Pengumpulan dan Pengolahan Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengumpulan dan Pengolahan Data"

Transkripsi

1 Bab IV Pengumpulan dan Pengolahan Data IV.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui studi lapangan atau laboratorium dan dari berbagai sumber yang berbeda (Sekaran, 2003). Pengumpulan data melalui studi lapangan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara (interview) atau melalui kuesioner. Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi dengan cara bertanya langsung baik bertemu langsung ataupun melalui media misalnya telepon, teleconference atau chatting kepada responden untuk mendapatkan informasi Wawancara terdiri dari dua jenis yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara yang terstruktur dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun dan fokus pada faktor-faktor yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Wawancara yang tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak menggunakan rangkaian pertanyaan yang terencana dengan tujuan mendapatkan informasi awal yang mendasari peneliti menentukan variabelvariabel yang memerlukan penelitian secara lebih mendalam (Sekaran, 2003). Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dengan petani, penyuling, koperasi, ketua Asosiasi Petani Podusen dan Pelaku Agribisnis Minyak Atsiri (AP3MA) Jawa Barat, dan lain-lain. Pengumpulan data juga dilakukan melalui kantor-kantor dinas antara lain, Agroindustri Jawa Barat, Bappeda Jawa Barat, Biro Pusat Statistik Jawa Barat, Kantor dinas Perkebunan Jawa Barat, Kantor dinas Perindustrian dan penanaman Modal Kabupaten Garut dan lain-lain. IV.1.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Garut Kabupaten Garut, adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Garut. Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Sumedang di Utara, kabupaten Tasikmalaya di Timur, Samudra Hindia di Selatan, serta kabupaten Cianjur dan kabupaten Bandung di Barat.Kabupaten Garut terdiri atas 56

2 42 kecamatan, yang dibagi lagi atas 420 desa dan 19 kelurahan. Pusat pemerintahan di kecamatan Garut. Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai Selatan berupa dataran rendah yang sempit. Di antara gunung-gunung di Garut adalah: Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya terletak di perbatasan dengan kabupaten Bandung, serta Gunung Cikuray (2.821 m) di Selatan kota Garut. Gambar IV-1 Peta Kabupaten Garut IV.1.2. Profil Minyak Atsiri Akar Wangi Akar wangi adalah hasil perkebunan rakyat atau tanah usaha pekebun yaitu usaha tani tanaman perkebunan yang dimiliki dan atau diselenggarakan oleh perorangan tidak berbadan hukum (Disbun Jabar, 2006). Perkebunan rakyat dibagi menjadi dua kategori yaitu: 1. Pengelola tanaman perkebunan yaitu perkebunan rakyat yang diusahakan tidak secara komersial dan mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih besar dari batas minimal usaha (BMU). 2. Pemelihara tanaman perkebunan yaitu perkebunan rakyat yang diusahakan tidak secara komersial dan mempunyai jumlah pohon yang lebih kecil dari batas minimal usaha (BMU). 57

3 Akar wangi adalah tanaman perkebunan rakyat yang termasuk tanaman semusim yaitu tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur pendek dan panennya dilakukan satu atau beberapa kali masa panen untuk satu kali penanaman (Disbun Jabar, 2006). Hasil produksi minyak atsiri akar wangi Kabupaten Garut dan harga rata-rata pada periode 1997 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada Tabel IV-1. Tabel IV-1. Produksi dan Harga Rata-rata Minyak Atsiri Akar Wangi Garut Tahun Volume (Kg) Harga Rata-rata (Rp./Kg) ,000 32, ,000 60, ,500 80, , , , , ,000 95, ,000 85, , , , , Sumber: Disperindag & PM Kabupaten Garut, 2005 IV.1.3. Potensi Minyak Atsiri Akar Wangi Akar wangi merupakan tanaman khas Kabupaten Garut, yang sebagian besar (± 90%) diusahakan di wilayah ini. Tanaman ini dapat tumbuh subur di ketinggian 400 sampai dengan 1300 m dari permukaan laut, dengan kondisi tanah yang subur dan berpasir, umur tanaman dapat dipanen minimal umur 12 sampai 24 bulan (Disbun Jabar, 2007). Mengingat komoditas ini memiliki arti penting bagi perekonomian daerah, maka wilayah maupun luas areal tanaman diatur dengan Surat Keputusan Bupati Garut No. 520/SK.196/HUK/90, tentang penempatan areal tanaman akar wangi. Berdasarkan Surat Keputusan ini luas areal yang diizinkan adalah 2400 Ha tersebar di empat kecamatan sebagai berikut: 1. Kecamatan Samarang : 1200 Ha 2. Kecamatan Cilawu : 250 Ha 58

4 3. Kecamatan Bayongbong : 200 Ha 4. Kecamatan Leles : 750 Ha Produktivitas lahan/ha mencapai 12 sampai dengan 15 ton akar basah dengan produksi rata-rata 11,6 ton/ha (Damanik,1995), sedangkan rendemen akar jika disuling mencapai rata-rata 0,3 %. Variasi rendemen akar pada umumnya dipengaruhi oleh kesuburan tanah, teknik budidaya pemanenan. Dari areal luas 2400 Ha telah dibudidayakankan tanaman akar wangi mencapai 1700 Ha, sedangkan sisanya digunakan untuk pertanian dalam arti umum (Disperindag & PM Garut, 2007) Potensi IKM minyak atsiri akar wangi Kabupaten Garut dengan jumlah unit penyulingan yang diijinkan adalah adalah 45 unit: 1. Kecamatan Samarang : 16 unit 2. Kecamatan Cilawu : 8 unit 3. Kecamatan Bayongbong : 7 unit 4. Kecamatan Leles : 14 unit Akan tetapi kondisi sekarang ini dari potensi yang ada, luas areal yang ditelah ditanami tanaman akar wangi 1700 Ha. Jumlah unit usaha penyulingan akar wangi adalah: 1. Kecamatan Samarang : 9 unit, jumlah ketel suling 15 unit 2. Kecamatan Cilawu : 6 unit, jumlah ketel suling 6 unit 3. Kecamatan Bayongbong : 5 unit, jumlah ketel suling 10 unit 4. Kecamatan Leles : 9 unit, jumlah ketel suling 12 unit Dari 29 unit usaha (43 unit ketel suling) mampu menghasilkan produk sebanyak 59,65 ton minyak atsiri akar wangi per tahun. Sedangkan IKM Minyak atsiri akar wangi yang sudah ada di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel IV-4. 59

5 Tabel IV-2. IKM Minyak Atsiri Akar Wangi Kabupaten Garut No. Nama PerusahaanPemilik Kecamatan Jumlah Tenaga Kerja 1 "Usar Patrol"H. Yayat Leles 4 2 "Hardja Laksana" Leles 6 3 H. Apud Leles 3 4 "Patrol Wangi" Amid Leles 3 5 "Rosi Wangi" Andi Leles 3 6 "Mitra Mandiri" Engkos Koswara Leles 4 7 "PD Osid" Osid Samarang 4 8 "PD Lancar" Ajah Juhana Samarang 4 9 "PD Sanggar Aroma" Ajun Sondjaya Samarang 6 10 H. Ede Kadarusman, SE Samarang 4 11 H. Asep Tanu Samarang 4 12 Demsi Samarang 3 13 Tete Samarang 3 14 Daman Samarang 3 15 Edih Samarang 3 16 Didin Samarang 4 17 "UD Astrid Aromatik" Ahmad Sobari Samarang 3 18 "PD Ciseupan Jaya" Dodi Bayongbong 4 19 "PD Setia Wangi Jaya Aman" Suhria Bayongbong 4 20 "KPM Kec. Bayongbong" H. Abdullah S. Rosadi Bayongbong "PD Usar Wangi" Bayongbong 3 22 "PD Jalan Terus" Cilawu 4 23 Risam Hadiyanto Cilawu 5 24 "PD Cidangan Sari" Uum Surahman Cilawu 4 25 "PD Akar Wangi Cibogo" Nandang Cilawu 4 26 "PD Jalan Terang" Setiawan Yoso Sudarmo Cilawu 4 Sumber: Disperindag & PM Kab. Garut, 2006 IV.1.4. Kondisi Sekarang Minyak Atsiri Akar Wangi Kondisi saat ini pengrajin yang aktif berproduksi hanya 15 orang dengan produksi 14,4 ton. Produk tersebut dipasarkan ke pedagang lokal (pengumpul) di Garut serta distributor (eksportir) di Jakarta. Proses produksi penyulingan terhadap akar tanaman dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa: 1. Ketel perebusan 2. Tungku perebusan 3. Burner 4. Tangki BBM dan pipa penyaluran 5. kondensator dan bak pendingin 60

6 6. Separator (air dan minyak) 7. Tabung penampung minyak 8. Jerigen (packing) Bahan pembantu utama adalah air sedangkan bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah. Penggunaan batu bara sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah masih dalam proses uji coba. Salah satu penentu kualitas minyak atsiri akar wangi yang dihasilkan dalam proses produksi adalah tinggi rendahnya tekanan. Kebanyakan industri penyulingan menggunakan tekanan pada kisaran 5 bar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mempercepat proses produksi agar terjadi penghematan biaya produksi terutama penghematan bahan bakar. Akan tetapi teknik ini menyebabkan hasil produksi minyak atsiri akar wangi yang kurang bagus ditandai dengan bau gosong dan warna yang gelap. Berdasarkan permintaan pasar sebagaimana yang telah dinformasikan Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Departemen Perindustrian dan beberapa pembeli bahwa pasar lebih mengutamakan minyak atsiri akar wangi yang dihasilkan dengan tekanan yang berkisar antara 3 sampai dengan 3,5 bar, karena minyak atsiri akar wangi yang dihasilkan lebih baik. Minyak atsiri akar wangi yang dihasilkan tidak berbau gosong dan warnanya coklat cerah bening (light brown) (Dumadi, 2006). Kedua teknik tersebut memiliki kesamaan jumlah hasil yaitu setiap kali proses penyulingan terhadap 2,5 ton akar wangi dapat menghasilkan minyak atsiri akar wangi antara 6 sampai dengan 8 Kg, tergantung kepada kualitas akar wangi yang disuling. Minyak atsiri akar wangi yang dihasilkan IKM, kandungan vetiverol hasil sulingan relatif rendah, kotor dan bau gosong. Untuk diterima dipasaran dunia kualitas dan spesifikasi tertentu harus dipenuhi sesuai standar mutu minyak atsiri akar wangi untuk diekspor dapat dilihat pada Tabel IV-4. 61

7 Tabel IV-3. Standar Mutu Minyak Atsiri Akar Wangi No. Parameter Mutu Persyaratan 1. Warna Coklat kekuning- Coklat kemerahan 2. Bobot jenis 25 C/25 C 0,9765-1, Indeks bias 25 C 1,5180-1, Putaran optik Kelarutan dalam etanol 95% 1:1 jernih, seterusnya jernih 6. Bilangan asam Bilangan Ester Bilangan Ester setelah Kadar kusimol 6-11% Sumber: Internasional Standard (ISO) 4716:2002 (E) IV.1.5. Pemasaran Minyak Atsiri Akar Wangi Minyak atsiri akar wangi hasil penyulingan dimasukkan ke dalam jerigen plastik dengan kapasitas 30 Kg untuk kemudian dijual ke pedagang pengumpul. Minyak atsiri akar wangi yang dibeli dari pengusaha penyulingan yang sudah terkumpul kemudian oleh pedagang pengumpul dikemas dalam drum yang terbuat dari besi yang dilapisi sejenis cat di bagian dalam drum untuk mencegah karat atau mencegah kontaminasi terhadap minyak akar wangi dengan kapasitas 200 Kg. Kemudian dijual ke distributor (eksportir) tanpa pengolahan lebih lanjut. Minyak atsiri akar wangi selain dijual kepada pembeli luar negeri juga dijual kepada industri kosmetika dalam negeri. Konsumsi domestik relatif sedikit, maka konsumen dalam negeri langsung membeli ke eksportir. Untuk menjaga mutu minyak akar wangi dan memenuhi permintaan konsumen luar negeri, maka dilakukan pengujian mutu/standarisasi. Penyeragaman mutu minyak akar wangi dilakukan pada blending tank Minyak akar wangi yang akan diekspor harus dikemas dalam drum aluminium atau drum dari plat timah putih. Drum tersebut harus dalam keadaan baik bersih, kering, berukuran volume 200 liter, berat bersih 200 Kg. Bagian merk disebutkan produksi Indonesia, nama barang, nama perusahaan (eksportir), nomor drum, nomor lot, berat bersih, berat kotor, negara tujuan dan lain-lain yang diperlukan. 62

8 Kegiatan usaha tani akar wangi dan pengolahan menjadi minyak akar wangi merupakan kegiatan yang saling melengkapi dalam pengusahaan minyak akar wangi. Usaha tani dengan output akar wangi yang menjadi input untuk usaha penyulingan minyak atsiri akar wangi akar wangi. Akar wangi merupakan input untuk usaha penyulingan minyak atsiri akar wangi dengan output minyak atsiri akar wangi. Komponen biaya produksi yang dikeluarkan pada pengusahaan minyak atsiri akar wangi terdiri dari biaya yang dikeluarkan pada kegiatan usaha tani dan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan pengolahan. Sedangkan untuk seluruh kegiatan pengusahaan minyak atsiri akar wangi terdapat biaya lain yang harus dikeluarkan yaitu biaya tata niaga Biaya tata niaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan tempat, bentuk dan waktu (Suhardi, 2007). Nilai tambah untuk jalur distribusi minyak atsiri akarwangi untuk petani dan penyuling adalah selisih harga jual dengan biaya produksi. Untuk pedagang pengumpul dan distributor terdapat biaya tata niaga. Biaya tata niaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yaitu kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu (Suhardi, 2007). Komponen biaya yang termasuk dalam pengusahaan minyak akar wangi adalah biaya tata niaga. Biaya tata niaga terdiri dari biaya pengangkutan dan biaya penanganan. IV.1.6. Jalur Distribusi Minyak Atsiri Akar Wangi A. Petani akar wangi 1. Petani ke petani 13 % dari total produksi tanaman akar wangi diolah langsung oleh petani. Petani akar wangi yang sekaligus mengolah akar wangi menjadi minyak atsiri akar wangi (penyuling minyak atsiri akar wangi). 2. Petani ke penyuling 60% dari total produksi tanaman akar wangi dijual oleh petani ke industri penyulingan untuk diolah mendapatkan minyak atsiri akar wangi. Petani 63

9 yang menjual akar basah dengan bongol dijual dengan harga Rp. 900,-. Petani yang menjual akar basah tanpa bongol dengan harga Rp. 2000,-. 3. Petani ke permintaan akhir, Petani yang menjual akar wangi langsung setelah dikeringkan sebesar 27% ke konsumen akhir dengan harga Rp ,-/Kg Nilai tambah yang terjadi pada rantai distribusi petani akar wangi diperoleh dari selisih antara total hasil penjualan akar dikurangi dengan biaya produksi usaha tani Akar wangi. B. Penyuling minyak atsiri akar wangi (penyuling) 1. Penyuling ke pedagang pengumpul Sebagian besar penyuling, menjual minyak atsiri akar wangi ke pengumpul (59,8% dari total produksi minyak akar wangi) karena volume minyak atsiri akar wangi yang dihasilkan tidak mencukupi untuk dijual ke distributor. Penyuling yang menjual minyak atsiri akar wangi ke pedagang pengumpul dengan harga berkisar Rp ,- sampai Rp ,-/Kg. 2. Penyuling ke distributor Penyuling yang menjual minyak atsiri akar wangi ke distributor harus dalam bentuk kemasan drum yang berkapasitas 200 Kg, sehingga hanya 40 % dari total produksi minyak akar wangi yang bisa dijual langsung ke distributor dengan harga Rp ,-/Kg. 3. Penyuling ke konsumen akhir Penyuling menjual minyak atsiri akar wangi ke konsumen akhir. Penyuling yang menjual minyak atsiri akar wangi (0,2 % dari total produksi minyak) ke konsumen dengan harga Rp ,-/Kg. Nilai tambah untuk rantai distribusi industri penyulingan minyak atsiri akar wangi dihitung berdasarkan selisih antara penjualan minyak atsiri akar wangi dikurangi dengan dengan biaya produksi penyulingan. C. Pedagang pengumpul (pengumpul) 1. Pedagang pengumpul ke distributor Pada tahap distributor terdapat tambahan biaya yang disebut dengan biaya tata niaga karena harus mengemas minyak atsiri akar wangi yang dikumpulkan dari penyuling dalam bentuk kemasan drum yang 64

10 berkapasitas 200 Kg. Pengumpul menjual minyak atsiri akar wangi ke distributor (90 % dari total minyak akar wangi) dengan harga berkisar Rp ,- sampai Rp ,-/Kg. 2. Pedagang pengumpul ke konsumen akhir Minyak atsiri akar wangi sebagian besar diekspor ke luar negeri, tetapi ada juga industri kosmetik dalam negeri yang membeli ke pengumpul (10 % dari total minyak akar wangi) dengan harga berkisar Rp ,- sampai Rp ,-/Kg Nilai tambah pedagang pengumpul berasal dari selisih harga jual ke distributor dengan harga beli dari penyuling tambah biaya tata niaga. D. Distributor 1. Distributor melakukan refraksinasi terhadap minyak atsiri untuk memurnikan minyak atsiri akar wangi supaya dapat meningkatkan mutunya sebelum dijual ke konsumen akhir. 2. Distibutor disini mempunyai posisi sebagai eksportir yang menjual minyak atsiri akar wangi ke konsumen akhir baik untuk dalam negeri maupun luar negeri. Pada permintaan pasar dunia terdapat perbedaan harga yaitu: a. Membeli langsung dari distributor b. Membeli melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Harga minyak atsiri akar wangi yang dijual langsung oleh distributor biasanya lebih murah daripada atas nama negara asal (Public Ledger, 2005) Pada rantai distribusi distributor terdapat biaya tata niaga yaitu biaya penanganan, pengemasan dan uji mutu. Nilai tambah distributor berasal dari selisih harga jual minyak atsiri akar wangi dikurangi dengan harga beli minyak dari penyuling tambah biaya tata niaga. Biaya tata niaga terdiri dari biaya pengemasan, pengujian mutu, dan biaya handling di pelabuhan (Suhardi, 2007). 65

11 IV.2. Pengolahan Data Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan dan setelah diolah dengan persamaan (3.1), (3.2) dan (3.3) (lihat Lampiran A) diperoleh Tabel IV-4 yaitu tabel input output jalur distribusi minyak atsiri akar wangi (jutaan rupiah). Tabel IV-4. Tabel Input Output Jalur Distribusi Minyak Atsiri Akar Wangi Petani Penyuling Pengumpul Distributor Permintaan akhir Tot. Output Petani , , , Penyuling 0 0 2, , , Pengumpul , , , Distributor , , Nilai tambah 91, , , , Tot. Input 91, , , , Berdasarkan hasil yang didapat pada Tabel IV-4 dilanjutkan membuat Tabel koefisien teknologi dengan menggunakan persamaan (3.7) dengan menggunakan software Excel (lihat Lampiran B). Tabel IV-5. Tabel Koefisien Teknologi Petani Penyuling Pengumpul Distributor Petani Penyuling Pengumpul Distributor Untuk menghitung indeks daya penyebaran (Backward Linkages) dan indeks daya kepekaan (Forward Linkages) dibutuhkan unsur matriks invers Leontief dari jalur distribusi yang diberi notasi α persamaan (3.19) (lihat Lampiran C). Pada Tabel IV-6 adalah hasil perhitungan dari angka keterkaitan ke belakang (Backward Linkages) dan keterkaitan ke depan (Forward Linkages) dari jalur 66

12 distribusi minyak atsiri akar wangi, menggunakan persamaan (3.23) dan persamaan (3.26) dengan menggunakan Software Phyton (Command Line) (lihat pada Lampiran D). Tabel IV-6. Indeks Keterkaitan pada Rantai Jalur Distribusi Minyak Atsiri Akar Wangi Kegiatan Forward Linkages Kegiatan Backward Linkages Petani Petani Penyuling Penyuling Pengumpul Pengumpul Distributor Distributor

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan

Lebih terperinci

Peluang Investasi Minyak Akar Wangi

Peluang Investasi Minyak Akar Wangi Halaman 1 Peluang Investasi Minyak Akar Wangi Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah Tingkat II di Jawa Barat yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat baik, oleh karena itu daerah Garut sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI PENYULINGAN AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI PENYULINGAN AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI PENYULINGAN AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT Chandra Indrawanto Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ABSTRAK Minyak akar wangi merupakan salah satu ekspor

Lebih terperinci

Bab V Analisis dan Pembahasan

Bab V Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1. Analisis Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) dan Kaitan ke Depan (Forward Linkages) Kaitan ke belakang (Backward Linkages) dan kaitan ke depan (Forward Linkages)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Metode optimisasi sudah terkenal dan umum digunakan dalam jalur distribusi karena berkaitan dengan meningkatkan keuntungan, efisiensi dan mengolah bahan baku menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan perannya melalui stabilitas pertumbuhan yang pesat. Hal ini patut dicermati mengingat mayoritas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 3. Boediono. (1993), Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. 3. Boediono. (1993), Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA. Adianto, H. (994), Analisis Permintaan Pertambangan Indonesia pada Sektor Industri dengan Menggunakan Model Input-Output, Tesis Pasca Sarjana Program Magister Teknik dan Manajemen Industri,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan Produktsi Budidaya Akarwangi di Kecamatan Leles Kabupaten Garut dan cara Menanggulanginya maka sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berumpun lebat, akar tinggal, bercabang banyak, dan berwarna kuning pucat atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. berumpun lebat, akar tinggal, bercabang banyak, dan berwarna kuning pucat atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Akarwangi Tanaman akarwangi (Vetiveria zizanioides) termasuk keluarga graminae, berumpun lebat, akar tinggal, bercabang banyak, dan berwarna kuning pucat atau abu-abu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi. Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun

Lampiran 1. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi. Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun 67 Lampiran. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun 999-006 Year Flow Trade (USD) Weight (Kg) Quantity 006 Import,97,97,97 006 Export,085,58 75,99 75,99 005 Import,690

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkebunan telah lama diusahakan oleh masyarakat Sumatera Barat yang berkaitan langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dari aspek ekonomi, usaha

Lebih terperinci

Bab 5 Aspek Teknis. Bagaimana bentuk tempe yang anda suka? Apa warna tempe yang anda suka? Jenis bahan tempe apa yang anda sukai?

Bab 5 Aspek Teknis. Bagaimana bentuk tempe yang anda suka? Apa warna tempe yang anda suka? Jenis bahan tempe apa yang anda sukai? Bab 5 Aspek Teknis No 1. 5.1. Perencanaan Produk Berdasarkan data kuisioner yang terdapat pada bab 4, maka untuk menentukan perencanaan produk didapat data dari hasil penyebaran kuisioner sebagai berikut:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari I. A. Latar Belakang dan Masalah Perioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penulisan rencana bisnis ini adalah untuk membangun sebuah usaha yang terintegrasi dalam pengembangan komoditas minyak nilam, yang merupakan tanaman

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan. Lingkungan internal perusahaan terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah,

Lebih terperinci

GULANAS PT. GULA ENERGY NUSANTARA

GULANAS PT. GULA ENERGY NUSANTARA GULANAS PT. GULA ENERGY NUSANTARA PELOPOR PRODUSEN GULA TEBU CAIR copyright 2015 www.gulanas.com PT. GULA ENERGY NUSANTARA PRESENTS GULANAS -Export Quality- LPPOM 1522088930713 PT. GULA ENERGY NUSANTARA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Nilam kering yang berasal dari Kabupaten Kuningan. Nilam segar yang terdiri dari bagian daun dan batang tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian saat ini masih tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan pada peningkatan peran sektor pertanian

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

CILACAP SURGANYA GULA KELAPA

CILACAP SURGANYA GULA KELAPA CILACAP SURGANYA GULA KELAPA Cilacap merupakan daerah yang memiliki Sumber Daya Alam yang cukup kaya, baik dari sektor kelautannya sampai dengan sektor pertanian. Bahkan dengan kondisi geografisnya Cilacap

Lebih terperinci

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM Nahar* Abstrak Tumbuhan nilam, Pogostemon cablin Benth, adalah salah satu jenis minyak atsiri terpenting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi (agroindustri) dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam menghadapi masalah dalam upaya peningkatan perekonomian masyarakat di pedesaan serta mampu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO DI KABUPATEN GARUT. Oleh: NIA ROSIANA A

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO DI KABUPATEN GARUT. Oleh: NIA ROSIANA A KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA AKARWANGI (Andropogon Zizanoid) PADA KONDISI RISIKO DI KABUPATEN GARUT Oleh: NIA ROSIANA A14104045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak sereh merupakan salah satu komoditas minyak atsiri Indonesia dengan total luas lahan sebesar 3492 hektar dan volume ekspor mencapai 114 ton pada tahun 2004 (Direktorat

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan Pelatihan Kewirausahaan untuk Pemula olahan dengan memperhatikan nilai gizi dan memperpanjang umur simpan atau keawetan produk. Untuk meningkatkan keawetan produk dapat dilakukan dengan cara : (1) Alami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan PT Panafil Essential Oil ialah anak perusahaan dari PT Panasia Indosyntec Tbk yang baru berdiri pada bulan Oktober 2009. PT Panasia Indosyntec

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar Biaya dalam industri tahu meliputi biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada semester genap kalendar akademik tahun 2010-2011 Universtias Lampung. Lokasi penelitian dilaksanakan di dua tempat berbeda yaitu

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

IbM Kelompok Tani Buah Naga

IbM Kelompok Tani Buah Naga IbM Kelompok Tani Buah Naga Wiwik Siti Windrati, Sukatiningsih, Tamtarini dan Nurud Diniyah Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegalboto Jember ABSTRAK Tujuan dari

Lebih terperinci

3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Pada masa krisis periode 1998-2000 usaha kecil merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Indonesia dikarenakan kemampuannya dalam menghadapi terpaan krisis

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Sesuai dengan amanat garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING Analysis of Physical and Organoleptic Properties of Mango Chips (Mangifera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

Usulan inisiatif..., Raden Agus Sampurna, FT UI, 2009

Usulan inisiatif..., Raden Agus Sampurna, FT UI, 2009 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Minyak atsiri merupakan senyawa mudah menguap yang tidak larut dalam air yang berasal dari tanaman aromatik yang dibutuhkan dalam berbagai industri seperti dalam

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM. UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI Oleh SITI AZIZAH NIM. 001710201023 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK (Annona muricata) (Suatu Kasus pada Pengusaha Pengolahan Dodol Sirsak di Desa Singaparna Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Angga Lenggana 1, Soetoro 2, Tito

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

Minyak daun cengkih SNI

Minyak daun cengkih SNI SNI 06-2387-2006 Standar Nasional Indonesia Minyak daun cengkih ICS 71.100.60 Badan Standardisasi Nasional i Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI BAB I. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI Kecamatan Semboro terdiri dan 6 desa yaitu desa Rejoagung, Semboro, Sidomekar, Sidomulyo, Pondokjoyo, Pondokdalem. Kecamatan Semboro terletak di bagian barat dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA Mustaqimah 1*, Rahmat Fadhil 2, Rini Ariani Basyamfar 3 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

Peluang Investasi Agribisnis Jagung

Peluang Investasi Agribisnis Jagung Halaman1 Peluang Investasi Agribisnis Jagung Jagung termasuk tanaman yang Familiar bagi sebagian masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini banyak beredar jenis jagung. Untuk lebih mengenal

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI. Kabupaten belitung

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI. Kabupaten belitung POTENSI DAN PELUANG INVESTASI Kabupaten belitung POSISI KABUPATEN BELITUNG Kabupaten Belitung terletak antara 107 08' BT sampai 107 58' BT dan 02 30' LS sampai 03 15' LS dengan luas seluruhnya 229.369

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komoditas Tanaman Carica Tanaman carica atau biasa disebut papaya dieng atau gandul dieng memiliki nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci