IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak, Luas dan Batas Administratif Seperti yang dijelaskan pada Bab III Metode Penelitian, berdasarkan pertimbangan status kawasan, proses penataan batas dan ketersediaan data, untuk penelitian ini batas administrasi yang akan digunakan ialah batas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Kawasan ini terletak antara 106 o o 38 BT dan 6 o 37-6 o 51 LS dengan ketinggian bervariasi mulai 500 m dpl sampai dengan m dpl. Dengan luas kawasan ha, secara administratif TNGH masuk kedalam wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten yang berbatasan dengan 46 desa, 13 kecamatan dan 3 kabupaten. Masing-masing 13 desa dan 5 kecamatan di Kabupaten Bogor, 14 desa dan 4 kecamatan di Kabupaten Sukabumi, dan 19 desa dan 4 kecamatan di Kabupaten Lebak. Daerah studi meliputi empat desa yang berada di dalam dan di luar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Keempat daerah studi tersebut yaitu: 1) Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten; 2) Desa Sirnarasa, Kecamatan Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat; 3) Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat; dan 4) Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah dan batas administrasi lokasi studi selengkapnya disajikan pada Tabel Aksesibilitas Kawasan TNGH mempunyai 6 gerbang masuk yang dapat diakses dari kota Sukabumi, Bogor dan Rangkasbitung. Berikut ini penjelasan mengenai kondisi keenam pintu masuk tersebut mencakup jarak, waktu dan kantor resort yang terdekat: 1. Gerbang Cisalimar dapat dicapai dari Kota Sukabumi yang dapat dicapai melalui Parungkuda dengan jarak sekitar 20 Km dan waktu tempuh selama 30 menit berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Cipeuteuy. 2. Gerbang Cisuren dapat dicapai dari Kota Sukabumi yang dapat dicapai melalui Pelabuhan Ratu dengan jarak sekitar 60 Km dan waktu tempuh 89

2 90 selama 2 jam berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Cikelat. 3. Malasari dapat dicapai dari Kota Bogor melalui Leuwiliang-Nanggung dengan jarak sekitar 35 Km dan waktu tempuh selama 50 menit berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Cisangku. Tabel 12 Luas wilayah dan batas administrasi lokasi studi No Lokasi Studi Luas Wilayah (Ha) Batas Administrasi 1. Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten 4.296, 83 - Utara: Kampung Calebang, Desa Calebang dan Kampung Pasir Eurih, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Sobang. - Selatan: Kampung Sinagar, Desa Sinagar, Kecamatan Pangarangan - Barat: Kampung Jamrut dan Parung Gedong (Desa Cikate), Kecamatan Cikaju dan Desa Kanekes (Baduy), Kecamatan Leuwidamar - Timur: Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek, Kecamatan Cibeber. 2. Desa Sirnarasa, Kecamatan Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat 3. Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor ,00 - Utara: Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cikakak - Selatan: Desa Margalaksana, Kecamatan Cikakak - Barat: Desa Cicadas, Kecamatan Cisolok - Timur: Desa Cileungsing, Kecamatan Cikakak dan Desa Mekarnangka, Kecamatan Cikidang 8.262,22 - Utara: Desa Cisarua dan Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor - Selatan: Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dan Desa Situmulya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak - Barat: Desa Kiarasari dan Desa Cisarua, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor - Timur: Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor 4. Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor 5.610,60 - Utara: Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor dan Desa Banjarsari, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak - Selatan: Kawasan TNGH dan Desa Kiarasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor - Barat: Desa Lebaksitu, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak - Timur: Desa Pasir Madang dan Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Sumber : 1. Hanafi et al. 2004; Peta Kawasan TNGHS Skala 1: Tahun 2005 (JICA & Dephut). 2. BPMD Kabupaten Sukabumi, 2006; Peta Kawasan TNGHS Skala 1: Tahun 2004 (JICA & Dephut). 3. Monografi Desa Malasari Hanafi et al. 2004; Sirait 2004; Saputro 2006.

3 91 4. Cibuluh dapat dicapai dari Kota Bogor melalui Cigudeg dengan jarak sekitar 28 Km (30 menit berkendaraan). Kantor resort terdekat berada di Juga. 5. Citorek dapat dicapai dari Kota Rangkasbitung melalui Bayah dengan jarak sekitar 150 Km dan waktu tempuh selama 3 jam berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Cicarucub. 6. Cigaru dapat dicapai dari Kota Rangkasbitung melalui Cipanas-Banjarsari dengan jarak sekitar 48 Km dan waktu tempuh selama 75 menit berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Muhara. Sedangkan untuk mencapai keempat lokasi studi dapat menggunakan angkutan umum dan kendaraan pribadi. Akses ke lokasi studi dan sarana yang dapat digunakan disajikan pada Tabel Status Lahan, Penggunaan Lahan dan Sistem Tenurial Dari luas Ha, penggunaan lahan kawasan TNGH meliputi perkebunan 971 ha; pertanian dan permukiman ha; dan kawasan konservasi ha (Harada et al. 2001; Widada 2004:47). Kawasan ini juga berbatasan dengan lahan-lahan dengan penggunaan : kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani (2000b:I-1); lahan pertanian rakyat yang dikelola oleh penduduk desa (2000b:I-1); perkebunan teh yang dikelola oleh beberapa perusahaan besar (Widada 2004: 61); 9 enclave 71 yaitu 3 di bagian Timur, 4 di bagian Utara, dan 2 di bagian Timur Laut (2000b:I-1). Nama, letak, luas dan keterangan lainnya mengenai enclave ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Rencana Pengelolaan TNGH tahun , kawasan TNGH akan dikelola dengan sistem zonasi. Sistem ini diperlukan untuk memenuhi fungsi 72 taman nasional. Zonasi ditentukan berdasarkan penilaian aspek (BTNGH, 2000a: V5-11): ekologis seperti kekayaan spesies dan 71 Enclave yaitu areal yang berada di dalam kawasan TNGH namun secara hukum tidak termasuk kawasan TNGH (BTNGH 2000b:I-1). 72 Fungsi taman nasional mengacu pada UU No. 5 /1990 adalah untuk : perlindungan proses ekologis sistem penyangga kehidupan; pengawetan keaneka ragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; pemanfaatan secara lestari SD alam hayati dan ekosistemnya dalam bentuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya dan pariwisata alam.

4 92 sensitifitas; peraturan perundangan; dan pemanfaatan seperti kebutuhan masyarakat dan pengembangan pariwisata alam. Sampai dengan Februari 2007, status zonasi di TNGH belum selesai karena belum adanya penetapan zonasi yang disetujui oleh Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Bupati terkait (BTNGHS 2007). Tabel 13 Aksesibilitas untuk mencapai lokasi studi No Lokasi Studi Aksesibilitas 1. Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Dari Bogor : Terminal Bubulak menggunakan angkutan umum jurusan Cipanas sampai Gajruk (2,5 jam) dengan biaya Rp /orang. Dari Gajruk sampai dengan Desa Citorek dapat menggunakan kendaraan roda empat jenis elf selama kurang lebih 1 jam 30 menit dengan biaya Rp /orang. 2. Desa Sirnarasa, Kecamatan Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat 3. Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Dari Pelabuhan Ratu: 1)menggunakan kendaraan pribadi menuju Barat Laut sepanjang 33 km dan waktu tempuh 1 jam; 2) kendaraan umum hanya ada dua jadwal pemberangkatan setiap harinya dengan biaya Rp /orang. Berangkat dari Desa Sirnarasa menuju Desa Cileungsi pada pukul dan WIB. Jalur kembali dari Desa Cileungsi-Desa Sirnarasa sampai pukul dan WIB; atau 3) kendaraan roda dua (ojeg), biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp Dari Bogor : 1) menuju pusat Desa Malasari berjarak ± 65 km dari arah barat daya Cibinong (ibukota Kabupaten Bogor) dan ± 15 km dari pusat Kecamatan Nanggung dengan menggunakan kendaraan umum dapat ditempuh + sekitar 3 jam; atau 2) menuju Nirmala/Talahab melalui Parung Kuda dengan kendaraan pribadi dari kota Bogor dapat ditempuh + 4 jam. 4. Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor Sumber : Hasil observasi lapangan tahun 2006 dan Dari Bogor melalui Terminal Bubulak menggunakan angkutan umum Bogor-Leuwiliang-Cigudeg atau dengan kendaraan pribadi selama 0,5-1 jam dengan kondisi jalan cukup bagus. Dari Cigudeg menuju Kampung Leuwijamang ada dua alternatif rute. Pertama rute Cigudeg - Cipatat - Cisarua harus ditempuh dengan kendaraan lapangan (jeep, truk, sepeda motor) selama 2 jam kondisi jalan berbatu dan berlumpur. Cisarua ke Leuwijamang hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejarak 5 km dengan waktu tempuh kurang lebih 1 2 jam. Rute Cigudeg Cipatat dapat juga ditempuh dengan mobil pribadi atau umum (Rp. 5000/orang) untuk 1-1,5 jam perjalanan. Dari Cipatat Cisarua diteruskan dengan ojeg Rp /ojeg selama 1-1,5 jam perjalanan. Cisarua Leuwijamang ditempuh dengan berjalan kaki. Alternatif kedua yaitu melalui Cigudeg Cibarani dengan mobil pribadi atau ojeg. Biaya yang dikeluarkan jika menggunakan ojeg sebesar Rp /orang dengan waktu tempuh selama 1-1,5 jam perjalanan. Kondisi jalan berbatu. Dari Cibarani menuju Kampung Leuwijamang ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih 3-4 jam. Kondisi jalan tanah dan berlumpur jika hujan

5 93 Tabel 14 Enclave yang berada di TNGH No Nama Posisi Luas (Ha) Populasi Keterangan 1. Nirmala Timur Kywn PT. Nirmala Agung 2. Sarongge Utara kk Pertanian 3. Leuwijamang Utara Kk Pertanian 4. Ciparengpeng Utara 100 Pertanian 5. Ciear Utara 200 Pertanian 6. Cilanggar/Garung Timur 200 Pertanian 7. Ciwalen Timur 25 1 kk Belum dipetakan 8. Cibatu Timur Laut kk Pertanian 9. Ciguha/Gn Perang Timur Laut 150 Pertanian J u m l a h 2000 Sumber : BTNGH, 2000b: I-2 Berdasarkan batas administrasi TNGH, keempat lokasi studi memiliki status lahan yang berbeda. Misalnya, lokasi Kampung Cibedug berstatus encroachment 73 karena pemukiman penduduk dianggap secara ilegal berdiri di dalam kawasan TNGH, sedangkan dua kampung lainnya yaitu Kampung Citalahab Central dan Kampung Leuwijamang berstatus enclave. Status satu kampung lainnya yaitu Kampung Pangguyangan berada di luar kawasan TNGH. Selengkapnya status dan penggunaan lahan di lokasi studi disajikan pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15 Status dan penggunaan lahan di lokasi studi No. Lokasi Studi Status Jenis Pengunaan Lahan 1. Kampung Cibedug encroachment pemukiman, lahan pertanian (reuma, sawah, kebun sayuran, dll), sarana dan prasarana 2. Kampung Pangguyangan di luar sawah, pemukiman, perkebunan, fasilitas umum dan hutan lindung 3. Kampung Leuwijamang enclave pertanian, kebun dan pemukiman 4. Kampung Citalahab Central enclave pemukiman, lahan pertanian, perkebunan, hutan lindung dan hutan konservasi Sumber : Harada et al. 2004; BPMD Kabupaten Sukabumi, 2006; Martono dan Suwartapradja, 2006; Rencana Pengelolaan TNGH tahun , Potensi Desa Cisarua 2002 dalam Widada Status dimana masyarakat menempati suatu lokasi, namun tidak diakui keberadaannya (Saputro 2006:27)

6 94 Di kawasan TNGH dikenal beberapa sistem tenurial (sistem kepemilikan lahan) yang digunakan oleh masyarakat. Dalam penelitiannya Harada, et al. (2001) mendokumentasi sembilan sistem tenurial yang berlaku pada masyarakat di sekitar kawasan TNGH. Adapun kesembilan sistem tenurial tersebut adalah: 1. Warisan (inheritance) ialah tanah yang dikelola secara turun temurun. Hak pengelolaan dialihkan kepada ahli waris (anak) dengan membagi sama luas lahan baik untuk anak laki-laki maupun perempuan; 2. Mulung (Reclamation) atau memungut ialah menggunakan lahan yang sebelumnya pernah digarap orang lain tapi kemudian ditinggalkan. Tidak diperlukan ijin dari pengelola sebelumnya; 3. Ngaluaran tanaga (sale based on labor) ialah membeli hak atas tanah dengan membayar buruh untuk menggarap lahan atau menukarnya dengan ternak, tidak dengan uang; 4. Pamasihanan/pamere (alienation) atau pemberian ialah hak atas lahan berdasarkan hadiah dari pengelola sebelumnya; 5. Jual beli (sale) ialah sistem untuk mendapatkan hak atas tanah berdasarkan jual beli yang bersifat permanen atau semi permanen. Jual beli ini biasanya dilakukan harus dengan ijin dari pemilik awal; 6. Gade (security) atau gadai ialah memberikan hak atas lahan yang dimiliki untuk mendapatkan pinjaman. Hak harus dikembalikan jika pinjaman sudah dibayar. Lahan tidak boleh dipindah tangankan kepada orang lain. Jangka waktu pengembalian pinjaman biasanya tidak diberlakukan namun peminjam dapat mengelola lahan sesuai dengan keinginannya dan jangka waktu sampai hutang terbayar; 7. Maparo / maro / marteln / nengah (rent with compasation) atau menyewa dengan kompensasi ialah sistem pengelolaan atas lahan dengan cara bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap. Jumlah atau besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak; 8. Nginjeum / numpang garap (rent without compensation) atau meminjam lahan garapan ialah sistem memberikan hak pengelolaan atas lahan untuk jangka waktu tertentu kepada orang lain tanpa kompensasi. Pengguna tidak boleh menanam atau menebang pohon; dan

7 95 9. Sewa (contract) atau kontrak ialah sistem memberikan hak pengelolaan atas lahan untuk jangka waktu tertentu kepada orang lain dengan kompensasi. Pembayaran dapat dalam bentuk bagi hasil panen atau uang Mengacu pada ke 9 jenis sistem tenurial ini dan berdasarkan hasil observasi lapangan, sistem tenurial yang dapat diidentifikasi di lokasi studi selengkapnya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Sistem tenurial di lokasi studi No Lokasi Studi Sistem Tenurial 1. Kampung Cibedug Warisan (inheritance), meminjam, dan mulung (reclamation) 2. Kampung Pangguyangan Warisan,mulung, ngaluaran tanaga, pamasihanan/pamere, jual beli, gade, maparo, nginjeum / numpang garap, dan sewa 3. Kampung Leuwijamang Warisan, mulung, ngaluaran tanaga, pamasihanan/pamere, maro, jual beli, sewa 4. Kampung Citalahab Warisan, jual beli, gade, maro, sewa Sumber: Harada et al., 2001; hasil observasi lapangan 4.4 Kondisi Sosial 74 Ekonomi 75 Masyarakat Sekitar TNGH Sampai dengan tahun 2002, jumlah desa di kawasan penyangga TNGH yaitu 51 desa (Widada 2004:60). Pada tahun tersebut, total jumlah penduduk sebanyak jiwa (Tabel 14). Sedangkan jumlah penduduk di kawasan penyangga pada tahun 1999 berjumlah jiwa di 46 desa (BTNGH 2000b: III-13). Antara tahun , terjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak 12,4%. Berdasarkan data penduduk tahun 2006, kepadatan rata-rata disekitar TNGH ialah 267,13 jiwa/km3. Sedangkan pertumbuhan penduduk di 13 kecamatan berkisar 0,34% sampai 3,27% dengan rata-rata 2,29% (rata-rata pertumbuhan nasional saat itu 1,98%). Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di Kabupaten Bogor (BTNGH 2000b: III-13). Persentase pertambahan penduduk di lokasi studi disajikan pada Tabel Sosial ialah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas 2000:1085). 75 Ekonomi ialah 1) ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan 2)pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dsb yang berharga (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas 2000:287).

8 96 Tabel 17 Persentase pertambahan penduduk di lokasi studi No Lokasi Jumlah Penduduk Tahun Persentase Pertambahan Keterangan 2006 (jiwa) Penduduk 1. Desa Citorek ,4 % Persentase pertumbuhan tertinggi tahun , sebesar 22,3% 2. Desa Sirnarasa ,7 % Persentase pertumbuhan tertinggi tahun , sebesar 26,5% 3. Desa Malasari ,3 % Persentase pertumbuhan tertinggi tahun , sebesar 19,2% 4. Desa Cisarua 2.900* 2,8 % Ket : 1. Diolah dari data tahun (Laporan Kependudukan Desa Citorek untuk Kecamatan ; Profil Desa Citorek, Depdagri 2006) 2. Diolah dari data tahun 1994, 1996, 1999, 2004 & 2006 (Kantor Desa Sirnarasa 1996 dalam Asep 2000; BPS 1999 dalam Hanafi et al. 2004; BPKMD Kabupaten Sukabumi 2006; Potensi Desa 1994 dalam Martono dan Suwartapradja 2006) 3. Diolah dari data tahun 2000, 2002, (Potensi Desa 2002 dalam Widada 2004; Monografi Desa, 2000, ) 4. Diolah dari data tahun 1999 dan (*) tahun 2002 (Potensi Desa 2002 dalam Widada 2004; BPS 1999 dalam Hanafi et al. 2004) Sampai dengan tahun 2006, diantara tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan TNGH, Kabupaten Lebak merupakan kabupaten yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan terendah. Sekitar 54,2% penduduknya tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan 43,7% hanya selesai pendidikan dasar. Kabupaten Bogor menempati urutan kedua dengan 33,8% penduduknya tidak menyelesaikan SD. Sedangkan penduduk yang menyelesaikan SD sebanyak 45,8%, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 12,9%, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 7,4% dan Perguruan Tinggi sebanyak 0,14%. Sedangkan Kabupaten Sukabumi memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi yaitu penduduk yang menyelesaikan SD sebanyak 62,1 %, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 14,9%, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 2,48% dan Perguruan Tinggi sebanyak 0,10%. Informasi mengenai tingkat pendidikan di lokasi studi disajikan pada Tabel 18. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widada (2004), dari 13 desa sampel sekitar 90,34% penduduknya bekerja sebagai petani dengan padi sebagai komoditas utama, jagung, ketela pohon dan pisang. Rata-rata pendapatan penduduk perbulannya sekitar Rp ,- per keluarga Widada (2004:63). Menurut data yang dikeluarkan BTNGH (2000a), penduduk sekitar kawasan TNGH rata-rata mengolah lahan sekitar 0,23 ha/kk.

9 97 Tabel 18 Tingkat pendidikan di lokasi studi Lokasi Studi Tingkat Desa No Desa Citorek Desa Malasari Desa Cisarua Pendidikan Tahun Sirnarasa Thn Tahun Tahun Buta huruf Belum sekolah Tak lulus SD SD SLTP SLTA Sarjana Muda (D3) Sarjana - 1 JUMLAH Sumber : 1 Profil Desa Citorek (Depdagri 2006); 2 BPKMD Kabupaten Sukabumi, 2006; 3 Monografi Desa 2006; 4 Potensi Desa 2002 dalam Widada 2004 Mata pencaharian lainnya yang dapat dilakukan penduduk lokal diantaranya bekerja sebagai buruh di Perkebunan Teh, Perum Perhutani, dan PT Aneka Tambang di Gunung Pongkor, di bagian timur laut dan selatan taman nasional (BTNGH, 2000a). Jenis matapencaharian di lokasi studi dirangkum dalam Tabel 19. Tabel 19 Jenis mata pencaharian penduduk di lokasi studi No Jenis Lokasi Studi Mata Pencaharian Ds. Citorek Ds.Sirnarasa Ds. Malasari Ds. Cisarua Petani Buruh /Buruh Tani Swasta Pegawai Negeri Sipil Pengrajin Pedagang Peternak T o t a l Jumlah Penduduk % yang bekerja 40,20 29,88 88,76 25,55 Sumber : 1 Profil Desa Citorek (Depdagri 2006) 2 BPKMD Kabupaten Sukabumi Monografi Desa Potensi Desa 2002 dalam Widada 2004

10 Karakteristik Budaya dan Sistem Nilai Masyarakat Di kawasan TNGH dikenal dua kelompok masyarakat berdasarkan adat istiadat dan budayanya (Hanafi et al. 2004; Saputro 2006; Nugraheni 2002). Kedua golongan masyarakat ini ialah masyarakat adat kasepuhan dan masyarakat Non-Kasepuhan. Masyarakat kasepuhan adalah suatu kelompok masyarakat yang berasal dari satu garis keturunan yang mengaku sebagai Warga Kesatuan Adat Banten Kidul. Menurut sejarah pengelolaan kawasan TNGH (Lampiran 7), cara hidup masyarakat kasepuhan berpindah-pindah dan pada umumnya tinggal di bukit-bukit dan gunung-gunung. Di TNGH ada empat kelompok kasepuhan besar yaitu Citorek, Cisungsang, Sirnarasa, dan Cisitu (BTNGH 2000b: I-31 s/d32). Sumber lainnya menyebutkan bahwa terdapat 3 kasepuhan yang dipercaya oleh 9 komunitas untuk menjaga Halimun yaitu: Kasepuhan Urug, Kasepuhan Ciptagelar (dulu di Ciptarasa), dan Kasepuhan Citorek (Hanafi et al. 2004; Moniaga 2004). Masyarakat Kasepuhan umumnya memiliki hubungan kekeluargaan yang masih erat dan patuh pada pemimpin adat yang disebut dengan sesepuh/kokolot (BTNGH 2000a). Pola kepemimpinan dalam masyarakat adat bersifat monarkhi dimana kepala adat dan perangkatnya dipilih berdasarkan garis keturunan (Adimihardja 1992; Saputro 2005; hasil interview dan observasi lapangan). Meskipun umumnya beragama islam, masyarakat ini memiliki karakteristik budaya Sunda abad 16 yang masih terpelihara dengan baik (Adimihardja 1992). Hal ini ditunjukkan dalam setiap kegiatan, mereka masih melakukan upacara ritual yang diwariskan nenek moyangnya. Upacara ritual tersebut umumnya dilakukan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pertanian 76, kehidupan 77 dan ritual keagamaan 78 (Saputro 2006). Masyarakat Kasepuhan umumnya bekerja sebagai petani. Mereka memandang hutan sebagai sumber kehidupan. Mereka membagi tiga jenis hutan menjadi Leuweung Kolot 79, Leuweung Titipan 80 dan Leuweung Cadangan Ada 9 jenis upacara adat yang berhubungan dengan pertanian: ngaseuk, sapangjadian, mapag pare berkah, prah-prahan, mipit, nyimur, nganyaran, tengah bulan dan serentaun (Saputro 2006). 77 Ada 6 jenis upacara adat yang berhubungan dengan siklus kehidupan: 3,5,dan 9 bulanan; nurunkeun; opat puluheun; nyepitan; nikahan; dan pindahan (Saputro 2006). 78 Ada 5 jenis upacara adat yang berhubungan dengan ritual keagamaan: syirkah mulud, syirkah rewah, raya agung, hari raya korban, dan cebor/penyucian benda pusaka (Saputro 2006). 79 Leuweng Kolot : berupa hutan yang masih alami, merupakan daerah resapan air (hulu sungai), dan biasanya memiliki

11 99 (Adimihardja 1992; Rosdiana 1994; Harada et al. 2001; Nugraheni 2002; Kurniawan 2002; Saputro 2006). Pembagian jenis hutan ini turut menentukan jenis pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat kasepuhan pada beberapa kampung membaur dengan masyarakat non-kasepuhan. Mereka tidak menutup diri dalam pergaulan dengan masyarakat desa umumnya. Sikap keterbukaan ini membedakan mereka dengan masyarakat Baduy yang tinggal tidak jauh dari kawasan Gunung Halimun. Warga non-kasepuhan diperkirakan mulai bermukim di kawasan TNGH pada abad ke-17 ketika kawasan ini dibuka untuk perkebunan-perkebunan oleh pemerintahan penjajah Belanda (Lampiran 7). Lokasi pemukiman mereka umumnya dekat jalan akses menuju pusat pelayanan atau pemerintahan. Karena interaksi yang cukup baik dengan masyarakat di luar desa dan masuknya media telekomunikasi seperti TV, dan radio, selain menggunakan bahasa Sunda sebagai pengantar mereka juga fasih berbahasa Indonesia. Seperti warga Kasepuhan, umumnya masyarakat non-kasepuhan juga memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertani. Banyaknya lahan tidur yang ditelantarkan oleh perkebunan-perkebunan besar dan lahan bekas garapan PERHUTANI, membuat masyarakat mengambil alih pengelolaan lahan tersebut (mulung). Dengan biaya yang relatif murah mereka dapat mendapatkan sertifikat hak guna usaha yang diurus oleh kantor desa 82. Karakteristik budaya masyarakat di Lokasi studi disajikan dalam Tabel Kelembagaan BTNGH dan Lokal a. Kelembagaan BTNGH Balai TNGH adalah aparat pemerintah pusat yang wilayah kerjanya berada di daerah. Aparat ini tergabung dalam sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) kelerengan yang curam. Kawasan hutan ini tidak boleh diganggu tetapi sumber airnya dapat dimanfaatkan oleh warga untuk kepentingannya sehari-hari. 80 Leuweung Titipan : berupa hutan yang melindungi mata air atau kawasan hutan yang memiliki nilai sejarah yang dikeramatkan seperti hutan di sekitar Situs Cibedug. Kawasan ini biasanya mengelilingi leuweung kolot. Dapat dimanfaatkan hanya dengan ijin sesepuh. 81 Kawasan leuweng cadangan atau sampalan : terletak di sekitar atau di dalam leuweng titipan, dan berfungsi sebagai lahan cadangan untuk dimanfaatkan dimasa yang akan datang. Dengan kesepakatan adat, lahan ini kelak dapat dimanfaatkan untuk huma, sawah, kebun, talun, menggembala ternak, dan mengambil kayu bakar. 82 Interview dengan salah satu mantan lurah Desa Cisarua (31 Januari 2007 )dan nara sumber di Desa Sirnarasa (18 Februari 2007).

12 100 Taman Nasional Gunung Halimun. UPT ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan (BTNGH 2000a). Tabel 20 Karakteristik budaya masyarakat di lokasi studi No Lokasi Keterangan 1. Desa Citorek Masyarakat Kasepuhan Citorek dan Kasepuhan Cibedug dan Non-Kasepuhan 2. Desa Sirnarasa 3. Desa Malasari Non-Kasepuhan 4. Desa Cisarua Non-Kasepuhan Sumber: hasil observasi lapangan Masyarakat Kasepuhan Ciptarasa dan Non- Kasepuhan Struktur organisasi BTNGH berdasarkan SK menteri tersebut terdiri atas: 1 orang Kepala Balai, 1 orang Sub-Bagian Tata Usaha dan 1 orang Seksi Konservasi yang membawahi 3 Sub Seksi Wilayah Konservasi (Wilayah Konservasi I Bayah di Kabupaten Lebak, Wilayah Konservasi II Cigudeg di Kabupaten Bogor, dan Wilayah Konservasi III Cikidang di Kabupaten Sukabumi). Masing-masing Sub-seksi dibantu oleh Jagawana dan Teknisi Kehutanan (Bidang Kawasan Hutan, Konservasi Jenis Sumberdaya Alam, dan Bidang Bina Wisata Alam). Status jagawana dan teknisi hutan ini ialah pegawai fungsional. b. Kelembagaan Lokal Seperti yang sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, kawasan TNGH berbatasan langsung dengan kawasan pedesaan di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Kondisi ini menimbulkan adanya kebutuhan untuk bekerjasama antara BTNGH dengan institusi lokal. Berdasarkan hasil penelusuran dokumen dan observasi lapangan, di lokasi studi terdapat dua struktur lembaga yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat. Lembaga tersebut ialah lembaga formal seperti kantor desa, kecamatan sampai dengan kabupaten. Lembaga lainnya ialah lembaga non-formal seperti lembaga adat atau biasa disebut sebagai kasepuhan.

13 101 Lembaga desa dipimpin oleh kepala desa. Kepala desa dan perangkatnya dipilih secara demokratis oleh masyarakat. Disisi lain, lembaga adat dipimpin oleh seorang sesepuh yang dibantu oleh perangkat lembaga adat yang biasa disebut baris kolot. Pemimpin adat berikut dengan perangkatnya dipilih secara garis keturunan. Kedua lembaga formal dan non-formal ini memiliki fungsi yang berbeda di tingkat lokal. Kelembagaan desa mengatur hal-hal yang bersifat administratif kepemerintahan seperti pencatatan kependudukan dan hubungan dengan lembaga pemerintah di atasnya. Sementara kasepuhan mengatur tata cara kehidupan keseharian warganya yang terkait dengan cara bertani, ritual budaya, pengaturan dan pemanfaatan ruang serta interaksi antar warga dengan anggota masyarakat lainnya. Lembaga lain yang ada di desa umumnya lembaga formal seperti Lembaga Komunikasi Masyarakat Desa (LKMD), lembaga pendidikan dan kesehatan. Sedangkan lembaga non-formal lainnya yang ada bersifat pengembangan profesi seperti misalnya kelompok tani, PKK, dan karang taruna. Jenis kelembagaan lokal di empat lokasi studi disajikan pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Kelembagaan lokal No Lokasi Studi Kelembagaan Lokal 1. Kampung Cibedug Lembaga Formal: Kantor Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Lembaga Non-formal : Kasepuhan Cibedug dan Kasepuhan Citorek 2. Kampung Pangguyangan Lembaga Formal: Kantor Desa Sirnarasa, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi Lembaga Non-formal: Kasepuhan Ciptarasa Kampung Citalahab Central Lembaga Formal: Kantor Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Lembaga Non-formal : - 4. Kampung Leuwijamang Lembaga Formal: Kantor Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor Lembaga Non-formal : - Sumber: Hasil observasi lapangan 83 Sejak tahun 2000 pusat kasepuhan berpindah ke Ciptagelar (Dedi & Andianto 2003)

14 Sejarah Pengelolaan Kawasan TNGH Kawasan TNGH mulai dikelola pada sekitar tahun 1916 ketika ditemukan bijih emas oleh jawatan geologi pada masa itu (BTNGH 200b:I-7). Pada tahun 1924 penambangan mulai dilakukan di daerah Cikotok oleh WF Oppennorth (BTNGH 200b:I-7). Pada tahun yang sama, dibawah pemerintahan Belanda, kawasan Gunung Halimun ditetapkan sebagai hutan lindung dengan luas ha (BTNGH 2000b:I-33s/d34; Widada 2004:46). Selama rentang waktu , Kawasan Gunung Halimun dengan status kawasan yang berbeda sudah mengalami delapan kali pergantian lembaga pengelola. Latar belakang pengelola kawasan ini sangat bervariasi mulai pemerintah pusat (seperti pemerintah Belanda, Dirjen PPA dan UPT BTN), pemerintah daerah (Jawatan Kehutanan Provinsi Jawa Barat), dan Badan Usaha Milik Negara (Perum Perhutani). Selain latar belakang pengelola, status kawasan juga berubah sebanyak tiga kali yaitu mulai status kawasan sebagai hutan lindung, cagar alam, sampai dengan taman nasional. Sejarah perubahan status dan pengelola kawasan ini disajikan pada Tabel 22. Selain aktivitas konservasi di kawasan Gunung Halimun, sejak tahun 1936 sampai sekarang, aktivitas penambangan di kawasan tersebut terus berlanjut dengan pengelola yang juga berganti-ganti. Pada 1936 NV Mijnbow Maatschapay Zuid Bautam, sebuah perusahaan swasta mulai menambang di bagian timur dan timur laut dalam kawasan TNGH (BTNGH 2000b:I-7). Selama masa Perang Dunia II, tahun pertambangan Cikotok mulai dikelola oleh orang Jawa (BTNGH 2000b:I-7). Pada tahun 1950, penambangan dibuka kembali oleh NV Tambang Emas Cikotok (BTNGH 2000b:I-7). Pada tahun 1968 nama perusahaan ini diubah menjadi PT Aneka Tambang (BTNGH 2000b:I-7). Implikasi dari adanya kegiatan penambangan ini ialah tumbuhan pemukiman penduduk disekitar kawasan sebagai dampak dari kebutuhan masuknya tenaga kerja. Selain aktivitas penambangan, di kawasan Gunung Halimun juga dibuka beberapa perkebunan. Di Sukabumi dan Bogor, pembukaan tanah-tanah perkebunan dimulai sejak tahun 1700an (Galudra 2006). Pada tahun 1913, tanahtanah perkebunan di Kabupaten Bogor diberikan hak kepemilikannya kepada masyarakat oleh pemerintahan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang (sekitar

15 103 Tabel 22 Sejarah perubahan status dan pengelola Kawasan Gunung Halimun No. Tahun Status Kawasan Pengelola Hutan Lindung 84 Pemerintah Penjajah Belanda Cagar Alam 85 Djawatan Kehutanan Jawa Barat Cagar Alam Gunung Perum Perhutani Halimun Cagar Alam Gunung Dirjen Perlindungan dan Halimun 86 Pelestarian Alam (PPA) diawasi oleh dari kantor Pelestarian SDA Jawa Barat Cagar Alam Gunung Balai KSDA III Halimun Cagar Alam Gunung Balai TN Gede Pangrango Halimun Taman Nasional Gunung Balai TN Gede Pangrango Halimun Taman Nasional Gunung UPT BTNGH 88 Halimun Taman Nasional Gunung Halimun Salak 89 UPT BTNGH Sumber: Harada et al. 2001; Widada 2004:46; situs resmi TNGH BTNGH 2000a: V3-5; BTNGH 2000b:I-31s/d41. tahun 1944), terjadi pembukaan hutan oleh masyarakat diseluruh Kawasan Gunung Halimun (Galudra 2006). Selain karena tidak adanya kepastian hukum, kondisi ini dimanfaatkan penjajah Jepang pada saat itu untuk mengambil hati rakyat dengan menyebutkan bahwa hutan bukan lagi milik penjajah Belanda. Sejarah perkebunan ini diduga merupakan cikal bakal pemukiman yang berada di Kampung Leuwijamang dan Citalahab. Selain pemukiman penduduk yang berasal dari pekerja pertambangan dan perkebunan, di kawasan Gunung Halimun juga bermukim masyarakat Kasepuhan. 84 kawasan Gunung Halimun ditetapkan sebagai hutan lindung dengan luas ha (BTNGH 2000b:I-33s/d34; Widada 2004:46). 85 Status hutan lindung ini kemudian berubah menjadi Cagar Alam pada tahun dibawah pengelolaan pemerintah Belanda dan Republik Indonesia Cq. Djawatan Kehutanan Jawa Barat (BTNGH 2000b:I-33; Harada et al dalam Widada 2004:46). 86 atas usulan instansi PPA dan persetujuan Gubernur Jawa Barat, kawasan Cagar Alam Gunung Halimun diperluas menjadi Ha. Tambahan ini berasal dari semua hutan lindung yang ada di Provinsi Jawa Barat. Usulan ini berdasarkan peta Brigade Planologi pada masa Pemerintahan Penjajahan Belanda (BTNGH 2000b:I-33) Pebruari 1992 TNGH ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan SK MenHut No. 282/Kpts-II/1992. Tanggung jawab pengelolaan berada di bawah TN Gunung Gede Pangrango SK Dirjen PHPA No. 1544/DJ-VI/TN/1992 (BTNGH 2000a; BTNGH 2000b:I-34) Pebruari 1997 melalui SK MenHut No. 185/Kpts-II/1997 ditetapkan organisasi unit pelaksana teknis (UPT) Balai TNGH setingkat eselon III dengan 3 sub-seksi: Cikidang (Kabupaten Sukabumi), Cigudeg (Kabupaten Bogor), dan Bayah, Kabupaten Lebak (BTNGH 2000a; BTNGH 2000b:I-34; Harada et al dalam Widada 2004:46). 89 Pada tahun 2003, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/2003 kawasan TNGH diperluas menjadi ± Ha dengan nama TNGHS. Alasan perubahan diantaranya hasil studi Hutan Lindung Ciusul, Gunung Salak dan Gunung Endut (BTNGH 2000a: V3-5).

16 104 Ada dua kasepuhan yang masuk dalam lokasi studi yaitu kasepuhan Ciptarasa di bagian Selatan dan Kasepuhan Cibedug di bagian Barat. Berdasarkan penelusuran literatur, Kasepuhan Ciptarasa sudah bermukim di Kawasan Gunung Halimun sejak sebelum tahun 1381 (Catatan Sesepuh Girang dalam Rahayu 2004). Sedangkan mengenai keberadaan Kasepuhan Cibedug tercatat mulai awal tahun 1930an (Galudra 2006; Arsip Nasional Republik Indonesia dalam Moniaga 2004; dan van der Hoop 1932). Sejarah pengelolaan di kawasan Gunung Halimun, termasuk di empat lokasi studi, disajikan secara lebih rinci pada lampiran 7. Tata Batas Cagar Alam Gunung Halimun mulai dilakukan sejak tahun Pal batas merupakan tanda fisik di lapangan yang belakangan hilang atau rusak. Pada Tahun Anggaran dilakukan kembali pelaksanaan orientasi dan rekonstruksi tata batas terutama dengan enclave Nirmala. Pada tahun 1999 pelaksanaan orientasi dan rekonstruksi jalur batas luar baru direalisasikan namun proses penataan tata batasnya sendiri belum dilaksanakan (BTNGH 2000a: V-2). Tahun 2000, Rencana Pengelolaan TNGH merekomendasikan untuk membagi TNGH menjadi 5 zona: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, zona pemanfaatan tradisional, dan zona rehabilitasi (BTNGH 2000a; Widada 2004:47). Namun demikian, sampai Desember 2003, TNGH belum memiliki zonasi kawasan yang definitif (Harada et al. 2001; Widada 2004:47).

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

FORMAT KASUS KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS KOMPREHENSIF FORMAT KASUS KOMPREHENSIF NO. REC. : 12 KASUS DESKRIPSI : MASYARAKAT KASEPUHAN CIBEDUG VS. TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUM SALAK : Keberadaan warga Cibedug di kawasan ekosistem Halimun sejak jaman Belanda-Jepang

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak, Luas, dan Wilayah Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi termasuk dalam wilayah "Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 59 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum TNGHS Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) merupakan salah satu Taman Nasional yang ada di Indonesia, ditunjuk tanggal 26 Februari 1992 berdasarkan Keputusan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT Pada bab ini akan dijelaskan penentuan batas wilayah adat menurut hukum adat. Karena sebagian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdapat di dalam TNGHS, maka perlu dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antara lingkungan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam kesehatan masyarakat yang berkaitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Kondisi Umum Taman Nasional Gunung Halimun Salak

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Kondisi Umum Taman Nasional Gunung Halimun Salak BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kawasan Gunung Halimun ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1924.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kecamatan Megamendung Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini 69 BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Lebak terletak antara 6º18-7º00 Lintang Selatan dan 105º25-106º30 Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha (3.044,72 Km²) yang terdiri

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.

Lebih terperinci

KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA KRONOLOGIS PENETAPAN KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA NO DOKUMEN TENTANG ISI RINGKASAN LAMPIRAN KET 1. Surata Gubernur Jawa Tengah Nomor : 556/21378 Tanggal 26 Oktober 1982 2. SK Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Destinasi Wisata Cibodas 1. Letak dan Luas III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Destinasi Wisata (DW) Cibodas secara administratif termasuk Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

ANALISIS KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ANALISIS KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 3 No. 1 (Juli 2013): 23-30 ANALISIS KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Landuse Conflicts Analysis at Mount Halimun

Lebih terperinci

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Penambangan pasir juga dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Tamansari,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106 27-106

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : 15-27 (2004) Artikel (Article) NILAI EKONOMI AIR DOMESTIK DAN IRIGASI PERTANIAN : Studi Kasus Di Desa-Desa Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun The

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG A. Profil Desa Krikilan 1. Kondisi Geografis Desa Krikilan di bawah pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, antara lain: Rencana Aksi Koridor Halimun Salak (2009-2013) (BTNGHS 2009) dan Ekologi Koridor Halimun Salak (BTNGHS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didirikan pada akhir abad ke-18, berdasarkan hasil mufakat Tokoh Adat pada saat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didirikan pada akhir abad ke-18, berdasarkan hasil mufakat Tokoh Adat pada saat IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Bandar Dalam adalah salah satu desa tua di Kecamatan Sidomulyo yang didirikan pada akhir abad ke-18, berdasarkan hasil mufakat Tokoh Adat pada saat itu,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut: KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Aksesibilitas Berdasarkan buku Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Purwakarta (21) Dinas Kehutanan Purwakarta merupakan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS)

V. GAMBARAN UMUM Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS) V. GAMBARAN UMUM 5.1. Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS) Kawasan Gunung Halimun sebelum menjadi taman nasional merupakan kawasan hutan lindung dibawah Pemerintahan Belanda pada tahun 1924. Kemudian

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah Berdasarkan hasil survey dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik melalui wawancara, curah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. km dari pusat pemerintahan kecamatan. Desa Talang Mulya mempunyai luas 654

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. km dari pusat pemerintahan kecamatan. Desa Talang Mulya mempunyai luas 654 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Demografi Desa 1. Letak dan Luas wilayah Desa Talang Mulya merupakan salah satu desa pemekaran dari Desa Hurun Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak 4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak beribukota di Rangkasbitung

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sendiri masuk dalam Tahura WAR. Wilayah Tahura Wan Abdul

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sendiri masuk dalam Tahura WAR. Wilayah Tahura Wan Abdul 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Wilayah 1. Letak dan Luas Sumber Agung adalah salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Kemiling Kota Madya Bandar Lampung. Kelurahan Sumber Agung

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dari masa ke masa semakin canggih dan mudah untuk diakses. Kita sebagai manusia tidak dapat menghindari perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN

Lebih terperinci