KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002
|
|
- Surya Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002 TENTANG TARIF PELAYANAN JASA PETIKEMAS PADA TERMINAL PETIKEMAS DI LINGKUNGAN PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA II DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II Menimbang : a. bahwa dengan telah diberlakukannya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.30 Tahun 1999 tanggal 14 Mei 1999 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada pelabuhan yang Diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan, yang memberlakukan kembali Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.28 Tahun 1997 tanggal 18 Agustus 1997 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuna Laut, Direksi diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pelayanan jasa petikemas setelah dikonsultasikan dengan Menteri Perhubungan; b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan serta menjamin penyediaan fasilitas pelayanan jasa petikemas dan pelayanan penunjang lainnya di daerah lingkungan kerja pelabuhan, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan Tarif Pelayanan Jasa Petikemas pada Terminal Petikemas di Lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II; c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II tentang Tarif Pelayanan Jasa Petikemas pada Terminal Petikemas di lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (LN Tahun 1992 Nomor 98, TLN Nomor 3493); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan II menjadi Perusahaan Perseroan (Prsero) Pelabuhan Indonesia II (LN Tahun 1991 Nomor 76); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (LN RI Tahun 2001 Nomor 127, TLN Nomor 4145); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan (LN RI Tahun 1999 Nomor 187, TLN Nomor 3907); 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 28 Tahun 1997 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut;
2 6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 26 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 107/KMK.05/2001 tanggal 2 Maret 2001 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II; 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 30 Tahun 1999 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang Diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; 9. Akte Notaris Imas Fatimah,SH Nomor 3 Tahun 1992 tanggal 1 Desember 1992 tentang Pendirian PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, sebagaimana yang telah dirubah dengan Akte Notaris Imas Fatimah,SH Nomor 4 tanggal 5 Mei 1998; 10. Keputusan Direksi PT (persero) Pelabuhan Indonesia II Nomor HK.56/4/19/PI.II-98 tanggal 17 Desember 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Manajemen PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II; Memperhatikan : Surat Menteri Perhubungan Nomor PR. 302/1/12 Phb'2002 tanggal 18 Juni 2002 perihal penyesuaian tarif pelayanan jasa petikemas di TPK. Menetapkan : MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN DIREKSI PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA II TENTANG TARIF PELAYANAN JASA PETIKEMAS PADA TERMINAL PETIKEMAS DI LINGKUNGAN PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA II. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 a. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagi tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi; b. Perusahaan adalah PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II; c. Direksi adalah Direksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II; d. Terminal Petikemas adalah terminal yang dilengkapi sekurang-kurangnya dengan fsilitas berupa tambatan, dermaga, lapangan penumpukan (container yard), serta peralatan yang layak untuk melayani kegiatan bongkar muat petikemas. BAB II
3 JASA BONGKAR MUAT PETIKEMAS Pasal 2 (1) Tarif paket jasa bongkat muat petikemas dengan status FCL (Full Container Load) sudah termasuk jasa dermaga, dikenakan atas rangkaian kegiatan : a. membongkar petikemas isi atau kosong dari kapal, mengangkut, menurunkan langsung dan menyusun di lapangan penumpukan Terminal Petikemas; b. mengangkat petikemas isi atau kosong dari lapangan penumpukan Terminal Petikemas, mengangkut dan memuat ke kapal; (2) Tarif paket jasa bongkat muat petikemas dengan status LCL (Less than Container Load) tidak termasuk jasa dermaga, dikenakan atas rangkaian kegiatan : a. membongkar petikemas isi dari kapal, mengangkut, menurunkan langsung dan menyusun di lapangan penumpukan Terminal Petikemas, mengangkat dan mengangkut ke Container Freight Station (CFS), mengeluarkan barang dari dalam petikemas dan menyusun di CFS, serta memindahkan petikemas kosong ke lapangan penumpukan Terminal Petikemas; b. memindahkan petikemas kosong dari lapangan penumpukan ke CFS, memindahkan dan menyusun barang dalam petikemas srta memindahkannya ke lapangan penumpukan Terminal petikemas, dan selanjutnya mengangkat dan mengangkut petikemas tersebut ke dermaga serta memuat ke kapal. (3) Untuk pembongkaran atau pemuatan petikemas kosong dikenakan tarif 90% (sembilan puluh persen) dari tarif FCL. (4) Tarif petikemas ukuran di atas 40', dikenakan tambahan tarif sebesar 25% (dua puluh lima peren) dari tarif ukuran 40'. (5) Dalam hal terjadi kerusakan crane dermaga, maka terhadap kegiatan jasa bongkar muat petikemas yang menggunakan crane kapal dikenakan tarif paket pelayanan jasa bongkar muat petikemas sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari tarif paket pelayanan jasa bongkar muat petikemas menggunakan crane dermaga. Pasal 3 Petikemas yang tidak dilengkapi status FCL atau LCL, ditetapkan sebagai status FCL dan diberlakukan ketentuan Pasal 2 ayat (1). Pasal 4 (1) Perubahan status dari FCL ke LCL dikenakan tarif FCL di tambah selisih antara tarif LCL dan tarif FCL, serta ditambah tarif gerakan ekstra. (2) Perubahan status dari LCL ke FCL dikenakan tarif LCL, apabila petikemas yang dibongkar dari kapal telah ditempatkan di lapangan penumpukan petikemas ditambah tarif gerakan ekstra. (3) Tarif perubahan status sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini dibebankan kepada pihak yang mengajukan perubahan. Pasal 5
4 Tarif petikemas overheigh/overwidth/overlength dikenakan untuk jasa pekerjaan membongkar, mengangkut dan menumpuk petikemas di lapangan atau kegiatan sebaliknya yang dikerjakan dengan spreader container crane/alat khusus dan dibongkar ke/dimuat dari atas chassis/trailer yang disediakan Pengelola Terminal Petikemas. Pasal 6 (1) Tarif uncontainerized cargo dikenakan atas jasa pekrjaan membongkar atau memuat barang yang hanya dapat dikerjakan dengan tambahan alat khusus, yang dibedakan menurut beratnya, yaitu : a. Berat kotor sampai dengan 20 ton; b. Berat kotor di atas 20 ton sampai dengan 35 ton; c. Berat kotor di atas 35 ton. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c Pasal ini, dikenakan tarif tersendiri yang besarannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengelola Terminal Petikemas dengan pengguna jasa yang bersangkutan. Pasal 7 (1) Pelayanan jasa petikemas alih kapal (transhipment) adalah kegiatan membongkar petikemas alih kapal dari kapal pengangkut pertama, disusun dan ditumpuk di lapangan penumpukan dan mengapalkannya ke kapal pengangkut ke-2 (kedua), dengan ketentuan sebagai berikut : a. kegiatan membongkat dan memuat petikemas alih kapal tersebut dilaksanakan di Terminal Petikemas yang sama; b. petikemas alih kapal tersebut harus dilaporkan secara tertulis selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum kapal pengangkut pertama sandar dengan menyebutkan kapal pengangkut ke-2 (kedua). (2) Tarif pelayanan jasa petikemas alih kapal (transhipment) sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dikenakan 2 (dua) kali tarif dasar yaitu untuk jasa membongkar dan memuat Petikemas alih kapal. (3) Kegiatan pelayanan jasa petikemas alih kapal (transhipment) yang dibongkar dan dimuat di Terminal Petikemas yang tidak sama, maka ketentuan pelayanan dan besaran tarifnya diatur berdasarkan kesepakatan antar Pengelola Terminal Petikemas. Pasal 8 (1) Tarif pelayanan jasa shifting petikemas, dikenakan ats pekerjaan memindahkan petikemas dari satu tempat ke tempat lain dalam petak kapal yang sama atau ke petak kapal yang lain dalam kapal yang sama, atau dari satu petak kapal ke dermaga dan kemudian menempatkan kembali ke kapal yang sama. (2) Dalam hal terjadi shifting petikemas sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, tetapi dilakukan dengan landing ke lapangan penumpukan petikemas, dikenakan tarif sebesar 125% dari tarif pelayanan jasa shifting petikemas dengan landing dan reshipping operation. Pasal 9
5 Tarif pelayanan jasa membuka dan menutup palka, dikenakan terhadap kegiatan membuka dan menutup palka baik dengan landing atau tanpa landing di dermaga. Pasal 10 Petikemas yang dibongkar/dimuat dari/ke kapal petikemas, kapal konvensional, tongkang dan jenis angkutan laut lainnya pada Terminal Petikemas, diberlakukan tarifpelayanan jasa bongkar muat petikemas menurut Keputusan ini. Pasal 11 Tarif pelayanan jasa gerakan ekstra petikemas, dikenakan untuk setiap gerakan petikemas atas permintaan perusahaan angkutan laut atau pemilik barang danmenjadi beban yang bersangkutan. Pasal 12 Tarif pelayanan jasa lift on/lift off petikemas, dikenakan atas jasa mengangkat petikemas dengan kegiatan sebagai berikut : a. Dari tempat penumpukan ke atas chassis penerima petikemas; atau b. Dari chassis terminal petikemas ke chassis penerima petikemas; atau c. Dari chassis pengirim petikemas ke tempat penumpukan. Pasal 13 (1) Petikemas yang sudah masuk di Terminal Petikemas yang dibatalkan pemuatannya ke kapal yang telah ditentukan sebelumnya atau ditarik ke luar dari Terminal Petikemas, dikenakan tarif pembatalan muat petikemas. (2) Petikemas yang telah dimuat ke kapal kemudian dibatalkan, dikenakan tarif pelayanan jasa pemuatan dan pembongkaran petikemas FCL/LCL ditambah tarif pembatalan muat petikemas dan tarif shifting bila terjadi shifting di atas kapal. (3) Pengeluaran petikemas pembatalan muat dari Terminal Petikemas, dikenakan tambahan tarif lift on petikemas pada saat penyerahan. BAB III JASA PENUMPUKAN Pasal 14 (1) Tarif pelayanan jasa penumpukan barang atau petikemas bongkaran dari kapal, hari penumpukan dihitung sejak hari pembongkaran pertama sampai dengan saat barang atau petikemas dikeluarkan dari tempat penumpukan, sedangkan untuk barang atau petikemas muatan ke kapal, hari penumpukan dihitung sejak hari penerimaan sampai dengan hari selesai pemuatan. (2) Tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas, dikenakan dengan perhitungan sebagai berikut : a. petikemas isi/kosong-ekspor-impor : Masa I : sampai dengan hari ke-5 (ke-lima) dikenakan tarif jasa penumpukan 1 (satu) hari, hari ke-6 (ke-enam) sampai dengan hari ke-10 (sepuluh) dihitung per harinya
6 sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar. Khusus di Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok, untuk petikemas impor isi, sampai dengan hari ke-3 (ke-tiga) tidak dipungut tarif pelayanan jasa penumpukan, hari ke-4 (ke-empat) sampai dengan hari ke-10 (ke-sepuluh) dihitung per harinya sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar; Khusus di Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok, dikenakan tarif progresif pelayanan jasa petikemas kosong dengan perhitungan sebagai berikut : 1) Petikemas kosong yang ditumpuk sampai dengan hari ke-3 (ke-tiga) tidak dipungut tarif pelayanan jasa penumpukan; 2) Petikemas kosong yang ditumpuk melewati hari ke-3 (ke-tiga) sampai dengan hari ke-10 (ke-sepuluh) dikenakan tarif pelayanan jasa penumpukan dihitung sejak hari pertama penumpukan per harinya sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar; Masa II : hari ke-11 (ke-sebelas) dan seterusnya dihitung per harinya sebesar 300% (tiga ratus persen) dari tarif dasar. b. Tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas berukuran diatas 40', dikenakan tambahan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tarif dasar jasa penumpukan petikemas 40'. c. Untuk menunjang kelancaran operasional di Terminal Petikemas, ketentuan masa penumpukan dan besaran tarif progresif petikemas kosong yang ditumpuk di lapangan penumpukan petikemas dapat ditetapkan dengan keputusan tersendiri. d. Dalam hal terjadi kesalahan pihak Pengelola Terminal Petikemas yang mengakibatkan bertambah lamanya hari penumpukan petikemas, maka tambahan hari penumpukan petikemas tersebut dibebaskan dari pembayaran tarif pelayanan jasa penumpukan. (3) Tarif pelayanan jasa penumpukan barang di CFS, dikenakan dengan perhitungan sebagai berikut : a. Barang ekspor/impor : Masa I : sampai dengan hari ke-5 (ke-lima) dikenakan tarif jasa penumpukan 1 (satu) hari, hari ke-6 (ke-enam) sampai dengan hari ke-10 (sepuluh) dihitung per harinya sebesar tarif dasar. Masa II : hari ke-11 (ke-sebelas) dan seterusnya dihitung per harinya sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar. b. Untuk menunjang kelancaran pelayanan di CFS, ketentuan masa penumpukan dan besaran tarif progresif barang yang ditumpuk di CFS dapat ditetapkan dengan keputusan tersendiri. (4) Tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas alih kapal (transhipment), dikenakan dengan perhitungan sebagai berikut : a. Petikemas alih kapal dibebaskan dari pengenaan tarif jasa penumpukan selama 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal selesai pembongkaran dari kapal pengangkut pertama sampai dengan selesainya pemuatan petikemas tersebut ke atas kapal pengangkut berikutnya; b. Petikemas alih kapal yang belum dimuat ke kapal berikutnya alam jangka waktu
7 14 (empat belas) hari sejak pembongkaran dari kapal pengangkut pertama, diberlakukan ketentuan sebagai berikut : 1) status petikemas alih kapal (transhipment) menjadi batal dan dikenakan tarif paket pelayanan jasa bongkar muat petikemas dengan status FCL; 2) dikenakan tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas sebagaimana ketentuan ayat (2) Pasal ini, yang dihitung sejak hari pertama penumpukan. Pasal 15 Petikemas FCL impor maupun LCL impor dan petikemas kosong yang tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak hari pertama penumpukan, dapat dipindahkan ketempat lain di luar Terminal Petikemas dan segala biaya yang timbul menjadi beban pemilik barang atau Pemilik/yang menguasai petikemas tersebut. Pasal 16 (1) Tarif pelayanan jasa petikemas reefer, dikenakan atas kegiatan : a. pelayanan jasa suplai listrik untuk petikemas reefer di lapangan petikemas yang tersedia fasilitas reefer; b. pelayanan jasa mengawasi/mengontrol suplai listrik dan temperatur yang diperlukan untuk tiap petikemas reefer. (2) Besaran tarif pelayanan jasa petikemas reefer sebagaimana ayat (1) Pasal ini, diatur dengan keputusan tersendiri. BAB IV JASA PENANGANAN PETIKEMAS BERISI BARANG BERBAHAYA Pasal 17 (1) Petikemas yang berisi barang berbahaya sesuai International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code) selain kelas 1 (satu) dan 7 (tujuh), dikenakan tambahan tarif sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar pelayanan jasa penumpukan petikemas. (2) Petikemas yang berisi barang berbahaya sesuai International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code) kelas 1 (satu) dan 7 (tujuh), tidak diperbolehkan untuk ditumpuk di lapangan penumpukan petikemas. (3) Petikemas yang berisi barang berbahaya sesuai International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code) kelas 1 (satu) dan 7 (tujuh), dikenakan tambahan tarif sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar pelayanan jasa bongkat muat petikemas. (4) Petikemas yang berisi barang berbahaya sesuai International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code) yang tidak dipasang label, dikenakan tambahan tarif pelayanan jasa bongkar muat dan tarif pelayanan jasa penumpukan sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar. BAB V LAIN-LAIN
8 Pasal 18 (1) Tarif pelayanan jasa petikemas yang dikenakan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$), antara lain petikemas berstatus FCL dan LCL, petikemas kosong, uncontainerized cargo, petikemas overheigh/overwidth/overlength, petikemas transhipment, shifting petikemas serta pelayanan jasa membuka dan menutup palka kapal. (2) Tarif pelayanan jasa petikemas yang dikenakan dalam mata uang Rupiah (RP), antara lain jasa dermaga, penumpukan, lift on/lift off pada saat penerimaan/penyerahan petikemas, gerakan ekstra, pembatalan muat serta pelayanan petikemas reefer. Pasal 19 (1) Tarif pelayanan jasa behandle, dikenakan atas kegiatan handling petikemas dan barang dalam petikemas sesuai permintaan pemilik barang atau pemilik/yang menguasai petikemas terkait dengan pemeriksaan oleh instansi berwenang, ditetapkan oleh Pengelola Terminal Petikemas dengan mempertimbangkan biaya TKBM dan biaya penggunaan alat mekanik di pelabuhan setempat. (2) Tarif pelayanan jasa behandle sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dibebankan kepada pemilik barang atau pemilik/yang menguasai petikemas. Pasal 20 (1) Dalam hal terjadi kegiatan petikemas FCL ekspor yang menggunakan CFS sebagai tempat konsolidasi barang, dikenakan tambahan tarif untuk pelayanan jasa receiving, penumpukan, stuffing dan pemindahan ke lapangan penumpukan petikemas. (2) Besaran tambahan tarif sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, ditetapkan oleh Pengelola Terminal Petikemas dengan mempertimbangkan biaya TKBM dan biaya penggunaan alat mekanik di pelabuhan setempat. Pasal 21 (1) Tarif dasar pelayanan jasa petikemas di Terminal Petikemas adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. (2) Besaran tarif pelayanan jasa petikemas sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, belum termasuk pajak-pajak yang berlaku. Pasal 22 (1) Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal 1 Oktober (2) Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Direksi terdahulu yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 28 Juni 2002 DIREKSI PT (Persero) PELABUHAN INDONESIA II DIREKTUR UTAMA,
9 ttd. A. SYAIFUDDIN B. NIP T A R I F LAMPIRAN No. U R A I A N PETI KEMAS 20' PETI KEMAS 40' SATUA 1. Petikemas FCL Termasuk uang dermaga : a. Menggunakan Crane Dermaga US$ US$ Per Box b. Menggunakan Crane Kapal US$ US$ Per Box 2. Petikemas LCL Termasuk uang dermaga : a. Menggunakan Crane Dermaga US$ US$ Per Box b. Menggunakan Crane Kapal US$ US$ Per Box 3. Petikemas Transhipment Termasuk uang dermaga : a. Menggunakan Crane Dermaga US$ US$ Per Box b. Menggunakan Crane Kapal US$ US$ Per Box 4. Shifting Petikemas : a. Menggunakan Crane Dermaga - Tanpa landing dan Reshipping Operation US$ US$ Per Box - Dengan landing dan Reshipping Operation US$ US$ Per Box
10 b. Menggunakan Crane Kapal - Tanpa landing dan Reshipping Operation US$ US$ Per Box - Dengan landing dan Reshipping Operation US$ US$ Per Box T A R I F No. U R A I A N BERAT KOTOR S/D 20 TON BERAT KOTOR > 20 S/D 35 TON SATUA 5. Uncontainerized Cargo : a. Uncontainerized Cargo (tidak termasuk uang dermaga) 1) Dibongkar ke atas chassis/trailer atau dimuat US$ US$ Per Unit dari Chassis/Trailer pengguna jasa 2) Shifting : a) Tanpa landing dan Reshipping Operation US$ US$ Per Unit b) Dengan landing dan Reshipping Operation US$ US$ Per Unit b. Transhipment (termasuk uang dermaga) US$ US$ Per Unit c. Lift On / Lift Off Rp Rp Per Unit d. Penumpukan Uncontainerized Cargi Rp Rp Per Unit/ T A R I F No. U R A I A N PETI KEMAS 20' PETI KEMAS 40' SATUAN 6. Petikemas Overheight/Overwidth/Overlength Termasuk uang dermaga : a. FCL (termasuk uang dermaga) US$ US$ Per Box
11 b. LCL (tidak termasuk uang dermaga) US$ US$ Per Box c. Transhipment (termasuk uang dermaga) US$ US$ Per Box d. Shifting petikemas overheight/overwidth/overlength 1) Tanpa landing dan reshipping operation US$ US$ Per Box 2) Dengan landing dan reshipping operation US$ US$ Per Box 7. Membuka dan Menutup Palka US$ US$ Per Palka 8. Penumpukan a. Petikemas Kosong Rp ,00 Rp ,00 Per Box/ b. Petikemas Isi Rp ,00 Rp ,00 Per Box/ c. Petikemas overheight/overwidth/overlength Rp ,00 Rp ,00 Per Box/ d. Petikemas reefer Rp ,00 Rp ,00 Per Box/ e. Chassis Kosong Rp ,00 Rp ,00 Per Box/ f. Chassis Bermuatan Rp ,00 Rp ,00 Dikenakan tambahan tarif pada huruf a, b atau c g. Barang Umum Dikenakan tarif penumpukan sesuai dengan tarif penumpukan gudang yang berlaku 9. Gerakan Extra : a. Yang dikerjakan dengan Transtainer atau Rp Rp Per Box Top Loader tanpa alat khusus/sling b. Yang dikerjakan dengan Transtainer atau Rp Rp Per Box Top Loader ditambah alat khusus/sling 10. Lift On atau Lift Off a. Petikemas Isi Rp Rp Per Box
12 b. Petikemas Kosong Rp Rp Per Box c. Petikemas overheight/overwidth/overlength Rp Rp Per Box 11. Pembatalan Muat : a. Petikemas Isi Rp Rp Per Box b. Petikemas Kosong Rp Rp Per Box DIREKSI PT (Persero) PELABUHAN INDONESIA II DIREKTUR UTAMA ttd. A. SYAIFUDDIN B. NIP
Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Tanjung Priok Alamat : Jalan Raya Pelabuhan Nomor 9, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Kode Pos : 14310 Telepon : 62-21-4367305 62-21-4301080 Faximile : 62-21-4372933 Peta Lokasi: Sumber: maps.google.com
Lebih terperinciPesawat Polonia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 220, 2015 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5742). PERATURAN
Lebih terperinciDAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Pelabuhan (Port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal dapat bertambat
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
No.492,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Tarif. Jasa Kepelabuhan. Jenis. Struktur. Golongan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A
Lebih terperinciEASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth
EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth Latar belakang project Ease of Doing Business (EODB) Ease of Doing Busines
Lebih terperinci3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan
TARIF JASA KEPELABUHANAN PELABUHAN BATAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN KETUA OTORITA BATAM NO. 19 DAN 20 TAHUN 2004 NO JENIS PELAYANAN BIAYA IDR US$ KETERANGAN I PELAYANAN KAPAL 1 Jasa Labuh a Kapal Niaga
Lebih terperinciDeskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di
Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di terminal barang potongan, terminal peti kemas, terminal barang
Lebih terperinci2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In
No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 13 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 13 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TARIF JASA PEMANDUAN DAN PENUNDAAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,
Lebih terperinci2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.430,2016 KEMENHUB. Jasa. Angkutan Penyeberangan. Pengaturan dan Pengendalian. Kendaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 27 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 551 TAHUN : 2001 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGELOLAAN DERMAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam
Lebih terperinciBAB VI ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL
BAB VI ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL 6.1. Analisa Ekonomi Analisa ekononi dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini dilihat dari sudut pandang pemakai jasa pelabuhan. Analisa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1955, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Dari Dan Ke Kapal. Bongkar Muat. Penyelenggaraan dan Pengusahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 152 TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam
Lebih terperinciNOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut mutlak diperlukan sarana dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 12 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK ATAS JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 12 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK ATAS JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengatur dan mengurus
Lebih terperinciRANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN
RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan
Lebih terperinci2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 431, 2016 KEMENHUB. Penumpang. Angkutan Penyeberangan. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 28 TAHUN 2016 TENTANG KEWAJIBAN PENUMPANG
Lebih terperinci2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN KEGIATAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN
I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran
Lebih terperinci2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
No.785, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Harga Jual. Jasa Kepelabuhan. Badan Usaha Pelabuhan. Penetapan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 95 TAHUN 2015
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L
No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),
Lebih terperinciMENTERI PERHUBUNGAN. Menimbang :
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1994 TENTANG TARIF JASA KEPELABUHAN UNTUK KAPAL ANGKUTAN LAUT LUAR DI PELABUHAN LAUT YANG DIUSAHAKAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : Mengingat : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) selanjutnya disingkat Pelindo IV merupakan bagian dari transformasi sebuah perusahaan yang dimiliki pemerintah,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomo
No.190, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Tarif Angkutan Barang. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciTATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,
TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2000 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PELABUHAN INDONESIA IV PRESIDEN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebelum laporan Tugas Akhir yang penulis kerjakan, telah banyak penelitian terdahulu yang memiliki pembahasan yang sama mengenai ekspor dan impor, hal ini
Lebih terperincinamun tetap berpegang teguh terhadap peraturan dan perundangundangan
LAMPIRAN I KEPUTUSAN GENERAL MANAGER PT. PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO) CABANG BANJARMASIN NOMOR KEP.01/PJ.01/BJM-2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN DI LINGKUNGAN PT PELABUHAN INDONESIA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Tegal. Jawa Tengah. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 276, 2015 KEMENHUB. Penumpang. Angkatan Laut. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Priok. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur
Lebih terperinciANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG
ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG Mudjiastuti Handajani Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Semarang Jalan Soekarno-Hatta, Tlogosari,
Lebih terperinciTARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 148/PMK.05/2016 TENTANG : TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM TARIF LAYANAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PELABUHAN II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PELABUHAN II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelabuhan sebagai tumpuan tatanan kegiatan ekonomi dan
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan
No.1429, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Belawan. Tanjung Priuk. Tanjung Perak. Makassar. Long Stay. Pemindahan Barang. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciMENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA INDUK PELABUHAN TANJUNG PRIOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN, surat Gubernur OKI Jakarta Nomor 3555/1.711.531 tanggal 29 Oesember 2006
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU DI KABUPATEN KOTAWARINGIN
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 20 /BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN KAWASAN PABEAN DAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.1 Pengertian Pelabuhan Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindungi terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal
Lebih terperinciPaparan Publik Tahunan PT ICTSI JASA PRIMA Tbk Tahun 2013
Paparan Publik Tahunan Tahun 2013 Selasa, 17 Desember 2013 Meeting Room 2 PT ICTSI Jasa Prima Tbk Graha Kirana Lt.7, Suite 701, Jl. Yos Sudarso 88, Jakarta Utara 17/12/2013 1 GAMBARAN UMUM PERSEROAN 17/12/2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, perdagangan lokal maupun internasional mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Setiap negara memiliki kebutuhan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinci2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.540, 2017 KEMENHUB. Pelabuhan Utama Belawan. Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Pelabuhan Utama Tanjung Perak. dan Pelabuhan Utama Makassar. Pemindahan Barang yang Melewati
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 8 TAHUN 2009 T E N T A N G
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 8 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 28 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN BADAN USAHA PELABUHAN PT. PELABUHAN TANJONG BATU BELITONG INDONESIA DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciRAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017 CABANG TERMINAL PETIKEMAS DOMESTIK BELAWAN
RAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017 CABANG TERMINAL PETIKEMAS DOMESTIK BELAWAN Medan, September 1 1. Overview Cabang 2 2 2. Pertumbuhan selama 3 Tahun dan Usulan RKAP 2017 A. TRAFIK KAPAL 3 3 2.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2009 T E N T A N G
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PELABUHAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengatur dan mengurus
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1401, 2016 KEMENHUB. UPP. Kelas III Tanjung Redeb. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 111 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Hal ini berarti akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi kekayaan alam maupun
Lebih terperinciSALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1522,2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Makassar. Sulawesi Selatan. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 92 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Neg
No. 91, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelayanan Publik. Angkutan Barang. Di Laut. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 10 TAHUN 2016 TENTANG TARIF
Lebih terperinciBUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 3 TAHUN TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN
BUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 3 TAHUN 2016.2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 503 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMANFAATAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK
TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Untuk Memenuhi Persyaratan dalam
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 503 TAHUN : 2001 S ERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMANFAATAN KEPELABUHANAN BUPATI SERANG Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinci2016, No dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik I
No. 412, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKP. Tarif. Jasa Pengadaan Es. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/PERMEN-KP/2016 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS
ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS * Siti Dwi Lazuardi, **Firmanto Hadi. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan ** Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Transportasi Laut - Teknik Perkapalan,
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5742 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 220). PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciPaparan Publik Tahunan PT ICTSI JASA PRIMA Tbk Tahun 2014
Paparan Publik Tahunan Tahun 2014 Jumat, 12 Desember 2014 Meeting Room 2 PT ICTSI Jasa Prima Tbk Graha Kirana Lt.7, Suite 701, Jl. Yos Sudarso 88, Jakarta Utara 1 GAMBARAN UMUM PERSEROAN 2 Gambaran Umum
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.665, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Hapus Tikus. Hapus Serangga. Alat Angkut. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperincia. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 74 TAHUN 2016 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan laut sebagai salah satu sarana
Lebih terperinci2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1764, 2015 KEMENHUB. Pelabuhan. Labuan Bajo. NTT. Rencana Induk PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 183 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN
Lebih terperinciBAB II 2 KAJIAN PUSTAKA
BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Adalah suatu sistem yang berupa jaringan prasarana transportasi di dalam suatu wilayah yang berfungsi mempermudah pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang.
Lebih terperinciPP 58/1991, PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PELABUHAN III MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
PP 58/1991, PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PELABUHAN III MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1991 (58/1991) Tanggal: 19 OKTOBER 1991 (JAKARTA)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Balai Karimun. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA
Lebih terperinciKEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.281, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Tarif Jasa Kepelabuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 6 TAHUN 2013 TENTANG JENIS, STRUKTUR,
Lebih terperinciKEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN *48854 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1913, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Jasa Kepelabuhan. Tarif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 148 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN JENIS, STRUKTUR, GOLONGAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai
Lebih terperinciBUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
1 ` BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH KEPELABUHANAN PT. BINTAN KARYA BAHARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci