PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEREAL BEKATUL DENGAN MENGGUNAKAN TWIN SCREW EXTRUDER SKRIPSI HASTI WIARANTI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEREAL BEKATUL DENGAN MENGGUNAKAN TWIN SCREW EXTRUDER SKRIPSI HASTI WIARANTI F"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEREAL BEKATUL DENGAN MENGGUNAKAN TWIN SCREW EXTRUDER SKRIPSI HASTI WIARANTI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 BRAN CEREAL TECHNOLOGY DEVELOPMENT WITH TWIN SCREW EXTRUDER Hasti Wiaranti 1, Slamet Budijanto 1 1 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia ABSTRACT Breakfast cereal is food that common eaten as breakfast. Utilization of rice bran as raw material for the manufacture of breakfast cereals is required to utilize side product of rice milling. Breakfast cereal product development used twin screw extruder. The product called as "puffed cereal". The aim of research is develop bran breakfast cereal products (rice bran puffed cereals) that have physicochemical and sensory properties either by using twin screw extrusion technology. The selection of cereals formula with descriptive assessment by limited panelists based on shape and uniformity of product. The selected formula of bran cereal are formula of corn grits and stabilized rice bran (SRB) ratio of 85:15, the addition of water 11% and extruder temperature C are called the Formula 1; formula of corn grits and SRB ratio of 80:20, the addition of water 5% and extrusion temperature C are called Formula 2; formula of corn grits and SRB ratio of 80:20, the addition of water 8% and extrusion temperature C are called Formula 3; and formula of corn grits and SRB ratio of 80:20, the addition of water 11% and extrusion temperature C are called Formula 4. Cereal made with four Formulas are evaluated in the sensory testing to get the chosen formula. Furthermore, that formula was analyzed its physical properties and chemical content. The chosen formula is Formula 3. Based on physical properties, the formula 3 has a value of 31.51% gelatinization degree, the degree of development %; hardness of products Kgf; crispiness of products Kgf; WAI g / ml; WSI g / ml; and resisten in milk 53 minutes 04 seconds. The water, protein, fat, ash, carbohydrate, and dietary fiber content of cereal from the chosen formula in wet basis were respectively 3,67%; 3,40%; 10,52%; 4,41%;77,99%; and 8,19%. Keyword : rice bran, breakfast cereal, extrusion

3 Hasti Wiaranti. F Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. RINGKASAN Sereal sarapan (atau sereal) adalah makanan yang umumnya dimakan sebagai sarapan. Makanan ini umumnya dimakan dingin, dan dimakan bersama susu atau dimakan langsung. Beberapa jenis sereal, seperti havermut, dapat dipanaskan sehingga menjadi seperti bubur. Pemanfaatan bekatul sebagai bahan baku pembuatan sereal sarapan diperlukan untuk memanfaatkan hasil samping dari penggilingan padi. Pengembangan produk sereal sarapan dapat dilakukan dengan proses ekstrusi menggunakan ekstruder ulir ganda. Produk yang terbentuk berupa puffed cereal. Pemilihan formula dan kondisi proses ekstrusi yang tepat dalam pembuatan sereal akan membentuk sereal dengan bentuk yang diinginkan seperti bulat pipih dan mengembang. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk sereal sarapan bekatul (rice bran puffed cereal) yang mempunyai sifat fisikokimia dan sensori yang baik dengan menggunakan teknologi ekstrusi ulir ganda. Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan bahan, pemilihan formula dan pengujian formula terpilih. Penelitian diawali dengan tahap persiapan bekatul yaitu inaktivasi enzim lipase bekatul hasil penyosohan dengan proses ekstrusi tanpa die. Tahap pemilihan formula bertujuan untuk menentukan formula sereal bekatul berdasarkan penilaian deskriptif. Tahap pengujian formula terpilih adalah penelitian utama yang bertujuan untuk karakterisasi produk sereal bekatul meliputi analisis fisik, analisis kimia dan uji organoleptik. Analisis fisik meliputi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan dan kerenyahan), indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA), dan uji ketahanan dalam susu. Analisis kimia meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan. Pemilihan formula sereal dilakukan dengan penilaian deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) berdasarkan parameter bentuk dan keseragaman produk yang dihasilkan. Formula sereal bekatul yang terpilih adalah formula grits jagung dan SRB (stabilized rice bran) dengan perbandingan 85:15, penambahan air 11% dan suhu ekstruder C disebut Formula 1; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 5% dan suhu ekstrusi C disebut Formula 2; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 8% dan suhu ekstrusi C disebut Formula 3; dan formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 11% dan suhu ekstrusi C disebut Formula 4. Hasil analisis fisik menunjukkan formula produk sereal bekatul berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan dan kerenyahan), IPA dan IKA. Berdasarkan hasil analisis fisik dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi bekatul maka semakin rendah nilai derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur kerenyahan dan IPA. Semakin tinggi penambahan air maka semakin tinggi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur kerenyahan, IPA, dan ketahanan dalam susu.

4 Berdasarkan uji hedonik, formula sereal bekatul berpengaruh nyata terhadap parameter warna, rasa, dan kerenyahan sereal bekatul pada taraf signifikansi 0,05. Semakin tinggi konsentrasi bekatul akan menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna dan rasa. Berdasarkan uji peringkat hedonik, produk sereal bekatul formula 3 paling disukai oleh panelis. Berdasarkan analisis kimia, prduk sereal bekatul memiliki kadar air berkisar antara %, kadar protein %, kadar lemak %, kadar abu %, kadar serat pangan %, dan kadar karbohidrat %. Produk sereal bekatul terbaik yaitu produk sereal bekatul formula 3 yang memiliki nilai derajat gelatinisasi sebesar 31,51%; derajat pengembangan 149,77%; kekerasan produk 0,835 Kgf; kerenyahan produk 0,203 Kgf; IPA 4,670 g/ml; IKA 0,0144 g/ml; dan ketahanan dalam susu 53 menit 04 detik. Hasil analisis kimia dari formula 3 yaitu kadar air sebesar 3,67% (bb); kadar abu 3,40% (bb); kadar protein 10,52% (bb); kadar lemak 4,41% (bb); kadar karbohidrat 77,99% (bb); dan kadar serat pangan sebesar 8,19%.

5 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEREAL BEKATUL DENGAN MENGGUNAKAN TWIN SCREW EXTRUDER SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : HASTI WIARANTI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 Judul Skripsi : Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder Nama : Hasti Wiaranti NIM : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik, (Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, (Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc) NIP Tanggal Lulus : 15 Desember 2010

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Yang membuat pernyataan Hasti Wiaranti F

8 Hak cipta milik Hasti Wiaranti, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

9 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hasti Wiaranti, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangann bapak Harno dan ibu Sri Winarni. Jenjang pendidikan formal penulis diawali dari tahun 1992 di TK Kartika Bhakti Jakarta Timur, kemudian pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Ciriung 02 Cibinong dan menyelesaikan pendidikan pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 5 Bogor, dan menyelesaikannya pada tahun Pada Tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 3 Bogor dan lulus pada tahun Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis berhasil mengambil mayor di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai staf divisi kaderisasi dan organisasi MAX!! (Music Agriculture Expression!!) sebagai anggota divisi musik serta berbagai kepanitian lainnya, seperti Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR) tahun 2008, Masa Perkenalan Fakultas Teknologi Pertanian (TECHNO F) tahun 2008, Pelatihan ISO 9001 dan tahun 2009, Album Kompilasi MAX!! Volume 2 tahun 2007, MIXMAX!! Band Competition tahun 2007, dan Fieldtrip Together to Java and Bali ITP tahun Untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertaniann pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder dibawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto,M.Agr.

10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Technopark, IPB dengan judul Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang penulis sampaikan kepada: 1. Bapak, Ibu, Mbak Jantu, Mbak Inti, Mbak Ikhen, Hizgil, Mimar, dan Bang Ical atas segala dukungan yang tidak ternilai harganya baik secara fisik dan moril, kasih sayang, pengertian dan cinta yang begitu besar, serta keluarga besar yang telah memberikan semangat bagi penulis. 2. Dr. Ir Slamet Budijanto, M.Agr, selaku dosen pembimbing serta bimbingan dan nasehat dalam menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. 3. Dr. Suliantari, MS dan Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr, atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta arahan dan nasehatnya. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. 5. Lingga Bayu Saputra atas perhatian, dukungan, semangat, doa, motivasi dan waktunya. 6. Laras, Henni, dan Mas Ubeth sebagai rekan satu bimbingan yang luar biasa, atas segala kebersamaan, dukungan, dan bantuannya selama penelitian. 7. Teman-teman terbaikku di ITP, Yua, Bintang, Abe, Rina, Dewi, Roni, Arini, Kandi, Eneng, Widi, Ochi serta teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan, motivasi, dan nasehatnya. 8. Pak Rozak, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Bu Antin, Pak Sidik, Mas Aldi, Pak Hendra, dan seluruh staf laboratorium atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. iii

11 9. Pegawai-pegawai UPT yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan kebutuhan administrasi. 10. Bapak-bapak PITP dan LSI yang setia melayani kebutuhan pustaka penulis untuk melengkapi bahan skripsi. 11. Teman-teman ITP 42, 44 dan HIMITEPA terimakasih banyak telah menjadi sahabat dan tim yang luar biasa 12. Tapupu dan popo, hamster kecilku yang selalu menghiburku dikala sedang lelah. Momo, mimi, snoopy, dan bola, boneka kesayanganku yang menemaniku selalu. 13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian. Amin. Bogor, Desember 2010 Penulis iv

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. BAHAN DASAR Bekatul Jagung... 6 B. SEREAL SARAPAN... 8 C. TEKNOLOGI EKSTRUSI Proses Ekstrusi Ekstruder D. PERUBAHAN KOMPONEN BAHAN Pati Protein Lemak Garam III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Tahap Persiapan Bahan Baku Tahap Pemilihan Formula Tahap Pengujian Formula Terpilih Analisis Fisik v

13 Halaman a. Derajat Gelatinisasi b. Derajat Pengembangan c. Tekstur (Kekerasan dan Kerenyahan) d. IPA dan IKA e. Ketahanan dalam Susu Analisis Kimia a. Analisis Kadar Air b. Analisis Kadar Abu c. Analisis Kadar Protein d. Analisis Kadar Lemak e. Analisis Kadar Karbohidrat f. Analisis Kadar Serat Pangan Uji Organoleptik Pembobotan C. RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU B. PEMILIHAN FORMULA C. ANALISIS FORMULA TERPILIH Analisis Fisik a. Derajat Gelatinisasi b. Derajat Pengembangan c. Tekstur (kekerasan dan kerenyahan) d. Indeks Penyerapan Air (IPA) e. Indeks Kelarutan Air (IKA) f. Ketahanan dalam Susu Uji Organoleptik Analisis Proksimat V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran vi

14 DAFTAR PUSTAKA Halaman LAMPIRAN vii

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi kimia bekatul Setting Rheoner untuk pengukuran tekstur produk sereal Penilaian kepentingan setiap parameter Hasil pengamatan subyektif seleksi formula sereal bekatul Hasil uji ketahanan produk sereal bekatul dalam susu Hasil analisis proksimat formula terpilih. 51 viii

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema morfologi gabah kering Struktur biji jagung 7 3. Tipe ulir ektruder ulir ganda Mekanisme gelatinisasi butiran pati Proses stabilisasi bekatul dengan ekstrusi tanpa die Proses pembuatan produk sereal bekatul mengembang/puffed dengan ekstruder ulir ganda Ekstruder ulir ganda Tampak depan die dan pisau ekstruder ulir ganda Produk sereal bekatul terpilih tampak depan Produk sereal bekatul terpilih tampak samping Hasil pengukuran derajat gelatinisasi sereal bekatul Hasil pengukuran derajat pengembangan sereal bekatul Hasil pengukuran tekstur (kekerasan) sereal bekatul Hasil pengukuran tekstur (kerenyahan) sereal bekatul Hasil pengukuran indeks penyerapan air (IPA) sereal bekatul Hasil pengukuran indeks kelarutan air (IKA) sereal bekatul Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan (overall) Uji hedonik sereal bekatul atribut rasa Uji hedonik sereal bekatul atribut kerenyahan Uji hedonik sereal bekatul atribut warna. 50 ix

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data hasil pengukuran kadar air bahan Keterangan kode formula Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi C Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi C Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi C Data hasil penilaian subyektif formula dengan parameter bentuk Data hasil penilaian subyektif formula dengan parameter Keseragaman Nilai rata-rata penilaian subyektif seleksi formula sereal bekatul Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada penentuan formula terpilih dengan penilaian subyektif Data hasil analisis derajat gelatinisasi produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis derajat gelatinisasi produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan Data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan Data hasil analisis tekstur (kekerasan) produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis tekstur (kekerasan) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan Data hasil analisis tekstur (kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis tekstur (kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan Data hasil analisis indeks penyerapan air (IPA) produk sereal bekatul terpilih. 75 x

18 Halaman 19. Data hasil analisis indeks penyerapan air (IPA) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan Data hasil analisis indeks kelarutan air (IKA) produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis indeks kelarutan air (IKA) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan Grafik hasil pengukuran tekstur (kekerasan dan kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih Kuesioner uji hedonik sereal bekatul Data hasil uji hedonik atribut rasa sereal bekatul terpilih Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut rasa sereal bekatul terpilih Data hasil uji hedonik atribut kerenyahan sereal bekatul terpilih Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut kerenyahan sereal bekatul terpilih Data hasil uji hedonik atribut warna sereal bekatul terpilih Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut warna sereal bekatul terpilih Kuesioner uji sensori (peringkat hedonik) sereal bekatul Data hasil uji peringkat hedonik terhadap overall sereal bekatul terpilih Data hasil uji peringkat hedonik metode Friedman s atribut overall sereal bekatul Data hasil analisis kadar air produk sereal bekatul terpilih Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar air produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis kadar protein produk sereal bekatul terpilih Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar protein produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis kadar lemak produk sereal bekatul terpilih 92 xi

19 Halaman 38. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar lemak produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis kadar abu produk sereal bekatul terpilih Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar abu produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih Data hasil analisis kadar karbohidrat produk sereal bekatul terpilih Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar karbohidrat produk sereal bekatul terpilih Syarat mutu makanan ekstrudat (SNI ). 98 xii

20 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), angka produksi padi mencapai 53,13 juta ton berupa gabah kering giling, 10 persen dari total produksi padi dapat menghasilkan bekatul, sehingga jika dikonversikan maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 5,3 juta ton bekatul. Penanganan bekatul belum banyak dilakukan terutama sebagai produk pangan. Selama ini pemanfaatan bekatul terbatas sebagai pakan ternak. Bekatul atau disebut juga rice bran merupakan hasil samping dari penggilingan padi sebesar 5-8% dari total butir beras (da Silva et al., 2006). Bekatul memiliki nilai gizi yang sangat baik yaitu kaya akan protein, lemak, serat pangan (dietary fibers), dan komponen antioksidan seperti tokoferol, tocotrienol dan oryzanol. Bekatul sebagai sumber alami lemak, mengandung lebih dari 25% minyak terutama asam lemak tidak jenuh (da Silva et al., 2006). Pertimbangan ketersediaan yang cukup serta nilai gizi bekatul yang tinggi maka hasil samping itu cukup potensial untuk dikembangkan menjadi bahan pangan bernilai ekonomi tinggi. Kadar asam lemak bebas di dalam bekatul meningkat dengan cepat dari 1% sampai 3% menjadi 12-20% setelah 24 jam (Budijanto, 2010). Kandungan PUFA pada bekatul relatif tinggi sehingga dapat mempercepat kerusakan bekatul yaitu kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif. Bekatul yang telah mengalami kerusakan oksidatif tidak layak digunakan sebagai bahan pangan fungsional (Barnes dan Galliard, 1991). Oleh karena itu usaha untuk memanfaatkan bekatul sebagai bahan pangan harus diawali dengan inaktivasi enzim lipase. Upaya yang telah dilakukan meliputi inaktivasi secara fisik (Tao, 1993; Lakkakula et al., 2003; Astika, 2009), secara kimia dan secara enzimatis (Azizah et al., 1999, Rosmimik, et al., 1998). Ketiga kelompok inaktivasi tersebut, perlakuan fisik mempunyai peluang lebih baik untuk dapat diaplikasikan karena lebih praktis dan biaya lebih murah. Inaktivasi enzim bekatul pada penelitian ini dilakukan dengan teknologi no dye twin screw extrution. Salah satu alternatif bentuk pengolahan pangan yang dapat meningkatkan penerimaan dan keawetan bekatul adalah dengan teknologi ekstrusi. Keuntungan 1

21 proses ekstrusi antara lain produktivitas tinggi, bentuk produk yang sangat khas dan bervariasi, mutu produk tinggi. Pemasakan ekstrusi merupakan proses pemasakan yang menggunakan suhu tinggi dengan waktu yang singkat atau lebih dikenal sebagai proses HTST (High Temperature Short Time). Proses ini menimbulkan efek yaitu mikroba mati namun kerusakan gizi kecil (Riaz, 2001). Aplikasi suhu tinggi dengan waktu olah yang singkat menyebabkan kerusakan termal senyawa-senyawa gizi dapat diusahakan seminimal mungkin terutama untuk protein dan vitamin, sekaligus berkemampuan merusak senyawa-senyawa anti nutrisi dan senyawasenyawa toksik secara maksimal (Muchtadi et al., 1988). Salah satu produk ekstrusi yang dapat dikembangkan dari bekatul adalah sereal sarapan. Teknologi sereal sarapan berkembang dari prosedur pengolahan yang mudah. Hal ini sejalan dengan perilaku konsumsi pangan masyarakat saat ini yang menuntut penyajian secara cepat dan mudah. Saat ini, semakin pesatnya kebutuhan dan kegiatan manusia, membutuhkan sarapan yang cepat, bergizi, dan berenergi. Jenis produk sereal sarapan komersial telah banyak berkembang di masyarakat, seperti sereal yang terbuat dari beras, jagung, gandum, dan bahan serealia lainnya. Pemilihan sereal sarapan diharapkan dapat diterima oleh masyarakat karena sifatnya yang praktis, mudah disajikan dengan cita rasa yang enak. Selain itu dengan teknologi pelapisan pasca ekstrusi dimungkinkan pengembangan aneka rasa sehingga dapat memberikan variasi pilihan kepada konsumen. Penelitian ini akan mencoba memanfaatkan bekatul sebagai bahan untuk membuat sereal sarapan. Produk sereal ini diharapkan dapat memanfaatkan kelebihan dari bekatul untuk diformulasikan ke dalam sereal sarapan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan diversifikasi produk maka dikembangkan produk sereal sarapan bekatul. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknologi pengolahan sereal sarapan bekatul (rice bran puffed cereal) yang mempunyai sifat fisikokimia dan sensori yang baik dengan menggunakan teknologi ekstrusi ulir ganda. 2

22 C. MANFAAT Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu formula sereal sarapan bekatul yang memiliki sifat fisikokimia dan sensori yang paling baik. Hasil ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat terhadap manfaat bekatul dan meningkatkan produk olahan bekatul. Informasi dan data mengenai sereal sarapan bekatul diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. 3

23 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN DASAR 1. Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi. Bekatul adalah bagian luar dari butir beras yang dipisahkan dalam proses penyosohan dari beras pecah kulit. Menurut Orthoefer (2001), selama proses penggilingan gabah kering dihasilkan bekatul 8%, sekam 20%, lembaga 2%, dan beras sosoh 70%. Komponen penyusun gabah kering dapat dilihat pada Gambar 1. Lemma (sekam) Paleaa (sekam) Pericarp Beras Sosoh Testa Aleuron Bekatul Lembaga Gambar 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994) Umumnya masyarakat Indonesia mengenal bekatul sebagai dedak dan lebih banyak digunakan sebagai pakan ternak karena komponen silika yang tinggi. Bekatul merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi sehingga bekatul berpotensi untuk diolah menjadi berbagai macam bahan makanan yang bergizi. Komposisi kimia bekatul sangat bervariasi tergantung kepada faktor agronomis padi, termasuk varitas padi dan proses penggilingannya. Komposisi kimia bekatul dapat dilihat pada Tabel 1. 4

24 Tabel 1. Komposisi kimia bekatul Komposisi Jumlah Komponen Makro Protein (%N x 6.25, %) Lemak (%) Serat Kasar (%) Karbohidrat (%) Kadar abu (%) Serat pangan (%) Komponen Mikro Asam ferulat (mg/100 g) Oryzanol (ppm)* Tokoferol (ppm)* Tokotrienol (ppm)* 336 Phytosterol (ppm)** Karotenoid (ppm)** Kalsium (mg/g) Magnesium (mg/g) 5-13 Phospor (mg/g) Phytin phosphor (mg/g) 9-22 Silika (mg/g) 6-11 Seng (µg/g) Thiamin B1 (µg/g) Riboflavin B2 (µg/g) Luh (1991); * Anonim c (2006); ** Helal (2005) Bekatul mempunyai sifat fungsional sebagai penurun kolesterol dari status hiperkolesterolemik. Mekanisme yang mendasari penurunan kolesterol adalah kemampuan serat pangan (dietary fiber) menyerap lipid pada jalur gastrointestinal dan peningkatan ekskresi asam empedu. Efek kesehatan ini menimbulkan keinginan untuk mengkomersialkan nilai tambah bekatul pada 5

25 produk-produk seperti sereal sarapan, extruded snack, roti dan lain-lain (Kahlon et al., 1994). Menurut Astawan (2009), kandungan karbohidrat dari bekatul merupakan bagian dari endosperma beras karena kulit ari sangat tipis dan menyatu dengan endosperma. Kandungan karbohidrat dalam bekatul digunakan sebagai sumber energi alternatif. Karbohidrat penyusun bekatul adalah selulosa, hemiselulosa, dan pati dalam jumlah kecil (Champagne, 1994). Bekatul merupakan sumber vitamin B kompleks dan vitamin E yang baik tetapi kandungan vitamin A, C atau D sangat sedikit (Hoseney, 1998). Kandungan protein bekatul masih lebih tinggi dibandingkan dengan jagung dan tepung terigu. Bekatul juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) yang sangat baik untuk memperlancar pencernaan. Bekatul juga mengandung zat anti gizi dan enzim yang sangat merugikan. Zat anti gizi dapat menghambat metabolisme tubuh sedangkan keberadaan enzim menyebabkan ketengikan pada bekatul. Menurut Luh (1991), zat anti gizi di dalam bekatul meliputi asam fitat, tripsin inhibitor, dan hemaglutinin. Bekatul juga mengandung senyawa saponin yang dapat menyebabkan rasa pahit. Zat anti gizi tersebut mempunyai aktivitas yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui proses pemanasan. Menurut Kahlon et al. (1994), enzim lipase pada bekatul akan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dengan cepat. Hal ini menyebabkan rasa bekatul tidak enak. Oleh karena itu, pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan memerlukan teknologi yang tepat sehingga menghasilkan produk dengan nilai gizi optimal serta dapat menghilangkan efek negatif dalam bekatul. 2. Jagung Jagung adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanaman semusim. Menurut sejarahnya tanaman jagung berasal dari Amerika dan menyebar ke daerah subtropis dan tropis termasuk Indonesia (Suprapto, 1998). Jagung sudah banyak dikonsumsi di wilayah Indonesia. 6

26 Jagung (Zea mays) merupakan salah satu jenis tanaman padi-padian dengan spesies mays (mahiz) dan merupakan sumber kalori utama kedua setelah beras dan dijadikan makanan pokok di sebagian daerah Indonesia. Menurut Suprapto (1998), jagung memiliki pati sebesar 60-72%, protein 10%, air 13,5%, lemak 4%, serat kasar 2,3%, dan abu 1,4%. Menurut Hoseney (1998), jagung terdiri dari empat bagian-bagian pokok yaitu kulit (perikarp), endosperma, lembaga dan tudung pangkal biji (tipcap). Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh enam lapis sel yaitu epikarp (lapisan paling luar), mesokarp dan tegmen (seed coat). Bagian tegmen (seed coat) terdiri dari dua lapis sel yaitu spermodermm dan periperm yang mengandung lemak. Gambar 2. Struktur biji jagung (Damardjati et al.,, 1988) Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperma, lapisan pertama yaitu aleuron yang merupakan pembatas antara endosperm dengan kulit (perikarp). Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan lembaga. Lapisan aleuron terdiri dari 1-7 lapis sel sedangkan untuk jagung hanya terdiri dari satu lapis sel, demikian juga untuk gandum (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Menurut Dickerson (2003), jagung dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan kandungan endospermanya, yaitu jagung tepung (floury 7

27 corn), jagung gigi kuda (dent corn), jagung mutiara (flint corn), jagung berondong (pop corn), dan jagung manis (sweet corn). Bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari 80%) yang merupakan sumber pati dan protein (Jamin dan Flores, 1998). Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam butir jagung. Sekitar 85% dari total pati terdapat dalam endosperma. Jagung yang sesuai untuk proses ekstrusi adalah jagung kuning dari berbagai varietas yang mengandung amilosa 25-75%. Bentuk penggunaan jagung dalam produk pangan dapat berupa grits. Grits merupakan hasil penggilingan kering biji jagung setelah bagian-bagian kulit ari, lembaga, dan tip cap dipisahkan. Bentuk grits ini dapat digunakan sebagai bahan baku produk ekstrusi. Jagung umum digunakan untuk proses ekstrusi karena mempunyai harga yang murah dan mudah tersedia. Jagung yang sudah diolah menjadi grits umum dipakai untuk ekstrusi karena karakter pati yang mudah mengembang dan memberikan tekstur crunchy produk akhir (Muchtadi et al., 1988). B. SEREAL SARAPAN Sereal sarapan adalah makanan yang umumnya dimakan sebagai sarapan. Makanan ini umumnya dimakan dingin, dan dimakan bersama susu, yoghurt, atau dimakan langsung. Beberapa jenis sereal, seperti havermut, dapat dipanaskan sehingga menjadi seperti bubur. Sereal umumnya dipromosikan sebagai penunjang kesehatan dengan memakan sarapan berserat tinggi. Sereal juga mengandung vitamin dan mineral namun ada beberapa sereal yang mengandung kadar gula dalam jumlah yang cukup tinggi (Anonim a, 2010). Menurut Tribelhorn (1991), sereal sarapan yang ada di pasaran saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik alami dari produk. Jenis pertama adalah sereal tradisional yang memerlukan pemasakan (cooking). Sereal jenis ini di jual di pasaran dalam bentuk bahan mentah yang telah di proses, biasanya dalam bentuk sereal yang biasa di konsumsi panas. Jenis sereal yang kedua adalah sereal panas instan tradisional (instant traditional hot cereal). Sereal ini di jual dalam bentuk biji masak dan hanya 8

28 memerlukan air mendidih dalam persiapannya untuk dapat dikonsumsi. Jenis ketiga adalah sereal siap santap (ready-to-eat cereal) adalah produk sereal di buat dari biji yang sudah di masak dan di rekayasa menurut jenis atau bentuknya seperti flaked, puffed, dan shredded. Jenis sereal yang keempat adalah ready-to-eat cereal mixes yaitu produk sereal yang dikombinasikan dari bermacam-macam biji sereal, polong-polongan atau oil seeds, serta buah kering. Jenis kelima adalah produk sereal lainnya (miscellaneous cereal products) yang tidak dapat dikategorikan dalam keempat jenis sereal di atas karena adanya pengkhususan dari proses dan/atau kegunaan akhirnya. Contoh sereal jenis ini adalah makanan bayi dan cereal nuggets. Sebagian besar sereal mengandung biji sereal dalam jumlah besar dan hanya sedikit bahan tambahan pangan lainnya. Bahan tambahan pangan digunakan untuk memperbaiki tekstur sereal atau mengubah karakteristik fungsional dari produk akhir. Eastman et al. (2001) menyatakan bahwa produk sereal sarapan dihasilkan oleh flaking, oven dan gun-puffing, pemanggangan, shredding, dan direct expansion. Pemilihan bahan baku untuk fomulasi sereal perlu dilakukan untuk meningkatkan nutrisi, kualitas, dan variasi dari produk akhir. Pemilihan bahan baku dan proses digunakan untuk memproduksi berbagai macam sereal sarapan dengan proses tradisional. Perkembangan pemasakan ekstrusi dalam proses pembuatan sereal dapat diperluas untuk berbagai macam fomulasi sereal sarapan, tidak hanya menggunakan biji utuh tetapi tepung dan bahan bubuk juga dapat digunakan sebagai sumber bahan dalam formula sereal (Eastman et al., 2001). Sereal yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sereal siap santap yang tergolong produk puffed cereal. Sereal sarapan tipe ini populer karena produk akhir dapat dimodifikasi menghasilkan bentuk yang beragam sehingga lebih dapat diterima konsumen. C. TEKNOLOGI EKSTRUSI 1. Proses Ekstrusi Dewasa ini, ekstrusi bahan pangan telah berkembang menjadi suatu proses pengolahan pangan yang serbaguna. Perkembangan teknologi ini terutama 9

29 terletak pada kemampuan ekstruder untuk membentuk produk pangan secara kontinyu melalui pencampuran, pengulian, pemotongan, pemasakan, pembentukan, dan pengembangan (Chang et al., 1999). Produk pangan seperti breakfast cereal, kudapan ringan, pati termodifikasi, makanan bayi dapat diproduksi menggunakan proses ekstrusi. Menurut Ahza (1996), teknologi pangan ekstrusi dapat didefinisikan sebagai teknologi pengolahan pangan yang menggunakan prinsip-prinsip proses mendorong bahan di dalam suatu laras dengan mekanisme transport menggunakan ulir sampai melewati suatu lubang pencetak atau die untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan. Fungsi pengekstrusi meliputi gelatinisasi atau pemasakan, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan penggelembungan atau pengeringan (puffing atau drying) (Muchtadi et al., 1988). Menurut Riaz (2001), proses pemasakan ekstrusi menggabungkan proses pemanasan dengan proses ekstrusi yang menghasilkan produk pangan yang matang dan memiliki bentuk yang khas. Komponen-komponen pangan seperti air, karbohidrat, dan protein mengalami pemasakan selama proses ekstrusi sehingga menghasilkan adonan yang viscous. Secara singkat prinsip pemasakan ekstrusi adalah suatu proses pengolahan yang menggunakan alat yang sekaligus dapat mendorong bahan dan mengadoni bahan sampai melewati lubang cetakan. Semua proses tersebut umumnya dilakukan dengan menggunakan aplikasi suhu tinggi dalam waktu singkat. Proses ini menimbulkan efek yang sama dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu mikroba mati namun kerusakan gizi kecil (Riaz, 2001). Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah (Harper, 1981). Teknologi ekstrusi memiliki aturan yang penting dalam industri pangan sebagai proses produksi yang efisien. Teknologi pemasakan ekstrusi digunakan untuk pembuatan sereal dan memproses protein dalam pangan (Guy, 2001). Pemasakan ekstrusi merupakan metode yang paling popular untuk memproduksi produk sereal dalam menentukan bentuk, ukuran, dan formulasi yang diinginkan (Eastman et al., 2001). 10

30 Proses ekstrusi lebih mudah diprediksi dan memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan proses pemasakan batch. Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai beberapa keuntungan meliputi keluaran produk yang tinggi, efisiensi energi, kontrol suhu, dan mampu menyesuaikan varietas bahan untuk menghasilkan produk akhir yang sesuai dengan keinginan (Eastman et al., 2001). Pengembangan produk sereal dengan kualitas yang tinggi bergantung pada formulasi dan proses ekstrusi. Umumnya bahan berupa tepung atau grits dapat ditingkatkan kelembabannya dengan steam atau penambahan air. Proses panas pada ekstrusi dihasilkan dari gesekan ulir sedangkan panas pada barrel diperoleh dari steam. Dibawah suhu dan tekanan, produk sereal menjadi mencair karena kenaikkan suhu dan berubah bentuk menjadi plastis di dalam barrel (Hoseney, 1998). Komposisi bahan baku yang akan diekstrusi perlu diperhatikan. Kadar air memegang peranan penting terhadap pengembangan dalam proses ekstrusi. Holay dan Harper (1982) mengatakan bahwa kadar air sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi dan air juga berfungsi sebagai reaktan dalam reaksi kompleks dengan komponen lainnya. Hasil ekstrusi dengan kelembaban tinggi mempunyai ukuran pori-pori lebih besar dan dinding sel lebih tebal. Bila hasil ekstrusi terlalu lembab, produk yang diperoleh dapat mengembang cukup besar setelah keluar dari cetakan tetapi menyusut sebelum dingin, memadat dan menjadi produk dengan tekstur keras yang tidak disukai (Muchtadi et al., 1988). 2. Ekstruder Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi. Ekstruder dapat digunakan untuk menunjukkan beberapa fungsi yang berbeda meliputi pencampuran, pembentukan, puffing, dan pengeringan, bergantung pada model ekstruder dan kondisi proses (Eastman et al., 2001). Kombinasi satu atau lebih fungsi tersebut merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam proses ekstrusi. Selain itu ekstruder memiliki beberapa keuntungan seperti mampu mengolah bahan pangan dengan cepat, biaya produksi yang rendah, alat mudah diotomisasi dan tidak banyak menghasilkan limbah. 11

31 Ekstruder terdiri dari ulir putar (screw) yang terpasang dalam laras yang tertutup rapat dan sering dikelilingi oleh jaket pemanas. Pemasukan panas utama sering dihasilkan dari perputaran screw meskipun pemanas laras juga digunakan. Bahan menjadi tebal dan berat menyerupai fluida kental di dalam proses ekstrusi yang akan menghambat perputaran screw. Penggunaan motor berkekuatan tinggi akan membuat screw terus berputar, namun akan menghasilkan panas yang tinggi akibat gesekan antar bahan. Perputaran screw memaksa produk bergerak sepajang laras dan membangkitkan tekanan yang akhirnya digunakan untuk pembentukan produk (Miller, 1993). Ekstruder yang umum digunakan terdiri dari ekstruder ulir tunggal (single screw) dan ekstruder ulir ganda (twin screw) yang berputar dalam barrel (Eastman et al., 2001). Menurut Bhattacharva dan Padmanabhan (1992), ekstruder ulir ganda mempunyai kelebihan daripada eksruder ulir tunggal yaitu kontrol dan keseragaman produk lebih baik. Ekstruder ulir ganda atau ulir kembar terdiri dari dua ulir yang sama panjang dan terletak berdampingan dalam satu barel. Berdasarkan arah putarannya, ekstruder ulir ganda dapat dibedakan menjadi counter rotating dan co-rotating seperti terlihat pada Gambar 3. Berdasarkan pada bentuk dan cara pemasangan ulir di dalam laras maka terdapat ekstruder ulir ganda intermeshing dan nonintermeshing (Harper, 1981). Gambar 3. Tipe ulir ektruder ulir ganda (Anonim b, 2010) Sistem konfigurasi non-intermeshing, sumbu kedua ulir tersebut terletak cukup berjauhan sehingga putaran ulir yang satu tidak terlalu mempengaruhi putaran ulir yang lain. Hal ini dapat dinyatakan bahwa konfigurasi non- 12

32 intermeshing dianggap sebagai dua ekstruder ulir tunggal dengan kapasitas yang lebih besar (Hariyadi, 1996). Sistem intermeshing, kedua sumbu ulir tersebut cukup berdekatan sehingga flight dari ulir yang satu dapat masuk ke dalam channel pada ulir yang lain, sedemikian rupa sehingga saling terkait. Sistem demikian ini memungkinkan self-cleaning dan self-wiping (flight dari satu ulir menyapu dan membersihkan bahan yang berada dalam channel ulir yang lain) maka kapasitas transportasi ekstruder ulir ganda, khususnya dengan konfigurasi intermeshing akan meningkat. Kapasitas transport yang baik ini dapat digunakan untuk membawa bahan yang bersifat lengket, yang tentunya sangat sulit untuk ditangani dengan ekstruder ulir tunggal (Hariyadi, 1996). Keunggulan dari ekstruder ulir ganda, yaitu: (1) kontrol yang teliti untuk produk-produk yang karakteristik, (2) ekstrusi untuk produk-produk yang peka terhadap panas, (3) mengurangi penguapan aroma, (4) proses kering terhadap bahan-bahan yang biasanya membutuhkan kelembaban tambahan, dan (5) memiliki karakteristik adukan bagian dalam yang baik (Muchtadi et al., 1988). Ekstruder ulir ganda memiliki beberapa konfigurasi yang mungkin. Hasil produknya dapat dibentuk dengan ulir yang melakukan rotasi searah (co-rotating) atau ulir dengan rotasi berlawanan dimana keduanya bisa saling berpaut atau tidak saling berpaut. Model yang saling berpaut biasanya lebih efektif. Ekstruder ulir ganda saling berpaut adalah jenis ekstruder yang paling banyak digunakan pada industri makanan. Mesin seperti ini, ulir dapat diubah-ubah untuk mengalirkan lebih banyak bahan (conveying), meningkatkan peremasan adonan, pemotongan, tekanan serta pengisian ulir (Muchtadi et al., 1988). Ulir-ulir yang saling berpaut mempunyai saluran di antara ulir sehingga bahan mengalir dan ditekan. Aliran mirip sumbat yang dihasilkan oleh kecepatan ulir yang lambat membatasi banyaknya pemotongan terhadap bahan. Umumnya panas tambahan harus diberikan agar diperoleh pemasakan yang tepat (Muchtadi et al., 1988). Ekstruder ulir ganda telah digunakan untuk membuat berbagai produk yang biasanya diekstrusi dengan ekstruder ulir tunggal. Aplikasi lainnya adalah produk-produk yang membutuhkan bentuk yang teliti atau produk dengan kelemahan rendah. Ekstruder berulir ganda dapat digunakan dengan baik untuk 13

33 mengekstrusi formula yang mengandung gula setinggi 20% dan produk dengan kelembaban serendah 5% (Muchtadi et al., 1988). Model ekstruder ulir ganda (twin screw extruder) lebih sering dipilih oleh perusahaan-perusahaan pengolahan makanan. Model ini merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan diversifikasi jenis-jenis makanan, dikarenakan kemampuannya yang baik dalam mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif pada adonan di dalam selubung mesin ekstruder (barrel) (Baianu, 1992). Ekstruder ulir ganda terdapat dua ulir yang paralel ditempatkan dalam laras berbentuk angka delapan. Jarak ulir yang diatur dengan rapat akan mengakibatkan bahan bergerak diantara ulir dan laras. D. PERUBAHAN KOMPONEN BAHAN 1. Pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin serta material antara seperti lipid dan protein. Pati terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman sebagai cadangan karbohidrat. Pati pada sereal terdapat dalam dua bentuk yaitu amilosa (fraksi terlarut) dan amilopektin (fraksi tidak larut). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 2002). Pati mempunyai peranan yang penting bagi produk ekstrusi, selain berpengaruh pada tekstur juga pada daya awetnya. Pengaruh itu terutama disebabkan pada ratio amilosa-amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya proses pengembangan (puffing), sehingga produk ekstrusi yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porous, kering, dan renyah. Sebaliknya pati dengan kandungan amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekar hanya terjadi secara terbatas (Muchtadi et al., 1988). Amilosa yang 14

34 diperlukan untuk memperoleh produk mengembang yang renyah berkisar antara 5-20% (Miller, 1995). Proses utama yang dialami oleh bahan yang mengandung pati melalui proses ekstrusi adalah proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi pati melibatkan suatu rangkaian peristiwa molekular karena adanya perlakuan suhu tinggi dan tergantung pada ketersediaan air (Tester, 2004). Menurut Hariyadi (2006), gelatinisasi pati akan menyebabkan peningkatan daya cerna pati produk ekstrusi. Menurut Camire (2001), proses ekstrusi adalah suatu proses yang unik karena gelatinisasi terjadi pada kadar air rendah (12-20%), dimana kadar air merupakan hal yang sangat penting dalam gelatinisasi pati. Kondisi proses ekstrusi yang dapat meningkatkan suhu, gesekan (shear), dan tekanan cenderung untuk meningkatkan laju gelatinisasi. Selama proses ekstrusi, amilosa dan amilopektin mengalami pengurangan berat molekul. Cabang-cabang amilopektin dapat dengan mudah dilepas di dalam barrel selama proses ekstrusi. Mekanisme proses gelatinisasi diuraikan secara ringkas oleh Harper (1981). Pertama butiran pati akan menyerap air yang akan memecahkan kristal amilosa dan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Adanya penambahan air dan pemanasan, maka amilosa mulai berdifusi keluar butiran. Akhirnya butiran tersebut hanya akan terdiri sebagian amilopektin kemudian pecah dan membentuk suatu matriks dengan amilosa yang merupakan gel. Mekanisme proses gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 4. Granula pati mentah terdiri atas amilosa (helix) dan amilopektin (bercabang-cabang) Penambahan air memecah kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa dengan melonggarkan ikatan helix granula pati. Granula mengembang Penambahan panas dan air yang berlebihan akan menyebabkan granula pati lebih mengembang. Amilosa mulai berdifusi keluar granula Granula pati mengandung hanya sebagian besar amilopektin, terperangkap dan terlihat dalam struktur amilosa, membentuk suatu sel Gambar 4. Mekanisme gelatinisasi butiran pati (Harper, 1981) 15

35 2. Protein Setiap protein memiliki karakterisasi berbeda-beda sesuai bentuk konformasi. Konformasi protein yang berasal dari struktur sekunder, tersier dan kuartener mudah terputus. Perlakuan protein seperti dengan asam, alkali, pelarut, panas dan radiasi menyebabkan terjadinya modifikasi konformasi struktur-struktur tersebut. Proses ekstrusi yang menggunakan suhu tinggi menyebabkan protein akan terdenaturasi (Smith, 1981). Denaturasi merupakan fenomena dimana terbentuknya konformasi baru dari struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik (Fennema, 1985). Proses ekstrusi dapat memperbaiki daya cerna protein melalui denaturasi protein, sehingga sisi aktif enzimnya terbuka. Sebagian besar protein seperti enzim dan enzim inhibitor kehilangan aktivitasnya akibat adanya proses denaturasi protein. Adanya denaturasi protein dinilai dapat mengakibatkan perubahan kelarutan protein di dalam air (Camire, 2001). Komponen protein dalam bahan baku mempengaruhi produk ekstrusi yang dihasilkan. Protein turut berperan dalam menentukan tekstur produk ekstrudat. Pengaruh protein ini tergantung pada tipe dan konsentrasi protein. Semakin tinggi kadar protein semakin rendah derajat pengembangan produk ekstrudat (Faubion dan Hoseney, 1982). 3. Lemak Umumnya bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk ekstrusi memiliki kadar lemak yang rendah (kurang dari 10%). Kandungan lemak yang tinggi dapat mengakibatkan berkurangnya gesekan di dalam barrel, sehingga menurunkan konversi energi mekanis menjadi panas selama proses ekstrusi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap pengembangan produk (Camire, 2001). Lemak dan minyak pada produk ekstrusi akan mempengaruhi tekstur, rasa dan flavor produk (Harper, 1981). Selama proses ekstrusi, lemak dan pati akan membentuk stuktur yang baru sehingga dapat menghambat pengembangan produk ekstrusi (Faubion dan Hoseney, 1982). Lemak dalam biji-bijian akan membentuk kompleks dengan pati bila diproses dengan ekstrusi. Lemak akan 16

36 berikatan dengan amilosa dan amilopektin sehingga dapat menghambat pengembangan dan mengurangi sifat renyah dari produk (Muchtadi et al., 1988). Mekanisme penghambatannya adalah lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi rendah (Polina, 1995). Namun menurut Ahza (1996), jika lemak berada dalam kondisi bebas (tidak terikat dengan bahan lain) berfungsi sebagai pelumas dalam laras sehingga akan mengurangi konversi energi mekanis untuk menaikkan suhu gelatinisasi pati dan sekaligus menurunkan ekspansi produk. 4. Garam Garam dapat meningkatkan viskositas dalam laras ekstruder sehingga meningkatkan tingkat konversi energi mekanik (mempercepat pemasakan) dan meningkatkan ekspansi produk. Garam juga mempengaruhi kelarutan dan kekentalan protein sehingga meningkatkan kekuatan tekstur dan ekspansi ekstrudat (Miller, 1995). 17

37 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu bekatul dan grits jagung. Bekatul yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi varietas wai apu. Bekatul diperoleh dari penggilingan padi di Kebun Percobaan Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB sedangkan grits jagung diperoleh dari Laboratorium Seafast Center IPB. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 10 M, HCl 0.5 M, larutan iodium, akuades, buffer fosfat 1 M ph 6.0, HCL 4 M, enzim termamyl, enzim pankreatin, enzim pepsin, etanol 78%, etanol 90%, etanol 95%, aseton, dan bahan kimia untuk analisis proksimat. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk sereal bekatul adalah ekstruder ulir ganda model puffing 2256 Berto Company, mixer, oven pengering, timbangan, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk analisis fisik, kimia, dan sensori meliputi pipet mohr, neraca analitik, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, tabung sentrifuse, sudip, gelas pengaduk, pipet tetes, corong, botol semprot, gegep, bulb, desikator, labu Kjeldahl, cawan porselen, cawan alumunium, Rheoner, oven, tanur, sentrifuse, spektofotometer, soxhlet,, jangka sorong, ayakan ukuran 50 mesh, penangas air, penyaring vakum, dan kertas saring. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu tahap persiapan bahan, pemilihan formula dan pengujian formula terpilih. Penelitian diawali dengan tahap persiapan bekatul yaitu inaktivasi enzim lipase bekatul hasil penyosohan dengan proses ekstrusi tanpa die. Tahap pemilihan formula bertujuan untuk menentukan formula sereal bekatul berdasarkan penilaian deskriptif. Tahap pengujian formula terpilih adalah penelitian utama yang bertujuan untuk karakterisasi produk sereal bekatul meliputi analisis fisik, analisis kimia dan uji organoleptik. Berdasarkan hasil analisis obyektif (analisis sifat fisiko kimia) dan subyektif (analisis organoleptik) dilakukan penentuan formula terbaik hasil penelitian ini. 18

38 1. Tahap Persiapan Bahan Baku Penelitian diawali dengan persiapan bekatul yaitu inaktivasi lipase bekatul hasil penyosohan dengan proses ekstrusi tanpa die dengan tiga tingkat suhu ekstruder yaitu 230 o C pada T3, 180 o C pada T2 dan 130 o C pada T1 (Ubaidillah, 2010), kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran + 40 mesh. Produk ini selanjutnya disebut SRB (stabilized rice bran). Skema proses stabilisasi bekatul dengan ekstrusi tanpa die dapat dilihat pada Gambar 5. Bekatul setelah penyosohan Pemasakan ekstrusi pada suhu 230 o C (T3), 180 o C (T2) dan 130 o C (T1) Pengayakan ukuran 40 mesh Bekatul hasil stabilisasi Pengemasan Gambar 5. Proses stabilisasi bekatul dengan ekstrusi tanpa die 2. Tahap Pemilihan Formula Pemilihan formula bertujuan untuk menentukan formula sereal bekatul dan pemilihan produk sereal bekatul berdasarkan penilaian deskriptif. Penentuan formula sereal yang digunakan memperhitungkan perbandingan antara SRB (stabilized rice bran) dan jagung, penambahan air, dan suhu proses ekstrusi. 19

39 Penentuan perbandingan bahan berdasarkan jumlah bekatul sebagai bahan baku utama dalam pembuatan sereal bekatul, penambahan jagung digunakan untuk membantu proses puffing pada produk sereal bekatul. Penentuan penambahan air ke dalam formula berdasarkan kadar air campuran bahan baku untuk mencapai kadar air formula yang diinginkan. Penentuan parameter proses ekstrusi dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum proses serta mendapatkan produk sereal bekatul yang bisa dibentuk sesuai cetakan. Sebelum menentukan formula sereal bekatul, terlebih dahulu dilakukan analisis kadar air dari SRB dan grits jagung ukuran 40 mesh. Analisis kadar air bahan ini diperlukan untuk menentukan jumlah air yang akan ditambahkan ke dalam formula sereal bekatul. Menurut Guy (2001), total kadar air bahan baku untuk proses ekstrusi berkisar antara 16-20%. Formulasi bahan baku yang dipilih yaitu formulasi jagung dan SRB dengan perbandingan 85:15 (A1), 80:20 (A2), dan 75:25 (A3). Penentuan perbandingan bahan baku berdasarkan pemanfaatan bekatul sebagai bahan baku utama pada pembuatan sereal bekatul. Masing-masing formulasi dilakukan penambahan garam sebanyak 1%. Hal ini dilakukan untuk menutupi aftertaste akibat penggunaan bekatul. Selanjutnya dilakukan penambahan air pada masing-masing perbandingan bahan yaitu 5% (B1), 8% (B2) dan 11% (B3) dari jumlah kadar air bahan baku yang telah diukur sebelumnya. Kondisi suhu ekstrusi adalah 135 o C, 150 o C dan 165 o C pada T3 dengan suhu pada T1 dan T2 tetap yaitu 80 o C dan 100 o C. Penetapan suhu ini hasil dari percobaan pendahuluan yang menghasilkan ekstrudat yang baik. Proses penentuan formulasi terpilih dari produk sereal bekatul ditentukan berdasarkan penilaian subyektif yaitu bentuk dan keseragaman produk oleh panelis terbatas (5 orang). Skema pembuatan sereal bekatul dengan ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 6. 20

40 Grits jagung 40 mesh Bekatul hasil stabilisasi (SRB) Air Garam 1% Pencampuran bahan sampai homogen Proses ekstrusi suhu 80 0 C (T1) dan C (T2) Pengeringan dengan suhu 80 0 C selama 60 menit Produk sereal bekatul Pengemasan Gambar 6. Proses pembuatan produk sereal bekatul mengembang/puffed dengan ekstruder ulir ganda 3. Tahap Pengujian Formula Terpilih Produk sereal terbaik yang diperoleh dari tahapan pemilihan formula didapatkan formula terpilih untuk dilakukan analisis sifat fisiko kima dan analisis organoleptik. Tahap penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terbaik berdasarkan hasil analisis obyektif (analisis sifat fisiko kimia) dan subyektif (analisis organoleptik). 3.1 Analisis Sifat Fisik a. Derajat Gelatinisasi, Metode Spektrofotometri (Wooton et al.,1971 di dalam Muchtadi et al,. 1988) Derajat gelatinisasi didefinisikan sebagai rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati dari produk yang dihitung dengan metode spektrofotometer 21

41 dengan mengukur kompleks pati-iod yang terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali. Persiapan contoh dilakukan dengan menghaluskan produk sampai 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 gram dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi ini kemudian disentrifus pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0,5 ml HCl 0,5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0,1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Suspensi lain disiapkan dengan cara mendispersikan 1 gram produk yang sudah dihaluskan pada 95 ml air dan ditambahkan 5 ml NaOH 10M. Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifus pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, lalu masingmasing ditambah 0,5 ml HCl 0,5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0,1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Pengamatan dilakukan sebagai berikut: (1) larutan yang ditambah HCL digunakan sebagai blanko pati tergelatinisasi; (2) larutan bahan yang ditambah HCl dan larutan iodium digunakan sebagai larutan pati tergelatinisasi; (3) larutan bahan yang ditambahkan NaOH dan HCl sebagai blanko total pati; (4) larutan yang ditambahkan NaOH, HCl dan iodium sebagai larutan total pati. Sehingga derajat gelatinisasi di hitung dengan persamaan (1) : Derajat Gelatinisasi % = Nilai abs pati tergelatinisasi Nilai abs total pati x 100% (1) b. Derajat Pengembangan (Linko et.al., 1981) Derajat pengembangan produk dihitung berdasarkan perbandingan diameter produk dengan diameter cetakan. Derajat pengembangan produk ditentukan dengan persamaan (2) : Derajat Pengembangan % = Dp Dd x 100% (2) 22

42 dimana : Dp = diameter produk (mm) Dd = diameter die (cetakan ekstruder) (mm) Pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali ulangan dengan menggunakan jangka sorong. c. Tekstur (kekerasan dan kerenyahan) Tekstur produk diukur dengan menggunakan alat Rheoner dengan probe berbentuk jarum. Gaya tekan yang diberikan oleh probe diukur dengan satuan Kgf. Semakin besar gaya yang digunakan untuk menekan produk hingga patah, maka nilai kekerasan akan semakin besar yang berarti produk semakin keras. Hal ini ditunjukkan pada titik puncak peak tertinggi dari hasil pengukuran sampel. Kekerasan dianggap berbanding terbalik dengan kerenyahan produk. Kerenyahan produk ditunjukkan pada titik puncak peak yang pertama muncul pada pengukuran sampel. Pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali ulangan untuk masing-masing sampel. Tabel 2. Setting Rheoner untuk pengukuran tekstur produk sereal Parameter Setting Probe Bentuk jarum Sensitivitas 2 Volt Probe speed 0.5 mm/s Chart speed 60 mm/menit Distance 5.0 mm Preset no mm Force maximum 200 gf d. IPA dan IKA, Metode Sentrifugasi (Anderson, 1969 dikutip dari Muchtadi et al., 1988) Ekstrudat digiling dan disaring dengan saringan 60 mesh. Sebanyak 1 gram tepung ekstrudat dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Kemudian ditambahkan 10 ml akuades, diaduk dengan menggunakan vorteks sampai semua bahan 23

43 terdispersi secara merata, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifus beserta residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dengan posisi miring (25 o ) dan oven diatur pada suhu 50 o C selama 25 menit. Akhirnya tabung residu ditimbang untuk menentukan berat air yang terserap. Supernatan yang diperoleh, diambil contoh sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 110 o C sampai semua air menguap. Kemudian didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang terdapat dalam supernatan. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air dapat ditentukan dengan persamaan (3.1) dan (3.2): Indeks Penyerapan Air (IPA) = Berat air yang terserap Berat awal berat bahan terlarut (3.1) Indeks Kelarutan Air IKA = Berat bahan terlarut dalam 2 ml larutan 2 ml larutan (3.2) e. Ketahanan dalam Susu (Apsari, 2006) Sampel sereal sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah mangkuk kemudian ditambahkan susu cair sesuai dengan takaran saji yaitu 100 ml. Kemudian dihitung waktu ketahanan sereal di dalam susu. Waktu ketahanan dalam susu dihitung berdasarkan waktu sampel sereal masih terapung sampai sampel sereal tenggelam dalam susu. Uji ketahanan dalam susu dilakukan pula terhadap produk sereal komersial yang bertujuan sebagai waktu pembanding. 3.2 Analisis Sifat Kimia a. Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1999) Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 0,5-1 gram contoh yang telah ditepungkan dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu o C selama 6 jam. Cawan yang telah 24

44 berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dikurangi berat akhir. Penetapan kadar air basis basah berdasarkan perhitungan dengan persamaan (4): Kadar air % bb = W-(W1-W2) W x 100% (4) Keterangan : % bb = kadar air per bahan basah (%) W = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kosong kering (g) W2 = bobot cawan kosong (g) b. Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC, 1999) Pengukuran kadar abu ditentukan dengan menggunakan alat tanur. Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 3-5 gram di dalam cawan porselen dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur bersuhu 600 o C sampai berwarna putih (semua sampel telah menjadi abu) dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu produk dapat dilihat pada persamaan (5) : Kadar abu % bb = W1 W2 W x 100% (5) Keterangan : % bb = kadar abu per bahan basah (%) W = bobot bahan awal sebelum diabukan (g) W1 = bobot contoh+cawan kosong setelah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g) 25

45 c. Kadar Protein, Metode Kjeldahl (AOAC, 1999) Contoh ditimbang sejumlah 0,2 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1,9 + 0,1 gram K 2 SO 4, mg HgO, dan 2,0 + 0,1 ml H 2 SO 4. Kemudian contoh didestruksi sampai cairan menjadi jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan akuades (1-2 ml) kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di dalam larutan H 3 BO 3. Kemudian isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml lalu titrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Hitung %N dan kadar protein contoh dengan persamaan (6.1) dan (6.2) : ml HCl-ml HCl blanko x N HCl x %N = mg sampel x 100% (6.1) Kadar protein (%bb) = %N x faktor konversi (6.25) (6.2) Keterangan : % bb = kadar protein per bahan basah (%) %N = kandungan nitrogen pada contoh (%) d. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1999) Metode yang digunakan di dalam analisis lemak adalah metode ekstrasi soxhlet. Pertama, labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet sampai contoh terendam. 26

46 Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dipanaskan di dalam oven pada suhu 150 o C hingga mencapai berat konstan, kemudian didinginkan di dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Perhitungan kadar lemak dapat dilihat pada persamaan (7). Kadar lemak % bb = W1 W2 W x 100% (7) Keterangan : % bb = kadar lemak per bahan basah (%) W = bobot contoh (g) W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g) e. Kadar Karbohidrat (by difference), (Soedioetomo, 1996) Kadar karbohidrat basis basah dihitung dengan menggunakan persamaan (8): Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L) (8) Keterangan : % bb = kadar karbohidrat per bahan basah (%) P = kadar protein (%) A = kadar abu (%) KA = kadar air (%) L = kadar lemak (%) f. Kadar Serat Pangan (AOAC, 1995) Sampel dua gram diekstrak lemaknya dengan heksana selama 15 menit. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke Erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat ph 6,0. Lalu ditambahkan 0,1 ml termamyl dan tutup Erlenmeyer dengan alumunium foil. Kemudian inkubasi dalam penangas air bergoyang dengan suhu 80 o C selama 15 menit. Selanjutnya dibiarkan dingin dan 27

47 ditambahkan 20 ml air destilata, dan ph diatur menjadi 1,5 dengan HCl. Lalu ditambahkan 0,1 gram pepsin, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 o C selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur ph menjadi 6,8 dengan NaOH. Selanjutnya ditambahkan 0,1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 40 o C selama 60 menit, serta ph diatur menjadi 4,5 dengan HCl. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 4.2, dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata. Residu (insoluble fiber) dalam kertas saring dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 o C sampai bobot tetap dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D 1 ). Kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 500 o C kurang lebih 5 jam setelah didinginkan dalam desikator (L 1 ). Volume filtrat (soluble fiber) diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 280 ml etanol 95% hangat (60C) dan dibiarkan presipitasi selama satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan Whatman no. 4.2, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah kertas saring dikeringkan dalam oven suhu 105 o C sampai bobot tetap kemudian ditimbang (D 2 ), dan terakhir diabukan dalam tanur pada suhu 500 o C selama kurang lebih 5 jam serta timbang setelah pendinginan dalam desikator (L 2 ). Dilakukan pula perhitungan nilai serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel Nilai IDF % = D I blanko Berat kering sampel x 100% (9.1) Nilai SDF % = D I blanko Berat kering sampel x 100% (9.2) Nilai TDF (%) = Nilai SDF (%) + Nilai IDF (%) (9.3) 28

48 3.3 Uji Organoleptik Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik) dan uji peringkat hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan produk dari formula yang dibuat. Skala yang digunakan adalah skala 1 (sangat tidak disukai) sampai 7 (sangat disukai). Atribut yang diuji adalah rasa, kerenyahan dan warna. Uji peringkat hedonik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui urutan sampel yang paling disukai oleh panelis. Atribut yang digunakan adalah penilaian keseluruhan (overall) dengan menggunakan skala 1 (paling disukai) sampai 4 (paling tidak disukai). Pengujian dilakukan oleh 30 panelis tidak terlatih. Panelis menilai produk secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan antar sampel. 3.4 Pembobotan (Satiarini, 2006) Penentuan produk terpilih diperoleh dari hasil pembobotan secara subyektif. Penentuan ini dilakukan dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap produk sereal bekatul yang dihasilkan. Pemberian bobot pada penelitian ini dengan menggunakan metode pemberian bobot secara langsung kepada setiap kriteria. Menurut Ma arif dan Tanjung (2003) di dalam Satiarini (2006) bahwa pemberian bobot secara langsung kepada setiap kriteria bersifat subyektif, karena penilaian setiap kriteria akan terpisah. Pemberian bobot ini bias dilakukan oleh orang yang mengerti, paham, dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang dihadapi. Pemilihan secara subyektif ini dinilai oleh 5 orang panelis. Penentuan produk terpilih dilakukan dengan memberikan nilai dari skala 1 sampai 5 berdasarkan nilai kepentingannya pada setiap parameter yang diberikan. Nilai 5 diberikan jika parameter tersebut dianggap paling penting, 4 jika penting, 3 jika biasa, 2 jika kurang penting, dam 1 jika tidak penting. Nilai kepentingan kemudian dibobotkan ke dalam persen. Nilai kepentingan setiap parameter kesukaan dapa dilihat pada Tabel. Nilai kepentingan kemudian dibobotkan dalam persen. Nilai hasil analisa dari setiap parameter kesukaan kemudian diurutkan berdasarkan rangking terbail. Nilai 29

49 total akhir diperoleh dari akumulasi perkalian antara nilai peringkat dikalikan dengan bobot setiap parameter. Tabel 3. Penilaian kepentingan setiap parameter Parameter Nilai Bobot Bentuk 5 0,63 Keseragaman 3 0,37 Total 8 1 C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor dan satu kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah faktor perbandingan grits jagung dan SRB (stabilized rice bran), penambahan air, dan suhu ekstruder. Faktor perlakuan yang digunakan adalah: A : Perbandingan grits jgung dan SRB A1 = 85:15 A2 = 80:20 A3 = 75:25 B : Penambahan air B1 = 5% B2 = 8% B3 = 11% C : Suhu ekstruder C1 C2 C3 = 135 o C = 150 o C = 165 o C 30

50 Menurut Satiarini (2006), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = +A dimana, Y ijk = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan A, B, dan C µ = Pengaruh rata-rata atau pengaruh umum A i B j C k ɛ ij = Pengaruh perlakuan A taraf ke-i = Pengaruh perlakuan B taraf ke-j = Pengaruh perlakuan C taraf ke-k = Pengaruh sisa (galat percobaan) Data diolah dengan menganalisa keragaman untuk melihat pengaruh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Analisa keragaman dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah berganda Duncan untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata (F hitung > F tabel). 31

51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990). Kenaikan tajam asam lemak bebas bekatul dari 1-3 % menjadi 33 % setelah seminggu dan mencapai 46 % setelah 3 minggu (Damardjati et al., 1990). Dari penelitian oleh Goftman (2003) yang diperkuat hasil penelitian Budijanto et al., (2010) dan Ubaidillah (2010), menunjukkan bahwa kecepatan hidrolisis trigliserida bekatul dipengaruhi oleh varietas padi. Peningkatan asam lemak bebas yang terjadi diakibatkan oleh aktivitas enzim lipase pada bekatul. Selama proses penggilingan, lemak bekatul kontak dengan lipase yang menghidrolisis ikatan ester melepaskan asam lemak yang disebut asam lemak bebas (Ramezanzadeh et al., 1999). Enzim lipase merupakan enzim hidrolitik, dimana enzim ini bekerja dengan adanya air pada bahan pangan. Enzim ini akan menghidolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim lipase in situ dari kulit padi dan dari mikroba menyebabkan kerusakan hidrolitik pada lipid bekatul (Champagne et al., 1992). Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan baku, dilakukan inaktivasi enzim lipase pada bekatul. Inaktivasi enzim lipase menggunakan metode Ubaidillah (2010). Bekatul diekstrusi dengan menggunakan twin screw extruder no dye dengan kondisi pada T1= 130 o C, T2= 180 o C dan T3=230 o C. Setelah itu dilakukan pengukuran kadar air bahan yaitu grits jagung dan SRB (stabilized rice bran). Kadar air bahan sangat penting untuk mengetahui kisaran penambahan air agar mencapai kadar air yang diperlukan dalam formula sereal. Menurut Guy (2001), kebutuhan air untuk proses pemasakan berasal dari bahan baku dan pengaturan kelembaban, total kadar air dalam proses ekstrusi berada pada kisaran 16% sampai dengan 20%. Hasil pengukuran kadar air bahan yaitu 12,40% untuk grits jagung ukuran 40 mesh dan 5,96% untuk bekatul hasil stabilisasi (stabilized rice bran). Penentuan penambahan air pada formulasi diperoleh dari perhitungan kadar air campuran bahan. Berdasarkan pada perhitungan kadar air campuran bahan untuk 32

52 mencapai kadar air formula pada kisaran 16-20% sehingga dilakukan penentuan penambahan air pada formulasi yaitu 5%, 8% dan 11%. B. PEMILIHAN FORMULA Parameter proses ekstrusi perlu diketahui terlebih dahulu agar diperoleh produk ekstrusi yang dapat dibentuk sesuai cetakan. Parameter proses ekstrusi diantaranya suhu proses, kecepatan putar ulir, kecepatan putar pisau, dan kecepatan pemasukan bahan. Ekstruder yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstruder ulir ganda model puffing 2256 Berto Company. Ekstruder ini memiliki panjang barel sebesar 98 cm dan diameter barel sebesar 64 mm. Panjang ulir sebesar 93 cm dan memiliki diameter ulir sebesar 54 mm. Diameter die/cetakan yang digunakan berbentuk oval dengan diameter 11 mm x 7 mm. Gambar ekstruder ulir ganda ditunjukan pada Gambar 7 dan tampak depan die dan pisau ditunjukkan pada Gambar 8. Ekstruder ini tidak dilengkapi dengan alat pengukur tekanan sehingga besar tekanan dalam barrel tidak dapat diketahui serta tidak dapat mengatur besar tekanan yang diinginkan. Namun alat ini disertai dengan alat pengatur suhu yang terdiri dari tiga panel pengatur suhu, kecepatan ulir, kecepatan pemasukan bahan dan kecepatan putar pisau. Suhu pengaturan pemanas pada alat ekstruder yang dilakukan pada penelitian ini yaitu C, C, dan C pada T3. Menurut Muchtadi et al. (1988), proses pemasakan di dalam alat pengekstrusi dibutuhkan panas yang tinggi yaitu lebih dari C. Kondisi proses ekstrusi adalah kecepatan ulir 400 rpm, kecepatan pemasukan bahan 350 rpm, kecepatan putar pisau 1200 rpm, suhu T1 = 80 0 C dan T2 = C. Kondisi proses ekstrusi konstan dan digunakan untuk membuat produk sereal bekatul. 33

53 Gambar 7. Ekstruder ulir ganda Gambar 8. Tampak depan die dan pisau ekstruder ulir ganda Proses pembuatan produk sereal bekatul meliputi persiapan bahan baku, pengaturan komposisi bahan, pencampuran, dan proses ekstrusi. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptik secara subyektif dengan parameter bentuk dan keseragaman pada produk sereal bekatul oleh 5 orang panelis. Penentuan produk dengan perlakuan terbaik diperoleh dari hasil pembobotan secara subyektif. Metode pembobotan dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik-karakteristik yang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Setiap karakteristik diberi bobot berdasarkan nilai kepentingannya kemudian diakumulasikan perkalian antara nilai rataan dengan bobot setiap karakteristik. Formula dengan skor tertinggi adalah formula terpilih dengan perlakuan terbaik. Hasil penilaian produk secara subyektif dapat dilihat pada Tabel 4. 34

54 Tabel 4. Hasil pengamatan subyektif seleksi formula sereal bekatul Sampel Nilai Pembobotan A1B1C1 2.5 A1B2C A1B3C1 5.0 A2B1C A2B2C A2B3C1 5.0 A3B1C A3B2C A3B3C A1B1C A1B2C A1B3C A2B1C2 2.5 A2B2C A2B3C A3B1C A3B2C2 2.5 A3B3C A1B1C A1B2C A1B3C3 2.5 A2B1C A2B2C3 2.5 A2B3C A3B1C A3B2C A3B3C3 2.5 Keterangan : Perlakuan: A = Kadar Bekatul (A1= 15%, A2= 20%, A3= 25%) B = Penambahan air (B1= 5%, B2= 8%, B3=11%) C = Suhu ekstruder (C1= 135, C2= 150, C3= 165 o C) Berdasarkan tiga taraf suhu yang dicobakan yaitu C, C dan C, ternyata suhu C menghasilkan bentuk dan keseragaman produk yang lebih baik dibandingkan dengan suhu C dan C. Semakin tinggi suhu ekstruder, proses pemasakan ekstrusi semakin sulit dikendalikan sehingga produk yang dihasilkan semakin kurang baik bentuknya dan kurang seragam. Hasil penelitian Hidayah et al. (2005) menunjukkan kondisi optimal proses ekstrusi terhadap pengembangan produk terjadi pada suhu minimum C. 35

55 Perbandingan grits jagung dengan SRB (stabilized rice bran) 75:25 menghasilkan bentuk dan keseragaman yang kurang baik jika dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Penambahan bekatul lebih tinggi dari 20% menyebabkan produk tidak mengembang dengan baik. Hal ini karena bekatul mengandung serat dan protein yang relatif tinggi menyebabkan produk tidak mengembang. Berdasarkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat empat perlakuan yang memiliki skor pembobotan tertinggi. Formula yang terpilih adalah formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 85:15, penambahan air 11% dan suhu ekstruder C disebut Formula 1; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 5% dan suhu ekstrusi C disebut Formula 2; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 8% dan suhu ekstrusi C disebut Formula 3; dan formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 11% dan suhu ekstrusi C disebut Formula 4. Secara umum, produk sereal bekatul yang terpilih memiliki bentuk yang baik dan seragam, berwarna kecoklatan, mengembang, dan berbentuk bulat pipih. Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisiko kimia dan uji sensori terhadap keempat formula diatas untuk menentukan formula terbaik. Produk sereal bekatul yang dijadikan sampel untuk analisis dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. \ Gambar 9. Produk sereal bekatul terpilih tampak depan 36

56 Gambar 10. Produk sereal bekatul terpilih tampak samping C. ANALISIS FORMULA TERPILIH Analisis yang dilakukan pada produk sereal bekatul terpilih meliputi analisis fisik (derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan), indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan ketahanan dalam susu), analisis kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat pangan), dan uji organoleptik. 1. Analisis Fisik a. Derajat Gelatinisasi Derajat gelatinisasi merupakan rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati (Wooton et al., 1971 dikutip Hermanianto et al., 2000). Tingkat derajat gelatinisasi produk menunjukkan tingkat pemasakan yang terjadi, artinya derajat gelatinisasi yang tinggi menunjukkan bahwa produk lebih mudah dicerna oleh tubuh. Produk dengan derajat gelatinisasi yang sangat rendah akan mengganggu sistem pencernaan karena pemasakan yang belum sempurna. Kesempurnaan gelatinisasi pada produk ekstrusi perlu di evaluasi untuk mengetahui batas maksimum pati mudah dicerna oleh tubuh. Secara garis besar, kesempurnaan gelatinisasi pati dipengaruhi kadar air dan suhu proses (Muchtadi et al., 1988). Menurut Ahza (1996), faktor luar yang mempengaruhi derajat gelatinisasi yaitu energi (gelatinisasi adalah reaksi endotermik atau reaksi yang memerlukan panas), jumlah air yang ditambahkan pada saat proses (rasio air dan pati), waktu untuk berlangsungnya reaksi dan gesekan (shear) yang dapat dihasilkan dari ulir dengan bahan dan barrel. 37

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994) II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN DASAR 1. Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi. Bekatul adalah bagian luar dari butir beras yang dipisahkan dalam proses penyosohan dari beras pecah kulit.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990).

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI Proses Ekstrusi: adalah perlakuan kombinasi dari proses tekanan, gesekan, dan suhu dalam waktu yang bersamaan dalam suatu ulir yang bergerak. To Extrude : artinya membentuk

Lebih terperinci

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder)

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) Oleh: Kelompok II Ahyat Hartono (240110100032) Tina Sartika (240110100020) Dudin Zaenudin (240110100105) JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POLA PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS BEKATUL PASCA PENGGILINGAN Kerusakan hidrolitik pada bekatul mulai terjadi ketika proses penyosohan beras berlangsung, dimana terjadi

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK Pengukuran kadar air menir jewawut dimaksudkan untuk melihat apakah kadar air dari menir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN PENGOLAHAN TERMAL II PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN TIM DOSEN TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 2 TUJUAN TUJUAN UTAMA: mendapatkan cita rasa produk TUJUAN SEKUNDER: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (April 2009 Juni 2009) di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium pengolahan pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup menuntut semua serba cepat dan praktis, tidak terkecuali makanan, sehingga permintaan akan sereal sarapan yang praktis dan bergizi semakin meningkat.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grit jagung berukuran 24 mesh, tepung beras, tepung gandum, tepung kentang, bubuk coklat, garam, pemanis, pengembang,

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM MESIN DAN KONDISI PENGOPERASIAN EKSTRUDER Mesin ekstruder yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis mesin ektruder berulir ganda (Twin Screw Extruder).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi menjadi beras. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak 60-65%. Sementara bekatul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF

FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEVANY KOE 6103008011 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU SNACK FOOD EKSTRUDAT DARI PADATAN KEDELAI INDUSTRI TAHU

PENGARUH BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU SNACK FOOD EKSTRUDAT DARI PADATAN KEDELAI INDUSTRI TAHU PENGARUH BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU SNACK FOOD EKSTRUDAT DARI PADATAN KEDELAI INDUSTRI TAHU (The Effect of Filler on the Quality of Snack Food Extruded from Solid Matter of Industrial Soybean Tofu) Farid

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Dodik Luthfianto 1, Retno Dwi Noviyanti 2, Indah Kurniawati 3 1,2,3 Prodi S1 Gizi, Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL Oleh: Indira Saputra F24103088 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, CV. An-

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SNACK EKSTRUSI BERBAHAN BAKU GRITS JAGUNG YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SKRIPSI RISMA PITRIAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011. Tempat pelaksanaan penelitian di enam laboratorium, yaitu Laboratorium Terpadu IPB, Nutrisi Ikan IPB, Biokimia Giz,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional rakyat Indonesia yang relatif murah dan mudah di dapat. Tempe berasal dari fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia pada umumnya proses penggilingan padi secara komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak atau bekatul, yang selama ini sering

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cake adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya kian digemari oleh masyarakat. Cake dapat disajikan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat Dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstruder ulir ganda (Berto Industries), vibrating screen, pin disc mill, alat penyosoh, alat bantu (baskom,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah aspek informasi. Kemudahan dalam mengakses informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pangan dan Gizi, Prodi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUK EKSTRUSI DARI BERAS DENGAN SUBTITUSI RICE BRAN ABSTRACT

SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUK EKSTRUSI DARI BERAS DENGAN SUBTITUSI RICE BRAN ABSTRACT SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUK EKSTRUSI DARI BERAS DENGAN SUBTITUSI RICE BRAN Nuri Arum Anugrahati ', Djohan Sofia 2 *, Novi Wiguna 3 ' ABSTRACT Rice bran is highly nutritional value by-product from rice milling.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah gritz jagung, tepung gandum, tepung beras, minyak dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

: Methanol, DPPH, alumunium foil. antioksidan

: Methanol, DPPH, alumunium foil. antioksidan 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Januari 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI Oleh GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bekatul Pada proses penggilingan padi (Oryza sativa L.), diperoleh hasil samping berupa sekam sebesar 15-20 %, dedak/bekatul 8-12 %, dan menir sebesar 5 % (Widowati, 2001). Bekatul

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Februari 2011 sampai dengan Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL 1 KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i PERNYATAAN

Lebih terperinci