BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan dan kemajuan sosial. Banyak negara miskin yang sangat dipengaruhi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan dan kemajuan sosial. Banyak negara miskin yang sangat dipengaruhi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Banyak negara miskin yang sangat dipengaruhi oleh epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang ditimbulkannya (Depnakertrans RI, 2005). Menurut perkiraan WHO dan UNAIDS, terdapat 35,3 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2012 dan sekitar 2,3 juta orang yang baru terinfeksi serta 1,6 juta orang meninggal karena AIDS (WHO, 2013). Berdasarkan laporan dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia jumlah kumulatif infeksi HIV sampai dengan Desember 2013 sebanyak dan jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2013 sebanyak orang. Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan Desember 2013 sebanyak orang (Ditjen PP dan PL, 2014). Penemuan obat antiretroviral pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA di negara maju, meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit dan mengurangi efek samping serta resistensi kronis terhadap obat, namun terapi ARV dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, meningkatkan 1

2 2 kualitas hidup ODHA dan meningkatkan harapan hidup masyarakat, sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menular (Ditjen PP dan PL RI, 2011). Antiretroviral saat ini merupakan satu-satunya obat yang memberikan manfaat besar dalam pengobatan ODHA. Antiretroviral terdiri dari kombinasi agen-agen yang potensial dan mampu menekan replikasi untuk menunda timbulnya AIDS serta secara signifikan meningkatkan harapan hidup survival (Anderson dkk., 2008). Terapi kombinasi ARV dapat menekan replikasi HIV hingga di bawah tingkat yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan yang peka, seperti dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Penekanan virus secara efektif ini mencegah timbulnya resistensi virus terhadap obat dan memperlambat progresivitas penyakit, dengan demikian tujuan terapi ARV adalah untuk menekan perkembangan virus secara maksimal (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006). Penggunaan terapi kombinasi ARV harus dipertimbangkan pada semua pasien. Penggunaan monoterapi hendaknya dihindari karena uji klinis telah menunjukkan bahwa efektivitas regimen menjadi lebih rendah, selain itu penggunaan kombinasi ARV yang hanya terdiri dari dua nukleosida saja hendaknya dihindari karena efektivitas penekanan virus menjadi tidak optimal (Dumond dan Kashuba, 2009). Pada saat akan memulai terapi antiretroviral, perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 jika tersedia dan penentuan stadium klinis infeksi HIV, hal tersebut bertujuan untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi

3 3 antiretroviral atau belum (Ditjen PP dan PL, 2011). Pengukuran CD4 dan plasma viral load paling sedikit dilakukan sebanyak dua kali (Astari dkk, 2009). Pemeriksaan jumlah CD4 adalah cara yang terpercaya dalam menilai status imunitas seorang ODHA. Oleh karena itu, nilai CD4 dapat digunakan sebagai pemantau respon terapi antiretroviral (Ditjen PP dan PL, 2007). Pemeriksaan viral load HIV juga sering digunakan untuk menentukan efektivitas atau kegagalan terapi antiretroviral (Astari dkk., 2009). Meskipun ARV telah terbukti dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan meminimalkan risiko perkembangan infeksi oportunistik, tetapi ARV juga memiliki efek yang tidak diinginkan (adverse effect) dalam penggunaannya (Dumond dan Kashuba, 2009). Pasien yang mengalami adverse effect membutuhkan biaya pengobatan antiretroviral cukup tinggi, terutama jika pasien mengalami kegagalan virologik pada lini pertama, sehingga diperlukan terapi lini kedua yang harganya jauh lebih mahal (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006). Kegiatan monitoring respon terapi secara periodik setelah memulai pemberian terapi ARV perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan terapi tersebut. Oleh karena itu, peneliti memandang perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui seberapa besar respon terapi antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagai salah rumah sakit yang melayani pasien HIV/AIDS untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.

4 4 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran pengobatan antiretroviral pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? 2. Seberapa besarkah respon terapi antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berdasarkan penanda klinis dan imunologis? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran pengobatan antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Mengkaji besarnya respon terapi antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berdasarkan penanda klinis dan imunologis. D. Manfaat Penelitian 1. Menjadi bahan informasi mengenai respon terapi antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Menjadi masukan dalam peningkatan pelayanan medik penggunaan antiretroviral untuk pengobatan HIV/AIDS dengan harapan dapat mengurangi kegagalan dalam terapi pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 3. Menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

5 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit HIV/AIDS a. Definisi HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebar melalui cairan tubuh yang menyerang sel-sel tertentu dari sistem imun tubuh yaitu sel CD4 atau sel-t. Seiring waktu, HIV dapat menghancurkan banyak sel tubuh sehingga tidak mampu melawan infeksi dan penyakit. Virus HIV yang menyebabkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (CDC, 2014). Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah kumpulan beberapa gejala penyakit defisiensi imunitas seluler yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sel yang berfungsi untuk sistem kekebalan tubuh yaitu sel CD4 (Lymphocyte Virus T-helper) (Astari dkk., 2009). b. Epidemiologi HIV/AIDS Penyakit HIV/AIDS sudah menjadi pandemik yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukann obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki window period dan fase asimptomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (Depkes RI, 2006).

6 6 Kasus penderita AIDS di Indonesia yang pertama dilaporkan adalah wisatawan asal Belanda yang mengunjungi Bali pada tahun Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan sampai akhir September 1998 dilaporkan terdapat 764 kasus HIV/AIDS dari 23 provinsi di Indonesia (Harahap dan Andayani, 2004). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan Indonesia pada tahun 2014 akan mempunyai hampir tiga kali jumlah ODHA dibandingkan pada tahun 2008 (dari orang menjadi orang), hal ini bisa terjadi bila tidak ada upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang bermakna dalam kurun waktu tersebut (KPA Nasional, 2010). Kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Sejak tahun 1999 di Indonesia telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada subpopulasi tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai prevalensi HIV cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok orang yang berperilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu para pekerja seks komersial (PSK) dan pengguna narkoba suntik (penasun). Beberapa provinsi di Indonesia seperti DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jawa Barat dan Jawa Timur tergolong sebagai tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic), apabila masalah ini tidak ditanggulangi negara, kemungkinan besar epidemi akan bergerak menjadi epidemi yang menyeluruh dan parah (generalized epidemic) (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006).

7 7 Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Desember 2013, HIV/AIDS tersebar di 368 (72%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan data dari Ditjen PP dan PL Kemenkes RI dilaporkan dari 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2013 jumlah kasus HIV sebanyak kasus dan AIDS sebanyak kasus, sementara untuk Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 185 kasus AIDS dan kasus HIV sebanyak 316 kasus (KPA Yogya, 2014). Berikut adalah data statistik HIV/AIDS yang ada di Indonesia dari Ditjen PP dan PL Depkes RI yang dilaporkan sampai dengan Desember ,000 30,000 29,037 25,000 21,591 21,031 21,511 20,000 15,000 10,000 5, ,362 9,793 7,195 5,003 6,048 4,995 5,986 3,531 4, s.d ,867 7,286 8, ,608 Jumlah Kasus HIV Jumlah Kasus AIDS Gambar 1. Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan sampai Desember 2013 (Ditjen PP dan Pl, 2014)

8 Jumlah Penderita 8 Pada gambar 1 menunjukkan bahwa kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Triwulan Oktober sampai dengan Desember 2013 jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak orang dan AIDS sebanyak orang. Jumlah kumulatif infeksi HIV dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2013 sebanyak dan AIDS sebanyak orang (Ditjen PP dan PL, 2014), sementara untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta kasus HIV/AIDS sendiri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seperti pada gambar 2. Data ini mendukung bahwa penderita HIV/AIDS mengalami peningkatan pada tingkat nasional KASUS HIV/AIDS AIDS HIV Gambar 2. Perkembangan Jumlah HIV/AIDS yang Terlaporkan di Provinsi Yogyakarta dari Tahun 1993 sampai dengan Desember 2013 (KPA Yogya, 2014) Penderita HIV/AIDS laki-laki di Yogyakarta sampai Desember 2013 sebanyak 869 pasien (55,7%) untuk HIV, dan AIDS sebanyak 690

9 Jumlah Penderita 9 penderita (44,3%), sedangkan penderita perempuan untuk HIV sebanyak 497 penderita (60,9%) dan AIDS sebanyak 319 penderita (39,1%), seperti pada gambar 3. Data ini mendukung laporan dari Ditjen PP dan PL sampai Desember 2013 jumlah pasien laki-laki sebanyak 55,1% dan perempuan sebanyak 29,7% Jenis Kelamin 0 HIV AIDS Jumlah Laki-Laki Perempuan Tidak Diketahui Gambar 3. Distribusi Menurut Jenis Kelamin Kasus HIV/AIDS yang Terlaporkan di Provinsi Yogyakarta dari tahun 1993 sampai dengan Desember 2013 (KPA Yogya, 2014) Tabel I. Distribusi Pasien Menurut Faktor Risiko Kasus HIV/AIDS yang Terlaporkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 1993 sampai dengan Desember 2013 (KPA Yogya, 2014) Faktor Risiko AIDS HIV Jumlah Biseksual Heteroseksual Homoseksual Narkotik Suntik Perinatal Neonatal Transfusi Darah Needle Injury Tidak Diketahui Jumlah

10 Jumlah Penderita 10 Pada tabel 1 bahwa faktor risiko yang terbesar adalah heteroseksual (53,9%) dan narkoba suntik (10,5%). Data ini didukung oleh laporan Ditjen PP dan PL sampai Desember 2013 faktor risiko penularan tertinggi melalui heteroseksual sebanyak 62,5% dan penasun sebanyak 16,1% dari penderita HIV/AIDS Usia < 1 thn 1-4 thn 5-14 thn thn thn thn thn thn >60 thn TI Total AIDS HIV Jumlah Gambar 4. Distribusi Menurut Usia Kasus HIV/AIDS yang Terlaporkan di Provinsi Yogyakarta dari Tahun 1993 sampai dengan Desember 2013 (KPA Yogya, 2014). Keterangan: TI = Tidak Diketahui Gambar 4 menunjukkan sebanyak 851 penderita (34,8%) berada dalam rentang usia tahun dan 778 penderita (31,9%) berada dalam rentang usia tahun. Kebanyakan penderita merupakan usia produktif yaitu antara 20 sampai 39 tahun. Data ini tidak berbeda jauh dengan apa yang dilaporkan oleh Ditjen PP dan PL sampai Desember 2013 bahwa kelompok umur tertinggi pada umur tahun sebanyak 34,2% dan

11 11 diikuti umur tahun sebanyak 29%, diikuti usia tahun sebanyak 10,8%, tahun sebanyak 3,3%, dan tahun sebanyak 3,3%. c. Etiologi HIV/AIDS Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montaigner dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS (Siregar, 2004). Pada penelitian lebih lanjut kedua virus ini sama, sehingga atas kesepakatan International Committee on Taxonomy of Viruses tahun 1986 WHO memberikan nama resmi HIV (Ramadhan, 2012). Human immunodeficiency virus termasuk dalam genus retrovirus dan tergolong ke dalam famili lentivirus. Infeksi dari famili ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai

12 12 cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebrata (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006). Secara morfologis HIV terdiri atas dua bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Bagian terselubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120) (Siregar, 2004). Gambar 5. Struktur HIV (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006) Glikoprotein 120 yaitu glikoprotein yang merupakan bagian dari envelop yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan sel target dan secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein. Glikoprotein 41 merupakan transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus, dan

13 13 membawa HIV masuk ke sel host (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006). Struktur HIV dapat di lihat pada gambar 5. d. Patogenesis HIV/AIDS HIV secara spesifik mempengaruhi sistem imun, yaitu sel CD4 atau sel-t. HIV akan terus menyerang sel-sel tubuh yang tidak dapat melawan infeksi dan penyakit yang menyebabkan AIDS (CDC, 2014). Sel-sel CD4 dan monosit/makrofag memiliki fungsi penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang lemah inilah yang memungkinkan perkembangan infeksi dan kanker sampai menyebabkan penderita meninggal (Douglas dan Pinsky, 2009). Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T- helper yang mengandung marker CD4 (sel-t). Limfosit-T merupakan pusat dan sel utama yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik (Siregar, 2004). HIV akan mengikat sel-sel tertentu dari sistem imun termasuk monosit, makrofag dan sel T-limfosit (CD4, sel-t) (Dumond dan Kashuba, 2009). Partikel-partikel virus HIV akan memulai proses infeksi yang biasanya terdapat di dalam darah, sperma atau cairan tubuh lainnya. Cara menular yang paling umum adalah transmisi seksual melalui mukosa genital, apabila virus ditularkan pada host yang belum terinfeksi, maka akan terjadi viremia transien dengan kadar yang tinggi, virus menyebar

14 14 luas dalam tubuh host. Sel yang terinfeksi untuk pertama kalinya tergantung pada bagian mana yang terlebih dahulu dikenai virus, bisa CD4 dan monosit di dalam darah atau CD4 dan makrofag pada jaringan mukosa (Suhaimi dkk, 2003). Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel host-nya. Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuh yang lain melalui 7 tahapan, yaitu (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006) : 1) Sel-sel target mengenali dan mengikat HIV. a) HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target. b) Gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi. c) RNA virus masuk ke dalam sitoplasma. d) Proses dimulai saat Gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor. 2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim reverse transcriptase. 3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target. 4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase. 5) Ekspresi gen-gen virus. 6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim protease.

15 15 7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion. e. Transmisi HIV/AIDS Virus HIV mengalir pada cairan darah tertentu, air mani, preseminal fluids, cairan rektal, cairan vagina dan ASI dari penderita yang terinfeksi HIV. Penularan terjadi jika virus HIV kontak dengan cairan membran mukosa atau jaringan yang rusak atau bisa langsung disuntikkan ke dalam aliran darah melalui jarum suntik. Membran mukosa dapat ditemukan pada rektum, vagina, permukaan penis dan mulut (CDC, 2014). Biasanya HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom baik melalui vagina atau anal dengan seseorang positif HIV, oral seks tanpa kondom dengan seseorang positif HIV (amfar, 2014). Risiko penularan dari seks oral lebih rendah tetapi tetap ada (Spritia, 2009). Human Immunodeficiency Virus dapat ditularkan melalui darah yang terinfeksi langsung ke dalam aliran darah secara intravena atau subkutan melalui injeksi (Douglas dan Pinsky, 2009). Penularan juga bisa melalui berbagi jarum suntik atau peralatan lainnya yang tidak steril untuk menggunakan obat-obatan secara injeksi dengan seseorang positif HIV juga berisiko menularkan HIV, transfusi darah, blood product, atau transplantasi organ/jaringan berisiko tertular HIV (CDC, 2014), tetapi risiko infeksi melalui transfusi seharusnya rendah karena sebelum melakukan transfusi dilakukan screening terlebih dahulu (Spritia, 2009).

16 16 Bagi petugas kesehatan juga bisa terkena risiko karena jarum atau benda tajam lainnya yang terkontaminasi dari HIV (CDC, 2014). Lahir dari ibu yang terinfeksi HIV juga dapat ditularkan dari ibu ke anak pada saat masa kehamilan, kelahiran, atau menyusui (CDC, 2014). Penularan dari ibu yang positif HIV ke anak mempunyai risiko penularan sebesar 50% (Siregar, 2004). Faktor-faktor yang memungkinkan penularan vertikal berkepanjangan, pecah ketuban, korioamninitis, infeksi genital selama kehamilan, kelahiran prematur, vaginal delivery, kelahiran dengan berat kurang dari gram, menggunakan narkoba selama kehamilan, viral load ibu yang tinggi (Anderson dkk, 2008). Wanita yang sedang hamil atau yang akan hamil jarang melakukan tes HIV/AIDS, namun di Amerika Serikat penularan dari ibu ke bayi telah turun menjadi hanya beberapa kasus setiap tahunnya karena sudah mulai rutin untuk melakukan tes HIV/AIDS dan jika positif akan mendapatkan obat untuk menekan virus HIV selama masa kehamilan, serta mendapat konseling untuk tidak menyusui (amfar, 2014). Perkembangan HIV dapat ditandai dengan dua hal yaitu (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006) : 1) Jumlah CD4 Kecepatan penurunan CD4 baik jumlah absolut maupun persentase CD4 telah terbukti sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap selama

17 17 perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan progresivitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi. 2) Viral Load Kecepatan peningkatan viral load dapat dipakai untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load bukan merupakan jumlah absolut virus. Viral load meningkat secara bertahap dari waktu ke waktu. Pada tiga tahun pertama setelah terjadinya serokonversi (infeksi primer), viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai penanda progresivitas penyakit. f. Diagnosis HIV/AIDS Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan 3 strategi dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan Enzyme Linked Sorbent Assay (ELISA), untuk pemeriksaan

18 18 pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%) (Ditjen PP dan PL, 2011). Metode yang paling umum digunakan adalah ELISA yang mampu mendeteksi antibodi terhadap HIV. ELISA sangat sensitif (99%) dan sangat spesifik (>99%) (Anderson dkk, 2008). Metode umum lain yang digunakan adalah Western Blot. Serum pasien ditempatkan di dalam plate dilapisi dengan antigen HIV, setelah dicuci antibodi pasien ditambahkan dan substrat ditambahkan. Jika antibodi HIV yang muncul maka terjadi perubahan warna, lalu dianalisis dengan spektrofotometer. Tes ELISA perlu diulang (reactive ELISA), jika kedua tes menunjukkan hasil positif dilanjutkan tes konfirmasi dengan tes Westren Blot untuk menetapkan diagnosis akhir HIV. Jika keduanya menunjukkan negatif palsu dikenal secara klinis sebagai infeksi HIV akut. Hal ini terjadi karena sekalinya terinfeksi memerlukan waktu satu sampai dua bulan untuk mengembangkan antibodi, disebut dengan periode jendela (Dumond dan Kashuba, 2009). Untuk mendiagnosis HIV pada pasien window period dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun PCR (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006).

19 19 g. Stadium Klinis HIV/AIDS Penilaian stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu. Jika dilihat dari gejala yang terjadi, pembagian stadium klinis HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel II (Ditjen PP dan PL, 2011) : Tabel II. Stadium Klinis Infeksi HIV untuk Dewasa dan Remaja (Ditjen PP dan PL, 2011) Stadium 1 Asimptomatik 1) Tidak ada gejala 2) Tidak ada Generalisata Persisten Stadium 2 Sakit ringan 1) Penurunan berat badan bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) 2) Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, otitis media, faringitis) 3) Herpes zoster 4) Luka di sekitar bibir (keilitis angularis) 5) Ulkus mulut berulang 6) Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption) 7) Dermatitis seboroik 8) Infeksi jamur pada kuku Stadium 3 Sakit sedang 1) Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) 2) Diare yang tidak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan 3) Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan 4) Kandidosis pada mulut yang menetap 5) Oral hairy leukoplakia 6) Tuberkulosis paru 7) Infeksi bakterial yang berat (contoh : pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat) 8) Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodontitis 9) Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb <8 g%), netropenia (<0,5 x 10 9 /l), dan/atau trombositopeni kronis (<50 x 10 9 /l) Stadium 4 Sakit berat (AIDS) 1) Sindroma wasting HIV 2) Pneumonia Pneumocystis jiroveci 3) Pneumoni bakterial yang berat berulang 4) Infeksi herpes simpleks kronis ( orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari satu bulan atau visceral dibagian manapun). 5) Kandidiasis esophageal (kandidiasis trkea, bronkus, paru) 6) Tuberkulosis ekstra paru 7) Sarkoma Kaposi 8) Retinitis Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati,

20 20 Lanjutan Tabel II Stadium 4 Sakit Berat (AIDS) limpa dan kelenjar getah bening) 9) Tokoplasmosis di sistem saraf pusat 10) Encefalopati HIV 11) Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis 12) Infeksi mycobacteria non tuberculosis yang menyebar 13) Lekoensefalopati mutlifokal progresif (PML) 14) Cyrptosporidiosis kronis 15) Isosporiasis kronis 16) Mikosis meluas (histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis) 17) Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid) 18) Limfoma (serebral atau B-cell dan non-hodgkin)(gangguan fungsi neurologis dan tidak sebab lain sering kali membaik dengan terapi ARV) 19) Karsinoma serviks invasif 20) Leismaniasis atipik meluas 21) Neuropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomati 2. Terapi Antiretroviral Sebelum memulai pengobatan dengan ARV diperlukan pemahaman tentang prinsip ARV, manfaat ARV, pengetahuan dasar penggunaan ARV, dan kapan memulai ARV pada ODHA. a. Prinsip Terapi Antiretroviral Tujuan pengobatan ARV adalah sebagai berikut (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006) : 1) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat. 2) Memulihkan dan memelihara fungsi imunologis (stabilisasi/peningkatan sel CD4). 3) Menurunkan komplikasi akibat HIV. 4) Memperbaiki kualitas hidup ODHA. 5) Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus.

21 21 6) Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV. b. Pengetahuan Dasar Penggunaan Antiretroviral Antiretroviral sampai saat ini merupakan satu-satunya obat yang memberikan manfaat besar dalam pengobatan ODHA, namun penggunaan ARV menuntut adherence dan kesinambungan berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat. Beberapa hal khusus yang harus diperhatikan dalam penggunaan antiretroviral sebagai berikut (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006) : 1) Replikasi HIV sangat cepat dan terus menerus sejak awal infeksi sedikitnya terbentuk sepuluh milyar virus setiap hari, namun karena waktu paruh (half life) virus bebas (virion) sangat singkat, maka sebagian besar virus akan mati. Walau ada replikasi yang cepat, sebagian besar pasien merasa tetap sehat tanpa ARV selama kekebalan tubuhnya masih berfungsi dengan baik. 2) Replikasi yang terus-menerus mengakibatkan kerusakan sistem kekebalan tubuh semakin berat, sehingga semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO), kanker, penyakit saraf, kehilangan berat badan secara nyata (wasting) dan berakhir dengan kematian.

22 22 3) Viral load menunjukkan tingginya replikasi HIV sehingga penurunan CD4 menunjukkan kerusakan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. 4) Nilai viral load menggambarkan progresivitas penyakit dan risiko kematian. Pemeriksaan secara berkala jumlah CD4 dan viral load (jika memungkinkan) dapat menentukan progresivitas penyakit dan mengetahui syarat yang tepat untuk memulai atau mengubah regimen ARV. 5) Tingkat progresivitas penyakit pada ODHA dapat berbeda-beda. Keputusan pengobatan harus berdasarkan pertimbangan individual dengan memperhatikan gejala klinik, hitung limfosit total dan bila memungkinkan jumlah CD4. 6) Terapi kombinasi ARV dapat menekan replikasi HIV hingga di bawah tingkat yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan yang peka, seperti PCR. Penekanan virus secara efektif ini mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan memperlambat progresivitas penyakit. Jadi tujuan terapi adalah menekan perkembangan virus secara maksimal. 7) Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV secara terus menerus adalah memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saat yang bersamaan pada pasien yang baru. Pada pasien yang tidak pernah diterapi, tidak

23 23 boleh menggunakan obat yang memiliki resistensi silang dengan obat yang pernah dipakai. 8) Terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat. 9) Prinsip pemberian ARV diperlakukan sama pada anak maupun dewasa, walaupun pengobatan pada anak perlu perhatian khusus. 10) Walaupun viral load tidak terdeteksi, ODHA yang mendapat ARV harus tetap dianggap menular. Mereka harus dikonseling agar menghindari seks yang tidak aman, atau penggunaan NAPZA suntik yang dapat menularkan HIV atau patogen menular lain. 11) Menghindari timbulnya resistensi, ARV harus dipakai terus menerus dengan kepatuhan (adherence) yang sangat tinggi, walaupun sering dijumpai efek samping ringan. 12) Pemberian ARV harus dipersiapkan secara baik dan matang dan harus digunakan seumur hidup. 13) Disamping ARV, maka infeksi oportunistik harus pula mendapat perhatian dan harus diobati. c. Indikasi Terapi Antireroviral Pada awal akan memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 bila tersedia dan penentuan stadium klinis infeksi HIV, hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita

24 24 sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Panduan indikasi memulai terapi ARV pada ODHA dapat dilihat pada tabel III. Tabel III. Saat Memulai Terapi pada ODHA Dewasa (Ditjen PP dan PL, 2011) Target Populasi Stadium Klinis Jumlah sel CD4 Rekomendasi ODHA dewasa Stadium klinis 1 > 350 sel/mm 3 Belum mulai dan 2 terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan ODHA dewasa Stadium klinis 1 < 350 sel/mm 3 Mulai terapi dan 2 Stadium klinis 3 dan 4 Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Pasien dengan koinfeksi Apapun Stadium Berapapun jumlah Mulai terapi TB klinis sel CD4 Pasien dengan koinfeksi Apapun Stadium Berapapun jumlah Mulai terapi HepatitisB Kronik aktif klinis sel CD4 Ibu Hamil Apapun Stadium Berapapun jumlah Mulai terapi klinis sel CD4 Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa (Ditjen PP dan PL, 2011) : 1) Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Apabila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis. 2) Tersedia pemeriksaan CD4 Apabila tersedia pemeriksaan CD4, maka rekomendasi memulai terapi ARV adalah : a) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm 3 tanpa memandang stadium klinisnya.

25 25 b) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4. d. Penggolongan dan Mekanisme Kerja Obat Antiretroviral Obat-obat antiretroviral dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan mekanisme kerjanya. Di Indonesia dikenal tiga golongan utama antiretroviral yaitu (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006) : 1) Penghambat masuknya virus; enfuvirtid Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit Gp 41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-satunya obat penghambat fusi ini adalah enfuvirtid. 2) Penghambat reverse transcriptase enzyme a) Nucleoside Reverse Transcription Inhibitor (NRTI) NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus fosfat dan selanjutnya berkompetisi dengan natural nukleotida menghambat reverse transcription (RT) sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain itu NRTI juga menghentikan pemanjangan DNA. (1) analog thymin : zidovudin (ZDV/AZT)dan stavudin (d4t) (2) analog cytosin : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddc) (3) analog adenin : didanosine (ddi)

26 26 (4) analog guanin : abacavir(abc) (5) analog nukleotida analog adenosin monofosfat: tenofovir b) Non-nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Bekerjanya tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler tetapi berikatan langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan nukleotida natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat. Contohnya nevirapine (NVP) dan efavirenz (EFV) 3) Penghambat enzim protease (PI) ; ritonavir (RTV) Protease Inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial. Contohnya saquinavir (SQV), indinavir (IDV) dan nelfinavir (NFV). e. Regimen Lini Pertama Obat Antiretroviral Penggunaan obat dikatakan rasional jika pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhannya untuk periode waktu yang cukup dengan harga yang sesuai untuknya dan masyarakat (Ditjen Binfar dan Alkes,

27 ). Pemerintah menetapkan panduan yang digunakan dalam pengobatan ARV berdasarkan 5 aspek yaitu efektivitas, efek samping/toksisitas, interaksi obat, kepatuhan dan harga obat. Prinsip dalam pemberian ARV yang akan diresepkan oleh dokter kepada pasien adalah (Ditjen PP dan PL, 2011) : 1) Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada dalam dosis terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan obat. 2) Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses pelayanan ARV. 3) Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen logistik yang baik. Anjuran pemilihan ARV lini pertama dapat dilihat pada tabel IV. Panduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah : 2NRTI + 1 NNRTI Tabel IV. Anjuran Pemilihan Obat ARV Lini Pertama (Ditjen PP dan PL, 2011) AZT + 3TC + NVP (Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine) ATAU AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz) ATAU TDF + 3TC (atau FTC) + NVP (Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) + Nevirapine) ATAU TDF + 3TC (atau FTC) + NVP (Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) + Efavirenz)

28 28 Prinsip pemilihan obat ARV yang dianjurkan adalah (Ditjen PP dan PL, 2011) : 1) Pilih lamivudin (3TC) /emtricitabine (FTC) ditambah, 2) Dua golongan dari Nucleoside reverse transciptase inhibitor (NRTI), zidovudin (AZT). Berikut adalah paduan lini pertama yang perlu diperhatikan untuk penderita HIV/AIDS yang belum pernah mendapat terapi ARV : Tabel V. Paduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum pernah mendapat terapi ARV (treatment-naïve) (Ditjen PP dan PL,2011) Populasi Target Pilihan yang direkomendasikan Catatan Dewasa dan anak Perempuan hamil Ko-infeksi HIV/TB Ko-infeksi HIV/Hepatitis B kronik aktif AZT atau TDF + 3TC (atau FTC) + EFV atau NVP AZT + 3TC + EFV atau NVP AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV TDF + 3TC (FTC) + EFV atau NVP Merupakan pilihan paduan yang sesuai untuk sebagian besar pasien.gunakan FDC jika tersedia Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester pertama. TDF bisa merupakan pilihan Mulai terapi ARV segera setelah terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu hingga 8 minggu). Gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak dapat digunakan Pertimbangkan pemeriksaan HBsAg terutama bila TDF merupakan paduan lini pertama. Diperlukan penggunaan 2 ARV yang memiliki aktivitas anti- HBV Keterangan: ARV: antiretroviral FDC: Fixed-dose Combination (kombinasi obat antiretroviral dengan dosis yang yang telah ditetapkan). HBsAg: Hepatitis B Surface Antigen (antigen permukaan virus hepatitis B), merupakan penanda awal infeksi Hepatitis B

29 29 f. Penggantian Regimen Pada kasus gagal terapi, tindakan yang direkomendasikan adalah mengganti lini pertama dengan lini kedua. Kriteria gagal terapi adalah menggunakan 3 kriteria, yaitu kriteria klinis, imunologis dan virologis. Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4 dan viral load maka diagnosis kegagalan terapi ditentukan dengan gejala klinis. Sebaliknya jika mempunyai pemeriksaan CD4 dan viral load, maka diagnosis kegagalan terapi ditegakkan dengan pemeriksaan CD4 dan/atau viral load setelah pada pemeriksaan fisik menunjukkan gejala klinis yang mengarah pada kegagalan terapi. Kriteria kegagalan terapi menurut WHO (Ditjen PP dan PL, 2011) : 1) Kegagalan Klinis Munculnya infeksi oportunistik dari stadium 4 minimal 6 bulan terapi ARV. Beberapa penyakit yang termasuk dalam stadium 3 (TB paru, infeksi bakteri berat) dapat menunjukkan kegagalan terapi. 2) Kegagalan Imunologis Definisi dari kegagalan imunologis adalah gagal mencapai dan mempertahankan jumlah CD4 yang cukup, walaupun telah terjadi penurunan/penekanan jumlah virus. Jumlah CD4 juga dapat digunakan dalam menentukkan kegagalan terapi.

30 30 3) Kegagalan Virulogis Viral load merupakan indikator yang paling sensitif dalam menentukkan adanya kegagalan terapi. Disebut gagal virulogis jika viral load lebih dari copies/ml dan viral load menjadi terdeteksi lagi setelah sebelumnya tidak terdeteksi. Kadar viral load yang pasti belum bisa sebagai batasan untuk mengganti panduan ARV. Jika viral load >5.000 copies/ml diketahui berhubungan dengan progresi gejala klinis yang nyata atau turunnya jumlah CD4. Obat ARV golongan PI tidak dianjurkan untuk terapi lini pertama, hanya digunakan untuk lini kedua. Penggunaan pada lini pertama hanya bila pasien benar-benar mengalami intoleransi terhadap golongan NNRTI (Efavirenz atau Nevirapine) (Ditjen PP dan PL, 2011). Rekomendasi panduan lini kedua (Ditjen PP dan PL, 2011) : 2 NRTI + boosted-pi Boosted PI adalah satu obat dari golongan Protease inhibitor yang sudah ditambahi (booster) dengan Ritonavir sehingga obat tersebut ditulis dengan kode /r (misal LVP/r = Lopinavir/ritonavir). Penambahan (booster) dengan ritonavir ini dimaksudkan untuk mengurangi dosis dari obat PI-nya karena tanpa ritonavir maka dosis yang diperlukan akan semakin tinggi. Pilihan terapi ARV lini kedua dapat dilihat pada tabel VI (Ditjen PP dan PL, 2011).

31 31 Tabel VI. Pilihan terapi lini kedua (Ditjen PP dan PL, 2011) Populasi target dan ARV Pilihan Paduan ARV pengganti yang yang digunakan direkomendasikan Dewasa (termasuk Bila menggunakan AZT TDF+3TC atau perempuan hamil) sebagai lini pertama FTC+LVP/r Bila menggunakan TDF AZT+3TC+LVP/r sebagai lini pertama Ko-infeksi TB/HIV Mengingat rifampisin tidak dapat digunakan bersama dengan LVP/r paduan OAT tanpa rifampisin. Jika rifampisin perlu diberikan maka pilihan lain adalah menggunakan LVP/r dengan dosis 800mg/200mg dua kali sehari. Perlu evaluasi fungsi hati ketat jika menggunakan rifampisin dan dosis ganda LVP/r. Ko-infeksi HIV/HIV AZT+TDF+3TC (FTC)+LVP/r (TDF+(3TC+ atau FTC)) tetap digunakan meski sudah gagal di lini pertama karena pertimbangan efek anti- HBV dan untuk mengurangi risiko flare 3. Pemantauan Terapi Antiretroviral Untuk mendapatkan keberhasilan terapi diperlukan monitoring yang dilakukan oleh pihak yang berwenang atau pihak yang berhubungan dengan ODHA lainnya. Upaya monitoring terdiri atas (Nursalam dan Kurniawati, 2007) : 1) Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

32 32 1) Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada setiap kunjungan. 2) Monitoring efek samping ARV, yang terdiri atas pertanyaan langsung, pemeriksaan klinis dan tes laboratorium 3) Monitoring keberhasilan ARV. Monitoring ini berupa indikator klinis, misalnya berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan viral load. Tabel VII. Pemantauan Klinis dan Laboratoris yang dianjurkan selama Pemberian Paduan ARV Lini Pertama (Ditjen PP & PL, 2011) Jika Evaluasi Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Setiap diperlukan ke 2 ke 4 ke 8 ke 12 ke 24 6 bulan (tergantung gejala) Klinis Evaluasi Klinis Berat Badan Penggunaan obat lain Cek Kepatuhan (adherence) Laboratorium Tes antibodi HIV [a] CD4 HB [b] Tes Kehamilan [c][d] VDLR/RPR SGPT Kreatinin [e] Viral load (RNA) [f] Keterangan : [a] Hasil tes HIV(+) yang tercatat (meskipun sudah lama) sudah cukup untuk dasar memulai terapi ARV. Bila tidak ada dokumen tertulis, dianjurkan untuk dilakukan tes HIV sebelum memulai terapi ARV.

33 33 [b] Bagi pasien yang mendapat AZT : perlu diperiksa kadar hemoglobin sebelum terapi AZT dan pada minggu ke 4, 8 dan 12.Bila diperlukan (misal ada tanda dan gejala anemia atau ada obat lain yang bisa menyebabkan anemia). [c] Lakukan tes kehamilan sebelum memberikan EFV pada ODHA perempuan usia subur. Bila hasil tes positif dan kehamilan pada trimester pertama maka jangan diberi EFV. [d] Bila hasil tes kehamilan positif pada perempuan yang sudah terlanjur mendapatkan EFV maka segera ganti dengan paduan yang tidak mengandung EFV. [e] Pasien yang mendapat TDF, perlu pemeriksaan kreatinin serum pada awal dan setiap 3 bulan pada tahun pertama kemudian jika stabil dapat dilakukan setiap 6 bulan. [f] Pengukuran viral load (HIV RNA) tidak dianjurkan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memulai terapi ARV atau sebagai alat pemantau respon pengobatan pada saat tersebut. Dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis dini adanya kegagalan terapi atau menilai adanya ketidaksesuaian antara hasil CD4 dan keadaan klinis dari pasien yang diduga mengalami kegagalan terapi ARV. 2) Monitoring Klinis Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan riwayat penyakit yang jelas dan dilakukan pemeriksaan klinis yang teratur. Berikut adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali dilakukan pemeriksaan klinis ; 1) Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika terjadi efek samping. 2) Kunjungan bulanan sesudahnya atau lebih jika diperlukan. 4. Respon Terapi Antiretroviral Pengobatan ARV terbukti mempunyai peran yang bermakna dalam pencegahan penularan HIV, karena obat ARV memiliki mekanisme kerja mencegah replikasi virus yang secara bertahap menurunkan jumlah virus dalam darah (Ditjen PP dan PL, 2011). Jika ingin mendapatkan keberhasilan terapi ARV harus diikuti dengan monitoring terapi. Monitoring terapi dilakukan secara periodik setelah mulai pemberian terapi ARV. Monitoring

34 34 terapi yang dilakukan meliputi monitoring kepatuhan, efek samping dan keberhasilan terapi (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006). Monitoring keberhasilan terapi dilakukan untuk melihat apakah regimen obat antiretroviral yang diberikan memberikan respon pada penekanan jumlah virus dan dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Jika regimen yang dipilih tidak memberikan respon pada penekanan jumlah virus perlu dipertimbangkan untuk mengganti dengan regimen lain (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006). Terapi dengan regimen yang efektif akan menghasilkan 3 kali lipat dan 10 kali lipat penurunan jumlah viral load dalam minggu ke 4 dan 8 (Dumond dan Kashuba, 2009). 5. Penanda Perkembangan Penyakit HIV/AIDS a. Penanda Klinis Petanda klinis bisa dijadikan sebagai perkembangan penyakit AIDS antara lain kandidiasis oral, demam yang terus menerus, diare tanpa sebab dan penurunan berat badan. Petanda klinis lainnya yaitu hairy leucoplakia dan herpes zoster (Carey, 1998). b. Penanda Laboratoris Penanda laboratorium dari perkembangan penyakit dapat berupa penanda immunologis dan virulogis. Penanda laboratorium seharusnya

35 35 tidak satu-satunya digunakan dalam pengambilan keputusan klinis, demikian juga tidak menggunakan hasil single test. 1) Penanda Imunologis a) Jumlah limfosit CD4 Reseptor CD4 pada limfosit CD4 adalah salah satu target utama invasi dari HIV. Tingkat sel CD4 yang menurun disebabkan karena kerusakan sel oleh virus. Jumlah CD4 biasanya diukur dengan penurunan CD4 (sel/mm 3 ). Jumlah CD4 bisa tergantung pada variasi diurnal, pengaruh infeksi dan perbedaan laboratorium. Persentase dari sel CD4 pada total limfosit terkadang digunakan. CD4 juga berkurang jika perkembangan penyakit semakin berkembang. Nilai CD4 juga menggambarkan perkembangan penyakit (Carey, 1998). b) Rasio CD4:CD8 Pada infeksi HIV, nilai CD4 turun, jumlah sel CD8 meningkat yang menyebabkan penurunan rasio karena penyakit yang berkembang. c) Serum β2 mikroglobin Protein ini banyak terdapat pada permukaan sel termasuk sel limfosit T dan B. Peningkatan konsentrasi serum

36 36 akan diproduksi sebagai pengaktifan sistem imun. Meningkat pada infeksi HIV dan meningakat pula karena perkembangan penyakit. Pada level kurang dari 3 mg/l mempunyai risiko progresi yang rendah (Carey, 1998). d) Serum neopterin Neopterin diproduksi oleh monosit dan makrofag dan juga merupakan ukuran aktifasi imun. Jumlahnya akan meningkat pada infeksi HIV dan dipengaruhi oleh infeksi penyerta (Carey, 1998). e) Lain-lain Reseptor imunoglobulin A (IgA) dan interleukin-2 meningkat sebagai hasil stimulasi dari sistem imun, namun, kedua ini jarang digunakan karena memiliki hasil yang kurang prediktif (Carey, 1998). c. Penanda Virologis 1) Serum HIV p24 Antigen Serum ini dulu digunakan sebagai korelasi dengan viral load. Pasien dengan p24 antigen postif lebih mungkin mengalami

37 37 perkembangan infeksi dibandingkan dengan yang negatif, namun sudah tidak digunakan karena tidak prediktif (Carey, 1998). 2) Plasma RNA HIV dengan PCR Mengukur jumlah RNA HIV fragmen sehingga bisa menunjukkan besarnya replikasi virus. Unit satuan pengukuran RNA adalah copies/ ml plasma (Carey, 1998). F. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien HIV/AIDS, gambaran regimen terapi antiretroviral dan seberapa besar respon terapi berdasarkan penanda klinis dan imunologis pada pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS. DI RSAU Dr.M.SALAMUN

KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS. DI RSAU Dr.M.SALAMUN DINAS KESEHATAN ANGKATAN UDARA RSAU Dr.M.SALAMUN KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN Nomor : Skep/ /IX/20 TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS DI RSAU Dr.M.SALAMUN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada negara- negara berkembang, HIV/AIDS merupakan salah satu ancaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada negara- negara berkembang, HIV/AIDS merupakan salah satu ancaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human immunodeficiency virus atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu penyebab utama kematian global (Saraceni et. al., 2014). Banyak

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome HIV merupakan virus Ribonucleic Acid (RNA) yang termasuk dalam golongan Retrovirus dan memiliki

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Jika diterjemahkan secara bahasa : Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab sekumpulan gejala akibat hilangnya kekebalan tubuh yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS (Ramaiah, 2008). Target dari HIV adalah sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi AIDS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian HIV/AIDS Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang system kekebalan tubuh/imunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV

Lebih terperinci

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV Tuberkulosis (TB) mewakili ancaman yang bermakna pada kesehatan

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Imunnodeficiency Syndrome (AIDS) 2.1.1 Definisi HIV merupakan sebuah retrovirus yang memiliki genus lentivirus, genus ini memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi HIV/AIDS Human Immunodefeciency Virus (HIV) adalah virus yang berasal dari lentivirus primata. Virus ini merupakan agen penyebab dari AIDS. HIV pertama kali ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Imunnodeficiency Syndrome (AIDS) HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV 2.1.1. Epidemiologi Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial (ILO, 2005). Pada tahun 2008, diseluruh dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab dari timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), masih menjadi masalah kesehatan utama secara

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

MAKALAH PELAYANAN INFORMASI OBAT HIV/AIDS. Anggota Kelompok:

MAKALAH PELAYANAN INFORMASI OBAT HIV/AIDS. Anggota Kelompok: MAKALAH PELAYANAN INFORMASI OBAT HIV/AIDS Anggota Kelompok: 1. RIZKA AMELIA SALEH 1720333672 2. RIZKA MAULINA 1720333673 3. SINTYA LARA MARISTA 1720333678 FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus RNA berpilin tunggal. HIV menginfeksi dan membunuh helper (CD4) T lymphocytes. Sel-sel lainnya yang mempunyai protein

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak Pertimbangan untuk pengobatan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak Proses pengambilan keputusan untuk mulai ART pada bayi dan anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati Infeksi HIV pada Anak Nia Kurniati Topik Transmisi Diagnosis Manajemen Transmisi Vertikal Kehamilan Persalinan Laktasi Horisontal Sama seperti penularan pada orang dewasa Case 1 Seorang anak perempuan,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS Oleh: KHOIRUL HARIS KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI KEPERAWATAN MALANG 2012 SATUAN ACARA PENYULUHAN Bidang studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang menyerang imunitas manusia. Kumpulan gejala penyakit yang muncul karena defisiensi imun tersebut disebut AIDS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus merubah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus merubah 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam golongan virus RNA, yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yaitu pada sel-sel darah putih yang bertugas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Immunodeficiency Virus menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Immunodeficiency Virus menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih, 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. Human Immunodeficiency Virus menyerang salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci