Skripsi OLEH : Febria Suryani NIM : PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Skripsi OLEH : Febria Suryani NIM : PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN"

Transkripsi

1 Skripsi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 OLEH : Febria Suryani NIM : PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011

2 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, November 2011 Febria Suryani i

3 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, November 2011 Febria Suryani, NIM : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT.COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 (xvi+ 115 halaman, 11 tabel, 12 gambar, 6 lampiran) ABSTRAK Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik. Bahan kimia tersebut memiliki posibilitas untuk mengiritasi dan mensesitisasi kulit pekerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia, didapatkan bahwa 60% dari 15 orang pekerja mengalami dermatitis kontak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan juli-oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja di bagian processing dan filling sebanyak 50 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. Penentuan penyakit dermatitis kontak dan riwayat penyakit kulit didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel personal hygiene dan penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% pekerja mengalami dermatitis kontak, dengan 33,3% dermatitis kontak alergi dan 66,7% dermatitis kontak iritan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak dalam penelitian ini yaitu lama kontak (Pvalue 0.020), masa kerja (Pvalue 0.012), usia (Pvalue 0,006) dan personal hygiene (Pvalue 0,028). Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak disarankan agar pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memperhatikan kebersihan diri selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala dermatitis kontak serta pengawasan mengenai penggunaan APD dan personal hygiene. Daftar bacaan : 43 ( ) ii

4 FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Paper, November 2011 Febria Suryani, NIM : FACTORS ASSOCIATED WITH CONTACT DERMATITIS AT PROCESSING AND FILLING SECTIONS IN PT.COSMAR INDONESIA SOUTH TANGERANG YEAR 2011 xvi+ 115 pages, 11 tables, 12 pictures, 6 attachments Contact dermatitis prevalence among occupational disease is 50%, which irritant contact dermatitis is more often occurs than the allergic. One of the dermatitis contact agent is chemical which are often used in cosmetic production process. These chemical has possibility to irritate and sensitize the workers. Based on preeliminary study at PT.Cosmar Indonesia as one of cosmetic industries in Indonesia, showed that 60% of 15 workers suffer contact dermatitis. This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in Juli-October 2011 at processing and filling sections in PT.Cosmar Indonesia. The purpose of this study was to analyze factors associated with contact dermatitis in PT Cosmar Indonesia. Fifty workers was taken as total sampling at processing and filling sections. The independent variables are duration contact, years of employment, age, sex, skin diseases history, personal hygiene and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and skin diseases history obtained by diagnose doctor, for personal hygiene and used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionaire. Afterwards, tests, such as chi square and t independent, are used to analyze the data. Results showed that 48% workers suffered contact dermatitis, which 33,3% alergic type and 66,7% irritant type. Factors associated with contact dermatitis are duration contact (Pvalue: 0.020), years of employment (Pvalue: 0.012), age (Pvalue 0.006) and personal hygiene (Pvalue: 0,028). To reduce contact dermatitis risk, workers should use completed PPE during work, and awareness of their personal hygiene, early recognizing of contact dermatitis symptoms and improve supervised the used of PPE and personal hygiene. References : 43 ( ) iii

5 PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi Dengan Judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, 14 November 2011 Mengetahui, Iting Shofwati, ST, MKKK Pembimbing I M. Farid Hamzens, Msi Pembimbing II iv

6 PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, 14 November 2011 Penguji I, Iting Shofwati, ST, MKKK Penguji II, M. Farid Hamzens, Msi Penguji III, dr. Rahmania Diandini, MKK v

7 DATA RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama : Febria Suryani Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan Nomor Telepon : Agama : Islam Status : Belum Menikah Alamat : Jl. H. Sarmili RT.003 RW.02 No.17.A Pd.Aren Jurang Mangu Timur Tangerang, febriasuryani@gmail.com Tahun 2007-Sekarang Riwayat Pendidikan Riwayat Pendidikan S1-Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta SMA Negeri 47 Jakarta Selatan SMP Negeri 177 Jakarta Selatan SD Negeri Cipulir 04 Jakarta Selatan Pengalaman Organisasi Tahun Jabatan Anggota BEMJ Kesehatan Masyarakat Divisi Dana dan Usaha UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan Anggota MPK Komisi II SMA Negeri 47 Jakarta Selatan Anggota OSIS SMP Negeri 177 Jakarta Selatan vi

8 KATA PENGANTAR ا ا ا ا م ور ا و Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa at nya. Skripsi dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011 ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS ; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Farid Hamzens, Msi; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih bapak atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi. 5. dr. Rahmania Diandini, MKK; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi. vii

9 6. Ibu Febrianti, Msi; selaku dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi. 7. dr. Asmanudin, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin. 8. Ibu Leni Arsita Jadi, MM; selaku pihak personalia, yang telah memberikan izin, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Cosmar Indonesia. 9. Ibu Krisna dan Pak Sapto; selaku supervisior bagian produksi PT.Cosmar Indonesia, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi, membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data di perusahaan. 10. Para pekerja PT.Cosmar Indonesia, khususnya bagian processing dan filling, terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data di perusahaan. Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan Special Thanks To : 1. Keluargaku Tercinta; Alm. Ayah dan Mama, Kakak-kakaku (Teh Elin, Teh Yeni, A Asep) serta keponakan-keponakanku (Ryan, Athar, Amel, Noya) tersayang. Terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, kasih sayang yang berlimpah serta doa yang tulus sehingga de bisa menyelesaikan kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin.. LUV U ALL!! 2. Sahabat-sahabatku tersayang; Shani, Menk, Ayu, Anita, Wita, makasii kalian selalu menjadikan hari-hari ebby lebih indah dan penuh warna. That s Unforgetable Moment Friends Forever Guys!!!. Especially to deas, makasii yah atas semua bantuan, saran dan bimbingan yang kamu berikan dari mulai awal skripsi sampai selesai, semoga kamu cepet jadi dokter, amiin. 3. Sahabat-sahabat K3 (farhan, firman, arif, hasyim, kemol, fadli, hara, dilla, yuni, vita, agung, danis, said) makasii atas segala bantuan dan kebaikan kalian selama kuliah, makasi juga telah membuat hari-hari ebby lebih indah. Especially to profesor ami (Nur Najmi Laila), thank s banget mii atas segala bantuan ami dari viii

10 mulai magang sampe skripsi, semoga semua kebaikan ami dibalas Allah SWT, amiin. 4. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!! 5. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wata ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. و ا م ور ا و Jakarta, November 2011 Penulis ix

11 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN... iv LEMBAR PENGESAHAN... v DATA RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR BAGAN... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Bagi Perusahaan Bagi Peneliti Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Ruang Lingkup... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit Manusia Dermatitis Kontak Definisi Dermatitis Kontak Jenis Dermatitis Kontak Patogenesis Dermatitis Kontak Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak Kosmetik Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak Faktor Langsung Bahan Kimia x

12 Lama Kontak Faktor Tidak Langsung Suhu dan Kelembaban Masa Kerja Usia Jenis Kelamin Ras Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Personal Hygiene Penggunaan Alat Pelindung Diri Kerangka Teori BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep Definisi Operasional Hipotesis BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Populasi dan Sample Instrumen Penelitian Jenis Data Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Perusahaan Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia Visi dan Misi PT.Cosmar Indonesia Sumber Daya Manusia (SDM) Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Analisis Univariat Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Gambaran Faktor Langsung a. Lama Kontak Gambaran Faktor Tidak Langsung a. Masa Kerja b. Usia Pekerja c. Jenis Kelamin d. Riwayat Penyakit Kulit e. Personal Hygiene f. Penggunaan APD xi

13 5.3. Analisis Bivariat Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak. 84 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Kejadian Dermatitis Kontak Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak.. 97 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak f. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran xii

14 DAFTAR TABEL No.Tabel Halaman 2.1. Iritan Primer Definisi Operasional Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia List Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak xiii

15 DAFTAR GAMBAR No.Gambar Halaman 2.1. Anatomi Kulit Manusia Dermatitis pada Tangan Dermatitis pada Wajah Dermatitis pada Lengan Dermatitis pada Kaki Dermatitis pada Badan Dermatitis pada Leher Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Alat Pelindung Pernapasan Alat pelindung Tangan Alat Pelindung Kaki Pakaian Pelindung xiv

16 DAFTAR BAGAN No.Bagan Halaman 2.1. Kerangka Teori Kerangka Konsep Alur Proses Pembuatan Kosmetik Alur Proses Kerja Pembuatan Dry Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik Alur Proses Kerja Pembuatan Liquid Alur Proses Kerja Filling Dry Alur Proses Kerja Filling Lipstik Alur Proses Kerja Filling Liquid xv

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Surat Pengantar Izin Penelitian Surat Izin Penelitian Kuesioner penelitian Hasil Analisis Univariat Hasil Analisis Bivariat Foto xvi

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg, 2003). Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor et al, 2008). Data dari United Stases Bureau of Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di 1

19 2 Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003). Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test (Orton dan Wilkinson, 2004). Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyakit dermatitis kontak merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan dan trauma. Beberapa jenis dermatitis kontak seperti dermatitis kontak iritan disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan, misalnya sabun, deterjen dan pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah

20 3 dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008). Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain (Orton dan Wilkinson, 2004). Bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik yang merupakan penyebab dari dermatitis kontak diantaranya senyawa kimia, tanaman, obat-obatan yang terkandung dalam krim kulit, zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian dan kosmetik (Putra, 2008). Pekerja pembuat kosmetik juga beresiko besar menderita penyakit dermatitis kontak, karena dalam proses pembuatannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Berdasarkan data penelitian di Indonesia pada tahun 1985 yang dilakukan di 14 Balai Hiperkes dilaporkan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak akibat bahan kimia (Cahyono, 2004). Salah satu penyebab dematitis kontak adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri, seperti salah satu perusahaan industri pembuatan kosmetik yang banyak mengunakan bahan-bahan kimia. Bahanbahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit pada pekerja yang berkontak langsung dalam proses pembuatannya. Bahan kimia dalam kosmetik yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit pekerja diantaranya metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5- chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one (methylchloroisothiazolinone), N-isopropyl-N-

21 4 pheniyl para phenylenediamine, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate dan methyldibromoglutaronitrile. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotya Prasari dkk di Klinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun , tiga alergen kosmetik standart yang paling sering menimbulkan hasil patch test positif adalah fragrance mix (13,7 %), N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine 0,1 % (10,7 %) dan paraben mix 1 % (8,3 %). Alergen kosmetik yang paling sering menimbulkan hasil pact test positif adalah facial cream (18,2 %), sabun (12,9 %) dan sampo (11,6 %). PT.Cosmar Indonesia adalah sebuah perusahaan kosmetik yang menerima pembuatan kosmetik berdasarkan pesanan (makloon). Perusahaan ini terletak di Taman Tekno Blok A1 No Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini meliputi decorative cosmetics (lipsticks, lip gloss,lip liner, liquid makeup, blushes, concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, powders), perawatan kulit (cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm,lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment), perawatan rambut (shampoo, conditioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa straightening products, gels,waxes) dan perawatan personal (shower gel, facial soap, feminine wash, fragrances). Alur pembuatan kosmetik di PT. Cosmar Indonesia dimulai dari purchasing, ware house in, quality control, processing, filling, packaging dan ware house out. Pekerjaan di bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Pada processing dan filling tersebut pekerja berkontak dengan bahan kimia. Sedangkan

22 5 terdapat ribuan macam bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang bersifat toksik maupun alergik, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja sangat besar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja PT. Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Kesembilan pekerja yang menderita dermatitis kontak kebanyakan mengeluh kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di PT.Cosmar Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik

23 6 maupun alergik (Orton dan Wilkinson, 2004). Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan kosmetik. Sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan zat yang bersifat toksik dan alergik sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Pada saat proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, pekerja pada bagian processing dan filling banyak berkontak dengan bahan kimia, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak lebih besar dibandingkan dengan bagian lain. Pada bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada bagian processing dan filling. Penyakit dermatitis kontak pada pekerja dapat mengurangi produktifitas kerja, karena gejalanya dapat mengakibatkan rasa gatal, panas, kemerahan, bengkak serta tonjolan padat maupun cairan, sehingga dapat menggangu pekerjaan. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor

24 7 yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Bagaimana gambaran faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Bagaimana gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Apakah ada hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Apakah ada hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

25 8 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Diketahuinya gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Diketahuinya hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

26 9 1.5 Manfaat Penelitian Bagi Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi perusahaan mengenai bahaya serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja Bagi Peneliti Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah khususnya mengenai dermatitis kontak Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai dermatitis kontak. 2. Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dangan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun Hal tersebut dilakukan karena

27 10 kemungkinan terjadinya dermatitis di perusahaan kosmetik sangat besar, mengingat pekerja sering berkontak langsung dengan bahan-bahan kimia yang sebagian besar bersifat toksik dan alergik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja didapatkan 9 orang pekerja menderita dermatitis kontak (subjektif dan diperkuat dengan pemeriksaan dokter). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang). Populasi penelitian berjumlah 50 orang pekerja di bagian processing dan filling, dengan jumlah sampel seluruh populasi. Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan klinis, kuesioner dan observasi, sedangkan data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare dan T-independen untuk melihat hubungan antara variabel.

28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kulit Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m 2, rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000). Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda, 2007) : Gambar 2.1 Anatomi Kulit Manusia 11

29 12 1. Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis : a. Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di kelopak mata. b. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak kaki dan tangan. c. Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa sel-sel mulai mati. d. Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel Langerhans. e. Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya hari. 2. Dermis Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini terdiri dari 2 lapis, yaitu :

30 13 a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis, mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori. b. Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di folikel rambut. 3. Subkutis Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan sel-sel lemak Dermatitis Kontak Definisi Dermatitis Kontak Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Selain itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan alergi) (HSE UK, 2004). Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit (Firdaus, 2002). Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja (Michael,

31 ). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002). Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan) untuk dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang mudah ditembus (HSE UK, 2004) Jenis Dermatitis Kontak Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada

32 15 seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya. 1. Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema (bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis (Michael, 2005). Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007). Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopik (Djuanda, 2007).

33 16 2. Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain ruam kulit, bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi ketika kulit kembali terpapar (Widyastuti, 2006) Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur, parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman merambat), racun pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian Patogenesis Dermatitis Kontak Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini (Djuanda, 2007) : 1. Dermatitis Kontak Iritan Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala

34 17 peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. 2. Dermatitis Kontak Alergi Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-t memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara jam.

35 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi. 1. Fase Akut Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2007).

36 19 2. Fase Kronis Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007). Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003). 1. Dermatitis pada tangan Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering terdapat pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh

37 20 yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering berkontak langsung dengan bahan kimia. Gambar 2.2 Dermatitis pada tangan 2. Dermatitis pada wajah Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata. Gambar 2.3 Dermatitis pada wajah 3. Dermatitis pada lengan Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena dermatitis karena barang barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel), debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu di ketiak juga bisa terkena karena penggunaan penggunaan deodoran. Pada pekerja,

38 21 walaupun lengann bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan kimia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terciprat bahan kimia saat melakukan pekerjaan. Gambar 2.4 Dermatitis pada lengan 4. Dermatitis pada kaki Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah. Dermatitis pada saku, kaos kaki bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen,sandal dan sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadinya dermatitis pada kaki akibat tumpahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan. 5. Dermatitis pada badan Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut dan pewangi pakaian. Gambar 2.5 Dermatitis pada kaki

39 22 Gambar 2.6 Dermatitis pada badan 6. Dermatitis pada leher Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat pewarna pakaian Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Secara garis besar terdapat tiga metode diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode- metode tersebut yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002). Gambar 2.7 Dermatitis pada leher Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang

40 23 pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat psikologik. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk alergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan uji tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti protein dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier kulit tidak utuh lagi. 2.3 Kosmetik Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Komponen kosmetik secara umum mengandung bahan aktif, pewangi, pengawet, stabilizer, lipid, air, alkohol dan bahan pelarut lain serta zat warna. Kandungan bahan-bahan ini di samping memberi efek seperti yang diinginkan, juga tidak terlepas dari efek samping yang mungkin terjadi akibat bahan kima yang terkandung seperti, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, kontak urtikaria, fotosensitivitas dan lain sebagainya. Pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi karena kosmetik setelah pewangi. Pengawet adalah bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam kosmetik, obat topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang dan alga yang berimplikasi

41 24 pada percepatan proses pembusukan. Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah kontaminasi berbagai mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu produk, non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi. Kosmetik berdasarkan tempat aplikasi dibagi menjadi 4 golongan, yaitu kosmetik rambut, wajah, mata, dan kuku, sedangkan menurut fungsinya dikenal kosmetik perawatan dan kosmetik rias (dekoratif). Di dalam kosmetik rambut dan kuku paling banyak menggunakan pengawet formaldehid sedangkan pengawet tersering untuk krim wajah dan mata adalah paraben (Putra, 2008) Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak Dermatitis kontak karena bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan uji tempel. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif (pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu: metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro-2methyl-4- isothiazolin-3-one (methyl chloroisothiazolinone), quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008). Berikut ini akan diuraikan beberapa pengawet kosmetik yang sering menimbulkan reaksi sensitisasi dan iritasi pada kulit, yaitu : 1. Paraben Paraben atau ester alkyl parahydroxy benzoic acid adalah pengawet yang tidak berwarna, tidak berbau, dan nonvolatil yang diinaktifkan oleh surfaktan non-ionik

42 25 terdiri dari metil-, etil-, propil- dan butilparaben. Aktivitas paraben sebagai bahan pengawet ditingkatkan oleh propilen glikol. Pada tahun 1930, paraben ini diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik, makanan dan obat topikal. Golongan yang tersering dipakai adalah metil dan etilparaben. Paraben efektif terhadap jamur dan bakteri Gram positif tetapi kurang efektif terhadap Gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, sehingga sering dikombinasi dengan pengawet lain seperti isothiazolines atau phenoxyethanol yang bersifat formaldehyde releaser. Konsentrasi yang dipakai pada kosmetik 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben. Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara pada periode tahun dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal. 2. Formaldehid dan Pengawet Pelepas Formaldehid Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol. Secara alami formaldehid dapat dihasilkan dari hasil pembakaran kayu, tembakau, batubara dan bensin, sedangkan síntesis formaldehid dibuat pada tahun 1889 dan

43 26 dipergunakan secara luas dalam berbagai industri, pembuatan kain, kertas, lem, kosmetik, pengawet kosmetik, obat-obatan, makanan, lateks dan lain sebagainya. Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun , dilaporkan sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun sebesar 3,4%, pada tahun sebesar 5,3% dan pada tahun sebesar 6,8 %. Produk kosmetik yang mengandung formaldehid masih mungkin ditemukan dalam sampo, produk perawatan rambut dan pengeras kuku. Formaldehid saat ini telah digantikan oleh pengawet yang melepas formaldehid dalam air (formaldehyde releaser) seperti quarternium-15, diazodidinyl urea, imidazoldinyl urea, DMDM hydantoin, dan bronopol. Reaksi silang antara formaldehid dan pengawet pelepas formaldehid dapat terjadi, tetapi bila hasil uji tempel terhadap salah satu dari pelepas formaldehid menunjukkan hasil positif tidak perlu menghindari semua pengawet penghasil formaldehid. 3. Quarternium Pengawet ini didapatkan dalam sampo, kondisioner, kosmetik mata, losyen, krim, sabun cair dan lain-lain. Nama dagang quarternium adalah Dowicil 75, 100,

44 27 200, dan sering dalam label disebut sebagai N-(3chlorally)-hexanium chloride dan chlorallyl methanamine chloride. Sifat kelarutan yang baik dalam air, tidak berbau, tidak berwarna dan aktivitas antimikrobialnya tidak tergantung dari ph membuat pengawet ini dipakai secara luas. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi dalam kosmetik 0,02-0,3%. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (water-based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam petrolatum 4. Imidazolidinyl Urea Bahan ini diperkenalkan sebagai pengawet pada tahun Nama dagang imidazolidinyl urea adalah Germall 115 dan efektif terhadap bakteri. Germaben adalah kombinasi Germall 115 dengan paraben yang menjadi efektif terhadap bakteri dan jamur. Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik 0,03-0,2%, sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid. 5. Diazolidilnyl Urea Diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama dagang Germal II. Diazolidinyl urea sangat larut dalam air dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Konsentrasi dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua.

45 28 6. Bronopol Pengawet dengan nama 2-bromo-2-nitropropane-diol (BNPD) atau Myacide BT diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik terutama sabun pada tahun Bahan ini mempunyai aktivitas antimikroorganisme yang luas dan larut dalam air. Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum. 7. Dimethyloldimethyl Hydantoin (DMDM Hydantoin) Dipasarkan dengan nama dagang Glydant dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo. DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1% dalam aqua. 8. Methylchloroisothiazolinone/Methylisothiazolinone (MCI/MI) Pengawet ini dikenal dengan nama Kathon CG (CG=Cosmetic Grade), pertama kali dipakai di Eropa pada tahun 1970 dan di Amerika tahun Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. Formulasi lainnya dipasarkan dengan nama Kathon 886 MW, Kathon WT, Kathon LX, dan Euxyl K100 yang dipakai pada industri logam, produk pembersih, cat, lateks, lem,

46 29 dan lain sebagainya. Sedangkan Kathon 893 dan Proxel dipakai dalam pewarna, cairan fotografi, emulsi, plastik, dan penyegar udara. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut. Penderita dengan hasil tes positif alergi terhadap MCI/MI terkadang masih toleran terhadap produk yang rinseoff, misalnya pada kondisioner, sampo, dan bubble bath. Sumber dermatitis kontak alergi lain dari bahan ini adalah kertas toilet, sampo karpet, dan pelembut pakaian. 9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol Bahan ini diperkenalkan di Eropa pada tahun 1985 dan di Amerika Utara pada tahun Di pasaran dikenal dengan nama Euxyl K 400. Euxyl K 400 terdiri dari 2-phenoxyethanol dan methyldibromoglutaronitrile (MDBGN) dengan perbandingan 4:1. Bahan ini juga dikenal dengan nama 1,2-dibromo-2,4-dicyabobutane (Tektamer 38). Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Euxyl K 400 dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet

47 30 kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada periode tahun sebesar 1,5%, pada periode tahun sebesar 2,7% dan pada periode tahun sebesar 3,5%. Konsentrasi Euxyl K 400 untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum. Konsentrasi Euxyl K 400 2,5% mengandung MDBGN 0,5%. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotions, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. Bagian yang menimbulkan alergi adalah MDBGN sedangkan phenoxyethanol jarang sebagai sensitizer. 10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC) Iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC) sangat efektif sebagai antifungi, antibakteri dan antiparasit. Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada makeup, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet. Selain pengawet kosmetik diatas, terdapat bahan-bahan kimia lain dalam kosmetik yang dapat menyebabkan reaksi sensitisasi maupun iritasi pada kulit, diantaranya : 1. Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat

48 31 memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. 2. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun , tiga alergen standar yang paling sering memberikan hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-N-phenyl para phenylenediamine dan paraben mix. 2.4 Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia Program perduli kesehatan kulit sebagai upaya pengendalian resiko paparan bahan kimia. Paparan bahan kimia dapat terjadi akut maupun kronik, efek akut pada kesehatan terjadi karena kontak dengan kulit berupa luka bakar, kemerahan, ekskoriasi sampai rusaknya jaringan lunak. Bila penyakit dermatitis kontak pada pekerja terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkannya. Penyakit akan berulang karena pekerja berkontak dengan zat yang menimbulkan dermatitis semakin lama semakin sering, sehingga penyakit tersebut semakit berat. Terjadinya dermatitis kontak alergi memerlukan waktu yang lama sesuai proses sensitisasi bahan alergen (SHARP, 1999). Usaha pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dalam menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus mengidentifikasi potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang digunakan dan pengaruhnya terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk mengurangi resiko yang mungkin timbul dikemudian hari (SHARP, 1999). Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis, administratif maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit (skin care program), yaitu dengan cara sebagai berikut (SHARP, 1999) :

49 32 1. Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai melalui penerapan ventilasi udara yang memenuhi standar. 2. Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien dan efektif, misalnya substitusi bahan kimia. 3. Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi kerja. 4. Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam lingkungan kerja. 5. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian laboratoruim yang tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan masker. 6. Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi pekerja atau keluarga pekerja. 7. Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga kebersihan pribadi dan melakukan upaya pencegahan pribadi. 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik. Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras, keringat,

50 33 terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan APD. Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit. Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal hygiene. Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan. Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab dermatitis diatas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). 2.6 Faktor Langsung Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi. Melalui

51 34 kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia dapat menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak alergi. Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut exposurerespons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak (durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006). Agen kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi. 1. Iritan Primer Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer. Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan pertama. Tabel 2.1 Iritan Primer Agen Produk Efek Paraben kosmetik, deodoran, dan beberapa produk perawatan kulit Propylene Glycol produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah Isopropyl Alcohol produk perawatan kulit (Sumber : Indonesian science forum ) kemerahan dan reaksi alergi pada kulit kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.

52 35 2. Sensitizers Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lainlain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lainlain. Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera korosif dengan derajat ringan. Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak jaringan lunak lebih kuat daripada asam anorganik. Bahan ini merusak lebih dalam pada jaringan lunak kulit dengan menimbulkan proses perlemakan dalam hitungan minggu, rasa nyeri yang hebat dan melemahkan lapisan endermis sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap bahan kimia lain. Namun pada saat permulaan terpapar justru tidak timbul rasa sakit. Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif memerlukan ph yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan

53 36 membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk untuk terjadinya infeksi sekunder. Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi sistem kekebalan tubuh yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau struktur bahan kimia yang serupa sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe lambat maupun sedang. Contoh bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi yaitu fromaldehid, kromium, nikel, fenoliat. Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan dermatitis kontak diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/ phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate Lama Kontak Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Fatma, 2007). Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang

54 37 bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat. Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari (Agius R, 2006). Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,003. Berdasarkan penelitian tersebut kejadian dermatitis paling sering terjadi pada responden dengan lama kontak 8 jam dengan 13 responden (92,8%) untuk dermatitis kontak akut, 20 responden (95,2%) sub akut, dan 5 responden (100%) kronis. 2.7 Faktor Tidak Langsung Suhu dan Kelembaban Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan terjadi beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa potensial bahaya yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis.

55 38 Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam kuat, sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan turunnya kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah terjadinya dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban udara turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit sehingga memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis. Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk nyaman, suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara o C untuk musim dingin dan o C untuk musim panas dengan kelembaban o C. Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban yang lebih tinggi rekomendasi NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis. Maka berdasarkan penelitian untuk ruangan ber-ac dianjurkan suhu antara o C atau perbedaan antara suhu di dalam dan diluar ruangan tidak lebih dari 5 o C (NIOSH, 1999) Masa Kerja Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992) lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat, sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja. Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan

56 39 bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Suma mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007). Hubungan dermatitis kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu: 1. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja 1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang masa kerjanya <1. 3. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja 5 tahun sebanyak 61,5% yang menderita dermatitis, sedangkan pekerja dengan masa kerja < 5 tahun yaitu hanya 18,8 %. 4. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masa kerjanya 2 tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis Usia Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya

57 40 dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun (HSE, 2000). Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan usia yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak. Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kulit mereka (HSE, 2000). Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat

58 41 pelindung diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok usia, artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak. Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari beberapa penelitian terdahulu, yaitu: 1. Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis. 2. Trihapsoro (2003) pada pasien rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah tahun (17,5%) dan pada laki-laki adalah tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada perempuan adalah tahun dan tahun (masing-masing 12,5%) dan pada laki-laki tahun dan tahun (masing-masing 5,0%). 3. Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh sebanyak 26 pekerja yang berusia 30 tahun terkena dermatitis kontak dan untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena dermatitis kontak.

59 42 4. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster s New World Dictionary). Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis, terlihat dari beberapa penelitian, yaitu : 1. Trihapsoro, Iwan (2003) pada pasien rawat jalan RSUP Haji Adam Malik Medan, berdasarkan jenis kelamin yang menderita dermatitis kontak terbanyak adalah perempuan yaitu 72,5% sedangkan laki-laki hanya 27,5%.

60 43 2. Mahadi ( ) melaporkan penderita dermatitis kontak alergik pada praktek klinik swasta di Medan 72,73% adalah perempuan dan 27,27% laki-laki. 3. Nasution dkk di RS Dr Pirngadi Medan tahun 1992 perempuan 63,79% dan lakilaki 36,21%. Tahun 1993 perempuan 67,19% dan laki-laki 32,18%. Tahun 1993 perempuan 67,19% dan laki-laki 32,81%. Tahun 1994 perempuan 71,43% dan laki-laki 28,57%. Terlihat adanya peningkatan persentase penderita perempuan dari tahun 1992, 1993, Villafuerte dan Palmero (2001) dari Filipina melaporkan dari tahun pada 267 pasien yang dilakukan uji tempel 71,4% adalah perempuan dan 28,6% laki-laki Ras Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan pendukung terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis (Djuanda, 2007). Ras dalam hubungannya dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap individu mempunyai warna kulit yang berbeda berdasarkan ras-nya masing-masing. Menurut Djuanda kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan dengan kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena kulitnya kaya akan melanin. Melanin merupakan pigmen kulit yang berfungsi sebagai proteksi atau perlindungan kulit (Djuanda, 2007). Sel pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit adalah 10 : 1.

61 44 Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis dan kimiawi seperti zat kimia (Djuanda, 2007) Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra, 2008). Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan ph kulit (Djuanda, 2007). Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri, diketahui kejadian dermatitis kontak pada responden yang tidak mempunyai riwayat penyakit kulit sebelumnya sebesar 44,4%, sedangkan responden

62 45 yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya sebesar 57,7%. Hal tersebut menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan dengan timbulnya penyakit dermatitis kontak Personel Hygiene Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain: 1. Mencuci tangan Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999). Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan

63 46 masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang dapat menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu minimal menggunakan air dan sabun. Cara mencuci tangan yang baik dapat terlihat dalam gambar berikut ini. Gambar 2.8 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. 2. Mencuci Pakaian Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya

64 47 baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali (Hipp, 1985). Personal Hygiene merupakan salah satu faktor penyebab dermatitis, hal ini dapat terlihat dalam penelitian sebelumnya, yaitu: 1. Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. 2. Penelitian Lestari, Fatma pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang memiliki personal hygiene kurang mengalami dermatitis, dan 10 orang yang mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang baik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. Perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada (Cahyono AB, 2004). Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, yaitu:

65 48 1. Alat Pelindung Pernafasan Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. Gambar 2.9 Alat Pelindung Pernapasan 2. Alat Pelindung Tangan Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-benda tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan. Gambar 2.10 Alat Pelindung Tangan

66 49 6. Alat Pelindung Kaki Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas dan kontak listrik. Gambar 2.11 Alat Pelindung Kaki 7. Pakaian Pelindung Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Gambar 2.12 Pakaian Pelindung Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan

67 50 kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, seperti pada beberapa penelitian dibawah ini : 1. Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD hanya 19%. 2. Suryani (2008), didapatkan hasil sebanyak 23 orang yang mengalami dermatitis kontak dari 30 orang yang tidak menggunakan APD yang lengkap. Sedangkan pekerja yang menggunakan APD lengkap yang mengalami dermatitis kontak hanya sebanyak 4 orang dari 16 orang.

68 Kerangka Teori Berdasarkan Teori Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda (2007), Rietschel (1985), Cohen E David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003) mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis kontak, maka didapatkan kerangka teori sebagai berikut : Faktor Langsung - Bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) - Lama kontak Faktor Tidak Langsung - Suhu - Kelembaban - Masa kerja - Usia - Jenis kelamin - Ras - Riwayat penyakit kulit sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD Kejadian Dermatitis Kontak Bagan 2.1 Kerangka Teori

69 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu kepada teori-teori dari para ahli (Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda (2007), Rietschel (1985), Cohen E David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003)). Berdasarkan teori yang ada, faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Namum pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, antara lain : 1. Variabel bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) tidak diteliti karena homogen. Setiap pekerja terpapar dengan bahan kimia yang sama saat proses pembuatan kosmetik, sehingga variabel tersebut tidak diteliti. 2. Variabel suhu dan kelembaban tidak diteliti karena homogen. Semua responden bekerja pada lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang sama, sehingga variabel tersebut tidak diteliti. 3. Variabel ras tidak diteliti karena homogen. Semua responden mempunyai ras dengan warna kulit yang sama. Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah lama kontak, sedangkan variabel dependen adalah kejadian dermatitis kontak dengan 52

70 53 melibatkan faktor confounding yaitu masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, dan penggunaan APD, Variabel Independen Faktor Langsung : - Lama kontak Variabel Dependen Kejadian Dermatitis Kontak Faktor Confounding Faktor Tidak Langsung : - Masa kerja - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit kulit sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD Bagan 3.1 Kerangka Konsep Variabel yang diteliti : 1. Lama kontak Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Pekerja yang lebih lama berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.

71 54 2. Masa kerja Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. 3. Usia Usia merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memperparah terjadinya dermatitis kontak, karena kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia, terutama dari sisi ketebalan lapisan kulit, fungsi kelenjar ekrin dan holokrin. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan dan menipisnya lapisan kulit ini memudahkan proses bahan kimia untuk mengiritasi dan atau proses sensitisasi kulit. Sehingga pada kulit usia lanjut lebih mudah terkena dermatitis. 4. Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar keringat dan hormon. Kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih kering daripada pria, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis.

72 55 5. Riwayat penyakit kulit sebelumnya Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan ph kulit. 6. Personal hygiene Kebersihan perorangan seperti mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan dan menetralkan ph dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. Perusahaan sudah membuat peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama bekerja, terdapat pula aturan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan produksi, akan tetapi semua tergantung dari perilaku pekerjanya masing-masing. 7. Penggunaan APD Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat menghindari pajanan langsung dari bahan kimia. Perusahaan telah menyediakan APD sesuai dengan jenis dan karakteristik potensi bahaya di tempat kerja, akan tetapi semua tergantung dari perilaku pekerjanya. Pekerja yang menggunakan APD lengkap dan sesuai saat melakukan pekerjaan akan mengurangi resiko menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengunakan APD.

73 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi operasional No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala 1. Kejadian Pemeriksaan Diagnosa dokter Ordinal Dermatitis Kontak dokter Peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit pekerja dengan gejala kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kering, mengelupas dan bersisik. 0. Dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter dermatitis kontak) 1. Tidak dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter tidak dermatitis kontak) 2. Lama Kontak Jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada pekerja Jam/hari Rasio 3. Masa Kerja Jangka waktu pekerja mulai bekerja sampai waktu penelitian. Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada pekerja Bulan Rasio 4. Usia Lama waktu hidup pekerja (dalam tahun) dari sejak lahir sampai penelitian berlangsung. 5. Jenis Kelamin Perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan. Kuesioner Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada pekerja Menyebarkan kuesioner kepada pekerja Tahun 0. Perempuan 1. Laki-laki Rasio Ordinal

74 57 6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja pada bagian tangan. Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 0. Memiliki riwayat 1. Tidak memiliki riwayat Ordinal 7. Personal Hygiene Kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja. Observasi Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist 0. Tidak baik, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai 1. Baik, jika semua hasil pengamatan sesuai Ordinal 8. Penggunaan APD Kelengkapan pekerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan. Observasi Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist 0. Tidak lengkap, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai 1. Lengkap, jika semua hasil pengamatan sesuai Ordinal

75 Hipotesis 1. Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun Ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

76 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang), dimana variabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang sama, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia yang berlokasi di Taman Tekno Blok A1 No Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia Alasan memilih lokasi karena pada bagian processing dan filling pekerja berkontak dengan bahan kimia. 4.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja pada bagian processing dan filling PT. Cosmar Indonesia, yaitu sebanyak 50 orang. Sedangkan untuk sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pekerja pada bagian processing dan filling. Perhitungan sampel dilakukan dengan mengunakan uji hipotesis dua proporsi dengan rumus sebagai berikut : n = {z 1-α 2P (1- P ) + z 1-ß α P 1 (1- P 1 )+ P 2 (1- P 2 ) } 2 (P 1 - P 2 ) 2 59

77 60 Keterangan : n P 1 : Besar sampel : Proporsi pekerja yang masa kerja > 1 tahun dengan kejadian dermatitis sebanyak 67% = 0,67 (Mausulli, 2010) P 2 : Proporsi pekerja yang masa kerja 1 tahun dengan kejadian dermatitis sebanyak 31% = 0,31 (Mausulli, 2010) P : Rata-rata proporsi (P 1 + P 2 /2) 0,67 + 0,31 = 0,49 2 Z1-α : Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96 Z1-β : Kekuatan uji 80 % = 0,84 n = {1,96 2 x 0,49 (1-0,49) + 0,84 0,61 (1-0,61) + 0,31 (1-0,31) } 2 n = 30 x 2 = 60 (0,31-0,67) 2 Berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 60 pekerja, namun karena pekerja pada bagian processing dan filling hanya sebanyak 50 orang, maka peneliti mengambil semua pekerja di bagian processing dan filling untuk dijadikan sampel. 4.4 Instrumen Penelitian Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan pertanyaan yang harus dijawab oleh responden dan lembar ceklist hasil pengamatan yang akan diisi oleh peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan mengenai lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit

78 61 kulit sebelumnya, sedangkan lembar ceklist mengenai personal hygiene dan penggunaan APD. 4.5 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, meliputi kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan, proses produksi dan list bahan kimia yang digunakan. 4.6 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi kejadian dermatitis kontak, lama kontak, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, penggunaan APD dan masa kerja yang dikumpulkan dengan cara sebagai berikut : 1. Kejadian Dermatitis Kontak Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendiagnosa secara klinis gejala-gejala dermatitis yang terdapat pada pekerja dengan bantuan dokter. 2. Lama Kontak Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari melalui kuesioner.

79 62 3. Masa Kerja Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pertama kali responden bekerja pada bagian processing dan filling sampai waktu penelitian melalui kuesioner. 4. Usia Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan tanggal lahir (tanggal, bulan, tahun) responden melalui kuisioner. 5. Jenis Kelamin Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jenis kelamin melalui kuesioner. 6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan riwayat penyakit kulit pekerja melalui kuesioner dan diperkuat dengan anamnesis dokter. 7. Personal Hygiene Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti dengan panduan lembar cheklist mengenai kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri. Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak baik jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai dan baik jika semua hasil pengamatan sesuai. 8. Penggunaan APD Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti dengan panduan lembar cheklist mengenai kelengkapan menggunakan APD.

80 63 Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak lengkap jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai dan lengkap jika semua hasil pengamatan sesuai. 4.7 Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Mengkode data (data coding) Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti diberi kode untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya. 2. Menyunting data (data editing) Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu, yaitu kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini. 3. Memasukkan data (data entry) Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan data dari hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel. Setelah itu dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum) dan bivariat (untuk mengetahui variabel yang berhubungan). 4. Membersihkan data (data cleaning) Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap untuk dianalis.

81 Analisa Data 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel dependen, independen dan confounding. Variabel tersebut adalah kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. 2. Analisa Bivariat Analisa yang digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square untuk menghubungkan variabel kategorik dengan kategorik dan uji T-independent untuk menghubungkan variabel numerik dengan kategorik apabila variabel numerik berdistribusi normal. Uji chi-square dan uji T-independent menggunakan derajat kepercayaan 95%. Jika P Value 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan dependen. Jika P Value > 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan dependen.

82 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia PT.Cosmar Indonesia adalah perusahaan milik keluarga yang merupakan produsen pembuatan bahan-bahan kosmetik di Indonesia. PT.Cosmar sangat menghargai dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan sehingga menghasilkan hubungan kerja dalam jangka panjang. Untuk memastikan kepercayaan diri, PT.Cosmar tidak memiliki merk dagang sendiri dan hanya berkonsentrasi dalam memproduksi bahan kosmetik dan R&D. PT.Cosmar Indonesia didirikan pada tanggal 11 April 2003 di Jl. Pulobuaran II blok R2 BPSP, Pulogadung Industrial Estate, Jakarta Indonesia, dengan Direktur Ibu.Juanita Aditiawan. Pada tahun 2005 PT.Cosmar sudah tersertifikasi ISO dan cgmp. Tahun 2007 PT.Cosmar melaksanakan joint venture di Etiopia dengan Perusahaan Afrika Selatan yang dinamakan Cosmar East Africa. Tahun 2008 PT.Cosmar menjadi perusahaan dengan fasilitas penuh dan berpindah ke Taman Tekno Blok A1/Nr Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong 15314, Indonesia. Pada tahun 2009 PT.Cosmar melaksanakan ekspor pertama ke Asia Timur dan Asia Selatan. Fasilitas produksi PT.Cosmar memenuhi syarat GMP dan meliputi peralatan proses dan filling untuk memproduksi produk bubuk (powder products), produk cair (liquid products) dan produk panas (hot poor products). PT Cosmar juga memiliki 65

83 66 fasilitas uji mikrobial. Bertahun-tahun PT Cosmar telah membantu berbagai pelanggan untuk mengelola konsep dan jalur produksi seperti akses produksi ke jejaring suplaier material. Pelanggan PT.Cosmar termasuk perusahaan lokal dan multinasional, perusahaan yang baru didirikan, organisasi jual langsung (direct selling) dan organisasi retail dengan label pribadi (private labels for retailing organisations). Pelayanan di PT.Cosmar termasuk formulasi sesuai pesanan, pengisian dan pengepakan, efikasi dan uji keamanan. Produk yang dihasilkan oleh PT. Cosmar diantaranya : 1. Decorative Cosmetics : lipstik, lip gloss, lip liner, cairan makeup, blush, concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, bedak. 2. Perawatan kulit : cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm (BB cream), lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment. 3. Perawatan rambut : sampo, kondisioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa, produk pelurus rambut, pewarna rambur, gel, minyak rambut. 4. Perawatan diri : sabun cair, sabun wajah, pembersih daerah kewanitaan, wewangian Visi dan Misi PT Cosmar Indonesia 1. Menguasai kontrak produksi kosmetik di Indonesia. 2. Menjual kosmetik berkualitas dengan harga yang terjangkau. 3. Memastikan pelanggan mendapatkan produk dan pelayanan yang diharapkan Sumber Daya Manusia (SDM) PT Cosmar Indonesia mempekerjakan 120 pekerja yang dipimpin oleh Ibu Juanita Aditiawan. Pekerja di PT.Cosmar sudah terlatih dengan pelatihan GMP, ISO, TPM and HACCP. Tim PT.Cosmar berusaha untuk memberikan kualitas dan

84 67 pelayanan terbaik dengan tanggung jawab dalam produksi, sehingga pelanggan dapat meningkatkan bursa mereka. Adapun distribusi sumber daya manusia yang terdapat di PT.Cosmar dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia Berdasarkan Divisi Kerja Tahun 2011 Divisi Kerja Jumlah Staff 20 Processing 12 Filling 38 Packaging 50 Total 120 Berdasarkan tabel diatas jumlah pekerja terbanyak di PT.Cosmar indonesia terdapat di bagian packaging dengan jumlah 50 orang. Kemudian pada bagian filling jumlah pekerja 38 orang, staff jumlah pekerja 20 orang dan bagian processing jumlah pekerja 12 orang Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia Dalam proses pembuatan kosmetik, PT.Cosmar Indonesia menggunakan ribuan macam bahan kimia. Pada proses pengambilan data, peneliti hanya diizinkan untuk mengetahui beberapa macam bahan kimia yang digunakan, diantaranya : Tabel 5.2 List Bahan Kimia yang Digunakan dalam Pembuatan Kosmetik di PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No Bahan Kimia No Bahan Kimia 1 Paraben 22 Anthemis nobilis flower oil 2 Formaldehid dan cetyl alcohol 23 Polyethylene scrub 20 3 Quarternium Sodium ascorbyl phosphate 4 Imidazolidinyl urea 25 Ceramide 3 5 Diazolidinylurea 26 P-toluenediamine 6 Bronopol 27 Isostearyl neopentanoate 7 Dimethyloldimethyl hydantoin 28 Sodium lauryl ether sulfate 8 Methylisothiazolinone (MCI/MI) 29 Ferric ammonium ferrocyanide 9 Methyldibromoglutaronitrile/ 30 N-isopropyl-N-pheniyl para

85 68 No Bahan Kimia No Bahan Kimia Phenoxyethanol phenylenediamine 10 Iodopropylnyl buthylcarbamate 31 Butylene slycol cocoate 11 P-phenylenediamine (PPD) 32 Tocopheryl acetate 12 Sodium lauryl ether sulfate 33 Caprylic/capric triglyceride 13 Diazodidinyl urea 34 Pentaerythrityl tetraisostearate 14 Paraffin dan petrolatum 35 Calcium patothenate 15 Propylene glycol 36 Maltodextrin 16 Isopropyl alcohol 37 Octyldodecyl neopentanoate 17 Sodium hydroxine 38 Niacinamide 18 Glycerol esters 39 Octylacrylamide copolymer 19 Acrylates/Steareth-20 Methacrylate 40 Synthetic wax 20 Acrylates copolymer 41 Butyl stearete 21 Candelilla (Euphorbia Cerifera) wax 42 Aminopropyl phenyltrimerthicone Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), diantara bahan kimia diatas terdapat beberapa bahan kimia yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit kulit pada bekerja seperti dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia tersebut merupakan pengawet kosmetik yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, diantaranya : 1. Paraben Konsentrasi paraben yang dipakai pada kosmetik sebesar 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben. Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara pada periode tahun dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben

86 69 paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal. 2. Formaldehid Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol. Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun , dilaporkan sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun sebesar 3,4%, pada tahun sebesar 5,3% dan pada tahun sebesar 6,8 %. 3. Quarternium Konsentrasi Quarternium dalam kosmetik sebesar 0,02-0,3%. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (waterbased) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm

87 70 (parts per million). Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam petrolatum. 4. Imidazolidinyl Urea Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik sebesar 0,03-0,2%, sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid. 5. Diazolidilnyl Urea Konsentrasi diazolidilnyl urea dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua. 6. Bronopol Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum. 7. Dimethyloldimethyl Hydantoin DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1% dalam aqua. Dimethyloldimethyl Hydantoin

88 71 mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo. 8. Methylisothiazolinone (MCI/MI) Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut. 9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Phenoxyethanol dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada periode tahun sebesar 1,5%, pada periode tahun sebesar 2,7% dan pada periode tahun sebesar 3,5%.

89 72 Konsentrasi Phenoxyethanol untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotion, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. 10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC) Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet. Selain pengawet kosmetik di atas, terdapat pula bahan-bahan kimia lain yang digunakan PT.Cosmar Indonesia dan berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya p-phenylenediamine (PPD) dan p-toluenediamine pada pembuatan pewarna rambut, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol pada pembuatan krim wajah, sodium hydroxine pada pembuatan sabun dan sodium lauryl ether sulfate pada pembuatan sampo (Prasari Sotya, 2009) Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Proses kerja pembuatan kosmetik di PT.Cosmar indonesia melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini : Bagan 5.1 Alur Proses Pembuatan Kosmetik PT.Cosmar Indonesia Purchasing Ware house in PPIC dan R&D Quality control Ware house out Packaging Filling Processing

90 73 Berdasarkan bagan 5.1, tahap pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan cosmetik di PT.Cosmar Indonesia yaitu membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan produk (purchasing), selanjutnya bahan-bahan tersebut dimasukan ke dalam gudang (ware house in), kemudian PPIC akan mengeluarkan izin untuk pembuatan kosmetik disertai formula (build of materials) yang dibutuhkan dan R&D akan mengecek formula tersebut untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam formula yang akan digunakan. Setelah izin dan formula dikeluarkan selanjutnya bahan-bahan yang digunakan akan ditimbang sesuai lembar petunjuk proses (quality control), kemudian bahan-bahan tersebut diproses (processing) sesuai dengan petunjuk sehingga menghasilkan bulk (adonan). Selanjutnya masuk ke proses pengisian (filling) dan pengepakan (packaging), terakhir kosmetik yang telah di packing dimasukan ke dalam gudang akhir (ware house out) yang selanjutnya akan diambil oleh costomer. Pada penelitian ini, peneliti mengambil tempat di bagian processing dan filling dengan pertimbangan pada kedua bagian tersebut pekerja banyak berkontak dengan bahan kimia dibandingkan dengan bagian lain. Berikut akan dijelaskan proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. 1. Proses Kerja Bagian Processing Pekerjaan di bagian processing, pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan. Produk yang dihasilkan terdiri dari tiga jenis yaitu dry atau powder, lipstik dan liquid dimana proses kerjanya akan dijelaskan berikut ini.

91 74 a. Processing Dry atau Powder Bagan 5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry Masukan bahan ke dalam mesin nermix Campurkan seluruh bahan ke mesin loudige Tidak Cek apakah warna bedak sudah sesuai? Ya Diayak sampai partikel benar-benar halus Filling

92 75 b. Processing Lipstik Bagan 5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik Masukan bahan ke mesin pemanas Cairkan based (bahan berbentuk lilin) Tidak Masukan pasta (pewarna) lipstik, aduk hingga homogen Cek apakah warna sudah homogen? Ya Tambahkan vit.e dan parfum Bulk (adonan) siap untuk di filling

93 76 c. Processing Liquid Bagan 5.4. Arus Proses Kerja Pembuatan Liquid Masukan bahan ke mesin loudige Panaskan pada suhu 70 O C-80 O C hingga homogen Ambil sampel sedikit, periksa sesuai spesifikasi yang ditentukan Bulk (adonan) siap untuk di filling Pada bagian processing pekerja berkontak dengan bahan kimia saat melakukan proses kerja, seperti memasukan bahan-bahan ke dalam mesin, mengaduk bahan (proses lipstik), serta memasukan bulk (adonan) yang sudah jadi ke dalam tabung besar untuk dilanjutkan ke proses filling. Selain itu setelah proses pembuatan kosmetik selesai, tugas pekerja selanjutnya yaitu membersihkan mesin yang selesai digunakan untuk proses pembuatan kosmetik.

94 77 2. Proses Kerja Bagian Filling Pekerjaan di bagian filling, pekerja memasukan bulk (adonan) yang telah diolah ke dalam wadah yang ditentukan. Berikut akan dijelaskan proses filling dry, lipstik dan liquid. a. Filling Dry atau powder Bagan 5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry Masukan bedak ke dalam cetakan Test kehalusan Kembali ke Processing Dry Ya Drop test (mengukur apakah bedak mudah pecah atau tidak)? Tidak Tempatkan ke dalam wadah yang telah ditentukan

95 78 b. Filling Lipstik Bagan 5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik Masukan bulk (adonan) ke dalam cetakan (khusus lipstik) Dinginkan ke dalam mesin pendingin hingga bulk (adonan) mengeras Masukan lipstik yang telah dicetak ke dalam wadah yang telah ditentukan c. Filling Liquid Bagan 5.7. Alur Proses Kerja Filling Liquid Masukan bulk (adonan) ke dalam cup/botol/pot Khusus cream padat dinginkan ke dalam mesin pendingin Masukan ke dalam kemasan Pada bagian filling pekerja berkontak dengan bahan kimia saat memasukan bulk (adonan) ke dalam cetakan atau wadah. Selain itu pada saat melalukan proses filling liquid apabila terdapat bulk (adonan) yang tercecer di pinggir wadah, tugas pekerja membersihkan ceceran di sekitar wadah hingga bersih. Kemudian apabila ada produk reject seperti krim padat yang tidak halus (terdapat gelembung udara), tugas pekerja meratakan gelembung tersebut dengan jari hingga krim halus dan padat.

96 Analisis Univariat Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak diperoleh dari diagnosa dokter. Variabel kejadian dermatitis dikategorikan menjadi dua yaitu dermatitis dan tidak dermatitis. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 Kejadian Dermatitis Frekuensi Persentase (%) Dermatitis Tidak Dermatitis Jumlah Dermatitis Kontak Alergi 8 33,3 Dermatitis Kontak Iritan 16 66,7 Jumlah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 24 pekerja (48%) mengalami dermatitis kontak dan 26 pekerja (52%) tidak mengalami dermatitis kontak. Dari 24 (48%) pekerja yang menderita dermatitis kontak, 8 pekerja (33,3%) mengalami dermatitis kontak alergi, dan 16 pekerja (66,7%) mengalami dermatitis kontak iritan Gambaran Faktor Langsung Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak dibedakan menjadi faktor langsung dan faktor tidak langsung. Dibawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi faktor langsung terjadinya dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia.

97 80 a. Lama Kontak Dalam penelitian ini, lama kontak merupakan faktor langsung terjadinya dermatitis kontak. Hasil mengenai lama kontak diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Distribusi faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 Variabel Mean SD Min-Max Lama Kontak 5.2 jam/hari jam/hari - 8 jam/hari Lama kontak dilihat dari lamanya responden berkontak dengan bahan kimia selama proses pekerjaan dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata-rata lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah 5.2 jam/hari dengan standar deviasi Lama kontak terendah adalah 2 jam/hari pada bagian filling, sedangkan lama kontak tertinggi adalah 8 jam/hari pada semua pekerja bagian processing Gambaran Faktor Tidak Langsung Faktor tidak langsung dalam penelitian ini meliputi masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, personal hygiene, dan penggunaan APD. Hasil penelitian mengenai masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit kulit pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuesioner, sedangkan personal hygiene dan penggunaan APD diperoleh dari hasil observasi. Distribusi faktor tidak langsung pada pekerja bagian processing dan filling dapat terlihat pada tabel 5.5 dan tabel 5.6 berikut ini.

98 81 Tabel 5.5 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No Variabel Mean SD Min-Max 1. Masa Kerja 18 bulan bulan 84 bulan 2. Usia 22 tahun tahun 32 tahun Tabel 5.6 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Riwayat Penyakit Kulit Memiliki Riwayat Tidak Memiliki Riwayat 3. Personal Hygiene Tidak baik Baik Penggunaan APD Tidak lengkap Lengkap 0 0 Jumlah a. Masa Kerja Masa kerja dalam penelitian ini dilihat dari lamanya responden bekerja pada bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata-rata masa kerja pekerja bagian processing dan filling adalah 18 bulan dengan standar deviasi Masa kerja terendah adalah 1 bulan sedangkan masa kerja tertinggi adalah 84 bulan. b. Usia Variabel usia dinyatakan dalam tahun, yaitu lama hidup responden dari mulai lahir hingga waktu penelitian. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata-rata

99 82 usia pekerja bagian processing dan filling adalah 22 tahun dengan standar deviasi Usia termuda adalah 17 tahun sedangkan usia tertua adalah 32 tahun. c. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan. Distribusi frekuensi jenis kelamin pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat dari tabel 5.6. Dalam tabel tersebut diketahui bahwa dari 50 pekerja, 30 pekerja (60%) berjenis kelamin perempuan dan 20 pekerja (40%) berjenis kelamin laki-laki. d. Riwayat Penyakit Kulit Riwayat penyakit kulit merupakan pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit pada bagian tangan. Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 18 pekerja (36%) memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya dan 32 pekerja (64%) tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya. e. Personal Hygiene Personal Hygiene dalam penelitian ini merupakan kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja. Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 11 pekerja (22%) memiliki personal hygiene yang tidak baik dan 39 pekerja (78%) memiliki personal hygiene yang baik. f. Gambaran Penggunaan APD Penggunaan APD dalam penelitian ini merupakan kelengkapan pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.6

100 83 dapat diketahui bahwa seluruh pekerja bagian processing dan filling tidak lengkap dalam menggunakan APD. Sehingga dalam penelitian ini variabel pengunaan APD tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut, dikarenakan datanya homogen. 5.3 Analisis Bivariat Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak menggunakan uji t-independen yang hasilnya akan dijelaskan dibawah ini. a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.7 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 Kejadian Mean N SD P value Dermatitis Kontak (jam/hari) Dermatitis Tidak dermatitis Berdasarkan tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6 jam/hari dengan standar deviasi sebesar 2.083, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami

101 84 dermatitis kontak adalah 4.54 jam/hari dengan standar deviasi sebesar Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.020, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor tidak langsung dengan kejadian dermatitis kontak pada penelitian ini, menggunakan uji t- independen dan chi square. Uji t-independen digunakan untuk variabel masa kerja dan usia, sedangkan uji chi square digunakan untuk variabel jenis kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak. Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor tidak langsung (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja dan Usia) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No Variabel Kejadian Dermatitis Kontak N Mean SD P value 1. Masa Kerja Dermatitis bulan Tidak dermatitis bulan Usia Dermatitis tahun Tidak dermatitis tahun 2.730

102 85 Tabel 5.9 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No. Variabel Kategori Kejadian Dermatitis Dermatitis Tidak Total Pvalue Dermatitis n % n % n % 1. Jenis Kelamin Perempuan 11 36, , Riwayat Penyakit Kulit 3. Personal hygiene Laki-laki 13 65,0 7 35, Memiliki 7 38, Riwayat Memiliki 17 53, Riwayat Tidak Baik 9 81, Baik 15 38, a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 24 bulan dengan standar deviasi sebesar , sedangkan rata-rata masa kerja pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak adalah bulan dengan standar deviasi sebesar Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.012, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah tahun dengan standar deviasi sebesar 4.162, sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak

103 86 adalah tahun dengan standar deviasi sebesar Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.008, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang berjenis kelamin perempuan dan menderita dermatitis kontak sebesar 36,7% (11 dari 30 pekerja) sedangkan pekerja yang berjenis kelamin laki-laki dan menderita dermatitis kontak sebesar 65% (13 dari 20 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.094, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 38,9% (7 dari 18 pekerja) sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 53.1 % (17 dari 32 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.501, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.9 pekerja dengan personal hygiene yang tidak baik dan menderita dermatitis kontak sebesar 81.8% (9 dari 11 pekerja) sedangkan pekerja

104 87 dengan personal hygiene baik dan menderita dermatitis kontak sebesar 38.5% (15 dari 39 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.028, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.

105 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yaitu : 1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu. 2. Pemeriksaan kejadian dermatitis kontak hanya dilihat secara umum dari gejalagejala dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter, tanpa mengunakan uji tempel untuk memperkuat hasil. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian. 3. Tidak ada data sekunder mengenai kondisi kesehatan pekerja. Hal ini menyebabkan peneliti sulit menilai pencegahan kesehatan dan keselamatan kerja yang sudah dilaksanakan secara baik dan efektif untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak di perusahaan. 4. Peneliti tidak diizinkan untuk mengetahui berapa konsentrasi setiap bahan kimia yang digunakan, sehingga peneliti hanya melakukan analisis berdasarkan jenis bahan kimia yang digunakan. 5. Peneliti hanya menganalisis beberapa bahan-bahan kimia umum yang pasti digunakan dalam setiap proses pembuatan kosmetik di perusahaan. Hal tersebut 88

106 89 dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mendapatkan data keseluruhan bahan kimia yang digunakan serta dari segi waktu dan biaya untuk meneliti keseluruhan bahan kimia yang digunakan di perusahaan. 6. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan setiap variabel. 6.2 Kejadian Dermatitis Kontak Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor (HSE,2000). Menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi) maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan). Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% dari 50 orang pekerja di PT.Cosmar Indonesia menderita dermatitis kontak. Berdasarkan diagnosa dokter, dari 48% pekerja yang menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis kontak alergi dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan. Hal tersebut sejalan dengan studi epidemiologi di Indonesia yang memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Menurut Cohen (1999), kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak dengan bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan. Diantara ribuan macam bahan kimia yang digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan

107 90 kimia tersebut berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya pengawet kosmetik yaitu paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/ phenoxyethanol dan bahan kimia lain seperti p-phenylenediamine (PPD), p- toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate. Bahan kimia yang digunakan PT.Cosmar Indonesia diatas umumnya bersifat iritan lemah dan sensitizer, sehingga dapat menyebabkan dermatitis kontak. Terlihat dari 66,7 % pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan timbul kelainan kulit setelah berulang kali kontak dengan zat kimia, dengan kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi (kulit yang menghitam dan terlihat lebih tebal), likenifikasi (penebalan kulit), visura (retakan) serta timbul gejala seperti nyeri, panas, kulit kering bahkan tanpa gejala. Pada 33,3 % pekerja yang menderita dermatitis kontak alergi timbul kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia melalui proses sensitisasi sebelumnya. Proses sensitisasi pada setiap individu bervariasi, bisa terjadi pada kontak pertama kali atau kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Kelainan kulit pada pekerja yang menderita dermatitis kontak alergi berupa bercak kemerahan, papula (tonjolan padat), vesikel (tonjolan berisi cairan), endema (bengkak) dan gejala gatal yang tidak tertahankan. Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia di bagian tangan meliputi punggung tangan, volar tangan, lengan bawah sisi depan dan lengan bawah sisi belakang. Trihapsoro (2003) juga menyatakan bahwa dermatitis

108 91 kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut terjadi karena dalam melakukan proses pekerjaan yang berkontak secara langsung dengan bahan kimia adalah tangan pekerja, sehingga memungkinkan untuk terciptrat atau tertumpah bahan kimia saat melakukan pekerjaan apabila tidak menggunakan APD dengan lengkap. Umumnya pekerja yang mengalami dermatitis ringan hanya menunjukan gejala gatal-gatal, nyeri, kulit kering dan retak-retak, sedangkan pekerja yang mengalami dermatitis berat merasakan nyeri, panas, serta kulit bengkak. Namun mereka tidak menyadari bahwa gangguan kulit tersebut merupakan gejala dermatitis kontak. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa faktor penyebab utama terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia yaitu kontak dengan zat kimia melalui proses kerja. Berdasarkan pengamatan peneliti, dermatitis kontak yang terjadi pada pekerja timbul akibat kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, seperti tidak memakai sarung tangan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh saat melakukan proses pekerjaan serta kurang berhati-hati dalam melakukan proses pekerjaan. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan, pekerja yang terkena bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan tidak langsung membilasnya dengan air, melainkan terus melanjutkan pekerjaannya. Hal tersebut memperbesar peluang untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitian ini juga sebagian besar berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja, seperti 100% pekerja di PT.Cosmar Indonesia tidak lengkap dalam menggunakan APD, frekuensi lama kontak pekerja dengan bahan kimia rata-rata 5.2 jam/hari, rata-rata masa kerja pekerja pada bagian yang berkontak dengan bahan kimia 1,5 tahun yang artinya

109 92 selama 1,5 tahun pekerja terpapar dan kontak dengan bahan kimia, selain itu walaupun pada saat dilakukan observasi didapatkan distribusi pekerja dengan personal hygiene buruk lebih sedikit, hal tersebut tidak menutup kemungkinan pada hari sebelum atau sesudah dilakukan observasi perilaku personal hygiene pekerja lebih banyak yang tidak baik, karena observasi yang dilakukan hanya berdasarkan satu waktu tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia, terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja berkontak dengan bahan kimia, kelalaian pekerja serta faktor-faktor lain yang mendukung untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian procesing dan filling PT.Cosmar Indonesia. 6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak setiap pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui frekuensi rata-rata lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah 5,2 jam/hari. Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, pada penelitian ini diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6 jam/hari, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak adalah 4,5 jam/hari.

110 93 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,020. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, dimana pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan Pvalue sebesar 0,003. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Besarnya bahaya pada pekerja tergantung oleh besaran kontak yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan pengaruh pada kesehatan kulit pekerja. Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat. Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak dengan bahan kimia saat melakukan proses pekerjaannya. Diantara ribuan macam bahan kimia yang digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan kimia tersebut berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/ phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p- toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate

111 94 Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), pengawet kosmetik seperti paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile yang terdapat di hampir setiap produk kosmetik merupakan bahan kimia bersifat iritan maupun sensitizer yang dapat menyebabkan kelainan kulit seperti dermatitis kontak. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif (pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun , tiga alergen standar yang paling sering memberikan hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl- N-phenyl para phenylenediamine dan paraben mix. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat diketahui bahwa beberapa bahan kimia umum yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia tersebut umumnya bersifat iritan dan sensitizer. Pada bahan iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak

112 95 lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul peradangan pada kulit. Akibat peradangan tersebut akan menimbulkan kelainan kulit disertai gejala dermatitis kontak. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Sedangkan pada bahan iritan kuat akan terjadi kematian sel secara spontan (saat kontak pertama kali dalam hitungan menit-jam), tergantung luas paparan pada kulit (Djuanda, 2007). Selain bersifat iritan, bahan kimia yang digunakan di PT.Cosmar juga ada yang bersifat sensitizer. Kontak dengan bahan kimia yang bersifat sensitizer menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit akibat bahan kimia yang bersifat sensitizer mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui

113 96 kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-t memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dangan zat yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara jam (Djuanda, 2007). Bila dikaitkan dengan lama kontak, rentetan peristiwa terjadinya dermatitis kontak akibat bahan kimia diatas dapat terjadi pada pekerja saat pertama kali kontak maupun pada kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan di PT.Cosmar Indonesia bersifat iritan lemah dan sensitizer. Pada iritan lemah kelainan kulit timbul setelah berulang kali kontak atau dalam durasi yang lebih lama, begitu juga dengan bahan kimia sensitizer. Pada penelitian ini menunjukan bahwa pekerja yang mempunyai rata-rata lama kontak dengan bahan kimia lebih lama cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak, dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai rata-rata lama kontak lebih singkat. Terbukti bahwa lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Hal tersebut bisa terjadi karena semakin lama pekerja berkontak dengan bahan kimia yang bersifat iritan maupun sensitizer, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Oleh karena itu resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan dan dikontrol. Cara mengontrolnya dengan melaksanakan standar dan prosedur kerja dengan baik, misalnya memakai sarung tangan dan baju kerja yang tepat saat melakukan pekerjaan

114 97 yang berkontak dengan bahan kimia. Pengendalian kontak dapat dilakukan dengan cara langsung membilas bahan kimia saat pertama kali mengenai kulit. Selain itu konsentrasi bahan iritan atau alergen yang berada di lingkungan kerja perlu dikontrol dan dikendalikan Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Menurut Handoko (1992) masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dalam penelitian ini merupakan jangka waktu pekerja mulai bekerja di bagian processing dan filling sampai waktu penelitian. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa distribusi pekerja menurut masa kerja cukup bervariasi, dengan rata-rata masa kerja pekerja bagian processing dan filling adalah 1,5 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah pekerja yang memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun, sedangkan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak memiliki rata-rata masa kerja selama 1 tahun. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,012. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatma Lestari (2007) di PT.Inti Pantja Press Industri yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak. Sejalan pula dengan penelitian Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok yang mengatakan

115 98 bahwa semakin lama pekerja di perusahaan percetakan, semakin beresiko terhadap terjadinya dermatitis kontak. Penelitian ini menunjukan bahwa pekerja dengan rata-rata masa kerja lebih lama cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak, dibanding pekerja dengan rata-rata masa kerja lebih singkat. Hasil ini sebanding dengan hasil penelitian Trihapsoro (2008) pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja 1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada dengan masa kerja <1tahun. Suma mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini, semakin lama masa kerja pekerja di bagian processing dan filling, semakin sering terpajan dan berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. Masa kerja berkaitan dengan lama kontak pekerja di PT.Cosmar Indonesia. Semakin lama pekerja yang berkontak dengan bahan kimia setiap harinya, ditambah masa kerja yang lama akan memperberat kejadian dermatitis kontak pada pekerja. Seperti halnya rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak yaitu 6 jam/hari dan pekerja tersebut memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun, artinya dalam durasi 6 jam/hari selama 2 tahun pekerja terpapar dengan zat kimia. Zat kimia tersebut akan menimbulkan kelainan kulit pada pekerja setelah berulang

116 99 kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan kulit kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya. Semakin lama berkontak maka semakin memperberat keadaan kulit pekerja dan timbullah dermatitis kontak. Oleh karena itu, baik pekerja baru maupun pekerja lama sebaiknya diberi pelatihan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang dapat menggangu keselamatan dan kesehatan pekerja tersebut selama bekerja, yaitu melalui training mengenai proses kerja aman, baik pada awal penerimaan bekerja maupun safety briefing terkait melaksanakan standar dan prosedur kerja aman setiap hari sebelum mulai bekerja. Selain itu juga perlu disediakan alat pelindung diri yang lengkap dan mencukupi seluruh jumlah pekerja, sehingga dapat terhindar dari bahaya-bahaya bahan kimia. Rotasi kerja ke bagian yang tidak mempunyai resiko kontak langsung dengan bahan kimia juga pelu dilakukan. b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak 2011 Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan tabel 5.6 rata-rata usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia yaitu 22 tahun. Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak yaitu 23 tahun, sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu 20 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,008. Hal tersebut sejalan dengan

117 100 penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih sensitif dan kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Cohen,1999). Cronin (1980) juga berpendapat bahwa pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik. Walaupun dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak, akan tetapi sebagian besar usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia relatif muda dengan rata-rata usia 22 tahun. Menurut HSE (2000) kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Jika rata-rata usia pekerja di PT.Cosmar Indonesia 22 tahun, maka dapat dikatakan masuk dalam ketegori usia muda. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pekerja dengan usia muda juga berpotensi mengalami dermatitis kontak. Seperti penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja PT.Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil 26 pekerja yang berusia 30 tahun terkena dermatitis kontak dan 13 pekerja yang berusia >30 tahun yang terkena dermatitis kontak. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah

118 101 juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun. Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung diri. Menurut HSE (2000), pekerja muda memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan seperti kurang hati-hati dalam pekerjaan dan kerapkali tidak mau memakai alat pelindung diri yang telah ditentukan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan umur dapat menyerang semua kelompok umur, artinya umur bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak. Maka dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa walaupun sebagian besar usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia relatif muda, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami dermatitis kontak. Pekerja muda mempunyai fungsi proteksi kulit yang lebih baik dibanding pekerja tua, akan tetapi apabila dalam melaksanakan prosedur kerjanya tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja, maka akan berpotensi untuk mengalami dermatitis kontak. Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja terkena dermatitis kontak ataupun memperparah keadaan kulit pekerja, perlu dilakukan program pemeriksaan kesehatan pada pekerja. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan

119 102 sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala. Diajurkan juga untuk seluruh pekerja menggunakan APD dan memperhatikan kebersihan diri masing-masing pekerja. c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster s New World Dictionary). Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukan bahwa pekerja pada bagian processing dan filling yang banyak mengalami dermatitis kontak ádalah pekerja dengan jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 13 pekerja (65%). Sedangkan pekerja dengan jenis kelamin perempuan dan menderita dermatitis kontak hanya sebanyak 11 pekerja (36,7%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,094. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak iritan, dengan Pvalue sebesar 1,000. Penelitian Goh ( ) di singapura juga melaporkan prevalensi dermatitis kontak alergik pada 2471 pasien yang positif terhadap uji kulit terdiri dari 49,2% perempuan dan 49,8% laki-laki. Berbeda halnya dengan penelitian Trihapsoro (2003) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan laki-laki. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang

120 103 dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Maka berdasarkan pernyataan tersebut, dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, hal tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian ini pekerja laki-laki lebih banyak di tempatkan di bagian yang sering berhubungan langsung dengan bahan kimia, dengan durasi kontak lebih lama dibandingkan pekerja berjenis kelamin perempuan. Terlihat pada bagian processing dimana pekerja melakukan proses pengolahan bahan-bahan kimia menjadi sebuah produk, lebih di dominasi oleh pekerja laki-laki, dan bagian filling pekerja laki-lakilah yang mempunyai tugas memasukan bulk (adonan) ke mesin yang selanjutnya di masukan ke wadah sesuai takaran. Selain itu pekerja laki-laki juga mempunyai tugas untuk membersihkan mesin-mesin setelah pengolahan bahan-bahan kimia. Sehingga pada penelitian ini, didapatkan hasil tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak. Walau demikian masih terdapat 35% pekerja laki-laki yang tidak menderita dermatitis kontak, yang artinya tidak semua pekerja laki-laki pada penelitian ini mengalami dermatitis kontak. Hal tersebut dapat terjadi karena dari 35% pekerja tersebut memiliki lama kontak dan masa kerja yang lebih singkat dibandingkan dengan pekerja laki-laki lainnya, serta perilaku personal hygiene mereka yang baik.

121 104 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak Riwayat penyakit kulit dalam penelitian ini merupakan pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja. Perlu dipertegas bahwa riwayat penyakit kulit yang dialami pekerja pada penelitian ini terdapat di bagian tangan, karena dalam proses kegiatan produksi yang berkontak dengan zat kimia adalah tangan pekerja, sehingga apabila ada pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit selain ditangan, masuk dalam kategori tidak memiliki riwayat. Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa distribusi pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit (36%) lebih sedikit, dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit (64%). Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 38,9%, sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 53.1 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,501. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Akan tetapi berbeda halnya dengan penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri yang menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan dengan timbulnya penyakit dermatitis kontak, responden yang tidak mempunyai riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 44,4%, sedangkan responden yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya dan menderita dermatitis kontak sebesar 57,7%.

122 105 Fatma lestari (2007) menjelaskan bahwa riwayat penyakit kulit akibat pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja terkena dermatitis kontak kembali. Menurut Djuanda (2007), pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan ph kulit. Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Namun berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit lebih sedikit mengalami dermatitis kontak. Hal tersebut bisa terjadi karena pada penelitian ini distribusi pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit pada bagian tangan lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit. Pada saat bekerja pada bagian processing dan filling pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebagian besar sudah benarbenar sembuh dari penyakitnya, sehingga sudah terbentuk kembali fungsi perlindungan kulitnya. Selain itu semua pekerja, baik yang memiliki atau tidak memiliki riwayat penyakit kulit, berpotensi untuk menderita dermatitis kontak karena

123 106 semua pekerja terpapar dan berkontak dengan zat kimia yang sama saat bekerja. Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak. e. Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Berdasarkan tabel 5.9, menunjukan bahwa sebagian besar pekerja pada bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia mempunyai personal hygiene baik sebanyak 78%, dan hanya 22% pekerja yang mempunyai personal hygiene buruk. Hasil tersebut didapat dari observasi peneliti pada satu waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa 81.8% pekerja dengan personal hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak, sedangkan hanya 38.5% pekerja dengan personal hygiene baik yang menderita dermatitis kontak. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,028. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Metty Carina (2008) pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang, yang menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri juga menunjukan bahwa 29 pekerja dengan personal hygiene yang kurang mengalami dermatitis kontak dan hanya 10 pekerja dengan personal hygiene baik yang mengalami dermatitis kontak.

124 107 Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan terhadap penyakit kulit. Salah satu tindakan personal hygiene untuk mencegah penyakit dermatitis kontak yaitu dengan cara mencuci tangan yang baik dan benar. Karena tangan merupakan anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Dengan mencuci tangan sebelum melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan kuman-kuman yang menempel sehingga tidak terbawa ke ruang produksi dan mencuci tangan sesudah melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan dan menetralkan ph dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia (Cohen, 1999). Perusahaan sudah membuat peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama bekerja seperti peraturan untuk mencuci tangan. Sebelum memasuki ruang produksi seluruh pekerja diwajibkan untuk mencuci tangan. Disediakan pula fasilitas lengkap untuk membersihkan tangan seperti wastafel, sabun pencuci tangan dan pengering tangan di lengkapi dengan panduan cara mencuci tangan yang baik dan benar sebelum memasuki ruangan produksi. Hal tersebut sudah menjadi peraturan perusahaan untuk menjamin kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, dan ternyata dapat pula memberikan efek positif untuk menghindari terjadinya penyakit kulit diakibatkan bahan kimia yang menempel pada kulit. Terbukti pada penelitian ini pekerja dengan personal hygiene baik lebih sedikit mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja dengan personal hygiene tidak baik. Walau demikian masih terdapat beberapa pekerja yang tidak mematuhi aturan untuk menjaga kebersihan diri selama di tempat kerja. Dari hasil observasi, selain masih terdapat pekerja yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, terlihat pula beberapa pekerja tidak langsung membilas ceceran bahan

125 108 kimia yang menempel di kulit mereka saat melakukan proses pekerjaan. Pekerja dengan personal hygiene buruk tersebut banyak yang mengalami dermatitis kontak. Mereka tidak menyadari bahwa kontak dengan bahan kimia selama proses kerja, apabila tidak langsung dibilas dengan air bisa menyebabkan penyakit kulit seperti dermatitis. Dari hal tersebut terlihat masih kurangnya kesadaran pekerja di PT.Cosmar Indonesia akan pentingnya menjaga kebersihan diri mereka. Maka dari itu, perlu adanya penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat kepada semua pekerja, serta diimbangi dengan pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Selain itu agar terhindar dari penyakit kulit akibat kerja, seluruh pekerja sebaiknya memperhatikan kebersihan diri selama berada di lingkungan kerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, langsung membilas bagian tubuh saat terkena bahan kimia serta menggunakan pakaian yang bersih (tidak ada tetesan bahan kimia) selama melakukan proses pekerjaan. f. Hubungan antara Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak Penggunaan APD merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak akibat kerja, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD hanya 19%.

126 109 Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol juga menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar Hal tersebut menunjukan bahwa penggunaan APD merupakan faktor yang sangat penting terhadap terjadinya dermatitis kontak. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa seluruh pekerja tidak mengunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses kerja. Sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut, karena data yang ada bersifat homogen. Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ada satupun pekerja yang menggunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses pekerjaannya. Padahal pihak manajemen di PT.Cosmar Indonesia telah mengupayakan berbagai cara untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja seperti menyediakan APD yang sesuai dengan kondisi pekerjaan. Alat pelindung diri yang tersedia diantaranya sarung tangan karet, baju pelindung, masker dan penutup kepala. Namun jumlah yang disediakan belum sesuai dengan jumlah pekerja pada masing-masing bagian, terutama jumlah baju pelindung. Perusahaan hanya menyediakan baju pelindung bagi pekerja lama dan sebagian besar baju pelindung yang di sediakan tersebut di bawa pulang oleh masing-masing pekerja. Sehingga ketika ada pekerja baru yang bekerja, tidak disediakan kembali baju pelindung guna melindungi bagian tubuh mereka dari cipratan bahan kimia. Berikut hasil penuturan salah seorang supervisior bagian produksi, saat di wawancarai mengenai ketidaksedianya baju pelindung yang mencukupi : Dulu disediakan jas laboratorium, tapi pada di bawa pulang sama pekerjanya, terus ga di balikin lagi, jadi jumlah jas laboratorium sekarang kurang.

127 110 Sekarang pekerja disuruh pakai baju kaos hijau dan putih aja yang bisa nyerap keringat saat bekerja. Kaos hijau di bagian proses, kaos putih di bagian pengisian dan pengemasan. Dari hasil penuturan diatas terlihat minimnya pengetahuan pihak manajemen akan pentingnya menyediakan APD yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Hasil pengamatan peneliti terlihat pada bagian processing pekerja hanya menggunakan kaos berwarna hijau dengan lengan panjang, walaupun berlengan panjang akan tetapi sebagian lengannya di gulung sehingga memungkinkan zat kimia untuk mengenai kulit mereka. Sedangkan pada bagian filling pekerja menggunakan kaos berwarna putih dan sebagian besar berlengan pendek, hal tersebut semakin memperbesar kemungkinan untuk tercipratnya bahan kimia saat melakukan proses kerja. Mereka tidak menggunakan baju pelindung yang sebagaimana di wajibkan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia. Hal tersebut semata-mata dikarenakan ketidaksedianya baju pelindung yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Selain itu pihak manajemen hanya memberikan alternatif untuk menggunakan kaos yang menyerap keringat saat melakukan pekerjaan, bukan menyediakan kembali APD yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Maka dari itu perlu dilakukan intervensi kepada pihak manajemen mengenai pentingnya APD guna mencegah terjadinya kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak. Selain itu juga perlu di cek kelengkapan, jumlah dan fungsi APD secara berkala oleh pihak manajemen. Serta diberlakukannya peraturan untuk meletakkan APD (khususnya baju pelindung) pada tempatnya setelah selesai melakukan pekerjaan. Selain baju pelindung, sarung tangan juga merupakan alat pelindung diri yang tidak kalah pentingnya digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan

128 111 kimia. Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang wajib digunakan pekerja guna meminimalisir kontak langsung antara kulit dengan zat kimia. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pekerja bagian processing dan filling banyak yang tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan proses pekerjaannya. Hanya sedikit pekerja yang menggunakan sarung tangan di tempat produksi. Padahal pihak manajemen telah menyediakan sarung tangan yang mencukupi seluruh jumlah pekerja. Berikut penuturan salah seorang pekerja saat diwawancarai mengenai ketidakpatuhan mereka terkait penggunaan APD : Kalau pakai sarung tangan nanti kerjaannya jadi lama mbak, jadi mengganggu pekerjaan. Terus juga cepet keringetan tangannya, jadi gak enak. Berdasarkan penuturan salah seorang pekerja tersebut, terlihat minimnya pengetahuan pekerja terhadap pentingnya penggunaan APD. Sebagian besar pekerja merasa risih dan berpendapat bahwa dengan mengunakan APD akan memperlambat pekerjaan mereka. Mereka tidak mengetahui kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan proses pekerjaan dapat mengakibatkan penyakit kulit akibat kerja. Oleh karena itu, pihak manajemen perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja terkait pentingnya penggunaan APD untuk mencegah terjadinya kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak. Penyuluhan mengenai ciri-ciri, gejala serta penyebab penyakit dermatitis kontak juga perlu dilakukan, sehingga pekerja dapat menghindari dan mencegah bahaya tersebut. Ketidakpatuhan terkait penggunaan APD di atas, akan terus berlangsung jika tidak ada pemantauan dan sanksi yang keras bagi pekerja yang melanggar peraturan. Di PT.Cosmar Indonesia peraturan yang mewajibkan setiap pekerja untuk mengunakan APD saat melakukan proses kerja juga telah tertera, akan tetapi

129 112 peraturan tersebut tidak berlaku apabila tidak diimbangi dengan pemantauan dari pihak manajemen. Kepatuhan terkait penggunaan APD dapat berjalan dengan baik, apabila pihak manajemen membentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga mengawasi penggunaan APD. Pihak manajemen juga perlu memberikan peringatan ataupun sangsi yang keras bagi pekerja yang tidak patuh dalam menggunakan APD, seperti berupa pemotongan gaji. Dengan adanya kerjasama dari pihak manajemen dan pekerja mengenai tindakan pencegahan bahaya di lingkungan kerja, diharapkan dapat menghindari dan meminimalisir resiko terjadinya dermatitis kontak di perusahaan tersebut.

130 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran pekerja yang mengalami dermatitis kontak sebesar 48% dan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak sebesar 52%. Dari 48% pekerja yang menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis kontak alergi dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan. 2. Hasil yang secara statitik menunjukan hubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah lama kontak (Pvalue 0,020), masa kerja (Pvalue 0,012), usia (Pvalue 0,008) dan personal hygiene (Pvalue 0,028). 3. Sedangkan hasil yang secara statistik tidak menunjukan hubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah jenis kelamin (Pvalue 1,000) dan riwayat penyakit kulit (Pvalue 0,501). 4. Untuk variabel penggunaan APD didapatkan presentase sebesar 100% pekerja tidak lengkap dalam penggunaan APD, sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut karena data yang ada bersifat homogen. 113

131 Saran Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia, disarankan : 1. Bagi Pekerja a. Pekerja seharusnya menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap selama melaksanankan proses kerja, terutama sarung tangan, baju kerja dan sepatu kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya kontak langsung dengan bahan kimia. b. Pekerja seharusnya memperhatikan kebersihan diri selama berada di lingkungan kerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, langsung membilas bagian tubuh saat terkena bahan kimia dan menggunakan pakaian yang bersih (tidak ada tetesan bahan kimia) selama melakukan proses pekerjaan. 2. Saran Bagi Pihak Manajemen PT.Cosmar Indonesia a. Menyediakan alat pelindung diri yang lengkap seperti sarung tangan, baju kerja dan sepatu kerja, serta mencukupi jumlah APD bagi seluruh pekerja. b. Pekerja baru maupun pekerja lama seharusnya diberi pelatihan dan penyuluhan mengenai proses kerja yang aman, pentingnya penggunaan APD dan perilaku hidup bersih dan sehat selama bekerja. c. Perlu dilakukan rotasi kerja pada pekerja bagian processing dan filling ke bagian yang tidak mempunyai resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak, seperti bagian gudang atau pengepakan, dengan tetap mempertimbangkan skill dari masing-masing pekerja.

132 115 d. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala baik pada pekerja muda maupun pada pekerja usia lanjut, agar dapat terdeteksi secara dini gejala-gejala dermatitis kontak sehingga dapat dilakukan tindakan pengendalian dengan cepat. f. Meningkatkan pengawasan yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga mengawasi personal hygiene dan penggunaan APD pekerja. g. Memberikan peringatan atau pun sangsi tegas bagi pekerja yang tidak patuh terhadap peraturan untuk menjaga kebersihan diri dan penggunaan APD. 3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melakukan uji tempel untuk memperkuat hasil diagnosa mengenai kejadian dermatitis kontak. b. Diagnosa kejadian dermatitis kontak sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis kulit. c. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti ukuran molekul, daya larut serta konsentrasi dari bahan kimia yang kontak dengan kulit. d. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti variabel suhu dan kelembaban, jika dilakukan pada kondisi lingkungan kerja yang berbedabeda. e. Penelitian mengenai dermatitis kontak sebaiknya lebih difokuskan pada satu jenis dermatitis kontak saja. f. Perlu diadakan penelitian kualitatif untuk menggali lebih dalam pekerja yang tidak lengkap dalam penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak.

133 DAFTAR PUSTAKA Agius R Occupational Exposure and its Limit, Practical Occupational Medicine. Diakses 21 Agustus Cahyono A Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Cohen. DE Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and Health, second edition, Canada. Cronin E Contact Dermatitis. Ediburgh London dan New York: Churchill Livingstone. Daili, Emmy, dkk Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. PT Medical Multimedia Indonesia. Djuanda Adhi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Djunaedi H, Lokananta MD Dermatitis Kontak Akibat Kerja, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Nomor 3 volume 31. Erliana Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F. Lhoksumawe. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

134 Firdaus U Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5. Florence, Suryani Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT X Medan Tahun Skripsi Universitas Sumatera Utara. Fredberg I.M, et all Fitzpatrick s Dermatology In General Medicine. 6th Ed, McGraw-Hill Professional, New York. Gilles L, Evan R, Farmer and Antoinette F H The Pathophysiology of Irritant Contact Dermatitis. In : Jacksin EM, Goldner R, editors Irritant Contact Dermatitis, Clinical Dermatology, New York : Marcel Dekker. Harahap Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, jakarta. Hudyono J Dermatosis akibat kerja. Majalah Kedokteran Indonesia, November HSE The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing Industry and Your Skin dalam hsebooks.co.uk. HSE UK Medical Aspect Of Occupational Skin Disease. Guidance Note MS 24, Second Edition. Norwich, England. Hayakawa, R Contact Dermatitis. Med.Sci. Nagoya. Hipp, LL Industrial Dermatoses. Chicago, USA: National Safety Council.

135 Indonesian Science Forum, Dermatitis Kontak Iritan, Diakses tanggal 22 Juli International Journal Of Cosmetic Surgery, Aesthetic Surgery Journal, Diakses tanggal 25 Juli Kosasih A Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. Lestari, Fatma Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Skripsi Universitas Indonesia. Mahadi IDR Allergic contact dermatitis at private clinic in Medan (Indonesia) during Majalah Nusantara Vol XXIII No 3 Sept 1993, Medan: FK USU. Mausulli Anissa Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta. Metha S.S, Reddy B.S.N Cosmetic Dermatitis Current Perspectives. International Journal of Dermatology. Metty Carina Hubungan Antara Higiene Pribadi Dengan Kejadian Dermatitis pada Pekerja Pengangkut Sampah Kota Palembang Tahun Skripsi Universitas Sriwijaya.

136 Michael, J. A Dermatitis, Contact, Emedicine; Diakses tanggal 16 Juli Nasution D, Manik M, Lubis E Insidensi dermatitis kontak di RS Pirngadi Medan Sumatera Utara IN Kumpulan makalah Kongres Nasional VIII Perdoski. Yogyakarta: Perdoski Yogyakarta. NIOSH Occupational and Environment Exposureof Skin to Chemic, dala, NN, Kebersihan Perorangan, Diakses tanggal 22 Juli 2011 Orton D.I, Wilkinson J.D Cosmetic Allergy : Incidence, Diagnosis and Managemen. Am J Clin Dermatol. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), 2009, Kategori Galeri Kesehatan; Dermatitis Kontak, Diakses 21 Agustus 2011 Putra, B. I Penyakit Kulit Akibat Kerja Karena Kosmetik. Universitas Sumatera Utara. Prasari Sotya, dkk Profil Dermatitis Kontak Kosmetik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun , Vol.XI. Rietschel RL Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in The Workplace. New York: Van Nostrand Rienhold.

137 SHARP Preventing Occupational Dermatitsis. Washington State Departement of Labour and Industries. Suma mur PK Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung Suryani, Dinny. Dermatitis Akibat Kerja dan Upaya Pencegahan pada Pemulung Sampah di LPA Benowo Surabaya. Skripsi FKM Universitas Airlangga. Taylor S, Sood A Occupational Skin Diseases. In : Fritzpatricks et al, editors Dermatology in General Medicine 6 th ed. New York : Mc Graw Hill Book co. Trihapsoro, Iwan Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik,Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Villafuerte LL, Palmero MLH Prevalence and revalence pf patch test reactions at the JRRMMC dermatology departement. The 6th Asian Dermatological Congress; 2001 Nov ; Bangkok. Widyastuti, P Dermatitis Akibat Kerja. Bumi Aksara. Jakarta. World Health Organization (WHO) WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press.

138 LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN Assalamualaikum wr.wb Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin menyampaikan bahwa akan melaksanakan penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tahun 2011, yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan jujur, semua jawaban Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, saya mengucapkan terima kasih Peneliti Febria Suryani Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda. 2. Pada pilihan ganda, beri tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda. 3. Kode diisi oleh peneliti. 4. Kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.

139 No. Responden : Diisi oleh peneliti Hasil Diagnosis Dokter : 0. Dermatits kontak 1. Tidak dermatitis kontak A1 ( ) Diisi oleh responden/pekerja 1. Nama : 2. Alamat : 3. No. Telp/HP : 4. Sub Bagian Kerja: No Pertanyaan Kode Lama Kontak 1. Pernahkan anda kontak/bersentuhan dengan bahan kimia selama proses B1 ( ) pekerjaan anda? a. Ya b. Tidak Jika ya lanjut ke pertanyaan no.2, jika tidak langsung ke no Berapa lama anda bersentuhan dengan bahan kimia setiap harinya? B2 ( )...jam/hari 3. Apakah kontak/sentuhan dengan bahan kimia tersebut karena proses kerja atau karena kecelakaan (cipratan/tumpahan bahan kimia)? a. Proses kerja b. Kecelakaan c. Proses kerja dan kecelakaan B3 ( ) Masa kerja 4. Kapan anda mulai bekerja pada bagian processing/filling di PT. Cosmar Indonesia? bulan...tahun... C1 ( )

140 5. Apakah sebelumnya anda pernah bekerja dengan berkontak zat kimia pada tempat kerja lain? a. Ya b. Tidak Jika ya lanjut ke pertanyaan no.3, jika tidak langsung ke no.7 6. Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya? tahun Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai apa? Usia 8. Pada tanggal, bulan dan tahun berapa anda lahir? Tgl...bulan...tahun... Jenis Kelamin 9. Apa jenis kelamin anda? 0. Perempuan 1. Laki-laki Riwayat Penyakit Kulit 10. Apakah sebelum bekerja pada bagian processing/filling di PT.Cosmar Indonesia anda pernah menderita penyakit/kelainan kulit? 0. Tidak 1. Ya Jika ya lanjut ke pertanyaan no.7, jika tidak selesai 11. Bagaimana bentuk kelainan kulit yang anda derita? *jawaban boleh lebih dari 1 a. gatal e. tonjolan berisi air b. kemerahan f. bengkak c. beruntusan kecil g. luka robek/bekas jahitan d. koreng h. lainya Pada bagian tubuh mana posisi kelainan kulit yang anda derita? -... C2 ( ) C3 ( ) C4 ( ) D1 ( ) E1 ( ) F1 ( ) F2 ( ) F3 ( )

141 Apakah anda telah melakukan pengobatan terhadap kelainan kulit yang pernah anda derita? a. Ya, hingga sembuh b. Ya, tidak sembuh c. Tidak melakukan pengobatan F4 ( ) LEMBAR OBSERVASI Personal Hygiene No Kriteria Cheklist 1. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum melakukan proses pekerjaan. 2. Mencuci tangan dengan air dan sabun setelah melakukan proses pekerjaan. 3. Melakukan tahapan-tahapan cara mencuci tangan yang benar. 4. Tangan dibilas dengan air yang cukup hingga tidak tersisa sabun pencuci tangan 5. Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan. 6. Pakaian yang digunakan pekerja bersih tanpa ada tetesan bahan kimia Penggunaan APD No Kriteria Cheklist 1. Menggunakan sarung tangan yang terbuat dari terbuat dari vinyl atau neoprane 2. Sarung tangan yang digunakan menutupi seluruh bagian lengan 3. Mengunakan baju pelindung yang sesuai 4. Baju pelindung yang digunakan menutupi seluruh bagian tubuh sampai kebawah 5. Mengunakan sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki

142 UNIVARIAT 1. KEJADIAN DERMATITIS KONTAK dermatitis kontak Frequency Percent Valid Percent Valid DERMATITIS Cumulative Percent TIDAK DERMATITIS Total LAMA KONTAK Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N 50 Normal Parameters a Mean 5.20 Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.174 Positive.174 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).095 a. Test distribution is Normal. lama kontak Statistics lama kontak N Valid 50 Missing 0 Mean 5.20 Median 5.00 Mode 8 Std. Deviation Minimum 2 Maximum 8

143 lama kontak Frequency Percent Valid Percent Valid Cumulative Percent Total MASA KERJA Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N 50 masa kerja Normal Parameters a Mean Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.157 Positive.142 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).171 a. Test distribution is Normal. Statistics masa kerja N Valid 50 Missing 0 Mean Median Mode 7 Std. Deviation Minimum 1 Maximum 84

144 masa kerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total

145 4. UMUR Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N 50 Normal Parameters a Mean Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.143 Positive.143 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).258 a. Test distribution is Normal. umur pekerja N Valid 50 Missing 0 Mean Median Mode 19 Std. Deviation Minimum 17 Maximum 32 umur pekerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total

146 5. JENIS KELAMIN jenis kelamin pekerja Frequency Percent Valid Percent Valid PEREMPUAN Cumulative Percent LAKI-LAKI Total RIWAYAT PENYAKIT KULIT SEBELUMNYA Riwayat Penyakit Kulit Frequency Percent Valid Percent Valid MEMILIKI RIWAYAT Cumulative Percent TIDAK MEMILIKI RIWAYAT Total PERSONAL HYGIENE Personal Hygiene Frequency Percent Valid Percent Valid TIDAK BAIK Cumulative Percent BAIK Total PENGGUNAAN APD Alat Pelindung Diri Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid TIDAK LENGKAP

147 BIVARIAT 1. LAMA KONTAK DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Group Statistics dermatitis kontak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean lama kontak DERMATITIS TIDAK DERMATITIS Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper lama kontak Equal variances assumed Equal variances not assumed

148 2. MASA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Group Statistics dermatitis kontak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean masa kerja DERMATITIS TIDAK DERMATITIS Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper masa kerja Equal variances assumed Equal variances not assumed

149 3. UMUR DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Group Statistics dermatitis kontak N Mean Std. Deviation umur pekerja DERMATITIS TIDAK DERMATITIS Std. Error Mean Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference umur pekerja Equal variances assumed Equal variances not assumed Lower Upper

150 4. JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Case Processing Summary Jenis Kelamin * dermatitis kontak Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent % 0.0% % Jenis Kelamin * dermatitis kontak Crosstabulation dermatitis kontak DERMATITIS TIDAK DERMATITIS Jenis Kelamin PEREMPUAN Count Total % within Jenis Kelamin 36.7% 63.3% 100.0% LAKI-LAKI Count % within Jenis Kelamin 65.0% 35.0% 100.0% Total Count % within Jenis Kelamin 48.0% 52.0% 100.0% Value df Chi-Square Tests Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases b a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,60. b. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (1- sided)

151 5. RIWAYAT PENYAKIT DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Case Processing Summary Riwayat Penyakit Kulit * dermatitis kontak Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent % 0.0% % Riwayat Penyakit Kulit MEMILIKI RIWAYAT Riwayat Penyakit Kulit * dermatitis kontak Crosstabulation TIDAK MEMILIKI RIWAYAT dermatitis kontak DERMATITIS TIDAK DERMATITIS Count % within Riwayat Penyakit Kulit Total 38.9% 61.1% 100.0% Count % within Riwayat Penyakit Kulit 53.1% 46.9% 100.0% Total Count % within Riwayat Penyakit Kulit 48.0% 52.0% 100.0% Value df Chi-Square Tests Pearson Chi-Square.935 a Continuity Correction b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases b a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,64. b. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (1- sided)

152 6. PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Case Processing Summary Personal Hygiene * dermatitis kontak Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent % 0.0% % Personal Hygiene * dermatitis kontak Crosstabulation dermatitis kontak DERMATITIS TIDAK DERMATITIS Personal Hygiene TIDAK BAIK Count % within Personal Hygiene Total 81.8% 18.2% 100.0% BAIK Count % within Personal Hygiene 38.5% 61.5% 100.0% Total Count % within Personal Hygiene 48.0% 52.0% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square a Continuity Correction b Likelihood Ratio df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases b a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,28. b. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (1- sided)

153 LAMPIRAN

154 LAMPIRAN 6 FOTO 1. Gedung Cosmar FOTO 2. Bahan kimia yang di olah

155 FOTO 3. Bulk (Adonan) yang siap di filling FOTO 4. Pekerja bagian processing

156 FOTO 5. Pekerja bagian filling

157 FOTO 6. Ketidakpatuhan penggunaan APD

158 FOTO 7. Pekerja dengan personal hygiene buruk ceceran bahan kimia FOTO 8. Ketersediaan sarana kebersihan diri

159 FOTO 9. Peraturan untuk menjaga kebersihan diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi kulit dan fungsi kulit Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan ada sekitar 2,34 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menimbulkan gejala klinis berupa efloresensi

Lebih terperinci

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City ` Mariz DR, Hamzah SM, Wintoko R Faculty of Medicine Lampung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Kontak akibat kerja merupakan suatu keadaan kulit yang disebabkan oleh paparan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini terjadi pada pekerja yang terpapar

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (SARUNG TANGAN) TERHADAP PENURUNAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEKERJA BAGIAN PENYELESAIAN AKHIR DI CV. RODA JATI KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah mengetahui mengenai dermatitis. Beberapa penelitian tentang dermatitis telah dilakukan sehingga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatitis 1. Pengertian Dermatitis Dermatitis adalah penyakit kulit yang pada umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang pada seseorang dalam bentuk peradangan kulit yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Penyakit akibat kerja biasanya terdapat di daerah industri, pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara

Lebih terperinci

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016 UNIVERSITAS UDAYANA PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016 I KADEK DWI ARTA SAPUTRA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 tahun 2008, rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai bahaya potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO Farni Djamalu, Zuhriana K. Yusuf, Ahmad Aswad 1 Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dermatitis a. Definisi Dermatitis Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, sub-akut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan peningkatkan perkembangan industri dan perubahan di bidang pembangunan secara umum di dunia, terjadi perubahan dalam pembangunan baik dalam

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak iritan atau dermatitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak iritan atau dermatitis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Tangan 2.1.1 Pengertian Dermatitis Tangan Dermatitis kontak akibat kerja merupakan masalah yang dikenal baik di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja 2.1.1 Pengertian penyakit kulit akibat kerja Penyakit kulit akibat kerja merupakan penyakit kulit yang didapatkan dari pekerjaan akibat interaksi

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum. 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai pembangunan nasional tersebut maka

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKREJA BATIK BAGIAN PEWARNAAN DI CIGEUREUNG KOTA TASIKMALAYA

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKREJA BATIK BAGIAN PEWARNAAN DI CIGEUREUNG KOTA TASIKMALAYA BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKREJA BATIK BAGIAN PEWARNAAN DI CIGEUREUNG KOTA TASIKMALAYA Kharima Siti Amna 1) Sri Maywati 2) dan H.Yuldan Faturahman 2) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Deterjen merupakan kebutuhan di hampir setiap rumah tangga baik di negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual merupakan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. disebabkan oleh faktor paparan/kontak akibat pekerjaan atau ketika suatu bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. disebabkan oleh faktor paparan/kontak akibat pekerjaan atau ketika suatu bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah reaksi inflamasi yang disebabkan oleh faktor paparan/kontak akibat pekerjaan atau ketika suatu bahan bertanggung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL UMUM DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEGAWAI SALON DI WILAYAH DENPASAR SELATAN

ABSTRAK PROFIL UMUM DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEGAWAI SALON DI WILAYAH DENPASAR SELATAN ABSTRAK PROFIL UMUM DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEGAWAI SALON DI WILAYAH DENPASAR SELATAN Dermatitis kontak adalah suatu kondisi kulit dimana mengalami peradangan yang disebabkan oleh faktor eksternal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Makalah ini Disusun Oleh Sri Hastuti (10604227400) Siti Khotijah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya untuk mewujudkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya mewujudkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat yang diselenggarakan upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan spongiosis atau edema interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun

Lebih terperinci

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web :

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web : 1. PENGERTIAN RAMBUT Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku dan bibir. Jenis rambut pada manusia pada garis besarnya dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Kontak 2.1.1 Definisi Dermatitis merupakan istilah umum yang menggambarkan suatu inflamasi di kulit. Walaupun dermatitis dapat memiliki banyak penyebab dan terjadi

Lebih terperinci

Hidrokinon dalam Kosmetik

Hidrokinon dalam Kosmetik Hidrokinon dalam Kosmetik Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang sering menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN

GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN 1 GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN SELAYANG, DAN MEDAN JOHOR TAHUN 2012 Oleh : LIDIA GIRITRI BR BANGUN 090100109 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN TENTANG KOSMETIKA PERAWATAN KULIT WAJAH DAN RIASAN PADA MAHASISWI JURUSAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PENGETAHUAN TENTANG KOSMETIKA PERAWATAN KULIT WAJAH DAN RIASAN PADA MAHASISWI JURUSAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG PENGETAHUAN TENTANG KOSMETIKA PERAWATAN KULIT WAJAH DAN RIASAN PADA MAHASISWI JURUSAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG DWI SUKRISTIANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA RIAS

Lebih terperinci

Laboratorium Farmasetika

Laboratorium Farmasetika KOSMETIKA OSMETIKA: PENDAHULUAN ANATOMI K KULIT & RAMBUT 10/4 4/2012 1 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK PENGERTIAN KOSMETIKA KOSMETIKA = Berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapan yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Tati Sri Wahyuni R. 0209054 PROGRAM

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA 13-14 TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Maret 2017; ISSN X,

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Maret 2017; ISSN X, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DI WILAYAH KOTA KENDARI TAHUN 2016 Sartika Aulia Putri 1 Fifi Nirmala G 2 Akifah 3 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS Modul Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran UNHAS Disusun oleh dr. Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami kemajuan pesat dan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami kemajuan pesat dan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pakaian terutama industri batik di Indonesia saat ini sedang mengalami kemajuan pesat dan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil utama batik di dunia.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016 Berta Afriani STIKES Al-Ma arif Baturaja Program Studi DIII

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika adalah panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, rongga mulut antara lain untuk membersihkan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu,penginderaan terjadi

Lebih terperinci

Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Sampah di TPA. The Accident of Dustmen Irritant Contact Dermatitis in Landfill

Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Sampah di TPA. The Accident of Dustmen Irritant Contact Dermatitis in Landfill Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Sampah di TPA Asoly Giovano Imartha Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Menurut penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini diberikan kuesioner ISAAC tahap 1 diberikan kepada 143 anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan kuesioner yang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR 3.1 KerangkaBerpikir...15

BAB III KERANGKA BERPIKIR 3.1 KerangkaBerpikir...15 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i LEMBAR PERSETUJUAN...ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv ABSTRAK ABSTRCT v vi RINGKASAN vii SUMMARY viii KATA PENGANTAR...ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN DENGAN RIWAYAT ATOPI DAN MASA KERJA PADA PEKERJA SALON DI WILAYAH KECAMATAN JEBRES SKRIPSI

HUBUNGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN DENGAN RIWAYAT ATOPI DAN MASA KERJA PADA PEKERJA SALON DI WILAYAH KECAMATAN JEBRES SKRIPSI HUBUNGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN DENGAN RIWAYAT ATOPI DAN MASA KERJA PADA PEKERJA SALON DI WILAYAH KECAMATAN JEBRES SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mempe roleh Gelar Sarjana Kedokteran HERA AMALIA

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA BANGUNAN

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA BANGUNAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA BANGUNAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Studi Strata-1

Lebih terperinci

Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim

Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim - Infeksi jamur ditandai dengan kulit kemerahan atau cokelat kehitaman. Namun, gatal-gatal hanya akan terjadi di tepi bagian kulit kemerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA KARYAWAN BINATU LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA KARYAWAN BINATU LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA KARYAWAN BINATU LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA

SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN TEMPERATUR DAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN SUBJEKTIF INDIVIDU DI PT X JAKARTA Oleh: KARINA WAHYU ANDRIANI UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2016 SKRIPSI HUBUNGAN

Lebih terperinci

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias MATA KULIAH KOSMETOLOGI (PENANGGUNG JAWAB: DRA, JUANITA T, APT) KOSMETOLOGI KOSMETIKA LOGOS = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias = Ilmu Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah: Bahan/campuran

Lebih terperinci

PENGESAHAN PEMBIMBING JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI DI PUSKESMAS TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO OLEH

PENGESAHAN PEMBIMBING JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI DI PUSKESMAS TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO OLEH PENGESAHAN PEMBIMBING JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI DI PUSKESMAS TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO OLEH Anggun Reza Maharwiarti Nim: 841 410 151 Telah Diperiksa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006,

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatitis Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, subakut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006, Dermatitis adalah

Lebih terperinci

Profil dermatitis kontak alergi di poliklinik rsup prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013

Profil dermatitis kontak alergi di poliklinik rsup prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013 Jurnal e-clinic (ecl), Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Profil dermatitis kontak alergi di poliklinik rsup prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013 1 Timothy Batasina 2 Herry Pandaleke

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN MASA KERJA DENGAN STRES KERJA PEKERJA DI BAGIAN WINDING PT. BMSTI SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN MASA KERJA DENGAN STRES KERJA PEKERJA DI BAGIAN WINDING PT. BMSTI SRAGEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN MASA KERJA DENGAN STRES KERJA PEKERJA DI BAGIAN WINDING PT. BMSTI SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Nina Aditya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi

Lebih terperinci

All about Tinea pedis

All about Tinea pedis All about Tinea pedis Tinea pedis? Penyakit yang satu ini menyerang pada bagian kulit. Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh dikata sangat menjengkelkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004),

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004), insidensi penyakit jamur

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Ardiansah Eko Prasetyo J

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Ardiansah Eko Prasetyo J SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN K3 DENGAN SIKAP TERHADAP PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI SENTRA INDUSTRI PANDE BESI DESA PADAS KECAMATAN KARANGANOM KABUPATEN KLATEN Skripsi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

penyakit lainnya yaitu tidak adanya keseimbangan antara host (manusia), agent

penyakit lainnya yaitu tidak adanya keseimbangan antara host (manusia), agent BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Kerja Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja

Lebih terperinci

ABSTRAK. Aisyah,2012; Pembimbing I : Dr. Savitri Restu Wardhani,dr.SpKK Pembimbing II: dr. Hartini Tiono, M.Kes

ABSTRAK. Aisyah,2012; Pembimbing I : Dr. Savitri Restu Wardhani,dr.SpKK Pembimbing II: dr. Hartini Tiono, M.Kes ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DERMATITIS KONTAK BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN, GEJALA KLINIK, SERTA PREDILEKSI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Aisyah,2012; Pembimbing

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR

HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA DENPASAR PERIODE JANUARI JULI 2014

KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA DENPASAR PERIODE JANUARI JULI 2014 KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA DENPASAR PERIODE JANUARI JULI 2014 Pratama Yulius Prabowo 1, I Gede Made Adioka 2, Agung Nova Mahendra 3, Desak

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PERNAFASAN

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PERNAFASAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PERNAFASAN (MASKER) DI PT. MULTI TERMINAL INDONESIA TANJUNG PRIUK JAKARTA UTARA TAHUN

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci