PEMBERIAN ANTI RETRO VIRAL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI HIV DARI IBU KE BAYI. dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG (K)
|
|
- Harjanti Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMBERIAN ANTI RETRO VIRAL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI HIV DARI IBU KE BAYI dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG (K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR 2012
2 AIDS. 1 Angka kejadian HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat dan telah terjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN Virus HIV ialah RNA virus yang termasuk lentivirus famili retrovirus, menyerang komponen sistem imun manusia, yakni sel CD4, makrofag, dan sel langerhans. Infeksi dari virus ini akan menyebabkan kadar sel CD4 semakin lama semakin menurun melalui mekanisme tertentu. Pada saat kadar CD4 mencapai kadar kurang dari 200 sel/mm³, maka terjadilah kegagalan fungsi dari sistem imun sebagai proteksi, yang pada akhirnya akan membuat tubuh lebih mudah terserang infeksi oportunistik dan keganasan, keadaan inilah yang disebut dengan gunung es, jumlah penderita yang ada lebih banyak daripada yang dilaporkan. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan pelaporan jumlah penderita HIV/AIDS antara Badan Intel CIA Amerika Serikat dengan Ditjen PPM & PL Depkes RI. Menurut Badan Intel CIA Amerika Serikat, di Indonesia, jumlah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pada tahun 2007 adalah sebesar kasus yang menduduki peringkat ke-25 di dunia dengan angka kematian dilaporkan sebanyak kasus yang merupakan peringkat ke-36 di dunia. Sedangkan dari data yang didapatkan pada Ditjen PPM & PL Depkes RI, angka kematian oleh karena AIDS dari tahun 1987 sampai dengan tahun 2009 adalah 3806 kasus. Menurut pelaporan dari WHO secara global, HIV merupakan penyebab kematian terbanyak pada wanita golongan usia reproduktif. Proporsi penderita HIV antara wanita dan pria adalah 1:1. Pada tahun 2008 didapatkan 15,7 juta wanita yang terinfeksi HIV sedangkan sebanyak 2,1 juta anak-anak berusia kurang dari 15 tahun telah terinfeksi HIV. Penularan HIV sendiri dapat melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan genital (sperma dan lendir vagina), darah, dan transmisi dari ibu ke bayi. 2 Penyebab dari infeksi HIV pada anak adalah 90% berasal dari penularan dari ibu sedangkan 10 % sisanya berasal dari proses tranfusi darah. Pada saat ini, target global dari WHO di bidang HIV adalah eliminasi dari penularan infeksi baru HIV pada anak dan mempertahankan keselamatan ibu pada tahun Dengan adanya target global dari WHO ini maka WHO memberikan program dan revisi- revisi baru dalam penanggulangan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi. 2,3 1
3 Di Indonesia, lebih dari wanita usia subur telah terinfeksi HIV dan lebih dari wanita terinfeksi HIV hamil setiap tahunnya. 2 Propinisi Bali merupakan propinsi dengan prevalensi AIDS terbanyak ke-dua sampai dengan bulan Agustus Jumlah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Bali sebesar kasus dan angka kelahiran sebesar 2,5 % setiap tahunnya sehingga kurang lebih bayi akan tertular HIV dari ibunya. Resiko transmisi penularan HIV dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya adalah sebesar 20-45%. 2,4 Transmisi maternal paling besar terjadi pada masa perinatal. Pada penelitian yang dilakukan di Rwanda dan Zaire, proporsi dari penularan ibu yang terinfeksi kepada bayinya adalah 23-30% pada masa kehamilan, 50-65% pada saat melahirkan, dan 12-20% pada saat ibu menyusui bayinya. 4 Akan tetapi angka transmisi ini dapat diturunkan sampai dengan kurang dari 5% dengan upaya-upaya intervensi dari PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission). Intervensi yang dilakukan dari PMTCT ada 4 konsep dasar, yaitu mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif, menurunkan viral load dari ibu hamil yang terinfeksi HIV, meminimalkan paparan janin terhadap darah dan cairan tubuh ibu, serta optimalisasi kesehatan ibu dengan HIV positif. 2,3 Salah satu upaya intervensi pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi adalah pemberian terapi ARV (Anti Retro Viral). Pemberian terapi ARV ini sendiri memiliki tujuan untuk memaksimalkan penekanan replikasi virus menurunkan hambatan penurunan daya tahan tubuh, serta meningkatkan kembali fungsi daya tahan tubuh. Jumlah virus HIV didalam tubuh menggambarkan potensi penularan, semakin tinggi jumlah virus maka semakin tinggi pula potensi penularan, yang digambarkan dengan Viral Load. 5 Potensi penularan HIV dari ibu ke bayi pada ibu dengan viral load kurang dari 1000 kopi/ml adalah 0%, pada viral load antara 1000 sampai dengan kopi/ml adalah 16,6%, pada viral load antara sampai dengan kopi/ml adalah 21,3%, pada viral load antara sampai dengan kopi/ml adalah 30,1% sedangkan pada viral load diatas kopi/ml adalah sebesar 40,6%. Dengan pemberian ARV, viral load didalam tubuh dapat ditekan sehingga angka penularan juga akan rendah. 4 Saat ini di Indonesia, PMTCT sendiri merupakan program prioritas dari Strategi Nasional Penanggulanan AIDS sejak tahun Berbagai upaya telah dilakukan untuk program ini dengan mengacu pada program WHO. Rumah sakit di daerah-daerah juga telah memberikan pelayanan PMTCT yang holistik mulai dari pelayanan VCT (Voluntary Counseling and Testing), 2
4 ANC (Ante Natal Care), pemberian ARV baik pada ibu hamil maupun bayi, perawatan dan dukungan sosial bagi ibu dan bayinya, cara menyusui dan sebagainya. Diharapkan dengan berjalannya program ini, tujuan PMTCT sendiri dapat terwujud yaitu transmisi HIV dari ibu ke bayi dapat ditekan bahkan dihilangkan sama sekali serta dampak akhir epidemi HIV berupa berkurangnya poduktifitas dan peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh ODHA dan masyarakat Indonesia di masa mendatang karena morbiditas dan mortalitas terhadap ibu dan bayi dapat dikurangi. 2 3
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS merupakan suatu sindroma yang disebabkan oleh infeksi virus HIV, ditandai dengan terjadinya suatu immunosupresi yang pada akhirnya menyebabkan rentannya tubuh terhadap infeksi opurtunistik, keganasan, wasting syndrome, dan degenerasi sistem saraf pusat. Sampai dengan saat ini dikenal dua tipe virus HIV, yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Virus HIV yang pertama kali diidentifkasi oleh Luc Montainer di Institut Pasteur, Paris tahun 1983 dan diketahui karakteristiknya secara sepenuhnya oleh Robert Gallo dan Jay Levy, peneliti di Amerika Serikat pada tahun Sedangkan virus HIV-2 diisolasi dari pasien di Afrika Barat pada tahun HIV adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasar strukturnya, HIV termasuk famili retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases). Secara morfologik HIV berbentuk bulat dan terdiri atas bagian inti (core) dan selubung (envelope). Inti dari virus terdiri atas suatu protein sedangkan selubungnya terdiri atas suatu glikoprotein. Protein dari inti terdiri atas genom RNA dan suatu enzim yang dapat mengubah RNA menjadi DNA pada waktu replikasi virus yang disebut dengan enzim reverse transcriptase. Genom virus pada dasarnya terdiri atas gen, bertugas memberikan kode baik bagi pembentukan protein inti, enzim reverse transcriptase, maupun glikoprotein dari selubung. Sedangkan selubung yang terdiri atas glikoprotein, ternyata memiliki peran yang penting dalam terjadinya infeksi oleh karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap resptor spesifik CD4 dari sel host. Melalui mikroskop elektron, dapat terlihat bahwa HIV memiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama envelope virus gp 120 di sebelah luar dan gp 41 yang terletak pada transmembran. 1,2,3 4
6 Gambar 2.1. Morfologi Virus HIV Patofisiologi infeksi HIV HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai macam cara yaitu secara vertikal, horizontal, dan transeksual. HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang menembus pembuluh darah maupun tidak langsung melalui kulit atau mukosa yang tidak intak. Begitu memasuki sirkulasi sistemik, Virus HIV dapat dideteksi di dalam darah dalam waktu 4-11 hari sejak paparan pertama. Selama di dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut. Keadaan ini disebut sindroma retroviral akut, dimana terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral-load. Viralload akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan selanjutnya akan menurun sampai titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, Viral-load akan kemudian meningkat perlahan dan CD4 akan menurun. 4 Pada fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Berbagai sel dapat menjadi sel target dari HIV yaitu CD4, makrofag, dan sel dendritik, akan tetapi HIV virion (virus-virus baru) cenderung menyerang limfosit T. Jumlah limfosit T tersebut penting untuk menentukan progresivitas dari penyakit. HIV cenderung memilih target limfosit T karena pada permukaan limfosit T terdapat reseptor CD4 yang merupakan pasangan ideal bagi gp 120 pada permukaan envelope dari HIV. Meskipun telah terjadi kompleks gp 120 dan reseptor CD4, virus HIV ini masih belum dapat masuk ke dalam limfosit T melalui proses internalisasi karena proses ini membutuhkan peran dari co-receptor CCR5 dan CXCR4 yang juga berada di permukaan limfosit T. Peran dari CCR5 dan CXCR4 memperkuat stabilitas dan intensitas ikatan gp 120 dan 5
7 CD4 pada regio V terutama V3. Semakin kuat dan meningkatnya intensitas ikatan tersebut akan diikuti oleh proses interaksi lebih lanjut yaitu terjadi fusi membran HIV dengan membran sel target atas peran gp 41. Dengan peran gp 41 transmembran, maka permukaan luar dari HIV terjadi fusi dengan membran plasma CD4. Sedangkan inti HIV selanjutnya masuk ke dalam limfosit T sambil membawa enzim reverse transcriptase. Begitu memasuki sitoplasma CD4 yang terinfeksi, bagian inti HIV yaitu RNA (single stranded RNA) akan berusaha menyesuaikan dengan konfigurasi double-stranded DNA dengan bantuan enzim reverse-transcriptase yang telah dipersiapkan tersebut. Selanjutnya terjadi penyatuan virion dengan DNA polimerase, terbentuklah cdna atau proviral DNA. Begitu terbentuk proviral DNA, proses berikutnya adaalah upaya memasuki ke dalam inti limfosit T, menyatu dengan kromosom sel host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi. Kondisi ini disebut dengan keadaan laten dan untuk mengaktifkan provirus ini diperlukan aktivasi dari sel host. Bila sel host ini teraktivasi oleh induktor seperti antigen, sitokin, atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor κb (NF-κB) sehingga menjadi aktif dan berikatan pada 5 LTR (Long Terminal Repeats) yang mengapit gen-gen tersebut. LTR berisi berbagai elemen pengatur yang terlibat pada ekspresi gen, NF-κB menginduksi replikasi DNA. Induktor NF-κB sehingga cepat memicu replikasi HIV adalah intervensi mikroorganisme lain. Mikroorganisme lain yang memicu infeksi sekunder dan mempengaruhi jalannya replikasi adalah bakteri, jamur, virus, maupun protozoa. Dari keempat golongan mikroorganisme tersebut, yang paling berpengaruh terhadap percepatan replikasi HIV adalah virus non-hiv, terutama adalah virus DNA. 1,4 Enzim polimerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA secara struktur berfungsi sebagai RNA genomik dan mrna. RNA keluar dari nukleus, mrna mengalami translasi menghasilkan polipeptida, yang akan bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru. Inti beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk tonjolan pada permukaan sel host, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan enzim yang fungsional. Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host, sehingga terbentuk virus baru yang lengkap dan matang. Virus yang sudah lengkap ini keluar dari sel, akan menginfeksi sel target yang berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi hingga mencapai virus baru. 1 6
8 Secara perlahan tetapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah CD4 melalui beberapa mekanisme, sebagai berikut : 1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus yang tidak berintegrasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis makro molekul. 2. Syncytia formation yaitu terjadinya fusi antar membran sel yang terinfeksi HIV dengan CD4 yang tidak terinfeksi. 3. Respons imun humoral dan selular terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respon ini bisa menyebabkan disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya (innocent-bystander). 4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi. 5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Pengikatan antara gp 120 di regio V3 dengan reseptor CD4 limfosit T merupakan sinyal pertama untuk menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis. 6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp 70, sehingga fungsi sitoprotektif, pengaturan irama, dan waktu folding protein terganggu, terjadi misfolding dan denaturasi protein, jejas, dan kematian sel. Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah CD4 secara dramatis dari normal yang berkisar /mm³ menjadi 200/mm³ atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya. 1,2,4 7
9 Gambar 2.2 Perjalanan Penyakit HIV HIV pada kehamilan Prevalensi HIV pada wanita di Indonesia hanya 16%, tetapi karena mayoritas ODHA berusia reproduksi aktif, maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan terus meningkat. Peningkatan jumlah kehamilan dengan HIV positif ini juga akan meningkatkan angka infeksi HIV baru pada anak jika tidak diberikan penanganan dan pencegahan yang tepat. 2,3 Di Indonesia, lebih dari wanita dengan HIV positif hamil setiap tahunnya dan lebih dari 30% diantaranya akan melahirkan bayi yang akan tertular oleh HIV. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara dengan angka HIV pada bayi yang tinggi Penegakan diagnosis HIV Skrining HIV sebaiknya dilakukan pada kelompok risiko tinggi, yaitu golongan individu yang memiliki potensi tinggi untuk menularkan dan tertular HIV. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah : 8
10 1. Wanita atau pria pekerja seksual dan pasangannya. 2. Pengguna narkotika suntik dan pasangannya 3. Penerima tranfusi darah dan transplantasi organ 4. Bayi yang lahir dari wanita terinfeksi HIV Pada golongan risiko tinggi yang dilakukan skrining, harus dilakukan konseling terlebih dahulu. 2 Setelah diberikan konseling, pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mendeteksi infeksi virus HIV adalah dengan menggunakan Rapid Test. Metode ini dapat mendeteksi antibodi HIV dalam waktu kurang dari 1 jam dengan sensitivitas dan spesifitas yang sama dengan metode pemeriksaan ELISA. Setelah hasil rapid test ini positif maka harus dikonfirmasi ulang dengan pemeriksaan western blot atau immunofluorescence assay. Akan tetapi jika hasil rapid test negative maka tidak perlu dilakukan konfirmasi. 6 Setelah wanita hamil terdiagnosa dengan HIV positif maka ada beberapa langkah pemeriksaan yang harus dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan terapi yang diberikan dan sebagai pengawasan keberhasilan terapi serta pemantauan keadaan penderita. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah : 6 Pemeriksaan darah dan urin rutin. Pemeriksaan viral load dan CD4. Pemeriksaan fungsi liver. Skrining terhadap infeksi Hepatitis B & C, Herpes Simpleks Virus, Cytomegalo virus. Foto Thorak. Pemeriksaan terhadap kemumgkinan infeksi Tuberculosis. Evaluasi perlunya diberikan vaksin pneumococcus, hepatitis B, serta influenza. USG perkembangan janin Pengaruh HIV terhadap kehamilan Pengaruh HIV terhadap kehamilan bervariasi, tergantung dari stadium klinis dari HIV itu sendiri. Stadium HIV yang berat akan mempengaruhi hasil akhir dari kehamilan. Beberapa penelitian menyebutkan adanya peningkatan insidens dari terjadinya : 7,8 Abortus Kelahiran preterm 9
11 Kematian janin dalam rahim Janin lahir dengan berat badan lahir rendah, Serta peningkatan angka kematian perinatal. Sebuah studi mengatakan bahwa kejadian kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan infeksi HIV dibandingkan yang tidak terinfeksi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena keadaan penderita HIV yang banyak dalam keadaan status gizi kurang dan menderita anemia. Kejadian kelahiran prematur berhubungan dengan rendahnya kadar CD4 dan tingginya viral load Pengaruh kehamilan terhadap HIV Pengaruh kehamilan terhadap HIV masih merupakan suatu kontroversi dimana beberapa studi mengatakan berpengaruh, sedangkan yang lain mengatakan tidak berpengaruh. Menurut beberapa literatur, kehamilan tidak berpengaruh terhadap progresivitas dari infeksi HIV. Penurunan kadar CD4 yang terjadi pada wanita hamil yang terinfeksi HIV disebabkan oleh karena bertambahnya volume cairan tubuh selama kehamilan, di samping itu kadar HIV stabil dan tidak mempengaruhi risiko kematian atau perkembangan menjadi AIDS. 9,10 Namun literatur lain mengatakan bahwa terjadi penurunan imunitas tubuh yang signifikan sehingga mengakibatkan angka mortalitas dan morbiditas wanita hamil yang terinfeksi HIV menjadi meningkat Stadium klinis dan immunologis HIV pada kehamilan Stadium klinis HIV pada kehamilan adalah sama dengan stadium klinis pada orang dewasa yang terinfeksi HIV. Tabel 2.1 Klasifiksi klinis infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO. 12 Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas I Asimptomatik Limfadenopti generalisata Asimptomatik, aktivitas normal 10
12 II III IV Berat badan menurun < 10% Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren, khilitis angularis Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir ISPA seperti sinusitis bakterialis Berat badan menurun > 10% Diare kronis > 1 bulan Demam berkepanjangan > 1 bulan Kandidiasis orofaringeal Oral hairy leukoplakia TB paru dalam tahun terakhir Infeksi bakterial berat seperti pneumonia, piomiositis HIV wasting syndrome seperti yang didefinisikan CDC Pneumonia Pneumocytis carinii Toksoplasmosis otak Diare kriptoporidiosis > 1 bulan Kriptokokosis ekstrapulmonal Retinitis virus cytomegalo Herpes simpleks mukokutan Simptomatik, aktivitas normal Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur < 50% Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur > 50% 11
13 > 1 bulan Leukoensepalopati multifokal progresif Mikosis diseminata seperti histoplasmosis Kandidiasis di esofagus, trakea, bronkus, dan paru Mikobakteriosis atipikal diseminata Septisemia salmonelosis non tifoid Tuberkulosis di luar paru Limfoma Sarkoma kaposi Ensefalopati HIV Keterangan : o HIV wasting syndrome: berat badan turun > 10% ditambah diare kronik > 1 bulan atau demam > 1 bulan yang tidak disebabkan penyakit lain. o Ensefalopati HIV: gangguan kognitif dan atau disfungsi motorik yang menganggu aktivitas hidup sehari hari dan bertambah buruk dalam beberapa minggu atau bulan yang tidak disertai penyakit lain selain HIV. Status Immunologis penderita HIV berdasarkan dari jumlah CD4 menurut WHO Tabel 2.2 Status Immunologis penderita HIV pada orang dewasa menurut WHO. 12 Kategori status Jumlah CD4 imunologi Tidak Signifikan 500/mm 3 12
14 Mild /mm 3 Advanced /mm 3 Severe 200/mm Pengawasan kehamilan dengan HIV Pengawasan kehamilan dengan HIV dilakukan sama dengan kehamilan biasa akan tetapi ditambah lagi dengan perlakuan-perlakuan yang khusus mengingat dampak HIV pada kehamilan dan sebaliknya. Secara khusus pada pengawasan kehamilan dengan HIV adalah penekanan terhadap upaya pencegahan penularan infeksi HIV pada janin yang dikandung. Pengawasan tersebut antara lain : 3,11,13 1. ANC teratur 2. Pemberian ARV 3. Perencanaan persalinan dengan tindakan seksio sesarea 4. Pengawasan terhadap tumbuh kembang janin 5. Pengawasan terhadap kesehatan ibu 6. Pemberian dukungan moral 7. Persiapan terhadap terapi ARV yang akan diberikan kepada bayi setelah lahir 8. Edukasi mengenai pemberian ASI 9. Edukasi mengenai perencanaan kontrasepsi dan kehamilan berikutnya Penularan Infeksi HIV dari ibu ke bayi. Infeksi virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa macam cara, yaitu : 13,14 1. Transmisi melalui hubungan seksual 2. Transmisi melalui darah 3. Transmisi vertikal, dari ibu kepada bayi Di Amerika, kejadian transmisi vertikal ini bila tidak diberikan interfensi apapun adalah sebesar 16-30% sedangkan di Asia Tenggara dilaporkan angka kejadiaannya sebanyak 13-48%. 15 Penularan infeksi virus HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi pada waktu kehamilan, proses persalinan, serta postpartum pada saat ibu menyusui. Penularan yang terbanyak terjadi pada saat intrpartum. 15,16 Pada studi yang dilakukan di Rwanda dan Zaire, proporsi relative penularan HIV 13
15 dari ibu ke bayi pada saat kehamilan 23-30%, pada saat proses persalianan 50-65%, sedangkan post partum pada saat menyusui adalah 12-20%. 4 Kejadian transmisi yang tinggi pada saat persalinan disebabkan oleh karena lamanya bayi terpapar oleh cairan dan darah ibu pada saat proses persalinan Faktor- faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke bayi Banyak faktor yang mempengaruhi penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi, secara umum, penularan HIV dari ibu ke bayi terkait dengan daya tahan tubuh dan virulensi kuman, dapat dibagi 3, yaitu : 14,16,17 Faktor risiko selama kehamilan : o Ibu yang baru saja terinfeksi HIV, sehingga jumlah virus masih tinggi. o Adanya infeksi menular seksual pada saat kehamilan o Adanya chorioamnionitis o Adanya defisiensi vitamin A yang berat, menurunkan jumlah immunoglobulin pada mukosa sebagai mekanisme pertahanan tubuh awal. o Viral Load yang tinggi dan jumlah CD4 yang rendah o Penggunaan narkotika pada saat kehamilan o Hubungan seks yang berisiko tinggi pada saat kehamilan Faktor Risiko pada saat proses persalinan o Ibu yang baru saja terinfeksi HIV, sehingga jumlah virus masih tinggi. o Viral Load yang tinggi dan jumlah CD4 yang rendah o Pecah ketuban lebih dari 4 jam sebelum proses persalinan o Prosedur persalinan dengan menggunakan prosedur invasif o Prosedur persalinan dengan episiotomi o Terpaparnya janin pada cairan jalan lahir o Adanya chorioamnionitis Faktor Risiko selama menyusui o Faktor ibu Ibu yang baru saja terinfeksi HIV, sehingga jumlah virus masih tinggi. Viral Load yang tinggi dan jumlah CD4 yang rendah 14
16 Lama menyusui Jaringan payudara yang mengalami infeki Pemberian kombinasi PASI dan ASI o Faktor Bayi : Bayi lahir preterm Penggunaan ASI Lesi pada mulut bayi 2.3 Pencegahan penularan infeksi HIV dari Ibu Ke Bayi Sebanyak 90% infeksi HIV pada bayi disebabkan oleh karena penularan dari ibu, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh karena proses transfusi. Menurut estimasi Kementrian Kesehatan, setiap tahunnya akan didapatkan bayi akan terinfeksi HIV jika tidak diberikan upaya pencegahan terhadap transmisi vertikal ini. 2,3 Di negara berkembang dilaporkan kemungkinan risiko transmisi vertikal dari ibu ke bayi tanpa pemberian terapi antiretroviral adalah sebesar 25-35% sedangkan di negara yang telah maju kemungkinan risiko transmisinya lebih rendah yaitu sebesar 15-25%. Dengan adanya upaya-upaya pencegahan penularan secara vertikal, risiko infeksi terhdap bayi dapat ditekan sampai kurang dari 2%. 8,10 Upaya pencegahan penularan infeksi dari ibu ke bayi biasa dikenal dengan PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) Tujuan PMTCT Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi adalah : 2 1. Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Oleh karena hampir seluruh infeksi HIV pada bayi disebabkan oleh transmisi vertikal maka diharapkan dengan upaya pencegahan ini, infeksi pada bayi dapat ditekan. 2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi. Dampak akhir dari epidemi HIV adalah berkurangnya produktifitas dan peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh ODHA dan masyarakat Indonesia di masa mendatang karena mortalitas dan morbiditas terhadap bayi dan ibu. 15
17 Epidemi HIV terutama terhadap bayi dan ibu tersebut perlu diperhatikan, dipikirkan dan diantisipasi sejak dini untuk menghindari dampak akhir tersebut Strategi pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi Pada saat ini WHO memberikan 4 strategi dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi yang meliputi : 2,8 1. Pencegahan primer terjadinya penularan HIV Melakukan pencegahan agar seluruh wanita tidak terinfeksi HIV. Merupakan hal yang paling penting, yaitu agar seorang ibu yang sehat jangan sampai tertular HIV. Upaya mencegah penularan HIV dapat digunakan konsep ABCD, yang terdiri dari : 2 A (Abstinence) : tidak melakukan hubungan seksual bagi yang belum menikah. B (Be Faithful) : bersikap saling setia kepada satu pasangan seksual (tidak berganti-ganti pasangan). C (Condom) : cegah dengan kondom. D (Drug) : tidak menggunakan obat-obatan NAPZA suntik. Kunci dari keberhasilan program ini adalah VCT (Voulentary Counseling and Testing), yaitu konseling dan kesiapan menjalani tes HIV. Sasarannya adalah wanita muda dan pasangannya, serta ibu hamil dan menyusui. Pada pasangan yang ingin hamil, sebaiknya dilakukan tes HIV sebelum kehamilan, dan bagi yang telah hamil, dilakukan tes HIV pada kunjungan pertama. 18,19 2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita dengan infeksi HIV. Strategi yang digunakan adalah : a. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan Kebanyakan wanita dengan infeksi HIV di negara berkembang tidak mengetahui status serologis mereka, maka VCT memegang peranan penting. Pelayanan KB perlu diperluas untuk semua wanita, termasuk mereka yang terinfeksi, mendapatkan dukungan dan pelayanan untuk mencegah kehamilan yang tidak diketahui. Bagi wanita yang sudah terinfeksi HIV agar mendapat pelayanan esensial dan dukungan termasuk 16
18 keluarga berencana dan kesehatan reproduksinya sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang kehidupan reproduksinya. b. Menunda kehamilan berikutnya Bila ibu tetap menginginkan anak, WHO menyarankan minimal 2 tahun jarak antar kehamilan. Untuk menunda kehamilan : 20,21 - Tidak diperkenankan memakai alat kontrasepsi dalam rahim sebab dapat menjalarkan infeksi ke atas sehingga menimbulkan infeksi pelvis. Wanita yang menggunakan IUD mempunyai kecenderungan mengalami perdarahan yang dapat menyebabkan penularan lebih mudah terjadi. - Kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, sebab dapat mencegah penularan HIV dan infeksi menular seksual, namun tidak mempunyai angka keberhasilan yang sama tinggi dengan alat kontrasepsi lainnya seperti kontrasepsi oral atau noorplant. - Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormonal jangka panjang seperti noorplant dan depo provera tidak merupakan suatu kontraindikasi pada wanita yang terinfeksi HIV. Penelitian sedang dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap perjalanan penyakit HIV. - Untuk ibu yang tidak ingin punya anak lagi, kontrasepsi yang paling tepat adalah kontrasepsi mantap, yaitu dilakukan sterilisasi (tubektomi atau vasektomi). - Bila ibu memilih kontrasepsi lain selain kondom untuk mencegah kehamilan, maka pemakaian kondom harus tetap dilakukan untuk mencegah penularan HIV. 3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu HIV positif kepada bayinya. Intervensi pencegahan penularan transmisi vertikal ini dilakukan pada saat sebelum hamil, saat hamil, pada proses persalinan, serta pada masa nifas. Macammacam intervensi yang dapat dilakukan adalah 2 Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif 17
19 Kemungkinan transmisi vertikal dan adanya kerentanan tubuh selama proses kehamilan, maka pada dasarnya seorang wanita dengan HIV positif tidak dianjurkan untuk hamil. Namun jika wanita tersebut ingin hamil, perlu dilakukan konseling, pengobatan, dan pemantauan. Pertimbangan seorang ODHA dapat hamil bila kadar CD4 > 500/mm 3, Viral Load < kopi/ml atau tidak terdeteksi, serta menggunakan terapi ARV. 2 Menurunkan Viral Load serendah-rendahnya. Potensi penularan HIV dari ibu ke bayi pada ibu dengan viral load kurang dari 1000 kopi/ml adalah 0%, pada viral load antara 1000 sampai dengan kopi/ml adalah 16,6%, pada viral load antara sampai dengan kopi/ml adalah 21,3%, pada viral load antara sampai dengan kopi/ml adalah 30,1% sedangkan pada viral load diatas kopi/ml adalah sebesar 40,6%. 4 Viral load didalam tubuh dapat ditekan dengan cara pemberian terapi ARV. Pemberian terapi ARV ini sendiri memilki tujuan untuk memaksimalkan penekanan replikasi virus menurunkan hambatan penurunan daya tahan tubuh, serta meningkatkan kembali fungsi daya tahan tubuh. 19 Meminimalkan paparan janin dan bayi terhadap cairan tubuh ibu. Persalinan yang dianjurkan pada wanita hamil dengan HIV adalah dengan seksio sesarea. Beberapa penelitian mengatakan bahwa persalinan dengan seksio sesarea akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 50-66%. Namun pada penelitian lain, persalinan pervaginam masih dimungkinkan jika telah mendapat terapi ARV selama 6 minggu serta viral load yang undetectable. Risiko penularan pada wanita yang telah mendapatkan ARV dan melahirkan secara seksio sesarea terencana adalah sebesar kurang dari 2% sedangkan pada wanita yang telah mendapat ARV dan melahirkan secara pervaginam adalah sebesar 7,6%. 7,18,22 Terjadinya penularan saat proses persalinan pervaginam adalah pada saat bayi terpapar oleh darah dan lendir ibu di jalan lahir. Proses infeksi juga dapat terjadi pada saat resusitasi, bayi menelan darah atau lender tersebut. Jika seksio sesarea 18
20 tidak dapat dilaksanakan, maka dianjurkan tidak melakukan tindakan invasive yang memungkinkan terjadinya perlukaan pada bayi. Tindakan bedah pevaginam seperti ekstraksi vacum maupun forcep, tindakan episiotomi harus dihindari. 9,16,22 Virus HIV dapat dideteksi pada kolostrum dan ASI, oleh karena itu untuk mengurangi risiko penularan maka tidak dianjurkan untuk memberikan ASI. Sebaiknya digunakan susu formula. Selain itu, tidak dianjurkan penggunaan kombinasi antara ASI dan susu formula atau PASI lainnya karena mukosa usus bayi pasca pemberian susu formula atau PASI akan mengalami proses inflamasi. Jika mukosa yang inflamasi ini menerima ASI yang terinfeksi HIV maka akan memberikan kesempatan untuk penularan melalui mukosa usus. Risiko penularan HIV akan meningkat jika terdapat permasalahan pada payudara (mastitis, abses, luka pada puting susu). 22 Mengoptimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif Melalui pemeriksaan ANC secara teratur, dilakukan pemantauan terhadap keadaan ibu maupun janin. Perlu diberikan tambahan suplemen serta vitamin dan penerapan pola hidup sehat dan hubungan seks yang aman dengan cara penggunaan kondom. 17,18 4. Memberikan dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu dengan HIV positif beserta bayi dan keluarganya. 3 Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan karena ibu tersebut menjalani hidup dengan HIV seumur hidupnya sehingga dibutuhkan dukungan psikologis, sosial, dan perawatan sepanjang waktu. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya ialah : 23 - Menyediakan pengobatan yang berhubungan, perawatan, serta dukungan yang berhubungan dengan HIV bagi para wanita. - Menyediakan diagnosis dini, perawatan, serta dukungan bagi bayi dan anak dengan infeksi HIV positif. - Mengusahakan hubungan antar layanan masyarakat untuk layanan keluarga terpadu. 19
21 2.4 ARV Sebagai upaya pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi Bentuk terapi ARV/HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) dalam upaya pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi adalah penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati wanita hamil dengan HIV positif, mencegah penularan dari ibu ke bayi dan diberikan seumur hidup.saat ini obat-obatan ARV lini pertama sudah tersedia secara luas dan gratis. Layanan PMTCT dapat dijumpai pada rumah sakit yang memberikan layanan HIV. 2,3 Pemberian ARV merupakan salah satu upaya yang paling efektif dalam pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi. Pemberian ARV pada wanita hamil dimulai sejak masa kehamilan sampai dengan post partum. Pemberian ARV sebagai upaya pencegahan transmisi vertikal ini tidak hanya diberikan pada ibu saja, namun diberikan juga pada bayi yang dilahirkan. Pemberian ARV dapat menekan risiko penularan dari ibu ke bayi sampai kurang dari 2%. 15,16 Diharapkan dengan pemberian ARV ini, tujuan global dari WHO dapat tercapai, yaitu menghilangkan infeksi HIV pada bayi dan anak menuju kepada generasi bebas HIV dan AIDS Manfaat dan tujuan terapi ARV sebagai upaya pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi. Manfaat dan tujuan dari pemberian ARV pada wanita hamil hampir sama dengan penderita HIV lainnya, yaitu : 2,3,24 1. Memperbaiki status kesehatan. Pemberian ARV akan menekan replikasi dari virus HIV sehingga jumlah virus akan berkurang di dalam tubuh sehingga terjadi perbaikan dari status imunologis serta keadaan umum dari penderita. 2. Meningkatkan kualitas hidup Dengan adanya perbaikan status imunologis pasien maka kualitas hidup pasien dengan sendirinya akan meningkat, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan tetap produktif. Bila pasien dirawat di rumah sakit, waktu rawat inap juga akan menjadi lebih pendek. 3. Mencegah progresivitas penyakit Status imunologis yang baik juga akan menurunkan insidens dari infeksi oportunistik dari penderita sehingga tidak terjadi perburukan dari perjalanan penyakit menjadi AIDS. 20
22 4. Menurunkan angka transmisi secara vertikal maupun pada orang lain. Pencegahan penularan tidak hanya secara vertikal kepada janin yang dikandung saja, namun juga bertujuan untuk pencegahan penularan secara horizontal, yakni penularan kepada orang lain Penilaian klinis sebelum memulai pemberian ARV Sebelum memulai pemberian ARV, perlu dilakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap penderita, diantaranya: 25,26 o Penggalian riwayat penyakit secara lengkap o Pemeriksaan fisik lengkap o Pemeriksaan laboratorium rutin o Hitung limfosit total (Total Lymphocyte Count/TLC) o Pemeriksaan jumlah CD4 bila mungkin Penggalian informasi dan riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya, antara lain : o Menilai stadium klinis infeksi HIV o Mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan HIV di masa lalu o Mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan. o Mengidentifikasi adakah riwayat pengobatan terhadap HIV sebelumnya. o Mengidentifikasi pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pemilihan terapi Pemeriksaan laboratorium: o Pemeriksaan serologi untuk HIV o Limfosit total atau CD4 o Viral Load o Pemeriksaan darah lengkap o Pemeriksaan kimia klinik (fungsi hati dan ginjal) Hal-hal tersebut penting dilakukan karena mengingat efek samping dari ARV yang menyebabkan toksistas mitokondria, dengan gejala anemia, neutropenia, trombositopenia, dan penurunan fungsi hati. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan terapi yang akan diberikan, pemantauan keadaan penderita serta keberhasilan terapi yang diberikan. 21
23 2.4.3 Klasifikasi ARV Pada saat ini masih banyak obat-obatan ARV yang masih dalam tahapan uji klinis. ARV yang sekarang dipakai sebagai terapi HIV dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut cara kerjanya, antara lain : 25,27 Penghambat terjadinya fusi dari virus Obat-obatan golongan ini berperan dalam mencegah terjadinya perlekatan, fusi dan masuknya virus HIV ke sel target dalam tubuh. CCR5 antagonist CCR5 merupakan receptor pada permukaan sel T yang merupakan tempat masuk virus HIV. CCR5 antagonist merupakan satu-satunya obat yang tidak bekerja langsung pada virus tetapi bekerja pada reseptor di dalam tubuh. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) dan Nucleotide Reverse Transciptase Inhibitors (NtRTI). Kedua obat ini adalah analog nukleosid dan nukleotid yang menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini berguna untuk proses replikasi dari virus dengan cara membentuk rantai yang tidak sesuai dengan aslinya. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI) Obat ini bekerja menghambat enzim reverse transcriptase dengan cara sebagai nonkompetitif inhibitor pada bagian allosterik. Inhibitor Protease Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim protease yang berguna dalam pembentukan dari virion baru. Inhibitor Integrase Obat ini bekerja dengan cara menghambat aktifitas enzim integrase yang berguna untuk integrasi antara DNA virus dan DNA tubuh. Pada saat ini masih masih banyak obat-obatan pada golongan ini yang masih dalam uji klinis. Inhibitor Maturasi Obat ini bekerja dengan cara melakukan hambatan pada poliprotein sehingga tidak terjadi maturasi dari protein capsid (p24). Defek ini terjadi pada inti dari virus sehingga virion yang ada tidak menjadi infeksi. 22
24 2.4.4 Pemberian ARV pada wanita hamil dengan infeksi HIV Pemberian ARV pada wanita hamil dengan infeksi HIV menurut WHO harus memenuhi kriteria eligibilitas yang dikelompokan berdasarkan kriteria klinis dan jumlah CD4. Tabel 2.3 Kriteria eligibilitas pemberian ARV menurut WHO. 3 Kriteria klinis WHO CD4 tidak diukur CD4 350/mm 3 CD4> 350/mm 3 Stadium 1 ARV profilaksis ARV Terapi & profilaksis Stadium 2 ARV profilaksis ARV Terapi & profilaksis Stadium 3 ARV Terapi & ARV Terapi & profilaksis profilaksis Stadium 4 ARV Terapi & ARV Terapi & profilaksis profilaksis ARV profilaksis ARV profilaksis ARV Terapi & profilaksis ARV Terapi & profilaksis Pemberian ARV profilaksis merupakan penggunaan obat ARV jangka pendek yang bertujuan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi, sedangkan ART merupakan pemberian ARV sebagai terapi jangka panjang untuk mengobati infeksi HIV pada ibu dan mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Berikut ini adalah jenis-jenis ARV yang digunakan pada wanita hamil dengan HIV positif yang ada di Indonesia 23
25 Tabel 2.4 Macam-macam ARV bagi wanita hamil dengan infeksi HIV. 28,29 Golongan Nama obat Singkatan Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) Zidovudine Tenofovir AZT, ZDV TDF Lamivudine Emtricitabine 3TC FTC Stavudin d4t Didanosin ddi Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI) Abacavir Evavirens 24 ABC EFV
26 Nevirapine Lopinavir NVP LPV Protease Inhibitor Nelfinavir NVF Saquinavir SQV Tabel 2.5 Macam-macam ARV kombinasi bagi wanita hamil dengan infeksi HIV. 2 Koformulasi Nama Dagang Kandungan AZT + 3TC Combivir, Zidovex-L, Duviral AZT 300 mg + 3 TC 150 mg AZT + 3TC + NVP Zidovex LN, Triviral AZT 300 mg + 3TC 150 mg + NVP 200 mg Pemberian ARV sebagai terapi dan profilakasis wanita hamil dengan infeksi HIV Pemberian ARV sebagai terapi diindikasikan bagi semua wanita hamil yang telah terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 350/mm 3 tanpa memandang stadium klinisnya atau wanita yang berada pada stadium klinis 3 atau 4 tanpa memandang jumlah CD4. Pemberian ARV sebagai terapi tidak hanya diberikan pada ibu saja, namun juga kepada bayinya
27 Tabel 2.6 Regimen ARV sebagai terapi dan profilaksis yang diberikan pada wanita hamil 3,31,32 Regimen Dosis Rekomendasi Efek Samping AZT + 3TC + AZT : 2x300 mg Paling banyak Peningkatan NVP digunakan dan risiko terjadi 3TC : 2x150 mg terujui klinis anemia pada NVP : 2x200 mg Peningkatan dosis dari 1x menjadi 2x penggunaan AZT setelah pemberian 2 minggu Perlu pemeriksaan kadar Hb Tidak direkomendasikan Peningkatan resiko hipersensitifitas dan hepatotoksis sehingga untuk CD4 memerlukan 350/mm 3 pengawasan klinis dalam 12 minggu awal AZT + 3TC + AZT 2x300 mg Paling banyak Peningkatan EFV 3TC 2x150 mg digunakan terujui klinis dan risiko anemia terjadi pada EFV 1 x 600 mg Perlu pemeriksaan kadar Hb penggunaan AZT Beresiko Perlu digunakan terjadinya defek kontrasepsi setelah neural tube pada 26
28 melahirkan karena penggunaan EFV efek EFV pada trimester EFV pertama direkomendasikan untuk yang disertai dengan infeksi TB TDF + 3TC (atau TDF 1x300 mg Perlu digunakan Risiko toksistas FTC) + EFV 3TC 1x300 mg kontrasepsi setelah melahirkan karena pada ginjal pada penggunaan TDF EFV 1x600 mg efek EFV EFV Kemungkinan memiliki efek Atau direkomendasikan toksisitas pada TDF 1x300 mg untuk disertai yang dengan tulang maupun ibu janin FTC 1x200 mg infeksi TB TDF + 3TC ( atau (belum klinis) terbukti EFV 1x600 mg FTC) Beresiko direkomendasikan terjadinya defek pada wanita neural tube pada dengan infeksi penggunaan EFV HBV pada trimester pertama TDF + 3TC (atau TDF 1x300 mg Perlu pengawasan Risiko toksistas FTC) + NVP 3TC 2x150 mg ketat untuk 12 minggu awal pada ginjal pada penggunaan TDF NVP 2xx200 mg dalam penggunaan NVP Kemungkinan memiliki efek Atau Peningkatan dosis toksisitas tulang pada ibu 27
29 TDF 1x300 mg dari 1x menjadi 2x maupun janin FTC 1x200 mg setelah pemberian 2 minggu (belum klinis) terbukti NVP 2x200 mg TDF + 3TC ( atau FTC) direkomendasikan pada wanita dengan infeksi HBV Peningkatan resiko hipersensitifitas dan hepatotoksis sehingga memerlukan pengawasan klinis dalam 12 minggu awal 28
30 Tabel 2.7 Regimen ARV yang diberikan pada bayi. 3,31,33 Regimen Dosis & lama pemberian AZT 2x15 mg bila berat badan bayi > 2500 gr 2x10 mg bila berat badan bayi 2500 gr Diberikan dari lahir sampai usia 4-6 minggu NVP 1x15 mg bila berat badan > 2500 gr 1x10 mg bila berat badan 2500 gr Diberikan dari lahir sampai usia 4-6 minggu Rekomendasi Biasanya diberikan pada bayi yang mendapatkan PASI Perlu pengawasan rutin Biasanya diberikan pada bayi yang mendapat ASI Efek Samping Resiko terjadinya anemia Resiko terjadinya resistensi obat Peningkatan toksisitas terutama jika ibu yang memberikan ASI juga dengan terapi NVP Pemberian ARV sebagai profilaksis wanita hamil dengan infeksi HIV Pemberian ARV sebagai profilaksis diberikan pada wanita hamil yang tidak memerlukan terapi untuk dirinya sendiri, pemberian ARV ditujukan sebagai pencegahan penularan pada janin yang dikandung. Pemberiannya dimulai sejak umur kehamilan 14 minggu. Ada 2 macam pilihan dalam pemberian ARV sebagai profilaksis. 3 Pilhan pertama biasa disebut pilihan A, yaitu pemberian AZT 2x300 mg sehari pada saat kehamilan ditambah dengan nevirapine single dose nevirapine dan pemberian AZT + 3 TC sehari dua kali mulai dari proses persalinan sampai dengan hari ke-7 setelah melahirkan. Sedangkan pada bayi diberikan NVP sejak bayi lahir atau single dose NVP dan AZT sehari 2 kali sampai dengan usia 4-6 minggu. pemberian pilihan B diberikan 3 macam ARV kombinasi pada ibu. 29 3,32 Sedangkan
31 Tabel 2.8 Regimen ARV sebagai profilaksis yang diberikan pada wanita hamil. 3,33 Regimen Dosis Rekomendasi Efek Samping AZT + 3TC + AZT : 2x300 mg Perlu pemeriksaan Peningkatan LPV kadar Hb resiko terjadi 3TC : 2x150 mg Biaya mahal anemia pada penggunaan LPV : 2x400 mg AZT AZT + 3TC + AZT 2x300 mg Perlu pemeriksaan Peningkatan ABC 3TC 2x150 mg kadar Hb resiko anemia terjadi pada ABC 2x300 mg penggunaan AZT Beresiko terjadinya hipersensitivitas pada penggunaan ABC AZT + 3TC + AZT 2x300 mg Perlu digunakan Beresiko EFV 3TC 2x150 mg kontrasepsi setelah melahirkan karena terjadinya defek neural tube pada EFV 1x600 mg efek EFV EFV penggunaan EFV pada direkomendasikan trimester untuk yang disertai pertama 30
32 dengan infeksi TB Peningkatan Perlu pemeriksaan resiko terjadi kadar Hb anemia pada penggunaan AZT TDF + 3TC (atau TDF 1x300 mg Perlu digunakan Resiko toksistas FTC) + EFV 3TC 2x150 mg kontrasepsi setelah melahirkan karena pada ginjal pada penggunaan EFV 1x600 mg efek EFV EFV TDF Kemungkinan direkomendasikan memiliki efek untuk yang disertai toksisitas pada dengan infeksi TB tulang ibu TDF + 3TC ( atau FTC) direkomendasikan pada wanita dengan infeksi HBV maupun janin (belum terbukti klinis) Beresiko terjadinya defek neural tube pada penggunaan EFV pada trimester pertama Resiko reaktifasi HBV setelah akhir penggunaan TDF + 3TC 31
33 TDF + FTC + TDF 1x300 mg Perlu digunakan Risiko toksistas EFV FTC 1x200 mg kontrasepsi setelah melahirkan karena pada ginjal pada penggunaan EFV 1x600 mg efek EFV EFV TDF Kemungkinan direkomendasikan memiliki efek untuk yang disertai toksisitas pada dengan infeksi TB tulang ibu TDF + 3TC ( atau maupun janin FTC) (belum terbukti direkomendasikan klinis) pada wanita dengan Beresiko infeksi HBV terjadinya defek neural tube pada penggunaan EFV pada trimester pertama Resiko reaktifasi HBVsetelah akhir penggunaan TDF + 3TC Sedangkan pada bayi diberikan NVP sehari sekali atau pemberian AZT sehari dua kali dari bayi lahir sampai dengan usia 4-6 minggu. 3 32
34 2.4.7 Pedoman pemberian ARV. Tabel 2.9 Regimen pedoman pemberian ARV. 3 Keadaan khusus Akseptor Regimen Wanita hamil yang Ibu Regimen Non-NNRTI membutuhkan ARV sebagai terapi dan profilaksis tetapi pernah mendapatkan NVP single dose tanpa kombinasi dual NRTI pada 12 bulan terakhir Bayi AZT atau NVP Wanita hamil yang Ibu TDF + 3TC (atau FTC)+ membutuhkan ARV sebagai EFV atau terapi dan profilaksis dengan HB < 7 gr % TDF + 3TC(atau FTC)+ NVP Bayi AZT atau NVP Wanita hamil yang membutuhkan ARV sebagai terapi dan profilaksis dengan HIV-2 Wanita hamil yang membutuhkan ARV sebagai terapi dan profilaksis dengan infeksi TB Ibu Bayi Ibu Bayi AZT + 3TC + ABC atau AZT + 3TC + LPV AZT AZT + 3TC + EFV atau TDF + 3TC (atau FTC) + EFV OAT tetap diberikan AZT atau NVP 33
35 Wanita hamil yang membutuhkan ARV sebagai terapi dan profilaksis dengan infeksi HBV yang memerlukan terapi Wanita hamil yang membutuhkan ARV sebagai terapi dan profilaksis serta memiliki rencana untuk hamil Ibu Bayi Ibu TDF + 3TC (atau FTC) + NVP Atau TDF + 3TC (atau FTC) + EFV AZT atau NVP AZT + 3TC + NVP atau TDF + 3TC (atau TDF) + NVP atau AZT + 3TC + EFV atau TDF + 3TC (atau TDF) + EFV Wanita yang telah mendapatkan ARV sebagai terapi dan profilaksis dan sekarang hamil Bayi Ibu EFV dihindari saat trimester pertama AZT atau NVP Melanjutkan ARV yang sama (ganti EFV dengan NVP atau golongan PI) lalu lanjutkan ARV yang sama selama persalinan serta post partum Wanita hamil dan belum ada indikasi pemberian ARV sebagai terapi Bayi Ibu Bayi AZT atau NVP Sesuai dengan pedoman pemberian ARV sebagai profilaksis mulai UK 14 34
36 Wanita hamil dengan indikasi pemberian ARV sebagai terapi Wanita yang terdiagnosa HIV saat inpartu Ibu Bayi Ibu minggu Sesuai dengan pedoman pemberian ARV sebagai terapi dan profilaksis mulai UK 14 minggu NVP single dose + AZT + 3TC selama 1 minggu atau Triple ARV kombinasi selama 1 minggu Bayi NVP sampai usia 4-6 minggu atau Single dose NVP + AZT sehari 2x Komplikasi pemberian ARV pada kehamilan Komplikasi pemberian ARV pada kehamilan dapat memberikan efek pada ibu maupun pada bayi yang dikandung. Komplikasi yang dapat muncul pada ibu : 2,32,33 - Efek samping tersering dari AZT dan kombinasi AZR & 3TC adalah mual, sakit kepala, mialgia, terkadang insomnia dan akan berkurang jika tetap diberikan. - Efek toksik yang berbahaya namun jarang terjadi adalah asidosis laktat, hepatic steatosis, pancreatitis, toksistas mitokondria. - Efek Samping NVP adalah ruam kulit sampai dengan sindroma Steven Johnson dan hepatotoksik. - NVP yang diberikan pada CD4 250/mm 3 akan meningkatkan risiko hepatotoksik 10 kali lipat daripada kadar CD4 yang lebih rendah. - Efek samping EFV adalah gangguan mood,insomnia, dan perubahan mental. Sedangkan komplikasi yang dapat muncul pada bayi pada saat ini masih merupakan perdebatan, apakah peyebab dari komplikasi yang muncul adalah akibat dari obat-obatan ARV ataukah dari perjalanan infeksi HIV selama kehamilan. Komplikasi yang dapat muncul antara lain: 2,35 35
37 - Penggunaan EFV pada trimester pertama menyebabkan kelainan pada neural tube, angka kejadiannya diperkirakan sebesar 2-3%. - Kelahiran preterm dan berat bayi lahir rendah terutama pada penggunaan golongan protease inhibitor. - Toksisitas mitokondria jarang terjadi - Kelainan hematologis seperti transient anemia sering terjadi dan biasanya akan menghilang pada saat usia 3-6 bulan. Terkadang dapat pula dijumpai kelainan pada netrofil dan hitung jumlah limfosit. - Kelainan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi diduga bersifat transient sedangkan kelainan perkembangan sistem saraf yang terjadi masih merupakan perdebatan. 36
38 BAB III RINGKASAN Angka kejadian HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat dan telah terjadi fenomena gunung es, jumlah penderita yang ada lebih banyak daripada yang dilaporkan. Proporsi penderita HIV antara wanita dan pria adalah 1:1. Pada tahun 2008 didapatkan 15,7 juta wanita yang terinfeksi HIV sedangkan sebanyak 2,1 juta anak-anak berusia kurang dari 15 tahun telah terinfeksi HIV. Penularan HIV sendiri dapat melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan genital (sperma dan lendir vagina), darah, dan transmisi dari ibu ke bayi. Penyebab dari infeksi HIV pada anak adalah 90% berasal dari penularan dari ibu sedangkan 10 % sisanya berasal dari proses tranfusi darah. Pada saat ini, target global dari WHO di bidang HIV adalah eliminasi dari penularan infeksi baru HIV pada anak dan mempertahankan keselamatan ibu pada tahun Transmisi maternal paling besar terjadi pada masa perinatal. Pada penelitian yang dilakukan di Rwanda dan Zaire, proporsi dari penularan ibu yang terinfeksi kepada bayinya adalah 23-30% pada masa kehamilan, 50-65% pada saat melahirkan, dan 12-20% pada saat ibu menyusui bayinya. Akan tetapi angka transmisi ini dapat diturunkan sampai dengan kurang dari 5% dengan upaya-upaya intervensi dari PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission). Intervensi yang dilakukan dari PMTCT ada 4 konsep dasar, yaitu mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif, menurunkan viral load dari ibu hamil yang terinfeksi HIV, meminimalkan paparan janin terhadap darah dan cairan tubuh ibu, serta optimalisasi kesehatan ibu dengan HIV positif. Salah satu upaya intervensi pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi adalah pemberian terapi ARV (Anti Retro Viral). Pemberian terapi ARV ini sendiri memiliki tujuan untuk memaksimalkan penekanan replikasi virus, menurunkan hambatan penurunan daya tahan tubuh, serta meningkatkan kembali fungsi daya tahan tubuh. Upaya inervensi pencegahan dengan cara pemberian ARV yang tepat merupakan cara yang paling efektif. Pemberian ARV sebagai upaya pencegahan penularan infesi HIV dari ibu ke bayi mengacu pada acuan yang direkomendasi oleh WHO. Secara umum pemberian ARV ini dapat dibagi menjadi 2 golongan, yakni yang pertama ARV sebagai terapi bagi ibu dan pencegahan 37
Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP
Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis
Lebih terperinciPemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba
Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.
Lebih terperinciACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR
ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab
Lebih terperinciINFORMASI TENTANG HIV/AIDS
INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome HIV merupakan virus Ribonucleic Acid (RNA) yang termasuk dalam golongan Retrovirus dan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang
Lebih terperinciTerapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:
Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada
Lebih terperinciBerdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi
Lebih terperinciNama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS
Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency
Lebih terperinciBAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat ini masih menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti dan memiliki insiden yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun
Lebih terperinciCURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi
CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV
Lebih terperinciPEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi AIDS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG HIV/AIDS
BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki
Lebih terperinciPEDOMAN NASIONAL PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI
PEDOMAN NASIONAL PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI QuickTime and a decompressor are needed to see this picture. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jakarta 2011 Daftar Isi Daftar Isi... ii
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini
Lebih terperinciXII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV
ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV Tuberkulosis (TB) mewakili ancaman yang bermakna pada kesehatan
Lebih terperinciHIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi
Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi
Lebih terperinciApa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?
Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri
Lebih terperinciTREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI
TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini. pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi pengetahuan, sikap, dan perilaku Benyamin Bloom membagi perilaku manusia menjadi 3 domain sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan 3 ranah yakni kognitif,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target
Lebih terperinciBAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di
1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus
Lebih terperinciVirus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).
AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.
Lebih terperinciINFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU
INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS TAMBAR KEMBAREN Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU 1 PENGENALAN HIV(Human Immunodeficiency Virus) ad alah virus yang menyerang SISTEM KEKEBALAN tubuh
Lebih terperinciAcquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab sekumpulan gejala akibat hilangnya kekebalan tubuh yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS
BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian 1. Kerangka Teori HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Imunnodeficiency Syndrome (AIDS) 2.1.1 Definisi HIV merupakan sebuah retrovirus yang memiliki genus lentivirus, genus ini memiliki
Lebih terperinciVI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak
ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak Pertimbangan untuk pengobatan dengan pendekatan
Lebih terperinciPERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL
PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP
Lebih terperinciIntegrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung
Lebih terperinciPeranan Bidan dalam Mendukung Program PMTCT Dra Ropina Tarigan, Am-Keb, MM
Peranan Bidan dalam Mendukung Program PMTCT Dra Ropina Tarigan, Am-Keb, MM Kasus HIV/AIDS di Indonesia & Jakarta Jumlah kumulatif kasus HIV / AIDS di Indonesia Tahun 1987 hingga Maret 2012: 82.870 kasus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat menurunnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut data yang diperoleh dari WHO (World Health Organization),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data yang diperoleh dari WHO (World Health Organization), penyebab kematian terbanyak pada wanita golongan reproduktif disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS. DI RSAU Dr.M.SALAMUN
DINAS KESEHATAN ANGKATAN UDARA RSAU Dr.M.SALAMUN KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN Nomor : Skep/ /IX/20 TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS DI RSAU Dr.M.SALAMUN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN
Lebih terperinciPEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas
PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas Agung Nugroho Divisi Peny. Tropik & Infeksi Bag. / SMF Ilmu penyakit Dalam FK-UNSRAT / RSUP. Prof. Dr. R.D. kandou
Lebih terperinciV. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak
ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak Proses pengambilan keputusan untuk mulai ART pada bayi dan anak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Berdasarkan data dari WHO di seluruh dunia pada tahun 1991 sudah ditemukan 47 penderita HIV, kemudian pada tahun 1994 dilaporkan sudah meningkat menjadi 274 penderita.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Jika diterjemahkan secara bahasa : Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi
Lebih terperinci2013, No.978 BAB I PENDAHULUAN
5 2013, No.978 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK BAB I PENDAHULUAN A.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan merupakan subfamili dari lentivirus. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV-1 dan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) Human Immunodeficiency Virus termasuk ke dalam keluarga retroviridae dan merupakan subfamili dari lentivirus. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV-1
Lebih terperinciKOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI BALI Jl. Melati No. 21 Denpasar Telpon/Fax:
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI BALI Jl. Melati No. 21 Denpasar Telpon/Fax: 0361 228723 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS DAN NARKOBA MADE SUPRAPTA 9/13/2011 1 JUMLAH KUMULATIF KASUS HIV-AIDS
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV 2.1.1. Epidemiologi Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial (ILO, 2005). Pada tahun 2008, diseluruh dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang menyerang imunitas manusia. Kumpulan gejala penyakit yang muncul karena defisiensi imun tersebut disebut AIDS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi HIV/AIDS Human Immunodefeciency Virus (HIV) adalah virus yang berasal dari lentivirus primata. Virus ini merupakan agen penyebab dari AIDS. HIV pertama kali ditemukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yaitu pada sel-sel darah putih yang bertugas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita
Lebih terperinciHIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia
SERI BUKU KECIL HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan Buku ini adalah terjemahan dan penyesuaian dari HIV, Pregnancy
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau
I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian HIV/AIDS Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang system kekebalan tubuh/imunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit akut, kronis dan juga kematian. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciVirologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4
Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Virologi adalah ilmu yang mempelajari
Lebih terperinciPartikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus:
Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Partikel virus (virion), terdiri dari
Lebih terperinciKehamilan Dengan HIV. Isharyah Sunarno
Kehamilan Dengan HIV Isharyah Sunarno Etiology DNA-retrovirus MTC HIV-1 & HIV-2 Blood or blood products Sexual Intercourse Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga
Lebih terperinciSKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )
STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah
Lebih terperinciMeyakinkan Diagnosis Infeksi HIV
ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan dan kemajuan sosial. Banyak negara miskin yang sangat dipengaruhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Banyak negara miskin yang sangat dipengaruhi oleh epidemi ini ditinjau dari
Lebih terperinciPEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)
RSUD Sangatta Jl. Soekarno - Hatta Tel 0549-5523215 Sangatta PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA) 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan
Lebih terperinciHIV AIDS. 1. Singkatan dan Arti Kata WINDOW PERIOD DISKRIMINASI. 2. Mulai Ditemukan
HIV AIDS 1. Singkatan dan Arti Kata HIV WINDOW PERIOD AIDS STIGMA ODHA OHIDHA VCT DISKRIMINASI 2. Mulai Ditemukan 1981 1987 1993 3. Cara Infeksi - Sex yang tidak aman - Napza suntik 4. Cara Pencegahan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Immunodeficiency Virus menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih,
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. Human Immunodeficiency Virus menyerang salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Lebih terperincidan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem pertahanan manusia sehingga menyebababkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi melemah.
Lebih terperinci