BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan spongiosis atau edema interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen eksternal dengan kulit. Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari substansi iritan maupun substansi alergen. Menurut Michael Dermatitis Kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada pekerja (Michael, 2005). Menurut Hayakawa Dermatitis Kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono Dermatitis Kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (Dermatitis Kontak iritan) (Hudyono, 2002). Dalam era Industrialisasi saat ini, terdapat kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industri, yang merupakan substansi alergen dan iritan, sehingga menyebabkan kenaikan prevalensi Dermatitis Kontak. 27

2 28 Dermatitis Kontak adalah penyakit CD4 + yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, asam, basa, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan Dermatitis Kontak Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis Kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibanding Dermatitis Kontak alergi. 1. Fase Akut Pada Dermatitis Kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kandang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksi nya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Pada Dermatitis Kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul jam setelah melalui proses sensitasi, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan

3 29 eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas, dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2011) 2. Fase Kronis Pada Dermatitis Kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan Dermatitis Kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Pada Dermatitis Kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan, walau bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007). Dermatitis kronis pada tangan terjadi sebagai akibat kontak berulang dengan zat kimia, dermatitis kronis menyebabkan kulit pada tangan terasa gatal, Pomfoliks adalah suatu keadaan menahun dimana lepuhan-lepuhan yang terasa gatal timbul di telapak tangan dan pinggiran

4 30 jari-jari telapak tangan, lepuhan ini seringkali disertai kulit kemerahan dan bengkak ( Susanto dan Ari, 2013) Faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak Banyak hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan apa saja faktor Dermatitis Kontak. Dan semua pernyataan tersebut mengarah kepada dua kategori faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak yaitu direct cause/influence dan inderect cause/influence. Secara garis besar faktor tersebut antara lain adalah (Lestari dan Utomo, 2007) : a. Direct cause (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman, dan biologi b. Inderect cause (penyebab tidak langsung) yaitu faktor genetik (alergi), penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, lama kerja, alat pelindung diri, dan musim. 1. Masa kerja Masa kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak akibat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, maka akan semakin sering terpajan dan kontak dengan bahan kimia penyebab dermatitis. Suma mur (2009) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

5 31 Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit hingga bagian dalam dan semakin beresiko untuk terjadinya dermatitis (Fatma, 2007). Hubungan Dermatitis Kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu : a. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja 1 Tahun lebih banyak menderita dermatitis daripada pekerja yang masa kerjanya <1. b. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak dengan P value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja 5 Tahun yaitu hanya 18,8%. c. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya 1 Tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masak kerjanya 2 Tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis. 2. Personal Hygiene Kebersihan perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit,

6 32 kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya Dermatitis Kontak antara lain : a. Mencuci tangan Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999). b. Mencuci pakaian Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju di campur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan ikut terkena dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali.

7 33 Hubungan Personal Hygiene dengan Dermatitis Kontak dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu : Penelitian Cahaya (2012) yang berjudul Hubungan hygiene perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan keluhan gangguan kulit yang menyatakan bahwa kebersihan kulit seharihari yang baik proporsi yang mengatakan ada keluhan gangguan kulit sebanyak 43 responden (57,3%) dan yang tidak ada keluhan 19 responden (25,4). 3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya Dermatitis Kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia, perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada. 4. Lama Kerja Lama kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka semakin akan merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko terjadinya Dermatitis Kontak akan semakin tinggi (Cohen,1999). Semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit maka penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit akan semakin luas dan dalam hingga menyebabkan reaksi peradangan/iritasi yang lebih berat.

8 Dermatitis Kontak Iritan (DKI) DKI merupakan peradangan kulit akibat kontak langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan hasil reaksi nonimunologis. Dermatitis yang disebabkan oleh substansi iritan yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan akut. Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Tabel 2.1 Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan No. Bahan Iritan 1. Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat) 2. Basa kuat (Kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida) 3. Detergen 4. Resin epoksi 5. Etilen Oksida 6. Fiberglass 7. Minyak (lubrikan) 8. Pelarut pelarut organik 9. Agen oksidator 10. Serpihan kayu Sumber : Keefner, K.P dalam Agung S Dermatitis Kontak Swamedikasi

9 Epidemiologi Dermatitis Kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun perempuan. Pada orang dewasa, DKI sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena DKI sering berkaitan dengan pekerjaan, muka dapat terkena oleh bahan yang menguap (Graham dan Brown,2005). Jumlah penderita DKI cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui, hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda, 2011) Etiologi Dermatitis Kontak iritan muncul karena bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011). Faktor lain yang mempengaruhi Dermatitis Kontak iritan : 1. Lama kontak 2. Kekerapan 3. Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable 4. Gesekan 5. Trauma fisis 6. Suhu dan kelembapan lingkungan

10 Gejala Klinis 1. DKI Akut Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahanbahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkuras nya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan pembengkakan sel. Tipe reaksi nya tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak, reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau cokelat. Terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadangkadang terbentuk bula yang parulen dengan kulit disekitarnya normal. Contoh bahan kontak untuk dermatitis kuat adalah asam dan basa keras yang sering digunakan dalam industri. 2. DKI Kronik Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu atau sebulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting (Graham dan Brown, 2005). Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, dan skuama, lambat laun kulit tebal (Hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus menerus akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci

11 37 yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan pada penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita, setelah mengganggu baru mendapat perhatian Pengobatan DKI 1. Hindarkan sabun 2. Pakai sarung tangan kalau bekerja 3. Topikal : dapat diberikan Kortikosteroid. 4. Bila lesi akut (kulit bengkak dan basah), dapat diberikan dengan kompres dengan liquor Burowi 1:20 tiap dua jam sekali. 5. Kemudian dapat diberikan Kortikosteroid topikal ataupun sistemik. 2.3 Dermatitis Kontak Alergik Dermatitis Kontak alergik (DKA) dapat terjadi karena kulit terpajan/berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen), penyakit ini timbul akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap suatu alergen eksternal. Tidak terhitung banyaknya zat kimia yang dapat bereaksi sebagai alergen, tetapi sangat jarang yang menimbulkan masalah, beberapa zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, yang dengan sekali paparan bisa menyebabkan terjadinya sensitisasi. Yang sering menyebabkan Dermatitis Kontak iritan adalah nikel, colophony, bahan-bahan aditif karet, cat rambut, dan obat-obat

12 38 topikal baik sebagai bahan aktif utama maupun sebagai bahan dasar (Graham dan Brown, 2005) Tabel 2.2 Alergen yang Sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe-kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral Garam Kromium 2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, syringes Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi Kobal klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat Pewangi 11,7 Sinamat, geraniol Balsam peru 11,9 Pengobatan, salep antibiotik Neomisin sulfat 13,1 aminoglikosida Nikel sulfat 14,2 Perabot rumah tangga, koin spesies toxicodendron Tanaman Tidak ditentukan Sumber : Keefner, K.P dalam Agung S Dermatitis Kontak Swamedikasi

13 Manifestasi klinik Secara umum, tingkat keparahan Dermatitis Kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga (Agung S, 2008) : a). Dermatitis ringan dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindung. b). Dermatitis sedang selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian tubuh. c). Dermatitis berat dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan, pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi yang segera, khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi ialah eosinofilia, serima,

14 40 multiform, sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis Diagnosis Dermatitis Kontak Terdapat beberapa cara diagnosis Dermatitis Kontak, diantaranya adalah sebagai berikut : A. Anamnesis Menurut siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut : 1. Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di perusahaan yang sekarang 2. Jenis pekerjaan penderita 3. Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya 4. Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama 5. Riwayat alergi penderita dan keluarganya 6. Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan 7. Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan 8. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai 9. Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur 10. Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit, dan lain-lain

15 41 B. Pemeriksaan klinis Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, lkenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. C. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperikas kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan. D. Uji tempel Dermatitis Kontak sebagian besar berbentuk Dermatitis Kontak alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab alergennya. Nahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc, yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji. Bahan yang akan diuji diteteskan di atas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan impermebel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis.

16 42 Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu menit untuk menghilangkan efek plester. Hasil yang didapat akan berupa : 0 : bila tidak ada reaksi + : bila hanya eritema ++ : bila ada eritema dan papul +++ : bila ada eritema, papul dan vesikel ++++ : bila ada edema, vesikel 2.4 Faktor risiko yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu Faktor internal 1). Umur Dermatitis dapat diderita oleh semua orang dari golongan umur. Seorang yang lebih tua memiliki kulit kering dan tipis yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut (Sucipta, 2008). Usia hanya sedikit berpengaruh pada kapasitas sensitisasi. Setiap kelompok usia memiliki pola karakteristik sensitivitas yang berbeda, seperti pada dewasa muda cenderung didapati alergi karena kosmetik dan pekerjaan, sedangkan pada usia yang lebih tua pada medikamentosa dan adanya riwayat sensitivitas terdahulu (Siregar, 2005). Usia tua menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis sehingga timbul dermatosis kronik. Dapat dikatakan bahwa

17 43 dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua (Trihapsoro, 2003). Usia Tahun merupakan usia produktif bagi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh para pekerja sudah sempurna, sehingga mampu menghadapi zat-zat toksik dalam ambang batas yang ditetapkan (Mathinus, 2001). 2). Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, dermatitis akibat kerja memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita (Siregar, 2006). Akan tetapi, dermatitis secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Sucipta,2008). Nikel merupakan penyebab paling sering terjadinya Dermatitis Kontak pada wanita, sedangkan pada laki-laki jarang terjadi alergi akibat kontak dengan nikel (Brown dan Burns,2006). 3). Masa kerja Hampir sama seperti pernyataan pada bagian hubungan antara usia dengan dermatitis. Pekerja dengan lama kerja 2 Tahun dapat menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaanya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis pada pekerja dengan lama bekerja 2 Tahun. Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan terpajan bahan iritan maupun alergen lebih sedikit (Lestari dan Utomo, 2007).

18 44 Faktor lain yang memungkinkan pekerja dengan lama kerja 2 Tahun lebih banyak yang terkena dermatitis adalah masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia. Pekerja dengan lama bekerja 2 Tahun masih rentan terhadap berbagai macam bahan iritan maupun alergen. Pada pekerja dengan lama bekerja > 2 Tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan iritan maupun alergen. Untuk itulah mengapa pekerjaan dengan lama bekerja > 2 Tahun lebih sedikit yang mengalami Dermatitis Kontak (Lestari dan Utomo, 2007). 4). Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Secara sederhana yang dimaksud dengan APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja. Berdasarkan kenyataan di lapangan terlihat bahwa pekerja yang menggunakan APD dengan baik masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang kurang baik dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku penggunaan APD oleh pekerja masih kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas APD ketika sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen (Lestari dan Utomo, 2007). Menurut Budiono (2005), ada beberapa APD yang paling banyak dan sering digunakan adalah: 1) Alat pelindung kepala: helm, tutup kepala, hats/cap. 2) Alat pelindung mata atau muka: spectacles, goggles, perisai muka.

19 45 3) Alat pelindung telinga: ear plug, ear muff. 4) Alat pelindung pernafasan: masker, respirator. 5) Alat pelindung tangan: sarung tangan. 6) Alat pelindung kaki: sepatu boot. 7) Pakaian pelindung: celemek, pakaian terusan dengan celana panjang. 8) Sabuk pengaman (safety belt) 5). Personal Hygiene Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masih terdapat sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit. Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit. Jika jenis sabun ini sulit didapatkan dapat menggunakan pelembab tangan setelah mencuci tangan. Usaha mengeringkan tangan setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan yang lembab Kebersihan kulit yang terjaga baik akan menghindari diri dari penyakit, dengan cuci tangan dan kaki, mandi dan ganti pakaian secara rutin dapat terhindar dari penyakit kulit. Dalam mencuci tangan bukan hanya bersih saja, yang lebih penting lagi jika disertai dengan menggunakan sabun serta membersihkan sela jari tangan dan kaki dengan air mengalir. Dengan mandi dan mengganti pakaian setelah bekerja akan mengurangi kontak dengan mikroorganisme yang hidup di

20 46 permukaan kulit yang berasal dari lingkungan sekitar kita (Siregar dan Saiman Nugroho, 1991) Faktor Eksternal 1). Riwayat Penyakit kulit Diagnosis mengenai riwayat dermatologi yang sering diajukan untuk membedakan suatu penyakit dari penyakit lainnya adalah menanyakan pada pasien apakah mempunyai riwayat masalah medis kronik (Goldstein dan Adam, 2001). Dermatitis Kontak iritan bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi individu dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang (Lestari dan Utomo, 2007). Timbulnya Dermatitis Kontak alergi dipengaruhi oleh riwayat penyakit konis dan pemakaian topikal lama (Kabulrachman, 2003). Kelainan kulit yang biasa juga sering secara diagnostik lebih sulit atau secara terapeutik lebih resisten pada pasien usia lanjut yang dirawat di panti, kurang gizi, mempunyai kesukaran mengikuti instruksi terinci, mendapat banyak obat, atau mempunyai banyak penyakit kronik. Pasien usia lanjut cenderung mendapat lebih banyak obat dalam jumlah maupun jenis nya. Penyakit kulit yang terkait dengan kejadian dermatitis diantaranya disebabkan karena alergi, obat, suhu, dan cuaca (Mulyaningsih, 2005). 2). Riwayat Alergi Alergi timbul oleh karena pada seseorang terjadi perubahan reaksi terhadap bahan tertentu. Hal tersebut tidak terjadi pada kebanyakan orang. Sebagai contoh udang atau obat yang sebelumnya tidak menimbulkan apa-apa,

21 47 pada suatu waktu menyebabkan gatalgatal, dan ekzim. Jadi alergi adalah reaksi yang abnormal terhadap satu bahan atau lebih yang terdapat dalam lingkungan hidup sehari-hari. Penyakit alergi diantaranya alergi debu rumah, alergi pollen, alergi spora jamur, alergi obat, alergi makanan, dan alergi serangga. Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis. Dalam melakukan diagnosis penyakit dermatitis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Baratawidjaja, 2008). 3). Bahan kontakan Menurut Djuanda (2007), Dermatitis Kontak disebabkan karena kulit mengalami kontak dengan iritan (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air) dan bahan alergen (sabun, detergen, udara, krim, keringat, garukan, bakteri, emosi atau stress, pakaian, dan perhiasan). Bahan kontaktan alergi ini terdapat pada detergen, alergi logam, dan tempat yang penuh zat kimia (Hidayat, 2009). Alergen diantaranya logam nikel (perhiasan imitasi, jam tangan, ikat pinggang, bingkai kacamata), karet (ikat pinggang, perlak atau alas kasur, sandal, sepatu), formaldehid (pakaian), obat topikal (Kabulrachman, 2003).

22 48 4). Riwayat pekerjaan Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit pada keluarganya (Djuanda, 2007). Kelompok tertentu mempunyai resiko yang tinggi. Pekerja yang biasa terpajan dengan sensitizer, seperti kromat pada industri bangunan atau pewarna, pada pabrik pengolahan kulit, mempunyai insiden yang lebih tinggi (Kabulrachman, 2003). Dermatitis akibat pekerjaan terlihat,misalnya perusahaan batik, percetakan, pompa bensin, bengkel, salon kecantikan, pabrik karet, dan pabrik plastik (Mansjoer, 2003). Di Amerika Serikat penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8%, dan pekerja bagunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization terbanyak dijumpai pada tukang batu dan semen 33%, pekerja rumah tangga 17% dan pekerja industri logam dan mesin 11%. Di Indonesia golongan tertinggi pada Tahun 1993 adalah petani diikuti oleh penjual di pasar, tukang becak, pembantu rumah tangga dan pengangguran (Trihapsoro, 2003). Bahan penyebab dermatitis terdapat pada tukang batu dan pekerja yang bekerja di tempat yang penuh zat kimia (Hidayat, 2009). Masa awitan penyakit selama 4 Tahun untuk pekerjaan yang berhubungan dengan logam dan petugas pelayanan kesehatan, 3 Tahun untuk pekerjaan industri makanan, dan 2 Tahun untuk pekerjaan penata rambut (Mulyaningsih, 2005).

23 49 5). Lingkungan Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah (Siregar, 2005). Alergi adalah penyakit yang biasanya ditimbulkan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan. Jika faktor keturunan kadarnya besar dan faktor lingkungan kecil, reaksi alergen tetap bisa terjadi. Tetapi kalau faktor keturunan besar dan lingkungan tidak memacu, alergi itu tidak akan terjadi. Lingkungan yang harus dihindari oleh penderita alergi antara lain udara yang buruk, perubahan suhu yang besar, hawa yang terlalu panas atau dingin, lembab, bau-bauan seperti cat baru, obat nyamuk, semprotan (pewangi maupun pembasmi serangga), asap (rokok, bakar sampah), polusi udara dan industri (Kanen Baratawidjaja, 2008). Kecenderungan alergi dipengaruhi dua faktor yaitu genetik dan lingkungan (faktor eksternal tubuh). Hal tersebut merupakan salah satu penjelasan mengapa terjadi peningkatan kemungkinan mendapat alergi. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mengontrol lingkungan sehingga tidak membahayakan (misalnya menghindari tungau debu rumah seperti karpet, kapuk, bahan beludru, pada sofa atau gordyn, ventilasi yang baik di rumah atau kamar, jauh dari orang yang sedang merokok, menghindari makanan yang diketahui sering menyebabkan alergi seperti susu, telur, makanan laut, coklat), serta menghindari kecoak dan serpihan kulit binatang peliharaan (Rengganis, 2009).

24 Kerangka Teori Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun lah kerangka teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang, yang dapat dilihat dibawah ini : Faktor-faktor internal : 1. umur 2. jenis kelamin 3. Masa kerja 4. pemakaian APD 5. Personal Hygiene Gejala Dermatitis Kontak Faktor-faktor Eksternal : 1. Riwayat penyakit kulit 2. Riwayat alergi 3. Bahan kontakan 4. Riwayat Pekerjaan 5. Lingkungan Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Adhi Djuanda (2007), Cinta Lestari (2008), Citra Sucipta (2008), Cohen DE (1999), Clevere Susanto dan GA Made Ari (2013), Erliana (2008), Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo (2008), Hudyono (2002), Hayakawa (2000), Harrianto (2013), HSE UK (2004), Iwan Trihapsoro (2003), Kabulrachman (2003), Michael (2005), Marwali Harahap (2000), R.S Siregar (2006), Siregar (2005), Robin Graham dan Brown Tony Burns (2005), Suma mur (2009).

25 Kerangka Konsep Berdasarkan teori-teori Dermatitis Kontak diatas maka penulis menyusun variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel independen dan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel dependen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak diantaranya adalah usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, masa kerja. Variabel Independen 1. Usia 2. Lama kerja 3. Personal hygiene 4. Penggunaan APD 5. Masa kerja Variabel Dependen Gejala Dermatitis Kontak Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatitis 1. Pengertian Dermatitis Dermatitis adalah penyakit kulit yang pada umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang pada seseorang dalam bentuk peradangan kulit yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah mengetahui mengenai dermatitis. Beberapa penelitian tentang dermatitis telah dilakukan sehingga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menimbulkan gejala klinis berupa efloresensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dermatitis a. Definisi Dermatitis Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, sub-akut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan ada sekitar 2,34 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (SARUNG TANGAN) TERHADAP PENURUNAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEKERJA BAGIAN PENYELESAIAN AKHIR DI CV. RODA JATI KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 tahun 2008, rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai bahaya potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Penyakit akibat kerja biasanya terdapat di daerah industri, pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan peningkatkan perkembangan industri dan perubahan di bidang pembangunan secara umum di dunia, terjadi perubahan dalam pembangunan baik dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi kulit dan fungsi kulit Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya untuk mewujudkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya mewujudkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat yang diselenggarakan upaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu,penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Kontak akibat kerja merupakan suatu keadaan kulit yang disebabkan oleh paparan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini terjadi pada pekerja yang terpapar

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

All about Tinea pedis

All about Tinea pedis All about Tinea pedis Tinea pedis? Penyakit yang satu ini menyerang pada bagian kulit. Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh dikata sangat menjengkelkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO Farni Djamalu, Zuhriana K. Yusuf, Ahmad Aswad 1 Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK

Lebih terperinci

HIPERTENSI ESENSIAL. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP

HIPERTENSI ESENSIAL. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP HIPERTENSI ESENSIAL SOP No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : Pemerintah Kabupaten Cirebon Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP.19620212 198302 2 001 Puskesmas Astanajapura 1. Pengertian Peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE 1. N a m a Golongan Mineral Sinonim/Nama Dagang (1,2) Tidak tersedia. Selenium aspartat merupakan komposisi dari sodium selenite, l-aspartic acid, dan protein sayur

Lebih terperinci

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pemasaran (Manuaba, 1983). Aspek yang kurang diperhatikan bahkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pemasaran (Manuaba, 1983). Aspek yang kurang diperhatikan bahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi terjadi peningkatan persaingan usaha yang menyebabkan kebanyakan pengusaha lebih memperhatikan masalah permodalan, manajemen, dan pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis 2.1.1 Definisi Dermatitis adalah suatu keadaan terjadinya sensitisasi kulit akibat pajanan substansi eksternal. Berdasarkan etiologinya, dermatitis dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Kebutuhan dan Syarat APD Dari hasil pengamatan dan observasi yang telah dilakukan penulis di Instalasi Laundry Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak iritan atau dermatitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak iritan atau dermatitis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Tangan 2.1.1 Pengertian Dermatitis Tangan Dermatitis kontak akibat kerja merupakan masalah yang dikenal baik di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konjungtivitis adalah inflamasi pada konjungtiva yang ditandai dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013). Penyakit ini dapat dialami

Lebih terperinci

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi : No. kuesioner KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KARYAWAN PABRIK KARET TENTANG POLUSI UDARA DI DALAM RUANGAN PABRIK DAN KELUHAN KESEHATAN DI PABRIK KARET KEBUN LIMAU MUNGKUR PTPN II TANJUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini diberikan kuesioner ISAAC tahap 1 diberikan kepada 143 anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan kuesioner yang

Lebih terperinci

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI PAKAIAN KERJA 1. Pemilihan pakaian harus diperhitungkan kerja kemungkinan bahaya yang akan dialami pekerja. 2. Pakaian harus sesuai dengan ukuran dan tidak menghalangi kerja 3. Pakaian yang longgar/dasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas wilayah lautnya

Lebih terperinci

ARTIKEL RISET URL artikel of this article:

ARTIKEL RISET URL artikel of this article: ARTIKEL RISET URL artikel of this article: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1105 Determinan Di Puskesmas Rappokalling Kota Makassar K Abd.Gafur 1, Nasruddin Syam 1 1 Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Untuk Komplikasi Diabetes Pada Kulit Diabetes dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh Anda, termasuk juga kulit. Sebenarnya, permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja 2.1.1 Pengertian penyakit kulit akibat kerja Penyakit kulit akibat kerja merupakan penyakit kulit yang didapatkan dari pekerjaan akibat interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City ` Mariz DR, Hamzah SM, Wintoko R Faculty of Medicine Lampung

Lebih terperinci

penyakit lainnya yaitu tidak adanya keseimbangan antara host (manusia), agent

penyakit lainnya yaitu tidak adanya keseimbangan antara host (manusia), agent BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Kerja Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Rumah sakit paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK mentri kesehatan RI.

Lebih terperinci

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL 1. N a m a Golongan Essential Oil Sinonim / Nama Dagang (3) Cannabis chinense; Cannabis indica; Hempseed oil Nomor Identifikasi Nomor CAS : 68956-68-3 (1,7) Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Kementrian Perindustrian, 2015). Bahan baku plastik terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Kementrian Perindustrian, 2015). Bahan baku plastik terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ekonomi Indonesia mendorong konsumsi bahan baku plastik di dalam negeri sehingga produksi plastik meningkat. Pada tahun 2012, konsumsi bahan baku plastik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis di PDKB TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam

Lebih terperinci

Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim

Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim Cara Mengobati Gatal Jamur Eksim - Infeksi jamur ditandai dengan kulit kemerahan atau cokelat kehitaman. Namun, gatal-gatal hanya akan terjadi di tepi bagian kulit kemerahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Mayoritas dari luka bakar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006,

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatitis Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, subakut, atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006, Dermatitis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3 1 dari 7 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) Tanggal terbit Ditetapkan, Direktur RS. Dedy Jaya Brebes PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR dr. Irma Yurita 1. Identifikasi bahaya B3 (Bahan Berbahaya dan

Lebih terperinci

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB I PENDAHULUAN Dyshidrotic eczema merupakan varian dari dermatitis yang ditandai oleh adanya vesikel dan bula pada telapak tangan, telapak kaki dan pada permukaan lateral jari tangan yang bersifat rekuren,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

Hidrokinon dalam Kosmetik

Hidrokinon dalam Kosmetik Hidrokinon dalam Kosmetik Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang sering menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Dan Cara Penanganan Kecelakaan Yang Terjadi Laboratorium Biologi

Jenis Bahaya Dan Cara Penanganan Kecelakaan Yang Terjadi Laboratorium Biologi Jenis Bahaya Dan Cara Penanganan Kecelakaan Yang Terjadi Laboratorium Biologi Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum. 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai pembangunan nasional tersebut maka

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM

PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM Peredaran bahan kimia semakin hari semakin pesat, hal ini disamping memberikan manfaat yang besar juga dapat menimbulkan masalah yang tak kalah besar terhadap manusia terutama

Lebih terperinci

Keselamatan Kerja di Laboratorium

Keselamatan Kerja di Laboratorium Keselamatan Kerja di Laboratorium Perhatikan PetunjuKeselamatan kerja Berkaitan dengan keamanan, kenyamanan kerja, dan kepentingan kesehatan, Keselamatan kerja sangat penting di perhatikan dalam bekerja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 2.1.1. Definisi Dermatitis Kontak Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit.dikenal dua macam jenis dermatitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis pekerjaan yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja terutama dermatitis kontak kerja yaitu petani, pekerja bangunan, pekerja salon, dan pekerja tekstil dan

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo Material Safety Data Sheet Resin Pinus Oleo Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Resin Pinus Oleo Sinonim : Pinus Resin Turpentin Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 1. Cara aman membawa alat gelas adalah dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 Satu tangan Dua tangan Dua jari Lima jari Kunci Jawaban : B Alat-alat

Lebih terperinci

Yang paling sering : Itching (Pruritus) Ekimosis Dryness Lumps (Bengkak)

Yang paling sering : Itching (Pruritus) Ekimosis Dryness Lumps (Bengkak) Pengkajian Sistem Integumen I. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Yang paling sering : Itching (Pruritus) Ekimosis Dryness Lumps (Bengkak) Lesions Massa b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Beberapa penyakit

Lebih terperinci