BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini memiliki dua unsur pokok yaitu respon pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun aktif (tindakan nyata atau praktis). 14 Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non-fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Menurut Benyamin Bloom, perilaku diukur dari 3 aspek yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami dari pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepada seseorang maupun secara terencana melalui proses pendidikan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. 14 Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu: Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap

2 sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang diperoleh atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan tertentu yang baru. 6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam membentuk sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. 14 Allport menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga komponen pokok, yakni: 14 a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c) Kecenderungan untuk bertindak.

3 Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1) Menerima, yakni orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2) Merespon, yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3) Menghargai, yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4) Bertanggung jawab, yakni kemampuan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko Tindakan Suatu sikap belum tentu terwujud secara langsung dalam suatu tindakan. Supaya sikap dapat terwujud menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor dukungan. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden Pengertian dan Klasifikasi Trauma Gigi Secara umum trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma dengan kata lain disebut injuri, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. 15 Trauma gigi dapat diartikan sebagai kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena terjadi kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi. 16 Klasifikasi trauma gigi dilakukan untuk mendeskripsikan trauma sehingga dokter gigi dapat mengenali jenis trauma dan dapat memberikan perawatan sesuai dengan pengobatan yang direkomendasikan. Klasifikasi trauma gigi yang direkomendasikan adalah berdasarkan klasifikasi Andreasen yang diadopsi dari

4 World Health Organization (WHO) yang digunakan oleh International Association of Dental Traumatology: 17,18 a) Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa yang meliputi: retak mahkota (crown infraction), fraktur enamel (enamel fracture), fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture), fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture), fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture), fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture), fraktur hingga akar (root fracture). b) Kerusakan jaringan periodontal yang meliputi: konkusi, subluksasi, luksasi ekstrusi, luksasi lateral, luksasi intrusi dan luksasi kompleks (avulsi). c) Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut yang meliputi: laserasi, kontusio dan luka abrasi. d) Kerusakan pada jaringan tulang pendukung: kominusi soket alveolar rahang atas dan rahang bawah, fraktur soket alveolar rahang atas dan alveolar rahang bawah, fraktur prosesus alveolar rahang atas dan rahang bawah, fraktur korpus rahang atas dan rahang bawah. 2.3 Trauma Avulsi Avulsi merupakan lepasnya keseluruhan gigi dari soket disertai kerusakan ligamen periodontal dengan atau tanpa fraktur alveolar. 17 Avulsi pada gigi permanen merupakan trauma gigi paling serius karena menyebabkan kerusakan yang parah pada jaringan pendukung, pembuluh darah dan saraf. 6 Kerusakan pada pembuluh darah mengakibatkan gangguan suplai darah ke pulpa dan mengakibatkan nekrosis pada pulpa gigi. 19,20 Gigi avulsi didiagnosis secara klinis maupun radiografi dengan tidak ditemukan gigi pada soket. 17

5 Gambar 1. Gambaran klinis gigi avulsi 21 Gambar 2. Gambaran radiografi gigi avulsi Etiologi Trauma Avulsi Trauma gigi avulsi merupakan salah satu trauma gigi paling serius yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Usia 7-9 tahun merupakan usia paling rentan terjadi kasus trauma avulsi yaitu saat masa gigi insisivus permanen erupsi dengan ligamen periodontal yang masih longgar, akar gigi yang belum terbentuk sempurna dan struktur tulang alveolar yang masih lemah. 8 Penyebab terjadinya gigi avulsi antara lain terjatuh (36,4%), kecelakaan lalu lintas (22,7%), kecelakaan bersepeda (18,2%), benturan (9,1%) dan penyebab lainnya

6 (13,6%). 9 Faktor predisposisi penyebab trauma gigi adalah maloklusi Klas II divisi 1, gigi dengan overjet >3mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia enamel, anak penderita cerebral palsy dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusif. 10,22, Prevalensi Trauma Avulsi Penelitian menunjukkan bahwa 25% dari seluruh anak sekolah dan 33% dari remaja mengalami trauma pada gigi permanen. 3 Kasus trauma avulsi terjadi sebanyak 0,5%-3% dari seluruh kasus trauma gigi dan sebanyak 0,5%-16% dari seluruh kasus trauma gigi yang melibatkan gigi permanen. 19,24 Berdasarkan tempat terjadinya trauma gigi, kejadian paling tinggi terjadi di rumah sebanyak 43,87%-52% diikuti kejadian di sekolah, lapangan, pinggir jalan dan tempat lainnya. 5,10 Adapun gigi yang terlibat sebanyak 77% insisivus sentralis atas dan 11% insisivus lateralis atas. 9 Trauma avulsi pada umumnya melibatkan satu gigi tetapi masih terdapat kemungkinan terjadi pada lebih dari satu gigi. 8, Efek Trauma Avulsi Trauma wajah dan gigi sering menimbulkan permasalahan khususnya pada anak. 22 Trauma pada bagian wajah berupa fraktur, perpindahan posisi, maupun kehilangan gigi dapat mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap fungsi, estetik dan psikologi pada anak. 3,5 Kehilangan atau rusaknya gigi anterior pada anak juga menimbulkan masalah bagi orangtua karena anak akan menerima perawatan secara berkelanjutan seumur hidupnya akibat kerusakan yang bersifat irreversibel sehingga memengaruhi kualitas hidup anak. 3 Avulsi pada gigi menimbulkan dampak negatif terhadap estetis, fungsi dan psikologis baik pada anak maupun orangtua. Gigi permanen anterior memegang peran penting terhadap perkembangan psikologis anak maupun remaja. Saat keselarasan estetis dipengaruhi, anak-anak dan remaja cenderung menghindar untuk tersenyum. Avulsi gigi juga menimbulkan dampak ekonomi karena melibatkan biaya perawatan yang mahal. Avulsi gigi dapat dirawat dengan berbagai perawatan seperti

7 perawatan prostetik, ortodontik dan reimplantasi yang disertai dengan perawatan endodontik Penanganan Darurat Trauma Avulsi Trauma avulsi pada gigi permanen merupakan salah satu dari beberapa situasi darurat pada kedokteran gigi. Replantasi yang segera merupakan perawatan terbaik di lokasi terjadinya trauma dan jika tidak dapat dilakukan replantasi dengan segera maka terdapat alternatif seperti penggunaan berbagai media penyimpanan. 6 Kesadaran masyarakat yang tinggi diperlukan dalam penanganan keparahan cedera yang tidak terduga ini. Pastikan bahwa gigi yang mengalami avulsi bukan gigi sulung melainkan gigi permanen. Replantasi tidak dilakukan pada gigi sulung karena dapat memengaruhi pertumbuhan benih gigi permanen anak. 24 Penanganan pertama gigi avulsi di tempat kejadian: Tenangkan pasien 2. Cari gigi yang terlepas dan ambil dengan memegang bagian mahkota gigi (bagian yang paling putih). Hindarkan memegang pada bagian akar gigi. 3. Bersihkan gigi apabila ditemukan dalam keadaan kotor sekitar 10 detik dengan air dingin mengalir kemudian reposisikan gigi kembali ke soketnya. Gigit saputangan/ kain jika gigi sudah berada di posisinya untuk menahan gigi tersebut agar tetap berada di posisinya. Gambar 3. Mencuci gigi avulsi dengan air mengalir 25

8 4. Letakkan gigi dalam segelas susu atau pada medium lainnya yang sesuai dan bawa bersama pasien ke klinik darurat apabila dalam keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan replantasi (misalkan pasien dalam keadaan tidak sadar). Gigi juga dapat dibawa dengan disimpan didalam mulut, meletakkannya di pipi bagian dalam atau di bawah lidah jika pasien dalam keadaan sadar. Pasien yang masih sangat muda/ anak-anak ada kemungkinan gigi akan tertelan sehingga sebaiknya ludah diletakkan dalam suatu wadah dan gigi ditaruh kedalamnya. Hindarkan penyimpanan dengan menggunakan air. 5. Gunakan media penyimpanan atau transport yang khusus seperti Hanks Balanced Storage Medium jika ketersediaannya memungkinkan. 6. Cari perawatan gigi darurat dengan segera Replantasi Perawatan avulsi dilakukan untuk menghindari atau meminimalisir komplikasi dari dua akibat utama yaitu kerusakan perlekatan dan infeksi pulpa gigi. Suplai darah melalui apeks tidak dapat terjadi sebagaimana mestinya saat gigi dalam keadaan avulsi sehingga untuk mengembalikan suplai darah tersebut dapat dilakukan tindakan replantasi. 7 Replantasi merupakan pilihan terhadap kebanyakan kasus avulsi gigi namun tidak selalu dapat dilakukan secara langsung. Terdapat beberapa keadaan dimana replantasi tidak dapat dilakukan diantaranya gigi dengan karies yang parah, terjadi kekeringan pada gigi atau media penyimpanan yang digunakan tidak memadai, fraktur pada tulang alveolar, gigi permanen belum sempurna dengan akar pendek dan apeks terbuka lebar, memiliki penyakit periodontal, pasien yang tidak kooperatif dan memiliki kondisi sistemik yang parah seperti imunosupresi dan penyakit jantung yang parah. 24,26

9 Gambar 4. Replantasi gigi avulsi 27 Replantasi pada gigi hendaknya selalu diupayakan meskipun hanya sebagai solusi sementara karena sering terjadi resorpsi eksternal akibat inflamasi. Gigi masih dapat bertahan selama beberapa tahun untuk mempertahankan jarak dan memelihara tinggi dan lebar alveolar meskipun resorpsi tetap terjadi. Keberhasilan penyembuhan setelah replantasi dapat terjadi jika terdapat kerusakan minimal pada pulpa dan ligamen periodontal dengan jenis media penyimpanan ekstra-alveolar dan waktu ekstra-alveolar sebagai faktor kritis Waktu Ekstraalveolar Keberhasilan replantasi sangat berhubungan dengan lamanya waktu gigi di luar mulut. Semakin lama gigi berada di luar mulut semakin kecil kemungkinan selsel jaringan ligamen periodontal untuk dapat bertahan hidup. Sebagaimana diketahui fungsi ligamen periodontal adalah untuk mempertahankan gigi di dalam soket gigi, menahan tekanan pengunyahan, melindungi pembuluh darah, limfe, dan saraf yang menyuplai gigi, membantu menahan gigi agar tidak miring atau berputar. 29 Replantasi sebaiknya dilakukan dalam waktu sesegera mungkin. 13 Tindakan ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kekeringan yang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan metabolisme fisiologis secara normal dan morfologi sel ligamen periodontal. Penelitian menunjukkan bahwa ligamen periodontal hanya dapat bertahan pada kondisi diluar mulut tidak lebih dari 60 menit

10 dan waktu paling optimal untuk dilakukan replantasi untuk memperoleh prognosis terbaik adalah 5 menit pertama namun kenyataannya, upaya replantasi dilakukan pada menit pertama. 17,20, Media Penyimpanan Perhatian utama pada perawatan awal avulsi adalah untuk mempertahankan vitalitas jaringan periodontal pada pemukaan akar sehingga replantasi harus dilakukan segera setelah terjadi cedera. Dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan yang memadai mengenai protokol perawatan avulsi gigi karena replantasi sesegera mungkin tidak selamanya dapat dilakukan. 20 Media penyimpanan diperlukan untuk mempertahankan gigi dari kekeringan selama waktu terlepas hingga akan dilakukan replantasi. 6 Mempertahankan gigi dilakukan pada media yang kelembabannya ideal untuk dapat melindungi viabilitas sel pulpa dan ligamen periodontal pada permukaan akar gigi selama mungkin. 29 Penelitian mengarah kepada perkembangan media penyimpanan yang menghasilkan kondisi yang menyerupai lingkungan alveolar sebenarnya. Beberapa persyaratan media yang ideal diantaranya adalah dapat menghasilkan klon sel, mengandung antioxidan, tanpa atau minimal kontaminasi mikroba, osmolalitas dan ph fisiologis yang sesuai serta mudah diperoleh dan murah Hank s Balanced Salt Solution Hank s Balanced Salt Solution (HBSS) merupakan larutan salin standar, yang biasanya digunakan dalam penelitian biomedis untuk mendukung pertumbuhan berbagai sel. Larutan HBSS bersifat biocompatible dengan sel-sel ligamen periodontal karena mempunyai osmolalitas yang ideal yaitu mosm dan ph yang seimbang, serta mengandung berbagi nutrien yang penting seperti kalsium, fosfat, kalium dan glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel yang normal dalam waktu yang lama. 29 Larutan HBSS mampu mempertahankan sel tetap vital selama 24 jam. Kelemahan dari penggunaan bahan ini adalah sulit

11 ditemukan pada tempat-tempat kejadian trauma dan pada penggunaanya yang tidak praktis dimana media ini harus digunakan pada inkubator terkontrol pada suhu 37 0 C. 6 Gambar 5. Hank s Balanced Salt Solution Susu Susu memiliki beberapa karakteristik yang menguntungkan sebagai media penyimpanan gigi avulsi. Susu merupakan cairan isotonik dengan ph yang hampir netral dan osmolalitas yang fisiologis, tanpa atau minimal kontaminasi bakteri, mengandung faktor pertumbuhan dan nutrisi sel yang essensial, paling mudah ditemukan dimana saja dan murah. Susu mempunyai kemampuan dalam mendukung kapasitas klonogenik sel-sel ligamen periodontal pada suhu ruang sampai 60 menit. 6 Susu dapat mengurangi pembengkakan sel, meningkatkan viabilitas sel dan perbaikan penyembuhan sel pada suhu yang lebih rendah. Penelitian fisiologis sel menunjukkan kemampuan susu temperatur rendah untuk mendukung klonogenik sel ligamen periodontal pada gigi avulsi lebih lama 45 menit dibandingkan dengan media penyimpanan susu pada temperatur ruang. 29 Susu yang efektif untuk digunakan adalah susu segar atau susu UHT yang dingin, sedangkan susu bubuk tidak dianjurkan. 26

12 Beberapa penelitian menyatakan gigi yang disimpan dengan media susu dapat bertahan sebanyak 70%-90%. International Association of Dental Traumatology dan American Academy of Pediatric Dentistry menganjurkan penggunaan media susu kepada dokter gigi maupun masyarakat umum sebagai media penyimpanan gigi yang akan direplantasikan karena efek dan karakteristik yang menguntungkan serta mudah diperoleh pada saat terjadi trauma Salin Fisiologis Salin memiliki osmolalitas dan ph yang fisiologis tetapi tidak terdapat ion yang essensial dan glukosa yang merupakan kebutuhan fundamental untuk mempertahankan metabolisme sel. Studi pustaka menyebutkan bahwa sel ligamen periodontal tetap terjaga viabilitasnya selama 45 menit dengan tingkat mortalitas 20%. Salin fisiologis tidak lebih baik dibandingkan HBSS dan susu tetapi lebih baik dibandingkan air dan saliva sehingga dapat disimpulkan bahwa salin fisiologis bukanlah media yang adekuat untuk dijadikan sebagai media penyimpanan tetapi masih dapat dijadikan sebagai media penyimpanan untuk waktu yang singkat Air Air memiliki karakteristik yang tidak adekuat sebagai media penyimpanan karena terkontaminsi bakteri, hipotonis, ph dan osmolalitas tidak fisiologis yang dapat menyebabkan lisis pada jaringan periodontal dan kematian jaringan secara cepat. Air hanya dapat digunakan untuk menghindari gigi dari kekeringan tetapi tidak adekuat dalam melindungi gigi avulsi Saliva (vestibulum bukal) Sama halnya dengan air, saliva manusia digunakan sebagai media penyimpanan karena ketersediaanya yang mudah didapatkan tetapi memiliki karakteristik yang tidak menguntungkan seperti osmolalitas dan ph yang tidak fisiologis, kontaminasi bakteri yang tinggi dan hipotonis. Studi menunjukkan bahwa saliva tidak efisien dalam mempertahankan viabilitas sel namun masih lebih baik

13 daripada membiarkan gigi dalam kondisi kering karena efek penyerapan akan lebih parah seiring dengan bertambahnya waktu Air Kelapa Air kelapa merupakan minuman yang alami yang dikemas kedap udara secara biologis di dalam buah kelapa dan banyak ditemukan di Indonesia. Komposisi elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan intraseluler. Air kelapa juga unggul dalam pemeliharaan kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin dan mineral. 6 Penyimpanan gigi avulsi pada air kelapa selama menit sama efektifnya dengan HBSS namun resorpsi inflamasi lebih sering terjadi setelah disimpan pada media ini dibandingkan dengan penyimpanan dalam media susu. 6, Perawatan Lanjutan Penanganan darurat trauma avulsi diharapkan mampu dilakukan oleh masyarakat secara luas, namun penanganan trauma avulsi tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Kegagalan dalam melakukan perawatan dapat memicu terjadinya kehilangan gigi dini yang mengakibatkan gangguan estetis, psikologis dan fungsi. 30 Gigi avulsi yang sudah direplantasikan perlu dilakukan pencatatan riwayat terjadinya trauma untuk memperkirakan kemungkinan hasil yang akan didapatkan. Posisi gigi yang direplantasikan perlu diperkirakan dan diperbaiki jika dibutuhkan. 20,26 Tindakan ini dilakukan oleh karena gigi yang direplantasikan sebelum tiba di klinik gigi longgar didalam soket dan kemungkinan akan lepas dari soket. Evaluasi terhadap media yang digunakan dilakukan apabila gigi avulsi disimpan dalam media penyimpanan dan bila perlu dipindahkan ke media yang lebih tepat sambil mengumpulkan data riwayat trauma dan pemeriksaan klinis. 12,31 Penting untuk melakukan pemeriksaan tambahan berupa radiografi periapikal pada sekitar gigi yang mengalami trauma pada saat pasien sampai ke klinik gigi baik gigi yang sudah dilakukan replantasi maupun tidak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

14 memastikan tidak ada bagian dari akar yang tertinggal pada soket dan gigi telah avulsi sempurna. 26, Prognosis Prognosis dari keberhasilan penanganan truma avulsi dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan dalam pemberian perawatan darurat dan perawatan lanjutan dalam mempertahankan vitalitas jaringan periodontal. Keberhasilan tersebut tergantung pada beberapa faktor seperti waktu ekstraalveolar, media penyimpanan, kontaminasi dan perlindungan jaringan periodontal. 6,11,21,24 Prognosis terbaik terjadi jika gigi dilakukan replantasi dengan segera. Jika gigi tidak dapat dilakukan replantasi dalam waktu 5 menit maka perlu disimpan dalam media yang yang dapat mempertahankan vitalitas jaringan periodontal berupa media fisiologis sebagai media terbaik. 20 Gigi permanen yang mengalami avulsi perlu dipertimbangkan risiko kemungkinan terjadinya nekrosis pulpa, resorpsi akar dan ankylosis. 6 Pengetahuan mengenai penanganan gigi avulsi oleh masyarakat seperti orangtua, guru, maupun pangasuh anak yang pada umumnya selalu hadir pada saat kejadian trauma memegang peranan penting terhadap prognosis kasus trauma avulsi gigi. 11,32

15 2.7 Kerangka Teori Trauma Dental Klasifikasi Prevalensi Avulsi Etiologi Efek Pengetahuan dan Sikap orang terdekat Guru Orangtua/ Penjaga Anak Dokter Gigi Penanganan Darurat Perawatan Lanjutan Prognosis Replantasi Media Penyimpanan Waktu Ekstraalveolar

16 2.8 Kerangka Konsep Orangtua Faktor risiko: Pendidikan Sosioekonomi Pengetahuan orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. Orangtua Faktor risiko: Pendidikan Sosioekonomi Sikap orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. Pengetahuan orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. Sikap orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus trauma gigi merupakan masalah serius pada kesehatan gigi anak. 1 Trauma gigi diprediksi akan melampaui karies gigi dan penyakit periodontal sebagai masalah kesehatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga,

1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga, oleh sebab itu dokter gigi harus siap dalam menghadapi kasus darurat pada waktu kapan saja.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma gigi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius pada anak disebabkan prevalensi yang tinggi di berbagai negara terutama pada gigi permanen.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA tahun. 4 Trauma injuri pada gigi dan jaringan pendukungnya merupakan tantangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Trauma Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Trauma Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. 19 Trauma atau yang disebut injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 2.1 Definisi Fraktur Dentoalveolar Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi anak di Indonesia adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian lebih dari orang tua maupun praktisi di bidang kedokteran gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Masalah Fraktur akibat trauma pada gigi adalah salah satu pemasalahan kedokteran gigi yang banyak didapat pada anak dan setiap dokter gigi harus siap mengatasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trauma pada gigi dapat menyebabkan patahnya enamel gigi, dentin yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trauma pada gigi dapat menyebabkan patahnya enamel gigi, dentin yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma pada gigi dapat menyebabkan patahnya enamel gigi, dentin yang dapat diikuti keterlibatan pulpa, fraktur akar, fraktur mahkota, serta perubahan letak gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma, Prevalensi dan Etiologinya Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK 3.1 Anamnesis Anamnesis adalah kemampuan ingatan dan atau sejarah masa lalu mengenai seseorang pasien dan keluarganya (Kamus Kedokteran

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 GAMBARAN PENANGANAN KASUS TRAUMA GIGI PERMANEN OLEH DOKTER GIGI DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN SUNGGAL, MEDAN HELVETIA, MEDAN PETISAH MEDAN MAIMUN DAN MEDAN SELAYANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999).

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999). BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 4.1 Definisi Alat Stabilisasi Fraktur dentoalveolar dapat menyebabkan adanya kegoyangan gigi karena gangguan pada ligamen periodontal atau karena

Lebih terperinci

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA Pedro Bernado PENDAHULUAN ETIOLOGI KLASIFIKASI DIAGNOSIS PERAWATAN WIRING: essig dan eyelet/ivy ETIOLOGI Trauma dentoalveolar semua usia terbanyak usia: 8-12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah

Lebih terperinci

FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR

FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu bagian dari rongga mulut yang digunakan untuk pengunyahan. Jumlah gigi geligi sangat menentukan efektifitas pengunyahan dan penelanan yang merupakan langkah

Lebih terperinci

ENDODONTIC-EMERGENCIES

ENDODONTIC-EMERGENCIES ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Atlet Atlet menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan dalam beradu ketangkasan, kecepatan, keterampilan,

Lebih terperinci

Coconut Water (Cocos nucifera) as Storage Media for the Avulsed Tooth

Coconut Water (Cocos nucifera) as Storage Media for the Avulsed Tooth LITERATURE REVIEW Coconut Water (Cocos nucifera) as Storage Media for the Avulsed Tooth Aan Mi dad Arrizza, Amatul Firdaus Ramadhan Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia Correspondence

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan asupan nutrisi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap individu. Individu yang mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak TK (Taman Kanak-kanak) di Indonesia mempunyai risiko besar terkena karies, karena anak di pedesaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar saliva mayor dan minor yang ada pada mukosa mulut. 1 Saliva terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang tidak beraturan, irregular, dan protrusi merupakan masalah bagi beberapa individu sejak zaman dahulu dan usaha untuk memperbaiki kelainan ini sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyuluhan 2.1.1 Pengertian penyuluhan Penyuluhan merupakan suatu usaha terencana dan terarah dalam bentuk pendidikan non formal yang bertujuan merubah sikap dan tingkah laku

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting.

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi gigi yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia adalah karies.1 Menurut World Health Organization (WHO) karies gigi merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Ibu dalam Kesehatan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini, peranan ibu sangat menentukan dalam mendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan ortodontik akhir- akhir ini semakin meningkat karena semakin banyak pasien yang sadar akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dapat diartikan sebagai pecahnya satu bagian, terutama dari struktur tulang, atau patahnya gigi. Akar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Prognosis PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Ramalan perkembangan,perjalanan dan akhir suatu penyakit Prognosis Penyakit Gingiva dan Periodontal Ramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASI atau Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi dan tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan Diagnosa Dalam Perawatan Endodonti Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang, merupakan hasil, tanda, dan gejala dari demineralisasi jaringan keras gigi secara kimia, yang

Lebih terperinci

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI 1. Mekanisme sel-sel dalam erupsi gigi desidui Erupsi gigi desidui dimulai setelah mahkota terbentuk. Arah erupsi adalah vertikal. Secara klinis ditandai dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang paling sering ditemui dalam kesehatan gigi dan mulut yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2000,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Mulut sehat berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit

Lebih terperinci

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak Penatalaksanaan Dentinogenesis Imperfecta pada Gigi Anak Abstract Winny Yohana Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh manusia jauh sebelum mengenal gula. Madu baik dikonsumsi saat perut kosong (Suranto, Adji :

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Indikator yang paling penting dalam kesehatan gigi dan mulut adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan gigi geligi. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar merupakan suatu prosedur perawatan dalam sistem saluran akar untuk mempertahankan gigi yang bebas infeksi agar dapat berfungsi kembali. Tujuan

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu masalah kesehatan yang memerlukan penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai dampak

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Gigi Desidui Gigi desidui atau yang umumnya dikenal sebagai gigi susu akan erupsi secara lengkap saat anak berusia kurang lebih 2,5 tahun. Gigi desidui berkembang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK

PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK Oleh: Eriska Riyanti, drg., Sp. KGA. Bagian Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Trauma adalah luka atau jejas baik fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri seseorang. Kepercayaan diri seseorang dapat timbul salah satunya bila memiliki senyum dengan susunan gigi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci