ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) MIA CLARISSA DEWI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Mia Clarissa Dewi H

3 RINGKASAN MIA CLARISSA DEWI. Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh ACENG HIDAYAT DAN NOVINDRA Kegiatan illegal logging di Pondok Injuk yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengakibatkan deforestasi yang tinggi. Oleh karena itu, atas dorongan pihak-pihak yang peduli akan lingkungan dan konservasi alam sehingga kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) diperluas dengan kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut dan kawasan sekitarnya yang dulunya berstatus hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani, dialihfungsikan menjadi hutan konservasi. Hal ini dikarenakan perlu zona penyangga antara Gunung Halimun dengan Gunung Salak dan Gunung Endut. Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts- II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003, kawasan TNGH diperluas dengan luas total ha dan bernama resmi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengalami perubahan. Hal ini diamati dari perubahan luas lahan pertanian terutama lahan huma, perubahan strategi nafkah Masyarakat Kasepuhan, perubahan sumber pendapatan terutama dari lahan talun dan perubahan sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap perluasan kawasan TNGHS. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) Mengkaji garis besar perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, (2) Mengkaji persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengenai perluasan kawasan TNGHS, (3) Mengkaji strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS, (4) Menganalisis dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Penelitian ini dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kasepuhan Sinar Resmi merupakan kasepuhan terbesar diantara kasepuhan lainnya di Desa Sirna Resmi yang terkena dampak perluasan kawasan TNGHS. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur

4 dari instansi terkait (TNGHS dan Kantor Kepala Desa Sinar Resmi) dan literatur yang relevan dengan penelitian. Kajian mengenai garis besar perluasan kawasan TNGHS, strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian akibat perluasan kawasan TNGHS dan dampak perluasan TNGHS terhadap kondisi sosial Masyarakat Kasepuhan menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi ekonomi menggunakan analisis pendapatan dan kesejahteraan. Pengolahan data menggunakan komputer program Microsoft Office Excel Pendapatan Bersih Usaha Tani (PUT) sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS rata-rata sebesar Rp /bulan. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan garapan berupa huma dan talun berkurang. Hal tersebut mengurangi PUT Masyarakat Kasepuhan menjadi Rp /bulan. Penurunan PUT tersebut ditingkatkan dengan pendapatan dari luar pengelolaan hutan (PN) sebagai bentuk strategi nafkah terdiri dari berternak, buruh, berdagang, ojeg dan kerajinan. Pendapatan per kapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS lebih besar dari acuan Sayogjo. Hal ini menunjukan tingkat kecukupan ekonomi Masyarakat Kasepuhan relatif baik karena dapat terpenuhi kebutuhan primernya. Perluasan kawasan TNGHS belum sepenuhnya diketahui dan dimengerti oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Mereka menganggap bahwa perluasan kawasan TNGHS merupakan keputusan sepihak dari TNGHS. Konflik yang terjadi antara TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan terkait pengelolaan hutan sering terjadi. Hal ini ditunjukan dengan tingkat terjadinya konflik sebesar 76,67% antara Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan pihak TNGHS. Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh kedua belah pihak belum mendapatkan titik terang. Kata Kunci: Perluasan Kawasan TNGHS, persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. iv

5 ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) MIA CLARISSA DEWI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6

7 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, antara lain kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT yang senantiasa dengan penuh ketekunan dan kesabaran membimbing penulis hingga skripsi ini selesai. 2. Bapak Novindra, S.P., M.Si yang telah bersedia sebagai pembimbing kedua penulis serta memberikan banyak ilmu dan pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Ibu Meti Ekayani. S.hut., M.Sc yang telah bersedia sebagai dosen penguji dalam sidang skripsi ini. 4. Ibunda dan Ayahanda yang telah banyak melimpahkan doa, waktu, perhatian dan kasih sayang serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Adik penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 6. Cumi yang senantiasa membuat hari-hari penulis menjadi semangat. 7. Teman-teman seperjuangan di ESL 44 yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman Kostan Retno yang selalu memberi semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini mengenai perluasan kawasan TNGHS dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di daerah perluasan kawasan TNGHS. Penulis berharap, isi penelitian ini bisa menjadi acuan bagi pemerintah Sukabumi dan pihak TNGHS dalam membuat kebijakan terkait perluasan kawasan TNGHS dan menjadi tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan. Bogor, Desember 2011 Mia Clarissa Dewi H viii

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Hutan Konservasi Sumberdaya Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Masyarakat Sekitar Hutan Masyarakat Adat Persepsi Pendapatan Usahatani Penelitian Terdahulu Kebaruan Penelitian III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pendapatan Usahatani Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat xiii xv xvi

10 Kasepuhan Sinar Resmi Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode dan Prosedur Analisis Garis Besar Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Persepsi Mengenai Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Kondisi Ekonomi Kondisi Sosial V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN VI Keadaaan Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Umum Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Usia Pendidikan Formal Mata Pencaharian Luas dan Kepemilikan Lahan Gambaran Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Pelaksanaan Model Kampung Konservasi (MKK) Konflik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan x

11 VII. VIII. IX. Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak PenyelesaianKonflik Masyarakat Kampung Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) Sistem Pertanian Lokal Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Perubahan Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) Kondisi Ekonomi Perubahan Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak xi

12 Analisis Tingkat Kesejahteraan Kondisi Sosial Perubahan Sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak X. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran Kebijakan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xii

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Penelitian Sebelumnya Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data Matriks Analisis Garis Besar Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Bobot Nilai Jawaban Responden Nilai Skor Rataan Matriks Analisis Persepsi Matriks Analisis Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Matriks Analisis Kondisi Ekonomi Matriks Analisis Kondisi Sosial Jumlah Penduduk Desa Sinar Resmi berdasarkan Dusun Jumlah Penduduk Desa Sinar Resmi berdasarkan Usia Riwayat Penetapan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Pengunaan Lahan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Desa Sinar Resmi Kelompok Model Kampung Konservasi (MKK) Dusun Cimapag Tahun Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Varietas Padi Lokal dan Jenis Lahan yang Digunakan Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap

14 Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Konflik antara Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi xiv

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Alur Berpikir Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Usia Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Mata Pencaharian Sampingan Setelah Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Konsep Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, dan Hiji Eta Keneh xv

16 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner Responden Catatan Harian Penelitian Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Analisis Pendapatan Usahatani (PUT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Analisis Pendapatan Usahatani (PUT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Setelah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Penghasilan dari Komoditas Talun Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Setelah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Pendapatan Perkapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Tejadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Pendapatan Perkapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Tejadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Perubahan Sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

17 16. Peta Sebaran Masyarakat Kasepuhan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Peta Kondisi Sebelum Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Peta Kondisi Setelah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Dokumentasi Penelitian xvii

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Hutan dan manusia mempunyai keterkaitan yang cukup erat dan saling mendukung satu sama lain. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan menggantungkan sebagian besar kebutuhan hidupnya pada hutan. Salah satu kawasan konservasi hutan yang sampai saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat, baik oleh masyarakat adat maupun non adat adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). TNGHS merupakan kawasan hutan pegunungan hujan tropis alam terbesar yang tersisa di Jawa Barat-Banten dengan tiga jenis ekosistem utama yaitu hutan hujan dataran rendah (lowland rain forest) pada ketinggian meter di atas permukaan laut (mdpl), hutan hujan dataran tinggi (sub-montane forest) pada ketinggian mdpl, dan hutan hujan pegunungan (montane forest) pada ketinggian mdpl (TNGHS, 2007). TNGHS sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, dituntut harus berpartisipasi dalam mengurangi deforestasi dan kerusakan hutan. Hal ini sangat terkait dengan peran penting TNGHS yang semakin terancam. Dalam kurun waktu , di TNGHS telah terjadi deforestasi dengan angka yang memprihatinkan yaitu sebesar 23 ribu hektar. Degradasi hutan tersebut diikuti dengan kenaikan secara konsisten semak belukar, ladang dan perumahan penduduk yang semakin hari semakin bertambah. 1 Perluasan kawasan TNGHS dari Ha menjadi Ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 1 Diakses dari pada tanggal 30 September 2011

19 Juni 2003 merupakan bentuk usaha pemerintah untuk penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak akibat adanya desakan pembangunan dan kepentingan masyarakat. Perluasan kawasan TNGHS merubah status hutan produksi menjadi satu kesatuan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan luas kawasan menjadi ha. Salah satu masyarakat yang terkena dampak perluasan kawasan TNGHS adalah Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi selain Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dan Masyarakat Kasepuhan Ciptamulya di Desa Sirna Resmi. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi merupakan masyarakat yang tinggal di kawasan Hutan Halimun. Saat ini kawasan Hutan Halimun telah rusak akibat illegal logging yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan. Kawasan tersebut oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi disebut Pondok Injuk. (TNGHS, 2007). Pondok Injuk rusak akibat kegiatan Masyarakat Kasepuhan yang bergantung terhadap hutan. Masyarakat Kasepuhan membuka lahan huma untuk sistem pertanian. Pembukaan lahan huma disertai dengan penebangan pohon di kawasan hutan. Pohon yang ditebang oleh Masyarakat Kasepuhan diijual ke tengkulak. Hal tersebut mengakibatkan Pihak TNGHS berupaya untuk melindungi kawasan Hutan Halimun dengan kegiatan perluasan kawasan Hutan Halimun dengan Hutan Salak sebagai zona konservasi untuk perlindungan kawasan hutan. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sangat bergantung pada sumberdaya hutan yang dimanfaatkan dalam berbagai cara, yaitu seperti huma, talun dan sawah. Pihak TNGHS telah berupaya untuk melakukan pengelolaan hutan bersama Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi melalui kegiatan Model Kampung Konservasi (MKK) tetapi kegiatan tersebut tidak berjalan dengan semestinya. 2

20 Uraian di atas menjadi latar belakang pentingnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di daerah perluasan TNGHS Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Provinsi Jawa Barat Perumusan Masalah Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu Kasepuhan Banten Kidul yang berada di Rimba Gunung Halimun, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kasepuhan Sinar Resmi tercatat sebagai kasepuhan terbesar diantara kasepuhan Banten Kidul. Sebagian besar penduduknya (Incu Putu) bermatapencaharian petani. Panen di kasepuhan ini dilakukan satu kali dalam setahun. Kasepuhan Sinar Resmi merupakan tempat pertemuan akbar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam rangka melakukan konsultasi nasional masyarakat adat mengenai Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Kerusakan Hutan. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 5-8 Agustus 2009 untuk menyatakan solidaritas AMAN atas penangkapan warga Komunitas Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terkait dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan mendesak Kapolri dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk segera membebaskan warga yang ditahan akibat perambahan hutan untuk ngehuma (ladang berpindah). 2 Perluasan kawasan TNGHS di masyarakat adat hutan pegunungan berdampak terhadap sistem pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menerapkan sistem pertanian ladang 2 Diakses dari pada tanggal 30 Oktober

21 berpindah yang seringkali meresahkan Pihak TNGHS dan menimbulkan sengketa di antara kedua belah pihak. Mencuatnya sengketa antara Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan TNGHS, berawal setelah turunnya SK Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tentang penunjukan kawasan TNGHS dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas pada kelompok hutan Gunung Halimun dan Salak seluas Ha di Provinsi Jabar dan Banten. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi saat ini tidak dapat lagi mengolah lahan yang sudah dikelola sejak turun temurun. Hal ini dikarenakan lahan tersebut sudah dikuasai dan dilarang oleh TNGHS untuk digunakan masyarakat dalam kegiatan pembukaan huma (ladang berpindah). Kelembagaan lokal yang mengatur masyarakat dalam pengelolaan hutan terdiri dari tiga aturan yakni pertama, leweung titipan atau hutan titipan yang artinya warga tidak boleh mengolah atau mengambil apapun di hutan tersebut. Peraturan yang kedua adalah leweung tutupan yang artinya warga tidak boleh mengubah bentuk hutan tersebut namun boleh digunakan untuk kebutuhan seharihari. Peraturan ketiga adalah leweung garapan yang artinya warga boleh menggunakannya untuk keperluan sehari-hari, seperti dijadikan sawah, huma, dan talun. Sengketa yang terjadi saat ini adalah daerah leweung garapan. Hal ini dikarenakan lahan tersebut sudah dikuasai oleh Pihak TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi meminta kepada DPRD untuk mendorong Bupati Sukabumi mengesahkan peraturan daerah (PERDA) tentang keberadaan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Hal ini berkaitan dengan perlindungan terhadap hak dan kewajiban Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Oleh karena itu, 4

22 diperlukan kajian mengenai garis besar perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Terbatasnya informasi yang diperoleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengenai informasi perluasan kawasan TNGHS menyebabkan persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap perluasan kawasan TNGHS menjadi berbeda. Sehingga kajian mengenai persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap perluasan kawasan TNGHS penting dilakukan. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memiliki adat terkait pengelolaan hutan. Mereka sangat menghormati kelembagaan lokal yang ada sebagai peraturan yang harus mereka laksanakan. Pembukaan lahan huma merupakan kegiatan wajib dalam sistem pertanian. Pembukaan lahan huma selalu diikuti dengan kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan. Kegiatan tersebut yang seringkali meresahkan Pihak TNGHS terhadap kelestarian hutan. Oleh karena itu, pihak TNGHS harus bersikap tegas dalam menghadapi perilaku Masyarakat Kasepuhan terkait penebangan pohon untuk sistem pertanian. Perluasan kawasan TNGHS menimbulkan perbedaan dalam aturan adat pengelolaan hutan oleh masyarakat dan Pihak TNGHS. Sehingga kajian mengenai strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS juga perlu dilakukan. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 5

23 1. Bagaimana garis besar perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi? 2. Bagaimana persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengenai perluasan kawasan TNGHS? 3. Bagaimana strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS? 4. Bagaimana dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Mengkaji garis besar perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 2. Mengkaji persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengenai perluasan kawasan TNGHS. 3. Mengkaji strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS. 4. Menganalisis dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 6

24 1. Bagi Mahasiswa Penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan kepada mahasiswa mengenai dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif akibat perluasan kawasan TNGHS terhadap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Penelitian ini juga membuka pikiran mahasiswa dalam menanggapi permasalahan tersebut. 2. Bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Penelitian ini memberikan informasi kepada Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengenai dampak yang ditimbulkan dari perluasan kawasan TNGHS terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat. 3. Bagi Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam mengevaluasi kebijakan yang terkait perluasan kawasan TNGHS ke Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengakomodir kepentingan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan pemerintah Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat petani serta sistem pertanian di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Kawasan Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Responden yang diambil adalah Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang tidak memiliki mata pencaharian sampingan sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. 7

25 Pengeluaran usahatani dalam penelitian ini hanya memperhitungkan biaya pupuk. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini hanya memperhitungkan pendapatan usahatani yang bersifat tunai. Adapun usahatani padi yang dilaksanakan oleh Masyarakat Kasepuhan hanya mengeluarkan biaya tunai berupa biaya pupuk, sedangkan biaya lainnya seperti tenaga kerja dan bibit merupakan biaya tidak tunai. 8

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Hutan Hutan dapat didefinisikan sebagai tempat berupa lahan yang luas yang terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik yang di dalamnya terdapat ekosistem yang saling mempengaruhi satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini setara dengan yang tercantum dalam UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 1 sebagaimana dikutip Sabara (2006) yang mendefinisikan hutan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan juga dapat didefinisikan menurut kepentingan para aktor yang memiliki kepentingan atas hutan. Banyak aktor yang memiliki kepentingan atas hutan. Akan tetapi, dalam banyak kasus pengelolaan hutan, aktor-aktor yang berkepentingan hanya dirumuskan dalam tiga aktor, seperti yang dirumuskan oleh Tadjudin (2000), yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah mendefinisikan hutan sebagai sebuah karunia Tuhan yang dapat dimanfaatkan dan dilestarikan keberadaannya untuk kesejahteraan masyarakat. Berbeda dengan pemerintah, swasta dan pelaku bisnis mengartikan hutan sebagai komoditas yang dapat menghasilkan uang dan keuntungan yang besar. Masyarakat pun memiliki arti tersendiri mengenai hutan. Masyarakat mengartikan hutan sebagai tempat menggantungkan hidup, sistem perekonomian, dan tempat spiritual yang menghubungkan masyarakat dengan alam, sehingga tercipta keharmonisan antara keduanya. Hak kepemilikan (property right) adalah klaim yang sah (secure claim) terhadap sumberdaya ataupun jasa yang dihasilkan dari sumber daya tersebut. Hak

27 kepemilikan juga dapat diartikan sebagai suatu gugus karakteristik yang memberikan kekuasaan kepada pemilik hak (Hartwick dan Olewiler, 1998). Karakeristik tersebut menyangkut ketersediaan manfaat, kemampuan untuk membagi atau mentransfer hak, derajat eksklusivitas dari hak, dan durasi penegakan hak (enforceability) (Perman et al., 1996). Perlu dicermati bahwa meski hak pemilikan menyangkut klaim yang sah, hak tersebut tidak bersifat mutlak. Hak pemilikan sering dibatasi oleh dua hal, yakni hak orang lain dan ketidaklengkapan (incompleteness). Bisa saja kita tidak berhak melakukan penambangan mineral di pekarangan rumah kita, namun pihak lain dapat melakukannya. Ketidaklengkapan hak pemilikan disebabkan oleh mahalnya biaya enforcement. Jika hutan ditebang oleh penebangan illegal, hak Negara atas hutan dibatasi oleh mahalnya mengawasi hutan tersebut dan melakukan penegakan hukum atas tindakan illegal tersebut (Fauzi, 2006) Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa di dalam sumber daya alam, sebagaimana dijelaskan oleh Bromley (1989) antara sumber daya (resource) dan rezim pemilikan terhadap sumberdaya tersebut harus dibedakan dengan jelas. Satu sumberdaya bisa saja mempunyai berbagai hak pemilikan. Hak pemilikan terhadap sumberdaya alam umumnya terdiri dari (Gibb and Bromley, 1989) : 1. State property dimana klaim pemilikan berada di tangan pemerintah 2. Private property dimana klaim pemilikan berada pada individu atau kelompok usaha (korporasi) 3. Common property atau Communal property dimana individu atau kelompok memiliki klaim atas sumberdaya yang dikelola bersama. 10

28 Suatu sumberdaya alam bisa saja tidak memiliki klaim yang sah sehingga tidak bisa dikatakan memiliki hak pemilikan. Sumberdaya seperti ini dikatakan sebagai open acces (Grima dan Barkes, 1989). Dengan pemahaman di atas, perbedaan antara hak pemilikan dan akses terhadap sumberdaya semakin jelas. Dengan mengambil dua contoh tipe akses yang berbeda, yakni akses terbuka (open access) dan akses terbatas (limited access), maka secara umum ada empat kemungkinan kombinasi antara hak pemilikan dan akses yang digambarkan dengan garis penuh. 1. Tipe pertama adalah tipe dimana hak pemilikan berada pada komunal atau Negara dengan akses yang terbatas. Tipe kombinasi ini memungkinkan pengelolaan sumberdaya yang lestari. 2. Tipe kedua adalah dimana sumberdaya dimiliki secara individu (privat) dengan akses yang terbatas. Pada tipe ini karakteristik hak pemilikan terdefinisikan dengan jelas dan pemanfaatan yang berlebihan bisa dihindari. 3. Tipe ketiga adalah kombinasi anatara hak pemilikan komunal dan akses yang terbuka. Tipe inilah yang dalam perspektif Hardin (1968) akan melahirkan the tragedy of the common. Tragedy terjadi karena apa yang dihasilkan dari sumberdaya dalam jangka panjang tidak lagi sebanding dengan apa yang dimanfaatkan oleh pengguna 4. Tipe keempat adalah kombinasi yang sebenarnya jarang terjadi dimana sumberdaya dimiliki secara individu namun akses dibiarkan terbuka (garis putus). Pengelolaan sumberdaya ini tidak akan bertahan lama karena rentan terhadap intrusi dan pemanfaatan yang tidak sah sehingga sumber daya akan cepat terkuras habis. 11

29 Kepemilikan hutan oleh Negara atau pemerintah, menurut Tadjudin (2000) menggunakan rujukan formal tentang penguasaan sumberdaya hutan di Indonesia yang berdasarkan kepada Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945: bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dalam UUD tersebut sudah jelas tersurat bahwa sumberdaya alam hanya dikuasai oleh Negara bukan dimiliki, dan secara tersirat jelas pula bahwa sumberdaya alam adalah sumberdaya publik. Namun, karena konsep sumberdaya merupakan barang publik, maka Negara mengklaim bahwa sumberdaya alam adalah milik Negara, yang pengelolaannya diatur oleh Negara. Peran Negara sangat dominan, selain klaim kepemilikan, aspek pengelolaan dan pengawasan sumberdaya hutan juga diatur oleh pemerintah. Kepemilikan hutan oleh swasta, hanya sebatas pada hak akses atas sumberdaya hutan. Hak akses ini terdistribusi baik dalam hak milik individual maupun kelompok. Dalam UU Pokok Kehutanan dan peraturan perundangundangan yang membawahinya, hak akses atas swasta hanya terbatas pada hak penguasaan terhadap sumberdaya hutan, bukan hak memiliki. Terdapat kekuasaan yang besar bagi para pemiliknya dalam mengelola sumberdaya hutan dengan berorientasi pemanfaatan fungsi hutan secara intensif Konservasi Sumberdaya Hutan Konservasi sumberdaya alam pada hakikatnya adalah upaya pemeliharaan serta pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan bijaksana agar dapat digunakan secara berkelanjutan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wiratno et al. (2004) yang mengemukakan bahwa konservasi adalah pengelolaan kehidupan alam oleh manusia, guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya secara 12

30 berkelanjutan bagi generasi saat ini, serta memelihara potensinya guna menjamin aspirasi dan kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep konservasi modern yaitu pemeliharaan sekaligus juga pemanfaatan keanekaragaman hayati secara bijaksana. Konsep ini didasarkan adanya dua kebutuhan: 1) kebutuhan untuk merencanakan sumberdaya didasarkan pada inventarisasi secara akurat, dan 2) kebutuhan untuk melakukan tindakan perlindungan agar sumberdaya tidak habis. Berdasarkan definisi International Union for Conservation of Nature and Nature Species (IUCN), kawasan konservasi merupakan kawasan daratan dan/atau perairan yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan pelestarian kenanekaragaman hayati sumberdaya alam dan budaya (Safitri, 2006) Sumberdaya alam yang sulit tergantikan karena keberadaannya terbatas membuat Pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dengan tujuan mewujudkan kelestarian sumberdaya alam serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus menetapkan hukuman bagi pelanggarnya. Lee et al. (2001) mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan terpenting yang mempengaruhi munculnya konservasi di Indonesia, selain UU No. 5 Tahun 1990 terdapat pula Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 mengenai Kehutanan (menggantikan UU No. 5 Tahun 1967) yang memberikan beberapa perubahan dalam kerangka hukum bagi kehutanan salah satunya dengan memberi ketentuan bagi pengelolaan kawasan oleh masyarakat. Undang-undang No 41 Tahun 1999 juga menyebutkan bahwa peraturan konservasi masih berwenang pemerintah pusat. Adapula Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), dan Keputusan Menteri (Kepmen) yang mengatur berbagai aspek pengelolaan 13

31 pelestarian. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut yaitu: PP No. 15 Tahun 1984, PP No. 28 Tahun 1985, PP No. 18 Tahun 1994, PP No. 68 Tahun 1998, Kepres No. 43 Tahun 1978, dan peraturan lainnya yang terkait dengan pengelolaan pelestarian alam. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal konservasi dipengaruhi pula oleh konferensi-konferensi internasional. Wiratno et al. (2004) menyebutkan ada dua konferensi penting yang mempengaruhi kebijakan konservasi di Indonesia. Pertama, World Conservation Strategy tahun 1980, yang menghasilkan sebuah arahan konsep konservasi dunia dengan menghasilkan buku yang berjudul World Conservation Strategy. Kedua, Kongres Taman Nasional dan Kawasan Lindung Sedunia ke-iii di Bali tahun 1982, yang menghasilkan pembangunan taman nasional di Indonesia sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 menerangkan tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas pada Kelompok Hutan Gunung Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak yang dikelola oleh Perum Perhutani, maka Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) yang luasnya hektar berubah menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan luas kawasan hektar. Pengelolaan TNGHS berada di bawah Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS). Wilayah kerja BTNGHS terletak dalam 28 kecamatan, dimana 9 kecamatan di Kabupaten Bogor, 8 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dan 11 14

32 kecamatan di Kabupaten Lebak. Secara keseluruhan terdapat 108 desa yang sebagian/seluruh wilayahnya berada di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan TNGHS. Komposisi jumlah penduduk dari 108 desa yang ada di TNGHS terdiri dari: jiwa di Kabupaten Sukabumi (Tahun 2006), jiwa di Kabupaten Bogor (Tahun 2005) dan jiwa di Kabupaten Lebak (Tahun 2005). Berdasarkan survei kampung yang dilakukan oleh GHSNP MP- JICA pada tahun 2005 dan 2007, tercatat ada 348 kampung yang berada di dalam kawasan TNGHS. Kawasan TNGHS dihuni oleh Masyarakat Kasepuhan yang secara historis penyebarannya terpusat di Kampung Urug, Citorek, Bayah, Ciptamulya, Cicarucub, Cisungsang, Sinar Resmi, Ciptagelar dan Cisitu. Masyarakat Kasepuhan memiliki lembaga adat yang terpisah dari struktur administrasi pemerintahan formal. Masyarakat Kasepuhan memiliki kearifan tradisional dalam pemanfaatan dan konservasi hutan, melalui pembagian wilayah berhutan berdasarkan intensitas pemanfaatan dan tingkat perlindungannya, yaitu: leuweung titipan (hutan titipan), leuweung tutupan (hutan tutupan) dan leuweung sampalan (hutan bukaan). Mereka memiliki pengetahuan etnobotani dan menggunakan tanaman dan tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka berdasarkan pengetahuan tersebut, serta mempertahankan pola pertanian yang mampu melestarikan sumberdaya genetik Padi (Oryza sativa) lokal. Pada saat ini sebagian anggota Masyarakat Kasepuhan mulai meninggalkan kearifan tradisional yang mereka miliki akibat dinamika proses sosial yang terjadi (TNGHS, 2007) Kemampuan ekonomi masyarakat sekitar TNGHS cenderung rendah, walaupun sebagian besar tidak termasuk dalam kategori rumah tangga miskin. 15

33 Secara umum jumlah rumahtangga miskin masyarakat di dalam dan di sekitar TNGHS dalam wilayah Kabupaten Sukabumi berjumlah rumahtangga atau 10% dari jumlah rumahtangga (data tahun 2006, tidak termasuk Desa Cianaga). Berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya alam di dalam kawasan TNGHS umumnya telah berlangsung sebelum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai taman nasional. Beberapa kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di TNGHS yang penting antara lain pemanfaatan lahan untuk pemukiman, budidaya pertanian dan pembangunan infrastruktur (TNGHS, 2007) Masyarakat Sekitar Hutan Masyarakat hutan adalah masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan, yang kehidupan ekonomi, sosial dan budayanya tergantung pada keberadaan sumberdaya hutan. Masyarakat disini tidak sekedar dipandang sebagai tujuan untuk rumahtangga yang dalam konsep ekonomi ditetapkan sebagai sosok yang memiliki fungsi tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi sebesarbesarnya (Tadjudin, 2000) Menurut Suharjito (2003), masyarakat lokal adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan bergantung kepada hutan untuk memenuhi kehidupannya (ekonomi, politik, religius dan lainnya). Kelompok masyarakat ini dapat berupa kumpulan beberapa keluarga atau rumahtangga yang membentuk unit kampung kecil, satu unit desa ataupun istilah lainnya sesuai dengan bahasanya (misalnya Gampong atau Mukim di Aceh; Silimo pada masyarakat Dani di Irian Jaya) sebagai satu kesatuan kehidupan. Masyarakat bukan hanya kumpulan keluarga atau rumah tangga, melainkan ia sebagai satu kesatuan unit 16

34 sosio kultural, yakni membangun sistem sosio kultural, tata nilai, norma, aturan, dan pola-pola hubungan sosialnya untuk mencapai tertib sosial (social code). Masyarakat di sekitar taman nasional merupakan masyarakat tradisional kasepuhan. Masyarakat tersebut memiliki pola kehidupan yang sangat unik dan kearifan lokal untuk mengelola kawasan hutan di sekelilingnya selama puluhan tahun Masyarakat Adat Keberadaan masyarakat adat hampir tersebar di semua daerah dan Negara termasuk Indonesia. Menurut Sangaji dalam Ningrat (2004) masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang memilki asal-usul leluhur secara turuntemurun di wilayah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Pengertian ini juga serupa dengan apa yang dikemukakan Durning dalam Mitchell yang dikutip oleh Ansaka (2006) yang menyebutkan lima definisi masyarakat adat, antara lain 1) merupakan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat, 2) sekelompok orang yang memiliki bahasa, tradisi, budaya, dan agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan, 3) selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat, 4) merupakan masyarakat pemburu, nomadik, peladang berpindah, dan 5) masyarakat dengan hubungan sosial yang menekankan pada kelompok, pengambil keputusan melalui kesepakatan serta pengelolaan sumberdaya secara kelompok. Masyarakat adat kasepuhan juga termasuk masyarakat tradisional, seperti yang dikemukakan oleh Suhandi dalam Ningrat (2004) yang mencirikan masyarakat tradisional sebagai berikut: 17

35 1. Hubungan atau ikatan masyarakat desa dengan tanah sangat erat 2. Sikap hidup dan tingkah laku yang magis religius 3. Adanya kehidupan gotong royong 4. Memegang tradisi dengan kuat 5. Menghormati para sesepuh 6. Kepercayaan pada pimpinan lokal dan tradisional 7. Organisasi kemasyarakatan yang relatif statis 8. Tingginya nilai sosial Menurut pengertian di atas, Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang mengidentifikasikan diri mereka menjadi masyarakat adat memang termasuk dalam kriteria yang sudah dijelaskan. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu tokoh adat kasepuhan yang mendefinisikan Masyarakat Kasepuhan sebagai suatu kelompok masyarakat yang mempunyai asal-usul sejarah yang jelas, berdiam di suatu wilayah geografis tertentu, mempunyai sistem, budaya, politik, sosial, ekonomi, hukum adat, tata nilai, kelembagaan, warga adat, perangkat adat, dan peradilan adat Persepsi Ma rat (1981) dalam Zulfarina (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Manusia mengamati suatu objek psikologik ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Adapun persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (1999) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh 18

36 informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya). Adapun alat untuk memahaminya, yaitu kesadaran kognisi. Dalam persepsi sosial ada dua hal yang ingin diketahui, yaitu keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini komunikasi non lisan (kontak mata, busana, gerak tubuh dan lain sebagainya) atau lisan dan kondisi yang lebih permanen yang ada di balik segala yang tampak saat ini (niat, sifat, motivasi dan sebagainya) yang diperkirakan menjadi penyebab kondisi saat ini. Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa berbeda dari persepsi pada umumnya, persepsi sosial sangat menggantungkan diri pada komunikasi. Persepsi seseorang tentang sesuatu sangat tergantung pada komunikasi yang terjadi antara keduanya. Adapun perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang lainnya disebabkan oleh lima faktor. Kelima faktor tersebut antara lain: (1) Perhatian (rangsangan yang ada di sekitar kita tidak ditangkap sekaligus, tetapi hanya difokuskan pada beberapa objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi); (2) Set (harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya seorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar pistol di saat ia harus berlari; (3) Kebutuhan (kebutuhan-kebutuhan sesaat atau yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut; (4) Sistem nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi; dan (5) Ciri kepribadian misalnya: watak, karakter dan kebiasaan yang mempegaruhi pula persepsi. Adapun menurut Gandadiputera (1983) dalam Illahi (2000), persepsi masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, budaya 19

37 dan pendidikan. Pengetahuan hasil proses belajar sebelumnya, aktivitas dan pengalaman individu mempengaruhi persepsinya terhadap sesuatu atau stimulus yang diharapkan Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi pengalaman masa silam yang memegang peranan penting (Asangari 1984 dalam Zulfarina 2003) 2.7. Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi (2002), usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Usahatani terdiri dari empat unsur pokok yaitu tanah, tenaga kerja, modal, serta pengelolaan. Usahatani memiliki dua tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan konsep meminimumkan biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi pada tingkat sekecil-kecilnya dalam suatu proses produksi. Secara umum pendapatan usahatani adalah penerimaan-penerimaan usahatani dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan (Soekartawi, 1986). Pendapatan dapat pula diartikan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi. Balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut dapat dipilih misalnya satu musim atau satu tahun. 20

38 Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi et al (1986) mengemukakan beberapa definisi yaitu: 1. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. 2. Pengeluaran usahatani (farm payment) merupakan jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani. 4. Penerimaan kotor usahatani (gross return) merupakan total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. 5. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan. 6. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Analisa pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Terdapat dua tujuan utama dalam analisis pendapatan yaitu dapat menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari perencanaan usahatani. Analisis pendapatan berguna untuk mengukur apakah kegiatan usahatani pada saat ini berhasil atau tidak. Suatu usahatani dikatakan sukses apabila pendapatannya memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2002) : 21

39 1. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkut dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut. 2. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi 3. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang disewa Pendapatan usahatani mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi petani untuk melanjutkan kegiatannya sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi petani utnuk melanjutkan kegiatannya (Soekartawi, 2002). Dengan demikian, pendapatan usahatani yang didapat akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan cara penggunaannya menentukan taraf hidup petani Penelitian Terdahulu Dari hasil penelitian Suharni (2010) yang berjudul Studi Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pembangunan Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) PT Arara Abadi Provinsi Riau didapatkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Lubuk Keranji Timur Riau sebelum adanya rencana pembangunan hutan tanaman pola kemitraan (HTPK) pada umumnya adalah baik. Rata-rata pendapatan per kapita masyarakat desa lebih tinggi dari nilai standar garis kemiskinan Sajogyo (Rp ). Hubungan sosial antara masyarakat desa sekitar Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) dan perusahaan secara umum juga berjalan dengan baik. Persepsi Responden terhadap keberadaan Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) menurut skala Likert adalah sedang. Artinya, masyarakat masih ragu untuk menjalankan kemitraan bersama 22

40 perusahaan karena belum ada sosialisasi lebih lanjut mengenai keberadaan HTPK maupun rencana pembangunan HTPK bersama masyarakat. Sedangkan persepsi terhadap keberadaan hutan secara umum dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kehidupan masyarakat. Penelitian ini tidak mengkaji pendapatan masyarakat sebelum rencana pembangunan HTPK dan perkiraan pendapatan setelah adanya pembangunan HTPK. Adapun Nurhaeni (2009) dalam penelitian yang berjudul Implikasi Penunjukan Areal Konservasi terhadap Pengelolaan Hutan dan Luas Lahan. Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak Desa Cirompang, Kec.Sobang, Kab.Lebak, Jawa Barat mengemukakan bahwa Aksesibilitas masyarakat terhadap hutan saat ini memang terbilang lemah. Masyarakat tidak lagi melakukan penebangan pohon untuk keperluan sehari-hari. Masyarakat hanya menanami lahan garapannya dengan buah-buahan serta tidak mengkonversikannya menjadi areal persawahan. Luas lahan garapan di Desa Cirompang mengalami penurunan akibat penunjukan areal konservasi di lahan garapan mereka. Hal ini berimplikasi terhadap penurunan pendapatan Masyarakat Desa Cirompang. Amandha (2006) melakukan penelitian yang berjudul Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan Akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitian tertutupnya akses masyarakat ke hutan menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan dimana setelah penutupan akses sebesar 33,33% memiliki tingkat pendapatan antara Rp Rp ; 30% memiliki tingkat pendapatan antara Rp Rp ; dan 16,67% memiliki tingkat pendapatan > Rp

41 Aprianto (2008) melakukan penelitian yang berjudul Komparasi Tradisional Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Dengan Aturan Formal Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Berdasarkan hasil penelitian, kearifan tradisional masyarakat adat membagi pengelolaan hutan atas perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan hutan. Masyarakat Kasepuhan membagi hutan atas hutan tutupan, hutan titipan, dan hutan garapan. Pengelolaan hutan dengan memanfaatkan kearifan tradisional merupakan bentuk pengelolaan hutan yang bijak. Permasalahan adanya masyarakat adat dalam Taman Nasional adalah bagaimana memperlakukan masyarakat adat secara terintregasi dalam pengelolaan Taman Nasional. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengelolaan hutan oleh Masyarakat Kasepuhan dengan pihak TNGHS. Perbedaan tersebut terjadi dalam pengelolaan hutan di lahan garapan. Masyarakat Kasepuhan membersihkan hutan untuk digunakan sebagai lahan garapan dengan membakar dan menebang kayu. Kayu yang ditebang digunakan untuk kebutuhan membangun rumah dan kayu bakar. Kegiatan ini bagi Masyarakat Adat merupakan adat-istiadat. Tetapi Pihak TNGHS menganggap kegiatan tersebut melanggar hukum konservasi Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki persamaan dan juga kebaruan dibandingkan penelitian Suharni (2010), Nurhaeni (2009) dan Amandha (2006). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Suharni (2010) yaitu dalam penggunaan metode analisis pendapatan dan analisis persepsi, sedangkan perbedaannya terletak pada rumusan masalah dan kajian pendapatan, dimana penelitian Suharni (2010) menganalisis dampak rencana pembangunan HTPK (Hutan Tanaman Pola 24

42 Kemitraan) terhadap kondisi sosial ekonomi. Adapun penelitian ini menganalisis dampak perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap kondisi sosial ekonomi. Selain itu, Penelitian Suharni (2010) hanya mengkaji pendapatan sebelum rencana pembangunan HTPK. Adapun penelitian ini mengkaji pendapatan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS. Adapun penelitian Nurhaeni (2009) menganalisis implikasi penunjukan kawasan konservasi dengan metode analisis deskriptif terkait perubahan akses masyarakat terhadap pengelolaan hutan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nurhaeni (2009) yaitu dalam rumusan masalah yaitu mengkaji dampak perluasan kawasan TNGHS. Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian Nurhaeni (2009) adalah dalam metode analisis dan pemilihan lokasi. Adapun penelitian ini dengan penelitian Amandha (2006) memiliki persamaan yaitu rumusan masalah yang mengkaji dampak perluasan kawasan TNGHS. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Amandha (2006) terletak pada analisis pendapatan dan pemilihan objek penelitian. Penelitian Amandha (2006) hanya mengkaji pendapatan masyarakat setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS dan objek penelitian yang dipilih adalah masyarakat lokal. Adapun penelitian ini mengkaji pendapatan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS serta objek penelitian yang dipilih adalah masyarakat adat. Selanjutnya, penelitian Aprianto (2008) mengkaji komparasi kearifan lokal Masyarakat Kasepuhan dengan aturan formal Pihak TNGHS. Adapun penelitian ini mengkaji pendapatan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1. 25

43 Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan 1. Suharni (2010) Metode analisis pendapatan dan metode Rumusan masalah dan pemilihan lokasi analisis persepsi 2. Nurhaeni (2009) Rumusan masalah Metode analisis dan pemilihan lokasi 3. Amandha (2006) Rumusan masalah Metode analisis dan pemilihan lokasi 4. Aprianto (2006) Objek penelitian Rumusan masalah Sumber : Penulis (2011) 26

44 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi konsep dasar dari pendapatan rumah tangga, persepsi, strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian, dampak perluasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi. Selain itu, berisi penjelasan mengenai keterkaitan antara keempat tujuan penelitian Pendapatan Usahatani Usahatani adalah sebagian dari kegiatan di permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga atau manajer yang digaji bercocok tanam atau memelihara ternak. Petani yang berusaha tani sebagai suatu cara hidup, melakukan pertanian karena dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti petani meluangkan waktu, uang serta dalam mengkombinasikan masukan untuk menciptakan keluaran adalah usahatani yang dipandang sebagai suatu jenis perusahaan (Maxwell, 1974 dalam Soekartawi, 2002). Pengelolaan usahatani yang efisien akan mendatangkan pendapatan yang positif atau suatu keuntungan, usahatani yang tidak efisien akan mendatangkan suatu kerugian. Usahatani yang efisien adalah usahatani yang produktivitasnya tinggi. Penerimaan petani pada dasarnya dibedakan menjadi 2 jenis yaitu : a. Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani. Perhitungan penerimaan kotor ini diperoleh dari perkalian

45 hasil produksi dengan harga jualnya. Dalam notasi dapat ditulis sebagai berikut : TR = P.Q Dimana : TR = penerimaan kotor (Rp) Q = jumlah produksi (unit) P = harga produksi (Rp/unit) b. Penerimaan bersih yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan. Dalam notasi dapat dituliskan sebagai berikut : π = TR TC Dimana : Π = pendapatan (Rp) TR = penerimaan kotor (Rp) TC = Biaya total yang dikeluarkan (Rp) Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Pengetahuan yang terbatas mengenai perluasan kawasan TNGHS menyebabkan persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap keduanya menjadi berbeda. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Persepsi merupakan proses yang terjadi dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya. 28

46 Menurut Calhoun dan Acocella (1990), persepsi memiliki tiga dimensi yang menandai konsep diri, yaitu: 1. Pengetahuan merupakan apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi lain-wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya. 2. Pengharapan merupakan gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi merupakan kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Persepsi masyarakat adat yang berbeda mengenai perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan perubahan strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat adat terkait dengan kelembagaan lokal sistem pertanian. Studi yang dilakukan oleh Natawijaya et al. (2009) menunjukkan bahwa yang menghambat inisiatif strategi adaptasi adalah kurangnya pengetahuan informasi yang jelas tentang perluasan kawasan TNGHS. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat adat seringkali berbeda dengan inisiatif pemerintah. Hal ini yang menyebabkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat adat. Konflik terjadi karena kurangnya konsultasi strategi adaptasi pemerintah terhadap masyarakat. Selain itu, pemerintah kurang mengkomunikasikan perluasan kawasan TNGHS kepada masyarakat adat. Masyarakat adat menganggap pemerintah telah 29

47 melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa memperdulikan hak masyarakat adat dalam mengelola lingkungan hidup mereka. Perluasan kawasan TNGHS telah merubah kelembagaan lokal yang turun-temurun dilakukan oleh mereka terutama dalam sistem pertanian Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat adat terkait perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan perubahan kelembagaan lokal sistem pertanian mereka. Hal tersebut mengakibatkan perubahan kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kondisi ekonomi ditandai dengan perubahan produksi pertanian masyarakat adat. Penelitian kali ini untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi pertanian masyarakat adat dan pendapatan masyarakat adat sebagai akibat perluasan kawasan TNGHS Kerangka Pemikiran Operasional Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu masyarakat adat yang tinggal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Masyarakat adat di Kasepuhan Sinar Resmi disebut sebagai Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Sistem pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagai salah satu kelembagaan lokal telah mengalami perubahan. Informasi dan pengetahuan yang tidak sempurna mengenai perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan strategi adaptasi kelembagaan lokal terkait sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengalami perubahan. Selain itu, perluasan kawasan TNGHS juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. 30

48 Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan keterkaitan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Tujuan pertama, kedua, dan ketiga dari penelitian dilakukan melalui metode survei dengan unit analisis rumah tangga masyarakat adat. Kajian mengenai gambaran umum perluasan kawasan TNGHS bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh mengenai perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kajian mengenai persepsi masyarakat adat bertujuan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat adat memahami perluasan kawasan TNGHS. Kajian mengenai strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian bertujuan untuk mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat adat akibat perluasan kawasan TNGHS. Strategi tersebut dilihat dari sejauh mana masyarakat adat merespon perluasan TNGHS serta upaya apa saja yang telah dilakukan oleh masyarakat adat untuk mempertahankan kelangsungan sistem pertanian mereka yang sudah turun-temurun. Tujuan keempat dari penelitian adalah mengetahui kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS. Kondisi ekonomi dikaji dengan mengestimasi perubahan produksi pertanian di Kasepuhan Sinar Resmi. Adapun kondisi sosial dikaji dengan menganalisis hubungan sosial Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan pihak TNGHS terkait dengan konflik yang terjadi akibat perluasan kawasan TNGHS. Selanjutnya dari hasil penelitian dirumuskan rekomendasi bagi para stakeholder dalam mengatasi dampak perluasan kawasan TNGHS. Khususnya, terhadap kelembagaan lokal sistem pertanian. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 1. 31

49 Penebangan liar di Pondok Injuk Isu Perluasan Perubahan kawasan Iklim TNGHS Dampak Perluasan Kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 1. Gambaran Umum Perluasan Kawasan TNGHS -Analisis deskriptif 2. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Mengenai Perluasan Kawasan TNGHS -Analisis persepsi dengan rataan skor 3. Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi -Analisis deskriptif 4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan TNGHS -Pendapatan Bersih Total -Analisis Tingkat Kesejahteraan Saran/Implikasi Kebijakan Sumber : Penulis (2011) Gambar 1. Diagram Alur Bepikir 32

50 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu Kawasan Masyarakat Adat yang terkena dampak perluasan kawasan TNGHS. Selain itu Kasepuhan Sinar Resmi adalah kasepuhan yang terbesar diantara kasepuhan lainnya di Desa Sirna Resmi. Penelitian dilakukan selama empat bulan. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuesioner. Data primer meliputi data mengenai persepsi, strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian, pendapatan serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dari instansi terkait (TNGHS dan Kantor Kepala Desa Sirna Resmi) dan literaturliteratur yang relevan dengan penelitian Metode Pengambilan Contoh Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu informan dan responden. Informan adalah seseorang yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya.

51 Adapun informan yang diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti Pihak TNGHS, Ketua Kasepuhan Sinar Resmi dan Sekretaris Kasepuhan Sinar Resmi. Banyaknya informan disini tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut sudah memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik bola salju (snowball sampling) secara sengaja (purposive). Penelitian menganalisis responden dengan unit rumahtangga. Hal ini dikarenakan rumahtangga memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan penentuan pengalokasian sumberdaya. Responden adalah pihak yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang berada disekitar kawasan perluasan TNGHS Desa Sirna Resmi yang mengelola lahan garapan di dalam kawasan TNGHS. Pengambilan sampel (responden) dilakukan dengan purposive sampling dengan metode (non-probability sampling). Pada teknik ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Pengambilan sampel dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Kampung Cimapag, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Responden diambil sebanyak 30 rumahtangga petani dari 80 rumahtangga petani Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung Cimapag Metode dan Prosedur Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft 34

52 Office Excel Data yang digunakan dalam kajian mengenai persepsi, strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian, pendapatan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi adalah data primer. Sedangkan data mengenai gambaran umum perluasan kawasan TNGHS adalah data sekunder. Berikut ini matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian (Tabel 2). Tabel 2. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data, dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data MetodeAnalisis Data 1. Mengkaji garis besar perluasan Data sekunder Analisis Deskriptif kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 2. Mengkaji persepsi Masyarakat Data primer Analisis Deskriptif Kasepuhan Sinar Resmi mengenai perluasan kawasan TNGHS 3. Mengkaji strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS Data primer Analisis Deskriptif 4. Menganalisis dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Data primer Analisis Pendapatan (Dampak Ekonomi) Analisis Deskriptif (Dampak Sosial) Garis Besar Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji garis besar perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang meliputi beberapa parameter yang bersifat kualitatif. Analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan 35

53 secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta antar fenomena yang diselidiki. Tabel 3 menjelaskan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam mengkaji garis besar perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Tabel 3. Matriks Analisis Garis Besar Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Parameter Analisis 1. Riwayat Perluasan Kawasan TNGHS 2. Aktor yang terlibat dalam perluasan kawasan TNGHS 3. Alasan dilakukan perluasan kawasan TNGHS 4. Dampak perluasan kawasan TNGHS 5. Implementasi kebijakan perluasan kawasan TNGHS Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji riwayat umum dalam perluasan kawasan TNGHS Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengidentifiksi stakeholder yang terlibat dalam perluasan kawasan TNGHS Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji latar belakang munculnya peraturan perluasan kawasan TNGHS Analisis dilakukan secara deskriptif mengenai dampak perluasan kawasan TNGHS terhadap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Hal tersebut juga terkait konflik yang terjadi antara pihak TNGHS dan masyarakat serta bagaimana penyelesainnya Analisis dilakukan secara deskriptif terkait apa saja implementasi dari kebijakan perluasan kawasan TNGHS terhadap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi pada dasarnya merupakan penjabaran dari indikator pengurangan emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan secara umum. Hal tersebut diaplikasikan dalam bentuk perluasan kawasan TNGHS dari Ha menjadi Ha di Provinsi Jabar dan Banten. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi saat ini tidak dapat lagi mengolah lahan yang sudah dikelola sejak turun-temurun. Hal ini dikarenakan 36

54 lahan tersebut sudah dikuasai dan dilarang oleh TNGHS untuk digunakan masyarakat. Pihak TNGHS mengarahkan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi untuk memperbaiki sistem pertanian ladang berpindah atau sering disebut huma dengan sistem pertanian sawah menetap. Hal ini disebabkan oleh tindakan masyarakat adat yang dinilai oleh pihak pemerintah telah merusak hutan dengan membuka hutan secara bebas untuk kegiatan pertanian mereka Persepsi Mengenai Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Perolehan data persepsi dilakukan dengan mewancarai 30 responden yang dipilih secara sengaja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis persepsi dengan rataan skor. Metode ini mengenali indikator utama dalam perluasan kawasan TNGHS. Indikator mengenai perluasan kawasan TNGHS meliputi persepsi masyarakat terhadap Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan persepsi mengenai perluasan kawasan TNGHS. Bobot nilai jawaban responden pada kuesioner adalah dengan Skala Likert yang diberi secara kuantitatif dari 1 sampai 5. Cara penilaian terhadap hasil jawaban responden dengan Skala Likert dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Bobot Nilai Jawaban Responden Jawaban Responden Bobot nilai Sangat setuju 5 Setuju 4 Cukup Setuju 3 Tidak Setuju 2 Sangat Tidak Setuju 1 Untuk mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan rata-rata dari setiap indikator. Nilai rata-rata tersebut diperoleh dari penjumlahan hasil kali 37

55 total responden pada masing-masing skor dengan skornya, kemudian dibagi dengan jumlah total responden secara keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk mencari rataan skor tersebut adalah: Sumber: Nazir (2002) Dimana: Rs =Rata-rata n =Responden yang memilih skor trertentu s1 =Bobot skor N =Jumlah Total Responden Interpretasi selanjutnya diperoleh dengan mencari nilai skor rataan dengan rumus: Sumber : Nazir (2002) Dimana: m =jumlah alternatif jawaban tiap item Penelitian ini menggunakan Skala Likert dari 1 sampai 5 sehingga nilai skor rataan yang diperoleh menjadi: Sumber : Nazir (2002) Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Skor Rataan Skor Rataan Jawaban Responden Interpretasi Hasil 1,00 1,80 Sangat tidak setuju Sangat Buruk 1,81 2,60 Tidak Setuju Buruk 2,61 3,40 Cukup Setuju Cukup Baik 3,41 4,20 Setuju Baik 4,21-5,00 Sangat Setuju Sangat Baik 38

56 Berikut adalah matriks analisis persepsi dalam penelitian (Tabel 6). Tabel 6. Matriks Analisis Persepsi Parameter 1. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan 2. Persepsi masyarakat terhadap Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3. Persepsi mengenai perluasan kawasan TNGHS Analisis Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji indikator kepentingan dan hubungan masyarakat dengan keberadaan hutan Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji indikator hubungan antara masyarakat dengan TNGHS Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji pengetahuan masyarakat akan perluasan kawasan TNGHS, penerimaaan akan perluasan kawasan TNGHS, perubahan sistem pertanian ladang berpindah menjadi pertanian menetap, penerimaan masyarakat akan distribusi benih Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Perluasan kawasan TNGHS terhadap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menyebabkan pergeseran kelembagaan lokal terutama bidang pertanian yang telah turun temurun disepakati dan dilaksanakan. Sehingga strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian juga perlu diperhatikan. Adaptasi pada dasarnya membantu masyarakat adat agar lebih tangguh dalam menghadapi perubahan. Adaptasi terhadap sistem pertanian memiliki hubungan yang sangat penting terhadap kondisi pertanian masyarakat adat. Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS. Unsur-unsur yang dikaji meliputi aturan adat waktu tanam padi, menanam padi dan pascapanen padi. Berikut adalah matriks analisis strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian (Tabel 7) 39

57 Tabel 7. Matriks Analisis Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Parameter Analisis 1. Aturan adat waktu tanam padi 2. Aturan adat dalam menanam padi 3. Aturan adat dalam pascapanen padi Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji penggunaan benih Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji penggunaan huma dalam menanam padi serta pelaksanaan ritual dalam penggarapan lahan Analisis dilakukan secara deskriptif dalam perlakuan terhadap padi setelah panen Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat adat akibat perluasan kawasan TNGHS berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi ekonomi dicirikan dengan perubahan produktifitas dan analisis kesejahteraan. Kondisi sosial dicirikan dengan hubungan masyarakat adat dengan pihak TNGHS Kondisi Ekonomi Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat adat akibat perluasan kawasan TNGHS berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi. Kondisi ekonomi masyarakat adat akibat perluasan kawasan TNGHS dicirikan dengan produktifitas pertanian dan analisis kesejahteraan. Unsur-unsur yang dianalisis meliputi karakteristik responden, informasi lahan, data pengeluaran dan data pendapatan. Berikut adalah matriks analisis kondisi ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS (Tabel 8) 40

58 Tabel 8. Matriks Analisis Kondisi Ekonomi Parameter Analisis 1. Karakteristik responden Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap usia, tingkat pendidikan, jenis 2. Informasi lahan pekerjaan. Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap luas kepemilikan lahan, status 3. Data pengeluaran lahan, panen dalam setahun. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji pengeluaran untuk pengelolaan lahan garapan terdiri dari upah tenaga kerja, 4. Data pendapatan biaya pupuk dan penyediaan bibit. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji pendapatan 1. Pendapatan Rumah Tangga Responden Pada penelitian ini, pendapatan rumah tangga responden dianalisis berdasarkan mata pencaharian. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang diambil mewakili (representatif) sesuai dengan sebaran kondisi perekonomian masyarakat. Sebagian besar mata pencaharian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Desa Sirna Resmi adalah petani. a. Pendapatan Usaha Tani (PUT) PUT =Y-(X X n ) Sumber : Sajogyo (1996) Dimana : Y =Pendapatan kotor (Rp) X 1- X n =Pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan pengelolaan lahan (Rp) b. Pendapatan Non Usaha Tani (PN), pendapatan yang diperoleh dari kegiatan luar usaha tani misalnya berdagang, gaji yang diperoleh dari wiraswasta dan pertukangan. c. Pendapatan Bersih Total (PBT), yaitu : PBT =PUT+PN 41

59 Sumber : Sajogyo (1996) Dimana: PBT =Pendapatan Bersih Total (Rp) 2. Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Sebelum dan Sesudah Perluasan TNGHS Untuk mengetahui kontribusi pendapatan usahatani terhadap pendapatan bersih total petani dihitung menggunakan rumus : Dimana : %PUT PUT PN = Persentase pendapatan dari kegiatan pengelolaan lahan garapan terhadap total pendapatan = Pendapatan dari pengelolaan lahan garapan (Rp) = Pendapatan dari luar kegiatan pengelolaan lahan garapan (Rp) 3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Penelitian ini menggunakan kriteria garis kemiskinan Sajogyo untuk mengetahui taraf kesejahteraan. Berdasarkan kriteria garis kemiskinan Sajogyo, kemiskinan adalah keadaan dimana pendapatan per kapita kurang dari nilai uang setara 480 kg beras di perkotaan, dan 320 kg beras di pedesaan (Sajogyo, 1996). Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan antara pendapatan per kapita responden dengan hasil perhitungan dengan acuan standar kemiskinan Sajogyo serta menggunakan nilai 320kg beras ekuivalen per kapita/tahun. Sumber: Sajogyo (1996) Dimana : PCI =Pendapatan per kapita (Rp/kapita/tahun) PBT =Pendapatan Bersih Total (Rp/tahun) 42

60 Kondisi Sosial Kondisi sosial masyarakat adat akibat perluasan kawasan TNGHS dicirikan dengan hubungan sosial masyarakat adat dengan pihak TNGHS termasuk konflik yang menyangkut pengukuhan hak masyarakat adat (tenure) akan pengelolaan hutan. Unsur-unsur dalam analisis kondisi sosial meliputi unsur perubahan perilaku petani, perluasan kawasan TNGHS, dan penentuan sistem pertanian menetap. Berikut adalah matriks analisis kondisi sosial Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS (Tabel 9). Tabel 9. Matriks Analisis Kondisi Sosial Parameter Analisis Perubahan sikap Analisis dilakukan secara deskriptif tentang Masyarakat Kasepuhan konflik yang terjadi antara pihak TNGHS dan Sinar Resmi dengan masyarakat kasepuhan pihak TNGHS 43

61 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C sedangkan pada musim penghujan sekitar C. Desa Sirna Resmi memiliki curah hujan yang bervariasi antara mm/tahun dengan kelembapan udara 84%. Desa Sirna Resmi memiliki ketinggian tanah m dpl, dengan tingkat kemiringan lereng berkisar antara 25-45%. Desa ini terdiri dari 7 RW dan 31 RT. Dusun yang terletak di Desa Sirna Resmi antara lain Dusun Cikaret, Dusun Cibongbong, Dusun Sukamulya, Dusun Situmurni, Dusun Cicemet, Dusun Sinar Resmi dan Dusun Cimapag. Jarak dari kecamatan ke desa adalah 23 km, jarak dari kabupaten ke desa adalah 38 km dan jarak dari provinsi ke desa adalah 203 km. Batas-batas Desa Sirna Resmi antara lain sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sirna Galih, sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Desa Cicadas, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cihamerang. Luas wilayah desa ini adalah 4917 ha. Sebagian besar wilayah nya yaitu 3700 ha masuk kawasan Taman Nasional berdasarkan SK Penunjukan No. 175 tahun Desa Sirna Resmi dihuni oleh tiga kelompok masyarakat adat yang merupakan bagian dari Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yaitu Kasepuhan Cipta Mulya, Kasepuhan Sinar Resmi, dan Kasepuhan Ciptagelar. Berdasarkan data monografi desa tahun 2010, menunjukkan bahwa penduduk Desa Sirna Resmi sekitar jiwa yang terbagi dalam kepala keluarga dengan jumlah

62 penduduk laki-laki adalah jiwa dan jumlah penduduk perempuan adalah jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Dusun Cibongbong sejumlah jiwa. Adapun jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Dusun Cicemet sebanyak 262 jiwa. Berikut adalah gambaran penyebaran penduduk Desa Sirna Resmi pada tiap dusun (Tabel 10). Tabel 10. Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi berdasarkan Dusun No Dusun Jumlah Penduduk Jumlah KK L P Total Total 1. Sinar Resmi Cibongbong Cikaret Cimapag Situmurni Cicemet Sukamulya Jumlah Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa Sirna Resmi (2010) Masyarakat Desa Sirna Resmi dikelompokan menjadi kelompok usia pendidikan dan kelompok usia tenaga kerja. Kategori usia kelompok pendidikan mulai dari balita sampai remaja sejumlah jiwa. Sedangkan kategori usia tenaga kerja merupakan kelompok usia dewasa yang berjumlah jiwa. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penduduk Desa Sirna Resmi memiliki jumlah penduduk usia produktif yang cukup tinggi. Gambaran jumlah penduduk menurut tingkat usia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi berdasarkan Usia Kategori Kelompok Menurut Usia Usia (tahun) Jumlah/Jiwa a. Kelompok Pendidikan b. Kelompok Tenaga Kerja Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa Sirna Resmi (2010) 45

63 5.2. Karakteristik Umum Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Karakterisitik umum Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi diperoleh berdasarkan survei terhadap 30 Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Karakteristik umum Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dilihat dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin dan usia, pendidikan formal, mata pencaharian, luas dan status kepemilikan lahan Usia Tingkat usia Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi berkisar antara tahun. Berdasarkan sebaran normal usia Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dikelompokan menjadi lima yaitu: (1) < 30 tahun, (2) tahun, (3) tahun, (4) tahun, dan (5) tahun. Berikut merupakan sebaran penduduk Kasepuhan Sinar Resmi berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada Gambar 2. 34% 13% 3% 23% 27% < Sumber : Data Primer (2011) Gambar 2. Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Usia Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa sebaran usia Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi hampir merata pada setiap selang usia. Sebaran umur terbanyak pada usia tahun sebesar 34% dan sebaran umur paling sedikit pada usia <30 tahun sebesar 3%. Hal ini disebabkan rata-rata masyarakat mulai bekerja pada usia menjelang 20 tahun ke atas. 46

64 Pendidikan Formal Tingkat pendidikan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi masih sangat rendah. Hal ini ditunjukan oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang berpendidikan SD sebanyak 70% dan yang tidak sekolah sebanyak 27%. Sementara yang berpendidikan tamat SMP hanya 3%. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan fasilitas pendidikan jaman dahulu masih sedikit. Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 3. 3% 70% 27% Tidak Sekolah SD SMP Sumber : Data Primer (2011) Gambar 3. Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Mata Pencaharian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Sejak terjadi perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) mengakibatkan sebagian masyarakat memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini disebabkan oleh semakin terbatasnya akses masyarakat terhadap lahan garapan yang berada di kawasan perluasan. Gambaran mengenai sebaran mata pencaharian sampingan setelah terjadi perluasan TNGHS dapat dilihat pada Gambar 4. 47

65 Penyadap Aren 47% 3% 13% 27% 10% Pedagang Buruh Ojeg Tidak Ada Pekerjaan Sampingan Sumber : Data Primer (2011) Gambar 4. Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Mata Pencaharian Sampingan Setelah Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sebagian besar masyarakat kasepuhan memilih pekerjaan sampingan sebagai penyadap aren yaitu sebesar 27%. Pekerjaan sampingan sebagai pedagang sebesar 10%. Pekerjaan sebagai buruh rata-rata dilakukan masyarakat ketika menunggu musim panen tiba. Pekerjaan sampingan sebagai tukang ojeg sebesar 3%. Selain itu, sebagian masyarakat kasepuhan ada juga memilih untuk bertahan terhadap pertanian tanpa mengandalkan pekerjaan sampingan yaitu sebesar 47% Luas dan Kepemilikan Lahan Lahan yang dimiliki Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terbilang sempit dibawah 0,5 ha dengan porsi 100%. Walaupun penguasaan lahan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Kasepuhan Sinar Resmi relatif sempit akan tetapi mayoritas berstatus sebagai pemilik yakni sebanyak 97% sedangkan 3% sisanya sebagai penggarap. Persentase luas penguasaan lahan dapat dilihat pada Gambar 5. 48

66 3% 97% Pemilik Lahan Penggarap Sumber : Data Primer (2011) Gambar 5. Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan 5.3. Gambaran Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Kasepuhan Sinar Resmi terletak di Desa Sirna Resmi, bersama dengan dua kasepuhan lainnya yakni Kasepuhan Cipta Mulya dan Kasepuhan Cipta Gelar yang saling terkait dan masih dalam satu keturunan. Kasepuhan Sinar Resmi dibentuk oleh para leluhur (karuhun) yang merupakan laskar Kerajaan Padjajaran yang mundur ke daerah Selatan karena kerajaan mereka berhasil dikuasai oleh Kasultanan Banten. Kasepuhan Sinar Resmi selalu berpindah-pindah sebelum di Desa Sirna Resmi saat ini. Hal ini didasarkan pada wangsit dari para karuhun yang disampaikan melalui Kepala Kasepuhan yaitu Abah untuk mencari lebak cawane (lembah perawan) yang diyakini akan memberikan kemakmuran bagi masyarakat kasepuhan. Kasepuhan Sinar Resmi telah berpindah-pindah selama 29 generasi dimulai sejak tahun 611 M. Namun hanya delapan generasi terakhir saja yang boleh diketahui oleh Incu Putu (masyarakat adat), karena 21 generasi lainnya merupakan rahasia para leluhur yang tidak boleh diketahui oleh siapapun. Perpindahan Kasepuhan Sinar Resmi diawali dari perpindahan kampung gede dari Lebak Selatan ke Sukabumi Selatan, di Kampung Bojongcisono oleh Ki 49

67 Jasun. Abah Rusdi, putra dari Ki Jasun, memindahkan kampung gede ke Kampung Cicemet, Sukabumi Selatan. Putra Abah Rusdi, yaitu Abah Arjo memindahkan kampung gede sebanyak tiga kali yaitu ke Kampung Waru, Cidadap dan Cisarua yang semuanya berada di Sukabumi Selatan. Sepeninggal Abah Arjo, Kasepuhan dilimpahkan kepemimpinannya pada Abah Encup Sucipta (Abah Anom). Beliau pindah ke Cipta Rasa selama 17 tahun. Pada tahun 1985 Kasepuhan terpecah menjadi dua yaitu Kasepuhan Cipta Rasa (Abah Anom) dan Kasepuhan Sinar Resmi (Abah Udjat Sujati). Pada tahun 2000 Abah Anom pindah ke Ciptagelar. Pada tahun 2007 Abah Anom meninggal dunia dan kasepuhan dilanjutkan oleh anaknya yaitu Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Pada tahun 2002 Abah Udjat meninggal dunia dan kasepuhan dilanjutkan oleh anaknya yaitu Abah Asep Nugraha. Sejak tahun 2002 hingga akhir tahun 2010 kasepuhan yang ada di Desa Sirna Resmi terbagi menjadi tiga yaitu Kasepuhan Cipta Gelar (Abah Ugi Sugriana Rakasiwi), Kasepuhan Sinar Resmi (Abah Asep Nugraha) dan Kasepuhan Cipta Mulya (Abah Hendrik). Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi secara keseluruhan beragama Islam, meskipun dalam beberapa hal masih mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib (Animisme). Menurut Bapak UGS (64 tahun) mereka mengikuti tata cara ibadah yang dilakukan oleh Rasul, dengan istilah Slampangan dika Gusti Rasul. Slampangan dika Gusti Rasul adalah kami beragama Islam, mempercayai Nabi Muhammad sebagai Rasul. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar merupakan Suku Sunda. Masyarakat mewariskan adat dari Kerajaan Padjajaran, salah satunya Bahasa Sunda. Bahasa Sunda digunakan dalam percakapan sehari-hari dan 50

68 digunakan dalam ritual adat. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memiliki filosofi hidup yang satu jiwa pada diri masyarakat kasepuhan. Basis dari hukum adat kasepuhan adalah filosofi hidup tilu sapamulu, dua sakarupa, hiji eta-eta keneh. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Ucap Nagara Raga Tekad Buhun Nyawa Lampah Syara Papakean Sumber : Rimbawan Muda Indonesia (2004) Gambar 6. Konsep Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, dan Hiji Eta Keneh Tekad, ucap dan lampah merupakan cerminan ucapan dan tingkah laku yang harus berlandaskan niat yang dapat dipertanggungjawabkan dan berjalan selaras. Makhluk hidup berpakaian mengandung makna bahwa masyarakat kasepuhan memiliki kebudayaan tersendiri yang mereka lindungi. Sedangkan aspek buhun (kepercayaan adat), nagara (negara) dan syara (agama) merupakan peleburan yang menunjukkan bahwa terdapat pengakuan masyarakat kasepuhan terhadap perubahan bernegara (dari kerajaan menjadi negara Indonesia) dan hadirnya keyakinan yang lain yaitu Islam. Selain itu filosofi Ibu Bumi, bapak langit juga mengilhami kehidupan masyarakat kasepuhan. Bumi (tanah) dianalogikan sebagai ibu yang dapat melahirkan sebuah kehidupan (makanan untuk hidup manusia). Langit 51

69 dianalogikan sebagai bapak yang dapat menurunkan hujan, dimana jika hujan turun ke bumi, maka akan menumbuhkan kehidupan baru. Rumah penduduk merupakan rumah panggung yang bertujuan untuk menghindari dingin. Rumah panggung juga dipercaya oleh masyarakat bahwa mereka sudah melaksanakan tilu sapamulu, yang mana siku penyangga rumah berbentuk segitiga. Waktu untuk pemilihan kayu dihitung berdasarkan hari dan tanggal yang baik (hal ini dikarenakan pada tanggal 1 Bulan Safar sampai 15 Bulan Maulid merupakan waktu yang dilarang untuk mengambil kayu). Atap rumah berbentuk bulat dan segitiga yang terbuat dari ijuk. Arti dari segitiga merupakan kesatuan dari agama, negara, dan adat yang harus sejalan, sedangkan bulat merupakan tanda bahwa manusia berasal dari lubang (tanah) dan akan kembali ke lubang (tanah). Dinding rumah terbuat dari bilik bambu. Hal ini bertujuan, apabila ingin pindah rumah, masyarakat tidak perlu membangun rumah kembali. Selain aturan dalam membangun rumah, masyarakat kasepuhan juga memiliki tata cara berpakaian sendiri, khususnya ketika ada kegiatan-kegiatan adat. Untuk laki-laki biasanya memakai baju koko dan ikat kepala yang terbuat dari kain batik. Sedangkan perempuan biasanya memakai baju kebaya dan kain sarung. Semua aturan adat harus dijalankan oleh masyarakat, karena masyarakat percaya bahwa bila ada pelanggaran dari aturan adat ini maka akan terjadi sesuatu yang buruk atau disebut dengan kabendon. Seseorang bisa lepas dari kabendon apabila ingat akan kesalahannya dan minta maaf kepada Abah selaku ketua adat dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. 52

70 VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan kawasan hutan lindung dengan luas ha selama periode masa pemerintahan Hindia-Belanda. Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1935 mengeluarkan kebijakan mengenai perubahan kawasan tersebut untuk menjadi cagar alam dengan nama Cagar Alam Gunung Halimun yang dikelola oleh Djawatan Kehutanan Jawa Barat (Jabar). Pada tahun 1977 Gubernur Jabar menyetujui usulan bahwa seluruh hutan lindung di wilayah Jabar diserahkan ke Direktorat Pelestaraian Hutan dan Perlindungan Alam (PHPA) di bawah Departemen Kehutanan. Tahun 1978 kawasan Cagar Alam Gunung Halimun dikelola oleh Perum Perhutani. Tahun 1979 PHPA juga mulai mengelola kawasan ini yang sudah diperluas menjadi ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992 kawasan Cagar Alam Halimun ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) dibawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Pada tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan TNGH dipegang oleh Unit Pelaksana Teknis Balai TNGH, Dirjen PHKA, dan Departemen Kehutanan. Sumberdaya alam hutan dari waktu ke waktu semakin terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan oleh deforestasi yang tinggi akibat kegiatan produksi dan illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat lokal yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, atas dorongan pihak yang peduli akan

71 konservasi seperti Departemen Kehutanan dan beberapa LSM, kawasan TNGH diperluas dengan kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut dan kawasan sekitarnya yang dulunya berstatus hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani, dialihfungsi menjadi hutan konservasi. Hal ini dikarenakan perlu zona penyangga antara Gunung Halimun dengan Gunung Salak dan Gunung Endut. Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts- II/2003 pada tanggal 10 Juni 2003, kawasan TNGH diperluas dengan luas total ha dan bernama resmi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Tabel 12 menjelaskan riwayat pendirian dan penetapan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Tabel 12. Riwayat Penetapan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Periode Tahun Keterangan Status sebagai hutan lindung di bawah pemerintahan Belanda dengan luas mencakup ha Status cagar alam di bawah pengelolaan pemerintah Belanda dan Republik Indonesia/ Djawatan Kehutanan Jawa Barat Status cagar alam di bawah pengelolaan Perum Perhutani Jawa Barat Status cagar alam di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam III, yaitu Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat I Status cagar alam di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Status taman nasional di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Status taman nasional di bawah pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Halimun setingkat eselon III 2003-sekarang Status penunjukan kawasan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas ha (merupakan penggabungan kawasan lama TNGH dengan eks hutan lindung Perhutani Gunung Salak, Gunung Endut dan hutan produksi terbatas sekitarnya. Sumber : Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2007) Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan TNGHS umumnya adalah masyarakat Sunda yang terbagi dalam Masyarakat Kasepuhan dan non 54

72 kasepuhan. Salah satu masyarakat yang termasuk dalam kawasan perluasan TNGHS adalah Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kawasan TNGHS merupakan kawasan tanah hutan milik negara yang berada di bawah kewenangan Departemen Kehutanan yang disesuaikan dengan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati, UU Pokok Kehutanan No.5/1967 dan UU No. 24 tahun 1993 tentang Tata Ruang, dimana TNGHS merupakan kawasan lindung. TNGHS memiliki aturan zonasi berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-Ii/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Pembagian zonasi taman nasional berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-Ii/2006 adalah sebagai berikut : 1. Zona inti adalah kawasan taman nasional yang mempunyai kondisi alam yang masih asli dan belum diganggu oleh manusia yang berfungsi untuk perlindungan keanekaragaman hayati. 2. Zona rimba adalah kawasan taman nasional yang letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. 3. Zona pemanfaatan adalah kawasan taman nasional yang dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa lingkungan lainnya. 4. Zona tradisional adalah kawasan taman nasional yang dimanfaatkan untuk kepentingan tradisional oleh masyarakat yang karena faktor sejarah dimana mereka mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam. 5. Zona rehabilitasi adalah kawasan taman nasional yang mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan. 55

73 6. Zona religi, budaya dan sejarah adalah kawasan taman nasional yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya dan sejarah. 7. Zona khusus adalah kawasan taman nasional dimana telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Pada dasarnya penetapan zonasi oleh TNGHS juga dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan. Dalam pengelolaan hutan, Masyarakat Kasepuhan membagi hutan (leuweung) ke dalam tiga pembagian, yaitu Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung bukaan. 1. Leuweung tutupan adalah kawasan hutan yang sama sekali tidak boleh diganggu untuk kepentingan apapun. Kawasan ini dipercaya dijaga oleh rohroh dan siapa yang melanggar akan terjadi kemalangan (kabendon). Kawasan ini memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi termasuk dalam kawasan lindung karena fungsinya sebagai daerah resapan air (Leuweung sirah cai). Hutan ini hanya boleh dimasuki oleh petugas pengawasan hutan (kemit leuweung) yang telah diamanatkan oleh Abah (Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi) untuk memeriksa barang-barang pusaka yang ada didalam hutan tutupan. Hutan tutupan boleh dimasuki oleh manusia atas izin Abah. Hutan tutupan digunakan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk membuat bangunan dan hasil hutan non kayu berupa tanaman obat-obatan. Setiap warga yang ingin mengambil kayu harus 56

74 menanam pohon di lahan yang memiliki jarak renggang antar pohon. Jumlah pohon yang ditanam pun, harus disesuaikan dengan jumlah pohon yang ditebang. 2. Leuweung titipan adalah kawasan yang diamanatkan leluhur kepada para incu putu untuk menjaga dan tidak mengganggu kawasan ini. Siapapun yang memasuki kawasan ini tanpa seijin sesepuh akan mendapatkan hal yang buruk (kabendon). Pemerintah juga harus ikut serta menjaga kelestarian kawasan ini sampai tiba waktunya kawasan ini dibuka sebagai awisan atas izin leluhur di masa mendatang. 3. Leuweung garapan adalah kawasan hutan yang telah dibuka sejak lama untuk lahan garapan masyarakat, baik berupa huma, sawah dan talun Tabel 13 menjelaskan alokasi penggunaan lahan bagi Masyarakat Desa Sirna Resmi. Tabel 13. Penggunaan Lahan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Desa Sinar Resmi Penggunaan lahan Zona di Kasepuhan Luas (ha) Kontribusi penggunaan lahan (%) Pemukiman Hutan bukaan 36 0,73 Sawah Hutan bukaan ,34 Ladang Hutan bukaan 400 8,14 Tanah Kuburan Hutan bukaan 7 0,14 Hutan titipan Hutan titipan ,97 Hutan tutupan Hutan tutupan Total luas desa Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa Sirna Resmi (2010) Kawasan konservasi taman nasional berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 pasal 4 (1) dan (2) disebutkan sebagai kawasan hutan yang dikuasai oleh Negara dan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk, (1) mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; (2) menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau 57

75 kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan (3) mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatanperbuatan hukum mengenai kehutanan. Hak kepemilikan taman nasional, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945: bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Menurut pasal 34 UU No 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Kementrian Kehutanan (Hanafi et al., 2004) 6.2. Pelaksanaan Model Kampung Konservasi (MKK) Perluasan TNGHS dinilai menjadi ancaman bagi Masyarakat Kasepuhan karena akses yang terbatas dalam melakukan kegiatan pertanian. Oleh karena itu pihak TNGHS mencoba untuk membangun upaya kolaboratif dengan Masyarakat Kasepuhan berupa program MKK. MKK dilaksanakan tahun 2005 di Desa Sirna Resmi tepatnya di kampung Cimapag. Hal ini dikarenakan lokasi kerusakan hutan yang serius yakni Blok Pondok Injuk terletak di Kampung Cimapag. Menurut Lembanasari (2006) kampung konservasi merupakan komunitas tertentu yang mampu hidup bersama alam, dan didalamnya dilakukan kegiatan perlindungan secara mandiri, mampu menjaga ekosistem dan secara ekonomi bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat atau berlangsungnya pemanfaatan sumberdaya hayati di dalam kawasan konservasi secara berkelanjutan. Kegiatan MKK dilakukan untuk tujuan konservasi dan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan melalui strategi penyelesaian konflik dan penguatan kelembagaan, strategi pemulihan kawasan bersama masyarakat dan strategi pengembangan 58

76 ekonomi masyarakat (Supriyanto dan Ekariyono, 2007). Strategi tersebut dilakukan oleh pihak TNGHS sebagai suatu kerangka kebijakan dan strategi pendekatan kepada Masyarakat Kasepuhan yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan kawasan TNGHS. MKK merupakan suatu program yang sifatnya proyek antara TNGHS dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan melibatkan pertisipasi aktif dari Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Alat yang digunakan dalam Model Kampung Konservasi yaitu melakukan observasi bersama dengan masyarakat lokal untuk monitoring situasi kawasan; membuat jaringan komunikasi yang kuat antara komunitas lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan TNGHS; melakukan restorasi atau rehabilitasi kawasan TNGHS yang rusak dengan melibatkan masyarakat lokal; dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di TNGHS (Harmita, 2009). Berikut adalah kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam program MKK di Kampung Cimapag : 1. Pemberian bantuan bibit tanaman Pemberian bantuan bibit tanaman ini merupakan kerjasama dengan Dinas Kehutanan. Bibit tanaman yang diberikan adalah bibit pohon aren dan tanaman kayu seperti Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsa) dan Huru (Litsea tomentosa). Selain itu Dinas Pertanian juga memberikan bantuan bibit padi varietas unggul untuk meningkatkan hasil pertanian masyarakat. Namun Masyarakat Kasepuhan menolak hal ini, karena padi lokal lebih baik daripada padi milik pemerintah. 59

77 2. Pembentukan kelompok MKK Pembentukan kelompok MKK terdiri atas 20 orang tiap kelompok. Setelah pembagian kelompok MKK, dilakukan pelatihan pembuatan proposal oleh fasilitator (Pihak TNGHS dan LSM JICA) yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok MKK untuk pengajuan dana usaha kegiatan ekonomi tambahan seperti peternakan, perikanan, warung kelontongan, dan kerajinan. Tabel 14 menunjukan Kelompok Model Kampung Konservasi (MKK) di Dusun Cimapag. Pada awal pembentukan MKK (tahun 2005) di Dusun Cimapag terdapat empat kelompok MKK. Kelompok MKK yang terbentuk mengalami penurunan menjadi dua kelompok dikarenakan kurangnya kontrol dari pihak TNGHS. Selain itu, dalam pelaksanaan MKK ini tidak membahas mengenai hukum adat yang menjadi prinsip hidup Masyarakat Kasepuhan dalam keterkaitannya dengan alam. Tabel 14. Kelompok Model Kampung Konservasi (MKK) Dusun Cimapag Tahun 2011 Kelompok Jenis Usaha Kelompok A Usaha dagang kelontongan Kelompok B Kerajinan kayu 3. Pemulihan sumberdaya alam di kawasan Pondok Injuk Kegiatan ini dilaksanakan karena Masyarakat Kasepuhan yang menjadi buruh tengkulak kayu di Sukabumi banyak melakukan illegal logging di kawasan Pondok Injuk. Hal ini mengakibatkan hutan Pondok Injuk rusak, seperti penuturan Bapak ZN (40 tahun) sebagai ketua MKK atas semua kelompok yang ada di Dusun Cimapag. 60

78 Masyarakat menjadi kambing hitam atas rusaknya hutan Pondok Injuk. Padahal yang melakukan kegiatan illegal logging adalah para cukong tengkulak kayu di Sukabumi. Masyarakat terpaksa menjadi buruh para tengkulak besar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam satu hari bisa ditemukan 20 chain saw di hutan Pondok Injuk. Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2000 sampai 2003 ketika Menteri Kehutanan mengeluarkan SK perluasan kawasan TNGHS. Kegiatan pengamanan kawasan Pondok Injuk melibatkan peran Masyarakat Kasepuhan dan polisi hutan TNGHS yang dilaksanakan sekitar dua kali dalam satu minggu. Kegiatan MKK yang dilakukan di Kampung Cimapag sudah berlangsung sejak tahun Kegiatan MKK merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melindungi kawasan konservasi yang diikuti dengan peningkatan ekonomi masyarakat melalui alternatif usaha ekonomi. Masyarakat di Kampung Cimapag memanfaatkan Sumberdaya Alam (SDA) diantaranya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut ini adalah bentuk pemanfaatan SDA oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi : 1. Air untuk sawah dan kebutuhan rumah tangga; 2. Kayu untuk bahan bangunan rumah, kandang dan kayu bakar; 3. Bambu untuk bahan kerajinan, jemuran (lantayan), bahan bangunan rumah dan kandang; 4. Injuk dan Kiray untuk bahan atap rumah; 61

79 5. Pucuk rotan untuk upacara nganyaran; 6. Rotan untuk membuat kaneron (tas perlengkapan kerja petani); 7. Pakis-pakisan untuk membuat kerajinan gelang, pengikat sarung golok; 8. Aren diambil nira untuk gula. Masyarakat memiliki aturan adat tentang pengelolaan sumberdaya alam. Aturan tersebut di antaranya mensyaratkan ijin sesepuh adat untuk penebangan kayu. Mereka juga mempunyai aturan tradisi dalam memulai bertani dan membuka lahan. Selain itu, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mereka membagi hutan menjadi hutan tutupan, titipan dan garapan. Di Kampung Cimapag telah ditemukan beberapa ancaman dan potensi sebagai berikut : 1. Pola pengelolaan sumberdaya alam masih kuat contohnya huma dan talun; 2. Masyarakat banyak membuka lahan pertanian di hutan Pondok Injuk; 3. Pemerintah tidak memiliki tapal batas wilayah hutan yang jelas; 4. Masih memiliki perspektif sendiri dalam sistem zonasi (leuweung titipan, leuweung tutupan dan leuweung garapan). Dari ancaman dan potensi tersebut muncul beberapa rekomendasi berikut : 1. Masyarakat Kasepuhan dan pihak Taman Nasional perlu mengambil tindakan segera pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Pondok Injuk; 2. Penegakan hukum bagi pelaku penebangan liar harus benar-benar dijalankan; 3. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan pemasaran produk hutan non kayu (gula semut, kapol dan kerajinan) melalui pelatihan dan pendampingan secara berkelanjutan. 62

80 6.3. Konflik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menganggap bahwa sistem zonasi yang telah dibuat taman nasional sama artinya dengan pengelolaan hutan secara adat terutama zona inti dan hutan tutupan Masyarakat Kasepuhan. Permasalahnnya adalah ketika talun, huma, sawah dan pemukiman masyarakat dijadikan zona rimba dan zona rehabilitasi taman nasional. Masyarakat dilarang mengakses zona tersebut karena berfungsi untuk pemulihan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh adanya kasus Pondok Injuk Kampung Cimapag yang rusak parah akibat illegal logging. Pentingnya talun, huma dan sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup membuat Masyarakat Kasepuhan tetap berada di lahan garapan dan mengolah lahan seperti biasanya. Meskipun harus sembunyi-sembunyi karena takut ditangkap oleh petugas TNGHS. Menurut Masyarakat Kasepuhan, pihak TNGHS sengaja mengembangbiakkan babi hutan di lahan garapan masyarakat. Hal ini menyebabkan hasil pertanian (seperti panen pisang) Masyarakat Kasepuhan mengalami kegagalan. Pihak TNGHS juga memasang papan pengumuman mengenai pelarangan masuk ke dalam kawasan konservasi di berbagai titik, termasuk di depan rumah warga dan di kebun masyarakat. Konflik yang terjadi antara Masyarakat Kasepuhan dengan TNGHS dikarenakan perbedaan persepsi atas sumberdaya hutan. Masyarakat menebang kayu untuk keperluan kayu bakar dan membangun rumah di kebun mereka sendiri dianggap sebagai sebuah kesalahan oleh pihak TNGHS. Penebangan kayu di wilayah TNGHS dianggap sebagai kegiatan illegal logging oleh TNGHS. 63

81 Tahun 2004 terjadi penangkapan terhadap Masyarakat Kasepuhan yang tinggal di Kampung Cimapag karena mengambil kayu dari kebun miliknya sendiri, karena dianggap merusak kawasan taman nasional. Warga tersebut ditahan satu tahun penjara. Setelah itu, pada tahun 2007 warga Kampung Cimapag kembali ditangkap karena mengambil kayu di kebun sendiri. Padahal sebelum adanya taman nasional, lahan kebun termasuk pohon yang didalamnya adalah milik warga, karena sejak wilayah tersebut masih dimiliki pihak Perhutani, warga boleh menggarap lahan tersebut dan menanam kayu-kayuan dengan sistem tumpang sari.gambaran konflik antara Masyarakat Kasepuhan dengan TNGHS dapat dilihat di Lampiran 15. Masyarakat Kasepuhan menganggap hutan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat Kasepuhan terikat adat yang kuat dalam pengelolaan hutan. Kawasan leuweung tutupan dan titipan merupakan warisan leluhur yang harus terjaga keutuhannya. Sumberdaya hutan yang berada di kawasan Halimun, oleh Masyarakat Kasepuhan dianggap sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan titipan dari para leluhur mereka. Oleh karena itu, mereka wajib untuk menjaga keutuhan dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saat ini hingga generasi mendatang. Sebagai lahan titipan para leluhur, seluruh sumberdaya hutan diklaim milik adat dan bersifat komunal. Sumberdaya hutan hanya boleh dipergunakan dan dimanfaatkan untuk hidup, namun tidak boleh dijual dan dimiliki secara individual. Pengaturan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam di Kasepuhan, diatur oleh seorang Abah sebagai pemimpin adat. Seperti yang diungkapakan oleh Bapak ASP (44 tahun), Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi. 64

82 Sebelum Negara Indonesia berdiri, adat telah ada. Negara terbentuk dari adat. Asal muasal negara berasal dari adat istiadat. Peraturan adat pun sudah ada sejak dulu, hutan tutupan, hutan titipan, lahan garapan, dan hutan awisan, sama dengan hutan taman nasional, seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, dan zona lainnya. Hutan titipan tidak boleh dirusak, hutan tutupan untuk memenuhi kebutuhan, hutan garapan untuk kegiatan pertanian, dan hutan awisan untuk pemukiman masa mendatang. Jadi tanah dan hutan ini adalah milik adat. Pihak taman nasional menganggap kawasan halimun sebagai milik negara karena berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Pemerintah menganggap kawasan TNGHS sebagai milik Negara didasarkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat 1 dan 2. Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam UUD tersebut sudah jelas tersurat bahwa sumberdaya alam hanya dikuasai oleh negara bukan dimiliki, dan secara tersirat jelas pula bahwa sumberdaya alam adalah milik publik. Namun karena konsep publik lah, maka negara mengklaim bahwa sumberdaya alam adalah milik negara, yang pengelolaannya diatur oleh negara. Peran negara sangat dominan, selain klaim kepemilikan, aspek pengelolaan sumberdaya hutan juga diatur oleh pemerintah. Kawasan konservasi taman nasional ditetapkan berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 pasal 4 (1) dan (2) disebutkan sebagai kawasan hutan yang dikuasai 65

83 oleh Negara dan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk, (1) mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; (2) menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan (3) mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatanperbuatan hukum mengenai kehutanan. Selain itu pengaturan pengelolaan Hutan Halimun secara konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam berdasarkan SK. Menhut No. 175 tahun Hutan adalah milik Taman Nasional diperkuat dengan SK. Menhut No. 175 tahun Penyelesaian Konflik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Adanya illegal logging di Dusun Cimapag yang dilakukan oleh oknum Masyarakat Kasepuhan mendorong adanya konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Hal itu terjadi karena adanya kebijakan perluasan kawasan TNGHS yang membuat masyarakat tidak boleh melakukan penebangan liar lagi. Menurut mereka, tujuan illegal logging tersebut untuk membuka huma yang merupakan adat istiadat mereka. Namun Pihak TNGHS menganggap penebangan pohon merupakan kegiatan yang merusak hutan. Ditambah kayu yang berasal dari pohon yang ditebang akan dijual kepada tengkulak. Kemudian Pihak TNGHS menawarkan solusi berupa penghasilan alternatif agar Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tidak lagi melakukan penebangan pohon untuk lahan huma maupun untuk dijual kayunya. Solusinya adalah program Model Kampung Konservasi (MKK). MKK adalah upaya kolaboratif yang 66

84 dibangun Pihak TNGHS bersama Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi untuk membantu dalam pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan ekonomi alternatif serta penguatan kelembagaan. Namun program ini tidak berhasil sehingga terjadi konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Penyelesaian konflik yang telah dilakukan oleh kedua pihak belum mendapatkan titik terang. Kedua pihak sama-sama menawarkan perdamaian melalui negosiasi namun tidak disepakati kedua pihak. Kedua pihak membutuhkan mediator yang dapat mengakomodir semua keinginan masingmasing pihak yang berkonflik agar dapat menemukan penyelesaian yang terbaik. Pihak TNGHS mengajukan berkas pengelolaan Gunung Halimun kepada Masyarakat Kasepuhan, namun pihak kasepuhan menolak, karena seharusnya usulan pengelolaan hutan harus berasal dari pihak kasepuhan yang lebih mengetahui kebutuhan masyarakatnya. Selain itu pihak TNGHS sendiri juga akan mengeluarkan hak ulayat kasepuhan dari wilayah pengelolaan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi bersama LSM RMI (Rimbawan Muda Indonesia) sedang mengajukan peraturan daerah (PERDA) mengenai pengakuan hak adat kepada Pemerintah Daerah. Berkasnya sudah sampai pada tingkat Badan Legislatif Daerah pada bulan September Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi belum dapat terselesaikan hingga penelitian ini dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya pihak ketiga yaitu pemerintah daerah sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik tersebut untuk 67

85 menghasilkan win-win solution bagi Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. 68

86 VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian persepsi masyarakat dalam memandang keberadaan hutan adalah dengan mewancarai 30 Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang ada disekitar kawasan TNGHS. Tabel 15 menunjukkan tingkat persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi berdasarkan interval nilai tanggapan. Tabel 15. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan No Pernyataan Jawababan Responden Skala Tingkat STS TS KS S SS Likert Persepsi 1 Sayamempunyaikepentingan terhadap hutan Baik 2 Pengelolaan hutan menjadi - 0,66-2,67-3,33 Cukup tanggung jawab masyarakat 3 Masyarakat akan ikut merasakan dampaknya apabila hutan rusak Baik Baik 4 Masyarakat tidak dapat Baik dipisahkan dari hutan 5 Hutan memberikan manfaat Baik secara langsung 6 Hutan merupakan aset masa depan sehingga perlu dijaga Baik Keterangan: SS=Sangat Setuju S=Setuju KS=Kurang Setuju TS=Tidak Setuju STS=Sangat Tidak Setuju Skala Likert 1-1,8 (Sangat Buruk); 1,81-2,6 (Buruk); 2,61-3,24 (Cukup Baik); 3,41-4,20 (Baik); 4,21-5,00(Sangat Baik) Sumber : Data Primer (2011) Berdasarkan Tabel 15, ditunjukkan bahwa setiap indikator persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap keberadaan hutan bernilai baik. Hal ini disebabkan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menganggap bahwa keberadaan hutan penting bagi kehidupan. Kehidupan Masyarakat Kasepuhan sehari-hari bergantung pada sistem pertanian tradisional. Masyarakat memanfaatkan hutan dalam berbagai cara, yaitu huma, sawah dan talun. Hal ini

87 menunjukan kontradiksi antara persepsi masyarakat yang menganggap keberadaan hutan penting dengan cara mereka dalam bertani (huma, sawah dan talun) yang cenderung merusak hutan Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap peranan pihak TNGHS dalam pengelolaan dan perlindungan kawasan hutan memiliki tingkat persepsi yang baik dengan nilai Skala Likert sebesar 3,4 (Tabel 16). Perluasan kawasan TNGHS telah meningkatkan peranan TNGHS dalam membina Masyarakat Kasepuhan. Salah satunya adalah dengan program MKK yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Pada perkembangannya, Masyarakat Kasepuhan menganggap MKK sebagai sebuah pendekatan yang perlu dikembangkan dalam menjaga hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Tabel 16. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Pernyataan Jawababan Responden Skala Tingkat STS TS KS S SS Likert Persepsi 1 TNGHS sangat berperan dalam perlindungan kawasaan hutan 2 Pengelolaan hutan menjadi tanggung jawab TNGHS 3 TNGHS berperan dalam membina Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi - 0,6-2,8-3,4 Cukup Baik - 0,66-2,66-3,32 Cukup Baik - 0,33-3,33-3,66 Baik Keterangan: SS=Sangat Setuju S=Setuju KS=Kurang Setuju TS=Tidak Setuju STS=Sangat Tidak Setuju Skala Likert 1-1,8 (Sangat Buruk); 1,81-2,6 (Buruk); 2,61-3,24 (Cukup Baik); 3,41-4,20 (Baik); 4,21-5,00(Sangat Baik) Sumber : Data Primer (2011) 70

88 7.3. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tabel 17 menunjukan persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi atas perluasan kawasan TNGHS. Setiap indikator persepsi pada Tabel 17 menjelaskan Tabel 17. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Pernyataan Jawababan Responden Skala Tingkat STS TS KS S SS Likert Persepsi 1 Saya tahu mengenai kegiatan perluasan Baik kawasan TNGHS 2 Saya memahami akan kegiatan perluasan kawasan TNGHS 3 Saya menerima kegiatan perluasan kawasan TNGHS 4 Perluasan kawasan TNGHS membawa dampak yang positif bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 5 Perluasan kawasan TNGHS membawa dampak negatif bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 6 Komunikasi terjalin secara baik antara masyarakat dan Pihak TNGHS terkait dengan perluasan kawasan 7 Masyarakat merubah sistem pertanian ladang berpindah menjadi pertanian menetap 8 Masyarakat menerima bantuan dari pemerintah berupa bibit padi - - 2,4 0,8-3,2 Cukup Baik Buruk - 1,8-0,4-2,2 Buruk - 0,2-3,6-3,8 Baik - 1,8-0,4-2,2 Buruk Buruk Buruk Keterangan: SS=Sangat Setuju S=Setuju KS=Kurang Setuju TS=Tidak Setuju STS=Sangat Tidak Setuju Skala Likert 1-1,8 (Sangat Buruk); 1,81-2,6 (Buruk); 2,61-3,24 (Cukup Baik); 3,41-4,20 (Baik); 4,21-5,00(Sangat Baik) Sumber : Data Primer (2011) 71

89 bagaimana pandangan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (baik atau buruk) terhadap kebijakan perluasan kawasan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan mengetahui akan kegiatan perluasan kawasan TNGHS. Adapun kegiatan perluasan kawasan TNGHS belum sepenuhnya dipahami oleh Masyarakat Kasepuhan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang tidak mengerti akan isi dan makna dari SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-I/2003. Masyarakat hanya tahu bahwa sejak berlakunya SK tersebut, Masyarakat Kasepuhan dilarang menebang pohon di kawasan hutan perluasan. Jika mereka melanggar maka mereka akan dikenai sanksi. Menurut Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, perluasan kawasan TNGHS menjadi ancaman bagi mereka. Oleh karena itu, mereka tidak menerima akan keputusan tersebut. Mereka menganggap telah ada aturan adat tentang pengelolaan sumberdaya hutan. Aturan tersebut diantaranya mensyaratkan ijin sesepuh adat untuk penebangan kayu. Mereka juga mempunyai aturan tradisi dalam memulai bertani atau membuka lahan huma. Aturan adat membagi hutan menjadi hutan tutupan, titipan, dan garapan. Aturan tersebut berguna untuk melindungi hutan. Selanjutnya Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi juga berpandangan bahwa perluasan kawasan TNGHS membawa dampak yang buruk terhadap keberlanjutan adat dan kehidupan mereka. Beberapa warga pernah ditangkap oleh petugas TNGHS karena menebang kayu. Menurut mereka kayu tersebut adalah hasil tanaman sendiri. Masyarakat Kasepuhan dengan Pihak TNGHS telah beberapa kali melaksanakan pertemuan. Namun pertemuan tersebut tidak 72

90 membawa hasil yang baik bagi kedua belah pihak. Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan sering bersitegang terutama terkait perluasan TNGHS. Perluasan kawasan TNGHS tidak mampu mengubah kebiasaan Masyarakat Kasepuhan dalam sistem pertanian. Masyarakat Kasepuhan masih tetap mempertahankan adat istiadat dalam membuka lahan huma. Hal itu menjadi suatu tradisi dan kewajiban bagi setiap Masyarakat Kasepuhan. Jika mereka tidak melakukan hal tersebut, maka mereka akan terkena kemalangan (kabendon). Pemerintah telah memberikan bantuan bibit tanaman padi sebagai salah satu cara agar Masyarakat Kasepuhan tidak menebang pohon atau hanya menanam pada areal yang sudah pernah digarap (tidak melaksanakan ladang berpindah). Masyarakat menolak bantuan bibit padi tersebut karena mereka masih mempertahankan padi varietas lokal. Hal ini dikarenakan beras varietas lokal lebih tahan lama jika disimpan di dalam leuit. Kondisi tersebut menunjukan bahwa Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi masih melaksanakan sistem pertanian ladang berpindah. 73

91 VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 8.1. Sistem Pertanian Lokal Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sistem pertanian yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sudah menjadi bagian dari tradisi adat yang sifatnya turun temurun. Pertanian ladang (huma) dan sawah Masyarakat Kasepuhan hanya dilakukan setahun sekali pada bulan September. Hal ini didasarkan pada prinsip Ibu Bumi yang menganggap bumi (tanah) sebagai Ibu dan pada hakikatnya seorang Ibu hanya dapat melahirkan setahun sekali. Varietas padi yang ditanam merupakan padi lokal yang biasa disebut pare ageung. Varietas padi tersebut memiliki perbedaan dengan varietas padi pada umumnya. Perbedaan yang mencolok pada usia tanam, tinggi tanaman, dan bulirbulir padi yang memiliki bulu halus berwarna hitam. Pemerintah telah mencoba untuk mengganti padi lokal dengan padi verietas unggulan tetapi masyarakat menolak dengan alasan padi lokal lebih baik dan cocok dengan kondisi iklim dan topografi Desa Sirna Resmi. Terdapat beberapa jenis varietas padi lokal yang disesuaikan dengan jenis lahan yang digunakan (Tabel 18). Tabel 18. Varietas Padi Lokal dan Jenis Lahan yang Digunakan Jenis Lahan Varietas Padi Lokal Huma Pare Batu, Jamudin, Loyor, dan Gadog. Sawah Tadah Hujan Pare Hawara, Cere Buni, dan Sadam. Sawah Setengah Irigasi Sumber : Tokoh Adat Kasepuhan Sinar Resmi (2011) Sri Kuning, Sri Mahi, Raja Denok, Raja Wesi, Para Nemol, Angsana, Para Terong, Tampeu, Pare Jambu, Pare Peteu, Cere Layung, Cere Gelas, dan Cere Kawat. Terdapat 46 varietas padi yang dimiliki Kasepuhan Sinar Resmi. Setiap kali panen, warga memisahkan dua pocong padi untuk diserahkan pada sesepuh girang

92 sebagai tatali untuk kemudian disimpan di lumbung komunal yang disebut Leuit Si Jimat. Padi ini disimpan sebagai cadangan makanan bila musim paceklik datang bisa dipinjamkan kepada warga yang kekurangan beras, dan dikembalikan dalam jumlah yang sama. Leuit Si Jimat selain berfungsi sebagai tempat cadangan padi warga, lumbung ini juga digunakan dalam upacara adat Seren Tahun setiap tahun sebagai tempat menyimpan indung pare (Ibu Padi). Jenis lahan pertanian yang terdapat di Masyarakat Kasepuhan terdiri dari tiga jenis lahan yaitu: lahan kering atau huma, sawah tadah hujan, dan sawah setengah irigasi. Huma merupakan sistem pertanian yang secara turun-temurun diwariskan oleh leluhur mereka. Lahan yang digunakan dalam huma yaitu lahan kering yang biasanya cara penanaman padi berada disela-sela tanaman hutan. Adapun perbedaan antara sawah tadah hujan dan setengah irigasi adalah sumber airnya. Sawah tadah hujan berasal dari air hujan, sedangkan sawah setengah irigasi dari mata air dengan irigasi yang masih sederhana. Sawah tadah hujan lebih mendominasi dibandingkan sawah setengah irigasi karena tidak ada infrastruktur irigasi yang memadai. Adapun sistem pengeloaan pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terdiri dari sistem Maro dan sistem Ngepak. 1. Maro, sistem pengelolaan pertanian dengan membagi dua hasil panen setelah dipotong modal. 2. Ngepak, sistem pengelolaan pertanian 5:1 yang artinya bila mendapat hasil lima ikat, maka satu ikat untuk petani penggarap sedangkan empat ikat untuk petani pemilik lahan. Dalam menggarap lahan pertanian, kedudukan laki-laki dan perempuan seimbang, saling bekerjasama, dan ada bagian yang harus dikerjakan oleh laki-laki dan 75

93 perempuan. Misalnya dalam hal ngaseuk (melubangi tanah), tugas laki-laki melubangi tanah, selanjutnya perempuan yang memasukkan padi. Penentuan waktu dalam bercocok tanam di huma maupun di sawah mengacu pada konsep Guru Mangsa yang berarti berguru pada alam semesta untuk mengetahui kapan boleh melakukan kegiatan pertanian atau tidak. Bintang yang menjadi acuan bagi Masyarakat Kasepuhan dalam kegiatan pertanian, terdiri dari bintang Kerti dan Kidang. Tanggal kerti kana beusi, tanggal kidang turun kujang yang berarti masyarakat harus sudah mempersiapkan alat-alat pertanian seperti sabit, pacul dan garu. Bintang Kerti muncul sekitar bulan September hingga bulan Oktober pada pukul WIB. Kidang ngrangsang ti wetan, Kerti ngrangsang ti kulon berarti musim panas yang lama dan tanda untuk membakar ranting dan daun di huma. Kerti mudun matang muncrang di tengah langit yang berarti saatnya menanam padi di huma dan sawah sudah tiba. Kidang medang turun kungkang yang berarti saatnya panen karena hama-hama akan muncul. Ketika semua padi telah dipanen, muncul lagi tunas baru pada bekas tanaman padi tersebut. Tunas ini merupakan bagian untuk hama-hama tersebut, yang disebut dengan istilah Turiang. Kidang dan kerti ti kulon yang berarti musim hujan akan tiba. Kegiatan pertanian ladang berbeda dengan kegiatan pertanian sawah. Masing-masing sistem pertanian memiliki ritual-ritual adat tersendiri dalam pelaksanaannya. Adapun tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam pertanian ladang, yaitu : 1. Narawas, menandai lokasi yang akan dijadikan lahan huma; 76

94 2. Nyacar, membersihkan lahan, biasanya selama 1 minggu setelah itu dikeringkan selama 15 hari 1 bulan; 3. Ngahuru, membakar semak kering untuk dijadikan pupuk; 4. Ngerukan, mengumpulkan sisa-sisa yang belum terbakar; 5. Ngaduruk, membakar sisa-sisa nya; 6. Nyara, meremahkan tanah; 7. Ngaseuk, menanam bibit padi dengan menggunakan tugal atau aseuk; 8. Beberes Mager, ritual untuk menjaga padi dari serangan hama. Kegiatan ini dilakukan oleh pemburu di ladang Abah (ladang milik kasepuhan) dengan membaca doa; 9. Ngarawunan, ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan subur, sempurna, dan tidak ada gangguan. Kegiatan ini dilakukan oleh semua incu putu (pengikut) untuk meminta doa kepada Abah melalui bagian pamakayan. Ngarawunan dilakukan setelah padi berumur tiga bulan sampai empat bulan; 10. Ngored, menyiangi rumput; 11. Mipit/Dibuat, memanen padi yang dilakukan lebih dulu oleh Abah sebagai pertanda masuknya musim panen; 12. Ngadamel Lantayan, membuat tempat menjemur padi; 13. Nglantaykeun, menjemur padi pada lantayan; 14. Mocong, mengikat padi yang kering; 15. Ngunjal, mengangkut ke lumbung padi; 16. Ngaleuitkeun, memasukkan ke lumbung; 17. Ngadiukeun indung pare, menyimpan padi di dalam leuit; 18. Nutu, menumbuk padi pertama hasil panen; 77

95 19. Nganyaran, memasak nasi menggunakan padi hasil panen pertama, dua bulan setelah masa panen; 20. Tutup Nyambut, menandakan selesainya semua aktivitas pertanian di sawah yang ditandai dengan acara selametan; 21. Seren Tahun, upacara mensyukuri hasil panen pada tahun tersebut. Berikut adalah tahap-tahap pertanian sawah yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan mulai dari menanam padi hingga memanen padi. 1. Macul, menyangkul tanah yang akan ditanami sawah, meliputi macul badag dan macul alus; 2. Ngalur Garu, membajak sawah dengan menggunakan alat bantu garu dan hewan ternak kerbau; 3. Ngoyos, membersihkan tanaman pengganggu seperti rumput liar yang menghambat pertumbuhan tanaman padi; 4. Patangkeun, meratakan seluruh permukaan tanah di sawah yang belum rata; 5. Sebar, menumbuhkan benih padi pada tahap pembibitan awal; 6. Tandur, menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah sebar; 7. Ngabungkil, memberikan sedikit pupuk kimia pada tanaman (TSP dan Urea) agar tanaman padi dapat tumbuh baik; 8. Ngoyos Kadua, membersihkan kembali tanaman pengganggu seperti rumput liat yangdapat menghambat pertumbuhan tanaman padi; 9. Babad, membersihkan rumput atau tanaman pengganggu yang terdapat di pematang sawah; 10. Nunggu Dibuat, menjaga padi yang sudah mulai tumbuh dari gangguan, seperti burung-burung pemakan padi; 78

96 11. Dibuat, yaitu panen tanaman padi yang sudah matang; 12. Nglantay, menjemur padi yang sudah dipanen hingga kering; 13. Mocong, mengikat padi dari jemuran sebelum dimasukan ke dalam leuit; 14. Aseup Leuit, memasukan padi yang sudah kering ke dalam leuit; 15. Nutu, menumbuk padi pertama hasil panen; 16. Nganyaran, memasak nasi menggunakan padi hasil panen pertama, dua bulan setelah masa panen; 17. Tutup Nyambut, menandakan selesainya semua aktivitas pertanian di sawah yang ditandai dengan acara selametan; 18. Seren Tahun, upacara mensyukuri hasil panen pada tahun tersebut. Terdapat aturan dalam prosesi panen padi di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Setelah dipanen, padi harus dijemur dengan cara digantung disekitar areal lahan tanam menggunakan bambu yang disusun yang biasa disebut nglantay. Padi yang dipanen tersebut dipotong menggunakan ani-ani yang hanya memotong bagian ujung bulir-bulir padi. Setelah dipotong, padi diikat sebesar satu genggam ikatan tangan lalu dijemur. Seteleh kering padi diikat kembali dengan aturan dua ikat padi yang basah menjadi satu ikat padi yang kering. Padi yang kering tersebut diangkut dengan sebilah bambu dan dimasukan dalam leuit rumahtangga. Aturan dalam memasuki leuit adalah tidak diperkenankan masuk leuit yang bersamaan dengan hari lahir yang punya leuit tersebut. Leuit merupakan bangunan yang khusus digunakan sebagai tempat menyimpan padi. Seperti halnya bangunan lain yang ada di kasepuhan, leuit pun memiliki aturan tersendiri. Aturan pendirian leuit mengikuti pola hitungan yang biasa digunakan oleh masyarakat adat. Tanggal naga digunakan untuk 79

97 membangun leuit. Arah leuit dikhususkan membujur dari selatan ke utara dengan salah satu ujungnya terdapat satu pintu. Masing-masing pojok bangunan terdapat daun-daun tertentu yang dimaknai sebagai penjaga leuit dari hama dan pencuri. Hasil penen padi selain disimpan pada masing-masing leuit rumahtangga, masyarakat juga memberikan hasil panen ke leuit si jimat (kasepuhan) dengan aturan 100 : 2 yang berarti hasil panen 100 ikat memberikan ke leuit si jimat sebanyak 2 ikat. Leuit si jimat digunakan sebagai cadangan pangan bagi Masyarakat Kasepuhan saat musim paceklik dan sebagai cadangan dalam berbagai kegiatan kasepuhan seperti saren taun. Kegiatan menumbuk padi tidak boleh menggunakan mesin tetapi menggunakan halu dan ditumbuk di lesung. Padi juga harus dimasak menggunakan kayu bakar. Upacara Seren Taun dilakukan untuk mensyukuri hasil panen tahun itu dan sebagai hiburan untuk masyarakat yang telah bekerja selama satu tahun dalam pertanian. Rangkaian acara dimulai setelah panen dilakukan, dengan melakukan Serah Ponggokan. Para Kokolot Lembur (kepala kampung/dusun) berkumpul untuk mendiskusikan besarnya biaya yang ditanggung per orang untuk biaya Seren Taun. Kemudian masyarakat menyerahkan besarnya biaya yang telah disepakati kepada Abah yang diwakilkan pada Kokolot Lembur di setiap kampung/dusun. Abah sebagai pimpinan adat melakukan ziarah ke makammakam leluhurnya, mulai dari makam Abah sebelumnya hingga makam leluhurnya. Ziarah ini dilakukan untuk memohon restu kepada para leluhur agar pelaksanaan Seren Taun dapat berjalan dengan lancar. Peraturan adat melarang masyarakat untuk memperjualbelikan beras sebagai makanan pokok, dan hasil olahan lainnya. Peraturan adat menganalogikan 80

98 padi sebagai seorang wanita, yang apabila telah dikupas kulit padinya maka akan terlihat seperti seorang wanita yang tidak berpakaian. Jika beras diperjualbelikan, maka akan sama dengan memperjualbelikan harga diri seorang wanita (lacur). Masyarakat Kasepuhan, selain hidup dari pertanian padi, mereka juga hidup dari berkebun dan berternak. Talun atau kebun warga ditanami oleh tanaman pisang, jagung, tomat, ubi, singkong, dan tanaman buah-buahan. Selain itu warga juga menanam pohon kayu-kayuan seperti Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Mani i (Canarium mehenbethene), Manglid (Manglietia glauca), Tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan Jabon (Anthocephalus chinensis) untuk keperluan kayu bakar dan membuat rumah Perubahan Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Perluasan kawasan TNGHS merupakan hal yang sedang diperbincangkan dalam Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Hal ini sangat terkait dengan kegiatan pertanian mereka. Program MKK yang dilakukan oleh Pihak TNGHS terhadap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi salah satunya adalah pembagian bibit padi varietas unggul sebagai upaya untuk meningkatkan produksi pertanian Masyarakat Kasepuhan, meskipun dengan lahan yang terbatas. Apalagi perluasan kawasan TNGHS telah mempersempit ruang akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan garapan mereka yang ada di kawasan perluasan. Masyarakat Kasepuhan menolak bantuan pemerintah berupa varietas padi unggul. Mereka tetap mempertahankan varietas padi lokal karena dianggap sebagai warisan leluhur dan tahan lama jika disimpan dalam leuit. 81

99 Penggunaan lahan huma dalam aktivitas pertanian adalah kewajiban bagi setiap incu putu. Huma merupakan awal dari kegiatan pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum mereka membuat sawah dan talun. Oleh karena itu seluruh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi selalu memiliki lahan huma walaupun hanya satu patok yang setara dengan 400 m 2. Perluasan kawasan TNGHS telah mempersempit lahan garapan Masyarakat Kasepuhan termasuk huma. Penggarapan lahan pertanian oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi selalu diiringi dengan ritual adat untuk memohon kelancaran panen padi. Hal ini juga diilhami oleh apa yang telah dilakukan para leluhur mereka. Perluasan kawasan TNGHS tidak merubah kearifan lokal mereka dalam sistem pertanian. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menganggap bahwa padi sebagai seorang wanita. Mereka masih mempertahankan keyakinan bahwa seorang wanita harus dijaga. Mereka menilai jika padi dijual maka hal itu sama saja dengan memperjualbelikan harga diri wanita. Oleh karena itu padi merupakan sesuatu yang sakral dan tidak sembarangan dalam memperlakukannya. 82

100 IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengalami perubahan. Hal ini diamati dari perubahan luas lahan pertanian terutama lahan huma, perubahan strategi nafkah Masyarakat Kasepuhan dan perubahan sumber pendapatan terutama dari lahan talun. Perubahan kondisi ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dapat dilihat dari perubahan Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS, Kontribusi Usahatani terhadap PBT sebelum dan seduah perluasan TNGHS dan Analisis tingkat kesejahteraan Perubahan Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kesejahteraan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi ditandai dengan pendapatan rumah tangga Masyarakat Kasepuhan. Masyarakat Kasepuhan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan perolehan pendapatan yang layak. Pendapatan tersebut diperoleh dari hasil pengelolaan hutan yakni melalui lahan garapan pertanian. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan lahan pertanian Masyarakat Kasepuhan berkurang terutama lahan huma. Lahan huma yang dimiliki oleh Masyarakat Kasepuhan sebelum terjadinya perluasan rata-rata sebesar 800 m 2. Namun setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS, lahan huma Masyarakat Kasepuhan berkurang sebesar 400m 2. Hal ini disebabkan oleh besarnya lahan garapan Masyarakat Kasepuhan berupa huma dan talun yang

101 dikelola sekarang berada di kawasan perluasan. Oleh karena itu perolehan Masyarakat Kasepuhan dari lahan huma mengalami penurunan. Setiap 400m 2 lahan huma menghasilkan sekitar pocong. Satu pocong dikonversikan ke kilogram yaitu sebesar 3-4 kg beras. Selain itu, perubahan pendapatan Masyarakat Kasepuhan juga berasal dari perubahan strategi nafkah. Sumber nafkah Masyarakat Kasepuhan pada awalnya berasal dari lahan garapan berupa huma, sawah dan talun. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses masyarakat akan talun semakin terbatas. Panen talun diantaranya berupa kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Mani i (Canarium mehenbethene), Manglid (Manglietia glauca), Tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan Jabon (Anthocephalus chinensis) dengan harga sebesar Rp /m 3. Selain kayu, panen talun juga berupa singkong, jagung, alpukat, pisang dan sayur dengan harga sebesar Rp 2.000/kg. Akses Masyarakat Kasepuhan terhadap talun sebelum terjadi perluasan kawasan sangat tinggi. Masyarakat memanfaatkan kayu talun untuk kebutuhan membuat rumah, kayu bakar, dijual kayu untuk keperluan kerajinan. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan dari kayu sekitar Rp /bulan. Adapun pendapatan dari pisang, singkong, alpukat dan sayur sebesar 25kg/komoditas/bulan. Lampiran 6 menunjukan penghasilan dari komoditas talun sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Total pendapatan masyarakat dari talun rata-rata sebesar Rp /bulan. Lampiran 4 menunjukan analisis pendapatan usaha tani (PUT) sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi rata-rata memiliki PUT sebesar Rp /bulan. Pendapatan Usaha Tani diperoleh dari kegiatan usaha tani di sawah, di huma dan di talun. Pendapatan Bersih Total 84

102 Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi juga diperoleh sebesar Rp /bulan (Lampiran 7). Tabel 19 menjelaskan pendapatan usahatani dan pendapatan bersih total Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tabel 19. Pendapatan Usahatani (PUT) dan Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Keadaan PUT (Rp/bulan) PBT(Rp/bulan) 1 Sebelum Sesudah Sumber : Data Primer (2011) Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan garapan berupa huma dan talun berkurang. Masyarakat Kasepuhan biasanya selalu memperoleh pendapatan dari talun. Sejak dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan No 175 tentang perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap talun terbatas. Pihak TNGHS melarang penebangan kayu sehingga Masyarakat Kasepuhan memanfaatkan talun dengan tanaman yang menghasilkan buah seperti Kapol (Amomum cardamomum) dan Kawung (Arenga pinnata). Pendapatan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dari kawung adalah sebesar Rp /bulan dengan perolehan kawung rata-rata sebesar 30kg seharga Rp 8000/kg. Pendapatan responden dari kapol adalah sebesar Rp /bulan dengan perolehan rata-rata 15kg seharga Rp 6000/kg. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang diperoleh dari luar pengelolaan hutan (PN) sebagai bentuk strategi nafkah terdiri dari usaha ternak, buruh, berdagang, ojeg dan kerajinan. Lampiran 5 menunjukan analisis pendapatan bersih usaha tani (PUT) setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi rata-rata memiliki PUT sebesar Rp 85

103 /bulan. Pendapatan Usaha Tani diperoleh dari kegiatan usaha tani di sawah, di huma dan di talun. Pendapatan Bersih Total Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi diperoleh dari Pendapatan Usahatani ditambah Pendapatan Non Usahatani (PUT+PN) sebesar Rp /bulan (Lampiran 8) Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar merupakan masyarakat yang menopang hidup dari hasil usahatani terutama lahan garapan di huma, sawah dan talun. Sistem pertanian dengan pengelolaan hutan merupakan tradisi bagi Masyarakat Kasepuhan secara turun temurun. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan paling utama dari kegiatan pertanian. Sistem pertanian Masyarakat Kasepuhan adalah sistem pertanian yang dilakukan secara tumpang sari di lahan hutan. Mereka mengelola hutan dengan cara membagi hutan menjadi tiga kawasan yaitu hutan tutupan, hutan titipan dan lahan garapan. Lahan garapan tersebut berupa huma, sawah dan talun. Sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS, Masyarakat Kasepuhan sangat tergantung dengan hutan. Mereka memperoleh pendapatan penuh dari hutan. Lampiran 7 memperlihatkan kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sangat besar yaitu 100%. Pendapatan dari hasil garapan dengan usahatani tersebut sebesar Rp /bulan. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan garapan dalam usahatani menjadi terbatas. Masyarakat kehilangan sebagian luasan huma. Hal ini akan menurunkan produksi padi dari lahan huma 86

104 sekitar 30 pocong per 400m 2. Selain itu perluasan kawasan TNGHS juga memberikan keterbatasan akses Masyarakat Kasepuhan terhadap lahan talun. Mereka biasanya memperoleh pendapatan dari hasil kayu talun berupa kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Mani i (Canarium mehenbethene), Manglid (Manglietia glauca), Tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan Jabon (Anthocephalus chinensis). Selain itu, buah dan sayur seperti pisang, alpukat, singkong, ubi dan tomat merupakan komoditas talun yang bisa dijual untuk menambah pendapatan. Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan Masyarakat Kasepuhan tidak dapat menebang kayu yang ditanam oleh mereka sendiri. Hal ini disebabkan oleh pelarangan yang dilakukan Pihak TNGHS untuk menebang kayu. Masyarakat Kasepuhan juga tidak dapat lagi memanen pisang. Hal ini dikarenakan serangan babi hutan terhadap komoditas pisang masyarakat. Oleh karena itu Masyarakat Kasepuhan memiliki alternatif lain untuk mengelola talun yaitu dengan menanam tanaman yang menghasilkan buah seperti Kapol (Amomum cardamomum) dan Kawung (Arenga pinnata). Selain itu, Masyarakat Kasepuhan juga melakukan strategi nafkah untuk menambah pendapatan akibat perluasan kawasan TNGHS. Pendapatan Masyarakat Kasepuhan yang diperoleh dari luar pengelolaan hutan (PN) sebagai bentuk strategi nafkah terdiri dari usaha ternak, buruh, berdagang, ojeg dan kerajinan. Berdagang, usaha ternak dan kerajinan merupakan hasil dari program MKK yang dilakukan Pihak TNGHS dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan Masyarakat Kasepuhan yang terkena dampak perlusan kawasan TNGHS. Tabel 20 menjelaskan kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah perluasan kawasan TNGHS. Sebelum perluasan 87

105 kawasan TNGHS Masyarakat Kasepuhan menggantungkan hidup mereka dari hasil usahatani. Hal ini terlihat dari dari kontribusi PUT terhadap PBT sebesar 100%. Adapun setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan penurunan kontribusi PUT terhadap PBT Masyarakat Kasepuhan dari hasil usahatani yaitu sebesar 81%. Pendapatan dari hasil usahatani tersebut sebesar Rp /bulan. Tabel 20. Kontribusi Pendapatan Usahatani (PUT) terhadap Pendapatan Bersih Total (PBT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Keadaan PUT (Rp/bulan) PN (Rp/bulan) Kontribusi (%) PBT (Rp/bulan) 1 Sebelum % Sesudah % Sumber : Data Primer (2011) Analisis Tingkat Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan pendekatan garis kemiskinan Sajogyo. Dalam penelitian ini, seseorang digolongkan berada dibawah garis kemiskinan apabila memiliki pendapatan per kapita kurang dari nilai 320 kg beras ekuivalen per kapita/tahun (Sajogyo, 1996). Nilai tersebut digunakan untuk mengingat lokasi penelitian adalah di pedesaan. Perhitungan pendapatan per kapita pada penelitian ini diperoleh dari hasil Pendapatan Bersih Total (PBT) responden per tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pada perhitungan garis kemiskinan Sajogyo, digunakan nilai beras dengan harga lokal Rp 7000,-/kilogram dan diperoleh nilai sebesar Rp ,-/kapita/tahun. Bila rata-rata pendapatan per kapita lebih besar dari hasil perhitungan berdasarkan acuan (Rp /kapita/tahun), maka dikategorikan penduduk tidak miskin. Sebaliknya bila nilai pendapatan per kapita 88

106 (PCI/per capita income) lebih kecil dari nilai berdasarkan perhitungan standar Sajogyo, maka penduduk dikategorikan miskin Tabel 21. Tabel 21. Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum dan Sesudah Perluasan Kawasan Taman Nasuonal Gunung Halimun Salak No Keadaan PCI (Rp/tahun) 1 Sebelum Sesudah Sumber : Data Primer (2011) Berdasarkan Tabel 21, nilai rata-rata pendapatan per kapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang bermukim di Dusun Cimapag lebih besar dari acuan. Hal ini menunjukan tingkat kecukupan ekonomi Masyarakat Kasepuhan relatif baik karena dapat terpenuhi kebutuhan primernya. Lampiran 9 memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan per kapita (PCI/per capita income) Masyarakat Kasepuhan sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS sebesar Rp /kapita/tahun. Peran hutan sebagai lahan garapan dalam pertanian sangat nyata untuk menopang kehidupan Masyarakat Kasepuhan. Mereka menganggap hutan sebagai sumber kehidupan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Lampiran 10 memperlihatkan pula bahwa rata-rata pendapatan per kapita (PCI/per capita income) Masyarakat Kasepuhan setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS sebesar Rp /kapita/tahun. Pendapatan per kapita tersebut memang tidak jauh berbeda dari pendapatan per kapita sebelum terjadi perluasan kawasan TNGHS. Hal ini dikarenakan Masyarakat Kasepuhan memiliki strategi nafkah melalui program MKK TNGHS. Selain itu Masyarakat Kasepuhan juga memanfaatkan talun dengan sebaik mungkin yaitu dengan menanam tanaman yang menghasilkan buah seperti Kapol (Amomum cardamomum) dan Kawung 89

107 (Arenga pinnata). Hal ini dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan mengingat adanya larangan menebang kayu oleh Pihak TNGHS Kondisi Sosial Perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan perubahan kondisi sosial Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kondisi sosial Masyarakat Kasepuhan diamati dari perubahan sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak TNGHS. Hal tersebut meliputi konflik yang terjadi antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Perubahan Sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tabel 22 menjelaskan bahwa perluasan kawasan TNGHS telah menimbulkan konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Konflik tersebut disebabkan perbedaan persepsi mengenai pengelolaan hutan. Tabel 22. Konflik antara Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Konflik antara TNGHS Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Jumlah Persentase (%) Rendah 3 10 Sedang 4 13,33 Tinggi 23 76,67 Jumlah Sumber : Data Primer (2011) Berdasarkan Tabel 22 menggambarkan bahwa sebesar 76,67% konflik yang terjadi antara TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan sering terjadi. Pihak TNGHS menganggap bahwa hutan di kawasan perluasan merupakan hutan konservasi dan hutan negara yang harus dikelola oleh pihak yang berwenang yaitu Pihak 90

108 TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menilai hutan tersebut merupakan hutan adat yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang. Pengelolaan hutan harus berpedoman pada tradisi kasepuhan. 91

109 X. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tetap melaksanakan program Model Kampung Konservasi (MKK) karena memberikan alternatif pendapatan bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagai pengganti usahatani dengan cara ladang berpindah (huma). 2. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menganggap bahwa keberadaan hutan penting, namun tidak sejalan dengan apa yang mereka lakukan dengan adanya ladang berpindah (huma). Pemberian bibit padi dari pihan TNGHS kepada Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi merupakan upaya untuk meningkatkan produksi padi mereka dalam luas areal yang sama tanpa membuka areal yang baru, namun upaya tersebut mendapat tanggapan yang negatif dari Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. 3. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tetap mempertahankan adat istiadat mereka yang bertentangan dengan kebijakan perluasan kawasan TNGHS. 4. Dampak ekonomi perluasan TNGHS ditunjukan dengan adanya penurunan pendapatan per kapita. Namun pendapatan per kapita setelah adanya perluasan TNGHS masih di atas nilai pendapatan per kapita berdasarkan garis kemiskinan Sayogjo. Penurunan pendapatan yang sedikit tersebut disebabkan adanya program Model Kampung Konservasi (MKK) sebagai alternatif pendapatan bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi setelah adanya perluasan TNGHS. Akan tetapi program MKK belum sepenuhnya berhasil

110 karena masih terdapat konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Saran Kebijakan Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran kebijakan sebagai berikut : 1. Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tetap menjalankan program Model Kampung Konservasi (MKK) sebagai salah satu solusi adanya perluasan kawasan TNGHS. 2. Pemerintah daerah seharusnya menjadi mediator dalam penyelesaian konflik antara pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan berfungsi untuk memberikan penjelasan kepada Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi bahwa kegiatan perluasan TNGHS merupakan kegiatan untuk kepentingan bersama. Hal ini disebabkan perluasan TNGHS berfungsi untuk menjaga kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati. 3. Pemerintah daerah sebaiknya menjelaskan lebih lanjut mengenai program MKK sebagai alternatif pendapatan bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. 93

111 DAFTAR PUSTAKA Amandha, K Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. IPB, Bogor. Ansaka, D Kearifan Masyarakat Adat dalam Tradisi Konservasi di Cagar Alam Cyclops. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Aprianto, A Komparasi Kearifan Lokal Tradisional Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Dengan Aturan Formal Pengelolaan Taman Nasional Gunung Haimun Salak. IPB, Bogor. Bromley, D.W Economic Interests and Institution. Blackwell, London. Calhoun dan Acocella Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Ed Ke-3, Terjemahan. IKIP. Semarang Press, Semarang. Fauzi, A Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gibb, C.J.N., and D. Bromley Institutional Arrangement for Management of Rural Resources: Common Property Regimes in Fikret Berkes (ed). Common Property Resources: Ecology and Community-based Sustainable Development. Belhaven Press. London. Grima, A.P.L., and F. Berkes Natural Resources: Access, Right to Use and Management in Berkes, Fikret (ed). Common Property Resources: Ecology and Community-based Sustainable Development. Belhaven Press. London. Hanafi, I., R. Nia, dan N. Budi Nyoreang alam Ka Tukang Nyawang Anu Bakal Datang: Penelusuran Pergulatan di Kawasan Halimun, Jawa Barat- Banten. Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Bogor. Hardin, G The Tragedy of the Commons. Science 162; Harmita, D Model Kampung Konservasi (MKK) Saling Percaya dan Menghargai Perspektif yang Berbeda. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Sukabumi. Hartwick, J.M., and N. Olewiler The Economics of Natural Resorce Use. Addison-Wesley Educational Publishers Inc. Reading, Massachussetts. Illahi, A.S Analisis Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Penerapan Teknik-Teknik Konservasi Tanah dan Air di DAS Cimahuk Hulu Jawa Barat. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Japan International Cooperation Agency (JICA) Peta Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. JICA, Sukabumi. Lee, R.J., J. Riley, dan R. Merryl Keanekaragaman Hayati dan Konservasi di Sulawesi Bagian Utara. WCS-IP, Pare. Lembanasari, A Evaluasi Model Kampung Konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. IPB, Bogor.

112 Natawijaya, R., D. Supyandi, C.Tulloh, A.C. Tridakusumah, E.M. Calford, dan M. Ford Ketahanan Pangan dan Distribusi Pendapatan: Adaptasi Petani Padi Berlahan Sempit. Crawford School of Economics and Government at The Australian National University, Sidney. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Ningrat, A.A Karakteristik Lanskap Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mepengaruhinya: Sebuah Studi pada Kampung Kasepuhan di Kesatuan Adat Banten Kidul, Kampung Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. IPB, Bogor. Nurhaeni, A Implikasi Penunjukan Areal Konservasi terhadap Pengelolaan Hutan dan Luas Lahan di Desa Cirompang, Kec. Sobang, Kab. Lebak, Jawa Barat. IPB, Bogor. Perman, R., Yue Ma, and J. McGilvray Natural Resource and Environmental Economics. Longman, Singapore. Sabara, E.J Pemetaan Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Pasir Propinsi Kalimantan Timur. IPB, Bogor. Safitri, B Analisis Stakeholders terhadap Kebijakan Perluasan Kawasan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Studi Kasus Kabupaten Lebak, Provinsi Banten). IPB, Bogor. Sajogyo Memahami dan Menaggulangi Kemiskinan di Indonesia.Grasindo, Jakarta. Sarwono, S.W Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka, Jakarta. Soekartawi, A.S., L.D. Jhon, dan J.B. Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press, Jakarta Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglass Cetakan ke 3. Rajawali Press, Jakarta. Suharjito, D Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dan Stakeholders Lain dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Di dalam : Seminar Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS) 2003;7 September 2003, Bogor. Suharni, Z Studi Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan Hutan Tanaman Kemitraan (HTPK) PT Arara Abadi Provinsi Riau. IPB, Bogor. Supriyanto, B., dan W. Ekariyono Strategi Rekonstruksi dan Sosial Konservasi di TNGHS.Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), Sukabumi. Tadjudin, D Manajemen Kolaborasi. Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN), Bogor. 95

113 Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Periode Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Sukabumi. Wiratno, I., Daru, S. Ahmad, dan K. Ani Berkaca di Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement, Jakarta. Zulfarina, Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Usaha Pertanian Konservasi (Studi Kasus Kelompok Pengelola Hutan Kemasyarakatan di Kawasan Hutan Lindung Register 45B, Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung). Program Pascasarjana IPB, Bogor. 96

114 LAMPIRAN

115 Lampiran 1. Kuesioner Responden Nomor Responden : Nama Responden : Pekerjaan Responden : Alamat Responden : DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor Telp/ Fax. (0251) KUESIONER PENELITIAN Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat oleh Mia Clarissa Dewi, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang obyekif. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasinya Saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L / P 2. Usia : tahun 3. Status : Belum Menikah / Sudah Menikah 4. Jika sudah menikah, berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung? orang 5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh? a. Tidak Sekolah b. SD/Sederajat c. SLTP/Sederajat d. SLTA/Sederajat e. Perguruan Tinggi

116 B. Karakteristik Ekonomi Responden sebelum terjadi perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak 1. Apakah Saudara memiliki lahan garapan pertanian? a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, berapa luas lahan yang dimiliki? a.> 1 ha b. 0,5ha-1 ha c.<0,5 ha 3. Berapa jumlah leuit yang dimiliki? 4. Berapa kali panen dalam satu tahun? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali 5. Berapa hasilnya dalam sekali panen? 6. Berapa jumlah untuk dikonsumsi dan untuk dijual? Untuk dikonsumsi? Untuk dijual? 7. Berapa harga padi jika dijual? 8. Berapa jumlah yang Saudara simpan? Di Leuit Girang? Di Leuit Rumahtangga? 9. Bagaimana status lahan yang dimiliki? a. Pemilik b. Penyewa c. Lainnya 10. Berapa jumlah produksi dalam satu tahun? 11. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara dari usaha tani? a. < Tepatnya : Rp. b Tepatnya : Rp. c Tepatnya : Rp. d Tepatnya : Rp. e. > Tepatnya : Rp. 12. Apa saja dan berapa biaya yang dikeluarkan perbulan untuk kegiatan pengelolaan lahan pertanian? a. Biaya pupuk : Rp. b. Biaya buruh : Rp. c. Biaya bibit : Rp. c. Lainnya : Rp. 13. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan di atas? a. Ya, bekerja sebagai b. Tidak 14. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan sambilan tersebut? Rp. 99

117 C. Karakteristik Ekonomi Responden setelah terjadi perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak 1. Apakah Saudara memiliki lahan garapan pertanian? a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, berapa luas lahan yang dimiliki? a.> 1 ha b. 0,5ha-1 ha c.<0,5 ha 3. Berapa jumlah leuit yang dimiliki? 4. Berapa kali panen dalam satu tahun? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali 5. Berapa hasilnya dalam sekali panen? 6. Berapa jumlah untuk dikonsumsi dan untuk dijual? Untuk dikonsumsi? Untuk dijual? 7. Berapa harga padi jika dijual? 8. Berapa jumlah yang Saudara simpan? Di Leuit Girang? Di Leuit Rumahtangga? 9. Bagaimana status lahan yang dimiliki? a. Pemilik b. Penyewa c. Lainnya 10. Berapa jumlah produksi dalam satu tahun? 11. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara dari usaha tani? a. < Tepatnya : Rp. b Tepatnya : Rp. c Tepatnya : Rp. d Tepatnya : Rp. e. > Tepatnya : Rp. 12. Apa saja dan berapa biaya yang dikeluarkan perbulan untuk kegiatan pengelolaan lahan pertanian? a. Biaya pupuk : Rp. b. Biaya buruh : Rp. c. Biaya bibit : Rp. c. Lainnya : Rp. 13. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan di atas? a. Ya, bekerja sebagai b. Tidak 14. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan sambilan tersebut? Rp. 15. Adakah perubahan mata pencaharian setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS? 100

118 D. Persepsi Terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Petunjuk: Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i anggap paling sesuai. Keterangan: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju KS : Kurang Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju Bagian I. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan No Daftar Pertanyaan STS TS KS S SS 1 Saya mempunyai kepentingan terhadap hutan 2 Pengelolaan hutan menjadi tanggung jawab masyarakat 3 Masyarakat akan ikut merasakan dampaknya apabila hutan rusak 4 Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari hutan 5 Hutan memberikan manfaat secara langsung 7 Hutan merupakan aset masa depan sehingga perlu dijaga Bagian II. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Daftar Pertanyaan STS TS KS S SS 1 TNGHS sangat berperan dalam perlindungan kawasan hutan 2 Pengelolaan hutan menjadi tanggung jawab TNGHS 3 TNGHS berperan dalam membina Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 101

119 Bagian III. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Daftar Pertanyaan STS TS KS S SS 1 Saya tahu mengenai kegiatan perluasan kawasan TNGHS 2 Saya memahami akan kegiatan perluasan kawasan TNGHS 3 Saya menerima kegiatan perluasan kawasan TNGHS 4 Perluasan kawasan TNGHS membawa dampak yang positif bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 5 Perluasan kawasan TNGHS membawa dampak negatif bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 7 Komunikasi terjalin secara baik antara masyarakat dan Pihak TNGHS terkait dengan perluasan kawasan 8 Masyarakat merubah sistem pertanian ladang berpindah menjadi pertanian menetap 9 Masyarakat menerima bantuan dari pemerintah berupa bibit padi varietas baru E. Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian No. Pertanyaan 1 Penggunaan bibit padi lokal 2 Pelaksanaan ritual dalam penggarapan lahan Penggunaan lahan kering/huma dalam menanam 3 padi 4 Perlakuan terhadap padi (apakah dijual atau tidak) Jawaban Berubah Tidak Berubah Jika berubah, bagaimana perubahan nya? No Pertanyaan 1 Penggunaan bi bit padi lokal 2 Pelaksanaan ritual dalam penggarapan lahan 3 Penggunan lahan kering/huma dalam menanam padi 4 Perlakuan terhadap padi (apakah dijual atau tidak) Perubahannya 102

120 F. Karakteristik Sosial Petunjuk Skor: 1 = Rendah 2 = Sedang 3 = Tinggi a. Perubahan Sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak No. Pernyataan Jawaban Terjadi konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan 103

121 Lampiran 2. Catatan Harian Penelitian 1. Hari/Tanggal : Senin, 8 Agustus 2011 Narasumber : Bapak ASP (44 tahun) Lokasi : Kasepuhan Sinar Resmi Pekerjaan : Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175 Tahun 2003 dan UU Nomor 41 Tahun 1999 menentukan perluasan kawasan Hutan Halimun. Padahal wilayah kasepuhan telah ada sebelum Negara Republik Indonesia terbentuk. Sebelum negara Indonesia berdiri, adat telah ada. Negara terbentuk dari Adat. Asal muasal negara berasal dari adat istiadat. Peraturan adat pun sudah ada sejak dulu, hutan tutupan, hutan titipan, lahan garapan, dan hutan awisan, sama dengan hutan taman nasional, seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, dan zona lainnya. Hutan tutupan tidak boleh dirusak, hutan tutupan hanya dipergunakan utnuk memenuhi kebutuhan, lahan garapan untuk pertanian, dan hutan awisan utnuk pemukiman masa mendatang. Jadi, tanah dan hutan ini adalah milik adat. Informasi perluasan kawasan TNGHS belum sepenuhnya diketahui dan dimengerti oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Mereka menganggap bahwa perluasan kawasan TNGHS merupakan keputusan sepihak dari TNGHS. Perluasan kawasan TNGHS merupakan keputusan sepihak dari TNGHS. Kami tidak pernah mengetahui rencana perluasan kawasan TNGHS. Bahkan pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak mengetahui persoalan tersebut. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tidak bisa menerima perluasan kawasan TNGHS. Pengelolaan

122 kawasan hutan oleh TNGHS bertentangan dengan pengelolaan kawasan hutan oleh Masyarakat Kasepuhan terutama terkait zonasi. Keputusan Menteri Kehutanan tentang penetapan TNGHS sebenarnya membebani Masyarakat Kasepuhan. Peraturan TNGHS mengakibatkan akses masyarakat menjadi terbatas terkait pengelolaan sumberdaya alam yang notabene menjadi sumber nafkah Masyarakat Kasepuhan. Dalam pengelolaan sumberdaya alam, masyarakat selalu berpegang teguh pada adat yang nilainya memang selaras dengan alam. Sehingga peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam cukup besar karena masyarakat selain memanfaatkan sumberdaya alam yang ada juga menjaga kelestariannya. Pada kenyataannya hubungan antara Masyarakat Kasepuhan dan Pihak TNGHS terjadi benturan. Dalam artian, masyarakat ingin hak ulayatnya diakui sehingga mereka bisa memperoleh hak untuk mengelola lahan garapan. Namun, berlawanan dengan TNGHS yang tujuannya untuk perlindungan alam meskipun masyarakat ksepuhan juga bertujuan sama yaitu menjaga alam dari kerusakan. 2. Hari/Tanggal : Senin, 8 Agustus 2011 Narasumber : Bapak BHR (62tahun) Lokasi : Kasepuhan Sinar Resmi Pekerjaan : Sekretaris Adat Kasepuhan Sinar Resmi Perluasan dari TNGHS menyebabkan masyarakat terbatas aksesnya, khusunya talun tanaman talun misalnya hutan kayu albasia, manii, manglid, tisuk, jabon. Masyarakat banyak menanam tanaman kayu di lahan tersebut, namun bagi TNGHS kawasan tersebut tidak diijinkan untuk digarap. Padahal masyarakat yang menanam dan masyarakat yang menghasilkan tetapi oleh Pihak TNGHS tidak diijinkan dan dikenai sanksi. Adanya tumpang tindih peraturan, menyebabkan Masyarakat Kasepuhan berupaya untuk mengajukan pengakuan 105

123 aturan adat oleh pemerintah melalui PERDA Kabupaten Sukabumi. Tanah yang ada di kasepuhan adalah tanah yang sifatnya komunal (milik bersama) karena di Sukabumi ini ada 3 kasepuhan yang memang masih satu keturunan (Kasepuhan Sinar Resmi, Kasepuhan Cipta Mulya, Kasepuhan Cipta Gelar). Hubungan dan komunikasi Masyarakat Kasepuhan dengan Pihak TNGHS secara personal terjalin baik. Pihak TNGHS sering berkunjung ke pemukiman Masyarakat Kasepuhan untuk bersilaturahmi. Sebenarnya hubungan antara Pihak TNGHS dengan Masyarakat Kasepuhan secara personal terjalin baik terlepas dari kegiatan perluasan kawasan TNGHS. Pihak TNGHS sering berkunjung ke rumah warga untuk bersilaturahmi. Masyarakat Kasepuhan juga seringkali mengundang Pihak TNGHS dalam berbagai acara adat kasepuhan seperti kegiatan bulanan setiap tanggal 14 bulan hijriah dan upacara seren taun. 3. Hari/Tanggal : Senin, 8 Agustus 2011 Narasumber : Bapak ZN (40 tahun) Lokasi : Kasepuhan Sinar Resmi Pekerjaan : Ketua MKK Dusun Cimapag Kegiatan MKK yang dilakukan di Kampung Cimapag sudah berlangsung sejak lima tahun sampai saat ini. Kegiatan MKK merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melindungi kawasan konservasi yang diikuti dengan peningkatan ekonomi masyarakat melalui alternatif usaha ekonomi. Kegiatan MKK dilakukan memulihkan Hutan Pondok Injuk yag rusak akibat kegiatan illegal logging. 106

124 Masyarakat menjadi kambing hitam atas rusaknya hutan Pondok Injuk. Padahal yang melakukan kegiatan illegal logging adalah para cukong tengkulak kayu di Sukabumi. Masyarakat terpaksa menjadi buruh para tengkulak besar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam satu hari bisa ditemukan 20 biji chain saw di hutan Pondok Injuk. Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2000 sampai 2003 ketika Menteri Kehutanan mengeluarkan SK perluasan kawasan TNGHS. Kelompok MKK mengalami penurunan menjadi dua kelompok dikarenakan kurangnya kontrol dari Pihak TNGHS. Selain itu, dalam pelaksanaan MKK ini tidak membahas mengenai hukum adat yang menjadi prinsip hidup Masyarakat Kasepuhan dalam keterkaitannya dengan alam. 4. Hari/Tanggal : Senin, 8 Agustus 2011 Narasumber : Bapak UGS (64 tahun) Lokasi : Kasepuhan Sinar Resmi Pekerjaan : Tokoh Adat Kasepuhan Sinar Resmi Pemerintah mengeluarkan SK.Menhut No.282 Tahun 1992 tentang penunjukan kawasan Halimun menjadi Taman Nasional Gunung Halimun dengan luas ha, dan memperluas kawasan taman nasional dengan mengeluarkan lagi SK Menhut No. 175 Tahun 2003, menjadi ha yang mencakup tiga kabupaten,yaitu Kabupaten Sukabumi dan Bogor di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten.Komunitas-komunitas yang berada di kantong-kantong (zona inti) atau taman nasional harus bersiap-siap untuk keluar dari pemukimannya, salah satunya adalah Kasepuhan Cipta Gelar. Selain itu dengan menggunakan peraturan Menteri Kehutanan No. 56 Tahun 2006 mengenai zonasi taman nasional, kawasan adat kasepuhan akan dijadikan zona khusus 107

125 budaya/adat. Sedangkan kawasan pertambangan dan kawasan yang di HGU kan berada pada zona perekonomian. Akan tetapi pemerintah tidak bersikap tegas mengenai konservasi kepada para kapitalis karena telah membuat kontrak sebelum adanya perluasan taman nasional. Masyarakat pernah menanam kayu-kayuan dengan sistem tumpang sari ketika kawasan Gunung Halimun masih dikelola oleh Perhutani. Namun, saat ini dengan berpindahnya pengelolaan Gunung Halimun kepada Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak maka kayu-kayu yang ditanam warga dan siap panen, tidak boleh ditebang karena telah berada di dalam kawasan rehabilitasi/zona rehabilitasi taman nasional. Sebenarnya hak-hak masyarakat adat telah diakui dalam Undang-undang No.32 Pasal 67. Namun, pemerintah masih mengabaikan dan tetap mengabaikan hak-hak masyarakat adat. saat ini, kami sedang memperjuangkan hak-hak kami dengan mengajukan peraturan daerah kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi, dengan mengacu pada UU No.32 Pasal 67. Kami telah berafiliasi dengan Kementrian Lingkungan Hidup untuk memetakan wilayah adat kami. Kasepuhan Citorek, Cisitu, Cibedug dan Cirompak telah memiliki SK dari Bupati mengenai pengakuan hak adat mereka. Kami pun akan memperjuangkan Perda agar dapat seperti ke-empat Kasepuhan tersebut. 108

126 5. Hari/Tanggal : Senin, 8 Agustus 2011 Narasumber : Bapak OMD (34 tahun) Lokasi : Kasepuhan Sinar Resmi Pekerjaan : Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengetahui dan memahami perubahan iklim dengan baik. Walaupun sebagian besar pendidikan Masyarakat Kasepuhan adalah setingkat SD, tetapi mereka mengetahui benar tentang perubahan iklim. Hal ini dikarenakan pekerjaan mereka sehari-hari bergelut di bidang pertanian, sehingga mereka merasakan benar akan perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim sudah dirasakan semenjak 10 tahun terakhir. Kami sudah lama bergelut di bidang pertanian. Pertanian adalah suatu kebudayaan bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Iklim saat ini sungguh berbeda dengan 10 tahun yang lalu. Kalau dulu air sangat berlimpah, antara musim hujan dan musim kemarau datang secara tepat waktu. Tetapi sekarang keadaannya berubah musim hujan terkadang sangat lama, atau musim kemarau yang sangat lama. Kami juga sering kekurangan air. Masyarakat Kasepuhan di Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar adalah masyarakat petani. Kegiatan berladang dan beternak hanyalah kegiatan sampingan. Sistem pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sudah ada sejak dulu, diwariskan dari para leluhur. Incu putu harus mengutamakan pertanian sebagai sumber penghasilan utama, karena harus melakukan apa yang sudah diwariskan oleh adat. Kegiatan masyarakat terkait dengan hutan adalah mengambil kayu bakar dan kayu untuk untuk membuat rumah. 109

127 warga tetap mengambil kayu, karena menganggap itu adalah miliknya sendiri, karena warga yang menanam, tetapi dituduh sebagai pencuri kayu oleh taman nasional dan ditangkap. Pada tahun 2007, ada warga Cibalandongan ditangkap dan ditahan di kepolisian selama 10 tahun. Konflik dengan taman nasional terjadi karena masyarakat dilarang mengambil kayu yang ditanam ketika pengelolaan hutan masih dipegang oleh Perhutani. setiap kami menanam pisang, hasil panen selalu gagal. Hasil panen dimakan oleh babi hutan. Padahal dahulu di dalam kebun tidak ada babi hutan. Babi hutan itu adalah hasil ternak taman nasional. Secara sengaja babi hutan itu diternak untuk merusak tanaman warga. 6. Hari/Tanggal : Senin, 8 Agustus 2011 Narasumber : Bapak KHR (47 tahun) Lokasi : Kasepuhan Sinar Resmi Pekerjaan : Polisi Kehutanan TNGHS Masyarakat lokal telah dilarang untuk melakukan sistem tumpang sari setelah pengelolaan Gunung Halimun dialihkan dari Perhutani ke Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Namun masyarakat tetap menggarap lahan tersebut, sehingga bisa dikatakan sebagai perambah hutan dan perilaku illegal logging. Lahan garapan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi adalah wilayah taman nasional. Lahan-lahan yang telah digarap tidak boleh diperluas lagi, dan masyarakat wajib menanam pohon kayu-kayu keras, seperti rasamala dan mahoni agar kemudian lahan yang dulunya lahan garapan bisa menjadi hutan lagi. 110

128 Masyarakat Kasepuhan sudah dilarang untuk menggarap lahan hutan bekas Perhutani secara tumpang sari, tapi masih tetap menggarap lahan tersbut. Masyarakat juga melakukan illegal logging di taman nasional adalah masyarakat adat. Lahan garapan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi itu masuk ke dalam taman nasional, paling banyak di zona rehablitasi. Kami meragukan keadatan Masyarakat Kasepuhan karena gaya hidup Masyarakat Kasepuhan sudah terbilang modern. Mereka menggunakan alat-alat elektronik, seperti laptop, hp dan televisi. Selain itu pakaian mereka sehari-hari pun sudah menyerupai masyarakat pada umumnya, tidak lagi menggunakan pakaian adat. Jadi tidak dapat diragukan lagi, karena adat istiadat Masyarakat Kasepuhan dianggap telah luntur, mereka dapat merambah hutan, walaupun dulunya menurut adat dilarang, karena kebutuhan ekonomi yang terus mendesak. 7. Hari/Tanggal : Selasa, 22 November 2011 Narasumber : Bapak WS (31 tahun) Lokasi : Kantor Pusat Balai TNGHS Pekerjaan : Staf Balai TNGHS Pada dasarnya bila mengacu pada kebijakan konservasi, lahan garapan yang sampai sekarang digarap oleh masyarakat tidak diperbolehkan digarap karena hal tersebut tidak sesuai dengan UU No. 41 dan UU No. 50, tetapi karena pemerintah melihat banyaknya masyarakat yang bergantung pada lahan garapan tersebut maka pada Permenhut No. 56 Tahun 2006, apabila ada keterlanjuran seperti sudah adanya zona khusus. Namun, dalam hal ini akses masyarakat tetap terbatas, yakni dilarang memperluas lahan garapan, apabila bermukim di kawasan tersebut dilarang untuk menambah bangunan. Selain itu tidak boleh merambah 111

129 hutan dan menebang kayu di kawasan hutan. Sering Pihak TNGHS melakukan kontrol, namun masyarakat tetap saja ada yang masih menebang. Dalam menggarap lahan yang masuk dalam kawasan TNGHS, maka ditawarkan kesepakatan mengenai pelarangan penebangan. Kegiatan monitoring juga dilakukan, untuk mengetahui masih ada tidaknya masyarakat yang menebang pohon. Adanya perluasan kawasan TNGHS memang menimbulkan pengaruh bagi kehidupan Masyarakat Kasepuhan khususnya mengenai lahan garapan. Kalau melihat dulu ketika dikelola oleh Perum Perhutani, masyarakat masih bisa eksis untuk ikut menggarap (tumpang sari). Akan tetapi suatu kawasan konservasi lebih tegas dalam mengelola hutan. Perluasan yang dilakukan oleh TNGHS juga melalui pertimbangan yang sangat matang dan juga melihat kondisi di lapangan bahwa dari waktu ke waktu kelestarian alam semakin kritis. Sehingga untuk menyelamatkan sistem penyangga kehidupan disekitarnya, maka ditetapkanlah perluasan kawasan TNGHS. Bila melihat isu yang berkembang saat ini mengenai pengajuan usulan hak ulayat adat kasepuhan ke Pemerintah Daerah Sukabumi, Pihak TNGHS sendiri akan mengeluarkan status hak ulayat kasepuhan dari wilayah pengelolaan TNGHS. Upaya kolaboratif dalam bentuk kegiatan atau program yang bertujuan untuk kesejahteraan Masyarakat Kasepuhan juga sudah dilakukan oleh Pihak TNGHS. Salah satunya adalah Model Kampung Konservasi (MKK) yang dapat membantu dalam pengembangan kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan ekonomi alternatif, serta penguatan kelembagaan. Pelaksanaan program MKK dilakukan oleh kelompok. Tiap kelompok (beranggotakan 112

130 maksimal 20 orang) melakukan pengamanan dan konservasi bersama, melakukan penanaman di wilayah garapan masing-masing seperti menanam pohon Puspa, Rasamala, kayu hutan, kayu alam dan lain sebagainya. Ada pula kegiatan dalam kelompok seperti pelatihan pembuatan proposal yang bertujuan untuk peningkatan SDM dan Pihak TNGHS dalam kegiatan ini bertindak sebagai fasilitator. Proposal ini dibuat untuk diajukan ke JICA sebagai salah satu pengajuan dana modal untuk kegiatan ekonomi tambahan seperti pada bidang perikanan, peternakan, warungwarung kecil, bantuan ternak dan lain sebagainya. Apabila proposal yang diajukan memang layak, maka oleh JICA akan diberikan modal untuk mendukung kegiatan ekonomi tambahan masyarakat. Program MKK di Kampung Cimapag bisa dikatakan kurang berhasil. Bisa dilihat dari 5 kelompok yang dibentuk hanya 2 kelompok yang berjalan. 113

131 Lampiran 3. Karakteristik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi No Nama Pekerjaan Sampingan pendidik an usia (tahun) Status Jumlah keluarga Luas lahan huma m 2 Luas lahan sawah m 2 Luas lahan Luas total ha Kepemilikan talun m 2 lahan Jumlah leuit Panen dalam 1 tahun pocong Panen di leuit si jimat pocong 1 Irha - SD 55 Sudah menikah ,32 pemilik Ngkus Sudah menikah ,32 pemilik Asep - SD 41 Sudah menikah ,24 pemilik Oma Sudah menikah ,56 pemilik Oon Sudah menikah ,32 pemilik Nuhri Dagang SD 50 Sudah menikah ,36 pemilik Adna Penyadap - 74 Sudah menikah ,32 pemilik Aren 8 Sahria Sudah menikah ,34 pemilik Buhana Sudah menikah ,36 pemilik Arhi Penyadap - 74 Sudah menikah ,4 pemilik Aren 11 Zaenal Ojeg SMP 40 Sudah menikah ,28 pemilik Ade Penyadap SD 35 Sudah menikah ,32 pemilik Aren 13 Rodiana Dagang SD 56 Sudah menikah ,32 pemilik Pendi - SD 50 Sudah menikah ,28 pemilik Arnedy Buruh SD 50 Sudah menikah ,40 pemilik Stiawan Dagang SD 28 Sudah menikah penggarap Ukad Sudah menikah pemilik Saroji Dagang SD 55 Sudah menikah pemilik Aman - SD 35 Sudah menikah Pemilk Mardi - SD 30 Sudah menikah Pemilik Daria - SD 30 Sudah menikah Pemilik Tarman - SD 35 Sudah menikah Pemilik Ubak Penyadap SD 35 Sudah menikah Pemilik Aren 24 Sadik Penyadap SD 55 Sudah menikah Pemilik Aren 25 Suhadi Penyadap SD 47 Sudah menikah Pemilik Aren 26 Nawawi Penyadap SD 48 Sudah menikah Pemilik Aren 27 Nursam Penyadap SD 60 Sudah menikah Pemilik an Aren 28 Samanta Buruh SD 40 Sudah menikah Pemilik Subkhi Buruh SD 40 Sudah menikah Pemilik Nanang Buruh SD 45 Sudah menikah Pemilik Total , Ratarata/KK 713, ,67 493,33 0, ,5 2,4 160 Sumber: Data Primer (2011) Pupuk (kg) 114

132 Lampiran 4. Analisis Pendapatan Usahatani (PUT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Terjadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Nama Pekerjaan Sampingan Luas lahan (Ha) Periode panen per-thn Harga jual beras (Rp/kg) Produksi panen sawah (kg) Produksi panen huma (kg) talun kayu/bln talun kawung/ bln talun kapol/ bln Biaya pupuk sawah (Rp/thn) Pendapatan bersih sawah (Rp/bln) Pendapatan bersih huma (Rp/bln) Pendapatan Bersih talun (Rp/bln) PUT Total (Rp/bulan) 1 Irha - 0,32 1x Ngkus - 0,32 1x Asep - 0,24 1x Oma - 0,56 1x , Oon - 0,32 1x Nuhri - 0,36 1x Sahria - 0,36 1x Buhana - 0,36 1x Arhi - 0,40 1x Zaenal - 0,28 1x Rodiana - 0,28 1x Pendi - 0,28 1x Arnedy - 0,40 1x Stiawan - 0,08 1x Ukad x Saroji x Aman x Marid x Daria x Tarman x Sadik - 0,32 1x Suhadi x Nawawi x Nursaman x Samanta x Subkhi x Nanang x Total 4, Ratarata/KK 0,18 697,77 168, , , , Sumber: Data Primer (2011) 115

133 Lampiran 5. Analisis Pendapatan Usahatani (PUT) Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Setelah Terjadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Nama Pekerjaan Sampingan Luas lahan (Ha) Harga jual beras (Rp/kg) Produksi panen sawah (kg) Produksi panen huma (kg) talun kayu/bln talun kawung/ bln talun kapol/ bln Biaya pupuk sawah (Rp/thn) Pendapatan bersih sawah (Rp/bln) Pendapatan bersih huma (Rp/bln) Pendapatan Bersih talun (Rp/bln) Periode panen perthn 1 Irha - 0,32 1x Ngkus - 0,32 1x Asep - 0,20 1x Oma - 0,36 1x Oon - 0,28 1x Nuhri Dagang 0,32 1x Sahria - 0,30 1x Buhana - 0,32 1x Arhi Penyadap 0,32 1x Aren 10 Zaenal Ojeg 0,32 1x Rodiana Dagang 0,24 1x Pendi - 0,24 1x Arnedy Buruh 0,36 1x Stiawan Dagang x Ukad x Saroji Dagang x Aman x Mardi x Daria x Tarman x Sadik Penyadap 0,28 1x Aren 22 Suhadi Penyadap x Aren 23 Nawawi Penyadap x Aren 24 Nursam Penyadap x an Aren 25 Samanta Buruh x Subkhi Buruh x Nanang Buruh x Total 4, Ratarata/KK 0,15 678,52 88, , , , , , , Sumber: Data Primer, 2011 PUT Total 116

134 Lampiran 6. Penghasilan dari Komoditas Talun Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Terjadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Nama Komoditas Kayu (Rp /m 2 ) Komoditas Buah dan Sayur (Rp 2000/kg) Jumlah Total (Rp/bln) Jeungjing Manglid Tisuk Jabon Manii Pisang Singkong Jagung Alpukat Sayur 1 Irha Ngkus Asep Oma Oon Nuhri Sahria Buhana Arhi Zaenal Rodiana Pendi Arnedy Stiawan Ukad Saroji Arman Marid Daria Tarman Sadik Suhadi Nawawi Nursaman Samanta Subkhi Nanang Total Rata-rata , , , , , , , , Sumber: Data Primer (2011) 117

135 Lampiran 7. Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Pendapatan Bersih Total Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Terjadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak no nama Pendapatan bersih dari (PUT) (Rp/bln) PN (Rp/bln) PBT (Rp/bln) PUT(%) ternak Ojeg Buruh Dagang Kerajinan 1 Irha % 2 Ngkus % 3 Asep % 4 Oma % 5 Oon % 6 Nuhri % 7 Sahria % 8 Buhana % 9 Arhi % 10 Zaenal % 11 Rodiana % 12 Pendi % 13 Arnedy % 14 Stiawan % 15 Ukad % 16 Saroji % 17 Aman % 18 Mardi % 19 Daria % 20 Tarman % 21 Sadik % 22 Suhadi % 23 Nawawi % 24 Nursaman % 25 Samanta % 26 Subkhi % 27 Nanang % Total Rata-rata/KK Sumber: Data Primer (2011) 118

136 Lampiran 8. Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Pendapatan Bersih Total dari Kegiatan Pengelolaan Hutan Setelah Terjadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak no nama Pendapatan bersih dari (PUT) (Rp/bln) PN (Rp/bln) PBT (Rp/bln) PUT (%) Ternak Ojeg Buruh Dagang Kerajinan 1 Irha % 2 Ngkus % 3 Asep % 4 Oma % 5 Oon % 6 Nuhri ,54% 7 Sahria % 8 Buhana % 9 Arhi % 10 Zaenal ,10% 11 Rodiana ,48% 12 Pendi % 13 Arnedy ,50% 14 Stiawan ,26% 15 Ukad % 16 Saroji % 17 Aman % 18 Mardi % 19 Daria % 20 Tarman % 21 Sadik % 22 Suhadi % 23 Nawawi % 24 Nursaman % 25 Samanta % 26 Subkhi % 27 Nanang % Total % Rata-rata/KK % Sumber: Data Primer (2011) 119

137 Lampiran 9. Pendapatan Perkapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sebelum Tejadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak no nama PBT (Rp/bln) Jumlah anggota PCI (Rp/kapita/tahun) 1 Irha Ngkus Asep Oma Oon Nuhri Sahria Buhana Arhi Zaenal Rodiana Pendi Arnedy Stiawan Ukad Saroji Aman Mardi Daria Tarman Sadik Suhadi Nawawi Nursaman Samanta Subkhi Nanang Total Rata-rata/KK ,77 3, Sumber: Data Primer (2011) 120

138 Lampiran 10. Pendapatan Perkapita Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Setelah Tejadi Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak no nama PBT (Rp/bln) Jumlah anggota PCI (Rp/kapita/tahun) 1 Irha Ngkus Asep Oma Oon Nuhri Sahria Buhana Arhi Zaenal Rodiana Pendi Arnedy Stiawan Ukad Saroji Aman Mardi Daria Tarman Sadik Suhadi Nawawi Nursaman Samanta Subkhi Nanang Total Rata-rata/KK ,30 3, Sumber: Data Primer (2011) 121

139 Lampiran 11. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan No Daftar Pertanyaan STS TS KS S SS Nilai Skor Rataan Intrepetasi Hasil 1 Saya mempunyai kepentingan terhadap hutan 30(4) 4 Baik 2 Pengelolaan hutan menjadi tanggung jawab masyarakat 10(0,66) 20(2,67) 3,33 Cukup Baik 3 Masyarakat akan ikut merasakan dampaknya apabila hutan rusak 30(4) 4 Baik 4 Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari hutan 30(4) 4 Baik 5 Hutan memberikan manfaat secara langsung 30(4) 4 Baik 6 Hutan merupakan aset masa depan sehingga perlu dijaga 30(4) 4 Baik Sumber: Data Primer (2011) Lampiran 12. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Daftar Pertanyaan STS TS KS S SS Nilai Skor Rataan Intrepetasi Hasil 1 TNGHS sangat berperan dalam perlindungan kawasan hutan 9(0,6) 21(2,8) 3,4 Cukup Baik 2 Pengelolaan hutan menjadi tanggung jawab TNGHS 10(0,66) 20(2,66) 3,32 Cukup Baik 3 TNGHS berperan dalam membina Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 5(0.33) 25(3,33) 3,66 Baik Sumber: Data Primer (2011) Lampiran 13.Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Daftar Pertanyaan STS TS KS S SS Nilai Skor Rataan Intrepetasi Hasil 1 Saya tahu mengenai kegiatan perluasan kawasan TNGHS 30(4) 4 Baik 2 Saya memahami akan kegiatan perluasan kawasan TNGHS 24(2,4) 6(0,8) 3,2 Cukup Baik 3 Saya menerima kegiatan perluasan kawasan TNGHS 30(2) 2 Buruk 4 Perluasan kawasan TNGHS membawa dampak yang positif bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 27(1,8) 3(0,4) 2,2 Buruk 5 Perluasan kawasan TNGHS membawa dampak negatif bagi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi 3(0,2) 27(3,6) 3,8 Baik 6 Komunikasi terjalin secara baik antara masyarakat dan pihak TNGHS terkait dengan perluasan 27(1,8) 3(0,4) 2,2 Buruk kawasan 7 Masyarakat merubah sistem pertanian ladang berpindah menjadi pertanian menetap 30(2) 2 Buruk 8 Masyarakat menerima bantuan dari pemerintah berupa bibit padi varietas baru 30(2) 2 Buruk Sumber: Data Primer (2011) Lampiran 14. Perubahan Sikap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak No Pernyataan Jawaban Terjadi Konflik antara pihak TNGHS dan masyarakat adat 3(10%) 4(13,33%) 23(76,67%) Sumber: Data Primer (2011) 122

140 Lampiran 15. Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Waktu Kejadian Pihak yang Berkonflik Kronologis Tahun 1992 Taman Nasional Gunung Halimun dengan masyarakat kasepuhan Pemerintah mengeluarkan SK.Menhut No. 282 Tahun 1992 yang menetapkan kawasana Halimun seluas ha sebagai kawasan taman nasional di bawah pengelolaan sementara Balai Taman Nasional Gede Pangrango dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun. Sejak berlakuknya SK tersebut, pihak taman nasional membatasi segala kegiatan pendayagunaan oleh manusia, termasuk di dalamnya pelarangan pengambilan kayu oleh masyarakat sekitar kawasan. Tahun 2003 TNGHS dengan masyarakat kasepuhan Pemerintah mengeluarkan SK Menhut No. 175 Tahun 2003 tentang perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Banyak lahan garapan maupun pemukiman masyarakat kasepuhan yang akhirnya masuk dalam zona rehabilitasi kawasan konservasi TNGHS. Pihak taman nasional juga memasang papan pelarangan masuk kawasan konservasi di berbagai titik, termasuk di depan rumah warga dan di talun masyarakat. Salah satunya yang terjadi di Kampung Cicemet. Hal ini dilakukan untuk menakut-nakuti warga bahwa sewaktu-waktu warga dapat diusir dari tempat hidupnya karena pemukimannya masuk dalam wilayah taman nasional. Tahun 2004 TNGHS dengan masyarakat kasepuhan Terjadi penangkapan warga Cimapag karena diduga melakukan illegal logging di kawasan taman nasional. Tahun 2007 TNGHS dengan masyarakat kasepuhan Terjadi kembali penangkapan warga Cimapag, diduga pula melakukan illegal logging di kawasan taman nasional. Tahun 2008 TNGHS dengan masyarakat kasepuhan Masih ada masyarakat kasepuhan di dusun Cimapag yang ditahan oleh kepolisisan, dan belum dibebaskan. Selain itu masyarakat kasepuhan di Kampung Cimapag menduga taman nasional mengembangbiakan babi hutan di hutan yang mengganggu masyarakat sehingga gagal panen. Sumber: Data Primer (2011) 123

141 Lampiran 16. Peta Sebaran Masyarakat Kasepuhan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sumber : Japan International Cooperation Agency (2004) 124

142 Lampiran 17. Peta Kondisi Sebelum Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sumber : Japan International Cooperation Agency (2004) 125

143 Lampiran 18. Peta Kondisi Setelah Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sumber : Japan International Cooperation Agency (2004) 126

144 Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian Sawah Tadah Hujan Leuit Memasukan Pocong ke dalam Leuit Huma Gula Kawung Nglantay Pocong 127

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Hutan Hutan dapat didefinisikan sebagai tempat berupa lahan yang luas yang terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik yang di dalamnya terdapat ekosistem yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 17 BAB III METODOLOGI Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknit penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, juga dikenal sebagai negara " multi cultural " yang memiliki lebih dari 250 kelompok

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106 27-106

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antara lingkungan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam kesehatan masyarakat yang berkaitan

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL ALOR PANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan berasal dari kata tahu yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 2008, artinya mengerti setelah melihat suatu fenomena alam. Berdasarkan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang didapat merupakan jawaban dari pertanyaan (research question) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUTANAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR Disampaikan pada Kongres ke-4 Masyarakat Adat Nusantara (KMAN IV) Tobelo, Halmahera Utara, 19-25 April 2012 Assalamu alaikum Warohmatullahi

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN 20... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA Menimbang : a. bahwa sumber air sebagai

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci