) orang daripada di kota (5,l versus 4,O) orang (Tabel 1). Jumlah anggota

22 rurnahtangga miskin cenderung besar karena rnemiliki tingkat kelahiran yang lebih tinggi sementara tingkat kematian rendah. Hal ini disebabkan oleh pendapatan yang rendah, dan kurangnya akses terhadap kesehatan dan pemenuhan gizi. Umur kepala rumahtangga. Rata-rata umur kepala rurnahtangga miskin adalah 46,l tahun dan rurnahtangga tidak miskin adalah 46,4 tahun (Tabel 1). Dengan demikian dapat dikatakan usia kepala kepala rumahtangga miskin dan tidak miskin hampir sama. Keadaaan ini rnenggambarkan bahwa rumahtangga miskin dan tidak rniskin dikepalai oleh kepala keluarga yang masih produktif. Lama pendidikan kepala rumahtangga. Ditinjau dari segi pendidikan, rata-rata lama pendidikan kepala rumahtangga rniskin lebih rendah (5,s) tahun daripada di kota (7,7) tahun (Tabel I). Hal ini mengindikasikan bahwa rurnahtangga tidak miskin dipimpin oleh kepala rurnahtangga yang berpendidikan lebih rendah. Pola penyebaran lama pendidikan kepala rumahtangga miskin dan tidak miskin sama, yakni lama pendidikan kepala nunahtangga di desa lebih rendah daripada di kota. Tabel 1 Karakterisiik sosial demografi rumahtangga miskin dan tidak rniskin Surnber: BPS (1999) Sumber penghasilan utama. Sumber penghasilan utama rumahtangga miskin dan tidak miskin disajikan pada Tabel 2. Visualisasi pada tabel 2 menunjukkan bah..va sumber penghasilan utama rumahtangga miskin adalah berasal dari sektor pertanian 59,68% sementara rurnahtangga tidak miskin adalah berasal dari sektor jasa-jasa (43,52)(Tabel 2). Dengan demikian rumahtangga miskin masih mengandalkan sumber penghasilan utamanya dari sektor pertanian. Di sisi lain Tabel 3 juga menginformasikan bahwa sumber penghasilan utama

23 rumahtangga miskin dan tidak miskin di desa lebih dominan adalah berasal dari sektor pertanian yakni 75,70% dan 58,79%. Kenyataan ini memberi konfirmasi bahwa sebagian besar rumahtangga di desa sektor pertanian. menggantungkan hidupnya pada Tabel 2 Persentase rumah tangga miskin dan tidak miskin menurut sumber penghasilan utama Sumber: BPS (1999) Pola konsumsi rumahtangga. Rumahtangga miskin rnemiliki persentase pengeluaran untuk makanan lebih besar (71,23%) daripada tidak miskin (38,31%)(Tabel 3). Sementara pengeluaran untuk bukan makanan bagi mmahtangga miskin hanya 28,70% jika dibandingkan dengan mmahtangga tidak miskin yang rnencapai 61,70. Minya prioritas utama mrnahtangga miskin dalam membelanjakan sebagian besar pendapatannya adalah untuk memenuhi kebutuhana makanan. Tabel 3 Pola konsumsi rumah tingga rniskin dan tidak miskin Wilayah Kota Desa Rata-rata kota+desa Sumber: BPS (1999) Jenis konsumsi (%) makanan Bukan makann miskin ,26 71;23 Tidak miskin 40,71 35,90 38,31 miskin 25,66 31,74 28,70 Tidak rniskin. 59,29 64,lO 61,70 Luas lantai rumah. Luas lantai adalah salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kualitas mmah. Dan segi luas lantai, terlihat perbedaan yang cukup jelas antara mmahtangga miskin dan tidak rniskin. Hal ini ditunjukkan oleh persentase rumahtangga tidak miskin yang merniliki r~mah

24 dengan luas lantai >45 m2 lebih besar (65,?2%) daripada miskin (58,24%)(Tabel 4). Tabel 4 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut luas lantai Sumber: BPS(1999) Dari perbandingan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa: (1) keluarga miskin memiliki tanggungan keluarga lebih tinggi daripada kel1-~arga tidak miskin, (2) usia kepala rumahtangga miskin tidak berbeda dengan tidak miskin, (3) rata-rata lama pendidikan kepala rumahtangga miskin lebih rendah daripada tidak miskin, (4) sumber penghasilan utama mmahtangga miskin berasal dari sektor pertanian sedangkan rumahtangga tidak miskin berasal dari sektor jasa, (5) alokasi pengeluaran terbesar untuk rumahtangga miskin adalah untuk makanan sedangkan rumahtangga tidak miskin adalah bukan makanan, (6) persentase rumahtangga miskin yang memiliki luas lantai > 45 m2 lebih rendah daripada rumahtangga tidak miskin. Pengukuran tingkat kesejahteraan Pengukuran tingkat kesejahteraan dapat dilakukan dengan pendekataii obyektif dan subyektif. Pendekatan obyektif dikembangkan berdasarkan nilainilai normatif, sedangkan pendekatan subyektif dikembangkan berdasarkan psda nilai-nilai individu dan rumahtangga. ~al& mengukur tingkat kemiskinan dengan pendekatan obyektif terlebih dahulu hams ditetapkan garis kemiskinan atau standar hidup minimum suatu masyarakat sebagai pembanding yang dikenal dengan garis kemiskinan. Pendudllk dikatakan miskin jika standar hidup minumurnnya di bawah garis kemiskinan (Raharto dan Romdiati 2000).

25 Pengukuran kemiskinan menggunakan pendekatan obyektif berdasarkan indikator-indikator yang telah disepati sehingga dapat digunakan untuk melakukan survei dalam skala yang luas (negara dan propinsi). Namun pendekatan subyektif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan individual untuk menentukan tingkat kesejahteraan (Raharto dan Romdiati 2000), karena merekalah yang paling mengenal kehidupannya (Tim peneliti 1994). Dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesejahteraan pada tingkat keluarga. Uku:an kemiskinan BPS. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan BPS dengan cara membandingkan total pengeluaran penduduk per kapita per bulan terhadap batas garis kemiskinan yang berlaku. Penduduk dinyatakan miskin jika pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan. Metode ini disebut metode Head Count Index (BPS 2000). Garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS adalah besamya nilai rupiah yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Penentuan garis kemiskinan merujuk pada reference population atau penduduk yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan (BPS 1999). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 Kalori per orang per hari menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun Sementara pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan adalah pengeluaran untuk perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, bamg-barang yang tahan lama dan bxang serta jasa esensial laimya (Irawan 2000). Ukuran kesejahteraan BKKBN. Pengukuran tingkat kesejahteraan yang dilakukan oleh BKKBN berdasarkan pada konsep keluarga sejahtera. Keluarga sejahtera dibagi menjadi 5 tahap yakni keluarga pra sejahtera (PS), keluarga sejahtera I (KS I), keluarga sejahtera I1 (KS II), keluarga sejahtera 111 (KS III), dan keluarga sejahtera 111 plus (KS 111 plus) (BKKBN 2003). Pentahapan tersebut mencerminkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup setiap tahapan keluarga diterjemahkan dalam kriteriakriteria. Kriteria-kriteria tersebut meliputi kebutuhan spiritual, pangan, sandang,

26 Fapan, kesehatan, pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, transportasi, menabung, memperoleh informasi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatax (Raharto & Romdiati 2000). Keluarga PS I adalah keluarga yang belum memenuhi kebutuhan dasamya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. KS I adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasamya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalarn keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. KS I1 adalah keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimalnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. KS I11 adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan sosial psikologisnya, dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif da!am usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. KS 111 Plus adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, kebutuhan sosial psikologisnya, kebutuhan pengembangannya, serta secara teratur ikut menyurnbang dalam kegiatan sosiai dan aktif mengikxti gerakan semacam itu dalam masyarakat (BKKBN 2003). Kriteria masing-masing tahapan keluarga sejahtera disajikan pada Lampiran 1. Untuk menentukan keluarga miskin di tingkat desakelurahan BKKBN mengtmbangkan indikator-indikator yang bersifat ekonomi. Menurut indikator alasan ekonomi keluarga miskin terdiri dari keluarga pra sejahtera alasan ekanomi dm keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Indikator kemiskinan alasan ekonomi disajikan pada lampiran 2. Keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan alasan ekonomi digolongkan keluarga miskin (BKKBN 2003). Lndikator alasan ekonomi dilampirkan pada Lampiran 2 Ukuran kemiskinan Sayogyo. Dalam mengukur tingkat kesejahteram keluarga, Sayogyo menggunakan kriteria batas garis kemiskinan berdasarkan

27 satuan kilogram beras ekuivalen. Garis kemiskinan dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi beras (kgkapita) dengan harga beras pada saat yang bersangkutan dan rata-rata anggota tiap keluarga adalah 5 orang. Menurut garis kemiskinan Sayogyo, keluarga dibagi menjadi: 1. Keluarga sangat miskin. Keluarga yang memiliki penghasilan di bawah setara dengan 240 kg berasltahun untuk penduduk yang tinggal di pedesaan dan pengllasilan di bawah setara 360 kg berasltahun bagi mereka yang tinggal di perkotaan. 2. Keluarga miskin. Keluarga yang mempunyai penghasilan setara dengan 240 kg beras sampai 320 kg berasltahun untuk daerah pedesaan dan 360 kg beras sampai 480 kg/tahun ntuk daerah perkotaan. 3. Keluarga hampir cukup. Keluarga yang tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang berpenghasilan setara dengan 320 kg sampai 480 kg berasltahun untuk pedesaan, dan mereka yang berpenghasilan setara 480 kg sampai 720 kg berasltahun yang tinggal di perkotaan. 4. Cukup. Kelompok ini terdiri dari keluarga yang memiliki penghasilan setara dengan lebih dari 480 kg beras/tahun yang tinggal di pedesaan dan mereka yang tinggal di perkotaan dengan penghasilan di atas setara 720 kg berasltahun (Sumodiningtrat el a1 1999). Indikator ini rnemiliki keterbatasan karena kebutuhan dasar setiap individu sangat beragam, baik kebutuhan pangan maupun bukan makanan. Oleh karena itu tidak dapat diukur hanya dengan merujuk pada pengeluaran yang disetarakan beras. Selain itu indikator ini sulit untuk diterapkan pada daerah yang bahan makanan utamanya bukan & Romdiati 2000). Ukuran kemiskinan Esmara. Menurut Hendra Esmara (1986), garis kemiskinan diukur berdasarkan pada jumlah pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokok per kapita selama setahun. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan barang-barang seperti beras, daging, sayur, perurnahan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok di sini dapat berubah-ubah. Perubahan pengeluaran per kapita atas barang kebutuhan pokok mencerminkan perubahan tingkat harga dan pola konsumsi keluarga. Indikator ini mampu menjelaskan perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap kebutuhan pokok

28 (Sumodiningtrat et a1 1999). Sehingga dikatakan ukuran kemiskinan Esmara marnpu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan riil yang meningkat terhadap kuantitas b'arang-barang esensial yang dikonsumsi (Kuncoro 1997). Ukuran Bank Dunia. Garis kemiskinan yang digunakan bank dunia untuk mengukur penduduk miskin adalah pengeluaran berdasarkan data-data SUSENAS. Untuk mengatasi perbedaan harga antar daerah maka pengeluaran konsumsi hams disesuaikan dengan harga yang berlaku di Jakarta (Sumodiningtrat et ai 1999). Ukuran kebutuhan fisik minimum (KFM). Ukuran ini dikembangkan oleh departemen tenaga kerja untuk menentukan tingkat upah minimum. Metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data tentang biaya hidup di kotakota di seluruh propinsi, untuk menentukan indeks kebutuhan fisik minimum. Garis kemiskinan ditentukan berdasarkan indeks kebutuhan fisik minimum, meliputi kebutuhan pangan dan non pangan yang telah ditetapkan (Sumodiningrat er a1 1999). Ukurau Abuzar Asra. Penentuan garis kemiskinan tidak berbeda dengan ukuran sebelurnnya tetapi dilakukan penyesuaian terhadap batas garis kemiskinan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari adanya inflasi terhadap barang-barang dan jasa konsumsi kelornpok miskin (Sumodiningtrat et a1 1999). Ukuran subyektif. Pengukurat kemiskinan dengan ukuran subyektif dilakukan berdasarkar. pada asumsi bahwa masyarakat yang lebih memahami dan mengartikan standar hidupnya (Raharto dan Romdiati 2000). Pendekatan ini mengukur kesejahteraan keluarga dalam perspektif fenomenologi artinya berdasarkan fenomena yang mmcul di masyarakat (Bogdan and Taylor 1984 diacu dalam Tim Peneliti 1994). Beberapa hasil penelitian yang menggunakan pendekatan subyektif dalam mengukur tingkat kesejahteraan antara lain: (1) Singarimbun dan Penny (1984) menjelaskan bahwa konsep kesejahteraan di pedesaan Jawa berhubungan erat dengan pemilikan dan penguasaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (2) hfubyarto, Sutrisno dan Dove (1984) yang melakukan penelitian pada masyarakat nelayan menemukan bahwa ukuran kesejahteraan pada

29 masyarakat nclayan berkaitan dengan pemilikan alat tangkap, hubungan patron- clienf (punggawa-sawi) dan kebutuhan mencari pekerjaan tambahan. (3) Sayogyo (1994) menemukan bahwa pandangan masyarakat NTT tentang kesejahteraan berkaitan dengan kehidupan ekonomi dan sosial. Pandangan mereka berbeda- beda tergantung pada budaya dan wilayah geografi. (4) Rambe (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga menurut indikator subyektif adalah pendidikan kepala ~mahtangga, umur kepala rumahtangga, persepsi harga, dan pendapatan. Upaya-upaya pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Komitmen pemerintah dalarn meningkatkan kesejahteraan tercermin dalam berbagai kebijakan yang mendukung dan berorientasi pada penanggulangan kemiskinan. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memperbaiki kesejahteraan penduduk sekaligus mengurangi kesenjangan sosial ekonomi antar golongan. Operasionalisasi Kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui program-program pengentasan kemiskinan. Program-program ini dapc: disajikan pada Tabel 5. Secara umum seluruh program pengentasan kemiskinan memiliki tujuan yang sama yakni membantu dan memberdayakan penduduk miskin untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Perbedaannnya adalah program pengentasan kemiskinan sebelum krisis difokuskan untuk meningkatkan pendapatan sedangkan di masa krisis hanya bersifat transfer pendapatan. Strategi penghapusan kemiskinan sebelum krisis diarahkan untuk memperbaiki pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari seluruh penduduk, baik dari aspek kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Oleh sebab itu bantuan dana maupun pendampingan yang diberikan diharapkan ada perbaikan struktural seperti penciptaan lapangan keja yang produktif yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan penduduk miskin. Sementara pada era krisis ekonomi program-program pengentasan kemiskinan diarahkan untuk menolong penduduk miskin karena krisis ekonomi atau bersifat emergency. Penduduk miskin memperoleh bsntuzn melalui keterlibatan mereka dalam program tersebut. Oleh sebab itu program bantuan

30 yang diterima oleh penduduk miskin tersebut hanyalah transfer pendapatan bukan melalui perbaikan stmktural (Irawan dan Romdiati 2000). Tabel 5 Program-program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan selama periode 1990-an Program pengentasan kemiskinan Sebelum krisis ekonomi Inpres desa tertinggal (IDT) Pembangunan keluarga sejahtera (FKS). Pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS). Program pengentasan kemiskinan sektoral. Masa krisis Ketahanan pangan Pengamana sosial: bidang pendidikan bidang kesehatan Penciptaan lapangan kerja Padat karya Tujuan program melepaskan diri dari kemiskinan, memunculkan pengusaha kecil yang dapat memperkuat daya tahan ekonomi rakyat. meningkatkan peran dan fungsi keluarga terutama keluarga PS dan KSI terutama di bidang ekonomi. mengembangkan ekonomi desa dan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi anak sekolah. membantu dan rnemberdayakan penduduk miskin membantu penduduk miskin akibat krisis dalam memenuhi kebutuhan dasar terutama pangan. agar anak-anak usia sekolah terhindar dari putus sekolah. memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin mengatasi dampak krisis ekonomi Target sasaran program Wilayah (desa dan kecamatan miskin. Penduduklkeluarga miskin. Ibutisteri dari KK yang termasuk dalam kelompok sasaran PS dan KSI alasan ekonomi di desa IDT dan bukan IDT. Anak sekolah dasar (SD) dan rnadrasah ibtidaiyah (MI) negeri maupun swasta di daerah miskin. Sesuai dengan sektor Keluarga PS dan KSI. Keluarga miskin. Peilganggur karena pemutusan hubungan ke j a dan penganggur lain akibat krisis. I I I I Sumber: Irawan dan Rorndiati (20CO) dan Remi, S dan S, Tjiptoherijanto, P (2002)

31 KERANGKA PEMIKIRAN Tingkat kesejahteraan keluarga berbeda-beda tergantung wilayah regional maupun geografi serta nilai-nilai sosial budaya dimana keluarga berada. Konsekuensi logisnya adalah terjadi perbedax setiap individu (keluarga) dalam menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Faktor-faktor atau karakteristik yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Karakteristik deinografi (umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, dan jenis kelamin kepala keluarga), (2) Karakteristik sosial ekonomi (pendidikan keptila keluarga, pendapatan dan pekerjaan kepala keluargs.), Karakteritik sosial budaya (etnis dan agama) serta (3) Lingkungan eksternal (Iokasi tempat tinggal). Hubungan antara karakteristik demografi (umur dan jenis kelamin KK) dengan tingkat kesejahteraan keluarga adalah melalui pendapatan. Umur menentukan tingkat produktifitas. Hubungan antara umur dan produktifitas adalah negatif, artinya semakin bertambah umur seorang kepala keluarga menyebabkan produktifitasnya menurun. Di sisi lain produktifitas ditentukan oleh jenis kelamin. Kepala keluarga yang berjenis kelamin laki-laki lebih produktif dibandingkan perempuan. Hal ini akan berimplikasi pada pendapatan yang diperoleh keluarga. Keluarga yang dikepalai oleh kepala keluarga yang masih produktif dan berjenis kelamin laki-laki berpeluang lebih sejahtera. Ukuran keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang menjadi tanggungan keluarga. Hubungan antara ukuran keluarga dengan kesejahteraan keluarga melalui alokasi pengeluaran keluarga, sehingga keluarga yang memiliki tanggungan yang lebih banyak berpeluang untuk tidak sejahtera. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan kepala keluarga. Pendidikan yang lebih tinggi memberi peluang kepada kepala keluarga untuk memperoleh jenis pekerjaan yang lebih baik sehingga pendapatan yang diperoleh lebih tinggi. Dengan demikian keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga yang berpendidikan lebih tinggi berpeluang lebih sejahtera. Kesejahteraan keluarga juga berkaitan dengan lingkungan eksternal yakni lokasi tempat tinggal keluarga. Keluarga yang tinggal di kota lebih sejahtera

32 dibandingkan keluarga di desa. Hal ini disebabkan oleh fasilitas umum di kota lebih memadai daripada di desa. Secara skematis kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. demografi: Umur KK * Jumlah anggota keluarga si Jenis kelamin 1 ;l--- Miskid[ Kesejahteraan keluarga sewera : Manajemen I sumberdaya I sosial budaya: Agama Tidak miskidsejahtera Lingkungan eksternal: Tempat tinggal, , I L------l Tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

33 METODE PENELITIAN Desain, ternpat dan waktu penelitian Desain penelitian ini adalah cross secrional. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Lembata selama 3 bulan, mulai bulan Juni sampai dengan bulan Agustus Metode pengambilan sampel Tahap pertama dalam pengambilan sampel adalah menentukan 2 kecamatan sebagai sampel. Dari masing-masing kecamatan dipilih 2 desa sebagai sampel. Penentuan sampel kecamatan dan desa dilakukan secara purposive sampling, dengan pertimbangan tingkat prevalensi kerniskinan tertinggi menurut indikator BPS. Tahap kedua adalah memilih 25 keluarga dari setiap desa sampel secara slratijied random sampling. Stratifikasi dilakukan berdasarkan strata tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN. Total sarnpel penelitian adalah 100 keluarga. x Metode pengambilan sampel dapat ditarnpilkan pada Gambar 2. Kabupaten purposive Kecamatan sampliny pzzq A /'\ purposive ' sampling stratified random sampling Gambar 2 Kerangka ~engambilan sampel

34 Jenis dan cara pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah karakteristik demografi, ekonomi, sosial budaya, pengeluaran keluarga, serta tingkat kesejahteraan. Pengeluaran keluarga untuk makanan dikumpulkan dengan metode recall selama sebulan yang lalu. Sementara time frame untuk pengeluaran bukan makanan adalah sebulan yang lalu serta setahun yang lalu. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data papan dan kesehatan Data sekunder tentang keluarga 6. Sikologis terdiri dari pendidikan, KB, interaksi dalam keluaga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi c) Kebutuhan pengembangan terdiri dari menabung dan memperoleh informasi d) Memberi sumbangan dan beperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan Tingkat kemiskinan subyektif terdiri dari: persepra-si harga, tempat tinggal, budaya, agama, pendapatan, pendidikan, kesehatan, anak, pekerjaan, hubungan sosial, dan aset Petugas Lapangan Keluarga Berencana (F'LKB) Wawancara langsung dengan kuesioner

35 Data sekunder adalah data tingka.t kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria BKKBN melalui rekapitulasi hasil pendataan oleh PLKB Data penunjang terdiri dari kaji dokurnentasi dan kepustakaan dari publikasi/laporan instansi terkait seperti BPS, BKKBN, kabupaten, kecamatan, dan monografi desa. Kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan reabilitasnya sebelum digunakan untuk penelitian. Tujuan dilakukan uji coba adalah untuk menjamin kualitas data yang akan dikumpulkan dalafil penelitian ini. Hasil pendataan keluarga sejahtera yang dilakukan oleh PLKB disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil Pendataan keluarga tingkat kelurahan tahun 2003 oleh PLKB Berdasarkan hasil pendataan PLKB dinyatakan bahwa 56,2% adalah keluarga Pra-S dan 32,2% keluarga dengan strata KSI, 63% KSII, 4,8% KSIII, dan tidak ada keluarga yang dikategorikan KSIII plus (0%). BKKRN menggolongkan keluarga Pra-S dan KSI menjadi keluarga miskin. Dengan demikian sekitar 88,4% keluarga di lokasi penelitian tergolong miskin dan 11,6 tidak miskin. Penetapan keluarga responden Penetapan keluarga contoh dalam penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap. Tahap-tahap tersebut adalah: 1. Secara sengaja menentukan 100 orang ibu rumahtangga sebagai responden. Penentuan ini dilakukan secara proporsional berdasarkan

36 stratifikasi tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN. Hal ini dilakukan terhadap data hasil ~encacahan oleh PLKB tahun 2003 (Tabel 7). Tahap ini menghasilkan distribusi rumah tangga responden di Nubatukan dan Ile Ape menurut tingkat kesejahteraan (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran keluarga responden menurut tingkat kesejahteraan versi PLKB di Nubatukan dan Ile Ape. 2. Melakukan verifikasi terhadap ~mahtangga responden yang diperoleh pada Tabel 8. Verifikasi dilakukan untuk memeriksa kembali data rumahtangga responden yang telah dikumpulkan oleh PLKB. Hasil verifikasi keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah keluarga responden hasil verifikasi berdasarkan tingkat kesejahteraan Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah keluarga setiap strata berbeda antara data PLKB dan hasil verifikasi. Angka yang terletak pada diagonal menunjukkan konsistensi antara PLKB dan verifikasi dalam menentukan keluarga sejahtara. Keluarga Pra-S berkurang 11, KSI bertambah 16 dan KSII dan KSIII berkurang masing-masing 2 dan 3. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh: (1) keluarga mengalami peningkatan atau

37 penurunan tingkat kesejahteraan dan (2) kesalahm yang dilakukan oleh petugas PLKB dalam melakukan pencacahan keluarga. 3. Penetapan keluarga responden. Keluarga responden dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan data hasil verifikasi yang dihasilkan pada tahap 2. Dengan demikian rumahtangga responden berjumlah 100 rumahtangga yang terdiri dari 49 keluarga Pra-S, 50 KS I, dan KSII sebanyak 1 keluarga. Pengolahan dan analisis data 1. Data entry Memasukkan data ke dalam komputer dan diproses dengan menggunakan program aplikasi microsoft excel XP. Sebelum dimasukkan ke dalam komputer, data yang telah dikumpulkan perlu diberi kode. 2. Editing Data yang telah dikumpulkan dalam kuesioner perlu dibaca lagi dan diperbaiki jika terdapat hal-ha1 yang salah atau yang masih meragukan. 3. Cleaning Memeriksa kelengkapan dan kesesuaian informasi yang telah dimasukkan ke dalam komputer. Apabila tejadi kesalahan memasukkan data ke komputer maka dilakukan pengecekan ulang ke kuesioner. Cleaning dapat dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi setiap peubah. Tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini diukur menggunakan 3 kriteria: 1. BPS, menggunakan garis kemiskinan Kabupaten Lembata. Membandingkan pengeluaran/kapita/bulan dengan garis kemiskinan Kabupsten Lembata (Rp 99625kaphln). Keluarga digolongkan sebagai kcluarga miskin apabila pengeluaran/kapita/bulan lebih rendah dari garis kemiskinan dan digolongkan tidak miskin jika pengeluaran/kapita/bulan sama dengan atau lebih tinggi dibandingkan dengan garis kemiskinan. 2. BKKBN, menetapkan beberapa tahap keluarga sejahtera, yaitu: h Keluarga Pra-S adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan.

38 9 KS I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. 9 KS I1 adalah keluarga yang selain memenuhi kebutuhan dasar minimumnya juga dapat memenuhi kebutuhan sosial Pra-Sikologisnya. 9 KS 111 adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial Pra-Sikologis, dan kebutuhan pengembangan. 9 KS 111 plus adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial Pra-Sikologis, kebutuhan pengeinbangan, serta secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif mengikuti gerakan semacam itu di masyarakat. Untuk menggolongkan keluarga miskin atau tidak, BKKBN (2003)menggunakan indikator alasan ekonomi (ALEK), terdiri dari: 6 Pada umum.ya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. +6 Anggota ke!uarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di mmah, bekerjalsekolah dan bepergian. 6 Bagian lantai yang terluas dari tanah $ Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telur. 6 Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian bam $ Luas lantai rumah paling kurang 8m2 untuk tiap penghuni. Apabila keluarga tidak memenuhi salah satu dari ke-6 indikator ALEK maka digolongkan miskin 3. Persepsi terhadap kesejahteraan keluarga: : Menggunakan 43 pertanyaan tentang penilaian subyektif respunden terhadap kesejahteraan. Jawaban pertanyaan terdiri dari 2 kategori yakni tidak diberi skor 0 dan skor 1 untuk jawaban ya. Keluarga dinyatakan sejahtera apabila skor jumlah jawaban 'ya' 2 50% dan tidak sejahtera apabila < 50%.

Di sisi lain Tabel 3 juga menginformasikan bahwa sumber penghasilan utama

Di sisi lain Tabel 3 juga menginformasikan bahwa sumber penghasilan utama TINZAUAN PUSTAKA Konsep kesejahteraan keluarga Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai

Lebih terperinci

A /'\ purposive. pzzq. ' sampling METODE PENELITIAN sampling

A /'\ purposive. pzzq. ' sampling METODE PENELITIAN sampling METODE PENELITIAN Desain, ternpat dan waktu penelitian Desain penelitian ini adalah cross secrional. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Lembata selama 3 bulan, mulai bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualititatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan atau

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita 22 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi yang baik, terutama pada anak merupakan salah satu aset penting untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 05 /01/52/TH.X, 4 JANUARI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 802,29 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 02/06/3505/Th.I, 13 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2016

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 47/07/52/TH.X, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 804,44 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara

Lebih terperinci

OLEM : 1111,MA OKTAVIANA

OLEM : 1111,MA OKTAVIANA HUBUNGAN ANTARA JENIS INFORMASI SEKS, JENIS SALlJRAN KOMUNIKASI DAN PERSEPSI TENTANG PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA (Kasus Sebuah SMU di Bogor) OLEM : 1111,MA OKTAVIANA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN (Studi Kasus : Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR.

PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR. PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Temu Salmawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

PETANI MlSKlN Dl PlNGGlRAN PERKOTAAN DAN STRATEGI BERTAHAN HlDUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi) OLEH : NURMALINDA

PETANI MlSKlN Dl PlNGGlRAN PERKOTAAN DAN STRATEGI BERTAHAN HlDUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi) OLEH : NURMALINDA PETANI MlSKlN Dl PlNGGlRAN PERKOTAAN DAN STRATEGI BERTAHAN HlDUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi) OLEH : NURMALINDA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006).

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 6/01/52/TH.VII, 2 JANUARI 2013 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 828,33 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Salah satu tujuan pembangunan adalah upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi riil

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas LAMPIRAN Lampiran 1 Tahapan keluarga sejahtera (BKKBN 2003) Keluarga pra sejahtera. Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam 57 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam penelitiannya penulis menggunakan data analisis dan interprestasi dari arti

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 64 /09/52/TH.IX, 15 SEPTEMBER 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 823,89 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin di Nusa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah wajib menjamin kehidupan fakir miskin, anak-anak terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial,

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini meliputi teknik penjelasan tentang jenis penelitian; jenis data, lokasi dan waktu penelitian; kerangka sampling, pemilihan responden dan informan; teknik pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu terentu. Pengeluaran konsumsi menjadi komponen

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 37 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study yaitu data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan untuk memperoleh karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BPS PROVINSI JAWA TIMUR BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 06/01/35/Th.X,02 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Penduduk miskin Jawa Timur pada bulan September 2011 sebanyak 5,227 juta (13,85 persen)

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Maret 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2017 MENCAPAI 1.150,79 RIBU ORANG (21,85 PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 02 / 07 Th.XI / Juli PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010 RINGKASAN Meskipun Penduduk miskin Provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret

Lebih terperinci

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ANEMIA GIZI BESI (AGB) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA DAN BIAYA PENANGGULANGANNYA MELALUI SUPLEMENTASI ZAT BESI YULIA WULANSARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. III/1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C54104067 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 No. 05 /1 /13/Th. XVIII / 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa. Dibanding Maret

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 05 /01/52/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 786,58 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DENGAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI GlZl KELUARGA PADA PETERNAK PEMlLlK LAHAN DAN PETERNAK TANPA LAHAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DENGAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI GlZl KELUARGA PADA PETERNAK PEMlLlK LAHAN DAN PETERNAK TANPA LAHAN HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DENGAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI GlZl KELUARGA PADA PETERNAK PEMlLlK LAHAN DAN PETERNAK TANPA LAHAN (Stud] Kasus Dl Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR RENA NINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdassarkan sebaran kuisioner terhadap 72 responden RTS-PM (Rumah Tangga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdassarkan sebaran kuisioner terhadap 72 responden RTS-PM (Rumah Tangga IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdassarkan sebaran kuisioner terhadap 72 responden (Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat) di Kelurahan Sukabumi Indah diperoleh klasifikasi sebagai

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 682,71 RIBU ORANG Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci