PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA)"

Transkripsi

1 PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) Dewi Fenty Ekasari 1, Sony Sunaryo 2 1 Institut Teknologi Surabaya 2 Institut Teknologi Surabaya Fakultas MIPA-Jurusan Statistika ITS, Surabaya dewi.fenty@gmail.com Abstract Poverty can be seen from income dimension, as well as its characteristic from social, health, education, access o f clean water and housing dimension. PLS and GSCA are variance-based SEM or often called component-based SEM are powerfull analysis method because they are not based on many assumption. GSCA have a single criteria to minimize residual to determination of model parameter estimation determination. Due to the problem, GSCA gives optimum solution and can not provide mechanism to evaluate overall goodness-fit ot the model. The intention of the research is to apply GSCA on Case study of Poverty in Regency of Jawa Tengah Province. Data that is used is secondary data from National Socio-economic Survey 2009 in Jawa Tengah Province and other related data. The purpose of this research is to develop a program computer for GSCA and implement program on a case study of poverty in Regency/City in Jawa Tengah Province. Data that is used is secondary data from National Socio-economic Survey 2009 in Jawa Tengah Province and other related data. The result show that all the indicator variable is a valid measurement tool and reliable to measure the latent variables. Quality of health affects the quality of economic, quality of economic affects the quality of human, quality of health affects ponerty, quality of economic affects poverty Keywords : Poverty, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized Structured Component Analysis (GSCA) Abstrak Kemiskinan selain dapat dilihat dari dimensi pendapatan juga dapat dilihat dari dimensi sosial, dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan. Partial Least Square (PLS) dan Generalized Structured Component Analysis (GSCA) adalah Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varian atau sering disebut juga berbasis komponen, merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi. GSCA memiliki satu kriteria tunggal secara konsisten untuk meminimumkan residual guna mendapatkan estimasi parameter model sehingga GSCA memberikan solusi yang optimal dan dapat memberikan mekanisme untuk menilai overall goodness-fit dari model. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat program GSCA untuk studi kasus kemiskinan 1

2 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan mengimplementasikannya pada studi kasus. Data yang digunakan merupakan data sekunder yaitu berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009 Provinsi Jawa Tengah dan data terkait lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur variabel latennya. Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan. Kata kunci : Kemiskinan, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized Structured Component Analysis (GSCA) 1. Pendahuluan Hwang dan Takane mengusulkan metode baru untuk SEM dengan nama Generalized Structured Component Analysis (GSCA)[1]. GSCA merupakan bagian dari SEM berbasis komponen yang memiliki criteria global least square optimization, dimana dapat secara konsisten meminimumkan sum squares residual untuk memperoleh estimasi parameter model. GSCA juga dilengkapi dengan ukuran goodness-of fit model secara keseluruhan. GSCA merupakan metode analisis yang powerfull [2]. Hal ini disebabkan karena tidak berdasarkan pada banyak asumsi seperti variabel tidak harus berdistribusi normal multivariat (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama), jumlah data tidak harus besar (minimal direkomendasikan berkisar dari 0 sampai 100 kasus). Kemiskinan selalu menjadi topik yang dibahas dalam berbagai forum dan bahkan cenderung diperdebatkan. Fakta menunjukkan bahwa pembangunan telah dilakukan namun belum mampu meredam meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya negaranegara berkembang. Selama ini kemiskinan lebih cenderung dikaitkan dengan dimensi ekonomi karena dimensi ini paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan. Padahal kemiskinan berkaitan juga dengan berbagai dimensi lain seperti: dimensi sosial, budaya, sosial politik, lingkungan, kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti. Kemiskinan selain dilihat dari dimensi pendapatan, kemiskinan juga perlu dilihat dari dimensi lain yaitu dimensi sosial, dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan []. Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah karena jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah sebesar 16,60%, berada diatas rata-rata jumlah penduduk miskin Indonesia yaitu 1,%. Pada wilayah pulau Jawa dan Bali, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan peringkat kedua untuk jumlah penduduk miskin terbanyak setelah DI Yogyakarta [4]. Walaupun jumlah penduduk miskinnya tinggi akan tetapi proporsi rumah tangga dengan akses kepemilikan terhadap sumber air minum layak di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah 58,0% (peringkat ke-2 tertinggi untuk wilayah pulau Jawa dan Bali) cukup baik, berada diatas rata-rata Indonesia (47,71%). Demikian pula dengan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak adalah sebesar 54,06%, diatas rata-rata Indonesia. Sedangkan proporsi rumah tangga kumuhnya adalah sebesar 5,6%, (peringkat ke-2 terendah untuk wilayah pulau Jawa dan Bali).

3 Menelaah kemiskinan secara multidimensional sangat diperlukan untuk perumusan kebijakan pengentasan kemiskinan [5]. Melihat kemiskinan dari berbagai dimensi lain secara simultan, seperti kualitas kesehatan, kualitas ekonomi dan kualitas sumber daya manusia dapat digunakan sebagai kajian dan informasi untuk kebijakan pengentasan kemiskinan. Dalam penelitian ini ruang lingkup permasalahan dibatasi dengan membuat model SEM-GSCA yang rekursif (satu arah) dan variabel laten dengan indikator refleksif. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (i) membuat program SEM-Generalized Sturctured Component Analysis (GSCA) untuk studi kasus penentuan struktur model kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan software open source, (ii) menerapkan SEM- GSCA terhadap studi kasus penentuan struktur model kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan software open source. 2. Metode Jika ZZ = [zz 1, zz 2,, zz n ] melambangkan matrik variabel indikator yang telah distandarisasi (berukuran nxj). GSCA merupakan SEM berbasis komponen dimana variabel laten didefinisikan sebagai komponen atau komposit tertimbang dari indikatornya dengan persamaan [6]: γγ = WW zz (1) dimana γγ adalah vektor variabel laten ukuran tx1 untuk observasi ke-1 sampai ke n dan W adalah matrik component weight dari variabel indikator berukuran jxt. Secara matematis persamaan pada model pengukuran dapat dituliskan sebagai berikut: zz = CC γγ + εε (2) dimana C adalah matrik loading antara variabel laten dengan indikatornya berukuran txj, εε ii adalah vektor residual (jx1). Sedangkan persamaan pada model struktural dinyatakan seperti persamaan dibawah ini: γγ = BB γγ + ξξ () dimana B adalah matrik koefisien jalur (txt) yang menghubungkan sesama variabel laten dan ξξ ii adalah vektor residual (tx1) untuk γγ ii. GSCA mengintegrasikan ketiga persamaan tersebut diatas menjadi persamaan tunggal seperti berikut: zz γγ = CC BB γγ + εε ξξ II = CC WW BB WW zz i + εε ξξ (4) jika I adalah matriks indentitas, VV = [II, WW], AA = [CC, BB], ee i = εε ξξ VV zz = AA WW zz + ee ZZZZ = ZZZZZZ + EE (5) persamaan tersebut dikatakan sebagai model GSCA. Parameter GSCA yang tidak diketahui (V, W dan A) diestimasi sehingga nilai sum squares dari semua residual (E) sekecil mungkin untuk semua observasi. Hal ini sama dengan meminimumkan dengan least square optimization criterion f = trace((zzzz ZZZZZZ) (ZZZZ ZZZZZZ)) (6)

4 dengan memperhatikan V, W dan A. Komponen didalam ψ dan/atau τ dinormalisasi untuk tujuan identifikasi, misalnya γγ 1 γγ 1= 1 Metode Alternating Least Squares (ALS) adalah pendekatan umum untuk estimasi parameter yang melibatkan pengelompokkan parameter ke beberapa subset, dan kemudian mendapatkan kuadrat terkecil untuk salah satu subset parameter dengan asumsi bahwa semua parameter yang tersisa adalah kostan. Algoritma ALS yang digunakan dalam GSCA terdiri dari 2 step yaitu: A di update dengan V dan W fixed kemudian V dan W di update dengan A fixed. Algoritma yang digunakan untuk memperbaharui A yaitu: Step 1 : Inisialisasi V dan W Step 2 : Bentuk matrik Iτ Step : Bentuk matrik Ω Step 4 : Perbaharui matrik A dengan menggunakan estimasi least squares sebagai berikut: aa = (ΩΩ ΩΩ) 11 ΩΩ vec(ψψ) Step 5 : Bentuk matrik A baru dengan memasukkan nilai aa yang telah diperbaharui Algoritma yang digunakan untuk memperbaharui V dan W yaitu: Step 6 : Inisialisasi A dengan menggunakan A yang telah diperbaharui. Step 7 : Bentuk matrik S yang berisi parameter bobot yang akan diestimasi. Step 8 : Definisikan tiap kolom pada matrik S (sebanyak k kolom) tersebut berasal dari kolom mana saja pada matrik W (sebanyak q kolom) dan V (sebanyak p kolom). Step 9 : Definisikan ββ dan Δ Step 10 : Bentuk matrik β Z Step 11 : Bentuk matrik Π Step 12 : Estimasi s 1 dengan η 1 = (ΠΠ ΠΠ) 1 ΠΠ vec(zzzz) Step 1 : Perbaharui s 1 yang lama dengan s 1 yang baru, masukkan kedalam kolom pada matrik W dan/atau V yang sesuai dimana matrik W dan V yang telah diperbaharui ini digunakan untuk perbaharui s 2. Step 14 : Ulangi step 12 dan step 1 sebanyak K kali (K kolom). Step 15 : Didapatkan matrik W dan V baru Step 16 : Cek konvergen bila belum konvergen maka ulangi step 1. Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Y 1 = Persentase pengeluaran perkapita untuk non makanan 2. Y 2 = Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor non pertanian. Y = Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor formal. 4. Y 4 = Angka Melek Huruf (15-55 tahun) 5. Y 5 = Rata-rata lama sekolah 6. Y 6 = Persentase penduduk yang tamat SD/SLTP/SLTA/SLTA+ 7. Y 7 = Persentase penduduk miskin 8. Y 8 = Indeks kedalaman kemiskinan 9. Y 9 = Indeks keparahan kemiskinan 10. X 1 = Persentase balita yang proses kelahirannya ditolong oleh nakes. 11. X 2 = Angka harapan hidup

5 12. X = Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri/bersama. 1. X 4 = Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, terdapat hubungan langsung atau tidak langsung antar sesama variabel laten dan juga antara variabel laten dengan indikatornya seperti terlihat dalam diagram jalur pada model konseptual dibawah ini. X1 X2 X X4 Y1 Kualitas Kesehatan Kualitas Ekonomi Y2 Y Y8 Y9 Kemiskinan Kualitas SDM Y10 Y5 Y6 Y7 Gambar 1 Model Konseptual Penelitian Berdasarkan model diatas, dapat diajukan 5 hipotesa sebagai berikut: H1 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi H2 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM H : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan H4 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan H5 : Kualitas SDM berpengaruh terhadap kemiskinan Langkah-langkah analisis SEM dengan Generalized Stuctured Component Analysis adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan model berbasis konsep dan teori guna merancang model struktural dan model pengukuran. b. Membuat diagram jalur (diagram path) yang menjelaskan pola hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. c. Konversi diagram jalur ke dalam persamaan. d. Mengestimasi parameter, yang terdiri dari estimasi bobot, estimasi factor loading, estimasi koefisien jalur dan estimasi bootstrap standar error. 5

6 e. Menentukan koefisien parameter (standar error) dan nilai t statistik dengan menggunakan metode bootstrap. f. Menguji signifikansi parameter pada model pengukuran. g. Menguji signifikansi parameter pada model struktural. h. Menentukan overall goodness fit model. i. Membuat kesimpulan. Input data yang digunakan dalam penelitian ini adalah matrik X yang merupakan matrik data berukuran n x j dimana n merupakan banyaknya observasi (n=5) dan j merupakan banyaknya indikator yang digunakan (j=1). Selain input data, diperlukan pula inputan lain untuk menjalankan program SEM dengan GSCA yaitu matrik yang menunjukkan hubungan diantara variabel dan inputan ini digunakan sebagai nilai inisialisasi awal, yaitu matrik: V, W, B, Cdan n, dimana: V = merupakan gabungan matrik identitas dari indikator dengan matrik bobot antara seluruh indikator dengan seluruh variabel laten endogen. Bila ada hubungan antara indikator dengan variabel laten endogen, maka diberi nilai sembarang, bila tidak ada hubungan maka diberi nilai nol. Nilai bobot untuk indikator dengan variabel laten endogen harus sama dengan isian pada matrik W. W = matrik bobot yang menyatakan hubungan antara seluruh indikator dengan seluruh variabel laten, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila tidak ada hubungan diberi nilai 0. Matrik ini berukuran j x t B = matrik jalur yang menyatakan hubungan antara seluruh variabel laten dengan variebel laten endogen, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila tidak ada hubungan diberi nilai 0. C = matrik factor loadings yang menyatakan hubungan antara variabel laten dengan indikator refleksif, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila tidak ada hubungan diberi nilai 0. Matrik ini berukuran t x j. n = banyaknya resampling yang dilakukan untuk proses bootstrap. Model struktural yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: γγ = BB γγ + ξξ b γ γ 1 2 ξ1 = 0 b 0 0 γ 2 γ + ξ2 γ γ 4 b2 b4 b5 0 ξ γ 4 Model pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: zz = CC γγ + εε zεi = γ 1c i + i jika i 4 zεi = γ 2c i + i jika 5 i 7 zεi = γ c i + i jika 8 i 10 zεi = γ 4c i + i jika 11 i 1 dimana i= banyaknya variabel indikator. ekivalen dengan persamaan dalam matrik sebagai berikut:

7 z c c z2 z c z4 c z 0 c z6 0 c c7 0 0 γ2 z 7 = γ z8 0 0 c c9 0 γ4 z 9 z 0 0 c z c11 z c z c1. Hasil dan Pembahasan γ ε1 ε2 ε ε4 ε 5 ε6 + ε 7 ε8 ε 9 ε10 ε11 ε 12 ε1 Berdasarkan tabel 1 dibawah terlihat bahwa semua indikator variabel laten memberikan nilai convergent validity (dilihat dari nilai estimasi loading) yang baik yaitu diatas 0,67 dan signifikan secara statistik. Demikian pula nilai AVE diatas 0.65 yang menunjukkan rata-rata varians dari indikator yang dapat dijelaskan oleh variabel latennya ada diatas 65%. Sedangkan akar kuadrat dari AVE secara berturut-turut adalah 0.806, 0.828, 0.859, 0.969, dimana nilai tersebut lebih besar daripada nilai korelasi antara variabel laten dengan variabel laten lainnya, hal ini menunjukkan bahwa model memiliki discriminant validity yang baik. Nilai composit reliability dapat dilihat dengan ρc yang bernilai diatas Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk variabel latennya. Tabel 1 Estimasi Parameter Pada Model Pengukuran Variabel Weight Loading SE T statistik K. Kesehatan AVE = 0.65 ρρρρ = 0.88 X * X * X * X * K. Ekonomi AVE = 0.69 ρρρρ =

8 Y * Y * Y * K. SDM AVE = 0.74 ρρρρ = 0.89 Y * Y * Y * Kemiskinan AVE = 0.94 ρρρρ = 0.98 Y * Y * Y * T statistik* = significant at.05 level (1.96) Berdasarkan tabel 2 dibawah ini terlihat bahwa tidak semua koefisien jalur signifikan secara statistik, koefisien jalur antara kualitas SDM dan kemiskinan tidak signifikan secara statistik dan nilai koefisien parameternya sangat kecil (0.25) sehingga jalur antara kualitas SDM dengan kemiskinan dihilangkan dari model. Model yang baru (model 2) didapatkan dengan menghilangkan jalur yang tidak signifikan secara statistik, dan kemudian dilakukan proses estimasi dan evaluasi untuk model pengukuran kembali. Tabel 2 Estimasi Parameter Pada Model Struktural Koefisien Jalur SE CR K. Kesehatan -> K. Ekonomi * K. Kesehatan -> Kemiskinan * K. Ekonomi -> K. SDM * K. Ekonomi -> Kemiskinan * K. SDM -> Kemiskinan T statistik* = significant at.05 level(1.96) Evaluasi untuk model pengukuran baru (model 2) tidak terdapat banyak perubahan dan untuk evaluasi model struktural terlihat bahwa semua koefisien jalur telah signifikan secara statistik. Evaluasi model struktural untuk model 2 terlihat seperti pada tabel dibawah ini. Koefisien jalur dari kualitas kesehatan ke kualitas ekonomi sebesar 0.56 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas kesehatan berpengaruh positif terhadap kualitas ekonomi atau semakin tinggi kualitas kesehatan maka kualitas ekonomi juga semakin baik, demikian pula cara menganalisa koefisien jalur untuk kualitas ekonomi dengan kualitas SDM. Koefisien jalur dari kualitas kesehatan ke kemiskinan sebesar -0.9 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas kesehatan berpengaruh negatif terhadap ekonomi atau semakin tinggi kualitas kesehatan maka kemiskinan rendah. Terlihat pula bahwa semakin tinggi kualitas ekonomi maka kemiskinan rendah.

9 Tabel Estimasi Parameter Pada Model Struktural Model 2 Koefisien Jalur SE CR K.Kesehatan -> K. Ekonomi * K. Kesehatan -> Kemiskinan * k. Ekonomi -> K. SDM * K. Ekonomi -> kemiskinan * T statistik* = significant at.05 level(1.96) Tabel 4 Evaluasi Model Fit pada Model 2 Ukuran Model Fit Target Tingkat Kecocokan Hasil Estimasi Tingkat Kecocokan Model FIT FIT Baik (good fit) AFIT AFIT Baik (good fit) Evaluasi model secara keseluruhan untuk model baru (model 2) dapat dilihat dari pengujian model fit nya seperti ditunjukkan oleh tabel 4 diatas, dimana pada penelitian ini digunakan FIT dan AFIT. Terlihat bahwa nilai FIT dan AFIT diatas 0.68 yang menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan sekitar 68% variasi dari data. Tingkat kecocokan model yang dihasilkan adalah terdapat 2 ukuran yang mengatakan bahwa model baik sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan baik. Pada model ini terdapat sebanyak 0 parameter yang diestimasi. Berdasarkan hasil factor score dari masing-masing variabel laten, didapatkan bahwa terdapat 17 Kabupaten yang memiliki kualitas kesehatan dibawah rata-rata yaitu: Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Grobogan, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes. Lima Kabupaten yang terendah kualitas kesehatannya yaitu: Brebes, Purbolinggo, Batang, Pemalang dan Banjarnegara. Hanya terdapat 1 Kabupaten/Kota yang memiliki kualitas ekonomi diatas rata-rata yang terdiri dari 7 Kabupaten (Banyumas, Klaten, Sukoharjo, Kudus, Jepara, Pekalongan dan Tegal) dan 6 Kota (Magelang, Surakarta, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal). Lima Kabupaten yang terendah kualitas ekonominya yaitu: Wonosobo, Temanggung, Grobogan, Wonogiri dan Banjarnegara. Terdapat 20 Kabupaten/Kota yang memiliki kualitas sumber daya manusia dibawah rata-rata yang terdiri dari 1 Kota yaitu Semarang dan 19 Kabupaten (Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, Pati, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pemalang, Tegal dan Brebes). Lima Kabupaten yang terendah kualitas SDM nya adalah Tegal, Batang, Cilacap, Banjarnegara dan Brebes. Factor score dari variabel laten kemiskinan memperlihatkan bahwa terdapat 17 Kabupeten yang memiliki kemiskinan diatas rata-rata yaitu Cilacap, Banyumas, Purbolinggo, 9

10 Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo,Klaten, Wonogori, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Demak, Pekalongan, Pemalang dan Brebes). Lima Kabupeten tertinggi kemiskinannya adalah Brebes, Purbolinggo, Rembang, Kebumen dan Wonosobo. Kabupaten Sukoharjo dan Kudus, Kota Magelang, Surakarta, Salatiga, Pekalongan dan Tegal memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang tinggi dan kemiskinan yang rendah. Kabupaten Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan Brebes memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang tinggi. Model persamaan struktural yang didapatkan dari model 2 adalah sebagai berikut: K. Kesehatan K.Ekonomi ξ1 K.Ekonomi K.SDM = ξ 2 K.SDM + Kemiskinan ξ Kemiskinan sedangkan model persamaan pengukuran yang didapatkan dari model 2 adalah sebagai berikut: X ε1 X ε 2 X ε X ε4 Y ε 5 K. Kesehatan Y ε 6 K. Ekonomi Y = K. SDM + ε7 Y ε8 Y Kemiskinan ε 9 Y ε10 Y ε11 Y ε 12 Y ε1 4. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah program SEM-GSCA untuk model rekursif dan variabel laten dengan indikator reflektif dapat dibuat dengan software open source yaitu Octave, dengan inputan adalah matriks V, W, C dan B serta n. Output yang dihasilkan adalah estimasi bobot, estimasi koefisien loading, estimasi koefisien jalur, estimasi standard error, factor score dari variabel laten serta overall goodnessfit model.

11 Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan, dan kualitas SDM tidak berpengaruh terhadap kemiskinan. Semakin tinggi kualitas kesehatan penduduk di suatu Kabupaten/Kota pada Provinsi Jawa Tengah berpengaruh terhadap tinggi nya kualitas ekonomi penduduknya, dan rendahnya kemiskinan pada Kabupaten/Kota tersebut. Semakin tinggi kualitas ekonomi penduduknya, maka semakin tinggi kualitas SDM penduduk pada Kabupaten/Kota tertentu. Model konseptual yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan merupakan model yang baik berdasarkan nilai FIT dan AFIT yang diatas Model baru ini didapat dengan menghilangkan koefisien jalur antara kualitas SDM dengan kemiskinan. Berdasarkan factor score yang didapatkan untuk variabel laten, terlihat bahwa lima Kabupaten yang terendah kualitas kesehatannya yaitu: Brebes, Purbolinggo, Batang, Pemalang dan Banjarnegara. Lima Kabupaten yang terendah kualitas ekonominya yaitu: Wonosobo, Temanggung, Grobogan, Wonogiri dan Banjarnegara. Lima Kabupaten yang terendah kualitas SDM nya adalah Tegal, Batang, Cilacap, Banjarnegara dan Brebes. Lima Kabupeten tertinggi kemiskinannya adalah Brebes, Purbolinggo, Rembang, Kebumen dan Wonosobo. Kabupaten Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan Brebes memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang tinggi. Daftar Pustaka [1] Hwang, H. & Takane, Y., 2004, Generalized Structured Component Analysis, Psychometrika vol 69, pp [2] Wold, H.,1985, Partial Least Square, In S Kotz & N.L.Johnson(Eds). Encyclopedia of Statistical Sciences K, Wiley. New York, vol 8, pp [] Word Development Report., 2008, Attacking Poverty, WDR. [4] Bappenas, 2010, Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia 2010, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta. [5] Suryawati, C., 2005, Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional, JMPK, Jakarta.vol 08/0. [6] Hwang, H., 2009, Regularized Generalized Structured Component Analysis, Psychometrika, vol 74, pp

PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA)

PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) IndoMS Journal on Statistics Vol. 1, No. 2 (2013), Page 49-59 PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) Dewi Fenty Ekasari 1, Sony Sunaryo 2 1,2 Institut Teknologi Surabaya

Lebih terperinci

PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA)

PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) (Studi Kasus Penentuan Struktur Model Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) Oleh: Dewi Fenty Ekasari NRP. 1310 201 708

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena melibatkan sejumlah variable bebas (independent variable) dan variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena melibatkan sejumlah variable bebas (independent variable) dan variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Structural Equation Modeling (SEM) Structural Equation Modeling (SEM) merupakan teknik dengan kombinasi dari analisis jalur (path) dan analisis regresi yang memungkinkan peneliti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA)

ANALISIS DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.2, Mei 2013, 54-58 ISSN: 2303-1751 ANALISIS DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) PUTU NOPITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kabupaten atau kota sejumlah 35 kabupaten dan kota (BPS,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang BAB III PEMBAHASAN Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Asumsi-asumsi dalam analisis cluster yaitu sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

MAMMOGRAPHY SCREENING PADA KANKER PAYUDARA DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS

MAMMOGRAPHY SCREENING PADA KANKER PAYUDARA DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS MAMMOGRAPHY SCREENING PADA KANKER PAYUDARA DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS Indah Manfaati Nur Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn : Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENGELOMPOKAN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT KABUPATEN/KOTA DAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

MAMMOGRAPHY SCREENING PADA KANKER PAYUDARA DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS

MAMMOGRAPHY SCREENING PADA KANKER PAYUDARA DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS MAMMOGRAPHY SCREENING PADA KANKER PAYUDARA DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS Indah Manfaati Nur Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang kemiskinan ini hanya terbatas pada kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011. Variabel yang digunakan dalam menganalisis

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

Approach Generalized Structured Component Analysis (GSCA) Method for Structural Equation Modeling Unidimensional

Approach Generalized Structured Component Analysis (GSCA) Method for Structural Equation Modeling Unidimensional Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 94 Approach Generalized Structured Component Analysis (GSCA) Method for Structural Equation Modeling Unidimensional Nawal Ika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Hasil Penelitian Responden dalam penelitian ini yaitu mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara. Penyebaran kuesioner dilakukan menggunakan penyebaran secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan perilaku yang digambarkan dalam TAM menunjukkan secara tidak

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan perilaku yang digambarkan dalam TAM menunjukkan secara tidak 65 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Kerangka Teori Berdasarkan landasan teori pada Bab II, dapat diketahui bahwa TAM berfokus pada sikap penerimaan terhadap pengguna teknologi informasi, dimana pengguna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH 1 Diah Safitri, 2 Rita Rahmawati, 3 Onny Kartika Hitasari 1,2,3 Departemen Statistika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ZAENUDIN ZUHRI J2E

SKRIPSI. Oleh : ZAENUDIN ZUHRI J2E ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN, KUALITAS PRODUK DAN NILAI PELANGGAN TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS NASABAH BANK SYARIAH DENGAN METODE GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (Survei Nasabah PT.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu sifat-sifat, ciri-ciri, atau hal-hal yang dimiliki oleh suatu elemen. Sedangkan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu sifat-sifat, ciri-ciri, atau hal-hal yang dimiliki oleh suatu elemen. Sedangkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen beserta karakteristiknya yang menjadi objek penyelidikan atau penelitian secara menyeluruh. Karakteristik

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan struktur ekonomi dan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejaheraan penduduk atau masyarakat. Kemiskinan,

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. UJI Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi imi terjadi heterokedastisitas atau tidak, untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian

Lampiran 1. Data Penelitian Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelan g Lampiran 1. Data Penelitian Kab / Kota Tahun Kemiskinan UMK TPT AMH LnUMK (%) (Rb Rp) (%) (%) 2010 18.11 698333 13.4565 9.75

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

Pengembangan Indikator Rumah Tangga Miskin Provinsi Jawa Timur Menggunakan Structural Equation Modelling Bootstrap Aggregating (SEM BAGGING)

Pengembangan Indikator Rumah Tangga Miskin Provinsi Jawa Timur Menggunakan Structural Equation Modelling Bootstrap Aggregating (SEM BAGGING) JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-89 Pengembangan Indikator Rumah Tangga Miskin Provinsi Jawa Timur Menggunakan Structural Equation Modelling Bootstrap Aggregating

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Gambar 3.1 Tahapan Penelitian. 3.2 Tahap Pendahuluan Pada tahap ini hal yag dilakukan terdiri atas 3 tahapan, yaitu melakukan studi literatur, melakukan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi, karena dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Metode eksplanasi

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah rektor dan pimpinan di beberapa Universitas swasta di kota Dili-Timor Leste. Dalam penelitian ini, dipilih 4 dari 8

Lebih terperinci

Jurnal Jilid 6, No. 2, 2016, Hal ISSN

Jurnal Jilid 6, No. 2, 2016, Hal ISSN Jurnal LOG!K@, Jilid 6, No. 2, 2016, Hal. 112-130 ISSN 1978 8568 HUBUNGAN PROFESIONALISME, MOTIVASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIFATIF TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE GENERALIZED

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh persepsi atas suatu harga (price

Lebih terperinci

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang 1 Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang Renanthera Puspita Ningrum, danbambang Widjanarko Otok Jurusan Statistika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

PEMODELAN KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DENGAN STRUCTURAL EQUATION MODELING-PARTIAL LEAST SQUARE

PEMODELAN KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DENGAN STRUCTURAL EQUATION MODELING-PARTIAL LEAST SQUARE PEMODELAN KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DENGAN STRUCTURAL EQUATION MODELING-PARTIAL LEAST SQUARE 1 Gangga Anuraga dan 2 Bambang Widjanarko Otok 1,2 Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab. BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat ditentukan menggunakan indeks Williamson yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahap Awal. Tahap Analisis Variabel - variabel Penerimaan SAP. (Model UTAUT)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahap Awal. Tahap Analisis Variabel - variabel Penerimaan SAP. (Model UTAUT) BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada sub bab ini menjelaskan tentang tahapan yang dilakukan dari proses awal sampai akhir dalam penelitian. Secara singkat tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian hipotesisinya yang meliputi uji serempak (ujif), uji signifikansi paramerer individual (uji T), dan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan menggunakan survey crossectional. Penelitian ini menjelaskan hubungan antar variabel independen dengan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015) APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 015) Rezzy Eko Caraka 1 (1) Statistics Center Undip, Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan Model prediksi variabel makro untuk mengetahui kerentanan daerah di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan dengan terlebih dahulu mencari metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2013 yang seluruh data keuangannya telah di terbitkan dan dilaporkan kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepuasan pelanggan berbelanja di Tokopedia. Proses penelitian akan

BAB III METODE PENELITIAN. kepuasan pelanggan berbelanja di Tokopedia. Proses penelitian akan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini tentang pengaruh keamanan dan kemudahan terhadap kepuasan pelanggan berbelanja di Tokopedia. Proses penelitian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian Berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci