BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan, namun dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko atau berbagi alat suntik dengan orang lain. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat turunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. AIDS membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPA, 2013). Salah satu cara untuk menilai keparahan penyakit ini adalah dengan menilai status imunitas seseorang dengan melihat jumlah CD4. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis infeksi oportunistik dan terapi ARV. Rata-rata penurunan CD4 adalah sekitar sel/mm 3 /tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara sel/mm 3 /tahun. Pemeriksaan CD4 tidak dapat digantikan pemeriksaan jumlah limfosit total (TLC) (Kemenkes RI, 2011).

2 2 Saat ini tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menyembuhkan HIV. Namun demikian, dengan perawatan medis yang tepat, HIV dapat dikendalikan. Pengobatan untuk HIV sering disebut dengan terapi antiretroviral atau ART. Obat ini bisa memperpanjang umur orang yang terinfeksi HIV dan menurunkan kemungkinan penularan pada orang lain. Sebelum diperkenalkannya ART pada tahun 1990, orang yang terinfeksi HIV bisa berkembang menjadi AIDS hanya dalam beberapa tahun. Namun sekarang, penggunaan ARV pada pasien HIV mampu meningkatkan harapan hidup pasien (CDC, 2013). Keberhasilan pengobatan sangat ditentukan oleh kepatuhan berobat untuk mencapai surpresi virologist yang optimal. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal setidaknya 90-95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Untuk menjaga kepatuhan pada tingkat yang diharapkan merupakan sesuatu hal yang tidak mudah (Anonim, 2007). Seperti pada orang dewasa, kepatuhan pada jadwal pengobatan sangat penting agar virus tidak menjadi resistan terhadap obat. Namun ini mungkin masalah yang lebih sulit untuk anak, yang mungkin enggan memakai obat (Spiritia, 2013) Kepatuhan (adherence) adalah sikap untuk mematuhi persetujuan yang telah dibuat antara dirinya dengan petugas kesehatan tentang regimen medis yang diterima. Kesesuaian (compliance) lebih kepada kepatuhan terhadap hal yang telah disampaikan penyedia layanan kesehatan secara sepihak tanpa persetujuan pasien (WHO, 2003). Menurut data statistik Kemenkes RI (2012), jumlah kasus baru AIDS di Indonesia dari Juli sampai September 2012 sebanyak kasus. Persentase

3 3 kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur tahun (40,7%), diikuti kelompok umum tahun (29,0%) dan kelompok umur tahun (17,3%). Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba suntik (7,2%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,6%), dan lelaki suka lelaki (2,8%). Bila ditinjau kasus pada anak (dibawah umur 14 tahun) di Indonesia, menurut survei yang dilakukan oleh Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, anak dengan HIV-AIDS tahun 2013 berjumlah 1371 anak. Jumlah anak dengan HIV-AIDS ini mengalami peningkatan yang drastis dari sebelumnya yang hanya sebanyak 860 di tahun Provinsi DIY, menurut Dinas kesehatan DIY, saat ini menempati peringkat ke tujuh belas dengan penderita HIV-AIDS terbesar di Indonesia (Dinkes DIY, 2013). Berdasarkan sumber yang sama, penularan telah berubah dengan dominasi dari jarum suntik pengguna narkoba. Penderita HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok usia tahun. Di tahun 2013, orang dengan HIV di DIY berjumlah orang, sedangkan orang dengan AIDS berjumlah 831 orang. Data statistik untuk kasus pada anak menunjukan bahwa jumlah penderita anak (umur < 15 tahun) dengan HIV di DIY berjumlah 77 anak, sedangkan anak dengan AIDS berjumlah 41 anak (Dinkes DIY, 2013). Berdasarkan paparan statistik tersebut, terlihat bahwa penyakit HIV/AIDS telah menjadi krisis kesehatan di Indonesia. Anak dengan HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun peningkatan penderita anak ini tidak

4 4 diimbangi dengan penelitian yang ada. Menurut Yayasan Spiritia (2013), hingga saat ini hanya terdapat sedikit penelitian mengenai HIV pada anak, sehingga sebagian besar usulan dan pedoman tentang penatalaksanaan HIV pada anak masih mengacu pada hasil penelitian orang dewasa. Hal inilah yang menginisiasi penulis untuk melakukan penelitian mengenai HIV pada anak. Dalam penelitian ini difokuskan tentang kepatuhan anak berusia di bawah 14 tahun dengan HIV/AIDS di Provinsi DIY dalam mengkonsumsi obat ARV. Menurut UU No 39 tahun 1999, Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (Anonim, 2013). Dalam penelitian ini, berdasarkan paparan di atas, anak dianggap belum bisa menentukan pilihannya sendiri, sehingga keputusan untuk meminum obat berada di tangan orang tua karena persetujuan mengenai peresepan pun masih berada di tangan orang tua (Rapoff, 2010). Karena keputusan pengobatan ada ditangan orang tuanya maka data penelitian diambil dengan mewawancarai orang tua anak. B. Rumusan Masalah 1. Apa faktor pendukung kepatuhan penggunaan obat antiretroviral pada anak? 2. Apa faktor penghambat kepatuhan penggunaan obat antiretroviral pada anak? 3. Bagaimanakah peran orangtua dalam kepatuhan menggunakan obat antiretroviral pada anaknya?

5 5 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui faktor pendukung kepatuhan penggunakan obat HIV-AIDS pada anak. 2. Mengetahui faktor penghambat kepatuhan penggunakan obat HIV-AIDS pada anak. 3. Mengetahui peran orang tua dalam kepatuhan menggunakan obat antiretroviral pada anaknya. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan: dapat meningkatkan pelayanan yang optimal terkait dengan kepatuhan penggunaan obat ARV pada pasien HIV-AIDS sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. 2. Bagi peneliti (apoteker): dapat mempersiapkan solusi-solusi untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat melalui hasil yang telah didapatkan selama penelitian. 3. Bagi LSM: sebagai tolak ukur mereka dalam memberikan pelayanan kepada para ODHA sekaligus menjadi acuan untuk memperbaiki kinerja mereka selama ini. 4. Bagi pemerintah: sebagai salah satu pedoman pembuatan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama mengenai kepatuhan ODHA dalam mengkonsumsi ARV.

6 6 5. Bagi masyarakat dan penderita: sebagai edukasi bagi penderita untuk tetap patuh menggunakan obat juga sebagai edukasi bagi masyarakat dalam memperlakukan ODHA. E. Tinjauan Pustaka 1. HIV-AIDS HIV-1 (human immunodeficiency virus type 1) merupakan retrovirus penyebab utama AIDS pada manusia. HIV-2 juga telah dikenal dapat menyebabkan AIDS walaupun prevalensi sangat jauh lebih sedikit daripada HIV-1. Kedua retrovirus ini ditularkan terutama lewat kontak seksual dan kontak dengan darah atau produk darah yang terkontaminasi. Secara global prevalensi dan insiden dari penyakit ini terus berkembang dan pengobatan yang ada saat ini belum mampu menghapus HIV (Anderson dkk, 2011). Sejak ditemukannya ARV dan terapi untuk mencegah infeksi oportunistik, ketahanan hidup ODHA (Orang dengan HIV-AIDS) semakin meningkat. Sebagai hasilnya banyak penyandang HIV yang stabil dengan terapi antiretroviral selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, sebagian besar ODHA yang menjalani terapi antiretroviral menemukan kesulitan karena rumitnya regimen pengobatan antiretroviral. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada kualitas hidupnya selama menjalani terapi antiretroviral. Selain rumitnya regimen antiretroviral, terkadang timbul efek samping dari penggunaan antiretroviral yang selanjutnya akan memerlukan terapi tambahan untu mengobatinya. Selain dari sisi pengobatan yang berpengaruh pada kualitas

7 7 hidup penderita HIV, perasaan bersalah yang sering dihadapi ODHA karena penyakitnya juga berdampak pada kualitas hidupnya secara keseluruhan. Tekanan dari lingkungan seperti stigma dan diskriminasi juga sering dihadapi ODHA. Penyedia layanan kesehatan diharapkan dapat lebih memperhatikan dampak penyakit dan pengobatan terhadap pasien HIV/AIDS sehingga pasien mendapat outcome yang lebih baik, dalam hal ini kualitas hidupnya dapat meningkat (Tsasis, 2000). Berdasarkan laporan CDC (Center for Disease Control and Prevention) Amerika (2013), prevalensi penularan HIV dari ibu kepada bayinya adalah 0,01% sampai 0,7%. Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Nursalam dkk, 2007). Diagnosis HIV untuk anak, remaja dan bayi diatas 18 bulan sama dengan dewasa, yaitu menggunakan ELISA dan tes Western Blot. Tes ini memberikan bukti serologis adanya antibodi IgG spesifik HIV. Pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita HIV pasti memberikan hasil positif, karena IgG ibu ditransfer melalui plasenta pada bayi yang dikandungnya. Sedangkan untuk mendeteksi pada bayi dibawah 18 bulan,berdasarkan hasil metanalisis menunjukkan bahwa DNA PCR HIV paling sensitif dan spesifik (WHO, 2010). Pada anak yang lahir dengan HIV tidak terlihat gejalanya atau asimptomatik. Pada pemeriksaan fisik tanda nonspesifik yang biasa muncul adalah limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, gangguan pertumbuhan, penurunan berat badan atau bobot lahir rendah yan tidak bisa dijelaskan dan

8 8 demam yang tidak diketahui asalnya. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia, hipergammaglobulinemia, gangguan fungsi sel mononuclear dan rasio T-sel yang terganggu. Disamping itu pada anak mempunyai kisaran jumlah CD4 yang berbeda dengan dewasa dan kemungkinan infeksi oportunistik yang berbeda dengan orang dewasa (Khoury dan Kovacs, 2001). Sistem kekebalan tubuh anak masih berkembang. Anak menanggapi infeksi HIV secara berbeda. Jumlah CD4 anak terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan orang dewasa, dan cenderung menurun hingga usia 4-5 tahun. Persentase CD4 (CD4%) lebih stabil dan umumnya ukuran ini dipakai untuk mengukur kesehatan sistem kekebalan anak di bawah lima tahun (balita). Viral load bayi juga biasanya lebih tinggi, dan menurun hingga usia 4-5 tahun, kemudian menjadi stabil. Anak balita mempunyai lebih banyak lemak dan air dalam tubuhnya. Hal ini berpengaruh pada tingkat obat yang masuk ke aliran darahnya. Metabolisme balita juga sangat cepat, kemudian jadi semakin pelan sebagaimana anak menjadi semakin tua (Spiritia, 2013) Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien anak yang menderita HIV/AIDS sebagian besar tergantung pada dua faktor, yaitu terapi antiretroviral dan pencegahan. Dengan terapi antiretroviral kelangsungan hidup pasien anak akan meningkat 70% dan tingkat kematian menurun 5,3% (King, 2004).

9 9 Menurut Kemenkes RI (2011) program penanggulangan AIDS di Indonesia mempunyai 4 pilar, yang semuanya menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS-related death dan Zero Discrimination. Empat pilar tersebut adalah: 1. Pencegahan (prevention); yang meliputi pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual dan alat suntik, pencegahan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan HIV dari ibu ke bayi (Prevention Mother to Child Transmission, PMTCT), pencegahan di kalangan pelanggan penjaja seks, dan lain-lain. 2. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP); yang meliputi penguatan dan pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral dan dukungan serta pendidikan dan pelatihan bagi ODHA. Program PDP terutama ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang berhubungan dengan AIDS, dan meningkatkan kualitas hidup orang terinfeksi HIV (berbagai stadium). Pencapaian tujuan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan pemberian terapi antiretroviral (ARV). 3. Mitigasi dampak berupa dukungan psikososio-ekonomi. 4. Penciptaan lingkungan yang kondusif (creating enabling environment) yang meliputi program peningkatan lingkungan yang kondusif adalah dengan penguatan kelembagaan dan manajemen, manajemen program serta penyelarasan kebijakan dan lain-lain.

10 10 2. Kepatuhan Kepatuhan adalah focus perilaku spesifik yang diperlukan dari regimen medis yang diresepkan. Pasien diminta untuk melakukan hal-hal tertentu seperti meminum obat dan melakukan diet (Rapoff, 2010). Keberhasilan pengobatan sangat ditentukan oleh kepatuhan berobat yang tinggi. Kepatuhan ini akan sangat diperlukan untuk mencapai surpresi virologist yang optimal. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal setidaknya 90-95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Tingkat kepatuhan yang lebih rendah dari yang tersebut sering terkait dengan kegagalan virologist. Untuk menjaga kepatuhan pada tingkat yang diharapkan merupakan sesuatu hal yang tidak mudah (Anonim, 2007). Menurut Reddington cit. Rapoff (2010), anak yang tidak patuh menggunakan ARV mempunyai viral load yang berbeda signifikan (>400 copi/ml) dibanding dengan anak yang patuh menggunakan ARV. Kepatuhan adalah tantangan besar untuk anak. Seperti pada orang dewasa, kepatuhan pada jadwal pengobatan sangat penting agar virus tidak menjadi resistan terhadap obat. Namun ini mungkin masalah yang lebih sulit untuk anak, yang mungkin enggan memakai obat. Baik anak dan orang tua mungkin membutuhkan lebih banyak dukungan. Banyak anak tidak mengerti mengapa mereka harus mengalami efek samping obat. Sering kali orang tuanya juga terinfeksi HIV. Mereka sendiri mungkin menghadapi masalah dengan kepatuhan. Anaknya mungkin memakai obat berbeda, mungkin juga dengan jadwal yang berbeda. Banyak ARV rasanya kurang enak atau mempunyai

11 11 susunan (tekstur) yang aneh. Selang makanan yang langsung ke perut mungkin diperlukan jika seorang balita enggan menelan obatnya (Spiritia, 2013) Ketidakpatuhan pengobatan sangat mempengaruhi efikasi pengobatan suatu penyakit dan ini sangat dipengaruhi oleh pasien dan sistem pelayanan kesehatan yang ada. Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan namun banyak faktor ini dapat disederhanakan menjadi persepsi dan kemampuan penggunaan obat. Ketidakpatuhan dapat dikaitkan dengan kepercayaan pasien tentang penyakitnya dan kebutuhan akan pengobatan kaitannya dengan efek samping yang potensial. Saat dilihat dari perspektif pasien, ketidakpatuhan adalah suatu respon yang wajar dari penyakit dan terapinya (Taylor, 2001). Berbagai jenis ketidakpatuhan yang sering terjadi pada pengobatan adalah keterlambatan minum obat, tidak minum obat yang berakibat pada penurunan konsentrasi obat dalam tubuh. Bila kejadian ini berlangsung lama, maka bisa mengakibatkan efek obat bisa hilang sama sekali bahkan bisa mengalami efek rebound. Tipe lain yang biasanya terjadi adalah fenomena white coat compliance, dimana pasien akan patuh dalam penggunaan obat satu sampai dua hari sebelum dia akan bertemu dengan dokter/ tenaga kesehatan. Fenomena white coat compliance biasanya terjadi pada orang dewasa, hanya ada satu studi yang membuktikan fenomena ini terjadi pada anak-anak, yaitu pada anak yang menggunakan obat antiepilepsi (Rapoff, 2010). Pengetahuan mengenai obat yang diberikan sangat mempengaruhi kepatuhan pasien. Sesuatu yang bisa membantu pasien merasa mendapat

12 12 manfaat dari resep yang diberikan adalah apoteker dan tenaga kesehatan lain harus memberitahu pasien tentang terapi yang akan dijalani dan memastikan bahwa pasien mampu menggunakannya dengan baik. Pasien harus diberi pengertian mengapa pengobatan ini sangat penting, dan ajaklah diskusi mengenai pengobatan ini. Hal ini juga harus dibarengi dengan jadwal pengobatan yang sesuai dengan kegiatan sehari-hari pasien, contohnya dengan membuat regimen terapi yang sesuai dengan kemampuan dan gaya hidup pasien (Taylor, 2001). Perawatan dirumah juga memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan antiretroviral, tetapi bukti lebih lanjut masih diperlukan. Buku harian obat tampaknya juga tidak bisa meningkatkan kepatuhan terapi. Dua intervensi yang dibuat untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pada remaja, yaitu regimen yang mengandung LPV/r dan dukungan sebaya ternyata tidak terbukti. Namun terbukti menunjukkan penekanan viral load yang lebih besar disbanding kelompok control. Oleh karena itu, perlu intervensi model evaluasi yang baik untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terjadi antiretroviral pada anak (Finley dkk, 2004). Dukungan keluarga juga berpengaruh terhadap domain lingkungan pada pasien HIV/AIDS. Keluarga merupakan komponen penting yang berperan dalam menyediakan kondisi yang baik dan sehat untuk pasien. Keluarga merupakan dukungan utama bagi pasien HIV/AIDS, tidak hanya dukungan keuangan, tetapi juga rasa aman bagi pasien. Lingkungan rumah yang baik dan mendukung pasien dapat membantu pasien menjadi lebih baik. Keadaan

13 13 lingkungan yang baik disekitar pasien HIV/AIDS dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Wig dkk, 2006). 3. Pengobatan HIV pada Anak Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko mendapat HIV selama mendapat ASI. Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PMTCT) dengan monoterapi ARV + dosis tunggal nevirapin, dosis tunggal nevirapain saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut sekitar 5-10%, 3-5%, 10-20%, pada ibu yang tidak menyusui. Insidens transmisi sekitar 2% pada ibu yang menerima kombinasi ART (Depkes RI, 2008) Menurut WHO (2010), sangat direkomendasikan untuk melakukan tes serologi HIV yang digunakan untuk diagnosis klinis. Sensitifitas dari uji ini sangat baik, yaitu minimal 99% dan spesifikasinya mencapai 98%, dengan syarat kondisi laboratorium telah divalidasi. Untuk anak dengan usia kurang dari 18 bulan pengujian dilakukan pemeriksaan apakah bayi tadi terjangkit HIV, pengujian yang direkomendasikan adalah uji virology. Sedangkan untuk anak usia lebih dari 18 bulan pengujian dilakukan dengan tujuan untuk diagnosis dengan prosedur seperti yang dilakukan pada orang dewasa yaitu menggunakan uji antibodi HIV (WHO, 2010). Pada anak dengan usia kurang dari 18 bulan jika pajanan HIV tidak pasti, dilakukan pemeriksaan pada ibu terlebih dahulu sebelum uji virologi

14 14 pada anak.. Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 minggu. Uji virologi HIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (viral load) atau deteksi antigen p24. Anak usia < 18 bulan dapat membawa antibodi HIV maternal, sehingga sulit untuk menginterpretasikan hasil uji antibodi HIV. Oleh karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji virologi HIV yang direkomendasikan. Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi HIV pada spesimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang terbatas, uji antibodi HIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk konfirmasi infeksi HIV (Depkes RI, 2008). Uji antibodi HIV dapat dilakukan untu anak dengan usia lebih dari 18 bulan, dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV. Hasil positif uji antibodi HIV awal (rapid atau ELISA) harus dikonfirmasi oleh uji kedua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertama harus memiliki sensitivitas tertinggi, sedangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau lebih tinggi daripada uji pertama. Umumnya, WHO menganjurkan uji yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau lebih tinggi. Diagnosis definitif HIV pada anak lebih dari18 bulan (riwayat pajanan diketahui atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme pada dewasa. (Depkes RI, 2008) Anak kurang dari 18 bulan dengan uji PCR positif dan kondisi klinis yang berat atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4 kurang dari 25%

15 15 harus mendapat ARV secepatnya. Tes antibodi harus dilakukan pada usia 18 bulan, sedangkan untuk anak lebih dari 18 bulan dengan hasil uji antibodi positif dan sedang dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 kurang dari 25% sebaiknya juga mendapat ARV. Menurut WHO (2013), criteria orang yang harus diterapi dengan ARV adalah sebagai berikut: a. Orang dengan jumlah CD4+ kurang dari 500 sel/mm3 b. Ibu hamil tanpa memandang jumlah CD4+ c. Anak dengan usia kurang dari 5 tahun d. Koinfeksi TB/HIV e. Pasien HIV dengan penyakit liver berat Menurut ketentuan WHO dan Depkes RI, anak dengan usia kurang dari 5 tahun dan didiagnosa positif HIV harus menggunakan obat ARV. Sama seperti untuk orang dewasa, ART sudah sangat berpengaruh pada harapan dan mutu hidup anak. Berkat ART, anak yang lahir dengan HIV sekarang dapat berharap akan bertahan hidup sama seperti anak yang tidak terinfeksi HIV (Spiritia, 2013) Rejimen lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) + 1 NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Berdasarkan ketersediaan dan pedoman ART, terdapat 3 kombinasi NRTI yang dapat diberikan. Sebagian besar ARV yang tersedia untuk dewasa juga bisa digunakan untuk anak-anak, tetapi bentuk sediaan obat yang khusus anak belum tentu tersedia, oleh karena itu diperlukan

16 16 modifikasi pemberian, dalam bentuk pembagian tablet dan pembuatan puyer ( Depkes RI, 2008). Sekarang sudah ada tablet ARV kombinasi dosis tetap (fixed dose combination = FDC) yang mengandung stavudin (d4t), lamivudin (3TC) dan nevirapin (NVP). Meskipun zidovudin (AZT) lebih dianjurkan sebagai pilihan pertama untuk ARV, tetapi dengan mudahnya pemberian FDC, maka saat ini mulai banyak digunakan di negara lain (WHO, 2013). Langkah pertama yang dilakukan adalah memilih 1 NRTI untuk dikombinasikan dengan 3TC. 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena memiliki catatan efikasi, keamanan dan tolerabilitas yang baik. Namun mudah timbul resistensi bila tidak patuh minum ARV. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan keuntungan dan kerugian yang dimiliki oleh tiap obat. Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat dipertimbangkan pemberian Abacavir (ABC) atau Stavudin(d4T). Karena FDC belum ada yang mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4t. c Dengan adanya risiko lipodistrofi pada penggunaan d4t jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4t ke AZT (bila Hb anak > 8 gr/dl). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu mempertimbangkan masakmasak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC (Depkes RI, 2008) Langkah yang kedua adalah memilih satu NNRTI, pemilihan dilakukan sama halnya dengan pemilihan NRTI yaitu dengan memperhitungkan keuntungan dan kerugiannya. Obat yang biasa digunakan adalah nefirapin dan evapiren. Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu

17 17 dalam program pencegahan penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai risiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen berbasis NNRTI. Oleh karena itu, 2 NRTI + 1 NNRTI tetap merupakan pilihan utama untuk anak-anak tersebut (Depkes RI, 2008). Obat pilihan tersebut harus diminum dengan patuh agar kondisi anak selalu baik. Dukungan keluarga, terutama dukungan orang tua sangat dibutuhkan demi terciptanya kepatuhan minum obat (Hutapea, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuniar (20013), juga sejalan dengan pernyataan tersebut bahwa faktor dukungan social yaitu dukungan keluarga, rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap anak berperan dalam kepatuhan minum obat anak. Bentuk dorongan yang diberikan biasanya berupa mendorong penderita agar patuh meminum obatnya, member dorongan keberhasilan pengobatan dan tidak menghindari penderita karena penyakitnya. Hal ini diperlukan terutama untuk seseorang yang menderita penyakit kronis karena dapat terjadi kegagalan pengobatan penderita (Hutapea, 2009). 4. HBM (Health Belief Model) HBM (Health belief model) pada awalnya dikembangkan sebagai metode sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku preventif kesehatan. Hal ini difokuskan pada hubungan perilaku kesehatan, praktik dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam beberapa tahun kemudian, HBM telah direvisi untuk memasukkan motivasi kesehatan umum dengan tujuan

18 18 untuk membedakan penyakit dan perilaku sakit dari perilaku kesehatan. Metode ini banyak digunakan dalam lima decade terakhir ini untuk penelitian perilaku kesehatan (Rapoff, 2010). HBM sendiri memiliki 6 unsur pokok yang membangunnya yaitu persepsi keparahan, persepsi kerentanan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, efikasi diri dan dorongan untuk bertindak. Namun keenam unsur tadi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gambar 1 menggambarkan unsur-unsur yang membangun HBM: Individual belief Faktor pemodifikas Umur Jenis kelamin Etnis Kepribadian Sosialekonomi pengetahuan Persepsi keparahan (Percieve severity) Persepsi kerentanan (Perceive succeptibility) Persepsi manfaat (perceive benefit) Persepsi ancaman (perceive threat) Aksi Perilaku individu Dorongan untuk bertindak (Cues to action) Persepsi hambatan (perceive barrier) Efikasi diri (Self efficacy) Gambar 1. Komponen HBM dan hubungannya (Glanz, 2008) Faktor yang memodifikasi meliputi pengetahuan dan faktor sosiodemografi dapat mempengaruhi persepsi kesehatan. Sedangkan keyakinan kesehatan meliputi persepsi keparahan, persepsi kerentanan, persepsi manfaat,

19 19 persepsi hambatan dan efikasi diri. Faktor yang memodifikasi tadi dapat mempengaruhi persespsi kesehatan, seperti halnya dorongan untuk bertindak. Kumpulan dari keyakinan individu itulah yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. HBM mengidentifikasi tiap unsur yang mengarah kepada perilaku seseorang, hubungan antar unsurnya tidak didefinisikan (Glanz dkk, 2008). Namun, bila dilihat dari bagan dan penjelasan tadi, hubungan antar unsur sudah jelas terlihat. Perilaku seseorang dapat muncul dikarenakan keyakinan yang ada pada diri orang tersebut dan dorongan dari luar. Sedangkan keyakinan tadi timbul dari persepsi yang bisa dipengaruhi oleh faktor pemodifikasi. Perilaku kesehatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah perilaku untuk patuh atau tidak patuh terhadap terapi antiretroviral. Persepsi yang telah dimiliki responden akan menimbulkan suatu keyakinan untuk melakukan suatu tindakan. Keyakinan ini juga dipengaruhi oleh banyak persepsi lain, yaitu persepsi keparahan, kerentanan, manfaat, hambatan, efikasi diri, dan dorongan untuk bertindak. Kerentanan yang dirasakan dan tingkat keparahan, dikombinasikan untuk mengidentifikasi ancaman. Dorongan untuk bertindak, berbeda dengan unsur yang lain. Unsur ini mempengaruhi keyakinan seseorang yang datang dari lingkungan luar (eksternal).

20 20 HBM mempunyai enam unsur utama untuk memprediksi kepatuhan : 1. Persepsi kerentanan, termasuk resiko tertular yang dirasakan orang tersebut, kondisi dia saat mengidap penyakit, atau penerimaan dari kondisi yang ada 2. Persepsi keparahan, evaluasi seseorang akan konsekuensi medis dan sosial dari penyakit yang diderita atau tidak menerima pengobatan 3. Persepsi manfaat, pandangan seseorang akan manfaat yang dirasakan akibat perilaku kesehatan yang dilakukan. 4. Persepsi hambatan, persepsi seseorang akan hambatan yang dirasakan untuk mematuhi rekomendasi perwatan, termasuk analisis manfaat dan biaya dimana akan menimbulkan tindakan untuk mendukung atau menolaknya. 5. Dorongan untuk bertindak, pengaruh internal seperti gejala penyakit dan pengaruh eksternal seperti dorongan orang lain untuk melakukan suatu tindakan. (Strecher dan Rosenstock, 1997 cit. Rapoff,2010). 6. Efikasi diri, Keyakinan akan kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan (Glanz dkk, 2008).

21 21 F. Keterangan Empiris Dari teori perilaku kesehatan HBM tersebut, maka keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor penghambat dan pendukung kaitannya dengan kepatuhan minum obat pasien. Harapannya dengan mengetahui faktor tersebut maka dapat bermanfaat bagi provider kesehatan untuk membuat solusi dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan.

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV (human immunodeficiancy virus) yang berkembang paling cepat menurut data UNAIDS (United Nations

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab dari timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), masih menjadi masalah kesehatan utama secara

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah kumpulan gejala xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV Tuberkulosis (TB) mewakili ancaman yang bermakna pada kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir dekade ini telah di jumpai berbagai macam penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak Proses pengambilan keputusan untuk mulai ART pada bayi dan anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai suatu kondisi klinis yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immuodeficiency Virus (HIV)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sel darah putih bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi Kepatuhan yang kurang, tingkat obat yang tidak cukup, resistansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan infeksi yang berkembang pesat di dunia, begitu pula di Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of

BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of Differentiation 4) sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar Esse Puji 1, Sri Syatriani 2, Bachtiar 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, Makassar, Indonesia Introduction

Lebih terperinci

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV Anak dengan pajanan HIV Penilaian kemungkinan infeksi HIV Dengan memeriksa: Status penyakit HIV pada ibu Pajanan ibu dan bayi terhadap ARV Cara kelahiran dan laktasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV/AIDS (Human Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah yang mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan global dewasa ini. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah perkembangan jaman yang semakin maju dan sarat perubahan di segala bidang, menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency Syndrome (AIDS) adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan tanggung jawab Negara dan pemerintah yang kemudian dilaksanakan oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan dan salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling signifikan di dunia (WHO, 2015), karena disamping belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Viruse (HIV) merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah retrovirus yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus ini ditularkan melalui kontak darah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodefeciency Virus (HIV). AIDS telah dilaporkan oleh lebih dari 93 negara

Lebih terperinci

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari Human Imunno deficiency Virus dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi wabah internasional atau bencana dunia sejak pertama kehadirannya adalah HIV/AIDS. Acquired Immuno Deficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS Oleh: KHOIRUL HARIS KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI KEPERAWATAN MALANG 2012 SATUAN ACARA PENYULUHAN Bidang studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya

Lebih terperinci

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan

Lebih terperinci

Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai?

Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai? Spiritia seri buku kecil hiv-aids 2016 Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai? HEALTH Spiritia seri buku kecil hiv-aids 2016 Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai? Chris W Green Spiritia Jl. Kemiri No.10, Gondangdia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah komitmen bersama untuk mempercepat pembangunan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian yang dipilih adalah rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data

Lebih terperinci