BAB I PENDAHULUAN. Trauma maksilofasial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma. Penyebab trauma

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Trauma maksilofasial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma. Penyebab trauma"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Trauma maksilofasial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama trauma maksilofasial yang dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa secara umum dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria dengan batas usia tahun. Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena harus dirawat di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Penyebab yang paling sering pada orang dewasa adalah kecelakaan lalu lintas (40-45%), sedang yang lainnya adalah penganiayaan atau berkelahi (10-15%), olahraga (5-10%), jatuh (5%) dan lain-lain (5-10%). Pada anak-anak penyebab paling sering adalah olahraga seperti naik sepeda (50-65%), sedang yang lainnya adalah kecelakaan lalu lintas (10-15%), penganiayaan atau berkelahi (5-10%) dan jatuh ( 510 %). Fraktur muka dibagi menjadi beberapa, yaitu fraktur tulang hidung, fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma, fraktur tulang maksila, fraktur tulang orbita dan 1

2 fraktur tulang mandibula. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak ketimbang tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85%, disusul fraktur zigoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%. Trauma muka dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antaranya adalah obstruksi saluran napas, perdarahan, gangguan pada vertebra servikalis atau terdapatnya gangguan fungsi saraf otak. Penanganan khusus pada trauma muka, harus dilakukan segera (immediate) atau pada waktu berikutnya (delayed). Penanggulangan ini tergantung kepada kondisi jaringan yang terkena trauma. Pada periode akut setelah terjadi kecelakaan, tidak ada tindakan khusus untuk fraktur muka kecuali mempertahankan jalan napas, mengatasi perdarahan dan memperbaiki sirkulasi darah serta cairan tubuh. Tindakan reposisi dan fiksasi definitif bukan tindakan life-saving. 2

3 BAB II ANATOMI WAJAH Kerangka wajah berfungsi untuk melindungi otak, melindungi organ penghidu, penglihatan, dan rasa, dan menyediakan kerangka di mana jaringan lunak wajah dapat bertindak untuk memfasilitasi makan, ekspresi wajah, bernapas, dan berbicara. Tulang-tulang wajah utama adalah rahang, rahang bawah, tulang frontal, tulang hidung, dan zigoma. Gambar 2.1 tulang wajah 3

4 Tulang Mandibula Mandibula adalah tulang berbentuk U. Ini adalah satu-satunya tulang yang mobile dan dikarenakan tempat gigi bawah, gerakannya sangat penting untuk pengunyahan. Hal ini dibentuk oleh osifikasi intramembranous. Di permukaan lateral, daerah garis tengah anterior inferior dari tubuh hemimandibula adalah segitiga penebalan tulang disebut protuberansia mental. Tepi inferior menebal dari tonjolan mental memanjang lateral dari garis tengah dan bentuk 2 tonjolan bulat disebut tuberkel mental. Terletak lateral garis tengah pada permukaan eksternal foramina mental yang mengirimkan mental dan pembuluh saraf. Mereka biasanya terletak di bawah puncak gigi seri kedua 6-10 mm dan variasi dalam dimensi anteroposterior. Tepi tulang lateral posterior meluas tuberkulum mental dan naik miring sebagai garis miring untuk bergabung dengan tepi anterior dari proses koronoideus. Tepi inferior tubuh posterior dan lateral di mana melekat otot masseter. Gambar 2. 2 tulang mandibula 4

5 Tulang maksila Rahang atas memiliki beberapa peran. Tulang ini tempat gigi atas, membentuk atap rongga mulut, membentuk lantai dan memberikan kontribusi ke dinding lateral dan atap rongga hidung, membentuk sinus maksilaris, dan memberikan kontribusi ke dinding inferior dan dasar dari orbital. Dua tulang maksilaris yang bergabung di garis tengah membentuk sepertiga tengah wajah. Gambar 2.3 tulang maksila Tulang Zigoma Tulang zigoma dibentuk oleh bagian-bagian yang berasal dari tulang temporal, tulang frontal, tulang sphenoid dan tulang maksila. Bagian-bagian tulang yang membentuk zigoma ini membentuk tonjolan pada pipi di bawah mata sedikit ke 5

6 arah lateral. Tulang zigoma membentuk bagian lateral dinding inferior orbital, serta dinding lateral orbital. Gambar 2.4 tulang zigoma (dari anterior) Gambar 2.5 tulang zigoma (dari lateral) Tulang Frontal Tulang frontal membentuk bagian anterior tempurung kepala, membentuk sinus frontal, dan membentuk atap sinus etmoid, hidung, dan orbital. Selain itu, ia juga membentuk lengkungan zigomatic anterior, dimana otot masseter dipegang. 6

7 Otot masseter bertindak untuk menutup rahang bawah untuk pengunyahan dan berbicara. Di permukaan lateral, tulang zigomatic memiliki 3 prosesus. Di bagian inferior kearah medial untuk berartikulasi dengan prosesus zygomatic maksila, membentuk bagian lateral tepi infraorbital. Bagian ini mencekung kearah superior untuk membentuk prosesus frontalis yang berartikulasi dengan tulang frontal. Di bagian posterior, prosesus temporalis berartikulasi dengan prosesus zigoma tulang temporal untuk membentuk arkus zigomatik. Pada permukaan medial zigoma adalah plat orbital halus yang membentuk dinding lateral orbit. Gambar 2.6 tulang frontal dari bagian posterior 7

8 Sinus Frontal Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus. Sesudah lahir sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya dibagi secara sagital oleh septum eksentrik. Tulang Hidung Tulang-tulang hidung yang berpasangan membentuk tulang atap anterosuperior dari rongga hidung. Tulang ini berartikulasi dengan prosesus nasal superior tulang frontal, prosesus depan tulang maksilaris lateral, dan dengan satu sama lain di bagian medial. Permukaan eksternal cembung kecuali bagian paling superior, di mana bentuk cekung berubah untuk berartikulasi dengan tulang frontal. Pada permukaan internal merupakan alur vertikal untuk arteri nasal eksterna. 8

9 BAB III TRAUMA MUKA 3.1 Definisi Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mengenai jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang wajah yang terdiri dari tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi dan tulang alveolus. 3.2 Etiologi Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama trauma maksilofasial yang dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa secara umum dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria dengan batas usia tahun. Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72 % kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan kecelakaan lalu lintas.7 9

10 3.3 Epidemiologi Penyebab Persentase (%) Dewasa Kecelakaan lalu lintas Penganiayaan / berkelahi Olahraga 5-10 Jatuh 5 Lain-lain 5-10 Anak anak Kecelakaan lalu lintas Penganiayaan / berkelahi 5-10 Olahraga (termasuk naik sepeda) Jatuh 5-10 Tabel 3.1 Etiologi trauma maksilofasial 3.4 Klasifikasi Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan lunak biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.3,10, Trauma jaringan lunak wajah Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari luar.11,10 Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis luka dan penyebab seperti ekskoriasi, luka sayat, luka robek,luka 10

11 bacok,luka bakar dan luka tembak.3,10,11 Ia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan serta dikaitkan juga dengan estetik Trauma jaringan keras wajah Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yang definitif. Secara umum dilihat dari terminologinya yaitu tipe fraktur, perluasan tulang yang terlibat, konfigurasi (garis fraktur) dan hubungan antara fragmen. Berdasarkan tipe fraktur, ia kemudian dibagi kepada empat yaitu fraktur sederhana, fraktur compound, fraktur comminuted dan fraktur patologis. Fraktur sederhana, linear yang tertutup misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi. Fraktur ini juga tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut. Greenstick termasuk dalam fraktur ini yaitu keadaan retak tulang, terutama pada anak dan jarang terjadi. Fraktur compound adalah fraktur yang lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan lunak dan lingkungan. Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang menyokong gigi, dan hampir selalu tipe fraktur compound meluas dari membran periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah dapat meluas dengan sobekan pada kulit. Fraktur comminuted adalah fraktur akibat benturan langsung yang sangat keras seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi berkeping yang kecil atau remuk. Fraktur ini bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur compound dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak. 11

12 Fraktur patologis disebabkan oleh keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit- penyakit tulang, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan. Jika berdasarkan perluasan tulang yang terlibat, fraktur ini dibagi menjadi lengkap dan tidak lengkap. Fraktur ini disebut lengkap apabila fraktur mencakup seluruh tulang. Fraktur ini juga dibagi menjadi tidak lengkap, seperti pada greenstick. Jika diklasifikasi berdasarkan konfigurasi garis fraktur dibagi menjadi tranversal, bisa horizontal atau vertikal, oblique (miring), spiral (berputar) dan comminuted (remuk). Jika berdasarkan hubungan antar fragmen dibagi menjadi perpindahan tempat dan tidak ada perpindahan tempat, bisa terjadi berupa angulasi / bersudut,distraksi, kontraksi, rotasi atau berputar dan impaksi atau mendesak. Pada mandibula, berdasarkan lokasi anatomi fraktur dapat mengenai daerah dento alveolar, prosesus kondiloideus, prosesus koronoideus, angulus mandibula, ramus mandibula, korpus mandibula, garis tengah mental dan lateral ke garis tengah dalam regio incisivus. Fraktur khusus pada maksila dapat dibedakan menjadi fraktur blowout (fraktur tulang dasar orbita), fraktur Le Fort I, Le Fort II, dan Le Fort III dan fraktur segmental mandibula. 3.5 Manifestasi klinis Pada penderita trauma muka dapat timbul beberapa kelainan seperti kerusakan jaringan lunak (edema, kontusio, ekskoriasi, laserasi dan avulsi), emfisema subkutis, 12

13 rasa nyeri, terdapat deformitas yang dapat dilihat atau diperiksa dengan cara perabaan, epistaksis, obstruksi hidung yang disebabkan timbulnya hematom pada septum nasi, fraktur septum atau dislokasi septum, gangguan pada mata, misalnya gangguan penglihatan, diplopia, ekimosis pada konjungtiva, abrasi kornea, gangguan saraf sensoris berupa anestesia atau hipestesia dari ketiga cabang nervus cranialis kelima, gangguan saraf motorik, trismus, maloklusi, kebocoran cairan cerebrospinalis, krepitasi tulang hidung, maksila dan mandibula Fraktur tulang hidung Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung. Diagnosis fraktur hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai oleh adanya pembengkakan mukosa hidung, terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi septum. Jika hanya fraktur tulang hidung sederhana dapat dilakukan reposisi fraktur tersebut dalam analgesia lokal. Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi Fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma 13

14 Tulang zigoma ini dibentuk oleh bagian yang berasal dari tulang temporal, tulang frontal, tulang sfenoid dan tulang maksila. Gejala fraktur zigoma antara lain adalah pipi menjadi lebih rata, diplopia, edema periorbita, perdarahan subkonjungtiva, hipestesia atau anestesia, emfisema subkutis dan epistaksis karena terjadi pada antrum. Fraktur arkus zigoma tidak sulit untuk dikenal sebab pada tempat ini timbul rasa nyeri pada waktu bicara atau mengunyah. Kadang-kadang timbul trismus. Gejala ini timbul karena terdapatnya perubahan letak dari arkus zigoma terhadap prosesus koronoid dan otot temporal. Fraktur arkus zigoma yang tertekan atau terdepresi dapat dengan mudah dikenal dengan palpasi Fraktur tulang maksila Jika terjadi fraktur maksila maka harus segera dilakukan tindakan untuk mendapatkan fungsi normal dan efek kosmetik yang baik. Tujuan tindakan penanggulangan ini adalah untuk memperoleh fungsi normal pada waktu menutup mulut atau oklusi gigi dan memperoleh kontur muka yang baik. Harus diperhatikan juga jalan napas serta profilaksis kemungkinan terjadinya infeksi. Edema faring dapat menimbulkan gangguan pada jalan napas sehingga mungkin dilakukan tindakan trakeostomi. Perdarahan hebat yang berasal dari arteri maksilaris interna atau arteri ethmoidalis anterior sering terdapat fraktur maksila dan harus segera diatasi. Jika tidak berhasil dilakukan pengikatan arteri maksilaris interna atau arteri karotis 14

15 eksterna atau arteri etmoidalis anterior. Jika kondisi pasien cukup baik sesudah trauma tersebut, reduksi fraktur maksila biasanya tidak sulit dikerjakan kecuali kerusakan pada tulang sangat hebat atau terdapatnya infeksi. Reduksi fraktur maksila mengalami kesulitan jika pasien datang terlambat atau kerusakan sangat hebat yang disertai dengan fraktur servikal atau terdapatnya kelainan pada kepala yang tidak terdeteksi. Garis fraktur yang timbul harus diperiksa dan dilakukan fiksasi. Fraktur maksila Le Fort I Pada fraktur Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maksila dan palatum. Garis fraktur berjalan ke belakang melalui lamina pterigoid. Fraktur ini bisa unilateral atau bilateral. Kerusakan pada fraktur Le Fort akibat arah trauma dari anteroposterior bawah dapat mengenai nasomaksila, bagian bawah lamina pterigoid, anterolateral maksila, palatum durum, dasar hidung, septum, apertura piriformis. Gerakan tidak normal akibat fraktur ini dapat dirasakan dengan jari pada saat pemeriksaan palpasi. Garis fraktur yang mengarah ke vertikal, yang biasanya terdapat pada garis tengah, membagi muka menjadi dua bagian. 15

16 Gambar 3.1 fraktur maksila Le Fort I Fraktur maksila Le Fort II Pada fraktur maksila Le Fort II (fraktur piramid) berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebrang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke arah lamina pterigoid sampai ke fossa pterigopalatina. Fraktur pada lamina kribriformis dan atap sel etmoid dapat merusak sistem lakrimalis. Gambar 3.2 fraktur maksila Le Fort II Fraktur maksila Le Fort III Pada fraktur maksila Le Fort III (craniofacial dysjunction) garis fraktur berjalan melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang taut etmoid melalui fisura orbitalis superior melintang ke arah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatiko frontal dan sutura temporo-zigomatik. Fraktur Le Fort III ini biasanya bersifat 16

17 kominutif yang disebut kelainan dishface. Fraktur maksila Le Fort III ini sering menimbulkan komplikasi intrakranial seperti timbulnya pengeluaran cairan otak melalui atap sel etmoid dan lamina kribriformis. Gambar 3.3 fraktur maksila Le Fort III Fraktur tulang orbita Fraktur maksila sangat erat hubungannya dengan timbulnya fraktur orbita terutama pada penderita yang menaiki kendaraan bermotor. Fraktur ini memberikan gejala-gejala seperti enoftalmus, exoftalmus, diplopia, asimetri pada muka dan gangguan saraf sensoris Fraktur tulang mandibula Fraktur tulang mandibula adalah kedua terbanyak dari fraktur wajah. Penderita mengeluh maloklusi dan nyeri pada pergerakkan rahang. Selain itu terdapat juga gejala pembengkakan atau pun laserasi pada kulit yang meliputi mandibula, anestesia dapat terjadi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi atau pada gigi dimana nervus 17

18 alveolaris inferior menjadi rusak serta gangguan jalan napas disebabkan kerusakan hebat pada mandibula seperti terjadinya perubahan posisi, trismus, hematoma dan edema jaringan lunak. 3.6 Diagnosis Sebuah riwayat trauma yang lengkap dibutuhkan, mulai dari kapan kejadian, penyebab trauma, bagaimana mekanisme kejadiannya, pertolongan pertama yang sudah dilakukan dan jumlah perdarahan. Sebuah riwayat trauma yang lengkap akan berpengaruh terhadap jenis dan waktu perawatan terjadi serta hasil akhirnya. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh dan terfokus pada area trauma, dengan tetap mewaspadai luka-luka atau trauma lain yang berhubungan. Jika perlu dikonsultasikan ke spesialis lain seperti THT, mata dan bedah saraf. Nilai lokasi, panjang dan kedalaman dari robekan dari wajah. Robekan, memar, terbakar berdampak merusak struktur yang lebih dalam. Bila ada hal tersebut, lakukan pemeriksaan teliti terhadap regio di sekitarnya. Selalu diasumsikan terdapat fraktur di bawah luka robekan atau memar sampai pemeriksaan klinis dan hasil radiologis membuktikannya. Pemeriksaan fisik yang akurat dimulai dengan inspeksi bagian wajah simetris atau tidak. Perbandingan kedua sisi muka amat penting dan dapat digunakan referensi dari foto pasien. Setelah semua dilakukan inspeksi, dilanjutkan dengan palpasi 18

19 dengan jari-jari di atas kelopak mata, hidung, arcus zigomatikus, dan batas-batas mandibula. Pada pemeriksaan intraoral lakukan palpasi regio maksila dan mandibula, kemudian waspadai ada tidaknya pecahan gigi atau kehilangan gigi. Rahang dinilai dari gerakannya ke lateral atau ke depan belakang. Rasa lunak yang terlokalisasi atau pergerakan yang abnormal mengindikasikan adanya fraktur. Sensasi di daerah wajah dinilai. Pemeriksaan intranasal mengidentifikasi robekan, hematoma dan area obstruksi dari dalam hidung. Mengalirnya cairan jernih dari hidung menunjukan rhinorrhea dari cairan cerebrospinal dan penting untuk kemungkinan fraktur di fossa anterior cranium dan dapat juga mengenai daerah cribiformis. Penggunaan CT Scan dan foto roentgen sangat membantu menegakkan diagnosa, mengetahui luasnya kerusakan akibat trauma, dan perawatan.4 CT scan pada potongan axial maupun coronal merupakan gold standard pada pasien dengan kecurigaan fraktur zigoma, untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan evaluasi jaringan lunak orbital. Secara spesifik CT scan dapat memperlihatkan keadaan dari midfasial, seperti nasomaxillary, zygomaticomaxillary, infraorbital, zygomaticofrontal, zygomaticosphenoid, dan zygomaticotemporal.6 Penilaian radiologis dari foto polos dapat menggunakan foto waters, caldwel, submentovertek dan lateral. Dari foto waters dapat dilihat pergeseran pada tepi orbita inferior, 19

20 maksila, dan zigoma. Foto caldwel dapat menunjukkan region frontozigomatikus dan arkus zigomatikus. Foto submentovertek menunjukkan arkus zigomatikus Penatalaksanaan Secara umum penderita dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlukaan maksilofasial pada trauma kecil, misalnya dipukul atau ditendang, dapat diterapi pada intermediate biasa pada ruang gawat darurat. Kelompok kedua adalah kelompok perlukaan maksilofasial berat diakibatkan trauma tumpul berat, misalnya penurunan kondisi secara cepat dari kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian, harus diterapi di tempat perawatan khusus. Trauma maksilofasial berat harus dirawat pada tempat khusus diikuti dengan teknik ATLS. Pasien harus diperhatikan jalan napasnya dan bila terjadi cedera servikal harus dilakukan imobilisasi tulang leher. Pasien bisa dalam keadaan setengah duduk jika tidak ada kecurigaan perlukaan spinal. Jika perlu dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Pasien diberikan oksigenasi. Monitor tanda vital harus dilakukan setiap 5 10 menit, juga dipasang ECG serta pulse oksimetri. Pemberian anti tetanus serum diperlukan untuk mencegah tetanus dan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi. Penanggulangan fraktur muka dilakukan dengan reduksi tertutup atau terbuka. Biasanya reduksi terbuka dilakukan apabila reduksi tertutup gagal. Pada fraktur maksila sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang bawah dapat menutup. 20

21 Dilakukan fiksasi intermaksilar menggunakan kawat baja atau mini-plate sesuai garis fraktur sehingga oklusi gigi menjadi sempurna. Optimalnya fraktur ditangani sebelum oedem pada jaringan muncul, tetapi pada praktek di lapangan hal ini sangat sulit. Pada fraktur zigoma, keputusan untuk penanganan tidak perlu dilakukan terburu-buru karena fraktur zigoma bukan merupakan keadaan yang darurat. Penundaan dapat dilakukan beberapa hari sampai beberapa minggu sampai oedem mereda dan penanganan fraktur dapat lebih mudah.5 Penatalaksanaan fraktur zigoma tergantung pada derajat pergeseran tulang, segi estetika dan defisit fungsional. Perawatan fraktur zigoma bervariasi dari tidak ada intervensi dan observasi meredanya oedem, disfungsi otot ekstraokular dan parestesi hingga reduksi terbuka dan fiksasi interna. Intervensi tidak selalu diperlukan karena banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran minimal. Penelitian menunjukkan bahwa antara 9-50% dari fraktur zigoma tidak membutuhkan perawatan operatif. Jika intervensi diperlukan, perawatan yang tepat harus diberikan seperti fraktur lain yang mengalami pergeseran yang membutuhkan reduksi dan alat fiksasi.4,6 Kira-kira 6% fraktur tulang zigoma tidak menunjukan kelainan. Trauma dari depan langsung merusak pipi (tulang zigoma) menyebabkan perubahan tempat dari tulang zigoma tersebut ke arah posterior, ke arah medial, atau ke arah lateral. Fiksasi fraktur zigoma ini dengan kawat baja atau mini plate. Reduksi tidak langsung dari fraktur zigoma (oleh Keen dan Goldthwaite) melalui sulkus gingivobukalis. Dibuat 21

22 sayat kecil pada mukosa bukal di belakang tuberositas maksila. Elevator melengkung dimasukan di belakang tuberositas tersebut dan dengan sedikit tekanan tulang zigoma yang fraktur dikembalikan kepada tempatnya. Cara reduksi fraktur ini mudah dikerjakan dan memberikan hasil yang baik. Sedang untuk reduksi terbuka dari tulang zigoma yang patah tidak bisa diikat dengan kawat baja dari Kirschner harus ditanggulangi dengan cara reduksi terbuka dengan menggunakan kawat atau mini plate. Laserasi yang timbul di atas zigoma dapat dipakai sebagai tanda untuk melakukan insisi permulaan pada reduksi terbuka tersebut. Adanya fraktur pada rima orbita inferior, dasar orbita, dapat direkonstruksi dengan melakukan insisi di bawah palpebra inferior untuk mencapai fraktur di sekitar tulang orbita tersebut. Tindakan ini harus dikerjakan hati-hati karena dapat merusak bola mata. Pada fraktur arkus zigoma yang ditandai dengan perubahan tempat dari arkus dapat ditanggulangi dengan melakukan elevasi arkus zigoma tersebut. Pada tindakan reduksi ini kadang-kadang diperlukan reduksi terbuka, selanjutnya dipasang kawat baja atau mini plate pada arkus zigoma yang patah tersebut. Insisi pada reduksi terbuka dilakukan di atas arkus zigoma, diteruskan ke bawah sampai ke bagian zigoma di preaurikuler. Tindakan reduksi di daerah ini dapat merusak cabang frontal dari nervus fasialis, sehingga harus dilakukan tindakan proteksi. 22

23 Pada fraktur mandibula penanggulangan tergantung pada lokasi fraktur, luasnya fraktur, dan keluhan yang diderita. Di negara maju untuk fraktur mandibula digunakan mini atau mikroplate yang dipasang dengan menggunakan skrup, keuntungannya lebih stabil, tidak memberikan reaksi jaringan, dapat dipakai untuk waktu yang lama, mudah dikerjakan. Kekurangannya sulit didapat dan mahal. Pada fraktur hidung sederhana dapat dilakukan reposisi dengan analgesia lokal. Akan tetapi anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif memerlukan anestesi umum. Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidocain 1-2% yang dicampur dengan epineprin 1:1000%. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-masing 3 buah, pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakan pada meatus superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakan antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dekat foramen sfenopalatina, tampon ketiga diletakan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadangkadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethaxolin spray beberapa kali melalui rinoskopi anterior untuk mempermudah efek anestesi dan efek vasokonstriksi. Penggunaan anestesi lokal yang baik dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Tindakan reduksi ini dapat dikerjakan 12 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi sangat sedikit. Namun reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. 23

24 Sesudah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terjadi kalsifikasi sehingga harus dilakukan tindakan rinoplasti estetomi. Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah elevator tumpul yang lurus (Boies nasal fracture elevator), cunam Asch, cunam Walsham, spekulum hidung pendek dan panjang (Killian), pinset bayonet. Deformitas hidung minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan sederhana. Reposisi dapat dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi lain di luar hidung di atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dikontrol dengan palpasi jari. Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur hidung dikembalikan pada keadaan semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika. Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti sesudah pemasangan tampon pada kedua hidung. Fiksasi luar dengan menggunakan beberapa lapis gips yang dibentuk seperti huruf T dan dipertahankan hingga hari. 3.8 Komplikasi Komplikasi jaringan ikat umumnya pada proses penyembuah luka, seperti jaringan parut. Penutupan kulit harus dilakukan dengan penanganan nontraumatic 24

25 dari tepi luka dan harus menghasilkan tepi luka yang sedikit membalik keluar serta mengikuti garis kulit. Cedera saraf mungkin telah terjadi sebelum operasi akibat dari trauma awal. Oleh karena itu, status sensorik dan saraf motorik dari wajah dan dahi harus didokumentasikan sebelum operasi. Perawatan harus diambil untuk mengidentifikasi dan mempertahankan neurovaskular supraorbital dan infraorbital. Cedera ke akar gigi dari lubang sekrup salah dapat mengakibatkan gigi nonviable. Infeksi pasca operasi lebih cenderung terjadi dalam cedera jaringan lunak yang ekstensif, luka yang terkontaminasi, fraktur terbuka, fraktur berhubungan dengan ruang intranasal atau intraoral, atau tidak terevakuasi darah di sinus. Jika terapi antibiotik empiris tidak dapat menghapus infeksi, debridemen dan drainase mungkin diperlukan. Sinusitis dapat terjadi jika garis fraktur mengganggu drainase sinus. Malunion dan maloklusi serta deformitas bisa terjadi jika fiksasi tidak tepat atau longgar selama periode pascaoperasi. Pada fraktur tulang hidung dapat terjadi komplikasi neurologik seperti robeknya duramater, laserasi otak, sedang komplikasi pada mata dapat terjadi hematoma pada mata, ptosis, epifora, untuk komplikasi pada hidung dapat terjadi perubahan bentuk hidung, epistaksis posterior yang hebat dan gangguan penciuman. BAB IV KESIMPULAN 25

26 Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya. Jika terjadi fraktur pada tulang wajah maka dapat mengenai tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi dan tulang alveolus.7 Penyebab trauma maksilofasial bervariasi dan terbanyak dikarenakan kecelakaan lalu lintas. Penanganan awal yang harus didahulukan adalah airway, breathing, circulation. Setelah keadaan pasien stabil dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mendiagnosis fraktur tulang wajah seperti foto roentgen atau CT scan. Jika terjadi laserasi pada wajah dapat dilakukan pembersihan luka dan penutupan. Jika ternyata didapatkan fraktur tulang wajah segera identifikasi tulang wajah yang mengalami fraktur agar dapat dilakukan reduksi dan fiksasi. Komplikasi yang terjadi diakibatkan kerusakan anatomi, tergantung letak fraktur tulang wajah yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA 26

27 1. Sofii I, Dachlan I. Correlation between midfacial fractures and intracranial lesion in mild and moderate at: head injury patients. Available intracranial-lesion-in-mild-and-moderate-head-injury-patients.php. Accesed on August 28, Dwidarto D. Affandi M. Pengelolaan deformitas dentofasial pasca fraktur panfascial (Management of the Dentofacial Defomity Post Panfacial Fracture : Case Report). php &task=category&sectionid=4&id=10&itemid=26. Available at:?option=co ntent Accesed on August 28, Tucker MR, Ochs MW. Management lj et al. contemporary oral and of facial fractures. Dalam : Peterson maxillofacial surgery. St louis: mosby co Prasetiyono A. Penanganan fraktur arkus dan kompleks zigomatikus. Indonesian journal of oral and maxillofacial surgeons. Feb 2005 no 1 tahun IX hal Bailey JS, Goldwasser MS. Management of Zygomatic Complex Fractures. Dalam : Miloro M et al. Peterson s Surgery 2nd. Hamilton, London principles of Oral and Maxillofacial : BC Decker Inc

28 6. Beaty NB, Le TT. Mandibular thickness measurements in young dentate adults. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. Sep 2009;135(9): Berkovitz BK, Moxham BJ. A Textbook of Head & Neck Anatomy. 1st ed. Mosby-Year Book; Bron AJ, Tripathi RC, Tripathi BJ. Wolff's Anatomy of the Eye and Orbit. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; Dutton JJ. Atlas of Clinical and Surgical Orbital Anatomy. Philadelphia: WB Saunders Co; Haribhakti VV. The dentate adult human mandible: an anatomic basis for surgical decision making. Plast Reconstr Surg. Mar 1996;97(3):536-41; discussion Lang J. Clinical Anatomy of the Nose, Nasal Cavity, and Paranasal Sinuses. NY: Thieme Medical Publishers; Miller PJ, Smith S, Shah A. The subzygomatic fossa: a practical landmark in identifying the zygomaticus major muscle. Archives of Facial Plastic Surgery. Jul-Aug 2007;9(4): Netter FH. Atlas of Human Anatomy. NY: Novartis Medical Education; Prabhu LV, Ranade AV, Rai R, Pai MM, Kumar A, Sinha P. The nasal septum: an osteometric study of 16 cadaver specimens. Ear Nose Throat J. Aug 2009;88(8):

29 15. Rohen JW, Yokochi C. Color Atlas of Anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; Webster RC, Gaunt JM, Hamdan US, et al. Supraorbital and supratrochlear notches and foramina: anatomical variations and surgical relevance. Laryngoscope. Mar 1986;96(3): Zide BM, Swift R. How to block and tackle the face. Plast Reconstr Surg. Mar 1998;101(3):

BAB I PENDAHULUAN. Trauma maksilofasial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma. Penyebab trauma

BAB I PENDAHULUAN. Trauma maksilofasial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma. Penyebab trauma BAB I PENDAHULUAN Trauma maksilofasial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL 2.1 Defenisi Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya. 2 Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis Fraktur Le Fort terjadi pada 10-20% dari fraktur wajah. Fraktur ini terjadi karena terpajan kekuatan yang cukup. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama, penyebab lain yang mungkin yaitu

Lebih terperinci

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I Lukluk Purbaningrum 20070310087 FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Umur : 53 tahun Alamat : Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA

FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA PENDAHULUAN Penyebab tersering trauma wajah pada daerah konflik biasanya adalah luka tembak selain ledakan bom, yang ditandai dengan adanya penetrasi peluru pada

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 FRAKTUR MANDIBULA. Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada. berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.

BAB 2 FRAKTUR MANDIBULA. Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada. berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. BAB 2 FRAKTUR MANDIBULA 2.1 Definisi Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada mandibula. 14,15 Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila

Lebih terperinci

Penanganan definitif fraktur komplek zigoma bilateral disertai fraktur basis kranii fossa anterior (Laporan Kasus)

Penanganan definitif fraktur komplek zigoma bilateral disertai fraktur basis kranii fossa anterior (Laporan Kasus) Penanganan definitif fraktur komplek zigoma bilateral disertai fraktur basis kranii fossa anterior (Laporan Kasus) 1 Abul Fauzi, 2 Abel Tasman, 3 Arifin MZ 1 Residen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, BAB II ANATOMI Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa lebih, setelah merdeka hingga sampai tahun 2010 telah dilakukan enam

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA Pedro Bernado PENDAHULUAN ETIOLOGI KLASIFIKASI DIAGNOSIS PERAWATAN WIRING: essig dan eyelet/ivy ETIOLOGI Trauma dentoalveolar semua usia terbanyak usia: 8-12 tahun

Lebih terperinci

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment Dislokasi Hips Posterior Mekanisme trauma Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA Rekonstruksi mandibula masih merupakan tantangan yang kompleks. Tulang mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga dukungan jalan pernafasan.

Lebih terperinci

posisi cukup lama untuk memungkinkan mereka waktu untuk menyembuhkan. Ini mungkin membutuhkan enam minggu atau lebih tergantung pada usia pasien dan

posisi cukup lama untuk memungkinkan mereka waktu untuk menyembuhkan. Ini mungkin membutuhkan enam minggu atau lebih tergantung pada usia pasien dan BAB I PENDAHULUAN Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik,

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

FRAKTUR PADA TULANG MAKSILA

FRAKTUR PADA TULANG MAKSILA FRAKTUR PADA TULANG MAKSILA Ni Putu Enny Pratiwi Suardi, AA GN Asmara Jaya, Sri Maliawan, Siki Kawiyana SMF/Bagian Ilmu Bedah RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK Trauma adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengetahuan Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya.wujudnya dapat berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan.perilaku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Gibson et.al. kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA tahun. 4 Trauma injuri pada gigi dan jaringan pendukungnya merupakan tantangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Trauma Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

1. Trauma oromaksilofasial a. Definisi: b. Klasifikasi : gejala klinis, penatalaksanaan, dampak, prognosis c. Pemeriksaan penunjang 2.

1. Trauma oromaksilofasial a. Definisi: b. Klasifikasi : gejala klinis, penatalaksanaan, dampak, prognosis c. Pemeriksaan penunjang 2. 1. Trauma oromaksilofasial a. Definisi: b. Klasifikasi : gejala klinis, penatalaksanaan, dampak, prognosis c. Pemeriksaan penunjang 2. Tingkat kesadaran a. Definisi b. Klasifikasi c. Interpretasi d. Jenis

Lebih terperinci

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan wajah. 16 Sindrom binder dapat juga disertai oleh malformasi lainnya. Penelitian Olow-Nordenram

Lebih terperinci

Fraktur Mandibula. Oleh : Uswatun Hasanah Radinal. Pembimbing : dr. Irzal. Supervisor : dr. John Pieter. Jr, Sp.B(K) Onk

Fraktur Mandibula. Oleh : Uswatun Hasanah Radinal. Pembimbing : dr. Irzal. Supervisor : dr. John Pieter. Jr, Sp.B(K) Onk Fraktur Mandibula Oleh : Uswatun Hasanah Radinal Pembimbing : dr. Irzal Supervisor : dr. John Pieter. Jr, Sp.B(K) Onk Identitas Pasien Nama Umur JK : Nn. K : 18 tahun : Perempuan Alamat : Kukku Enrekang

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mandibula adalah tulang rahang pembentuk wajah yang paling besar, berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Mandibula adalah tulang rahang pembentuk wajah yang paling besar, berat BAB 1 PENDAHULUAN Mandibula adalah tulang rahang pembentuk wajah yang paling besar, berat dan kuat. Mandibula berfungsi dalam proses pengunyahan, penelanan dan bicara. Walaupun mandibula merupakan tulang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FRAKTUR NASAL. Anton Abby Chandra, Boedy Setya Santoso

PENATALAKSANAAN FRAKTUR NASAL. Anton Abby Chandra, Boedy Setya Santoso PENATALAKSANAAN FRAKTUR NASAL Anton Abby Chandra, Boedy Setya Santoso Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Trauma Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. 19 Trauma atau yang disebut injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang disebabkan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR SEGMENTAL MANDIBULA DEXTRA TERTUTUP NON KOMPLIKATA Pembimbing dr. Benny Issakh, Sp.B, SpB.Onk Disusun Oleh Hj Mutiara DPR 22010111200152

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA 2.1 Defenisi Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

OROANTRAL FISTULA SEBAGAI SALAH SATU KOMPLIKASI PENCABUTAN DAN PERAWATANNYA

OROANTRAL FISTULA SEBAGAI SALAH SATU KOMPLIKASI PENCABUTAN DAN PERAWATANNYA OROANTRAL FISTULA SEBAGAI SALAH SATU KOMPLIKASI PENCABUTAN DAN PERAWATANNYA (Oroantral fistula as one of the complications of dental extraction and their treatment) I Wayan Sulastra PPDGS Prostodonsia

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al. Komplikasi Odontektomi Odontektomi tergolong minor surgery, namun tetap mengandung risiko. Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan, akibat faktor iatrogenik. Odontektomi dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: Diah P Sari NIM : 080600080 UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Epistaksis

Penatalaksanaan Epistaksis 1 Penatalaksanaan Epistaksis Dr. HARI PURNAMA, SpTHT-KL RSUD. Kabupaten Bekasi Pendahuluan Epistaksis merupakan salah satu masalah kedaruratanmedik yang paling umum dijumpai, diperkirakan 60 % dari populasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 2.1 Definisi Fraktur Dentoalveolar Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN DIPLOPIA PADA PASIEN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DI BANGSAL BEDAH RSUD ARIFIN ACHMAD PROPINSI RIAU PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2013

ANGKA KEJADIAN DIPLOPIA PADA PASIEN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DI BANGSAL BEDAH RSUD ARIFIN ACHMAD PROPINSI RIAU PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2013 ANGKA KEJADIAN DIPLOPIA PADA PASIEN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DI BANGSAL BEDAH RSUD ARIFIN ACHMAD PROPINSI RIAU PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2013 Ni Komang Tri Adrianti Kuswan Ambar Pamungkas Miftah Azrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, sehingga resiko kecelakaan lalu lintas juga ikut meningkat. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, sehingga resiko kecelakaan lalu lintas juga ikut meningkat. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Kota Padang mencapai jumlah 876.678 jiwa pada tahun 2013, meningkat sejumlah 22.342 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya. Seiring dengan meningkatnya mobilitas

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT Dipresentasikan pada Prosiding Temu Ilmiah Bandung Dentistry 6 Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Kota Bandung Oleh : Lucky Riawan, drg., Sp BM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid

Lebih terperinci

NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi

NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi Neuroimaging merupakan salah satu peranan radiodiagnostik di bidang ilmu penyakit saraf.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Epistaksis Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit lain yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB III KELAINAN KONGENITAL RONGGA MULUT

BAB III KELAINAN KONGENITAL RONGGA MULUT BAB III KELAINAN KONGENITAL RONGGA MULUT Kelainan kongenital yang menyebabkan gangguan di rongga mulut sering pula terjadi pada hewan kesayangan. Gangguan pada palatum yang bersifat kongenital berupa :

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

2.2 Bibir Sumbing (Cleft Lip) Bibir sumbing adalah salah satu cacat lahir yang paling banyak dijumpai di dunia ini. Sumbing adalah kondisi terbelah

2.2 Bibir Sumbing (Cleft Lip) Bibir sumbing adalah salah satu cacat lahir yang paling banyak dijumpai di dunia ini. Sumbing adalah kondisi terbelah 2.2 Bibir Sumbing (Cleft Lip) Bibir sumbing adalah salah satu cacat lahir yang paling banyak dijumpai di dunia ini. Sumbing adalah kondisi terbelah pada bibir yang dapat sampai pada langit langit, akibat

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

Gambar 1. Contoh rontgent bagian kepala, lateral radiograph anjing umur 12 tahun.

Gambar 1. Contoh rontgent bagian kepala, lateral radiograph anjing umur 12 tahun. Definisi fraktur maxilari dan mandibulari adalah kerusakan pada tulang maxilla dan mandibula yang seringkali terjadi akibat adanya trauma, periodontitis maupun neoplasia. Periodontitis adalah reaksi peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci