TES INTELEGENSI DAN PEMANFAATANNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TES INTELEGENSI DAN PEMANFAATANNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 TES INTELEGENSI DAN PEMANFAATANNYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN Umi Rohmah* 1 Abstract: Success in learning is much more determined by the ability of educators in understanding the diversity of learners, such as the knowledge of the ability of individual learner. By knowing the capabilities of learners, educators will be easily to determine what approaches and methods that appropriate with their need and wish in learning. In this sense, intelligence test and its function in education can not be separated from an understanding of learners. Learners are not merely an exact robot that can be programmed in such way so that they can move under their teachers or parents control. Learners are unique individuals who have their own existence, possess their own soul, and have the right to grow and develop optimally in accordance with the rhythm of each characteristic. Moreover, learners look like various kinds of beautiful flowers in the park who have their own fascination, so it can not be equated or trimmed away equally. They extremely need special and individualized treatment more than just collective treatment. Keyword: Tes Intelegensi, Pengukuran, Peserta didik * Penulis adalah dosen tetap STAIN Ponorogo dan peserta studi S3 pada prodi Bimbingan dan Konseling di UPI Bandung

2 126 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... PENDAHULUAN Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling terkait. Pada umumnya anak yang memiliki intelegensi tinggi akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan. Secara umum intelegensi itu pada hakikatnya adalah merupakan suatu kemampuan umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen. Untuk mengungkap kemampuan individu biasanya dipergunakan instrumen tes intelegensi. 1 Tes intelegensi mengukur kecakapan potensial yang bersifat umum. Kecakapan ini berkenaan dengan kemampuan untuk memahami, menganalisis, memecahkan masalah dan mengembangkan sesuatu dengan menggunakan rasio atau pemikirannya. Tes intelegensi sebagai suatu instrumen tes psikologis dapat menyajikan fungsi-fungsi tertentu, diantaranya: dapat memberikan data untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan pemahaman diri (self understanding), penilaian diri (self evaluation), dan penerimaan diri (self acceptance). Hasil pengukuran dengan menggunakan tes intelegensi juga dapat meningkatkan persepsi dirinya secara maksimal dan mengembangkan eksplorasi dalam beberapa bidang tertentu. Hal ini diperlukan untuk mendukung siswa dalam mencapai prestasi yang optimal di sekolah. 2 Prestasi yang optimal terkait dengan kemampuan orang tua dan guru dalam memahami peserta didik sebagai individu yang unik. Dengan adanya tes intelegensi, potensi individu akan terlihat bahwa masing-masing memiliki potensi yang berbeda. Dengan demikian, hasil tes intelegensi akan memberikan arahan bagi pendidik dalam mengembangkan potensi peserta didik secara seimbang. Apa sejatinya intelegensi itu, faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana sejarah tes intelegensi, apa saja jenis-jenis tes intelegensi, apa keterbatasan tes intelegensi serta apa manfaat tes intelegensi dalam dunia pendidikan, merupakan serangkaian pertanyaan yang akan penulis bahas dalam tulisan ini. 1 Sukardi dkk., Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Nana Syaodih Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling dalam Praktek, (Bandung: Maestro, 2007), 198.

3 DEFINISI INTELEGENSI Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi yang hidup antara tahun , bersama Theodore Simon mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak. Sedangkan H.H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalahmasalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang. 3 Suryasubrata 4 mendefinisikan intelegensi sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau problem yang sedang dihadapi. Pengertian intelegensi yang paling banyak dianut para ahli adalah apa yang dikemukakan oleh Wechsler, yang mengatakan bahwa intelegensi merupakan pembangkit atau kapasitas global individu untuk bertindak bertujuan, berpikir rasional, dan berhubungan efektif dengan lingkungannya. 5 Intelligence is the aggregate or global capacity of an individual to act purposively, to think rationally, and to deal effectively with his environment. Rudolf Amathauer berpendapat sedikit berbeda. Menurutnya, intelegensi ialah suatu struktur khusus dalam keseluruhan kepribadian seseorang, suatu keutuhan yang berstruktur yang terdiri atas kemampuan jiwa-mental dan diungkapkan melalui prestasi, serta memberikan kemampuan kepada individu untuk bertindak. Intelegensi hanya dapat dikenal melalui ungkapan-ungkapan, yaitu terlihat melalui prestasi. 6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTELEGENSI Kontroversi mengenai apakah intelegensi lebih ditentukan oleh faktor bawaan (genetically determined) ataukah oleh faktor lingkungan (learned) terus berlangsung. Sebenarnya, kontroversi ini tidak hanya mengenai intelegensi melainkan mengenai pula berbagai atribut psikologis lainnya dalam diri manusia. 3 Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 5. 4 Sumadi Suryasubrata, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Raja Grafindo, 2004), A. Sutardjo Wiramihardja, Pengantar Psikologi Klinis, (Bandung: Refika Aditama, 2007), Ibid.

4 128 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... Penelitian Galton (1870) dan Vandenberg (1962) mengemukakan bahwa faktor genetika mempunyai pengaruh yang relatif tinggi terhadap kemampuan intelegensi anak. Sebaliknya, lingkungan sebagaimana dikatakan oleh J.P. Chaplin sangat mempengaruhi organisme individu, termasuk intelegensi. 7 Sementara itu, menurut Wiramihardja 8 sumber intelegensi adalah: (1). genetika, (2). lingkungan dan (3). genetika-lingkungan. Genetika atau bersifat genetis, artinya memiliki sumber asal yang bersifat turunan, sedangkan lingkungan adalah segala hal yang terjadi di lingkungan yang memberikan dampak terhadap sisi kognitif kehidupan kejiwaan kita. Genetika-lingkungan adalah sintesis dari lingkungan dan genetis, yaitu landasan intelegensi yang terjadi akibat adanya pengaruh lingkungan. Sejak awal, hal ini menampilkan kontroversi mengenai peranan alam-pembinaan, nature-nurture issues. Penelitian paling spektakuler pernah dilakukan oleh William Stern yang menghasilkan kesimpulan bahwa kepribadian dan kecerdasan orang itu ditentukan oleh 49% turunan dan 51% lingkungan. Jelas perbedaannya tidak signifikan, meskipun kita melihat bahwa lingkungan berpengaruh besar terhadap kehidupan kejiwaan orang. Sangat disayangkan, bahwa penelitian itu dilakukan ketika psikologi hanya percaya pada adanya pengaruh keturunan dan lingkungan saja, belum menemukan faktor sintesis antara turunan-lingkungan. Dalam hal turunan dan pemeliharaan ini, penelitian spektakuler dari William Stern merupakan acuan fenomenal yang menemukan kapasitas intelektual kurang lebih 49% ditentukan warisan dan 51% hasil pendidikan. Dengan demikian, kita tidak dapat sepenuhnya mengandalkan pada salah satu, melainkan harus kedua-duanya. Orang memiliki IQ tinggi bisa jadi berkat warisan yang baik, misalnya orang tua yang cerdas, tetapi bisa juga karena belajar dengan baik. Para peneliti mengenai intelegensi antara lain memberikan pusat perhatian pada masalah genotypes dan phenotypes. Genotype mengacu pada komponen total faktor-faktor genetik individu, yang terlihat maupun tak terlihat. Sementara phenotype mengacu pada karakteristik individu yang teramati yang merupakan hasil dari interaksi antara genotype dengan lingkungan. SEJARAH TES INTELEGENSI Pada abad XV, di Cina telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan sebagai pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian tertulis mengenai pengetahuan 7 Syamsu Yusuf & A. Juntika Nur Ihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), Wiramihardja, Pengantar Psikologi,

5 Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni Confucian Classics dan mengenai kemampuan menulis puisi dan komposisi karangan. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus ujian tingkat distrik tersebut kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa kemampuan menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke dua ini hanya kurang dari 10% dari sisa peserta yang dapat lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di Peking di mana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus sekitar 3% saja. Para lulusan ini dapat diangkat menjadi mandarin dan boleh bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian, dari ketiga tahap ujian tersebut, hanya 5 diantara pelamar saja yang pada akhirnya dapat mencapai status mandarin. 9 Tidak jelas jenis pekerjaan kantor apa saja yang dapat dipegang oleh para lulusan yang telah berstatus mandarin itu. Apabila status mandarin itu merupakan semacam lisensi untuk bekerja dimana saja pada jenis pekerjaan apa saja, tentulah mata ujian yang berupa pengetahuan sastra dan kemampuan menulis prosa tidak merupakan prediktor prestasi yang cukup baik. Diferensiasi kemampuan pada jenis pekerjaan yang berbeda tidaklah dapat dilakukan dengan hanya mengujikan satu bidang kemampuan saja. Apabila pekerjaan yang dapat dimasuki oleh para mandarin itu memang pekerjaan yang menuntut pengetahuan luas mengenai sastra dan kemampuan mengarang, maka sebenarnya apa yang dilakukan oleh para penguasa Cina waktu itu dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip pengukuran yang berkembang lebih akhir dan masih dipegang sampai sekarang ini. Baru pada awal abad XIX ujian semacam itu mulai dihilangkan sejalan dengan pesatnya kemajuan universitas-universitas. 10 Rintisan Cattel Awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kemampuan yang bersifat umum yang dikenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di Amerika Serikat dan Perancis. Di Amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah tes mental James Mckeen Cattel ( ), yang menerbitkan bukunya Mental Tes and Measurements di tahun Tes yang dirancang Cattel sarat dengan ukuran aspek sensori motor (indera gerak) dan fisiologis. Hal ini disebabkan oleh pergaulan Cattel dengan seorang ahli biologi Inggris yang bernama Francis Galton ( ). Menurut Galton, semakin tinggi intelegensi seseorang maka tentu semakin baik fungsi 9 Kreativitas dan Intelegensi, Diakses tanggal 11 Maret Azwar, Pengantar Psikologi, Ibid.,

6 130 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... indera dan fungsi geraknya. Studi untuk menguji validitas rangkaian tes Cattel dengan menggunakan nilai sekolah sebagai kriterianya ternyata tidak menunjukkan adanya validitas yang memuaskan. Baru setelah diadakan modifikasi-modifikasi terhadap isinya, tes tersebut dapat dijadikan bagian dari penelitian dan pengukuran intelegensi biologis. 12 Skala Binet-Simon Pada awalnya, Alfred Binet melakukan usaha pengukuran intelegensi dengan mengukur lingkaran tempurung kepala anak-anak (metode kraniometri). Namun metode ini pada akhirnya ditinggalkan oleh Binet. Pada tahun 1905 Binet dan temannya, Theodore Simon mencetuskan skala intelegensi yang pertama yang dikenal dengan nama Skala Binet-Simon. Skala ini mengalami beberapa kali revisi. Revisi pertama tahun 1908, yakni dengan adanya penambahan jumlah soal tesnya. Kemudian pada tahun 1911 juga terjadi revisi lagi. Pada revisi ini terjadi pembuangan tes membaca dan menulis yang diyakini terlalu banyak tergantung pada latihan khusus. Beberapa tes baru ditambahkan pada level-level usia tertentu dan dilakukan pula perluasan soal sampai mencakup pada level usia mental dewasa. Revisi yang paling terkenal dilakukan oleh Terman pada tahun Revisi ini dikenal sebagai revisi Stanford dan hasilnya dikenal dengan nama Stanford-Binet. Sejak itu, skala Stanford-Binet menjadi skala standar dalam psikologi klinis, psikiatri dan konseling pendidikan. Skala Wechsler Tiga puluh empat tahun setelah diterbitkannya tes intelegensi yang pertama oleh Binet Simon atau dua tahun setelah munculnya revisi Stanford-Binet, David Wechsler mmperkenalkan versi satu tes intelegensi yang dirancang khusus untuk digunakan orang dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler Bellevue Intellegent Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan Wechsler mengembangkan skala W-B adalah kenyataan bahwa tes intelegensi yang digunakan untuk orang dewasa saat itu hanya merupakan perluasan dari tes intelegensi untuk anak-anak dengan menambahkan soal yang sejenis yang lebih sukar. Isi tes yang seperti itu, menurut Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian orang dewasa. Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala intelegensi untuk digunakan pada anak-anak Ibid., Potensi Intelegensi. wordpress.com. Diakses tanggal 3 Maret 2011.

7 Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni Tes Intelegensi kelompok Sejalan dengan perkembangan tes intelegensi individual yaitu yang dikenakan pada subjek secara individual, mulai pula dirasakan perlunya tes intelegensi yang dikenakan pada sekelompok individu secara serentak atau tes kelompok. Contohnya army alpha dan army beta. BEBERAPA TES INTELEGENSI POPULER Berikut ini beberapa alat tes intellegensi yang banyak digunakan oleh para ahli psikologi di seluruh dunia: Stanford - Binet Intelligence Scale Revisi terhadap Skala Stanford Binet yang diterbitkan pada tahun 1972, selain norma penilaiannya yang diperbaharui, sebenarnya dapat dikatakan hampir tidak berbeda dari edisi tahun 1960 sehingga revisi 1972 dapat dianggap sebagai semacam restandarisasi terhadap edisi Materi yang terdapat dalam skala Stanford Binet berupa sebuah kotak berisi bermacam-macam benda mainan tertentu yang akan disajikan pada anak-anak, dua buah buku kecil yang memuat cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan untuk mencatat jawaban dan skornya, dan sebuah petunjuk pelaksanaan pemberian tes. Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia, mulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia dewasa. Dalam masing-masing tes untuk setiap level usia berisi soal-soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Skala Stanford Binet dikenakan secara individual dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes. Skala ini tidak cocok untuk dikenakan pada orang dewasa, sekalipun terdapat level usia dewasa dalam tesnya, karena level tersebut merupakan level intelektual dan dimaksudkan hanya sebagai batas-batas usia mental yang mungkin dicapai oleh anak-anak. Versi terbaru skala Stanford-Binet diterbitkan pada tahun Dalam revisi terakhir ini konsep intelegensi dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing diwakili oleh beberapa tes. 15 Gambar berikut mendeskripsikan konsep dan tes tersebut: 14 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996), Azwar, Pengantar Psikologi, 111.

8 132 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... Penalaran verbal Kosakata keganjilan Penalaran kuantitatif Tes kuantitatif Rangkaian angka inteligensi Penalaran visual abstrak Melipat kertas mengkopi Penalaran jangka pendek Memori kalimat Memori sajian urutan benda Gambar 1. Tipe Penalaran dan Contoh tes dalam skala Stanford-Binet versi The Wechsler Intelligence Scale for Children Revised (WISC R) Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan untuk mengukur intelegensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16 tahun, sebagaimana penggunaan WISC generasi terdahulu. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Keduabelas subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu skala verbal dan skala performansi. 16 Tabel 1. Subtes dalam WISC-R versi 1974 Skala Verbal Information (informasi) Comprehension (pemahaman) Arithmetic (hitungan) Similarities (kesamaan) Skala Performansi Picture completion (kelengkapan gambar) Picture arrangement (susunan gambar) Block design (rancangan balok) Object assembly (perakitan objek) 16 Ibid., 112.

9 Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni Vocabulary (kosakata) Digit Span (rentang angka) Coding (sandi) Mazes Subtes Rentang Angka merupakan subtes pelengkap yang hanya dipergunakan apabila salah satu diantara subtes verbal lainnya, karena sesuatu hal semisal kekeliruan pemakaian, tidak dapat digunakan. Subtes mazes dapat digunakan sebagai pengganti subtes Sandi atau dapat pula digunakan sebagai pengganti subtes performansi manapun yang tidak dapat dipakai. Dengan demikian, skor subjek tetap didasarkan atas lima subtes dari skala verbal dan lima subtes dari skala performansi. 17 Keunikan dari WISC-R adalah urutan penyajian subtesnya. Tidak seperti WAIS ataupun versi WISC terdahulu yang urutannya selalu penyajian semua subtes verbal kemudian diikuti semua subtes performansi, penyajian subtes dalam WISC-R dilakukan berganti-ganti antara satu subtes verbal dan satu subtes performansi. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) WAIS merupakan alat pemeriksaan intelegensi yang bersifat individu. WAIS merupakan alat tes yang paling populer karena paling banyak digunakan di dunia saat ini. Semula bernama Wechsler Bellevue Intellegence Scale (WBIS). Tes intellegensi ini (WAIS) memiliki enam subtes yang terkombinasikan dalam bentuk skala pengukuran ketrampilan verbal dan lima subtes membentuk suatu skala pengukuran ketrampilan tindakan. 18 Tabel 2. Subtes dalam WAIS R versi 1981 Skala Verbal Information (informasi) Digit Span (rentang angka) Vocabulary (kosakata) Arithmetic (hitungan) Skala Performansi Picture completion (kelengkapan gambar) Picture arrangement (susunan gambar) Block design (rancangan balok) Object assembly (perakitan objek) 17 Dewa Ketut Sukardi & Desak P. E. Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Wiramihardja, Pengantar Psikologi, 97.

10 134 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... Comprehension (pemahaman) Similarities (kesamaan) Digit symbol (simbol angka) ^ Gambar 2. Sampel materi soal dalam Skala WAIS-R The Standard Progressive Matric (SPM) SPM merupakan salah satu contoh bentuk skala intelegensi yang dapat diberikan secara individual maupun secara kelompok. Skala ini dirancang oleh J. C. Raven dan diterbitkan terakhir kali oleh H.K. Lewis & Co. Ltd. London pada tahun SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Karena instruksi pengerjaannya diberikan secara lisan maka skala ini dapat digunakan untuk subjek yang buta huruf sekalipun. Diciptakan pertama kali di tahun 1936, diterbitkan pertama kali di tahun SPM telah mengalami berbagai revisi sampai revisi terakhir yang dijumpai di Indonesia yaitu revisi tahun Sukardi & Kusmawati, Proses Bimbingan, 278.

11 Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni Tes SPM terdiri atas 60 buah soal, yang terbagi lagi dalam lima perangkat (set), yaitu: Set A, B, C, D dan E dan masing-masing set terdiri atas 12 butir tes. Butir-butir soal tersebut disusun dari yang termudah sampai yang tersukar. Aspek-aspek yang diungkap dalam tes SPM adalah kemampuan penalaran ruang, menganalisis, mengintegrasi, mencari dan memahami sistem hubungan di antara bagian-bagian, dan kemampuan ketepatan. Tes SPM ini digunakan untuk mengungkap kemampuan intelektual individu yang berusia 14 sampai 40 tahun. 20 SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu: Grade I = kapasitas intelektual superior ; Grade II = kapasitas intelektual di atas rata-rata ; Grade III = kapasitas intelektual rata-rata ; Grade IV = kapasitas intelektual di bawah rata-rata ; Grade V = kapasitas intelektual terhambat. 21 KETERBATASAN TES INTELEGENSI Menurut Ethical Standarts of Psychologists yang diterbitkan oleh American Psychological Association (APA), tes intelegensi umum tergolong dalam tes Level B, yaitu tes yang hanya boleh digunakan oleh mereka yang memiliki latar belakang dan pendidikan psikologi dan terlatih secara khusus dalam penggunaan tes itu. Sedangkan penggunaan tes intelegensi secara klinis menempatkan tes tersebut dalam Level C, yaitu tes yang hanya boleh digunakan oleh mereka yang memiliki paling tidak tingkat master dalam bidang psikologi dan mempunyai pengalaman minimal satu tahun dalam penggunaan tes yang bersangkutan di bawah supervisi yang ketat. Tes psikologis pada umumnya dan tes intelegensi khususnya merupakan alat yang sangat efektif dan bermanfaat di tangan para ahli yang terdidik dan terlatih. Di tangan mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi atau tidak terlatih dalam penggunaan dan interpretasinya, suatu tes menjadi sangat berbahaya. Tes yang digunakan secara salah atau disalahgunakan akan sangat merugikan bagi orang yang dites dan bagi institusi yang berkepentingan. 22 Sebagai suatu prosedur sistematis, penggunaan tes psikologis menyangkut dua aspek pokok, yaitu aspek administrasi dan aspek interpretasi. Aspek administrasi tes psikologis menuntut kualifikasi taraf skilled (terlatih) dalam arti 20 Ibid. 21 Azwar, Pengantar Psikologi, Intelektual, Diakses tanggal 13 Februari 2011.

12 136 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... pelaksanaan penyajian tes itu sendiri dapat dilakukan oleh siapapun juga tanpa harus mempunyai latar belakang pendidikan psikologi, asalkan yang bersangkutan telah dilatih secara khusus sehingga kesalahan-kesalahan administrasi tes dapat dihindari. Aspek interpretasi tes psikologis menuntut persyaratan yang lebih daripada sekedar terlatih, yaitu taraf educated (terdidik) secara khusus dalam bidang psikologi. Bahkan beberapa jenis tes psikologis menuntut kualifikasi ahli psikologi klinis dalam interpretasi hasilnya. Di sisi lain, ketepatan interpretasi hasil tes sangat bergantung pada dua karakteristik utama yang harus dipunyai oleh setiap tes, yaitu reabilitas dan validitas. Reliabilitas menyangkut sejauhmana hasil tes tersebut konsisten dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran yang tidak konsisten tidaklah dapat dipercaya dan apabila hasilnya digunakan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan tentulah keputusan tersebut juga tidak akan dapat diandalkan. Validitas menyangkut masalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan hasil ukur tes. Suatu tes yang valid akan memberikan informasi yang benar mengenai aspek yang hendak diukur, bukan mengenai aspek lain. Tes yang valid juga menghasilkan informasi yang dapat menunjukkan dengan teliti perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada hasil ukurnya. Karakteristik reliabilitas dan validitas ini tidaklah dapat dipenuhi dengan sempurna. Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan secermat pengukuran terhadap aspek fisik atau terhadap materi konkret. Kesalahan-kesalahan pengukuran mental selalu akan terjadi dan harus disadari. Estimasi terhadap besarnya kesalahan itu, dengan perhitungan matematis dan statistik tertentu, akan memberitahu para ahli kapan kesalahan tersebut sudah terlalu besar sehingga tes yang bersangkutan tidak lagi boleh digunakan. Tes dan pengukuran intelegensi tentu tidak luput dari kemungkinan kesalahan tersebut. Disini lah pentingnya pengujian reliabilitas dan validitas bagi tes yang akan digunakan untuk kepentingan umum. Walaupun semua tes intelegensi yang digunakan secara profesional di berbagai bidang jasa psikologi dan pendidikan telah menjalani pengujian reliabilitas dan validitas tersebut, namun hasil tes intelegensi tetap harus ditafsirkan dan digunakan dengan berhati-hati. IQ yang diperoleh seseorang dari tes intelegensi pada suatu waktu tidaklah menjadi label yang selalu melekat bagi dirinya. Kondisi fisik dan psikologis individu sewaktu dikenai tes akan banyak berpengaruh pada hasil tesnya. Bila individu yang dites sedang dalam kelabilan emosi, sedang tidak siap, atau sedang dalam kondisi lelah secara fisik, maka hasil tes intelegensi tidaklah akan

13 Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni memberi informasi yang benar mengenai kapasitas intelektualnya. Kalaupun hasil tes intelegensi telah dapat memberikan informasi yang tepat mengenai kapasitas intelektual individu, namun daya prediksinya terhadap performansi masih tergantung pada berbagai variabel lain. IQ yang tinggi misalnya, dalam bidang pendidikan biasanya memberikan prediksi terhadap prestasi belajar yang baik. Tetapi apakah individu yang memiliki IQ tinggi memang ternyata mencapai prestasi belajar yang juga tinggi, masih tergantung pada faktor-faktor lain seperti motivasi belajar dan faktor peluang. Hasil tes intelegensi yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh faktor-faktor lain yang kondusif. Sebaliknya, hasil pengukuran intelegensi yang tidak begitu tinggi pun tidak dapat dianggap sebagai vonis yang mematikan harapan dan usaha untuk berprestasi. MANFAAT TES INTELEGENSI DALAM DUNIA PENDIDIKAN Dewa Ketut Sukardi & Nila Kusmawati 23 mencatat ada beberapa manfaat dari tes intelegensi ini antara lain: 1. Dapat digunakan untuk seleksi penerimaan murid baru Diharapkan dengan adanya pelaksanaan tes intelegensi pada saat penerimaan siswa baru, maka pihak sekolah tidak akan sembarangan dalam memilih dan menerima siswa baru, sehingga pihak sekolah akan memperoleh siswa-siswa yang berbobot dan dapat mengikuti pelajaran dengan lancar tanpa adanya hambatan dari aspek kognitifnya. 2. Pembinaan/mengevaluasi terhadap prestasi yang telah dicapai Dengan adanya tes intelegensi, dapat diketahui potensi yang dimiliki siswa, sehingga dapat mengukur prestasi yang akan dicapai atau yang telah dicapai siswa selama ini sesuai atau tidak dengan potensi yang dimilikinya, serta dapat diketahui juga hambatan yang dialami oleh siswa tersebut. Oleh karena itu, sebagai orang tua, maupun guru di sekolah dapat segera mawas diri apabila diketahui ternyata siswa ataupun anak yang bersangkutan ternyata memiliki IQ di bawah rata-rata (rendah) untuk tidak memaksakan memiliki prestasi yang tinggi atau sama dengan siswa ataupun anak yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata (ber IQ tinggi). Orang tua maupun guru hendaknya dapat lebih sabar, lebih rajin dan memberikan perhatian serta bimbingan yang lebih terhadap siswa maupun anak yang ber IQ rendah, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Sementara itu bagi siswa yang memiliki IQ tinggi, tetapi berprestasi rendah di sekolah, dapat 23 Sukardi & Kusmawati, Proses Bimbingan, 276.

14 138 Umi Rohmah, Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan... segera diteliti lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya secara jelas. Berbagai sebab dapat timbul baik dari faktor eksternal maupun internal siswa tersebut. Dengan demikian, melalui tes intelegensi ini, para orang tua maupun guru di sekolah dapat mengetahui lebih dini kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dari tiap-tiap anak didiknya, sehingga sebagai orangtua maupun pendidik kita dapat dengan segera membenahi, membina dan menindaklanjuti dengan langkah yang tepat, agar anak didik kita dapat berkembang dan berprestasi secara optimal dan sehat sesuai dengan harapan kita semua. 3. Mengelompokkan siswa pada program khusus. Melalui tes intelegensi, para pendidik maupun orang tua dapat mengetahui berapa besar tingkat kemampuan siswa dalam menerima materi di sekolah. Bagi siswa yang cerdas, biasanya mereka akan dengan cepat menangkap, mengerti dan memahami pelajaran yang diberikan di kelas. Sementara itu bagi siswa yang kurang cerdas, mereka akan lamban bahkan akan mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran yag diterima. Oleh sebab itu, bagi sekolah yang bermaksud mengadakan kelas akselerasi, kelas unggulan, akan lebih baik jika menggunakan data yang diperoleh dari hasil tes intelegensi, sehingga memudahkan untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara tepat dan proporsional. 4. Hasil tes intelegensi dapat disumbangkan pada program pemilihan jurusan/ program studi. 5. Apabila hasil tes intelegensi ini dilengkapi dengan data-data hasil tes kepribadian, tes prestasi, tes bakat, tes minat dan hasil tes lain maka semua data yang terpadu ini sangat berguna bagi kepala sekolah, guru, orang tua untuk lebih memahami peserta didiknya dan mereka dapat menyediakan lingkungan yang dibutuhkan peserta didiknya. PENUTUP Berbicara masalah tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan tidak bisa lepas dari pemahaman tentang peserta didik. Peserta didik bukanlah sekadar robot yang bisa diprogram begitu saja sehingga bisa bergerak atas kemauan guru atau orang tua. Peserta didik adalah individu unik yang mempunyai eksistensi, yang memiliki jiwa sendiri, serta mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya masingmasing yang khas. Peserta didik bagaikan aneka macam bunga elok di taman sari yang indah. Mereka memiliki pesonanya masing-masing sehingga tidak bisa

15 Cendekia Vol. 9 No. 1 Januari Juni diseragamkan begitu saja atau dipangkas sama rata. Mereka sungguh memerlukan perlakuan khusus dan individual selain sekadar perlakuan kolektifitas. REFERENCE Azwar, Saifuddin. Pengantar Psikologi Intelegensi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 Kreativitas dan Intelegensi, Diakses tanggal 11 Maret 2011 Intelektual, Diakses tanggal 13 Februari Potensi Intelegensi. wordpress.com. Diakses tanggal 3 Maret Suryasubrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo, Sabri, Alisuf. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, Sukardi, Dewa Ketut & Desak P. E. Nila Kusmawati. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, Sukmadinata, Nana Syaodih, Bimbingan dan Konseling dalam Praktek, Bandung: Maestro, Wiramihardja, A. Sutardjo. Pengantar Psikologi Klinis, Bandung: Refika Aditama, Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nur Ihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosda Karya, Teori Kepribadian, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007

Modul ke: Tes Inteligensi. Skala Inteligensi Wechsler. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi. Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Tes Inteligensi. Skala Inteligensi Wechsler. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi. Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Tes Inteligensi Skala Inteligensi Wechsler Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Asal Mula Tes Wechsler 1932 : merancang sebuah instrumen yang

Lebih terperinci

Modul ke: Tes Inteligensi Wechsler Adult Intelligence Scale Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi

Modul ke: Tes Inteligensi Wechsler Adult Intelligence Scale Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi Modul ke: Tes Inteligensi Wechsler Adult Intelligence Scale Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id WAIS-R Verbal Information Digit Span Vocabulary Arithmetic

Lebih terperinci

TES INTELIGENSI DARI WECHSLER (David Wechsler, pimpinan ahli psikologi RS Bellevue, New York)

TES INTELIGENSI DARI WECHSLER (David Wechsler, pimpinan ahli psikologi RS Bellevue, New York) TES INTELIGENSI DARI WECHSLER (David Wechsler, pimpinan ahli psikologi RS Bellevue, New York) Pendahuluan Diawali oleh adanya pandangan dan keraguan tentang pengukuran inteligensi melalui tes Binet (1937)

Lebih terperinci

Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan : 2. Perkembangan pada abad ke-20

Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan : 2. Perkembangan pada abad ke-20 TIU : Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi inteligensi dari berbagai pendekatan, serta terutama memahami konsep inteligensi dari pendekatan psikometri serta mampu melakukan asesmen parsial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembagalembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar dalam pengertian yang paling umum adalah setiap perubahan perilaku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

Tes Inteligensi: WISC

Tes Inteligensi: WISC Modul ke: Tes Inteligensi: WISC Modul ini akan menjelaskan tentang tes inteligensi WISC dan penggunaannya. Fakultas PSIKOLOGI Karisma Riskinanti, M.Psi Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

MENURUT WECHSLER 1. Entitas atau kuantitas yang mampu diukur oleh tes-tes inteligensi bukanlah kuantitas sederhana. Dengan demikian inteligensi tidak

MENURUT WECHSLER 1. Entitas atau kuantitas yang mampu diukur oleh tes-tes inteligensi bukanlah kuantitas sederhana. Dengan demikian inteligensi tidak PROBLEMA DALAM MENERAPKAN TES INTELIGENSI dan IQ MENURUT WECHSLER 1. Entitas atau kuantitas yang mampu diukur oleh tes-tes inteligensi bukanlah kuantitas sederhana. Dengan demikian inteligensi tidak bisa

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH PSIKODIAGNOSTIKA 2 : TES INTELEGENSI KODE / SKS : KK / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH PSIKODIAGNOSTIKA 2 : TES INTELEGENSI KODE / SKS : KK / 3 SKS 1 Sejarah Intelegensi 1. Permbangan pada abad -19 Mahasiswa dapat memahami dan 2. Permbangan pada abad -20 3. Batasan mengenai konsep intelegensi 1. Permbangan pada abad -19 di : Inggris Amerika Jerman

Lebih terperinci

SEJARAH TES INTELIGENSI Pada awalnya telah dipraktekan oleh negara cina sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh jenderal cina, untuk menguji

SEJARAH TES INTELIGENSI Pada awalnya telah dipraktekan oleh negara cina sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh jenderal cina, untuk menguji SEJARAH TES INTELIGENSI Pada awalnya telah dipraktekan oleh negara cina sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh jenderal cina, untuk menguji rakyat sipil yang ingin menjadi legislatif berdasarkan

Lebih terperinci

BAKAT & INTELEGENSI. 2 Kemampuan Mental. Individual Differences

BAKAT & INTELEGENSI. 2 Kemampuan Mental. Individual Differences BAKAT & INTELEGENSI BAKAT INTELEGENSI 2 Kemampuan Mental I. INTELEGENSI Sejarah Intelegensi - Wundt (Jerman) - Galton (Inggris) - Cattel (AS) Melakukan tes thd anak, dgn soal yg mudah Individual Differences

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan hasilnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan hasilnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar (Novita, 2007). Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Tes Individu Tes Kelompok Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Tes Individu Tes yang diberikan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) TES INTELIGENSI PBPP43204 (3 SKS) SEMESTER 4 Pengampu mata kuliah: NENY ANDRIANI, M.PSI, PSIKOLOG FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG 2017 1 A.

Lebih terperinci

Tes Inteligensi. Definisi Inteligensi, Sejarah Tes Inteligensi, Faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi. Yenny, M.Psi., Psikolog.

Tes Inteligensi. Definisi Inteligensi, Sejarah Tes Inteligensi, Faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Tes Inteligensi Definisi Inteligensi, Sejarah Tes Inteligensi, Faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Inteligensi

Lebih terperinci

Tes Inteligensi. Teori Inteligensi, Beberapa Tes Inteligensi Populer, Keterbatasan Tes Inteligensi. Yenny, M.Psi. Psikolog.

Tes Inteligensi. Teori Inteligensi, Beberapa Tes Inteligensi Populer, Keterbatasan Tes Inteligensi. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Tes Inteligensi Teori Inteligensi, Beberapa Tes Inteligensi Populer, Keterbatasan Tes Inteligensi Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teori-teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan komunikasi matematis Menurut Wardani (2008) matematika merupakan sebuah alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia ini, para ahli psikologi

Lebih terperinci

Pendekatan thd intelegensi. General factor specific factor

Pendekatan thd intelegensi. General factor specific factor Intelegensi Kemampuan kognitif yang dimiliki individu untuk Mempelajari pengalaman baru Menalar dengan baik Menyelesaikan masalah dengan efektif Seberapa baik seorang individu memanfaatkan kemampuan kognitif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi 2.1.1 Pengertian Gizi dan Status Gizi Gizi menurut Supariasa (2011) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,

Lebih terperinci

Pengertian intelegensi bermacam-macam dapat diartikan 1. Kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir

Pengertian intelegensi bermacam-macam dapat diartikan 1. Kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir Intelegensi Intelegensi Pengertian intelegensi bermacam-macam dapat diartikan 1. Kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir 2. Kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru 3. Kemampuan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Kode dan nama mata kuliah : PG434 Psikodiagnostik IV-Inteligensi (2 sks) Topik bahasan : Orientasi kuliah Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa mampu memahami silabus, pearturan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTELEGENSI DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 68 PEKANBARU. Zetra Hainul Putra, Wulan Sucitra

HUBUNGAN INTELEGENSI DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 68 PEKANBARU. Zetra Hainul Putra, Wulan Sucitra JPM IAIN Antasari Vol. 02 No. 2 Januari Juni 2015, h. 1-18 HUBUNGAN INTELEGENSI DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 68 PEKANBARU Abstrak Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

Lebih terperinci

KONSEP DASAR TES. Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si.

KONSEP DASAR TES. Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si. KONSEP DASAR TES Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si faridaagus@yahoo.co.id Pengertian Pengukuran Proses untuk mengkuantifikasikan suatu gejala/atribut kuantifikasi terhadap karakteristik manusia melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

Pengertian. 4 Tes Inteligensi Diah Widiawati, M.Psi.

Pengertian. 4 Tes Inteligensi Diah Widiawati, M.Psi. Pengertian www.mercubuana.ac.id Istilah inteligensi banyak sekali didengar dan dipergunakan oleh masyarakat luas. Pada umumnya, masyarakat akan mendefinisikan inteligensi sebagai kecerdasan, kepintaran,

Lebih terperinci

Konstruksi Alat Ukur Psikologi

Konstruksi Alat Ukur Psikologi MODUL PERKULIAHAN Konstruksi Alat Ukur Psikologi Pengantar Tes dan Pengukuran Psikologi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 01 61032 Dian Misrawati, M.Psi Psikolog

Lebih terperinci

WBIS. (Weschler Bellevue Intelligence Scale) Praktikum Administrasi Tes WBIS. Karisma Riskinanti, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

WBIS. (Weschler Bellevue Intelligence Scale) Praktikum Administrasi Tes WBIS. Karisma Riskinanti, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: WBIS (Weschler Bellevue Intelligence Scale) Praktikum Administrasi Tes WBIS Fakultas PSIKOLOGI Karisma Riskinanti, M.Psi., Psikolog. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Subtes

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 1 BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN a.i.a. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek Ada pengaruh signifikan secara parsial

Lebih terperinci

Siti Wuryan Indrawati, M.Pd, Psi Ita Juwitaningrum, S.Psi Hani Yulindrasari, S.Psi, M.StatGend Diah Z Wyandini, M.Si

Siti Wuryan Indrawati, M.Pd, Psi Ita Juwitaningrum, S.Psi Hani Yulindrasari, S.Psi, M.StatGend Diah Z Wyandini, M.Si Siti Wuryan Indrawati, M.Pd, Psi Ita Juwitaningrum, S.Psi Hani Yulindrasari, S.Psi, M.StatGend Diah Z Wyandini, M.Si Psikologi sebagai suatu ilmu berkembang pesat kegunaan dan manfaatnya dirasakan dalam

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH TIM LABORATORIUM JURUSAN PSIKOLOGI TIM LABORATORIUM JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN Yang dimaksud dengan DEFINISI anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tinggi rendahnya

Lebih terperinci

KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI DAN KLASIFIKASINYA. Pertemuan kedua...

KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI DAN KLASIFIKASINYA. Pertemuan kedua... KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI DAN KLASIFIKASINYA Pertemuan kedua... Pengertian Tes Tes merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang tingkah laku atau hasil belajar siswa (Elliott, 1999) Tes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014. 3.2 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel

Lebih terperinci

TES INTELIGENSI. Wechsler Intelligence Scale for Children Terbit th Digunakan diberbagai Negara Untuk anak usia 5;0 15;11 th.

TES INTELIGENSI. Wechsler Intelligence Scale for Children Terbit th Digunakan diberbagai Negara Untuk anak usia 5;0 15;11 th. TES INTELIGENSI Tes inteligensi Wechsler WISC WISC Wechsler Intelligence Scale for Children Terbit th. 1949 Digunakan diberbagai Negara Untuk anak usia 5;0 15;11 th. Verbal test 6 sub tes (diberikan 5

Lebih terperinci

Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak

Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak Oleh Didi Tarsidi Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik MODUL PERKULIAHAN Pengantar Psikodiagnostik Sejarah, Pengertian, dan Kegunaan Psikodiagnostik Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 01 B41616AA Mutiara Pertiwi, M.Psi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 64. 2

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 64. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku siswa yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan 1. Gagne dan Berlin

Lebih terperinci

Pengertian Pengukuran

Pengertian Pengukuran KONSEP DASAR TES Pengertian Pengukuran Proses untuk mengkuantifikasikan suatu gejala/atribut kuantifikasi terhadap karakteristik manusia melalui prosedur dan aturan yang sistematis Pemaknaan angka sebagai

Lebih terperinci

Tes bagian yg integral dari pengukuran.pengukuran hanya bagian dari evaluasi

Tes bagian yg integral dari pengukuran.pengukuran hanya bagian dari evaluasi PENGUKURAN PSIKOLOGI Peristilahan Tes Penilaian Ujian Assesmen Pengukuran Evaluasi Tes bagian yg integral dari pengukuran.pengukuran hanya bagian dari evaluasi Pengukuran psikologi mengandung makna diagnostik

Lebih terperinci

PROFISIENSI PRESTASI TERSTANDAR TIDAK TERSTANDAR

PROFISIENSI PRESTASI TERSTANDAR TIDAK TERSTANDAR PENGANTAR TES Pengertian Tes Tes merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang tingkah laku atau hasil belajar siswa (Elliott, 1999) Tes merupakan rangkaian prosedur tes dari administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Psikologi mulai diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106 PENINGKATAN MINAT BELAJAR PKn MELALUI PEMANFAATAN MEDIA KARTU KUIS WHO AM I BAGI SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 BOLONG KARANGANYAR. TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka yang berisi teori dan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka yang berisi teori dan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS Pembahasan pada bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka yang berisi teori dan pendapat para ahli yang bisa mendukung penelitian, hasil penelitian

Lebih terperinci

Menurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa. simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

Menurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa. simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA Oleh: Dra.Hj.Ehan, M.Pd. A. PENDAHULUAN Menurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI Diajukanoleh : APRIYANDER YUDHO N S F100070124 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN [ BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian harus menggunakan metode penelitian yang tepat untuk menghasilkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kesalahan dalam pemilihan metode

Lebih terperinci

CIRI & PENGGUNAAN TES. N o v i a S i n t a R, M. P s i.

CIRI & PENGGUNAAN TES. N o v i a S i n t a R, M. P s i. CIRI & PENGGUNAAN TES N o v i a S i n t a R, M. P s i. PENGGUNAAN TES Dari Bayi s/d Usia Lanjut Ketika bayi lahir akan segera dilakukan tes Apgar - asesmen : detak jantung, pernafasan, otot, refleks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan masuk sebuah sekolah, calon siswa akan diberi tes untuk melihat apakah dia lulus atau tidak

Lebih terperinci

PENGANTAR PENGUKURAN BAKAT NENY ANDRIANI, M.PSI,PSIKOLOG

PENGANTAR PENGUKURAN BAKAT NENY ANDRIANI, M.PSI,PSIKOLOG PENGANTAR PENGUKURAN BAKAT NENY ANDRIANI, M.PSI,PSIKOLOG TES BAKAT & MINAT DEFINISI BAKAT & TES BAKAT Suatu Bakat adalah suatu konsistensi karakteristik yg menunjukkan kapasitias seseorang untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah

Lebih terperinci

KECERDASAN ANAK DALAM PENGENALAN POTENSI DIRI

KECERDASAN ANAK DALAM PENGENALAN POTENSI DIRI KECERDASAN ANAK DALAM PENGENALAN POTENSI DIRI Siti Yumnah Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana Bangil, Indonesia E-mail: sitiyumnah456@gmail.com ABSTRACT In the development of the potential benefits

Lebih terperinci

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Bentuk desain penelitian yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Bentuk desain penelitian yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam suatu penelitaian dibutuhkan sebuah desain penelitian yang sesuai dengan variabel-variabel dalam tujuan penelitian dan hipotesis yang akan diuji kebenarannya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI PSIKOLOGI SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI PSIKOLOGI F- 0621 Tg; Berlaku : Issue/Revisi : --- Jml Halaman : 15 Mata Kuliah : Pengantar Psikodiagnostik Kode Mata Kuliah : PSI-303 Jumlah SKS : 3 Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, nilai dan norma kepada manusia yang dapat di harapkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, nilai dan norma kepada manusia yang dapat di harapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu proses sosialisasi dengan menanamkan pengetahuan, nilai dan norma kepada manusia yang dapat di harapkan berkreativitas menurut

Lebih terperinci

Pokok Bahasan 9 INTELIGENSI. Psikologi Umum By Hiryanto, M.si.

Pokok Bahasan 9 INTELIGENSI. Psikologi Umum By Hiryanto, M.si. Pokok Bahasan 9 INTELIGENSI Psikologi Umum Inteligensi Inteligensi dan kepribadian sebenarnya tidak dapat dipisahkan, dan inteligensi merupakan salah satu aspek dari kepribadian Inteligensi mempunyai sumbangan

Lebih terperinci

Sunarti MI Al-Istiqamah Banjarbaru, Abstract

Sunarti MI Al-Istiqamah Banjarbaru,  Abstract PENGARUH KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL BAHASA INDONESIA GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MI AL-ISTIQAMAH BANJARBARU (INFLUENCE OF INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILLS INDONESIAN

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN LAYANAN BIMBINGAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN TERHADAP PERENCANAAN PEMILIHAN JURUSAN SISWA KELAS X A TAHUN AJARAN 2014/2015

KEEFEKTIFAN LAYANAN BIMBINGAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN TERHADAP PERENCANAAN PEMILIHAN JURUSAN SISWA KELAS X A TAHUN AJARAN 2014/2015 KEEFEKTIFAN LAYANAN BIMBINGAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN TERHADAP PERENCANAAN PEMILIHAN JURUSAN SISWA KELAS X A TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karakteristik Siswa 2.1.1.1 Pengertian Karakteristik Siswa Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Masalah pendidikan menjadi perhatian serius bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik, spesifik, dan berbeda dengan satu sama lain, serta manusia memiliki pribadi yang khas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR Nur Widia Wardani Nurul Ulfatin E-mail: nurwidia_wardani@yahoo.co.id, Universitas Negeri Malang, Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Salah satu bagian yang terpenting dalam kegiatan penelitian adalah mengenai cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atas suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seeorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa dari segi biologis, psikologis, paedagogis, yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penggunaan tes psikologi semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai kegunaan tes. Masyarakat kian menyadari bahwa tes

Lebih terperinci

BERPIKIR & INTELIGENSI

BERPIKIR & INTELIGENSI P o k o k B a h a s a n 8 BERPIKIR & INTELIGENSI Oleh : Diana Septi Purnama, M.Pd Email : dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID BERPIKIR Berpikir adalah proses dinamis, dimana individu bertindak aktif

Lebih terperinci

KORELASI TINGKAT INTELIGENSI SISWA DENGAN HASIL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SISWA KELAS I SD NEGERI JABUNGAN SEMARANG

KORELASI TINGKAT INTELIGENSI SISWA DENGAN HASIL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SISWA KELAS I SD NEGERI JABUNGAN SEMARANG KORELASI TINGKAT INTELIGENSI SISWA DENGAN HASIL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SISWA KELAS I SD NEGERI JABUNGAN SEMARANG Moh. Aniq Kh.B. Dosen PGSD Universitas PGRI Semarang khairulbasyar@ymail.com Anita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember pada 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember pada tahun 2013, di MTs Darul Ulum Palangka Raya kelas VIII semester I tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) adalah asset penting yang akan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) adalah asset penting yang akan menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) adalah asset penting yang akan menentukan nasib suatu bangsa di masa depan. Maju tidaknya suatu negara bergantung pada SDM yang

Lebih terperinci

DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id Mail :

DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id Mail : ASESMEN DALAM PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id Mail : dita.lecture@gmail.com PENGERTIAN Evaluasi sistematis dan pengukuran faktor psikologis, biologis dan sosial dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan

Lebih terperinci

Test NST TUJUAN TEST 1. Mengetahui tk. kematangan anak memasuki pendidikan tk. SD. 2. Prognosis (meramalkan) thd prestasi sekolah anak di SD. 3. Menge

Test NST TUJUAN TEST 1. Mengetahui tk. kematangan anak memasuki pendidikan tk. SD. 2. Prognosis (meramalkan) thd prestasi sekolah anak di SD. 3. Menge Test NST Test WISC Test NST TUJUAN TEST 1. Mengetahui tk. kematangan anak memasuki pendidikan tk. SD. 2. Prognosis (meramalkan) thd prestasi sekolah anak di SD. 3. Mengetahui kemampuan-kemampuan tertentu

Lebih terperinci

PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Sugihartono, M.Pd dan Tim

PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Sugihartono, M.Pd dan Tim PSIKOLOGI PENDIDIKAN Oleh: Sugihartono, M.Pd dan Tim yulia_ayriza@uny.ac.id PENGANTAR Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah,

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, I. PENDAHULUAN Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan

Lebih terperinci

Pengertian Tes Di dalam lapangan psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J. M. Cattel pada tahun Dan sejak itu makin popular sebagai nama me

Pengertian Tes Di dalam lapangan psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J. M. Cattel pada tahun Dan sejak itu makin popular sebagai nama me Tes Psikologi Pengertian Tes Di dalam lapangan psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J. M. Cattel pada tahun 1890. Dan sejak itu makin popular sebagai nama metode psikologi yang dipergunakan untuk

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARISGARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JUDUL MATA KULIAH KODE MATA KULIAH/SKS DESKRIPSI SINGKAT : Tes Inteligensi & Bakat : TIB 243/3 SKS : Mata kuliah ini membahas hakekat dan konsepkonsep dasar inteligensi

Lebih terperinci

PENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK SANTI E. PURNAMASARI

PENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK SANTI E. PURNAMASARI PENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK SANTI E. PURNAMASARI Fak. Psikologi UMBY Tujuan Agar tenaga kesehatan dapat ; a. Mengetahui kelainan perkembangan anak dan hal-hal lain yang merupakan risiko terjadinya kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan anak gifted menjadi sangat bernilai. Potensinya yang unggul dalam intelektualitas, kreativitas, dan motivasi menjadikan anak berbakat sebagai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Seting dan Karakteristik Subyek Penelitian 3.1.1 Seting Tempat Penelitian Penelitian ini bertempat di SD Negeri Tengaran 02 Kabupaten Semarang yang beralamatkan ditengaran.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 207

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 207 DAFTAR ISI Abstrak i Lembar Pernyataan ii Kata Pengantar iii Ucapan Terima Kasih iv Daftar Isi v Daftar Tabel Vii Daftar Gambar Viii Daftar Grafik vix BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK. Widayati

PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK. Widayati PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK Widayati Kepala SDN Kepuharum Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto Email: waidayatiwidayati260@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN GEOBOARD BANGUN DATAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN GEOBOARD BANGUN DATAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA EFEKTIVITAS PENGGUNAAN GEOBOARD BANGUN DATAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Abstrak: Pembelajaran yang monoton membuat siswa malas belajar terutama pada pelajaran matematika. Salah satu penyebabnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan sekarang ini menghadapkan individu pada situasi yang penuh persaingan. Situasi kehidupan ini selain memberi dampak yang positif tetapi juga memberi

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA SISWA KELAS VIII MTs AL IRSYAD NGAWI TAHUN AJARAN 2011/2012

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA SISWA KELAS VIII MTs AL IRSYAD NGAWI TAHUN AJARAN 2011/2012 PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA SISWA KELAS VIII MTs AL IRSYAD NGAWI TAHUN AJARAN 2011/2012 Naskah Publikasi Disusun oleh YULIYATUN A 210 080 090

Lebih terperinci

PERBEDAAN KONSEP DIRI SISWA BERPRESTASI TINGGI DENGAN BERPRESTASI RENDAH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

PERBEDAAN KONSEP DIRI SISWA BERPRESTASI TINGGI DENGAN BERPRESTASI RENDAH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PERBEDAAN KONSEP DIRI SISWA BERPRESTASI TINGGI DENGAN BERPRESTASI RENDAH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Windra Kepala SDN 005 Banjar Guntung Kecamatan Kuantan Mudik windra157@gmail.com ABSTRAK Perbedaan

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH DESKRIPSI PROSES RECALL SISWA TUNAGRAHITA RINGAN PADA MATERI TABUNG DI KELAS IX (INKLUSI) SMP N 6 KOTA JAMBI

ARTIKEL ILMIAH DESKRIPSI PROSES RECALL SISWA TUNAGRAHITA RINGAN PADA MATERI TABUNG DI KELAS IX (INKLUSI) SMP N 6 KOTA JAMBI ARTIKEL ILMIAH DESKRIPSI PROSES RECALL SISWA TUNAGRAHITA RINGAN PADA MATERI TABUNG DI KELAS IX (INKLUSI) SMP N 6 KOTA JAMBI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI AGUSTUS, 2017 Page1 DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari Guidance dan Counseling dalam bahasa Inggris. Istilah ini mengandung arti : (1) mengarahkan (to direct),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

KONSEP DASAR TES INTELIGENSI, TES BAKAT, DAN TES MINAT

KONSEP DASAR TES INTELIGENSI, TES BAKAT, DAN TES MINAT KONSEP DASAR TES INTELIGENSI, TES BAKAT, DAN TES MINAT TES INTELIGENSI adalah Tes yang mengukur kemampuan/kecerdasan secara umum Macam-macam TI : WAIS-Weschler Adult Intelligence Scale WISC-Weschler Intelligence

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/ 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan tersebut memunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Pendidikan Akuntansi

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Pendidikan Akuntansi ANALISIS LINGKUNGAN PERGAULAN DAN GAYA BELAJAR SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 TERAS BOYOLALI TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci