Analisis Eksistensi Perusahaan Bongkar Muat Dalam Konteks Layanan Transportasi Laut Studi Kasus: Tanjung Perak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Eksistensi Perusahaan Bongkar Muat Dalam Konteks Layanan Transportasi Laut Studi Kasus: Tanjung Perak"

Transkripsi

1 Analisis Eksistensi Perusahaan Bongkar Muat Dalam Konteks Layanan Transportasi Laut Studi Kasus: Tanjung Perak Febri Putra Trivitas, Murdjito Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60 Abstrak Proses Bongkar Muat merupakan salah satu kegiatan inti dalam transportasi muatan. Pelaku usaha bongkar muat harus memiliki kapasitas dan kualitas yang baik untuk menjamin kelancaran arus muatan. Perusahaan Bongkar Muat mengalami banyak perubahan dalam masa kerjanya, diawali dengan adanya Undang Undang Pelayaran 2008 yang mengubah Badan Otoritas Pelabuhan menjadi Badan Usaha Pelabuhan. Hal ini mengancam nilai eksistensi Perusahaan Bongkar Muat sehingga diperlukan peninjauan mengenai kondisi terkini dan strategi perusahaan yang baik bagi Perusahaan Bongkar Muat. Perusahaan Bongkar Muat dibagi kedalam beberapa skenario dan didapatkan bahwa eksistensi perusahaan bongkar muat tidak terancam namun hal yang perlu ditinjau ulang adalah persyaratan pendirian Perusahaan Bongkat Muat yang mengurangi kelayakan investasi. Kata kunci - Pelabuhan, Bongkar Muat, Perusahaan Bongkar Muat I. PENDAHULUAN Perusahaan Bongkar Muat merupakan suatu badan usaha yang bergerak di bidang layanan jasa untuk bongkar muat muatan kapal laut. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dikenal diseluruh dunia sebagai Stevedoring Company atau Stevedore saja. Sesuai dengan namanya, PBM melayani jasa bongkar muat muatan kapal laut, namun seiring dengan kebutuhan para pengguna jasa, PBM juga memiliki layanan jasa pemindahan muatan didalam area dermaga atau Cargodoring, layanan penerimaan dan pelepasan barang ke pemilik muatan atau Recieving dan Deliverybahkan ada beberapa PBM yang melayani jasa pemindahan muatan dari dan ke luar area pelabuhan yang disebut juga Overbrengen dalam lingkup usahanya. Dalam sejarah, usaha bongkar muat belumlaama terpisah dari bidang usaha pelabuhan lainnya.sebelum muncul Instruksi Presiden nomor 4 tahun 985, sistim bongkar muat di pelabuhan seluruh Indonesia dinilai tidak teratur. Maka dengan munculnyainpres no. 4 tahun 985 ditetapkan pemisahan usaha bongkar muat dengan pelayaran dan operator terminal. Hal ini memunculkan banyak peluang bagi pengusaha untuk membuka usaha bongkar muat karena proses bongkar muat muatan kapal laut memang tidak akan berhenti selama kapal masih ada di dunia. Para PBM di Indonesia memiliki asosiasi tersendiri yang berguna untuk menilai PBM dan menjadi wadah aspirasi PBM yaitu Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI). Selain itu, usaha bongkar muat dan usaha usaha kepelabuhanan lainnya di Indonesia di awasi oleh PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang berperan sebagai Badan Otoritas Pelabuhan (BOP). Namun keadaan ini berubah drastis semenjak muncul Undang Undang nomor 7 tahun 2008 tentang pelayaran yang merubah peran Pelindo dari BOP menjadi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang menghapus peran PBM sebagai pengusaha jasa bongkar muat. Semenjak muncul UU no.7 tahun 2008 tersebut, berbagai keresahan muncul diantara para pelaku usaha pelabuhan dan Pelindo salah satunya Pelindo dianggap memonopoli usaha bongkar muat dan mematikan usaha PBM PBM yang berada di Indonesia. Selain itu hubungan antara Pelindo dengan APBMI semakin memburuk dengan ditemukannya PBM yang palsu karena hanya bersifat sebagai broker usaha bagi PBM lain. Keresahan iniberkurang pada akhir 200 ketika Pelindo dan APBMI membenahi hubungan mereka denganpembentukan konsorsium PBM di setiap pelabuhan dan terminal dengan rekomendasi dari APBMI sehingga usaha bongkar muat dapat dilakukan bersama - sama. Kewenangan dan proporsi kerja tiap konsorsium PBM dengan Operator Terminal (OT) tiap terminal berbeda beda. Terdapat proporsi kerja yang masih dapat menghidupi PBM, namun adapun yang sebaliknya sehingga menyebabkan beberapa PBM gulung tikar. Dalam penelitian ini, tim penulis akan mengangkat Terminal Nilam, Tanjung Perak, yang memiliki konsorsium PBM Nilam Konsorsium Stevedore Indonesia dan Nilam Port Terminal Indonesia yang telah melalui perubahan bidang usaha setelah munculnya UU no. 7 tahun 2008 sebagai studi kasus penelitian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator Kinerja Utama Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance Index merupakan sebuah teknik untuk mengukur kinerja suatu organisasi dengan tolak ukur metric sehingga segala bentuk kinerja dapat dibaca dengan mudah. IKU dapat juga didefiinisikan sebagai faktor faktor yang berhubungan dengan pengembangan, kinerja, atau posisi sebuah perusahaan yang dapat diukur secaraa efektif(pricewaterhousecoopers, 2007). Dengan adanya IKU, sebuah organisasi dapat menentukan strategi strategi yang akan digunakan untuk pengembangan selanjutnya berdasarkan kekurangan kekurangan yang diidentifikasi melalui IKU. Penentuan Indikator dapat dilihat dari tiga aspek inti [] yaitu:

2 2. Aspek sumber daya (Resources) yang meliputi pengeluaran (Expenses) seperti biaya distribusi, inventory cost, biaya jasa dsb. 2. Aspek Output segi finansial yang meliputi keuntungan dan laju pengembalian, aspek Output waktu yang meliputi waktu delivery, waktu respon pelanggan dsb. Dan aspek output kualitas seperti keandalan dan keluhan pelanggan. 3. Aspek flexibilitas dimana meliputi kemampuan perusahaan menyesuaikan dengan perubahan permintaan, kemampuan perusahaan menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan waktu pelayanan jasa atau produk, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produk yang baru. Berdasarkan aspek aspek diatas, dapat digunakan 4 parameter yang bisa mewakili aspek aspek tersebut sebagai variabel penilaian IKU(PricewaterhouseCoopers, 2007). 4 variabel yang telah dipilihuntuk digunakan dalam analisis Tugas Akhir ini sebagai berikut:. Waktu Pelayanan 2. Layanan 3. Laju Pengembalian Investasi 4. Kinerja Teknis C. Eksistensi Perusahaan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Eksistensi adalah keberadaan dari suatu hal. Dalam istilah perusahaan, eksistensi suatu perusahaan dimulai dari ketika telah diterbitkan akte pendirian perusahaan dan berlaku selamanya hingga terjadi suatu perubahan drastis yang menghapus funsgi utama suatu perusahaan. Perusahaan adalah suatu badan yang bersifat mencari keuntungan sebagai pelaku ekonomi. Apabila kemampuan perusahaan ini telah hilang maka eksistensi suatu perusahaan dapat dikatakan hilang pula(department of Justice, 200). D. Perusahaan Bongkar Muat Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 4 tahun 2002, yang dimaksud dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dengan kata lain yaitu penyedia jasa bongkar muat dengan menggunakan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan peralatan bongkar muat. PBM di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas, yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan dalam undang undang dan peraturan pelaksanaanya;. Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat Agar suatu perusahaan dapat menjalankan usaha bongkar muat sebagai PBM, maka dibutuhkan suatu izin usaha atau izin operasi. Terdapat 2 jenis izin usaha PBM yaitu izin usaha tetap dan izin usaha sementara. Izin usaha tetap berlangsung sesuai dengan waktu berdirinya perusahaan sementara izin usaha sementara diberikan untuk jangka waktu satu tahun saja. Penelitian ini hanya mengangkat PBM dengan izin usaha tetap. Rekomendasi dari APBMI merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh PBM baru, selain itu keseimbangan volume bongkar muat dengan jumlah perusahaan bongkar muat yang ada dan kesempatan perkembangan usaha juga menjadi bahan pertimbangan ketika mengajukan permohonan izin usaha. Berdasarkan Inpres no. 4 tahun 985, dapat diringkas persyaratan pendirian PBM sebagai berikut: a) Berbentuk Perseroan Terbatas (PT). b) Memiliki Akte Usaha dari Notaris. c) Memiliki modal usaha. d) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e) Memiliki peralatan bongkar muat sesuai spesialisasi. f) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan. g) Memiliki tenaga ahli bongkar muat. h) Memiliki rekomendasi dari Adpel dan Kanpel. i) Memiliki rekomendasi dari APBMI. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM 4 tahun 2002, persyaratan pendirian PBM dalam hal aset peralatan bongkar muat PBM adalah PBM yang beroperasi di Pelabuhan Utama wajib memiliki modal dasar sebesar Miliar Rupiah dan disetor sebesar 250 Juta rupiah. Sementara untuk PBM yang beroperasi di Pelabuhan Regional, wajib memiliki modal dasar sebesar 500 Juta Rupiah dan disetor sebesar 25 Juta Rupiah Layaknya perusahaan profesional, seluruh PBM wajib memiliki Tenaga Ahli yang berpengalaman. Berdasarkan Keputusan Menteri KM 4 tahun 2002, bagi PBM yang beroperasi di Pelabuhan Utama, wajib memiliki Tenaga Ahli Nautika Tk. III dengan pengalaman minimal 3 tahun minimal sebanyak orang dan Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga dengan Ijazah minimal D3 dan 3 tahun pengalaman sebanyak minimal orang. Bagi PBM yang beroperasi di Pelabuhan Regional wajib memiliki Tenaga Ahli Nautika Tk. III dengan pengalaman minimal tahun dan sebanyak minimal orang. Begitu juga Ahli Ketatalaksanaaan Pelayaran Niaga dengan Ijazah minimal D3 dan tahun pengalaman sebanyak minimal orang. 2. Personil Perusahaan Bongkar Muat Dalam sebuah organisasi, pekerjaan selalu dilakukan oleh sekelompok orang atau tim. Dalam PBM personil tim tersebut, selain Tenaga Ahli sebagai berikut [2]: Dalam Proses S/D: a. Stevedore, yaitu pelaksana susunan rencana dan pengendalian kegiatan bongkar muat diatas kapal. b. Chief Tally Clerk, yaitu penyusun rencana dan pengendali perhitungan fisik, pencatatan dan survey kondisi barang pada setiap pergerakan bongkar muat dan dokumentasi serta penyusun laporan periodik. c. Foreman, yaitu pelaksana dan pengendali kegiatan operasional bongkar muat barang dari dan ke kapal sampai ke tempat penumpukan barang dan sebaliknya serta membuat laporan periodik hasil kegiatan bongkar muat.

3 3 d. Tally Clerk, yaitu pelaksana kegiatan perhitungan, pencatatan jumlah, jenis, merek dan segala kondisi pergerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan. e. Mistry, yaitu pelaksana perbaikan kemasan barang dalam kegiatan S/D. f. Watchman, yaitu pelaksana keamanan barang pada kegiatan S/D. Personil personil di atas tidak semua wajib dimiliki, sebagai contoh posisi Tally sekarang telah diusahakan oleh pihak non PBM salah satunya adalah Jasa Tally Indonesia (JTI) yang beroperasi di Tanjung Perak, Surabaya. Begitu juga dengan posisi Watchman yang dirangkap dengan posisi keamanan pelabuhan. Posisi Mistry pun di Tanjung Perak jarang ditemui karena bagian reparasi kemasan muatan selain Peti Kemas dilakukan oleh TKBM. Dalam operasional bongkar muat, PBM mengutamakan posisi kerja Operator Crane. Dikarenakan kecepatan bongkar muat menggunakan crane sepenuhnya berada dikendali Operator Crane maka operator memiliki upah yang relatif lebih tinggi dengan adanya insentif per ton muatan yang dikerjakan. E.Biaya dan Tarif Bongkar Muat. Biaya Bongkar Muat Dalam segala proses bisnis selalu terdapat biaya biaya untuk memproduksi produk perusahaan. Sebagaimana telah diketahui, produk yang dihasilkan oleh PBM adalah jasa bongkar dan muat muatan kapal laut. Untuk menghitung biaya bongkar muat dapat dilakukan dengan memecah proses bisnis mulai dari investasi hingga tiap pergerakan bongkar muat yang dilakukan. Secara umum terdapat beberapa kumpulan biaya yang terdiri dari: Biaya Investasi Biaya Operasional Biaya Administrasi dan Personil Biaya Reparasi Biaya Investasi meliputi investasi perusahaan terhadap aktiva aktiva yang akan digunakan untuk menghasilkan jasa bongkar muat, namun biaya investasi tidak meliputi biaya aktiva apabila aktiva yang digunakan adalah aktiva sewaan. Apabila perusahaan menyewa peralatan maka biaya sewa dikategorikan sebagai biaya operasional. Yang kedua adalah biaya operasional yang meliputi komponen komponen sebagai berikut: Biaya tenaga per gerakan crane: Biaya mengangkut peralatan bongkar muat dari tempat penyimpanan ke terminal Biaya Tally Biaya sewa alat Biaya Imbalan jasa untuk operator terminal Selanjutnya terdapat biaya administrasi dan personil. Perlu diketahui, untuk biaya ini dihitung per bulan, bukan per pekerjaan. Namun dari dapat juga dipecahkan per-pekerjaan. Adapun biaya reparasi peralatan yang muncul ketika terjadi kerusakan alat. Selain biaya biaya diatas, terdapat biaya Tally dan Imbalan Jasa. Biaya tally merupakan biaya yang muncul untuk menggunakan jasa Tally. Namun terdapat dua skenario yaitu PBM menggunakan jasa Tally milik sendiri atau menyewa. Sedangkan biaya Imbalan Jasa merupakan semacam pajak yang dikenakan oleh operator pelabuhan ke PBM sebagai biaya memasukkan aktiva kedalam dermaga. Tariff imbalan jasa adalah Rp. 5,000/Alat/Jam. Dan tariff ini berlaku minimal 8 jam. 2. Tarif bongkar Muat Dalam penetapan tarif bongkar muat, setiap jenis muatan memiliki kebijakan yang berbeda. Untuk muatan jenis curah, tarif cenderung ditetapkan berdasarkan negosiasi antara pemilik barang atau shipper dengan PBM sendiri. Sehingga sulit untuk menetapkan berapa tarif yang harus dibayarkan, namun tarif dapat diperkirakan dengan memperhitungkan biaya produksi bongkar muat III. METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Permasalahan Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini. Permasalahan yang timbul adalah adanya perubahan undang undang yang mengancam eksistensi perusahaan bongkar muat. B. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu pengumpulan data secara langsung (Primer) dan pengumpulan data secara tidak langsung (Sekunder). C. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder Merupakan pengumpulan data primer yang dliakukan secara langsung melalui wawancara kepada pihak operator terminal, TKBM, dan operator alat bongkar muat terkait dengan kondisi eksisting di lapangan. Berdasarkan data tersebut, didapat gambaran mekanisme bongkar muat dan kebijakan kebijakan mengenai kegiatan bongkar muat. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data untuk masing masing perhitungan secara garis besar sebagai berikut biaya bongkar muat, waktu operasional bongkar muat, dan pendapatan perusahaan dari berbagai sumber informasi D. Analisis Operasional,Biaya dan Pendapatan Sebelum mendapatkan penilaian IKU, maka dilakukan beberapa analisis sebagai berikut: Analisis Operasional Dalam analisis operasional, dilakukan perhitungan waktu dan jumlah produk yang dihasilkan oleh PBM dalam periode analisis. Jumlah produk untuk PBM adalah jumlah muatan dalam ton yang dibongkar tiap jam. Selain itu pula, dilihat dari waktu efektif dan tidak efektifnya PBM dalam satu kali kerja. Hal ini akan dinilai dalam IKU yang berkaitan dengan waktu sandar kapal (berthing time) dan waktu alat tidak bekerja akibat rusak dan akiat hal hal lain yang selain diakibatkan kerusakan alat (downtime dan breakdowntime).

4 4 E. Analisis Biaya Pada tahap ini, dilakukan analisis jumlah biaya yang muncul untuk melakukan operasi bongkar muatan, biaya cicilan (investasi), serta biaya tahunan personel. Biaya biaya ini akan menjadi tariff bagi pengguna layanan jasa PBM. F. Analisis Pendapatan Pada tahap analisis pendapatan, dilihat dari berapa jumlah yang diterima oleh PBM berdasarkan tariff yang telah ditentukan per ton muatan yang diikerjakan. Selain pendapatan dari jasa, adapun pendapatan dari penjualan aktiva yang dilakukan pada tahun tahun tertentu. Setelah didapat pengeluaran dan pendapatan selanjutnya dilakukan tahap analisis kelayakan investasi. G. nalisis Internal PBM Tahap ini adalah tahap dimana PBM dikenakan analisis internal menggunakan SWOT. Hasil dari analisis ini merupakan diagram dimana dapat membantu menemukan strategi perusahaan yang tepat bagi tiap skenario PBM. H. Implementasi Strategi Setelah strategi perusahaan dipilih dan di implementasikan, maka Skenario skenario PBM akan dilakukan kembali analisis. Setelah analisis dilakukan maka PBM akan dilinilai eksistensi dan tingkat bertahannya berdasarkan analisis analisis yang telah dilakukan. IV. DATA DAN FAKTA A. Potensi Arus Muatan Di Terminal Nilam terdapat pembagian dermaga yaitu Dermaga Umum dan Dermaga Khusus. Data arus yang ada akan dibagi kembali dengan kedua kondisi tersebut karena studi kasus analisis ini berada di Terminal Nilam dermaga umum dimana PBM yang bekerja merupakan PBM yang tidak terikat dengan pemilik dermaga khusus. Tabel Proyeksi Jumlah Muatan Curah Kering Pupuk Terminal Nilam Dermaga Umum No Tahun Arus , , , , , , , , , , , , , , , ,065 Berdasarkan hasil proyeksi, jatah kerja PBM akan meningkat di tahun tahun mendatang, hal ini menunjukkan bahwa PBM masih berpotensi untuk beroperasi dan dengan strategi perusahaan yang baik maka potensi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut. B. Persyaratan Pendirian Perusahaan Bongkar Muat Ketika akan mendirikan sebuah PBM yang beroperasi di pelabuhan utama seperti Tanjung Perak, terdapat persyaratan persyaratan diatas dapat ditinjau ulang sebagai berikut: Tabel 2 Izin Usaha Bongkar Muat (Inpres no ) Izin Usaha Bongkar Muat. Berbentuk PT 2. Memiliki Akte Usaha dari Notaris 3. Memiliki Modal Usaha 4. Memiliki Peralatan Bongkar Muat Sesuai Spesialisasi 5. Memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan 6. Memiliki Tenaga Ahli Bongkar Muat 7. Memiliki Rekomendasi Adpel dan Kanpel 8. Memperoleh Rekomendasi dari APBMI Pada tabel diatas tertera persyaratan persyaratan yang bersifat administratif, hal ini bukan suatu kendala dalam proses pembentukan PBM. Namun yang cukup menjadi masalah adalah persyaratan modal dasar sebagai berikut: Tabel 3 Persyaratan Pendirian PBM (KM ) Persyaratan Pendirian PBM untuk Pelabuhan Utama Modal Dasar,000,000,000 Rp Setoran 250,000,000 Rp Saldo Aktif 750,000,000 Rp Forklift 0 Ton Unit Forklift 5 Ton 2 Unit Forklift 2.5 Ton Unit Pallet dan Peralatan Standard 75 Unit (Ship side net, sling, rope net, wire net dsb) Persyaratan diatas dapat dikatakan kurang relevan terhadap bidang kerja PBM. Melihat kondisi terkini dimana bongkar muat peti kemas di kuasai oleh operator terminal, dan general cargo sering melaksanakan bongkar muatan dengan metode truck losing maka untuk membeli forklift dapat merugikan PBM karena utilitasnya yang kurang. Apabila PBM tersebut mengekspansi usahanya menjadi cargodoring dalam depo, atau stuffing dan stripping maka utilitas forklift dapat meningkat. Dalam pembahasan ini mengangkat topik PBM yang bergerak dalam bidang yang paling prestis yaitu bongkar muatan dengan jenis muatan curah. Dalam bongkar muatan curah, penggunaan forklift tidak ada. Hal ini menyebabkan kerugian PBM. V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Skenario Perusahaan Bongkar Muat Sebelum menginjak analisis operasional, biaya dan pendapatan, terlebih dahulu dilakukan pembentukan skenario kepemilikan. Berdasarkan survey yang dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa jenis skenario kepemilikan alat PBM sebagai berikut.

5 5 Stevedoring Tabel 4 Kepemilikan Alat Berat PBM Variabel Punya Max Min Sewa Alat Berat 0 0 Tally 0 Alat Berat 0 0 Tally 0 Alat Berat 0 0 Alat Pelengkap 0 Tally 0 Alat Berat 0 Alat Pelengkap 0 Tally 0 Alat Berat 0 Tally 0 Alat Berat 0 Tally 0 Dari tabel diatas, terdapat 6 skenario kepemilikan yang akan digunakan untuk analisis analisis selanjutnya. Pada kolom Variabel terdapat kategori Alat Berat, Alat Pelengkap, dan Tally. Yang termasuk dalam kategori alat berat adalah Mobile Crane, Hopper dan Grabbersedangkan Alat Pelengkap adalah Buldozer. Variabel Tally menjelaskan pengerjaan usaha tally dilakukan oleh PBM sendiri atau menyewa dari pihak ke 3. Skenario pertama adalah skenario dimana PBM memiliki seluruh alat bongkar muat baik berat maupun pelengkap serta jasa Tally dimiliki sendiri. Pada skenario ke dua, kepemilikan alat bongkar muat sama persis dengan skenario pertama, namun pada skenario ini jasa tally akan menyewa. Selanjutnya untuk skenario ketiga, PBM dianggap memiliki Hopper, Grabber, Mobile Crane, namun pelengkapnya yaitu Buldozer menyewa dan jasa Tally pun dari pihak ketiga. Dalam skenario ke empat, PBM dianggap menyewa seluruh peralatan bongkar muatnya kecuali Hopper dan Grabber. Namun jasa Tally dikelola sendiri. Pada skenario ke lima dan enam, PBM dianggap menyewa mobile crane saja, sementara hopper, grabber dan buldozer dimiliki sendiri. Yang menjadi perbedaan pada kedua skenario ini adalah jasa Tally nya. Pada skenario ke 5 jasa Tally dikelola PBM sendiri sementara pada skenario ke 6, jasa Tally dikelola oleh pihak ke tiga. B. Tinjauan Eksistensi PBM dalam peninjauan eksistensi PBM. Eksistensi Perusahaan Bongkar Muat dapat dilihat dari usaha utamanya. PBM akan dikatakan eksist apabila dia bekerja sesuai dengan nama usahanya. Berdasarkan skenario skenario yang telah dianalisis didapat sebagai berikut: Skenario : dengan kepemilikan alat yang lengkap, dan sesuai bidang usaha maka PBM dengan skenario ini dikatakan eksist. Namun ketahanan perusahaan yang kurang baik karena memiliki kelemahan dalam kualitas peralatan meskipun memiliki banyak peluang. Skenario 2: Seperti halnya dengan skenario namun usaha jasa tally mengakibatkan adanya biaya ekstra. Jasa Tally tidak menentukan eksistensi PBM. Skenario 3: Skenario 3 dengan kepemilikan alat bongkar muat dikatakan eksist, namun dari segi eksternal memiliki banyak ancaman. Strategi pengembangan usaha yang dilakukan dapat menghapus eksistensi karena berubah bidang usaha. Skenario 4: Merupakan skenario terbaik namun memiliki banyak ancaman eksternal. Seperti skenario 3 nilai eksistensi terancam. Skenario 5: dikatakan eksist dan bertahan karena performa yang baik, kepemilikan alat yang cukup lengkap. Skenario 6: sama dengan skenario 5, jasa tally tidak menentukan nilai eksistensi. Ada beberapa kemungkinan skenario lain yaitu apabila PBM hanya menyewakan operator crane, dan peralatan dikelola oleh Operator Pelabuhan namun PBM dengan proses bisnis seperti ini tidak dapat dikatakan eksist karena PBM bersifat sebagai vendor operator ataau semacam outsourcing yang melenceng dari fungsi utama PBM. PBM yang beroperasi di Tanjung Perak khususnya Terminal NIlam tidak semua dapat diakatakan eksis. Dari 2 perusahaan yang terdaftar hanya 8 yang dapat dikategorikan eksis. Namun validasi eksisting diragukan karena peralatan yang dimiliki tidak sesuai. Tabel 5 Biaya Persyaratan Pendirian PBM baru Bulldozer Harga,600,000,000 Rp/Unit Excavator 0.83 m3,500,000,000 Rp/Unit Mobile Crane 35 ton 2,700,000,000 Rp/Unit Hopper 865,000,000 Rp/Unit Grabber 750,000,000 Rp/Unit Dump Truck 555,000,000 Rp/Unit FL 0 Tin 673,404,252 Rp/Unit FL 5 Ton 342,07,858 Rp/Unit FL 2.5 Ton 69,047,39 Rp/Unit Apabila sebuah perusahaan baru ingin berdiri sebagai Perusahaan Bongkar Muat maka dibutuhkan pemenuhan persyaratan seperti yang tertera pada Bab 2 sesuai dengan syarat KM 4 tahun 2002 dan Inpres no 4 Tahun 985. Biaya

6 6 yang harus dibayarkan bila mengikuti persyaratan KM dapat dilihat pada tabel diatas VI. KESIMPULAN. Eksistensi PBM dilihat dari fungsi Utama Perusahaan, PBM yang dianalisis dalam penelitian ini dikatakan eksis namun dalam kehidupan nyata terdapat PBM PBM yang hanya bersifat sebagai agen atau broker usaha. Bentuk usaha seperti ini tidak dapat dikatakan eksis. 2. Jatah kerja bergilir sangat merugikan, dalam usaha bongkar muat curah kering diibutuhkan pasar yang monopoli namun dengan tarif terkendali oleh BUP demi kelangsungan arus. 3. PBM dengan skenario dan 2 memiliki banyak peluang namun lemah performanya. Melalui gambaran strategi yang menggunakan perubahan kebijakan peralatan, mengalami beberapa kemajuan namun tidak signifikan. Skenario dan 2 dikatakan eksis karena masih sesuai dengan fungsi utama sebuah Perusahaan Bongkar Muat terlepas dari pengelolaan jasa Tally. 4. Skenario 3 dan 4 menghasilkan performa yang cukup baik, namun dikarenakan banyaknya ancaman eksternal maka sesuai dengan pemilihan strategi perusahaan yang dipilih adalah diversivikasi yaitu Persewaan Alat Bongkar Muatdan atau jasa tally sehingga muncul 2 pilihan. Pilihan pertama adalah diverisifikasi keseluruhan yang mengubah fungsi utama PBM, maka dari itu PBM dikatakan tidak eksis. Pilihan ke dua adalah dengan melakukan diversifikasi sebagai penambahan bidang usaha, dengan pilihan ini maka perusahaan masih dalam kategori eksis. 5. PBM dengan skenario 5 dan 6 merupakan PBM dengan tingkat performa yang baik. Memiliki tingkat prestis perusahaan yang masih tinggi sehingga masih menarik minat pengguna jasa. PBM skenario 5 dan 6 masuk dalam kategori eksis dan bertahan. 6. Apabila PBM 00% menyewa peralatan maka dapat dikatakan PBM sebagai outsourcing atau broker pekerjaan, PBM dengan pilihan kerja ini tidak sesuai dengan fungsi utama PBM. 7. Syarat pendirian PBM kurang tepat sasaran karena mengharuskan adanya investasi yang tidak tepat. DAFTAR PUSTAKA [] Lohman, C., Fortuin, L., & Wouters, M. (2004). Designing a Performance Measurement System : A Case Study. European Journal of Operational Research, [2] Suyono, C. R. (2007). Shipping: Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta: Percetakan Argya Putra. UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Murdjito, M.Sc.Eng.selaku dosen pembimbing, kedua orangtua yang telah memberikan dukungan spiritual dan material dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

ANALISIS EKSISTENSI PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM KONTEKS LAYANAN TRANSPORTASI LAUT STUDI KASUS: TANJUNG PERAK

ANALISIS EKSISTENSI PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM KONTEKS LAYANAN TRANSPORTASI LAUT STUDI KASUS: TANJUNG PERAK ANALISIS EKSISTENSI PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM KONTEKS LAYANAN TRANSPORTASI LAUT STUDI KASUS: TANJUNG PERAK Febri Putra Trivitas 4108100040 Pembimbing: Ir. Murdjito, M.Sc. Eng LATAR BELAKANG Undang

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1955, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Dari Dan Ke Kapal. Bongkar Muat. Penyelenggaraan dan Pengusahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 152 TAHUN

Lebih terperinci

Wakil Kepala Dinas. Kepala Bidang Transportasi Laut dan Udara. Angkutan Perairan Dan Keselamatan Pelayaran

Wakil Kepala Dinas. Kepala Bidang Transportasi Laut dan Udara. Angkutan Perairan Dan Keselamatan Pelayaran MEKANISME PELAYANAN PERIZINAN USAHA PADA BIDANG TRANSPORTASI LAUT DAN UDARA Pemohon 1 9 Sekretariat 3 7 2 Wakil Kepala Dinas 3 7 9 8 Kepala Bidang Transportasi Laut 6 dan Udara Kepala Dinas 4 6 5 Kepala

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-6 Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi Aulia Djeihan Setiajid dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Perdagangan Internasional Menurut Setiawan (2011: 2) perdagangan internasional adalah proses tukar menukar barang dan jasa antara dua negara atau lebih yang berbeda

Lebih terperinci

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT UPAYA MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DALAM USAHA JASA BONGKAR MUAT DI PELABUHAN MELALUI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini transportasi mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan salah satu unsur yang turut menentukan perkembangan ekonomi suatu kota bahkan Negara. Moda

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN DENGAN DAYA LALU (THROUGHPUT), STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA.

ANALISIS HUBUNGAN FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN DENGAN DAYA LALU (THROUGHPUT), STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA. ANALISIS HUBUNGAN FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN DENGAN DAYA LALU (THROUGHPUT), STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA. PRESENTASI UJIAN TUGAS AKHIR Kamis, 10 Juli 2014 Nina Oktaviani 4110100005

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN TARIF PELAYANAN JASA BONGKAR MUAT BARANG DARI DAN KE KAPAL DI PELABUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu pelabuhan besar di Indonesia yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia usaha dan masyarakat dalam menjalankan usahanya, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun ekspor, yang berada di arus lalu lintas selat sunda dan sangat aktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. maupun ekspor, yang berada di arus lalu lintas selat sunda dan sangat aktif dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangannya Pelabuhan Panjang merupakan salah satu pelabuhan yang memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan arus barang baik impor maupun ekspor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan jasa pelayanan bongkar dan muat peti kemas yang terletak di wilayah Pelabuhan Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kepaulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dan dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang

Lebih terperinci

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA Hasan Iqbal Nur 1) dan Tri Achmadi 2) 1) Program Studi Teknik Transportasi Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu dikembangkan dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002 KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002 TENTANG TARIF PELAYANAN JASA PETIKEMAS PADA TERMINAL PETIKEMAS DI LINGKUNGAN PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) selanjutnya disingkat Pelindo IV merupakan bagian dari transformasi sebuah perusahaan yang dimiliki pemerintah,

Lebih terperinci

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA 62 6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA Pendahuluan Bila dilihat dari segi lingkup pelayaran yang dilayani, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan transportasi laut menjadi sektor utama yang berpengaruh dalam laju distribusi perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan volume lalu lintas

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 74 TAHUN 2016 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan TARIF JASA KEPELABUHANAN PELABUHAN BATAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN KETUA OTORITA BATAM NO. 19 DAN 20 TAHUN 2004 NO JENIS PELAYANAN BIAYA IDR US$ KETERANGAN I PELAYANAN KAPAL 1 Jasa Labuh a Kapal Niaga

Lebih terperinci

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA) Ivan Akhmad 1) dan Ahmad Rusdiansyah 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan laut sebagai salah satu sarana

Lebih terperinci

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS * Siti Dwi Lazuardi, **Firmanto Hadi. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan ** Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Transportasi Laut - Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. 1 1.1 Latar Belakang Penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pelabuhan merupakan tempat berlabuh dan atau tempat bertambatnya kapal laut serta kendaraan air lainnya, menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar muat

Lebih terperinci

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering. Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik)

Tugas Akhir. Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering. Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik) Tugas Akhir Studi Penanganan Tumpahan pada Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering (Studi kasus : Terminal BJTI dan Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik) Oleh : Lilik Budiarto 4105 100 062 Bidang Studi Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja (manusia) yang diatur dalam urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja (manusia) yang diatur dalam urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fokus kajian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah masalah tenaga kerja (manusia) yang diatur dalam urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI I. TATALAKSANA EKSPOR 1. Kewenangan pemeriksaan barang-barang

Lebih terperinci

INKOP TKBM PELABUHAN

INKOP TKBM PELABUHAN ` INKOP TKBM PELABUHAN TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) DI PELABUHAN PADA ROUNDTABLE DISCUSION DI HOTEL ARYADUTA JAKARTA, 2 MARET 2012 INKOP IN TO TKBM KRONOLOGIS BERDIRINYA

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi melalui laut memainkan peran penting dalam sistem perdagangan. Berbagai jenis barang di seluruh dunia bergerak dari tempat satu ke tempat lainnya melalui laut.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Objek Penelitian. cabang dari PT. Sarana Bandar Nasional. PT. Sarana Bandar Nasional sendiri

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Objek Penelitian. cabang dari PT. Sarana Bandar Nasional. PT. Sarana Bandar Nasional sendiri BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Sejarah PT Sarana Bandar Nasional PT. Sarana Bandar Nasional cabang Tanjung Priok adalah perusahaan cabang dari PT. Sarana Bandar Nasional.

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 3 TAHUN 2013 TENTANG MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 3 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN, NORMA, STANDAR,DAN PROSEDUR PELAKSANAAN/ KEWENANGANBIDANG PERHUBUNGANLAUTYANGDILIMPAHKAN KEPADADEWANKAWASANSABANG

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia, PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember 1988 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa angkutan laut sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB II PT. PELABUHAN INDONESIA I BICT. memenuhi harapan pelanggan. Dengan luas area lebih dari 200 ribu m 2, kami siap

BAB II PT. PELABUHAN INDONESIA I BICT. memenuhi harapan pelanggan. Dengan luas area lebih dari 200 ribu m 2, kami siap BAB II PT. PELABUHAN INDONESIA I BICT A. SEJARAH RINGKAS Belawan Internasional Container Terminal disingkat BICT merupakan salah satu cabang pelaksana PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang berlokasi

Lebih terperinci

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di BAB I PENDAHULUAN Perdagangan internasional merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai peranan dalam menunjang pembangunan Indonesia. Transaksi antar negara-negara di dunia akan menciptakan kerjasama

Lebih terperinci

Model Optimisasi Tata Letak Pelabuhan Curah Kering dengan Pendekatan Simulasi Diskrit: Studi Kasus Pelabuhan Khusus PT Petrokimia Gresik

Model Optimisasi Tata Letak Pelabuhan Curah Kering dengan Pendekatan Simulasi Diskrit: Studi Kasus Pelabuhan Khusus PT Petrokimia Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-11 Model Optimisasi Tata Letak Pelabuhan Curah Kering dengan Pendekatan Simulasi Diskrit: Studi Kasus Pelabuhan Khusus PT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA JNSTRUKSI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR IM 6 TAHUN 2018 TENTANG HASIL PEMERIKSAAN KINERJA ATAS EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KONSESI PELABUHAN PADA DIREKTORAT

Lebih terperinci

Tanjung Perak dan Bisnis Maritim

Tanjung Perak dan Bisnis Maritim 1 Tanjung Perak dan Bisnis Maritim Dr. Saut Gurning Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, ITS Surabaya Email: sautg@its.ac.id Pelabuhan Tanjung Perak sejak akhir tahun 010 hingga periode awal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN A. Prosedur Pelaksanaan Administrasi Bongkar dan Muat Petikemas dengan Sistem Alih Kapal (Transshipment) PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut mutlak diperlukan sarana dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai Pelindo IV sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang jasa kepelabuhanan memiliki kewajiban untuk menaati peraturan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran memiliki peran penting dalam perdagangan antar negara saat ini. Kemampuan kapal-kapal besar yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dengan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu sistem transportasi mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu sistem transportasi mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu sistem transportasi mengharuskan setiap pelabuhan memiliki suatu kerangka dasar rencana pengembangan dan pembangunan pelabuhan.

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab Bab 1 1 Pendahuluan Penanganan Kerusakan Dermaga Studi Kasus Dermaga A I Pelabuhan Palembang 1.1 Latar Belakang Pekerjaan terkait dengan bidang kepelabuhanan merupakan salah satu bidang kajian dalam Teknik

Lebih terperinci

Studi Penanganan Tumpahan pada Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering ( Studi kasus : Terminal BJTI dan Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik )

Studi Penanganan Tumpahan pada Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering ( Studi kasus : Terminal BJTI dan Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik ) Studi Penanganan Tumpahan pada Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering ( Studi kasus : Terminal BJTI dan Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik ) Lilik Budiarto 1, Dr.-Ing, Setyo Nugroho 2 Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1439, 2015 KEMENHUB. Kepelabuhanan. Konsensi. Bentuk Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha Pelabuhan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribuan tahun yang lalu pelabuhan-pelabuhan yang ada pada awalnya dibangun di sungai-sungai dan perairan pedalaman, kemudian berkembang secara bertahap, pelabuhan dibangun

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Noor Mahmudah 1, David Rusadi 1 1 Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: noor.mahmudah@umy.ac.id Abstrak. Pelabuhan

Lebih terperinci

Bahan Pemaparan PT Prima Indonesia Logistik pada Rapat Kerja RKAP PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) 2016 Medan, 3 September 2015

Bahan Pemaparan PT Prima Indonesia Logistik pada Rapat Kerja RKAP PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) 2016 Medan, 3 September 2015 Bahan Pemaparan PT Prima Indonesia Logistik pada Rapat Kerja RKAP PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) 2016 Medan, 3 September 2015 SEJARAH PT PRIMA INDONESIA LOGISTIK Sampai dengan tahun 2005 : merupakan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (PT. BJTI) adalah perusahaan

1. BAB I PENDAHULUAN. PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (PT. BJTI) adalah perusahaan 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (PT. BJTI) adalah perusahaan dengan bisnis utama di bidang jasa bongkar muat di pelabuhan Tanjung Perak. PT. BJTI merupakan

Lebih terperinci

BAB II PT. PELABUHAN INDONESIA I BICT. berlokasi di Gabion, Belawan. Disini, PT. Pelabuhan Indonesia I ( Persero )

BAB II PT. PELABUHAN INDONESIA I BICT. berlokasi di Gabion, Belawan. Disini, PT. Pelabuhan Indonesia I ( Persero ) BAB II PT. PELABUHAN INDONESIA I BICT A. SEJARAH RINGKAS Belawan Internasional Container Terminal disingkat BICT merupakan salah satu cabang pelaksana PT. Pelabuhan Indonesia I ( Persero ) yang berlokasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PENILAIAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN TELUK BAYUR CAPACITY ASSESMENT OF CONTAINER TERMINAL AT TELUK BAYUR PORT

PENILAIAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN TELUK BAYUR CAPACITY ASSESMENT OF CONTAINER TERMINAL AT TELUK BAYUR PORT ISSN 2355-4721 Penilaian Kapasitas Terminal Peti Kemas Pelabuhan Teluk Bayur PENILAIAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN TELUK BAYUR CAPACITY ASSESMENT OF CONTAINER TERMINAL AT TELUK BAYUR PORT Ratna

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271) 1 STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA) Wenny Ananda Larasati,

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Performance Pelabuhan Bitung ditinjau

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas)

Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas) 1 Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas) Made Ary Januardana, Tri Achmadi Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura Dr. Saut Gurning Fakultas Teknologi Kelautan ITS Jalan Arif Rahman Hakim, Keputih-Sukolilo, Surabaya,

Lebih terperinci

JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN PASAL 2 Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas.

JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN PASAL 2 Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN PASAL 1 1. Perseroan Terbatas ini bernama PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. (selanjutnya cukup disingkat dengan Perseroan ), berkedudukan di Jakarta Pusat. 2. Perseroan dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil pengamatan yang dilakukan penulis tentang prosedur pelaksanaan administrasi bongkar dan muat petikemas dengan sistem alih kapal (transshipment)

Lebih terperinci

PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) SEKILAS TENTANG OLEH : IMRAN ISKANDAR DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM

PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) SEKILAS TENTANG OLEH : IMRAN ISKANDAR DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM SEKILAS TENTANG PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) OLEH : IMRAN ISKANDAR DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM MAKASSAR, 20 MEI 2013 BIODATA NAMA LENGKAP: IMRAN ISKANDAR TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR: Jakarta, 28 Maret

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pengerukan Alur Pelayaran pada Daya Saing Pelabuhan. Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

Analisis Dampak Pengerukan Alur Pelayaran pada Daya Saing Pelabuhan. Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Judul Tugas Akhir Analisis Dampak Pengerukan Alur Pelayaran pada Daya Saing Pelabuhan. Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Dosen Pembimbing Ir. Tri Achmadi Ph.D Ni Luh Putu Pratidinatri, S.T.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada tahun 2001 hingga $ 1,97 milyar Amerika, terdiri dari ekspor migas sebesar $

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan peningkatan yang significan tiap tahunnya, hal ini nyata dilihat sejak digulirnya konsep otonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

KEY PERFORMANCE INDICATORS (KPI) CABANG/UPP TAHUN 2016 PT PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO)

KEY PERFORMANCE INDICATORS (KPI) CABANG/UPP TAHUN 2016 PT PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO) KEY PERFORMANCE INDICATORS (KPI) CABANG/UPP TAHUN 2016 PT PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO) No. I.1 Sumber Data Return On Capital Employed (ROCE) 1. ROCE adalah laba sebelum pajak dibagi capital employed;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Tata Kelola Pelabuhan Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan, pelabuhan merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1880, 2014 KEMENHUB. Pengerukan. Reklamasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 74 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermoda, dan berbagai jasa bongkar muat penunjang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. intermoda, dan berbagai jasa bongkar muat penunjang lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (PT BJTI) merupakan anak perusahaan dari PT Pelabuhan Indonesia III (Persero). PT BJTI Sejak tahun 2002 dipercaya mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Hal ini berarti akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi kekayaan alam maupun

Lebih terperinci

Paparan Publik Tahunan PT ICTSI JASA PRIMA Tbk Tahun 2013

Paparan Publik Tahunan PT ICTSI JASA PRIMA Tbk Tahun 2013 Paparan Publik Tahunan Tahun 2013 Selasa, 17 Desember 2013 Meeting Room 2 PT ICTSI Jasa Prima Tbk Graha Kirana Lt.7, Suite 701, Jl. Yos Sudarso 88, Jakarta Utara 17/12/2013 1 GAMBARAN UMUM PERSEROAN 17/12/2013

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci