BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan merupakan subfamili dari lentivirus. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV-1 dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan merupakan subfamili dari lentivirus. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV-1 dan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV) Human Immunodeficiency Virus termasuk ke dalam keluarga retroviridae dan merupakan subfamili dari lentivirus. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Penyebab utama kasus HIV di seluruh dunia, termasuk USA adalah HIV- 1. Baik HIV-1 maupun HIV-2 merupakan infeksi zoonosis. Salah satu spesies simpanse, Pan troglodytes troglodytes, telah ditetapkan sebagai reservoir alami dari HIV-1 dan yang paling dicurigai sebagai sumber infeksi ke manusia. HIV-2 secara filogenetik lebih dekat dengan Simian Immunodeficiency Virus (SIV) yang ditemukan pada sooty mangabeys dibanding HIV-1 (Fauci, et al., 2008). Hubungan taksonomi di antara lentivirus pada primata ditunjukan pada gambar di bawah ini. Gambar 2.1 Pohon filogenetik berdasarkan struktur genom virus immunodefisiensi primata (Fauci, et al., 2008) 5

2 Gambar 2.2 Struktur virus HIV (Fauci, et al., 2008) HIV merupakan virus RNA yang dapat melakukan reverse transcription terhadap genomnya dari RNA ke DNA dengan enzim reverse transcriptase. Siklus replikasi HIV dimulai dengan penempelan yang kuat dari protein p120 terhadap reseptornya di permukaan sel host yaitu CD4. CD4 merupakan sebuah protein dengan berat 55-kDa yang ditemukan secara dominan pada bagian limfosit T yang bertanggung jawab terhadap sistem imun. CD4 juga terdapat pada permukaan monosit/makrofag dan sel dendritik/langerhans. Sekali gp120 terikat ke CD4, maka gp120 akan mengalami perubahan untuk memfasilitasi pengikatan terhadap co-reseptor yang lain. Dua co-reseptor utama pada HIV-1 adalah CCR5 dan CXCR4. Kedua reseptor ini penting bagi virus untuk masuk ke dalam sel. Setelah pengikatan gp120 terhadap CD4, maka fusi akan terjadi melalui terpaparnya gp41 yang melakukan penetrasi ke plasma membran target sel dan kemudian menggulung dirinya sendiri untuk membawa virion dan target sel secara bersama-sama. Selanjutnya, komplek preintegrasi, yang terdiri dari virus

3 RNA dan enzim serta dikelilingi oleh lapisan kapsid protein, dilepaskan ke dalam sitoplasma target sel. Komplek preintegrasi ini akan melintasi sitoplasma untuk mencapai nucleus. Enzim reverse transcriptase dari virus akan menyebabkan transkripsi balik dari genom RNA menjadi DNA, dan lapisan protein akan terbuka untuk melepaskan double-stranded HIV DNA. Pada titik siklus replikasi ini, genom virus sangat rentan terhadap faktor seluler yang dapat menghambat progresivitas dari infeksi tersebut (Paul, 2008; Merati and Djauzi, 2009). Dengan aktivasi sel, virus DNA akan masuk ke dalam nucleus, dimana virus akan diintegrasikan ke dalam kromosom host melalui aktivasi enzim integrase. Provirus HIV (DNA) secara selektif bergabung dengan DNA nuclear ke dalam intron dari gen yang aktif. Provirus ini bisa tetap dalam keadaan transkripsional inaktif (latent) atau akan bermanifes dalam berbagai tingkat ekspresi gen sampai terjadi produksi aktif dari virus (Merati and Djauzi, 2009). Aktivasi seluler memainkan peran penting dalam siklus replikasi HIV dan patogenesis penyakit yang ditimbulkannya. Pengikatan awal dan internalisasi virion ke sel target adalah labil dan tidak berintegrasi secara efisien ke dalam genom host jika aktivasi seluler terjadi segera setelah infeksi. Beberapa tingkat aktivasi dari sel host diperlukan untuk mengawali transkripsi dari proviral DNA terintegrasi ke RNA genom atau mrna. Setelah terjadi transkripsi, mrna HIV ditranslasikan menjadi protein yang mengalami modifikasi melalui proses glycosylation, myristylation, phosphorylation, dan cleavage. Partikel virus dibentuk dengan menggabungkan protein HIV, enzim, dan RNA genom di membran plasma sel. Pembentukan virus-virus baru terjadi melalui tempat khusus

4 pada lapisan lipid bilayer membran sel host yang dikenal sebagai lipid raft, dimana inti membutuhkan envelopenya. Protease akan memicu pelepasan precursor gag-pol untuk menghasilkan virion yang matur. Virion yang matur ini akan menginfeksi sel-sel host yang lain dan sikus yang sama akan terjadi kembali (Paul, 2008; Fauci, et al., 2008). Penurunan sistem imun terjadi karena defisiensi progresif sel T helper secara kuantitatif maupun kualitatif karena CD4 merupakan reseptor primer dari HIV. Penurunan jumlah CD4 sebanding dengan perburukan infeksi HIV yang sedang berlangsung. Pasien dengan level sel T CD4 di bawah batas tertentu sangat rentan terhadap berbagai penyakit oportunistik, khususnya infeksi dan neoplasia (Djoerban and Djauzi, 2009). Gambar 2.3 Siklus replikasi HIV (Fauci, et al., 2008) HIV ditularkan melalui kontak seksual, pertukaran cairan tubuh (darah, ASI, jarum suntik) dan secara vertikal dari ibu ke bayi. Bayi yang tertular HIV

5 akan mengalami gangguan tumbuh kembang dan sering mengalami infeksi baik karena virus maupun bakteri (Depkes RI, 2006). 2.2 Kehamilan dengan Infeksi HIV Data UNAIDS tahun 2009 menunjukkan terdapat 33,3 juta kasus HIV di seluruh dunia dan 48% dari jumlah tersebut (15,9 juta) adalah wanita. Sebagian besar mereka berada dalam usia reproduksi. Gray and Mclntyre, tahun 2007, melaporkan bahwa 8,5% dari seluruh penderita HIV adalah wanita hamil yang akan melahirkan bayinya setiap tahun. Wanita dengan HIV tetap memiliki hak untuk hamil dan mempunyai anak (Gray and Mclntyre, 2007; UNAIDS, 2009). Terdapat perdebatan dari berbagai literatur mengenai efek kehamilan terhadap progresifitas dan perjalanan penyakit pada wanita yang terinfeksi HIV. Sebuah tinjauan teori dan meta-analisis dari tujuh penelitian kohort prospektif menunjukkan bahwa di negara berkembang, perburukan infeksi HIV terjadi secara progresif dan kematian terjadi lebih awal di antara wanita hamil dibanding dengan wanita yang tidak hamil. Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, infeksi telah menjadi penyebab utama kematian maternal. Penelitian lain menunjukkan bahwa kematian maternal terkait HIV dan AIDS telah menjadi penyebab kematian maternal di negara berkembang, dalam hal ini diambil contoh negara Afrika Selatan, yaitu 20,1 % dari seluruh kematian maternal, lebih tinggi dari penyebab obstetri yang lain (Moodley, 2005; Gray and Mclntyre, 2007). Studi di USA dan Eropa tidak menunjukkan bahwa kehamilan mempunyai efek terhadap progresifitas infeksi HIV. Berbagai laporan dari penelitian-

6 penelitian yang dilakukan di negara miskin menyatakan bahwa progresifitas infeksi dipercepat dengan adanya kehamilan tetapi sulit untuk meninterpretasikan hasil penelitian tersebut karena jumlah sampelnya kecil dan memiliki bias dalam seleksi subjek untuk penelitian tersebut (Moodley, 2005). Baik wanita HIV positif maupun negatif akan mengalami penurunan absolut CD4 dalam kehamilannya. Hal ini disebabkan adanya hemodilusi. Sedangkan persentase CD4 relatif lebih stabil. Oleh sebab itu, persentase CD4 lebih akurat dibanding absolut CD4 dalam menilai fungsi imun pada wanita hamil dengan infeksi HIV. Karena sistem imunitas berkorelasi dengan VL HIV di dalam darah, maka persentase CD4 diduga dapat menggambarkan VL HIV di dalam darah ibu hamil HIV positif. Jika perubahan absolut CD4/persentase CD4 dibandingkan sepanjang waktu, maka tidak ada perbedaan antara wanita hamil HIV positif dan wanita yang tidak hamil. Hal ini menunjukkan bahwa kehamilan tidak mempercepat penurunan CD4. Tingkat HIV RNA (viral load) relatif tetap stabil selama kehamilan meskipun tanpa pengobatan. Penelitian lain menunjukkan bahwa kehamilan memberikan perubahan yang kecil terhadap kadar HIV pada wanita dengan HIV tipe 1 seropositif. Jadi, tidak ada peningkatan viral load atau penurunan CD4 yang berhubungan dengan kehamilan, meskipun jumlah hitung limfosit dapat menurun (Anderson, 2001; Ball, 2002; Gray and Mclntyre, 2007). Kontroversi mengenai hasil kehamilan pada wanita yang terinfeksi HIV masih ada. Di negara maju, dilaporkan tidak ada peningkatan frekuensi terjadinya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, IUGR, dan lahir mati dibandingkan dengan kelompok yang sama dari wanita tanpa infeksi HIV. Tingginya mortalitas

7 perinatal dilaporkan terjadi pada wanita hamil dengan infeksi HIV di negara miskin, dengan parahnya infeksi HIV dihubungkan dengan tingginya angka kematian neonatal. Teori adanya sindrom malformasi terkait infeksi HIV belum dapat dibuktikan. Belum ada studi yang mengindikasikan adanya peningkatan frekuensi defek/malformasi pada bayi terkait infeksi HIV (Moodley, 2005). 2.3 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan akhir dari rantai penularan yang kemungkinan berasal dari seorang laki-laki HIV positif yang menularkan HIV kepada pasangan perempuannya melalui hubungan seksual tidak aman, dan selanjutnya pasangan perempuan itu menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya. Sepanjang usia reproduksi aktifnya, perempuan tersebut secara potensial masih memiliki risiko untuk menularkan HIV kepada bayi berikutnya jika ia hamil kembali (Depkes RI, 2006). Transmisi perinatal merupakan penyebab infeksi HIV pada bayi dan anak di seluruh dunia. Penelitian De Cock, et al., pada tahun 2000 mendapatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sekitar 25-45%. Risiko penularan ini terbagi dalam 3 tahap, yaitu selama kehamilan (5-10%), saat persalinan (10-20%), dan penularan melalui ASI (10-20%). Intervensi setiap tahap di atas sangat penting untuk dapat menurunkan risiko transmisi HIV. Pemberian ARV profilaktik merupakan salah satu intervensi yang efektif untuk mengurangi risiko transmisi. Namun demikian, ARV harus diberikan pada saat yang tepat untuk mendapatkan manfaat optimal dan mengurangi efek samping ARV. Gambar di

8 bawah ini merupakan estimasi risiko transmisi yang didapat dari sebuah studi kohort dari 100 anak yang lahir dari ibu dengan infeksi HIV tanpa intervensi apapun. Angka di dalam segitiga adalah jumlah anak yang berisiko mengalami infeksi (De Cock, et al., 2000; Cunningham, et al., 2010). Gambar 2.4 Estimasi risiko transmisi HIV perinatal selama kehamilan dan persalinan pada populasi yang tidak menyusui (Cunningham, et al., 2010). Rentang angka penularan yang lebar dimungkinkan karena perbedaan pola menyusui, VL HIV di dalam tubuh ibu, dan penanganan obstetrik. Sebagian besar transmisi terjadi dalam 2 minggu terakhir kehamilan, menjelang persalinan, dan ketika bersalin. Meskipun mekanisme pasti transmisi vertikal ini belum diketahui, tetapi alasan yang paling mungkin adalah terjadinya mikrotransfusi selama kontraksi Braxton Hicks, kontraksi selama persalinan, penyebaran virus melalui vagina dan serviks ketika mengalami pecah ketuban, dan masuknya virus melalui saluran pencernaan janin ketika persalinan sedang berlangsung. Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa transmisi dapat diturunkan melalui seksio sesarea terencana dan terjadinya peningkatan penularan dengan bertambahnya durasi pecah ketuban. Meskipun hanya terdapat sedikit bukti akan risiko prosedur antenatal seperti amniocentesis, cordocentesis dan chorionic villus

9 sampling, sebagian besar klinisi menyarankan perlunya terapi ARV profilaksis jika prosedur ini akan dilakukan (Moodley, 2005). Wanita yang terinfeksi HIV tetapi tidak mendapat ARV selama kehamilannya, dan wanita dengan VL HIV terdeteksi, untuk mengurangi penularan dari ibu ke bayi dapat dilakukan dengan seksio sesarea secara terencana. Sebuah meta-analisis dari 15 penelitian kohort prospektif, yang melibatkan 8533 ibu dan anaknya, menemukan penurunan tingkat transmisi sebesar 50% pada wanita yang menjalani seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan atau pecah ketuban. Pada wanita dengan VL HIV yang tidak terdeteksi, manfaat dari seksio sesarea masih belum pasti. Persalinan dengan seksio sesarea dihubungkan dengan komplikasi anestesi, intraoperaif dan postoperatif. Laporan mengenai morbiditas dan mortalitas terkait seksio sesarea pada wanita HIV positif masih belum konsisten. Beberapa studi menemukan peningkatan kejadian sepsis pada wanita yang terinfeksi HIV dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi, dan tingkat komplikasi berhubungan dengan tingkat penurunan sistem imunitas. Di negara miskin keadaan ini sering terjadi. Pada penelitian randomized mode of delivery di Eropa, seksio sesarea terencana pada wanita HIV positif tidak berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan persalinan pervaginam (Moodley, 2005; Jamieson, et al., 2007). Wanita yang memilih persalinan pervaginam harus mendapat penanganan obstetri yang dapat memperkecil transmisi HIV dari ibu ke bayi. Pengelolaan ini termasuk menghindari pemakaian elektrode pada kulit kepala janin, sampling

10 darah fetus, penggunaan ventouse pada kala II persalinan, episiotomi, dan yang penting adalah menjaga selaput ketuban tetap intak selama mungkin saat kala I persalinan. Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi juga semakin meningkat karena semakin lama terjadi kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu. Ketuban pecah dini lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan (Moodley, 2005; Depkes RI, 2006). Faktor yang paling baik untuk memprediksi kemungkinan transmisi infeksi pada neonatus adalah VL HIV ibu. Telah diketahui bahwa pada sebagian besar wanita, VL HIV yang tinggi dalam plasma dan dihubungkan dengan CD4-T limfosit yang rendah selama ANC akan meningkatkan risiko transmisi HIV dari ibu ke bayi. Dua penelitian besar menunjukkan bahwa transmisi perinatal secara signifikan berhubungan dengan VL HIV ibu. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada transmisi terjadi ketika VL HIV dalam plasma < 1000 kopi/ml dan < 500 kopi/ml. Pemeriksaan viral load assay saat ini bisa mendeteksi HIV lebih baik daripada yang digunakan dalam penelitian di atas. Tetapi, sebuah metaanalisis dari tujuh studi prospektif menemukan 44 kasus transmisi perinatal di antara 1202 wanita dengan VL HIV < 1000 kopi/ml, baik saat atau menjelang persalinan. Tingkat transmisi akan meningkat signifikan pada wanita dengan VL HIV plasma kopi/ml. Sebaliknya, tingkat transmisi rendah ketika VL HIV ibu tidak terdeteksi. Belum ada bukti yang cukup untuk mengetahui ambang batas VL HIV dimana transmisi tidak terjadi. Akan tetapi dengan pemberian

11 regimen ARV yang efektif, kemungkinan transmisi bisa diminimalisir (Jourdain, et al., 2007; Depkes RI, 2006; Moodley, 2005; Ayisi, et al., 2004; Ioanidis, et al., 2001). Strategi untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang telah diterapkan antara lain (Depkes RI, 2006): Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif Layanan konseling dan tes HIV sukarela Pemberian obat antiretroviral Konseling tentang HIV dan makanan bayi serta pemberian makanan bayi Persalinan yang aman Tatalaksana pasien hamil dengan HIV berdasarkan Panel Ahli tahun 2013 (Putra, 2013): Perempuan dewasa dengan HIV yang sudah mendapat ARV, saat hamil ARV diteruskan dengan regimen yang sama Perempuan dengan HIV yang diketahui statusnya pada saat kehamilannya, segera mulai ARV sedini mungkin tanpa memandang usia kehamilan, stadium klinis, dan jumlah CD4 (Panel Ahli tahun 2013) Penatalaksanaan persalinan: Seksio caesarea elektif merupakan cara persalinan yang memiliki risiko transmisi terkecil. Seksio caesarea mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 50-66%

12 Persalinan pervaginam. Persyaratan persalinan pervaginam adalah ibu minum ARV teratur lebih dari 6 bulan dan atau viral load HIV tidak terdeteksi Laktasi: Bayi dapat diberikan susu formula eksklusif. Pilihan lain adalah ASI eksklusif (maksimal 6 bulan) dengan pemberian ARV bagi ibu dan bayi. Tidak boleh diberikan campuan susu formula dan ASI. 2.4 Alur Tatalaksana Pasien di Klinik PMTCT Nigraha RSUP Sanglah Pasien hamil yang dicurigai terinfeksi HIV yang dirujuk dari LSM, RSUD, RS atau klinik swasta dan yang datang sendiri ke klinik PMTCT RSUP Sanglah akan dilakukan anamnesis secara menyeluruh dan digali faktor-faktor risiko terkait. Selanjutnya pasien akan diberikan konseling untuk pemeriksaan antibodi HIV dan absolut CD4. Selanjutnya pasien akan mendapatkan penanganan secara komprehensif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi serta membuat ibu hamil dengan HIV tetap sehat selama kehamilannya. Pasien yang dirujuk dari poli VCT RSUP Sanglah, klinik VCT luar RSUP Sanglah, team CST RSUP Sanglah dan program rumatan metadon, dengan diagnosis HIV yang sudah tegak, akan menjalani pemeriksaan absolut CD4 untuk mengetahui status imunitas saat ini (Protap PMTCT RSUP Sanglah). Pasien hamil terinfeksi HIV yang melakukan kunjungan antenatal di klinik PMTCT RSUP Sanglah akan mendapatkan terapi ARV profilaksis untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. ARV profilaksis diberikan tanpa memandang usia kehamilan dan jumlah hitung absolut CD4. Berbeda dengan

13 sebelumnya, dimana ARV profilaksis akan diberikan bila absolut CD4 < 350 sel/mm 3 pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Bila absolut CD4 masih tinggi yaitu lebih dari 350 sel/mm 3, maka ARV profilaksis baru akan diberikan saat usia kehamilan genap 32 minggu. Sebelum pemberian ARV, fungsi hati dan fungsi ginjal akan dinilai lebih dahulu dan dipantau secara berkala (Protap PMTCT RSUP Sanglah). Regimen ARV profilaksis yang diberikan adalah lamivudine (3TC) 150 mg dan zidovudine (AZT) 300 mg dengan pemberian 2 kali sehari satu tablet. Dapat diberikan sebelum atau sesudah makan. Respon pemberian ARV akan dimonitor secara berkala, terbaik dengan menggunakan PCR untuk memantau VL HIV di darah ibu. Namun pemeriksaan ini tergolong mahal dan sebagai pengganti biasanya digunakan pemeriksaan absolut CD4 untuk memantau perbaikan sistem imunitas ibu. Bila VL HIV rendah maka risiko transmisi vertikal juga rendah. Bila persentase CD4 terbukti bisa memprediksi VL HIV dengan baik, maka persentase CD4 dapat diusulkan menjadi pemeriksaan alternatif sebagai pengganti VL dalam memantau respon terapi pemberian ARV profilaksis tersebut (Depkes RI, 2006).

14 Gambar 2.5 Alur pelaksanaan Program PMTCT Nigraha RSUP Sanglah Denpasar (Protap PMTCT RSUP Sanglah) 2.4 Hubungan antara VL HIV dengan CD4 Absolut CD4 Count (Helper T-cell Count) adalah penghitungan jumlah sel-t helper yang secara teknis disebut CD4 limfosit yang dimungkinkan sebagai pemeriksaan yang penting untuk mengetahui status sistem imunitas wanita dengan HIV. Sel-T helper bertanggung jawab terhadap signaling sel-sel sistem imun lain

15 untuk melawan infeksi di dalam tubuh. Pemeriksaan jumlah hitung CD4 mencerminkan jumlah sel CD4 dalam millimeter kubik (sel/mm 3 ) atau mikroliter (sel/µl) dalam darah. Dalam paper ilmiah kadang ditulis sebagai sel x 10 6 /L. Jumlah hitung normal absolut CD4 adalah pada laki-laki dewasa tanpa infeksi HIV adalah sel/mm 3, sedangkan pada wanita dewasa tanpa infeksi HIV adalah sel/mm 3. CDC dalam buku panduan laboratorium manual tahun 2004, menetapkan nilai normal untuk absolut CD sel/mm 3. Tanpa terapi ARV, rata-rata pasien dengan infeksi HIV mengalami penurunan jumlah hitung sel-t helper sekitar sel per millimeter kubik setiap tahunnya (Horn, 2004; AIDSmap, 2004; CDC, 2004). Jumlah hitung CD4 tunggal tidak mencerminkan hal yang banyak. Pasien harus memiliki beberapa hasil secara berkala untuk melihat polanya (trend). Jumlah hitung absolut CD4 dapat naik dan turun tergantung waktu tiap hari. Banyak hal yang mempengaruhi jumlah hitung absolut CD4, di antaranya adalah karena malnutrisi, luka bakar atau adanya stres psikososial. Splenektomi pun dapat meningkatkan jumlah absolut CD4 secara palsu. Selain itu CD4 juga dipengaruhi oleh variasi diurnal yang menyebabkan CD4 lebih rendah pada waktu-waktu tertentu. Pada kehamilan juga terjadi hemodilusi yang menyebabkan penurunan jumlah hitung CD4. Hal ini akan menyebabkan jumlah CD4 menjadi bervariasi dan kurang optimal dalam menilai status imunitas ibu hamil dengan infeksi HIV (Irwin, 2001; Depkes RI, 2009; Hoffmann, 2009). Hal ini menyebabkan penilaian status sistem imun harus berdasarkan beberapa hasil pemeriksaan CD4 secara berkala untuk melihat polanya, apakah

16 naik, turun, ataukah tetap stabil. Hal ini tentu menyebabkan pemeriksaan absolut CD4 menjadi kurang praktis dan kurang akurat. CD4 % (CD4 percentage) adalah persentase dari total limfosit yang merupakan sel CD4. Pada orang sehat, jumlah sel-t helper sekitar 31 % dan 65 % dari total jumlah limfosit (termasuk sel-b dan tipe-tipe sel-t yang lain). Persentase CD4 merupakan pengukuran yang lebih stabil dibanding jumlah CD4 karena hasil pengukurannya tidak terlalu bervariasi. Sebagai contoh, seorang pasien dengan jumlah CD4 bervariasi antara 160 dan 240 selama beberapa kali pemeriksaan dalam beberapa bulan, sementara persentase CD4 tetap konstan yaitu 15 %. Kadang-kadang jumlah hitung CD4 dapat relatif tinggi sementara persentase CD4-nya rendah (kurang dari 21 %). Dalam situasi ini, banyak praktisi kesehatan akan mempertimbangkan bahwa sistem imun secara signifikan memburuk berdasarkan persentase CD4 (Horn, 2004; CDC, 2004). a. CD4 % 13 % adalah sebanding dengan jumlah hitung CD4 200 sel/mm 3 b. CD4 % 31 % adalah sebanding dengan jumlah hitung CD4 475 sel/mm 3, tetapi ada rentang yang luas untuk nilai yang lebih tinggi. c. Pasien HIV negatif biasanya memiliki CD4 % sekitar 40 %

17 Untuk lebih memudahkan pemahaman, maka dibuatlah skema sebagai berikut: Gambar 2.6 Pola penurunan jumlah hitung CD4 yang didapat dari pemeriksaan Absolut CD4 secara berkala. Gambar di atas menunjukkan penurunan sistem imunitas yang ditandai dengan penurunan jumlah hitung CD4. Setiap titik menggambarkan jumlah absolut CD4. Garis lurus menunjukkan rata-rata hasilnya. Pada contoh di atas, menunjukkan bahwa pola absolut CD4 cenderung turun setiap waktu, tetapi hasilnya naik-turun, tidak konsisten. Karena jumlah hitung absolut CD4 bervariasi, maka jumlah hitung yang tidak diharapkan misalnya tinggi atau rendah sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan ulangan jika memungkinkan. Persentase CD4 secara umum dipertimbangkan sebagai indikator yang lebih akurat untuk menilai integritas sistem imunitas karena hasilnya tidak terlalu berfluktuasi akibat penyakit penyerta atau faktor-faktor lain yang tidak terkait HIV misalnya variasi diurnal (Frascino, 2010). Pada pemantauan terapi ARV pada pasien yang mengalami splenektomi dan wanita hamil, persentase CD4 memberikan hasil prognosis yang lebih signifikan. Pada sebuah penelitian kohort terhadap wanita hamil yang diakukan di Abidjan tahun 2007, menyimpulkan

18 bahwa di antara sebelum kehamilan dan periode setelah melahirkan, jumlah hitung CD4 secara signifikan mengalami peningkatan, dimana persentase CD4 tetap tidak berubah. Untuk menentukan waktu yang akurat kapan memulai terapi ARV, persentase CD4 dapat lebih reliabel daripada jumlah hitung absolut pada wanita hamil di sub-sahara Afrika (Ekouevi, et al., 2007). Namun penelitian yang dilakukan oleh Toumala, et al., 1997, menyimpulkan bahwa absolut CD4 dalam kehamilan tidak banyak mengalami perubahan dan cukup konsisten. Peneliti lain juga menyatakan bahwa CD4 absolut lebih penting dalam menilai status imunitas dibanding persentase CD4 dan lebih bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan untuk terapi pada pasien terinfeksi HIV (Gebo, et al., 2004). Dengan demikian masih terdapat kontroversi mengenai keakuratan persentase CD4 dan absolut CD4 dalam menilai sistem imunitas yang sebenarnya. VL HIV secara tidak langsung berhubungan dengan CD4. Makin tinggi VL, makin rendah sistem imunitas (baik persentase CD4 maupun absolut CD4). Berdasarkan hubungan tersebut, sebenarnya VL di dalam darah dapat diprediksi. Dengan kelebihannya, akan tetapi masih terdapat kontroversi, persentase CD4 diduga dapat memberi prediksi VL lebih baik dibanding absolut CD4 di dalam darah ibu hamil terinfeksi HIV. Bila hal ini terbukti, maka VL HIV bisa diprediksi dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium yang ekonomis. Dengan demikian risiko transmisi perinatal bisa diramalkan dan dapat dicegah melalui pemberian ARV di saat yang tepat dan respon terapi ARV ini pun dapat dimonitor secara berkala dengan lebih baik.

19 2.6 Metode Pemeriksaan VL HIV, Persentase CD4, dan Absolut CD4 Pemeriksaan viral load HIV pada penelitian ini akan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reactions) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Metode pemeriksaan ini menggunakan reagen the Roche Amplicor HIV-1 Monitor Test (version 1,5; Roche Molecular Systems, Basel, Switzerland). Rentang viral load yang didapat dari reagen versi 1,5 ini adalah antara 400 sampai kopi HIV-1 RNA per mililiter dengan menggunakan prosedur pengolahan spesimen standar (200 µl sampel). Pemeriksaan dengan reagen ini memiliki sensitivitas 100 % dan spesifisitas 97,4 %. Metode PCR dalam pemeriksaan viral load HIV akan menjadi gold standar dalam penelitian ini (Barletta, et al., 2004). Pemeriksaan absolut CD4 akan menggunakan flowcytometer sedangkan pemeriksaan persentase CD4 dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dengan menggunakan single platform assay dengan BD Facscaliburas sebagai gold standar dan secara tidak langsung dengan perhitungan. Seperti yang diketahui bahwa persentase CD4 merupakan persentase dari total limfosit yang merupakan sel CD4, sehingga perhitungan dilakukan berdasarkan perbandingan jumlah absolut CD4 dan jumlah limfosit total. Hasil dinyatakan dalam persentase. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Kihembo, et al., tahun 2010, menunjukkan bahwa hasil perhitungan persentase CD4 yang didapat dari kedua cara tersebut

20 tidak berbeda bermakna. Perhitungan persentase CD4 secara manual memiliki sensitivitas 100 % dan spesifisitas 97,3 %. Hal ini akan membuat persentase CD4 mudah diaplikasikan untuk daerah-daerah yang belum memiliki fasilitas laboratorium memadai (Kihembo, et al., 2010).

AKURASI PERSENTASE CD4 DAN ABSOLUT CD4 TIDAK BERBEDA DALAM MEMPREDIKSI VIRALLOAD

AKURASI PERSENTASE CD4 DAN ABSOLUT CD4 TIDAK BERBEDA DALAM MEMPREDIKSI VIRALLOAD AKURASI PERSENTASE CD4 DAN ABSOLUT CD4 TIDAK BERBEDA DALAM MEMPREDIKSI VIRALLOAD PADA IBU HAMIL TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS TRIMESTER II DANIII DI BALI dr. I Gede Mega Putra, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF

Lebih terperinci

AKURASI PERSENTASE CD4 DAN ABSOLUT CD4 TIDAK BERBEDA DALAM MEMPREDIKSI VIRAL LOAD

AKURASI PERSENTASE CD4 DAN ABSOLUT CD4 TIDAK BERBEDA DALAM MEMPREDIKSI VIRAL LOAD TESIS AKURASI PERSENTASE CD4 DAN ABSOLUT CD4 TIDAK BERBEDA DALAM MEMPREDIKSI VIRAL LOAD PADA IBU HAMIL TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS TRIMESTER II DAN III DI BALI FERRY SANTOSO PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat ini masih menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti dan memiliki insiden yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini. pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini. pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi pengetahuan, sikap, dan perilaku Benyamin Bloom membagi perilaku manusia menjadi 3 domain sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan 3 ranah yakni kognitif,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Secara global kasus HIV pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

PEDOMAN NASIONAL PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI

PEDOMAN NASIONAL PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI PEDOMAN NASIONAL PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI QuickTime and a decompressor are needed to see this picture. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jakarta 2011 Daftar Isi Daftar Isi... ii

Lebih terperinci

MEDIA MEDIKA INDONESIANA

MEDIA MEDIKA INDONESIANA Cara Persalinan M dan Med Menyusui Indones MEDIA MEDIKA INDONESIANA Hak Cipta 2011 oleh Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Tengah Persalinan Pervaginam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS). iv ABSTRAK HIV positif merupakan kondisi ketika terdapat infeksi Human Immunodeficiency Virus di dalam darah seseorang. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

HIV dengan anemia (Volberding, dkk., 2002; Volberding, dkk 2004). Anemia juga

HIV dengan anemia (Volberding, dkk., 2002; Volberding, dkk 2004). Anemia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan masalah di seluruh dunia termasuk Indonesia. Laporan UNAIDS tahun 2010 menyatakan bahwa walaupun secara global

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan infeksi yang berkembang pesat di dunia, begitu pula di Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati Infeksi HIV pada Anak Nia Kurniati Topik Transmisi Diagnosis Manajemen Transmisi Vertikal Kehamilan Persalinan Laktasi Horisontal Sama seperti penularan pada orang dewasa Case 1 Seorang anak perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian HIV/AIDS Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang system kekebalan tubuh/imunitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi AIDS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP. Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP. Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus HIV-AIDS di dunia saat ini berkembang terus. Data WHO (2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus HIV-AIDS di dunia saat ini berkembang terus. Data WHO (2013) 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kasus HIV-AIDS di dunia saat ini berkembang terus. Data WHO (2013) menunjukkan bahwa total jumlah orang yang hidup dengan HIV-AIDS tahun 2013 adalah 35 juta orang.

Lebih terperinci

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011

Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011 Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011 PMTCT 1. Tindakan pencegahan primer terhadap HIV 2. Pencegahan terhadap kehamilan yang tidak direncanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat

Lebih terperinci

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak Proses pengambilan keputusan untuk mulai ART pada bayi dan anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu dapat melalui penularan bibit penyakit dari orang atau hewan dari reservoir kepada orang

Lebih terperinci

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya. LAMPIRAN 1 KUESIONER LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER Saya bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah membaca penjelasan di atas, maka dengan ini menyatakan saya bersedia ikut berpatisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menurunkan kemampuan sistem imun ((Morgan dan Carole, 2009). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

PEMBERIAN ANTI RETRO VIRAL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI HIV DARI IBU KE BAYI. dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG (K)

PEMBERIAN ANTI RETRO VIRAL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI HIV DARI IBU KE BAYI. dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG (K) PEMBERIAN ANTI RETRO VIRAL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI HIV DARI IBU KE BAYI dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG (K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR 2012 AIDS.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pasien ART Rendahnya imunitas dan beratnya keadaan klinis pasien saat memulai ART mempengaruhi lamanya proses perbaikan imunologis maupun klinis pasien. Tabel 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti

Lebih terperinci

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V.

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V. DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... I LEMBAR PERSETUJUAN... II PENETAPAN PANITIA PENGUJI... III KATA PENGANTAR... IV PRASYARAT GELAR... V ABSTRAK... VI ABSTRACT... VII DAFTAR ISI... VIII DAFTAR TABEL... X Bab I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab dari timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), masih menjadi masalah kesehatan utama secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV 2.1.1. Epidemiologi Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial (ILO, 2005). Pada tahun 2008, diseluruh dunia,

Lebih terperinci

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 vi ABSTRAK STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 Francine Anne Yosi, 2007; Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., MS Pembimbing II: July Ivone, dr. AIDS (Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

2013, No.978 BAB I PENDAHULUAN

2013, No.978 BAB I PENDAHULUAN 5 2013, No.978 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari penyakit menular di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi masyarakat dalam cara mendeteksi dini penyakit HIV.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi masyarakat dalam cara mendeteksi dini penyakit HIV. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan HIV/AIDS menjadi sangat penting bagi masyarakat dikarenakan pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi masyarakat dalam cara mendeteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengkhawatirkan masyarakat karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epidemi HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 34 juta, jumlah

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian 1. Kerangka Teori HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual.

Lebih terperinci

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV Anak dengan pajanan HIV Penilaian kemungkinan infeksi HIV Dengan memeriksa: Status penyakit HIV pada ibu Pajanan ibu dan bayi terhadap ARV Cara kelahiran dan laktasi

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem pertahanan manusia sehingga menyebababkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi melemah.

Lebih terperinci