BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Deterjen merupakan kebutuhan di hampir setiap rumah tangga baik di negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual merupakan pekerjaan yang sering bersentuhan dengan deterjen dan dapat dijumpai di setiap rumah tangga. Paparan kulit dengan deterjen dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI) yang dapat menurunkan kualitas hidup karena dapat menyebabkan stres pada penderitanya (Austoria dkk, 2010; Elberting dkk, 2014). Dermatitis kontak iritan atau iritasi merupakan respon non imunologik kulit terhadap iritan tanpa didahului proses sensitisasi (Thong dan Maibach, 2008). Dermatitis kontak iritan termasuk kelainan kulit yang kompleks, dengan patofisiologi dan gambaran klinis yang berbeda-beda. Patofisologi yang diduga mendasari terjadinya DKI yaitu antara lain karena adanya gangguan barier kulit, kerusakan keratinosit dan pelepasan mediator proinflamasi (Amado dkk, 2012; Elberting dkk, 2014). Gambaran klinis DKI bervariasi tergantung pada faktor eksogen dan endogen. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk DKI, diagnosis ditegakkan dari eksklusi kelainan kulit lain dan gambaran klinis dermatitis pada area yang terpapar bahan iritan (Thong dan Maibach, 2008). Data epidemiologi menunjukkan bahwa lebih dari 80% dermatitis kontak (DK) disebabkan oleh iritan dan bahan penyebab tersering adalah deterjen (Slodownik dkk, 2008; 1

2 2 Amado dkk, 2012). Insidensi DKI karena deterjen di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari tahun sekitar 9,7% dari seluruh kasus DK (data belum dipublikasikan). Deterjen dengan ph alkali akan meningkatkan ph air dan selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan ph kulit yang terpapar dengan deterjen tersebut (Effendy dan Maibach, 2006; Austoria dkk, 2010). Peningkatan ph kulit merupakan unsur penting yang berperan pada induksi DKI karena deterjen. Baranda dkk membuktikan adanya hubungan antara derajat ph deterjen dengan efek iritasi yang ditimbulkannya (Baranda dkk, 2002; Lakshmi dkk, 2008). Efek iritasi deterjen juga disebabkan oleh adanya kandungan surfaktan, namun mekanisme pastinya belum diketahui. Pada konsentrasi rendah, surfaktan akan merusak membran pertahanan kulit sehingga permeabilitas kulit meningkat, sebaliknya pada konsentrasi tinggi surfaktan akan melisiskan sel. Surfaktan berdasarkan sifat gugus hidrofiliknya dibedakan menjadi 4 macam yaitu surfaktan anionik, kationik, amfoterik, dan non-ionik. Beberapa penelitian membuktikan surfaktan anionik lebih iritatif dibandingkan surfaktan lainnya. Deterjen pencuci pakaian umumnya mengandung surfaktan anionik dengan ph yang alkali (Effendy dan Maibach, 2006; Boonchai dan Iamthorachai, 2010). Efek iritasi deterjen tidak hanya dapat dinilai dengan skor visual penilaian klinis berupa eritem, skuama dan fisura namun dapat juga dinilai secara obyektif menggunakan pengukuran transepidermal water loss (TEWL) (Corazza dkk, 2010; Farage dkk, 2011). Nilai TEWL menggambarkan fungsi barier kulit stratum korneum. Adanya paparan deterjen dapat menyebabkan gangguan fungsi barier

3 3 kulit yang merupakan salahsatu dasar patofisiologi DKI (Amado, 2012; Elberting dkk, 2014). Untuk mengetahui efek iritasi suatu bahan dapat dilakukan uji iritasi. Uji iritasi pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu uji terbuka dan tertutup. Idealnya suatu metode uji iritasi mencerminkan kondisi yang dialami sehari-hari. Seseorang kontak dengan deterjen melalui paparan langsung pada kulit dalam waktu yang relatif singkat, terbuka dan berulang-ulang. Uji terbuka seperti repeated open application test (ROAT) diperkirakan memiliki kesamaan cara paparan tersebut (Simion, 2006; Williams dkk, 2011). Masyarakat Indonesia umumnya mengartikan deterjen sebagai bahan pencuci pakaian. Deterjen dapat berbentuk bubuk, krim atau cair. Salah satu bentuk deterjen yang sering digunakan adalah deterjen bubuk (Showell, 1998). Berdasarkan survei Top Brand tahun 2012 dan tahun 2013, terdapat lima deterjen bubuk yang umum digunakan masyarakat Indonesia secara berurutan mulai dari yang paling sering digunakan antara lain Rinso, Daia, Attack, So Klin dan Boom. Survei Top Brand merupakan survei terhadap citra merek produk yang beredar di pasaran Indonesia tiap tahun (Marketing, 2012; Marketing, 2013). Dokter sering menjumpai pertanyaan pasien mengenai deterjen pencuci pakaian yang aman untuk digunakan. Deterjen yang aman tentunya dengan efek iritasi yang lebih minimal sehingga dapat memberikan rasa nyaman bagi penggunanya. Namun sayangnya penelitian mengenai DKI yang dinduksi deterjen masih jarang, sehingga informasi mengenai hal tersebut juga masih terbatas (Lakshmi dkk, 2008; Austoria dkk, 2010).

4 4 Informasi mengenai efek iritasi dari berbagai deterjen bubuk yang digunakan di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, penelitian ini menjadi menarik untuk diteliti. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi untuk menjadi pegangan dokter dalam mengedukasi pasien sebagai salah satu tindakan preventif sehingga diharapkan dapat mengurangi morbiditas DKI B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Apakah terdapat perbedaan efek iritasi dari berbagai deterjen bubuk yang umum digunakan di Indonesia? b. Apakah terdapat korelasi antara ph deterjen bubuk dengan efek iritasi yang ditimbulkannya? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui perbedaan efek iritasi berbagai deterjen bubuk yang umum digunakan di Indonesia. b. Untuk mengetahui korelasi antara ph deterjen bubuk dengan efek iritasi yang ditimbulkan.

5 5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pasien, dapat memperoleh informasi mengenai efek iritasi beberapa deterjen bubuk yang umum digunakan di Indonesia, sehingga dapat menentukan deterjen yang tepat untuk pemakaian sehari-hari. 2. Bagi peneliti, dapat menginformasikan pilihan deterjen yang tepat untuk pasiennya. 3. Bagi perkembangan dermatologi, dapat memberikan wawasan baru. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan deterjen yang lebih tepat berdasarkan sudut pandang ilmu dermatologi. 4. Bagi produsen deterjen, dapat memperoleh masukan mengenai deterjen yang aman berdasarkan sudut pandang kesehatan kulit konsumen. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dengan kata kunci dan kombinasi kata kunci berikut ini efek iritasi (irritant effect), deterjen bubuk (powdered detergent), deterjen pencuci pakaian (laundry detergent), transepidermal water loss, repeated open application test, dan ph; di arsip karya tulis baik skripsi, tesis, disertasi, maupun paper di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, serta dalam penelusuran jurnal ilmiah dengan mesin pencari PubMed, EBSCO, dan Science Direct diperoleh beberapa kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini (tabel 1). Sepengetahuan penulis, sampai sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian yang membandingkan efek iritasi berbagai

6 6 deterjen bubuk yang umum digunakan di Indonesia serta hubungan antara ph deterjen tersebut dan efek iritasi yang ditimbulkannya. Tabel 1. Ringkasan beberapa penelitian efek iritasi sabun dan deterjen Peneliti, No tahun 1 Baranda dkk, Loden dkk, Laksmi dkk, Austoria dkk, 2010 Judul Hasil Perbedaan Correlation between ph and irritant effect of cleansers marketed for dry skin The irritation potential and reservoir effect of mild soaps. Irritancy ranking of 31 cleanser in the Indian market in 24-h patch test Irritancy potential of 17 detergents used commonly by the Indian household Terdapat hubungan yang bermakna antara ph dan efek iritasi. Semua sabun yang diuji memiliki potensi iritasi dan terdapat perbedaan yang bermakna otensi iritasi antar sabun yang diuji. Semua bahan pembersih yang diuji menunjukkan perbedaan potensi iritasi yang bermakna. Perbedaan efek iritasi antar deterjen sangat bermakna untuk eritema dan kekeringan kulit tetapi tidak bermakna untuk edema. tempel, pengukuran efek iritasi hanya menggunakan skor visual iritasi dan bahan yang diuji adalah sabun mandi. tempel, efek iritasi berdasarkan TEWL hanya diukur setelah uji iritasi, dan bahan yang diuji adalah sabun pembersih kewanitaan. tempel dan efek iritasi dinilai hanya dari skor visual penilaian klinis. tempel dan efek iritasi dinilai hanya dari skor visual penilaian klinis.