Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Transkripsi

1 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH ( ha) menjadi TNGHS ( ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan dan harapan berbagai pihak untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak menjadi areal yang lebih luas. TNGHS merupakan taman nasional terluas di Pulau Jawa yang kaya akan keanekaragaman hayati, keindahan bentang alam, dan beragam budaya tradisional (GHSNPMP-JICA. 2007b). Tujuan perluasan TNGH menjadi TNGHS adalah untuk perluasan habitat satwa-satwa penting dan dilindungi yang terdapat di TNGH. Habitat satwa-satwa yang ada di Gunung Halimun dan Gunung Salak ini dapat menyatu dengan adanya koridor TNGHS. Koridor adalah jalur yang menjadi penghubung antara satu kawasan konservasi dengan kawasan lainnya yang berdekatan, agar dapat terbentuk suatu sistem kawasan yang lebih besar. Koridor memungkinkan satwa untuk menyebar dari satu kawasan ke kawasan yang lain, untuk membentuk kolonisasi habitat yang sesuai. Populasi-populasi satwa yang awalnya terpisah dengan adanya koridor dapat saling berintegrasi, sehingga membentuk suatu metapopulasi (Indrawan et al. 2007). Forman dan Godron (1986) menyatakan bahwa koridor digunakan untuk pergerakan satwa-satwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Deforestasi menyebabkan kerusakan habitat dan ekosistem secara signifikan di koridor TNGHS, semak belukar (seluas 4.206,18 ha) mendominasi kawasan koridor TNGHS, dan hutan alam primer yang tersisa di koridor TNGHS diperkirakan hanya tinggal sekitar 216 ha (GHSNPMP-JICA 2009). Kawasan hutan di koridor TNGHS mengalami degradasi yang sangat signifikan dalam 11 tahun terakhir (Cahyadi 2003). Degradasi ini mengakibatkan konektivitas ekosistem satwa terganggu. Owa jawa memerlukan pohon-pohon sebagai pohon pakan dan pohon tidur, serta untuk media pergerakan. Jenis-jenis pohon yang dibutuhkan oleh owa jawa seperti rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), manii (Maesopsis eminii), dan saninten (Castanopsis argentea) (Iskandar 2007).

2 123 Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk kehidupan owa jawa diperlihatkan dengan sedikitnya populasi owa jawa yang hidup di koridor TNGHS yaitu sembilan kelompok dengan 28 individu, lebih kecil dari yang ditemukan Dones et al. (2008) yaitu 11 kelompok. Hal ini dapat terjadi karena areal koridor yang sudah didominasi oleh semak belukar dan sudah sedikitnya luasan hutan alam primer di koridor TNGHS (GHSNPMP-JICA 2009), sehingga tidak memenuhi syarat sebagai habitat owa jawa. Islam dan Feeroz (1992) mengatakan bahwa pergerakan kelompok owa dalam sehari berkisar antara 600 sampai meter, Iskandar (2007) mengatakan bahwa luas daerah jelajah owa jawa di TNGHS adalah 17,24±2,16 sampai 20,15±3,04 hektar, Komarudin (2009) mengatakan bahwa pergerakan owa jawa di koridor TNGHS berkisar antara 110 sampai 450 meter, jarak pohon tidor pertama dengan pohon tidur berikutnya berkisar antara 53,2 sampai 102 meter. Tidak teridentifikasinya kelompok owa jawa di lokasi Cipanas dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab tidak teridentifikasinya kelompok owa jawa di lokasi Cipanas adalah: Pertama tidak tersedianya jenisjenis pohon untuk pohon pakan dan pohon tidur, dari analisis vegetasi habitat owa jawa di koridor TNGHS hanya ditemukan empat jenis pohon di lokasi Cipanas yaitu rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), mahoni (Swiethenia mahagoni), dan pasang batu (Lithocarpus elegans). Kedua sudah terfragmentasinya hutan menjadi luasan yang kecil-kecil, sehingga tidak memenuhi kebutuhan daerah jelajah owa jawa. Ketiga karena lokasi ini dekat dengan berbagai aktifitas manusia seperti tambang panas bumi PT. Chevron Geothermal, perkebunan teh PT. Melani dan PT. Jayanegara. Hasil analisis vegetasi penelitian ini menunjukkan bahwa untuk tingkat pohon jenis-jenis yang mempunyai INP tinggi yaitu rasamala (Altingia excelsa), dengan nilai 144,26%, diikuti oleh manii (Maesopsis eminii) dengan nilai 64,65%, dan puspa (Schima wallichii) dengan nilai 60,90%. Jenis-jenis ini menurut hasil penelitian Iskandar (2007) adalah merupakan jenis-jenis yang dimanfaatkan oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur. Artinya sekarang masih tersedia jenis-jenis pohon yang dimanfaatkan oleh owa jawa untuk pohon pakan dan

3 124 pohon tidur, pada habitat yang mereka tempati. Ketersediaan jenis-jenis pohon yang dibutuhkan oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur pada masa yang akan datang, ditentukan oleh jenis-jenis permudaan vegetasi yang ada sekarang di koridor TNGHS. INP tertinggi permudaan vegetasi adalah: Vegetasi tingkat tiang yaitu kisireum (Syzygium rostratum) dengan nilai 79,02%, diikuti oleh manii (Maesopsis eminii) dengan nilai 73,68%, dan huru hiris (Litsea brachystachya) dengan nilai 62,69%. Vegetasi tingkat pancang yaitu manii (Maesopsis eminii) dengan nilai 88,58%, diikuti kopinango (Nyssa sp.) dengan nilai 81,12%, dan mara bereum (Macaranga triloba) dengan nilai 63,53%. Vegetasi tingkat semai yaitu pasang batarua (Quercus gemiliflorus) dengan nilai 83,50%, diikuti oleh manii (Maesopsis eminii) dengan nilai 72,42, dan pasang (Quercus oldocarpa) dengan nilai 44,39%. Jenis-jenis ini menurut hasil penelitian Iskandar (2007) hanya kisireum, pasang, pasang batarua, dan manii yang dimanfaatkan oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur. Sehubungan dengan semakin sedikitnya jenis-jenis permudaan vegetasi yang dapat dimanfaatkan oleh owa jawa, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan koridor TNGHS untuk menyediakan jenis-jenis pohon yang dapat dimanfaatkan oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur. Hal ini didukung oleh pendapat Alikodra (1997) yang mengatakan bahwa kuantitas dan kualitas habitat sangat menentukan prospek pemanfaatan dan kelestarian satwaliar. Banyak kegagalan pengelolaan satwaliar, disebabkan karena kurangnya perhatian untuk memperbaiki keadaan habitatnya. Indrawan et al. (2007) menyebutkan bahwa ancaman utama keanekaragaman hayati adalah rusak dan hilangnya habitat mereka, dan cara yang paling baik untuk melindungi keanekaragaman hayati adalah dengan memelihara habitatnya. Kehidupan owa jawa yang arboreal atau beraktifitas pada tajuk pohon dan bergerak dengan cara melompat dari dahan satu pohon ke dahan pohon lainnya (brakiasi), memerlukan hutan primer sebagai habitat utamanya. Sumberdaya alam yang tersedia di hutan primer dapat memenuhi kebutuhan hidup owa jawa, sesuai dengan kondisi fisik dan fisiologisnya. Hutan primer dengan kondisi tajuk yang saling bersambungan merupakan tempat utama bagi aktifitas owa jawa. Selain

4 125 menyediakan bahan makanan berupa buah dan daun, kondisi tajuk yang saling bersambungan ini memungkinkan owa jawa untuk melakukan pergerakan antar cabang pohon (brachiation) pada kanopi hutan (Rinaldi et al. 2008). Owa jawa untuk dapat hidup dan berkembang memerlukan habitat yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, namun kesesuaian habitat owa jawa dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kesesuaian habitat owa jawa adalah: tutupan lahan, jarak dari areal pertanian, jarak dari permukiman, jarak dari jalan, ketinggian tempat, jarak dari sungai, dan kemiringan lereng. Semua faktor-faktor ini akan menentukan kualitas habitat owa jawa dan akan menentukan keberadaan owa jawa pada suatu lokasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nijman (2006) bahwa, owa jawa sangat sensitif terhadap perubahan habitat. Apabila habitat owa jawa mengalami gangguan, maka satwa endemic Pulau Jawa ini akan lebih rentan terhadap ancaman kepunahan. Analisis spasial kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS menghasilkan, bahwa semua kelompok owa jawa yang teridentifikasi di koridor TNGHS berada pada tingkat kesesuaian yang sesuai. Pada tingkat kesesuaian sangat sesuai dan tidak sesuai, tidak ditemukan kelompok owa jawa. Hal ini dapat terjadi diduga karena memang owa jawa itu dapat hidup pada tingkat kesesuaian habitat yang sesuai, dan tidak akan dapat bertahan hidup pada habitat yang tidak sesuai untuk kehidupan mereka. Pada tingkat kesesuaian habitat yang sangat sesuai juga tidak ditemukan kelompok owa jawa, karena luasannya yang sangat kecil. Luasan yang sangat kecil pada tingkat kesesuaian habitat yang sangat sesuai, membuat owa jawa sudah tidak dapat melakukan aktifitasnya. Keberadaan owa jawa di koridor TNGHS juga dipengaruhi oleh tingkat tekanan terhadap koridor TNGHS, yang diakibatkan oleh aktifitas manusia. Kehidupan penduduk di koridor TNGHS sangat tergantung pada lahan dan sumberdaya alam yang ada di dalam areal koridor TNGHS (GHSNPMP-JICA 2009). Pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa koridor TNGHS dimanfaatkan oleh penduduk sebagai: Permukiman, areal pertanian, tempat mencari kayu bakar dan makanan ternak, dan lain-lain. Aktifitas penduduk ini sudah berlangsung secara turun temurun, sebelum areal tersebut ditetapkan sebagai kawasan TNGHS.

5 126 Tingginya aktifitas penduduk di koridor TNGHS disebabkan tingkat sosial ekonomi penduduk yang relatif rendah. Rendahnya tingkat sosial ekonomi penduduk di koridor TNGHS diindikasikan dengan: jumlah penduduk yang tinggi yaitu diproyeksikan jiwa tahun 2020, 76,58% penduduk berpendidikan SD sampai SLTP, 52,64% penduduk berumur 19 sampai 59 tahun, 63,29% penduduk sebagai petani dengan harga komoditas pertanian yang rendah, 53,3% keluarga dengan jumlah anggota keluarga lima sampai enam orang, 65,69% pengeluaran rumah tangga adalah untuk kebutuhan beras, 83,4% kepemilikan lahan penduduk kurang dari 0,25 ha, 56,7% waktu tempuh penduduk ke hutan cepat (kurang 30 menit), 86,7% penduduk berpenghasilan dibawah Rp ,-/kapita/bulan. Koridor TNGHS secara keseluruhan pada masa yang akan datang diperkirakan tidak mendukung lagi sebagai habitat untuk kehidupan dan perkembangan owa jawa, apabila tidak dilakukan restorasi habitat mereka. Jumlah populasi owa jawa yang cenderung menurun, fragmentasi hutan yang masih terjadi di koridor TNGHS, dan tingkat ketergantungan penduduk terhadap lahan dan sumberdaya alam di koridor TNGHS yang selalu meningkat adalah indikasi tekanan yang tinggi terhadap konservasi koridor TNGHS untuk habitat owa jawa. Diperlukan upaya-upaya pengelolaan koridor TNGHS, agar tersedia habitat yang cocok untuk kehidupan owa jawa. Upaya-upaya ke depan yang dapat dilakukan untuk konservasi koridor TNGHS sebagai habitat owa jawa diantaranya adalah: Pertama selalu memantau keberadaan populasi owa jawa yang sekarang masih tersisa, karena dengan cara ini akan dapat diketahui kondisi populasi dan habitatnya. Kedua melakukan peningkatan kuantitas dan kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS yang ada sekarang, ini dapat dilakukan dengan menanam jenis-jenis pohon asli yang dibutuhkan oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur. Ketiga dengan meningkatkan luasan habitat yang sesuai untuk kehidupan owa jawa, hal ini dapat dilakukan juga dengan penanaman untuk memperluas tutupan lahan berupa hutan dan memperbaiki faktor-faktor lingkungan yang mendukung kehidupan owa jawa. Keempat adalah dengan meningkatkan taraf sosial ekonomi penduduk yang berada di koridor TNGHS, sehingga ketergantungan mereka terhadap lahan dan suberdaya alam yang ada di koridor TNGHS dapat diminimalkan.

6 127 Konservasi koridor TNGHS untuk habitat owa jawa dapat dicapai dengan melakukan hal-hal berikut: 1. Perlindungan terhadap kelompok owa jawa yang sekarang masih tersisa secara kontinyu, agar kelompok owa jawa yang ada sekarang tidak berkurang dan terjadi peningkatan jumlah kelompok owa jawa di koridor TNGHS pada masa yang akan datang. 2. Menyediakan habitat yang sesuai untuk kehidupan owa jawa di koridor TNGHS, dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS. Peningkatan kuantitas dan kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS dapat dilakukan dengan menanam jenis-jenis pohon asli yang dibutuhkan oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur, dan dapat juga dimanfaatkan oleh penduduk yang berada di koridor TNGHS seperti jenis buah-buahan. 3. Meningkatkan taraf sosial ekonomi penduduk yang berada di koridor TNGHS, sehingga ketergantungan mereka terhadap lahan dan suberdaya alam yang ada di koridor TNGHS dapat diminimalkan. Formulasi model konservasi koridor TNGHS untuk habitat owa jawa di koridor TNGHS, harus mempertimbangkan aspek perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang ada di koridor TNGHS. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan jenis-jenis pohon pakan dan pohon tidur serta ruang pergerakan untuk owa jawa dan menjamin kelestarian owa jawa di koridor TNGHS. Aspek perlindungan dilakukan dengan bergeser dari sekuriti ke partisipasi dengan penyadartahuan dan pemahaman penduduk untuk menjaga sumberdaya alam dan ekosistemnya yang ada di koridor TNGHS. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan fungsi PAM swakarsa. Aspek pengawetan bertujuan untuk memperbaiki habitat owa jawa di koridor TNGHS, yaitu berkaitan dengan memperbaiki tutupan lahan (land cover) berupa hutan. Hal ini bertujuan untuk membuat penghubung (konektifitas) antar habitat owa jawa yang terputus di koridor TNGHS. Sementara konektifitas alami dari jenis-jenis pohon yang sudah ditanam sebelumnya belum berfungsi optimal, juga dapat dibangun konektifitas buatan (artificial danl connectifity) berupa tiang-

7 128 tiang dari kayu dan dihubungkan dengan tali. Konektifitas buatan ini berfungsi untuk menghubungkan kanopi pohon-pohon yang terputus di koridor TNGHS, sehingga owa jawa dapat melakukan pergerakan. Aspek pemanfaatan berorientasi pada peningkatan ekonomi penduduk setempat berbasis sumberdaya hutan non kayu, hal ini dapat dilakukan melalui agroforestri dengan sistem tumpangsari. Maksud dari aspek pemanfaatan ini adalah bagaimana sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di koridor TNGHS dapat bermanfaat bagi penduduk setempat dan owa jawa dapat hidup di koridor TNGHS dengan tersedianya habitat yang sesuai untuk kehidupan mereka.