Bab V Analisis dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Analisis dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab V Analisis dan Pembahasan V.1. Analisis Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) dan Kaitan ke Depan (Forward Linkages) Kaitan ke belakang (Backward Linkages) dan kaitan ke depan (Forward Linkages) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dalam jalur distribusi minyak atsiri akar wangi. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan kegiatan terhadap kegiatan lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara kegiatan yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi kegiatan yang berikutnya. Tabel IV-6 menampilkan indeks daya penyebaran (Backward Linkages) dan indeks daya kepekaan (Forward Linkages). Berdasarkan Table IV-6 yang mempunyai indeks daya penyebaran (Backward Linkages) lebih dari satu adalah penyuling sebesar dan distributor Tingginya kaitan ke belakang menunjukkan tingginya penyebaran dampak perubahan dari kegiatan penyulingan akar wangi terhadap kegiatan lainnya yang berada di belakangnya (sebagai input) yaitu kegiatan petani antara lain penanaman, pemupukan pemeliharan dan lainlain (on farm). Output dari kegiatan pertanian ini akan menjadi input bagi penyulingan, pengumpul dan distributor sebagai kegiatan di depannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kegiatan ini tinggi terhadap kegiatan yang lain. Memang pada kenyataannya kegiatan perkebunan akar wangi masih sangat berpengaruh terhadap kegiatan penyulingan, karena kegiatan penyulingan yang kontinu tergantung ketersediaan bahan baku utama yaitu akar wangi. Keadaan ini disebabkan kebutuhan akan input bahan baku utama dari proses penanaman yaitu bibit unggul akar wangi masih menjadi permasalahan oleh petani tanaman akar wangi pada sektor perkebunan. 68

2 Kegiatan distributor menjadi penting dalam jalur distribusi karena distributor dapat menarik seluruh kegiatan di belakangnya. Output dari petani, penyuling dan pengumpul merupakan input bagi kegiatan distributor. Dari Table IV-6 juga dapat diketahui indeks daya kepekaan (Forward Linkages) lebih dari satu adalah petani sebesar dan pengumpul dengan angka Angka ini menunjukkan bahwa kegiatan petani sensitif terhadap kegiatan penyuling sebagai industri pengolahan akar wangi menjadi minyak atsiri. Pada kondisi di lapangan kegiatan petani yang menghasilkan output akar menjadi input yang penting bagi penyulingan sebagai penghasil bahan mentah. Pedagang pengumpul sensitif karena output dari kegiatannya menjadi input yang penting bagi distributor sebagai ujung pemasaran dari seluruh kegiatan pada jalur distribusi. Jadi dalam jalur distrbusi minyak atsiri akar wangi terdapat keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan yang dapat di plot ke dalam bentuk Gambar V-1. Gambar V-1. Plot Analisis Backward Linkages dan Forward Linkages V.2. Analisis Kebijakan Pengembangan IKM Minyak Atsiri Akar Wangi Berdasarkan analisis jalur distribusi minyak atsiri akar wangi yang digunakan untuk menganalisis Backward Linkages dan Forward Linkages dapat diambil suatu langkah untuk menyusun analisis kebijakan untuk pengembangan IKM 69

3 minyak atsiri akar wangi. Pada umumnya pelaku kegiatan di sekitar IKM minyak atsiri akar wangi belum mempunyai tingkat keterampilan yang tinggi. Ini diketahui dari hasil wawancara dengan para pelaku industri penyulingan minyak atsiri akar wangi dan juga terbukti pada pengolahan data dimana angka analisis Forward Linkages dibawah angka satu yaitu 0,9687. Hal lain yang belum menunjang pengembangan IKM minyak atsiri juga ketersediaan peralatan untuk meningkatkan produksi dan mutu minyak atsiri sehingga produksi minyak yang diharapkan memenuhi kualitas ekspor belum bisa dihasilkan. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai tambah yang didapat oleh penyuling juga kecil jika dibandingkan dengan petani dan pedagang pengumpul yaitu sebesar 3.203,25 seperti dapat dilihat pada Tabel IV-5. Usaha untuk meningkatkan mutu produksi di sepanjang jalur distribusi akar wangi adalah menyediakan sarana pendidikan untuk para pelaku kegiatan di sepanjang jalur distribusi, menyediakan peralatan penyulingan yang menggunakan teknologi yang tepat guna sehingga kualitas dan nilai tambah menjadi lebih baik. Jalur distribusi yang panjang juga menyebabkan harga minyak atsiri yang fluktuatif, sehingga perbedaan harga antara yang diterima oleh petani akar wangi dengan pelaku kegiatan di depannya seperti pengumpul sangat jauh berbeda. Dari pengolahan data juga dilihat bahwa nilai tambah pengumpul lebih tinggi daripada penyuling yaitu ,80 seperti dapat dilihat pada Tabel IV-5. Untuk mengatasi jalur distribusi yang panjang dibutuhkan suatu kebijakan yang dapat mempertemukan antara kegiatan industri penyulingan dengan pihak konsumen dengan cara menjadi mediator antara industri dengan konsumen. Hal ini sudah dimulai dengan mengadakan sosialisasi dan promosi baik di dalam dan ke luar negeri. Kebijakan untuk meningkatkan mutu dan kualitas produksi minyak atsiri juga sudah dimulai oleh pemerintah dengan mengadakan seminar dengan para pelaku 70

4 bagian penelitian dan pihak universitas untuk mendapatkan peralatan dan teknologi yang tepat untuk melakukan pengolahan lebih lanjut hasil penyulingan minyak atsiri akar wangi. Kebijakan lain yang dibutuhkan adalah investasi untuk meningkatkan pengolahan minyak atsiri akar wangi dengan harapan industri penyulingan minyak atsiri akar wangi dapat berkembang menjadi industri menengah dan besar. Kaitannya dengan hasil produksi tidak lagi menjual minyak atsiri, akan tetapi diharapkan akan menjadi produk yang lebih hilir lagi yaitu industri produk jadi seperti industri sabun, industri kosmetik dan industri wangi-wangian. Analisis jalur distribusi menggunakan model input output pada penelitian ini akan dibandingkan dengan beberapa metode pendekatan dalam analisis jalur distribusi. Pembandingan dilakukan bukan untuk menyatakan metode yang satu tidak bagus atau tidak bisa digunakan, tetapi lebih ditekankan untuk mengetahui kekhususan dari masing-masing metode tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena pada dasarnya masing-masing metode mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan seperti dapat dilihat pada Tabel V-2. 71

5 Tabel V-1. Analisis Kebijakan No. Hasil Pengolahan Data Analisis Rancangan Kebijakan 1. Analisis Backward Linkages (1,0264) dan Pelaku kegiatan di sekitar IKM minyak a. Perlu kebijakan untuk melakukan Forward Linkages penyuling minyak atsiri akar wangi (0,9687) atsiri yang kurang terampil pendidikan dan latihan kepada pelaku IKM b. Kerjasama dengan institusi pendidikan untuk melakukan pendidkan kepada pelaku industri Peralatan penyulingan yang belum Memberikan peralatan yang berteknologi mampu untuk meningkatkan kualitas tepat guna untuk meningkatkan mutu minyak minyak atsiri 2. Angka nilai tambah pada tabel input Jalur distribusi yang panjang Menjadi mediator yang mempertemukan output penyuling minyak atsiri akar wangi menyebabkan fluktuasi harga langsung antara pelaku industri dengan (3.203,25) konsumen Kurangnya modal untuk meningkatkan Bekerjasama dengan pihak perbankan untuk industri kecil menuju industri menengah memberi investasi sebagai modal menuju dan besar industri yang lebih hilir seperti industri kosmetik 72

6 Tabel V-2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pendekatan untuk Analisis Jalur Distribusi Model Kelebihan Kekurangan 1. Dapat memodelkan perencanaan yang lebih baik dalam meningkatkan keuntungan dan efesiensi. 2. Model yang akurat dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana bahan baku diproses menjadi produk akhir, dengan memaksimasi potensial bahan mentah untuk memenuhi ramalan permintaan. Optimisasi (Gresh et al., 2007) 1. Membutuhkan fungsi tujuan yang spesifik, 2. Model optimisasi tidak dapat digunakan oleh penggunanya jika berhubungan dengan non quantifiable cost seperti nilai potensial barang yang akan hilang jika dihadapkan kepada keputusan untuk melakukan substitusi daripada memproduksi dengan mesin sendiri dalam jalur distribusi. Simulasi (Cope et al., 2007) Input output 1. Mampu menangkap informasi dan struktur dari jalur distribusi serta mengimplementasikan dengan cepat. 2. Pengguna tidak perlu seorang ahli di bidang simulasi tetapi dapat menganalisis dan mengevaluasi skenario. 1. Menunjukkan aliran output dari sektor ke sektor lain atau dari produsen ke kosumen akhir pada jalur distribusi. 2. Dapat digunakan sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan situasi dan kebijakan ekonomi. 1. Jika ada salah satu komponen jalur distribusi yang tidak terdefenisi, maka simulasi tidak dapat dijalankan. 1. Aplikasi bersifat terbatas pada sistem yang statis dan struktur tertentu, membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang lama membuatnya. 2. Harus memenuhi konsistensi internal model karena total input dengan total output harus seimbang. 73

7 Berdasarkan hasil pembandingan di atas, model input output dapat digunakan untuk menggambarkan aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen akhir, serta dapat mendeteksi pengaruh suatu perubahan situasi sehingga dapat digunakan untuk merancang suatu kebijakan ekonomi. V.3. Analisis Simulasi Penggabungan Kegiatan Petani/Penyuling Berdasarkan model jalur distribusi yang telah dibuat dilakukan simulasi penggabungan kegiatan petani dengan penyuling dengan harapan posisi penyuling yang didapatkan pada pengolahan data dan berada pada kuadran III seperti dapat dilihat pada Gambar V-1 dapat didorong ke posisi yang lebih baik. Proses simulasi dimulai dari model jalur distribusi. Kegiatan petani akar wangi digabung dengan kegiatan penyuling minyak atsir akar wangi seperti dapat dilihat pada gambar V-2. Gambar V-2. Jalur Distribusi Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling IKM Minyak Atsiri Pengolahan data berdasarkan data sebelumnya dari tabel IV-4 (lihat pada Lampiran E) dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel V-3, dimana nilai tambah penggabungan petani/penyuling menjadi 94, yang artinya jika petani juga sekaligus penyuling, maka nilai tambah yang diperoleh akan bertambah besar dibandingkan sebelum simulasi. 74

8 Tabel V-3. Tabel Input Output Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling Petani/penyuling Pengumpul Distributor Permintaan akhir Tot. Output Petani/penyuling 3, , , , , Pengumpul 0 0 9, , , Distributor , , Nilai tambah 94, , , Total Input 97, , , Dari tabel input output dilanjutkan dengan pengolahan data untuk analisis Backward Linkages dan Forward Linkages (lihat Lampiran F) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel V-4. Tabel V-4. Indeks Keterkaitan Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling Kegiatan Forward Linkages Kegiatan Backward Linkages Petani/Penyuling Petani/Penyuling Pengumpul Pengumpul Distributor Distributor Pada analisis Backward Linkages dan Forward Linkages sebelumnya diketahui posisi penyuling berada pada kuadran III di Gambar V-1, dengan simulasi penggabungan menjadi bergeser ke kuadran II di Gambar V-2. Hal ini berarti memberikan hasil positif atau lebih baik karena sebelum digabung penyuling tidak termasuk pada sektor kunci tetapi setelah digabung penyuling naik dari kuadran III ke kuadran II dan sekaligus memperpendek jalur distribusi. 75

9 KAITAN KE BELAKANG Tinggi Rendah KAITAN KE DEPAN Tinggi Rendah Kuadran I Kuadran III Distributor Kuadran II Pengumpul Petani/Penyuling Kuadran IV Gambar V-3. Plot Analisis Backward Linkages dan Forward Linkages Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling Berdasarkan analisis di atas, analisis kebijakan yang dibutuhkan dari pemerintah antara lain seperti: 1. Peningkatan Sumber Daya Manusia dengan kegiatan: - Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat menghasilkan minyak atsiri yang sesuai dengan standar standar internasional. - Meningkatan kualitas unit-unit pendidikan dan sekolah kejuruan yang dapat menghasilkan hasil-hasil penelitian yang berguna untuk meningkatkan kualitas minyak dan diharapkan sekaligus menjadi produk yang siap pakai untuk konsumen akhir. 2. Pengembangan teknologi tepat guna: - Memberikan bantuan alat penyulingan yang tepat guna supaya menghasilkan minyak yang sesuai dengan permintaan ekspor dan juga dapat diolah langsung menjadi produk yang lebih hilir yaitu untuk minyak wangi, kosmetik dan sabun. - Memberikan bantuan alat refraksinasi pemurnian minyak atsiri untuk pengolahan lebih lanjut untuk mengaplikasikan kegunaan minyak atsiri sebagai bahan dasar produksi kosmetik, sabun dan wewangian. 76

10 3. Pemberian subsidi kepada petani/penyuling: - Memberikan subsidi dalam bentuk insentif bagi kelompok-kelompok yang berhasil memproduksi minyak yang siap dipasarkan langsung ke distributor tanpa melalui jalur pengumpul sehingga termotivasi untuk tetap pada kegiatan petani dan penyuling walaupun terjadi fluktuasi harga dipasaran karena ada persaingan dengan produk negara lain. - Memberikan bantuan jaminan sistem kerjasama dengan pihak pihak perbankan yang bersangkutan. 4. Pengusulan kepada Departemen Perkebunan untuk rancangan kebijakan: - Mengadakan sistem penanaman silang dalam rangka menjaga kekontinuan bahan mentah tanaman penghasil minyak atsiri sebagai bahan baku utama proses penyulingan sehingga kestabilan harga tetap terjaga dengan masa panen yang bergantian setiap tahun. - Memberikan bantuan bibit unggul tanaman penghasil minyak atsiri untuk meningkatkan mutu produksi minyak atsiri. 77

11 Tabel V-5. Analisis Kebijakan Simulasi Penggabungan Kegiatan Petani/Penyuling No. Hasil Pengolahan Data Analisis Rancangan Kebijakan 1. Backward Linkages petani/penyuling Kegiatan petani yang sekaligus menjadi minyak atsiri akar wangi (1.1128) 2. Forward Linkages petani/penyuling minyak atsiri akar wangi (0.4278) penyuling mempunyai angka diatas satu menandakan kegiatan tersebut berada di atas rata-rata berarti dapat menarik kegiatan di belakangnya yaitu kegiatan diperkebunan (on farm) dimana output dari perkebunan adalah input untuk kegiatan petani/penyuling. Forward Linkages masih dibawah satu berarti kegiatan ini masih sentisitf dengan kegiatan di depannya karena masih belum mampu menghasilkan produk yang dapat langsung dipasarkan ke distributor dan konsumen akhir tapi harus melalui kegiatan pedagang pengumpul. a. Memberikan saran untuk Departemen Perkebunan untuk mengadakan sistem penanaman silang sehingga kontiniutas bahan baku dapat terjaga sebagai bahan utama dari proses penyulingan minyak atsiri sehingga ada pergantian masa panen. b. Memberikan bantuan bibit unggul tanaman penghasil minyak atsiri untuk meningkatkan kualitas tanaman sehingga setelah diolah menjadi minyak atsiri yang berkualitas. a. Memberikan subsidi berupa insentif kepada kelompok-kelompok yang berhasil memproduksi minyak yang dapat langsung dipasarkan ke distributor dan konsumen akhir. b. Memberikan jaminan untuk dapat menjalin kerjasama dengan pihak perbankan sehingga dapat menambah investasi dan pada akhirnya sanggup memproduksi minyak atsiri sesuai permintaan konsumen. 78

12 3. Angka nilai tambah pada tabel input output petani/penyuling minyak atsiri akar wangi (94,727.25) Kenaikan angka nilai tambah dari Meningkatkan Sumber Daya Manusia melalui: sebelumnya memberikan hasil yang a. posisif karena mempunyai angka paling besar dibandingkan dengan kegiatan Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan sehingga dapat mengubah pola pikir yang tradisional kearah yang lebih modern. lainnya yaitu pengumpul dan distributor, jadi disini diperlukan peningkatan dari keadaan yang sudah ada b. Peningkatan kualitas unit-unit pendidikan dan sekolah kejuruan sehingga dapat menghasilkan penelitian yang dapat meningkatkan mutu minyak bahkan diharapkan menjadi produk yang siap dipasarkan langsung ke konsumen akhir. Peralatan penyulingan yang masih Memberikan bantuan peralatan yang sederhana sehingga belum mampu berteknologi tepat guna: untuk meningkatkan kualitas minyak a. Untuk meningkatkan mutu minyak atsiri atsiri sehingga permintaan dari sesuai dengan standar internasional. konsumen belum dapat terpenuhi. b. Untuk refraksinasi minyak atsiri sehingga dapat dilanjutkan kepada pengolahan lebih hilir yaitu industri kosmetik, sabun dan wewangian. 79

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Metode optimisasi sudah terkenal dan umum digunakan dalam jalur distribusi karena berkaitan dengan meningkatkan keuntungan, efisiensi dan mengolah bahan baku menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS JALUR DISTRIBUSI MINYAK ATSIRI DENGAN MODEL INPUT OUTPUT (STUDI KASUS: IKM MINYAK ATSIRI AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT) TESIS

ANALISIS JALUR DISTRIBUSI MINYAK ATSIRI DENGAN MODEL INPUT OUTPUT (STUDI KASUS: IKM MINYAK ATSIRI AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT) TESIS ANALISIS JALUR DISTRIBUSI MINYAK ATSIRI DENGAN MODEL INPUT OUTPUT (STUDI KASUS: IKM MINYAK ATSIRI AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT) TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih memegang peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Salah satu ciri strategi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penulisan rencana bisnis ini adalah untuk membangun sebuah usaha yang terintegrasi dalam pengembangan komoditas minyak nilam, yang merupakan tanaman

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan

Lebih terperinci

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya saing bisnis di pasar global tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pelaku dalam memanajemeni usahanya tetapi juga oleh kinerja dari berbagai aktor yang terlibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab IV Pengumpulan dan Pengolahan Data IV.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui studi lapangan atau laboratorium dan dari berbagai sumber yang berbeda

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia, yang notabene adalah negara agraris. Hal ini dikarenakan sektor pertanian menyumbang pendapatan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sektor industri di Indonesia, industri dapat dikelompokkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sektor industri di Indonesia, industri dapat dikelompokkan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sektor industri di Indonesia, industri dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu industri besar dan industri kecil. Kategori tersebut didasarkan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency Iswin Raka Agung Wijaya 1), Masyhuri 2), Irham 2), Slamet Hartono 2)

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN ARIS SUBAGIYO Halama n 1 & PUSAT PERTUMBUHAN PELAYANAN Halama n Penentuan Pusat Pertumbuhan & Pusat Pelayanan 4 ciri pusat pertumbuhan : Adanya hubungan internal

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbangkan peranan tersebut dalam beberapa

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan perannya melalui stabilitas pertumbuhan yang pesat. Hal ini patut dicermati mengingat mayoritas

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN PERENCANAAN POLA PRODUKSI DENGAN BIAYA YANG MINIMUM ( Studi kasus PT. Djitoe Indonesian Tobacco di Surakarta) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor

Lebih terperinci

INDUSTRI.

INDUSTRI. INDUSTRI INDUSTRI Istilah industri mempunyai 2 arti: Himpunan perusahaan2 sejenis Suatu sektor ekonomi yg didalamnya terdapat kegiatan produktif yg mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau ½ jadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari 3 kebutuhan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, kebutuhan pokok tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian, khususnya pada sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Prioritas ini penting, mengingat saat ini dan di

Lebih terperinci

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN PIU KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2014 BUSINESS PLAN INFRASTRUKTUR KOMPONEN 2 RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN A. LATAR BELAKANG Business Plan akan menjadi dasar atau pijakan bagi

Lebih terperinci

APLIKASI INPUT OUTPUT

APLIKASI INPUT OUTPUT APLIKASI INPUT OUTPUT Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM

INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM. 10.11.4594 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Abstrak Industri marmer

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

Peranan Sektor Agroindustri Dalam Pembangunan Nasional Oleh: Iis Turniasih *), Nia Kania Dewi **)

Peranan Sektor Agroindustri Dalam Pembangunan Nasional Oleh: Iis Turniasih *), Nia Kania Dewi **) Peranan Sektor Agroindustri Dalam Pembangunan Nasional Oleh: Iis Turniasih *), Nia Kania Dewi **) Abstrak Kultur masyarakat Indonesia adalah petani. Akan tetapi, pertumbuhan dan perkembangannya hingga

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) Perancangan kebijakan otomotif nasional diturunkan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. budaya masyarakat sudah mulai bergeser dan beralih ke pasar modern ritel

PENDAHULUAN. budaya masyarakat sudah mulai bergeser dan beralih ke pasar modern ritel PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar tradisional merupakan ciri bagi negara berkembang dengan tingkat pendapatan dan perekonomian masyarakat yang relatif rendah sehingga lebih sering berbelanja ke pasar tradisional.

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Produktivitas Produktivitas mengandung pengertian perbandingan hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Menurut Dewan Produktivitas Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI Oleh : Supriyati Adi Setiyanto Erma Suryani Herlina Tarigan PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pemasaran

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pemasaran Pengaruh Lingkungan Terhadap Pemasaran Oleh : Adelia Kumara Alvionita / 125020305111006 Dosen : Nanang Suryadi, SE., MM. Lingkungan organisasi secara umum dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak berhingga

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci

ANALISIS PERUMUSAN ARAHAN PENGEMBANGAN

ANALISIS PERUMUSAN ARAHAN PENGEMBANGAN ANALISIS PERUMUSAN ARAHAN PENGEMBANGAN Variabel bahan baku Variabel lsdm/tenaga kerja Variabel ketersediaan Infrastruktur Pendukung Variabel kelembagaan Analisis Triangulasi ARAHAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Peran dan Kabupaten Banjar Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan,

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Feni Fasta, SE, M.Si SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Feni Fasta, SE, M.Si SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA pertanian lanjutan, secara keinambungan dan dengan harga yang stabil, sehingga sektor industri dapat menjadi kuat karena didukung oleh sektor pertanian yang maju, efisien dan tangguh. (5) Dengan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model. tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model. Potensial Pelaku pelaku Pertambahan jumlah RT Jumlah RT Pengaruh Tokoh Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci