4 HASIL PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Rokan Hilir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Rokan Hilir"

Transkripsi

1 4 HASIL PENELITIAN 4. Keadaan Umum Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Rokan Hilir Bagansiapiapi mempunyai luas wilayah sekitar hektar, berada pada koordinat o 4-2 o 45 LU dan 00 o 7-0 o 2 BT. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 4 Oktober 999 berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 999 yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Secara administrasi, Kabupaten Rokan Hilir terbagi atas 3 kecamatan yang menyebar di sepanjang pesisir dan areal perkebunan di wilayah Barat Provinsi Riau. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Bangko, Sinaboi, Rimba Melintang, Bangko Pusako, Tanah Putih Tanjung Melawan, Tanah Putih, Kubu, Bagan Sinembah, Pujud, Simpang Kanan, Pasir Limau Kapas, Batu Hampar, dan Rantau Kopar. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir di sebelah timur berbatasan dengan Kota Dumai, di sebelah selatan dengan Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu, di sebelah barat dengan Kabupaten Labuhan Batu (Provinsi Sumatera Utara) dan di sebelah utara dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara. Rokan Hilir memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 800 Ha, berpotensi bagi pengembangan agro industri dan agrowisata. Misalnya, Bagan Batu merupakan kota agroindustri di Kabupaten Rokan Hilir, di sini terdapat beberapa perusahaan pengolah crude palm oil (CPO). Komoditi perkebunan di Kabupaten Rokan Hilir adalah karet, cengkeh, kopi dan kelapa sawit. Untuk bahan pangan khususnya perikanan, Kabupaten Rokan Hilir sangat berpotensi dan diandalkan sebagai penghasil ikan laut (perikanan tangkap). Disamping sebagai pusat pemerintahan, Bagansiapiapi merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap di kabupaten Rokan Hilir dan Provinsi Riau. Lahan persawahan dan tanaman pangan, umumnya terletak di sepanjang DAS Sungai Rokan hingga ke muaranya. Beberapa kota kecil yang banyak didiami nelayan di Kabupaten Rokan Hilir seperti Panipahan, Pulau Halang dan Sinabol merupakan penghasil ikan laut penting dan menjadi pemasok utama ke Bagansiapiapi sebelum dikirim untuk ekspor dan kebutuhan lokal Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara. Sebagian

2 besar hasil perikanan tersebut diekspor ke luar negeri khususnya ke Malaysia dan Singapura. Produk utama perikanan Rokan Hilir adalah ikan segar, ikan kering, ikan asin, udang, terasi, dan lain-lain. Tabel 7 Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun Payang Bubu Pengumpul Kerang Jumlah (unit) Jaring Insang Hanyut Jaring Insang Lingkar Hand Line Pukat Udang Pukat Pantai Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Dari jumlah unit penangkapan ikan seperti pada Tabel 7, dapat perkiraan jumlah nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau tahun 2004 s/d 2008 pada Tabel 8. Tabel 8 Perkiraan jumlah nelayan yang terlibat dalam setiap jenis perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun Payang Bubu (2) Pengumpul Kerang (2) Jenis Perikanan Tangkap Jaring Insang hanyut (6) Jaring Insang Lingkar (7)* Hand Line (4) Pukat Udang (7)* Pukat Pantai ( 7)* Catatan : Nelayan perunit payang = 4 orang; Nelayan per unit bubu = 2 orang; Nelayan per unit pengumpul kerang = 2 orang; Nelayan per unit jaring insang hanyut = 6 orang; Nelayan per unit jaring insang lingkar = 7 orang; Nelayan per unit jaring hand line = 4 orang; Nelayan per unit pukat udang = 7 orang; Nelayan per unit pukat pantai = 7 orang. *Usaha perikanan yang tidak layak berdasarkan analisis finansial 52

3 Tabel 9 Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Produksi (ton) Tahun Payang Bubu Pengumpul kerang Jaring insang hanyut Jaring insang lingkar Hand line Pukat udang Pukat pantai ,0 20,0 03,0.325,2 405,6 453,4 96,5 205, ,3 94,4 293,4.549,6 945,8 503,6 02,6 77, ,5 765,5 299,2.674,5.032,9 52,6 74,4 275, ,4 867,3 302,5.895,8 5,5 62,6 7,3 298, ,5 765,3 365,7 2,7.324,8 702, 20,6 287,6 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tabel 9 menggambarkan tingginya produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir sehingga dapat diandalkan untuk mendukung pasar domestik maupun ekspor. Salah satu faktor pendukung pengembangan investasi di Kabupaten Rokan Hilir adalah kedekatannya dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Kenyataan ini memiliki peluang ekspor maupun investasi berskala internasional, berupa industri perikanan tangkap (ikan segar ekspor), industri pengalengan ikan, dan industri pakan untuk budidaya dan ikan laut lainnya. Demikian juga untuk bidang transportasi dan pelayaran internasional, Pelabuhan Samudera Panipahan dan Sinaboi dapat dikembangkan sebagai gerbang ekspor-impor dan pelabuhan lintas batas penumpang di utara Provinsi Riau dengan tujuan utama Malaysia seperti Port Klang dan Port Dickson di Malaysia. Untuk memudahkan distribusi hasil perkebunan, perikanan lainnya, pengembangan pelabuhan ini diikuti dengan pengembangan ruas jalan pintas Bagansiapiapi, Dumai melalui Sinaboi, Lubuk Gaung serta ruas jalan Panipahan - Kubu. Kabupaten Rokan Hilir juga memiliki potensi wisata laut yang bisa dikembangkan antara lain Pulau Padamaran, Pulau Jemur, Pulau Berkey, Pulau Halang, dan Pulau Sinabol. Letaknya yang sangat strategis di Selat Malaka menjadikan wilayah pulau-pulau kecil tersebut banyak diminati oleh investor baik dalam maupun luar negeri. Pulau-pulau kecil tersebut dan perairannya sangat menarik untuk kegiatan penyelaman, berenang dan wisata research baik pada alam laut maupun wilayah pulau kecil yang masih lengkap vegetasinya. 53

4 Potensi wisata lokal di Kabupaten Rokan Hilir adalah Festival Bakar Tongkang. Festival Bakar Tongkang adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Tiong Hoa, yang dipusatkan di kota Bagansiapiapi, yang dilaksanakan setiap tanggal 6 bulan ke-5 penanggalan Imlek. Festival ini dari tahun ke tahun semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Pemda kabupaten sangat serius menggarap potensi wisata ini, antara lain dengan membangun tempat untuk bakar tongkang yang megah. 4.2 Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga Perikanan Analisis indikator kesejahteraan merupakan bagian dari analisis tingkat kesejahteraan nelayan dengan menggunakan indikator yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (99). Indikator kesejahteraan ini sangat relevan untuk penelitian sosial masyarakat karena aspek analisisnya mencakup semua hal yang terkait dengan kehidupan masyarakat secara umum. Aspek analisis tersebut yang kemudian disebut sebagai indikator analisis adalah pendapatan rumah tangga perikanan, konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal secara fisik, keadaan tempat tinggal berdasarkan pendukungnya, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja, kehidupan beragama, rasa aman dari gangguan kejahatan, dan kemudahan berolah raga. Hasil analisis terhadap setiap aspek tersebut akan disajikan pada bagian berikut Pendapatan rumah tangga perikanan Pendapatan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir umumnya masih tergolong sangat rendah, dari 50 RTP responden hanya (satu) yang pendapatannya berada pada kisaran Rp.5000,00 Rp ,00 per bulan (Tabel 0). 54

5 Tabel 0 Pendapatan rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Pendapatan/ bulan (Rp) Jumlah responden Bobot Skor Keterangan Pendapatan Rumah Tangga Perikanan a. > ,00 0 Tinggi b ,00 3 Tinggi c ,00 2 Sedang d ,00 32 Rendah e. 2500,00 Rendah Skor rata-rata (per rumah tanggartp),6 Tabel Jumlah responden perikanan tangkap menurut tingkat pendapatan No Jenis usaha Perikanan Tingkat pendapatan (000 rupiah)/ Jumlah Responden (orang) s/d 250 Juml ah Payang Bubu Pengumpul Kerang Jaring Insang Hanyut Jaring Insang Lingkar Hand Line Pukat Udang Pukat Pantai Jumlah Skor rata-rata pendapatan RTP di lokasi penelitian adalah,6 pada skala 3 atau rata-rata pendapatan masih di bawah Rp 8000,00/bulan. Sementara itu pendapatan RTP di Kabupaten Rokan Hilir seperti disajikan pada Gambar 5, yaitu : 64% RTP dengan pendapatan Rp 2500,00 Rp 7500,00, 22% RTP berpendapatan Rp 2500,00 (22%), 2% RTP dengan pendapatan Rp 7500,00 Rp.5000,00 dan (2%) mempunyai pendapatan Rp.5000,00 Rp ,00. Rp2.5000,00. 55

6 Pendapatan RTP < Rp > Rp Rp > Rp Rp > Rp Rp > Rp Proporsi) Gambar 4 Sebaran pendapatan rumah tangga perikanan Kabupaten Rokan Hilir Komsumsi rumah tangga perikanan Lebih dari 60 % RTP di Kabupaten Rokan Hilir mengkonsumsi beras kurang dari 270 kg pertahun (Tabel 2). Keadaan ini menghasilkan skor rata-rata indikator konsumsi rumah tangga hanya,46 pada skala -4. Indikator ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan di Kabupaten Rokan Hilir miskin sekali. Tabel 2 Indikator konsumsi rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (diukur dengan konsumsi beras per tahun) No. Katagori dan kriteria (kg beras) Jumlah responden (n) Skor n x Skor Keterangan a.tidak miskin ( >480) 4,00 4 Tidak Miskin b. Miskin ( ,00 9 c ,00 28 Miskin sekali d. <270 32,00 32 Paling Miskin Skor rata-rata (per RTP), Kondisi tempat tinggal Skor rata-rata indikator keadaan tempat tinggal adalah 2,0 pada skala 3 (Tabel 8). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek fisik yang terdiri dari keadaan atap rumah (3,2), keadaan fisik (2,28), status kepemilikan (2,4), lantai rumah tempat tinggal (,58), dan luas lantai rumah tempat tinggal (,4). Hasil analisis detail untuk setiap aspek fisik keadaan tempat tinggal ini 56

7 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kondisi tempat tinggal rumah tangga perikanandi empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (secara fisik) No. Kondisi rumah Skor Keadaan atap rumah 3,2 2 Keadaan bilik 2,28 3 Status kepemilikan 2,4 4 Lantai rumah tempat tinggal,58 5 Luas lantai rumah tempat tinggal,4 Skor rata-rata 2,0 Di antara lima aspek fisik keadaan tempat tinggal ini, luas lantai rumah tempat tinggal mempunyai skor paling rendah. Hal ini karena 44 dari 50 responden nelayan mempunyai rumah tempat tinggal yang sempit, yaitu kurang dari 50 m 2. Data detail luas lantai rumah tinggal nelayan di Kabupaten Rokan Hilir disajikan pada Gambar 5. 0 % 2 % a. < 50 m2 b m2 88 % c. > 00 m2 Gambar 5 Proporsi rumah tangga perikanan menurut luas rumah tempat tinggal di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 57

8 4.2.4 Hasil analisis indikator keadaan tempat tinggal Hasil analisis untuk indikator keadaan tempat tinggal (berdasarkan pendukungnya) menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar,86 pada skala 3. Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek pendukung tempat tinggal nelayan yang terdiri dari luas pekarangan (,08), hiburan utama (,54), pendingin (,28), penerangan (2,22), bahan bakar (,2), sumber air (2,56), dan MCK (2,2). Hasil analisis detail untuk setiap aspek pendukung keadaan tempat tinggal ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kondisi pendukung tempat tinggal rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (berdasarkan faktor pendukungnya) No. Uraian Skor Luas pekarangan,08 2 Hiburan utama,54 3 Pendingin,28 4 Penerangan 2,22 5 Bahan Bakar,2 6 Sumber air 2,56 7 MCK 2,2 Skor rata-rata,86 Di antara tujuh aspek pendukung keadaan tempat tinggal ini, luas pekarangan mempunyai skor paling rendah, karena hampir semua nelayan mempunyai pekarangan rumah tempat tinggal 2 6 m 2, kurang dari dari 50 m 2. Secara proporsional jumlah nelayan berdasarkan luas pekarangan rumah tempat tinggal di Kabupaten Rokan Hilir, disajikan pada gambar 6. 58

9 4% 2 % 94 % Gambar 6 Proporsi rumah tangga perikanan berdasarkan luas pekarangan tempat tinggal di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Kesehatan anggota keluarga nelayan Skor rata-rata indikator kesehatan keluarga nelayan ini sekitar,9 (Tabel 5). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, ternyata rasio kondisi anggota keluarga yang sehat, cukup sehat, dan kurang sehat hampir merata. Dari ditandai dari 50 responden yang ditanya, 2 orang menyatakan anggota keluarga dalam kondisi baik, 2 orang menyatakan anggota keluarganya cukup sehat, dan 7 orang menyatakan anggota keluarganya kurang sehat. Terlepas dari ini, secara umum kondisi kesehatan anggota keluarga di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau termasuk sedang (skor,9 pada skala 3), dan yang kurang sehat perlu dikurangi. Tabel 5 Hasil analisis indikator kesehatan anggota keluarga nelayan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Uraian Jumlah responden Bobot Skor Kesehatan anggota keluarga a. Baik (<25% sering sakit 2 3,00 36 b. Cukup (25-50% sering sakit) 2 2,00 42 c. Kurang (>25% sering sakit) 7,00 7 Skor rata-rata (per RTP),9 59

10 Alat Kontrasepsi Kemudahan nelayan mendapatkan pelayanan kesehatan Kemudahan nelayan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menunjukkan,6 pada skala -3 (Tabel 6). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek jarak dari rumah sakit terdekat (,46), jarak ke poliklinik (,8), biaya berobat (,4), penanganan berobat (,5), alat kontrasepsi (,84), konsultasi KB (,26), dan harga obat (,6). Tabel 6 Indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Uraian Skor Jarak dari rumah sakit terdekat,46 2 Jarak ke poliklinik,8 3 Biaya berobat,4 4 Penanganan berobat,5 5 Alat kontrasepsi,84 6 Konsultasi KB,26 7 Harga obat,6 Skor rata-rata,45 Pelayanan alat kontrasepsi bagi anggota keluarga nelayan yang membutuhkannya merupakan aspek dengan indikator paling tinggi (Tabel 6). Hal ini karena 7 dari 50 responden yang diwawancara menyatakan bahwa anggota keluarga mereka mengalami kemudahan atau cukup mudah dalam mendapat alat kontrasepsi pada dibutuhkan. c. sulit didapat 34 b. cukup 48 a. mudah didapat 8 Alat kontrasepsi Rasio (%) Gambar 7 Proporsi rumah tangga perikanan menurut tingkat kemudahaan anggota keluarga nelayan mendapatkan alat kontrasepsi di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 60

11 4.2.7 Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan Skor rata-rata indikator kemudahan nelayan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sebesar,92 pada skala 3 (Tabel 7). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor setiap aspek dari indikator ini yang terdiri dari biaya sekolah (,), jarak ke sekolah (2,5), dan prosedur penerimaan murid (2,6). Hasil analisis detail untuk setiap aspek dari indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau disajikan pada Lampiran 8. Tabel 7 Hasil analisis indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Uraian Skor Biaya sekolah, 2 Jarak ke sekolah 2,5 3 Prosedur penerimaan murid 2,6 Skor rata-rata, Kemudahan nelayan mendapatkan pekerjaan Hasil analisis untuk indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan atau kesempatan kerja di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar,26 pada skala 3 (Tabel 8). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor setiap aspek dari indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja yang terdiri dari kemudahan mendapat pekerjaan (,4), alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh (,54), dan kesesuaian pekerjaan dengan harapan (,0). Hasil analisis detail untuk setiap aspek dari indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau ini disajikan pada Lampiran 9. 6

12 Tabel 8 Indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Uraian Skor Kemudahan mendapat pekerjaan,4 2 Alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh,54 3 Kesesuaian pekerjaan dengan harapan,0 Skor rata-rata, Kehidupan beragama Kehidupan beragama di Kabupaten Rokan Hilir termasuk dalam kategori toleransi cukup karena mempunyai skor 2,2 pada skala 3 (Tabel 9). Dari 50 responden yang diwawancarai, 36 orang (72%) menyatakan toleransi agama cukup tinggi di masyarakat nelayan, dan hanya 8% (4 dari 50 responden) yang menyatakan kurang toleransi. Tabel 9 Indikator kehidupan beragama di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Jumlah No. Uraian responden Bobot Skor Kehidupan beragama a. toleransi tinggi 0 3,00 30 b. toleransi cukup 36 2,00 72 c. toleransi kurang 4,00 4 Skor rata-rata 2, Rasa aman dari gangguan kejahatan Untuk indikator rasa aman dari gangguan kejahatan, hasil analisis menujukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar,48 pada skala 3 (Tabel 20). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, ternyata 29 dari 50 responden yang diwawancarai (58%) menyatakan bahwa kondisi masih kurang aman di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau untuk menjalankan usaha perikanan. Hanya 3 dari 50 responden yang diwawancarai (6%) menyatakan bahwa Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau aman untuk menjalankan usaha perikanan. 62

13 Tabel 20 Indikator rasa aman dari gangguan kejahatan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Uraian Jumlah responden Bobot Skor Rasa aman dari gangguan Kejahatan a. Aman 3 3,00 9 b. Cukup aman 8 2,00 36 c. Kurang aman 29,00 29 Skor rata-rata, Kemudahan berolah raga Hasil analisis untuk indikator kemudahan berolah raga di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar,32 pada skala 3 (Tabel 2). Dari 50 responden yang diwawancarai, 36 orang (72%) menyatakan sulit menyalurkan hobi olahraga bagi nelayan baik pada sarana olahraga yang disedikan pemerintah maupun sarana seadanya di sekitar rumah karena karen kondisi tanah yang lembek. Hanya 4% yang mengalami kemudahan dalam menyalurkan hobi pada bidang olahraga. Tabel 2 Indikator kemudahan berolah raga di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Uraian Jumlah responden Bobot Skor Kemudahan berolah raga a. Mudah 2 3,00 6 b. Cukup 2 2,00 24 c. Sulit 36,00 36 Skor rata-rata, Kondisi Finansial Usaha Nelayan Jenis usaha perikanan yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau adalah usaha perikanan payang, bubu, pengumpul kerang, jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, handline, pukat udang, dan pukat pantai. Kondisi finansial usaha perikanan ini dapat menjadi ukuran dari kesejahteraan nelayan yang melakukannya. Dalam kaitan dengan pengukuran tingkat kesejahteraan nelayan, maka analisis kondisi finansial usaha perikanan tersebut 63

14 menjadi gambaran kuantatif dari kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Usaha perikanan payang termasuk usaha perikanan yang cukup banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Kondisi finansial usaha perikanan payang Nilai investasi untuk usaha perikanan payang sebesar Rp (Tabel 22). Nilai investasi tersebut mengalami penurunan setiap tahunnya secara signifikan hingga pada tahun ke-5 akan menjadi Rp 450. Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan payang meningkat terus menerus hingga pada tahun ke-5 mencapai Rp Kondisi ini menyebabkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) dari usaha perikanan payang pada suku bunga berlaku (8,65%) mencapai Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Tabel 22 Indikator finansial usaha perikanan payangdi empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, ( ) 0, , , , , NPV (0,0865) B/C,78 IRR 4,2% ROI 6,22 PP 0,6 Usaha perikanan payang tersebut mempunyai nilai B/C ratio sebesar,78 yang berarti manfaat total yang diberikan masih lebih besar dari pengeluaran total selama ini. Usaha perikanan payang tersebut juga mempunyai IRR, ROI, dan PP berturut-turut 4,2%, 6,22, dan 0,6. 64

15 4.3.2 Kondisi finansial usaha perikanan bubu Usaha perikanan bubu merupakan usaha perikanan yang umum dilakukan oleh nelayan dengan armada skala kecil dan sedang. Tabel 23 Indikator finansial usaha perikanan bubu di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, ( ) 0, ( ) 2 0, ( ) 3 0, , , NPV (0,0865) B/C,74 IRR 30,80% ROI 6,08 PP 0,6 Nilai pengeluaran awal (investasi) untuk usaha perikanan bubu sekitar Rp (Tabel 23). Nilai pengeluaran tersebut menurun terus menerus setiap tahunnya hingga pada tahun ke-5 hanya sekitar Rp Untuk manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan bubu mengalami peningkatan, namun pada tahun ke-5 terjadi penurunan. Pada tahun ke-4 manfaat yang bisa diperoleh nelayan sekitar Rp , sedangkan pada tahun ke-5 manfaat yang bisa diperoleh nelayan sekitar Rp Usaha perikanan bubu ini menghasilkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%) sebesar Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Namun manfaat total dari usaha perikanan bubu tetap lebih besar daripada pengeluran totalnya yang ditunjukkan oleh nilai B/C sebesar,74. Nilai IRR, ROI, dan PP dari usaha perikanan bubu yang dilakukan oleh nelayan dengan armada skala kecil dan sedang di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau berturut-turut 30,80%, 6,08, dan 0,6. Nilai PP ini sama dengan nilai PP usaha perikanan payang yang menunjukkan lama pengembalian investasi keduanya sama. 65

16 4.3.3 Kondisi finansial usaha perikanan pengumpul kerang Usaha perikanan pengumpul kerang termasuk usaha perikanan yang tidak banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Usaha ini umumnya dilakukan secara berkelompok, misalnya dari anggota keluarga, kerabat atau teman dekat. Nilai pengeluaran awal (investasi) untuk usaha perikanan pengumpul kerang tidak terlalu besar yaitu sekitar Rp (Tabel 24). Hal ini karena nelayan mengusahakannya secara tepat guna, sehingga tidak banyak pembelian atau pembayaran yang dilakukan. Nilai investasi tersebut juga menurun terus menerus setiap tahunnya, sehingga pada ke-5 hanya sekitar Rp Pengeluaran yang rendah ini juga didukung oleh operasi yang jarang dilakukan oleh nelayan. Untuk manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan pengumpul kerang juga tidak begitu besar, tetapi mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun ke-5 mencapai Rp Tabel 24 Indikator finansial usaha perikanan pengumpul kerang di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, , , , , , NPV (0,0865) B/C,78 IRR 38,7% ROI 6,22 PP 0,6 Kondisi usaha perikanan pengumpul kerang seperti ini menyebabkan masih bisa memberikan nilai manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%), yaitu sekitar Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Nilai manfaat bersih tersebut memang relatif lebih kecil daripada yang diperoleh pada usaha perikanan payang dan bubu. Hasil analisis finansial lainnya 66

17 menunjukkan usaha perikanan pengumpul kerang mempunyai nilai B/C ratio, IRR, ROI, dan PP berturut-turut,78, 38,7%, 6,22, dan 0, Kondisi finansial usaha perikanan jaring insang hanyut Berbeda dengan usaha perikanan pengumpul kerang, usaha perikanan jaring insang hanyut merupakan usaha perikanan yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 25 Indikator finansial usaha perikanan jaring insang hanyut di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, ( ) 0, , , , , NPV (0.0865) B/C 2,00 IRR 57,53% ROI 7,0 PP 0,4 Nilai pengeluaran awal untuk usaha perikanan jaring insang hanyut mencapai Rp (Tabel 25). Nilai pengeluaran tersebut mengalami penurunan setiap tahunnya secara signifikan hingga pada tahan ke-5 hanya Rp Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan jaring insang hanyut meningkat terus menerus hingga pada tahun ke-5 mencapai Rp Kondisi ini menyebabkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) dari usaha perikanan jaring insang hanyut pada suku bunga berlaku (8,65%) mencapai Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Dalam analisis finansial lanjutan, usaha perikanan jaring insang hanyut tersebut mempunyai nilai B/C ratio sebesar 2,00 yang berarti manfaat total yang diberikan masih lebih besar dua kali dari pengeluaran total selama ini. Usaha perikanan jaring insang hanyut tersebut juga mempunyai IRR, ROI, dan PP berturut-turut 57,53%, 7,0, dan 0,4. 67

18 4.3.5 Kondisi finansial usaha perikanan jaring insang lingkar Usaha perikanan jaring insang lingkar merupakan usaha perikanan yang paling banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Hasil analisis finansial usaha perikanan jaring insang lingkar yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Hasil analisis finansial usaha perikanan jaring insang lingkar di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, ( ) 0, ( ) 2 0, , , , NPV (0,0865) ( ) B/C,5 IRR 7,58% ROI 3,95 PP 0,25 Nilai pengeluaran awal (investasi) untuk usaha perikanan jaring insang lingkar hampir sama dengan untuk usaha perikanan jaring insang hanyut, yaitu sekitar Rp Nilai pengeluaran tersebut menurun terus menerus dengan cukup signifikan setiap tahunnya, sehingga pada tahun ke-5 hanya sekitar Rp Untuk manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan jaring insang lingkar juga cenderung meningkat, namun pada tahun ke- 4 mengalami penurunan. Pada tahun ke-5 manfaat yang diperoleh nelayan sekitar Rp Bila melihat hasil analisis finansial terhadap NPV, ternyata manfaat bersih yang diterima nelayan pada suku bunga berlaku (8,65%) masih negatif, yaitu Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Hal ini tentu menyulitkan untuk mengangkat kesejahteraan nelayan yang dominan berusaha pada perikanan 68

19 jaring insang lingkar. Hasil analisis finansial lainnya menunjukkan usaha perikanan jaring insang lingkar mempunyai nilai B/C, IRR, ROI, dan PP berturutturut,5, 7,58%, 3,95 dan 0, Kondisi finansial usaha perikanan handline Usaha perikanan handline merupakan usaha perikanan yang banyak dilakukan oleh nelayan skala kecil menggunakan armada kecil di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 27 Indikator kinerja finansial usaha perikanan handline di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi Tahun 0, ( ) 0, , , , ,776, , NPV (0,0865) B/C,89 IRR 5,38% ROI 6,6 PP 0,5 Usaha perikanan handline membutuhkan nilai pengeluaran awal (investasi) sekitar Rp (Tabel 27). Nilai pengeluaran tersebut mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan pada tahun ke-5 mencapai Rp Manfaat yang didapat oleh nelayan dari usaha perikanan handline ini mengalami peningkatan terus menerus hingga pada tahun ke-5 mencapai Rp Kondisi usaha perikanan handline masih bisa memberikan bubu nilai manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%), yaitu sekitar Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Nilai manfaat bersih tersebut cukup besar bila dibandingkan skala pengusahaannya yang kecil. 69

20 Hasil analisis finansial lainnya menunjukkan usaha perikanan handline mempunyai nilai B/C, IRR, ROI, dan PP berturut-turut,89, 5,38%, 6,6, dan 0, Kondisi finansial usaha perikanan pukat udang Usaha perikanan pukat udang merupakan usaha perikanan yang banyak dilakukan oleh nelayan skala kecil di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 28 Indikator kinerja finansial usaha perikanan pukat udang di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, (4.400) 0, (.09.68) 2 0, , , , NPV (0,085) ( ) B/C,0 IRR 5,60% ROI 2,98 PP 0,34 Nilai pengeluaran awal untuk usaha perikanan pukat udang tidak begitu besar, yaitu sekitar Rp (Tabel 28). Nilai pengeluaran terse tahunke-5 hanya sekitar Rp Nilai pengeluaran yang rendah ini dominan karena operasi penangkapan udang menggunakan pukat yang jarang. Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan pukat udang termasuk kecil dan cenderung naik turun setiap tahunnya. Manfaat yang diberikan pada tahun ke-5 mencapai Rp Hasil analisis NPV menunjukkan bahwa manfaat bersih yang diterima nelayan pada suku bunga berlaku (8,65%) masih negatif, yaitu Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Hasil analisis parameter finansial lainnya menunjukkan nilai B/C, IRR, ROI, dan PP dari uasaha perikanan pukat udang berturut-turut,0, 5,60%, 2,98 dan 0,34. Nilai parameter tersebut juga relatif 70

21 kurang terutama untuk ROI yang lebih rendah daripada suku bunga yang berlaku (8,65%) Kondisi finansial usaha perikanan pukat pantai Usaha perikanan pukat pantai merupakan usaha perikanan terbanyak kedua jaring insang lingkar yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Usaha perikanan pukat pantai biasanya dilakukan oleh nelayan yang tidak punya armada besar dalam operasi penangkapan ikan Tabel 29 Indikator kinerja finansial usaha perikanan pukat pantai di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct NPVi 0, ( ) 0, ( ) 2 0, (59.935) 3 0, , , NPV (0,0865) ( ) B/C,04 IRR 2,70% ROI 3,33 PP 0,30 Nilai pengeluaran awal untuk usaha perikanan pukat pantai sekitar Rp (Tabel 29). Nilai pengeluaran tersebut menurun terus menerus setiap tahunnya, dan pada ke-5 hanya sekitar Rp Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan pukat pantai ini tidak begitu besar dan cenderung naik turun dengan fluktuasi kecil setiap tahunnya. Manfaat yang diberikan pada tahun ke-5 mencapai Rp Kondisi usaha perikanan pukat pantai yang demikian menyebabkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%) bernilai negatif, yaitu sekitar - Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Hasil 7

22 analisis finansial lainnya menunjukkan nilai B/C, IRR, ROI, dan PP dari usaha perikanan pukat pantai ini berturut-turut,89, 5,38%, 6,6, dan 0,5. Hasil analisis NPV menunjukkan bahwa manfaat bersih yang diterima nelayan pada suku bunga berlaku (8,65%) masih negatif, yaitu Rp selama periode pengoperasian 5 tahun. Hasil analisis parameter finansial lainnya menunjukkan nilai B/C, IRR, ROI, dan PP dari uasaha perikanan pukat udang berturut-turut,04, 2,70%, 3,33 dan 0,33. Nilai parameter tersebut juga tidak begitu baik dibandingkan usaha perikanan lainnya yang dilakukan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau 4.4 Hasil Analisis Konfirmatori Teori untuk Model Struktural Konfirmasi teori merupakan hal yang penting dilakukan sebelum rancangan model struktural digunakan dalam analisis. Dalam penelitian ini, model struktural digunakan untuk mengkaji berbagai faktor/komponen yang berinteraksi dengan kinerja usaha perikanan dan interaksi pengelolaan terkait lainnya yang dapat memperbaiki kesejahteraan nelayan. Beberapa faktor/komponen yang berinteraksi dengan pengembangan usaha atau kegiatan perikanan dan kesejahteraan nelayan yang kemudian menjadi konstruk model adalah lingkup usaha perikanan (LU), internal usaha perikanan (LINT), eksternal usaha perikanan (LEX), industri non usaha perikanan (LIN), kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS), kewenangan Pemerintah Pusat (KP), kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT), dan kesejahteraan nelayan (KN). Path diagram untuk yang sesuai dengan teori terkai disajikan pada Gambar 8. 72

23 d3 d32 d33 d34 d d2 X3 X X2 X32 X33 LIN X34 Z5 d5 X5 d52 X52 TKP d53 X53 Z7 PROS X7 X72 d7 d72 0 d3 d4 d42 X3 X4 X42 LINT z4 LU d6 X6 d62 X62 BDY d63 X63 KN X73 Y Y2 d73 e e2 d2 X2 LEX Z6 Y3 e3 d22 d23 X22 X23 z8 X8 KP X82 X83 KOT X9 Z0 z9 X92 Y4 e4 d8 d82 d83 d9 d92 Gambar 8 Path diagram model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penjelasan simbol dan makna setiap komponen yang dipakai pada path diagram Gambar 8 disajikan pada Tabel

24 Tabel 30 Simbol dan makna dari setiap komponen yang dipakai pada path diagram pada model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Simbol Makna LINT Internal Usaha Perikanan 2 X Sumberdaya manusia 3 X2 Modal 4 X3 Teknologi 5 LEX Eksternal Usaha Perikanan 6 X2 Regulasi 7 X22 Kondisi ekonomi 8 X23 Kondisi budaya 9 LIN Industri non usaha perikanan X3 Pemasok X32 Barang-barang substitusi 2 X33 Pesaing 3 X34 Pasar 4 LU Lingkup usaha perikanan 5 X4 Skala besar 6 X42 Skala kecil 7 TKP Kegiatan perikanan tangkap 8 X5 Pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap 9 X52 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap 20 X53 Income/pendapatan nelayan tangkap 2 BDY Kegiatan perikanan budidaya 22 X6 Pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya 23 X62 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan budidaya 24 X63 Income/pendapatan nelayan budidaya 25 PROS Kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan 26 X7 Pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan 27 X72 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan hasil perikanan 28 X73 Income/pendapatan nelayan pengolah 29 KP Kewenangan Pemerintah Pusat 30 X8 Infrastruktur yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 3 X82 Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 32 X83 Kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 33 KOT Kewenangan Pemerintah Otonomi 34 X9 Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi 35 X92 Kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi 36 KN Kesejahteraan nelayan 37 Y Pendapatan 38 Y2 Pendidikan 39 Y3 Kesehatan 40 Y4 Kesempatan kerja 74

25 Kementerian Kelautan dan Perikanan (2007) menyebutkan, bahwa keberhasilan, pengembangan usaha perikanan sangat ditentukan oleh kondisi internal, eksternal dan industri pendukung non perikanan, serta dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam implementasinya, usaha perikanan saling mempengaruhi dengan eskternal usaha perikanan di lokasi dan usaha pendukung di luar perikanan. Sedangkan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (2006) menyebutkan, bahwa pengembangan usaha perikanan harus dilakukan secara integral baik usaha perikanan tangkap, usaha perikanan budidaya maupun usaha pengolahan hasil perikanan untuk menjaga keberlanjutan pemasaran terutama ekspor. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ekonomi dan kesejahteraan nelayan baik nelayan tangkap maupun nelayan budidaya merupakan ujung tombak keberhasilan usaha perikanan Indonesia. Terkait dengan ini, maka konstruk model yang dinyatakan sebelumnya dapat digunakan dalam analisis lanjut dan internal usaha perikanan (LINT) saling berinteraksi dengan eksternal usaha perikanan (LEX) dan industri non usaha perikanan (LIN). Pada rancangan path diagram awal, internal usaha perikanan (LINT) berinteraksi dengan sumberdaya manusia, modal, dan teknologi. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2007), jika industri perikanan ingin berkembang dengan baik, maka sumberdaya manusia, teknologi, modal, dan jenis produk yang ditawarkan harus diperhatikan. Terkait dengan ini maka sumberdaya manusia, modal, dan teknologi dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk internal usaha perikanan (LINT). Eksternal usaha perikanan (LEX) pada rancangan path diagram awal berinteraksi dengan regulasi, kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi budaya, dan persepsi terhadap nelayan. Menurut Bygrave (997) dan Asri (2000), kondisi eksternal yang umum mempengaruhi usaha perikanan dapat berupa kondisi politik yang tidak kondusif, ekonomi yang tidak stabil, dan gejolak sosial yang terjadi di lokasi usaha. Kondisi ekonomi masyarakat nelayan sangat erat kaitannya dengan tumbuh dan berkembangnya kegiatan perikanan tangkap yang mereka lakukan. Dalam Pedoman Umum Pembinaan Kelompok Usaha Perikanan (2006), disebutkan bahwa kondisi eksternal usaha perikanan sangat ditentukan oleh 75

26 regulasi yang berlaku, ekonomi masyarakat, dan kestabilan harga bahan-bahan pokok. Terkait dengan ini, maka regulasi, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk eksternal usaha perikanan (LEX), sedangkan budaya konsumsi dan persepsi terhadap nelayan tidak digunakan. Pada rancangan path diagram awal, industri non usaha perikanan (LIN) berinteraksi dengan pemasok, barang-barang substitusi, pesaing, pembeli, dan pasar. Menurut Forter (980) komponen hal yang terkait dengan lingkungan industri pendukung adalah entry barrier, pesaing, supply, barang substitusi, sumberdaya, dan pasar. Sedangkan lingkup usaha/industri dapat berskala besar dan kecil. Terkait dengan ini maka pemasok, barang-barang substitusi, pesaing, dan pasar dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk industri non usaha perikanan (LIN), sedangkan pembeli tidak digunakan. Di samping itu, skala besar dan skala kecil digunakan sebagai parameter analisis lingkup usaha perikanan (LU). Pada rancangan path diagram awal, kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) berinteraksi dengan pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja, dan income/pendapatan. Menurut Senge (990), berbagai hal yang terkait dengan keberhasilan usaha adalah feedback period, rugi/laba, return of investment (ROI), dan growth. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2006) menyatakan bahwa tujuan pengembangan kegiatan perikanan perlu diarahkan pada terjadinya pertumbuhan (growth), kesinambungan (sustainability) dan daya saing dalam aktivitas industri perikanan. Sedangkan menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2007), keberhasilan kegiatan perikanan dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor perikanan, jumlah investasi sektor perikanan, nilai ekspor hasil perikanan, konsumsi ikan oleh masyarakat, dan pendapatan nelayan. Terkait dengan ini, maka pertumbuhan (growth), penyerapan tenaga kerja, dan income/pendapatan dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS). 76

27 Beberapa komponen yang berinteraksi dengan kewenangan Pemerintah Pusat (KP) dan kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT) pada rancangan path diagram awal adalah infrastruktur, perijinan, dan kelembagaan. Menurut Dollinger dan Marc (998) strategi usaha perlu diperkuat pada aspek produksi, pemasaran, dan keuangan, sedangkan pemerintah berkewajiban menyiapkan infrastruktur yang mendukung usaha, mempermudah dalam perijinan, memberikan jaminan keamanan, penguatan kelembagaan yang ada, dan memberikan bantuan pemodalan. Menurut Direktorat Otonomi Daerah (OTDA) Kementerian Dalam Negeri (2006), Pemerintah Daerah perlu memberi prioritas pada penataan kelembagaan dan perijinan yang mempermudah tumbuh dan berkembangnya kegiatan investasi di daerah. Terkait dengan ini, maka infrastruktur, perijinan, dan kelembagaan digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk kewenangan Pemerintah Pusat (KP), dan dalam analisis terkait kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT) hanya digunakan perijinan dan kelembagaan. Pada rancangan path diagram awal, komponen yang berinterkasi dengan dengan kesejahteraan nelayan (KN) adalah pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (99), kesejahteraan masyarakat termasuk nelayan dapat diukur dari pendapatan, konsumsi, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, keadaan tempat tinggal, kehidupan beragama, rasa aman, dan kemudahan berolahraga. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2006), kesejahteraan nelayan dapat diukur melalui tingkat pendapatan, skala usaha yang dijalankan, pendidikan anak-anaknya, dan daya beli nelayan. Terkait dengan ini, maka pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk kesejahteraan nelayan (KN). Berdasarkan hasil konfirmasi teori ini, maka rancangan path diagram yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya disajikan pada Gambar 9. Rancangan path diagram tersebut merupakan hasil revisi terhadap rancangan path diagram pada Gambar 8. 77

28 4.4. Model struktural awal Model struktural ini merupakan model awal yang dikembangkan untuk analisis berbagai faktor/komponen yang berinteraksi dengan kinerja usaha perikanan yang dapat memperbaiki kesejahteraan nelayan yang kemudian disebut dengan Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Model struktural ini menggunakan path diagram hasil konfirmasi teori tanpa dilakukan modifikasi dalam interaksi komponennya. Hal ini dimaksudkan sebagai pijakan awal dalam pengembangan model struktural dalam penelitian ini. Hasil analisis struktur menggunakan program AMOS Profesional disajikan pada Gambar 9..6 d.2.6 d2.22 d3.53 d4.7 d42.6 d2 d22 d d3.9 X3 X X2 X3 X42 X X4.79 X22 X23 d32.2 X LINT.49 LEX.02 X33 LIN d z8 X8.4 d8 d34.22 X Z5 KP X82.03 d82 d5.3 X5 X83.9 d83 TKP d52.03 X52 d53 X z d6 d62 d LU 2.88 X6 X62 X BDY Z X9.29 d9 Z7.02 PROS KN X92 d Z0 KOT z X7 X72 X Y Y2 Y3 Y4 d7 d72 d e e2 e3 e4 Chi-Square = Probability = 0 CMIN/DF = GFI =.562 AGFI =.468 TLI =.254 CFI =.343 RMSEA =.226 Gambar 9 Model awal model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Untuk mengukur apakah Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sudah fit atau belum untuk dapat digunakan dalam analisis peran berbagai komponen usaha perikanan yang ada, maka terhadap model tersebut dilakukan analisis kesesuaian 78

29 menggunakan berbagai kriteria goodness-of-fit dalam analisis Structural Equation Modelling (SEM). Pada Tabel 3 disajikan hasil evaluasi kesesuaian model dengan kriteria goodness-of-fit yang dimaksud. Tabel 3 Hasil evaluasi kesesuaian model struktural awal terhadap kriteria Goodness-of-fit yang dipersyaratkan Goodness of fit Index Cut-off Value Model Value Keterangan Chi-square (X 2 ) Diharapkan Kecil 3.955,44 Kurang baik Significance Probability 0,05 0,000 Kurang baik CMIN/DF 2, Kurang baik GFI 0,80 0,562 Kurang baik AGFI 0,80 0,468 Kurang baik TLI 0,95 0,343 Kurang baik CFI 0,95 0,420 Kurang baik RMSEA 0,08 0,226 Kurang baik Berdasarkan Tabel 3, ternyata hasil Chi-square sebagai salah satu kriteria model fit menunjukkan nilai di bawah yang diharapkan, dimana Chi-square =3955,44 dengan significance probability = 0,000. Hal ini berarti bahwa model tidak mencerminkan data yang ada dan ada perbedaan antara matriks kovarian data dengan matriks yang diestimasi. Kriteria fit lainnya menghasilkan nilai jauh di bawah yang diharapkan. Salah satu penyebab mengapa model tidak fit adalah interaksi komponen (konstruk dan dimensi konstruk) yang masih terbatas sehingga banyak yang mempunyai nilai squared multiple correlation kecil. Hasil analisis ini sekaligus memberi petunjuk mengapa model struktural I ini belum ideal (belum fit) digunakan untuk menjelaskan peran berbagai komponen usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Pada Tabel 32 disajikan nilai squared multiple correlations dari model struktural I peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan. 79

30 Tabel 32 Nilai squared multiple correlations dari model struktural awal perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Konstruk/Dimensi Konstruk Estimate LU KP -0,046 KOT 0,945 TKP,062 BDY 0,08 PROS 0,843 KN 2,499 X6 0,002 X63 0,74 X62 0,035 X8 0,095 X82 0,842 X83 0,9 X53 0,9 X52 0,803 X5 0,066 X34 0,078 X33 0,999 X23,034 X22 0,067 X 0,48 X32 0,04 X73 0,005 X72 0,00 Y4 0,53 Y3 0,049 Y2 0,05 Y 0,654 X7 0,29 X9 0,054 X92,049 X3 0,92 X4 0,02 X42 0,05 X2 0,086 X2 0,06 X3 0,34 Bila mengacu kepada ketentuan analisis SEM, maka bahwa beberapa dimensi konstruk (komponen indikator) dari masing-masing konstruk (komponen utama) yang mempunyai nilai squared multiple correlations paling kecil akan dikeluarkan karena tidak menggambarkan kesesuaian atau korelasi yang nyata. Bila hal ini dilakukan, maka nilai chi-square akan mengecil yang diikuti dengan 80

31 perbaikan pada nilai kriteria goodness-of-fit lainnya. Adapun beberapa dimensi konstruk (komponen indikator) dari masing-masing konstruk (komponen utama) yang mempunyai nilai Squared Multiple Correlations paling kecil sehingga dapat dikeluarkan adalah X2 dengan nilai estimate 0,06, X22 dengan nilai estimate 0,067, X32 dengan nilai estimate 0,040, X42 dengan nilai estimate 0,05, X5 dengan nilai estimate 0,06-, X6 dengan nilai estimate 0,002, X72 dengan nilai estimate 0,00, X8 dengan nilai estimate 0,095, X9 dengan nilai estimate 0,054, dan Y3 dengan nilai estimate 0,049. Bila melihat kompleksitas interaksi yang ada dalam kegiatan perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, maka tidak semua dimensi konstruk yang mempunyai nilai kecil karena dimensi konstruk tersebut mewakili interaksi yang ada. Disamping itu, tidak semua dimensi konstruk dengan nilai estimate terkecil dari setiap konstruk merupakan nilai yang benar-benar kecil, misal X2 dengan nilai estimate 0,06 yang hanya kebetulan saja paling kecil pada konstruk INT, padahal pada konstruk lainnya nilai tersebut termasuk besar. Terkait dengan ini, maka untuk revisi berikutnya akan dikeluarkan satu dimensi konstruk yang mewakili konstruk eksogen yaitu dimensi konstruk X72 (nilai paling kecil) dan satu dimensi konstruk yang mewakali konstruk endogen yaitu Y Model struktural revisi I Model struktural revisi I ini merupakan upaya revisi dan modifikasi dari model struktural awal sehingga Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menjadi fit atau mendekati fit. Pada tahap awal revisi ini, dimensi konstruk X72 dan Y3 dikeluarkan dari model dan hasil analisisnya disajikan pada Gambar 0. 8

32 d3.9 d32.2 d33 d d5 d52 d53.08 X3 X32 X33 X34 Z X5 X52 X53 X7 d7 X d LIN 2.3 Z5.6 TKP PROS X z X73 X3 LINT d6.23 d62 d d73 d2 d3 LU X6 X62 X Y e X BDY Y2 e2 X KN d4 d Z6 X2 LEX d d Z0 Y4 e4 X22 z KP KOT z Chi-Square = d23 X23 Probability = 0 X8 X82 X83 X9 X92 CMIN/DF = 0.40 GFI =.579 AGFI = TLI =.33 d8 d82 d83 CFI =.420 d9 d92 RMSEA = Gambar 0 Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (Revisi I). Untuk mengetahui fit tidaknya Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sampai tahap ini, maka dilakukan analisis terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan, dan hasilnya disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi I terhadap kriteria Goodness-of-fit yang dipersyaratkan Goodness of fit Index Cut-off Value Model Value Keterangan Chi-square (X 2 ) Diharapkan Kecil 3.4,43 Kurang baik Significance Probability 0,05 0,000 Kurang baik CMIN/DF 2,50 0,40 Kurang baik GFI 0,80 0,579 Kurang baik AGFI 0,80 0,479 Kurang baik TLI 0,95 0,33 Kurang baik CFI 0,95 0,420 Kurang baik RMSEA 0,08 0,227 Kurang baik Berdasarkan Tabel 33, ternyata model masih jauh dari fit, dimana dari delapan kriteria goodness-of-fit yang dievaluasi belum ada satupun yang sesuai dengan harapan. Untuk mensiasati hal ini tanpa mengeluarkan dimensi konstruk 82

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Lokasi pengambilan data difokuskan di (empat) kecamatan pesisir terpilih yaitu Kecamatan Sinaboi,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. lintang utara dan hingga Bujur Timur. Dengan luas. wilayah 8.881, 59 km2 atau hektar.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. lintang utara dan hingga Bujur Timur. Dengan luas. wilayah 8.881, 59 km2 atau hektar. BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Rokan Hilir 1. Letak dan Luas Kabupaten Rokan Hilir terletak pada koordinat 1014 sampai 2045 lintang utara dan 100017 hingga 101021 Bujur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ha, terletak pada kordinat 101'21 BT. Batas Kabupaten Rokanbb

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ha, terletak pada kordinat 101'21 BT. Batas Kabupaten Rokanbb BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Rokan Hilir memiliki luas wilayah 8.881,59 km2 atau 888.159 ha, terletak pada kordinat 101'21 BT. Batas Kabupaten Rokanbb Hilir: - Sebelah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN ROKAN HILIR. Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN ROKAN HILIR. Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Sejarah Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau Indonesia. Ibukotanya terletak di Bagansiapiapi, kota terbesar,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Undang-undang RI No. 53 tahun 1999.Kabupaten Rokan Hilir terletak di pesisir timur Pulau

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Undang-undang RI No. 53 tahun 1999.Kabupaten Rokan Hilir terletak di pesisir timur Pulau 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan sebuah Kabupaten baru yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Dibentuk pada tanggal 4 Oktober

Lebih terperinci

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM Kamis, 29 September 2016 PENGARUH ORIENTASI PASAR, INOVASI PRODUK, DAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA PEMASARAN PADA USAHA MIKRO KECIL MAKANAN DAN MINUMAN DI WILAYAH JAKARTA TIMUR VITA ANDYANI

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN IKAN DALAM MODEL PERBAIKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU (1) ABSTRACT

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN IKAN DALAM MODEL PERBAIKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU (1) ABSTRACT Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 14,1 (2009) : 81-92 ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN IKAN DALAM MODEL PERBAIKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU (1) (FINANCIAL ANALISYS OF

Lebih terperinci

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penduduk Indonesia yang mempunyai mata pencaharian nelayan dan budidaya perikanan mencapai lebih 5,8 juta orang. Sebagian besar dari nelayan dan petani budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan reformasi telah terjadi perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, perubahan tersebut di antaranya dengan lahirnya

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA. Structural Equation Modeling (SEM) adalah alat analisis statistik yang dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear. SEM

Lebih terperinci

Sex Ratio Kabupaten Rokan Hilir. Sex Ratio = 106. = 283,7 ribu orang. = 268,7 ribu orang

Sex Ratio Kabupaten Rokan Hilir. Sex Ratio = 106. = 283,7 ribu orang. = 268,7 ribu orang Sex Ratio Kabupaten Rokan Hilir Sex ratio penduduk Kabupaten Rokan Hilir adalah sebesar 106, yang berarti setiap 100 penduduk lakik-laki terdapat 100 penduduk perempuan atau terdapat 6 orang laki-laki

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018 Rapat Penyelerasan, Penyerasian dan Penyeimbangan antara RZWP3K Provinsi Riau dengan RTRW Provinsi Riau dan Penyepakatan Peta Rencana Alokasi Ruang RZWP3K

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian Data diambil menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada konsumen Indomaret Point Pandanaran di kota Semarang. Populasi

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI (KPE) BAGANSIAPIAPI DI PROVINSI RIAU

ANALISIS STRATEGI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI (KPE) BAGANSIAPIAPI DI PROVINSI RIAU ANALISIS STRATEGI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI (KPE) BAGANSIAPIAPI DI PROVINSI RIAU Heri Apriyanto Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Most of Country Border Area

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Umum Kota Dumai Pada tahun 1999, Kota Administratif Dumai berubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai sesuai dengan undang-undang nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PEKAITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PEKAITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PEKAITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANTAU KOPAR KABUPATEN ROKAN HILIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANTAU KOPAR KABUPATEN ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANTAU KOPAR KABUPATEN ROKAN HILIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) DALAM PENILAIAN KINERJA USAHA PERIKANAN TANGKAP PURSE SEINE DI KOTA PEKALONGAN ABSTRAK

PENGGUNAAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) DALAM PENILAIAN KINERJA USAHA PERIKANAN TANGKAP PURSE SEINE DI KOTA PEKALONGAN ABSTRAK PENGGUNAAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) DALAM PENILAIAN KINERJA USAHA PERIKANAN TANGKAP PURSE SEINE DI KOTA PEKALONGAN Oleh; Abdul Kohar M 1 ), Herry Boesono 1 ) dan Naelul Hidayah 2 ) 1)

Lebih terperinci

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM) VII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM) Strutural Equation Model (SEM) merupakan suatu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel laten dengan variabel teramati sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS Faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen dapat diidentifikasi dengan melihat faktor eksternal dan internak yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Oleh : Mustaruddin 1 * Diterima: 6 Agustus 2008; Disetujui: 23 Juni 2009 ABSTRACT

Oleh : Mustaruddin 1 * Diterima: 6 Agustus 2008; Disetujui: 23 Juni 2009 ABSTRACT POLA PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN INDRAMAYU MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS PERSAMAAN STRUKTURAL Development Pattern of Capture Fisheries Industry in Indramayu Regency Using Structural

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Obyek yang Diteliti 3.3 Jenis, Sumber, dan Ukuran Sampel Data

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Obyek yang Diteliti 3.3 Jenis, Sumber, dan Ukuran Sampel Data METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa ogyakarta khususnya daerah pantai yang potensial dan diandalkan usaha perikanannya. Penelitian dilakukan mulai

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan September 0.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 29 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2009 dengan tempat penelitian di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Khususnya pada kawasan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANTAU BAIS KABUPATEN ROKAN HILIR

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANTAU BAIS KABUPATEN ROKAN HILIR BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANTAU BAIS KABUPATEN ROKAN HILIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG Bab ini akan memaparkan analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan keputusan hutang pada pemilik usaha tenun dengan menggunakan Theory Planned

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI 5.1 Deskripsi Umum Sampel Penelitian Setelah dilakukan penyebaran kuesioner kepada responden maka hasil kuesioner yang layak dan secara penuh mengisi kuesioner berjumlah 134

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi Populasi adalah kelompok subyek yang hendak digeneralisasikan oleh hasil penelitian (Sugiyono, 2014). Sedangkan Arikunto (2010) menjelaskan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data, baik data yang bersifat data sekunder maupun data primer, dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013).

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BAGANSINEMBAH RAYA DAN KECAMATAN BALAI JAYA KABUPATEN ROKAN HILIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel 3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada 12 Februari 2016 hingga13 April 2016 di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2016. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian berada di Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Responden Pada bab IV ini akan menampilkan hasil penelitian yang berupa gambaran umum objek penelitian dan data deskriptif serta menyajikan hasil komputasi

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI. Kabupaten belitung

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI. Kabupaten belitung POTENSI DAN PELUANG INVESTASI Kabupaten belitung POSISI KABUPATEN BELITUNG Kabupaten Belitung terletak antara 107 08' BT sampai 107 58' BT dan 02 30' LS sampai 03 15' LS dengan luas seluruhnya 229.369

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Demi memberikan deskripsi mengenai responden yang menjadi obyek penelitian, penulis membuat karakteristik responden dimana dalam penelitian

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Selat Bali perbatasan Provinsi Bali dan Provinsi Jawa Timur. Pengembangan model pengelolaan perikanan tangkap yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Subjek dari penelitian ini adalah konsumen Hero Supermarket di Kota Yogyakarta, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah Hero Supermarket di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nangka, semangka, melon, cabai dan sebagainya. Akibat serangan hama ini

I. PENDAHULUAN. nangka, semangka, melon, cabai dan sebagainya. Akibat serangan hama ini I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman pekarangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya 60 km. Kota ini berada ditepi Sungai Asahan, sebagai salah satu sungai terpanjang

Lebih terperinci

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM) Atribut yang ditetapkan pada variabel kepuasan merupakan atribut mengenai kepuasan konsumen secara keseluruhan (overall satisfaction). Berdasarkan sebaran pilihan responden, lebih dari setengah dari jumlah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis pendekatan dan penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel secara langsung dari populasi,

Lebih terperinci

BAB 3 DESAIN PENELITIAN

BAB 3 DESAIN PENELITIAN BAB 3 DESAIN PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan desain yang dipergunakan dalam penelitian antara lain : jenis penelitian, populasi dan sampel, pengukuran konsep, jenis data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Alasan memilih Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah karena untuk memudahkan penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk. meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk. meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

REVISI RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG /JASA DI DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN ANGGARAN 2011

REVISI RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG /JASA DI DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN ANGGARAN 2011 REVISI RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG /JASA DI DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN ANGGARAN 2011 NO KEGIATAN LOKASI PEKERJAAN PERKIRAAN NILAI PEKERJAAN 1 2 1 PROGRAM PELAYANAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. estimasi loading factor, bobot loading factor (factor score wight), dan error variance

BAB V PEMBAHASAN. estimasi loading factor, bobot loading factor (factor score wight), dan error variance BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Konfirmatori Analisis faktor konfirmatori dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan estimasi loading factor, bobot loading factor (factor score wight), dan error variance

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Pengaruh Budaya Perusahaan, Kedisiplinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan dengan Metode Structural Equation Modeling

Pengaruh Budaya Perusahaan, Kedisiplinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan dengan Metode Structural Equation Modeling Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.2, Juni 2013, pp.88-95 ISSN 2302-495X Pengaruh Budaya Perusahaan, Kedisiplinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan dengan Metode Structural Equation Modeling

Lebih terperinci

Kata kunci: Relationship Quality, Service Quality, Loyalty, Structural Equation Modeling (SEM).

Kata kunci: Relationship Quality, Service Quality, Loyalty, Structural Equation Modeling (SEM). ANALISIS SERVICE QUALITY PT. TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA BERBASIS STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) Trinil Muktiningrum, Haryono, Vita Ratnasari Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Rokan Hilir menjelaskan kondisi umum Kabupaten Rokan Hilir yang mencakup: kondisi geografis dan administratif, demografi, keuangan dan perekonomian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah usaha jasa perjalanan wisata Kili Kili Adventure yang berlokasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Disamping peranan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK

7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK 7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK 7. Model Micro-Macro Link Pembangunan Perikanan Tangkap Model micro-macro link (MML) ini dikembangkan untuk memudahkan penyusunan rekomendasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

Bab 3. Metode Penelitian

Bab 3. Metode Penelitian Bab 3 Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian mengenai pengujian model Theory Planned Behavior dalam menentukan pengaruh sikap siswa, norma subjektif,

Lebih terperinci

Asri Nur Mutiara / Pembimbing : Dr. Ati Harmoni, Ssi., MM

Asri Nur Mutiara / Pembimbing : Dr. Ati Harmoni, Ssi., MM PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN PRODUK TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DALAM MEMBENTUK LOYALITAS PELANGGAN Asri Nur Mutiara / 10208203 Pembimbing : Dr. Ati Harmoni, Ssi., MM Latar Belakang Masalah Pertumbuhan

Lebih terperinci