TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini mengemukakan menurut pandangan mereka masing-masing. Kotler dan Amstrong (2008: 5) mengartikan pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Menurut American Marketing Association (AMA) dalam Kotler dan Keller (2009: 5) pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan dua cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan. Saladin (2003: 1) mendefinisikan pemasaran merupakan suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.

2 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menjadi suatu yang penting dalam sebuah pemasaran produk dan jasa, sebab dengan mengetahui perilaku konsumen, kita bisa menentukan strategi apa yang akan kita terapkan. Mengetahui perilaku konsumen adalah modal awal dalam menetapkan strategi pemasaran produk dan jasa, dengan mengetahui perilaku konsumen maka dapat dengan mudah memasarkan dan menjual produk dan jasa yang kita tawarkan. Pemahaman tentang konsumen dan proses konsumsi akan menghasilkan sejumlah manfaat, yang diantaranya adalah kemampuan untuk membantu para manajer dalam mengambil keputusan (Mowen & Minor, 2002: 23). Menurut Engel (2005) dalam Saputra (2009: 14) yang mengatakan bahwa perilaku konsumen didefinisikan sebagai suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang konsumen tunjukkan dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka (Kanuk & Schiffsman, 2010: 23). Menurut Kotler & Amstrong (2001: 172), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen. Antara lain: 1. Faktor budaya: a. Budaya (culture) Budaya adalah hal paling dasar yang membentuk keinginan dan perilaku seseorang. Setiap kelompok masyarakat memiliki sebuah budaya, dan budaya tersebut memberikan pengaruh pada perilaku pembelian yang berbeda-beda.

3 14 b. Kelas sosial (social class) Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang memiliki kesamaan nilai ketertarikan, dan perilaku. Kelas sosial atau tingkatan masyarakat menunjukkan penggunaan produk, dan merek yang berbeda-beda di banyak tingkatan masyarakat, misalnya saja seperti pakaian, peralatan rumah tangga, dan aktifitas sehari-hari. 2. Faktor sosial (social factor): a. Kelompok referensi (reference group) Kelompok referensi adalah semua kelompok yang memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang. Kelompok yang mempunyai pengaruh secara langsung disebut juga membership group. b. Keluarga (family) Keluarga adalah kelompok sosial yang paling penting dalam suatu masyarakat. Anggota keluarga sering kali menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi perilaku seseorang. c. Peran dan status (role and status) Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok masyarakat dapat dijelaskan dalam pengertian peran dan status. Dalam hubungannya dengan perilaku pembelian, seseorang sering memilih produk yang menyatakan peranan dan status mereka dalam masyarakat. 3. Faktor personal (personal factors): a. Umur dan tahap siklus hidup (age and stage in the life cycle) Seseorang akan membeli bermacam-macam barang dan jasa seumur hidupnya, dan tentunya macam-macam barang dan jasa tersebut dipengaruhi oleh umur orang tersebut. b. Pekerjaan dan ekonomi (occupation and economic) Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsi. Pemasar dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai minat yang hampir sama terhadap produk dan jasa.

4 15 c. Kepribadian dan konsep diri (personality and self concept) Setiap orang memiliki karakter individu yang akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik dan menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungan. d. Gaya hidup dan nilai (lifestyle and values) Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan melalui aktivitas, kesenggangan, dan pola mereka, sehingga gaya hidup ini merupakan potret interaksi seseorang dengan lingkungan. 4. Faktor psikologis (psychological factors): a. Motivasi (motivation) Motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang yang menghasilkan suatu tindakan. Dorongan ini dihasilkan dari hasrat yang ada didalam diri seseorang yang muncul karena adanya kebutuhan yang belum terpenuhi. b. Persepsi (perception) Persepsi adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan. c. Pembelajaran (learning) Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran meliputi perubahan-perubahan pada diri seseorang yang berkembang dari pengalaman. d. Keyakinan dan perilasaku (beliefs and attitudes) Keyakinan adalah suatu pemikiran deskriptif yang diyakini oleh seseorang terhadap suatu hal. Kepercayaan terhadap suatu produk akan mempengaruhi pendapat seseorang untuk membeli produk tersebut. Sikap juga sama pentingnya dengan kepercayaan karena tingkah laku akan menunjukkan apakah konsumen menyukai suatu produk atau tidak.

5 16 Berbagai model atau perilaku konsumen berasal dari ilmu keperilakuan (behavior sciences). Upaya-upaya untuk memprediksi perilaku konsumen secara lebih akurat terus-menerus dilakukan oleh para ahli melalui penelitian-penelitian yang telah banyak dilakukan. Berbagai faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku konsumen dijadikan sebagai variabel-variabel penelitian dalam upaya memprediksi perilaku tersebut. Pentingnya prediksi perilaku konsumen ini karena dengan mengetahui perilaku konsumen para pemasar dapat membuat antisipasi yang menguntungkan bagi kegiatan pemasaran. Para ahli ilmu keperilakuan telah mengidentifikasi beberapa prediktor perilaku konsumen, diantaranya yang dianggap sebagai prediktor utama perilaku konsumen yaitu sikap (attitude) konsumen. Tidak semua sikap konsumen berhubungan dengan tindakan atau perilakunya, karena latar belakang pembentukan sikap-sikap tersebut yang berbeda. Sikap-sikap yang dibentuk melalui pengalaman langsung akan lebih dekat mengarah keperilaku, dari pada sikap-sikap yang dibentuk berdasarkan opini orang lain. Pentingnya prediksi perilaku konsumen ini karena dengan mengetahui perilaku konsumen para pemasar dapat membuat antisipasi yang menguntungkan bagi kegiatan pemasaran (Mowen & Minor, 2002: 131). 2.3 Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007: 25). Dengan adanya kenyataan bahwa sikap tidak cukup sebagai prediktor perilaku, maka Fishbein dan Ajzen

6 17 mengeksplorasi secara lebih mendalam cara-cara untuk memprediksi perilaku dan outcomes. Sikap tidak menentukan perilaku secara langsung, melainkan sikap mempengaruhi behavioral intention (niat berperilaku) sebagai antecedent langsung dari perilaku. Menurut Ajzen dan Fishbein (2005: 117), sikap terhadap perilaku tertentu didasarkan pada sekumpulan pasangan keyakinan evaluasi (belief-evaluation). Ajzen dan Fishbein berasumsi bahwa individu biasanya cukup rasional dan menggunakan informasi yang tersedia bagi mereka secara sistematis. Manusia menyadari implikasi tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Teori ini dianggap berhasil memecahkan permasalahan-permasalahan besar dalam teori sikap dan prediksi perilaku, karena teori ini mengikutsertakan peran pengaruh sosial khususnya persepsi kesetujuan atau ketidaksetujuan orang lain (Regis, 1990 dalam Saputra, 2009: 16). Teori Tindakan Beralasan tidak hanya menekankan pada rasionalitas perilaku seseorang tetapi juga bahwa tindakan yang ditargetkan berada dalam kontrol kesadaran orang tersebut. 2.4 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori perilaku beralasan. Icek Ajzen mengembangkan teori ini, Ajzen menambahkan sebuah konstruk yang belum ada di teori perilaku beralasan. Konstruk ini disebut dengan persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control). Konstruk persepsi kontrol perilaku ditambahkan dalam teori ini untuk mengontrol perilaku

7 18 individual yang dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan keterbatasanketerbatasan dari kekurangan sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya. (Chau dan Hu 2002, dalam Jogiyanto, 2007: 61) Ajzen (1975) dalam Jogiyanto (2007: 61) mengajukan Teori Perilaku Terencana sebagai alat prediktor perilaku ketika individu tidak memiliki kontrol kemauan sendiri secara penuh. Dengan demikian, Teori perilaku terencana memperhitungkan bahwa tidak semua perilaku berada dibawah kontrol kemauan individu itu sendiri. Individu dikatakan memiliki kontrol penuh ketika tidak ada halangan apapun dalam mengadopsi suatu perilaku tertentu. Sebaliknya, kemungkinan adanya kontrol yang kurang penuh jika adopsi suatu perilaku kurang memiliki kesempatan-kesempatan, yaitu seperti sumber daya atau keahlian yang memadai (Ajzen, 1988 dalam Jogiyanto 2007: 61). Teori Perilaku Terencana adalah teori yang meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat dipertimbangkan dan direncanakan. Peach et. al. (2006) dan Wellington et. al. (2006) dalam Nuary (2010: 22) menyatakan bahwa teori perilaku terencana memiliki keunggulan dibandingkan teori keperilakuan yang lain, karena teori perilaku terencana merupakan teori perilaku yang dapat mengidentifikasikan keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas sesuatu yang akan terjadi dari hasil perilaku, sehingga membedakan antara perilaku seseorang yang berkehendak dan yang tidak berkehendak. Ajzen (2002) dalam Nuary (2010: 22) mengemukakan bahwa teori perilaku terencana telah muncul sebagai salah satu dari kerangka kerja yang paling

8 19 berpengaruh dan konsep yang populer pada penelitian dibidang kemanusiaan. Menurut teori ini, perilaku manusia dipandu oleh 3 jenis pertimbangan: a. Kepercayaan mengenai kemungkinan akibat atau tanggapan lain dari perilaku (Kepercayaan Perilaku). b. Kepercayaan mengenai harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk menyetujui harapan-harapan yang dimiliki berdasarkan kepercayaan normatif. c. Kepercayaan mengenai kehadiran faktor-faktor yang mungkin lebih jauh melintang dari perilaku (Kepercayan Pengendalian). Dengan kata lain, Teori Perilaku Sikap Terencana merupakan teori pengembangan dari Teori Tindakan Beralasan. Sejalan dengan hal tersebut, Cravens (2006: 37) menyebutkan bahwa Teori Perilaku Terencana diturunkan dari Teori Tindakan Beralasan, dengan perbedaannya yaitu ditambahkannya variabel Persepsi Terhadap Kontrol Perilaku. Dibawah ini Teori Perilaku Terencana digambarkan dalam bentuk diagram yang memuat secara lengkap ketiga variabel tersebut, yaitu: Sumber: Ajzen, 1991 Gambar 2.1 : Model Theory Of Planned Behavior

9 20 Dari gambar 2.1, Jogiyanto (2007: 62-63) mengungkapkan teori perilaku terencana mempunyai dua fitur sebagai berikut: 1. Teori ini mengasumsikan bahwa persepsi kontrol perilaku mempunyai implikasi motivasional terhadap minat-minat. Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber daya yang ada atau tidak mempunyai kesempatan-kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat-niat untuk melakukannya perilaku yang kuat walaupun mereka mempunyai sikap-sikap yang positif terhadap perilakunya. Dengan demikian diharapkan terjadi hubungan antara persepsi perilaku kontrol dengan niat yang tidak di mediasi oleh sikapdan norma subjektif. Di model ini ditunjukkan dengan panah yang menghubungkan persepsi perilaku kontrol (perceived behavior control) ke niat (intention). 2. Teori ini memungkinkan hubungan langsung antara persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control) dengan perilaku (Behavior). Di banyak contoh, kinerja dari suatu perilaku tergantung tidak hanya pada motivasi untuk melakukannya tetapi juga kontrol yang cukup terhadap perilaku yang dilakukan. Dengan demikian, persepsi kontrol perilaku dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung lewat niat, dan juga dapat memprediksi perilaku secara langsung. Dimodel, hubungan langsung ini ditunjukkan dengan panah yang menghubungkan persepsi perilaku kontrol (perceived behavior control) langsung ke perilaku (behavior). Dalam teori perilaku terencana, faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah intensi atau niat untuk menampilkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991: 181). Niat diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Niat merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu

10 21 perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Niat untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya hanya jika perilaku tersebut ada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Individu memiliki pilihan untuk memutuskan perilaku tertentu atau tidak sama sekali (Ajzen, 1991: 182). Menurut Teori Perilaku Terencana, diantara keyakinan yang akhirnya menentukan niat dan tindakan adalah sejumlah keyakinan tentang ada atau tidak adanya sumber-sumber dan peluang yang diperlukan. Keyakinan ini sebagian didasarkan pada pengalaman masa lalu dan perilakunya (Ajzen, 1991: 182). Teori Perilaku Terencana memiliki 3 variabel independen. Pertama adalah sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk dirinya. Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif hal tersebut mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Ketiga Persepsi Kontrol Perilaku adalah tingkat persepsi pengendalian perilaku mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan rintangan (Ajzen, 1988 dalam Jogiyanto, 2007: 63-64) Sikap (Attitude) Sikap (attitude) adalah evaluasi kepercayaan atau perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Jogiyanto (2007: 36) mendefinisikan sikap sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang

11 22 dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku. Sikap yang dimaksud termasuk perasaan tentang sesuatu yang ingin dicapai dari perilaku yang dia lakukan. Menurut Ajzen (1980) dalam Jogiyanto 2007: 37) sikap memiliki suatu efek langsung pada niat berperilaku serta terkait dengan norma subjektif dan persepsi kontrol pribadi. Sikap merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai objek, orang, atau peristiwa (Robin, 1998 dalam Saputra, 2009: 23). Jadi sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan neural (pikiran) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek, yang diorganisir melalui pengalaman serta pengaruh secara langsung dan atau secara tidak langsung. Sikap biasanya memainkan peran utama dalam membentuk perilaku. Sikap juga dipandang sebagai keseluruhan evaluasi (Engel, 1995 dalam Saputra, 2009: 23). Sikap memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Dalam memutuskan merek apa yang akan dibeli, atau toko mana untuk dijadikan langganan, konsumen secara khas memilih merek atau toko yang dievaluasi secara paling menguntungkan. Sikap mewakili perasaan senang atau tidak senang seseorang terhadap suatu obyek (Ajzen dan Fishbein 2005: 94) Ajzen dan Fishbein (2005: 95) berpendapat bahwa ada dua kelompok dalam pembentukan sikap yaitu: 1. Behavioral belief adalah keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap.

12 23 2. Evaluation of behavioral belief merupakan evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya Norma Subjektif (Subjective Norm) Norma Subyektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan (Jogiyanto, 2007: 42). Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs) (Ajzen, 1991: 195) Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa keluarga, pasangan, sahabat dan sebagainya. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud (Achmat, 2010 diakses pada 19 Juli 2015). Norma subjektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Norma subjektif

13 24 merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka (Ajzen, 1991: 198). Menurut Fishbein dan Azjen (2005: 122), norma subjektif secara umum mempunyai dua komponen, yaitu: 1. Normative beliefs (Keyakinan Norma). Persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu atau tokoh panutan tersebut apakah subjek harus melakukan atau tidak suatu perilaku tertentu. 2. Motivation to comply (motivasi untuk memenuhi). Motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut. Norma subjektif dapat dilihat sebagai dinamika antara dorongan-dorongan yang dipersepsikan individu dari orang-orang disekitarnya dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tersebut Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavior Control) Grizzell (2003) dalam Nuary (2010: 25) menyebutkan bahwa persepsi kontrol perilaku hampir sama dengan konsep self efficacy, yaitu persepsi orang untuk kemampuannya pada saat melakukan tindakan atau perilaku. Kontrol perilaku

14 25 menurut Ajzen (2005: 128) mengacu pada persepsi-persepsi seseorang akan kemampuannya untuk menampilkan perilaku tertentu. Dengan kata lain kontrol perilaku menunjuk kepada sejauh mana seseorang merasa bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu berada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Kontrol perilaku ditentukan oleh sejumlah keyakinan tentang hadirnya faktor-faktor yang dapat memudahkan atau mempersulit terlaksananya perilaku yang ditampilkan. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku akan bergantung pada interaksi antara sikap, keyakinan, dan niat berperilaku. Niat berperilaku seseorang juga akan dipengaruhi oleh kontrol keperilakuan yang dirasakan. Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan kondisi di mana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan, mencakup juga pengalaman masa lalu di samping rintangan-rintangan yang ada yang dipertimbangkan oleh orang tersebut (Tjahjono, 2005: 6). Teori perilaku terencana mengasumsikan bahwa persepsi kontrol perilaku memiliki implikasi motivasional terhadap niat (Achmat, 2010 diakses pada 19 Juli 2015). Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak memiliki sumber daya yang ada dan kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat-niat perilaku yang kuat untuk melakukannya meskipun mereka memiliki sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka melakukan perilaku tersebut. Persepsi

15 26 terhadap kontrol perilaku yang telah berubah akan memengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan. 2.5 Niat (Intention) Dalam teori perilaku terencana, faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah niat untuk menampilkan perilaku tertentu. Niat diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Niat merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Ajzen (1991: 184) mendefinisikan niat sebagai bagian dari diri seseorang dalam kemungkinan dimensi subjektif yang melibatkan hubungan antara dirinya dengan tindakan. Niat berperilaku merupakan perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kemungkinannya untuk menampilkan suatu tindakan tertentu. Sebagai aturan umum, semakin keras niat seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Intensi untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya hanya jika perilaku tersebut ada dibawah kontrol individu yang bersangkutan. Individu memiliki pilihan untuk memutuskan perilaku tertentu atau tidak sama sekali. Oleh karena itu, menurut teori perilaku terencana, niat dipengaruhi oleh tiga hal yaitu sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku (Karl Max dalam Ajzen, 2005: 117).

16 Keputusan Pembelian Keputusan pembelian merupakan sebuah proses saat seorang konsumen memutuskan akan membeli sebuah produk atau tidak, setelah melalui tahap-tahap pertimbangan dan penyelesaian masalah ketika akan membeli sebuah produk. Keputusan pembelian adalah pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atau niatan atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Sedangkan pengertian keputusan pembelian menurut Schiffman (2010: 547) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa dalam membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan. Keputusan pembelian merupakan keputusan konsumen untuk membeli suatu produk setelah sebelumnya memikirkan tentang layak tidaknya membeli produk itu dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang ia ketahui dengan realitas tentang produk itu setelah ia menyaksikannya. Semenjak tahun 1970-an dan sampai awal tahun 1980-an, para peneliti memandang konsumen sebagai pengambil keputusan. Salah satu keputusan penting yang diambil konsumen dan harus mendapat perhatian yang besar dari para produsen adalah keputusan pembelian konsumen. Keputusan pembelian konsumen menurut Berman dan Evans (1998) meliputi keputusan untuk menentukan apakah akan membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dari siapa, dan frekuensi membeli barang atau jasa.

17 28 Kotler & Keller (2009: 184) mengungkapkan bahwa keputusan pembelian merupakan tahap pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen benarbenar membeli produk/jasa. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan keputusan pembelian merupakan suatu tahapan setelah konsumen benar-benar melakukan pembelian. Simamora (2001: 67) bahwa dalam keputusan membeli terdapat 5 peran yaitu: 1. Pemrakarsa (initiator) Adalah orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu. 2. Pemberi pengaruh (influencer) Adalah orang yang nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir. 3. Pengambil keputusan (decider) Adalah orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan cara bagaiman membeli, dan diman akan membeli. 4. Pembeli (buyer) Adalah orang yang melakukan pembelian nyata. 5. Pemakai (user) Adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2001: ) pengambilan keputusan melalui lima tahap, yaitu: Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Pasca Pembelian Gambar 2.2 : Tahap-tahap Keputusan Pembelian

18 29 Bagan tahap-tahap proses pengambilan keputusan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengenalan Masalah Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Proses ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi. Jika suatu kebutuhan diketahui, maka konsumen akan memahami adanya kebutuhan yang segera dipenuhi atau masih ditunda pemenuhannya. 2. Pencarian Informasi Tahap ini adalah tahap proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen telah tertarik untuk mencari informasi. Pencarian informasi dapat bersifat aktif atau pasif. Pencarian informasi yang bersifat aktif dapat berupa kunjungan terhadap beberapa toko untuk membuat perbandingan harga dan kualitas produk, sedangkan pencarian informasi pasif hanya dengan membaca iklan di majalah atau surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus tentang gambaran produk yang diinginkan. 3. Evaluasi Berbagai Alternatif Yaitu tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi produk-produk atau merekmerek mana saja yang masuk ke dalam daftar alternatif pembelian. Meliputi dua tahap yaitu menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembelian. 4. Keputusan Pembelian Tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen benar-benar membeli produk. Keputusan untuk membeli yang diambil oleh pembeli sebenarnya merupakan kesimpulan dari sejumlah keputusan, misalnya: keputusan tentang jenis produk, bentuk produk, jumlah produkdan sebagainya. Apabila produk yang dihasilkan pemasar sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan, maka produk tersebut mampu menarik minat untuk membeli.

19 30 5. Perilaku Pasca Pembelian Setelah melakukan pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen akan melakukan tindakan setelah kegiatan membeli dalam hal penggunaan produk tersebut sehingga harus diperhatikan oleh pemasar bahwa tugas pemasaran tidak berakhir ketika produk sudah dibeli tetapi terus sampai pada periode setelah pembelian. Bila konsumen dapat dipuaskan maka pembelian berikutnya akan membeli merek tersebut lagi dan lagi. Dalam memilih untuk membeli atau tidak suatu jenis produk, konsumen mempertimbangkan faktor-faktor seperti bentuk, daya tahan, keunikan, nilai, kemudahan penggunaan, dan lain sebagainya yang ada pada suatu barang. Konsumen tentu memiliki keputusan sendiri dalam memilih dan menggunkan barang dan jasa. Untuk itu pemasar perlu mempelajari bagaimana konsumen mengambil keputusan dalam membeli suatu produk. 2.7 Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Referensi Penelitian Terdahulu No Peneliti Tahun Judul Kesimpulan 1 Istiana et al, 2007 Pengaruh Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Keperilakuan terhadap niat dan perilaku membeli Produk susu Ultra High Temperature. Hasil dari studi mengidentifikasikan bahwa norma subjektif dan kontrol keperilakuan berpengaruh terhadap niat beli namun sikap tidak berpengaruh terhadap niat beli tersebut. Niat untuk membeli berpengaruh signifikan terhadap perilaku membeli susu UHT. Selanjutnya, variabel kontrol keperilakuan juga berpengaruh langsung terhadap perilaku membeli.

20 31 Tabel 2.1 Referensi Penelitian Terdahulu (Lanjutan) 2 Mas ud 2012 Pengaruh Sikap, Norma-Norma Subyektif dan Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan Nasabah Bank Terhadap Keinginan Untuk Menggunakan Automatic Teller Machine (Atm) Bank BCA. 3 Ernawati 2010 Pengaruh sikap, norma subyektif, kontrol perilau yang dipersepsikan, dan sunset policy terhadap kepatuhan wajib pajak dengan niat sebagai variabel intervening. 4 Rohmawati 2013 Pengaruh sikap, Norma-norma Subyektif dan Kontrol Perilaku Persepsian, Perspsi Resiko, Persepsi Kebermanfaatan Terhadap Niat Penggunaan Kartu Kredit. 5 Burhanudin 2007 Theory Of Planned Behavior: Aplikasi pada niat konsumen untuk berlangganan surat kabar harian kedaulatan rakyat di Desa Donotirto, kecamatan kretek kabupaten Bantul. Sikap kategori baik atau signifikan terhadap nasabah ATM. Hasil penelitian analisis nilai norma subjektif kategori sangat baik terhadap nasabah untuk menggunakan ATM. Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan kategori sangat baik terhadap nasabah bank Sedangkan, Keinginan untuk menggunakan ATM ada dalam kategori ingin menggunakan ATM di waktu yang akan datang. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa sikap dan kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Norma subjektif dan sunset policy tidak berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Hasil studi juga menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh langsung terhadap kepatuhan pajak. Hasil pengujian terakhir adalah niat berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Sikap tidak berpengaruh terhadap niat penggunaan kartu kredit, sedangkan kontrol perilaku tidak berpengaruh terhadap niat penggunaan kartu kredit, persepsian resiko berpengaruh terhadap penggunaan kartu kredit, persepsi kebermanfaatan bepengaruh terhadap kegunaan kartu kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan baik secara individual maupun bersamasama berpengaruh terhadap niat konsumen untuk berlangganan SKH Kedaulatan Rakyat di desa Donotirto, kecamatan Kretek, kabupaten Bantul.

21 Kerangka Teori Perilaku konsumen akan selalu berubah-ubah sesuai dengan pengaruh sosial budaya yang semakin meluas, latar belakang sosial budaya yang semakin mendesak selera kebutuhan konsumen semakin meningkat. Handphone menjadi kebutuhan manusia yang sangat penting. Peneliti melakukan riset tentang pungujian Teori Perilaku Terencana dalam keputusan pembelian produk karena ingin mengetahui seberapa besar sikap perilaku, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku dalam keputusan pembelian pada produk iphone. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya smartphone yang lebih murah, tetapi banyak konsumen memutuskan untuk memilih dan membeli iphone. Model penelitian ini adalah bentuk yang direplikasi dari hipotesis yang di buat berdasarkan penelitian yang akan dilakukan. Model dalam kajian ini menjelaskan tentang Teori perilaku terencana yang didasarkan pada model Theory of Planned Behavior yang dikembangkan oleh Ajzen. Maka model penelitian yang diajukan sebagai berikut: Sikap Norma Subjektif Niat Keputusan Pembelian Persepsi Kontrol Peilaku Gambar 2.3: Model Penelitian

22 33 Sikap merupakan antecedent pertama dari niat. Sikap adalah suatu perasaan yang bersifat umum mengenai suka atau ketidaksukaan terhadap objek atau tindakan (Ajzen, 1998 dalam Setyorini, 2013: 19). Bila seseorang mempersepsi bahwa akibat dari melakukan suatu perilaku adalah positif, maka ia akan memiliki suatu sikap positif terhadap perilaku itu. Sebaliknya juga demikian, bila ia mempersepsi bahwa akibat dari melakukan suatu perilaku adalah negatif, maka ia akan memiliki sikap negatif terhadap perilaku itu. Norma subjektif (Subjective Norm) merupakan antecedent kedua dari niat. Norma merupakan konvensi sosial yang meregulasi kehidupan manusia, termasuk hukum-hukum secara eksplisit dan standar-standar budaya secara implisit (Wade & Travis, 1996 dalam Setyorini, 2013: 20). Bila orang lain yang berpengaruh terhadap diri individu (relevant others) berpandangan bahwa perilaku tersebut sebagai positif dan individu termotivasi untuk memenuhi harapan orang yang dianggapnya penting, maka suatu norma subjektif yang positif akan terbentuk. Bila orang lain yang dianggap berpengaruh oleh individu memandang bahwa perilaku tersebut sebagai hal negatif, serta individu ingin memenuhi harapan orang tersebut, maka akan terbentuk norma subjektif yang negatif bagi individu. Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavior Control) individu termasuk keyakinan kontrol (control belief) dan pencapaian faktor kontrol (access to the control factor). Persepsi ini dapat merefleksikan pengalaman masa lampau, antisipasi keadaan di masa yang akan datang, dan sikap terhadap norma yang berpengaruh yang mengelilingi individu. Faktor-faktor inetrnal adalah seperti

23 34 informasi, emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor-faktor eksternal adalah faktor situasi atau faktor lingkungan. Niat seseorang untuk membentuk suatu perilaku terhadap suatu objek merupakan suatu kombinasi sikap (attitude) dan norma subjektif (subjective norm) sebagai antecedent intention to buy. Niat dan harapan berperilaku tertentu di refleksikan dalam komponen ini, yang juga merefleksikan suatu predisposisi untuk bertindak. Komponen keperilakuan bukan merupakan perilaku aktual, melainkan masih berbentuk sebagai suatu niatan untuk berperilaku. Keputusan pembelian adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa dalam membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan. Keputusan pembelian merupakan keputusan konsumen untuk membeli suatu produk setelah sebelumnya memikirkan tentang layak tidaknya membeli produk itu dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang ia ketahui dengan realitas tentang produk itu setelah ia menyaksikannya. 2.9 Keterkaitan Antar Variabel Hubungan Sikap Terhadap Niat Berperilaku Sikap adalah ide yang berkaitan dengan emosi yang mendorong dilakukannya tindakan-tindakan tertentu dalam situasi sosial. Secara tegas menyatakan bahwa predisposisi itu diperoleh dari proses belajar. Ramdhani (2008: 14) menyatakan

24 35 bahwa ide yang merupakan predisposisi tersebut berkaitan dengan emosi. Menurut Assael (2002) niat berperilaku timbul dan terbentuk setelah seseorang melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap sesuatu merek dan akan melakukan pembelian terhadap merek yang dapat memberikan tingkat paling tinggi dari kepuasan yang diharapkan. Hubungan keduanya yaitu timbul karena sikap merupakan ide yang berkaitan dengan emosi langsung di kembangkan melalui suatu niat yang timbul dari diri sendiri. Ajzen dalam Jogiyanto (2007: 37) menyatakan bahwa sikap dengan komponen lengkap akan terjadi hubungan yang kuat terhadap niat Hubungan Norma Subjektif Terhadap Niat Berperilaku Norma Subjektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan (Jogiyanto, 2007: 42). Niat berperilaku seorang individu dalam milih produk merupakan masalah yang sangat kompleks namun harus tetap menjadi perhatian pemasar, niat berperilaku untuk membeli dapat muncul sebagai akibat dari adanya stimulus (rangsangan) yang ditawarkan oleh perusahaan masing-masing stimulus tersebut dirancang untuk menghasilkan tindakan pembelian dari konsumen. Keterkaitan keduanya terletak dimana konsumen mendapatkan pengaruh dari orang lain yang mempengaruhi dirinya untuk menimbulkan niat dalam membeli suatu produk.

25 Hubungan Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat Berperilaku Ajzen (2005: 129) Secara spesifik, dalam teori perilaku terencana, persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavioral control) didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai kemudahan atau kesulitan untuk melakukan suatu perilaku. Persepsi kontrol perilaku ditentukan oleh kombinasi antara belief individu mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk melakukan suatu perilaku (control beliefs), dengan kekuatan perasaan individu akan setiap faktor pendukung ataupun penghambat tersebut (perceived power control). Secara umum, semakin individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu akan cenderung mempersepsikan diri mudah untuk melakukan perilaku tersebut; sebaliknya, semakin sedikit individu merasakan sedikit faktor pendukung dan banyak faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu akan cenderung mempersepsikan diri sulit untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005: 97). Sedangkan niat berperilaku timbul dan terbentuk setelah seseorang melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap sesuatu merek dan akan melakukan pembelian terhadap merek yang dapat memberikan tingkat paling tinggi dari kepuasan yang diharapkan. Hubungan keduanya yaitu jika individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit penghambat untuk melakukan suatu perilaku, maka niat untuk membeli akan timbul.

26 Hubungan Sikap Dalam Keputusan Pembelian Melalui Niat Berperilaku Sikap memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku, dalam memutuskan merek apa yang akan dibeli, atau toko mana yang akan dijadikan langganan, konsumen secara khas memilih merek atau toko yang dievaluasi agar menguntungkan. Niat untuk menggunakan kembali dan membentuk perilaku untuk menggunakan suatu barang atau jasa dapat tercapai apabila konsumen telah membentuk sikap yang positif terhadap suatu barang atau jasa, Ajzen dan Fishbein (2005: 95). Keduanya mempunyai hubungan kuat antara sikap dengan keputusan pembelian melalui niat berperilaku Hubungan Norma Subjektif Dalam Keputusan Pembelian Melalui Niat Berperilaku Ajzen (2005: 114) memaparkan norma subjektif merupakan fungsi yang didasarkan oleh belief yang disebut sebagai normative beliefs, yaitu belief mengenai kesetujuan dan atau ketidak setujuan seseorang maupun kelompok yang penting bagi individu terhadap suatu perilaku (salient referent beliefs). Norma subyektif merupakan suatu faktor yang menentukan apakah suatu produk layak untuk dipilih atau tidak dipilih karena konsumen harus memperhatikan hal-hal sekitar lingkungan. Ajzen dalam jogiyanto (2007: 92) menyatakan bahwa norma subjektif berhubungan dengan perspektif normatif, yaitu pandangan seseorang terhadap tekanan sosial yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan keputusan pembelian yang sedang dipertimbangkan.

27 Hubungan Persepsi Kontrol Perilaku Dalam Keputusan Pembelian Melalui Niat Berperilaku Persepsi kontrol perilaku yang memengaruhi secara langsung maupun tidak langsung (melalui niat) terhadap perilaku. Ajzen (2005: 129) berasumsi bahwa persepsi kontrol perilaku mempunyai implikasi motivasional pada niat. Individu yang percaya bahwa jika tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tertentu cenderung tidak membentuk intensi yang kuat untuk melakukannya, walaupun memiliki sikap yang positif dan percaya bahwa orang lain akan mendukung tingkah lakunya. Dengan kata lain, semakin besar persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, serta semakin kecil tantangan hambatan yang dimiliki seseorang, maka semakin besar niat berperilaku yang akan mempengaruhi perilaku tersebut Hubungan Persepsi Kontrol Perilaku Dalam Keputusan Pembelian Pengaruh langsung dapat terjadi jika terdapat actual control diluar kehendak individu sehingga memengaruhi perilaku. Semakin positif sikap terhadap perilaku dan norma subjektif, semakin besar kontrol seseorang, sehingga semakin kuat niat beli seseorang untuk memunculkan keputusan dalam membeli. Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang nyata di lapangan (actual behavioral control) niat tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul. Sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bisa jadi bertentangan dengan niat berperilaku individu tersebut. Hal tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak memungkinkan memunculkan keputusan beli yang telah diniatkan sehingga dengan cepat akan memengaruhi persepsi kontrol perilaku individu tersebut. Persepsi kontrol

28 39 perilaku yang telah berubah akan memengaruhi keputusan pembelian yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan. Ajzen dalam Jogiyanto (2007: 44) menyatakan bahwa kontrol perilaku merefleksikan pengalaman masa lalu dan juga mengantisipasi halangan-halangan yang ada dan semakin menarik sikap dan norma subjektif, semakin besar kontrol perilaku maka semakin kuat niat berperilaku seseorang untuk melakukan perilaku yang dipertimbangkan dan berhasil membuktikan bahwa persepsi kontrol perilaku yang berpengaruh positif terhadap perilaku secara langsung Hubungan Niat Berperilaku Dalam Keputusan Pembelian Keputusan Pembelian adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa. Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan pembelian menyoroti perilaku baik individu maupun rumah tangga, perilaku membeli di pengaruhi faktor dari mediasi yaitu niat menyangkut suatu proses pengambilan keputusan sebelum pembelian. Niat dipengaruhi dari sikap, norma subyektif, kontrol perilaku untuk melakukan suatu tindakan beli. Dalam teori perilaku terencana, perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya intensi atau niat untuk berperilaku. Sementara itu, munculnya niat berperilaku selain ditentukan oleh sikap dan norma subjektif, juga ditentukan oleh kontrol perilaku yang dipersepsikan. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi indikator bagi niat (minat) yang pada gilirannya menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak. Jadi, niat (minat) dalam penelitian ini merupakan variabel mediasi atau variabel intervening, yaitu variabel yang

29 40 memengaruhi hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung (Indriantoro dan Supomo, 2002: 26) Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara atau dugaan yang masih harus dicari kebenarannya dengan melakukan pengujian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 1 : Diduga terdapat pengaruh sikap terhadap niat berperilaku dalam keputusan pembelian iphone. H 2 : Diduga terdapat pengaruh norma subjektif terhadap niat berperilaku dalam keputusan pembelian iphone. H 3 : Diduga terdapat pengaruh persepsi kontrol perilaku terhadap niat berperilaku dalam keputusan pembelian iphone. H 4 : Diduga terdapat pengaruh sikap dalam keputusan pembelian iphone melalui niat berperilaku. H 5 : Diduga terdapat pengaruh norma subjektif dalam keputusan pembelian iphone melalui niat berperilaku. H 6 : Diduga terdapat pengaruh persepsi kontrol perilaku dalam keputusan pembelian iphone melalui niat berperilaku. H 7 : Diduga terdapat pengaruh antara persepsi kontrol perilaku terhadap keputusan pembelian iphone. H 8 : Diduga terdapat pengaruh antara niat berperilaku terhadap keputusan pembelian iphone.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Definisi Pemasaran Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini mengemukakan menurut pandangan mereka masing-masing. Kotler dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan meyalurkan barang-barang dan jasa. Dalam masyarakat industri yang sudah maju, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Legitimasi Teori legitimasi didasarkan pada adanya fenomena kontak sosial antara sebuah organisasi dengan masyarakat, di mana diperlukan sebuah tujuan

Lebih terperinci

THEORY OF REASONED ACTION

THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat ketat bagi para pelaku bisnis, sehingga berdampak pada adanya tuntutan bagi setiap manajemen perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa seseorang untuk bisa lebih kreatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini mengemukakan menurut pandangan mereka masing-masing. Kotler dan Armstrong (2008 : 5)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Schiffman, et. all dalam Anoraga (2008) menyebutkan bahwa mempelajari dan memahami perilaku konsumen merupakan dasar dari manajemen pemasaran. Perilaku konsumen

Lebih terperinci

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004) kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 39 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI 1. Definisi Intensi Teori perilaku berencana merupakan pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat Beli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat Beli BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat Beli Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Menurut American Marketing Association (Peter dan Olson, 2013:6), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sistematis segala masalah yang timbul dari masyarakat usaha. Kegiatan pemasaran

BAB II LANDASAN TEORI. sistematis segala masalah yang timbul dari masyarakat usaha. Kegiatan pemasaran 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Pemasaran Pengertian pemasaran bukan saja meliputi jual beli tetapi membahas secara sistematis segala masalah yang timbul dari masyarakat usaha. Kegiatan pemasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam banyak perusahaan

Lebih terperinci

Pasar Konsumen dan Perilaku Konsumen.

Pasar Konsumen dan Perilaku Konsumen. Pasar Konsumen dan Perilaku Konsumen. A. Model Perilaku Konsumen. Sebuah perusahaan yang memahami bagaimana pelanggan /konsumen akan bereaksi terhadap berbagai bentuk produk, harga, iklan, maka perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Theory of Planned Behaviour Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan niat, dalam hal ini adalah tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini sudah sangat berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya yang terdapat pada bidang

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goets et al,

BAB 2 LANDASAN TEORI. manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goets et al, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goets et al,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. superior dan mempertahankan pelanggan saat ini dengan memberikan kepuasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. superior dan mempertahankan pelanggan saat ini dengan memberikan kepuasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah pemenuhan kepuasan pelanggan demi suatu keuntungan. Dua tujuan utama pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009:213) Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen. Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen. Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan BAB II LANDASAN TEORI A. Uraian Teori 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan konsumen, adalah proses pengintergasian yang mengkombinasikan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Sikap, Subjective Norm dan Perceived Behavioral Control Terhadap Purchase Intention Pelanggan SOGO Department Store

Analisis Pengaruh Sikap, Subjective Norm dan Perceived Behavioral Control Terhadap Purchase Intention Pelanggan SOGO Department Store Jurnal Strategi Pemasaran Vol. 2, No. 1, (2014) 1-7 Analisis Pengaruh Sikap, Subjective Norm dan Perceived Behavioral Control Terhadap Purchase Intention Pelanggan SOGO Department Store di Tunjungan Plaza

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING Intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa 2. 1. Rerangka Teori 2.1.1 Pengertian Pajak dan Wajib Pajak Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009, pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Merek 2.1.1 Pengertian Citra Merek Citra merek dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat suatu merek dari produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sikap Konsumen Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk bersikap dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Sikap merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan produk saat ini merupakan sebuah dampak dari semakin banyak dan kompleksnya kebutuhan manusia. Dengan dasar tersebut, maka setiap perusahaan harus memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin maju dan mengalami perkembangan, ini ditunjukkan semakin banyaknya bermunculan perusahaan industri, baik industri

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

Bab 3. Model Perilaku Konsumen

Bab 3. Model Perilaku Konsumen Bab 3 Model Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN Tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepatu menjadi produk yang sangat digemari di kalangan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, setiap perusahaan sepatu bersaing menciptakan produk yang bermutu dan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk

II. LANDASAN TEORI. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti Pentingnya Pemasaran Pemasaran memiliki fungsi untuk menghubungkan antara kebutuhan masyarakat sebagai konsumen akan suatu produk atau jasa dengan organisasi ataupun industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan membahas dasar teori variabel-variabel yang membentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan membahas dasar teori variabel-variabel yang membentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas dasar teori variabel-variabel yang membentuk niat beli ulang konsumen yang dibangun bedasarkan kenyataan yang terjadi pada umumnya dan sudah diuji secara empiris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketatnya persaingan antar perusahaan membuat produsen harus berfikir lebih keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin kompetitif ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Banyak ahli yang telah memberikan definisi atas pemasaran ini. Definisi tersebut sering berbeda antara para ahli yang satu dengan ahli yang lain. Perbedaan ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan

BAB II LANDASAN TEORI. maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama satu dekade terakhir, kebijakan harga BBM jenis Premium sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan BBM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Dalam rangka memasarkan produknya, sangatlah penting bagi pemasar untuk mempelajari perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior/TPB digunakan sebagai model dan kerangka teori karena sudah banyak diterapkan dan teruji dalam menangkap hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Yang Melandasi Permasalahan Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pemasaran Menurut Philip Kotler (2000), pemasaran adalah proses perencanaan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang,

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN RENDY GUSTY RADITYATAMA

PENGARUH MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN RENDY GUSTY RADITYATAMA PENGARUH MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN RENDY GUSTY RADITYATAMA ( rendy.clearence@yahoo.com, 105020201111001@student.ub.ac.id ) Perkembangan dunia usaha dewasa ini telah diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Technology Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Technology Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of Reasoned Action (TRA), dengan satu premis bahwa reaksi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menganalisis tentang preferensi konsumen terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata. Kerangka pemikiran teoritis disusun berdasarkan penelusuran

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

Kotler & Keller (2008:214): Schiffman & Kanuk (2008:6):

Kotler & Keller (2008:214): Schiffman & Kanuk (2008:6): TEORI EKONOMI MIKRO Kotler & Keller (2008:214): Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Definisi Konsumen Konsumen adalah seseorang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan dan penggunaan dari suatu produk dalam rangka memenuhi tujuan penggunaan, kebutuhan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunitas Berkaitan dengan kehidupan sosial, ada banyak definisi yang menjelaskan tentang arti komunitas. Tetapi setidaknya definisi komunitas dapat didekati melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang mengadopsi theory of

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang mengadopsi theory of BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang mengadopsi theory of reasoned action yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975). TAM

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP KONSUMEN DAN NORMA SUBYEKTIF TERHADAP MINAT BELI PRODUK SEPEDA MOTOR YAMAHA SCORPIO DI SURABAYA

PENGARUH SIKAP KONSUMEN DAN NORMA SUBYEKTIF TERHADAP MINAT BELI PRODUK SEPEDA MOTOR YAMAHA SCORPIO DI SURABAYA PENGARUH SIKAP KONSUMEN DAN NORMA SUBYEKTIF TERHADAP MINAT BELI PRODUK SEPEDA MOTOR YAMAHA SCORPIO DI SURABAYA Oleh : MIFTAHUL MUNIR Dosen Fak. Ekonomi UNISKA ABSTRAK Saat ini banyak sekali bermunculan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau TPB (Theory of Planned Behavior) merupakan pengembangan lebih lanjut dari Teori Perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Definisi Pemasaran Banyak orang beranggapan bahwa pemasaran adalah sebuah kegiatan menjual atau mengiklankan suatu produk. Pada sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan internet

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan internet BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan internet menyebabkan mulai munculnya aplikasi bisnis yang berbasis internet. Internet menawarkan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Teori Perilaku Beralasan ( Theory Of Reasoned Action)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Teori Perilaku Beralasan ( Theory Of Reasoned Action) BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Manusia 1. Teori Perilaku Beralasan ( Theory Of Reasoned Action) Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya satu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Konsumsi dan Konsumen Konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie. Pengertian konsumsi secara tersirat dikemukakan oleh Holbrook

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Ahmad Farras Adibuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional, masalah pembiayaan Negara menjadi hal yang sangat penting untuk dikaji. Sejauh ini Negara

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Proses dalam pembelian produk susu untuk batita (1-3 tahun) dapat

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Proses dalam pembelian produk susu untuk batita (1-3 tahun) dapat BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Perilaku Konsumen Proses dalam pembelian produk susu untuk batita (1-3 tahun) dapat diprediksi dengan mengetahui bagaimana perilaku konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Arti dan Tujuan Pemasaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Arti dan Tujuan Pemasaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Teori 2.1.1. Pemasaran 2.1.1.1. Arti dan Tujuan Pemasaran Pemasaran menyentuh kehidupan setiap orang. Ia merupakan sarana dengan mana standart hidup dikembangkan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan pendekatan teori perilaku (behavioral theory) yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan pendekatan teori perilaku (behavioral theory) yang banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Technology Acceptance Model (TAM) Technology acceptance model (TAM) adalah salah satu jenis teori yang menggunakan pendekatan teori perilaku (behavioral theory)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi dari ilmu pengetahuan yaitu keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis, atau keseluruhan pemikiran, gagasan, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi standar menjadi hadirnya sebuah telepon seluler pintar atau smartphone

BAB I PENDAHULUAN. fungsi standar menjadi hadirnya sebuah telepon seluler pintar atau smartphone BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri telekomunikasi nasional saat ini ditandai dengan tiga tren utama (APJII, 2013). Pertama, tergesernya fitur telepon genggam atau ponsel dengan fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjanjikan di Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan perusahaan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjanjikan di Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan perusahaan PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan konsumsi daging olahan telah menjadi pasar yang menjanjikan di Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan perusahaan yang melakukan proses pengolahan daging menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai 1 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Grand Theory 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi yang kemudian diikuti oleh perkembangan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi yang kemudian diikuti oleh perkembangan bidang-bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian diikuti oleh perkembangan bidang-bidang lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB II KERANGKATEORITIS. Keputusan merupakan bagian/salah satu elemen penting dari periaku

BAB II KERANGKATEORITIS. Keputusan merupakan bagian/salah satu elemen penting dari periaku BAB II KERANGKATEORITIS A. Landasan Teori 1. Keputusan Pembelian 1.1 Pengertian Keputusan Pembelian Keputusan merupakan bagian/salah satu elemen penting dari periaku nasabah disamping kegiatan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut perangkat komunikasi yaitu ponsel (handphone) bukan lagi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut perangkat komunikasi yaitu ponsel (handphone) bukan lagi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin mengalami kemajuan yang pesat. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan tersebut perangkat

Lebih terperinci

WELCOME. Saat ini Anda memasuki session

WELCOME. Saat ini Anda memasuki session Consumer Behavior Sessi 1 1 WELCOME Saat ini Anda memasuki session 2 1 Lecturers: Mumuh Mulyana Mubarak, SE. 3 Sumber : James F. Engel, Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard John C. Mowen Michael Minor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab tinjauan pustaka ini terdiri dari dua Sub Bab yaitu Sub Bab 2.1 Landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab tinjauan pustaka ini terdiri dari dua Sub Bab yaitu Sub Bab 2.1 Landasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab tinjauan pustaka ini terdiri dari dua Sub Bab yaitu Sub Bab 2.1 Landasan Teori yang memaparkan teori teori yang digunakan dalam penelitian ini, dan Sub Bab 2.2 Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA

BAB II TUJUAN PUSTAKA BAB II TUJUAN PUSTAKA A. INTENSI 1. Definisi Intensi Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. DEFINISI KONSEP Tujuan apapun yang dipilih dalam suatu penelitian harus berpijak pada teori dan konsep-konsep yang sudah ada. Teori yang rasional dan sistematis mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Keputusan pembelian Kotler (2008) mengatakan keputusan pembelian merupakan tahap dari proses keputusan pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci