7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK"

Transkripsi

1 7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK 7. Model Micro-Macro Link Pembangunan Perikanan Tangkap Model micro-macro link (MML) ini dikembangkan untuk memudahkan penyusunan rekomendasi kebijakan strategis trade-off ekonomi yang terkendali, yaitu menjadikan kegiatan pembangunan perikanan tangkap terpadu Kabupaten Belitung sebagai primadona dan andalan dalam meningkatkan perekonomian kawasan, namun diharapkan dapat dikelola dengan baik sehingga tidak sampai merusak kontribusi sektor lain yang sudah ada. Agar mencapai sasarannya, maka pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung perlu peran serta masyarakat nelayan dengan mengarahkan pada peningkatan produktivitas yang akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, sehingga masalah kemiskinan yang selalu melilit masyarakat nelayan dapat ditanggulangi dengan mengikut-sertakan semua potensi yang ada. Untuk maksud ini, maka penyusunan rekomendasi tersebut akan didasarkan pada kondisi nyata pola interaksi (link) komponen terkait, baik dalam lingkup mikro maupun lingkup makro sehingga terjadi sinergi dengan arah pengembangan ekonomi kawasan dan berkorelasi dengan kebijakan pembangunan nasional. Dalam analisis model micro-macro link yang dikembangkan dalam penelitian ini, semua komponen tersebut diinteraksikan satu sama lain sesuai struktur dan ruang lingkup interaksinya dalam kondisi nyata pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung baik dalam merespon kondisi lokal, regional maupun kondisi yang lebih luas secara nasional. Dalam sektor perikanan, beberapa faktor yang harus dijadikan perhatian adalah : kontributor pembangunan ekonomi skala lokal, regional dan nasional, sumber penyerap surplus tenaga kerja skala lokal, regional dan nasional, sumber penerimaan negara dan pendapatan skala lokal, regional dan nasional serta sumber penyedia pangan bagi penduduk wilayah pesisir. Dengan mempergunakan metode micro-macro link,faktor-faktor tersebut dapat dianalisis secara terperinci, sehingga perencanaan ke depan yang lebih terarah dan tepat sasaran bisa dicapai.

2 7.. Model Micro-Macro Link I Model micro-macro link I ini merupakan model yang dikembangkan dengan menggunakan structural equation modelling (SEM) mengacu kepada rancangan logic framework MML pada metodologi yang interaksi komponennya disesuaikan dengan pola data, namun tanpa terlalu banyak melakukan modifikasi link. Modifikasi yang dilakukan pada tahap ini hanya untuk mengakomodasi pola data lapangan sehingga nilai interaksi (link) dalam model bisa dibaca. Model micro-macro link ini dan hasil pengembangannya disusun mengikuti pola interaksi nyata komponen di lokasi. Menurut Martosubroto (2002),dalam pengelolaan perikanan dibutuhkan persiapan yang mencakup menyediakan dokumen, baik formal maupun informal yang mencakup proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusaan, alokasi sumber daya, formulasi dan implementasinya, disertai dengan pengamanan seperlunya terhadap peraturan yang berlaku demi menjaga kelangsungan produksi dan pencapaian tujuan lainnya. Menurut publikasi FAO tentang pelaksanaan perikanan yang bertanggungjawab, dinyatakan bahwa Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) mencakup penjelasan tentang bagaimana dan oleh siapa suatu kegiatan perikanan tersebut akan dikelola, termasuk di dalamnya penjelasan rinci tentang prosedur dan bagaimana keputusan pengelolaan yang bersangkutan diambil, terutama yang menyangkut perubahan dan perkembangan kondisi sumber daya dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan, komponen-komponen yang terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung, dari perbagai komponen yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung, dijadikan sebagai sumber rujukan untuk menyusun rekomendasi yang akan dijadikan bahan analisis micro-macro link, baik dalam lingkup mikro maupun makro adalah: a. Dalam lingkup usaha perikanan tangkap dapat mencakup faktor produksi, tenaga kerja, profit, produktivitas, dan wilayah basis. b. Dalam lingkup pasar (market) dapat mencakup pasar barang-barang kebutuhan produksi perikanan tangkap (market input) dan barang-barang hasil produksi perikanan tangkap (market output). 24

3 c. Dalam lingkungan kebijakan nasional terutama di bidang keuangan dapat mencakup kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. d. Dalam lingkup perdagangan produk skala lokal, regional maupun yang lebih luas dapat mencakup pertumbuhan dan interaksinya dengan komponen kebijakan, market input dan lainnya. e. Dalam lingkup ekonomi regional Bangka Belitung dapat mencakup basis komponen sumberdaya (resource base), wilayah basis dan basis komponen jasa penunjang (service base). Hasil analisis model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung disajikan pada Gambar Chi-Square= Probability =.000 CMIN/DF=4.404 RMSEA =.37 GFI =.825 TLI =.643 CFI = d.6 d2.20 d3.26 d Market Output X.32 X X3 X4.22 Market Input Wilayah Basis.00 X Usaha Perikanan Belitung.27 X6 Z Fiskal Z e Kebijakan Nasional 5.95 Moneter.05 e Ekonomi Regional Babel Ser Base.2 e2 GDP.22 Trade Res Base.4 e.5 e5.6 Grow th MICRO MACRO Gambar 32 Model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap Pada Gambar 32, faktor X, X2, X3, X4, X5, dan X6, masing-masing merupakan faktor produksi, tenaga kerja, profit, produktivitas, pertumbuhan market output, dan pertumbuhan market input yang satu sama lainnya punya keterkaitan dengan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Untuk mengukur apakah model micro-macro link pembangunan perikanan tangkap 25

4 tersebut sudah fit atau belum untuk dapat digunakan dalam analisis kebijakan pembangunan perikanan terpadu di Kabupaten Belitung, maka terhadap model tersebut perlu dilakukan analisis kesesuaian menggunakan kriteria goodness-of-fit dalam analisis structural equation modelling (SEM) (Ferdinand, 2002). Tabel menyajikan hasil uji kesesuaian model micro-macro link tersebut dengan kriteria goodness-of-fit menurut SEM. Tabel Hasil uji kesesuaian model micro-macro link I terhadap kriteria goodness-of-fit Kriteria Goodness-of- Syarat Kinerja Keterangan Fit Model Chi-square Diharapkan Kecil 233,395 Cukup baik Significance probability 0,05 0,000 Kurang baik CMIN/DF 2,50 4,404 Kurang baik RMSEA 0,08 0,37 Kurang baik GFI 0,80 0,825 Baik TLI 0,90 0,643 Kurang baik CFI 0,90 0,757 Cukup baik Sumber: Hasil analisis model (200) Berdasarkan Tabel, dapat diuraikan sebagai berikut: Berdasarkan Kriteria Goodness-of-Fit ternyata hasil significance probability, CMIN/DF, RMSEA mempunyai perbedaan yang cukup besar dengan nilai yang dipersyaratkan. Dalam persyaratan yang telah ditentukan, apakah hasil kinerja model mendekati syarat, dimana itu dapat menjelaskan bahwa hasil yang diperoleh sudah mendekati kondisi riil di lapangan. Seperti hasil significance probability, kinerja modelnya mempunyai nilai 0,000 sedangkan syaratnya > 0,05 sehingga hasilnya kurang baik, sedangkan CMIN/DF yaitu perbandingan chisquare dengan derajat bebas juga memperlihatkan hasil yang jauh berbeda dengan yang telah dipersyaratkan, yaitu hasil kinerja model dengan nilai 4,404 sedangkan syaratnya < 2,50. Begitu juga dengan RMSEA yang menyatakan kedekatan angka-angka model dengan angka sitem nyatanya, terlihat nilai kinerja modelnya 0,37 sedangkan dalam kategori syaratnya < 0,08. Dari hasil analisis micro- 26

5 macro link I ini, sudah dapat dipastikan bahwa model tidak mencerminkan data yang ada dan ada perbedaan antara matriks kovarian data dengan matriks yang diestimasi. Kriteria fit lainnya menghasilkan nilai yang belum layak namun bisa diperbaiki dengan melakukan modifikasi yang sesuai adalah TLI, dimana kinerja model menunjukkan nilai 0,643 sedangkan yang dipersyaratkan > 0,90. Salah satu penyebab mengapa model tidak fit adalah interaksi (link) komponen yang masih terbatas sehingga banyak modification index yang belum di follow up. Hasil analisis ini sekaligus memberi petunjuk mengapa model micro-macro link I ini belum ideal (belum fit) digunakan untuk membuat rekomendasi kebijakan strategis untuk pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung. Pada Tabel 2 disajikan nilai modification index untuk kovarian dari model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung. Tabel 2 Nilai modification index (MI) kovarian dari model micro-macro link I Covariances: M.I. Par Change Z2 <--> GDP Z <--> e d2 <--> d e5 <--> e e4 <--> GDP Z <--> Z e2 <--> e e2 <--> e Market_ Output e2 <--> e <--> e e <--> e d <--> d d <--> Z d2 <--> e d3 <--> e d4 <--> d d4 <--> e Sumber: Hasil analisis model (200) Untuk meningkatkan kinerja model, maka komponen dengan nilai modification index (MI) tinggi dalam hubungan timbal baliknya (covariances) harus dinteraksikan satu sama lain, sehingga nilai modification index (MI) dapat digunakan dan tidak menjadi sumber deviasi/penyimpangan model. Hal yang 27

6 sama juga perlu dilakukan untuk hubungan antar komponen model dalam bentuk regresi. Hubungan antara komponen model dengan nilai modification index (MI) tinggi dalam hubungan regresinya harus dimodifikasi lebih dahulu sehingga kinerja model dapat meningkat tajam. Keterkaitan nilai modification index (MI) dengan faktor-faktor yang ikut dianalisis, baik yang bersifat lokal, regional dan kebijakan nasional yang dapat mempengaruhi hasil analisis, adalah bagian dari model yang dikembangkan dan saling berkaitan seperti fiskal, moneter dan gross domestic product dalam perekonomian nasional. Tabel 3 menyajikan nilai modification index untuk hubungan regresi dalam model micro-macro link I pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung. Tabel 3 Nilai modification index (MI) regresi dari model micro-macro link I Regression Weights: M.I. Par Change Kebijakan_Nasional <-- GDP Fiskal <-- Usaha_Perikanan_Belitung Usaha_Perikanan_Belitung <-- Fiskal X5 <-- GDP X5 <-- Growth X <-- X X5 <-- Res Base Growth <-- Market_Output Growth <-- Fiskal Growth <-- X Growth <-- Ser Base Growth <-- Res Base Growth <-- X Moneter <-- GDP Ser Base <-- GDP Ser Base <-- Market_Input Ekonomi_Regional Babel <-- GDP Ser Base <-- Fiskal Ser Base <-- X Ser Base <-- X Ser Base <-- Growth Ser Base <-- Res Base Res Base <-- Market_Output Res Base <-- Fiskal Res Base <-- X Res Base <-- Growth

7 Res Base <-- Ser Base X <-- Trade X <-- Kebijakan_Nasional X <-- Ekonomi_Regional Babel X <-- Growth X <-- Moneter X <-- Wilayah Basis X4 <-- Fiskal X4 <-- X X4 <-- Growth X4 <-- Moneter X4 <-- Ser Base Sumber: Hasil analisis model (200) 7..2 Model Micro-Macro Link II Hasil dari model micro-macro link I yang dirancang untuk mengembangkan kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung dengan melakukan modifikasi untuk mengakomodir pola data lapang sehingga nilai interaksi (link) dalam model bisa dibaca, kemudian dilanjutkan dengan Model micro-macro link II. Ini merupakan model hasil pengembangan dari model micro-macro link I dengan mengembangkan link lanjutan untuk hubungan komponen model yang mempunyai nilai modification index (MI) tinggi dalam lingkup micro seperti : usaha perikanan Kabupaten Belitung, wilayah basis, market output dan market input serta dalam lingkup macro seperti fiskal, moneter, ekonomi regional Bangka Belitung, gross domestic product (GDP), perdagangan dan kebijakan nasional. Dengan melakukan modifikasi pada model micro-macro link II ini, semua data-data yang diperoleh dari lapang dan telah diakomodir pada model micromacro link I, memberikan gambaran bahwa terlihat ada kesempatan yang cukup signifikan bagi Kabupaten Belitung untuk mengembangkan potensi perikanan tangkap yang selama ini masih dikelola secara tradisional dengan mengembangkan wilayah basis, sesuai dengan potensi perikanannya dan alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan setempat. Hasil analisis model micro-macro link II pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung disajikan pada Gambar

8 -.03 Chi-Square=4.403 Probability =.000 CMIN/DF=2.600 RMSEA =.094 GFI =.95 TLI =.832 CFI = d.7 d d d Market Output X X3.00 X -.36 X4.22 Market Input Wilayah Basis.00 X5-2. Usaha Perikanan Belitung.02 X6 Z Fiskal Z2.08 Moneter. e e Kebijakan Nasional Ekonomi Regional Babel Ser Base.8 e2 Trade Res Base e.0 GDP e5.5 Grow th MICRO MACRO Gambar 33 Model micro-macro link II pembangunan perikanan tangkap Bila dibandingkan dengan model micro-macro link I, maka model micromacro link II ini dimodifikasi lebih lanjut dengan mengembangkan enam link antar komponen model dalam bentuk kovarian yaitu : d - d2, d2 - d3, d3 - d4, e2 - e5, Market output - e2 dan z - z2 serta tiga link antar komponen model dalam bentuk regresi, yaitu antara X3 - X, Growth - X5, dan GDP - Ekonomi Regional Babel. Hasil modifikasi yang dikembangkan dalam model micro-macro link II dengan sejumlah data yang dimasukkan kedalam model yang saling berhubungan seperti hubungan regresi antara profit (x3) dengan produksi (x) memperlihatkan bahwa dengan bertambahnya produksi, akan menambah profit yang bisa diterima. Itu dilihat dalam sekala lokal. Dari segi pertumbuhan dalam skala regional dapat dilihat hubungan antara growth dengan pertumbuhan market output,sebagai hasil produksi yang dapat menambah penghasilan nelayan, sedangkan dalam skala nasional dapat dilihat dari hasil regresi Gross Domestic Product (GDP) dengan Ekonomi Regional mempunyai pengaruh yang cukup signifikan. Hal ini 30

9 menunjukkan bahwa model micro-macro link II merupakan model yang bisa dikembangkan untuk mengetahui hubungan antara situasi lokal, regional dan nasional dalam suatu analisis trade-off ekonomi berbasis lokal. Hasil uji terhadap kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan untuk model micro-macro link II pembangunan perikanan tangkap ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji kesesuaian model micro-macro link II terhadap kriteria goodness-of-fit Kriteria Goodness-of- Syarat Kinerja Fit Model Keterangan Chi-square Diharapkan Kecil 4,403 Baik Significance probability 0,05 0,00 Cukup baik CMIN/DF 2,50 2,600 Cukup baik RMSEA 0,08 0,094 Cukup baik GFI 0,80 0,95 Baik TLI 0,90 0,832 Cukup baik CFI 0,90 0,905 Baik Sumber: Hasil analisis model (200) Berdasarkan Tabel 4 Hasil uji kesesuaian model micro-macro link II ternyata hasil Chi-square sebagai salah satu kriteria model fit menunjukkan penurunan dari 233,935 pada model micro-macro link I menjadi 4,403 pada model micro-macro link II yang berarti lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, jika dilihat dari nilai kriteria goodness-of-fit lainnya, yaitu CMIN/DF = 2,600, RMSEA = 0,094, dan TLI = 0,832, maka model yang dikembangkan dapat dikatakan sudah berada pada jalur kesesuaian (fitting). Sedangkan bila dilihat dari nilai GFI = 0,95 dan CFI =905, maka model yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan. Oleh karena secara umum model micro-macro link II ini sudah masuk jalur kesesuaian (fitting) dan sudah mempunyai keserupaan yang tinggi dengan sistem nyatanya, maka model relatif dapat diterima dan dapat digunakan untuk menjelaskan interaksi (link) komponen terkait dalam pembangunan perikanan baik dalam lingkup mikro usaha perikanan 3

10 tangkap di Kabupaten Belitung maupun lingkup makro terkait perekonomian nasional. 7.2 Pengembangan Kebijakan Strategis Pembangunan Perikanan Tangkap 7.2. Pengembangan kebijakan teknis berbasis kewilayahan Pengembangan kebijakan teknis berbasis kewilayahan ini dikaji untuk menyusun pola interaksi (link) antara komponen usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung berdasarkan potensi setiap wilayah basis, sehingga dapat menjadi andalan bagi Kabupaten Belitung. Beberapa tradisi kebiasaan yang berkembang dalam suatu wilayah, mempengaruhi kebijakan teknis berbasis kewilayahan, karena dengan kuatnya basis usaha perikanan tangkap ini dapat diharapkan mengangkat kontribusi sektor perikanan dalam lingkup lebih luas yang kemudian menjadi primadona dan sektor andalan utama di regional Propinsi Bangka Belitung umumnya dan Kabupaten Belitung pada khususnya Dalam hal ini, situasi Trade-off ekonomi yang menjadi titik tolak penelitian di Kabupaten Belitung, merupakan suatu hal yang baru untuk mengetahui, apakah kondisi basis kewilayahan dapat dikembangkan dan bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dapat dilaksanakan, bila pengelolaan perikanan dilakukan secara maksimal dengan menjadikan wilayah yang memiliki potensi sebagai basis pengembangan perikanan tangkap dan pelaksanaannya didukung oleh kebijakan teknis perikanan yang tepat, serta tidak deskriminatif terhadap sektor lainnya yang ada di lokasi penelitian. Dalam hal pengelolaan berbasis kewilayahan, maka komunitas wilayah setempat menjadi pertimbangan utama untuk dijadikan prioritas pengembangan wilayah. Dengan pengelolaan berbasis komunitas, pengaturan dengan aturan masyarakat setempat nampaknya akan cenderung lebih efektif karena pelaksanaan peraturan dilakukan oleh masyarakat sendiri dan adanya keuntungan langsung dengan keberhasilan yang mereka rasakan secara berkelanjutan. (Murdiyanto,2004). Dengan demikian, pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung yang selama ini dilaksanakan dengan pola tradisional, dapat bergerak ke arah yang lebih fokus untuk peningkatan ekonomi masyarakat nelayan, baik secara lokal maupun regional yang didukung oleh pemerintah 32

11 daerah dan sinergikan dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama seperti para penanam modal Tabel 5 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) usaha perikanan Belitung Komponen Direct Effects Indirect Effects Total Effects (DE) (IE) (TE) Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X X X Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X X X4 0 Sumber: Hasil analisis model (200) Kebijakan perikanan yang tepat bagi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung merupakan kebijakan yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengembangan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net sebagai usaha perikanan tangkap yang layak dan unggulan di Kabupaten Belitung. Pada Tabel 5 disajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) untuk setiap komponen yang berinteraksi dengan usaha perikanan di Kabupaten Belitung. Koefisien pengaruh tersebut merupakan respon interaksi yang terjadi pada model micro-macro link II sebagai model yang dinyatakan layak dan memenuhi kesesuaian (fitting). Dari pengaruh tersebut, ada empat komponen yang dipengaruhi secara langsung dan ada satu komponen yang dipengaruhi secara tidak langsung. Faktor produksi (X) merupakan yang 33

12 dipengaruhi secara tidak langsung oleh usaha perikanan Kabupaten Belitung, yaitu dengan koefisien 0,07. Pengaruh langsung merupakan pengaruh yang langsung diterima oleh suatu komponen sistem dari link atau interaksinya dengan komponen sistem lainnya, dimana pengaruh tersebut terlihat dan terasa secara langsung. Oleh karena sifat pengaruhnya yang demikian, maka link tersebut menjadi perhatian dominan. Berdasarkan Tabel 5 pengaruh langsung usaha perikanan di Kabupaten Belitung dalam link terjadi terhadap faktor produksi (X), tenaga kerja (X2), profit (X3), produktifitas (X4), dan wilayah basis masing-masing dengan koefisien 0,359, 0,425,,000, 0,378, dan -2,4. Pengaruh positif usaha perikanan di Kabupaten Belitung terhadap tenaga kerja (X2), profit (X3), dan produktivitas (X4) memberi indikasi bahwa jika usaha perikanan berkembang di Kabupaten Belitung, maka ada kecenderungan terjadi peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja, keuntungan atau profit usaha yang meningkat, dan produktifitas dari usaha perikanan tersebut juga meningkat karena adanya adopsi beberapa teknologi baru dalam usaha penyediaan alat tangkap yang dikembangkan diperairan Kabupaten Belitung. Diantara komponen yang dipengaruhi secara positif tersebut, pengaruh terhadap profit termasuk yang signifikan. Pengaruh usaha perikanan di Kabupaten Belitung terhadap faktor produksi (X) dan wilayah basis yang negatif menunjukkan bahwa jika usaha perikanan di Kabupaten Belitung berkembang, maka ada kecenderungan akan meninggalkan (trade-off) faktor produksi yang tumbuh dan berkembang secara lokal dan basis kegiatan perikanan yang ada ditinggalkan. Namun demikian, apakah kecenderungan tersebut berpengaruh signifikan dan serius dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung dan regional Propinsi Bangka Belitung? Hal ini dapat ditentukan oleh probabilitas (P) pengaruh interaksi (link) usaha perikanan Kabupaten Belitung terhadap setiap komponen tersebut. Menurut Ferdinand (200), suatu pengaruh dikatakan signifikan atau berdampak serius bila mempunyai probabilitas < 0,05, artinya probabilitas pengaruh interaksi (link) usaha perikanan dikatakan mirip dengan sistem nyata kalau nilai model yang dikembangkan tersebut kecil dari 0,05. 34

13 Pada Tabel 6 dapat dilihat nilai probabilitas pengaruh interaksi (link) atas usaha perikanan Kabupaten Belitung terhadap profit (x3), produktifitas (x4), ketersediaan tenaga kerja (x2) dan wilayah basis yang dapat diandalkan untuk pengembangan pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung. Tabel 6 Probabilitas pengaruh interaksi (link) usaha perikanan Kab. Belitung. X3 <-- X4 <-- X2 <-- X <-- Wilayah Basis <-- Link Estimate S.E. C.R. P Label Usaha_Perikanan_ Belitung par- Usaha_Perikanan_ Belitung Usaha_Perikanan_ Belitung par-2 Usaha_Perikanan_ Belitung par-3 Usaha_Perikanan_ Belitung par-4 Berdasarkan Tabel 6, usaha perikanan Kabupaten Belitung mempengaruhi wilayah basis dengan probabilitas (P) < 0,05, yaitu 0,008, sedangkan tiga komponen lainnya dipengaruhi dengan probabilitas >0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hanya wilayah basis yang dipengaruhi signifikan oleh usaha perikanan Kabupaten Belitung. Terkait dengan ini, maka kebijakan teknis pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung perlu diperhatian dengan serius, terutama terhadap pengembangan wilayah basis, yang dilakukan dengan mengembangkan usaha perikanan tangkap yang telah menjadi sektor basis di masing-masing wilayah. Koefisien pengaruh dengan nilai -0,359 menunjukkan bahwa pengembangan perikanan yang terjadi cenderung meninggalkan usaha perikanan lokal unggulan yang berkembang pada wilayah basis perikanan bila tidak ada kebijakan teknis yang mengatur dan mengendalikannya. Pembahasan pada Bab 6 menunjukan usaha perikanan unggulan (sektor basis) pada empat wilayah basis yang ada di Kabupaten Belitung, yaitu pancing tonda, sero dan bubu dengan wilayah basis Kecamatan Sijuk, payang dan jaring insang hanyut (JIH) dengan wilayah basis Kecamatan Tanjung Pandan, trammel net dengan wilayah basis Kecamatan Badau, dan pukat pantai dengan wilayah basis Kecamatan Membalong. 35

14 Terkait dengan ini, maka kebijakan teknis perikanan harusnya dibuat berbasiskan kewilayahan sehingga usaha perikanan yang menjadi unggulan dan basis ekonomi masyarakat nelayan dapat berkembang dengan baik. Bila hal ini dilakukan, maka usaha perikanan tangkap dapat terus menjadi andalan dan primadona Kabupaten Belitung maupun Provinsi Bangka Belitung, karena bersesuaian dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat nelayan sekitar sebagai pelaku utamanya Pengembangan kebijakan terkait moneter dan fiskal Supaya kegiatan perikanan Kabupaten Belitung dapat bertahan terutama pada kondisi ekonomi yang tidak stabil, maka kegiatan perikanan tersebut harus dapat mensiasati berbagai kemungkinan terburuk yang dapat menimpa perekonomian nasional maupun regional Provinsi Bangka Belitung. Kebijakan fiskal dan moneter merupakan kebijakan yang sering dikendalikan oleh Pemerintah tatkala kondisi ekonomi global terpuruk. Fiskal adalah hal yang berkenaan dengan urusan pajak dan pendapatan negara, sedangkan moneter berhubungan dengan uang atau keuangan yang beredar. Sehubungan dengan itu, kegiatan perikanan tangkap Kabupaten Belitung perlu memiliki struktur kebijakan yang kuat untuk mensiasati kondisi tersebut, sehingga dalam kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan kegiatan perikanan tangkap, hal tersebut masih dapat diatasi. Menurut Elfindri (2002), kebijakan fiskal tersebut merupakan kebijakan keuangan yang diambil pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonomi yang terpuruk dalam bentuk pengurangan pajak dan retribusi sehingga kegiatan usaha dan industri tetap bisa bertahan, sedangkan kebijakan moneter merupakan kebijakan keuangan yang diambil pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat, misalnya dalam bentuk penjualan obligasi dan surat berharga lainnya kepada masyarakat. Dalam implementasinya, kebijakan fiskal dan moneter yang terkait kegiatan perikanan di Kabupaten Belitung dengan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net sebagai andalannya, dapat dikembangkan dan dikendalikan oleh Pemerintah Daerah. Dimana Pemerintah Daerah dapat menerbitkan beberapa kebijakan perikanan yang melindungi usaha 36

15 perikanan tangkap tersebut, sehingga tidak terpengaruh oleh berbagai perubahan ekonomi dan keuangan yang terjadi di luar. Dalam model micro-macro link II yang dikembangkan dalam penelitian ini (Gambar 33), kondisi fiskal dapat mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Kondisi moneter tidak mempunyai hubungan langsung terhadap pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Moneter lebih mengarah pada pengaturan jumlah uang yang beredar, dan pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung tidak peduli hal-hal seperti itu, begitu juga masyarakat setempat yang menjadi konsumen perikanan tangkap Kabupaten Belitung, sehingga tidak begitu berpengaruh dengan perubahan kebijakan pemerintah di bidang moneter. Tabel 7 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) kondisi fiskal. Tabel 7 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) kondisi fiskal Komponen Direct Indirect Total Effects Effects (DE) Effects (IE) (TE) Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X X X Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X X X Sumber: Hasil analisis model (200) 37

16 Berdasarkan Tabel 7, dalam lingkup makro, kebijakan fiskal Indonesia berpengaruh terhadap pertumbuhan market output (X5), pertumbuhan market input (X6), dan wilayah basis di Kabupaten Belitung, yaitu dengan koefisien pengaruh masing-masing 0,079 ; 0,30 ; dan -0,073. Oleh karena pengaruh tidak langsung tidak ada, maka pengaruh langsung tersebut menjadi pengaruh total kebijakan fiskal pada pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Pengaruh kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan market output (X5), pertumbuhan market input (X6) bersifat positif, sehingga menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang ada cenderung mendukung pemasaran produk perikanan Kabupaten Belitung baik dalam bentuk segar maupun olahan, dan juga pemasaran barang-barang kebutuhan produksi perikanan seperti pemasaran bahan alat tangkap, pendukung penangkapan, bahan bakar minyak, perbekalan melaut dan lainnya. Pengaruh kebijakan fiskal bersifat negatif terhadap wilayah basis, yang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang mendiskreditkan kepentingan usaha perikanan yang berkembang dengan basis wilayah dan lokal di Kabupaten Belitung. Menurut Nikijuluw (2002) dan Fauzi (2005), kebijakan perikanan perlu mengayomi kepentingan utama perikanan yang ada di kawasan perikanan sehingga lebih membawa manfaat di lokasi. Tabel 8 menyajikan probabilitas pengaruh interaksi (link) kebijakan fiskal. Tabel 8 Probabilitas pengaruh interaksi (link) kondisi fiskal Link Estimate S.E. C.R. P Label X5 <-- Fiskal par-4 X6 <-- Fiskal par-5 Wilayah Basis <-- Fiskal par-20 Berdasarkan Tabel 8, probabilitas pengaruh interaksi (link) kondisi fiskal terhadap pertumbuhan market output (X5) dan wilayah basis bersifat signifikan (P < 0,05), sedangkan terhadap pertumbuhan market input (X6) tidak signifikan (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang diambil pemerintah sangat berpengaruh terhadap pemasaran produksi perikanan dan perkembangan usaha perikanan unggulan di wilayah basis. 38

17 Terkait dengan ini, maka Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang menyelamatkan pemasaran produk perikanan daerah bila kondisi ekonomi dan keuangan global tidak stabil, seperti dengan mengurangi pajak dan retribusi perikanan sehingga nelayan dapat menjual produk perikanan tersebut dengan harga yang bersaing namun tetap mendapatkan keuntungan yang layak. Menurut Sen (99), masyarakat kecil termasuk dari kalangan nelayan, umumnya tekun menjalankan suatu pekerjaan selama kebutuhan keluarganya layak. Bila hal ini dilakukan, maka kegiatan perikanan di Kabupaten Belitung akan berkembang pesat dan secara nyata menjadi andalan perekonomian kawasan. Nilai koefisien pengaruh 0,30 (paling tinggi diantara 3 pengaruh lainnya) menunjukkan kemungkinan tersebut. Secara khusus, pemerintah daerah juga perlu menyelamatkan tujuh usaha perikanan unggulan (pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net) yang ada pada wilayah basis misalnya dengan memudahkan pengurusan perijinan usaha dan pengurangan biaya administrasinya sehingga usaha perikanan unggulan tersebut dapat terus berkembang terutama pada kondisi ekonomi dan keuangan global yang terpuruk. Hal ini perlu dilaksanakan dengan serius oleh pemerintah daerah bila pembangunan perikanan tangkap dilakukan di lokasi. Perlindungan yang lemah pada usaha perikanan unggulan di wilayah basis dapat menjadi sumber demotivasi nelayan yang berakibat pada enggannya nelayan untuk melaut. Bila hal ini terjadi, tentu akan dapat menurunkan secara drastis kontribusi perikanan bagi pembangunan Kabupaten Belitung. Wilayah basis merupakan wilayah yang saat ini menjadi basis atau tempat berkumpulnya banyak nelayan untuk menjalankan usaha perikanan tangkap tertentu, bila mereka tidak dilindungi, maka dampaknya akan besar bagi perekenomian kawasan. Kebijakan yang melindungi usaha perikanan yang mereka jalankan menjadi hal penting dan perlu dilakukan segera, termasuk dalam mensiasati kondisi keuangan global yang tidak menentu Pengembangan kebijakan yang mendukung kebijakan nasional yang sudah ada 39

18 Dalam kaitan dengan kebijakan nasional yang sudah ada, pengembangan kebijakan strategis terkait pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung hendaklah seirama dan mendukung kebijakan nasional, seiring dengan era globalisasi yang telah mulai tampak mempengaruhi percepatan perkembangan teknologi, kecuali adanya kondisi khusus, misalnya adanya bencana alam, peperangan, konflik sosial, pemekaran daerah, dan lainnya. Pada kondisi khusus tersebut, kebijakan nasional tertentu bisa saja tidak diberlakukan untuk memberi ruang bagi penanganan yang lebih cepat dan tepat. Globalisasi menyebabkan kebijakan nasional yang diterapkan tidak dapat dibatasi hanya berlaku pada tataran tertentu saja, apalagi kalau kaitannya dengan ekonomi nasional, yang akan terintegrasi dalam ekonomi global. Persaingan nanti bukan lagi antar negara, melainkan antar unit ekonomi/ produksi karena dalam ekonomi global pengertian asal-muasal suatu produk akan menjadi kabur dan merupakan rangkaian unit-unit produksi yang mata rantai proses produksinya bisa saja berada di perbagai penjuru dunia. (Ginandjar Kartasasmita, 996) Kondisi yang disebutkan di atas merupakan kondisi ideal pelaksanaan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun demikian, menurut Saaty (993) dan Kusumastanto (2003), kebijakan nasional bisa saja dikoreksi bila dianggap kurang relevan dengan perkembangan normal yang ada di suatu kawasan. Dalam pengelolaan sumberdaya laut secara berkesinambungan, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang memihak kepada kepentingan masyarakat nelayan dengan asumsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.terlebih dalam pemanfaatan kawasan oleh berbagai pihak, yang sering menimbulkan konflik kepentingaan, sehingga masyarakat lokal harus menghadapi kenyataan pahit, karena tidak memiliki kuasa untuk menolak penetrasi kepentingan pemilik modal. Akibatnya, perubahan-perubahan struktural yang terjadi di kawasan, justru memarginalkan posisi sosial masyarakat nelayan setempat. Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk kalangan peneliti untuk memberikan masukan yang dibutuhkan. Mengenai kebijakan nasional yang ada hubunganya dengan pendapatan nasional, secara terus menerus akan terjadi fluktuasi pendapatan yang disebabkan oleh pergeseran permintaan dan penawaran jangka pendek, sehingga akan berpengaruh dengan penggunaan 40

19 pengeluaran pemerintah dan kebijakan pajak untuk mencapai sejumlah tujuan pemerintah, karena setiap kebijakan yang berusaha untuk menstabilkan pendapatan nasional pada atau mendekati tingkat yang diinginkan. (Richard G.Lipsey dkk, 990) Dalam model micro-macro link II yang dikembangkan dalam penelitian ini, pengaruh kebijakan nasional terhadap komponen lainnya terkait pembangunan perikanan tangkap akan dikaji ulang sehingga menjadi masukan berarti bagi pelaksanaan kebijakan nasional tersebut di Kabupaten Belitung dan regional Provinsi Bangka Belitung. Tabel 9 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) kebijakan nasional. Tabel 9 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) kebijakan nasional Komponen Direct Effects Indirect Total Effects (DE) Effects (IE) (TE) Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X X X Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X X X Berdasarkan Tabel 9, kebijakan nasional mempengaruhi semua komponen lainnya terkait pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung, meskipun ada yang bersifat langsung (direct effect) dan tidak langsung (indirect effect). Baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung, kebijakan nasional berpengaruh besar terhadap kondisi moneter, dimana pengaruh langsungnya bersifat positif (koefisien pengaruh =,088) dan pengaruh 4

20 tidak langsungnya bersifat negatif (koefisien pengaruh = -,053). Pengaruh tidak langsung yang negatif memberi indikasi bahwa bila kebijakan nasional yang terlalu berlebihan dalam mengatur komponen pembangunan perikanan tangkap dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada usaha perikanan tangkap dan juga perbankkan mitra usahanya sehingga menarik dana investasinya. Menurut Murdiyanto (2004), kepercayaan masyarakat nelayan merupakan kunci utama keberhasilan program pembangunan di bidang perikanan. Bila hal ini terjadi, maka usaha perikanan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net yang dianggap unggulan tapi kekurangan modal, sementara uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Hasil analisis model micro-macro link II pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kebijakan nasional berpengaruh langsung terhadap trade, usaha perikanan Belitung, kondisi fiskal, dan kondisi moneter, yaitu masing-masing dengan koefisien 0,963 ; -0,398 ;,00 ; dan,000. Probabilitas pengaruh interaksi (link) kebijakan nasional tersebut disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Probabilitas pengaruh interaksi (link) kebijakan nasional Usaha_ Perikanan_ <-- Belitung Fiskal <-- Moneter <-- Trade <-- Link Estimate S.E. C.R. P Label Kebijakan_ Nasional Kebijakan_ Nasional Kebijakan_ Nasional Kebijakan_ Nasional par-7 Fix par par- 3 Berdasarkan Tabel 20, kebijakan nasional yang ada saat ini berpengaruh signifikan terhadap kondisi moneter dan trade (perdagangan), sedangkan pengaruh terhadap dua komponen lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa setiap kebijakan nasional terkait dengan ekonomi dan pembangunan, termasuk pada usaha perikanan tangkap, akan mempunyai dampak langsung yang serius terhadap kondisi moneter dan perdagangan. Bila kebijakan tersebut pro-ekonomi, maka kondisi moneter dan perdagangan produk termasuk produk perikanan 42

21 stabil. Bila sebaliknya, maka moneter dan perdagangan terganggu, dan hal ini akan dirasakan secara nyata oleh pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Terkait dengan ini, maka Pemerintah Daerah perlu mengembangkan kebijakan yang bersifat mengantisipasi kondisi kontroversial suatu kebijakan nasional bila diberlakukan di lokasi. Meskipun pada analisis sebelumnya kondisi moneter tidak mempengaruhi interaksi mikro kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung, tetapi secara regional (makro) hal ini harus tetap diantisipasi sehingga dampaknya tidak meluas. Dalam kaitannya dengan trade (perdagangan), pemerintah daerah juga perlu membuat kebijakan sektoral yang merupakan turunan dari kebijakan nasional terkait usaha ekonomi, sehingga tidak terjadi trade-off effect yang luas dan juga pelaku trade (perdagangan) produk perikanan di lokasi mempunyai panduan dalam melaksanakan bisnis perikanan. Terhadap kebijakan nasional yang dianggap terlalu kaku, pemerintah daerah harus dapat memberi pemecahan yang tepat sesuai dengan kewenangannya sehingga kegiatan trade (perdagangan) tersebut dapat terus berjalan dan mendukung pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung dan regional Provinsi Bangka Belitung Pengembangan kebijakan terkait trade produk Trade (perdagangan) produk merupakan kegiatan yang sangat vital dalam suatu kegiatan bisnis termasuk di bidang perikanan. Menurut Johnson, et al (989), perdagangan akan menentukan maju-mundurnya dan bertahan tidaknya suatu kegiatan bisnis hingga di masa mendatang. Bila trade produk baik sehingga memberikan jaminan pasar bagi suatu produk perikanan yang dihasilkan nelayan, maka usaha perikanan yang dilakukannya akan tetap terus dilakukan untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga nelayan dan masyarakat sekitar. Terkait dengan ini, maka pengembangan kebijakan trade (pemasaran) produk menjadi hal penting dalam interaksi pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Belitung baik dalam lingkup lokal (micro link) maupun dalam lingkup regional dan nasional (macro link). Salah satu pengembangan kebijakan terkait dengan perdagangan atau pemasaran adalah pengembangan kebijakan ke arah revitalisasi perdagangan 43

22 (pemasaran) hasil-hasil perikanan tangkap. Sebab perdagangan hasil ini yang akan mempengaruhi bagaimana meningkatkan kesejahteraan nelayan, sekaligus meningkatkan penghasilan daerah tingkat kabupaten. Terlebih pengembangan kebijakan tersebut terkait dengan perdagangan yang dapat mencakup sistem perdagangan di dalam negeri dan di luar negeri, serta kebijakan yang mempermudah dalam pelaksanaannya (Somantri dan Nikijuluw, 2007). Tabel 2 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) trade produk. Tabel 2 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) trade produk Komponen Direct Effects Indirect Total Effects (DE) Effects (IE) (TE) Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X X X Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X X X Berdasarkan Tabel 2, pengaruh trade produk sebagian besar bersifat tidak langsung (indirect effect). Pengaruh tidak langsung terhadap ekonomi regional Bangka Belitung merupakan yang paling tinggi diantara komponen lainnya, yaitu dengan koefisien -,787. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung pemasaran produk perikanan Kabupaten Belitung dapat membawa ekses negatif bagi perekonomian regional di lokasi. Dalam lingkup regional, perkembangan perikanan tersebut bisa menjadi pesaing bagi sektor ekonomi lainnya seperti 44

23 pertambangan dan pariwisata di kawasan tersebut, sehingga perhatian pemerintah dan masyarakat beralih ke perikanan dan sektor lainnya ditinggalkan. Secara ekonomi, sektor yang tidak berkembang dan ditinggalkan merupakan suatu kerugian bagi pengembangan ekonomi kawasan secara keseluruhan (Glass, 99), dan kondisi trade-off ekonomi seperti ini kurang disukai. Dalam lingkup internal perikanan, ekses negatif tersebut dapat terjadi, misalnya pemasaran produk timpang, dimana produk pancing tonda, sero dan jaring insang hanyut (JIH) karena skalanya yang besar, dapat lebih cepat berkembang dan punya pengumpul yang pasti. Tentu hal ini dapat menimbulkan kecemburuan pada usaha perikanan yang lebih kecil lainnya seperti bubu yang kemudian menjadi sumber konflik antar nelayan dan ancaman bagi perekonomian. Hal-hal seperti ini perlu dihindari sehingga keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap di lokasi dapat dipertahankan. Terlepas dari pengaruh negatif tersebut, dari analisis koefisien pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total dalam interaksi (link) pengaruh trade produk, yang dapat dilihat pada Tabel 2, ternyata trade berpengaruh positif dan langsung terhadap ekonomi regional Bangka Belitung, yaitu dengan koefisien,846. Pengaruh langsung lainnya dari trade adalah terhadap growth (pertumbuhan) dari trade (perdagangan) itu sendiri, yaitu dengan koefisien,000. Tabel 22 menyajikan probabilitas pengaruh interaksi (link) trade produk di Kabupaten Belitung. Tabel 22 Probabilitas pengaruh interaksi (link) trade produk Link Estimate S.E. C.R. P Label Growth <-- Trade Fix Ekonomi_Regional Babel <-- Trade par-22 Bila melihat Tabel 22, maka pengaruh positif langsung trade terhadap ekonomi regional Bangka Belitung bersifat signifikan (P = 0,003). Hal ini berarti, disamping ada dampak negatif, pengembangan trade perikanan di Kabupaten Belitung memberi manfaat yang besar dan terasa secara jelas bagi perbaikan 45

24 ekonomi masyarakat di regional Bangka Belitung. Usaha perikanan tangkap yang dijalankan dengan baik di Kabupaten Belitung dapat secara nyata mengangkat perekonomi regional. Hal ini dapat dipahami karena Kabupaten Belitung merupakan penghasil utama (tertinggi) produk perikanan di regional Provinsi Bangka Belitung, dimana pada 2008 nilai produksinya mencapai Rp Kabupaten lain berada di bawahnya, antara lain adalah Kabupaten Bangka Selatan dan Kabupaten Belitung Timur masing-masing dengan nilai produksi Rp dan Rp pada tahun Terhadap growth, trade tidak memberi pengaruh signifikan. Terkait dengan hal ini, maka kebijakan dalam hal trade produk harus dilakukan dengan mengembangkan jalur-jalur perdagangan produk perikanan yang permanen dan jangka panjang, dimana Pemerintah Daerah harus mengambil peran lebih, tidak hanya sebagai pengawas perdagangan produk, tetapi juga bisa membuat Memorandum of Understanding (MoU) atau kesepakatan perdagangan produk dengan pasar-pasar strategis seperti dengan Singapura, Batam, dan Jakarta. Menurut Panorel (2000) dan Muchtar (985), jalur dan tujuan perdagangan yang permanen penting agar semua usaha perikanan yang ada baik besar maupun kecil mempunyai kepastian pasar terhadap produk perikanan yang dihasilkannya. Pemerintah Daerah kemudian secara intensif mensosialisasikan standar dan ketentuan penanganan produk yang dipersyaratkan. Bila hal ini bisa dilakukan, maka potensi perikanan regional seperti dari Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung Timur dan lainnya dapat ditarik untuk memanfaatkan jalur perdagangan tersebut. Bila demikian, maka sektor perikanan Kabupaten Belitung secara nyata dapat menjadi penggerak tumbuhnya ekonomi regional yang berbasis perikanan di kawasan. Dengan didukung oleh pengertian yang mendalam tentang peran sektor perikanan ini dan kualitas SDM yang semakin baik, maka secara jangka panjang, perkembangan ekonomi di sektor perikanan tersebut tidak lagi menjadi penghambat perkembangan sektor lain, tetapi mendukung kegiatan ekonomi lainnya terutama di sektor pariwisata. Jalur perdagangan dan transportasi yang semakin aktif, ekonomi masyarakat dari sektor perikanan yang semakin berkembang akan meningkatkan minat masyarakat dan wisatawan luar untuk 46

25 berlibur dan memanfaatkan potensi wisata yang ada di kawasan Kabupaten Belitung, ini terlihat dengan mulai banyaknya pemilik modal membangun hotel dan fasilitas yang memadai untuk keperluan parawisata, apalagi pantai-pantai yang terdapat di pesisir Kabupaten Belitung mempunyai keindahan tersendiri dengan pasir putihnya yang membentang sepanjang pantai Pengembangan kebijakan terkait ekonomi regional Bila pada bagian sebelumnya, ekonomi regional menjadi komponen yang menerima pengaruh dari trade produk, maka pada bagian ini ekonomi regional menjadi komponen yang mempengaruhi komponen lainnya dalam interaksi micro-macro link pembangunan perikanan tangkap. Kebutuhan kebijakan pada bagian ini akan dikembangkan dengan mengakomodasi interaksi komponen ekonomi regional dengan komponen lainnya yang mempunyai koefisien pengaruh yang tinggi dan bersifat signifikan. Tabel 23 menyajikan koefisien pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect) dalam interaksi (link) ekonomi regional. Tabel 23 Koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi (link) ekonomi regional Bangka Belitung Komponen Direct Effects Indirect Effects Total Effects (DE) (IE) (TE) Trade Kebijakan_Nasional Ekonomi_Regional Babel Usaha_Perikanan_Belitung Fiskal Growth X X X Moneter Ser Base Res Base Wilayah Basis X X X

26 Berdasarkan Tabel 23, ekonomi regional mempunyai pengaruh tidak langsung (indirect effect) dengan komponen lainnya dalam interaksi micro-macro link. Sedangkan pengaruh langsung (direct effect) terjadi hanya terhadap empat komponen, yaitu kebijakan nasional, service base, resource base, dan wilayah basis. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi regional akan menentukan perkembangan komponen lainnya dalam pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Belitung, meskipun hal itu tidak terjadi atau dirasakan secara langsung. Hal ini wajar karena menurut Nataatmadja (99), kondisi ekonomi yang dimiliki merupakan penentu utama setiap orang untuk berbuat dan mengambil keputusan dalam hidupnya termasuk dalam mendukung suatu kegiatan pembangunan kawasan. Terlepas dari itu, pengaruh langsung tetap diberi perhatian serius karena akan langsung dirasakan setiap pengaruh tersebut diberikan. Bila mengacu kepada Tabel 23, pengaruh langsung ekonomi regional Bangka Belitung terhadap kebijakan nasional merupakan pengaruh paling besar namun bersifat negatif, yaitu dengan koefisien sekitar Pengaruh makro ini memberi indikasi bahwa kondisi ekonomi regional di Provinsi Bangka Belitung saat ini mempunyai potensi menghambat terhadap beberapa kebijakan dari pusat. Hal ini mungkin karena Provinsi Bangka Belitung termasuk provinsi muda (baru terbentuk) di Indonesia, sehingga banyak terjadi penyesuaian kebijakan dalam rangka peningkatan status wilayah dari kabupaten menjadi provinsi. Namun apakah pengaruh ekonomi regional tersebut mempunyai dampak serius di kawasan, ataukah justru pengaruh terhadap komponen lainnya yang berdampak serius dan signifikan, Tabel 24 tentang probabilitas menunjukkan hal tersebut. Tabel 24 Probabilitas pengaruh interaksi (link) ekonomi regional Link Estimate S.E. C.R. P Label Ser Base <-- Ekonomi_Regional par-5 Babel Wilayah Basis <-- Ekonomi_Regional par-3 Babel Res Base <-- Ekonomi_Regional Fix 48

27 Kebijakan_ Nasional Babel <-- Ekonomi_Regional Babel par-30 Berdasarkan Tabel 24, pengaruh ekonomi regional Provinsi Bangka Belitung terhadap kebijakan nasional bersifat tidak signifikan karena mempunyai probabilitas (P) > 0,05, yaitu sekitar 0,953. Hal ini berarti bahwa pengaruh langsung dengan koefisien -7,072 tersebut tidak berdampak nyata mengganggu ekskalasi nasional di kawasan, sehingga pengembangan kebijakan terkait tidak perlu difokuskan pada pemulihan ekses kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pelaksanaan kewenangan pusat dan daerah. Pada daerah pemekaran termasuk di Provinsi Bangka Belitung yang baru terbentuk, berbagai penyesuaian sangat lumrah terjadi (Roger, 990 dan Elfindri, 2002), dan penyesuaian tersebut tidak bisa disamakan dengan provinsi yang pelaksanaan kewenangan dan kebijakan sudah stabil. Pengaruh ekonomi regional Provinsi Bangka Belitung hanya berpengaruh signifikan terhadap basis komponen jasa penunjang (service base). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor jasa seperti jasa pelabuhan, jasa penerbangan, jasa komunikasi, dan lainnya sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi regional Provinsi Bangka Belitung. Dalam kaitan ini, maka kebijakan strategis yang dianggap terkait ekonomi regional ini adalah perlu diciptakannya kondisi yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan pelayanan jasa di kawasan, baik jasa pelabuhan, transportasi udara, darat, dan laut, jasa komunikasi, dan jasa pelayanan lainnya. Secara langsung terkait ekonomi, hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan produk kualitas terbaik yang bisa dilepas ke pasar nasional dan global, pemberian jaminan usaha kepada investor terutama yang berasal dari luar untuk menggerakkan aktivitas ekonomi terutama di sektor di kawasan, meningkatkan intensitas perdagangan antar daerah dalam regional Provinsi Bangka Belitung, mengintensifkan kegiatan promosi potensi daerah terutama di sektor perikanan kepada masyarakat luas, dan lainnya. Bila hal ini dapat dilakukan, tentu akan memberi peluang untuk lebih berkembanganya kegiatan jasa penunjang terutama di bidang transportasi dan komunikasi. 49

MODEL MICRO-MACRO LINK PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BELITUNG

MODEL MICRO-MACRO LINK PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BELITUNG MODEL MICRO-MACRO LINK PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BELITUNG (Macro-Micro Linkage Model for the Development of Fishery Policy in Belitung) M. Nizar Dahlan, B. Wiryawan 2, B. Murdiyanto

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA. Structural Equation Modeling (SEM) adalah alat analisis statistik yang dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear. SEM

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Belitung yang meliputi wilayah laut dan pesisir. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sijuk, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG Bab ini akan memaparkan analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan keputusan hutang pada pemilik usaha tenun dengan menggunakan Theory Planned

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian Data diambil menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada konsumen Indomaret Point Pandanaran di kota Semarang. Populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) DALAM PENILAIAN KINERJA USAHA PERIKANAN TANGKAP PURSE SEINE DI KOTA PEKALONGAN ABSTRAK

PENGGUNAAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) DALAM PENILAIAN KINERJA USAHA PERIKANAN TANGKAP PURSE SEINE DI KOTA PEKALONGAN ABSTRAK PENGGUNAAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) DALAM PENILAIAN KINERJA USAHA PERIKANAN TANGKAP PURSE SEINE DI KOTA PEKALONGAN Oleh; Abdul Kohar M 1 ), Herry Boesono 1 ) dan Naelul Hidayah 2 ) 1)

Lebih terperinci

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM Kamis, 29 September 2016 PENGARUH ORIENTASI PASAR, INOVASI PRODUK, DAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA PEMASARAN PADA USAHA MIKRO KECIL MAKANAN DAN MINUMAN DI WILAYAH JAKARTA TIMUR VITA ANDYANI

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Kantor Sekretariat Pemerintah Provinsi Bali

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Kantor Sekretariat Pemerintah Provinsi Bali BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kantor Sekretariat Pemerintah Provinsi Bali Kantor Sekretariat Pemerintah Daerah Provinsi Bali terletak di jalan Niti Mandala Renon Denpasar dengan perangkat Daerah

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM OBYEK/SUBYEK PENELITIAN 1. Obyek dan Subyek Penelitian Objek dalam penelitian ini yaitu Centro yang ada di Mall Ambarrukmo Plaza Jl. Laksda Adisucipto

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel 3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada 12 Februari 2016 hingga13 April 2016 di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Pembahasan diawali dengan dimulai hasil statistik deskriptif yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan SUOT-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan SUOT- BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan SUOT- RD sebagai salah satu media evaluasi pembelajaran. Melalui penelitian ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. langsung kepada responden yang mengisi kuesioner pada aplikasi google form di

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. langsung kepada responden yang mengisi kuesioner pada aplikasi google form di 30 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah mahasiswa program studi akuntansi Universitas Islam Indonesia. Kuesioner

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Desa Tanjung Binga merupakan salah satu kawasan yang berada di zona pusat pengembangan pariwisata di Belitung yaitu terletak di Kecamatan Sijuk kawasan pesisir

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481) IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481) disusun oleh : MOHAMMAD WAHYU HIDAYAT L2D 099 437 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data. Tujuan penelitian dapat dicapai dengan pengumpulan data dari masing-masing

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data. Tujuan penelitian dapat dicapai dengan pengumpulan data dari masing-masing BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Tujuan penelitian dapat dicapai dengan pengumpulan data dari masing-masing variabel penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI PT. GRAMEDIA ASRI MEDIA - GRAMEDIA EXPO SURABAYA

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI PT. GRAMEDIA ASRI MEDIA - GRAMEDIA EXPO SURABAYA PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI PT. GRAMEDIA ASRI MEDIA - GRAMEDIA EXPO SURABAYA (Dengan Pendekatan Structural Equation Modelling) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya alam khususnya tambang. Kegiatan penambangan hampir seluruhnya meninggalkan lahan-lahan terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI 5.1 Deskripsi Umum Sampel Penelitian Setelah dilakukan penyebaran kuesioner kepada responden maka hasil kuesioner yang layak dan secara penuh mengisi kuesioner berjumlah 134

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

Paparan Walikota Bengkulu

Paparan Walikota Bengkulu Paparan Walikota Bengkulu Optimalisasi Kemaritiman Nasinal dalam Rangka Mendorong Pembangunan Infrastruktur Kota dan Kota Pantai PEMERINTAH KOTA BENGKULU BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH JL. Wr. Supratman

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU

DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HENI ARI PUTRANTI L2D 097 445 JURUSAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 29 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2009 dengan tempat penelitian di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Khususnya pada kawasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Pembangunan Pariwisata di PPK yang didalamnya berisi beberapa strategi, meliputi:

Pembangunan Pariwisata di PPK yang didalamnya berisi beberapa strategi, meliputi: RINGKASAN Alasan untuk memilih kajian pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil (PPK) karena nilai strategis PPK antara lain: 80-90 persen output perikanan nasional berasal dari perairan dangkal/pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya tujuan sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang puas. Sejalan dengan itu berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun rangka teoritis untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data, baik data yang bersifat data sekunder maupun data primer, dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013).

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011 PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM 3 BATAM, 8 DESEMBER 2011 VISI TATANAN PERADABAN Pendorong kesejahteraan: OPTIMALISASI DAN PENGEMBANGAN BANDAR INTERNASIONAL. Sebagai

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS JALUR (PATH ANALYZE) - Amos 22 mix SPSS versi 17 -

HASIL ANALISIS JALUR (PATH ANALYZE) - Amos 22 mix SPSS versi 17 - HASIL ANALISIS JALUR (PATH ANALYZE) - Amos 22 mix SPSS versi 17 - Diagram Path : Hipotesis Penelitian : (1) Semakin meningkat indeks Doow Jones maka IHSG juga akan semakin meningkat (2) Semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau penelitian terapan yang mana didalamnya terdapat solusi atas suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Responden Pada bab IV ini akan menampilkan hasil penelitian yang berupa gambaran umum objek penelitian dan data deskriptif serta menyajikan hasil komputasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, termasuk di dalamnya pemerataan pendapatan antar suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA Sungailiat, 14 Maret 2017 Oleh: Dr. YAN MEGAWANDI, SH., M.Si. Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung OUTLINE PERIODESASI DOKUMEN PERENCANAAN CAPAIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan dilakukan pengujian dan analisis model berdasarkan data kuesioner yang terkumpul untuk menjawab pertanyaan penelitian dan hipotesis yang telah diajukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Obyek Penelitian. Universitas Trisakti angkatan sebagai respondennya. Dari penyebaran kuesioner

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Obyek Penelitian. Universitas Trisakti angkatan sebagai respondennya. Dari penyebaran kuesioner BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Obyek Penelitian 1. Gambaran Umum Responden Objek penelitian yang ditetapkan adalah mahasiswa Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti angkatan 2006-2010

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk BAB III METODE PENELITIAN Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang diperoleh dari penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci