BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Memaafkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan definisi memaafkan adalah memberi ampun atas kesalahan dan sebagainya, tidak menganggap salah lagi. Memaafkan adalah kompleks perubahan motivasi yang terjadi sebagai akibat dari pelanggaran interpersonal yang signifikan. Ketika orang tersinggung, motivasi dasarnya untuk membalas dendam dan menghindari kontak dengan pelaku, serta hubungan lainnya (McCullough dkk, 1998;. McCullough, Worthington, & Rachal, 1997). Pada saat orang memaafkan, mereka mengalami pengurangan motivasi untuk membalas dendam, dan mengurangi motivasi untuk menghindari pelaku, dan peningkatan kebaikan untuk tidak melakukan pemberontakan. McCullough dan Worthington (1999) melaporkan bahwa peningkatan diri dari kecenderungan umum masyarakat untuk memaafkan yang cukup berhubungan positif dengan ukuran kepentingan spiritual dan keagamaan. Dengan demikian, mungkin tampak masuk akal untuk menyimpulkan bahwa agama dan spiritualitas memiliki efek yang berarti pada pemaafan. Pemaafan didefinisikan sebagai aset perubahan motivasi prososial yang terjadi dalam suatu hubungan, sehingga berkurangnya rasa dendam, tidak 7

2 menghindari, atau lebih baik hati terhadap mitra hubungan (McCullough dkk, 1997;. McCullough, Fincham, & Tsang, 2003). Penghapusan motivasi negatif seperti balas dendam dan menghindari yang biasanya terjadi setelah pelanggaran (McCullough dkk., 2003) dan pembentukan kembali motivasi positif seperti kebajikan, memperbaiki kedekatan dan komitmen. Mengingat pentingnya kembali menjalin hubungan dekat setelah konflik (misalnya, Keltner & Potegal, 1997; Silk, 2002) Komitmen hubungan, di sisi lain dapat dikonseptualisasikan sebagai orientasi jangka panjang terhadap hubungan (Agnew, Van Lange, Rusbult, & Langston, 1998; Rusbult, Drigotas, & Verette, 1994; Rusbult, Martz, & Agnew, 1998 ), termasuk niat untuk tetap berhubungan dengan sesama (Rusbult, 1983). Komitmen juga dapat berkaitan dengan peningkatan pemaafan (Karremans, Van Lange, Ouwerkerk, & Kluwer, 2003). Finkel, Rusbult, Kamashiro, dan Hannon (2002) berteori bahwa ketika pengkhianatan terjadi dalam suatu hubungan, dorongan pertama individu adalah untuk bereaksi dengan cara yang merusak hubungan, misalnya dengan membalas dendam. Namun, orang yang lebih berkomitmen pada hubungan harus lebih bersedia untuk memaafkan mereka setelah pengkhianatan. Finkel et al. (2002) penelitian menunjukkan bahwa komitmen hubungan itu berkaitan dengan pemaafan. Selain itu, Karremans dan Van Lange (2004) menemukan bahwa individu yang dilaporkan lebih memiliki rasa pemaafan terhadap mitra hubungan dengan siapa mereka saling berkomitmen, dibandingkan dengan orang-orang yang melakukan pelanggaran oleh mitra hubungan dengan siapa mereka yang kurang 8

3 berkomitmen. Hubungan kedekatan dapat dianggap sebagai saling ketergantungan (Berscheid, Snyder, & Omoto, 1989b;. Kelley et al, 1983) atau keterkaitan (Aron, Aron, & Smollan, 1992), dan mungkin berisi komponen cinta, kepedulian, dan komitmen (Berscheid, Snyder, & Omoto, 1989a). Kedekatan dan komitmen sering terjadi dalam hubungan. Aron et al. (1992) menunjukkan bahwa hubungan kedekatan bersifat positif. Kedekatan juga berhubungan dengan pemaafan. Fincham (2000) pemaafan harus menjadi alat penting dalam menjaga kedekatan dalam hubungan. Selain itu, mengembalikan kedekatan terhadap pelaku mungkin menjadi langkah pertama menuju memaafkan (Harber & Wenberg, 2005). Individu sering menjadi lebih bersedia untuk memaafkan orang lain yang mempunyai hubungan dekat (Exline et al, 2004;.. McCullough dkk, 1998; Ohbuchi & Takada, 2001). Pemaafan adalah paket perubahan prososial dalam motivasi seseorang terhadap suatu pelanggar seperti menjadi kurang meghindari pelaku dan kurang mempunyai rasa dendam terhadap pelanggar (McCullough dkk, 1997). Secara khusus, pemaafan adalah proses perubahan dimana seorang individu menjadi lebih positif. Meskipun hampir setiap teori pemaafan berpendapat bahwa pemaafan melibatkan perubahan emosi seseorang, motivasi, atau perilaku mengenai suatu pelanggaran, sehingga orang berpikir, merasa, atau berperilaku lebih positif terhadap pelanggar (Baumeister, Exline, & Sommer, 1998; Enright & Coyle, 1998). McCullough dkk. (2001) menemukan temuan bahwa orang-orang dari waktu ke waktu adalah orang-orang yang mengalami penurunan penghindaran dan 9

4 balas dendam. Pengampunan sering dikonseptualisasikan tidak hanya sebagai penghentian pendendam, motivasi dendam tetapi juga sebagai pengurangan motivasi untuk menghindari kontak dengan pelaku (McCullough dkk., 1998 ; 1997). Kita mengasumsikan bahwa sikap dendam dikaitkan dengan marah, pendekatan yang berhubungan dengan keinginan untuk menyakiti pelanggar, sedangkan sikap avoidant dikaitkan dengan keinginan takut untuk menjaga jarak dari pelanggar (McCullough dkk. 1998, 1997). Motivasi yang terakhir ini akan tampak kurang kuat terkait dengan kemarahan terhadap pelanggar dan lebih kuat terkait dengan rasa takut akan dosa. Jika hal ini terjadi, maka salah satu harus mengharapkan bahwa perenungan akan dikaitkan dengan peningkatan motivasi menghindari hanya sejauh perenungan menyebabkan peningkatan sementara dalam takut akan berdosa. Kenaikan sementara dalam perenungan akan terkait dengan peningkatan motivasi balas dendam hanya sejauh mana perenungan menyebabkan peningkatan sementara dalam kemarahan terhadap pelanggar (McCullough dkk., 1998, 1997). Ketika orang-orang memaafkan, mereka menjadi kurang avoidant, kurang pendendam, dan lebih murah hati terhadap pelanggar yang menyakiti mereka (Fincham & Beach, 2002; McCullough, 2001; McCullough dkk, 1997.) Nilai memaafkan sebagai sumber daya untuk melestarikan kesejahteraan sosial dan emosional, bahkan mungkin bersama dengan kesehatan fisik. Sedangkan, Enright, Freedman, dan Rique (1998) mendefinisikan mamaafkan adalah kesediaan untuk meninggalkan hak untuk membenci seseorang, tidak memberikan penilaian negatif, dan perilaku acuh tak acuh terhadap orang yang 10

5 tidak adil yang telah melukai, sedangkan mendorong untuk mempunyai sifat belas kasih, kemurahan hati, dan bahkan cinta terhadap sesama. Dari beberapa pendapat para ahli tentang memaafkan, dapat disimpulkan bahwa memaafkan adalah sebuah proses untuk menghentikan perasaan marah atau benci terhadap seseoang yang telah melakukan pelanggaran, hal ini timbul dari rasa ingin tidak membalas perbuatan tersebut yang tercermin dari tingkat religiusitas atau rohani seseorang yang didasarkan pada tingkat usia seseorang hingga orang tersebut meninggalkan hak untuk membenci, sebaliknya mendorong untuk mempunyai rasa belas kasih dan cinta terhadap seseorang Model Memaafkan Worthington (1998, 2003) mengembangkan model piramida pengampunan di mana empati, kerendahan hati, dan komitmen untuk mengampuni memainkan peran penting. Empati mengenai situasi pelanggar ke dalam konteks yang lebih luas dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggar, sedangkan kerendahan hati mengingatkan korban sendiri mengenai pengampunan. Dengan demikian, forgiveness dipandang sebagai "respon alami empati dan kerendahan hati" (worthington, 1998). Tetapi pengampunan tidak mudah dan dengan demikian perlu berkomitmen untuk itu. Model piramida tampaknya mengambil namanya dari intervensi yang itu menimbulkan dan dijelaskan oleh singkatan, dimana setiap huruf yang sesuai dengan lapisan piramida. Di dasar piramida adalah mengingat hal yang menyakitkan. (R) lapisan berikutnya adalah empati, (E) atau melihat dari sudut pandang orang lain. Diikuti 11

6 oleh karunia altruistik pengampunan. (A) keprihatinan lapisan berikutnya melakukan pengamunan, (C) memberikan pengampunan, (H) setiap elemen dari jangkauan dijelaskan secara rinci dengan bimbingan pelaksanaannya Prasyarat untuk memaafkan Pemaafan terjadi dalam banyak cara dan pada tingkat, kecepatan, dan intensitas untuk orang yang berbeda. Menurut a. Pembebasan Pertama, wawasan yang dicapai dalam pembebasan memberi korban kemampuan detail mengenai pelanggaran. Tanpa kemampuan untuk melindungi diri, korban akan melanjutkan kembali ke dalam hubungan dengan pelanggar dengan tidak adanya rasa takut, yang dapat mengalahkan upaya kerentanan diperlukan untuk mengampuni kesalahannya. Akhirnya, pemahaman yang dicapai dalam pembebasan mengurangi banyak penderitaan emosional orang yang telah secara tidak adil mengalami kesalahan dari yang lain. Memaafkan sangat sulit jika kemarahan menghambat secara tak terkendali, atau kemarahan atas masa lalu. b. Penerimaan Ini adalah bagian dari proses yang kita lalui ketika kita terluka dan bersedih. Namun, ketika kita menderita dan merasa tidak adil kita perlu menerima kenyataan bahwa kerusakan yang terjadi telah meninggalkan bekas luka. Penerimaan berarti bahwa kita melihat diri kita sebagai korban yang tidak bersalah, dan bahwa kita menahan mereka bertanggung jawab untuk tindakan mereka. Hal ini tidak sama dengan menyalahkan, hanya mengakui dan menerima 12

7 kenyataan bahwa telah terjadi pelanggaran yang sejati yang harus diatasi oleh kedua belah pihak. c. Kesediaan Kesediaan untuk melibatkan diri dalam proses pemaafan berarti bahwa seseorang telah datang ke titik di mana ia cukup yakin tentang menjadi mampu dalam memaafkan. Korban menemukan dirinya sendiri dalam posisi yang tidak mau mengampuni. Kerelaan untuk mengampuni memerlukan keyakinan untuk mengejar hubungan berkelanjutan, untuk menahan kemarahan dan bersedia memaafkan. d. Realisme Ketika kita masuk ke dalam wilayah memaafkan orang yang menyebabkan kerusakan dan rasa sakit kita harus realistis dalam hal ini. Korban akan mengatakan kita mengampuni orang yang menyebabkan kita sakit. Bagi orangorang yang telah diampuni akan membuat kesalahan disengaja maupun tidak disengaja yang akan membawa kita sakit dan membuat kita bertanya apakah kita sudah memaafkan dengan tulus. e. Komitmen Komitmen diperlukan untuk membuat penyembuhan hubungan. Ketika kita merasa bahwa pendirian kembali dari hubungan diperlukan untuk kesejahteraan kita sendiri, kita mempunyai komitmen yang diperlukan untuk benar-benar berhubungan kembali. 13

8 Memaafkan dalam ajaran Islam Maaf-memaafkan merupakan hal yang penting dan harus bisa dilakukan oleh seluruh umat manusia, terutama kita sebagai umat Muslim. Allah mengajarkan kita tentang maaf-memaafkan seperti yang sudah tertulis di ayat-ayat Al-Qur an berikut ini. Memberi Maaf Memberikan maaf kepada orang lain merupakan ciri orang yang bertaqwa. Seperti pada terjemahan ayat surat berikut ini: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Imran: ) Jadilah engkau pema af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh (QS. Al-Araf : 199) Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun (QS. Al-Baqarah : 263) 14

9 2.1.2 Religiusitas Banyak pandangan dunia yang berbeda, yang dapat berfungsi sebagai sistem makna, Agama adalah unik dalam kemampuannya untuk memberikan realitas transenden dengan standar moral secara bersamaan, sehingga struktur berpotensi luar biasa untuk membimbing interpretasi masyarakat dan interaksi di dunia. Salah satu nilai yang tampaknya didorong oleh banyak agama-agama dunia adalah pemaafan (misalnya, Rye et al., 2000). Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, kata religius berarti hal yang bersifat religi, yaitu ha-ha yang bersifat keagamaan. Kamus sendiri memberikan banyak definisi yang berbeda, diantaranya: kepercayaan terhadap kekuatan yang bersifat ke Tuhanan, ekspresi dari kepercayaan ini, sistem kepercayaan yang khusus (baik yang bersifat suci maupun profan), jalan hidup dalam menyatakan rasa cinta dan kepercayaan terhadap Tuhan. Glock & Stark (dalam Ancok & Suroso, 2008) agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling 4 (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Sebagai sistem makna, agama diharapkan untuk mempengaruhi keyakinan individu, emosi, tindakan, dan tujuan (Silberman, masalah ini). Sistem makna religius yang relevan untuk memahami bagaimana agama dapat mempengaruhi pemaafan. (misalnya, McCullough & Worthington, 1999;. Rye et al, 2000). Memuliakan tindakan pengampunan dan penganut hadir dengan pandangan dunia 15

10 yang memungkinkan individu untuk menafsirkan peristiwa dan hubungan dengan cara yang memfasilitasi pengampunan (Pargament & Rye, 1998). Agama juga mengajarkan kasih sayang dan empati (misalnya, Enright, Eastin, Golden, Sarinopoulos, & Freedman, 1992), yang dapat mendorong pengampunan (McCullough, Worthington, & Rachal, 1997). Memaafkan dimodelkan dalam banyak kitab suci agama (Pargament & Rye, 1998), dan pengampunan sering diintegrasikan ke dalam ritual agama misalnya, individu Katolik seharusnya mengalami pengampunan dari Tuhan selama pengakuan (misalnya, Borobio, 1986). Komponen-komponen keyakinan, emosi, dan tindakan dapat bergabung untuk menciptakan tujuan pengampunan dengan meningkatkan motivasi individu untuk bertindak dengan cara yang lebih pemaaf. Bukti struktur pengampunan ini dapat diidentifikasi dalam agama-agama besar dunia (McCullough & Worthington, 1999; Rye et al, 2000). Yudaisme mendefinisikan pengampunan sebagai penghapusan terhadap pelanggaran, yang memungkinkan pelanggar untuk menjadi calon hubungan baru dengan orang yang tersakiti (Dorff, 1998). Menurut Kitab Suci dan tradisi orang Yahudi, Allah memerintahkan bahwa orang memaafkan dapat melampaui batas mereka, dan para pengikut Yudaisme didorong untuk memaafkan karena keyakinan bahwa Allah telah mengampuni mereka (Dorff, 1998; Enright et al, 1992.). Namun, pengampunan tidak diperlukan dalam semua keadaan. Individu yang tersakiti wajib untuk memaafkan hanya jika pelanggar telah melalui proses teshuvah, atau "kembali", yang membutuhkan ekspresi penyesalan dan kompensasi kepada 16

11 korban, serta komitmen dari pelanggar untuk menahan diri dari mengulangi pelanggaran. Rekonsiliasi (yaitu, pemulihan sebenarnya dari hubungan yang rusak) bukan merupakan bagian penting dari proses pengampunan (Rye et al., 2000). Seperti dalam Yudaisme, Kristen menganggap pengampunan menjadi dasar untuk doktrin (misalnya, Witvliet, 2001). Dalam agama Kristen, Allah dan Kristus menjadi panutan pengampunan (Marty, 1998). Menurut beberapa ulama, pengampunan, memiliki bentuk belas kasih bagi pelanggar dan melepaskan dia / dia dari pelanggaran, tidak selalu memerlukan rekonsiliasi (Rye et al, 2000;. Cf. Marty, 1998). Juga mirip dengan Yudaisme, orang Kristen didorong untuk mengampuni karena Tuhan mengampuni mereka (Enright et al., 1992). Pengampunan juga penting dalam Islam (Ayoub, 1997); pada kenyataannya, salah satu sebutan Allah Isal-Ghafoor (Rye et al., 2000). Kedua Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, adalah model peran pengampunan dalam Islam. Islam menekankan pentingnya tentang pengampunan individu sehingga seseorang dapat menerima pengampunan dari Allah atas dosa-dosa kita sendiri (Ayoub, 1997), dan dapat memiliki kebahagiaan dalam kehidupan sekarang (Rye et al., 2000). Penekanan Buddha pada kesabaran dan kasih sayang juga relevan dengan pengampunan (Enright et al., 1992). Sabar dalam tradisi Buddhis adalah baik daya tahan pelanggaran, dan penyerahan kebencian terhadap pelanggar. Sabar kontras dengan pengampunan, yang biasanya menggabungkan melepaskan, tetapi tidak tahan Rye et al., 2000). Sabar bersama dengan kasih sayang yang tertanam dalam 17

12 fokus yang lebih besar dalam Buddhisme pada perbaikan penderitaan (Higgins, 2001). Kasih sayang digunakan untuk meringankan penderitaan orang lain, sedangkan fungsi kesabaran untuk mencegah penderitaan lebih lanjut (Rye et al., 2000). Sabar dan kasih sayang yang mungkin dalam arti sistem Buddha dengan memfokuskan kesadaran percaya pada keterkaitan segala sesuatu. Tidak ada "musuh" untuk diampuni; korban dan pelanggar bersatu bukan entitas yang terpisah (Higgins, 2001). Buddhisme juga merangkul konsep karma, yang menurut perbuatan baik dihargai dengan baik, dan kejahatan dengan kejahatan. Dalam konteks karma, berpegangan pada kebencian seseorang setelah pelanggaran yang akan membawa kebencian dari orang lain terhadap diri di masa depan (Rye et al., 2000). Pengampunan adalah salah satu konsep yang diperlukan untuk mengikuti ofdharma, atau kebenaran, dalam agama Hindu (Klostermaier, 1994). Seperti Buddhisme, Hindu menekankan versi ofkarma, yang akan menyatakan bahwa kurangnya pengampunan dalam hidup ini akan dilunasi dengan hasil negatif dalam kehidupan berikutnya (Rye et al., 2000). Pengampunan dalam agama Hindu dapat didefinisikan sebagai tidak adanya kemarahan atau agitasi dalam menghadapi pelanggaran (Temoshok & Chandra, 2000). Meskipun beberapa tradisi Hindu yang nonteistik (Rye et al., 2000), versi Hindu yang menggabungkan kepercayaan yang tertinggi atau makhluk juga menyediakan contoh pengampunan ilahi bagi orang percaya untuk mengikuti (Zaehner, 1962). Agama Hindu menegaskan bahwa semua orang memiliki kekuatan untuk 18

13 memaafkan, karena setiap orang memiliki keilahian dalam nya makhluk (Saraswati, 1995). Sentralitas pengampunan dalam agama-agama besar dunia menunjukkan bahwa mereka bisa berfungsi sebagai sistem makna yang memfasilitasi perilaku pemaaf dan sikap terhadap pelanggar-sistem yang menggeser tujuan pengikut mereka dari balas dendam terhadap perbaikan hubungan. Penelitian psikologis pada pengampunan dan agama akan dibandingkan dengan sejarah teologis yang kaya pengampunan, studi psikologis pengampunan telah muncul baru-baru ini (untuk ulasan, lihat Enright & Coyle, 1998; McCullough, 2001). Exline dan Baumeister (2000) mendefinisikan pengampunan sebagai "pembatalan utang" oleh "orang yang telah terluka atau dirugikan". Berbagai definisi tentang pengampunan adalah ide pengampunan sebagai perubahan motivasi prososial. Individu tersinggung merasa kurang negatif terhadap pelanggar, dan / atau mulai merasa motivasi yang lebih baik hati terhadap orang yang melanggar (McCullough, Fincham, & Tsang, 2003). Oleh karena itu kita mendefinisikan pengampunan sebagai perubahan motivasi pelanggaran yang terkait terhadap pelanggar seseorang, dengan motivasi balas dendam dan menghindari berhubungan yang mereda serta digantikan dengan motivasi ke kebajikan (McCullough dkk., 1997). McCullough dan Worthington (1999) meninjau penelitian tentang hubungan antara religiusitas dan pengampunan. Mereka menunjukkan bahwa pengampunan dapat diukur pada tingkat disposisional dengan menghadirkan individu dan laporan diri tentang nilai mereka. Pengampunan dan persepsi tentang 19

14 bagaimana memaafkan sebenarnya. Pengampunan juga dapat diukur pada tingkat pelanggaran dengan menilai sejauh mana individu memaafkan pelanggaran tertentu yang terjadi pada mereka. Perbedaan antara tindakan dispositional danpelanggaran tertentu pada pengampunan. Mereka berpendapat, mungkin penting untuk memahami hubungan antara agama dan pengampunan. Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara religiusitas dan menghargai pengampunan. Variabel keagamaan seperti frekuensi kehadiran di rumah ibadah, religiusitas diri dinilai dari orientasi religius intrinsik, pentingnya agama, merasa dekat dengan Allah, dan langkah-langkah doa pribadi, telah dikaitkan secara positif dengan nilai-nilai masyarakat dan perilaku tentang pengampunan (Edwards et al, 2002;. Poloma & Gallup, 1991; Rokeach, 1973). Temuan ini menunjukkan bahwa individu agama menempatkan nilai tinggi pada pengampunan. Demikian pula, religiusitas tampaknya terkait dengan penalaran moral tentang pengampunan. Enright, Santos, dan Al-Mabuk (1989) meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi kematangan individu dalam penalaran tentang pengampunan. Kemudian mewawancarai orang-orang di pikiran mereka tentang pengampunan dalam konteks ini. Tanggapan peserta kemudian dinilai dengan menggunakan model perkembangan enam tahap penalaran tentang pengampunan, mirip dengan Kohlberg (1976) Model enam tahap penalaran keadilan. McCullough, dan Hoyt menyelesaikan kuesioner tentang keyakinan agama mereka. Enright et al. (1989) menemukan bahwa individu dengan keyakinan 20

15 agama yang kuat cenderung untuk melakukan pengampunan dari orang-orang dengan keyakinan agama yang lemah. Keagamaan juga terkait dengan kecenderungan sendiri orang untuk memaafkan. Sebagai contoh, Gorsuch dan Hao (1993) menemukan bahwa individu yang tinggi dalam keberagamaan pribadi melihat diri mereka lebih termotivasi untuk memaafkan dan bekerja lebih keras untuk mengampuni orang lain, bila dibandingkan dengan individu yang lebih rendah dalam keberagamaan pribadi. Mauger, Saxon, Hamill, dan Pannell (1996) menemukan bahwa disposisi memaafkan terkait dengan penggunaan sumber daya spiritual mengatasi di kedua sampel klinis dan non-klinis. Studi ini menunjukkan bahwa orang-orang yang sangat religius cenderung mempoposikan diri sebagai pemaaf. Sebaliknya, studi using transgression-specific measures pengampunan telah menemukan beberapa hubungan antara religiusitas dan pengampunan (McCullough & Worthington, 1999). Langkah-pelanggaran tertentu menilai pengampunan individu dari pelaku untuk pelanggaran tertentu. Orang-orang beragama mempoposikan diri untuk menjadi lebih pemaaf dalam bermasyarakat. Penjelasan Ameasurement untuk perbedaan pengampunanagama pertama kali disampaikan oleh McCullough dan Worthington (1999). Pertama, mereka menyebutkan bahwa perbedaan dalam agregasi dan spesifisitas tindakan menilai agama dan pengampunan mungkin menutupi hubungan antara religiusitas dan pengampunan. Sampel tunggal perilaku dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik disposisional dan situasional, yang dapat menutupi pengaruh salah satu variabel disposisional tertentu seperti keagamaan. Namun, ketika 21

16 perilaku dikumpulkan dalam situasi, secara teoritis diharapkan korelasi antara disposisi dan perilaku yang relevan lebih mungkin muncul (Epstein, 1983). Orang akan berharap hubungan antara religiusitas dan pengampunan menjadi lebih kuat. Selain itu, banyaknya individu yang keras kepala, konflik agama berdarah di seluruh dunia berbicara dengan hubungan yang berbeda antara agama dan pengampunan. Di banyak tempat, orang-orang yang menganggap dirinya sebagai pengikut taat agama mereka secara aktif bekerja untuk mempertahankan sikap kebencian terhadap musuh-musuh mereka. Konflik lama antara Palestina dan Israel (misalnya, Bar-Tal, 1990; Rouhana & Bar-Tal, 1998), Irlandia Katolik dan Protestan (misalnya, O'Donoghue & O'Donoghue, 1981), dan Azerbaijan dan Armenia (misalnya, Fraser, Hipel, Jaworsky, & Zuljan, 1990) adalah beberapa contoh agama gagal mempengaruhi kasih sayang dan pengampunan. Dalam ini, serta lainnya, kasus yang lebih biasa, ketimbang mempromosikan pengampunan, agama muncul untuk bahan bakar kebencian dan balas dendam. Rasionalisasi penjelasan untuk perbedaan agama-pengampunan menunjukkan bahwa perbedaan tersebut dapat terjadi karena agama sebagai sistem makna mungkin cukup abstrak untuk memberikan keyakinan kepada individu dengan pembenaran bagi perilaku pendendam dan pemaaf. Tiga asumsi yang mendasari penjelasan rasionalisasi untuk perbedaan agama-pengampunan adalah sebagai berikut: Pertama, daripada hanya menyediakan sistem makna tunggal, agama dapat menyajikan individu dengan beberapa sistem makna yang dapat dipanggil ke dalam pelayanan untuk 22

17 menangani masalah-masalah yang berbeda dalam kehidupan masyarakat (Paloutzian & Smith, 1995). Kedua, perilaku (misalnya, perilaku pemaaf) lebih proksimal ditentukan oleh mana motivasi dominan pada saat (misalnya, pengampunan vs balas dendam), dan kurang langsung dipengaruhi oleh prinsipprinsip dan nilai-nilai (Ajzen & Fishbein, 1977) moral dan agama. Ketiga, jika motivasi seseorang bertentangan dengan agama atau prinsip moral seseorang, maka individu yang mungkin memilih untuk merasionalisasi perilaku nya untuk prinsip yang relevan. Demikian pula, kelompok agama yang menekankan satu sistem makna akan diharapkan memiliki efek-doktrin tertentu pada pengampunan. Kelompok yang menekankan kasih sayang akan lebih mungkin untuk mendorong pengampunan, dan denominasi yang menekankan keadilan retributif akan lebih mungkin untuk mendorong balas dendam. Meskipun hubungan sebab akibat ini dari makna sistem agama untuk pengampunan cukup masuk akal, model rasionalisasi menunjukkan bahwa wilayah masyarakat sulit untuk memaafkan mungkin juga mempengaruhi mereka untuk mendukung sistem makna tertentu. Sebagai contoh, orang beragama yang mendukung hukuman mati sebagai alat untuk retribusi mungkin membenarkan pendapat mereka atas dasar "mata ganti mata, gigi ganti gigi". Namun, orang yang lebih memilih alternatif yang lebih pemaaf dengan pidana mati menunjukkan bahwa Allah memanggil orang-orang " untuk mengasihi musuh kita dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita "(Higi, 1997). Dengan cara ini, orang dapat 23

18 memilih sistem makna religius yang berbeda untuk membenarkan keinginan mereka untuk membalas dendam atau pengampunan. Agama dapat berfungsi sebagai pengampunan dalam arti sistem, berpotensi mempengaruhi kepercayaan individu, emosi, tindakan, dan tujuan yang berkaitan dengan pengampunan. Namun efek agama terhadap pengampunan mungkin tidak searah, sementara penekanan agama pada cinta dan kasih sayang yang secara umum dapat bekerja untuk memfasilitasi pengampunan, yang bersaing dengan sistem makna keadilan retributif memungkinkan individu untuk menggunakan agama sebagai rasionalisasi untuk membalas dendam. Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa religiusitas adalah hubungan gaib antara seseorang dengan tuhan melalui internalisasi dan penghayatan ajaran agama, yang kemudian menyatu dalam diri individu sehingga berpengaruh ke dalam sikap, perkataan dan pola perilaku sehari-hari Dimensi Religiusitas Menurut Glock & Stark, (Ancok & Fuat, 2008) ada lima macam dimensi keberagaman atau religiusitas, yaitu dimensi keyakinan, (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperensial), dimensi pengalaman (konsekuensial), dan dimensi pengetahuan agama (intelektual) : a. Dimensi keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan 24

19 seperangkat kepercayaan diamana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. b. Dimensi praktik agama, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu ritual dan ketaatan. c. Dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengahrapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagaaaman, perasaanperasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi, yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ke Tuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, denagn otritas transendental. d. Dimensi pengetahuan agama, dimensi ini megacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Diemensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama 25

20 lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh, bahwa seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benarbenar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit. e. Dimensi pengamalan, dimensi ini mengacu pada identifkasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama. Searah dengan pandangan islam, Glock & Stark (Ancok & Fuat, 2008) menilai bahwa kepercayaan keagamaan adalah jantungnya dimensi keyakinan. Disamping tauhid atau akidah, dalam islam juga ada syariah dan akhlak. Konsep Glock & Stark (dalam Ancok & Fuat, 2008) mencoba melihat keberagamaan seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tetapi mencoba memperhatikan segala dimensi. Keberagamaan (religiusitas) dalam islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tetapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh, islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh, oleh karena itu konsep ini mampu memahami keberagaman umat islam. 26

21 Untuk memahami islam dan umat islam, konsep yang tepat adalah konsep yang mampu memahami adanya beragam dimensi dalam berislam. Menurut Ancok & Fuat (2008), rumusan Glock & Stark membagi keberagaman menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu yang mempunyai kesesuaian dengan islam. Dimensi keyakinan atau akidah islam menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran yang bersifat fundamental. Didalam keberislaman, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka serta qadha dan qadhar (Ancok, Fuat, 2008). Dimensi praktik agama atau syariah menunjuk pada beberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dimensi peribadatan dalam keberislaman menyangkut pelaksanaan sholat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa, zikir, ibadah kurban, itikaf di mesjid dibulan puasa, dan sebaginya (Ancok & Fuat, 2008). Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan muslim berperilaku di motivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lainnya. Dimensi ini dalam keberislaman meliputi perilaku suka menolong, berkerja sama, berderma, menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum 27

22 minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma islam, berjuang untuk hidup sukses menurut ukran islam (Ancok & Fuat, 2008). Akidah pada dasarnya sudah tertanam sejak manusia ada dalam alam azali (pra-kelahiran). Akidah akan terpelihara dengan baik apabila perjalanan hidup seseorang diwarnai dengan penanaman tauhid secara memadai. Sebaliknya, bila perjalanan hidup seseorang diwarnai pengingkaran terhadap apa yang telah Allah SWT ajarkan pada zaman azali, maka ketauhidan seeorang bisa rusak. Oleh karena itu, agar akdiah seseorang terpelihara maka ia harus mendapatkan penjelasan tentang akidah dari sumber sumber formal islam (Al-Quran & Sunnah Nabi), dengan informasi yang benar tentang akidah maka janji manusia untuk mengakui kekuasaan Tuhan akan tetap terpelihara. Pada tahap ini, agar ketauhidan terjaga, maka orang harus melengkapinya dengan pengetahuan (dimensi pengetahuan) tentang akidah. Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman Muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya. Dimensi ini dalam keberislaman menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Quran, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun islam dan rukun iman), hukum-hukum islam, sejarah islam, dan sebagainya. Syariah (dimensi peribadatan) dan akhlak (dimensi pengamalan) harus dipelajari dengan sadar dan sungguh-sungguh oleh manusia. Manusia harus berusaha untuk mengumpulkan ilmu tentang bagaimana sesungguhnya syariah islam dan akhlak islam, maka dari itu dimensi ilmu merupakan prasyarat 28

23 terlaksananya dimensi peribadatan dan dimensi pengamalan, sedangkan dimensi pengamalan atau penghayatan merupakan dimensi yang menyertai keyakinan, pengamalan, pengetahuan, dan peribadatan. Dimensi penghayatan menunjuk pada seberapa jauh tingkat muslim merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dimensi ini dalam keberislaman terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah SWT, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah SWT, perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah SWT, perasaan khusuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Quran, perasaan bersyukur kepada Allah SWT, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah SWT. Dari uaraian diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas seseorang tidak dapat dinilai dengan aktivias-aktivitas yang tampak saja, melainkan apa yang di yakininya, apa yang dihayatinya, apa yang ditaatinya, apa yang diamalkannya, dan apa yang diketahui tentang agama yang dianutnya. 2.2 Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai Hubungan religiusitas terhadap perilaku memaafkan telah banyak diteliti, seperti yang dikemukakan oleh para peneliti berikut: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Fatemeh Amini (2014) yang berjudul A Study o the Relationship between Religiosity and Forgiveness among Students. Tujuan dari penelitian ini adalah penentuan hubungan antara religiusitas dan pengampunan. Studi ini didasarkan pada metode Deskripsi-Korelasi. 148 siswa 29

24 (61 wanita & laki-laki 63) dipilih melalui cluster, multi dipentaskan dan random sampling di Universitas. Mereka mengisi kuesioner dua pada religiusitas, berdasarkan model Glock-Stark, dan kecenderungan Memaafkan.Data dianalisis melalui koefisien korelasi dan analisis regresi antara variabel-variabel religiusitas. (ideologis, ritual, eksperimental, dan hasil) dan pengampunan, dan komponennya (diri, orang lain, dan situasi). Hasil dari analisis regresi menunjukkan bahwa total score pengampunan dan dua subscales pengampunan, pengampunan situasi telah dinubuatkan oleh pengampunan agama. Hasil studi dimaksudkan untuk mengkonfirmasi temuan konsep pengampunan dan religiusitas sebagai unsur terkait. hasil ini juga berguna untuk para ahli yang mencari pola-pola mencegah dan pengobatan gangguan mental dan perilaku. Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu religiusitas dan variabel terikat yaitu memaafkan. Perbedaanya adalah pada cara pengambilan sampel yaitu menggunakan purposive sampling. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Don E. Davis et al (2013) yang berjudul Reseach Religion/Spirituality and Forgiveness: A Meta-Analytic Review. Ditinjau dari literatur agama dan Spiritualitas (R/S) dan pengampunan yang menggunakan Meta-Analisis. R/S positif berkaitan dengan sifat forgivingness (yaitu, di seluruh hubungan dan situasi; r =. 29) menyatakan pengampunan (yaitu, dari tertentu pelanggaran; r =.15), dan pengampunan diri (r = 12 mendapat langkah-langkah yang kontekstual R/S lebih proksimal ke proses pengampunan yang lebih erat kaitannya dengan keadaan pengampunan daripada langkahlangkah yang dispositional dari ukuran R S. Hubungan seseorang dengan yang 30

25 suci yang lebih kuat terkait dengan diri-pengampunan daripada dispositional R/S tindakan. Implikasi untuk langkah berikutnya dalam studi R/S dan pengampunan. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel terikat yaitu memaafkan. Sedangkan perbedaannya adalah Don E. Davis menggunakan Meta-Analysis. 2.3 Kerangka Berfikir Dari uraian pemikiran tersebut, dapat diperjelas melalui variabel hubungan religiusitas terhadap perilaku memaafkan, secara sistematis dapat digambarkan pada gambar di bawah ini : Tabel 2.1 Hubungan Religiusitas Terhadap Perilaku Memaafkan Religiusitas Keyakinan (Ideological) Praktik Agama (Ritualistic) Pengalaman (Knowledge) Perilaku Memaafkan Avoidance motivation Revenege motivation Benevolence motivation Pengetahuan Agama (Experience) Konsekuensi 2.4 Hipotesis (Qonsequential) Penelitian Agama merupakan sistem yang menyeluruh, yang mencakup kehidupan jasmani dan rohani dan juga menyangkut kehidupan dunia dan akhirat. Dalam kehidupan keseharian manusia yang tidak luput dari permasalahan, agama juga memiliki fungsi tersendiri yaitu berfungsi sebagai perdamaian. Melalui agama 31

26 seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntutan agama. Islam mengharuskan umatnya untuk beragama secara menyeluruh. Setiap Muslim, baik dalam berpikir, bersikap maupun bertindak, diperintahkan untuk berislam. Umat Muslim diperintahkan untuk melakukan aktivitas ekonomi, sosial, politik, atau aktivitas apapun dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Esensi islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah SWT sebagai yang Esa, pencipta yang mutlak, penguasa segala yang ada. Tidak ada satupun perintah dalam islam yang bisa dilepaskan dari Tauhid. Seluruh agama itu sendiri, kewajiban untuk menyembah Allah SWT, untuk mematuhi perintah-perintah-nya dan menjauhi larangan-larangan-nya, akan hancur begitu tauhid dilanggar. Dan pada intinya Tauhid adalah intisari islam dan suatu tindakan tak dapat disebut sebagai hal yang bernilai islam tanpa dilandasi oleh kepercayaan kepada Allah SWT. Seluruh dengan pandangan islam, Glock & Stark (Ancok & Fuat, 2008) menilai bahwa kepercayaan keagamaan adalah jantungnya dimensi keyakinan. Disamping tauhid atau akidah, islam juga ada syariah dan akhlak. Pada dasarnya islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, dimana tiga bagian tadi satu sama lain saling berhubungan. Akidah adalah sistem kepercayaan dan dasar bagi syariah dan akhlak. Tidak ada syariah dan akhlak tanpa akidah islam. Untuk memahami islam dan umat islam, konsep yang tepat adalah konsep yang mampu memahami adanya beragam dimensi dalam berislam. Menurut 32

27 Ancok & Fuat (2008), rumusan Glock & Stark membagi keberagaman menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu yang mempunyai kesesuaian dengan islam. Dimensi keyakinan atau akidah islam menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran yang bersifat fundamental. Didalam keberislaman, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka serta qadha dan qadhar (Ancok, Fuat, 2008). Dimensi praktik agama atau syariah menunjuk pada beberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dimensi peribadatan dalam keberislaman menyangkut pelaksanaan sholat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa, zikir, ibadah kurban, itikaf di mesjid dibulan puasa, dan sebaginya (Ancok & Fuat, 2008). Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan muslim berperilaku di motivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lainnya. Dimensi ini dalam keberislaman meliputi perilaku suka menolong, berkerja sama, berderma, menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma islam, berjuang untuk hidup sukses menurut ukran islam (Ancok & Fuat, 2008). 33

28 Akidah pada dasarnya sudah tertanam sejak manusia ada dalam alam azali (pra-kelahiran). Akidah akan terpelihara dengan baik apabila perjalanan hidup seseorang diwarnai dengan penanaman tauhid secara memadai. Sebaliknya, bila perjalanan hidup seseorang diwarnai pengingkaran terhadap apa yang telah Allah SWT ajarkan pada zaman azali, maka ketauhidan seeorang bisa rusak. Oleh karena itu, agar akdiah seseorang terpelihara maka ia harus mendapatkan penjelasan tentang akidah dari sumber sumber formal islam (Al-Quran & Sunnah Nabi), dengan informasi yang benar tentang akidah maka janji manusia untuk mengakui kekuasaan Tuhan akan tetap terpelihara. Pada tahap ini, agar ketauhidan terjaga, maka orang harus melengkapinya dengan pengetahuan (dimensi pengetahuan) tentang akidah. Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman Muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya. Dimensi ini dalam keberislaman menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Quran, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun islam dan rukun iman), hukum-hukum islam, sejarah islam, dan sebagainya. Syariah (dimensi peribadatan) dan akhlak (dimensi pengamalan) harus dipelajari dengan sadar dan sungguh-sungguh oleh manusia. Manusia harus berusaha untuk mengumpulkan ilmu tentang bagaimana sesungguhnya syariah islam dan akhlak islam, maka dari itu dimensi ilmu merupakan prasyarat terlaksananya dimensi peribadatan dan dimensi pengamalan, sedangkan dimensi pengamalan atau penghayatan merupakan dimensi yang menyertai keyakinan, 34

29 pengamalan, pengetahuan, dan peribadatan. Dimensi penghayatan menunjuk pada seberapa jauh tingkat muslim merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dimensi ini dalam keberislaman terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah SWT, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah SWT, perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah SWT, perasaan khusuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Quran, perasaan bersyukur kepada Allah SWT, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah SWT. Memaafkan adalah sebuah konsep dengan akar keagamaan yang mendalam. Ini juga merupakan dasar fenomena sosial dan psikologis. Ajaran agama yang berhubungan dengan memaafkan termasuk dalam tradisi agama besar yaitu Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen, dan Islam, namun dari agama-agama tersebut memiliki perspektif yang berbeda dalam bagaimana mereka memaafkan. Sebuah aspek penting memaafkan adalah dimensi spiritualnya. Dari perspektif spiritual, mereka yang memaafkan mampu mengubah kemarahan dan kebencian mereka dengan memaafkan. Orang yang taat beragama adalah orang yang benarbenar berbakti kepada Tuhan itu diwujudkannya dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh Tuhan, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya. 2.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku memaafkan pada remaja. 35

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness 2.1.1. Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Data Dan Uji Hipotesa Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara religiusitas dan well-being pada komunitas salafi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Memaafkan 2.1.1 Pengertian Memaafkan Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan atau menolak kebencian, kemarahan akibat perselisihan, pelanggaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan sesamanya. Ketika berhubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

Lebih terperinci

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM BAB 2 OLEH : ISLAM DAN SYARIAH ISLAM SUNARYO,SE, C.MM 1 Tujuan Pembelajaran Dapat menjelaskan Makna Islam Dapat Menjelaskan Dasar Dasar Ajaran Islam Dapat menjelaskan Hukum Islam Dapat menjelaskan Klassifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN. A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim

BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN. A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim 69 BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim Dengan berdirinya komplek Perumahan Villa Citra Bandar Lampung, terbentuklah PKK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Imitasi Perilaku Keagamaan. meniru orang lain. Imitasi secara sederhana menurut Tarde (dalam Gerungan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Imitasi Perilaku Keagamaan. meniru orang lain. Imitasi secara sederhana menurut Tarde (dalam Gerungan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imitasi Perilaku Keagamaan 1. Pengertian Imitasi Kehidupan anak-anak pada dasarnya banyak dilakukan dengan meniru atau yang dalam psikologi lebih dikenal dengan istilah imitasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Motivasi berprestasi A. Motivasi Berprestasi Menurut Soekidjo (2009: 117), secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Rancangan penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif, maksud dari metode penelitian ini adalah penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Agama merupakan faktor penting yang dapat membimbing manusia agar berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran agama yang dianut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 16 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi 1. Pengertian Religiusitas Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL 71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Al Qur an merupakan petunjuk dari Allah Swt bagi makhluknya, jin dan manusia, yang harus diikuti sebagai pedoman dalam

Lebih terperinci

Kelompok Azizatul Mar ati ( ) 2. Nur Ihsani Rahmawati ( ) 3. Nurul Fitria Febrianti ( )

Kelompok Azizatul Mar ati ( ) 2. Nur Ihsani Rahmawati ( ) 3. Nurul Fitria Febrianti ( ) Kelompok 5 1. Azizatul Mar ati (14144600200) 2. Nur Ihsani Rahmawati (14144600186) 3. Nurul Fitria Febrianti (14144600175) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini bukan hanya mengenai ekonomi, keamanan dan kesehatan, tetapi juga menurunnya kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Berpikir Positif. kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Berpikir Positif. kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif. Dengan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Positif 1. Pengertian berpikir positif Menurut Najati (2005 ), kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia akan membantunya dalam mengkaji dan meneliti berbagai

Lebih terperinci

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan Proses pengkaian dan analisis terhadap isi kandungan Surat Al-Fatihah ayat 5 tentang proses pendidikan tauhid uluhiyah keseluruhannya mendukung kepada

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 27 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cushway, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena dalam penelitian ini lebih menekankan pada data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan potensi beragama. Potensi ini berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu yang adikodrati (supernatural)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

Khutbah Jum'at. Memaafkan Sesama Sebelum Ramadhan Tiba. Bersama Dakwah 1

Khutbah Jum'at. Memaafkan Sesama Sebelum Ramadhan Tiba. Bersama Dakwah 1 Bersama Dakwah 1 KHUTBAH PERTAMA.. * Hari ini kita hampir berada di pertengahan bulan Sya'ban. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan bulan Ramadhan yang mulia. Ini merupakan bagian dari nikmat Allah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu lembaga yang terbentuk akibat adanya interaksi terpola secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural

Lebih terperinci

Sumber: Islam4Kids.com Berdasarkan Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Katsir

Sumber: Islam4Kids.com Berdasarkan Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Katsir Kisah Pembangunan Ka bah Sumber: Islam4Kids.com Berdasarkan Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Katsir Alih Bahasa: Ummu Abdullah Desain Sampul: Ummu Zaidaan Disebarluaskan melalui: Maktabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa kecenderungan untuk Kepercayaan pada suatu kekuatan Transenden yang menimbulkan cara hidup

Lebih terperinci

Sumber: Islam4Kids.com Berdasarkan Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Katsir. Disebarluaskan melalui:

Sumber: Islam4Kids.com Berdasarkan Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Katsir. Disebarluaskan melalui: Kisah Pembangunan Ka bah Sumber: Islam4Kids.com Berdasarkan Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Katsir Alih Bahasa: Ummu Abdullah al-buthoniyah Desain Sampul: Ummu Tsaqiif al-atsariyah Disebarluaskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Definisi Produktivitas Kerja Pengertian Produktivitas Akhir-akhir ini merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena produktivitas mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian

Lebih terperinci

Surat Yohanes yang pertama

Surat Yohanes yang pertama 1 Surat Yohanes yang pertama Kami ingin memberitakan kepada kalian tentang Dia yang disebut Firman a yaitu Dia yang memberikan hidup kepada kita dan yang sudah ada sebelum dunia diciptakan. Kami sudah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Alsa (2011 : 18) desain atau rancangan penelitian dipakai untuk menunjuk pada rencana peneliti tentang bagaimana ia akan melaksanakan penelitian.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. (undergraduatesthesis). Universitas Mercubuana, Jakarta. Bahasa, P. (2001). Kamus besar bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, Departemen

DAFTAR PUSTAKA. (undergraduatesthesis). Universitas Mercubuana, Jakarta. Bahasa, P. (2001). Kamus besar bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, Departemen DAFTAR PUSTAKA Amelia, F. (0)..Hubungan antara religisuitas agama islam dengan perilaku memaafkan pada siswa smk insane kreatif tangerang selatan. (undergraduatesthesis). Universitas Mercubuana, Jakarta.

Lebih terperinci

Bimbingan Ruhani. Penanya:

Bimbingan Ruhani.  Penanya: Bimbingan Ruhani Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan untuk

Lebih terperinci

Otentisitas Alkitab vs Quran

Otentisitas Alkitab vs Quran Otentisitas Alkitab vs Quran Dengan berjalannya waktu dan Muslim mengadakan kontak dengan orang Kristen dan Yahudi dan memiliki kesempatan untuk membaca Alkitab, perlahan-lahan Muslim menyadari bahwa isi

Lebih terperinci

AKHLAK PRIBADI ISLAMI

AKHLAK PRIBADI ISLAMI AKHLAK PRIBADI ISLAMI Modul ke: 06Fakultas MATA KULIAH AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. Program Studi Salah satu kunci sukses di dunia dan akhirat karena faktor

Lebih terperinci

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????. Hakikat Ibadah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dengan kebebasan untuk memilih agama yang ingin dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara lain

Lebih terperinci

REVIEW. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK. Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI

REVIEW. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK. Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI REVIEW Modul ke: Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK Fakultas EKONOMI Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Akhlak Sosial Islami Manusia sejak

Lebih terperinci

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa dr Gunawan Setiadi, MPH Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial. Perlu punya sahabat di dunia nyata (bukan hanya sahabat dari dunia maya) Orang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Laeli Nur Rakhmawati Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG 1 Yunita Sari, 2 Rd. Akbar Fajri S., 3 Tanfidz Syuriansyah 1,2,3 Jurusan Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah dalam dua dimensi untuk melakukan hal-hal positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah dalam dua dimensi untuk melakukan hal-hal positif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Allah dalam dua dimensi untuk melakukan hal-hal positif dan negatif dimana kedua dimensi ini cenderung sama-sama memiliki karakter, potensi,

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS UTS GENAP KELAS VII (TUJUH) (untuk memperkaya wawasan WAJIB BACA BUKU PAKET)

KISI KISI SOAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS UTS GENAP KELAS VII (TUJUH) (untuk memperkaya wawasan WAJIB BACA BUKU PAKET) KISI KISI SOAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS UTS GENAP KELAS VII (TUJUH) (untuk memperkaya wawasan WAJIB BACA BUKU PAKET) SEJARAH NABI MUHAMMAD DI MAKKAH BACA DI BUKU PAKET HALAMAN 109 126 (lebih lengkap)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Sebelum dilakukan analisis statistik dengan menggunakan product moment dari Pearson, maka dilakukan uji asumsi normalitas dan linearitas. 1. Uji Asumsi Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam

Lebih terperinci

Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya

Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada usia remaja, terjadi perubahan-perubahan pada diri individu untuk mempersiapkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN. No Sumber Data / Informasi. Dicapai. 1. Subyek penelitian. Keberagamaan Homoseksual. Mengetahui sikapsikap

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN. No Sumber Data / Informasi. Dicapai. 1. Subyek penelitian. Keberagamaan Homoseksual. Mengetahui sikapsikap LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN No Sumber Data / Informasi 1. Subyek penelitian adalah homoseksual (melalui wawancara mendalam) Aspek Pengumpulan Data Keberagamaan Homoseksual 1. keyakinan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau Badan) oleh negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau Badan) oleh negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 3. Membiasakan perilaku terpuji.

Standar Kompetensi : 3. Membiasakan perilaku terpuji. Standar Kompetensi : 3. Membiasakan perilaku terpuji. Kompetensi Dasar: 3.1. Menjelaskan pengertian adil, perintah berbuat adil, dan pentingnya berbuat adil 3.2. Menjelaskan pengertian ridha, perintah

Lebih terperinci

Doa Hari ke 1. Doa Hari ke 2

Doa Hari ke 1. Doa Hari ke 2 Doa Hari ke 1 1. Ya Allah, jadikanlah puasaku sebagaimana puasanya orang-orang yang benar-benar berpuasa, dan jadikanlah salatku sebagaimana salatnya orang-orang yang benar-benar salat, dan jadikanlah

Lebih terperinci

SURAT 64. AT TAGHAABUN DITAMPAKKAN KESALAHAN KESALAHAN

SURAT 64. AT TAGHAABUN DITAMPAKKAN KESALAHAN KESALAHAN SURAT 64. AT TAGHAABUN DITAMPAKKAN KESALAHAN KESALAHAN Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji pujian; dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan 30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

Pribadi Mandiri dan Kesalehan Sosial. Iwan Yahya Muhajirin, Ottawa, Ramadhan 1436 H 6 Juli 2015

Pribadi Mandiri dan Kesalehan Sosial. Iwan Yahya Muhajirin, Ottawa, Ramadhan 1436 H 6 Juli 2015 Pribadi Mandiri dan Kesalehan Sosial Iwan Yahya Muhajirin, Ottawa, Ramadhan 1436 H 6 Juli 2015 Al Baqarah [2:183]: Perintah sebagaimana diwajibkan kepada kaum sebelumnya. Dampak dari perintah ini adalah

Lebih terperinci

"Bersegeralah berhaji yakni haji yang wajib, sebab sesungguhnya seseorang tidak mengetahui apa yang akan menimpa kepadanya." (HR Ahmad dan lainnya)

Bersegeralah berhaji yakni haji yang wajib, sebab sesungguhnya seseorang tidak mengetahui apa yang akan menimpa kepadanya. (HR Ahmad dan lainnya) A. Kewajiban Berhaji Artinya: Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk (tempat beribadah) manusia,baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.padanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGALAMAN BERAGAMA 1. Pengertian Pengalaman Beragama Menurut Jalaluddin (2007), pengalaman beragama adalah perasaan yang muncul dalam diri seseorang setelah menjalankan ajaran

Lebih terperinci

SW Indrawati, Sri Maslihah, Anastasia Wulandari.

SW Indrawati, Sri Maslihah, Anastasia Wulandari. STUDI TENTANG RELIGIUSITAS, DERAJAT STRES DAN STRATEGI PENANGGULANGAN STRES (COPING STRES) PADA PASANGAN HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA ABSTRAK SW Indrawati, Sri Maslihah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara plural yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir di seluruh

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam 204 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah aktualisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9 BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9 Allah akan memberikan keberuntungan kepada orang mukmin karena mereka memiliki sifat-sifat

Lebih terperinci

Bagan 1.1 : Skema Kerangka Pemikiran

Bagan 1.1 : Skema Kerangka Pemikiran Keluarga Teman sebaya Sekolah (SMA X Bandung) melalui Pendidikan Agama Islam (PAI), Tafsir, dan Tauhid Akhlaq Value Autonomy Tinggi Siswa/i Kelas III SMA X Bandung Value Autonomy Siswa/i Kelas III SMA

Lebih terperinci

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN 14 Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman..... 98 Tabel 14 : Pengaruh intensitas santri dalam kegiatan pendidikan pesantren dengan religiusitas santri... 101 BAB I PENDAHULUAN Bab

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung ¹Fassa Dery Rosdian, ² Susandari 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penilitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penilitian harus mengikuti langkah-langkah BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Kegiatan penilitian harus mengikuti langkah-langkah kerja sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB IV PERILAK TERPUJI

BAB IV PERILAK TERPUJI BAB IV Standar Kompetensi (Akhlak) 4. Membiasa kan Perilaku Terpuji Kompetensi Dasar 4.1 Menjelaskan pengertian tawadlu, taat, qana ah, dan sabar. 4.2 Menampilkan contoh-contoh perilaku tawadlu, taat,

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri Kontrol diri perlu dimiliki oleh setiap orang yang akan mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya dengan seluruh kemampuan

Lebih terperinci

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN KONSEP AGAMA KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS UNSUR AGAMA SECARA UMUM PENGERTIAN ISLAM SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS PENGERTIAN AGAMA ISLAM KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. dari kesalahan yang dibuatnya (Smith & Ellsworth, dalam Xu, dkk., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. dari kesalahan yang dibuatnya (Smith & Ellsworth, dalam Xu, dkk., 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rasa Bersalah 1. Pengertian Rasa Bersalah Rasa bersalah adalah perilaku yang tidak dapat diterima secara moral normatif yang dilakukan oleh pelanggar yang nantinya akan menderita

Lebih terperinci

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat; 02. Sabar apabila mendapat kesulitan; 03. Tawakal apabila mempunyai rencana/ rancangan;

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat; 02. Sabar apabila mendapat kesulitan; 03. Tawakal apabila mempunyai rencana/ rancangan; 01. Bersyukur apabila mendapat nikmat; 02. Sabar apabila mendapat kesulitan; 03. Tawakal apabila mempunyai rencana/ rancangan; 04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan; 05. Jangan membiarkan hati larut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Sang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

3 Wasiat Agung Rasulullah

3 Wasiat Agung Rasulullah 3 Wasiat Agung Rasulullah Dalam keseharian kita, tidak disangsikan lagi, kita adalah orang-orang yang senantiasa berbuat dosa menzalimi diri kita sendiri, melanggar perintah Allah atau meninggalkan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya insan kamil yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (3/6)

Siapakah Yesus Kristus? (3/6) Siapakah Yesus Kristus? (3/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Allah Sejati dan Manusia Sejati Tanpa Dosa Kode Pelajaran : SYK-P03 Pelajaran 03 - YESUS ADALAH ALLAH SEJATI

Lebih terperinci